091
DESCRIPTION
091TRANSCRIPT
![Page 1: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/1.jpg)
Analisis terhadap Agresivitas Pajak, Agresivitas Pelaporan Keuangan,
Kepemilikan Keluarga, dan Tata Kelola Perusahaan di Indonesia
MUHAMMAD RIDHA
DWI MARTANI*
Universitas Indonesia
Abstract This research discusses the relationship of tax aggressiveness and financial reporting aggressiveness and the effect of family ownership and corporate governance towards tax aggressiveness and financial reporting aggressiveness. This research is using 101 firms (manufacture and non-maufacture) that are listed in Indonesian Stock Exchange from 2008-2012 period as sample and resulting 505 observations in total. This research shows a positive relationship between tax aggressiveness and financial reporting aggressiveness. The relationship shows that companies in Indonesia are not always faced with trade-off in tax management and financial reporting decision. Family ownership is proven to have a direct positive effect towards tax aggressiveness but no significant relationship towards financial reporting aggressiveness. It shows that non-tax costs are not significant to affect tax management decision. Meanwhile, corporate governance has no relationship neither with financial reporting aggressiveness nor with tax aggressiveness. A good corporate governance score doesn’t mean an effective corporate governance mechanism is implemented to restrict deviating behavior of managers in managing taxes and profit. Keywords : Corporate Governance; Earnings Management; Family Ownership; Financial Reporting Aggresiveness; Tax Aggressiveness; Tax Management
Abstrak Penelitian ini membahas hubungan antara agresivitas pajak dan agresivitas pelaporan keuangan serta pengaruh kepemilikan keluarga dan tata kelola perusahaan terhadap agresivitas pajak dan agresivitas pelaporan keuangan. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur dan non manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2012 sebanyak 101 perusahaan sehingga terdapat 505 total observasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif antara agresivitas pajak dan agresivitas pelaporan keuangan. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak senantiasa menghadapi trade off dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan laba serta pajak perusahaan. Kepemilikan keluarga terbukti berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak namun tidak berpengaruh terhadap agresivitas pelaporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa non-tax cost yang terjadi belum cukup besar untuk dipertimbangkan dalam tindakan agresif terhadap pajak. Sementara tata kelola perusahaan tidak berpengaruh baik terhadap agresivitas pelaporan keuangan maupun agresivitas pajak. Skor tata kelola perusahaan yang baik belum mampu mencerminkan mekanisme tata kelola perusahaan yang efektif dalam membatasi perilaku menyimpang manajer dalam hal perpajakan maupun pengelolaan laba. Kata Kunci : Tata Kelola; Manajemen Laba; Kepemilikan Keluarga; Agresivitas Pelaporan Keuangan; Agresivitas Pajak; Manajemen Pajak
* Author can be contacted at : [email protected]
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
1 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 2: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/2.jpg)
1. Pendahuluan
Shackelford dan Shevlin (2001) meneliti adanya hubungan kebijakan pelaporan pajak dengan
pelaporan keuangan. Penelitian tersebut memperlihatkan adanya trade-off yang dihadapi manajer
dalam menentukan kebijakan pelaporan besaran pajak pada otoritas pajak dan pendapatan pada
laporan keuangan. Namun penelitian terbaru memperlihatkan bahwa trade-off pelaporan pajak dan
pelaporan keuangan tidak selalu terjadi. Frank et al (2009) menemukan bahwa terdapat
kecenderungan bahwa perusahaan mampu melaporkan laba yang lebih besar pada laporan keuangan
dan di saat yang sama memiliki beban pajak yang lebih rendah. Perbedaan akuntansi keuangan dan
aturan perpajakan mampu memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengelola pendapatan
menurut buku yang lebih besar dan pendapatan kena pajak yang lebih rendah pada periode pelaporan
yang sama.
Pengelolaan pendapatan atau manajemen laba dapat terjadi karena adanya masalah keagenan
(agency problem) akibat pemisahan kepemilikan perusahaan (prinsipal) dan pengelola perusahaan
(agent). Baik prinsipal dan agent berusaha untuk memaksimalkan kesejahteraan masing-masing
sehingga terjadi pengorbanan kepentingan prinsipal yang dilakukan oleh agent (Jensen dan Meckling,
1996).
Konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agent dapat diatasi melalui tata kelola
persahaan yang baik sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk mengontrol manajer (Shleifer
dan Vishny, 1997). Penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan mampu mengurangi tindakan
pajak agresif serta pelaporan keuangan yang agresif. Tata kelola perusahaan diyakini mampu
membatasi ruang gerak manajemen sehingga akan sulit untuk melakukan tindakan pajak dan
pelaporan keuangan secara bersamaan. Tata kelola perusahaan mampu mengurangi tindakan
oportunistik manajer dalam memaksimalkan kepentingan sendiri.
Masalah keagenan dalam perusahaan tidak selalu sama tingkatannya, salah satunya adalah
pada perusahaan keluarga. Masalah keagenan pada perusahaan keluarga tidak terjadi antara pemegang
saham (prinsipal) dan manajer (agent). Hal ini dikarenkan komitmen yang tinggi terhadap
keberlangsungan usaha perusahaan. Pengelolaan pajak yang agresif memiliki risiko yang tinggi
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
2 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 3: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/3.jpg)
terhadap keberlangsungan perusahaan sehingga terdapat kecenderungan manajer pada perusahaan
keluarga untuk menghindari tindakan tersebut (Chen et al., 2010). Hal ini menyebabkan ciri
kepemilikan keluarga diyakini mampu mengurangi tingkah laku dalam melakukan tindakan pajak
agresif dan pelaporan keuangan agresif secara bersama-sama karena kecenderungan manajer untuk
menghindari tindakan berisiko tinggi.
Penelitian ini melanjutkan penelitian Frank et al., (2009) dan Kamila (2013) dengan
menambahkan tata kelola perusahaan dan kepemilikan keluarga untuk diteliti pengaruhnya baik
terhadap agresivitas pajak maupun agresivitas pelaporan keuangan. Penelitian ini juga
mengembangkan model estimasi agresivitas pajak yang digunakan oleh Frank et al. (2009) dengan
menambah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas pajak.
