08. imron cs

8

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 08. Imron cs
Page 2: 08. Imron cs

1. PENDAHULUAN

Saat ini, 1

Isu energi yang sangat penting saat ini adalah efisiensi penggunaan energi selama proses produksi, transmisi, distribusi sampai konsumsi yang bermanfaat bagi perbaikan lingkungan (Jiang

J., 2007; Li C., 2010). Sumber energi yang cukup didorong penggunaannya saat ini adalah batu-bara. Diperkirakan penggunaan batubara sebagai sumber energi altarnatif akan tetap menjadi primadona karena tingkat ketarsediannya yang masih cukup melimpah dan biaya penggunaannya yang relatif lebih rendah dibandingkan minyak bumi (Sutijastoto, 2010).

Sejalan dengan upaya perlindungan ling-kungan, maka pengembangan proses dan teknologi pemanfaatan batubara dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi menjadi semakin menarik untuk di aplikasikan. Salah satunya adalah teknologi gasifikasi batubara. Teknologi ini dapat mengkonversi batubara yang padat menjadi gas pada kondisi tertentu, sehingga sangat potensial sebagai salah satu teknologi untuk mendapatkan bahan bakar altarnatif pengganti bahan bakar gas dan bahan bakar minyak.

Namun dalam proses gasifikasi tarsebut dihasilkan produk samping yang tidak dapat dihindari berupa limbah cair berwarna hitam atau cokelat gelap dengan kekentalan tinggi yang disebut sebagai tar. Tar terbentuk selama proses gasifikasi dalam serangkaian reaksi yang kompleks di bawah kondisi-kondisi tertentu, seperti komposisi agen (udara, oksigen, dan uap), jenis reaktor, komposisi bahan baku, dan suhu reaksi (Benito A.M.,1996; Kan T., 2011; Mulcahy MR., 1991).

Hasil tar dalam reaktor berbeda-beda dengan kisaran antara 0,1% sampai 20% atau lebih dalam gas produk (Zeigler C.D., 2012; Gu Z., 2012; Wang P., 2013).

Tar merupakan campuran kompleks yang tarsusun dari berbagai senyawa hidrokarbon berantai panjang (Wang P., 2013; Kusy J., 2012; Li D.,

2013). Tar sering dikategorikan sebagai bahan beracun berbahaya karena aromanya yang tajam dan kurang sedap, selain itu juga sebagai sumber utama pencemaran tanah karena sulit didegra-dasi.

Penggunaan batubara, khususnya di Indo-nesia, diperkirakan akan tarus meningkat terutama untuk keperluan pembangkit listrik, sehingga akan dihasilkan tar dengan jumlah yang sangat signifikan. Oleh karena itu, pengembangan sebuah teknologi untuk pemanfaatan limbah tar batubara secara menyeluruh merupakan faktor kunci bagi keberhasilan penerapan teknologi konversi energi yang ramah lingkungan dan juga memiliki pengaruh penting pada efisiensi sumber daya energi (Fanani Z., 2010).

Umumnya, tar batubara dapat dihasilkan pada orentang temperatur 400-600 C dengan jumlah

yang bervariasi hingga mencapai 16%-berat, bergantung pada temperatur operasi dan peringkat batubara. 0-20% tar digunakan secara langsung sebagai bahan bakar boiler, bahan pembuatan jalan dan bahan lapisan

pelindung karat (US Patent, 1970; US Patent, 1964). Tar juga digunakan sebagai komponen pencampur untuk bahan bakar yang dihasilkan dari minyak bumi. Tar memiliki struktur yang mirip dengan minyak bumi, sehingga berpotensi untuk diolah menjadi bahan bakar cair pengganti minyak bumi dengan cara menurunkan kandungan senyawa aromatis yang terdiri dari cincin benzena, menurunkan kandungan senyawa heteroatom yang terdiri dari sulfur dan nitrogen, menurunkan berat molekul dan kekentalannya (US Patent, 1970; Zeigler C.D., 2012).

