附录(一) 采访的问题 - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/asli/lampiran/2011-2-00570 md...
TRANSCRIPT
22
附录(一)
采访的问题
1. 这个建筑物什么时候成立?
2. 原始形式是怎样?这个建筑物到现在有没有形式和作用的
变化?
3. 如果有形式变化,有什么理由?应该保护建筑物,因为那
是有历史的建筑物列入文化遗产,有城市自己的特别。
4. 如果有作用变化,有什么理由选择这个位置?
5. 未来这个建筑物会不会被维护?有什么理由要维护?
6. 什么保护工作至今为维护本建设的连续性?
7. 保护历史建筑物有没有好处和坏处?(好的方面和不好的
方面)
8. 至今的维护工作是否够了还是还要再开发?
9. 为什么历史建筑物需要保护?对比别的建筑物有什么特别?
10. 周围的社会是否支持参加这建筑物的保护?什么样的作用?
11. 是否有没有专项资金保护这座大楼?
23
12. 通常用于保护的资金从何而来呢?
13. 这个建筑物的特别是什么?
14. 政府对这个保护建筑物的角色是怎样?政府有没有支持?
15. 是否这个建筑物的历史价值被传说到现在?象怎样的保护
形式?
16. 是否这个建筑物仍然经常有庆祝华人的习俗?
附录(二)
调查结果
31
致谢
首先,作者想感谢上帝,感谢他对作者的恩典,让作者能将这
编论文准时写完。作者在完成这编论文的过程中,得到了不少人的
帮助。作者想借此机会感谢他们:
感谢建国大学校长 Prof.Dr. Ir. Harjanto Prabowo,MM 教授、语
言和文化学院院长 Drs.Johannes.A.A.Rumeser.M.Psi,.Psi.、中文
系主任许丽妮老师给作者机会,鼓励,和信任;特别感谢作者的指
导老师张冰晶老师的辅导、给笔者一些建议、鼓励,支持与教育培
养。
感谢我们的父母,在这段时间给笔者很大的鼓励,使笔者能完
成本论文。感谢笔者的朋友们,因为你们的帮助和支持,笔者才能
克服这么多的困难,让笔者能顺利完成这篇论文。其实还有更多的
人,笔者不能一个个的写下来,如受采访者、建筑主人等雅加达市
民,谢谢你们!
作者:
时间 :2011 年 7 月
Pelestarian Bangunan Peninggalan Tionghoa di
Jakarta Barat
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Menyelesaikan Program Strata 1
Jurusan Sastra China
Oleh
REBECCA APRILIA CHANDRA - 1100024310
WIDYAWATI - 1100037502
Fakultas Bahasa dan Budaya
Binus University
Fakultas Bahasa dan Budaya Jurusan Sastra China
Binus University
Persetujuan Skripsi Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa skripsi dengan judul
Pelestarian Bangunan Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat
Disusun oleh :
Rebecca Aprilia Chandra – 1100024310
Widyawati - 1100037502
telah disetujui dan diterima sebagai salah satu karya ilmiah mahasiswa bersangkutan pada Jurusan Sastra China-Fakultas Bahasa dan
Budaya Universitas Bina Nusantara
Jakarta, 11 Agustus 2011
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Cendrawaty Tjong, M.Lit. Kode Dosen: D2847
建国大学
语言与文化学院中文系
2011 年 7 月
“PELESTARIAN BANGUNAN PENINGGALAN TIONGHOA
DI JAKARTA BARAT”
Skripsi
Rebecca Aprilia Chandra Widyawati
NIM : 1100024310 NIM : 1100037502
Dosen Pembimbing,
Cendrawaty Tjong, M.Lit
D2847
Fakultas Bahasa dan Budaya
Universitas Bina Nusantara
2011
PERNYATAAN
Dengan ini kami,
Nama : Rebecca Aprilia Chandra
NIM : 1100024310
Nama : Widyawati
NIM : 1100037502
Judul Skripsi : Pelestarian Bangunan Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat
Memberikan kepada Universitas Bina Nusantara hak non-eksklusif untuk menyimpan,memperbanyak,dan menyebarluaskan skripsi karya kami, secara keseluruhan atau hanya sebagian atau hanya ringkasan saja, dalam bentuk format tercetak dan atau elektronik.