Terdapat tiga kontribusi utama yang dicapai melalui penelitian ini. Pertama, terdapat
hubungan positif yang kuat antara agresivitas pelaporan keuangan dengan agresivitas pajak maupun
sebaliknya. Hubungan tersebut menunjukkan perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak menghadapi
trade off dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan laba serta pajak perusahaan. Kedua,
kepemilikan keluarga terbukti berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak namun tidak
berpengaruh terhadap agresivitas pelaporan keuangan. Non-tax costs yang terjadi belum cukup besar
untuk dipertimbangkan dalam tindakan agresif terhadap pajak. Ketiga, itu tata kelola perusahaan tidak
ditemukan berpengaruh terhadap agresivitas pajak maupun agresivitas pelaporan keuangan. Nilai tata
kelola perusahaan yang baik belum mampu mencerminkan mekanisme tata kelola perusahaan yang
efektif dalam membatasi perilaku menyimpang manajer dalam hal perpajakan maupun pengelolaan
laba.
2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Pajak Agresif
Hite dan McGill (1992) mendefinisikan perencanaan pajak yang agresif sebagai suatu situasi
saat perusahaan mempunyai kewenangan dalam melakukan kebijakan pajak dan terdapat
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
3 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 4: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/4.jpg)
kemungkinan kebijakan tersebut untuk tidak diaudit atau dipermasalahkan dari sisi hukum. Sejalan
dengan definisi menurut Hite dan McGill (1992), perencanaan besaran pajak melalui penurunan laba
kena pajak sering disebut sebagai tindakan pajak agresif, terlepas dari caranya yang tergolong tax
evasion atau bukan (Frank et al., 2009). Tindakan pajak agresif tidak hanya berasal dari
ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan namun dapat berasal dari aktivitas penghematan yang
sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga sering kali agresivitas pajak disebut juga sebagai tax
sheltering atau tax avoidance. Pajak agresif dapat berbentuk apapun selama beban pajak perusahaan
menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.
Desai dan Dharmapala (2006) mengeluarkan suatu pengukuran agresivitas pajak yang
kemudian dikembangkan oleh Frank et al. (2009) yakni perbedaan buku dan perpajakan. Perbedaan
buku dan perpajakan (book-tax difference) memang dapat memperlihatkan kecenderungan manajemen
pajak pada laba perusahaan namun juga dapat memperlihatkan adanya manajemen laba. Karena
dualitas tersebut maka penggunaan book-tax difference harus dimodifikasi. Frank et al. (2009)
melanjutkan penelitian tersebut dengan menggunakan perbedaan permanen (permanent difference)
sebagai proksi agresivitas pajak.
Frank et al. (2009) menjelaskan beberapa alasan mengapa penggunaan perbedaan permanen
lebih representatif daripada proksi lain.. Pertama, beberapa penelitian sebelumnya membuktikan
bahwa book-tax difference memiliki keterkaitan dengan manajemen laba, terlihat dari adanya pre tax
accruals (Phillips et al., 2003). Sehingga pengukuran agresivitas pajak dengan book tax difference
menjadi tidak relevan karena proksi tersebut juga dipengaruhi oleh manajemen laba, bukan
manajemen pajak saja. Kedua, perusahaan yang laba sebelum pajaknya meningkat sering kali
memiliki cash ETR yang lebih rendah sehingga proksi tersebut juga dipengaruhi oleh aktivitas
manajemen laba. Ketiga, perbedaan permanen dinyatakan dalam satuan mata uang (rupiah, dollar, dan
sebagainya) sehingga lebih mudah untuk dibandingkan terhadap jumlah akrual sebagai proksi
manajemen laba atau agresivitas pelaporan keuangan. Atas beberapa alasan itulah mengapa perbedaan
permanen lebih cocok digunakan untuk memprediksi agresivitas pajak perusahaan.
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
4 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 5: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/5.jpg)
2.2 Pelaporan Keuangan Agresif
Menurut Dechow dan Skinner (2000), terdapat tiga jenis metode manajemen laba, yakni
fraudulent accounting, manajemen laba akrual, dan manajemen laba riil. Ketiga teknik manajemen
laba tersebut memiliki kelebihan kekurangan masing-masing. Namun terkait dengan definisi
manajemen laba yang terkait dengan pelaporan keuangan agresif maka manajemen laba akrual lebih
tepat untuk digunakan sebagai pengukuran. Teknik manajemen laba akrual lebih dapat dijadikan cara
yang efektif dalam mengelabuhi pihak pihak tertentu dalam jangka pendek, dibanding dengan
manajemen laba riil (Rutherford, 2003). Sehingga tindakan manajemen laba akrual lebih
merepresentasikan tindakan pelaporan keuangan agresif yang dimaksud pada penelitian ini.
Pengukuran manajemen laba atau tindakan pelaporan keuangan agresif sangat bermacam-
macam. Namun, proksi yang sering digunakan adalah akrual diskresioner pada laporan keuangan
perusahaan. Akrual diskresioner didapatkan sebagai residu dari regresi besaran pendapatan akrual
(Jones, 1991). Pendapatan akrual yang dimaksud merupakan perbedaan yang muncul dari laba
operasional perusahaan dengan arus kas operasional di periode yang sama. Hanya sedikit
kemungkinan manajemen dapat memanipulasi laba dari arus kas operasional sehingga perbedaan
antara laba operasional dengan arus kas tersebut dapat dijadikan proksi untuk mendeteksi manajemen
laba atau pelaporan keuangan secara agresif.
Salah satu model perhitungan akrual diskresioner yang sering digunakan adalah model Jones
(1991). Model Jones ini kemudian banyak dikembangkan pada penelitian-penelitian selanjutnya,
diantaranya Dechow et al. (1995), Kasznik (1999), Dechow et al. (2002), Kothari (2005).
2.3 Pajak dan Pelaporan Keuangan
Berbagai penelitian menganalisis hubungan pajak dengan berbagai aspek lain dalam bisnis,
termasuk pelaporan keuangan (Shackelford dan Shevlin, 2001). Pajak dapat mempengaruhi besaran
laba yang biasanya menjadi tolak ukur kinerja perusahaan. Di satu sisi, laba besar yang dilaporkan
akan menyebabkan beban pajak perusahaan juga besar. Namun di sisi lain, usaha meminimalisir
beban pajak akan berakibat kepada kecilnya laba kena pajak perusahaan. Manajemen pajak dan
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
5 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 6: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/6.jpg)
manajemen laba dapat terjadi secara bertentangan karena adanya trade-off antara pajak dan pelaporan
keuangan tersebut.
Shackelford dan Shevlin (2001) menjelaskan bahwa saat perusahaan melakukan manajemen
pajak, menurunkan beban pajak dengan cara mengurangi besaran laba kena pajak akan menyebabkan
financial reporting costs karena pendapatan yang dilaporkan menjadi lebih rendah dan mengakibatkan
persepsi kinerja perusahaan yang kurang baik. Di sisi lain, saat perusahaan melakukan manajemen
laba dengan memperbesar laba bersih pada laporan keuangan muncul tax costs karena beban pajak
yang harus dibayar menjadi semakin besar. Trade-off antara kedua tindakan perusahan tersebut
kemudian muncul, apakah perusahaan lebih baik melaporkan laba yang lebih besar atau lebih kecil.