Industri yang saat ini telah menggunakan teknologi gasifikasi batubara untuk menghasilkan gas bakar adalah PT. Sango Ceramics Indonesia (SCI), Semarang, yang telah menggunakan gasifikasi batubara sejak tahun 2009 dengan memanfaatkan gas bakar hasil gasifikasi untuk proses pembakaran berbagai produk keramik. Gambar 1 menunjukkan kandidat industri peng-guna teknologi konversi tar, PT. Sango Ceramics Indonesia, industri keramik yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah. PT. SCI mempunyai 4 unit gasifikasi batubara berkapasitas 2 MW (3 unit operasi dan 1 unit standby) dengan kebutuhan batubara per hari sebesar 140 ton. Limbah tar yang dihasilkan dari proses gasifikasi batubara di PT. SCI sebesar 12 ton/hari.

Gambar 1. Kandidat industri pengguna teknologi konversi tar (a-PT. Sango Ceramics Indonesia; b- Plant Gasifikasi PT. SCI; c-Limbah tar di PT. SCI).

Pengolahan limbah tar melalui proses cracking ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: (a) perengkahan termal (thermal cracking) dengan penggunaan suhu tinggi dan tekanan yang rendah (Mulcahy M.R., 1991); (b) perengkahan katalilik (catalytic cracking), yaitu dengan penggunaan katalis. Reaksi dari perengkahan katalitik melalui mekanisme perengkahan ion karbonium (Leglise J.,

1988). Mula-mula katalis karena bersifat asam menambahkan proton ke molekul olefin atau menarik ion hidrida dari alkana sehingga menyebabkan terbentuknya ion karbonium (Li C.,

2010; Benito A.M, 1996); (c) perengkahan hidro

a)

c)b)

Page 3: 08. Imron cs

(hydrocracking), merupakan kombinasi antara perengkahan dan hidrogenasi untuk menghasilkan senyawa yang jenuh (Li D., 2013; Gu Z., 2012). Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan tinggi. Keuntungan lain dari hidrocracking ini adalah bahwa belerang yang tarkandung dalam minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian dipisahkan.

Saat ini metode perengkahan katalitik yang dinilai lebih efisien dan efektif dibanding dengan metode perengkahan termal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perancangan sistem proses konversi tar menjadi bahan bakar cair menggunakan metode perengkahan katalitik dalam sistem reaktor unggun tetap berkatalis nikel atau kobalt. Konfigurasi proses yang dihasilkan selanjutnya diwujudkan dalam rancang bangun purwarupa peralatan proses dan pengujian kinerja terhadap proses tersebut.

2.1. Tempat dan Waktu PengujianPengujian dilaksanakan di laboratorium bahan bakar, Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi (PTPSE) - BPPT, Kawasan Puspiptek, Serpong, Banten. Waktu penelitian termasuk rancang bangun dan pengujian proses konversi tar dilakukan selama 10 bulan dari Februari sampai November 2014.

2.2. Bahan Baku dan KatalisLimbah tar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari unit gasifikasi di industri keramik PT. Sango Ceramics Indonesia, Semarang, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2a. Sifat fisis dari limbah tar ditunjukkan dalam Tabel 1.

2. BAHAN DAN METODE

Tabel 1. Sifat fisis limbah tar yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 2. Limbah Tar dari PT. SCI (a) dan Katalis Komersial Nikel (b) dan Kobalt (c).

Limbah tar gasifikasi batubara yang berasal dari unit Gasifikasi PT. SCI hanya mengandung sedikit air, sehingga pretreatment yang dilakukan terhadap tar tersebut tidak begitu sulit. Air yang masih terdapat di dalam tar batubara dipisahkan dengan proses pengadukan agar air yang terjebak di dalamnya dapat keluar secara maksimal.

Gambar 3 menunjukkan hasil analisa sampel tar dari PT. SCI menggunakan gas chroma-tography-mass spectrometry (GC-MS). Komponen senyawa yang mendominasi kandungan dalam limbah tar adalah jenis senyawa PAH (Poly Aromatic Hydrocarbon) yang merupakan senyawa hidrokarbon rantai tertutup atau siklis. Komponen kimia yang terkandung dalam limbah tar ini diklasifikasikan dalam kelas limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014.

Parameter Unit Metode Hasil

Spesific Gravity @ 60oF - ASTM D 1298-99 10,261

Density @ 15oC Kg/m2 ASTM D 1298-99 1025,6

Flash Point PM CC oC ASTM D 93-10 140

Calorific Value (Gross

HHV/Net LHV)kJ/kg ASTM D 240 44762/42231

a) c)b)

Page 4: 08. Imron cs

Katalis yang digunakan dalam proses pereng-kahan limbah tar gasifikasi batubara terdiri dari beberapa jenis katalis, yaitu katalis berbasis nikel, cobalt dalam kombinasi dengan molibdenum (Co-Mo dan Ni-Mo), seperti ditunjukkan dalam Gambar 2 b-c. Katalis-katalis tersebut merupakan katalis komersial yang telah banyak digunakan pada proses penyulingan minyak bumi.

