bappeda.kuningankab.go.id...kumpulan karya tulis ilmiah (kti) dengan pendekatan dari beberapa aspek/...

56

Upload: others

Post on 23-Feb-2020

50 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hak cipta © pada penulis dan dilindungi Undang-Undang

Hak penerbitan pada PPPI Kuningan Press

Dilarang mengutip sebagian ataupun seluruh buku ini dalam bentuk apapun tanpa

Izin dari Penulis dan Penerbit.

Bunga Rampai : Untuk Kuningan yang Lebih Baik

Penulis : Pejabat Fungsional Perencana Kabupaten Kuningan

Drs. H. Eka Komara, M.Pd

Ir. Haeruman

Iwan Mulyawan, S.Si., M.Sc

Esih Kurniasih, SE

Mari’a Fitri Pratama Lia Oktavianti, SH

Desainer : Doni Muhammad Sirajuddini

Abstract Editor : H. Jajang Setiadi, S.Sos., MPA

Cetakan I : Desember 2019

SEPATAH KATA

Puji syukur Kami panjatkan kepada Illahi Rabbi karena atas Rahmat dan

InayahNya-lah buku bunga rampai ini dapat diselesaikan. Tujuan dari

penyusunan buku ini adalah dalam rangka pemenuhan angka kredit dalam

pengembangan profesi perencana serta dalam upaya untuk melatih para

perencana ahli dalam membuat karya ilmiah dengan lokus kajiannya berada di

Kabupaten Kuningan.

Bunga rampai dengan tema “Untuk Kuningan yang Lebih Baik” merupakan

kumpulan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan pendekatan dari beberapa aspek/

sudut pandang keilmuan yang dimiliki oleh perencana ahli Kabupaten

Kuningan.

Semoga buku bunga rampai ini bukan hanya menjadi dokumentasi tertulis para

perencana, tetapi dapat menjadi pemicu bagi tulisan-tulisan ilmiah bagi para

pejabat fungsional perencana dan pejabat administrasi perencana sebagai

bagian dari proses peningkatan keilmuan secara terus menerus.

Seperti pepatah “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, segala sesuatu tidak ada

yang sempurna, begitu pula dengan buku ini masih jauh dari sempurna. Dengan

kerendahan hati, komentar, kritik dan saran demi perbaikan akan diterima

dengan senang hati dan diucapkan terima kasih.

Kuningan, Desember 2019

Tim Penyusun

v

DAFTAR ISI

Sepatah Kata ........................................................................................................... v

Daftar Isi .................................................................................................................. vi

Pengaturan Adat Istiadat Hajatan dalam Mengurangi Kesulitan Beban Hidup

Masyarakat Miskin di Desa Windujanten

Eka Komara ...................................................................................................... 1

Inventarisasi Potensi Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten Kuningan Tahun 2019

Haeruman ......................................................................................................... 14

Pola Distribusi Permukiman di Kabupaten Kuningan

Iwan Mulyawan ............................................................................................... 20

Studi Kualitatif Pengaruh Objek Wisata Terhadap Para Pedagang di Kawasan Objek Wisata Pemandian Cibulan Kabupaten Kuningan

Esih Kurniasih .................................................................................................. 28

Pemanfaatan Digitalisasi dalam Mendukung Pelayanan Angkutan Penumpang Umum Berkualitas di Kabupaten Kuningan

Mari’a Fitri Pratama Lia Oktavianti............................................................... 36

Assessment Water Scarcity Index Based on Meteorological Water Availability

in Mountainous Area, Case Study in Kuningan Regency, West Java Province Arif Ismail, Iwan Mulyawan, Trianasari, Himayah, Jupri ........................... 46

vi

1

STUDI KASUS :

PENGATURAN ADAT ISTIADAT HAJATAN

DALAM MENGURANGI KESULITAN BEBAN HIDUP

MASYARAKAT MISKIN DI DESA WINDUJANTEN

Eka Komara

Perencana Ahli Madya

Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan

Pengembangan Daerah Kabupaten Kuningan

INTISARI

Pendekatan sosial budaya dalam penanggulangan kemiskinan masih sedikit. Padahal salah

satu penyebab kemiskinan berhubungan dengan adat istiadat. Salah satu adat istiadat

yang kental di masyarakat adalah hajatan. Dimana sering dan banyaknya kegitan ini di

kehidupan masyarakat, sehingga menjadi beban hidup masyarakat. Kajian ini betujuan untuk

mengggali sejauh mana mengetahui gambaran hajatan, aturan, sanksi, dukungan masyarakat

dan pengaturan Hajatan dalam mengurangi beban hidup yang dirasakan masyarakat miskin.

Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan metode kualitatif. Tehnik pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara secara mendalam dan telahan dokumen. Hasil penelitian

menunjukan bahwa Hajatan merupakan tanda syukuran ini ternyata disisi lain mempunyai

dampak negative, dengan bertambahnya beban hidup masyarakat. Maka Pemerintahan Desa

Windujanten sejak Kuwu D.Jahari (1969) telah melaksanakan pengaturan hajatan, hingga

sampai sekarang sudah 50 tahun pengaturan ini dilaksanakan dan ditaati masyarakat. Dengan

adanya pengaturan 4 (empat) kali sebulan, semacam win-win solution dan menjadi

perlindungan sosial masyarakat terutama keluarga miskin supaya terkurangi beban hidupnya .

Kata kunci: Adat istiadat, Hajatan, 4 (empat) kali sebulan, miskin

ABSTRACT

Socio-cultural approaches to poverty reduction are still few. Even though one of the causes of

poverty is related to customs. One of the strong customs in the community is celebration.

Where often and many this activity in community life, so it is a burden on people's lives. This

study aims to explore the extent of knowing the picture of celebration, rules, sanctions,

community support and the celebration of events in reducing the burden of life felt by the

poor. To achieve this objective, qualitative method is used. The data collection technique was

carried out by conducting in-depth interviews and completed documents. The results of the

study showed that the celebration was a sign of thanksgiving which turned out to have the

negative impact of increasing the burden on people's lives. So the Windujanten Village

Government since Kuwu D. Jahari (1969) has implemented a rule for celebration, until now

50 years this arrangement has been implemented and obeyed by the community. With the

arrangement of 4 (four) times a month, a kind of win-win solution and a social protection for

the community, especially poor families, so that the burden of their lives is reduced.

Keywords: Customs, Celebration, 4 (four) times a month, poor

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan telah dikeroyok berbagai

pihak., ternyata si Miskin sangat kuat dan

kokoh. Walaupun berbagai jurus telah

dikeluarkan untuk menanggulanginya.

Sehingga menurut BPS Kabupaten

Kuningan, sampai tahun 2018 bahwa

penduduk miskin di Kabupaten Kuningan

masih berjumlah 131,16 ribu jiwa atau

12,22%, angka prosentase yang jauh di atas

rata-rata Provinsi Jawa Barat yang berkisar

7,45 %.1

Selama ini ujung tombak pendekatan

yang terbanyak adalah pendekatan ekonomi

dengan pemberian bantuan uang dan barang.

Sangat sedikit sekali yang menyentuh

bidang budaya. Padahal sudah mafhum

bahwa kemiskinan disebabkan banyak

faktor, diantaranya Nasikun, menyoroti

beberapa sumber dan proses penyebab

terjadinya kemiskinan, salah satu

diantaranya adalah Cultural and ethnic

factors ( faktor budaya dan etnik)2

Contoh realitas di adat nenek moyang

yang membuat miskin, seperti Tradisi Belis

di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Telah

menjadi budaya 'mencekik leher' warga.

Sehingga adat istiadat ini menjadi ancaman

kehidupan ekonomi masyarakat, bahkan

merusak tatanan kehidupan sosial lainnya

Adapun adat istiadat yang kental di

NKRI adalah kondangan atas nama

“hajatan”, dengan kemasan undangan

“mohon doa restu”. Seseorang akan senang

mendapat undangan dipromosikan

jabatannya atau undangan rapat pembagian

keuntungan usaha. Namun lain halnya kalau

mendapat undangan hajatan. Karena

namanya undangan hajatan,seperti turun

hujan, tanpa pilih kasih .

1 BPS Provinsi Jawa Barat 2019 2 Nasikun, Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan. Magister Administrasi Publik. Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001

Jika musim hujan turun semua daratan

baik gunung yang hijau atau gersang,

kota ramai atau desa terpencil semua

dicucurinya. Bahkan yang memiliki air yang

banyak, seperti sungai, danau dan

bendungan juga dicucurinyai. Undangan itu

tidak memandang yang diundang lagi punya

uang atau tidak. Pokoknya semua yang

dikenal diundang.

Permasalahan muncul, bagaimana

kalau yang diundang itu keluarga miskin,

hatta uang buat kehidupan sehari-hari saja

kesulitan. Selanjutnya si Miskin dalam

sepekan mendapat undangan hajatan banyak

dan bersamaan waktunya. Tentu yang

menerima undangan akan mengalami

kesulitan.

Kebijakan mengurangi kesulitan beban

hidup masyarakat tidak saja dilakukan

Pemerintah Pusat, ternyata dilakukan juga

oleh tingkat pemerintahan desa. Salah satu

diantaranya dengan membuat kebijakan

pengaturan hajatan.Maka melalui gambaran

awal itulah penulis tertarik untuk

mengadakan studi penelitian terhadap

kebijakan desa yang unik ini. Sehingga

penulis mengambil judul penelitian, “ Studi

Kasus : Pengaturan Adat Hajatan Dalam

Mengurangi Kesulitan Beban Hidup

Masyarakat Miskin di Desa Windujanten”.

Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari paparan yang telah

diuraikan pada latar belakang masalah di

atas, maka dapat diambil rumusan masalah

bahwa kesulitan beban hidup masyarakat

akan bertambah berat, jika adat istiadat

hajatan tidak dibatasi dengan aturan. Kalau

masyarakat yang tidak miskin saja merasa

terbebani dengan banyaknya undangan

hajatan ini, apalagi masyarakat yang miskin.

Untuk lebih spesifik, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1) Bagaimana hajatan di Windujanten?

2) Bagaimana aturan tentang hajatan di

Windujanten?

3

3) Bagaimana dukungan masyarakat

terhadap adat?

4) Bagaimana sanksi hukum hajatan di

Windujanten?

5) Bagaimana pengaturan hajatan dalam

mengurangi kesulitan beban hidup

masyarakat miskin?

Tujuan

Berdasarkan ruang lingkup

permasalahan sebagaimana dirumuskan di

atas kajian ini bertujuan untuk mengetahui

secara empiris mengenai gambaran hajatan,

aturan, sanksi, dukungan masyarakat dan

pengaturan Hajatan dalam mengurangi

kesulitan beban hidup masyarakat miskin.

Sasaran

1. Tersedianya informasi gambaran

hajatan, aturan, sanksi, dukungan

masyarakat dan pengaturan Hajatan

dalam mengurangi kesulitan beban

hidup masyarakat miskin.

2. Tersedianya rekomendasi untuk

pengaturan Hajatan yang melindungi

masyarakat miskin

METODOLOGI

Adapun bentuk penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan kualitatif deskripstif.

Penelitian ini sering berupa studi kasus atau

multi kasus. Penelitian kualitatif ditujukan

untuk memahami fenomena-fenomena

sosial dari sudut atau perspektif partisipan.

Partisipan ini adalah orang-orang yang

diajak berwawancara, diobservasi, diminta

memberikan data, pendapat, pemikiran, dan

persepsinya.

Penelitian kualitatif tidak

menggunakan istilah populasi, tetapi

dinamakan situasi sosial yang terdiri dari

tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku

(actor), dan aktivitas (activity). Sehingga

pengambilan sampel menggunakan teknik

purposive sampling. Purposive sampling

adalah teknik pengambilan sampel sumber

data dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2015).3 Karena obyek penelitian

sudah ditentukan oleh peneliti, peneliti

sudah mengetahui sasaran yang bisa

memberikan data dan informasi untuk

penelitian. Pemilihan informan nantinya

dipilih berdasarkan kriteria yang sudah

ditetapkan oleh peneliti sebelumnya.

Sampel yang digunakan dalam metode

penelitian kualitatif adalah sampel kecil,

tidak representatif, purposive (snowball),

dan berkembang selama proses penelitian.

Nasution (1992) mengungkapkan bahwa

metode kualitatif sampelnya sedikit dan

dipilih menurut tujuan (purpose) penelitian.4

Penelitian ini membutuhkan 12 subyek

yang akan diteliti agar mampu menjawab

pertanyaan penelitian yang disiapkan oleh

peneliti dan tentunya yang terkait dengan

fokus peneliti. Adapun subyek dalam

penelitian ini yaitu Warga Windujanten

yang meliputi; Kepala Desa, Perangkat

Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat,

Keluarga Miskin, Keluarga yang sudah

melaksanakan Hajatan perkawinan/sunatan.

Analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, setelah selesai

pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah

melakukan analisis terhadap jawaban dari

informan. Apabila jawaban yang

diwawancarai setelah dianalisis terasa

belum memuaskan, peneliti akan

melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap

tertentu sehingga datanya sudah tidak jenuh.

Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif,

seperti yang dikemukakan Miles &

A.M.Huberman (1992:19), tiga tahapan

yang harus dikerjakan, yaitu (1) reduksi data

3 Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung 4 Nasution (1992), Metode Penelitian Naturlistik

Kualitatif, Tarsito, Bandung

4

(data reduction); (2) paparan data (data

display); dan (3) penarikan kesimpulan dan

verifikasi (conclusion drawing/verifying).5

KAJIAN PUSTAKA

1. Adat Istiadat

Secara umum, pengertian adat

istiadat adalah suatu sistem norma atau tata

kelakuan yang tumbuh, berkembang, dan

dijunjung tinggi oleh suatu masyarat secara

turun-temurun sehingga kuat integrasinya

dengan pola perilaku masyarakat. Dimana

Dewa Ragawino6, menyatakan bahwa

unsur-unsur terciptanya adat adalah:

a) adanya tingkah laku seseorang;

b) dilakukan terus menerus;

c) adanya dimensi waktu; dan

d) diikuti oleh orang lain/masyarakat.

2. Hajatan

Hajatan adalah acara (seperti resepsi

dan selamatan). (Sumber : KBBI ).7 Hajatan

perkawinaan disebut mantu, hajatan sunatan

disebut nyunati, dan sebagainya. Sinonim

dari hajatan acara, kenduri, perhelatan,

pesta, resepsi, selamatan, walimah, festival,

perjamuan. Orang yang tinggal di kampung

tentunya tak asing dengan acara hajatan.

Pada dasarnya, hajatan adalah pesta,

perayaan atau syukuran terhadap suatu

moment yang jarang terjadi seperti

pernikahan dan sunatan. Sudah menjadi

tradisi kalau ada anggota keluarga yang mau

nikah atau sunatan lantas keluarga tersebut

mengadakan hajatan, walaupun tidak wajib

namun jika tidak melaksanakan terasa

belum lengkap. Dalam hajatan terjadi

interaksi antar warga masyarakat bahkan

5 Miles, M.B & A.M.Huberman, 1992. Analisa Data

Kualitatif: (Penerjemah Tjetjep Rohendi R). Jakarta:

Universitas

Indonesia Press. 6 Dewa Ragawino, Dewa Ragawino,2008, Pengantar

dan Asas- Asas Hukum Adat Indonesia, Fakultas 7 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

suasana untuk bergotong royong dalam

pelaksanaan acara kegiatan dimaksud.

Pemberian dalam sebuah konteks

tertentu dapat disebut dengan “meyumbang”

(kondangan) Malinowski menyebutkan

bahwa sistem menyumbang yang

menimbulkan kewajiban membalas

merupakan sebuah prinsip dari masyarakat

kecil yang disebut principle of resiprocity

atau prinsip timbal balik8. Dengan kata lain

pemberian merupakan sebuah pentuk

pertukaran bersifat resiprokal9. Dimana

Afifah Fadlil Ula dalam studi Kasusnya

mejelaskan bahwa Di Desa Nunuk sendiri,

prinsip ini dapat kita temukan, misalnya

ketika kondangan beras. Seseorang akan

menyumbang beras ketika ada acara hajatan

tertentu dengan harapan di kemudian hari

ketika dia punya hajat, orang lain akan

mengembalikan sebesar pemberiannya.10

Mengacu pada kegitan menyumbang

secar agaris besar dibedakan dalam dua

klasifikasi, yakni kegiatan suka dan

peristiwa duka. Semua kegiatan/peristiwa

ini umumnya menyangkut semua siklus

kehidupan, menikah , hamil, melahirkan,

sunatan, kematian serta rangkaian ritual

yang menyertai peristiwa-peristiwa

tersebut.11 Ritual ritual seputar siklus

kehidupan ini ditandai dengan aktivitas

sumbang menyumbang yang pada dasarnya

dilandaskan pada tujuan tolong menolong

dan bergotong royong sebagai prinsip dasar

resiprositas. 12

8 Koentjaraningrat.1977,sistem Gotong Royong dan Jiwa Gotong Royong, Berita Antropologi 9/30:4-

16.Terbitan

Khusus Aneka Warna Gotong Royong. Jakarta. Jurusan Antropologi UI. 1977:4) 9 Mauss,Marcel,1992,Pemberian bentuk dan Fungsi

Tukar Menukar di Masyarkat Kuno,(terj), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal :61) 10 Afifah Fadlil Ula dan Hilarius S Taryono, Perubahan

Bentuk Resiprositas dalam kehidupan sosisl masyarakat Desa

Nunuk Indramayu,2014,Fisp UI, hal 4) 11 Koentjaraningrat (1980) Sejarah Teori Antropologi I, Jakrata,UI-Press 12 Scott,1981, Moral ekonomi petanipergolakan dan

subsistensi di Asia Tenggara,jakarta, LP3ES

5

3. Kemiskinan

Supriatna (1997) menyatakan bahwa

kemiskinan adalah situasi yang serba

terbatas yang terjadi bukan atas kehendak

orang yang bersangkutan. Suatu penduduk

dikatakan miskin bila ditandai oleh

rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas

kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta

kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan

lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan

bisa disebabkan oleh terbatasnya sumber

daya manusia yang ada, baik lewat jalur

pendidikan formal maupun nonformal yang

pada akhirnya menimbulkan konsekuensi

terhadap rendahnya pendidikan informal.13

Menurut Emil Salim (1984),

mendefinisikan golongan miskin adalah

mereka yang berpendapatan rendah karena

rendahnya produktifitas, di mana rendahnya

tingkat produktifitas disebabkan oleh : 1.

tidak memiliki asset produksi, 2. lemah

jasmani dan rohani. 14 Umumnya, suatu

keadaan disebut miskin bila ditandai oleh

kekurangan atau tidak mampu memenuhi

tingkat kebutuhan dasar manusia.

Kemiskinan tersebut meliputi tidak

terpenuhinya kebutuhan dasar yang

mencakup aspek primer dan sekunder.

Aspek primer berupa miskinnya aset

pengetahuan dan keterampilan, sedangkan

aspek sekunder berupa miskinnya jaringan

sosial, sumber-sumber keuangan, dan

informal, seperti kekurangan gizi, air,

perumahan, perawatan kesehatan yang

kurang baik dan pendidikan yang relatif

rendah.

4. Beban Hidup

Arti kata beban menurut KBBI adalah

1) barang (yang berat) yang dibawa

(dipikul, dijunjung, dsb); muatan (yang

ditaruhkan di punggung kuda, keledai, dan

sebagainya) contoh: 'mana boleh kuda ini

13 Supriatna, T.Dr., 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan

pengentasan Kemiskinan. Humaniora Utama Press, Bandung 14 Emil Salim, 1984, Perencanaan Pembangunan dan

Pemerataan Pendapatan, tp. Jakarta

diberi beban yang seberat itu'. 2) sesuatu

yang berat (sukar) yang harus dilakukan

(ditanggung); kewajiban; tanggungan;

tanggung jawab (Kata kiasan) contoh:

'urusan ini menjadi beban kita4

Ketika kita berbicara mengenai beban,

maka yang ada di fikiran kita adalah sesuatu

tanggungan masalah/ suatu hal yang menitik

beratkan pada sesuatu. Dalam kajian lain

beban juga merupakan suatu hambatan yang

memberatkan. Semisal: mobil yang

mengangkut banyak barang, maka mobil

tersebut tidak bisa melaju dengan kecepatan

tinggi. Ini merupakan beban. Dan juga

pesawat yang membawa banyak penumpang

yang melebihi batas max, maka pesawat

tersebut akan mengalami kesulitan dalam

lepas landas. Ini juga merupakan beban.

Begitupula dengan beban yang bila kita

kaitkan dengan Hidup.

Hidup adalah sesuatu yang memiliki

ruang dan waktu, yang memiliki masa dan

zaman. Beban Hidup artinya sesuatu yang

menghambat perjalanan/ pergerakan ruang

dan waktu dalam kehidupan. Jadi beban

hidup dapat diartikan sesuatu yang

menghambat kehidupan dalam memperoleh

tujuan 15

5. Hubungan adat budaya dan

kemiskinan

Kemiskinan (Poverty) merupakan

permasalahan sosial multi dimensional.

Kemiskinan tidak bisa dilihat hanya

permasalahan yang berkaitan dengan

kekurangan pendapatan semata, namun

lebih dari itu. Karena penyebabnya juga bisa

dari berbagai macam, menurut Nasikun

beberapa sumber dan proses penyebab

terjadinya kemiskinan, yaitu:

a) Policy induces processes, yaitu proses

pemiskinan yang dilestarikan,

direproduksi melalui pelaksanaan suatu

kebijakan, diantaranya adalah kebijakan

anti kemiskinan, tetapi realitanya justru

melestarikan.