Menyatakan bahwa kami akan mempertahankan hak eksklusif kami,untuk menggunakan seluruh atau sebagian isi skripsi kami, guna
pengembangan karya di masa depan, misalnya bentuk artikel, buku, perangkat lunak, ataupun sistem informasi.
Jakarta, 09 September 2011
Rebecca Aprilia Chandra Widyawati
1100024310 1100037502
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat,
penyertaan dan dan karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Pelestarian Bangunan
Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat “ dengan baik dan tepat pada
waktunya. Penulis pun dapat memperluas pengetahuan dan
pengalaman baru selama penulisan skripsi.
Pada kesempatan ini, kami selaku penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan dari berbagai pihak
baik berupa moral maupun materiil, secara langsung maupun secara
tidak langsung selama penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir Harjanto Prabowo, MM, selaku Rektor Binus
University yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Johannes A. A. Rumeser, M.Psi,.Psi., selaku Dekan
Fakultas Bahasa dan Budaya Binus University yang telah memberi
kesempatan, kepercayaan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Andyni Khosasih, SE, BA, selaku Kepala Jurusan Sastra China
Binus University.
4. Cendrawaty Tjong,M.Lit, selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan masukan, pemikiran, dan
yang telah sabar membimbing, membuka pikiran penulis, dan
tanpa henti-hentinya dengan segenap hati membantu penulis.
5. Fu Ruomei, BA, dan Sri Haryanti, S.S selaku dosen pembimbing
yang telah memberi masukan dan pemikiran.
vii
6. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah senantiasa
mendukung dalam setiap kegiatan yang penulis jalankan selama
kuliah di Binus University.
7. Seluruh teman penulis yang telah memberikan dorongan dan
bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang
telah turut membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Jakarta, 20 July 2011
Rebecca dan Widyawati
ix
DAFTAR ISI
Ucapan Terima Kasih ........................................................... vi
Abstraksi .............................................................................. viii
Ringkasan Isi ....................................................................... 1
Daftar Riwayat Hidup .......................................................... 15
1
RINGKASAN ISI
Kebudayaan didefenisikan sebagai keseluruhan gagasan dan karya
manusia yang digambarkan melalui perilaku tertentu berdasarkan tata
kelakuan yang berlaku pada kelompok masyarakat tertentu yang
diperoleh dari faktor keturunan dan proses. J.J Honigmann
membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ , yaitu : (1) ideas, (2)
activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang
mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan;1. Wujud
kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya;2. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat;3. Wujud kebudayaan sebagai benda-
benda hasil karya manusia. Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik,
dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan
bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan,
baju, kain komputer dll. Mengenai unsur kebudayaan Koentjaraningrat
(2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem religi dan upacara
keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan
sistem teknologi dan peralatan.
Istilah “Bangunan Kuno” telah digunakan dalam arti yang luas
untuk menunjukkan bangunan-bangunan baik, objek tidak bergerak,
pemukiman, area bersejarah, artistik, arsitektur, sosial, budaya, maupun
simbol ilmu pengetahuan. Bangunan kuno sebagai salah satu warisan
budaya secara jelas merumuskan tujuan pengelolaan lingkungan hidup
yang dirumuskan dengan kalimat memayu hayuning bawana artinya
adalah menjaga atau melindungi keselamatan dunia dalam melestarikan
2
warisan budaya. Hal ini dipertegas lagi oleh para leluhur-leluhur kita,
seperti diungkapkan “wewangan kang umure luwih saka paroning abad,
haywa kongsi binabad, becik den mulyakna kadya wujude hawangun
artinya bangunan dengan umur yang lebih dari 50 tahun merupakan
bangunan sejarah dan budaya, dapat dipergunakan sebagai penelitian,
menambah pengetahuan dan lain kebutuhan, kemajuan, serta
bermanfaat sebagai tuntunan hidup (Yosodipuro, 1994). Bangunan
sebagai salah satu hasil karya manusia juga termasuk kategori budaya,
bangunan menjadi suatu bukti dan saksi bisu dalam setiap peristiwa
sejarah yang merupakan salah satu awal terbentuknya kebudayaan.