2.3. Metode PengujianMetode umum yang digunakan dalam penelitian ini mengaju pada sebuah algoritma, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Algoritma yang digunakan dalam penelitian.

Sedangkan prosedur dalam pengujian kon-versi tar menjadi bahan bakar cair dapat dijelaskan sebagai berikut bahan baku tar ditimbang sebanyak 10 kg, kemudian dituang ke dalam bejana dan dilakukan pengadukan meng-gunakan pencampur selama 1 jam. Sebanyak 30 gram katalis diumpankan secara bertahap ke dalam reaktor unggun tetap dengan penyangga kapas berbahan quartz-wool di bagian dasar penampang. Pengujian kebocoran dan kestabilan posisi katalis dilakukan dengan udara kompresor. Sebelum dilakukan pemanasan awal, tar sebanyak 10 kg yang sudah diumpankan melalui bak penampung menuju tangki pemisah sambil dilakukan pengadukan selama 15 menit,. Tahap reaksi perengkahan dimana tar yang diisikan ke dalam tangki umpan dengan pengadukan menggunakan motor pengaduk. Pompa air dinyalakan untuk mengalirkan air pendingin ke dalam pendingin dengan laju alir konstan.

oPemanas reaktor diatur pada suhu 300-450 C. Pada saat suhu operasi tercapai, kemudian tangki umpan pemanas awal dinyalakan. Pemanas pada

otangki umpan dinyalakan pada suhu 150-200 C, dimana waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu tersebut direkam. Setelah suhu pemanas awal tercapai, kondisi operasi dijaga tetap konstan selama 6 jam. Selama operasi berlangsung, produk ditampung dalam tangki pengumpul. Tahap pemurnian dan penyulingan dimana produk hasil dari reaktor unggun tetap di masukkan ke dalam tangki pemanas awal pada unit penyulingan untuk dilakukan proses pemisahan

fraksi minyak. Motor pengaduk preheater dinyalakan dengan kecepatan konstan. Pompa air dinyalakan untuk mengalirkan air pendingin ke dalam kolom pendingin dengan laju alir konstan.

oPemanas awal dinyalakan pada suhu 150-200 C, dan menjaga kondisi operasi tetap konstan selama 3 jam. Produk yang dihasilkan pada tahap penyulingan ini sebagai produk akhir, kemudian diambil 10-25 mL untuk di analisa komposisi senyawa menggunakan gas kromatografi.

2.4. Analisa Minyak Tar dengan GC-MSAnalisa minyak yang dihasilkan dari meng-gunakan GC-MS. GC-MS dilengkapi dengan sebuah kolom kapiler kuarsa (VF-5ms 30 mx 0,25mm (ID) x 0,25ìm) dan helium sebagai gas pembawa pada suhu injektor 280°C, split rasio 15:1, dan jumlah sampel yang diinjeksi sebesar 1.0 ìL. Pada modus ionisasi, elektron mem-bombardir energi adalah 70 eV, pengisian multiplier tegangan tabung pada 500 V, pemindaian bentuk berbagai m/z 40-650 pada 3 pemindaian dengan waktu tinggal pelarut selama 3 menit. Komponen dan struktur senyawa kimia yang dihasilkan dari GC-MS diidentifikasi dengan membandingkan struktur dan waktu tinggal dari senyawa yang terdapat dalam database mass spectrometry.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Produk MinyakTabel 2 menunjukkan hasil analisa GC-MS untuk komposisi senyawa dalam produk minyak hasil konversi tar. Berdasarkan hasil analisis terhadap produk cair berupa minyak campuran yang terbagi atas minyak ringan dan minyak sedang. Analisis menunjukkan bahwa produk minyak hasil perengkahan tar masih mengandung berbagai campuran hidrokarbon, diantaranya adalah PAH (Poly Aromatic Hydrocarbons), Group Parafin (Alkana) dan Olefin (Alkena). Seperti yang telah dilaporkan sebelumnya (Jiang J., 2007, Ziegler C.D., 2012).