Hal yang berbeda ditemukan oleh Frank et al. (2009) bahwa trade off antara pajak dan
pelaporan keuangan tidak selalu terjadi. Frank et al. (2009) menyatakan terdapat dua kemungkinan hal
tersebut dapat terjadi, yakni adanya celah-celah dalam peraturan perpajakan yang mampu
dimanfaatkan oleh perusahaan dan perusahaan menggunakan cara yang tidak diperbolehkan sehingga
mampu melaporkan laba yang tinggi tanpa melakukan pembayaran pajak yang besar.
Penelitian di Indonesia oleh Kamila (2013) menemukan bahwa hubungan antara pajak agresif
dan pelaporan keuangan dapat bersifat dua arah atau resiprokal. Dengan kata lain manajemen pajak
dapat mempengaruhi manajemen laba, dan beigtu juga sebaliknya, manajemen laba dapat
mempengaruhi manajemen pajak. Penelitian-penelitian tersebut mendasari pengembangan hipotesis 1
dan hipotesis 2 penelitian ini yaitu:
H1. Agresivitas pajak berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak
H2. Agresivitas pelaporan keuangan berpengaruh postif terhadap agresivitas pajak
2.4 Pengaruh Bentuk Kepemilikan terhadap Hubungan Agresivitas Pajak dan Agresivitas Pelaporan
Keuangan
Beberapa penelitian sebelumnya telah menganalisis pengaruh perbedaan struktur kepemilikan
pada praktik tata kelola perusahaan, misalnya tax avoidance pada perusahaan publik dan perusahaan
privat (Beatty dan Harris, 1998; Mikhail, 1999). Mikhail (1999) menemukan bahwa perusahaan privat
lebih agresif dalam mengelola pajak daripada perusahaan publik. Penelitian lain menemukan hal yang
berbeda.
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
6 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 7: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/7.jpg)
Penelitian lain oleh Chen et al. (2010) membahas pengaruh bentuk kepemilikan keluarga
terhadap perilaku pajak agresif perusahaan. Penelitian tersebut membuktikan perusahaan kepemilikan
keluarga yang dominan cenderung memiliki perilaku pajak agresif lebih rendah karena adanya faktor
non-tax costs yang diperhitungkan. Perusahaan keluarga cenderung untuk selalu menjaga reputasi
perusahaan sehingga perusahan keluarga tidak tertarik untuk meraih keuntungan jangka pendek yang
mampu mengganggu keberlangsungan perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan keluarga
cenderung memiliki tingkat agresivitas terhadap pajak yang lebih rendah.
Siregar dan Utama (2008) menemukan bahwa perusahaan keluarga yang tidak dimiliki oleh
grup bisnis tertentu cenderung melakukan manajemen laba yang efisien. Manajemen laba yang efisien
merupakan manajemen laba yang tidak dilakukan dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan
manajer (oportunistik), mampu menyediakan informasi yang berguna bagi investor. Namun hal
tersebut tidak berlaku bagi perusahaan yang dimiliki oleh grup bisnis tertentu karena grup bisnis
cenderung melakukan diversifikasi terhadap investasinya sehingga manajemen laba oportunistik
masih dapat terjadi.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kepemilikan keluarga mampu mengurangi tindakan
pajak yang agresif dan dapat mengurangi tindakan manajemen laba agresif perusahaan. Atas dasar
tersebut maka hipotesis yang dikembangkan adalah:
H3A. Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak
H3B. Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap agresivitas pelaporan keuangan
2.5 Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Hubungan Agresivitas Pajak dan Agresivitas
Pelaporan Keuangan
Penelitian Minnick dan Noga (2010) memperlihatkan pentingnya peranan tata kelola
perusahaan terhadap perencanaan manajemen pajak secara jangka panjang. Selain itu berbagai
penelitian lain telah dikembangkan untuk meneliti determinan tata kelola perusahaan yang
berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif perusahaan (Armstrong et al, 2012; Richardson et al,
2013).
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
7 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 8: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/8.jpg)
Penelitian Lanis dan Richardson (2011) mengungkapan pengaruh komposisi dewan direksi
terhadap agresivitas pajak perusahaan. Lanis dan Richardson (2011) menemukan bahwa keberadaan
dewan independen mamp mengurangi tindkan agresif pajak perusahaan. Richardson et al. (2013)
meneliti lebih jauh lagi mengenai pengaruh karakteristik pengawasan pada dewan direksi terhadap
agresivitas pajak, diwakili oleh variabel sistem pengendalian risiko, auditor eksternal, dan komite
audit serta auditor internal. Richardsol et al. (2013) menemukan bahwa sistem pengendalian risiko
yang baik, keberadaan auditor eksternal yang berkualitas serta independensi anggota komite audit dan
kuatnya kontrol internal mampu mengurangi tindakan pajak yang agresif.
Tidak hanya terhadap tindakan pajak agresif, tata kelola perusahaan yang baik dapat
mengurangi tindakan pelaporan keuangan yang agresif. Manajemen laba yang semakin meningkat
menjadi indikasi adanya pelaporan keuangan yang agresif, terlepas dari kesesuaiannya dengan standar
yang berlaku umum (Frank et al, 2009). Namun Siregar dan Utama (2008) menemukan bahwa
mekanisme tata kelola perusahaan belum terbukti mampu membatasi manajemen laba yang bersifat
oportunistik pada perusahaan di Indonesia. Penelitian tersebut tidak menemukan bukti yang signfikan
bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP big four, perusahaan dengan proporsi anggota dewan
independen yang tinggi, serta perusahaan yang memiliki komite audit melakukan manajemen laba
yang efisien. Salah satu sebabnya adalah mekanisme tata kelola dilakukan sebagai bentuk ketaatan
terhadap peraturan bukan didasari untuk meningkatkan mekanisme pengawasan yang lebih baik.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa tata kelola perusahaan
mampu membatasi perilaku manajemen pajak yang agresif dan membatasi perilaku manajemen laba
yang oportunistik. Sehingga hipotesis yang dikembangkan adalah:
H4a. Tata kelola perusahaan berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak
H4b. Tata kelola perusahaan berpengaruh negatif terhadap agresivitas pelaporan keuangan
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
8 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 9: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/9.jpg)
3. Metodologi Penelitian
3.1 Model Penelitian
3.1.1 Agresivitas Pajak
Penelitian Frank et al. (2009) merujuk pada model Desai dan Dharmapala (2006) dalam
menilai tingkat agresivitas pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Model ini dinyatakan sebagai
berikut.