Fenomena yang sering muncul adalah hilangnya karakter dan identitas
kota. Karakter atau identitas kota ini salah satunya terefleksi dalam
arsitektur kota yang dimilikinya. Salah satunya adalah bangunan
peninggalan peranakan tionghua yang menjadi bukti bahwa orang-
orang peranakan tionghoa telah lama menjadi bagian dari tonggak
sejarah Indonesia. Sejak sebelum abad ke 18, orang-orang China telah
masuk dan menetap di Indonesia. Di Jakarta terbentuknya pemukiman
china dapat ditarik ke belakang ketika para pedagang memilih banten
untuk berdagang. Saat itu, pelabuhan-pelabuhan besar yang terdapat di
Pantai Utara Jawa, khususnya daerah Jawa Barat yang masih sedikit,
yang terbesar adalah Banten. Jumlah orang China yang datang ke
Batavia selama empat dasawarsa pertama di abad ke-18 terus
bertambah, sementara pemerintah Batavia memiliki keraguan akan
jumlah orang China yang terus bertambah ini. Di satu pihak, bagi
pemerintah Batavia, mereka di butuhkan karena merupakan pekerja
yang rajin dan terampil, namun di lain pihak sebagai pedagang, pemberi
pinjaman dan pemilik toko, mereka menimbulkan masalah bahkan
sering terlibat tindakan kriminal. Akibatnya pada bulan Juli 1740
3
Pemerintah Belanda mengambil keputusan yang bagi orang China
dianggap tidak bijaksana, sehingga pada minggu kedua bulan Oktober
1740 beberapa kelompok orang China di Batavia memberontak dan
menyebabkan lebih dari 10.000 orang meninggal. Setelah
pemberontakan ini, orang-orang China tidak diperkenankan kembali
untuk tinggal dalam tembok kota. Mereka kemudian ditempatkan di
sebelah selatan tembok kota. Perkampungan China atau Chineezen Wijk
inilah yang sekarang dikenal dengan Glodok. (Wiryomartono, 1995:112-
116; Witanto 1997:6 dan Sumintardja 1999:5). Jakarta Barat yang
seringkali disebut sebagai “ China Town “ karena begitu banyaknya
warga keturunan Tionghoa yang menetap di sana dan membuka usaha
dagang yang juga menjadi salah satu ciri khas peranakan Tionghoa.
Begitu banyaknya orang-orang peranakan Tionghoa di Indonesia
menjadi salah satu ciri khas keanekaragaman budaya di Indonesia,
peninggalannya pun telah menjadi salah satu poin sejarah yang harus
dilestarikan dan dijaga agar tetap ada. Seperti yang dikatakan Kurokawa
(1988), bahwa ada dua jalan pemikiran mengenai sejarah dan tradisi.
Pertama, adalah sejarah yang dapat kita lihat seperti, bentuk arsitektur,
elemen dekorasi, dan simbol-simbol yang telah ada pada kita. Kemudian
yang kedua, adalah sejarah yang tidak dapat kita lihat seperti, sikap,
ide-ide, filosofi, kepercayaan, keindahan, dan pola kehidupan.
Pelestarian budaya adalah salah satu cara untuk menjaga peninggalan
mereka yang menjadi bukti peradaban manusia yang telah ada dari
berabad-abad yang lalu. Kata pelestarian yang berasal dari kata “lestari”
yang berarti tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, bertahan
kekal. Kemudian mendapat tambahan pe dan akhiran an, menjadi
pelestarian yang berarti; (1) proses, cara, perbuatan melestarikan; (2)
perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan, pengawetan, konservasi;
4
(3) pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya
secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya. Pelestarian bangunan bersejarah merupakan
suatu pendekatan yang strategis dalam pembangunan kota, karena
pelestarian menjamin kesinambungan nilai-nilai kehidupan dalam
pembangunan yang dilakukan oleh aktor pembangunan (Stakeholder).
Istilah yang digunakan untuk bangunan lama yang memiliki nilai-nilai
berharga adalah historical building, atau dapat kita samakan artinya
dengan bangunan bersejarah. Konsep pelestarian yang berkembang
hingga saat ini, awalnya sebatas pada pelestarian kebendaan yang
sangat sempit, yaitu bangunan. Menurut Jacques (1979) Konsep
pelestarian pada awalnya cenderung hanya melestarikan (preserve)
bangunan sebagai suatu museum. Sedangkan menurut Mimura (1980),
Konsep pelestarian masa kini tidak hanya memperhatikan bangunan
yang memiliki nilai sejarah, tetapi juga mempersoalkan berbagai nilai
kemasyarakatan seperti bentang kota yang akrab, tata cara perumahan
tradisional, maupun kerakyatan, kegiatan kemasyarakatan, dan
memelihara kebersihan lingkungan, pesta adat, keagamaan dan budaya.