15 Fikri Arief, Beban Hidup, Kompasiana, 11 Juli 2010

6

b) Socio-economic dualism, negara bekas

koloni mengalami kemiskinan karena

poal produksi kolonial, yaitu petani

menjadi marjinal karena tanah yang

paling subur dikuasai petani skala besar

dan berorientasi ekspor.

c) Population growth, prespektif yang

didasari oleh teori Malthus, bahwa

pertambahan penduduk seperti deret

ukur sedangkan pertambahan pangan

seperti deret hitung.

d) Resources management and the

environment, adalah unsur

mismanagement sumber daya alam dan

lingkungan, seperti manajemen

pertanian yang asal tebang akan

menurunkan produktivitas.

e) Natural cycle and processes, kemiskinan

terjadi karena siklus alam. Misalnya

tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu

jika turun hujan akan terjadi banjir, akan

tetapi jika musim kemarau kekurangan

air, sehingga tidak memungkinkan

produktivitas yang maksimal dan terus-

menerus.

f) The marginalization of woman,

peminggiran kaum perempuan karena

masih dianggap sebagai golongan kelas

kedua, sehingga akses dan penghargaan

hasil kerja yang lebih rendah dari laki-

laki.

g) Cultural and ethnic factors, bekerjanya

faktor budaya dan etnik yang

memelihara kemiskinan. Misalnya pada

pola konsumtif pada petani dan nelayan

ketika panen raya, serta adat istiadat

yang konsumtif saat upacara adat atau

keagamaan.

h) Exploatif inetrmediation, keberadaan

penolong yang menjadi penodong,

seperti rentenir. diterapkan pada suatu

daerah yang fragmentasi politiknya kuat,

dapat menjadi penyebab kemiskinan.

i) Interbational processe, bekerjanya

sistem internasional (kolonialisme dan

kapitalisme) membuat banyak negara

menjadi miskin2

PEMBAHASAN

1. Gambaran Desa Windujanten

Desa Windujanten terletak di Daerah

Kawasan Kuningan, dengan luas Wilayah

149.837 Hektar yang terdiri dari 4 Rukun

Warga (RW) dan 16 Rukun Tetangga (RT)

yang merupakan salah satu Desa yang

berada di wilayah Kecamatan Kadugede

Kabupaten Kuningan. Secara Visualisasi,

wilayah administratif dapat dilihat dalam

Peta Wilayah Desa Windujanten sebagai

berikut ;

Desa Windujanten merupakan desa yang

berada di daerah dataran tinggi.Sebagian

besar wilayah Desa Windujanten adalah

dataran yang tinggi, dimana hampir semua

desa-desa yang berada di Kecamatan

Kadugede merupakan dataran yang tinggi

dan rata. Di sebelah timur dibatasi oleh

Desa Cibinuang, dan disebelah selatan

berbatasan dengan Desa Cipondok,

sementara di sebelah barat dibatasi Desa

Cipondok dan sebelah Utaranya dibatasi

Kelurahan Cigadung.

Gambar 1

Peta Desa Windujanten

Penduduk Desa Windujanten

berdasarkan data terakhir hasil Sensus

Penduduk Tahun 2018 tercatat sebanyak

3008 jiwa terdiri dari Laki-laki 1.477 dan

Perempuan 1.531. dengan jumlah Kepala

Keluarga 918 Kepala Keluarga dengan

7

Keluarga Miskin Sosial ada 60 keluarga

(PMKS,2018)16 Adapun kondisi sosial

kemasyarakatan desa Windujanten, seperti

diungkapkan oleh Pejabat Kepala Desa

Windujanten, M. Reza, STP,M.Si bahwa

“Saya diangkat menjadi pejabat Kepala

Desa Windujanten untuk penugasan mulai

14 Juni 2019. Setelah membandingkan

dengan 12 desa yang di wilayah kecamatan

Kadugede, Desa Windujanten kehidupan

masyarakatnya lebih maju. Kondisi lebih

rapih dan bersih. bahkan tingkat

parstisipasi dalam pembangunan terlihat

bagus, dicontohkan dalam pembangunan

pelebaran jalan di Dusun Kaliwon, tidak

menggunakan dana desa tapi dengan biaya

sendiri menyewa beko, keinginan desa

menjadi daerah wisata, dengan membuat

Wisata Arum Jeram di Dusun Wage dan

rencana membangun wisata pertanian.

Mengundang penceramah pengajian

tinggkat nasional seperti Habib Riziq, Buya

Yahya, Ust.Evi,dan yang lainnya . yang

tidak semua desa mampu melakukan

kegiatan seperti itu.”17

2. Gambaran Hajatan di Windujanten

Kegiatan Hajatan di Desa Windujanten

mengikuti hajatan adat istiadat Sunda, yakni

dalam rangka pernikahan dan khitan. Jika

yang hajatan seorang muslim, maka

pelaksanaan hajtan pernikahan dan khitan

untuk menambah kesempurnaan dalam

ibadahnya. Karena menurut keterangan

agama, untuk pernikahan berarti “sungguh

dia telah menyempurnakan setengah

agamanya” (ash-Shahihah no. 625)..

Sehingga saat hajatan Nining menyatakan,

“Alhamdulillah, bersyukur, anak sudah

selamat punya jodoh.18. Begitupun

keterangan agama untuk khitan,

“Barangsiapa yg masuk Islam maka

hendaknya dia berkhitan” (Hadits riwayat

16 Profil Desa Windujanten 2019 17 Hasil Wawancara Dengan M. Reza,STP,M.Si, Pejabat Desa Windujanten, 42 tahun 18 Hasil Wawancara Dengan Nining, Pembantu Rumah

Tangga, 52 tahun

As-Syaukani dalam At-Talkhis Al-Jabir) , sehingga Aah Robi’ah, menyatakan

“Alhamdulillah, anaknya, minta sendiri

untuk disunat (khitan)”.19 Ungkapan rasa

syukur seseorang yang telah melaksanakan

perintah agamanya.

Karena pernikahan dan khitan

dilakukan sekali dalam seumur hidup bagi

seseorang. Maka hajatan bagi orang tua

yang mempunyai anak, sangat penting

karena ingin memberikan yang terbaik dan

terindah pada anaknya.20. Apalagi dikuat kan

oleh ajaran agama. “Umumkan nikah.” (HR. Ahmad 16130) Supaya tetangga pada mengetahui.21

Sehingga banyak si empunya hajatan

berkeinginan dalam pelaksanaan diusahakan

berlangsung semeriah mungkin. Apalagi

kalau anaknya hanya satu, orang tua akan

semaksimal mungkin mengeluarkan

pendanaan untuk hajatannya. Istilahnya

“ngetrukeun kanjut kundang’, sehingga

untuk membiayai hiburan hajatannya pun

yang termahal,seperti menyelenggarakan

hiburan (nanggap) wayang dengan Dalang

Asep Sunandar dari Bandung.

Adapun proses hajatan menurut Ganda

Praja bahwa “ Dahulu waktu jaman Kuwu

Kidul Sastrasasmita (1938-1967)

masyarakat masih Guyub dan kompak

dalam pelaksanaan hajat. kalau sudah

dipastikan mau hajatan, biasanya Kepala

Dusun, tokoh-tokoh masyarakat mengajak

masyarakat bersilaturahmi kepada yang

akan melaksanakan hajatan, dengan istilah

“nanya beja”.

Waktu hajatan masyarat datang membantu

mulai buat balandongan, membantu masak,

menjadi panitia penerima tamu dan yang

lainnya. Tetangga sekitar membantu tanpa

minta upah. Hanya diantar makanan

19 Hasil Wawancara dengan Aah Robi’ah, Pedagang,42 tahun 20 Hasil Wawancara dengan Dade Yubaedah, SH,MH.,

ASN, 51 tahun 21 Hasil Wawancara dengan KH. Mansyur Yunus,Ketua

MUI Desa, 76 tahun

8

berekat ke rumahnya. Malam sebelum hari

H, ada lomba gaplehan kadang sampai

pagi. Yang juara mendapat hadiah menarik

sekedarnya. Hari H-nya hiburan kesenian,

ada yang memilih tunil, reog, calung,

gemyung dan wayang golek sesuai

kemampuan yang punya hajatan. Dan rata-

rata banyak yang menontonnya.22”

Zaman berubah, pelaksanaan hajatan

pun berubah. Dimana masyarakat disibukan

dalam pekerjaaannya yang beragam.

Sehingga untuk mencari orang membantu

hajatan susah, walaupun akan di bayar.

Sehingga tak heran, lebih baik menyewa

tempat hajatan kota seperti Gedung

Sanggariang atau yang sejenisnya di kota

dengan sekalian satu paket makanannya.

Diungkapkan Dade Yubaedah, “Disamping

biayanya tidak jauh berbeda, juga

membawa ketenangan kepada yang punya

hajatan. Kekhawatiran makanan yang

disediakan untuk tamu undangan tidak

mencukupi akan hilang dan tidak perlu ada

kegiatan mengantar “ berekat” ke rumah

tetangga karena tidak ada kegiatan masak

memasak di dapur.”20

3. Gambaran aturan Hajatan di

Windujanten

Adapun urutan pelaksanaan acara

hajatan. Pertama, silaturahmi lapor ke

Kepala Dusun.

Selanjutnya Kadus menganjurkan

lapor ke Pemerintahan Desa, terutama

menghubungi pihak Pejabat Kesra.

Terutama jangan sampai bentrok jadwal

kegiatan hajatan. Saat mendaftarkan

pelaksanaan hajatan menurut Dade

Yubaedah, “Tidak ada uang pendaftaran

untuk hajatan.” 20

22 Hasil Wawancara Dengan Ganda Praja, Petani ,92

tahun

Gambar 2

Daftar Hajatan Desa Windujanten 2019

Kemudian setelah selaturahmi lagi ke

Kepala Dusun, untuk merencanakan

membuat panitia hajat dan rencana acara

kegiatan hajatan.

Pentingnya pengaturan hajatan,

disebabkan kalau tidak diatur akan jadi

masalah besar. Perlu diatur orang yang

bertanggung jawab mengurus tamu, bagian

cuci, bagian penyedia parasmanan dan

pelaksana acara hajatan. Aah Robiah

mengatakan, “Jangan sampai panitia

parasmanan tidak ada ditempat, kasihan

tamu undangan”19

Bahkan adanya Pelaksaan hajat 1

(satu) tempat sehari ini, akan memudahkan

setiap pihak. H. Sholehudin mengatakan,

“Khususnya bagi Kepala Dusun yang

diangkat sebagai ketua panitia hajatan,

akan senantiasa ada ditempat hajat.

Pengatur keamanan hansip desa tidak akan

kerepotan.”.23

Ternyata yang diatur tidak saja

pengaturan pelaksanaan hajatan, termasuk

yang akan datang ke kondangan, Ganda

Praja menyatakan,” Pengaturan yang akan

datang ke tempat hajatanpun diatur sejak

dulu. Diantaranya yang datang ke tempat

hajat kalau pemuda dan dewasa setelah

magrib, ibu-ibu setelah dhuhur sampai

menjelang magrib dan para orang tua dan

keluarga, keluarga, kerabat dan teman pada

pagi hari.”22

23 Hasil Wawancara Dengan H. Sholehudin, Mantan

Kesra Desa, 77 tahun

9

4. Gambaran Dukungan Masyarakat

Terhadap Adat Istiadat Hajatan

Dalam praktek pelaksanaan peraturan

itu, tidak semudah dalam rapat. Wujud

Tantangannya jika kedua belah pihak sudah

memutuskan hari tapi di desa sudah tercatat

ada 4 (empat) orang yang hajat. Sehingga

sulit bagi yang punya rencana. Apalagi

sudah dihitung tanggal keberuntungannya.

Terkadang yang punya niat hajatan,

memaksa untuk terlaksana. Menanggapi

sikap seperti itu, Indri Nurdiana

menyatakan, “Pihak Pemerintah

Desa,mempersilahkan melaksanakan

hajatan tapi jangan mengundang

masyarakat Desa Windujanten. Kalau mau

mengundang masyarakat waktunya dirubah.

Hal ini dilakukan agar adat kebiasaan tetap

bisa berlangsung dan ditaati masyarakat.”24

Selanjutnya diungkapkan Indri

Nurdiana “Seperti, Desember sekarang saja

( tahun 2019), sudah 4 (empat) orang dan

tetangga saya, H. Samid, rencana mau

khitan cucunya, setelah bekonsultasi dengan

dirinya dan melihat jadwal Hajatan di

Kantor Pemerintahan Desa, maka beliau

pelaksanaan hajatnya mundur cari waktu

lain.” 24

Masyarakat yang mentaati aturan adat

ini merupakan modal sosial yang baik.

Sehingga menurut Indri Nurdiana,” Saya

sebagai anak muda bersyukur punya adat

ini. Adat ini warisan yang bagus perlu

dipertahankan.Sehingga perlu dibuat

tertulis. Dan ini merupakan unggulan Desa

Windujanten. Orang tua kita sudah

berpikiran panjang untuk memberikan

kebaikan kepada masyarakat. Maka sebagai

anak cucunya wajib melestarikannya24”

Dukungan terhadapnya datang dari Aas,

“Istiadat sudah bagus diusulkan agar tetap

dipertahankan, sering diumumkan

(disosialisasikan).”25

24 Hasil Wawancara Dengan Indri Nurdiana, Sekretaris

Desa, 35 tahun 25 Hasil Wawancara Dengan Aas, Petani, 56 tahun

Ternyata pengaturan adat istiadat ini

mendapat aprisiasi dari warga desa lain,

Kata Indri Nurdiana, menirukan pendapat

temennya dari warga desa lain, “ Saya

sangat salut ka masyarakat Windujanten,

hajatan bisa diatur. Dan sampai saat ini.

masyarakat masih mentaati aturan hajatan

itu.”.24

Ketaatan masyarakat terhadap aturan

hajatan sudah berlangsung lama ini,

dikarenakan aturan ini sangat berguna dan

menguntungkan dalam kehidupan

bermasyarakat. Asep, mengungkapkan

pengalamannya “Ketika kondangan ke desa

Ciherang, dirinya sampai ke tempat yang

dipasang umbul-umbul, ternyata bukan

tempat hajatan yang mengundangnya.

Kemudian dirinya diberitahu Panitia

hajatan disana bahwa pada hari itu ada 7

(tujuh) tempat yang bersamaan melakukan

hajatan”. 26

Mendengar realita kondisi Hajatan di

tempat lain semacam itu, membuat Aas,

menyatakan ” Kacipta teuing pusingna.

warga desa eta. Era lamun teu kondangan

teh..” ( Terbayang pusingnya warga desa

itu. Malu kalau tidak kondangan. Sehingga,

Dade Yubaedah, berpendapat , “Aturan

hajatan di Desa Windujanten ini perlu

ditularkan ke daerah lain dan

dikembangkan ke tingkat yang lebih tinggi

lagi, baik tingkat kecamatan atau kabupaten

agar lebih banyak lagi masyarakat

terkurangi beban hidupnya”.20

4. Gambaran Sanksi Hukum Hajatan di

Windujanten

Pengaturan hajat bukan berarti tidak

mengandung masalah. Asep menyatakan,

“Pernah kejadian orang tersebut mau

melakukan hajatan dan mengundang

masyarakat. Dan saya sampaikan anjuran

mengenai adat istiadat di Windujanten

jangan sampai melebihi 4 (empat) yang

melaksanakan. Warga tersebut bersikeras,

26 Hasil Wawancara Dengan Asep, Kadus Kliwon, 44

tahun

10

dengan menyatakan sudah dihitung

“fengsui“nya. Padahal pada bulan itu

sudah ada 4 (empat) orang. Maka sebagai

Kepala Dusun melarangnya, kecuali kalau

hanya sekedar “ngelist” (undangan pakai

fotocopian) ternyata warga tidak

mengindahkan anjurannya. Dia tetap

mengundang warga walau tidak semua

hanya “ditotolan bae” (istilah kampung.

Yang maksudnya hanya orang-orang

tertentu saja yang diundang). 26

Pada hari H pelaksanaan hajat,

kebetulan sebagai Kepala Dusun

berkewajiban melihat ke tempat warganya

hajatan, ternyata pelaksanaan hajat tidak

semeriah biasanya hajatan. Asep

menyatakan, “Yang hadir ketempat

undangan hanya beberapa orang, itupun

dari keluarganya saja. Karena keluarga

mereka tidak makan ke tepat parasmanan

makanan. Sehingga makanan parasmanan

sampai waktu sore ashar masih utuh dan

banyak . Saksi lain atas kejadian ini, boleh

tanya pa H. Ewo sebagai penerima tamu”.26

Sedangkan tambahan keterangan lain,

menurut Wali, “Orang tidak memenuhi

undangan acara hajatannya. Biasanya yang

si empunya hajatan, sudah sering

melakukan hajatan. Atau orang yang jarang

mendatangi undangan hajatan tetangganya.

Atau ada hambatan hujan besar pada hari

H”27

Di sisi lain sanksi bagi orang yang

tidak datang undangan hajatan tidak ada.

Hanya berupa perasaan bersalah kalau tidak

datang keundangan. Aah Robiah

menyatakan, “Dirinya takut kalau diketahui

yang mengundang. Pengundang akan

menyatakan “harianeun” tidak memenuhi

undangannya. Hal itu dialaminya pada saat

ketemu dengan pengundang, perasaannya

merasa tidak nyaman.”19

Sehingga untuk menghindari perasaan

tidak nyaman, terutama bagi yang sudah

melakukan hajatan, Dade Yubaedah

menyatakan, “ Dirinya akan membuka buku

27 Hasil Wawancara Dengan Wali, Petani, 35 tahun

catatan hajatan. Apa yang telah diberikan

tetangga pada saat dirinya melakukan

hajatan dan berupaya untuk hadir dalam

acara hajatannya.Karena khawatir

peristiwa waktu dulu jaman neneknya.

Pernah ada kasus, seorang ibu “ngontrog”

mendatangi tetangganya.Karena ia telah

menyimpan (menghutangkan) daging, me

dan beras. Maka kalau ada hajatan

tetangga perlu medatanginya. Andaipun

lagi keluar kota, ada kegiatan kerja yang

tidak bisa ditinggalkan maka dirinya akan

nitip amplop untuk yang akan hajatan.20

Selanjutnya agar tak terbebani dengan

hajatan tetangga, kalau memberi amplop

kondangan menurut KH. Mansyur Yunus,

“Diniatkan bersedekah membantu tetangga

yang sedang hajatan. Andaipun tidak besar

untuk kondangan, maka diisi semampunya

dan agar tidak malu amplopnya jangan

diberi nama.”21

5. Gambaran Pengaturan Hajatan

Dalam Mengurangi Beban Hidup

Yang Dirasakan Masyarakat Miskin

H. Sholehudin menerangkan bahwa

“Pengaturan Hajatan dibuat di Zaman

Pemerintahan Desa, Kuwu D. Jahari (1969

- 1981). Beliau memutuskan membuat

peraturan tidak boleh lebih dari satu yang

melakukan hajat dalam sepekan, sebulan

hanya 4 (empat) acara hajatan. Setelah

disepakati dalam rapat perangkat desa,

kemudian Kepala Desa membawa

kesepakatan itu kedalam musyawarah

LMD (Lembaga Musyawarah Desa).

Ternyata seluruh peserta musyawarah LMD

menyetujuinya, sehingga menjadi sebuah

keputusan desa”.

Pada saat mensosialisasikan

pengaturan hajatan ke masyarakat. Ada

yang bertanya , bagaimana jika akan

menikah sudah sepakat waktu pernikan

dengan adanya aturan itu? Maka H.

Sholehudin, menerangkan bahwa “ Kunci

peraturan hajatan ini, ada di dalam

pelaporan yang akan hajatan. 4 atau 6

11

bulan sebelum melaksanakan hajatan. Ada

waktu kedua belah pihak buat kesepakatan

untuk mendapatkan informasi waktu yang

kosong. Sehingga pada saat dari pihak

warga Windujanten yang akan menikah

dengan pihak luar akan mempunyai bahan

waktu pelaksanaan nikah sesuai dengan

jadwal yang kosong di desa. Disanalah

kedua belah pihak untuk melakukan

musyawarah untuk kesepakatan penentuan

waktu hajat. Setelah sepakat waktu baru

lapor lagi untuk dicatat di papan

pengumuman hajatan warga.” 23

Sejak itu pengaturan hajatan

dilaksanakan oleh masyarakat Desa

Windujanten, namun secara tertulis,wujud

peraturannya pada saat Zaman Kuwu Iman

(1981 s/d 1987). Dimana Drs. Maman, Kaur

Pemerintahan (Ngabihi) menerangkan,

“Pada saat itu saya baru diangkat bekerja

di Desa Windujanten. Saya dapat tugas

untuk membuat Perdes Peraturan Hajatan.

Dibuat dengan menggunakan mesin ketik

besar. Hanya masalahnya, karena Perdes

tersebut sudah lama dibuat. Sehingga saya

lupa lagi, tempat diarsipkannya Peraturan

ditu.

Namun walaupun demikian karena dulu

sering disosialisasikan, dan sudah di-

perdes-kan. Dan sudah menjadi kebiasaan

masyarakat kalau mau melangsungkan

hajatan pernikahan atau khitan yang

mengundang masyarakat datang ke kantor

desa untuk minta izin .tanpa menanyakan

dimana peraturannya”28

Adanya peraturan hajatan di Desa

Windujanten, manfaatnya banyak dirasakan

masyarakat, khusus warga yang miskin.

Karena tidak bisa nutup muka atas

undangan hajatan dari tetangga atau

saudaranya.

