blognyamuhda.files.wordpress.com€¦ · web viewlaba usaha. keuntungan karena penjualan atau...
TRANSCRIPT
Mengenal Pajak Penghasilan (PPh)
A. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan Wajib Pajak kepada kas
Negara. Pajak dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung.
Salah satu contoh pajak langsung adalah pajak penghasilan. Artinya pajak
penghasilan tersebut menjadi beban atau tanggungan Wajib Pajak yang
bersangkutan dan tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa
diberlakukan secara progresif, proposional, atau regresif.
2. Jenis-jenis pajak penghasilan
a. Pasal 21 dan pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 26 UU No 17 tahun 2000.
b. PPh pasal 22 adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang dipungut oleh
Bendahara Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang; bea cukai sehubungan dengan impor barang; badan usaha tertentu
karena memproduksi Wajib Pajak badan usaha sehubungan dengan
barang-barang tertentu; penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
c. PPh pasal 23 adalah pajak penghasilan (PPh) adalah pajak penghasilan
(PPh) yang dipotong oleh Badan Pemerintah, subyek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, BUT atau orang pribadi yang ditunjuk sebagai
pemotong PPh atas penghasilan bunga selain bunga dari bank, dividen,
royalty, sewa selain tanah dan /atau bangunan, imbalan atas jasa tertentu,
serta jasa lain yang diatur dengan peraturan menteri keuangan.
d. PPh pasal 24 adalah pajak penghasilan (PPh) yang dibayar atau terutang
di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri.
e. PPh pasal 25 adalah besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 25 UU PPh.
f. PPh pasal 26 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
negeri (baik orang pribadi atau badan) selain Badan Usaha Tetap (BUT).
3. Subyek pajak penghasilan
Subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
a. Orang pribadi atau perseorangan
Subyek pajak orang pribadi ini dibedakan menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1) Subyek pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang
bertempat tinggal di Indonesia.
2) Subyek pajak orang pribadi luar negeri adalah orang yang bertempat
tinggal di Indonesia atau barada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, yang penerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia atau menjalankan usaha di Indonesia.
b. Warisan yang belum diterbagi
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak hanya akan menjadi Wajib Pajak apabila warisan tersebut
memberikan penghasilan.
c. Badan usaha tetap (BUT)
Badan usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan
usaha tau melakukan kegiatan di Indonesia. Misalnya tempat kedudukan
manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor,
pabrik, bengkel, pertambangan, dan lain-lain.
4. Wajib Pajak Penghasilan
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban
subjektif dan obyektif. Sesuai dengan System Self Assessment maka Wajib
Pajak mempunyak kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan pengamatan Potensi Perpajakan
(KP4)/Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak atau
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang
merupakan tanda pengenal atau Identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk
memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau
KP4/KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan
persyaratan administrasi yang diperlukan atau dapat pula mendaftarkan diri
secara online melalui e-registration.
5. Pendaftaran NPWP
NPWP adalah singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak, merupakan identitas
WP (Wajib Pajak) dalam system administrasi perpajakan yang dipergunakan
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan WP. NPWP terdiri dari
15 (lima belas) digit dimana 9 (Sembilan) digit pertama menunjukkan kode
spesifik WP, 3 (tiga) digit beriktunya menunjukkan kode KPP (kantor
Pelayanan Pajak), sementara 3 (tiga) digit terakhri adalah kode cabang WP.
Disamping melalui KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat
dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui
media elektronik online (internet).
a. Fungsi NPWP
1) Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
2) Sebagai identitas Wajib Pajak
3) Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan
4) Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
b. Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak
1) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas (misalnya karyawan), dokumen yang diperlukan
hanya berupa fotocopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah
surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan
khusus bagi orang asing.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai kegiatan usaha,
persyaratannya selain fotokopi KTP juga ditambah dengan surat
pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari
Wajib Pajak, bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
2) Bagi Wajib Pajak badan, dokumen yang diperlukan antara lain:
a) Fotocopi akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan
penunjukan dari kantor pusta bagi bentuk usaha tetap.
b) Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat
pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus
bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif fotokopi KTP
pengurus.
c) Surat pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang
pengurus aktif. Bentuk surat pernyatan telah ditentukan oleh
direktorat jenderal pajak.
3) Bagi Wajib Pajak Bendahara yang diperlukan antara lain sebagai
berikut:
a) Fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara.
b) Fotokopi KTP bendahara.
Keterangan Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
dan kartu NPWP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya
permohonan secara lengkap. Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk
pengurusan NPWP tersebut diatas tidak dipungut biaya apapun.
6. Objek pajak penghasilan
Objek pajak penghasilan antara lain sebagai berikut:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima.
b. Hadiah dari undian atau kegiatan dan penghargaan dari suatu prestasi.
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran atau pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya.
f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian piutang.
g. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun.
h. Royalty, yaitu imbalan sehubungan penggunaan hak atas harta berwujud
dan tidak berwujud serta informasi.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, baik
harta bergerak maupun harta tak bergerak.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berskala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya.
p. Tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
7. Pengecualian objek pajak penghasilan
Tambahan kemampuan ekonomis yang tidak termasuk sebagai obyek pajak
penghasilan sebagai berikut:
a. Bantuan dan sumbangan termasuk zakat.
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima badan, sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diperoleh dalam bentuk natura dari Wajib Pajak atau pemerintah.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna dan
asuransi beasiswa.
f. Dividen atau bagian laba diterima sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi, yayasan atau organisasi sejenis.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh badan dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh menteri keuangan.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun yang
tujuannya untuk pengembangan dan pengumpulan dana untuk
pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham.
j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan dana reksa
selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin
usaha.
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura,
berupa bagian laba dari badan usaha yang didirikan atau menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat sebagai berikut:
1) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan usaha dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dalam
keputusan menteri keuangan.
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia.
B. Dokumen Transaksi Pemungutan/Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
1. Pengertian Bukti/Dokumen Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan
(PPh)
Bukti pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh) adalah bukti
yang diterima Wajib Pajak atas PPh yang dipotong/dipungut dan disetorkan/
dibayarkan oleh pemotong/pemungut pajak.
2. Formulir-formulir yang digunakan dalam pemungutan/pemotongan pajak
penghasilan (PPh)
a. Bukti pemotongan PPh
Bukti pemotongan PPh adalah bukti yang diterima Wajib Pajak atas PPh
yang dipotong/dipungut dan disetorkan/dibayar oleh pemotong/pemungut
pajak.
b. Daftar Bukti Pemotongan PPh
c. Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah formulir yang digunakan Wajib Pajak
untuk membayar atau menyetor pajak ke kas Negara melalui Bank
Persepsi atau Kantor Pos Persepsi.
d. Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah formulir yang digunakan Wajib Pajak
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayarak pajak, obyek pajak,
bukan objek pajak, harta dan kewajiban.
e. Faktur pajak
f. Nota Retur
3. Otorisasi dokumen pemotongan/pemungutan pajak penghasilan (PPh)
Setiap potongan atas gaji dan upah karyawan selain dari pajak penghasilan
karyawan harus didasarkan atas surat potongan gaji dan upah yang diotorisasi
oleh fungsi kepegawaian. Setiap saat yang dipakai sebagai dasar penambahan
gaji dan upah karyawan harus diotorisasi oleh yang berwenang (Direktur
Utama dan Direktur Keuangan) agar data gaji dan upah yang tercantum dalam
daftar gaji dan upah dapat diandalkan. Di lain pihak, setiap pengurangan
terhadap penghasilan karyawan harus pula mendapat otorisasi dari yang
berwenang. Oleh karena itu, tidak setiap fungsi dapat melakukan pemotongan
atas gaji dan upah yang menjadi hak karyawan tanpa mendapat otorisasi dari
fungsi kepegawaian.
C. Tarif Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan yang terutang merupakan hasil perkalian antara
Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang berlaku sesuai dengan pasal 17
Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan. Sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1994 dan terakhir dengan Undang-
undang No. 17 tahun 2000.
1. Tarif pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri.
Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000,00
Rp 25.000.000,00 s/d Rp 50.000.000,00
Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00
Rp 100.000.000,00 s/d Rp 200.000.000,00
Di atas Rp 200.000.000,00
5%
10%
15%
25%
35%
2. Tarif pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajip pajak
badan dalam negeri
Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00
Di atas Rp 100.000.000,00
10%
15%
35%
a. Bila penghasilan istri tidak digabung
Penghasilan neto Rp 200.000.000,00
Penghasilan tidak kena pajak
(15.840.000,00 + 1.320.000,00+3(1.320.000,00) Rp 21.120.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 178.880.000,00
Pajak penghasilkan
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 78.000.000,00 = Rp 19.720.000,00 (+)
Jumlah pajak penghasilan (PPh) = Rp 30.970.000,00
b. Bila penghasilan istri digabung
Penghasilan neto suami Rp 200.000.000,00
Penghasilan neto istri Rp 60.000.000,00
Rp 260.000.000,00
Penghasilan tidak kena pajak
(21.120.000,00 + 15.840.000,00 Rp 36.960.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 223.040.000,00
Pajak penghasilkan
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% x Rp 23.000.000,00 = Rp 8.064.000,00(+)
Jumlah pajak penghasilan (PPh) Rp 44.314.000,00
Istri telah dipotong PPh pasal 21 Rp 1.350.000,00 (-)
Pajak yang masih harus dibayar Rp 42.964.000,00
c. Bila hidup terpisah dengan istrinya dengan perjanjian
Bila Tuan Faisal mengadakan perjanjian dengan istrinya untuk hidup
pisah harta dan penghasilan, maka beban pajak sebeesar 46.330.000,00
dibagi dua antara suami dan istri dengan perbandingan penghasilan neto,
sebagai berikut:
Istri
d. Bila hidup terpisah dengan keputusan hakim
Bila Tuan Faisal dengan istrinya hidup dengan pisah harta dan
penghasilan berdasarkan keputusan pengadilan, maka pajaknya akan
dihitung dan ditanggung sendiri-sendiri sebagai berikut:
Suami Istri
Penghasilan neto Rp 200.000.000,00 Rp 60.000.000,00
PTKP Rp 21.120.000,00 (-) Rp 15.840.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 178.880.000,00 Rp 44.160.000,00
Contoh 1:
Tn. Ridho telah menikah dan mempunyai 3 putra. Selama tahun 2009
memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 250.000.000,00
Perhitungan besarnya pajak terutang untuk tahun 2009 adalah sebagai berikut:
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% x Rp 50.000.000,00 = Rp 17.500.000,00(+)
Jumlah pajak terutang tahun 2009 = Rp 53.750.000,00
Contoh II:
CV Mutiara selama tahun 2009 memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp 350.000.000,00
Perhitungan besarnya pajak terutang untuk tahun 2009 adalah sebagai berikut:
10% x Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
35% x Rp 250.000.000,00 = Rp 75.000.000,00 (+)
Jumlah pajak terutang 2009 = Rp 87.500.000,00
Ikhtisar Materi
1. Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan Wajib Pajak kepada kas negara
2. Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan adalah pajak
yang dibebankan pada penghasilkan perorangan, perusahaan atau badan hukum
lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proposional atau regresif.
3. Bukti pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh) adalah bukti yang
diterima Wajib Pajak atas PPh yang dipotong/dipungut dan disetorkan/
dibayarkan oleh pemotong/pemungut pajak.
4. Formulir-formulir yang digunakan dalam pemungutan/pemotongan pajak
penghasilan (PPh) antara lain bukti pemotongan PPh, daftar bukti pemotongan
PPh,Surat Pemberitahuan (SPT), faktur pajak, nota retur, dan lain-lain.
5. Setiap potongan atas gaji dan upah karyawan selain dari pajak penghasilan
karyawan harus didasarkan atas surat potongan gaji dan upah yang diotorisasi
oleh fungsi kepegawaian.
UJI KOMPETENSI
A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara memberi tanda silang (X)
pada huruf a, b, c, d atau e!
1. Pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan
hukum lainnya disebut ….
a. Pajak penghasilan (PPh)
b. Pajak pertambahan nilai (PPN)
c. Pajak langsung
d. Pajak tidak langsung
e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Subyek pajak orang pribadi dalam negeri adalah ….
a. Orang yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia atau menjalankan usaha di
Indonesia.
b. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
c. Orang yang tinggal di Indonesia dengan kewarganegaraan negara lain
d. Orang pribadi yang tinggal di Indoensia yang menjadi pengusaha sukses.
e. Orang pribadi yang tinggal di Indonesia tetapi hanya untuk usaha
sedangkan kewarganegaraannya bukan Indonesia.
3. Berikut ini adalah bukan obyek pajak penghasilan adalah …
a. Hadiah undian berupa barang, kenikmatan perjalanan ke luar negeri
dengan cuma-Cuma
b. Tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh dari
warisan yang belum dibagi,
c. Utang yang dihapuskan oleh pihak debitur yang sudah melalui proses
peradilan
d. Penghasilan yang diperoleh karena hubungan kerja dengan kedutaan
negara asing dalam bentuk natura atau kenikmatan.
e. Dividen dengan nama atau bentuk apapun.
4. Bukti yang diterima Wajib Pajak atas PPh yang dipotong/dipungut dan
disetorkan/dibayarkan oleh pemotong/pemungut pajak disebut ….
a. Daftar bukti pemotongan/pemungutan PPh
b. Bukti/dokumen pemotongan/pemungutan PPh
c. Surat Pemberitahuan pajak (SPT)
d. Surat setoran pajak (SSP)
e. Faktur pajak
5. Undang-undang terbaru yang mengatur tentang Pajak Penghasilan (PPh)
adalah …
a. Undang-undang No. 7 tahun 2000
b. Undang-undang No. 7 tahun 2001
c. Undang-undang No. 17 tahun 2000
d. Undang-undang No. 17 tahun 2001
e. Undang-undang No. 17 tahun 2003
6. Bentuk penghasilan yang berikut ini bukan merupakan pengecualian objek
pajak penghasilan yaitu: ….
a. Penghasilan bunga deposito di bank pemerintah
b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, baik
harta bergerak maupun harta tak bergerak.
c. Penghasilan dari hasil undian
d. Penghasilan dari tabungan hari tua
e. Keuntungan selisih karena selisih kurs mata uang
7. Penghasilan berikut harus dimasukkan dalam perhitungan pajak yang
terutang akhir tahun, karena tidak dikenakan pajak penghasilan secara final,
yaitu ….
a. Keuntungan yang berasal dari penjualan kendaraan bermotor yang tidak d
ipergunakan untuk operasi.
b. Penghasilan dari hadiah perlombaan dan penghargaan
c. Bunga deposito/tabungan
d. Penghasilan yang berasal dari penyewaan dan pengalihan harta berupa
tanah dan bangunan
e. Penghasilan selisih penilaian kembali.