Istilah bangunan lingkungan cagar budaya menjadi istilah yang
digunakan secara umum dalam SK Gubernur DKI Jakarta sejak terbitnya
UU No. 5 Tahun 1992 untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan
terminologi benda cagar budaya (BCB) di dalam UU tersebut.
1.Bangunan Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat
China dan Indonesia telah mempertahankan hubungan yang erat
dan persahabatan antara dua negara dalam hubungan bisnis. China
juga memiliki posisi penting dalam hal perekonomian dan transportasi,
5
Budaya China pun telah masuk ke Indonesia. Semua negara pasti
memiliki budaya, orang China masuk ke Indonesia dengan membawa
berbagai kebudayaan salah satunya adalah bangunan. Jakarta Barat
memiliki 13 bangunan peninggalan Tionghoa, tetapi hanya 8 bangunan
yang termasuk dalam cagar budaya, yaitu:
a. Kelenteng Jin De Yuan
Dari ratusan kelenteng yang ada di Jakarta, ada beberapa
kelenteng tua yang terkenal. Salah satunya adalah Kelenteng Jin De
Yuan [Kim Tek Ie] yang dikenal dengan sebutan Vihara Dharma Bhakti
yang berada di kawasan Pecinan Lama Petak Sembilan - Glodok, Jakarta
Barat.
Mula-mula kelenteng ini disebut Guan Yin Ting [Kwan Im Teng]
atau yang secara harafiah berarti Paviliun Guan Yin. Klenteng ini
didirikan sekitar tahun 1650 oleh Letnan Tionghoa, Guo Xun Guan untuk
menghormati Guan Yin [Kwan Im]. Dalam perkembangannya hampir
seabad kemudian kelenteng ini dirusak serta dibakar dalam peristiwa
Tragedi Pembantaian Angke pada tahun 1740. Pada tahun 1755
seorang Kapiten Tionghoa memugar dan menamai kembali kelenteng
yang sempat dirusak itu dengan nama Jin De Yuan yang artinya
"Kelenteng Kebajikan Emas". Kelenteng ini merupakan kelenteng umum,
artinya tidak secara khusus memuja salah satu agama / aliran saja,
tetapi memuja berbagai agama, seperti Tao, Khonghucu dan Buddha.
Gedung utama Kelenteng Jin De Yuan dibangun sesudah tahun 1740,
karena kelenteng yang lama ikut dihancurkan pada tahun itu.
b. Bangunan Langgam China
Dibangun pada tahun sekitar abad 18-an oleh orang-orang
Tionghoa yang merupakan keturunan orang-orang China yang datang
ke Batavia dengan profesi berdagang dan menetap di wilayah tersebut
6
secara turun temurun. Setelah terjadi peristiwa pemberontakan China
pada tahun 1740-1741 di Batavia, maka penguasa VOC mengubah sikap
mereka dengan memberi hak istimewa bagi masyarakat China Batavia
untuk membangun pemukimannya dengan segala bentuk
kebudayaannya pada sekitar tahun 1750-an. Bangunan memperlihatkan
eksistensi masyarakat China di Batavia. Kondisi bangunan saat ini,
bagian lantai dasar telah banyak berubah tetapi bagian atap dan
beberapa façade bagian atas masih asli dan beberapa lainnya
direkonstruksi. Beberapa bangunan langgam China yang merupakan
peninggalan Tionghoa terdapat pada Jl. Perniagaan seperti Toko Obat
Lay An Tong, Rumah Kediaman Souw, THHK (SMAN 19), kemudian Jl.
Tiang Bendera, serta Kelurahan Roa Malaka.
c. Masjid Jami Kebon Jeruk
Masjid Jami Kebon Jeruk dibangun pada tahun 1786 oleh seorang
keturunan Tionghoa yang bernama Chau Tsien Hwu di Jalan Raya
Hayam Wuruk. Masjid Jami Kebon Jeruk merupakan masjid tertua di
Glodok. Meskipun Arsitektur masjid ini tidak jauh berbeda dengan
masjid di Jawa pada umumnya, tetapi gaya arsitektur China dapat
terlihat dari barang antik di dalamnya, seperti: kalender Cina kuno dan
huruf di batu nisan pada makam pendiri yang bertuliskan "Hsienpi Pi
Tsu Mow" berarti rumah keluarga Chai.
d. Gedung Candra Naya
Gedung Candra Naya dibangun pada abad ke-18, adalah salah
satu rumah mayor Tionghoa yang bernama "Khouw Kim An". Yang
bertugas mengurus kepentingan warga Tionghoa pada masa kolonial.