Tar memiliki struktur yang mirip dengan minyak bumi, sehingga berpotensi untuk diolah menjadi bahan bakar cair pengganti minyak bumi dengan cara menurunkan kandungan senyawa aromatis yang terdiri dari cincin benzena, menurunkan kandungan senyawa heteroatom yang terdiri dari sulfur dan nitrogen, menurunkan berat molekul dan kekentalannya (Li D., 2013; Gu Z., 2012). Diketahui juga bahwa sebagian besar tar terdiri dari minyak berat dan senyawa resin (pitch) (Li C., 2010).

Hasil-hasil menunjukkan bahwa teknik penyu-lingan dan ekstraksi dapat memisahkan senyawa-senyawa penting dari komposisi ter semula. Hasil ini dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi dan jenis batubara. Batubara lain yang mempunyai grafitas spesifik 1.1 sampai 1.2 menghasilkan benzol dan toluol (benzena dan

Page 5: 08. Imron cs

toluena mentah) 1%, minyak ringan lain 0,7%, fenol 0,3%, naftalena 4,3%, minyak kreosot 28,3%, antarasena 0,3% dan pitch 64,8% (Wang P.,

2013; Jiang J., 2007). Sehingga, pemanfaatan dan pengolahan tar batubara menjadi bahan bakar cair sintet is merupakan suatu upaya untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran. Selain itu, hasil analisa ini menunjukkan bahwa konfigurasi proses yang telah dibuat mampu mengkarakterisasi dan menghasilkan produk minyak dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi.

Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan tar gasifikasi batubara.

3.2. Perancangan ProsesGambar 5 menunjukkan konsep diagram alir

proses pengolahan tar gasifikasi batubara. Proses pengolahan limbah tar hasil samping dari proses gasifikasi batubara, yang terdiri dari tahap persiapan bahan baku, tahap persiapan katalis, tahap persiapan peralatan, tahap pengumpanan katalis, tahap perengkahan, tahap penyulingan dan tahap analisa. Konsep proses ini disimulasi untuk mendapatkan proses yang paling optimum menggunakan perangkat lunak perancangan proses kimia Hysis Software dan PDMS Software, seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi (a) image tiga dimensi; (b) peralatan proses; dan (c) dimensi reaktor unggun tetap.

Keterangan gambar: 1. Hopper; 2. Decantar; 3. Collector; 4. Tangki Preheatar; 5. Reaktor Fixed Bed; 6. Condenser 1; 7. Tangki Produk Awal; 8. Tangki Destilasi; 9. Condenser 2; 10. Tangki Produk; 11. Kolam sirkulasi air

Pada tahap awal dari penelitian ini dilakukan rancang bangun peralatan proses catalytic

Konversi Tar Batubara ................ (Imron Masfuri dan Muhammad Hanif) 117

Page 6: 08. Imron cs

cracking untuk pengolahan limbah tar. Konfigurasi proses tersebut terdiri dari (a) pemisahan kandungan air dengan metode dekantasi, untuk memisahkan kadar air dari tar; (b) preheatar untuk pemanasan awal bahan baku tar agar tar siap bereaksi dalam reaktor ketika kontak dengan katalis; (c) Reaktor fixed bed catalytic untuk tempat berlangsungnya proses reaksi perengkahan secara katalitik. Dimana uap gas hasil pemanasan tar di preheatar akan naik ke atas menuju reaktor perengkahan; (c) condenser yang berfungsi untuk mengembunkan gas produk yang keluar dari reaktor agar menjadi fase cairnya. Condenser ini tipe pipa ganda dimana gas produk akan melalui tube bagian dalam yang dikondensasikan dengan menggunakan pendingin air di bagian luarnya; (d) tangki penampungan produk awal yang berfungsi untuk menampung produk cair hasil kondensasi.

3.3. Evaluasi Unjuk Kerja ProsesPengujian tarhadap limbah tar batubara dilakukan dengan konfigurasi proses dan variable-variabel yang telah ditentukan. Pengujian dilakukan dengan sistem batch pada setiap variabel yang berbeda. Parametar yang digunakan untuk pengujian menggunakan katalis Co-Mo dan Ni-Mo dengan jumlah 30 gram dan umpan tar sebesar 10 kg. Waktu operasi diatur selama 6 jam per batch

odengan suhu pemanas awal 200 C. Beberapa perubahan suhu reaktor dilakukan dalam pengujian yaitu pada suhu 300, 320, 340, 360,

o380 C untuk menginvestigasi unjuk kerja proses dan peralatan.