8. Berikut ini yang tidak diatur dalam hukum pajak formal adalah …
a. Tata cara atau prosedur penagihan pajak
b. Wewenang aparatur pajak
c. Kewajiban aparatur pajak
d. Subjek dan objek pajak
e. Sanksi administrasi dan sanksi pidana
9. Tanggal jatuh tempo pembayaran pajak penghasilan sebagaimana diatur
dalam pasal 21 UU no 17 tahun 2000 paling lambat ….
a. Tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir
b. Tanggal 20 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir
c. Tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir
d. Tanggal 15 bulan terjadinya pemungutan pajak
e. Tanggal 10 bulan terjadinya pemungutan pajak
10. Untuk menentukan penghasilan neto Wajib Pajak badan dari hal-hal berikut
yang tidak boleh dikurangkan terhadap penghasilan bruto ….
a. Penyusutan harga perolehan harta berwujud yang tidak dipergunakan
dalam perusahaan
b. Kerugian karena selisih kus mata uang asing
c. Biaya pelatihan
d. Gaji untuk para pengurus perseroan
e. Kerugian piutang tak tertagih
11. Tambahan kemampuan ekonomis berikut yang merupakan obyek pajak
penghasilan adalah ….
a. Diperoleh karena penghasilan warisan
b. Penerimaan santunan asuransi
c. Penggantian berkenaan dengan pekerjaan yang diterima dalam bentuk
makan dan minum di kantin /perusahaan
d. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari badan usaha
e. Bunga yang diterima oleh perseroan sebagai Wajib Pajak dalam negeri
dari perseroan dalam negeri lainnya.
12. Subyek pajak yang dikecualikan dari keharusan mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP adalah ….
a. Orang pribadi bujangan yang penghasilannya sebesar Rp 8.640.000,00
b. Koperasi unit desa yang peredaran usahanya dibawah Rp 600.000.000,00
setahun
c. Orang pribadi yang penghasilannya semata-mata diperoleh dari hubungan
kerja dengan satu pemberi kerja jumlahnya di atas PTKP
d. Wajib Pajak yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dari 12 bulan
berturut
e. Wajib Pajak yang tinggal/mempunyai niat tinggal di Indonesia untuk
selama-lamanya
13. Sanksi bagi setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan atau
menggunakan tanda hak NPWP, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara adalah….
a. Dipidanakan dengan penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi
4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
b. Dipidanakan dengan penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi
2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
c. Dipidanakan dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling tinggi
4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
d. Dipidanakan dengan penjara paling lama 4 tahun dan denda paling tinggi
2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
e. Dipidanakan dengan penjara paling lama 4 tahun dan denda paling tinggi
4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
14. Penggunaan norma perhitungan dalam menghitung PPh diperkenankan
kepada …
a. Setiap Wajib Pajak dalam negeri maupun luar negeri
b. Wajib Pajak dalam negeri yang wajib melakukan pembukuan
c. Wajib Pajak yang mempunyai peredaran atau penerimaan bruto
Rp600.000.000,00 ke atas
d. Wajib Pajak yang diperbolehkan tidak melakukan pembukuan, tetapi
wajib melakukan pencatatan karena total penjualannya tidak lebih dari
600.000.000,00
e. Setiap Wajib Pajak badan luar negeri.
15. Tarif pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri yang penghasilannya antara Rp 50.000.000,00 –
Rp 100.000.000,00 adalah
a. 10%
b. 5%
c. 15%
d. 20%
e. 25%
16. Orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subyektif dan
obyektif disebut …
a. Subyek pajak
b. Wajib Pajak
c. Obyek pajak
d. Tarif pajak
e. Wajib Pajak dalam negeri
17. Berikut merupakan penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21,
kecuali ….
a. Pegawai tetap
b. Pejabat negara
c. Penerima pensiun
d. Penerima honorarium
e. Penerima royalti
18. Bukti penerimaan surat (BPS) yang dihasilkan dari menu penerimaan SPT
untuk disampaikan kepada Wajib Pajak disebut …
a. Perekaman SPT
b. Media digital
c. Tempat pelayanan terpadu
d. Tanda terima SPT
e. Pengolahan SPT
19. Sistem perpajakan yang memberi kepercayaan dan tanggungjawab kepada
masyarakat Wajib Pajak (penerima penghasilan) untuk menghitung,
membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar,
termasuk dalam pengertian ini adalah pemberian kepercayaan dan
tanggungjawab kepada pemberi kerja untuk menghitung, memotong,
menyetor, dan melaporkan besarnya pajak yang harus dipotong dan disetor
atas penghasilan orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan
disebut …
a. Self assesment system
b. Sistem perpajakan
c. Praktik perpajakan
d. Peraturan perpajakan
e. Undang-undang perpajakan
20. Salah satu jenis pajak yang pengenaannya melalui Wiltholding Tax System
adalah ….
a. Pajak pertambahan nilai (PPN)
b. Pajak penghasilan pasal 22
c. Pajak penghasilan pasal 23
d. Pajak penghasilan pasal 21
e. Pajak penghasilan pasal 26
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar
1. Jelaskan yang dimaksud dengan obyek pajak penghasilan !
2. Apakah kewajiban pemotong pajak
3. Sebutkan 5 (lima) hal yang menjadi obyek pajak penghasilan
4. Siapakah yang melakukan otorisasi bukti/dokumen pemotongan/pemungutan
pajak.
5. Sebutkan 5 (lima) ambahan ekonomis yang tidak termasuk sebagai obyek
pajak penghasilan!
6. Bagaimana perlakuan terhadap hasil pemotongan pajak?
7. Bagaimana perlakuan terhadap hasil pemotongan pajak yang dilaporkan ke
kantor pelayanan pajak (KKP)?
8. Apabila pajak yang terutang lebih besar dibandingkan dengan pajak yang
telah dipotong dan dilaporkan. Maka akan terjadi kekurangan pajak yang
terutang, bagaimana perlakuan terhadap pajak yang terutang tersebut?
9. Bagaimana perlakuan tarhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan
perpajakan?
10. Sebutkan besarnya tarif pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri!
C. Perbaikan
1. Apa yang dimaksud dengan pajak?
2. Jelaskan mengenai NPWP dan apa fungsinya?
3. Subyek orang pribadi dibedakan menjadi 2 (dua) sebutkan?
4. Sebutkan syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak!
5. Apakah setiap orang yang bekerja dikenakan pajak penghasilan?
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21
A. Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan alat yang digunakan oleh Wajib Pajak
dalam rangka melaporkan besarnya jumlah pajak yang dibebankan kepada Wajib
Pajak tersebut yang dilaporkan kepada pemerintah.
1. SPT Masa
SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam suatu masa pajak
pada suatu saat.
2. SPT Tahunan
SPT Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam suatu
tahun pajak.
Batas waktu pemasukan suatu pemberitahuan pajak adalah sebagai berikut:
a. SPT Masa paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak.
b. SPT Tahunan paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
Fungsi SPT pajak penghasilan adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk:
a. Melaporkan dan mempertangjawabkan perhitungan jumlah pajak
penghasilan yang sebenarnya terutang.
b. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaskanakan
sendiri dan atau dalam satu tahun pajak atau masa pajak atau bagian tahun
pajak.
c. Melaporkan tentang pembayaran dari pemotong atau pemungut pajak
yang dilakukan oleh pihak lain dalam satu masa pajak, SPT harus
diserahkan kepada Dirjen Pajak tepat pada waktuya agar tidak
mendapatkan sanksi pajak.
3. Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT masa dan SPT Tahunan
No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
Masa1 PPh pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikut
setelah masa pajak berakhir
20 hari setelah masa pajak berakhir
2 PPh pasal 25 Tgl 15 bulan berikut setelah masa pajak
20 setelah masa pajak berakhir
berakhirTahunan 1 PPh orang pribadi Tgl 25 bulan ketiga
setelah berakhir tahun atau bagian tahun pajak
Akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
4. Fungsi SPT
a. Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun
pajak atau bagian tahun pajak.
2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan obyek pajak.
3) Harta dan kewajiban
4) Pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu)
masa pajak.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang:
1) Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran
2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang
ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
c. Pemotong/pemungut pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mem. Untuk pertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
B. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pajak penghasilan sehubungan denan pekerjaan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri maupun
Wajib Pajak luar negeri berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembajaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan.
1. Penghasilan Bruto
Seperti pajak penghasilan yang lain, PPh pasal 21 yang terutang adalah hasil
perkalian Penghasilan Kena Pajak dengan tarif yang berlaku. Penghasilan
Kena Pajak (PKP) adalah penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan-
pengurangan yang diperbolehkan termasuk penghasilan tidak kena pajak
(PTKP).
Penghasilan bruto merupakan jumlah seluruh nilai uang dan unsur-unsur
penghasilan bruto lainnya. Untuk pegawai yang berstatus sebagai pegawai
tetap, maka penghasilan bruto meliputi: gaji, tunjangan-tunjangan, premi
asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja dan pemberian-pemberian lain yang
berupa uang.
2. Penghasilan neto
Besarnya penghasilan neto pegawai tetap, baik penghasilan tetap dengan gaji
bulanan, minggua, maupun gaji harian, ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto, dikurangi dengan pengurangan-pengurangan yang diperbolehkan, yaitu
sebagai berikut:
a. Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan menagih, dan pemelihara
penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimal
yang diperkenankan sejumlah Rp 1.296.000,00 setahun atau
Rp108.000,00 sebulan.
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
c. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada Badan
Penyelenggara Tabungan Hari Tua atau jaminan hari tua yang
pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
Pengurangan berupa biaya jabatan, iuranpensiun, dana iuran THT tersebut
tidak berlaku terhadap Wajib Pajak luar negeri, karena penghasilan yang
dikenakan pemotongan PPh pasal 26 Wajib Pajak luar negeri adalah
penghasilan bruto, tanpa ada pengurangan apapun termasuk penghasilan tidak
kena pajak (PTKP).
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan luar
penghitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang.
Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
a. Cara biasa (cara pembukuan)
b. Cara penghitungan dengan norma perhitungan
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP), maka
penghasilan neto dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai
dengan status dan jumlah tanggungan Wajib Pajak yang bersangkutan pada
awal tahun takwin.
4. Tarif pajak
Tarif pajak berguna untuk menentukan jumlah pajak penghasilan pasal 21
yang harus dipotong oleh pemotong pajak atau pemberi penghasilan. Tarif
pajak untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak badan dalam negeri
mempunyai ketentuan yang berbeda-beda. Berikut tarif pajak yang berlaku
dan cara penerapan:
a. Tarif pajak berdasarkan pasal 17 Undang-undang nomor 7 tahun 1983
tentang pajak penghasilan (PPh) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang no 17 tahun 2000,besarnya tarif pajak
penghasilan bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk badan usaha tetap
(BUT) adalah sebagai berikut:
1) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajakSampai dengan Rp 25.000.000,00Rp 25.000.000,00 s/d Rp 50.000.000,00Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00Rp 100.000.000,00 s/d 200.000.000,00Di atas Rp 200.000.000,00
5%10%15%25%35%
2) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajakSampai dengan Rp 50.000.000,00Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00Di atas Rp 100.000.000,00
10%15%30%
Tarif tersebut diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari:
1) Pegawai tetap termasuk pejabat Negara, pegawai negeri sipil, anggota
TNI/POLRI, pejabat negeri lainnya, pegawai badan usaha milik
Negara dan badan usaha milik daerah, anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai negeri tetap pada
perusahaan yang sama.
2) Penerimaan pensiun yang dibayarkan secara bulanan.
3) Distributor perusahaan multilevel atau direct selling dan kegiatan
sejenis.
Tenaga kerja (JAMSOSTEK) dipotong pajak penghasilan yang bersifat
final, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Penghasilan bruto antara Rp 25.000.000,00 s/d Rp 50.000.000,-
sebesar 5%
2) Penghasilan bruto antara Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,-
sebesar 10%
3) Penghasilan bruto antara Rp 100.000.000,00 s/d Rp 200.000.000,-
sebesar 15%
4) penghasilan bruto diatas Rp 200.000.000,00 sebesar 25%
5) dikecualikan dari pemotongan pajak atas jumlah penghasilan brotu
sebesar Rp 25.000.000,00 atau kurang
b. tarif PPh pasal 26 sebesar 20% dan bersifat final diterapkan atas
penghasilan bruto yang diterima akan diperoleh sebagai imbalan atas
pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan orang pribadi dengan status
Wajib Pajak luar negeri, dengan memerhatikan ketentuan persetujuan
penghindaran pajak berganda yang berlaku antara republik Indonesia
dengan Negara domisili Wajib Pajak luar negeri tersebut.
5. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendaharawan atau pemegang kas pemerintah baik pusat maupun dewasa.
c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
1) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status subyek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status subjek pajak luar negeri.
3) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,
dan magang.
e. Penyelenggara kegaitan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang
bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta
lembaga lainya yang menyelenggarakan kegian yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
6. Cara menghitung potongan PPh pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 yang terutang berdasarkan status pegawai (sebaga
pegawai tetap atau pegawai tidak tetap) serta system penggajiannya (bulanan,
mingguan, harian, satuan, atau borongan).
a. Perhitungan pemotongan PPh pasal 21 pegawai tetap
Besarnya penghasilan neto pegawai tetap ditentukan berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi dengan:
1) Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan sebesar 5% dari penghasilan bruto
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, dengan jumlah maksimum
yaitu diperkenankan sejumlah Rp 1.296.000,- atau Rp 108.000,00
sebulan. Biaya jabatan adalah biaya yang diberikan kepada setiap
pegawai tetap baik yang mempunyai jabatan maupun tidak.