PERMDIFFit = α0 + α1INTANGit + α2UNCONit + α3MIit + α4CSTEit + α5∆NOL it + α6LAGPERMit
+ ε it .............................................................................................................................
(3.1)
Model 3.1 kemudian dimodifikasi dengan menambah beberapa variabel yakni ENTR, DNT,
EBENF, serta INTINC guna mengontrol faktor yang mampu mempengaruhi besaran perbedaan
permananen pajak perusahaan. Selain itu terdapat pula penyesuaian yakni pada variabel CSTE. Desai
dan Dharmapala (2006) mendefinisikan CSTE sebagai current state tax expense namun Indonesia
tindak memiliki sistem perpajakan yang sama sehingga yang dapat digunakan adalah current tax
expense sebagai penggantinya. Berikut model yang telah dimodifikasi:
PERMDIFFit = α0 + α1INTANGit + α2UNCONit + α3MIit + α4CSTEit + α5∆NOL it +
α6LAGPERMit + α7ENTRit + α8DNTit + α9EBENFit + α10INTINCit + ε it
.......................................... (3.2)
Keterangan:
PERMDIFFit = total perbedaan laba komersial dan laba fiskal dikurangi perbedaan temporer
perusahaan i pada tahun t
INTANGit = goodwill dan aset tidak berwujud lainnya pada perusahaan i pada tahun t UNCONit =
laba (rugi) yang dilaporkan perusahaan i pada tahun t dengan metode ekuitas
MIit = laba (rugi) yang ditanggung oleh pihak minoritas perusahaan i pada tahun t
CSTEit = current state tax expense perusahaan i pada tahun t
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
9 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 10: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/10.jpg)
∆NOL it = perubahan pada net operating loss carryforward perusahaan i pada tahun t
LAGPERMit = lagged value of permanent different perusahan i pada tahun t
ENTRit = beban jamuan (entertainment expense) perusahaan i pada tahun t
DNTit = beban donasi perusahaan i pada tahun t
EBENFit = beban kenikmatan atau natura pada karyawan perusahaan i pada tahun
INTINCit = pendapatan bunga perusahaan i pada tahun t
ε it = perbedaan permanen diskresioner perusahan i pada tahun t (DPERM)
Semua variabel diskalakan dengan total aset tahun t-1
Nilai perbedaan permanen diskresioner diperoleh dari nilai residual hasil regresi model 3.2.
Metode ini sejalan dengan Subramanyam (1996) untuk melakukan estimasi secara cross sectional.
Regresi dilakukan tidak hanya pada perusahaan sampel namun pada seluruh populasi perusahaan
dalam setiap industri. Namun karena keterbatasan jumlah perusahaan dalam satu industri di Indonesia
maka hanya dibagi menjadi industri manufaktur dan non-manufaktur. Regresi dilakukan secara cross
sectional per tahun per industri sehingga 10 kali regresi dilakukan terhadap dua industri untuk
masing-masing tahun penelitian 2008, 2009, 2010, 2011, serta 2012.
3.1.2 Agresivitas Pelaporan Keuangan
Untuk variabel agresivitas pelaporan keuangan, digunakan proksi akrual diskresioner yang
dihitung dengan modified-Jones model (Khotari, 2005). Ewert dan Wagenhofer (2005) menyatakan
bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk manajemen laba adalah melalui
penggunaan kebebasan atau diskresi untuk memilih metode dan estimasi akuntansi yang akan
digunakan. Metode terebut disebut metode akrual dan merupakan metode manajemen laba yang
paling sederhana.
TACCit = α0 + α1(∆REVit - ∆AR it) + α2PPEit + ε it ......................................................... (3.3)
Keterangan:
TACCit = total akrual perusahaan i pada tahun t, yaitu selisih antara laba sebelum pos luar
biasa dan operasi yang dihentikan dengan arus kas dari opersasi
∆REVit = perubahan pendapatan perusahaan i pada tahun t dengan t-1
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
10 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 11: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/11.jpg)
∆ARit = peruabahan piutang dagang perusahaan i pada tahun t dengan t-1
PPEit = nilai kotor asset tetap perusahaan i pada tahun t
εit = akrual diskresioner perusahaan i pada tahun t (DACC)
Semua variabel diskalakan dengan total aset t-1
Metode yang sama digunakan dalam mengambil nilai akrual diskresioner yakni melalui nilai
residual hasil regresi model 3.2. Regresi dilakukan secara cross sectional per tahun per industri
(manufaktur dan non-manufaktur) sehingga 10 kali regresi dilakukan terhadap dua industri untuk
masing-masing tahun penelitian 2008, 2009, 2010, 2011, serta 2012.
Hasil regresi ini tidak diabsolutkan karena tujuan dari penelitian ini untuk melihat bagaimana
pola manajemen laba dan pajak secara bersamaan sehingga untuk menentukan apakah manajemen
laba dilakukan secara agresif atau tidak terlihat dari tanda positif dan negatif pada penelitian. Tanda
positif menandakan manajemen laba dilakukan secara agresif, dan sebaliknya untuk tanda negatif. Hal
ini berlaku juga pada hasil regresi perbedaan permanen diskresioner untuk melihat manajemen pajak
perusahaan.
