sarafambarawa.files.wordpress.com file · web viewlaporan kasus “ motor neuron disease ”...
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
“Motor Neuron Disease”
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh:
Adam Satria Rakatama 1710221042
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2018
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Buruh kayu dan Petani
Alamat : Wadas, Rejosari, Jambu
Ruang Rawat : Melati
Tanggal masuk : 10 Februari 2018
II. DATA DASAR
Auto dan aloanamnesis dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien pada
tanggal 15 Februari 2018 (hari ke 5 perawatan) di bangsal Melati.
Keluhan Utama
Kelemahan pada tangan dan kaki.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan pertama kali muncul pada 15 tahun yang lalu. Saat itu pasien secara
tibat-tiba mengalami kekakuan pada kaki kanannya dan membuat pasien sulit
berjalan. Menurut pasien keluhan itu timbul tak menentu terutama setelah ada orang
hajatan nikah atau orang meninggal. Keluhan hanya timbul satu kali pada tahun
tersebut. Keluhan dirasakan menghilang seluruhnya setelah pasien meminum obat
racikan yang dibeli di toko obat dekat rumahnya. Pada saat itu, tidak ada keluhan
seperti kesemutan maupun mati rasa, demam, mual, muntah, pusing, nyeri kepala,
kejang, sulit dan nyeri menelan, dan sesak. Kemudian pada tahun 14 tahun yang lalu,
pasien mengeluhkan kaki kirinya yang mengalami keluhan serupa. Keluhan setelah
itu bergantian antara kaki kiri dan kanan dan terjadi hanya satu tahun sekali saja.
2
Keluhan pun masih membaik seluruhnya setelah pasien meminum obat racikan yang
dibelinya. Pada 7 tahun yang lalu, keluhan dirasakan makin sering, hampir 1 bulan
sekali pasien mengalami keluhan tersebut. Keluhan pun tetap dirasakan bergantian
antara kaki kanan, kaki kiri, bahkan kedua kaki. Keluhan masih membaik ketika
pasien meminum obat racikan yang dibelinya.
Pada 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan kaki dan
tangannya mengalami kaku dan lemah, dan tidak bisa hilang ketika diminumkan obat
racikan tersebut. Sehingga, pasien datang ke rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut.
Pasien masuk ke ruangan Melati dengan diagnosis gangguan psikosomatis dan
observasi febris sehingga dipegang oleh DPJP dokter spesialis jiwa. Setelah 4 hari
dirawat dengan gangguan psikosomatis dan halusinasi organik, pasien dikonsulkan
kepada dokter spesialis saraf setelah kondisi pasien tidak membaik. Selama 4 hari
pengobatan, pasien hanya diberikan paracetamol dan antibiotik ceftriaxon.
Pada saat ini, pasien mengeluhkan kelemahan yang timbul secara tiba-tiba,
dan menurut pengakuan pasien kelemahan terjadi ketika ada orang hajatan atau ada
orang meninggal. Keluhan dirasakan menyebar dari kaki hingga tangan, dan
dirasakan terus menerus. Keluhan membuat pasien terjatuh lemas, merasa kaku dan
tidak dapat berjalan maupun berdiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada tangan,
kaki, dan badan dari pasien. Nyeri dirasakan pada daerah otot yang kaku dan terjadi
terus menerus dan mengganggu kegiatan sehari-hari pasien. Tidak dirasakan
kesemutan maupun mati rasa pada tangan dan kaki pasien. Pasien tidak mengeluhkan
demam, mual, muntah dan pusing. Nyeri kepala, kejang, sulit dan nyeri menelan, dan
sesak disangkal. Pasien berbicara secara lancar. Frekuensi BAB dan BAK pasien
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
3
Riwayat trauma disangkal
Riwayat stress emosi disangkal
Riwayat keganasan atau tumor disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa, penyakit jantung, paru, hipertensi, diabetes,
kolesterol tinggi disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi :
Pasien berprofesi sebagai buruh angkat balok kayu dan petani. Namun sudah
3 tahun pasien tidak dapat mengerjakan pekerjaanya lagi. Kesan ekonomi pasien
menengah kebawah. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS Non PBI kelas III.
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : kelemahan keempat anggota gerak
Sistem kardiovaskular: : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumen : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis
Seorang pasien usia 52 tahun, datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan
keluhan kelemahan pada keempat anggota gerak sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan dirasakan menyebar dari kaki hingga tangan, dan dirasakan
terus menerus. Keluhan membuat pasien terjatuh lemas, merasa kaku dan tidak dapat
berjalan maupun berdiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada tangan, kaki, dan
badan dari pasien. Nyeri dirasakan pada daerah otot yang kaku dan terjadi terus
menerus dan mengganggu kegiatan sehari-hari pasien. Tidak dirasakan kesemutan
4
maupun mati rasa pada tangan dan kaki pasien. Pasien pertama kali mengalami
keluhan pada tahun 2003 pada satu sisi saja, dan terjadi setiap satu tahun sekali,
membaik setelah minum obat racikan. Kemudian semakin sering pada tahun 2011
dan memberat saat ini dimana obat racikan tersebut tidak dapat mengurangi gejala.
Sebelumnya pasien ditangani oleh DPJP spesialis jiwa namun karena tidak ada
perbaikan dikonsulkan ke dokter spesialis saraf.
Diskusi I
Dari data anamnesis pada pasien didapatkan adanya suatu kelemahan pada
keempat anggota gerak yang terjadi tiba tiba. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai
keempat anggota gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya
kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada
vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuskular atau
penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu : Tetraparese
spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN),
sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni, dan tetraparese flaksid
yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga
menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotoni. Tetraparese dapat disebabkan
karena adanya kerusakan pada susunan neuromuskular, yaitu adanya lesi. Ada dua
tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan
kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi,
sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan
atau mungkin disertai kerusakan sensorik.
Kerusakan susunan neuromuskular dapat terjadi akibat kerusakan pada upper
motor neuron (UMN) atau kerusakan pada lower motor neuron (LMN) atau kerusakan
5
pada keduanya. Kerusakan pada upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan
adanya lesi medula spinalis setinggi servikal atas. Sedangkan kerusakan pada lower
motor neuron (LMN) dapat mengenai motoneuron, radiks dan saraf perifer, maupun
pada otot itu sendiri. Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya
pada penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom Guillain
Barre (SGB), Polineuropati, Miastenia Gravis, multiple sclerosis, atau Amyotrophic
Lateral Sclerosis (ALS).
Pada kasus ini, pasien dicurigai adanya gangguan/lesi daerah cervical, dilihat
dari riwayat pekerjaan pasien, atau adanya penekanan medulla spinalis akibat
keganasan pada daerah cervical yang mengakibatkan tetraparese, dilihat dari onsetnya
yang progresif semakin lama semakin parah. Pasien juga dicurigai mengalami
penyakit motor neuron disease, dilihat dari kelemahan yang semakin lama semakin
parah, dimulai dari anggota gerak kanan lalu menjalar ke seluruh anggota gerak
tubuh, tanpa diikuti keluhan sensorik seperti baal pada anggota tubuh, namun
untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang lebih
lanjut.
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Definisi
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu penyakit motor neuron
yang mempengaruhi saraf sel otot rangka. Sebuah jaringan saraf membawa pesan dari
otak, menuruni tulang belakang dan keluar ke berbagai bagian tubuh. Termasuk
dalam jaringan ini adalah motor neuron yang membawa pesan ke otot-otot rangka.