Tabel 3 menunjukkan rekaman kondisi operasi pengujian proses. Kinerja dari proses yang dikonstruksi dievaluasi dengan analisa komponen produk minyak yang di hasilkan. Pengujian kinerja peralatan menunjukkan bahwa konfigurasi proses dan seleksi peralatan dapat mengkonversi limbah tar menjadi minyak dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi, seperti telah dijelaskan pada sub-bab 3.1).

Tabel 3. Rekaman kondisi operasi menggunakan okatalis Co-Mo pada shu 360 C.

Katalis yang digunakan dalam penelitian ini berupa Ni-Mo, Co-Mo. Pemilihan jenis katalis ini berdasarkan katalis tersebut sering digunakan untuk proses perengkahan (Leglise J., 1988). Dari

segi bentuknya, katalis dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu powder, granul dan pellet (Fanani Z., 2010). Dalam penelitian ini dipilih bentuk katalis berupa powder dan pellet. Pada pengujian tar cracking menggunakan katalis Ni-Mo powder (serbuk), ditemukan kendala pada aliran uap gas tar yang mengalir melalui katalis terhambat oleh katalis serbuk yang begitu lembut, dimana pori-pori pada unggun katalis sangat kecil sehingga uap gas sulit untuk menembus unggun katalis. Hal ini menyebabkan laju produk yang dihasilkan sangat minim. Oleh karena itu, saat ini penelitian Katalis yang digunakan dalam penelitian ini berupa Ni-Mo, Co-Mo. Pemilihan jenis katalis ini berdasarkan katalis tersebut sering digunakan untuk proses perengkahan (Leglise J., 1988). Dari segi bentuknya, katalis dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu powder, granul dan pellet (Fanani Z., 2010). Dalam penelitian ini dipilih bentuk katalis berupa powder dan pellet. Pada pengujian tar cracking menggunakan katalis Ni-Mo powder (serbuk), ditemukan kendala pada aliran uap gas tar yang mengalir melalui katalis terhambat oleh katalis serbuk yang begitu lembut, dimana pori-pori pada unggun katalis sangat kecil sehingga uap gas sulit untuk menembus unggun katalis. Hal ini menyebabkan laju produk yang dihasilkan sangat minim. Oleh karena itu, saat ini penelitian dilanjutkan dengan menggunakan katalis berbentuk pellet yang mempunyai pori lebih besar. Sehingga diharapkan uap gas tar batubara dapat melewati unggun katalis dan menghasilkan yield produk yang optimum.

Gambar 5 menunjukan produk-produk minyak yang dihasilkan dari konversi tar. Produk awal yang dihasilkan dari proses tar catalytic cracking berupa minyak yang masih hetarogen (campuran) dengan tingkat kekentalan (viskositas) yang jauh lebih rendah dibanding tar dan penampakan warnanya lebih jernih.

Gambar 5. Produk-produk minyak yang dihasilkan dari konversi tar (a-produk awal; b-proses tanpa katalis; c-proses dengan katalis Co-Mo).

Berdasarkan hasil analisis terhadap minyak bakar sintetis yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah tar batubara dengan menggunakan instrument GC-MS, diperoleh kesimpulan sementara bahwa minyak sintetis yang dihasilkan merupakan hidrokarbon kelas ringan dan menengah. Beberapa senyawa hidrokarbon hasil analisa (Tabel 2) merupakan

118 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 10, No. 2, Desember 2014 Hlm. 113-120

Page 7: 08. Imron cs

senyawa hydrocarbon yang terkandung dalam bahan bakar bensin.

4. KESIMPULAN Penelitian ini menghasilkan sebuah konfigurasi proses yang inovatif dan baru dalam mengolah lmbah tar hasil gasifikasi batubara menjadi bahan bakar minyak sintetis menggunakan teknologi perengkahan katalitik dengan tujuh tahap proses berurutan dan sebuah bantuan katalis dalam sebuah reaktor unggun tetap pada suhu tertentu. Proses ini menawarkan sebuah alur yang lebih sederhana dan bekerja pada kondisi operasi yang relatif lebih rendah dibanding proses-proses yang ada sebelumnya. Selain itu, konfigurasi proses tersebut telah diwujudkan melalui rancang bangun sebuah purwarupa (prototype) yang terdiri dari tahap persiapan bahan baku, tahap persiapan katalis, tahap persiapan peralatan, tahap pengumpanan katalis, tahap perengkahan, tahap penyulingan dan tahap analisa. Uji kinerja terhadap hasil rancang bangun tersebut menunjukkan adanya komposisi senyawa pen-yusun bahan bakar minyak setara bensin dan atau solar pada hasil perengkahan tar. Penemuan ini diharapkan menjadi sebuah terobosan yang menjanjikan untuk mengurangi kelangkaan energi dan perlindungan terhadap pencemaran lingkungan.