Bangunan sebelumnya merupakan "rumah mayor" yang terletak di Jalan
Gajah Mada, No 188. Seiring berjalannya waktu, rumah mayor tersebut
disewa oleh asosiasi komunitas “ Xin Ming Hui “ pada tahun 1946
7
Tujuan organisasi tersebut adalah untuk memberikan bantuan dan
informasi kepada masyarakat Cina dengan mendirikan klinik, olahraga,
pendidikan sosial dan kursus fotografi. Sejak tahun 1962, organisasi
sosial "Xin Ming Hui" kemudian berganti nama menjadi " Asosiasi Sosial
Tjandra Naja." Kemudian pada tahun 1993, "rumah mayor" akhirnya
dijual oleh keluarga Khouw, dan kemudian diolah menjadi bangunan
mixed use untuk mengikuti permintaan pasar, dan perencanaan atas
tanah yang ditunjuk berdasarkan ( Master Plan ) pada tahun 1990 -
2005 di Jakarta Barat, yang sekarang dikenal sebagai "Green Central
City". Candra naya merupakan bangunan cagar budaya yang dilindungi
undang-undang. Penetapannya didasarkan SK Gubernur DKI Jakarta
tahun 1972, lalu diperkuat SK Menndikbud tahun 1988, dan dipertegas
lagi oleh UU Benda Cagar Budaya Nasional (UUBCB) tahun 1992.
e. Gereja Santa Maria De Fatima
Menurut perkiraan, bangunan ini didirikan antara akhir abad 18
dan awal abad 19 sebagai rumah tinggal seorang letnan kaya asal Cina,
bermarga Tjioe sehingga bangunan lebih luas dan mewah dibanding
rumah langgam China pada umumnya. Seorang pastor membeli
sebidang tanah dalam kompleks ini untuk kepentingan mendirikan
gereja, sekolah, dan asrama bagi orang-orang Cina peranakan. Para
biarawan yang datang hanya memakai beberapa ruangan sebagai
tempat belajar-mengajar. Kemudian pada tahun 1954, kompleks
kediaman tersebut resmi menjadi milik gereja dengan nama Toasebio.
Nama Toasebio diambil dari nama jalan pada masa itu.
Bangunan Langgam China, Gedung Candra Naya, Gereja Santa
Maria De Fatima, dan Mesjid Jami merupakan bangunan peninggalan
masyarakat Tionghoa yang termasuk dalam cagar budaya yang terletak
di Jakarta Barat. Nilai sejarah yang dimiliki, dan usia bangunan yang
8
telah melebihi 50 tahun menjadi salah satu alasan mengapa bangunan-
bangunan ini harus dilestarikan keberadaannya baik secara fisik maupun
non fisik, sesuai dengan UUD RI no 11 tahun2010 bahwa Benda,
bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila
memenuhi kriteria:
1. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan; dan
4. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
2. Upaya Pelestarian Bangunan dan Maknanya hingga saat ini
Berdasarkan hasil survey dan studi pustaka yang kami lakukan
kami menemukan bahwa terdapat 2 kondisi terhadap bangunan
bersejarah yang termasuk dalam cagar budaya, yaitu bangunan yang
masih dilestarikan dan yang sudah tidak dilestarikan dan tidak
berpenghuni. Bangunan yang masih dilestarikan sebagian besar adalah
bangunan yang sampai sekarang masih digunakan untuk kepentingan
masyarakat umum seperti bangunan Gereja Santa Maria De
Fatima,Masjid Jami Kebon Jeruk,Klenteng Jin de Yuan dan Gedung
Candra Naya. Bangunan Langgam China yang merupakan bangunan
tempat tinggal warga Tionghoa banyak yang sudah tidak dilestarikan,
dari bangunan yang kami kunjungi bangunan langgam China sebagian
masih menjadi bangunan tempat tinggal tapi keadaannya sangat kurang
dilestarikan, bahkan sebagian sudah tergantikan dengan gedung-
gedung tinggi yang digunakan sebagai area komersial. Bentuk