Dengan peraturan hajatan, Aas

mengatakan, “aya lolongkrang neangan isi

amplop jeung narik nafas heula”. (bisa ada

28 Hasil Wawancara dengan Drs. Maman, Kaur

Pemerintahan (Ngabihi) , 53 tahun

jeda waktu untuk mencari isi amplop dan

menarik nafas dulu)

Pelaksanaan hajatan di Desa

Windujanten, berbentuk resiporsitas (timbal

balik). Dimana proses Resiprositas yang

dilakukan jangka Panjang. Dimana

Kondangan sama dengan menitipkan

barang, yang harus dikembalikan pada saat

orang itu membutuhkan. Istilahnya “nitip

barang” bagi yang memiliki anak.

Seandainya Salah seorang yang mau hajat

nitip daging 10 kg. Barang kali tak jadi

masalah kalau satu tetangga yang hajatan.

Jadi masalah, kalau waktu hajatan

berbarengan, dimana titipan harus

dikembalikan pada waktu yang bersamaan

dan banyak. Berapa uang yang dikeluarkan

seseorang untuk mengembalikan titipan?

Dade Yubaedah,mengatakan, “Kalau

pelaksanaan hajatan di suatu daerah terlalu

sering dengan waktunya berbarengan atau

dekat, akan membebani kehidupan

masyarakat daerah tersebut karena minimal

dirinya harus meminjam untuk mengisi

amplop uang kondangan.” 20

Dimana undangan hajatan

menyusahkan dan menjadi beban hidupnya

dirasakan langsung bagi keluarga miskin.

Kata Nining, “Dirinya menjadi stres dan

pusing. Dengan banyaknya kartu undangan

hajatan.”18 Hal yang sama dirasakan Aah,

“Stres dan pusing meningkat terjadi

sesudah Idul Fitri atau Idul Adha. Karena

sudah kelelahan habis lebaran dan uangpun

sudah berkurang untuk lebaran. Ditambah

“kondanganeun” banyak. 19 Sikap diatas

dikuatkan pula oleh masyarakat yang tidak

miskin, diantara M. Reza,STP,M.Si,

menyatakan, “Kita sendiri yang punya

pendapatan tetap merasa keberatan dengan

banyak kondanganeun, apalagi masyarat

yang pendapatannya kurang.”17

Dari sisi lain masalah akan terjadi pula

kepada yang mengundang jika undangan

bersamaan dan banyak. Karena yang datang

ke acara hajatan dirinya menjadi sedikit dan

andaipun datang baik saudara atau

teman dekat akan memberi “isi amplop”

12

yang sedikit pula. Sehingga banyak yang

sudah hajatan jatuh terpuruk setelah

melaksanakan hajatan. Indri Nurdiana

mengatakan, “Si empunya hajatan

yang mengalami kerugian seperti itu disebut

“ Katinggang balandongan”,setelah

hajatan bermasalah. banyak kesusahan dan

banyak hutang. 24

Pengaturan hajatan yang berlangsung

di Desa Windujanten merupakan suatu

kearifan lokal, yang harus dilestarikan.

Dimana Adat istiadat tersebut sangat

menguntungkan masyarakat banyak.

Sehingga M. Reza,STP,M.Si , berpendapat,

“ Pengaturan hajatan ini. Semacam win-win

solution. Yang mengundang ingin semua

datang supaya mendapat keuntungan besar.

Yang diundang juga tidak terlalu pusing

satu hari bersamaan. Maka akan ada

pilihan dalam memenuhi undangan, kalau

banyak yang mengundang, bisa dibagi uang

atau ada yang tidak bisa dihadiri.11

Disamping itu, menurut Aah Robiah,”

“Aturan ini melindungi masyarakat

terutama keluarga miskin. Dengan aturan

itu, membuat beban hidup kita semua sedikit

berkurang”19. Ditambahkan Wali, yang

menyatakan, “Kita tidak bisa melarang

orang melakukan hajatan. Tapi dengan

diaturnya hajatan semacam itu, tidak akan

terlalu membebani masyarakat. Ada jeda

untuk mencari isi amplop.”27

Jika ditinjau lebih jauh, ternyata

peraturan ini menjadi “ciri kekhususan desa”,

yang sangat unik (jarang atau tidak ada di

desa lain) dari sebuah pemikiran para pejabat

desa dan tokoh desa masa lalu dalam

memberikan perlindungan sosial bagi

masyarakatnya. Terutama untuk warga yang

miskin agar tidak malu dan tidak bertambah

berat beban kehidupannya, bila tetangganya

melakukan hajatan. Sehingga Dade

Yubaedah, dengan salut menyatakan, “Ini

adalah suatu inovasi pemerintahan desa.”20

KESIMPULAN

1. Hajatan dilakukan sebagai ungkapan

rasa syukur kepada Alloh swt dan

keinginan orang tua untuk memberikan

yang terbaikpada anaknya.

2. Pengaturan hajatan empat kali sebulan

telah berlangsung 50 tahun sejak Jaman

Pemerintahan Desa Kuwu D. Jahari

(1969 - 1981) sampai sekarang

dilaksanakan dan ditaati oleh

masyarakat Windujanten.

3. Masyarakat tidak menghadiri undangan

hajatan, yang pelaksanaanya melanggar

peraturan adat istiadat hajatan..

4. Pengaturan hajatan semacam win-win

solution dan menjadi perlindungan

sosial masyarakat terutama keluarga

miskin.

REKOMENDASI

1. Disarankan dalam mengundang untuk

hajatan jangan ke warga desa lain,

apalagi tidak kenal secara pribadi.

2. Disarankan pengaturan dalam

pelaksanaannya diperbaharui lagi.

Dengan penambahan keterangan,

jangan sampai pelaksanaan hajatan

mengganggu kehidupan sosial

kemasyarakatan. Seperti suara salon

hiburan yang terlalu besar dan

mengganggu lalulintas

3. Disarankan agar adat istiadat ini tetap

dipertahankan, sering disosialisaikan ke

masyarakat, terutama generasi muda.

4. Disarankan Aturan Hajatan ditularkan

dan dikembangkan ke tingkat yang

lebih tinggi kecamatan atau kabupaten

agar lebih banyak lagi masyarakat

terkurangi beban hidupnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dan

mendukung penelitian ini, terutama kepada

rekan-rekan Kelompok Jabatan Fungsional

Keahlian Perencana Kabupaten Kuningan

13

DAFTAR PUSTAKA

Afifah Fadlil Ula dan Hilarius S Taryono

(2014) ,Perubahan Bentuk

Resiprositas dalam kehidupan sosial

masyarakat Desa Nunuk Indramayu,

hal 4, Fisip UI, Jakarta

BPS Provinsi Jawa Barat, 2019

Dewa Ragawino (2008), Pengantar dan

Asas-Asas Hukum Adat Indonesia,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universiatas Padjadjaran, Bandung

Emil Salim (1984), Perencanaan

Pembangunan dan Pemerataan

Pendapatan, tp. Jakarta,

Fikri Arief, Beban Hidup, Kompasiana, 11

Juli 2010

Sugiyono (2015), Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

Alfabeta,Bandung

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Koentjaraningrat.(1977),Sistem Gotong

Royong Dan Jiwa Gotong Royong,

Berita Antropologi 9/30:4-16.Terbitan

Khusus Aneka Warna Gotong Royong.

Jurusan Antropologi UI. 1977:4),

Jakarta

Koentjaraningrat (1980,) Sejarah Teori

Antropologi I,UI-Press, Jakarta

Mauss,Marcel, (1992),Pemberian bentuk

dan Fungsi Tukar Menukar di

Masyarkat Kuno,(terj), hal

:61)Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Miles, M.B & A.M.Huberman, (1992).

Analisa Data Kualitatif: (Penerjemah

Tjetjep Rohendi R).: Universitas

Indonesia Press. Jakarta

Nasikun, (2001), Isu dan Kebijakan

Penanggulangan Kemiskinan.

Magister Administrasi Publik.

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nasution (1992), Metode Penelitian

Naturlistik Kualitatif, Tarsito,

Bandung

Profil Desa Windujanten 2019

Supriatna, T.Dr., (1997). Birokrasi

Pemberdayaan dan pengentasan

Kemiskinan.Humaniora Utama Press,

Bandung

Scott(1981), Moral Ekonomi

Petanipergolakan dan Subsistensi Di

Asia Tenggara, , LP3ES, Jakarta

Hasil Wawanacara dengan resonden:

1) KH. Mansyur Yunus,Ketua MUI

Desa , 76 tahun

2) M. Reza,STP,M.Si, Pejabat Desa

Windujanten, 42 tahun

3) Indri Nurdiana ,Sekretaris Desa, 35

tahun

4) Drs. Maman, Kaur Pemerintahan

(Ngabihi) , 53 tahun

5) Asep, Kepala Dusun Kliwon, 44

tahun

6) H. Sholehudin, Mantan Kesra

(Khatib) Desa, 76 tahun

7) Ganda Praja, Petani ,92 tahun

8) Aah Robi’ah, Pedagang,42 tahun

9) Dade Yubaedah, SH,MH., ASN, 51

tahun

10) Nining, Pembantu Rumah Tangga,

52 tahun

11) Aas, Petani, 56 tahun

12) Wali, Petani, 35 tahun

Drs. H. Eka Komara, M.Pd.

Perencana Ahli Madya

Bappeda Kabupaten Kuningan

14

INVENTARISASI POTENSI KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN

DI KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2019

Haeruman

Perencana Ahli Madya

Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan

INTISARI

Kabupaten Kuningan dengan karakter pembangunan berbasis pertanian mempunyai peran

yang strategis dalam pembangunan daerah. Strategi pembangunan dapat memanfaatkan

keunggulan wilayah sesuai dengan karakteristik wilayah. Inventarisasi potensi komoditas

unggulan pertanian merupakan salah satu strategi perencanaan pembangunan pertanian

dengan memanfaatkan potensi lokal yang sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing.

Inventarisasi potensi komoditas unggulan pertanian yang telah dilaksanakan dapat dijadikan

acuan dalam pengembangan kawasan pertanian berdasarkan komoditas yaitu kawasan

tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan kawasan peternakan. Adopsi teknologi

pengembangan komoditas unggulan melalui studi komparasi dengan wilayah luar Kabupaten

Kuningan perlu dirintis agar terdapat kesinambungan pengembangan wilayah maupun

kerjasama lintas sektor yang saling menguntungkan. Pengembangan komoditas dapat

dikolaborasikan dengan pariwisata sehingga bisa menjadi wisata agro pada desa pinunjul.

Kata Kunci : Komoditas Unggulan, Potensi Lokal, Pengembangan Kawasan Pertanian

ABSTRACT

Kuningan Regency with the character of agriculture-based development has a strategic role

in regional development. Development strategies can utilize regional superiority according to

regional characteristics. Inventory of agricultural superior commodity potential is one of the

agricultural development planning strategies by utilizing local potential in accordance with

the characteristics of each region.

Inventory of potential agricultural superior commodities that has been implemented can be

used as a reference in the development of agricultural areas based on commodities, namely

food crops, horticulture, plantations and livestock areas. The adoption of superior commodity

development technology through comparative studies with regions outside Kuningan Regency

needs to be initiated so that there is continuity in regional development and cross-sectoral

cooperation that is mutually beneficial. Commodity development can be collaborated with

tourism so that it can be an agro tourism in pinunjul village

Keywords : Superior Commodity, Local Potential, Development of Agricultural Areas

Pendahuluan

Latar Belakang

Kabupaten Kuningan memiliki potensi

yang cukup besar dalam sektor pertanian

yang merupakan keunggulan kompetitif

karena letak dan kondisi geografisnya

di daerah yang beriklim sejuk dan tanah

yang subur. Keunggulan tersebut belum

dikelola secara baik, terencana dan

terstruktur sehingga perlu ada pembenahan

dalam pengelolaanya. Hal inilah yang

mendorong untuk mencari terobosan baru

dengan melakukan inventarisasi komoditas

unggulan yang ada di masing-masing

wilayah sesuai dengan kecocokan komoditas

di wilayahnya. Komoditas unggul yang

diinventarisir yaitu komoditas tanaman

15

pangan, hortikultura, perkebunan dan

peternakan.

Perencanaan pembangunan dengan

pendekatan ini menekankan motor

penggerak pembangunan suatu daerah pada

komoditas-komoditas yang dinilai unggulan,

baik di tingkat domestik maupun

internasional. Penentuan komoditas

unggulan merupakan langkah awal menuju

pembangunan pertanian yang berpijak pada

konsep efisiensi untuk meraih keunggulan

komparatif dan kompetitif dalam

menghadapi globalisasi perdagangan. Data

yang lama masih bersifat umum, belum

spesifik dan terfokus terhadap komoditas

unggulan sehingga diharapkan pembangunan

pertanian lebih efektif dan efisien.

Dengan kegiatan ini memudahkan

dalam pewilayahan komoditas unggulan

di Kabupaten Kuningan sesuai dengan

karakteristik wilayah masing-masing

sehingga dapat mengoptimalkan

produktivitas dan produksi masing-masing

komoditas. Potensi komoditas unggulan

yang ada dapat merupakan aset/modal utama

yang sangat berharga bagi pembangunan

sektor pertanian sehingga dapat dijadikan

landasan pengembangan pembangunan

di sektor pertanian.

Potensi lahan yang ada belum digali

secara optimal terutama dalam hal

pewilayahan komoditas pertanian secara luas

baik tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan maupun sektor peternakan.

Penataan komoditas akan memberikan

gambaran nyata tentang potensi kawasan

yang dapat dikembangkan sesuai dengan

keunggulannya.

Rumusan Masalah

Potensi Komoditas unggulan sektor

Pertanian di Kabupaten Kuningan belum

diinventarisisr secara baik dan terencana hal

ini dilihat dari data yang masih tersebar,

belum terfokus pada unggulan komoditas

yang memiliki potensi tinggi. Dengan

adanya inventarisasi komoditas unggulan

akan memberikan gambaran mengenai

penggunaan lahan yang sesuai

peruntukannya sehingga memiliki daya saing

produk lokal. Diharapkan keterkaitan

ekomoni antar sektor dapat terjalin dengan

baik sehingga jangkauan pasar komoditas

dapat tertata. Untuk mewujudkan hal ini

perlu dukungan sektor lain diantaranya

sarana penunjang berupa infrastruktur yang

baik.

Tujuan

Tujuannya adalah menginventarisasi

komoditas unggulan sektor tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan dan peternakan,

sehingga dapat memberikan gambaran

tentang potensi Pertanian unggulan di

Kabupaten Kuningan

Sasaran

Sasarannya adalah melakukan

Inventarisasi komoditas di 32 Kecamatan

yang memiliki keunggulan komoditas yang

meliputi tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan dan peternakan.

Metodologi Penelitian

Pendekatan penelitian dilakukan dengan

melibatkan seluruh UPTD Pertanian yang

tersebar di 32 kecamatan sebanyak 17 UPTD

Pertanian. Jenis Penelitian adalah Deskriptif

Kualitatif dengan cara mengumpulkan

seluruh data komoditas tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan dan data peternakan

kemudian dipilah berdasarkan sebarannya.

Tinjauan Pustaka

Komoditas adalah sesuatu benda nyata

yang relatif mudah diperdagangkan, dapat

diserahkan secara fisik, dapat disimpan

untuk suatu jangka waktu tertentu dan dapat

dipertukarkan dengan produk lainnya dengan

jenis yang sama, yang biasanya dapat dibeli

atau dijual oleh investor melalui bursa

berjangka.

Komoditas unggulan adalah komoditas

potensial yang dipandang dapat

dipersaingkan dengan produk sejenis di

daerah lain, karena disamping memiliki

16

keunggulan komparatif juga memiliki

efisiensi yang tinggi (Ely, 2014).

Pembahasan

Dalam pelaksanaan pembangunan

nasional yang dijalankan di Indonesia,

secara lebih sederhana dibedakan dalam

bentuk pembangunan sektoral dan

pembangunan regional. Pembangunan

sektoral merupakan perencanaan dan

realisasi pembangunan nasional yang

dilaksanakan berdasarkan atas kepentingan

nasional, sedang pembangunan regional

merupakan perencanaan dan realisasi

pembangunan yang sesuai dengan skala

prioritas pembangunan di tingkat daerah

yang berotonomi. Dalam konteks

pembangunan regional, pemerintah telah

menggariskan suatu kebijakan yang

menghendaki agar pembangunan tidak

dilaksanakan secara terpusat melainkan

diharapkan melalui pembangunan daerah

sehingga dapat membangkitkan prakarsa

serta partisipasi masyarakat secara luas

untuk turut serta dalam mendukung dan

menyukseskan pelaksanaan pembangunan

sesuai dengan kondisi wilayahnya.

Pemilihan pengembangan perwilayahan

ini antara lain didasari oleh: (1) Sektor

riil belum bergerak dan belum

menggambarkan kondisi yang sama di

daerah, meskipun indikator makro nasional

nampak membaik, (2) Dimensi kewilayahan,

desentralisasi, pemberdayaan potensi lokal

harus menjadi cara berpikir, ideologi dan

langkah-langkah pembangunan, dan (3)

Kemajuan wilayah yang seimbang dalam

jangka panjang akan memperbaiki distribusi

penduduk, mengurangi tekanan pada daya

dukung lingkungan. Salah satu kebijakan

pembangunan yang dipandang tepat dan

strategis dalam rangka pembangunan

wilayah di Indonesia sekaligus

mengantisipasi dimulainya era perdagangan

bebas adalah kebijakan pengembangan

ekonomi lokal. Kebijakan pengembangan

ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan

kebijakan pembangunan di daerah yang

didasarkan pada pengembangan sektor-

sektor yang menjadi prioritas unggulan yang

diusahakan dalam wadah aktivitas ekonomi

masyarakat lokal (Wiranto, 2007).

Peran berbagai sektor yang ada di

Kabupaten Kuningan tidak dapat diabaikan

begitu saja, tetapi layak mendapat perhatian

dan perlu ditelaah lebih jauh jenis- jenis

komoditas yang memberikan informasi

tentang produk unggulan, potensial dan

sebagainya yang nantinya lebih fokus untuk

pengembangan di masa mendatang. Tabel 1. Komoditas Unggulan Nasional

N

o.

Kelompok

Komoditas

Jenis Komoditas

Pangan Non

Pangan

1. Tanaman

Pangan

Padi, Jagung,

Kedele, Kacang Tanah, Kacang

Hijau, Ubi

Kayu, Ubi Jalar

2. Hortikultura Cabe, Bawang

Merah,

Kentang,

Mangga,

Pisang, Jeruk,

Durian, Manggis

Rimpang

dan

Tanaman

Hias

3. Perkebunan Kelapa Sawit,

Kelapa, Kakao, Kopi, Lada,

Jambu Mete,

Teh, Tebu, Kemiri Sunan

Karet,

Kapas, Tembaka

u,

Cengkeh, Jarak

Pagar,

Nilam

4. Peternakan Sapi Potong,

Sapi Perah,

Kerbau,

Kambing/domba, babi, ayam

buras dan Itik

Sumber: Kementerian Pertanian Kajian sektor unggulan di Kabupaten

Kuningan telah dilakukan melalui banyak

kegiatan, antara lain: Unggulan yang meliputi

Sektor Pertanian, Industri dan Pariwisata,

tetapi dengan perkembangan globalisasi dan

dinamika masyarakat maka kajian-kajian

tersebut perlu dievaluasi lagi apakah masih

relevan atau sudah bergeser posisi masing-

masing unggulannya. Kajian ini dilakukan

untuk melihat kembali pergeseran yang terjadi

dan dapat digunakan untuk kegiatan investasi/

pengembangan produk atau komoditi.

17

Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah

ditentukan oleh kontribusi perekonomian yang

ada di wilayahnya. Tabel 2 Komoditas Unggulan Pertanian

Kabupaten Kuningan

No Jenis

Komoditi Kecamatan

Luasan

Tanaman

Pangan

1 Jagung (Ha) Darma 611

Cibingbin 762

Cigugur 246

Cimahi 212

2. Ubi Jalar (Ha) Cilimus 1.772

Jalaksana 516

Ciganda mekar 948

Kramatmulya 272

3. Ubi Kayu (Ha) Darma 1.109

Cigugur 64

4 Kedele (Ha) Cibingbin 323

Cimahi 213

5 Kacang Tanah

(Ha) Cibingbin 147

Maleber 122

6 Kacang Hijau (Ha)

Cibingbin 6

Cimahi 4

Hortikultura

7 Cabe Besar (Ha)

Darma 77

Kramatmulya 45

8 Cabe rawit

(Ha) Ciawigebang 70

Darma 115

9 Bawang

Merah (Ha) Jalaksana 75

Kramatmulya 91

10 Mangga (Phn) Cimahi 61,970

Kalimanggis 80.000

Ciniru 71.930

11 Rambutan

(Phn) Luragung 26.251

Mandirancan 19.750

Lebakwangi 21.350

12 Salak (Phn) Hantara 3.100

Nusaherang 2.871

Mandirancan 667

Perkebunan

13 Cengkeh (Ha) Cigugur 192

Kuningan 125

Cilimus 182

14 Pala (Ha) Selajambe 204

Darma 174

Subang 135

15 Kopi (Ha) Darma 231,35

Selajambe 228,63

Cilimus 116,48

Peternakan

15 Sapi Perah

(ekor) Cigugur 7.073

16 Sapi Potong (ekor)

Cibingbin 4.698

Cimahi 4.182

Cilebak 3.414

17 Ayam Pedaging

(ekor)

Jalaksana 180.092

Kuningan 498.000

Nusaherang 160.898

18 Ayam Petelur

(ekor)

Kramatmul

ya 115.418

Jalaksana 109.000

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan

Potensi Sub Tanaman Pangan

Komoditas unggulan tanaman pangan

berdasarkan sebaranaya adalah meliputi

tanaman Jagung Ubi Jalar, Ubi Kayu, kedele,

Kacang Tanah, Kacang Hijau. Tanaman

Jagung dan Kedele merupakan komoditas

unggulan nasional yang harus diusahakan di

Kabupaten Kuningan. Tanaman jagung yang

paling luas berada di kecamatan Cibingbin

seluas 762 ha dan Darma 611 Ha. Ubi Jalar

di Kecamatan Cilimus seluas 1.772 Ha di

Kecamatan Cilimus dan Jalaksana 516 Ha,

Cigandamekar 948 Ha dan Kramatmulya

seluas 272 Ha. Ubi Kayu di Kecamatan

Darma seluas 1.109 Ha dan Cigugur di

kecamatan 64 Ha, Kedele tersebar di

Kecamatan Cibingbin seluas 323 Ha dan

Cimahi seluas 213 Ha, Kacang Tanah di

Kecamatan Cibingbin seluas 147 Ha dan

Maleber seluas 122 Ha Kacang Hijau di

Kecamatn Cibingbin seluas 6 Ha dan

Kecamatan Cimahi seluas 4 Ha. Komoditas

tanaman pangan tersebut masih bisa

ditingkatkan potensinya. Komoditas nasional

yang direkomendasikan adalah padi, jagung

dan kedele. Sementara tanaman padi tidak

dibahas karena sebarannya populasinya

merata disetiap kecamatan dan merupakan

hal wajib yang harus dipertahankan

keberadaanya karena merupakan komoditas

utama.