Pada ALS kemampuan sel saraf semakin berkurang dan akhirnya mati. Akibatnya,
otot rangka tidak menerima sinyal saraf yang mereka butuhkan untuk berfungsi
dengan baik dan atrofi otot-otot secara bertahap karena kurangnya penggunaan dan
paralisis.
ALS dapat didefinisikan sebagai gangguan neurodegenerative ditandai dengan
kelumpuhan otot progresif mencerminkan degenerasi MNS di korteks motorik
primer, batang otak, dan sumsum tulang belakang. "Amyotrophy" mengacu pada
6
atrofi serat otot, menyebabkan kelemahan otot yang terkena dan fasikulasi. "Sklerosis
lateral" mengacu pada pengerasan saluran kortikospinalis anterior dan lateral sebagai
MNS di daerah-daerah yang menurun fungsinya dan digantikan oleh gliosis.
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah gangguan neurologis yang fatal
yang menyebabkan kelemahan, atrofi, kelumpuhan, dan kegagalan pernafasan
akhirnya karena degenerasi selektif neuron bertanggung jawab untuk gerakan
volunter.
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) juga dikenal sebagai penyakit Lou
Gehrig, yang penyakit neuromuskuler progresif cepat yang disebabkan oleh
kerusakan sel-sel saraf di otak dan sumsum tulang belakang. Hal ini menyebabkan
hilangnya kontrol saraf dari otot-otot volunter, sehingga degenerasi dan atrofi otot.
Akhirnya otot-otot pernapasan yang terpengaruh yang menyebabkan kematian dari
ketidakmampuan untuk napas.
Epidemiologi
Sekitar 5.600 orang di Amerika Serikat yang didiagnosis dengan ALS setiap
tahun. Kejadian tahun adalah 2-3 per 100.000 penduduk, hal ini 5 kali lebih tinggi
dari penyakit Huntington dan sama dengan multiple sclerosis. Diperkirakan bahwa
sebanyak 16.000 orang Amerika mungkin memiliki penyakit ini pada waktu dekade
tertentu. Insiden ALS lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita, dengan rasio
laki-perempuan secara keseluruhan 2:1 Setelah usia 65-70 tahun, kejadian gender
yang sama. Onset ALS dapat terjadi dari tahun-tahun remaja ke tahun 80-an, namun
puncaknya usia saat onset terjadi 55-75 tahun. Rata-rata usia onset ALS sporadis
adalah 65 tahun, usia rata-rata onset ALS familial adalah 46 tahun.
Etiologi
Ada tiga jenis ALS: sporadis, familial, dan guamian. Bentuk yang paling
umum adalah sporadis. Sejumlah kecil kasus yang diwariskan kelainan genetik
(familial).
ALS karena kelaian genetic (familial)
7
Disebabkan oleh cacat genetik pada superoksida dismutase, enzim antioksidan
yang terus menerus menghilangkan radikal bebas yang sangat beracun,
superoksida.
Penyebab ALS sporadis dan Guamian tidak diketahui. Beberapa hipotesis telah
diusulkan termasuk:
a. Toksisitas Glutamat
b. Stres Oksidatif
c. Disfungsi mitokondria
d. Penyakit autoimun
e. Penyakit Infeksi
f. Paparan bahan kimia beracun
g. Logam berat seperti timbal, merkuri, aluminium, dan mangan
h. Defisiensi kalsium dan magnesium
i. Metabolisme Karbohidrat
j. Defisiensi faktor pertumbuhan
Klasifikasi
Klasifikasi Motor Neuron Desease (MND):
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
Progressive lateral sclerosis (PLS)
Progressive muscular atrophy (PMA)
Keterlibatan batang otak (Bulbar)
- Pseudobulbar palsy
- Progressive bulbar palsy
Tabel 1. Perbedaan gejala pada tiap-tiap tipe MND
Tipe Degenerasi UMN Degenerasi LMN
ALS Terdapat Terdapat
PLS Terdapat Tidak terdapat
PMA Tidak terdapat Terdapat
8
Progresif bulbar
palsy
Tidak terdapat Terdapat, pada bagian
bulbar
Pseudobulbar palsy Terdapat, pada bagian bulbar Tidak terdapat
Sedangkan pada ALS sendiri terdapat 2 tipe:
A. Familial
ALS familial ditandai dengan adanya riwayat dalam keluarga dan atau analisis
genetic gen yang cacat yang telah terbukti berhubungan dengan penyakit. ALS
familial terdiri 5-10% dari ALS total
B. Sporadik
90-95% sisanya yang tidak diketahui penyebabnya sehingga disebut sebagai
sporadik
Patofisiologi
Jalur molekuler yang tepat menyebabkan degenerasi motor neuron dalam ALS
tidak diketahui, tetapi sebagai dengan penyakit neurodegenerative lain, kemungkinan
untuk menjadi interaksi yang kompleks antara berbagai mekanisme patogenik selular
yang mungkin tidak saling eksklusif ini termasuk:
1. Faktor Genetik
ALS sporadis dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga ada
kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Walaupun hanya 2% pasien
penderita ALS memiliki mutasi pada SOD1, penemuan mutasi ini merupakan hal
penting pada penelitian ALS karena memungkinkan penelitian berbasis molekular
dalam pathogenesis ALS.
SOD1, adalah enzim yang memerlukan tembaga, mengkatalisasi konversi
radikals superoksida yang bersifat toksik menjadi hidrogen peroksida dan
oksigen. Atom tembaga memediasi proses katalisis yang terjadi. SOD1 juga
memiliki kemampuan prooksidasi, termasuk peroksidasi, pembentukan hidroksil
9
radikal, dan nitrasi tirosin. Mutasi pada SOD1 yang mengganggu fungsi
antioksidan menyebabkan akumulasi superoksida yang bersifat toksik.
Hipotesis penurunan fungsi sebagai penyebab penyakit ternyata tidak terbukti
karena ekspresi berlebihan dari SOD1 yang termutasi (di mana alanin
mensubstitusi glisin pada posisi 93 SOD1 (G93A) menyebabkan penyakit pada
saraf motorik walaupun adanya peningkatan aktivitas SOD1. Oleh karena itu,
mutasi SOD1 menyebabkan penyakit dengan toksisitas yang mengganggu fungsi,
bukan karena penurunan aktivitas SOD1.
Gambar 1. Patofisiologi Faktor Genetik terhadap ALS
2. Excitotoxicity
Ini adalah istilah untuk cedera neuronal yang disebabkan oleh rangsangan
glutamat berlebihan diinduksi dari reseptor glutamat postsynaptic seperti reseptor
permukaan sel NMDA dan reseptor AMPA. Stimulasi berlebih ini dari reseptor
glutamat diduga mengakibatkan masuknya kalsium ke dalam neuron besar, yang
menyebabkan terbentuknya oksida nitrat meningkat dan dengan demikian
kematian neuronal. Tingkat glutamat dalam CSF yang meningkat pada beberapa
10
pasien dengan ALS. Elevasi ini telah dikaitkan dengan hilangnya sel transporter
asam amino rangsang glial EAAT2.
3. Stres Oksidatif
Stres oksidatif telah beberapa lama dikaitkan dengan neuro degeneratif dan
diketahui bahwa akumulasi reactive oxygen species (ROS) menyebabkan
kematian sel. Seperti mutasi pada enzim superoxide dismutase anti-oksidan 1
(SOD1) gen dapat menyebabkan ALS, ada ketertarikan yang signifikan dalam
mekanisme yang mendasari proses neurodegenerative di ALS. Hipotesis ini
didukung oleh temuan dari perubahan biokimia yang mencerminkan kerusakan
radikal bebas dan metabolisme radikal bebas yang abnormal dalam jaringan
sampel CSF dan pasca mortem pasien ALS.
