1 bab i pendahuluan telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/bab...

30
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Genealogi Foucault adalah semacam sejarah yang melukiskan pembentukan macam-macam pengetahuan di dalamnya, baik tentang subjek maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas kausal yang mengarah pada suatu telos akan tetapi genealogi dalam prespektif Foucault merupakan pemutusan (rupture) kontinuitas sejarah, yang oleh Gadamer disebut Wirkungsgeschichte (sejarah yang efektif) atau sejarah adalah masa kini. 1 Genealogi yang dikembangkan Foucault esensinya bertujuan untuk menelusuri awal pembentukan episteme yang dapat terjadi kapan saja. Genealogi ini tidak bermaksud mencari asal-usul seperti pendekatan yang sebelumnya ia cetuskan yaitu Arkeologi, dan tidak berhasrat pula untuk kembali pada waktu lalu guna mengisi suatu keberlanjutan yang tiada henti. Dengan demikian Genealogi bukanlah sebuah teori, tetapi lebih merupakan suatu cara pandang atau model perspektif untuk membongkar dan mempertanyakan episteme, praktik sosial dan diri manusia. Konsep Foucault ini membawa konsekuensi untuk mengetahui bahwa untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan. 2 Karena setiap kekuasaan disusun dan dimapankan oleh pengetahuan dan wacana tertentu. Oleh karena itu, dalam menentukan 1 Ampy Kali, Diskursus Seksualitas (Yogyakarta: LEDALERO, 2013), 39. 2 Titian Ratu, “Analisis Wacana Seksualitas Di Dalam Film All You Need Is Love-Meine Schwiegertouchter Is Ein Mann” (Jakarta, 2012), 21.

Upload: dinhkien

Post on 10-Jun-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Genealogi Foucault adalah semacam sejarah yang melukiskan

pembentukan macam-macam pengetahuan di dalamnya, baik tentang subjek

maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan

kontinuitas kausal yang mengarah pada suatu telos akan tetapi genealogi

dalam prespektif Foucault merupakan pemutusan (rupture) kontinuitas

sejarah, yang oleh Gadamer disebut Wirkungsgeschichte (sejarah yang

efektif) atau sejarah adalah masa kini.1

Genealogi yang dikembangkan Foucault esensinya bertujuan untuk

menelusuri awal pembentukan episteme yang dapat terjadi kapan saja.

Genealogi ini tidak bermaksud mencari asal-usul seperti pendekatan yang

sebelumnya ia cetuskan yaitu Arkeologi, dan tidak berhasrat pula untuk

kembali pada waktu lalu guna mengisi suatu keberlanjutan yang tiada henti.

Dengan demikian Genealogi bukanlah sebuah teori, tetapi lebih

merupakan suatu cara pandang atau model perspektif untuk membongkar dan

mempertanyakan episteme, praktik sosial dan diri manusia. Konsep Foucault

ini membawa konsekuensi untuk mengetahui bahwa untuk mengetahui

kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang

melandasi kekuasaan.2 Karena setiap kekuasaan disusun dan dimapankan oleh

pengetahuan dan wacana tertentu. Oleh karena itu, dalam menentukan

1 Ampy Kali, Diskursus Seksualitas (Yogyakarta: LEDALERO, 2013), 39. 2 Titian Ratu, “Analisis Wacana Seksualitas Di Dalam Film All You Need Is Love-Meine

Schwiegertouchter Is Ein Mann” (Jakarta, 2012), 21.

Page 2: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

kebenaran bagi Foucault tidak dipahami sebagai sesuatu yang datang begitu

saja (konsep yang abstrak). Kebenaran menurut Foucault diproduksi oleh

setiap kekuasaan. “Kekuasaan menghasilkan pengetahuan, kekuasaan dan

pengetahuan secara langsung saling mempengaruhi tidak ada hubungan

kekuasaan tanpa ada konstitusi korelatif dari bidang pengetahuannya”.3

Dalam hal ini peneliti mengangkat wacana Madura yakni “lebih baik

mati daripada menanggung malu” untuk dijadikan sebagai objek kajian

melalui cara pandang genealogi, peneliti meyakini bahwa di balik wacana

pasti ada pengetahuan-pengetahuan yang diemban oleh masyarakat sehingga

pada akhirnya tidak kurang lebih seperti yang dikatakan di atas bahwa

pengetahuan dan kekuasaan selalu berjalan beriringan di balik wacana terkait.

Begitupun sejarah yang melatarbelakangi wacana pun akan dikaji

sebagaimana cara genealogi, artinya untuk sampai pada pemahaman

kekuasaan dan pengetahuan itu sendiri tidak harus belajar pada sejarah masa

lampau, atau suatu telos semisal tokoh yang dijadikan landasan umum,

namun kembali pada realitas masa kini, sehingga sejarah pada tatanannya

adalah masa kini, sebab jaringan pengetahuan bersifat dinamis dalam suatu

masyarakat begitupun kekuasaan di baliknya selalu berkembang.

Secara umum masyarakat Madura menganggap istilah ini merupakan

ungkapan orang dulu/nenek moyang yang hingga sekarang masih eksis di

tengah-tengah peradaban manusia madura, istilah ini mengandung nilai-nilai

yang disepakati yakni “harga diri merupakan yang terpenting di kehidupan

3 Petrus Sunu Hardiyanta, trans., Disiplin Tubuh (Yogyakarta: LKiS, 1997), 14.

Page 3: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

ini” bahkan jalan kematian pun dapat dipertaruhkan akibat harga diri seorang

manusia, nilai ini yang membentuk perilaku masyarakat dalam

kesehariannya, bahkan pada akhirnya dapat menciptakan tradisi semisal

“carok”.

Harga diri merupakan yang terpenting, teragungkan dalam diri

manusia dan tidak dapat ditukarkan oleh apapun, isyarat ini mengungkapkan

lebih baik mati berperang daripada hidup menanggung malu, inilah diskursus

pada diri orang madura.4

Wacana ini secara umum dipandang oleh orang Madura bermakna

tunggal artinya wacana semata-mata merupakan ekspresi atas “harga diri”

seorang manusia, pandangan seperti ini yang menimbulkan ketabuan di antara

masyarakat baik di dalam maupun luar madura, sebab cenderung menutup

segala perihal yang menyebabkan wacana itu diproduksi melalui masing-

masing tindakan individu.