18

Potensi Sub Sektor Hortikultura

Komoditas Hortikultura meliputi

sayuran, buah-buahan dan tanaman hias.

Komoditas sayuran yang unggulan di

Kabupaten Kuningan meliputi Cabe besar

seluas 77 Ha di Kecamatan Darma dan

Kramat Mulya seluas 45 Ha. Cabe rawit

tersebar di Kecamatan Ciawigebang 70 Ha

dan Kramatmulya 115 Ha, Sementara

Bawang Merah tersebar di Kecamatan

Jalaksana seluas 75 Ha dan Kramatmulya

seluas 91 Ha.

Sedangkan untuk komoditas buah-

buahan meliputi tanaman Mangga, rambutan

dan Salak. Tanaman Mangga tersebar di

Kecamatan Cimahi sebanyak 61.970 pohon,

Kalimanggis 80.000 pohon dan Ciniru

71.930 pohon. Sebaran Tanaman Rambutan

terdapat di Kecamatan Luragung sebanyak

26.251 pohon, Mandirancan 19.750 pohon,

dan Lebakwangi 21.350 pohon. Tanaman

Salak menurut sebaran terdapat di

Kecamatan Hantara sebanyak 3.100 pohon,

Nusaherang 2.871 pohon dan Mandirancan

senayak 667 pohon. Dari segi luasan

Kecamatan Mandirancan lebih kecil

dibanding kecamatan lainnya namun dari

segi pemasaran sudah meluas berhubung

sudah menyediakan outlet-outlet pemasaran.

Tanaman hias tidak dibahas karena belum

ada unggulan yang dapat diandalkan.

Potensi Sub Sektor Tanaman Perkebunan

Komoditas yang potensial dikembangkan

sub sektor perkebunan di Kabupaten

Kuningan meliputi cengkeh, Pala dan Kopi.

Tanaman Cengkeh tersebar Kecamatan

cigugur seluas 192 Ha, Kecamatan Kuningan

125 Ha, dan Kecamatan Cilimus seluas 182

Ha. Tanaman yang ada sudah harus

direhabilitasi berhubung banyak tanaman tua

dan tidak produktif lagi. Tanaman Pala

tersebar di Kecamatan selajambe seluas 204

Ha, Darma 174 Ha dan Subang 135 Ha. Dari

segi produktivitas tanaman pala masih

rendah karena sebagian besar tanaman belum

menghasilkan. Tanaman Kopi dari segi

sebaran yang paling luas terdapat di

Kecamatan Darma seluas 231,35 ha,

Selajambe 228,63 Ha dan Cilimus seluas

116,48 ha. Dari segi luasan Kecamatan

Cilimus masih harus dikembangkan

potensinya namun dari segi pengolahan

sudah lebih unggul dibanding wilayah

lainnya.

Potensi Sub Sektor Peternakan

Komoditas peternakan jenis non-unggas

yang diusahakan meliputi sapi perah dan

sapi potong sedangkan komoditas unggas

meliputi ayam pedaging dan ayam petelur.

Sapi Perah tersebar di Kecamatn Cigugur

sebanyak 7.073 ekor. Sapi Potong tersebar di

Kecamatan Cibingbin 4.698 ekor,Cimahi

4.182 ekor dan Cilebak 3.414 ekor.

Pengembangan Sapi Perah sampai saat ini

dikelola oleh Koperasi Susu, sudah terjalin

kemitraan dengan perusahaan Susu Ultra

Jaya. Kemitraan ini perlu terus dijalin dan

ditingkatkan terutama dalam hal kualitas

susu dan kontinuitas produksi. Ayam

pedaging tersebar di Kecamatan Jalaksana

180.092 ekor, Kuningan 498.000 ekor,

Nusaherang 160.898 ekor. Ayam petelur

tersebar di Kecamatan Kramatmulya

115.418 ekor dan Jalaksana 109.000 ekor.

Pembudidayaan ayam baik petelur maupun

pedaging sebagian besar masih didominasi

oleh peternak perorangan.

Kesimpulan

Kabupaten Kuningan dengan karakter

pembangunan berbasis pertanian mempunyai

peran yang strategis dalam pembangunan

daerah. Strategi pembangunan dapat

memanfaatkan keunggulan wilayah sesuai

dengan karakteristik wilayah. Inventarisasi

komoditas merupakan salah satu strategi

perencanaan pembangunan pertanian dengan

memanfaatkan potensi lokal yang sesuai

dengan karakteristik wilayah masing-

masing.

Inventarisasi komoditas unggulan

pertanian dapat dijadikan acuan dalam

pengembangan kawasan pertanian

berdasarkan komoditas yaitu kawasan

tanaman pangan, hortikultura, perkebunan

dan kawasan peternakan. Adopsi teknologi

19

pengembangan komoditas unggulan melalui

studi komparasi dengan wilayah luar

Kabupaten Kuningan perlu dirintis agar

terdapat kesinambungan pengembangan

wilayah maupun kerjasama lintas sektor

yang saling menguntungkan.

Komoditas yang sudah diketahui

penyebarannya ini dapat dijadikan bahan

kajian pelaksanaan kegiatan Desa Pinunjul

yang akan dirintis di Kabupaten Kuningan

mulai tahun 2020 mendatang.

Rekomendasi

1. Komoditas yang sudah diploting sesuai

dengan karakteristik wilayahnya agar

ditindaklanjuti dengan pengembangan

kawasan baik itu kawasan tanaman

pangan, hortikultura, perkebunan

maupun peternakan atau gabungan

diantarana sektor maupun lintas sektor

diantaranya dengan pariwisata terutama

wisata alam.

2. Pengembangan kawasan agar

ditindaklanjuti dengan peganggaran yang

pendanaanaya berasal dari APBD

Kabupaten, APBD Provinsi atau dana

Pusat atau gabungan dari ketiganya

secara terintegrasi dan berkelanjutan.

3. Pengembangan komoditas dapat

dikolaborasikan dengan pariwisata

sehingga bisa menjadi wisata agro pada

desa pinunjul.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu

dan mendukung penelitian ini terutama

kepada rekan-rekan di Kelompok Jabatan

Fungsional Perencana Kabupaten Kuningan,

petugas data statistik pertanian Dinas

pertanian Kabupaten Kuningan dan UPTD

lingkup Dinas Pertanian Kabupaten

Kuningan.

Daftar Pustaka

Djaenudin, 2002 Pengembangan komoditas

unggulan,

Alkadri dan Djajadiningrat, 2000 Kriteria

mengenai komoditas unggulan

Hendayana, 2002.Komoditas Unggulan

Pertanian

Peraturan Menteri Pertanian

No.47/Permentan/OT.140/10/2006

tentang Budidaya Pertanian Pada

Lahan Pegunungan.

Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2019

tentang Desa Pinunjul Kabupaten

Kuningan

Ir. Haeruman

Perencana Ahli Madya

Dinas Pertanian

Kabupaten Kuningan

20

POLA DISTRIBUSI PERMUKIMAN DI KABUPATEN KUNINGAN

Iwan Mulyawan

Perencana Ahli Madya Keahlian Spasial

Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan

Pengembangan Daerah Kabupaten Kuningan

INTISARI

Meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan di Kabupaten Kuningan

membutuhkan penyediaan lahan, terutama lahan untuk perumahan yang luas, sementara

ketersediaan lahan terbatas. Ketidakseimbangan ini akan memungkinkan terkonsentrasinya

permukiman di daerah-daerah tertentu yang kemudian akan membentuk pola distribusi

permukiman tertentu dan berbeda, sehingga terjadinya berbagai pola distribusi permukiman

sebagai manifestasi distribusi penduduk yang tidak merata. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dengan

interpretasi citra satelit pada tahun 2018 yang kemudian dianalisis menggunakan metode

analisis tetangga terdekat untuk menentukan pola distribusi permukiman dan analisis korelasi

spearman untuk menentukan besarnya pengaruh faktor fisik dan faktor sosial ekonomi terhadap

pola permukiman di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis

ditemukan bahwa pola permukiman di Kabupaten Kuningan adalah mengelompok dengan

Nearest Neighbor Ratio (NNR)-nya sebesar 0,891473. Kecamatan Cibingbin memiliki pola

yang acak mengarah ke mengolompok dengan NNR 0,683906 sementara Kecamatan Cimahi

memiliki pola acak mengarah kepada seragam dengan NNR 1,34967. Pola distribusi

pemukiman yang seragam dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi seperti kepadatan penduduk

dan proporsi lahan sawah dibandingkan dengan faktor fisik seperti lereng, ketinggian dan

kemudahan untuk mendapatkan air.

Kata Kunci: Permukiman, Pola, Faktor Fisik dan Faktor Sosial Ekonomi

ABSTRACT

The increasing of population and development activities in Kuningan Regency requires the

provision of land, especially land for extensive housing, while the availability of land is limited.

This imbalance will allow the concentration of settlements in certain areas which in turn will

form certain and distinct settlement distribution patterns, so that various settlement distribution

patterns occur as a manifestation of unequal distribution of population. The method used in

this research is remote sensing techniques and geographic information systems with

interpretation of satellite imagery in 2018 which are then analyzed using the nearest neighbor

analysis method to determine settlement distribution patterns and Spearman Rank Correlation

analysis to determine the magnitude of the influence of physical factors and socio-economic

factors on settlement patterns in Kuningan Regency. Based on data processing and analysis

results it was found that the pattern of settlements in Kuningan Regency is clustered with its

Nearest Neighbor Ratio (NNR) of 0.891473. Cibingbin District has a random pattern leading

to clustered with an NNR of 0.683906 while Cimahi District has a random pattern leading to a

uniform with NNR 1.34967. The uniform distribution pattern of settlements is influenced by

socioeconomic factors such as population density and proportion of fields rice compared to

physical factors such as slopes, heights and ease of access to water.

Keywords : Settlement, Pattern, Physical Factors and Socio-Economic Factors

21

Pendahuluan

Latar Belakang

Permukiman merupakan salah satu

kebutuhan pokok manusia (kebutuhan

primer) yang harus terpenuhi agar manusia

dapat sejahtera dan hidup layak sesuai dengan

derajat kemanusiaannya. Permukiman

sebenarnya merupakan kebutuhan

perorangan (individu) namun dapat

berkembang menjadi kebutuhan bersama jika

manusia berkeluarga dan bermasyarakat.

Selain sebagai makhluk individu manusia

juga sebagai makhluk sosial maka manusia

tidak hidup sendiri akan tetapi hidup bersama

dan membentuk kelompok-kelompok,

demikian pula halnya dengan rumah tempat

tinggalnya akan dibangun secara bersama-

sama sehingga berkelompok atau tersebar

dalam suatu wilayah, dilengkapi dengan

prasarana dan sarana yang diperlukan

penghuninya, selanjutnya disebut dengan

permukiman (settlement).

Dalam dimensi permukiman, secara

harfiah pola permukiman dapat diartikan

sebagai susunan (model) tempat tinggal suatu

daerah. Model dari pengertian- pengertian

permukiman mencakup didalamnya susunan

dari pada persebaran permukiman. Pengertian

pola permukiman dan persebaran

permukiman memiliki hubungan yang sangat

erat. Persebaran permukiman menekankan

pada hal yang terdapat permukiman, dan atau

dimana tidak terdapat permukiman dalam

suatu wilayah [Sumaatmadja, 1981].

Pada hakekatnya, permukiman memiliki

struktur yang dinamis, setiap saat dapat

berubah dan pada setiap perubahan ciri khas

lingkungan memiliki perbedaan tanggapan.

Hal ini terjadi dalam kasus permukiman yang

besar, karena perubahan disertai oleh

pertumbuhan [Hammond, 1979 dalam

Ritohardoyo 1989]. Terjadinya

keanekaragaman pola permukiman sebagai

wujud dari persebaran penduduk yang tidak

merata. Hal tersebut akan menimbulkan

terjadinya berbagai masalah yang bervariasi

pula di wilayah satu dengan wilayah yang

lain, baik pada kehidupan penduduk beserta

lingkungan saat ini, maupun bagi rencana

pengembangan permukiman itu sendiri di

masa mendatang.

Jumlah blok permukiman di Kabupaten

Kuningan sebanyak 972 blok tersebar di 32

Kecamatan dan 376 desa/kelurahan. Blok

permukiman paling banyak terdapat di

Kecamatan Ciawigebang yakni sebanyak 68

blok sementara kecamatan yang paling sedikt

blok permukimannya adalah Kecamatan

Cimahi. Besaran jumlah blok permukiman

dalam suatu kecamatan dapat memberikan

pengaruh terhadap pola persebaran

permukiman yang ada.

Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. bagaimana pola distribusi permukiman

yang ada di Kabupaten Kuningan?

b. bagaimana pengaruh faktor fisik dan

faktor sosial-ekonomi terhadap pola

distribusi permukiman di Kabupaten

Kuningan?

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. mengetahui pola distribusi permukiman

yang ada di Kabupaten Kuningan; dan

b. mengetahui pengaruh faktor fisik dan

faktor sosial-ekonomi terhadap pola

distribusi permukiman di Kabupaten

Kuningan.

Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. tersedianya informasi tentang gambaran

pola distribusi permukiman yang ada di

Kabupaten Kuningan; dan

b. tersedianya informasi pengaruh faktor

fisik dan faktor sosial-ekonomi terhadap

pola distribusi permukiman di Kabupaten

Kuningan.

22

c. tersedianya rekomendasi untuk

penyediaan sarana prasarana berdasarkan

hasil analisis pola permukiman yang ada.

Metodologi Penelitian

Pendekatan Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian deskriptif kualitatif

dengan menggunakan pendekatan studi kasus

(case study), yaitu penelitian yang dilakukan

secara intensif, terperinci dan mendalam

terhadap suatu masalah yang menjadi objek

penelitian, Data-data dalam bentuk angka

yang terukur (data kuantitatif) diolah dengan

perhitungan dengan terkomputerisasi melalui

analisis Sistem Informasi Geografis dan

analisis statistik.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data

sekunder yang meliputi data-data mengenai

kondisi fisik dan sosial-ekonomi. Adapun

rincian data yang akan digunakan anta lain

berupa :

a. Peta Rupabumi Indonesia (RBI)

Kuningan Tahun 2000 updating tahun

2016 skala 1 : 25.000 yang diperoleh dari

Badan Informasi Geospasial (BIG);

b. Peta Kemiringan/Kelerengan Kabupaten

Kuningan tahun 2016 Skala 1 : 25.000

yang diperoleh dari hasil analisis data

dengan menggunakan klasifikasi dari van

Zuidam;

c. Peta Ketinggian Tempat Kabupaten

Kuningan tahun 2016 Skala 1 : 25.000

yang diperoleh dari hasil analisis data

dengan menggunakan klasifikasi dari

Sandy;

d. Peta Jasa Ekosistem Air Kabupaten

Kuningan tahun 2008 Skala 1 : 25.000

yang diperoleh dari Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

e. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Kuningan

tahun 2018 Skala 1 : 25.000 yang

diperoleh dari Revisi RTRW Kabupaten

Kuningan; dan

f. Kuningan dalam Angka tahun 2018 dari

BPS Kabupaten Kuningan meliputi data

luas wilayah, data kepadatan penduduk,

data luas lahan sawah, dan data luas lahan

tegal/kebun, ladang/huma, dan lahan yang

sementara tidak diusahakan.

Teknik Pengolahan Data

Analisis pola persebaran permukiman

diukur dengan mengunakan analisis tetangga

terdekat (nearest neighbour analysis) yaitu

dengan menghitung besarnya parameter

tetangga terdekat atau (T). Untuk mengetahui

apakah pola permukiman yang dianalisis

termasuk mengelompok, acak atau seragam,

nilai hasil perhitungan dibandingkan dengan

continue (rangkaian kesatuan) nilai parameter

tetangga terdekat (T) untuk masing-masing

pola, sehingga dapat diketahui apakah pola

yang terbentuk berupa pola mengelompok,

pola acak (random), atau pola seragam.

Gambar 1 :

Jenis Pola Persebaran [Bintarto dan Surastopo,

1979]

Apabila nilai T = 0, maka pola permukiman

tersebut adalah mengelompok. Apabila nilai

T = 1,0, maka pola permukiman tersebut

adalah random atau acak. Sedangkan apabila

nilai T = 2,15, maka pola permukiman

tersebut adalah seragam.

Penelusuran data faktor fisik dan faktor

sosial-ekonomi ditelusuri sebagai berikut :

a. Penelusuran data lereng dengan

menggunakan Digital Elevation Model

(DEM) yang merupakan salah satu

metode paling efektif dalam menentukan

kelas lereng suatu permukaan bumi. DEM

merupakan data digital yang

menggambarkan geometri dari bentuk

permukaan bumi atau bagiannya yang

terdiri dari himpunan titik-titik koordinat

hasil sampling dari permukaan dengan

algoritma yang mendefinisikan

23

permukaan tersebut menggunakan

himpunan koordinat [Tempfli, 1991].

Klasifikasi kemiringan/lereng mengacu

kepada Zuidam, 1978 (Tabel 1) :

Tabel 1 : Klasifikasi Kemiringan/Lereng

Keterangan Kemiringan/Lereng

(%) Kelas

Datar 0-2 6

Landai 3-8 5

Agak Miring 9-14 4

Miring 15-21 3

Terjal 22-55 2

Sangat

Terjal

>55 1

Sumber : Zuidam, 1978

b. Ketinggian wilayah adalah ketinggian

dari permukaan air laut (elevasi).

Ketinggian tempat mempengaruhi

perubahan suhu udara. Semakin tinggi

suatu tempat, misalnya pegunungan,

semakin rendah suhu udaranya atau

udaranya semakin dingin begitupula

sebaliknya semakin rendah daerahnya

semakin tinggi suhu udaranya atau

udaranya semakin panas. Data dasar yang

digunakan adalah DEM dengan

klasifikasi ketinggian mengacu kepada

Sandy, 1977 sebagaimana Tabel 2

berikut ini:

Tabel 2 : Klasifikasi Ketinggian

Keterangan Ketinggian

(mdpl) Kelas

Rendah 0-25 5

Sedang 26-200 4

Agak Tinggi 201-500 3

Tinggi 501-1.000 2

Sangat

Tinggi

>1.000 1

Sumber : Sandy, 1977

c. Kemudahan mendapatkan air diperoleh

dari data jasa ekosistem air yang

mencakup aspek penyediaan air dari tanah

beserta kapasitas penyimpanannya dan

penyediaan air dari sumber permukaan.

d. Kepadatan penduduk dihitung dengan

membagi jumlah penduduk suatu wilayah

dengan luas wilayah tertentu [Mantra,

1985]. Data kepadatan penduduk

didapatkan dari Kabupaten Kuningan

dalam Angka tahun 2018.

e. Tingkat aksesibilitas dihitung melalui

perbandingan kepadatan jalan dalam

suatu wilayah, merupakan perbandingan

antara panjang jalan dengan luas wilayah

administratif. Kedua data tersebut

didapatkan dari Kabupaten Kuningan

dalam Angka tahun 2018.

f. Proporsi luas lahan sawah merupakan

perbandingan antara luas lahan sawah

dengan luas seluruh lahan pertanian yang

dihitung dalam persentase. Kedua data

tersebut didapatkan dari Kabupaten

Kuningan dalam Angka tahun 2018.

Wilayah Studi

Daerah yang dijadikan penelitian adalah

wilayah administrasi Kabupaten Kuningan

dengan unit analisis blok-blok permukiman.

Tinjauan Pustaka

Permukiman merupakan bagian

permukaan bumi yang dihuni manusia yang

meliputi pula segala prasarana dan sarana

yang menunjang kehidupan penduduk, yang

menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal

yang bersangkutan [Sumaatmadja, 1981].

Permukiman dalam arti sempit adalah

mengenai susunan dan penyebaran bangunan

(termasuk rumah-rumah, gedung-gedung,

kantor, sekolah, pasar dan sebagainya).

Sedangkan dalam arti luas permukiman yaitu

memperhatikan bangunan-bangunan, jalan-

jalan dan pekarangan-pekarangan yang

menjadi salah satu sumber penghidupan

penduduk [Bintarto, 1977]. Sementara,

permukiman secara luas mempunyai arti

perihal tempat tinggal atau segala sesuatu

yang berkaitan dengan tempat tinggal dan

secara sempit dapat diartikan sebagai suatu

daerah tempat tinggal atau bangunan tempat

tinggal. Permukiman adalah proses

memukimi atau proses menempat tinggali

[Yunus, 1989].