2) Iuran yang tidak terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai
kepada dana pensium yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau badan penyelenggara tabungan hari tua yang
dipersamakan dengan dana pensium yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
3) Penghasilkan Kena Pajak (PKP) dihitung dengan cara penghasilan
netto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak PPh pasal 17.
Contoh:
Romy, sudah menikah dan belum mempunyai anak, sebagai pegawai tetap
pada PT. Jaya memperoleh gaji Rp 2.000.000,- sebulan. Perusahaan
mengikuti program Jamsostek dan program tabungan hari tua, premi
jaminan kecelakaan 0,50% dari gaji. Priemi jaminan kematian 0,30% dari
gaji serta iuran jaminan hari tua 2% dari gaji. Perusahaan juga mengikuti
program pensiun untuk pegawainya dan membayar iuran penting untuk
Romy Rp 40.000,- sedangkan Romy membayar iuran pensiun Rp 25.000,-
dan membayar iuran bea siswa Rp 50.000,- yang langsung dipotong gaji.
Perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 2.000.000,00
Premi kecelakaan kerja Rp 10.000,00
Premi jaminan kematian Rp 6.000,00 +
Penghasilan bruto Rp 2.016.000,00
Pengurangan:
1). Biaya jabatan 5% x Rp 2.016.000,00 Rp 100.800,-
Iuran pensium Rp 25.000,-
Iuran jaminan hari tua Rp 40.000,- (+)
Rp 165.800,- (-)
Penghasilan neto sebulan Rp 1.850.000,00
Penghasilan neto setahun (Rp 1.850.000,- x 12)Rp 22.202.400,00
PTKP (Rp 15.840.000,- + Rp 1.320.000,-) Rp 17.160.000,00 (-)
Penghasikan kena pajak setahun Rp 5.042.400,00
Pembulatan Rp 5.042.000,00
PPh pasal 21 terutang setahun
5% x Rp 5.042.000,00 = Rp 252.120,00
PPh pasal 21 sebulan = Rp 252.120,00 : 12 Rp 21.010,00
b. Perhitungan pemotongan PPh pasal 21 pegawai tidak tetap karyawati
1) Dalam hal karyawati telah menikah, PTKP yang dikurangkan adalah
hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak menikah
pengurangan PTKP selain untuk dirinya ditambah dengan PTKP
untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
2) Bagi karyawati telah menikah yang menunjukkan keterangan tertulis
dari pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan)
bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan,
diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp 1.200.000,00 setahun atau Rp
100.000,00 sebulan ditambah PTKP untuk keluarganya.
Contoh: Riska, S.E. adalah seorang karyawati dari PT. Mandala
dengan status menikah dan belum mempunyai anak. Riska, S.E.,
menerima gaji Rp 5.500.000,00 sebulan. PT. Mandala masuk program
jamsostek di mana premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi
kematian ditanggung oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing
0,24% dan 1%. Di samping itu, pemberi kerja juga menanggung iuran
pensiun yang dibayarkan ke yayasan dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh menteri keuangan dan iuran JHT masing-masing
sebesar 5% dan 3%, sedangkan yang ditanggung Riska, S.E masing-
masing 5% dan 2%, semua dihitung dari gaji. Suami riska, S.E adalah
karyawan PT. Mahesti.
Perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 5.500.000,00
Premi yang ditanggung perusahaan
JKK Rp 13.200,00
JKM Rp 55.000,00 (+)
Rp 68.200,00 (+)
Penghasilan Bruto Rp 5.568.200,00
Pengurangan:
Biaya jabatan 5% x Rp 5.568.200,00 Rp 278.410,00
Maksimum yang diperkenankan Rp 108.000,00
Iuran pensiun 5% x Rp 5.500.000,00 Rp 275.000,00
Iuran JHT 2% x Rp 5.500.000,00 Rp 110.000,00
Rp 493.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.075.200,00
Penghasilan neto setahun (Rp 5.075.200 x 12) Rp 60.902.400,00
PTKP WP sendiri Rp 15.840.000,00
PKP Rp 45.060.400,00
PPh pasal 21
Setahun 5% x Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,00
10% x Rp 20.062.400,00 Rp 2.006.240,00
Rp 3.256.240,00
PPh pasal 21
Sebulan Rp 3256.240,00 : 12 Rp 271.353,33
c. Perhitungan pemotongan PPh pasal 21 pegawai tetap yang memperoleh uang
lembur
Penghasilan berupa uang lembur maupun penghasilan sejenis yang diperoleh
pegawai bersamaan dengan gaji bulanan dihitung dengan cara mengabungkan
penghasilan tersebut dengan gaji bulanan.
Contoh:
Tn. Yusuf status menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Beliau adalah
pegawai PT. Karya Abadi dengan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp
3.000.000,00. PT. Karya Abadi mengikuti program Jamsostek dimana premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian ditanggung oleh
pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 0,24% dan 1%. Di
samping itu, pemberi kerja juga menanggung iuran pensiun yang dibayarkan
kepada yaysan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan dan iuran JHT masing-masing sebeesar 5% dan 3%, sedangkan
yang ditanggung Tn Yusuf masing-masing 5% dan 2%, semua dihitung dari
gaji. Untuk bulan mei 2010 disamping gaji juga diperoleh lembur sebesar
Rp 500.000,00
Perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 3.000.000,00
Lembur Rp 500.000,00
Premi yang ditanggung perusahaan
JKK 0,24% x Rp 3.000.000,00 Rp 7.200,00
JKM 1% x Rp 3.000.000,00 Rp 30.000,00 (+)
Penghasilan bruto Rp 37.200,00 (+)
Pengurang:
Biaya jabatan 5% x Rp 3.537.200,- Rp 176.860,-
Maksimum yang diperkenankan Rp 108.000,-
Iuran pensiun 5% x Rp 3.000.000 Rp 150.000,-
Iuran JHT 2% x Rp 3.000.000,- Rp 60.000,- (+)
Rp 318.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 3.219.200,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 3.219.200,00 Rp 38.630.400,00
PTKP (K/3) WP sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00 (+)
Rp 21.120.000,00
PKP Rp 17.510.000,00
PPh pasal 21 setahun 5% x 17.510.400.00 Rp 875.520,00
PPh pasal 21 sebulan Rp 875.520,00 : 12 Rp 72.960,00
d. Perhitungan pemotongan PPh pasal 21 pegawai tetap yang gajinya dibayarkan
mingguan dan harian
Untuk pegawai tetap yang menerima gaji secara mingguan dalam perhitungan
PPh pasal 21 disebulankan dengan cara dikalikan 4, sedangkan untuk yang
menerima gaji secara harian dikalikan dengan 26.
Contoh:
Mariana statrus menikah dan mempunyai 2 orang anak. Mariana adalah
pegawai PT. angkasa dengan gaji mingguan sebear Rp 2.500.000,00. PT.
angkasa mengikuti program jamsostek dimana premi asuransi kecelakaan
kerja dan premi asuransi kematian ditanggung oleh pemberi kerja setiap bulan
masing-masing 0,24% dan 1%. Di samping itu pemberi kerja juga
menanggung iuran pensiun yang dibayarkan ke yayasan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran JHT masing-
masing sebesar 5% dan 3% sedangkan yang ditanggung mariana sebesar 5%
dan 2% dari gaji.
Perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji seminggu Rp 2.500.000,00
Gaji sebulan Rp 10.000.000,00
Premi yang ditanggung perusahaan
JKK 0,24% x Rp 10.000.000,00 Rp 24.000,00
JKM 1% x Rp 10.000.000,00 Rp 100.000,00 (+)
Rp 124.000,00 (+)
Penghasilan bruto Rp 10.124.000,00
Pengurang:
Biaya jabatan 5% Rp 10.124.000,- Rp 506.200,00
Maksimum yang diperkenankan Rp 108.000,00
Iuran pensiun 5% x Rp 10.000.000,- Rp 500.000,00
Iuran JHT 2% x Rp 10.000.000,- Rp 200.000,00
Rp 808.000,00 (-)
Penghasilan neto sebulan Rp 9.316.000,00
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 9.316.000,00 Rp 111.792.000,00
PTKP (K/2) WP sendiri Rp 15.840.000,-
Tambahan WP Kawin Rp 1.320.000,-
Tambahan 2 anak Rp 2.640.000,-
Rp 19.800.000,00
PKP Rp 91.992.000,00
PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,-
10% x Rp 25.000.000,00 Rp 2.500.000,-
15% x 41.992.000,00 Rp 6.298.000,- (+)
Rp 10.048.800,00
PPh pasal 21 sebulan Rp 10.048.800,- : 12 Rp 837.400,00
PPh pasal 21 seminggu Rp 837.400,- : 4 Rp 209.350,00
Contoh:
Rusdi, bujangan, status pegawai tetap PT. Suka Maju dengan gaji yang
dibayarkan secara harian sebesar Rp 75.000,- sehari. Selama bulan juni 2009
haryono masuk kerja 26 hari.
Perhitungan PPh pasal 21:
Penghasilan harus dihitung dalam satuan bulan dengan mengalikan 26.
Penghasilan sebulan = 26 x Rp 75.000,- Rp 1.950.000,00
Biaya jabatan 5% x Rp 1950.000,- Rp 97.500,00
Penghasilan neto sebulan Rp 1.852.500,00
Penghasilan neto setahun Rp 22.230.000,00
PTKP Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 9.030.000,00
PPh pasal 21 setahun
5% x Rp 9.030.000,- Rp 451.500,00
PPh pasal 21 sebulan = Rp 451.500 : 12 Rp 37.625,00
PPh pasal 21 sehari = Rp 37.625 : 26 Rp 1.447,00
e. Pegawai tetap yang PPh pasal 21 nya ditanggung pemberi kerja
Dalam PPh pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak
yang ditanggung pemberi kerja tersebut merupakan kenikmatan dan tidak
merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan.
Contoh:
Irwan adalah pegawai PT. Lestari dengan status menikah dan mempunyai 3
orang anak. Dia menerima gaji sebulan Rp 5.000.000,- dan PPh ditanggung
oleh pemberi kerja. PT. Lestari masuk program Jamsostek dimana premi
asuransi kecelakaan dan premi asuransi kematian ditanggung oleh pemberi
kerja setiap bulan masing-masing sebesar 0,24% dan 1%. Di samping itu,
pemberi kerja juga menanggung iuran pensiun yang dibayarkan ke yayasan
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkanoleh menteri keuangan dan
iuran JHt masing-masing sebesar 5% dan 3 %, sedangkan yang ditanggung
irwan masing-masing 5% dan 2%, semua dihitung dari gaji.
Perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 5.000.000,00
Premi yang ditanggung perusahaan
JKK Rp 12.000,-
JKM Rp 50.000,-
Rp 62.000,00
Penghasilan bruto Rp 5.062.000,00
Pengurang:
Biaya jabatan 5% x Rp 5.062.000,00 Rp 253.100,-
Maksimum yang diperkenankan Rp 108.000,-
Iuran pensiun Rp 250.000,-
Iuran JHT Rp 100.000,-
Rp 458.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 4.604.000,00
Penghasilan neto setahun (12 x Rp 4.604.000,-) Rp 55.248.000,00
PTKP (K/3) WP sendiri Rp 15.840.000,-
Tambahan WP Kawin Rp 1.320.000,-
Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,- (+)
Rp 21.120.000,00
PKP Rp 34.128.000,00
PPh pasal 21 setahun
5 % x Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,00
10% x Rp 9.128.000,00 Rp 912.800,00 (+)
Rp 2.162.800,00
PPh pasal 21 sebulan Rp 2.162.800,00 : 12 Rp 180.233,33
PPh pasal 21 sebesar Rp 180.233,33 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi
kerja. Jumlah sebesar Rp 180.233,33 tidak menambah penghasilan bruto
irwan sehingga tidak dikenakan PPh pasal 21. Sebaliknya, bagi pemberi kerja
jumlah ini bukan merupakan biaya yang boleh dikurangkan dalam
menghitung PPh dari pemberi kerja.
C. SPT PPh Pasal 21 Masa dan Tahunan
SPT Pasal 21 Masa
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tata cara perpajakan
Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan
undang-undang nomor 16 tahun 2009, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh
Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
a. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi, menyampaikan Surat Pemberitahuan
dengan benar, lengkap dan jelas.
b. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
ditandatangani oleh Wajib Pajak/pengurus/direksi atau kuasa Wajib Pajak.
SPT yang ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak harus dilampiri dengan
surat kuasa khusus.
c. SPT masa PPh pasal 21 dianggap tidak disampaikan apabila tidak
ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau
dokumen sebagaimana ditetapkan dalam keputusan menteri keuangan
nomor 534/KMK.04/2000, Peraturan Menteri Keuangan nomor
181/PMK.03/2007 dankeputusan direktur jenderal pajak nomor
KEP-214/PJ/2001.
d. PPh pasal 21 dibayarkan/disetorkan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir dan dilaporkan paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah masa pajak berakhir sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.03/2007.
e. Pembayaran/penyetoran PPh yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
f. SPT masa PPh pasal 21 yang disampaikan setelah jangka waktu yang
ditetapkan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
100.000,- (seratur ribu rupiah).
2. Petunjuk umum
SPT masa PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 menggunakan format yang dapat
dibaca dengan mesin scanner, oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Jika Wajib Pajak membuat sendiri formulir SPT ini, jangan lupa untuk
membuat tanda (segi empat hitam) di keempat sudut kerjta sebagai
pembatas agar dokumen dapat discan.
b. Kertas berukuran F4/folio (8,5 x 13 inci) dengan berat minimal 70 gram.
c. Kertas tidak boleh dilipat atau kusut
d. Kolom identitas diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan computer atau tulis
tangan, semua isian identitas harus ditulis di dalam kotak-kotak yang
tersedia.
2) Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan mesin ketik, NPWP
harus ditulis dalam kotak-kotak sedangkan nama dan alamat wajit pajak
dapat ditulis dengan mengabaikan batas kotak paling kanan.
Contoh: nama
PT. MAJU LANCAR JAYA SENTOSA ABADI
e. Kolom-kolom nilai rupiah atau US dollar harus diisi tanpa nilai desimal
Contoh: dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah 10.000.000 (bukan
10.000.000,00) dalam menulis seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen
adalah 125 (bulan 125,50.