4. Disfungsi mitokondria
Kelainan morfologi mitokondria dan biokimia telah dilaporkan pada pasien
ALS. Mitokondria dari pasien ALS menunjukkan tingkat kalsium tinggi dan
penurunan aktivitas rantai pernapasan kompleks I dan IV, yang melibatkan
ketidakmampuan metabolisme energi.
5. Gangguan transportasi aksonal
Akson motor neuron dapat mencapai hingga satu meter panjangnya pada
manusia, dan mengandalkan sistem transportasi intraseluler yang efisien. Sistem
ini terdiri dari sistem transportasi anterograde (lambat dan cepat) dan retrograde,
dan bergantung pada molekul 'motor', kompleks kinesin protein (untuk
anterograde) dan kompleks dynein-dynactin (untuk retrograde) . Pada pasien
dengan ALS ditemukan, mutasi pada gen kinesin diketahui menyebabkan
penyakit saraf motorik neurodegenerative pada manusia seperti paraplegia spastik
turun temurun dan penyakit Tipe 2A Charcot-Marie-Tooth. Mutasi di kompleks
dynactin menyebabkan gangguan motor neuron yang lebih rendah dengan
kelumpuhan pita suara pada manusia.
6. Agregasi neurofilamen
Neurofilamen protein bersama-sama dengan Peripherin (suatu protein filamen
intermediet) ditemukan di sebagian besar neuron motorik aksonal inklusi ALS
11
pasien. Sebuah isoform beracun peripherin (peripherin 61), telah ditemukan
menjadi racun bagi neuron motorik bahkan ketika diekspresikan pada tingkat
yang sederhana dan terdeteksi dalam korda spinalis pasien ALS tetapi tidak
kontrol.
7. Agregasi protein
Inklusi Intra-sitoplasma adalah ciri dari ALS sporadis dan familial. Namun,
masih belum jelas, apakah pebentukkan agregat langsung menyebabkan toksisitas
selular dan memiliki peran kunci dalam patogenesis, jika agregat mungkin terlibat
oleh produk dari proses neurodegenerasi, atau jika pembentukan agregat mungkin
benar-benar menjadi proses yang menguntungkan dengan menjadi bagian dari
mekanisme pertahanan untuk mengurangi konsentrasi intracellular dari racun
protein.
8. Disfungsi inflamasi dan kontribusi sel non-saraf
Meskipun ALS bukan gangguan autoimunitas primer atau disregulasi imun,
ada bukti yang cukup bahwa proses inflamasi dan sel non-saraf mungkin
memainkan peranan dalam patogenesis ALS. Aktivasi sel mikroglial dan
dendritik adalah patologi terkemuka di ALS manusia dan tikus transgenik SOD1.
Non-sel saraf diaktifkan menghasilkan sitokin inflamasi seperti interleukin, COX-
2, TNFa dan MCP-1, dan bukti upregulation ditemukan dalam CSF atau spesimen
sumsum tulang belakang pasien ALS atau dalam model in vitro.
9. Defisit dalam faktor-faktor neurotropik dan disfungsi jalur sinyal
Penurunan tingkat faktor neurotropik (misalnya CTNF, BDNF, GDNF dan
IGF-1) telah diamati dalam pasien ALS pasca-mortem dan di dalam model in
vitro. Pada manusia, tiga mutasi pada gen VEGF yang ditemukan terkait dengan
peningkatan risiko mengembangkan ALS sporadis, meskipun metaanalisis ini
oleh penulis yang sama gagal untuk menunjukkan hubungan antara haplotype
VEGF dan meningkatkan risiko ALS pada manusia. Proses akhir dari kematian
sel neuron dalam ALS diduga mirip jalur kematian Sel terprogram (apoptosis).
Penanda biokimia apoptosis terdeteksi dalam tahap terminal pasien ALS.
12
Gambar 2. Patofisiologi ALS
Gejala
Gejala-gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain tapi sebagian
memiliki keluhan:
Tabel 2. Gejala-gejala ALS
Disfungsi UMN Disfungsi LMN Gejala emosional
- Kontraktur
- Disartria
- Disfagia
- Dispneu
- Spastisitas.
- Reflek tendon yang
cepat atau menyebar
abnormal.
- Adanya reflek
patologis.
- Hilangnya
ketangkasan dengan
kekuatan normal
- Kelemahan otot
- Fasikulasi.
- Atrofi.
- Kram otot
- Hiporefleks
- flasid
- Foot drop
- Kesulitan bernafas.
- Tertawa dan
menangis
involunter
- Depresi
13
Tabel 3. Hubungan keluhan terhadap lokasi kerusakan motor neuron
Medulla Lesi UMN
Pseudobulbar (penyebab
lain termasuk stroke) spastisitas lidah
Disartria
refleks meningkat
emosi yang labil
inkoordinasi fungsi
menelaan dan bernapas
Lesi UMN
dan LMN Disartria
Disfagia
jaw jerk refleks meningkat
Lesi LMN Palsy bulbar atrofi dan fasikulasi lidah
Disfagia
Traktur
kortikospin
al Lesi UMN kelemahan yang spastic
refleks meningkat
Kekakuan
respon plantar ekstensor
kornu
anterior Lesi LMN Kelemahan yang flasid
fasikulasi otot
kelemahan otot diafragma
dan otot interkostalis
14
Progresifitas penyakit dengan peningkatan kelemahan dan lebih banyak otot
yang terpengaruh. Ketika kelemahan telah menyebar ke batang tubuh, ucapan,
menelan dan bernafas menjadi terganggu. Akhirnya dukungan ventilator diperlukan.
Kematian biasanya hasil dari komplikasi tidak aktif atau dari kelumpuhan otot-otot
yang mengontrol pernapasan.
Gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain sesuai dengan kelompok
otot yang dipengaruhi oleh penyakit. Tersandung, menjatuhkan barang, kelelahan
abnormal pada lengan dan / atau kaki, meracau bicara, kesulitan dalam berbicara
keras, tak terkendali tertawa atau menangis, dan kram otot dan berkedut semua gejala
ALS. ALS biasanya dimulai pertama di tangan dan akan menyebabkan masalah
dalam berpakaian, mandi, atau tugas-tugas sederhana lainnya. Ini bisa berkembang
menjadi lebih pada satu sisi tubuh dan umumnya berjalan ke tangan atau kaki. Jika
mulai pada kaki, berjalan akan menjadi sulit. ALS juga dapat mulai di tenggorokan,
menyebabkan kesulitan menelan. Orang yang menderita ALS tidak kehilangan
kemampuan mereka untuk melihat, mendengar, menyentuh, mencium, atau rasa.
kandung kemih dan otot-otot mata orang tersebut tidak terpengaruh, tidak pula
dorongan seksual dan fungsi. Penyakit tidak mempengaruhi pikiran seseorang.