24

Pola permukiman adalah kekhasan

distribusi fenomena permukiman di dalam

ruang atau wilayah, dalam hal ini didalamnya

di bahas tentang bentuk-bentuk permukiman

secara individual dan persebaran dari

individu-individu permukiman dalam

kelompok [Yunus, 1989]. Secara garis besar

pola persebaran permukiman berbentuk pola

permukiman mengelompok dan pola

permukiman menyebar. Pola persebaran

permukiman mengelompok tersusun dari

dusun-dusun atau bangunan-bangunan rumah

yang lebih kompak dengan jarak tertentu,

sedangkan pola persebaran permukiman

menyebar terdiri dari dusun-dusun atau

bangunan-bangunan rumah yang tersebar

dengan jarak tertentu [Hudson F.S dalam Dwi

Martono, 1996]. Selanjutnya, persebaran

permukiman di wilayah desa-kota

pembentukannya berakar dari pola campuran

antara ciri perkotaan dan perdesaan. Terdapat

beberapa perbedaan mendasar antara pola

permukiman di perkotaan dan di perdesaan.

Dalam hal ini wilayah permukiman di

perkotaan yang sering disebut sebagai

permukiman, memiliki keteraturan bentuk

secara fisik, artinya sebagian besar rumah

menghadap secara teratur ke arah jalan.

Sedangkan karakteristik kawasan

permukiman penduduk desa ditandai oleh

ketidakteraturan bentuk fisik rumah dengan

pola cenderung mengelompok membentuk

perkampungan [Ritohardoyo, 2000].

Pembahasan

Analisis tetangga terdekat merupakan

sebuah analisis untuk menentukan suatu pola

permukiman penduduk. Dengan

menggunakan perhitungan analisis tetangga

terdekat, sebuah permukiman dapat

ditentukan polanya, misalnya pola

mengelompok, tersebar/acak ataupun

seragam. Analisis tetangga terdekat

memerlukan data tentang jarak antara satu

permukiman dengan permukiman yang

paling dekat yaitu permukiman tetangganya

yang terdekat. Berdasarkan hasil analisis,

pola persebaran permukiman di Kabupaten

Kuningan adalah tersebar/acak (random)

dengan Nearest Neighbor Ratio (NNR)-nya

sebesar 0,891473. Kecamatan Cibingbin

memiliki pola yang tersebar/acak mengarah

ke mengolompok dengan NNR 0,683906

sementara Kecamatan Cimahi memiliki pola

tersebar/acak mengarah kepada seragam

dengan NNR 1,34967. Untuk melihat sebaran

distribusi spasialnya dapat dilihat pada

Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 : Peta Pola Distribusi Permukiman

Sebagian besar pola persebaran yang

terjadi sedikit banyak telah dipengaruhi oleh

faktor-faktor fisik maupun faktor sosial-

ekonomi daerah tersebut. Faktor-faktor

pengaruh tersebut dapat memberikan

pengaruh terhadap pola persebaran

permukiman secara sendiri-sendiri maupun

secara bersamaan dengan intensitas yang

berbeda. Faktor fisik terdiri dari

kemiringan/lereng, ketinggian tempat dan

kemudahan mendapatkan air. Sedangkan

untuk faktor sosial-ekonomi antara lain

kepadatan penduduk, tingkat aksesibilitas dan

luas lahan sawah.

Lereng merupakan pembatas yang

penting bagi penggunaan lahan.

Kemiringan/lereng yang sesuai untuk areal

permukiman adalah lereng yang memiliki

kelas kemiringan lereng <15 % atau yang

memiliki topografi datar sampai dengan

landai. Sedangkan lereng yang memiliki kelas

lereng di atas 15% tidak sesuai untuk

permukiman, hal ini terkait dengan bahaya

gerakan tanah/tanah longsor (Gambar 5).

Berdasarkan analisis statistik diperoleh hasil

tidak ada korelasi antara kemiringan/

lereng terhadap keseragaman pola

25

permukiman (0,194). Angka tersebut

menunjukan bahwa pola persebaran

permukiman seragam tidak dipengaruhi oleh

kelerengan suatu wilayah.

Gambar 5 :

Peta Pola Distribusi Permukiman

pada Kemiringan/Lereng

Semakin tingginya letak suatu tempat,

maka akan semakin meningkat pula

kekasaran topografinya. Letak ketinggian

tempat dapat menunjukkan keadaan

permukaan air sumur semakin dalam dengan

semakin meningkatnya letak ketinggian

tempat, sehingga kemungkinan untuk

terjadinya pengelompokkan permukiman

secara teratur maupun penyebaran secara

teratur sangat kecil. Dengan semakin

meningkatnya letak ketinggian tempat pada

suatu wilayah, pola permukiman semakin

tersebar secara tidak teratur. Ketinggian

tempat memberikan pengaruh terhadap pola

persebaran permukiman. Daerah dengan

ketinggian antara 0-25 mdpal merupakan

daerah yang baik untuk permukiman.

Sementara daerah dengan ketinggian 25-500

mdpal merupakan daerah yang sangat intensif

untuk lahan pertanian. Sedangkan daerah

dengan ketinggian >1000 mdpal cocok

digunakan untuk hutan. Berdasarkan analisis

dapat diketahui terdapat hubungan korelasi

lemah dan negatif antara ketinggian tempat

terhadap keseragaman pola permukiman (-

0,327). Artinya semakin tinggi wilayahnya

maka pola permukimannya akan semakin

mengelompok.

Gambar 6 :

Peta Pola Distribusi Permukiman

pada Ketinggian Wilayah

Daerah-daerah dengan permukaan air

tanah yang dalam menyebabkan adanya

sumur-sumur yang sangat sedikit, karena

pembuatan pembuatan sumur-sumur itu akan

memakan biaya dan waktu yang banyak.

Dengan demikian maka sebuah sumber air,

dalam hal ini sumur menjadi pemusatan

penduduk. Sebaliknya, permukaan air tanah

yang dangkal memungkinkan pembuatan

sumur-sumur dimana-mana. Sehingga

perumahan penduduk dapat didirikan dengan

pemilihan tempat yang ada. Kemudahan

mendapatkan air juga merupakan faktor yang

dapat menentukan pola persebaran

permukiman (Gambar 7). Karena daerah yang

memiliki kemudahan terhadap sumber air

akan menjadi tempat pemusatan permukiman

bagi penduduk. Berdasarkan hasil analisis

tidak ada korelasi antara kemudahan

mendapatkan air terhadap keseragaman pola

permukiman (0,194).

Gambar 7 :

Peta Pola Distribusi Permukiman

pada Ketersediaan Air

26

Berkembangnya permukiman pada

suatu wilayah, disebabkan oleh adanya

kemungkinan untuk hidup bagi masyarakat

kampung yang bersangkutan, sesuai dengan

keahlian atau ketrampilan mereka. Makin

besarnya kemungkinan untuk hidup yang

diberikan suatu wilayah, semakin besar pula

kemungkinan jumlah manusia yang tinggal di

wilayah tersebut, atau semakin besar pula

terjadinya pemusatan penduduk wilayah

tersebut [Ritohardoyo, 1989]. Kepadatan

penduduk juga sangat penting dalam

membentuk pola persebaran permukiman ini

karena semakin banyak penduduk maka

kebutuhan akan permukiman sangat tinggi

(Gambar 8). Terdapat hubungan dengan

korelasi sedang dan positif antara kepadatan

penduduk terhadap keseragaman pola

permukiman (0,588). Artinya semakin padat

penduduk pada suatu desa maka akan

semakin seragam polanya.

Gambar 8 :

Peta Pola Distribusi Permukiman

pada Kepadatan Penduduk

Perkembangan suatu wilayah akan

memicu munculnya banyak jalan raya sebagai

sarana transportasi yang lebih cepat dan

praktis. Jalan raya yang ramai membantu

pertumbuhan ekonomi penduduk yang

tinggal di sekitarnya untuk membangun

permukiman. Sehingga mendorong

tumbuhnya permukiman di sepanjang jalan.

Pengaruh jalan terhadap persebaran

permukiman dapat dilihat dari panjang jalan

dan kepadatan jalan di suatu daerah. Tingkat

aksesibilitas terutama jalan sangat

berpengaruh terhadap pola persebaran

permukiman, karena permukiman biasanya

akan mengikuti jalur jalan yang

menghubungkan dengan daerah lain untuk

kelangsungan hidup (Gambar 9). Terdapat

hubungan dengan korelasi lemah dan positif

antara tingkat aksesibilitas wilayah terhadap

keseragaman pola permukiman (0,227).

Artinya semakin tinggi tingkat aksesibilitas

wilayahnya maka akan semakin seragam pola

permukimannya.

Gambar 9 :

Peta Pola Distribusi Permukiman

pada Aksesibilitas Wilayah

Lahan sawah merupakan lahan paling

berpengaruh dalam pembentukan pola

persebaran permukiman. Karena sawah

adalah lahan yang memproduksi bahan

pangan yang dibutuhkan untuk menunjang

kehidupan mereka. Apabila lahan sawah

menjadi sempit mendorong penduduk untuk

bertempat tinggal mengelompok agar lahan

yang tersedia untuk pertanian masih memadai

(Gambar 10). Hasil analisis menunjukan

terdapat hubungan dengan korelasi sedang

dan positif antara proporsi lahan sawah

terhadap keseragaman pola permukiman

(0,407). Artinya semakin besar proporsi

sawah maka akan semakin seragam pola

permukimannya.

Gambar 10 :

Peta Pola Distribusi Permukiman

pada Proporsi Lahan Sawah

27

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

a. Pola distribusi permukiman di Kabupaten

Kuningan adalah mengelompok dengan

Nearest Neighbor Ratio (NNR)-nya

sebesar 0,891473. Kecamatan Cibingbin

memiliki pola yang acak mengarah ke

mengolompok dengan NNR 0,683906

sementara Kecamatan Cimahi memiliki

pola acak mengarah kepada seragam

dengan NNR 1,34967; dan

b. faktor sosial-ekonomi seperti kepadatan

penduduk dan proporsi lahan sawah

memiliki pengaruh yang lebih besar

dibandingkan faktor fisik terhadap pola

pembentukan pola persebaran

permukiman seragam di Kabupaten

Kuningan.

Rekomendasi

Pemerintah Kabupaten Kuningan

hendaknya memenempatkan sarana dan

prasarana permukiman sesuai dengan

persebaran permukiman yang ada. Sehingga

akan tercipta suatu keseimbangan

ketersediaan sarana dan prasarana dengan

pelayanan terhadap penduduk dengan melihat

pola persebaran permukiman yang ada.

Ucapan Terimakasih

Penulis menyampaikan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu

dan mendukung penelitian ini, terutama

kepada rekan-rekan di Kelompok Jabatan

Fungsional Keahlian Perencana Kabupaten

Kuningan dan Bidang Infrastruktur dan

Lingkungan Hidup Bappeda Kabupaten

Kuningan.

Daftar Pustaka

Bintarto, R. 1977. Pengantar Geografi Kota.

Yogyakarta : U.P Spring.

Bintarto dan Surastopo. 1979. Metode

Analisis Geografi. Jakarta : LP3ES.

Dwi Matono, Agus. 1996. Pola Permukiman

dan Cara-cara Pengukurannya. Forum

Geografi.

Mantra, Ida Bagoes. 1985. Pengantar Studi

Demografi. Jilid 1. Yogyakarta: Nur

Cahaya.

Ritohardoyo, Su. 1989. Beberapa Dasar

Klasifikasi dan Pola Permukiman.

Yogyakarta : Universitas Gadjah

Mada.

__________________. 2000. Geografi

Permukiman. Handout. Yogyakarta.

Fakultas Geografi UGM.

Sandy, I Made. 1977. Penggunaan Tanah

(Land Use) di Indonesia Publikasi No

75. Jakarta : Direktorat tata Guna

Tanah Dirjen Agraria Departemen

dalam Negeri.

Sumaatmadja, Nursid.1981. Studi Geografi

Suatu Pendekatan dan Analisa

Keruangan. Bandung : Alumni.

Tempfli, K. 1991. DTM and Differential

Modeling. Dalam Suharyadi, R.,

Sapta, B., Purwanto, T.H., Rosyadi.

R.I., Farda, N.M., Wijaya, M.S., 2012.

Petunjuk Praktikum Sistem Informasi

Gografis : Pemodelan Spatial.

Yogyakarta: Fakultas Geografi

Universitas Gadjah Mada.

Yunus, Hadi Sabari. 1989. Subject Mater dan

Metode Penelitian Geografi

Permukiman Kota, Seminar

Peningkatan Kualitas Akademis

Civitas Akademika, 5-10 Desember

1989 di UMS. Surakarta : Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Iwan Mulyawan, S.Si., M.Sc

Perencana Ahli Madya

Keahlian Spasial

Bappeda Kabupaten Kuningan

28

STUDI KUALITATIF PENGARUH OBJEK WISATA

TERHADAP PARA PEDAGANG

DI KAWASAN OBJEK WISATA PEMANDIAN CIBULAN

KABUPATEN KUNINGAN

Esih Kurniasih

Perencana Ahli Pertama

Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan

Pengembangan Daerah Kabupaten Kuningan

INTISARI

Peranan sektor pariwisata nasional semakin penting sejalan dengan perkembangan dan

kontribusi yang diberikan sektor pariwisata melalui penerimaan devisa, pendapatan daerah,

pengembangan wilayah, maupun dalam penyerapan investasi dan tenaga kerja serta

pengembangan usaha yang tersebar di berbagai pelosok wilayah di Kabupaten Kuningan.

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan objek wisata terhadap

para pedagang. Sementara tujuannya adalah mengetahui manfaat keberadaan objek wisata

pemandian cibulan terhadap para pedagang dan mengetahui keberadaan objek wisata

pemandian cibulan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan di tempat lain. Metode

penelitian ini secara deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan

interview melalui interview dengan wawancara secara mendalam dengan informal. Hasil dari

penelitian menunjukan bahwa dengan adanya objek wisata pemandian cibulan itu sangat

bermanfaat sekali bagi masyarakat setempat. Kesimpulan tempat wisata pemandian cibulan

sangat bermanfaat bagi penduduk setempat untuk berdagang dan pedagang dapat menghasilkan

keuntungan lebih besar dari tempat wisata pemandian cibulan.

Kata Kunci : Objek Wisata, Pedagang

ABSTRACT

The role of the national tourism sector is increasingly important in line with the development

and contribution made by the tourism sector through foreign exchange earnings, regional

income, regional development, as well as in the absorption of investment and labor and

business development that is spread over in Kuningan Regency. The purpose of this study is to

determine the effect of the existence of a tourist attraction on traders. While the aim is to know

that the benefits of the existence of a Cibulan pool attraction to traders and to know the

existence of a Cibulan pool tourist attraction provides a greater advantage compared to other

places. This research method is descriptive with qualitative methods. Data collection is done

by using interview through in-depth interviews informally. The results of the study show that

the existence of the Cibulan bathing attraction is very beneficial for the local community. The

conclusion is Cibulan pool resorts are very beneficial for local residents to trade and traders

can generate greater profits from cibulan pool resorts.

Keywords: Tourism Objects, Traders

29

Pendahuluan

Latar Belakang

Peranan sektor pariwisata nasional

semakin penting sejalan dengan

perkembangan dan kontribusi yang diberikan

sektor pariwisata melalui penerimaan devisa,

pendapatan daerah, pengembangan wilayah,

maupun dalam penyerapan investasi dan

tenaga kerja serta pengembangan usaha yang

tersebar di berbagai pelosok wilayah di

Indonesia. Kontribusi sektor pariwisata

terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

nasional pada tahun 2014 telah mencapai 9 %

atau sebesar Rp 946,09 triliun. Terjadi

peningkatan jumlah kunjungan wisatawan

baik itu wisatawan Mancanegara, wisatawan

nusantara dan wisatawan nasional.

Pertumbuhan wisatawan mancanegara

sebesar 16,7% dari tahun 2016 ke 2017.

Pertumbuhan wisatawan nusantara sebesar

2,2% dari tahun 2016 ke 2017. Pertumbuhan

wisatawan nasional sebesar 5% dari 2016-

2017. Investasi pada sektor pariwisata

didominasi oleh penanaman modal asing.

Proporsi penanaman modal asing sebesar

77%. Rata-rata Pertumbuhan investasi sektor

pariwisata 2015-2017 adalah sebesar 35,5%.

Dalam 3 tahun terakhir (2015-2017), 55%

investasi direalisasikan di Jakarta, Bali, dan

Jawa Barat. Sumber : [kementerian

pariwisata RI].

Tenaga kerja di sektor pariwisata sebesar

12,3 juta. Bila dilihat dari status pekerjaannya

berusaha sendiri (28,5%), kemudian buruh

(25,7%), dan berusaha dibantu buruh tidak

tetap (23,1%), dan pekerja tak dibayar

(17,5%). Distribusi sektor pekerja bidang

pariwisata adalah perdagangan dan

penyediaan makanan, masing masing 41%

dan 46% (kajian dampak sektor pariwisata

terhadap perekonomian indonesia, 2018).

Sementara devisa dari sektor pariwisata pada

tahun 2018 telah mencapai US$ 16,1 Miliar

atau meningkat sebesar 59,41 % ( sumber :

kata data, 2019 ) Melalui multiplier effect-

nya, pariwisata dapat dan mampu

mempercepat pertumbuhan ekonomi dan

penciptaan lapangan kerja. Percepatan

pertumbuhan ekonomi dan penciptaan

lapangan kerja yang lebih luas dapat

dilakukan dengan mempromosikan

pengembangan pariwisata.

Untuk mengembangkan sektor pariwisata

daerah, keindahan objek wisata bukanlah

satu-satunya penentu kesuksesan dalam

membangun sebuah destinasi wisata.

Melainkan masih banyak faktor-faktor

pendukung lainnya agar objek wisata

memiliki daya pikat bagi para wisatawan, tiga

kunci yang dikembangkan industri

Parawisata Spanyol yang dapat diterapkan

juga di Indonesia dikenal dengan 3A yaitu

attraction (atraksi) yang merupakan daya

tarik utama suatu destinasi, kemudian

accessibility (aksesibilitas) merupakan sarana

dan infrastruktur untuk menuju destinasi dan

yang ketiga adalah amenity atau amenitas

merupakan sarana pendukung yang

diperlukan wisatawan selama mengunjungi

destinasi, Kementerian Pariwisata RI

menghimbau agar seluruh Kabupaten/Kota

dapat mendukung perkembangan parawisata

daerah melalui konsep 3A (Sumber:

https://wawasanpariwisata.blogspot.com/201

2/07/produl-pariwisata.html).

Sejalan dengan penetapan destinasi wisata

oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat,

Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Kabupaten Kuningan

periode 2018-2023 sesuai dengan visi

Kabupaten Kuningan 2018-2023 yakni,

Kuningan MAJU (Makmur, Agamis,

Pinunjul) Berbasis Desa Tahun 2013, dan

didukung oleh Isu Strategis Kepariwisataan

yaitu Peningkatan Tata Kelola

Kepariwisataan.

Pemandian Cibulan merupakan salah satu

obyek wisata yang terletak di desa

Maniskidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten

Kuningan. Adanya obyek wisata pemandian

cibulan ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan terhadap daerah dan mendorong

masyarakat sekitar berdagang atau menjual

barang yang menjadi ciri khas daerah wisata

kolam renang cibulan dan ciri khas oleh-oleh

30

Kabupaten Kuningan. Selain keberadaan

obyek wisata pemandian cibulan berpengaruh

terhadap ekonomi para penduduk setempat

yang berjualan di sekitar obyek wisata

pemandian cibulan. Obyek wisata pemandian

cibulan ini digunakan untuk berjualan barang-

barang yang mempunyai Ciri Khas Daerah

Wisata Pemandian Cibulan. Dengan

demikian penduduk sekitar obyek wisata

pemandian cibulan sangat terbantu karena

mereka dapat tercukupi kebutuhan mereka

dengan berdagang di sekitar obyek wisata

pemandian cibulan.

Perumusan Masalah

Indonesia memiliki sumber daya

pariwisata yang tidak kalah menariknya bila

dibandingkan dengan negara lain di kawasan

Asean. Namun demikian kepemilikan

kelebihan sumber daya tersebut perlu diiringi

dengan upaya dan usaha yang lebih terarah,

agar sumber daya tersebut mampu memiliki

daya saing dalam menarik kunjungan

wisatawan. Keppres No. 38 Tahun 2005

mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus

mendukung pembangunan pariwisata

Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi

pembangunan kepariwisataan Indonesia.

Apalagi pemerintah sudah mencanangkan

bahwa pariwisata harus menjadi andalan

pembangunan Indonesia.

Seperti halnya dengan obyek wisata

pemandian cibulan secara kasat mata, usaha

efektivitas promosi yang dilakukan sudah

ketinggalan dari kota-kota lain, yang sudah

meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang

perkembangan teknologi informasi di daerah

asal wisatawan dalam memperoleh informasi

mengenai destinasi, akan lebih baik apabila

lebih terkini. Demikian pula tentang

terbatasnya informasi, baik yang menyangkut

substansi materi, pusat/lembaga informasi,

serta saluran distribusinya kepada pasar

wisata. Demikian pula tentang terbatasnya

informasi keamanan (security). Hal-hal

tersebut diakibatkan oleh lemahnya penelitian

pasar serta sebagai prakondisi implementasi

promosi pariwisata. Terbatasnya Sumber

Daya Manusia (SDM) baik kuantitas maupun

kualitas yang diharapkan mempunyai daya

saing tinggi ternyata masih jauh dari

memadai. Terutama SDM di bidang promosi

pemasaran pariwisata yang memiliki

pemikiran stratejik dan visioner. Kondisi ini

dapat menghambat kualitas dari segala

aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi

Indonesia. Hal tersebut memberikan

implikasi pada kualitas output promosi

pariwisata itu sendiri, yang dihadapkan pada

persaingan yang semakin ketat.