3. Petunjuk khusus
1721
SPT MASA PPh pasal 21 dan/atau pasal 26
a. Bagian induk
1) Beri tand silang (X) pada kotak di depan baris “SPT Normal” jika SPT
yang disampaikan merupakan SPT biasa dan beri tanda silang (X) pada
kotak di depan baris “SPT pembetulan ke-” jika SPT yang disampaikan
merupakan SPT pembetulan.
2) Untuk SPT Pembetulan, maka pada baris: “SPT Pembetulan ke-” diisi
dengan angka kesekian kalinya Wajib Pajak melakukan pembetulan.
3) Contoh: pembetulan ke satu atau SPT PPh pasal 21 dan/atau pasal 26
masa pajak januari 2009, maka diisi sebagai berikut:
X │SPT Pembetulan ke-14) Tahun kalender
Diisi dengan tahun kalender yang bersangkutan.
5) Masa pajak
Diisi dengan masa pajak yang bersangkutan
Untuk SPT pembetulan, diisi dengan masa pajak dari SPT yang dibetulkan.
b. Bagian A
1) Angka 1: NPWP
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemotong pajak
sesuai dengan yang tercantum pada kartu NPWP.
2) Angka 2: nama WP
Bagian ini diisi dengan nama Pemotong pajak sesuai dengan nama yang
tercantum pada Kartu NPWP.
3) Angka 3: Alamat
Bagian ini diisi dengan alamat pemotong pajak yang sekarang ditempati
atau alamat terbaru.
4) Angka 4: nomor telepon
Cukup jelas
5) Angka 5: alamat e-mail
Diisi dengan alamat email (jika pemotong pajak memiliki alamat email).
c. Bagian B
1) Angka 6 – angka 19
Kolom 3: diisi dengan jumlah karyawan/orang yang menerima
penghasilan.
Kolom 4: diisi dengan jumlah penghasilan yang dibayarkan.
Kolom 5: diisi dengan jumlah PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 yang
dipotong.
Catatan: untuk masa pajak Desember, jumlah penghasilan bruto 9kolom
4) dan jumlah pajak terutang (kolom 5) diisi jumlah kumulatif dalam
tahun kalender yang bersangkutan.
2) Angka 20
Disisi dengan hasil penjumlahan angka 6 sampai dengan angka 19.
3) Angka 21
Disisi PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 yang telah disetor pada masa
pajak januari s/d nopember. Angka 21 ini disisi hanya pada masa pajak
desember.
4) Angka 22
Diisi dengan jumlah pokok pajak STP PPh pasal 21/dan atau pasal 26.
5) Angka 23
Berilah tanda X dalam kotak “masa pajak” dan isi kotak “tahun
kalender’ sesuai dengan saat terjadinya kelebihan setor PPh pasal 21
dan/atau pasal 26.
Kolom 5: diisi dengan jumlah kelebihan setor PPh pasal 21 dan/atau
pasal 26.
Kelebihan setor sebagaimana dimaksud pada angka 23 diantaranya
meliputi; kelebihan pemotongan PPh pasal 21 karena penerapan tariff
yang lebih tinggi terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP
(lihat PMK No. 252/PMK.03/2008 Pasal 20 ayat 4)
Penghitungan kembali atas kelebihan pemotongan PPh pasal 21 karena
penerapan tariff yang lebih tinggi terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki NPWP tersebut dilakukan setelah pemotongan pajak
melakukan pembetulan SPT masa PPh pasal 21 dan/atau 26 untuk
menunjukkan adanya kelebihan pemotongan PPh pasal 21.
6) Angka 24
Diisi dengan hasil penjumlahan angka 21 + angka 22 + angka 23
7) Angka 25
Diisi dengan hasil pengurangan angka 20 dengan angka 24
8) Angka 25a
Diisi dengan jumlah PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 yang disetor dengan
SSP PPh pasal 21 ditanggung pemerintah.
9) Angka 25b
Diisi dengan jumlah PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 yang disetor dengan
SSP.
10) Angka 26
Diisi dengan PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 yang kurang (lebih) disetor
pada SPT yang dibetulkan, yang merupakan pindahan dari bagian b
angka 25 dari SPT yang dibetulkan.
11) Angka 27
Diisi dengan hasil pengurangan jumlah angka 25 dengan jumlah angka
26.
12) Angka 28
Apabila ternyata angka 25 atau angka 27 menunjukkan lebih setor,
kelebihan tersebut diperhitungkan oleh pemotong pajak dengan
penyetoran PPh pasal 21 yang terutang untuk bulan dilakukannya
penghitungan kembali.
d. Bagian C
Angka 29 – angka 31
1) Kolom 3: diisi dengan jumlah karyawan/orang yang menerima
penghasilan
2) Kolom 4: diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan
3) Kolom 5: diisi dengan jumlah PPh pasal 21 dan atau pasal 26 yang
dipotong.
e. Bagian D
Berikan tanda silang X dalam kotak yang telah disediakan sesuai dengan
lampiran yang disampaikan.
f. Bagian E
1) Kolom pernyataan
Berikan tanda (X) pada kotak yang sesuai. Pimpinan atau kuasanya
wajib menangdatangani dan membubuhkan nama lengkap, NPWP yang
bersangkutan dan membubuhkan cap perusahaan serta mencantumkan
tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT tahunan ini pada tempat yang
sudah tersedia.
2) Kolom diisi oleh petugas
Berikanlah tanda (X) dalam kotak yang sesuai pegawai menandatangani
dan membubuhkan nama lengkap, NPWP yang bersangkutan dan
membubuhkan cap perusahaan serta mencantumkan tanggal, bulan dan
tahun diisinya SPT tahunan ini pada tempat yang sudah bersedia.
1721 - 1DAFTAR BUKTI PEMOTONGAN PPh Pasal 21 DAN/ATAU PASAL 26
UNTUK PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUM BERKALA
Formulir 1721 – 1 wajib disampaikan hanya pada masa pajak desember.
Pemotong pajak tidak perlu menyampaikan formulir 1721-A1/A2 kepada
pegawai tetap atau penerima pensiun atau tujuan hari tua/tabungan hari
tua/jaminan hari tua maupun kepada pegawai negeri sipil, anggota TNI, polri,
pejabat Negara dan pensiunannya.
1) Bagian A
Kolom 1 : diisi nomor urut
Kolom 2 : diisi NPWP
Kolom 3 : diisi nama Wajib Pajak
Kolom 4 : diisi jumlah penghasilan bruto
Kolom 5 : diisi jumlah PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 terutang
2) Bagian A1
Kolom 4 : diisi jumlah penghasilan bruto (dari nomor 1 s/d 20)
Kolom 5 : diisi jumlah PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 terutang (dari
nomor 1 s/d 20)
3) Bagian B
(…. Orang) : diisi jumlah pegawai tetap dan penerima pensiun atau
THT /JHT yang penghasilan netonya tidak melebihi PTKP.
Kolom 4 : diisi jumlah penghasilan bruto
4) Bagian C
Kolom 4 : diisi jumlah penghasilan bruto (A1 dan B)
Kolom 5 : diisi jumlah PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 terutang (A1 dan
B)
1721 – IIDAFTAR PERUBAHAN PEGAWAI TETAP
Formulir 1721 – II wajib disampaikan hanya pada saat ada pegawai tetap
yang keluar dan/atau ada pegawai tetap yang masuk dan/atau ada pegawai
yang baru memiliki NPWP.
1) Pegawai tetap yang keluar
Kolom 1 : diisi nomor urut
Kolom 2 : diisi NPWP
Kolom 3 : diisi nama Wajib Pajak
Kolom 4 : diisi jumlah penghasilan
Kolom 5 : diisi jumlah PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 terutang
2) Pegwai tetap yang masuk
Kolom 1 : diisi nomor urut
Kolom 2 : diisi NPWP
Kolom 3 : diisi nama Wajib Pajak
Kolom 4 : diisi status karyawan (TK, K, K/I, PHJ, HB)
a) TK : tidak kawin
b) K : Kawin
c) K/I : Kawin dengan istri yang mempunyai penghasilan
d) PH : Wajib Pajak kawin yang pisah harta dan penghasilan
e) HB : Wajib Pajak kawin yang hidup terpisah.
Kolom 5 : diisi jumlah tanggungan yaitu setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga)
anak.
3) Pegawai yang baru memiliki NPWP
Kolom 1 : diisi nomor urut
Kolom 2 : diisi NPWP
Kolom 3 : diisi nama Wajib Pajak
1721 – TDAFTAR PEGAWAI TETAP/PENERIMA PENSIUN BERKALA
Formulir 1721-T wajib dilampirkan pada saat pertama kali Wajib Pajak
berkewajiban untuk menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan pasal
21dan /atau pasal 26.
Dalam hal Wajib Pajak telah berkewajiban untuk menyampaikan SPT Masa
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau pasal 26 sebelum berlakunya peraturan
direktur jenderal pajak ini, formulir 1721-T wajib dilampirkan pada masa pajak
juli 2009.
Kolom 1 : diisi nomor urut
Kolom 2 : diisi NPWP
Kolom 3 : diisi nama Wajib Pajak
Kolom 4 : diisi status karyawan (TK, K, K/I, PH, HB)
- TK : tidak kawin
- K : Kawin
- K/I : Kawin dengan istri yang mempunyai penghasilan
- PH : Wajib Pajak kawin yang pisah harta dan penghasilan
- HB : Wajib Pajak kawin yang hidup terpisah
Kolom 5: diisi jumlah tanggungan yaitu setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) anak.
Untuk mengakomodasi peraturan terbaru tentang PPh pasal 21 dimana setiap
pemotongan PPh pasal 21 harus diberikan bukti potong serta ditiadakannya
SPT tahunan PPh pasal 21, maka Dirjen Pajak telah mengeluarkan peraturan
nomor PER-32/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Penghasilan pasal 21 dan/atauu pasal 26 dan bukti pemotongan/
pemungutan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pasal 26.
Hal-hal khusus yang diatur dalam PER-32/PJ/2009 adalah sebagai berikut:
1) Pemotongan pajak wajib melaporkan daftar pegawai/penerima pensiun
berkala dengan menggunakan formulir 1721-T.
2) Setiap pemotongan PPh pasal 21 harus diberikan bukti pemotongan PPh
pasal 21 baik PPh pasal 21 final maupun tidak final.
3) SPT masa PPh pasal 21 masa Desember berisi akumulasi seluruh
pemotongan PPh pasal 21 selama setahun
Masa berikutnya formulir SPT masa PPh pasal 21 baru adalah setiap transaksi
yang terjadi mulai 1 juli 2009 yang berkaitan dengan pajak penghasilan PPh
pasal 21 untuk masa Juli 2009 begitupun dengan bukti potongnya.
Adapun daftar formulir SPT masa PPh pasal 21 yang baru adalah sebagai
berikut:
1. Formulir 1721 SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26
2. Formulir 1721 I daftar bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21
dan/atau pasal 26 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala.
3. Formulir 1721 II Daftar perubahan pegawai tetap
4. Formulir 1721 T Daftar pegawai tetap/penerima pensiun berkala.
5. Formulir 1721 A-1 bukti pemotongan pajak, penghasilan pasal 21 bagi
pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari tua/THT/JHT.
6. Formulir 1721 A-2 bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21 pada
pegawai negeri sipil, anggota TNI/polisi RI, pejabat Negara dan
pensiunannya
7. Daftar bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21/dan atau pajak 26
(tidak final)
8. Bukti pemotongan PPh pasal 21 dan/atau pasal 26
9. Daftar bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pasal 26
(final)
10. Bukti pemotongan PPh pasal 21 (final).
Berikut merupakan contoh format untuk melakukan kegiatan tersebut.
SPT Tahunan PPh pasal 21
1. Petunjuk umum
Berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah erakhir dengan
undang-undang nomor 16 tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan
oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
a. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi, menyampaikan SPT Tahunan dengan
benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya.
b. SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus direksi, orang pribadi, atau orang
lain bukan Wajib Pajak sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.
c. SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau
tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan nomor 534/KMK.04/2000
dan keputusan Direktur jenderal pajak nomor Kep-024/PJ.2001.
d. Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT tahunan dan
menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
e. Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui kantor pos secara
tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk
oleh direktur jenderal pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur
jenderal pajak nomor kep-518/PJ/2001.
f. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan
harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga
setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal
jatuh tempat, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebear 2% (dua
persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
g. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas
Negara melalui kantor pos dan giro atau bank yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (bank persepsi).
h. Direktur jenderal pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan
persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk
kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh pasal
29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasakan keputusan Direktur
Jenderal Pajak nomor Kep-325/PJ./2001, pemohonan harus diajukan secara
tertulis kepada kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran keputusan direktur jenderal
tersebut.
i. Direktur jenderal pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 (enam) ulan.
Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai
penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak
dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan
sementara tersebut.
Apabila SPT tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan
atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 100.000,00 (seratur ribu rupiah)
j. Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan
atau menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang
tidak atau kurang dibayar.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau
menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Petunjuk khusus
Dalam rangka membantu dan memudahykan pengisian SPT Tahunan PPh pasal
21 dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang disingkat PPh pasal 21 atau
PPh pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 26 undang-undang nomor 7 tahun 1983
tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-
undang nomor 17 tahun 2000.
b. Bagi pemotong pajak yang membayarkan upah kepada pegawai tidak tetap
yang seluruh atau sebagian dari PPh pasal 21 terutangnya ditanggung
pemerintah harus melampirkan suatu daftar khusus yang membuat nama
pegawai tidak teap, jumlah penghasilan bruto, penghasilan tidak kena pajak
9ptkp), PPh pasal 21 yang terutang. Dan pph pasal 21 yang ditanggung
pemerintah. Bentuk lampiran tersebut sesuai dengan contoh terlampir dalam
buku petunjuk ini.
c. Yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT tahunan PPh pasal 21 (formulir
1721) adalah setiap pemotong pajak PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang
terdiri dari sebagai berikut:
1) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap termasuk
juga badan atau organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai
pemotong pajak berdasarkan keputusan menteri keuangan sesuai dengan
ketetnuan pasal 21 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang
pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-
undang nomor 17 tahun 2000, yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai.
2) Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada pemerintah
pusat, pemberintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-
lembaga Negara lainnya dan kedutaan besar republik Indonesia di luar
negeri yang membayarkan gaji upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lainnya dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3) Dana pensium, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tabungan hari tua
atau jaminan hari tua.
4) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa,
termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang
melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri
bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
5) Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayar honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan
jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar
negeri.
6) Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit,
pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan,
asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan
organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan
sebagai pembayaran gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama
apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi.
7) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan
honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan
pemagangan.
8) Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk
organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainya
yang menyelenggarakan kegiatan), yang membayar honorarium, hadiah
atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
9) Perusahaan dan badan sebagaimana dimaksud dalma huruf d, e, dan g
termasuk badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah,
perusahaan swasta dengan nama dan dalam bentuk appun dan badan atau
organisasi internasional dalma bentuk apapun yang tidak dikecualikan
sebagai pemotong pajak berdasarkan keputusan menteri keuangan sesuai
dengan ketentuan pasal 21 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 1983
tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
undang-undang nomor 17 tahun 2000.
d. Bagi pemotong pajak yang tidak wajib memasukkan SPT Tahunan pajak
penghasilan Wajib Pajak badan (1771) wajib menyampaikan daftar biaya.
e. Pemotong pajak PPh pasal 21 dapat menyampaikan lampiran 1721 A-1 dalam
bentuk media elektronik (a.l. disket atau cartridge) dalam struktur data yang
telah ditetapkan oleh direktur jenderal pajak, sedangkan induk SPT (Formulir
1721) jenderal pajak, sedangkan induk SPT (Formulir 1721) tetap harus diisi
dan ditandatangani oleh pemotong pajak dan disampaikan bersama
lamirannya secara langsung ke kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan dan pengamatan potensi perpajakan atau dikirim melalui kantor
pos secara tercatat atau dengan cara lain yang diatur dengan keputusan
direktur jenderal pajak.
SPT masa PPh pasal 21 desember 2009 sebagai penganti SPT tahunan PPh pasal
21 tahun 2009 dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan no.
252/PMK.03/2008, tangggal 31 desember 2008 tentang pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi, SPT
Tahunan PPh pasal 21 untuk tahun pajak 2009 dapat dipastikan tidak ada lagi.
Dalam pasal 13 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan no. 252/PMK.03/2008,
disebutkan bahwa “besarnya PPh pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak
terakhir adalah selisih antara pajak penghasilan yang terutang atas seluruh
Penghasilan Kena Pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak
dengan PPh pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam
tahun pajak yang bersangkutan”.
Sesuai dengan ketentuan di atas, SPT Tahunan PPh pasal 21 yang selama
berfungsi untuk menghitung kembali PPh pasal 21 yang sebenarnya terutang
dalam satu tahun pajak tidak ada lagi dan digantikan dengan SPT Masa PPh pasal
21 masa pajak desember 2009. Sesuai peraturan direktur jenderal pajak yaitu
PER-32/PJ/2009 tanggal 25 mei 2009 tentang bentuk formulir SPT Masa PPh
pasal 21 dan/atau pasal 26 dan bukti pemotongan/pemungutan PPh pasal 21/26,
bentuk formulir SPT Masa PPh 21/26 dengan kode formulir 1721 terdiri sebagai
berikut:
1721 Induk Disampaikan per masa Khusus desember: diisi berdasarkan jumlah akumulasi yang dibayarkan dalam satu tahun takwim
1721 I Hanya disampaikan di masa terdapat perusahaan dating pegawai tetap (keluar, masuk dan baru ber-NPWP)
1721 T disampaikan di masa pajak pertama kali menyampaikan SPT 1721 (SPT masa juli 2009)
Daftar bukti potong PPh 21 tidak finalDaftar bukti potong PPh pasal 21 final
Disampaikan di setiap masa dalam hal terdapat pemotongan PPh pasal 21 non pegawai tetap-tidak finalDisampaikan di setiap masa dalam hal terdapat pemotongan PPh pasal 21 non pegawai tetap-final
Bukti potong PPh pasal 21 non pegawai tetap
Bukti potong ini tetap harus dibuat dalam hal terdapat pemotongan PPh pasal 21 untuk non pegawai teap, namun tidak perlu dilampirkan dalam SPT Masa
Bukti potong PPh pasal 21 non pegawai (final)Bukti potong PPh pasal 21 pegawai (1721 A1-1721 A2)
Bukti potong ini tetap harus dibuat dalam hal terdapat pemotongan PPh pasal 21 untuk non pegawai tetap-pfinal, namun tidak perlu dilampirkan dalam SPT Masa.Dibuat di masa pajak terakhir (masa pajak Desember atau pada masa pajak pegawai tetap tersebut berhenti bekerja)
Jadi, untuk pelaporan SPT Masa pajak Desember 2009 merupakan perhitungan
PPH pasal 21 sesungguhnya dalam satu tahun pajak. Formulir yang wajib
dilaporkan adalah 1721 induk, 1721-I dan daftar bukti potong (kalau ada
pemotongan PPH pasal 21 bagi selain pegawai tetap). Sedangkan bukti potong
PPH pasal 21 dan formulir 1721 A1-1721 A2 tidak wajib dilampirkan dalam
pelaporan SPT Masa PPh pasal 21 termasuk pada masa pajak Desember atau
pada masa pajak dimana pegawai tersebut berhenti bekerja, tapi bukti potong dan
formulir 1721 A1-1721 A2 tersebut harus diberikan kepada yang bsersangkutan.
Berdasarkan ketentuan di atas maka dapat dipastikan bahwa SPT Tahunan PPh
pasal 21 tahun mulai tahun 2009 sudah tidak ada.
Berdasarkan ketentuan di atas maka dapat dipastikan bahwa SPT Tahunan PPh
pasal 21 tahun mulai tahun 2009 sudah tidak ada.
D. Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk
melakukan pebayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara melalui
kantor penerimaan pembayaran. SSP ada 2 jenis yaitu SSP Standard dan SSP
khusus.
1. Surat Setoran Pajak (SSP) Standar
SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi
untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor
Penerima Pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan
bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
Isi dan bentuk SSP Standar sesuai dengan yang ditetapkan Direktur Jenderal
Pajak. Satu SSP Standar berlaku untuk satu jenis pajak/masa pajak/tahun
pajak/ketetapan pajak dengan menggunakan satu kode MAP dan satu kode
jenis setoran. SSP Standar dibuat dalam rangkap 5 (lima), terdiri sebagai
berikut:
Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;
Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan
ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
2. SSP Khusus
a. SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke
Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya
yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar
dalam administrasi perpajakan.
b. Satu SSP Khusus berlaku untuk satu jenis pajak/masa pajak/tahun
pajak/ketetapan pajak dengan menggunakan satu kode MAP dan satu
kode jenis setoran.
c. SSP khusus hanya dapat dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran Pajak
yang telah bekerjasama melakukan Monitoring Pelaporan Pembayaran
Pajak (MP3) dengan Dirjen Pajak.
d. SSP khusus paling sedikit memuat :
Nama dan NPWP
Identitas Kantor Penerima Pembayaran
Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Pajak/Kode Jenis
Setoran
Masa dan tahun pajak
Nomor ketetapan pajak
Jumlah dan tanggal pembayaran
Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTTP) dan/atau Nomor
Transaksi Bank (NTB)
e. SSP khusus digunakan untuk membayar pajak oleh Wajib Pajak yang
mempunyai NPWP, kecuali :
PPh atas pembayaran Fiskal Luar Negeri yang dibayar pada counter-
counter di bandar udara dan pelabuhan laut;
PPh 26 SPLN;
PPN terutang atas pengalihan aktiva dalam rangka restrukturisasi
perusahaan;
PPN terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar
daerah pabean;
PPh Pasal 22 Impor dan PPN impor atas barang bawaan penumpang,
awak sarana pengangkut, pelintas batas dan kiriman pos sebagaimana
diatur oleh Dirjen Bea dan Cukai;
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendaharawan;
PPN DN yang dipungut oleh Bendaharawan;
PPh final pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai
NPWP sepanjang telah mendapat Surat Keterangan dari KPP setempat
yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP;
PPh final pasal 4 ayat (2) atas persewaan tanah dan/atau bangunan yang
dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP sepanjang
telah mendapat Surat Keterangan dari KPP setempat yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP;
PPN kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi
yang tidak mempunyai NPWP.
f. Pembayaran atau penyetoran pajak dengan SSP Khusus akan dilayani
oleh Kantor Penerima Pembayaran apabila Wajib Pajak telah memperoleh
persetujuan dari Dirjen Pajak.
g. SSP Khusus dapat diperbanyak yang berfungsi sama dengan lembar ke-5
SSP Standar sebagai pengganti bukti potong/pungut.
h. Bentuk formulir SSP Khusus tidak harus sama dengan SSP Standar, tetapi
harus memuat identitas Wajib Pajak.
i. SSP khusus yang memiliki fungsi yang sama dengan lembar ke-5 SSP
standar wajib dibubuhkan cap dan tanda tangan
j. SSP khusus yang memiliki fungsi yang sama dengan lembar ke-1 dan
lembar ke-3 SSP standar, tidak wajib dibubuhkan cap dan tanda tangan.
k. Cap dan tanda tangan hanya diperlukan apabila SSP Khusus dicetak oleh
Kantor Penerima Pembayaran untuk diteruskan ke Direktorat Jenderal
Anggaran.
Saat Pembuatan SSP Khusus :
a. Saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 lembar,
lembar ke-1 untuk arsip Wajib Pajak dan lembar ke-3 untuk dilaporkan
Wajib Pajak ke KPP.
b. Lembar ke-2 dicetak secara terpisah sebanyak 1 (satu) lembar untuk KPP
melalui KPKN dan tidak diharuskan adanya cap dan tanda tangan pejabat
berwenang dari Kantor Penerima Pembayaran. Cap dan tanda tangan
hanya untuk lembar hasil perbanyakan saja.
Pembayaran setoran pajak yang SSP-nya dapat berfungsi sebagai pengganti
bukti potong/bukti pungut bendaharawan, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 22
bendaharawan, PPh final atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan
bangunan, dan PPh final atas persewaan tanah dan bangunan tidak dapat
menggunakan SSP Khusus.
Tata cara pengisian SSP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sebagai berikut:
a. NPWP diisi dengan NPWP 11 digit apabila SSP digunakan untuk
melakukan pembayaran sebelum 31 maret 2001.
b. NPWP baru (15 digit) diterima oleh Wajib Pajak sebelum tanggal 1 april
2001 baru dapat digunakan identitas pembayaran pajak sejak 1 april 2001
dengan menggunakan SSP sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
direktur jenderal pajak ini.
c. NTPP dan atan NTB dicantumkan pada “ruang teraan”.
E. Cara Penyampaian SPT
1. Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) UU KUP, batas waktu penyampaian SPT
Tahunan 2009 pada umumnya adalah tanggal 31 Maret 2010 untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi serta paling lambat 30 April 2010 bagi Wajib Pajak
Badan.
Keterlambatan penyampaian SPT Tahunan ini akan menimbulkan sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP.
Besarnya sanksi denda ini adalah Rp100.000,- (seratur ribu rupiah) bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) bagi Wajib
Pajak badan.
2. Tempat Penyampaian SPT Tahunan
Jika Anda akan menyampaikan SPT Tahunan secara langsung, maka Anda
bisa menyampaikan SPT di kantor-kantor pajak terdekat. Penyampaian SPT
Tahunan juga bisa dilakukan di pojok-pojok pajak dan mobil pajak yang nanti
pada musim penerimaan SPT Tahunan biasanya dibuka di pusat-pusat
keramaian.
Penyampaian SPT Tahunan ini tidak mesti harus di kantor pajak tempat Anda
terdaftar. Kantor pajak yang menerima SPT Tahunan Wajib Pajak yang
terdaftar pada kantor pajak lain nantinya akan langsung mengirimkannya ke
kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Ketentuan seperti ini sudah mulai
diberlakukan sejak tahun lalu sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada
Wajib Pajak.
3. Cara Penyampaian SPT Tahunan
Penyampaian SPT Tahunan secara langsung ke kantor pajak/mobil
pajak/pojok pajak terdekat, maka penyampaian SPT dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1) SPT Tahunan dimasukkan ke dalam amplop tertutup
2) Di bagian luar amplop dituliskan, nama, NPWP, tahun pajak, status
SPT (kurang bayar, lebih bayar atau nihil), dan nomor telepon yang
bisa dihubungi.
Setelah diserahkan kepada petugas penerima SPT Tahunan, maka akan
diberikan tanda terima yang berisi nomor tanda terima, tanggal
penerimaan, nama petugas penerima SPT Tahunan dan stempel kantor
penerima SPT Tahunan. Tanda terima ini sebaiknya Anda simpan dan
jangan sampai hilang karena merupakan bukti bahwa Anda telah
menyampaikan SPT Tahunan pada suatu tanggal tertentu. Pada saat
penyampaian SPT Tahunan ini petugas penerima SPT Tahunan tidak
membuka amplop dan tidak melakukan penelitian atas SPT. Dengan kata
lain, apapun isi amplop tersebut dan apakah SPT di dalamnya sudah betul
atau tidak, petugas penerima SPT Tahunan harus menerimanya dan
memberikan tanda terima.
Selain secara langsung, penyampaian SPT dapat pula dilakukan secara
pos dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tempat Anda terdaftar. Penyampaian SPT juga bisa dilakukan melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dan dikirimkan ke KPP tempat
Anda terdaftar.
4. SPT Tidak Lengkap
Petugas penerima SPT Tahunan tidak melakukan penelitian atas kelengkapan
SPT Tahunan yang diterimanya. Proses penelitian dilakukan kemudian dalam
jangka waktu 2 (dua) bulan sejak SPT Tahunan diterima atau paling lambat
14 hari sejak SPT Tahunan diterima bagi SPT yang statusnya lebih bayar.
Jika berdasarkan penelitian ini SPT Tahunan dinyatakan lengkap maka SPT
dilakukan proses perekaman. Jika berdasarkan penelitian ternyata SPT
Tahunan dinyatakan tidak lengkap maka , maka kepada Wajib Pajak
dikirimkan surat permintaan kelengkapan SPT Tahunan. Wajib Pajak harus
melengkapinya dalam jangka waktu 30 sejak tanggal surat permintaan
kelengkapan. Apabila dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak tidak
melengkapinya maka SPT Tahunan Wajib Pajak dianggap tidak disampaikan.