Harga diri dan penggunaan kekuatan fisik mempunyai relasi yang

sangat erat dalam masyarakat Madura, mereka menyatakan: karena

penjelmaan fisik diyakini sebagai penjelmaan dari harga diri. Dengan

demikian, menghina harga diri sama artinya melukai seseorang secara fisik.5

Maka dari itu peneliti mengajak untuk memandang lebih jauh

mendalami peristiwa atau tindakan yang terjadi di balik wacana terkait

melalui cara pandang genealogi, sehingga tidak menghilangkan dan tidak

4 Abdur Rozaki, “Social Origin Dan Politik Kuasa Blater Di Madura | Kyoto Review of

Southeast Asia,” 2009, http://kyotoreview.org/issue-11/social-origin-dan-politik-kuasa-blater-di-madura/.

5 Alif A Wiyata, Carok: Konflik Kekerasan Dan Harga Diri Orang Madura (Yogyakarta: LKiS, 2002), 278.

Page 4: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

berat sebelah ketika menelusuri semisal kasus-kasus yang terjadi seperti

pembunuhan, carok, dan lain sebagainya, dengan membuka penelusuran

seperti ini masyarakat luar Madura tidak mudah menjustifikasi orang Madura

sebagai cap yang kasar, egois dan lain sebagainya.

Berangkat dari atas peneliti menemukan praktik-praktik yang sudah

berubah atau bahkan dapat disebut ciri khas masyarakat pasongsongan dalam

memperlakukan wacana tersebut, wacana yang tampil di desa pasongsongan

hadir ke mana saja yang mereka perlukan baik itu jalan politik, budaya

maupun ekonomi. Sehingga dengan perlakuan seperti ini wacana memiliki

berbagai nilai yang diemban oleh masyarakat.

Suatu pernyataan yang khas tunggal “harga diri” berpendar menjadi

universal dan mengandung pengetahuan yang berbeda begitupun kuasanya

yang berbeda. Dengan demikian wacana justru menggantungkan diri pada

masing-masing individu yang memproduksinya, ibaratnya wacana itu pisau

dia berubah menjadi multifungsi yakni bisa dijadikan sebagai cangkul,

gunting, gergaji dan lain sebagainya, yang memiliki beragam nilai dan kuasa

yang beda sesuai pelaku (pengkonsumsi).

Dari sini (di desa pasongsongan) khususnya wacana tidak hadir

sebagai sebuah (adat) namun lebih luas pandangannya, begitupun jalan yang

dipakai bukan lagi sikap kekerasan atau perkelahian, mereka lebih memilih

jalan yang halus dan positif sehingga ia dapat masuk ke ranah-ranah yang

tidak terhingga. Wacana tidak lagi memiliki batasan sebagai kekerasan saja,

Page 5: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

ia telah merubah dirinya sebagai suatu yang lunak namun dapat mengatur dan

mengontrol masyarakat melalui caranya sendiri-sendiri.

Dengan begini menjadi cukup menarik kiranya untuk diteliti di desa

pasongsongan secara lebih mendalam karena karakter dari wacana telah

berubah menjadi yang dulunya bersifat (kekerasan, pembunuhan, dan harga

diri) kini menjadi sangat lembut, penuh pelayanan, penghargaan dan politis.

Meskipun pada akhirnya peneliti tidak menjustis akan pudarnya perkelahian

atas wacana yang hadir di masyarakat desa pasongsongan, sebab wacana

hadir sesuai dengan yang mengkonsumsi, ketika individu hanya memandang

sebagai jalan kekerasan maka perkelahian dan carok akan terjadi.

Diskursus atau wacana yang mengakar dalam diri masyarakat

pasonsgsongan ini menjadi sebuah kekuatan yang bersinergis mengatur dan

mendominasi atas tubuh-tubuh (perilaku) masyarakat, sehingga bukanlah hal

aneh jika sesuatu tersebut berimplikasi ke dalam perpolitikan terutama

aparatus pemerintahan kepala desa. Berbagai kekuasaan dan pengetahuan

diciptakan di sana melalui wacana terkait, terutama para blater yang memang

tidak lepas dari wacana terkait yang selalu menduduki di pemerintahan desa

pasongsongan yang berfungsi sebagai keamanan masyarakat.

“Blater adalah salah satu lakon yang paling menonjol terkait wacana yang penulis teliti, mereka selalu memproduksi pengetahuan ini untuk menunjukkan suatu kuasanya dalam setiap situasi dan kondisi, baik itu perpolitikan maupun jaminan keamanan sosial masyarakat. Keamanan sosial-masyarakat selalu menjadi milik kuasa sang blater artinya dalam suatu kesempatan blater mempunyai peran positif bagi masyarakat untuk melindungi masyarakatnya, akan tetapi di sisi lain mereka akan menjadi seorang yang sarat dengan konflik ketika si blater tidak lagi diperhitungkan dalam artian kurang dipercayai dan diberikan jaminan sosial oleh kepala desa, atau aparatus pemerintah,

Page 6: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

sehingga terjadilah pembunuhan, perampokan, pencurian, sabung ayam, carok dan lain sebagainya”.6 Berikut ini tindakan dibalik wacana terkait yang tidak lagi tunggal

melainkan plural atau memproduksi dimensi-dimensi lain dalam artian tidak

hanya “harga diri” sehingga di dalamnya kerapkali menimbulkan

permasalahan yang penting untuk dibongkar di desa pasongsongan:

Pertama, blater merupakan aktor yang tidak dapat dipisahkan dari

persoalan politis seperti pemilihan kepala desa yang memang merupakan

ajang menarik bagi penduduk desa pasongsongan, sehingga blater seiring

dengan kondisi seperti ini seringkali mengkonsumsi wacana sebagai alat

politis di dalamnya, dengan dalih “jika mau menang dan aman desanya

pilihlah si A” sehingga ungkapan ini merupakan alat untuk mengatur dan

mengondisikan masyarakat untuk tetap memilih si A, sebab jika tidak

demikian para blater akan mengancam keamanan desa, “si A harus terpilih”

ancaman ini yang bersifat politis dari wacana yang penulis angkat, bahwa

mau tidak mau baik calon kepala desa harus terlebih dahulu memiliki backing

para blater untuk dapat memenangkan suara masyarakat.