Selama ini pengelolaan Cibulan terkesan

asal-asalan tanpa ada pengembangan berarti.

Luas total lahan yang termasuk dalam

kawasan wisata Cibulan mencapai 5 hektar

lebih. Namun sejak puluhan tahun lalu hingga

saat ini, yang dimanfaatkan untuk obyek

wisata baru sekitar 2 hektar. Saat ini pihaknya

sedang mencoba mengubah sebidang empang

di sudut barat daya taman rekreasi Cibulan

menjadi kolam yang akan diisi sarana

permainan anak seperti sepeda air. Selain

sepeda air juga direncanakan untuk membuat

kolam renang standar nasional, akuarium

raksasa, dan kolam pemancingan ikan. Tetapi

semua itu terbentur kendala kurangnya dana

karena masih menerapkan sistem manajemen

tradisional. Kami masih menunggu investor

untuk ikut mengembangkan Cibulan.

Permasalahan-permasalahan dalam

konteks lokal di atas juga yang sering ditemui

antara lain dalam pelaksanaan kegiatan

pariwisata, masih banyak terjadi masyarakat

yang berada di dalam kawasan wisata tersebut

masih belum ikut “memiliki”, manfaat yang

dihasilkan belum sepenuhnya dirasakan oleh

masyarakat di sekitarnya hanya dirasakan

oleh para investor saja.

Keterbatasan dukungan sarana dan

prasarana penunjang merupakan juga salah

satu permasalahan yang perlu mendapat

perhatian. Dimana dukungan sarana dan

prasarana merupakan faktor penting untuk

keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan

pariwisata, seperti penyediaan akses,

akomodasi, angkutan wisata, dan sarana

prasarana pendukung lainnya. Masih banyak

31

kawasan wisata yang sangat berpotensi tetapi

masih belum didukung oleh sarana dan

prasarana yang memadai. Selain itu sarana

dan prasarana yang dibangun hanya untuk

kepentingan lokal saja, belum dapat melayani

kebutuhan penyelenggaraan pariwisata di luar

lokasi. Seperti misalnya penyediaan angkutan

wisata hanya tersedia di area kawasan wisata

saja, tetapi sarana angkutan untuk mencapai

kawasan tersebut dari akses luar belum

tersedia.

Berdasarkan permasalahan diatas maka

pertanyaan penelitian dalam makalah ini

adalah:

1. Bagaimanakah manfaat keberadaan objek

wisata pemandian cibulan terhadap para

pedagang.

2. Apakah keberadaan objek wisata

pemandian cibulan memberikan

keuntungan lebih besar dibandingkan di

tempat lain.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui manfaat keberadaan objek

wisata pemandian cibulan terhadap para

pedagang.

2. Mengetahui keberadaan objek wisata

pemandian cibulan memberikan

keuntungan lebih besar dibandingkan di

tempat lain.

Sasaran

Kawasan Objek Wisata Pemandian

Cibulan merupakan kawasan yang baru

berkembang dengan daya dukung alam,

sasaran wisatawan pada awalnya adalah objek

wisata pemandian yang dikelola oleh Desa

maniskidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten

Kuningan dan berada di kuningan. Hingga

saat ini kawasan objek wisata pemandian

cibulan masih menarik wisatawan yang dapat

diandalkan dari segi income.

Metodologi

Metodologi yang digunakan

menggunakan analisis deskriptif secara

kualitatif dengan menggunakan analisa data

sekunder. Data sekunder objek wisata

pemandian cibulan diantaranya :

1. Data jumlah pedagang asongan

2. Data jumlah warung permanen

Pembahasan

Obyek wisata Pemandian Cibulan terletak

di Desa Maniskidul Kecamatan Jalaksana

Kabupaten Kuningan, sekitar 28 kilometer

sebelah selatan Kota Cirebon atau 7 kilometer

di utara Kota Kabupaten Kuningan. Lokasi

kolam-kolam Cibulan terletak 300 meter

masuk ke barat dari Jalan Raya Cirebon-

Kuningan. Jalan masuknya yang lebar sudah

diaspal. Meski masih kasar, sudah cukup

nyaman untuk dilewati kendaraan bermotor.

Angkutan umum menuju salah satu tujuan

wisata andalan di Kabupaten Kuningan

tersebut juga sangat mudah didapatkan. Dari

Cirebon, pengunjung dapat menumpang

mobil angkutan umum jenis Elf, dengan tarif

hanya berkisar Rp 7.000 per orang. Cibulan

merupakan salah satu obyek wisata tertua di

Kuningan. Tempat tersebut diresmikan

sebagai tempat rekreasi pertama kali pada

hari Minggu, 27 Agustus 1939 oleh Bupati

Kuningan waktu itu RAA Mohamad

Achmad. Di dalamnya terdapat dua kolam

besar berbentuk persegi panjang. Kolam

pertama berukuran panjang 35 meter dan

lebar 15 meter dengan kedalaman air sekitar

2 meter. Kolam kedua berukuran 45 x 15

meter persegi yang dibagi menjadi dua

bagian.

Gambar 1 : Kolam Pemandian Cibulan

32

Bagian pertama dengan kedalaman air 60

sentimeter dan bagian kedua dengan

kedalaman air sekitar 120 sentimeter Meski

semuanya itu dihuni puluhan ikan-ikan

kancra bodas berbagai ukuran, mulai dari

yang sepanjang 20-an sentimeter hingga

hampir 1 meter, kolam-kolam di Cibulan

dibuka sebagai kolam pemandian umum.

Tempat rekreasi itu dilengkapi dengan

fasilitas khas tempat pemandian, seperti

tempat ganti pakaian, tempat bilas, dan kamar

mandi/WC. "Kami menyediakan 30 kamar

ganti, 6 kamar kecil, dan 2 kamar mandi

untuk tempat bilas seusai berenang di kolam.

Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan pada hari jumat tanggal 18 Oktober

2019 di lokasi objek wisata pemandian

cibulan. Hasil dari pertemuan itu adalah untuk

mendapatkan data mengenai keberadaan

objek wisata pemandian cibulan terhadap

pedagang di kawasan objek wisata pemandian

cibulan, manfaat dan keuntungan adanya

objek wisata pemandian cibulan bagi

masyarakat sekitar.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah

dilakukan, diketahui bahwa dengan adanya

objek wisata pemandian cibulan itu sangatlah

bermanfaat sekali bagi masyarakat desa

maniskidul karena dengan adanya objek

wisata pemandian cibulan bisa memberikan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat

setempat.

N1: ”...Abdi icalan di cibulan atos 3 tahun,

icalan na nasi sareng makanan ringan dan

minuman dingin, alhamdulilah penghasilan na

lumayan kumaha tamu nu dongkap, upami

tamu nu dongkapna seueur nya penghasilan na

oge ageung tapi upami tamu nu dongkapna

sakeudik nya lumayan penghasilan na,

sapertos hari libur sareung hari raya pasti

rame, teras alhamdulillah di cibulan mah

rame wae walopun obyek wisata di kuningan

seueur oge panginten obyek wisata pemandian

cibulan ieu gaduh daya tarik tersendiri

panginten janten pengunjung teh seueur wae,

karaos pisan manfaatna aya obyek wisata

pemandian cibulan teh karaos ku abdi pribadi

mah sebagai seorang single parent ga usah

nyari kerja jauh-jauh ke jakarta udah ada

disini cukup dina sepina oge 500 rebu mah

kenging sadinten “.

Hasil wawacara dengan pedagang nasi

dan makanan ringan mengatakan bahwa

keberadaan obyek wisata pemandian Cibulan

ini sangatlah bermanfaat sekali bagi

masyarakat setempat karena dengan adanya

pemandian cibulan ini bisa membuka

lapangan kerja, terutama pada waktu libur

banyak pengunjung yang berlibur dan

berenang di pemandian Cibulan sehingga

menambah penghasilan kepada para

pedagang karena pengunjung yang datang

dari luar kota mereka tidak membawa bekal

makanan dan akhirnya jajan dan membeli

makanan di lokasi pemandian.

Inilah cerita ibu wulan saat di tanya

tentang keberadaan obyek wisata pemandian

Cibulan dan Keberadaan pengunjung yang

datang ke lokasi tersebut :

Cibulan merupakan salah satu dari empat

tempat rekreasi sejenis di Kuningan. Tiga

tempat lainnya adalah Kolam Linggarjati di

kompleks Taman Linggarjati Indah,

Kecamatan Cilimus, Kolam Cigugur, di

Kecamatan Cigugur dan Kolam Darma Loka

di Kecamatan Darma. Semuanya memiliki

kolam-kolam yang dihuni ikan keramat

kancra bodas, tetapi hanya Cibulan yang

dimanfaatkan sebagai kolam renang umum.

Keistimewaan lain yang dimiliki Cibulan

adalah keberadaan tujuh mata air yang

dikeramatkan bernama Keramat Sumur Tujuh

di sudut barat obyek wisata tersebut. Tujuh

mata air berbentuk kolam-kolam kecil itu

bernama Sumur Kejayaan, Sumur

Kemulyaan, Sumur Pangabulan, Sumur

Cirancana, Sumur Cisadane, Sumur

Kemudahan, dan Sumur Keselamatan. Tujuh

mata air itu terletak mengelilingi sebuah

petilasan keramat Prabu Siliwangi berupa

susunan batu seperti batu menhir dan dua

patung harimau loreng, lambang kebesaran

Raja Agung Pajajaran tersebut.

Menurut warga, petilasan tersebut sering

dikunjungi orang, terutama pada malam

Jumat Kliwon atau selama bulan Maulud

dalam penanggalan Hijriah. Mereka berziarah

33

dan memohon keberhasilan dalam hidupnya.

"Bagi yang percaya, air di tujuh sumur

keramat itu membawa berkah dan dapat

mengabulkan permohonan mereka. Tujuh

sumur keramat tersebut tetap mengeluarkan

air yang bersih, bening dan sejuk meskipun

pada musim kemarau panjang seperti tahun

ini.

N2: “... Saya bu, Alhamdulillah tos lami

dameul di dieu dan sudah pasti ayana obyek

wisata cibulan ieu sangat bermanfaat sekali

kanggo abdi pribadi khususna kanggo

masyarakat desa maniskidul karena terus

terang memberi lapangan kerja sapertos abdi

nu nganggur ayena tos tiasa damel newak lauk

boh naon sambil icalan jaligen di sumur tujuh

teras janten pemandu di sumur tujuh oge da

seueur pemandu di sumur tujuh, abdi icalan

jaligen teh lumayan pangaosna 15 rebu nu

ukuran 2 liter cai, Alhamdulillah ayana obyek

wisata pemandian cibulan teh manfaat pisan

“.

Hasil wawancara dengan pedagang

jaligen air di sumur tujuh mengatakan bahwa

adanya objek wisata pemandian cibulan itu

sangatlah besar manfaatnya karena bisa

memberi lapangan kerja kepada masyarakat

setempat.

N3 : “...Sapertos tadi nu disaurken ku pa

ujang, ayana obyek wisata pemandian cibulan

ieu ageung pisan manfaatna kanggo

masyarakat di desa maniskidul bisa memberi

lapangan pekerjaan sapertos abdi ayena

ngajaga terapi ikan di dieu nya Alhamdulillah

kabantos pisan penghasilan teh, pengunjung

seueur alhamdulillah tiasa ageung oge

pemasukan na, lumayan bu uang masuk terapi

ikan 5 rebu tiasa sapuasna dan pengunjung itu

biasana rame kasontenakeun “.

N4 : “ pedagang ikan buat makanan ikan

Cibulan mengatakan abdi tos lami bu ngiring

icalan lauk di dieu, abdi mah masih sakola

keneh, upami minggu atanapi nuju libur

sakola abdi sok ngiring icalan lauk di dieu

lumayan bu ngical lauk sarantay isi 3 lauk

nileum anakna di ical 5 rebu da abdi balanja

meserna laukna kiloan, kanggo parab lauk

cibulan, alhamdulillah hasilna lumayan tiasa

kenging 500 rebu malah lebih upami nuju

liburan mah janten tiasa ngabantos kolot bu

kanggo jajan mah teu nuhunken, nya upami tos

kaluar sakola mah mun teu tiasa damel nu sae

nya badi mah bade icalan lauk wae di dieu teu

kedah damel kanu tebih da ayena mah milari

padamelan teh susah janten bade

ngamanfaatken we damel di cibulan da hasilna

oge lumayan, nya lumayan bu alhamdulillah

ayana obyek wisata pemandian Cibulan teh

ngabantu lapangan kerja khususna kanggo

masyarakat desa maniskidul “.

Hasil wawancara dengan penjaga terapi

ikan dan pedagang ikan buat makanan ikan

cibulan mengatakan bahwa adanya objek

wisata pemandian cibulan itu sangatlah besar

manfaatnya karena bisa memberi lapangan

kerja kepada masyarakat setempat.

Air di Cibulan selalu melimpah, baik pada

musim hujan maupun kemarau. Itulah

sebabnya, selain sebagai tempat rekreasi,

Cibulan juga dijadikan sebagai sumber air

untuk Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) Kuningan dan dimanfaatkan

Pertamina untuk memasok kebutuhan air

bersih di dua kompleks miliknya, yaitu

Padang Golf Ciperna di Kota Cirebon dan

Kantor Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian

Barat (DOH JBB) di Klayan, Kabupaten

Cirebon.

N5 : “ Abdi mah tos lami damel di cibulan bu,

tukang nyewa-nyewaken samak nya lumayan

bu daripada teu aya padamelan di bumi

nganggur, pameget abdi oge sami damel di

cibulan janten tukang parkir, lumayan bu

nyewaken samak oge 10 rebu hiji samak sok

seueur nu nyewana, Alhamdulillah sok aya

ibu-ibu pangaosan ngayaken pangaosan di

cibulan sok peryogi nyewa samak seueur, tamu

nu darongkap ka cibulan mah seueur bae

janten alhamdulillah asa kabantosan

padamelan, ayana pemandian cibulan teh

nyuburken oge ka masyarakat di dieu utamana

mah kitu nu karaos ku abdi, cobi upami teu aya

cibulan boa abdi sareng pameget abdi

nganggur, kan lumayan bu ayana cibulan nu

ngalanggur tiasa ngiring damel di cibulan,

icalan naon wae oge laku bae bu sapertos pop

mie atanapi cai kopi “.

Hasil wawancara dengan ibu penyewa

tiker mengatakan bahwa adanya objek wisata

pemandian cibulan itu sangatlah besar

34

manfaatnya karena bisa memberi lapangan

kerja kepada masyarakat setempat.

Cibulan sepenuhnya dikelola oleh

Pemerintah Desa Manis Kidul. Pendapatan

kotor dari Obyek Wisata Cibulan tiap

minggunya rata-rata mencapai diatas Rp 3

juta. Uang sebesar itu didapat dari penjualan

tiket masuk Week Day seharga Rp 17.000

untuk orang dewasa dan Rp 15.000 untuk

anak-anak, Weekend seharga Rp.20.000

untuk orang dewasa, Rp. 18.000 untuk anak-

anak, sedangkan untuk Hari Raya Rp. 22.000

untuk orang dewasa Rp. 20.000 untuk anak-

anak. Jumlah tersebut bisa mencapai berkisar

Rp 50 juta per minggu pada masa puncak

kunjungan pelancong, yaitu selama Lebaran.

Lonjakan pendapatan itu dimungkinkan,

karena pada masa Lebaran jumlah

pengunjung Cibulan bisa naik puluhan kali

lipat dibanding hari-hari biasa. "Hari-hari

biasa pengunjung tempat ini berkisar 50-100

orang per hari, tetapi pada saat Lebaran bisa

mencapai 3.000 per hari. Sedangkan untuk

parkir :

1. Mobil Rp. 5.000

2. Motor Rp. 3.000

3. Bus/Truk/Elf Rp. 25.000

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang

secara langsung menyentuh dan melibatkan

masyarakat, sehingga membawa berbagai

dampak terhadap masyarakat setempat.

Adapun dampak positif dan dampak negatif

nya yaitu :

1. Dampak Positif :

- Meningkatkan Pendapatan Daerah

khususnya daerah-daerah wisatawan.

- Mereka berdagang demi mendapatkan

uang guna mempertahankan kehidupan

mereka.

- Bertambahnya kesempatan kerja

- Kesejahteraan masyarakat meningkat

- Terciptanya lapangan kerja.

2. Dampak Negatif :

- Ketergantungan kepada wisatawan yang

berkunjung.

- Terjadinya perusakan lingkungan oleh

pengunjung

- Timbulnya persaingan usaha

1. Pedagang di lokasi Kolam Cibulan

Pedagang asongan di kawasan kolam

pemandian cibulan sudah mulai teratur untuk

berjualan di lokasi pemandian. Hal ini

semata-mata dilakukan untuk meningkatkan

kualitas layanan kepada para pengunjung agar

tidak terus di cap jelek dan mengganggu

kenyamanan pengunjung. Maka tahun lalu

pihak pengelola pemandian cibulan berupaya

agar aktivitas berdagang yang dijalankan

berlangsung lebih tertib. Dengan begitu

situasi di kawasan pemandian cibulan terasa

lebih nyaman karena pengunjung tidak

merasa dikerumuni pedagang.

Gambar 2 Kios-Kios Para Pedagang

Kolam pemandian Cibulan juga menjadi

sumber pendapatan bagi penduduk Desa

Maniskidul dengan menjadi pedagang

asongan atau membuka warung makan di

sekitar tempat wisata itu. Mereka kebanyakan

menjual minuman ringan dan makanan kecil

serta makanan ikan berupa kacang atom dan

ikan wader.

2. Manfaat dan Keuntungan Pemandian

Cibulan terhadap Pedagang.

Pemandian Cibulan yang terletak di Desa

Maniskidul Kecamatan Jalaksana, sangat

membantu sekali dalam perekonomian

masyarakat setempat. Karena dengan adanya

tempat wisata pemandian cibulan disekitar

masyarakat tersebut, para penduduk dapat

membuka usaha disekitar pemandian cibulan

seperti berdagang. Adanya Objek Wisata

Pemandian Cibulan memberikan manfaat

yang besar bagi kehidupan para pedagang

karena pedagang dapat memanfaatkan

potensi onjek wisata pemandian cibulan

sebagai lapangan pekerjaan bagi mereka.

Dengan banyaknya usaha dagang yang

35

dikelola oleh para pedagang akan membantu

pedagang dalam meningkatkan kemakmuran

dan kesejahteraan hidup pedagang. Adanya

objek wisata pemandian cibulan yang

dimanfaatkan oleh penduduk sekitar

pemandian cibulan terutama yang bekerja

menjadi pedagang di lokasi pemandian

cibulan dapat membantu tingkat kemakmuran

dan kesejahteraan hidup para pedagang.

Pendapatan merupakan keuntungan ekonomi

yang didapat seseorang yang menyangkut

jumlah yang dinyatakan dengan uang.

Pendapatan yang diperoleh akan digunakan

untuk membiayai kehidupan sehari - hari para

pedagang yang meliputi kebutuhan pangan,

sandang dan papan yang merupakan

kebutuhan primer maupun sekunder. Untuk

membiayai kebutuhan hidupnya ada kalanya

dari pendapatan yang diperoleh apabila ada

sisa sebagai pedagang di objek wisata

pemandian cibulan dengan memperoleh

penghasilan bersih antara Rp. 20.000-

Rp.30.000 jika berdagang pada hari biasa,

tetapi jika pedagang pada waktu hari libur

bisa mencapai Rp.50.000 per hari.

3. Pengaruh Pengunjung Terhadap

Pedagang di Kawasan Pemandian

Cibulan.

Adanya objek wisata pemandian cibulan

memberikan pengaruh positif bagi perilaku

social ekonomi pedagang yaitu semakin

luasnya kesempatan usaha, membuka

lapangan pekerjaan, meningkatan pendapatan

dan pola fikir pedagang dalam pengembangan

usaha dagang. Sedangkan pengaruh

negatifnya yaitu meningkatnya harga di

daerah wisata, adanya persaingan dan

pencemaran lingkungan. Keberadaan

pemandian cibulan berpengaruh terhadap

perilaku social ekonomi pedagang. Proses

interaksi social menghasilkan dua pola yaitu

pola interaksi social asosiatif dan pola

interaksi sosial disosiatif. Bagi pedagang agar

memiliki sikap terbuka untuk menerima

perbedaan-perbedaan agar lebih aktif

memberikan penyuluhan untuk mencegah

persaingan dan pertentangan atau pertikaian

antara pedagang utuk menciptakan

lingkungan yang aaman dan nyaman.

Kesimpulan

Dari uraian dan penjelasan mengenai

pengaruh objek wisata pemandian cibulan

terhadap pedagang di kawasan pemandian

cibulan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tempat wisata pemandian cibulan sangat

bermanfaat bagi penduduk setempat

untuk berdagang.

2. Pedagang dapat menghasilkan

keuntungan lebih besar dari tempat wisata

pemandian cibulan.

Rekomendasi

Pemerintah Kabupaten Kuningan

hendaknya menempatkan sarana dan

prasarana Obyek Wisata Pemandian Cibulan

sesuai dengan masa trend yang ada sekarang

ini sehingga akan tercipta suasana baru yang

akan membuat pengunjung merasa lebih

nyaman, senang dan tidak bosan berada di

lokasi pemandian.