Kelemahan dapat dimulai di kaki, tangan, lengan proksimal, atau oropharinx
(dengan berbicara cadel atau kesulitan menelan) disartria. Seringkali tangan
dipengaruhi pertama, biasanya asimetris. Gaya berjalan terganggu karena
karakteristik otot-otot yang lemah dan footdrop, meskipun otot-otot proksimal
kadang-kadang dipengaruhi pertama. Atau, gangguan gaya berjalan spastik mungkin
terjadi. Perlahan kelemahan menjadi lebih parah dan berbagai bagian tubuh mulai
terpengaruh. Spasme otot (dikaitkan dengan hipersensitivitas otot) dan penurunan
berat badan (yang dihasilkan dari kombinasi otot yang mengecil dan disfagia) adalah
gejala karakteristik. Respirasi biasanya terpengaruh terlambat tapi, kadang-kadang
mungkin merupakan manifestasi awal atau bahkan yang pertama. Pernapasan
terganggu oleh paresis otot interkostalis dan diafragma, atau disfagia dapat
menyebabkan aspirasi dan pneumonitis, yang dapat terjadi akhirnya. Sensasi klinis
tidak terpengaruh, nyeri dan parestesia yang diperbolehkan dengan diagnosis ini,
15
kecuali ada penyakit komplikasi (misalnya neuropati diabetes) dan fungsi kandung
kemih terhindar. Nyeri bukan merupakan gejala awal tetapi mungkin terjadi
kemudian ketika anggota tubuh bergerak.
Tanda LMN harus jelas untuk diagnosis yang valid. Fasikulasi mungkin
terlihat pada lidah meskipun tanpa disartia. Jika terdapat kelemahan dan otot batang
tubuh yang mengecil fasikulasi biasanya sudah mulai terlihat. Refleks tendon
mungkin meningkat atau menurun. Kombinasi dari reflex yang berlebihan dengan
tanda Hoffman pada tangan dengan lemah dan otot yang fasikulasi sebenarnya
merupakan tanda yang patognomonik dari ALS (kecuali untuk sidrom motor
neuropati). Tanda tegas kelainan UMN adalah babinsky dan klonus. Kelainan
berjalan yang spastic dapat terlihat tanpa tanda LMN pada kaki, kelemahan pada kaki
mungkin tidak ditemukan, tetapi inkoordinasi terbukti dengan kecanggungan dan
kejanggalan dalam penampilan ketika bergerak.
Nucleus motorik nervus cranial terlibat dalam disartria, fasikulasi lidah dan
pergerakan yang terganggu dari uvula. Kelemahan wajah khususnya pada otot
mentalis tetapi ini biasanya tidak menonjol. Disartria dan disfagia disebabkan oleh
lesi UMN (pseudobulbay palsy) dibuat jelas oleh pergerakkan dari uvula yang lebih
kuat pada persarafan dari pada kemauan, sehingga uvula tidak dapat bergerak dengan
baik. Tetapi respon yang kuat terlihat pada faringeal atau gag reflek. Manifestasi
umum dari pseudobulbar palsy adalah emosional yang labil dengan tertawa yang
wajar atau lebih sering, menagis dapat dianggap keliru sebagai reaksi depresi karena
diagnosis, lebih baik dianggap sebagai pelepasan fenomena reflex yang kompleks
yang terlibat dalam ekspresi emosional. Kematian diakibatkan karena kegagalan
pernapasan, pneumonitis aspirasi, atau emboli pulmo setelah immobilitas yang
panjang.
16
III. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Tetraparese spastik, tetraparese flasid, kronis, progresif,
paroksismal
Diagnosis Topik : Lesi UMN (Medula spinalis), Lesi LMN
(Kornu anterior medula spinalis)
Diagnosis Etiologi :
- Kelainan degeneratif dd Motor Neuron Disease dd Multiple HNP
- Kelainan genetika dd Spinal Muscular Atrophy
- Kelainan neoplasma dd Tumor medula spinalis, Syringomyelia
IV. PEMERIKSAAN FISIK
IV.1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Compos mentis, E4V5M6
Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 82x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,5°C
- Saturasi : 99 % tanpa O2
IV.2. Status Generalis
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Kaku kuduk (-), burdzinsky I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
refleks kornea (+/+)
17
Telinga : AD: Bentuk telinga normal, serumen (+), membran timpani sulit
dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)
AS: Bentuk telinga normal, serumen (+), secret mukoid (+),
membrane timpani sulit dinilai, nyeri tekan (-)
Hidung : Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya
sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-) , perdarahan gusi (-),
sianosis (-).
Thoraks
Pulmo :
1. Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan
supraclavicula (-)
2. Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-),wheezing (-/-)
Kesan : Paru dalam batas normal
Cor :
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi : Batas kiri bawah: ICS 5 mid axilaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
4. Auskultasi : Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal
Bunyi jantung II splitting saat inspirasi dan tunggal saat
Ekspirasi (split tak konstan), intensitas normal
murmur (-), gallop (-).
Kesan : Jantung dalam batas normal
Abdomen:
1. Inspeksi : Datar, supel.
18
2. Auskultasi: Bising usus (+), normal (2-6 x menit)
3. Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), atrofi otot (+)
ekstremitas dextra inferior, CRT<2 detik
IV.2 Status Psikiatri
Tingkah Laku : Normoaktif
Perasaan Hati : Normotimik
Orientasi : Dalam batas normal
Kecerdasan : Dalam batas normal
Daya Ingat : Dalam batas normal
IV.3 Status Neurologis
Sikap tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : Tidak ada
Cara berjalan : Tidak bisa dinilai
a. Saraf Kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N
N. II. Optikus
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Lapang pandang N N
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
19
Ukuran pupil 2 mm 2 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit - -
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka N N
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. AbdusenGerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial + +
Sudut mulut dbn dbn
Mengerutkan dahi dbn dbn
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan pipi dbn dbn
Daya kecap lidah 2/3 ant dbn dbn
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik dbn dbn
Tes Rinne dbn dbn
Tes Schwabach dbn dbn
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Dalam batas normal
20
Daya Kecap 1/3 Belakang Dalam batas normal
Reflek Muntah Dalam batas normal
Sengau Tidak
Tersedak Tidak
N. X (VAGUS) keterangan
Arkus faring Dalam batas normal
Reflek muntah Dalam batas normal
Bersuara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu -/-
Trofi Otot Bahu atrofi/atrofi
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Dalam batas normal
Artikulasi Dalam batas normal
Tremor lidah Dalam batas normal
Menjulurkan lidah Dalam batas normal
Kekuatan lidah Dalam batas normal
Trofi otot lidah Dalam batas normal
Fasikulasi lidah Dalam batas normal
21
b. Fungsi Motorik
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Meningkat Meningkat
Refleks Triceps Meningkat Meningkat
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Refleks Patella Meningkat Meningkat
Refleks Achilles Meningkat Meningkat
Refleks Patologis
Babinski + +
Chaddock + +
Oppenheim - -
Gordon + +
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer + +
22
bebas
bebas
bebas
bebas
444
444 444
444
atrofi
5
5
atrofi
atrofi
normal
c. Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif Terasa Terasa
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
Diskriminatif Terasa Terasa
Rasa gramestesia Terasa Terasa
Rasa barognosia Terasa Terasa
Rasa topognosia Terasa Terasa
d. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig sign : negatif
Pemeriksaan Brudzinski : : negatif
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 10.7 12,5 – 16,1 gr/dl
Ht 33.2 36 - 47%
Eritrosit 4.06 4,0– 5,2 juta/µL
23
MCV 81.8 78 – 95 fL
MCH 26.3 26 – 32 pg
MCHC 32.1 32 – 36 gr/dL
Trombosit 231000 150.000 – 350.000/µL
Leukosit 9400 4.500 –13.500/µL
Hitung Jenis
Eosinofil 1.6 1-3 %
Basofil 0.1 0-1%
Neutrofil 77.7 52-76 %
Limfosit 13.2 20-40 %
Monosit 7.4 2-8 %
RDW-CV 14.2 <14,5
Kimia Klinik
GDS 114
SGOT 57 5-34 U/L
SGPT 44 0-55 U/L
Kreatinin 1.83 0.62-1.1
ASAM URAT 8.61 2-7
CHOLESTEROL 133 <200
TRIGLISERIDA 130 70-140
Calsium Na + K +
Cl
9 8.4-9.7
Natrium 132 136-146
Kalium 4.3 3.5-5.1
Chlorida 100 98-106
24
2. X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique
Gambar 3. Hasil X-Foto Cervical
Ekspertise:
- Alignment lurus
- Spondylosis cervical
- Penyempitan diskus dan foramen intervertebralis C5-6 kanan kiri
25
Ekspertise:
- Alignment lurus
- Spondylosis lumbalis
- Penyempitan VL5
- Tak tampak penyempitan diskus dan foramen intervertebralis
Resume
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15
(E4V5M6), Tekanan darah : 140/80 mmHg, Nadi 82x/menit, RR 20x/menit, Suhu
36,5°C, pupil isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya +/+ dan refleks kornea +/+. Pada
status generalis didapatkan atrofi pada ekstremitas dextra inferior dan pada otot tenar
pada ekstremitas dextra sinistra superior. Kemudian didapatkan atrofi pada otot bahu,
lebih berat pada bagian kiri dan pasien sulit untuk mengangkat bahunya. Pada status
neurologis fungsi motorik pasien menurun. Pada pemeriksaan refleks fisiologis
ditemukan meningkat. Pada pemeriksaan refleks patologis ditemukan Babinski,
Chaddock, Gordon dan Hofmann Trommer positif. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan anemia dan hiponatremia. Pada pemeriksaan foto rontgen ditemukan
penyempitan diskus dan foramen intervertebralis C5-6 kanan kiri dan penyempitan
VL5.