Dan kepada Wajib Pajak dikirimkan Surat Pemberitahuan yang menyatakan
bahwa SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan
terhadap:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing
yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi
belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yaitu Wajib Pajak yang dalam keadaan antara lain:
kerusuhan missal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang
antar suku atau kegagalan sistem computer administrasi penerimaan
Negara atau perpajakan.
F. Cara menyimpan dokumen SPT tahunan PPh pasal 21
e-Filing adalah suatu cara penyimpanan Surat Pemberitahuan yang dilakukan
melalui sistem on-line dan real time. e-filing diperlukan, karena beberapa hal
sebagai berikut:
1. Dibutuhkan waktu yang lama untuk merekam data SPT di Kantor Pelayanan
Pajak, khususnya data lampiran SPT
2. Sering terjadi kesalahan pada saat perekaman data, sehingga data yang
dituangkan WP dalam SPT tidak sama dengan data yang ada pada DJP
3. Perekaman data SPT membutuhkan sumber daya manusia yang banyak
4. Sering terjadi kesalahan dalam pengisian dan penghitungan SPT
5. Input data sangat banyak sehingga proses pembuatan SPT lama
6. Pemborosan Kertas
7. Pemborosan tempat untuk menyimpan dokumen SPT
8. Bila terjadi kehilangan data mis. Kebakaran tidak ada backup data
9. Jarak dan Waktu
10. Memperlambat pelayanan lainnya
Organisasi yang dibentuk berdasarkan Permenkeu No. 84/PMK.01/2007
mempunyai tugas melaksanakan penerimaan, pemindaian, perekaman dan
penyimpanan dokumen perpajakan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Keberadaan unit pelaksana teknis ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas,
akurasi, konsistensi dan keamnaan data dan dokumen perpajakan.
1. Mengumpulkan, menerima dan menyortir dokumen perpajakan.
2. Memindai dokumen dan merekam data perpajakan.
3. Mengarsip dokumen perpajakan
4. Memeriksa basis data
5. Melayani peminjaman dokumen perpajakan kepada unit organisasi di
lingkungan ditjen pajak. Melaksanakan administrasi kantor.
Lampiran IPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR : PER-38/PJ/2009TENTANG : BENTUK FORMULIR SURAT
SETORAN PAJAK
IKHTISAR MATERI
1. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan alat yang diguankan oleh Wajib Pajak
dalam rangka melaporkan besarnya jumlah pajak yang dibebankan kepada Wajib
Pajak tersebut yang dilaporkan kepada pemerintah.
2. PPh pasal 21 adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak pribadi dalam negeri maupun Wajib
Pajak luar negeri berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan.
3. Surat setoran pajak (SSP) adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara
melalui kantor penerima pembayaran.
4. Penyampaian SPT Tahunan secara lagnsung ke kantor pajak/mobil pajak/pojok
pajak terdekat, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. SPT Tahunan dimasukkan ke amplop tertutup
b. Di bagian luar amplop dituliskan nama, NPWP, Tahun pajak, status SPT
(kurang bayar, lebih bayar atau nihil) dan nomor telpon yang bisa dihubungi.
5. Jika berdasarkan penelitian ternyata SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap maka
kepada Wajib Pajak dikirimkan surat permintaan kelengkapan SPT Tahunan
Wajib Pajak dianggap tidak disampaikan. Selanjutnya kepada Wajib Pajak
dikirimkan Surat Pemberitahuan yang menyatakan bahwa SPT Tahunan dianggap
tidak disampaikan.
UJI KOMPETENSI
A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara member tanda silang
(X) pada huruf a, b, c, d, atau e!
1. Alat yang digunakan Wajib Pajak dalam rangka melaporkan besarnya jumlah
pajak yang dibebankan kepada Wajib Pajak tersebut yang dilaporkan kepada
pemerintah disebut …..
a. Surat Setoran Pajak (SSP)
b. Surat Pemberitahuan (SPT)
c. Bukti Pemotongan Pajak
d. Daftar bukti pemotongan pajak
e. Faktur pajak
2. Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak pada suatu saat disebut
….
a. SPT Tahunan
b. SPT Masa
c. Surat Pemberitahuan (SPT)
d. Surat Setoran Pajak (SSP)
e. Faktur pajak
3. Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau
pembayaran pajak terutang dalam suatu tahun pajak disebut …
a. SPT Tahunan
b. SPT Masa
c. Surat Pemberitahuan (SPT)
d. Surat Setoran Pajak (SSP)
e. Faktur pajak
4. Batas waktu pemasukan SPT Tahunan adalah …. setelah akhir tahun pajak
a. 3 bulan
b. 2 bulan
c. 5 bulan
d. 1 bulan
e. 6 bulan
5. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar 5%
dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimal yang diperkenankan sejumlah
Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan disebut …
a. iuran jabatan
b. jaminan hari tua (JHT)
c. biaya pajak
d. biaya yang diperkenankan
e. biaya jabatan
6. Penghasilan neto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai
dengan status dan jumlah tanggungan Wajib Pajak yang bersangkutan pada awal
tahun takwin adalah menghitung ….
a. PTKP
b. PKP
c. Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
d. Tarif PPh
e. PPh setahun
7. Berikut ini yang bukan merupakan pemotong pajak penghasilan adalah …
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan
b. Bendaharawan atau pemegang kas pemerintah baik pusat maupun daerah
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar.
e. Pengusaha
8. Untuk mempunyai NPWP, kita dikenakan biaya ….
a. 5% dari penghasilan
b. 0,5% dari penghasilan
c. 0% (gratis)
d. 10% dari penghasilan
e. 15% dari penghasilan
9. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
ditandatangani oleh Wajib Pajak/pengurus/direksi ditandatangani oleh …
a. Kuasa Wajib Pajak
b. Direktorat jenderal pajak
c. Menteri keuangan
d. Petugas pajak
e. Wajib Pajak
10. SPT Masa PPh pasal 21 yang disampaikan setelah jangka waktu yang ditetapkan
dikenakan sanksi administrasi berupa denda ….
a. Rp 200.000,00
b. Rp 150.000,00
c. Rp 100.000,00
d. Rp 250.000,00
e. Rp 300.000,00
11. Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh pasal 21), tenaga kerja
(jamsostek) dipotong pajak penghasilan yang bersifat final, yang berpenghasilan
bruto antara Rp 25.000.000,00 s/d 50.000.000,00 sebesar
a. 5%
b. 10%
c. 15%
d. 25%
e. 0,5%
12. Suatu cara penyimpanan Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilakukan melalui
sistem online dan real time disebut …
a. Arsip
b. Almari kantor perpajakan
c. e-filing
d. computer
e. buku STK
13. Pembayaran atau penyetoran pajak dengan SSP Khusus akan dilayani oleh
Kantor Penerimaan Pembayaran apabila Wajib Pajak telah memperoleh
persetujuan dari ….
a. Dirjen pajak
b. Menteri keuangan
c. Pemerintah pusat
d. Wajib Pajak
e. Petugas pajak
14. Berdasarkan pasal 3 ayat (3) UU KUP, batas waktu penyampaian SPT Tahunan
2009 untuk waktu pajak orang pribadi pada umumnya adalah …
a. Tanggal 31 maret 2010
b. Tanggal 30 april 2010
c. Tanggal 31 maret 2009
d. Tanggal 30 april 2009
e. Tanggal 31 mei 2010
15. Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan
pembayaran atau penerima pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran
degnan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran keputusan
direktur jenderal pajak disebut …
a. SSP Khusus
b. SPT Masa
c. SPT Tahunan
d. SSP Standar
e. Faktur Pajak
16. Pada SSP Standar, lembar ke-5 adalah ….
a. Untuk arsip Wajib Pajak
b. Untuk KPP melalui Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara (KPKN)
c. Untuk dilaporkan Wajib Pajak ke KPP
d. Untuk arsip kantor penerima pembayaran
e. Untuk arsip pemungut/pihak lain.
17. “Besarnya PPh pajak 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah
selisih antara pajak penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena
Pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh pasal 21
yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang
bersangkutan”. Pernyataan tersebut adalah sesuai dengan ….
a. Pasal 13 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008
b. Pasal 13 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2009
c. Pasal 13 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No. 255/PMK.03/2008
d. Pasal 13 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008
e. Pasal 13 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.04/2008
18. Surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran
pajak yang terutang ke kas Negara melalui kantor penerimaan pembayaran
disebut …
a. Surat Pemberitahuan (SPT)
b. Surat Setoran Pajak (SSP)
c. SSP Standar
d. SSP Khusus
e. KPP
19. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dikenakan terhadap beberapa
hal, kecuali …
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia.
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang
tidak tinggal lagi di Indonesia.
d. Wajib Pajak yang sudah pensiun
e. Bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
20. Setelah diserahkan kepada petugas penerima SPT tahunan, maka Wajib Pajak
akan diberikan tanda terima yang berisi, kecuali ….
a. Nomor tanda terima
b. Tanggal penerimaan
c. Tanggal pembayaran berikutnya
d. Nama petugas penerima SPT Tahunan
e. Stempel kantor penerima SPT Tahunan
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan perbedaan antara SPT Masa dan SPT Tahunan
2. Jelaskan batas waktu pemasukan Surat Pemberitahuan pajak
3. Jelaskan batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Masa
4. Jelaskan fungsi SPT bagi Wajib Pajak
5. Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 21?
6. Saefudin adalah pegawai tetap di PT. Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari
2009. Ia memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 2.000.000,00 dan membayar
iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum
mempunyai anak (status K/0). Hitunglah besarnya pemotongan PPh pasal 21!
7. Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiunan tahun 2009.
Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp 2.000.000,00. Hitunglah
besarnya pemotongan PPh pasal 12!
8. Ikhasan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT. Tiurmas Lampung Indah. Ia
memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp 2.200.000,00 menerima THR
sebesar Rp 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000,00
sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status
K/0). Hitunglah besarnya pemotongan PPh pasal 21.
9. Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima
honorarium Rp 1.000.000,00. Berapa Besarnya pemotongan PPh dengan tarif
sesuai dengan ketentuan UU pasal 17?
10. Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT. Dayat
Harini Perkasa. Ia bekerja sehari sebesar Rp 120.000,00. Berapakah besarnya
PPh pasal 21 yang terutang?
perbaikan
1. Bagaimana cara menghitung pemotong PPh pasal 21 untuk pegawai tetap
2. Bagaimana cara menghitung pemotong PPh pasal 21 untuk pegawai tetap yang
memperoleh uang lembur
3. Berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan
undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 16
tahun 2009, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak. Jelaskan
hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak tersebut.
4. Jelaskan petunjuk umum pengisian SPT Masa PPh pasal 21
5. SSP Standar dibuat dalam rangkap 5 (lima) jelaskan.
Pengayakan
1. Jelaskan petunjuk khusus untuk mengisi bagian induk SPT Masa PPh pasal 21
dan/atau pasl 26!
2. Jelaskan petunjuk khusus untuk mengisi bagian A SPT Masa PPh pasal 21
dan/atau pasal 26
3. Sebutkan hal-hal yang harus diperhatikan Wajib Pajak dalam mengisi SPT
Tahunan PPh pasal 21!
4. Bagaimana perlakuan terhadap SPT yang tidak lengkap!
5. Sebutkan pemotong PPh pasal 21 dan/atau pasal 26
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN
A. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
1. Jenis SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
Untuk Wajib Pajak orang pribadi terdapat 3 (tiga) jenis SPT tahunan PPh yaitu
sebagai berikut:
a. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
bentuk Formulir 1770
Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi (Formulir 1770) bagi Wajib Pajak yang
mempunyai penghasilan:
1) dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau
Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
2) dari satu atau lebih pemberi kerja;
3) Penghasilan lain, adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
PER – 34/PJ/2010.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
bentuk Formulir 1770 S
Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
Sederhana (Formulir 1770 S) bagi Wajib Pajak yang mempunyai
penghasilan:
1) dari satu atau lebih pemberi kerja;
2) dari dalam negeri lainnya; dan/atau
3) yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final,adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III PER – 34/PJ/2010.
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
bentuk Formulir 1770 SS
Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS) bagi Wajib Pajak:
1) yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan
jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah) setahun dan
2) tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank
dan/atau bunga koperasi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
V PER – 34/PJ/2010.
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan
dengan menggunakan Formulir 1770 SS maka Lampiran Bukti Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa Bukti Pemotongan 1721 A1 dan/atau 1721
A2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Formulir 1770 SS.
2. Dokumen-dokumen yang dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
orang pribadi
a. Neraca dan Laporan Laba Rugi tahun yang bersangkutan beserta
rekonsiliasi fiskal
b. Daftar penghitungan penyusutan dan atau amortisasi fiskal.
c. Penghitungan kompensasi kerugian, dalam hal terdapat sisa kerugian
tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
d. SSP PPh pasal 29 yang seharusnya dalam hal terdapat kekurangan pajak
yang terutang, kecuali ada izin untuk mengangsur/menunda pembayaran
PPh 29.
e. Surat Kuasa Khusus dalam hal SPT ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak, atau Surat Keterangan Kematian dari instansi yang berwenang
dalam hal ditandatangani oleh Ahli Waris.
f. Fotocopy formulir 1721- A1 dan atau 1721- A2, dalam hal Wajib Pajak
menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang sudah
dipotong pajaknya oleh pemberi kerja.
g. Penghitungan PPh terutang oleh masing-masing Wajib Pajak yang kawin
dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
h. Daftar susunan keluarga yang menjadi tanggungan Wajib Pajak.
i. Bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayar WP orang pribadi
pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah.
j. Lampiran-lampiran lainnya yang dianggap perlu untuk menjelaskan
penghitungan besarnya PKP atau besarnya PPh Pasal 25.
3. Cara menghitung PPh Wajib Pajak orang pribadi
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam melakukan perhitungan Pajak
Penghasilan (PPh) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri secara
umum. Perhitungan ini berguna untuk mengisi SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi.
a. Identifikasi Jenis Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final.
Penghasilan yang sudah dikenakan Pajak Penghasilan final tidak dihitung
lagi PPh nya dalam SPT Tahunan. Demikian juga PPh Final yang sudah
dipotong atau dibayar tidak akan dikreditkan dalam SPT Tahunan.