Ucapan Terima kasih

Penulis menyampaikan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu

dan mendukung penelitian ini, terutama

kepada rekan-rekan di Kelompok Jabatan

Fungsional Keahlian Perencana Kabupaten

Kuningan dan Bidang PADPE Bappeda

Kabupaten Kuningan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Bupati Kuningan Nomor 8 Tahun

2012 tentang Standar Jasa Usaha

Kepariwisataan.

Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 9

Tahun 1990.

Undang- Undang Republik Indonesia

Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan.

Esih Kurniasih, SE

Perencana Ahli Pertama

Bappeda Kabupaten Kuningan

36

PEMANFAATAN DIGITALISASI DALAM MENDUKUNG

PELAYANAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM BERKUALITAS

DI KABUPATEN KUNINGAN

Mari’a Fitri Pratama Lia Oktavianti

Perencana Ahli Pertama

Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan

INTISARI

Di zaman digitalisasi sekarang ini smartphone merupakan kebutuhan yang tidak dapat

terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Baik untuk sekedar berkomunikasi maupun digunakan

untuk kegiatan lain diantaranya penggunaan smartphone untuk kegiatan mobilisasi. Seperti

halnya penggunaan ojek online menjadi sarana transportasi masyarakat yang utama

dibandingkan penggunaan angkutan penumpang umum. Dengan semakin pesatnya

perkembangan teknologi smartphone khususnya yang berbasis Android saat ini dan semakin

banyaknya masyarakat yang menggunakan smartphone bersistem operasi Android. Oleh

karenanya agar penggunaan angkutan penumpang umum masih menjadi primadona

dimasyarakat, pemerintah berupaya untuk dapat memperbaiki pelayanan kinerja angkutan

penumpang umum dengan membuat aplikasi angkutan umum yang dapat digunakan oleh

berbagai kalangan masyarakat secara mudah, cepat, akurat dan aman. Penelitian ini

menggunakan metode deskriftif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini dengan metode pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data

primer dilakukan melalui Focus Grup Discussion (FGD), sedangkan untuk pengumpulan data

sekunder merupakan dokumen-dokumen yang didapatkan dari instansi pemerintahan di

Kabupaten Kuningan. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Perhubungan

menyediakan aplikasi angkutan umum yang dapat diunduh pada aplikasi google play yaitu

aplikasi KIRIBANG. Aplikasi angkutan umum ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat

dalam mendapatkan angkutan umum. Maka dibutuhkan pengembangan perangkat lunak

berbasis Android agar para pengguna Android yang menggunakan Angkutan umum bisa

mendapatkan informasi tentang angkutan umum dan meningkatan minat masyarakat untuk naik

angkutan penumpang umum.

Kata Kunci: Kabupaten Kuningan, Deskriptif Kualitatif, Aplikasi Android, Angkutan

Penumpang Umum, Aplikasi KIRIBANG.

ABSTRACT

In this age of digitalization, smartphones are needs that cannot be separated from community

activities. Not only for communicating but also used for other activities including the use of

smartphones for mobilization activities. As is the case with the use of online motorcycle taxis,

it becomes the main means of public transportation compared to the use of public passenger

transportation. With the rapid development of smartphone technology, especially those based

on Android at this time and the increasing number of people who use smartphones operating

system Android. Therefore, to make the use of public passenger transportation still the mainstay

of the community, the government seeks to improve the performance of public passenger

transportation services by making public transportation applications that can be used by

various groups of people easily, quickly, accurately and safely. This study uses a qualitative

descriptive method. Data collection methods used in this study are primary

and secondary data collection methods. Primary data collection is done through

37

Focus Group Discussions (FGDs), while secondary data collection is documents obtained from

government agencies in Kuningan Regency. Kuningan Regency Government through the

Department of Transportation provides a public transport application that can be downloaded

on the google play application, the KIRIBANG application. This public transportation

application is expected to facilitate the public in getting public transportation. Then the

development of Android-based software is needed so that Android users who use public

transport can get information about public transportation and increase public interest in public

transport.

Keywords: Kuningan District, descriptive qualitative, android application, public passenger

transportation, KIRIBANG application.

Pendahuluan

Latar Belakang

Transportasi publik bukanlah pilihan

utama masyarakat untuk beraktivitas sehari-

hari. Keengganan masyarakat menggunakan

moda transportasi publik juga dipengaruhi

faktor dari moda transportasi publik itu

sendiri. Kendala lain dari transportasi public

terutama angkutan penumpang umum dalam

hal pelayanannya yaitu bahwa calon

penumpang terkadang tidak mengetahui jalur

mana saja yang akan dilalui angkutan umum

dalam mencapai tujuannya dikarenakan

kurangnya informasi mengenai rute trayek

angkutan umum yang begitu banyak.

Membuat pengguna (user) sering

mendapatkan informasi yang kurang efisien

mengenai rute atau jalur. Hal ini membuat

pengguna (user) kesulitan dalam

mendapatkan angkutan umum juga

ketidaksesuaian tarif yang seharusnya

dengan dilapangan semakin menyulitkan

pengguna (user) menggunakan angkutan

umum.

Permasalahan Angkutan umum di

Kabupaten Kuningan berdasarkan jumlah

izin trayek terus mengalami penurunan setiap

tahunnya. Hal ini diakibatkan karena

persaingan dengan angkutan online maupun

kepemilikan kendaraan pribadi. Berangkat

dari hal tersebut Dinas Perhubungan

Kabupaten Kuningan memanfaatkan aplikasi

yang diusung oleh perangkat smartphone

android, yaitu berupa aplikasi yang dapat

diunduh pada google play. Dengan semakin

pesatnya perkembangan teknologi

smartphone yang berbasis Android. Dan

pemenuhan kebutuhan akan pelayanan

angkutan umum perlu adanya pengembangan

perangkat lunak berbasis Android bagi para

pengguna (user) Android yang menggunakan

Angkutan umum sehingga bisa mendapatkan

informasi tentang angkutan umum.

Smartphone berbasis android akan

memberikan dampak baik bagi pengguna

(user)anya apabila ditunjang dengan aplikasi-

aplikasi yang mendukung pengguna (user)

smartphone untuk melakukan atau mencari

suatu tempat atau lokasi. Karena dengan

aplikasi pendukung tersebut pengguna (user)

dapat menghemat waktu dengan efisien.

Seiring dengan perkembangan ilmu dan

teknologi yang ada dalam smartphone,

diantaranya aplikasi google maps, GPS, dan

petunjuk lokasi lainnya.

Google maps merupakan jasa peta globe

virtual gratis yang disediakan secara online.

Selain itu dengan pemanfaatan aflikasi

google maps juga ditunjang oleh GPS (global

positioning system) yang bertujuan untuk

mengetahui letaktempat yang dituju dan

mengetahui keberadaan pengguna (user)

dengan bantuan sinyal satelit. Dengan vitur

ini dapat mengembangkan perangkat lunak

berbasis website maupun berbasiskan

Android untuk memvisualisasikan peta.

Sedangkan Aplikasi KIRIBANG adalah jasa

untuk navigasi serta mode transportasi

lainnya seperti engine dalam pencarian rute

angkot. Dengan memanfaatkan kedua vitur

ini dapat dikembangkan pencarian rute

angkot pada perangkat lunak berbasiskan

Android. Sebuah perangkat lunak dengan

pemanfaatan aplikasi KIRIBANG dengan

38

visualisasi peta dan pencarian rute angkutan

umum yang diharapkan dapat membantu user

atau calon penumpang angkutan umum

dalam mencari suatu rute dan angkutan

umum terdekat dengan calon penumpang di

Kabupaten Kuningan.

Aplikasi KIRIBANG merupakan aplikasi

pencarian angkutan umum terdekat dengan

pengguna (user) sesuai dengan tujuan yang

akan dituju. Aplikasi ini juga dapat

memantau pergerakan angkutan umum yang

akan melintas maupun kendaraan yang

sedang dinaiki oleh pengguna (user) apakah

sesuai dengan rute yang seharusnya atau

mengalami penyimpangan rute trayek.

Angkutan umum yang terdapat pada aplikasi

KIRIBANG meliputi angkutan umum

perkotaan, angkutan umum perdesaan, bus,

dan travel ( angkutan jemputan) dan ojek.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemanfaatan digitalisasi

dalam pelayanan angkutan penumpang

umum di Kabupaten Kuningan?

2. Bagaimana pemahaman pengguna

terhadap pelayanan angkutan penumpang

umum berbasis aplikasi?

Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini

adalah sebagai berikut:

1. memberikan kemudahan terhadap

pengguna aplikasi smartphone dalam

pelayanan angkutan penumpang umum di

kabupaten kuningan.

2. Mengetahui pengguna angkutan

penumpang umum di Kabupaten

Kuningan terhadap penerapan aplikasi

KIRIBANG

Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan rute trayek pada moda

transportasi angkutan umum di

Kabupaten Kuningan

2. Mengidentifikasi pengguna angkutan

umum berbasis aplikasi yaitu aplikasi

KIRIBANG

Metodologi Penelitian

Pendekatan Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif kualitatif. Data yang digunakan

dalam penelitian ialah data kualitatif yang

berguna untuk mendapatkan data primer

maupun sekunder kemudian dianalisa untuk

memperoleh hasil penelitian sesuai dengan

tujuan penelitian. Pendekatan kualitatif

adalah pendekatan dengan menghasilkan

prosedur analisis yang tidak menggunakan

analisis statistik atau cara kuantifikasi

lainnya.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk data

primer dan data sekunder. Teknik

pengumpulan data primer dilakukan dengan

focus grup discussion. Focus grup discussion

(FGD) dilakukan dengan dinas instansi

terkait diantaranya adalah Kepolisian,

organda, pengusaha angkutan penumpang

umum. Sedangkan untuk data sekunder

merupakan dokumen-dokumen yang didapat

dari instansi pemerintah Kabupaten

Kuningan yaitu Dinas Perhubungan

Kabupaten Kuningan.

Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data primer dan data sekunder

dalam penelitian ini diolah dengan

mendeskripsikan pelayanan angkutan

penumpang umum berbasis aplikasi. Yaitu

dengan memberikan gambaran kepada

pengguna angkutan penumpang umum dalam

menggunakan aplikasi pelayanan angkutan

penumpang umum pada aplikasi smartphone.

Gambaran Umum Wilayah Studi

Kabupaten Kuningan secara topografi

merupakan wilayah perbukitan dengan luas

wilayahn adalah 1.178.58 km2. Kabupaten

Kuningan terdiri atas 32 Kecamatan, 15

Kelurahan dan 361 Desa.

39

Untuk dapat menjangkau seluruh wilayah

di Kabupaten Kuningan, maka Pemerintah

Daerah menyediakan moda transportasi

berupa angkutan penumpang umum

perkotaan dan angkutan penumpang umum

perdesaan.

Tabel 1. Angkutan Penumpang Umum

Jenis Angkutan Jumlah

Trayek

Jumlah

Kendaraan

Angkutan penumpang

umum perkotaan

10 528

Angkutan penumpang

umum perdesaan

29 453

Wilayah studi pada penelitian ini hanya

didaerah CBD (Central Bussines Distric)

Kabupaten Kuningan, dengan kendaraan

yang beroperasi adalah angkutan penumpang

umum perkotaan. Hal ini disebabkan karena

aplikasi KIRIBANG baru menyediakan

untuk kendaraan angkutan penumpanng

umum perkotaan di Kabupaten Kuningan.

Tinjauan Pustaka

Angkutan Penumpang Umum

Angkutan adalah sarana untuk

memindahkan orang atau barang dari suatu

tempat ke tempat lain dengan tujuan

membantu orang atau kelompok orang serta

menjangkau berbagai tempat yang

dikehendaki, atau mengirimkan barang dari

tempat asalnya ketempat tujuannya.

Prosesnya dapat dilakukan menggunakan

sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa

kendaraan. Angkutan Umum adalah

angkutan penumpang yang dilakukan dengan

system sewa atau bayar. Kendaraan umum

dapat berupa mobil penumpang, bus kecil,

bus sedang, dan bus besar. Mobil penumpang

yang digunakan untuk mengangkut

penumpang umum disebut mobil penumpang

umum (MPU). Bus kecil dicirikan dengan

jumlah tempat duduk sekurang-kurangnya 9

(sembilan) sampai 19 (sembilan belas)

tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk

pengemudi. Bus sedang adalah mobil bus

yang dilengkapi sekurang-kurangnya 20 (dua

puluh) sampai dengan 30 (tiga puluh) tempat

duduk. Bus besar adalah bus yang dilengkapi

sekurangkurangnya 31 (tiga puluh satu)

tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk

pengemudi.

Pelayanan angkutan orang dengan

kendaraan umum dapat diklasifikasikan

berdasarkan wilayah pelayanan, operasi

pelayanan, dan peranannya. Berdasarkan

wilayah pelayanannya, angkutan penumpang

umum terdiri atas angkutan pedesaan,

angkutan perkotaan, angkutan antar kota, dan

angkutan lintas batas negara. Berdasarkan

operasi pelayanannya, angkutan penumpang

umum dapat dilaksanakan dalam trayek tetap

dan teratur serta tidak dalam trayek.

Tujuan utama keberadaan angkutan

umum penumpang adalah menyelenggarakan

pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi

masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik

adalah pelayanan yang aman, cepat, murah

dan nyaman. Selain itu, keberadaan angkutan

umum penumpang juga membuka lapangan

kerja. Keberadaan angkutan umum

penumpang mengandung arti pengurangan

volume lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini

dimungkinkan karena angkutan umum

penumpang bersifat angkutan massal

sehingga biaya angkut dapat dibebankan

kepada lebih banyak orang atau penumpang.

Banyaknya penumpang menyebabkan biaya

penumpang dapat ditekan serendah mungkin.

Wilayah Pelayanan Angkutan Penumpang

Umum

Untuk merencanakan sistem angkutan

penumpang umum serta penetapan

kewenangan penyediaan, pengelolaan, dan

pengaturan pelayanan angkutan penumpang

umum perlu ditetapkan wilayah pelayanan

angkutan penumpang umum. Penentuan

batas wilayah angkutan penumpang umum

akan mencakup perencanaan jaringan jalan

dan penentuan wilayah pelayanan angkutan

penumpang umum.

Perencanaan jaringan trayek meliputi

pola tata guna lahan, pola pergerakan

penumpang angkutan umum, kepadatan

penduduk suatu wilayah, daerah pelayanan,

serta karakteristik jaringan jalan yang akan

40

dilalui oleh angkutan penumpang umum.

Pelayanan angkutan umum diusahakan

mampu menyediakan aksesibilitas yang baik.

Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek

angkutan umum diusahakan bangkitan

pengguna angkutan umum dengan potensi

permintaan yang tinggi. Demikian juga

lokasi-lokasi yang menjadi potensial menjadi

tujuan bepergian diusahakan menjadi

prioritas pelayanan dengan rute angkutan

diharapkan mengikuti pola pergerakan

pengguna jasa angkutan umum sehingga

tercipta pergerakan yang lebih efisien. Hal itu

sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan

terhadap penyediaan fasilitas angkutan

umum.

Agar terlaksananya perencanaan yang

baik maka penentuan wilayah pelayanan

angkutan penumpang umum dapat

ditentukan setelah mengetahui batas wilayah

terbangun yang akan dilintasi oleh jaringan

jalan dan rute trayek dengan mengetahui

aspek batas wilayah terbangun, pelayanan

angkutan penumpang umum diwilayah

terbangun, struktur jaringan jalan, geometric

dan kontruksi jalan. Batas wilayah ini dapat

diketahui dengan cara melihat peta pengguna

lahan suatu kota dan daerah sekitarnya atau

dengan mengunakan foto udara. Sehingga

dapat menentukan titik terjauh pelayanan

angkutan penumpang umum, dilakukan

beberapa cara yaitu menghitung besarnya

permintaan pelayanan angkutan penumpang

umum yang terletak di sekitar batas wilayah

terbangun, menghitung jumlah penumpang

minimal untuk mencapai titik impas

pengusaha angkutan penumpang umum serta

menentukan batas wilayah pelayanan dengan

menghubungkan titik-titik terluar yaitu

dengan dengan melihat panjang

koridor/simpul lahan dan kesempatan kerja

sepanjang 400 m di kanan dan kiri.

Penentuan Jadwal dan Jumlah Angkutan

Penumpang Umum

Penentuan jadwal angkutan penumpang

umum harus memperhatikan hal-hal berikut

diantaranya adalah headway (waktu antara),

jumlah armada angkutan penumpang umum

dan waktu perjalanan yaitu waktu yang

dibutuhkan oleh suatu kendaraan angkutan

penumpang umum dari asal perjalanan

menuju ke tempat tujuan akhir termasuk

waktu singgah pada tempat-tempat

perhentian seperti halte atau simpul-simpul

yang telah ditetapkan.

Pengunaan kendaraan angkutan umum

menghendaki adanya tingkat pelayanan yang

cukup memadai, baik waktu tempuh, waktu

tunggu maupun keamanan dan kenyamanan

yang terjamin selama dalam perjalanan.

Tuntutan akan hal tersebut dapat dipenuhi

bila penyediaan armada angkutan umum

berada pada garis yang seimbang dengan

permintaan jasa angkutan umum.

Penentuan jumlah kendaraan angkutan

umum harus memperhatikan besaran wilayah

dan sebaran penduduk. Hal ini dapat

diperkirakan besaran bangkitan dan tarikan

pengguna (user) angkutan penumpang umum

diwilayah tersebut.

Pengertian Aplikasi, Smartphone dan

Android

Aplikasi merupakan software

(perangkat lunak) atau program dalam

computer yang dibuat, dioperasikan dan

digunakan untuk system tertentu guna

mengerjakan tugas-tugas/perintah tertentu.

Dalam pengembangan program aplikasi,

guna memerintahkan suatu tugas pada

program sesuai dengan kebutuhan maka

dibutuhkan suatu bahasa program (leaguage

software) yang merupakan bahasa dan

program yang ditulis merupakan program

aplikasinya. Fungsi dari leaguage software

adalah agar dapat menulis program dengan

bahasa yang lebih mudah, dan akan

menterjemahkan ke bahasa komputer. Untuk

mengembangkan suatu program aplikasi

dalam memecahkan suatu permasalahan

dapat berhasil dengan baik, maka dibutuhkan

prosedur dan perencanaan yang baik dalam

mengembangkan program tersebut.

Banyaknya perusahaan maupun

perorangan ynag mengembangkan perangkat

lunak berupa program yang dapat

disesuaikan dengan kebutuhan sehingga

41

dapat diandalkan, sesuai dengan permintaan

pengguna, dirancang dengan baik, relative

user friendly, mempunyai manual book,

mampu dikembangkan dimasa yang akan

datang.

Smartphone atau telepon pintar yaitu

telepon yang pada zaman sekarang ini

kemampuannya dapat menyamai

kemampuan pada PC (personal computer)

walaupun dalam kondisi terbatas.

Pada smartphone dapat kita masukan

fitur-fitur lain berupa penambahan aplikasi

yang dapat menunjang fungsi dari pengguna

smartphone. Penambahan aplikasi pada

smartphone bukan saja aplikasi bawaan yang

diproduksi oleh perusahaan smartphone

tersebut namun juga dibuat oleh pihak

ketiga atau operator telekomunikasi. Fungsi

lain dari smartphone yang adalah adanya fitur

antar muka termasuk keyboard Qwerty yang

biasanya terpasang standar untuk komputer.

Android merupakan suatu perangkat

lunak yang digunakan untuk perangkat

mobile yang meliputi system operasi yang

difungsikan untuk menjalankan sebuah

device mobile. Android merupakan platform

lengkap mulai dari system operasi, aplikasi,

tool developing, market aplikasi, dukungan

industry mobile dan telekomunikasi juga

dukungan open system. Hal ini merupakan

suatu keunggulan yang dimiliki oleh platform

android.

Pembahasan

Peningkatan pengguna kendaraan roda

dua maupun kendaraan roda empat di

Kabupaten Kuningan meningkat setiap

tahunnnya. Peningkatan ini menunjukan

mobilitas penumpang di Kabupaten

Kuningan meningkat. Tabel 2. Jumlah Kendaraan

di Kabupaten Kuningan

Tahun

Jenis Kendaraan

Sedan, Jeep,

Minibus

Sepeda

Motor

2017 19.510 278.323

2018 21.733 299.515

Sumber : Samsat Kab.Kuningan

Berbagai macam permasalahan dalam

pelayanan, pengadaan, dan pembinaan

angkutan umum dalam trayek diberbagai

daerah ditambah dengan pembangunan

infrastruktur transportasi dalam mendukung

penguraian volume kendaraan di jalan untuk

mengurangi kemacetan tidak serta merta

dengan peningkatan fasilitas angkutan umum

yang baik khususnya didaerah-daerah. Salah

satu permasalahan angkutan umum adalah

ketidakmampuan para pengusaha angkutan

umum dalam trayek untuk dapat bersaing

dengan angkutan tidak dalam trayek yaitu

angkutan online. Permasalahan yang

kompleks dalam pelayanan angkutan umum

dalam trayek yaitu tidak terjadwalnya

kedatangan angkutan umum,

ketidaknyamanan pelayanan berupa lamanya

perjalanan dikarenakan mengetem atau

berputar dalam suatu wilayah yang bukan

lintasan berdasarkan rute trayek yang sudah

ditetapkan, katidakpastian tarif angkutan

umum yang diberlakukan, maupun

kurangnya fasilitas di dalam kendaran

angkutan umum. Dari permasalahan-

permasalahan tersebut diatas mengakibatkan

penurunanan pengguna angkutan penumpang

umum di Kabupaten Kuningan dari 5 tahun

terakhir.