Kedua, Suatu peristiwa terjadi suatu masalah/konflik perkelahian

antara anak muda desa pasongsongan dan desa panaongan dalam suatu acara

Rokat Tase’, rokat perahu nelayan yang menjadi tradisi tahunan mengundang

Orkes Dangdut, Lodrok, dan lain sebagainya. Terjadinya kasus perkelahian

ini dalam suatu peristiwa menurut wacana yang berkembang adalah akibat

dari ketidaksengajaan adu senggol antara pemuda desa psongsongan dan desa

6 Wawancara pada tanggal 22 mei, hari jum’at 2015 di kediaman pak sulaiman.

Page 7: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

panaongan, sehingga masyarakat memandang bahwa suatu peristiwa tersebut

sebagaimana adanya, padahal jika ditelisik lebih mendalam sebab terjadinya

perkelahian akibat dari suatu yang disengaja agar desa panaongan dapat

membalas (dendam) akibat dari peristiwa kasus pembunuhan se tahun

sebelumnya. Artinya dalam suatu kasus tertentu tidak hanya dapat dipastikan

kebenarannya pada suatu peristiwa, sebab peristiwa yang satu memproduksi

peristiwa yang lain sehingga anggapan tentang orang madura yang kasar,

keras kepala, dan lain sebagainya harus ditinjau dulu di mana dan dalam

situasi apa, sebab pengetahuan dan kekuasaan selalu tetap beriringan.

Situasi seperti ini yang penulis maksud bahwa wacana “lebih baik

mati daripada menanggung malu” tidak lagi bermakna tunggal di desa

pasongsongan akan tetapi ia telah menajdi alat untuk menguasai keinginan-

keinginan kuasanya. Dalam kuasa tersebut akan terlibat pengetahuan yang

dikonsumsi oleh masyarakat yang memproduksi wacana, sehingga jaringan-

jaringan kuasa akan tetap hadir seiring dengan wacana itu dihadirkan.

Sehingga dengan menyatakan perihal di atas maka masyarakat luar

Madura akan mengerti maksud dari wacana yang berubah, sebab anggapan

stereotip orang di luar madura sering mendapatkan pembenaran ketika terjadi

kasus-kasus kekerasan dengan aktor orang Madura di dalamnya. Padahal,

peristiwa itu sebenarnya bukan semata-mata masalah etnis, melainkan juga

menyangkut masalah ekonomi, sosial, politik dan lain sebagainya yang

ujung-ujungnya adalah kekuasaan.

Page 8: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Sehingga menariknya dari yang penulis angkat adalah bahwa wacana

yang berkembang di Desa Pasongsongan tidak hanya mengandung satu nilai

yakni atas dasar “harga diri” melainkan ia mengkonsumsi nilai atau dimensi-

dimensi lain tak terhingga yang menjadi dasar pengetahuan wacana terkait.

Sehingga tugas Genealogi Foucault yang dijadikan sebagai cara

pandang peneliti untuk menelusuri bentukan kekuasaan sekaligus membuka

cakrawala baru bagi anggapan masyarakat yang tunggal tadi, dan mengetahui

banyak relasi kuasa dan pengetahuan baru yang turut berjalan dinamis setiap

waktu di balik wacana yang diemban oleh masyarakat pasongsongan. Sebab

jika tidak demikian semua anggapan itu hanya menjadikan bias, terhegemoni

dan cenderung stereotip, tanpa tahu apa yang sebenarnya menjadi kebenaran

di balik wacana terkait.

Maka perlu kiranya untuk melakukan kritik dan analisis terhadap

perihal dikotomi-dikotomi sebagaimana cara Foucault yang peneliti angkat

untuk dijadikan alat pengiris atau cara pandang (Genealogi) terhadap

permasalahan. Dengan melalui pendekatan Genealogi ini peneliti hendak

menjelajah ke ruang yang oleh Foucault disebut sebagai the condition of

possibility, dan berupaya sedapat mungkin memunculkan suatu ide baru entah

yang bersifat evolusioner maupun revolusioner.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kekuasaan dan pengetahuan “lebih baik mati daripada

menanggung malu” terbentuk di Desa Pasongsongan.?

Page 9: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

2. Bagaimana kekuasaan dan pengetahuan “lebih baik mati daripada

menanggung malu” itu berjalan, mengatur dan mengondisikan

Masyarakat Pasongsongan.?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah berusaha untuk mengungkap dan

mendeskripsikan kekuasaan dan pengetahuan di balik wacana “lebih baik

mati daripada menanggung malu” di Desa Pasongsongan Kecamatan

Pasongsongan Kabupaten Sumenep.

D. Manfaat penelitian

1. Teoretis

Meningkatkan kemampuan peneliti dalam mempraktekkan

penerapan cara pandang Genealogi dalam menelisik dan menjelaskan

relasi-relasi sekaligus hubungan atau regulasi di dalam suatu pengetahuan

dan kekuasaan di dalam suatu masyarakat tertentu dari suatu wacana.

Meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengetahui sekaligus

memahami aplikasi dari adanya program jampersal dari pemerintah yang

diperuntungkan kepada setiap elemen masyarakat. Menumbuhkan jiwa

ilmiah peneliti serta sebagai sarana penerapan studi metodologi dan

teoretik yang berkaitan dengan teori, khususnya analisis wacana kritis.

2. Praktis

Memperkaya khasanah Genealogi kekuasaan sebagai salah satu

acuan cara pandang masalah sosial maupun metode dalam memahami

mikrososial dalam suatu masyarakat tertentu.