bangunan China di Jakarta pada umumnya adalah bangunan dengan
9
atap bangunan yang dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agak besar
pada bagian ujung atapnya (tou kung). Selain bentuk atap, bangunan
China juga memiliki warna yang khas, yaitu warna merah dan kuning
keemasan. Tetapi tentu saja hal itu hampir tak terlihat lagi sekarang
pada bangunan peninggalan Tionghoa di Jakarta, telah banyak
perubahan yang terjadi pada bangunan. Walaupun masih terdapat
bangunan yang tidak mengalami perubahan sama sekali dan sebagian
besar bangunan adalah bangunan yang berguna bagi orang banyak
seperti bangunan ibadah, karena Negara Indonesia merupakan negara
yang kental kepercayaannya, maka setiap bangunan ibadah pada
umumnya di jaga dengan baik. Dengan adanya perkembangan jaman
yang sangat pesat menuntut suatu perubahan paradigma tentang
keindahan bangunan yaitu ada pendapat yang mengatakan yang
modern dalam artian meniru gaya bangunan dari luar negeri itu Ada
pendapat lain yang mengatakan bangunan lama adalah bangunan yang
indah apabila mendapatkan perawatan yang memadai. Dua pendapat
yang berbeda tersebut akhirnya menjadi pro dan kontra antara
kepentingan untuk membangun sesuatu yang serba baru dan
kepentingan untuk melestarikan sesuatu yang merupakan peninggalan
masa lampau. Lepas dari adanya pro dan kontra mengenai kepentingan
seperti tersebut di atas pada kenyataannya bekas fisik bangunan masa
lalu masih terlihat keberadaannya di kota Jakarta yang telah banyak
mengalami perkembangan fisik seperti sekarang ini. Sebagian yang
masih tersisa adalah bangunan dengan bentuk arsitektur Tionghoa
adalah : Kelenteng Jin De Yuan, Bangunan Langgam China, Masjid Jami
Kebon Jeruk, Gedung Candra Naya, dan Gereja Santa Maria De Fatima.
10
Berdasarkan hasil survey yang telah kami lakukan kami membagi
bangunan menjadi 2 kategori menjadi :
Bangunan Rakyat Biasa :
a. Bangunan Langgam China
Bangunan Langgam China sebagai bangunan tempat tinggal
(rumah)kami kategorikan sebagai bangunan yang tidak dilestarikan
karena telah banyak mengalami perubahan bentuk dan fungsi. Kondisi
sebagian besar bangunan saat ini dapat dikatakan sudah tidak layak
tinggal karena tembok bangunan yang sudah terlihat rapuh dan
menghitam dimakan usia. Bangunan lebih terlihat seperti bangunan
yang tidak berpenghuni. Hanya tersisa bagian atap yang berbentuk
lurus runcing (tou kung) yang menunjukan bahwa sang pemilik
hanyalah rakyat biasa pada masanya, atap ini sebagai ciri khas dan
bukti bahwa bangunan adalah bangunan peninggalan Tionghoa. Fungsi
bangunan pun kebanyakan telah mengalami perubahan menjadi sarana
bisnis sehingga nilai bangunan yang sesungguhnya sudah tidak
diperhatikan, bahkan para penduduk sekitar dan pemilik tidak
mengetahui bahwa bangunan termasuk dalam bangunan cagar budaya.
Bangunan Langgam sudah sangat kurang dilestarikan karena perubahan
zaman yang menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan
bangunan modern dan kurangnya kesadaran masyarakat dan pemilik
bahwa bangunan bersejarah memiliki nilai yang sangat tinggi jika terus
dijaga, serta kurangnya sosialisasi pemerintah juga menyebabkan para
warga bahkan pemilik tidak tahu menahu mengenai masuknya
bangunan langgam China sebagai bangunan cagar budaya yang
harusnya dilestarikan.