3.1.3 Model Penelitian Utama
DPERMit = β0 + β1DACCit + β2CGit + β3FAMit + β4PTCFOit + β5PTROAit + β6LEVit + β7MKTBit
+ β8SIZEit + β9AUD_Dit + β10LCF_Dit + β11FOR_Dit + β12EM1it + β13EM2it +
β14YEARTAXi + εit.................................................................................................... (3.4)
DACCit = β0 + β1DPERMit + β2CGit + β3FAMit + β4PTCFOit + β5PTROAit + β6LEVit +
β7MKTBit + β8SIZEit + β9AUD_Dit + β10LCF_Dit + β11FOR_Dit + β12EM1it +
β13EM2it + β14YEARTAXi +
ε it....................................................................................................... (3.5)
Keterangan:
DPERMit = perbedaan permanen diskresioner perusahaan i pada tahun t
DACCit = akrual diskresioner perusahaan i pada tahun t
CGit = skor “ASEAN CG Scorecard” perusahaan i pada tahun t
FAMit = persentase kepemilikan keluarga perusahaan i pada tahun t
PTCFOit = perubahan arus kas sebelum pajak terhadap total aset perusahaan i tahun
PTROAit = laba sebelum pajak terhadap total aset perusahaan i pada tahun t-1
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
11 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 12: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/12.jpg)
LEVit = rasio total utang terhadap total aset perusahaan i pada tahun t
LCF_Dit = variabel dummy keberadaan loss carry forward perusahaan i pada tahun
t-1, 1 jika perusahaan memiliki loss carry forward dan 0 jika sebaliknya
FOR_Dit = variabel dummy keberadaan operasi di luar negeri perusahaan i pada tahun
t, 1 jika perusahaan memiliki operasi diluar negeri dan 0 jika sebaliknya
EM1it = variabel dummy keberadaan rasio laba bersih terhadap nilai pasar ekuitas
biasa perusahaan i pada tahun t-1, 1 jika nilainya berada di range
0<µ≤0.01 dan 0 jika sebaliknya
EM2it = variabel dummy keberadaan rasio perubahan laba bersih terhadap nilai
pasar ekuitas biasa perusahaan i pada tahun t-2, 1 jika nilainya berada di
range 0<µ≤0.01 dan 0 jika sebaliknya
MKTBKit = market to book ratio perusahaan i pada tahun t-1
AUD_Dit = variabel dummy auditor eksternal perusahaan i pada tahun t, 1 jika auditor
eksternal berasal dari big four dan 0 jika sebaliknya.
SIZEit = logaritma natural dari total aset perusahaan i pada tahun t
YEARTAXi = variabel dummy tahun sebelum terjadinya penurunan tarif pajak, 1 untuk tahun
2008 dan 2009 dan 0 untuk tahun 2010, 2011, dan 2012
ε it = error
Model (3.4) dan (3.5) merupakan adaptasi dari model penelitian Frank et al. (2009) dengan
beberapa penyesuaian terhadap kondisi pelaporan informasi di Indonesia. Terdapat penyesuaian
variabel kontrol pada model variabel dependen agresivitas pajak (DPERM) dan model variabel
dependen agresivitas pelaporan keuangan (DACC). Kedua model memasukkan variabel kepemilikan
keluarga dan tata kelola perusahaan. Kedua model tersebut digunakan selain untuk menjawab
hipotesis H1 dan H2 namun juga H3A, H3B, serta H4A dan H4B mengenai pengaruh kepemilikan
keluarga dan tata kelola perusahaan terhadap agresivitas pajak dan agresivitas pelaporan keuangan.
3.2 Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh moderasi tata kelola perusahaan
terhadap agresivitas pajak dan agresivitas pelaporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dan mengeluarkan laporan tahunan secara berturut-turut selama periode tahun 2008
hingga 2012. Atas industri yang dapat dipakai kemudian dipisahkan menjadi perusahaan manufaktur
dan non manufaktur karena terbatasnya jumlah perusahaan. Penggolongan ini berdasarkan daftar
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
12 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 13: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/13.jpg)
perusahaan pada Thomson Reuters Datastream. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling, menyesuaikan sampel dengan kriteria sebagai berikut:
1) Perusahaan yang tidak diatur khusus dalam perpajakan
2) Perusahaan yang memiliki akhir tahun fiskal 31 Desember.
3) Perusahaan yang menggunakan rupiah sebagai mata uang dasar pelaporan.
4) Perusahaan yang menyajikan data laporan tahunan secara lengkap berturut-turut dari tahun
2008 hingga tahun 2012
4. Analisis dan Pembahasan
Sebelum melakukan analisis terhadap hasil regresi, pemenuhan asumsi klasik diuji terhadap
kedua model. Multikolinearitas tidak ditemukan pada kedua model. Sementara itu masalah
heteroskedastisitas muncul pada kedua model, dan autokorelasi muncul pada model kedua.
Heteroskedastisitas telah diatasi dengan metode robust pada model pertama dan autokorelasi pada
model kedua sudah diatasi dengan metode generalized least square (GLS).
4.1 Statistik Deskriptif
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata rata perbedaan permanen diskresioner adalah
0.824%. Hal ini menandakan bahwa secara rata-rata perbedaan permanen pajak yang terjadi karena
pendapatan tidak kena pajak lebih besar daripada beban yang tidak dapat dikurangkan. Nilai tersebut
menjelaskan bahwa rata-rata perusahaan dalam sampel melakukan tindak pajak agresif.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Penelitian
Variabel Mean Std. Deviasi Minimum Maksimum
DPERM 0.00824 0.09122 -0.39940 0.59338 DACC -0.00372 0.10724 -0.53205 0.53703 FAM 0.66336 0.47303 0 1 CG 0.52281 0.11123 0.25 0.86363 PTCFO 0.04535 0.10950 -0.39843 0.44538 PTROA 0.11152 0.36578 -1.23751 7.33780 LEV 0.20171 0.16945 0 0.7065 MKTB 2.45552 5.37689 0.07247 93.6935
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
13 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 14: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/14.jpg)
SIZE 20.83851 1.90905 15.58127 25.91798 AUD_D 0 1 LCF_D 0 1 FOR_D 0 1 EM1 0 1 EM2 0 1 YEARTAX 0 1 Observasi : 505 Keterangan : DPERM = perbedaan permanen diskresioner; DACC = akrual diskresioner; FAM = persentasi kepemilikan keluarga CG = skor tata kelola perusahaan; PTCFO = rasio arus kas operasi terhadap total aset t-1; PTROA = rasio laba sebelum pajak terhadap total aset t-1; LEV = rasio total utang terhadap total aset; MKTB = market to book ratio; SIZE = logaritma natural dari total aset perusahaan; AUD_D = bernilai 1 jika diaudit oleh KAP Big Four dan 0 jika sebaliknya; LCF_D = bernilai 1 jika terdapat loss carry forward dan 0 jika sebaliknya; FOR_D = bernilai 1 jika memiliki pendapatan dari luar negeri dan 0 jika sebaliknya; EM1 = bernilai 1 jika rasio laba bersih terhadap nilai pasar ekuitas biasa t-1 berada di antara 0<µ≤0.01 dan 0 jika sebaliknya; EM2 = bernilai 1 jika rasio perubahan laba bersih terhadap nilai pasar ekuitas biasa t-2 berada di antara 0<µ≤0.01 dan 0 jika sebaliknya; YEARTAX = bernilai 1 jika data berasal dari tahun 2008 dan 2009 dan 0 jika sebaliknya
Variabel kepemilikan keluarga secara rata-rata bernilai 66,34%, berarti 66,4% dari total
perusahaan dimiliki oleh keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Claessens et al. (2009) bahwa
karakteristik mayoritas perusahaan di Indonesia adalah dimiliki oleh keluarga. Mayoritas perusahaan
keluarga di Indonesia dimiliki oleh grup bisnis besar tertentu, sementara selebihnya adalah perusahaan
kepemilikan keluarga biasa. Sementara itu, variabel tata kelola perusahaan memiliki rata-rata nilai
52,28%, didapat dari ASEAN CG Scorecard. Parameter tata kelola yang dimasukkan ke dalam
perhitungan adalah penilaian terhadap dewan direksi dan komisaris, komite audit, serta auditor
internal.