Page 10: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

E. Definisi Konseptual

1. Wacana

Wacana dalam perspektif Foucault bukanlah sebagai rangkaian kata

atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu yang memproduksi sesuatu

yang lain. Oleh karena itu, dalam analisis wacana hendaknya

mempertimbangkan peristiwa bahasa dengan melihat bahasa dari dua segi

yaitu segi arti dan referensi. Hal ini bertentangan dengan strukturalisme

yang hanya melihat bahasa sebagai sistem dan tidak mempertimbangkan

pengalaman berbicara sebagai peristiwa bahasa.

Dalam sebuah wacana terdapat pernyataan (proposisi) yang

bertujuan untuk menyatakan sesuatu (arti/ makna), akan tetapi juga

mengatakan sesuatu tentang sesuatu (referensi). Referensi inilah yang

memperluas dimensi makna bahasa dan mempengaruhi sistem sosial

budaya sampai pikiran manusia. Oleh sebab itulah, maka wacana harus

dilihat dalam satu kesatuan yang utuh. Foucault mengatakan bahwa

sementara wacana dikonstruksi oleh bentuk diskursif atau episteme.7

Foucault tidak seperti para ahli lain yang memusatkan perhatian

mengenai kuasa pada Negara, dalam struktur sosial-politik, struktur

kapitalis-proletar, hubungan tuan-budak, hubungan pusat-pinggiran, akan

tetapi lebih memusatkan pada individu atau subjek yang lebih kecil. Selain

itu Foucault juga lebih berbicara mengenai bagaimana kuasa dipraktikkan,

7 Akhyar Yusuf, “Politik Pengetahuan, Episteme, Dan Kematian Manusia: Refleksi

Pemikiran Posmodernisme Michel Foucault” (Materi Kuliah Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009), 15.

Page 11: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

diterima, dan dilihat sebagai kebenaran dan berfungsi dalam bidang

tertentu.

Bagi Foucault, kekuasaan selalu terakulasikan melalui pengetahuan,

dan pengetahuan selalu punya efek kuasa. Konsep Foucault ini membawa

konsekuensi untuk mengetahui bahwa untuk mengetahui kekuasaan

dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi

kekuasaan.8 Karena setiap kekuasaan disusun dan dimapankan oleh

pengetahuan dan wacana tertentu.

Oleh karena itu, dalam menentukan kebenaran bagi Foucault tidak

dipahami sebagai sesuatu yang datang begitu saja (konsep yang abstrak).

Kebenaran menurut Foucault diproduksi oleh setiap kekuasaan.

Bagaimana orang-orang mengatur atau meregulasi diri mereka sendiri dan

orang lain dengan menciptakan klaim kebenaran (sebuah pembakuan atau

pemutlakan benar-salah, baik-buruk, indah-jelek) dapat dibuat teratur,

tetap, dan stabil. Oleh karena itu, Foucault meyakini bahwa kuasa tidak

bekerja melalui represi, tetapi melalui normalisasi dan regulasi. Kuasa

tidak bekerja secara negatif dan represif, tetapi melainkan dengan cara

positif dan produktif.

Kekuasaan dalam pandangan Foucault disalurkan melalui hubungan

sosial, dengan memproduksi bentuk-bentuk kategorisasi perilaku seperti

baik dan buruk sebagai bentuk pengendalian perilaku atas wacana. Jadi

khalayak ditundukkan dengan wacana dan mekanisme berupa prosedur,

8 Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKiS, 2001), 66.

Page 12: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

aturan, tata cara, dan sebagainya di dalamnya. Bukan dengan cara kontrol

yang bersifat langsung dan fisik tapi yang lebih halus.

2. Lebih Baik Mati daripada Menanggung Malu

Istilah wacana yang mengakar pada diri orang madura ini entah

kapan muncul dalam situasi apa dahulu yang menjadikan istilah ini sebagai

wacana yang membatasi gerak masyarakat, tapi yang pasti wacana ini

telah menjadi pengetahuan bagi masyarakat pasongsongan dan

mereproduksi pada setiap generasi selanjutnya yang menjadikan kekuatan

tanpa batas untuk selalu hadir dalam kondisi apapun. Hal ini merupakan

elemen taktis seumpama kata-kata yang hidup untuk selalu beroperasi

memproduksi budaya, tradisi, kondisi sosial politik-ekonomi dan lain

sebagainya sesuai kondisi dan situasi masyarakat madura.

Jadi wacana “lebih baik mati daripada menanggung malu” ini hadir

mengendalikan tubuh-tubuh masyarakat pasongsongan dalam bertindak

sehingga menimbulkan efek-efek kuasa tertentu dan pengetahuan yang

diambil darinya, maka apa yang hadir di dalam suatu wacana atau slogan

tidaklah sebatas seni bahasa tapi lebih dari itu ia merefleksikan sebuah

gerak sosio-kultural dalam ruang kuasanya, sehingga hal-hal yang ada di

dalamnya menjadi sebuah pembenaran meskipun itu cenderung merugikan

satu sama lain seperti tradisi carok dan lain sebagainya.

Secara umum telah disepakat oleh masyarakat Madura bahwa

wacana itu mengandung nilai dasar “harga diri” akan tetapi di desa

pasongsongan kabupaten sumenep yang penulis teliti ia jauh berkembang

Page 13: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

dan bahkan dasar utama “harga diri’ hampir sirna, wacana telah

mengandung kekuasaan, politik, dan perihal-perihal lain yang diinginkan

oleh masyarakat pasongsongan. Perubahan dari pengetahuan dan

kekuasaan ini yang menurut peneliti menarik untuk diangkat ke publik

bahwa wacana telah menggantikan celurit yang selalu ditakuti atau

pertumpahan darah yang selalu diwaspadai atas dasar “harga diri”

F. Telaah Pustaka

Penelitian sebelumnya yang pertama telah dilakukan oleh Totok Agus

Suryanto mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, jurusan sosiologi