Ucapan Terima KasihPenelitian ini di dukung dan di danai oleh RISTEK SINAS 2014 dengan kode RT-2014-1527.

Benito, A.M. & M.T. Martinez, (1996). Catalytic Hidrocracking of an Asphaltenic Coal Residue. Energy and Fuel, Vol. 10, pp. 1235-1240.

Fanani Z., (2010). Hidrocracking Tir Batubara Menggunakan Katalis Ni-Mo-S/ZAA untuk Menghasilkan Fraksi bensin dan Fraksi Kerosin. Jurnal Penelitian Sains, Vol. 100, pp. 29-33.

Gu Z., Chang N., Hou X., Wang J., Liu Z., (2012). Experimental Study on the Coal Tar Hydrocracking Process in Supercritical Solvents. Fuel, Vol. 91, pp. 33-39.

DAFTAR PUSTAKA

Jiang J.,, Wang Q., Wang Y., Tong W., Xiao B., (2007). GC/MS Analysis of Coal Tar Composition Produced From Coal Pyrolysis. Bull. Chem. Soc. Ethiop., Vol. 2, pp. 229-240.

Kan T., Wang H., He H., Li C., Zhang S., (2011). Experimental Study on Two-stage Catalytic Hydroprocessing of Middle-temperature Coal Tar to Clean Liquid Fuels. Fuel, Vol. 90, pp. 3404–3409

Kusy J., Andel L., Safarova M., Vales J., Ciahitny K., (2012). Hydrogenation Process of Tar Obtained from the Pyrolisis of Brown Coal. Fuel, Vol. 101, pp. 38-44.

Leglise, J., Janin A., Lavalley J.C., Cornet D., (1988). Nickel and Molibdenium Sulfides Loaded into Zeolites: Activity for Catalitic Hydrogenation. J. Catal., Vol. 114, pp. 388-389.

Li C., Suzuki K., (2010). Resources, Properties and Utilization of Tar Resources. Conservation and Recycling, Vol. 4, pp. 905–915.

Li D., Li Z., Li W., Liu Q., Feng Z, Fan Z., (2013). Hydrotreating of Low Temperature Coal Tar to Produce Clean Liquid Fuels. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis, Vol. 100, pp. 245–252

Mulcahy MFR., Morley W.J., Smith I.W., (1991). Combustion, Gasification and Oxidation. In: Durie R.A., editor. The science of Victorian brown coal: structure, properties and consequences for utilization. Oxford: Buttarworth-Heineman.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah bahan Berbahaya dan Beracun, Jakarta, 2014.

Sutijastoto, Adam R., Suharyati, Indarwati R.F., Kurniawan F., Kurniawan A., Suzanti V.M., Ajiwihanto N., (2010). Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia. Center for data and information on energy and mineral resources, Ministry of energy and mineral resources Republic of Indonesia.

United States Patent #3,147,205, Upgrading Coal Tar, Ernest O, Pennsylvania, USA, 1964.

United States Patent #3,503,872, Hydrocracking of Coal Tar, Richard A., Delaware, USA, 1970.

Wang P., Jin L., Liu J., Zhu S., Hu H., (2013). Analysis of Coal Tar Derived from Pyrolisis at Different Atmospheres. Fuel, Vol. 104, pp. 14-21.

Zeigler, C. D. and Robbat A.J, (2012). Comprehensive Profiling of Coal Tar and Crude Oil to Obtain Mass Spectra and Retention Indices for Alkylated PAH Shows Why Current Methods Err. Journal of Environmental Science and Technology, Vol. 46, pp. 3935-3942.

.

[email protected], Higher Education Press and Springer-Verlag 2008.

Page 8: 08. Imron cs

120 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 10, No. 2, Desember 2014 Hlm. 113-120