4.2 Pengaruh Agresivitas Pelaporan Keuangan terhadap Agresivitas Pajak
Tabel 4.2 memperlihatkan hasil regresi model 1 yang menguji hipotesis pengaruh agresivitas
pelaporan keuangan terhadap agresivitas pajak. Dengan tingkat keyakinan 99%, agresivitas pelaporan
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
14 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 15: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/15.jpg)
keuangan terbukti memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap agresivitas pajak oleh
perusahan. Oleh karena itu Hipotesis 1 diterima karena hasil regresi tersebut. Hal ini sejalan dengan
penelitian oleh Frank et al (2009) di Amerika Serikat, kemudian diteliti kembali oleh Kamila (2013)
pada perusahaan manufaktur di Indonesia, yang memperlihatkan hubungan positif antara agresivitas
pelaporan keuangan dan agresivitas pajak yang dilakukan oleh perusahaan.
Agresivitas perpajakan serta agresivitas pelaporan keuangan yang memiliki hubungan positif
ini menjelaskan bahwa tidak selalu terjadi trade off yang dapat mempengaruhi pertimbangan dalam
melakukan tindakan pelaporan keuangan agresif dan tindakan pajak agresif. Hal ini tidak sesuai
dengan berbagai penelitian yang menemukan adanya trade off antara agresivitas pelaporan keuangan
dan agresivitas pajak yang dirangkum pada penelitian Shackelford dan Shevlin (2001). Hubungan
positif ini sejalan dengan prediksi sebelumnya bahwa terdapat kecenderungan manajer untuk dapat
melaporkan laba lebih tinggi dan di saat yang bersamaan memilikii beban pajak yang lebih rendah
dari seharusnya.
Tabel 4.2
Hasil Regresi Model 1
Model Pengujian 1 DPERMit = β0 + β1DACCit + β2CGit + β3FAMit + β4PTCFOit + β5PTROAit + β6LEVit + β7MKTBit + β8SIZEit + β9AUD_Dit + β10LCF_Dit + β11FOR_Dit + β12EM1it + β13EM2it + β14YEARTAXi + ε it Variabel Hipotesis Koefisien p-value
DACC + 0.11902 ***0.009 FAM 0.04797 **0.027
CG 0.02742 0.367
PTCFO 0.00498 0.451
PTROA 0.23859 ***0.000
LEV + -0.09957 **0.040
MKTB + 0.00123 0.283
SIZE + 0.00741 0.343
AUD_D 0.02516 0.231
LCF_D + -0.01860 **0.046
FOR_D + -0.05847 0.151
EM1 + -0.05964 0.371
EM2 + -0.00878 0.151
YEARTAX + -0.00965 0.150
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
15 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 16: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/16.jpg)
C ? 0.12769 0.366
N 505
Adjusted R2 0.2409
Prob F 0.0000
*** signifikan pada alpha 1% ** signifikan pada alpha 5% * signifikan pada alpha 10%
Frank et al (2009) menyebutkan bahwa sebab utama perusahaan dapat melakukan tindakan
pajak agresif serta pelaporan keuangan agresif secara bersamaan adalah dikarenakan adanya peraturan
perpajakan yang menyebabkan terjadinya book tax gap. Hal ini menjadi celah yang mampu
dimanfaatkan oleh manajer untuk dapat melaporkan laba finansial yang tinggi dan mampu
menurunkan besaran beban pajak. Di Indonesia, terdapat dua sumber terjadinya perbedaan pajak
permanen, yakni beban yang tidak dapat dikurangkan (non-deductible expenses) dan pendapatan yang
tidak kena pajak (nontaxable income). Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
perusahaan mampu mengurangi beban pajak dengan cara memperbesar jumlah pendapatan yang tidak
kena pajak sehingga mampu mengurangi laba kena pajak perusahaan dan akhirnya beban pajak lebih
rendah. Salah satu contoh pendapatan kena pajak adalah pendapatan bunga (interest income).
Peraturan perpajakan Indonesia mengategorikan pendapatan bunga sebagai pendapatan kena pajak
final sehingga dikeluarkan dalam rekonsilliasi perhitungan laba kena pajak perusahaan. Laba kena
pajak kemudian akan berkurang sehingga besaran beban pajak perusahaan akan lebih rendah.
Tabel 4.3
Hasil Regresi Model 2
Model Pengujian 2 DACCit = β0 + β1DPERMit + β2CGit + β3FAMit + β4PTCFOit + β5PTROAit + β6LEVit + β7MKTBit + β8SIZEit + β9AUD_Dit + β10LCF_Dit + β11FOR_Dit + β12EM1it + β13EM2it + β14YEARTAXi + ε it Variabel Hipotesis Koefisien p-value DPERM + 0.23376 ***0.000 FAM -0.02823 0.101 CG 0.02410 0.403 PTCFO -0.14244 ***0.001 PTROA 0.08650 **0.026 LEV + 0.24357 ***0.000 MKTB + -0.00253 0.149
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
16 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 17: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/17.jpg)
SIZE + 0.01346 0.143 AUD_D -0.12487 ***0.001 LCF_D + -0.00558 0.367 FOR_D -0.00278 0.466 EM1 + 0.00569 0.378 EM2 + 0.01308 0.123 YEARTAX -0.00651 0.225 C ? -0.24901 0.149 N 505 Adjusted R2 0,1432 Prob F 0,0000 *** signifikan pada alpha 1% ** signifikan pada alpha 5% * signifikan pada alpha 10%
4.3 Pengaruh Agresivitas Pajak terhadap Agresivitas Pelaporan Keuangan
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa perbedaan permanen diskresioner menunjukkan kembali
hasil hubungan positif yang signifikan terhadap akrual diskresioner. Hal ini mendukung Hipotesis 2
bahwa agresivitas pajak memiliki hubungan positif terhadap agresivitas pelaporan keuangan. Model
penelitian ini kembali sejalan dengan penemuan Frank et al (2009) bahwa agresivitas pelaporan
keuangan dan agresivitas pajak saling mempengaruhi secara signifikan satu sama lainnya secara
positif. Hal ini membuktikan bahwa pajak merupakan salah satu aspek penting dalam manajemen laba
namun keberadaannya tidak menyebabkan pengaturan laba menjadi terbatas. Hasil penelitian ini
mempertegas bahwa trade off antara pajak dan pelaporan keuangan yang dirumuskan oleh
Shackelford dan Shevlin (2001) tidak senantiasa terjadi. Perusahaan mampu memanfaatkan celah-
celah dalam peraturan perpajakan dan akuntansi sehingga mampu melaporkan laba yang lebih tinggi
dan memiliki beban pajak yang lebih rendah secara bersamaan.