Beberapa jenis penghasilan yang dikenakan PPh final di antaranya adalah
bunga deposito/tabungan, hadiah undian, laba dari transaksi penjualan
tanah/bangunan, dan penghasilan dari transaksi penjaualan saham di bursa
efek.
b. Identifikasi Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak
Ada beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan di
antaranya adalah bantuan, sumbangan dan warisan. Penghasilan-
penghasilan ini tidak dikenakan Pajak Penghasilan sehingga harus kita
keluarkan dari daftar penghasilan yang menjadi dasar perhitungan Pajak
Penghasilan.
c. Identifikasi Jenis Penghasilan Selain Penghasilan Yang Dikenakan PPh
Final dan Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak
Penghasilan yang tidak dikenakan PPh Final dan juga yang bukan
termasuk penghasilan yang bukan objek pajak inilah yang merupakan
dasar kita melakukan perhitungan Pajak Penghasilan dalam satu tahun
pajak yang akan dituangkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
d. Identifikasi Jenis Penghasilan Yang Objek Pajak Tidak Final
Setelah kita mendapatkan penghasilan yang merupakan objek pajak tetapi
tidak final sebagaimana dalam langkah ketiga, maka selanjutnya kita
identifikasikan penghasilan-penghasilan ini ke dalam tiga jenis
penghasilan yaitu :
1) Penghasilan dari Usaha/Pekerjaan Bebas
2) Penghasilan dari Pekerjaan
3) Penghasilan Lain-lain
e. Hitung Penghasilan Neto Masing-masing Jenis Penghasilan
Penghasilan neto tiap-tiap jenis penghasilan dihitung dengan cara
penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang atau biaya. Masing-
masing jenis penghasilan berbeda jenis pengurangnya. Untuk penghasilan
dari usaha/pekerjaan bebas, pengurangnya adalah biaya-biaya usaha yang
terkait dengan usaha/pekerjaan bebas seperti biaya pegawai, biaya
administrasi, biaya pemasaran, biaya penyusutan atau biaya sewa.
Perhatikan juga dalam bagian ini biaya yang dapat dibebankan
(deductible) dan biaya yang tidak dapat dibebankan (non deductible).
Untuk penghasilan dari pekerjaan, pengurangnya adalah iuran
pensiun/THT yang berasal dari gaji dan biaya jabatan. Sementara itu
penghasilan lain-lain, seperti dividen, komisi atau hadiah pengurangnya
adalah biaya yang terkait dengan perolehan penghasilan tersebut.
f. Jumlahkan Seluruh Penghasilan Neto
Penghasilan neto masing-masing jenis penghasilan kita jumlahkan
(termasuk penghasilan istri yang digabung dan penghasilan anak yang
belum dewasa).
g. Hitung Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak diperoleh dari total penghasilan neto dikurang
dengan zakat atas penghasilan, kompensasi kerugian dan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). h. Hitung Pajak Penghasilan Terutang
Pajak Penghasilan (PPh) terutang dihitung dengan cara mengalikan
Penghasilan Kena Pajak dengan tarif Pasal 17 atau tarif umum.
4. Cara mengisi SPT PPh Wajib Pajak pribadi
Untuk bisa mengisi atau menyampaikan SPT, Wajib Pajak harus memiliki
NPWP. NPWP ini diibaratkan sebagai identitas pribadi Wajib Pajak. Untuk
mendapatkan NPWP ini caranya cukup dengan menyerahkan KTP bagi
penduduk Indonesia dan Paspor bagi warga Negara asing. Jika tidak
mempunyai NPWP, maka kewajiban pajak anda tidak akan terdokumentasi
dengan baik. Bahkan, menurut aturan perundang-undangan yang berlaku
disebutkan bahwa Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP (untuk PPh pasal
21) akan dikenakan pajak 20% lebih tinggi dari yang seharusnya. PPh pasal
21 adalah pajak penghasilan karyawan yang bekerja.
Sebenarnya dalam SPT ini termuat empat bagian penting yakni penghasilan
Wajib Pajak, jumlah pajak yang harus dibayar, jumlah pajak yang telah
dipungut, serta harta dan kewajiban. Keempat informasi tersebut adalah
bagian terpenting yang harus diisi oleh Wajib Pajak.
Terkait formulir SPT Tahunan PPh ini perlu diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Mulai tahun pajak 2009, SPT Tahunan PPh tidak lagi dikirim ke alamat
Wajib Pajak. Wajib Pajak diharuskan mengambil sendiri formulir SPT
Tahunan PPh di kantor pelayanan pajak (KPP), kantor pelayanan
penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP), pojok pajak dan mobil
pajak keliling yang sedang beroperasi, atau dapat juga diunduh
(download) dari website www.pajak.go.id
b. Apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan dalam mengambil SPT
Tahunan PPh, misalnya para pekerja pabrik, supermarket, perkebunan,
dan sebagian dapat dilakukan pengambilan secara kolektif oleh salah
seorang wakil perusahaan ke kantor pajak terdekat atau dapat dikirimkan.
c. Formulir SPT Tahunan PPh dapat juga dicetak, digandakan dan/atau
difotocopy dengan syarat tidak mengubah bentuk, ukuran dan formatnya.
Pelayanan penyediaan formulir SPT Tahunan PPh tidak dipungut biaya
apapun (gratis).
a. Persiapan sebelum mengisi SPT Tahunan PPh orang pribadi
1) Bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya hanya dari satu
pemberi kerja termasuk pensiunan dengan jumlah penghasilan bruto
dari pekerjaan tersebut tidak melebihi Rp 60.000.000 setahun dan
tidak terdapat penghasilan lainnya kecuali penghasilan dari bunga
bank dan bunga koperasi:
a) Bukti pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan (formulir
1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja;
b) Rekapitulasi jumlah harta dan kewajiban/ utang.
2) Bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh dari satu
atau lebih pemberi kerja, mempunyai penghasilan dalam negeri
lainnya atau mempunyai penghasilan yang dikenakan PPh final
sebagai berikut:
a) Bukti pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan;
b) Rincian perighasilan lainnya selain yang berasal dari pekerjaan
(apabila ada);
c) Bukti pembayaran, seperti pembayaran. Zakat yang dibayar ke
Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat yang disahkan oleh
Departemen Agama, atau pembayaran Fiskal Luar Negeri;
d) Rincian harta dan kewajiban/hutang, misalnya untuk rumah dan
tanah lihat SPPT PBB-nya, kendaraan Iihat BPKB-nya, dan
dokumen lainya yang menunjukan kepemilikan harta.
e) Data lainnya, seperti Daftar Susunan Keluarga.
3) Bagi orang pribadi yang penghasilannya bersumber antara lain dari
usaha dan/atau pekerjaan bebas, dan dari satu atau lebih pemberi
bekerja serta penghasilan lainnya, yang menyelenggarakan
pembukuan atau dengan norma penghitungan penghasilan neto:
a) Neraca dan Laporan Laba Rugi (bagi orang pribadi yang
menyelenggarakan pembukuan) atau Rekapitulasi Bulanan
Peredaran Bruto (bagi orang pribadi yang menyelenggarakan
pencatatan);
b) Bukti pemotongan PPh atas penghasilan yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri (apabila ada penghasilan yang dipotong
oleh pemberi penghasilan);
c) Rincian penghasilan selain yang berasal dari usaha dan/atau
pekerjaan bebas;
d) Bukti pembayaran, seperti pembayaran Zakat yang dibayar ke
Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat yang disahkan oleh
Departemen Agarna;
e) Pembayaran Fiskal Luar Negeri;
f) Pembayaran angsuran PPh Pasa l 25;
g) Daftar Harta dan Kewajiban/hutang, misalnya urituk rumah dan
tanah cukup melihat SPPT PBB-nya, untuk kendaraan Iihat
BPKB-nya, dan dokumen lainya yang menunjukan kepemilikan
harta;
h) Data lainnya, seperti Daftar Susunan Keluarga dan Surat
Pemberitahuan Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Cara pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi diisi
dimulai dari halaman terakhir dan dilanjutkan ke halaman berikutnya
(misalnya dari Formulir 1770 IV, dilanjutkan ke 1770 III dan
seterusnya) dan terakhir halaman depan atau formulir induk. Wajib
Pajak atau kuasanya wajib menandatangani SPT Tahunan PPh
tersebut. SPT Tahunan PPh berisikan penghitungan PPh atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun.
Penghasilan menurut ketentuan Undang-undang pajak penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak baik dari Indonesia maupun di luar Indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan anam dan dalam bentuk
apapun. Contoh penghasilan yang dikenakan PPh adalah penghasilan
dari pekerjaan (gaji, honorarium, upah, fee, bonus, THR), penghasilan
dari usaha (hasil berdagang, jasa), penghasilan dari modal (bunga
bank, sewa tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan) dan penghasilan lainnya. Apabila penghasilan
yang diterima atau diperoleh tersebut dalam SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak orang pribadi. Wajib Pajak yang dipotong PPh-nya oleh pihak
pemberi penghasilan wajib meminta bukti potong PPh-nya. Dalam
mengisi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi, Wajib Pajak
perlu mengetahui besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan
tarif pajak penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak orang pribadi (WP
OP)
Daftar penghasilan tidak kena pajak
No Status Kode Jumlah1 WP Tidak Kawin + 0 Tanggungan TK/- 15.840.0002 WP Tidak Kawin + 1 Tanggungan TK/1 17.160.0003 WP Tidak Kawin + 2 Tanggungan TK/2 18.480.0004 WP Tidak Kawin + 3 Tanggungan TK/3 18.800.0005 WP Kawin + 0 Tanggungan K/- 17.160.0006 WP Kawin + 1 Tanggungan K/1 18.480.0007 WP Kawin + 2 Tanggungan K/2 19.800.0008 WP Kawin + 3 Tanggungan K/3 21.120.0009 WP Kawin + penghasilan istri digabung + 0 Tanggungan K/I/- 33.000.00010 WP Kawin + penghasilan istri digabung + 1 Tanggungan K/I/1 34.320.00011 WP Kawin + penghasilan istri digabung + 2 Tanggungan K/I/2 35.640.00012 WP Kawin + penghasilan istri digabung + 3 Tanggungan K/I/3 36.960.000
b. Bentuk Formulir dan contoh pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi
Berikut ini adalah contoh bagaimana cara mengisi SPT Tahunan 2009
bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mengunakan formulir 1770 SS.
Formulir ini hanya boleh digunakan wajib orang pribadi yang
penghasilannya berasal dari pemberi kerja saja dengan penghasilan bruto
setahun lebih dari Rp 60.000.000,00.
Budi Hartadi (NPWP 07.123.456.7.013.000) bekerja pada PT. Harapan
Jaya di Jakarta. Pada tahun 2009, budi hartadi mendapatkan gaji Rp
3.000.000,00 sebuandan tunjangan transport Rp 500.000,00 sebulan. Budi
hartadi jua mendapatkan THR satu gaji (Rp 3.000.000,00) pada bulan
Oktober. Iuran pensiun tiap bulan dibayar oleh Budi Hartadi berstatus
menikah dengan satu orang anak. Budi hartadi tidak memiliki penghasilan
selain pada tahun 2009.
Jumlah nilai harta Budi Hartadi pada akhir tahun 2009 adalah Rp
98.000.000,00 dan jumlah hutang pada akhir tahun 2009 adalah Rp
62.000.000,00.
PT Harapan Jaya sebagai pemberi kerja berkewajiban memotong PPh
pasal 21 atas penghasilan berupa gaji dan penghasilan lain yang
dibayarkan kepada pegawainya, termasuk Budi Hartadi. Pemotongan
dilakukan secara bulanan dan setiap ada pembayaran penghasilan. PT
Harapan Jaya wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada
pegawai tetap ketika satu tahun kalender berakhir. Bukti potong PPh pasal
21 untuk pegawai tetap ini dinamakan formulir 1721-Ai atau 1721-A2
(untuk PNS).
Budi Hartadi, sebagai pegawai tetap, juga menerima bukti pemotongan
PPh pasal 21 (1721-A1). Dalam formulir ini akan dicantumkan beberapa
total penghasilan setahun, cara penghitungan PPh pasal 21 setahun, PPh
pasal 21 yang terutang dalam satu tahun dan PPh pasal 21 yang sudah
dipotong selama setahun. Bentuk formulir 1721-A1 yang diterima Budi
Hartadi adalah sebagai berikut:
Angka yang harus diperhatikan adalah angka pada nomor 9, jumlah
penghasilan bruto. Dalam kasus ini, penghasilan bruto Budi Hartadi
adalah Rp 45.000.000,00 karena masih di bawah Rp 60.000.000,00 maka
Budi Hartadi berhak untuk menggunakan formulir SPT Tahunan 1770 SS.
Langkah berikutnya adalah mengisi SPT
Langkah berikutnya adalah mengisi SPT Tahunan 1770 SS. Cara mengisi
SPT Tahunan 1770 SS ini adalah sebagai berikut:
1) Isikan tahun pajak (2009) di bagian kanan atas formulir 1770 SS.
2) Isikan identitas Wajib Pajak (dalam hal ini BUDI HARTADI): nama,
NPWP, Pekerjaan, dan nomor telpon.
3) Isikan jumlah harta pada akhir 2009 (Rp 98.000.000,00)
4) Isikan jumlah hutang/kewajiban pada akhir tahun 2009 (Rp
62.000.000,00)
5) Isikan tanggal pada waktu mengisi SPT ini (missal 01 maret 2010)
6) Jangan lupa di tanda tangani.
7) Lampirkan formulir 1721-A1 yang diperoleh dari PT. Harapan Jaya.
8) Masukkan ke dalam amplop tertutup.
9) Tuliskan dalam amplop bagian luar, nama, NPWP, status SPT (dalam
kasus ini nihil), dan nomor telpon
10) Sampaikan di kantor pajak/pojok pajak/mobil pajak terdekat.
11) Dapatkan tanda terima penyampaian SPT Tahunan.
Contoh kasus
Gunawan telah mendapatkan presetujuan dari KPP atas permohonan
perpanjangan SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun 2006 sampai dengan
tanggal 30 Juni 2009.