11
b. Gedung Candra Naya
Gedung Candra Naya ini lebih memiliki nilai dibanding rumah
peninggalan tionghoa pada umumnya karena pemiliknya yang terdahulu
adalah seorang tokoh masyarakat yang kaya dan terpandang. Bangunan
Candra Naya lebih memiliki nilai karena bentuknya yang khas bangunan
China dengan bangunan yang menyerupai si he yuan dengan bangunan
utama, bangunan kedua, dan bangunan pada sayap kiri-kanan
bangunan. Dengan bentuknya yang unik dan indah, Candra Naya
menjadi bangunan peninggalan tionghoa yang tidak ternilai, sehingga
banyak orang yang menganggap bahwa candra naya harus dilestarikan
sampai kapan pun. Bapak Lukito (arsitek dan alumnus pertama Fakultas
Teknik Universitas Tarumanegara) mengatakan bahwa “Candra Naya
adalah sosok burung merak yang sangat indah walaupun kedua
sayapnya sudah dipotong kiri-kanan, bahkan ekornya yang indah itu
sudah sirna oleh kerakusan materi”.
Bangunan Ibadah :
a. Kelenteng Jin De Yuan
Bangunan kelenteng Jin De Yuan merupakan bangunan kelenteng
tertua di Jakarta, yang wajib di lestarikan sebagai peninggalan sejarah.
Karena fungsinya yang berguna bagi orang banyak dan kepercayaan
akan agama di Indonesia sangat kental,maka Jin De Yuan dianggap
sangat sakral dan sudah seharusnya dilestarikan. Selain itu kebudayaan
warga tionghoa yang sangat erat hubungannya dengan agama Buddha
yang merupakan salah satu agama tertua dan agama orang tionghoa
pada umumnya tentu saja mempengaruhi kepedulian jemaat terhadap
sarana beribadah dan melestarikan adat-istiadat yang bagi orang
tionghoa sudah mendarah daging dalam tubuh mereka, karena
kebudayaan tionghoa yang berasal dari China telah ada beratus-ratus
12
tahun yang lalu dan tetap bertahan sampai saat ini dengan kesadaran
masyarakatnya sendiri dan kepedulian pemerintah mereka. Orang China
sangat bangga dengan kebudayaan yang mereka miliki sehingga
kebudayaan chinese hingga saat ini masih terus berkembang dan
menyebar di seluruh dunia, serta tidak pernah ditinggalkan.
b. Masjid Jami Kebon
Masjid Jami Kebon Jeruk merupakan bangunan peninggalan
Tionghoa yang masih dilestarikan sampai saat ini, salah satu alasan
masih dilestarikannya masjid ini adalah karena fungsinya yang berguna
bagi orang banyak sebagai sarana beribadah para umat muslim.
Walaupun hanya sedikit orang yang mengetahui sejarah masjid ini
sebagai bangunan peninggalan Tionghoa, tetapi keaslian bangunan
masih sangat terjaga dan ornamen peninggalan China seperti kalender
antik dan makam pendiri di dalamnya masih dirawat dengan sangat baik.
Hal ini tentu juga berkaitan dengan keberadaan agama islam yang
merupakan salah satu agama yang memiliki umat terbanyak di
Indonesia, sehingga bangunan masjid di Indonesia masih sangat dijaga
oleh umatnya dan dianggap sebagai rumah Allah. Bahkan keturunan
pendiri masjid yang sekarang bermukim di Beijing masih sering datang
mengunjungi makam dan masjid di Jakarat Barat ini.
c. Gereja Santa Maria De Fatima
Bangunan Gereja Santa Maria De Fatima adalah bangunan yang
masih mempertahankan bangunan aslinya, walaupun ada penambahan
atap untuk menyambung bangunan pertama dan kedua, tetapi secara
keseluruhan bangunan masih terjaga dengan baik. Sama seperti
bangunan kelenteng dan masjid yang merupakan sarana beribadah
orang banyak, Gereja Santa Maria De Fatima masih terjaga dengan
sangat baik karena kepedulian masyarakat sekitar terhadap tempat
13
ibadah mereka. Setiap tahunnya pun masih diadakan kebudayaan
tionghoa dengan melibatkan para pengurus gereja sehingga dari segi
fisik dan non fisik bangunan ini masih terawat dengan sangat baik.
Bangunan gereja ini juga dianggap sebagai bangunan yang harus
didatangi apabila datang ke Jakarta Barat, jika tidak mengunjungi
bangunan ini para wisatawan merasa ada yang kurang.
Upaya Pelestarian Bangunan :
1. Dengan perawatan bangunan setiap tahunnya
2. Perayaan adat istiadat Tionghoa yang berlaku hingga saat ini.
3. Dengan pemugaran bangunan sebagai bangunan bersejarah.
4. Perlindungan dari pemerintah melalui undang-undang dan surat
keputusan gubernur.