4.4 Pengaruh Kepemilikan Keluarga terhadap Agresivitas Pajak dan Agresivitas Pelaporan
Keuangan
Pada Tabel 4.2, variabel kepemilikan keluarga terbukti memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap agresivitas pajak. Namun hasil tersebut berbeda dengan hipotesis sebelumnya.
Kepemilikan keluarga justru berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Hal ini tidak sesuai
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
17 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 18: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/18.jpg)
dengan penelitian Chen et al (2010) bahwa perusahaan keluarga cenderung memiliki agresivitas pajak
yang lebih rendah. Hasil penelitian pada tabel 4.2 tidak sesuai dengan Hipotesis 3a bahwa
kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak. Hal ini menandakan bahwa
perusahaan keluarga justru melakukan agresivitas pajak yang lebih tinggi. Hasil ini sejalan dengan
penelitian oleh Beatty dan Harris (1998) dan Mikhail (1999) yang menemukan bahwa perusahaan
privat lebih agresif dalam mengelola pajak daripada perusahaan publik. Hal ini menunjukkan bahwa
manajer tidak terlalu memperhatikan non-tax costs yang timbul akibat tindakan pajak agresif,
misalnya reputasi yang memburuk, tuntutan dari pemegang saham minoritas dan lains sebagainya.
Tabel 4.3 memperlihatkan pengaruh kepemilikan keluarga terhadap agresivitas pelaporan
keuangan. Pada model tersebut, variabel kepemilikan keluarga tidak memperlihatkan adanya
hubungan signifikan secara langsung terhadap agresivitas pelaporan keuangan. Baik perusahaan
keluarga maupun perusahaan non keluarga melakukan pelaporan keuangan secara agresif. Sehingga
hipotesis 3b ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan keluarga mampu berpengaruh positif
terhadap agresivitas pajak. Sementara itu kepemilikan keluarga belum ditemukan berpengaruh
terhadap agresivitas pelaporan keuangan. Manajer pada perusahaan keluarga menganggap bahwa non-
tax costs yang terjadi sebagai konsekuensi tindakan pajak yang agresif masih lebih rendah daripada
keuntungan yang didapat dari tindakan penghematan pajak.
4.5 Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Agresivitas Pajak dan Agresivitas Pelaporan
Keuangan
Pada Tabel 4.2, variabel tata kelola sebagai variabel independen ternyata tidak memiliki
pengaruh secara langsung terhadap agresivitas pajak. Hasil ini tidak sesuai dengan berbagai penelitian
sebelumnya seperti penelitian Minnick dan Noga (2010) yang memperlihatkan peranan tata kelola
perusahaan dalam membatasi ruang manajemen pajak secara jangka panjang. Tata kelola perusahaan
seharusnya mampu mempengaruhi keleluasaan dilakukannya tindakan perencanaan pajak yang agresif,
sesuai dengan beberapa penelitian lain seperti Lanis dan Richardson (2011), Armstrong et al. (2012),
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
18 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 19: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/19.jpg)
Richardson et al. (2013). Pada Tabel 4.2, tata kelola perusahaan tidak terbukti berpengaruh terhadap
manajemen pajak agresif. Sehingga hipotesis 4a ditolak
Pada Tabel 4.3, variabel tata kelola kembali tidak terbukti berpengaruh terhadap agresivitas
pelaporan keuangan. Hasil ini membuktikan bahwa tata kelola perusahaan belum mampu mengurangi
tindakan pelaporan keuangan yang agresif oleh perusahaan. Hal ini dapat disebabkan karena
pemenuhan syarat dan prinsip tata kelola masih hanya sebagai “pemenuhan kewajiban” yakni sekedar
memenuhi peraturan perundangan di Indonesia. Contohnya, pemenuhan jumlah komisaris independen
serta keberadaan komite audit hanya sebatas untuk memenuhi peraturan tanpa ada tujuan untuk
memperbaiki tata kelola dengan benar. Hal ini dijelaskan pada penelitian Siregar dan Utama (2008)
bahwa tata kelola perusahaan di Indonesia masih sekedar sebagai pemenuhan undang-undang, belum
sebagai upaya untuk perbaikan tata kelola secara baik. Sehingga sering kali tata kelola perusahaan
tidak ditemukan mempengaruhi manajemen laba maupun manajemen pajak pada berbagai penelitian
terhadap perusahaan di Indonesia.
5. Kesimpulan, Implikasi, dan Keterbatasan
Berdasarkan hasil pengujian ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara
agresivitas pelaporan keuangan dengan agresivitas pajak maupun sebaliknya. Hubungan tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak menghadapi trade off dalam
pengambilan keputusan terkait pengelolaan laba serta pajak perusahaan. Tidak terdapat biaya yang
cukup besar mempengaruhi insentif pelaporan keuangan serta pajak, baik untuk menjaga reputasi
perusahaan tetap baik dengan melaporkan laba lebih tinggi ataupun mengurangi beban pajak. Hal ini
dapat terjadi karena dua hal, yakni celah pada peraturan perpajakan dan akuntansi yang mampu
dimanfaatkan oleh manajer dan perusahaan melakukan tindakan ilegal untuk memaksimalkan laba
dan meminimalkan beban pajak. Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Frank et al (2009) serta
Kamila (2013) yang tidak menemukan adanya trade-off antara agresivitas pajak dan agresivitas
pelaporan keuangan.
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
19 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 20: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/20.jpg)
Kepemilikan keluarga terbukti berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak namun tidak
berpengaruh terhadap agresivitas pelaporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa nontax costs yang
terjadi belum cukup besar untuk dipertimbangkan dalam tindakan agresif terhadap pajak. Perusahaan
menganggap bahwa keuntungan melalui penghematan pajak lebih besar daripada biaya yang terjadi
dari tindakan agresif tersebut.