Diskusi II
Dari hasil pemeriksaan fisik neurologis ditemukan adanya tetraparesis spastik
(lesi UMN), dilihat dari kekakuan pada otot dan reflex patologis yang ada pada
keempat anggota gerak pasien, dan juga terdapat tanda tetraparesis flasid (lesi LMN)
dilihat dari adanya atrofi pada otot anggota gerak kaki kanan, tanpa diikuti kelainan
pada sensorik. Ini merupakan tanda khas dari penyakit Amyotrophic lateral sclerosis
(ALS) dimana susunan somatosensorik sama sekali tidak terganggu, dan
manifestasinya terdiri atas gangguan gerakan, yang memperlihatkan tanda-tanda
kelumpuhan UMN dan LMN secara bersamaan. ALS adalah penyakit
neurodegeneratif yang serius yang menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan
27
akhirnya menyebabkan kematian yang dikarenakan oleh degenerasi dari motor
neuron di korteks motorik primer, batang otak dan medula spinalis, ALS juga dikenal
sebagai motor neuron disease (MND).
Dari pemeriksaan penunjang meliputi rontgen cervical dan lumbal ditemukan
penyempitan pada diskus dan intraforamen C5-6 dan penyempitan VL5. Ini dapat
menimbulkan kecurigaan terhadap tetraparesis akibat multiple HNP. Multiple
sclerosis juga dapat dilemahkan, karena pada multiple sclerosis ditemukan gangguan
pada system sensorik, motoric, otonom, trias charcot (disratria, ataxia, tremor), dan
beberapa gangguan pada nervus kranialis seperti gangguan pada N.III dan N.V.
Kemudian untuk syringomyelia bisa dilemahkan karena pada syringomyelia
ditemukan keluhan sensoris. Spinal Muscular Atrophy dapat dilemahkan karena pada
SMA ditemukan hiporefleks fisiologis. Tumor medula spinalis dapat dilemahkan
karena tidak ditemukan gambaran massa pada hasil X-Foto, walaupun butuh
pemeriksaan MRI untuk memastikan.
Diagnosis
Tabel 4. El Escorial Federasi Dunia Neurology Kriteria Untuk Diagnosis ALSDiagnosis ALS membutuhkan kehadiran
1. Tanda-tanda degenerasi lower motor neuron (LMN) dengan
pemeriksaan klinis, elektrofisiologi atau neuropathologic.
2. Tanda-tanda degenerasi upper motor neuron (UMN) dengan
pemeriksaan klinis, dan
3. Tanda-tanda penyebaran yang progresif dalam wilayah atau ke daerah
lain, bersama-sama dengan tidak adanya
4. Bukti elektrofisiologi proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan
tanda-tanda LMN dan / atau degenerasi UMN, dan
5. Neuroimaging bukti proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan
tanda-tanda klinis dan tanda elektrofisiologi
Kategori diagnostik klinis pasti pada kriteria klinis saja
28
A. Pasti ALS
Tanda UMN dan LMN sedikitnya pada tiga bagian tubuh
B. Kemungkinan besar ALS
Tanda UMN dan LMN setidaknya pada 2 bagian tubuh, dengan
beberapa tanda UMN pada bagian rostral terhadap tanda LMN
C. Kemungkinan besar ALS – Didukung Laboratorium
Tanda klinis disfungsi UMN da LMN hanya pada satu bagian
tubuh. Selain itu ada pada elektromiografi terdapat tanda degenerasi
yang aktif dan kronis pada minimal 2 ekstremitas
D. Kemungkinan ALS
Tanda klinis dari disfungsi UMN dan LMN ditemukan secara
bersamaan pada satu bagian, atau tanda UMN ditemukan pada 2
atau lebih bagian tubuh.
Tanda UMN : Klonus, tanda babinsky, tidak ada refleks kulit perut,
hypertonia, kehilangan ketngkasan
Tanda LMN : atrofi, kelemahan. Jika hanya fasciculation: pencarian
dengan EMG untuk denervasi aktif
Bagian saraf: bulbar, leher rahim, dada dan lumbosakral
Dapat juga menggunakan kriteria lain dari World Federation of Neurology
(WFN) ,dimana harus terdapat:
- Bukti adanya lesi UMN
- Bukti adanya lesi LMN
- Bukti adanya progresifitas
Dalam menggunakan kriteria WFN, ada 4 regio yang harus diketahui:
o Bulbar : Otot wajah, mulut, tenggorokan.
o Cervical : Otot belakang kepala, leher, bahu, pundak, ekstrimitas atas.
o Thoracic : Otot dada dan abdomen, dan bagian tengah dari otot spinal.
29
o Lumbosacral : Otot belakang bagian pundak bawah, paha, dan
ekstrimitas bawah
Amyotrophic lateral sclerosis sulit untuk mendiagnosa sejak awal karena
hal itu mungkin tampak mirip dengan beberapa penyakit neurologis lainnya.
Tes untuk mengesampingkan kondisi lain mungkin termasuk. Para dokter ahli
setelah neurologis hati-hati pemeriksaan, dengan adanya tanda-tanda UMN
dan LMN di segmen anatomi sama dengan asimetris lokalisasi mampu
mencurigai diagnosis ALS. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Elektrofisiologi
Terutma untuk mendeteksi adanya lesi LMN pada daerah yang terlibat,
dan untuk menyingkirkan proses penyakit lainnya. Sangat penting untk
diingat bahwa pemeriksaan fisik neurofisiologi yang digunakan untuk
mendiagnosis ALS dan kelainan neurofisiologi yang sugestif saja tidak
cukup untuk mendiagnosis tanpa dukungan klinis.
a. Konduksi saraf motorik dan sensorik
Konduksi saraf diperlukan untuk mendiagnosis terutama untuk
mendefinisikan dan mengecualikan gangguan lain dari saraf perifer,
neuromuscular junction, dan otot yang dapat meniru atau
mengacaukan diagnosis ALS.
b. Elektromiografi konvensional
Konsentris jarum elektromiografi (EMG) memberikan bukti disfungsi
LMN yang diperlukan untuk mendukung diagnosis ALS, dan harus
ditemukan dalam setidaknya dua dari empat daerah SSP: otak (bulbar /
neuron motor tengkorak), leher rahim, toraks, atau lumbosakral
sumsum tulang belakang (anterior tanduk motor neuron). Untuk
daerah batang otak itu sudah cukup untuk menunjukkan perubahan
dalam satu EMG otot (misalnya lidah, otot-otot wajah, otot rahang).