Tabel 3. Jumlah Angkutan Penumpang

Umum di Kabupaten Kuningan

Tahun

Jenis Angkutan Umum

Jumlah

Angkutan

Kota

Angkutan

Perdesaan

2015 532 482 1.014

2016 532 482 1.014

2017 532 478 1.010

2018 529 456 985

2019 528 453 981

Sumber: Bidang Angkutan, 2019

42

Dari tabel diatas dapat dilihat

penurunan jumlah kendaraan bermotor yang

beroperasi di Kabupaten Kuningan.

Penurunan angkutan penumpang umum

diakibatkan oleh kemudahan dalam

kepemilikan kendaraan pribadi juga

persaingan dengan angkutan online.

Kendaraan angkutan umum yang

banyak mengalami penurunan diantaranya

adalah angkutan perdesaan dari 5 tahun

terakhir terdapat 29 unit kendaraan,

sedangkan untuk kendaraan angkutan

perkotaan hanya mengalami penurunan 4 unit

kendaraan.

Gambar 1. Rute Trayek Angkutan Umum

Perkotaan di Kabupaten Kuningan

Dilihat dari peta diatas bahwa

pelayanan rute angkutan di wilayah

perkotaan di Kabupaten Kuningan sudah

dapat dilayani oleh angkutan penumpang

umum. Namun kenyataan dilapangan

pengguna angkutan penumpang umum tetap

tidak dapat bersaing dengan kendaran sepeda

motor dan atau mobil pribadi dan angkutan

online. Oleh karenanya pemerintah daerah

melalui Dinas Perhubungan berinisiatif untuk

memberikan pelayanan yang berkualitas

kepada masyarakat dalam hal pelayanan

angkutan penumpang umum, dengan adanya

aplikasi angkutan umum yaitu KIRIBANG.

Aplikasi angkutan umum yaitu aplikasi

yang digunakan dengan menggunakan

system android pada smartphone. Sehingga

pengguna dapat menngunakannya aplikasi

tersebut dimanapun dan kapanpun

membutuhkan.

Seiring dengan perkembangan zaman

yang serba cepat dan mudah, maka peran

teknologi menjadi penting. Sekalipun

kemajuan teknologi komunikasi tersebut

masih dalam perjalanannya, tapi sejak

sekarang sudah dapat diperkirakan terjadinya

berbagai perubahan di bidang komunikasi

maupun di bidang-bidang kehidupan lain

yang berhubungan, sebagai implikasi dari

perkembangan teknologi komunikasi.

Perkembangan teknologi komunikasi

yang diadopsi oleh pemerintah daerah

Kabupaten Kuningan dengan memanfaatkan

sumber yang sudah ada yaitu dengan

menggabungkan aplikasi google play yang

berada pada smartphone dengan system

android dan pelayanan angkutan penumpang

umum. Aplikasi angkutan umum Kabupaten

Kuningan ynag dapat diunduh melalui google

play yaitu aplikasi KIRIBANG. Kendaraan

angkutan umum yang masuk dalam aplikasi

angkutan umum tersebut adalah angkutan

umum perkotaan, angkutan umum perdesaan,

bus AKAP dan AKDP, juga travel antar

jemput.

Gambar 2. Aplikasi KIRIBANG

Aplikasi KIRIBANG dapat digunakan

oleh pengguna (user) smartphone dari

berbagai kalangan usia dengan mudah, cepat,

akurat dan aman. Bagi pengguna (user) (user)

smartphone untuk dapat menggunakan

aplikasi KIRIBANG hendaknya untuk dapat

mendownload terlebih dahulu.

43

Sumber: Aplikasi KIRIBANG

Gambar 3. Registrasi Aplikasi KIRIBANG

Untuk pengguna (user) aplikasi yang

belum memiliki akun maka harus registrasi

seperti pada tampilan gambar diatas dengan

mengisi username, password, nama, no Hp,

dan email. Setelah semua terisi dan login

maka akan menampilkan lokasi pengguna

(user). Dan pengguna (user) akan dapat

memilih jenis angkutan umum dan nomor

rute trayek angkutan umum yang sesuai

dengan tujuan pengguna (user). Kemudian

smartphone akan menampilkan rute trayek

angkutan tertuju, plat nomor kendaraan, serta

foto driver.

Gambar 4.

Login Aplikasi KIRIBANG

Apabila pengguna sudah memutuskan

pilihan rute kendaraan angkutan penumpang

umum maka smartphone akan memberikan

tanda centang ( √ ) yang artinya pengguna

sudah memberitahu dan memberikan

notifikasi serta posisi lokasi pengguna (user)

kepada driver.

Gambar 5. Pemilihan angkutan umum

pada aplikasi KIRIBANG

Penggunaan aplikasi angkutan umum

KIRIBANG sama dengan penggunaan

angkutan umum online, yaitu pengguna

(user) dapat melihat angkutan umum tersebut

berada dilokasi mana, apakah sudah

bergerak, maupun sudah sampai dalam

beberapa waktu.

Gambar 6. Rute angkutan umum terpilih

pada aplikasi KIRIBANG

Apabila pengguna sudah memilih

angkutan yang akan dinaiki maka aplikasi

KIRIBANG akan menampilkan tulisan

KIRIBANG dalam kotak persegi warna abu

pada bagian kiri atas layar.

44

Gambar 7. Pengguna (user) Sudah Berada

pada Angkutan Umum

Selanjutnya apabila pengguna (user)

sudah menaiki kendaraan angkutan umum

dan bergerak ± 100m maka kotak persegi

berwarna abu akan berubah menjadi warna

hijau. Dan apabila pengguna meminta untuk

berhenti maka pengguna harus memijit

tombol berwarna hijau sehingga memberikan

notofikasi suara pada aplikasi KIRIBANG

untuk memberikan tanda kepada smartphone

pengemudi (driver) untuk berhenti dan

menghentikan laju kendaraan angkutan

penumpang umum.

Gambar 8. Pemilihan Angkutan Umum

Pada Aplikasi KIRIBANG

Kesimpulan

Di era perkembangan digitalisasi yang

serba cepat, mudah, dan terjangkau. Sudah

seharusnya ikut serta mendukung

pelaksanaan dalam berbagai kegiatan. Tidak

hanya untuk berbelanja online maupun

berkomunikasi melalui smarphone namun

juga dapat digunakan untuk kegiatan

mobilisasi. Maraknya angkutan online baik

di kota-kota besar maupun daerah

memberikan tantangan tersendiri bagi

pengusaha angkutan umum. Kabupaten

Kuningan salah satu penikmat angkutan

online yang cukup signifikan dalam

penggunaanya, mulai dari anak sekolah

hingga untuk kegiatan berbelanja, antar

jemput kerja dan atau pemesanan makanan.

Dengan berkurangnya minat

masyarakat terhadap penggunaan angkutan

umum maka pemerintah daerah Kabupaten

Kuningan melalui Dinas Perhubungan juga

bekerja sama dengan perusahaan teknotani

meluncurkan inovasi aplikasi angkutan

umum. Aplikasi angkutan umum yang diberi

nama KIRIBANG sudah dapat diunduh pada

aplikasi smarphone berbasis android yaitu

melalui aplikasi google play. dengan

diluncurkannya aplikasi berbasis android

tersebut diharapkan masyarakat lebih

berminat menggunakan angkutan umum

dibandingkan dengan angkutan online. Hal

ini dikarnakan tarif angkutan umum lebih

murah dibandingkan angkutan online, juga

diharapkan masyarakat dapat bersosialisasi

dengan penumpang lain. Selain hal tersebut

juga mendukung kinerja pemerintah baik

pusat maupun daerah dalam pembangunan

infrastruktur transportasi masal.

Rekomendasi

Dalam rangka mendukung kinerja

pemerintah daerah dalam meningkatkan

kinerja pelayanan angkutan umum di

Kabupaten Kuningan maka penulis

memberikan saran:

- Mensosialisasikan aplikasi KIRIBANG

tidak hanya pada moment tertentu saja

namun juga pada kegiatan-kegiatan

seperti car free day

45

- Untuk mewujudkan pelaksanaan

aplikasi angkutan umum KIRIBANG

terlaksana dengan baik, pemerintah

daerah agar membuat edaran 1 day with

public transport

- Perbaikan fasilitas penunjang bagi

angkutan umum di Kabupaten

Kuningan

Ucapan Terimakasih

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Alloh SWT atas curahan nikmatnya. Tak lupa

penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-

pihak yang telah membantu dalam

memberikan dukungan tersusunnya tulisan

ini, terutama kepada ekan-rekan Jabatan

Fungsional Perencana.

Daftar Pustaka

Departemen Perhubungan, 2009, Undang-

undang No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ,

Dephub, Jakarta

Kementerian Perhubungan Darat, 2015,

Peraturan menteri Perhubungan PM

No.15 tahun 2019 tentang

penyelenggaraan angkutan orang dengan

kendaraan bermotor umum dalam trayek,

Kemenhubdat, Jakarta

Kementerian Perhubungan Darat, 2018,

Peraturan menteri Perhubungan PM

No.117 tahun 2018 tentang

penyelenggaraan angkutan orang tidak

dalam trayek, Kemenhubdat, Jakarta

Samsat Kabupaten Kuningan, Kuningan.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian

Administrasi. Bandung: Alfabeta

Mari’a Fitri Pratama

Lia Oktavianti, SH

Perencana Ahli Pertama

Dinas Perhubungan

Kabupaten Kuningan

46

Assessment Water Scarcity Index Based on Meteorological

Water Availability in Mountainous Area, Case Study in

Kuningan Regency, West Java Province

A Ismail1, I Mulyawan2*, M E Trianasari3, S Himayah1, and Jupri1

1 Department of Geography Education, FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia

2 Bappeda Kabupaten Kuningan

3 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta

*Senior Spatial Planner

ABSTRACT

Water demand will increase rapidly with uneven distribution due to urbanization,

industrialization and so on. On the other hand the quality of water is declining due to lack of

attention in handling waste and others on surface water and ground water. The availability of

water decreases when entering the dry season so that some regions often experience droughts

that have a very broad impact, and are cross-sectoral (economic, social, health, education,

etc.). One of the regions experiencing drought in West Java is Kuningan District so it is used

as the location of this research. The research data in the form of rainfall are interpolated using

the Inverse Distance Weighted (IDW) interpolation technique and overlayed with an

administrative map of the research location. As a result, water criticality is most prevalent in

37 villages in 16 sub-districts (very critical), 9 villages in 8 sub-districts (critical). The high

number of inhabitants in the area results in high water demand values, while the area is

relatively small causing a small availability of meteorological water. The lack of balance

between the needs and availability of water causes water vulnerability.

Introduction

Water is a basic human need that must

be met for survival. Water availability is one

of the global issues, where currently, the

availability of both quality and quantity is

declining. Water scarcity continues to

increase globally based on water scarcity

index parameters (WSIs), indicating an

increase in air scarcity over 30 years (1981-

2010) [1]. The increase of population in

global calculation has significant influence

for the increasing of water scarcity from 21%

(360 million) in 1905 to 34% (2.2 billion) in

2005 [2].

The impact of water scarcity as has been

studied in India for 15 years, shows a bad

influence on sustainable development and

social security which also triggers cases such

as water disputes, diseases, slow development

of agriculture, and urban development [3].

Climate change plays a small role compared

to water consumption in increasing water

scarcity [1].

The research of water scarcity index

based on meteorological water balance was

analyzed based on monthly rainfall and water

requirements measured by population. This

study model has been carried out in several

regions in Indonesia, including in Central

Java province [4], Bengawan Solo Watershed

[5]. This research was conducted for the

Central Java Province, which shows the

criticality of domestic water occurs in areas

with high population density and or have

relatively low rainfall [4]. The water scarcity

index which is calculated based on the pattern

of agricultural activities one, two, and three

times planting in the Bengawan Solo

watershed area shows a critical indication of

average water succession of 49.3% -69.8%.

47

Likewise, the projection in 2030 shows the

value of IKA approaching critical, that is,

62.8% and 90.1% [5].

Figure 1. Research Location

West Java BPBD reports, in 2018, a

drought in West Java Province during the dry

season had an impact on 213,726 households

of water shortages. Kuningan Regency

(Figure 1) is one of the administrative areas

where 1,720 households are affected. Water

scarcity in Kuningan Regency occurred in

three sub-districts (Ciniru, Cigandamekar,

and Karang Kancana) which covered five

villages namely Cihanjaro, Simpayjaya,

Sukasari, Pamupukan, and Jambugeulis

villages, with a total soul affected of 5,191

inhabitants. Also, the drought that occurs has

an impact on agricultural land. Efforts that

have been made by the government include

making temporary reservoirs, piping, and

dropping clean water at 25,000 liters/day. In

2019, West Java BPBD data shows recurring

drought disasters with an expanding

administrative area, covering Karang

Kancana, Cimahi, Cigandamekar, and Darma

Districts. The number of villages affected was

eight villages. Water scarcity that occurred in

2019 affected 7608 inhabitants (2612

households).

The research purpose is to identify

spatial distribution water availability based

on meteorological water balance, to calculate

water consumption based on population, and

to identify the vulnerable area to water

scarcity.

Methods

The research area is located in Kuningan

(1,195.71 km2), which is in one of the areas

around the highest active volcano in West

Java, Indonesia at coordinate 6o47’S -7o12’S

and 108o23’E – 108o47’E. Administratively,

Kuningan is bordered by Cirebon Regency,

Ciamis Regency, and Majalengka Regency,

and Brebes Regency. Kuningan Regency area

located on the Bogor zone [6], where the

physiography of the area is structural hills,

volcanic mountains, and alluvial plain, that

affected to the nature of orographic rainfall.

Physiographic diversity resulted in uneven

distribution of monthly rainfall [7]. The

amount of monthly rainfall ranges from 280

mm in March and 0.78 mm in August. The

type of rain in this region is an orography that

is influenced by the mountain to hilly

topography. The minimum temperature is

22,92oC, and the maximum temperature is

30,5oC (Figure 2).

Water availability was analyzed based

on regional average rainfall data from 22

available rain station at the study area, consist

of Mandirancan sta, Linggarjati sta,

Kalapagunung sta, Cigugur sta, Kuningan sta,

Gunungsirah sta, Darma sta, Karanganyar sta,

Babakanjati sta, Susukan sta, Garawangi sta,

Ciawigebang sta, Ciniru sta, Cihirup sta,

Ciwaru sta, Subang sta, Selajambe sta,

Luragung sta, Singkup/Pasawahan sta,

Lame/Japara sta, and Cibeureum sta. To get

spatial information on rainfall we use the

Inverse Distance Weighted (IDW)

interpolation technique. The interpolation

results are then overlaid with the village

administrative boundaries of the study area to

obtain the availability of meteorological

water in each village. Monthly rainfall data

from each station with a year of observation

varies during the period 2010-2014. Domestic

water needs in this study use assumptions,

where each person uses the needs of 100

liters/inhabitant/day.

48

Figure 2. Meteorological Condition (1) Monthly

Rainfall (2) Temperature Maximum and Minimum

Water availability was analyzed based

on regional average rainfall data from 22

available rain station at the study area, consist

of Mandirancan sta, Linggarjati sta,

Kalapagunung sta, Cigugur sta, Kuningan sta,

Gunungsirah sta, Darma sta, Karanganyar sta,

Babakanjati sta, Susukan sta, Garawangi sta,

Ciawigebang sta, Ciniru sta, Cihirup sta,

Ciwaru sta, Subang sta, Selajambe sta,

Luragung sta, Singkup/Pasawahan sta,

Lame/Japara sta, and Cibeureum sta. To get

spatial information on rainfall we use the

Inverse Distance Weighted (IDW)

interpolation technique. The interpolation

results are then overlaid with the village

administrative boundaries of the study area to

obtain the availability of meteorological

water in each village. Monthly rainfall data

from each station with a year of observation

varies during the period 2010-2014. Domestic

water needs in this study use assumptions,

where each person uses the needs of 100

liters/inhabitant/day.

Water scarcity index defines as water

consumption exceeds 75% of water

availability [8]. The level of water

vulnerability is expressed by the Water

scarcity index (IK) as shown in Table 1.

Table 1. Water Scarcity Class

No Water Scarcity Index Class

1 < 50 % Low

2 50-75 % Moderate

3 76-100 % High

4 >100 % Extrem

Results and Discussion

3.1. Meteorological Water Availability

Based on the distribution of rain that has

been described previously, it can be seen the

availability of water in each village in

Kuningan District. In general it can be seen

that in areas with high rainfall and large area

will have a high availability of meteorological

water and vice versa.

Based on the total water availability as a

whole in all districts, it is seen that the

existing water did not experience a deficit or

deficiency (except in August which

experienced a deficit due to the peak of the

dry month), because the water surplus level

was higher, this was proven by the

availability of existing water adequate.

Kuningan including areas that have many

rivers and saplings, when in the rainy season

or in the summer (dry), the water in it still fills

the river even though there is still a reduction

in discharge due to reduced supply also silting

up the river. This water is called the steady

flow (baseflow) can be used by the

community to meet their daily needs for

various activities.

3.2. Domestic Water Consumption

In daily life the use of water is

increasing along with the increase in

population, but it is not merely increasing the

use of water only because of the increase in

population, but also because of the

advancement of human life. The use of water

by a community increases with the progress

of the community, so the use of water is often

used as a benchmark for the progress of a

community. Thus the use of water is always

categorized as a capable family. According to

Schefter (1985) households with higher

income groups tend to use more water [9].

Figure 3. Water Consumption/Needs

49

Based on a map of the distribution of

water needs, it is known that the distribution

of villages that have high water needs is

spread in several villages. Purwawinangun

sub-district has a high level of water demand

which reaches an average of 40 million liters

per month whereas other areas in the

periphery zone (except Cibingbin Village)

tend to have low water needs. The lowest

water demand is in Nanggerangjaya Village,

Mandirancan District, which is only around

1.6 million liters per month. Based on the

facts of the results of the study it can be

concluded that the population in an area will

affect the use of water resources, where the

higher the number of residents in an area, the

use of water resources to meet daily water

needs is also higher.

3.3. Water Scarcity Index

Based on the calculation of water

availability and water needs as previously

explained, it can be seen which villages in

Kuningan Regency are experiencing water

criticality by comparing the value of water

needs and availability. The calculation results

show that water criticality occurs in areas that

have a high population density, the

assumption is that with a high population

density means that the ability of everyone to

get water to meet their daily needs will be

more difficult, especially if the area has less

amount of rainfall.

Figure 4. Water Scarcity

Vulnerable Area

In general, based on the map of the

distribution of critical villages presented in

Figure 5.10 above, it can be seen that most of

the water criticality occurs around the main

road and some form a frog jump pattern (leap

frog). The most critical water occurred in 37

villages in 16 districts (very critical), 9

villages in eight districts (critical). The high

number of inhabitants in the area results in

high water demand values, while the area is

relatively small causing a small availability of

meteorological water.

From the comparative data between the

availability and water needs, it can be seen

that in some villages, there is a level of water

demand that is greater than the availability of

water. the village. However, this does not

mean that in some villages there is a water

deficit or lack of water, this is because the

village has obtained water supply from other

villages in the vicinity, causing the water

supply in the river to remain throughout the

year.

Conclusion

Distribution of villages that have high

water needs are scattered in several villages.

Purwawinangun sub-district has a high level

of water demand which reaches an average of

40 million liters per month. While other areas

in the periphery zone (except Cibingbin

Village) tend to have low domestic water

needs. The lowest water demand is in

Nanggerangjaya Village, Mandirancan

District, which is only around 1.6 million

liters per month.

Water criticality is most prevalent in 37

villages in 16 sub-districts (very critical), 9

villages in 8 sub-districts (critical). The high

number of inhabitants in the area results in

high water demand values, while the area is

relatively small causing a small availability of

meteorological water. The lack of balance

between the needs and availability of water

causes water vulnerability.

50

References

[1] Scherer, L., & Pfister, S. (2016).

Dealing with uncertainty in water

scarcity footprints. Environmental

Research Letters, 11(5).

https://doi.org/10.1088/1748-

9326/11/5/054008

[2] Porkka, M., Gerten, D., Schaphoff, S.,

Siebert, S., & Kummu, M. (2016).

Causes and trends of water scarcity in

food production. Environmental

Research Letters, 11(1).

https://doi.org/10.1088/1748-

9326/11/1/015001

[3] Zhang, J., Cheng, Q., & Wang, Y.

(2018). One thirsty world - Analysis of

the water resources. IOP Conference

Series: Earth and Environmental

Science, 170(2).

https://doi.org/10.1088/1755-

1315/170/2/022092

[4] Muliranti, S., & Hadi, M. P. (2013).

Kajian Ketersediaan Air Meteorologis

Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air

Domestik Di Propinsi Jawa Tengah

dan DIY. Jurnal Bumi Indonesia, 2(2),

23–32. Retrieved from

http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/

jbi/article/view/160/157

[5] Rejekiningrum, P. (2014). Identifikasi

kekritisan air untuk perencanaan

penggunaan air agar tercapai

ketahanan air di das bengawan solo.

Seminar Nasional FMIPA-UT, 170–

184

[6] van Bemmelen, R. W. (1949). The

Geology of Indonesia v. 1A.

Government Printing Office

[7] Seyhan, E. (1999). Dasar Dasar

Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

[8] Martopo, S., 1991. Keseimbangan

Ketersediaan Air di Pulau Bali.

Laporan Penelitian. Fakultas Geografi

UGM, Yogyakarta

[9] Schefter, J. E. and E. L. David (1985),

“Estimating Residential Water

Demand Under Multi-part Tariffs

Using Aggregate Data”, Land

Economics, 61(3), 272-280

Iwan Mulyawan, S.Si., M.Sc

Senior Spatial Planner

Bappeda Kabupaten Kuningan