Tata kelola perusahaan tidak ditemukan berpengaruh terhadap agresivitas pajak maupun
agresivitas pelaporan keuangan. Nilai tata kelola perusahaan yang baik belum mampu mencerminkan
mekanisme tata kelola perusahaan yang efektif dalam membatasi perilaku menyimpang manajer
dalam hal perpajakan maupun pengelolaan laba. Pandangan bahwa tata kelola perusahaan merupakan
sekedar pemenuhan undang-undang menyebabkan pelaksanaan tata kelola perusahaan tidak efektif.
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak bahwa tata kelola
perusahaan yang baik belum mampu mengurangi perilaku manajemen pajak yang agresif. Hal ini
dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk memperbaiki peraturan serta kebijakan perpajakan Indonesia.
Selain itu penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap Bapepam LK sebagai regulator pasar modal
bahwa tata kelola perusahaan belum mampu mengurangi tindakan manajemen laba yang agresif. Hal
ini dapat dijadikan sebagai evaluasi terhadap berbagai peraturan yang ada agar dapat meningkatkan
pengawasan terhadap tata kelola perusahaan dengan lebih baik di Indonesia.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, sampel yang digunakan
terbatas dalam jangka waktu 5 tahun (2008-2012). Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan
dengan rentang waktu yang lebih lama agar benar-benar melihat pola manajemen laba dan pajak di
Indonesia dari tahun ke tahun. Kedua, pengukuran tata kelola perusahaan terbatas pada penggunaan
ASEAN CG Scorecard dengan hanya mengambil sebagian penilaian yang berhubungan dengan
dewan direksi dan komisaris, komite audit, serta auditor internal. Penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan menggunakan format penilaian lain yang lebih cocok dengan peraturan perundang-
undangan mengenai tata kelola yang berlaku di Indonesia. Ketiga, pengukuran agresivitas pelaporan
keuangan yang digunakan terbatas pada satu dari sekian banyak model estimasi manajemen laba
secara akrual. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan model estimasi akrual diskresioner
lain yang bisa lebih menggambarkan manajemen laba secara tepat, misalnya Kasznik (1999), Kothari
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
20 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 21: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/21.jpg)
(2005), dan lain sebagainya. Keempat, pengukuran agreisivitas pajak terbatas pada model estimasi
perbedaan permanen diskresoiner. Terdapat berbagai proksi lain untuk mendeteksi perilaku pajak
agresif, seperti book tax difference, ETR, tax sheltering, dan lain sebagainya. Hanlon dan Hotzmann
(2010) merangkum berbagai proksi yang dapat digunakan untuk mengukur agresivitas pajak.
Daftar Pustaka
Armstrong, C. S., Blouin, J. L., Larcker, D. F. (2012). The incentives for tax planning. Journal of Accounting of Economics, 53, 391-441.
Chen, K. P., & Chu, C. Y. C. (2005). Internal Control versus External Manipulation: A Model of Corporate Income Tax Evasion. The RAND. Journal of Economics, 36, 151-164.
Chen, S., Chen, X., Cheng, Q., & Shevlin, T. (2010). Are family firms more tax aggressive than non-family firms?. Journal of Financial Economics, 95, 41-61.
Chyz, James A. (2013). Personally tax aggressive executives and corporate tax sheltering. Journal of Accounting and Economics, 56, 311-328.
Crocker, K. J., & Slemrod, J. (2005). Corporate tax evasionwith agency costs. Journal of Public Economics, 89, 1593-1610.
Dechow, Patricia M., & Skinner, Douglas J. (2000). Earnings Management: Reconciling the views of accounting academics, practitioners, and regulators. Accounting horizons, 14,235-250.
Desai M. A. & Dharmapala, D. (2006). Corporate tax avoidance and high-powered incentives. Journal of Financial Economics, 79, 145-179.
Frank, M., Lynch, L., & Rego, S. (2009). Tax reportingaggressiveness and its relation to aggressive financial reporting. The Accounting Review, 84(2), 467-496.
Hanlon, M., & Heitzman, S. (2010). A review of tax research. Journal of Accounting and Economics, 50, 127-178.
Hanlon, M., dan Slemrod, J. (2009). What does tax aggressive signal? Evidence from stock price reactions to news about tax shelter environment. Journal of Public Economics, 93, 126-141.
Hite, Peggy A., & McGill, G. (1992). An Examination of Taxpayer Preferences for Aggressive Tax Advice. National Tax Journal, 45, 389-403.
Jensen, Michael C., & Meclding, William H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs, and capital structure. Journal of Financial Economics, 3, 305360.
Jones, J. J. (1991). Earnings management during import relief investigation. Journal of Accounting Research, 29, 193−228.
Kamila, Putri A. (2013). Analisis hubungan agresivitas pelaporan keuangan dan agresivitas pajak pada saat terjadinya penurunan tarif pajak. Skripsi program studi S1 reguler akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Depok.
Lanis, R.., & Richardson G. (2011). The effect of board of director composition on corporate tax aggressiveness. Journal Accounting Public Policy, 30, 50-70.
Minnick, K., & Noga, T. (2010). Do Corporate Governance Characteristics Influence Tax Management? Journal of Corporate Finance, Vol. 16, No. 5, pp. 703-718
Phillips, J., M. Pincus, and S. Rego. (2003). Earnings management: New evidence based on deferred tax expense. The Accounting Review, 78 (2), 491–521.
Richardson, G., Taylor, G., & Lanis, R. (2013). The impact of board of directior oversight characteristics on corporate tax aggressiveness: An empirical analysis. Journal Acounting Public Policy, 32, 68-88.
Rutherford, B. A. (2003). Obfuscation, textual complexity and the role of regulated narrative accounting disclosure in corporate governance. Journal of Management and Governance, 7, 187-210.
Shackelford, D. & T. Shevlin. (2001). Empirical tax research in accounting. Journal of Accounting and Economics, 31 (1-3), 321-387.
Shleifer, A., dan Vishny R. W. (1997). A survey of corporate governance. Journal of Finance, 52, 737-783. Siregar, Sylvia V., & Utama, S. (2008). Type of earnings management and the effect of ownership structure,
firm size, and corporate-governance practices: evidence from Indonesia. The International Journal of Accounting, 43, 1-27.
Yamashita, H and Otogawa Kazuhisa. 2008. Do Japanese Firms Manage Earnings in Response to Tax Rate Reduction in the Late 1990s. The Journal of Management Accounting, Japan, 16(1), 41-59.
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
21 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
![Page 22: 091](https://reader034.vdocuments.net/reader034/viewer/2022042821/563dbb7d550346aa9aad9f7f/html5/thumbnails/22.jpg)
Yin, J., & Cheng, A. (2004). Earnings Management of Profit Firms and Loss Firms in Response to Tax Rate Reductions. Review of Accounting and Finance, 3, 67 – 92.
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
22 File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id