Untuk wilayah sumsum tulang belakang, dada itu sudah cukup untuk
30
menunjukkan perubahan EMG baik dalam otot paraspinal pada atau di
bawah tingkat T6 atau di otot perut. Untuk daerah leher rahim dan
sumsum tulang belakang lumbosakral setidaknya dua otot dipersarafi
oleh akar yang berbeda dan saraf perifer harus menunjukkan
perubahan EMG.
Kriteria El-Escorial yang telah direvisi mengharuskan bahwa
kedua bukti denervasi aktif atau sedang berlangsung dan denervasi
parsial kronis diperlukan untuk diagnosis ALS, meskipun proporsi
relatif bervariasi dari otot ke otot.
Tanda-tanda denervasi aktif terdiri dari:
1. potensi fibrilasi
2. gelombang positif tajam
Tanda-tanda denervasi kronis terdiri dari:
1. Motor unti potensi besar durasi meningkat dengan
peningkatan proporsi potensi polyphasic, amplitudo
seringkali meningkat.
2. mengurangi gangguan pola dengan tingkat menembakkan
lebih tinggi dari 10 Hz (kecuali ada komponen UMN
signifikan, dalam hal laju pembakaran mungkin lebih
rendah dari 10 Hz).
3. potensi unit motor stabil.
Potensi fasikulasi sangat penting untuk menemukan
karakteristik ALS, meskipun mereka dapat dilihat pada otot
yang normal (fasikulasi jinak) dan tidak muncul di semua
otot pasien ALS. Dalam fasikulasi jinak morfologi dari
potensi fasikulasi normal, sedangkan pada potensi
fasikulasi terkait dengan perubahan neurogenik ada
morfologi abnormal dan kompleks tajam positif
c. Transcranial magnetic stimulation dan pusat konduksi motorik
31
Stimulasi magnetik transkranial (TMS) memungkinkan evaluasi non-
invasif jalur motor kortikospinalis, dan memungkinkan deteksi lesi
UMN pada pasien yang tidak memiliki tanda-tanda UMN. Motor
amplitudo, ambang batas kortikal, waktu konduksi motorik pusat dan
periode diam dapat dengan mudah dievaluasi dengan menggunakan
metode ini. Tengah konduksi motorik waktu (CMCT) sering sedikit
lama untuk otot-otot setidaknya satu ekstremitas pada pasien ALS.
d. Elektromiografi kuantitatif
Motor unit number estimation (Mune) adalah teknik elektrofisiologi
khusus yang dapat memberikan perkiraan kuantitatif dari jumlah akson
yang mempersarafi otot atau kelompok otot. Mune terdiri dari
sejumlah metode yang berbeda (incremental, titik rangsangan ganda,
lonjakan-dipicu rata-rata, F-gelombang, dan metode statistik), dengan
masing-masing memiliki keunggulan spesifik dan keterbatasan.
Meskipun kurangnya metode tunggal yang sempurna untuk melakukan
Mune, mungkin memiliki nilai dalam penilaian hilangnya secara
progresif akson motorik dalam ALS, dan mungkin memiliki
penggunaan sebagai ukuran titik akhir dalam uji klinis
2. Neuroimaging
Dilakukan MRI kepala/tulang belakang untuk menyingkirkan lesi
structural dan diagnosis lain pada pasien yang dicurigai ALS
(tumor,spondylitis, siringomielia, strokebilateral, dan MS)
3. Biopsi otot dan neuropatologi
terutama dilakukan pada pasien dengan presentasi klinis yang tidak khas,
terutamadengan lesi UMN yang tidak jelas. Biosi digunakan untuk
menyingkirkan adanyamiopati, seperti inclusion body myositis.
4. Pemeriksaan lab lainnya
Ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat dianggap wajib dalam
pemeriksaan dari pasien ALS. Tes laboratorium klinis yang mungkin
abnormal dalam kasus dinyatakan
32
khas ALS meliputi:
Enzim otot (kreatin kinase serum [yang tidak biasa di atas sepuluh kali
batas atas
normal], ALT, AST, LDH)
serum kreatinin (terkait dengan hilangnya massa otot rangka)
Hypochloremia, bikarbonat meningkat (terkait dengan gangguan
pernapasan lanjutan)
Komplikasi
1. Sistem pernapasan
Diafragma dan otot respirasi lainnya selalu terpengaruh, dan
kebanyakan pasien meninggal karena koplikasi pernapasan. Hal ini terjadi
terutama dari ketidakmampuan pasien untuk bernapas karena kelemahan
otot pernafasan. Pada pasien dengan kelemahan bulbar, aspirasi sekresi
atau makanan dapat terjadi dan pneumonia, karena itu, manajemen
pernafasan diperlukan dalam perawatan komprehensif pasien dengan
ALS. Rutin mengukur kapasitas vital dalam posisi duduk dan telentang.
Paling sering, pengukuran berbaring menurun sebelum pengukuran duduk.
Gravitasi membantu dalam menurunkan diafragma sebagai sudut pasien
kecenderungan meningkat.
Kelemahan pernafasan berlangsung, pasien telah meningkatkan
kesulitan dengan gerakan diafragma ketika telentang karena penghapusan
efek ini dari gravitasi. Hal ini menyebabkan hipoventilasi alveolar dan
desaturasi oksihemoglobin utama. Kesulitan tidur dapat menjadi gejala
pertama hipoventilasi. Pasien harus dipertanyakan tentang kebiasaan tidur
secara rutin, dan jika gangguan tidur mengembangkan, mengukur
kapasitas penting duduk dan terlentang. Selain itu, melakukan monitoring
saturasi oksigen semalam untuk menilai hipoksemia malam dan kebutuhan
untuk ventilasi tekanan positif intermiten malam noninvasif (IPPV).
33
Diagnosis Banding
1. Penyakit Motor Neuron Lainnya
a. Primary lateral sclerosis (UMN saja)
b. Progressive muscular atrophy (LMN saja)
c. Progressive bulbar palsy
2. Abnormalitas anatomi/ sindrom kompresi:
- Tumor medulla spinalis
Tumor medula spinalis dapat manifestas kelemahan ekstremitas,
mati rasa, dan tanda-tanda lesi UMN
- Syringomyelia
Sirinomyelia adalah gangguan perkembangan yang
dikarakteristikkan dengan adanya kavitas abnormal karena dilatasi
dari kanal central pada korda spinalis. Kavitas ini berasal dari regio
midservikal tetapi dapat memanjang ke atas ke medulla
(memproduksi siringobulbia) atau turun ke regio torakal dan
lumbal. Kavitas membesar perlahan selama beberapa tahun.
Sindrom klinik yang dikarakteristikkan bercampur antara
gangguan sensorik dan motorik. Kerusakan bagian ventral dari
central gray mengarah pada tanda LMN ,kelemahan, atrofi,
fasikulasi dari otot tangan intrinsic, hilangnya reflkes lengan selalu
terjadi. Tanda UMN pada ekstremitas bawah terjadi dengan
memanjangnya kavitas ke traktus kortikospinal . Siringobulbia
dapat menyebabkan paralisis pita suara, diastria, nistagmus,
kelemahan lidah dan sindrom horner.