Fakultas FISIP pada tahun 2008, dengan judul “kekuasaan kiai di madura

(studi genealogi kekuasaan kiai di dusun tenggina desa larangan perreng

kecamatan pragaan kabupaten sumenep madura)”, penelitian ini

memfokuskan pada permasalahan yakni kuasa Kiai yang hadir tidak dalam

bentuk represif melainkan secara positif dan diproduksi, intinya dalam

penelitian ini sama dengan yang penulis teliti dengan menggunakan studi

Genealogi kekuasaan Michel Foucault sebagai cara pandang di mana

kekuasaan Kiai berjalan dan diproduksi oleh masyarakat terkait, sedangkan

konsep teorinya yaitu konstruksi realitas Peter L Berger yang meliputi faktor-

faktor: objektivikasi, eksternalisasi, internalisasi sosial, sedangkan metode

penelitiannya ini menggunakan kualitatif dengan cara melakukan observasi,

Page 14: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

wawancara dan dokumentasi, sama dengan yang penulis usung dalam tulisan

ini.9

Adapun perbedaan dari yang penulis tulis di sini yakni lebih

menekankan pada aspek slogan yang menjadi ciri khas kemaduraannya dan

lebih memandang secara umum dari studi kekuasaan dalam realitas sosial,

artinya yang dijadikan objek kajian tidak hanya seorang kiai tapi lebih umum

bisa meliputi blater (bajingan) dan lain sebagainya, sesuai dengan situasi dan

kondisi tertentu di mana kekuasaan itu berjalan di dalamnya sesuai di mana

biasanya wacana atau slogan itu dipakai, mengatur, diproduksi serta

mengondisikan tubuh-tubuh masyarakat di Desa Pasongsongan sebagaimana

penulis dijadikan lokasi penelitian.

Pada intinya objek dari suatu penelitian dalam tulisan ini lebih

menekankan pada aspek wacana atau slogan yang tak terkendali ruang dan

waktunya, sesuai situasi dan kondisinya di mana kekusaan dan pengetahuan

itu beroperasi sedangkan teori dalam penelitian ini penulis sama

menggunakan teori konstruksi sosial Peter L Berger sebagai landasan dalam

memahami permasalahan atau sebagai pengiris dalam menjabarkan di mana

kekuasaan itu berjalan sebagaimana mestinya.

Penelitian sebelumnya yang ke dua dilakukan oleh Abdur Rozaki

yang berjudul “Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kyai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura” dalam studi ini mengatakan bahwa ada

9 Totok Agus Suryanto, “Kekuasaan Kiai Di Madura (studi Genealogi Kekuasaan Kiai Di

Dusun Tenggina Desa Larangan Perreng Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep Madura)” (Program studi S1 jurusan Sosiologi Fakultas FISIPUniversitas Muhammadiyah Malang, 2008), 3–10.

Page 15: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

dua kekuatan yaitu kekuatan blater dan kekuatan kyai, dimana dua kekuatan

ini sama-sama menjadi kekuatan kharismatik sosial masyarakat dan

membangun relasi kuasa atas masyarakat dengan caranya masing-masing.

Kyai membangun relasi kuasanya melalui proses kultural dengan melakukan

islamisasi dalam masyarakat. Sedangkan blater dalam membangun kekuasaan

kulturalnya adalah dengan melakukan kriminalisasi seperti carok, sabung

ayam, pencurian dan perampokan. Namun ia juga mempunyai peran dalam

membantu masyarakat ketika proses penyelesaian pertikaian, dan perselisihan

yang ada. Terkadang juga menjadi mediator dan penengah dalam setiap

permasalahan masyarakat.

Dua kekuatan ini terlibat aktif dalam arena politik dan keterlibatan

mereka juga dalam pemilihan kepala desa dan pemilihan bupati. Walaupun

dalam penelitian ini masuk dalam sosiologi politik dan juga berbicara budaya

madura, namun studi ini tidak menyinggung persoalan aspek yang menjadi

dasar kekuatan pengetahuan dan kekuasaan atas wacana “lebih baik putih

tulang daripada putih mata” begitu juga tentang faktor pembentukan atas

konstruksi pembenaran atas kekuasaan blater juga tidak sebegitu mendalam,

penelitian ini hanya membahas keterlibatan kyai dan blater dalam pemilihan

kepala desa.10

10 Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kyai Dan Blater Sebagai

Rezim Kembar Di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), 25.

Page 16: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif yang berusaha menggali, memahami, dan mencari

fenomena sosial yang kemudian menghasilkan data yang mendalam. Dari

sisi definisi, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan

wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan,

perasaan, dan perilaku individu/sekelompok orang.11 Dalam penelitian ini

digunakan metode penelitian kualitatif karena beberapa pertimbangan.

Pertama, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara

peneliti dengan informan. Kedua, metode ini lebih peka dan lebih dapat

menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan pola-

pola nilai yang dihadapi. Ketiga, penelitian ini menggunakan pendekatan

Genealogi besutan Foucault.

Penelitian dengan menggunakan pendekatan Genealogi berfungsi

untuk menemukan regulasi-regulasi yang terjadi dalam kekuasaan yang

menggiring tubuh-tubuh untuk tunduk terhadap aturan yang ada dalam

wacana “lebih baik mati daripada menganggung malu”. Menurut foucault

kekuasaan bukan milik individu, instansi, atau kelompok akan tetapi ia

melekat dalam aturan-aturan yang ada dalam wacana, kekuasaan tidak

hadir sebagai bentuk yang represif dan negatif melainkan dibenarkan dan

menjadi produktifitas masyarakat. Cara kekuasaan itu menormalisasikan

11 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

2007), 280.

Page 17: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

dan seakan efektif beroperasi secara tak sadar dalam jaringan kesadaran

masyarakat. Karena kekuasaan itu tidak datang dari luar melainkan dari

dalam.

Dengan pendekatan ini wacana menjadi berkuasa tidak luput dari

suatu jaringan yang ada di dalamnya, tentunya kuasa itu tidak lepas dari

pengetahuan, sehingga berangkat dari cara pandang seperti ini analisis

wacana kritis berusaha sedapat mungkin mengungkap perihal relasi-aturan

kekuasaan di dalamnya melalui: tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan

pengetahuan, dan ideologi.