5. Penetapan bangunan sebagai bangunan cagar budaya dan
perlindungan pemerintah melalui undang - undang.
3. SIMPULAN
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak
bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan
yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan
melestarikannya secara turun menurun. Di sisi lain manusia juga harus
bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal
dalam suatu interaksi sosial. Setiap daerah mempunyai masing-masing
bentuk, cara, dan tradisi dalam membina suatu kebudayaan agar
budaya mereka tetap bertahan, arsitek pun juga berperan penting
dalam membangun budaya dalam segi pembangunan daerah. Maka dari
itu seorang arsitek harus menghargai kebudayaan yang telah terjaga
oleh anak bangsa agar tetap dan selalu ada untuk generasi penerus kita.
Keberadaan bangunan peninggalan Tionghoa merupakan salah satu
14
bukti bahwa sejarah memang ada dan kebudayaan sudah ada sejak
manusia mengenal peradaban. Sehingga sudah seharusnya bangunan
peninggalan Tionghoa tetap dilestarikan hingga saat ini sekalipun zaman
sudah berubah namun hal yang dianggap sebagai bukti sesuatu pernah
ada harus dijaga keberadaannya. Tidak dipungkiri sudah terdapat
banyak perubahan pada beberapa bangunan dan keadaan sekitarnya
yang dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang semakin modern.
Bangunan yang masih dilestarikan hingga saat ini kebanyakan adalah
bangunan yang masih digunakan untuk kepentingan orang banyak,
seperti gereja, masjid, dan kelenteng. Kemudian masih terdapat rumah
mayor yang masih dilestarikan karena status sang pemilik pada
masanya dan bentuk bangunan yang unik dan megah yang jarang sekali
ditemui keberadaannya. Sedangkan bangunan yang tidak dilestarikan
dan telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi hampir secara total
adalah bangunan langgam yang disebabkan sang pemilik hanyalah
rakyat biasa sehingga bentuk bangunan pun cenderung sederhana dan
cara pandang mereka yang masih sangat sederhana bahwa bangunan
tersebut adalah milik mereka dan hak mereka untuk merubahnya.
Kurangnya campur tangan pemerintah pun sangat berpengaruh karena
kurangnya sosialisasi mengenai bangunan cagar budaya. Pemerintah
hanya sebatas menetapkan bangunan sebagai bangunan cagar budaya
dan tidak ada tindakan nyata untuk tetap menjaga bangunan bersejarah.
15
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Rebecca Aprilia Chandra
Tempat/ tanggal lahir : Bekasi, 17 April 1989
Alamat : Taman Harapan Baru Blok K2 no2
Telepon/ HP : (021) 91548667 / 081317811666
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1. 2007 – 2011 Mahasiswa tingkat akhir Binus University, Jurusan
Sastra China
2. 2004 – 2007 Lulus SMA Cindera Mata, Bekasi,Indonesia
3. 2001 – 2004 Lulus SMP Cindera Mata, Bekasi,Indonesia
4. 1999 – 2004 Lulus SD Taman Harapan, Bekasi, Indonesia
5. 1995 - 1999 Lulus SD Barata II, Bekasi, Indonesia
PENDIDIKAN INFORMAL/PELATIHAN/KURSUS
1. 2005 – 2006 Mengikuti pelatihan Bahasa Inggris di ILP, Bekasi
PENGALAMAN ORGANISASI
1. 2007 – 2008 Seksi Perlengkapan, UKM Badminton, Binus
University
16
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Widyawati
Tempat/ tanggal lahir : Tanjung Pandan, 20 Februari 1988
Alamat : Jl Madura No. 08 033/010, Tanjung
Pandan, Belitung
Telepon/ HP : 08174816453
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FOMAL
1.2007 – 2011 Mahasiswa tingkat akhir Binus University, Jurusan
Sastra China
2.2002 – 2005 Lulus SMK Negeri 1, Tanjung Pandan, Indonesia
3.1999 – 2002 Lulus SLTP Regina Pacis, Tanjung Pandan,
Indonesia
4.1993 - 1999 Lulus SD Negeri 15 , Tanjung Pandan, Indonesia
PENDIDIKAN INFORMAL/PELATIHAN/KURSUS
1.Maret – Juli 2006 Diklat Budaya Maitreya, Batam
PENGALAMAN KERJA
1.2010 Pengajar Bahasa Mandarin, SDN 19