- Cervical spondylosis
Bisa dijumpai kombinasi lesi UMN dan LMN pada otot-otot
ekstremitas superior. Biasanya disertai gangguan sensoris.
Meskipun myelopathy serviks spondilosis yang berat kadang-
kadang dapat menyebabkan kebingungan dengan MND, terutama
jika ada spastisitas dan hyperrefexia di tungkai bawah
34
dalam hubungannya dengan atrofi otot dan fasikulasi pada tungkai
atas, tidak mungkin menyebabkan fasikulasi luas, dan kelemahan.
Kelemahan anggota gerak yang progresif, asimetris, gabungan
tanda-tanda UMN dan LMN pada lengan, paraparesis spastik,
kadang-kadang fasikulasi di lengan.
3. Infeksi :
- Lyme disease
Manifestasi neurologis penyakit Lyme meliputi meningitis dan
polyradiculoneuropathy. Tahap kedua dan ketiga penyakit Lyme
yang terkait dengan perubahan neurologis yang dapat
menyebabkan neuropati, motor aksonal rendah. Penyakit Lyme
disebabkan oleh bakteri spirochete (Borrelia burgdorfere).
Abnormalitas pada akar saraf terjadi pada stadium awal maupun
akhir dari penyakit. Gejalanya berupa kelemahan, gangguan
sensorik dan hiporefleks pada bagain yang dipengaruhi akar saraf
tersebut.
- Myelopati HIV
Mielopati yang berhubungan dengan infeksi HIV biasanya terlihat
pada stadium kemudian dari penyakit. Hal ini dikaakteristikkan
dengan ganggua berjalan (gait) denga gangguan sensorik, ganggua
sfingter dan reflex yang cepat. Pada mielopati HIV juga terdapat
tanda UMN dan LMN. Neuropati perifer (kerusakan akson)
merupakan tanda klinik dari HIV.
4. NM Junction
- Myasthenia gravis
Merupakan suatu penyakit autoimun yang didapat dan
mengganggu transmisi neuromuscular pada neuromuscular
junction akibat kekurangan / kerusakan reseptor Ach. Keluhan
yang khas kelemahan otot setelah/sesaat digunakan dan membaik
35
setelah istirahat. Gejala inisisasi (fokal, otot bulbar, otot
ekstremitas, otot mata diplopia, ptosis. Miastenia gravis juga
dapat menyebabkan kelemahan pada otot pernapasan. Tidak
terdapat fasikulasi dan tanda kelemahan UMN.
5. Endokrin:
- Hipertiroid
Manfetasi neurologi dari hipertiroidisme bervaariasi termasuk
perubaha status mental, kejang, abnormalitas gerak seperti tremor
dan korea, gangguan mata, lemah, atrofi, fasikulasi.disamping itu,
pasien dengan hipertiroidisme pada umumnya memiliki reflex
tendon dalam yang cepat , da beberapa pasien memilik kerusakan
dari traktus kortikospinal dan tanda babinski. Pasien dengan
hipertiroidisme dapat berkembang berkombinasi dengan klemahan
dan tanda UMN yang menyerupai ALS. Tentu saja kebanyakan
pasien dengan hipertiroidisme memiliki bukti toksik goiter,
ansietas, dan insomnia yang bias dibedakan dengan ALS. Hal ini
penting untuk dinyatakan, bagaimanapun juga pada pasien tua
dengan hipertiroidismedapat bermanifestasi dengan apatis dan
depresi yang disebut apatis hipertiroidisme.
- Hiperparatiroidisme
Manifestasi neurologi pasien dengan hiperparatiroid pada
umumnya terkait dengan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan
peningkatan kadar hormone paratiroid da terdiri dari perubahan
status mental seperti lethargi, bingung, dan akhirnya koma.ketika
hiperkalemia tidak berat atau akut namun kelemahan dan kelelahan
mungkin muncul sebagai gejala pada hiperparatiroid primer.
Jarang gejala pasien berkembang dari miopati. Jarang
hiperparatiroid dan ALS terjadi bersamaan pada pasien,
kemungkinan itu meningkat jika peningkatan kadar hormon
paratiroid berkontribusi pada perkembangan motor neuron
36
sindrom. Hiperkalsemia dan peningkatan level paratiroid hormone
namun dapat membantu membedakan antara penyakit endokrin ini
dengan ALS.
Tabel 5. diagnosis banding ALS
37
VI. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinis : Tetraparese spastik dan flasid paroksismal progresif
Diagnosis topis : Traktus kortikospinal dan kornu anterior
Diagnosis etiologi : Suspek ALS dd multiple HNP
VII. TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
Tirah baring
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
Diagnosis pasien
Tatalaksana yang akan dilakukan
Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
Rehabilitasi Medik
2. Medikamentosa
IVFD Asering 20 tpm
Inj. Mecobalamin 2x1 amp
Inj. Ketorolac 2x30 mg
Diazepam 2x2mg
VIII. PLANNING
1. MRI kepala dan tulang belakang
2. Elektromiografi
3. Biopsi otot dan neuropatologi
IX. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad functionam : dubia ad malam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
Diskusi III
38
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa. Tatalaksanan nonmedikamentosa meliputi tirah baring, edukasi dan
rehabilitasi medik. Pemberian mediakamentosa pada pasien ini antara lain.
1. IVFD Asering 20tpm
Stabilisasi hemodinamik dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid
secara intravena
2. Inj. Mecobalamin 2x1 amp
Memiliki kandungan yang merupakan metabolit dan vitamin B12 yang
berperan sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosistein.
Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf.
Mekobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor
NMDA dengan perantaraan S-adenosilmehione (SAM) dalam mencegah apoptosis
akibat glutamateinduced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan
peranan termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada
kondisi hipoglikemia dan status epileptikus.
3. Inj. Ketorolac 2x30 mg
Ketorolac merupakan suatu analgesic non-opioid. Mekanisme kerjanya
ialah dengan menghambat pelepasan enzim siklooksigenasi 2 yang nantinya akan
menghambat pelepasan prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi. Indikasi
penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan
maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai anti inflamasi juga
memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai pengganti morfin pada keadaan
pasca operasi ringan dan sedang.
4. Diazepam 2x2mg
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu
potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai
mediator pada sistem syaraf pusat. Diazepam diberikan sebagai muscle relaxant pada
kasus ini.
Penatalaksanaan
39
A. Medikamentosa
I. Terapi kausatif
a. Antagonis Glutamat :
Riluzole, Lamotrigine, dextrometrophan, gabapentin, rantai
asam amino
b. Antioksidan
Vitamin E, Asetilsistein, Selegiline, Creatine, Selenium,
KoEnzim Q10
c. Neutrotropik factor
Derivat factor neutrotropik, insulin like growth factor
d. Imunomodulator
Gangliosides, interfero, plasmaaresis, intravena
immunoglobulin
e. Anti viral
Amantadine, tilorone
II. Terapi simptomatik
Simtomatik Obat
Keram Karbamazepin, phenitoin
Spastisitas Baclofen, tizanidine, dantrolen
Peningkatan sekresi saliva Atropine, Hyoscine hydrobromide ,
Hyoscine butylbromide, Hyoscine
scopoderm, Glycopyrronium,
Amitriptyline
Sekresi persisten dari
saliva dan bronchial
Carbocisteine , Propranolol,
Metoprolol
Laryngospasm Lorazepam
Pain Analgesic Non-steroidal, Opioids
Emosi yang labil Tricyclic antidepressant, Selective
serotonin-reuptake inhibitor,
Levodopa, Dextrometorphan and
40
quinidine
Depression Amitriptyline, Citalopram
Insomnia Amitriptyline, Zolpidem
Anxietas Lorazepam
B. Non medikamentosa
1. Physical terapi
Salah satu efek samping dari penyakit ini adalah spasme atau kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Terapi fisik tidak dapat mengembalikan
fungsi otot normal, tetapi dapat membantu dalam mencegah kontraksi
yang menyakitkan otot dan kekuatan otot dalam mempertahankan
normal dan fungsi. Terapi fisik harus melibatkan anggota keluarga,
sehingga mereka dapat membantu menjaga terpai ini untuk pasien
ALS.