Dengan metode tersebut peneliti dapat memahami bagaimana sebuah

kekuasaan itu bertindak dan menundukkan tubuh-tubuh melalui regulasi-

regulasi di dalamnya atas wacana terkait, sehingga menarik minat peneliti

untuk menganalisisnya dalam hal ini wacana “lebih baik mati daripada

menanggung malu” yang mengakar dalam diri orang-orang madura pada

umumnya, dan khususnya yang penulis teliti di Desa Pasongsongan

Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Yang syarat dengan

unsur-unsur kekuasaan dan pengetahuan di dalam suatu wacana sehingga

menumbuhkan minat penulis untuk menggunakan cara pandang

Genealogi, yang akan memberikan efek-efek pencerahan yang tak lagi

tekstual.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sumenep, tepatnya di desa pasongsongan

kecamatan pasongsongan. Mengingat masyarakat terkait memiliki

Page 18: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

sejumlah interaksi yang menghubungkan antara teks, konteks, dan wacana

yang menjadi keluwesan atas sikap, pengetahuan dan kuasa melalui “lebih

baik mati daripada menanggung malu”, baik itu perpolitkan, agama,

tradisi, maupun yang tak terbatas.

3. Pemilihan Subjek Penelitian

Informan dari penelitian ini adalah Kepala Desa, 3 Tokoh Agama

(Kyai), dan 3 Blater (bajingan), serta 6 Kepala Keluarga dan 2 Pak

Kampung/RT Masyarakat Pasongsongan.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Data merupakan faktor terpenting dalam suatu penelitian, dan dalam

penelitian kualitatif digunakan teknik pengumpulan data yang meliputi:

a. Data Primer

Penelitian dilakukan dengan memperoleh informasi dari

informan, seperti kepala desa, blater, kiai, lurah (pak kampong/ RT),

dan kepala keluarga yang mengetahui situasi dan kondisi sebagai

sumber di mana wacana itu teraktualisasi dari setiap lapisan

masyarakat desa pasongsongan baik itu berupa pengalaman individu

maupun masyarakat secara umum, sehingga faktor-faktor

pembentukannya dapat ditemukan atas wacana terkait yang selalu

berkuasa. Dalam hal ini peneliti sudah melakukan dengan cara

memancing informan dapat bercerita tentang pengalaman atas

kekuasaan wacana terkait, sehingga berbagai situasi dan kondisi dapat

dianalisis dan dikembangkan melalui temuan data yang lain.

Page 19: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui

literatur/referensi seperti e-book yang berhubungan dengan wacana

lebih baik putih tulang daripada putih mata, buku referensi Sosiologi,

jurnal sosiologi serta data statistik, data sekunder dimaksudkan untuk

membangun konstruksi awal peneliti tentang Genealogi kekuasaan

dibalik wacana “lebih baik mati daripada menanggung malu” di desa

pasongsongan.

Dalam hal ini peneliti mencari teks-teks yang berkaitan dengan

wacana yang peneliti angkat baik dari buku, jurnal maupun teks-teks

yang lain sehingga peneliti dapat menjaring informasi sebagai rujukan

sekaligus membandingkan dan mengaitkan antara realitas lapangan

dan lapangan yang telah dijadikan suatu literature ilmiah, baik dari

teori maupun situasi dan kondisi yang telah ditulis oleh pengarangnya

yang berkaitan dengan kekuasaan wacana.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung

objek yang diteliti di lokasi penelitian, dari penelitian observasi kita

dapat melihat secara langsung kekuasaan di balik wacana “lebih

baik putih tulang daripada putih mata” di Desa Pasongsongan.

Sehingga dengan observasi ini peneliti dapat menjaring informasi/

data.

Page 20: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Hasil dari observasi pertama, yang penulis temukan bahwa

wacana terbentuk tidak lepas dari tokoh fiktif “sakera”, perihal

kasus perkelahian antara orang Madura dan dayak, dan banyak

teks-teks lagi yang memang menjadi kebiasaan orang Madura

bahwa menjadi orang Madura harus berani bertindak keras “jangan

sampai permalukan kiainya, orang tuanya atau familinya”.

Yang kedua, bahwa sebagian masyarakat telah

memperlakukan wacana itu bukan lagi sebagai adat yang berlaku

secara umum dari nilai-nilai yang tertanam di dalam wacana seperti

misal “membunuh orang karna ia menyangkut harga diri”, sifat

yang diagungkan ini telah berkembang sebagai politik kekuasaan

masyarakat pasongsongan sebagai alat untuk menguasai lawan-

lawannya, sehingga wacana tersebut ibarat sebuah pisau yang

berfungsi untuk melukai juka menyembuhkan dalam suatu kondisi

yang dinginkan.

b. In Depth Interview (wawancara secara mendalam)

Wawancara mendalam atau in depth interview adalah

perbincangan yang peneliti lakukan tatap muka dengan tiga blater,

kepala desa dan dua apel (kepala dusun) yakni dusun pakotan dan

lebak sari, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu

topik tertentu. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara

terstruktural. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang

pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-

Page 21: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

pertanyaan yang akan diajukan meliputi serajah, aktor,

pelestariannya, tempat dan tentunya makna dan filosofi di

dalamnya terkait wacana yang peneliti angkat.

Dalam hal ini, peneliti telah menyiapkan pertanyaan-

pertanyaan tertulis seperti misal bagaimana kekuasaan wacana itu

biasa hadir, informan pada wawancara terstruktur biasanya terdiri

atas mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas yakni

para tokoh; blater, kepala desa dan aparat/staf di dalamnya yang

memang sudah kami anggap banyak mengetahui tentang

permasalahn yang penulis teliti.

Dalam wawancara secara mendalam, langkah-langkah yang

akan dilakukan oleh peneliti adalah melakukkan getting in, berupa

adaptasi peneliti agar bisa diterima dengan baik oleh para blater,

kepala desa dan juga staf-staf di dalamnya. Dalam proses ini

peneliti menciptakan suatu suasana non formal atau secara

kekeluargaan. Dengan demikian penelitian dapat mendapatkan

trust (kepercayaan) agar tidak ada lagi jarak antara peneliti dengan

subjek penelitian. Selain itu untuk kemudahan dalam pelaksanaan

wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara. Pedoman

wawancara ini untuk mengarahkan wawancara sesuai dengan

permasalahan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Hasil

wawancara dan observasi ditulis dalam bentuk catatan lapangan

untuk mempermudah dalam analisis data.