Perhitungan sementara sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak Rp 120.000.000,00
PPh terutang Rp 16.250.000,00
Kredit Pajak Rp 10.000.000,00
PPh harus bayar Rp 6.250.000,00
PPh pasal 29 tersebut dibayar 25 maret 2009
PKP 2008 sebenarnya Rp 140.000.000,00
Pertanyaan
1. Apa syarat yang harus dipenuhi gunawan apabila ingin
memperpanjang SPT Tahunan PPh 2008?
2. Hitung besarnya pajak yang harus dibayar ditambah sanksi
kelambatan pembayaran (s.d. 30 Juni 2009)?
Penyelesaian kasus SPT:
1. Mengajukan permohonan secara tertulis (formulir 1770 Y) sebelum
batas waktu penyampaian SPT berakhir dengan menyebutkan
alasannya.
2. Menyampaikan surat pernyataan perhitungan sementara PPh orang
pintar yang terutang tahun 2008 dan dilampiri laporan keuangan
sementara tahun 2008
3. Melampirkan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terutang
dengan menggunakan SSP.
4. Besarnya pajak dan saksi administrasi adalah sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak 2008 Rp 140.000.000,00
PPh terutang Rp 21.250.000,00
Kredit pajak Rp 10.000.000,00
PPh kurang bayar Rp 11.250.000,00
PPh sudah dibayar per 25-03-09 Rp 6.250.000,00
Kekurangan pembayaran pajak Rp 5.000.000,00
Lama kelambatan membayar 3 bulan sehingga, bunga harus dibayar
sebesar 3 x 2% x Rp 5.000.000,00 = Rp 300.000,00
Pajak yang harus dibayar Rp 5.300.000,00
B. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
1. Bentuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan
a. Bentuk formulir SPT Tahunan pajak penghasilan Wajib Pajak badan
(formulir 1771 dan lampiran-lampirannya) adalah sebagaimana tercantum
dalam lampiranVI PER-34/PJ/2010.
b. Bentuk formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan bagi
Wajib Pajak yang diijinkan menyelenggarakan pembukuan dalam mata
uang Dollar Amerika Serikat (Formulir 1771/$ dan lampiran-
lampirannya) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran VII PER-
34/PJ/2010.
2. Dokumen-dokumen yang dilampirkan dalam SPT Tahunan Wajib Pajak
badan
a. Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan beserta
rekonsiliasi laba rugi fiskal.
b. Daftar penghitungan penyusutan dan atau amortisasi fiskal.
c. Penghitungan kompensasi kerugian dalam hal terdapat sisa kerugian
tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
d. SSP PPh pasal 29 yang seharusnya dalam hal terdapat kekurangan pajak
yang terutang
e. Surat Kuasa Khusus, apabila SPT ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak.
f. Lampiran-lampiran lainnya yang dianggap perlu untuk menjelaskan
penghitungan besarnya PKP atau besarnya PPh Pasal 25.
g. Khusus untuk WP Bank, wajib melampirkan daftar debitur yang kreditnya
digolongkan kurang lancar, diragukan dan macet. (SE-
08/PJ.42/2002)
3. Cara menghitung SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan
Lapisan PKP Cakupan Tarif Pengurangsampai dengan Rp 50.000.000,00 10% Rp 0
sampai dengan Rp 100.000.000,00 15% Rp 2.500.000 di atas Rp 100.000.000,00 30% Rp 1.750.000
4. Cara mengisi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan
Pada akhir tahun pajak, setiap Wajib Pajak harus memberikan laporan SPT
yang disampaikan ke masing-masing Kantor Pelayanan Pajak yang
bersangkutan, dalam pengisian ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pengisian SPT adalah sebagai berikut:
a. Wajib Pajak harus mendaftarkan diri terlebih dahulu di kantor pelayanan
pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat Wajib Pajak berkedudukan
untuk memperoleh NPWP.
b. Tempat pengambilan SPT tahunan PPh Wajib Pajak badan.
SPT harus diambil sendiri oleh Wajib Pajak di tempat-tempat sebagai
berikut:
1) Kantor Layanan Pajak
2) Kantor Penyuluhan Pajak
c. Bahasa dan mata uang yang digunakan dalam pengisian SPT
menggunakan bahasa Indonesia dengan mata uang rupiah. Penggunaan
mata uang asing dan bahasa asing harus mendapatkan izin dari menteri
keuangan.
d. Cara penyajian angka rupiah
Pengisian angka-angka rupiah dalam SPT tahunan PPh berikut lampiran-
lampirannya dinyatakan dalam rupiah penuh kecuali ditentukan lain
dalam formulir yang bersangkutan.
e. Batas waktu penyampaian SPT
SPT yang telah diisi dengan benar, lengkap dan telah ditandatangani harus
disampaikan selamat-lambatnya tanggal 31 maret pada tahun berikutnya.
f. Tempat penyampaian SPT Tahunan PPh
SPT Tahunan harus disampaikan ke kantor pelayanan pajak dimana Wajib
Pajak terdaftar atau kantor penyuluhan pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak.
Ikhtisar materi
1. Jenis SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi
a. Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi bentuk formulir 1770
b. Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan orang pribadi bentuk
formulir 1770S
c. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi bentuk formulir 1770SS
2. Cara menghitung PPh Wajib Pajak orang pribadi
a. Identifikasi Jenis Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final.
b. Identifikasi Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak
c. Identifikasi Jenis Penghasilan Selain Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final
dan Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak
d. Identifikasi Jenis Penghasilan Yang Objek Pajak Tidak Final
e. Hitung Penghasilan Neto Masing-masing Jenis Penghasilan
f. Jumlahkan Seluruh Penghasilan Neto
g. Hitung Penghasilan Kena Pajak
h. Hitung Pajak Penghasilan Terutang
3. Cara mengisi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi diisi dimulai dari
halaman terakhir dilanjutkan ke halaman berikutnya (misalnya formulir 1770 IV,
dilanjutkan ke 1770 III, dan seterusnya) dan terakhir halaman depan atau formulir
induk.
4. Bentuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan.
a. Bentuk formulir SPT Tahunan pajak penghasilan Wajib Pajak badan
(formulir 1771 dan lampiran-lampirannya) adalah sebagaimana tercantum
dalam lampiranVI PER-34/PJ/2010.
b. Bentuk formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan bagi
Wajib Pajak yang diijinkan menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat (Formulir 1771/$ dan lampiran-lampirannya) adalah
sebagaimana tercantum dalam lampiran VII PER-34/PJ/2010.
5. Tempat pengambilan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
a. Kantor pelayanan pajak
b. Kantor penyuluhan pajak
UJI KOMPETENSI
A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan cara member tanda silang
(X) pada huruf a, b, c, d, atau e.
1. Bentuk formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi dari usaha/pekerjaan bebas yang
menyelenggarakan pembukuan atau norma penghitungan penghasilan neto
adalah …..
a. Formulir 1770
b. Formulir 1770 S
c. Formulir 1770 SS
d. Formulir 1770 II
e. Formulir 1770 III
2. Bentuk formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi
sederhana (formulir 1770-S) bagi wajib pajakyang mempunyai penghasilan
lebih dari satu atau lebih pemberi kerja adalah …
a. Formulir 1770
b. Formulir 1770 S
c. Formulir 1770 SS
d. Formulir 1770 II
e. Formulir 1770 III
3. Dalam hal wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan
dengan menggunakan formulir 1770 SS maka lampiran Bukti Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa bukti pemotongan 1721 A1 dan/atau 1721
A2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ….
a. Formulir 1770
b. Formulir 1770 S
c. Formulir 1770 SS
d. Formulir 1770 II
e. Formulir 1770 III
4. Berikut jenis penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak berdasarkan
pasal 4 ayat (3) Undang-undang pajak penghasilan adalah ….
a. Honorarium
b. Hadiah
c. Sumbangan
d. Uang lembur
e. Laba usaha
5. Mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pasal 17 atau tarif umum
adalah menghitung ….
a. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
b. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
c. Pajak Penghasilan (PPh) Terutang
d. Penghasilan bruto
e. Penghasilan neto
6. Berikut merupakan bagian penting yang termuat dalam SPT, kecuali ….
a. Penghasilan wajib pajak
b. Jumlah pajak yang harus dibayar
c. Jumlah pajak yang telah dipungut
d. Harta dan kewajiban
e. Daftar pemotongan pajak
7. Cara pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi diisi dimulai
dari ….
a. Halaman depan ke halaman belakang
b. Halaman terakhir ke halaman depan
c. Halaman depan
d. Halaman terakhir
e. Halaman tengah ke halaman akhir
8. Jumlah PTKP untuk wajib pajak kawin mempunyai 3 (tiga) tangungan sesuai
dengan undang-undang yang mulai berlaku januari 2009 sebesar …
a. Rp 21.120.000,00
b. Rp 17.160.000,00
c. Rp 19.800.000,00
d. Rp 33.000.000,00
e. Rp 15.840.000,00
9. Besarnya tarif PPh wajib pajak badan untuk PKP sampai Rp 100.000.000,00
adalah ….
a. 10%
b. 15%
c. 25%
d. 5%
e. 35%
10. Suatu tempat dimana memberikan pelayanan untuk pengambilan SPT
Tahunan Wajib Pajak adalah ….
a. Kantor Dinas Menteri Keuangan
b. Kantor Cabang Pembantu Perpajakan
c. Kantor Pusat Pemerintah
d. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
e. Kantor Pemerintah Daerah
11. Apabila wajib pajak mengalami kesulitan dalam mengambil SPT Tahunan
PPh, misalnya para pekerja pabrik, supermarket, perkebunan, dan sebagainya.
Maka pengambilannya dapat dilakukan secara ….
a. Salah seorang wakil perusahaan ke kantor pajak terdekat
b. Tidak perlu mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh.
c. Hanya dilakukan oleh pimpinan perusahaan saja.
d. Hanya melampirkan bukti-bukti yang diperlukan saja tanpa mengisi SPT
Tahunan PPh.
e. Melaporkan dan menyampaikan SPT Tahun depan.
12. Untuk menghitung SPT Tahunan wajib badan, lapisan PKP di atas Rp
100.000.000,00 dengan pengurangan ….
a. Rp 2.500.000,00
b. Rp 3.000.000,00
c. Rp 1.000.000,00
d. Rp 12.000.000,00
e. Rp 12.500.000,00
13. Berikut jenis penghasilan yang dikenakan PPh final, kecuali …
a. Bunga deposito/tabungan
b. Hadiah undian
c. Laba dari transaksi penjualan tanah/bangunan
d. Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
e. Premi asuransi
14. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah
biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan badan berkaitan dengann
ushaa atau kegiatan Badan Usaha Tetap (BUT) yang besarnya ditetapkan oleh
…
a. Direktur Jenderal Pajak
b. Menteri Keuangan
c. Petugas pajak
d. Undang-undang perpajakan
e. Pengusaha
15. Sarana penyuluhan dan pelayanan perpajakan bagi masyarakat dan atau wajib
pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakanya yang ditempatkan di
pusat-pusat perbelanjaan, pusat bisnis atau tempat-tempat tertentu lainnya di
seluruh Indonesia disebut ….
a. Kantor Pelayanan Pajak (PKP)
b. Pajak online
c. Pojok pajak
d. Kantor direktorat pajak
e. Kantor pos persepsi
16. Surat kuasa khusus dalam hal SPT ditandatangani oleh …
a. Wajib pajak
b. Bukan wajib pajak
c. Subjek pajak
d. Objek pajak
e. Wajib badan
17. Formulir 1770 SS hanya boleh digunakan oleh wajib pajak orang pribadi
yang penghasilannya berasal dari satu pemberi kerja saja dengan penghasilan
bruto setahun tidak lebih dari …
a. Rp 50.000.000,00
b. Rp 30.000.000,00
c. Rp 60.000.000,00
d. Rp 55.000.000,00
e. Rp 45.000.000,00
18. Apabila Surat Pemberitahuan PPh wajib badan tidak disampaikan dalam
jangka waktu pelaporan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat
Pemberitahuan, maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar ….
a. Rp 2.000.000,00
b. Rp 1.000.000,00
c. Rp 500.000,00
d. Rp 1.500.000,00
e. Rp 2.500.000,00
19. Apabila Surat Pemberitahuan PPh wajib pajak orang pribadi tidak
disampaikan dalam jangka waktu pelaporan atau batas waktu perpanjangan
penyampaian Surat Pemberitahuan, maka dikenakan sanksi administrasi
berupa denda sebesar ….
a. Rp 200.000,00
b. Rp 150.000,00
c. Rp 175.000,00
d. Rp 100.000,00
e. Rp 50.000,00
20. Sebagai sarana untuk melaporkan/mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetor merupakan fungsi SPT bagi …
a. PKP
b. Wajib Pajak
c. Pemotong atau Pemungut
d. Wajib pajak orang pribadi
e. Wajib pajak badan
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar
1. Apa yang dimaksud dengan Badan Usaha Tetap (BUT)
2. Bagaimana bunyi pasal pajak penghasilan pasal 24?
3. Sebutkan langkah-langkah untuk menghitung PPh Wajib Pajak orang pribadi!
4. Menurut undang-undang No. 17 tahun 2000, jelaskan penetapan tarif pajak
untuk wajib pajak orang pribadi!
5. Jumlah PKP untuk wajib pajak badan dalam negeri (BUT) sebesar Rp
300.000.000,00. Berapa PPh terutangnya.
6. Sebutkan fungsi SPT PPh Tahunan wajib pajak.
7. Sebutkan fungsi SPT Tahunan bagi PKP
8. Bagaimana cara perpanjangan SPT Tahunan
9. Kapan SPT dianggap tidak disampaikan
10. Jelaskan persyaratan melakukan pembetulan SPT!
C. Perbaikan
1. Identifikasi jenis penghasilan yang objek pajak tidak final meliputi 3 (tiga)
hal, sebutkan!
2. Bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh dari satu atau lebih
pemberi kerja, mempunyai penghasilan dalam negeri lainnya tau mempunyai
penghasilan yang dikenakan PPh final. Sebutkan persiapan-persiapan
sebelum melakukan pengisian SPT tahunan wajib pajak orang pribadi !
3. Bagaimana cara pengisian formulir SPT Tahunan PPh wajib pajak orang
pribadi?
4. Sebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengisian SPT Tahunan
wajib pajak badan!
5. Sebutkan tempat-tempat yang ditunjuk untuk pengambilan SPT!