2. Terapi bicara
Terapi bicara juga dapat membantu dalam mempertahankan
kemampuan seseorang untuk berbicara. Terapi menelan juga penting,
untuk membantu masalah menelan ketika makan dan minum.
Perawatan ini membantu mencegah tersedak. Disarankan kepada
pasien pasien mengatur posisi kepala dan posisi lidah. Pasien dengan
ALS juga harus mengubah konsistensi makanan untuk membantu
menelan.
3. Terapi okupasi
Agar pasien dapat melakukan aktifitas / kerja sehari-hari lebih mudah
tanpa bantuan orang lain.
4. Terapi pernapasan
Ketika kemampuan untuk bernapas menurun, seorang terapis
pernafasan yang dibutuhkan untuk mengukur pernapasan kapasitas.
Tes ini harus dilakukan secara teratur. Untuk membuat bernapas lebih
mudah, pasien tidak boleh berbaring setelah makan. Pasien tidak
41
boleh makan makanan terlalu banyak, karena mereka
dapat meningkatkan tekanan perut dan mencegah perkembangan
diafragma. Ketika tidur, kepala harus ditinggikan 15 sampai 30 derajat
supaya organ-organ perut menjauh dari diafragma. Ketika kapasitas
pernapasan turun di bawah 70%, bantuan pernapasan noninvasif harus
disediakan. Hal ini melibatkan masker yang terhubung ke ventilator
mekanis. Ketika kapasitas bernapas jatuh
di bawah 50%, permanen hook-up untuk ventilator harus
dipertimbangkan.
Prognosis
ALS adalah penyakit yang fatal. Hidup rata-rata adalah 3 tahun dari
onset klinis kelemahan. Namun, kelangsungan hidup yang lebih panjang tidak
langka. Sekitar 15% dari pasien dengan ALS hidup 5 tahun setelah diagnosis,
dan sekitar 5% bertahan selama lebih dari 10 tahun. Kelangsungan hidup
jangka panjang dikaitkan dengan usia yang lebih muda saat onset, laki-laki,
dan anggota tubuh daripada bulbar onset gejala. Laporan Langka remisi
spontan ada.
Penyakit motorneuron yang terbatas seperti PMA, PBP, PLS yang
tidak berkembang menjadi ALS klasik memiliki progresifitas yang lebih
lambat dan kelangsungan hidup yang lebih panjang.
VIII. FOLLOW UP
14/2/18
HP 1
S : Tangan dan kaki terasa lemas, nyeri dan kesemutan,
nyeri membaik
O :
KU : Compos mentis. E4M6V5
TD :130/80 mmHg
Nadi :80x/mnt
RR : 22x/mnt
P :
IVFD Asering 20 tpm
Inj. Mecobalamin 2x1 amp
Inj. Ketorolac 2x30 mg
Diazepam 2x2 mg
42
Suhu : 37,1 0C
Ekstremitas:
motorik gerakan bebas/ bebas dan bebas / bebas
motoric kekuatan 444/ 444 dan 444/ 444
Lab.
GDS , Kreatinin , As. Urat , Natrium
A :
Tetraparese Spastik Paroksismal Progresif dd Motor
Neuron Disease
15/2/18
HP 2
S : Tangan dan kaki masih lemah, terasa nyeri dan
kesemutan, terutama pada persendian kaki, sudah bisa
berdiri, Batuk (+)
O :
KU : Compos mentis. E4M6V5
TD :140/80 mmHg
Nadi :82x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu : 37,0 0C
Ekstremitas:
motorik gerakan bebas / bebas dan bebas / bebas
motoric kekuatan 444/444 dan 444/444
RO Terlampir
A :
Tetraparese Spastik Paroksismal Progresif dd Motor
Neuron Disease
P :
IVFD Asering 20 tpm
Inj. Mecobalamin 2x1 amp
Inj. Ketorolac 2x30 mg
Diazepam 2x2 mg
NaCl Caps 3x1
Allopurinol 1x100 mg
Konsul FT
16/2/18
HP 3
S : Tangan dan kaki masih lemah, nyeri berkurang, sudah
bisa berjalan namun dituntun, BAB (+), BAK (+)
P :
IVFD Asering 20 tpm
43
O :
KU : Compos mentis. E4M6V5
TD :140/80 mmHg
Nadi :82x/mnt
RR : 18x/mnt
Suhu : 36,5 0C
Ekstremitas:
motorik gerakan bebas/ bebas dan bebas / bebas
motoric kekuatan 444/ 444 dan 444/ 444
A :
Tetraparese Spastik Paroksismal Progresif dd Motor
Neuron Disease
Inj. Mecobalamin 2x1 amp
Inj. Ketorolac 2x30 mg
Diazepam 2x2 mg
Metilprednisolon 2x30 mg
Besok BLPL
17/2/18
HP 4
S : Tangan dan kaki masih lemah, nyeri berkurang, sudah
bisa berjalan namun dituntun, BAB (+), BAK (+)
O :
KU : Compos mentis. E4M6V5
TD :160/100 mmHg
Nadi :88x/mnt
RR : 22x/mnt
Suhu : 36,7 0C
Ekstremitas:
motorik gerakan bebas/ bebas dan bebas / bebas
motoric kekuatan 444/ 444 dan 444/ 444
A :
Tetraparese Spastik Paroksismal Progresif dd Motor
Neuron Disease
P :
IVFD Asering 20 tpm
Inj. Mecobalamin 2x1 amp
Inj. Ketorolac 2x30 mg
Diazepam 2x2 mg
Metilprednisolon 2x30 mg
BLPL hari ini
DAFTAR PUSTAKA
44
1. Ammar Al-Chalabi, 1999. Genetic risk factors in amyotrophic lateral
sclerosiswww.ammar.co.uk/phdam.pdf [cited : July 22, 2014]
2. Baehr, Mathias. Diagnosis Topik Neurologis Duus. Jakarta: ECG. 2010
3. Carmel Armon. 2011. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) in Physical
Medicine and Rehabilitation Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1170097- overview. [cited : July
22, 2014]
4. Devi Uma. 2007. Motor neuron
disease. api.ning.com/…/motorneurondisease. pdf. [cited : July 22, 2014]
5. Mahar mardjono, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
rakyat. 2006
6. Noah Lechtzin. 2006. Respiratory Effects of Amyotrophic Lateral
Sclerosis Problems and
Solutions www.rcjournal.com/contents/…/08.06.0871. [cited : July 22,
2014]
7. Ronald Sterit. 2006. Amyotrophic lateral
sclerosis. www.naturdoctor.com/Chapters/… /ALS.pdf. [cited : July 22,
2014]
8. Sathasivam S. 2010. Motor neurone disease: clinical features, diagnosis,
diagnostic pitfalls and prognostic
markers. smj.sma.org.sg/5105/5105ra1.pdf. [cited : July 22,2014]
9. V. Silani et al. 2011. The diagnosis of Amyotrophic Lateral
Sclerosis.www.neuro.it/documents/…/Silani_3.pdf. [cited : July 22, 2014]
45