Page 22: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Analisis data dalam penelitian ini dianalisis secara interaktif.

Pengumpulan serta analisis data dilakukan secara bersamaan,

bukan terpisah seperti halnya penelitian kuantitatif dengan cara

mengumpulkan data terlebih dahulu kemudian dianalisis. Ada

banyak cara dalam menganalisis data dalam penelitian kualitatif.

Analisis penelitian secara interaktif ini dilakukan sepanjang

penelitian tersebut dilakukan. Dengan kata lain analisis data dan

kegiatan penelitian dilakukan secara bersamaan. Berarti analisis

data kualitatif dilakukan mulai dari prosedur penelitian sampai

dengan selesainya penelitian.

Menurut Miles dan Huberman, untuk menganalisis data

kualitatif menggunakan model analisis data interaktif. Analisis

interaktif melibatkan tiga komponen yakni data reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi data. Reduksi

data yaitu mengumpulkan data dan kemudian memilah-milahnya

kedalam suatu konsep, kategori, atau tema tertentu. Dalam proses

ini ditambah dengan dilakukannya kategorisasi yaitu untuk

memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang

memiliki kesamaan. Penyajian data (data display) adalah

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dengan menyajikan data peneliti lebih mudah untuk

memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

Page 23: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Penyajian data dapat berbentuk catatan lapangan matriks, atau

bentuk-bentuk yang lain agar mudah dalam memaparkan dan

menyimpulkan. Conclusion drawing and veryviying (penarikan

kesimpulan dan verivikasi) yaitu suatu tindakan yang dilakukan

oleh peneliti mulai dari pengumpulan data harus mencari arti

benda-benda, kata-kata, mencatat pola penjelasan, alur sebab akibat

dll. Dalam proses ini peneliti bisa saja mampu menarik kesimpulan

pada saat proses pengumpulan data berlangsung, kemudian

dilakuakan reduksi dan penyajian data, maka dapatlah diambil

sebuah kesimpulan. Begitu juga dengan proses verivikasi bisa saja

dilakukan secara singkat oleh peneliti yaitu dengan cara mengingat

hasil-hasil temuan terdahulu dan melakukan perbandingan dengan

temuan lain.

Setelah melakukan proses tersebut peneliti mampu

memahami dan menemukan makna yang sebenarnya dalam

permasalahan yang diteliti seperti pengetahuan dan kekuasaan

wacana terkait sehingga dapat dijadikan sub bab yang terus

didalaminya melalui proses wawancara kepada masyarakat desa

pasongsongan. Kemudian peneliti akan merumuskan hasil

penelitian dengan menceritakan proses penelitian, membuat

Page 24: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

laporan penelitian dengan acuan kerangka teoritik yang relevan dan

untuk kemudian dipresentasikan.12

6. Teknik Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui dua bentuk

pengkajian: Pertama, atas kerja konsep Kontruksi Sosial Peter L

Berger sebagai pengiris utama dalam hal ini “lebih baik putih tulang

daripada putih mata”; dan Kedua, pengetahuan dan kekuasaan di balik

wacana “lebih baik mati daripada menanggung malu” di desa

pasongsongan. Dalam penelitian ini, analisis data telah dilakukan

sejak proses pengumpulan data. Cara tersebut memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengumpulkan data baru berikut

mengoreksi data yang telah diperoleh sebelumnya melalui dua cara:

a. Metode Induksi

Berpijak pada metode ini, seluruh pemikiran mengenai

Konstruksi Sosial dan kekuasaan Foucault dipelajari sebagai case-

study melalui penelaahan berbagai konsep pokok pemikirannya

satu demi satu guna menemukan keterkaitan sehingga karakteristik

pemikirannya pun dapat diketahui.

Dalam hal ini peneliti menganalisis temuan-temuan yang telah

didapat ke dalam konsep dari ke dua teori yakni eksternalisasi,

objektifikasi dan internalisasi sebagaimana acuan dalam konsep

12 Andi Praswoto, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian

(Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011), 242–245.

Page 25: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

kontruksi Peter L Berger, kedua menganalisa kekuasaan dan

pengetahuan di dalamnya melalui konsep kekuasaan Foucault.

b. Metode Deskripsi

Melalui metode ini, seluruh konsep dan pemikiran Konstruksi

Sosial Berger dan kekuasaan Foucault, berikut pengetahuan dan

kekuasaan yang terjaring di balik wacana “lebih baik mati daripada

menanggung malu” diuraikan secara sistematis, runtut dan teratur

(Berlian,2007:47).

Keterkaitan yang tercakup di dalamnya akan mampu menjadi

pisau analisis dan pengetahuan atas wacana terkait, sehingga

dengan cara ini peneliti dapat membuka lembaran yang tertutup

melalui analisis data lapangan sebagai temuan yang sosiologis.

7. Teknik Pemeriksaan dan Keabsahan data

Biasanya uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya

ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas. Sedangkan pada

penelitian kualitatif kriteria utama terhadap data hasil penelitian

adalah bersifat valid, reliabilitas, dan objektif. Validitas merupakan

derajat ketepatan antara kenyataan yang terjadi pada objek penelitian

dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Terdapat dua macam

validitas penelitian. Yaitu validitas internal dan validitas eksternal.

Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian

dengan hasil yang dicapai, hasil yang dicapai atas wacana adalah tidak

Page 26: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

hanya sebagai sebuah adat melainkan perilaku masyarakat di

dalamnya.

Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah

hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi

di mana sampel tersebut diambil. Atau bisa diartikan bahwa hasil

penelitian tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang

dijadikan sebagai objek penelitian, eksternalisasi di dalam sebuah

pengecekan di lapangan bahwa wacana terkait memang benar adanya

bahkan ia sudah dapat menciptakan tradisi dan yang terpenting adalah

kekuasaan atas wacana. Reliabilitas berkenaan dengan derajat

konsistensi dan stabilitas data atau temuan dimana secara konsistensi

masyakarat memproduksi wacana sebagai suatu alat kuasa dalam

perilaku-perilaku kesehariannya. Objektivitas berkenaan dengan

derajat kesepakatan antar banyak orang terhadap suatu data, dimana

wacana telah menjadi kesepakatan baik definisi maupun filosofi yang

diemban oleh masyarakat pasongsongan.

Dalam penelitian kualitatif dibutuhkan pengecekan keabsahan

data agar penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan. Adapun

keabsahan data yang digunakan adalah:

a. Memperpanjang keikutsertaan

Peneliti harus melakukan penggalian data di lapangan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang peneliti metode

kualitatif membutuhkan waktu yang panjang. Dengan keaslian

Page 27: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

data yag didapatkan dapat membangun tingkat kepercayaan yang

tinggi pada hasil penelitian. Peneliti juga akan mendapatkan

bahwa untuk mempelajari keadaan lapangan yang berkaitan

dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.

Teknik ini memudahkan peneliti untuk terbuka pada

pengaruh ganda di lapangan. Artinya peneliti akan mampu

memisahkan antara dirinya sebagai peneliti dan sebagai individu.

Jika hal ini tidak bisa dipisahkan maka akan dapat mempengaruhi

fenomena yang sedang diteliti. Dalam hal ini peneliti telah

mengikuti budaya maupun tradisi menyangkut persoalan wacana

yakni; menghadiri tradisi remo, berkumpul dalam suatu tempat

dimana wacana tersebut terus dikomunikasikan seperti tempat;

gardu, warung, dan kerapan sapi yang sarat dengan wacana yang

peneliti angkat, dengan tanpa memberitahu dan menjadikan

dirinya sebagai objek tapi sebagai peneliti.

b. Keikutsertaan pengamatan

Teknik ini dikemukakan untuk memahami pola perilaku,

situasi, kondisi, dan proses tertentu sebagai pokok penelitian. Hal

tersebut berarti peneliti secara mendalam serta tekun dalam

mengamati berbagai faktor dan aktifitas tertentu. Proses yang

berkesinambungan tersebut yang menjadi peneliti mudah

menguraikan permasalahan dengan menunjang data yang valid

dan sesuai.

Page 28: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Ketekunan pengamatan ini bermaksud menentukan ciri-ciri

dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan

persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan

dari pada hal-hal tersebut secara rinci, atau dengan kata lain

peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan

rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang

menonjol. Kemudian faktor tersebut ditelaah secara rinci sampai

pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak

salah satu atau seluruh faktor yang telah ditelaah sudah bisa

dipahami dengan cara yang biasa.

Dari sinilah faktor-faktor yang mempengaruhi kuasa

wacana dapat ditemukan, dimana peneliti secara diam-diam

memahami pola yang sering terjadi seperti kasus-kasus

pembunuhan atau dalam suatu pemilihan kepala desa dimana para

blater berjalan dan menciptakan kuasanya atas wacana yang

diproduksi, kemudian terkait blater secara individu menangani

kasus peneliti berusaha menemani dan memahami sikap aktor di

dalamnya dalam memproduksi wacana atas kenyataan yang

berlangsung di lapangan.

a. Triangulasi

Trianggulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber

Page 29: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

data yang telah ada.13 Triangulasi juga merupakan cara terbaik untuk

menghilangkan perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada

dalam konteks suatu studi pada waktu mengumpulkan data Genealogi

kekuasaan atas wacana “lebih baik mati daripada menanggung malu”.

Tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.

Dengan kata lain bahwa trianggulasi peneliti dapat memeriksa kembali

temuannya dengan jalan untuk membandingkan dengan berbagai

sumber, metode, dan teori. Untuk itu peneliti dapat melakukannya

dengan jalan: pertama, Mengajukan berbagai macam pertanyaan.

kedua, Mengeceknya dengan berbagai sumber data. ketiga,

Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data

dapat dilakukan. Teknik ini merupakan tingkat untuk menemukan titik

kejenuhan atas kekuasaan wacana yang kemudian dapat

teraktualisasikan dengan berbagai kondisi, sumber dan teori yang sudah

dilakukan, sehingga jika apabila terjadi suatu perdebatan peneliti dapat

mengahadirkannya secara rinci temuan-temuan yang biasa

menimbulkan perselisihan.

H. Sistematika Pembahasan

BAB I: Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep dan metode

penelitian dan juga sistematika pembahasan.

13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,

2009), 241.

Page 30: 1 BAB I PENDAHULUAN telos akan tetapi genealogi (rupture ...digilib.uinsby.ac.id/4112/4/Bab 1.pdf · maupun objek-objeknya, sejarah ini tidak memburu makna berdasarkan kontinuitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

BAB II: Kerangka Teoretik

Pada bab ini menjelaskan teori apa yang digunakan untuk

mengnalisis sebuah penelitian. Kerangka teoritik adalah suatu model

konseptual tentang bagaimana teori yang di gunakan berhubungan

dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah

penelitian.

BAB III: Penyajian Data Dan Analisis Data

Bab ini menjelaskan deskripsi umum obyek penelitian,

Deskripsi penelitian, analisis data, latar belakang dan bentuk-bentuk

kekuasaan dan pengetahuan dibalik wacana “lebih baik mati daripada

menanggung malu” yang dianalisis dengan konsep teori Konstruksi

Sosial Peter L berger, meliputi: eksternalisasi, internalisasi, dan

objektifikasi dan teori kekuasaan Foucault.

Data yang disajikan harus sederhana, dan jelas, agar mudah

dibaca. Penyajian data juga dimaksudkan agar para pengamat dapat

dengan mudah memahami apa yang disajikan untuk selanjutnya

dilakukan penilaian maupun perbandingan, dan sebagainya.

BAB IV: Penutup

Bab ini merupakan akhir dari laporan penelitian yang berisi

kesimpulan dan saran-saran (rekomendasi).