1 kdh-revised.pdf
TRANSCRIPT
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
© “SP” (denny s. permana)
(1) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
M O D U L - 1
KERANGKA DASAR HORIZONTAL
PELATIHAN SURVEY DAN PEMETAAN
PT. ARUTMIN INDONESIA SATUI MINE
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
KERANGKA DASAR HORIZONTAL
A. Geodesi, Survey dan Pemetaan
Ilmu geodesi mempunyai tujuan ilmiah dan praktis. Tujuan ilmiahnya adalah untuk menentukan bentuk dan ukuran bumi untuk digunakan di dalam pekerjaan praktis geodesi. Sedangkan tujuan praktisnya adalah untuk pembuatan peta permukaan bumi, memasang patok-patok di lapangan untuk sebagai tanda dari suatu rencana pekerjaan teknik sipil, pertambangan atau pekerjaan rekayasa lainnya.
Peta sebagai salah satu hasil ilmu geodesi praktis dibuat melalui 3 (tiga) tahapan pekerjaan utama, yaitu:
(a) Melakukan pengukuran (surveying) untuk menentukan posisi (koordinat dan ketinggian) titik-titik di permukaan bumi
(b) Menghimpun dan menghitung hasil ukuran, dan kemudian memindahkannya pada bidang datar peta
(c) Menafsir fakta-fakta yang ada di permukaan bumi dan menggambarkannya dengan simbol-simbol, seperti sungai, saluran irigasi, bangunan, bentuk permukaan tanah, dll
Titik-titik muka bumi yang yang di ukur dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu : Titik-titik kerangka dasar dan titik-titik detail. Titik-titik kerangka dasar adalah sejumlah titik yang ditandai dengan patok kayu atau beton yang dibuat dengan kerapatan tertentu yang akan digunakan untuk menentukan koordinat dan ketinggian titik-titik detail. Ada dua macam titik kerangka, yaitu Titik Kerangka Dasar Horizontal (KDH) dan Titik Kerangka Dasar Vertikal (KDV). Sedangkan titik detail adalah titik-titik posisi horizontal dan ketinggian yang telah ada di lapangan, seperti titik-titik di sepanjang sungai, bangunan, jalan, spot height (titik tinggi), sawah, dll.
Untuk menghitung koordinat, diperlukan adanya hitungan tertentu, mengingat bahwa permukaan bumi fisik sangat tidak beraturan sehingga tidak dapat digunakan sebagai bidang hitungan. Di dalam geodesi, permukaan bumi tersebut diganti dengan bidang yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati permukaan air laut rata-rata (MSL). Bidang tersebut merupakan bentuk elipsoida.
Setelah data ukuran dihitung pada elipsoida, kemudian hasilnya ’dipindahkan’ ke bidang datar peta dengan mengikuti aturan-aturan menurut Ilmu Proyeksi Geodesi. Sebagian permukaan bumi yang panjangnya kurang dari 100 km, dapat dianggap sebagai bola dengan jari-jari tertentu, sedangkan jika panjangnya tidak lebih dari 55 km, dapat dianggap sebagai bidang datar. Pada modul untuk pelatihan ini, kita gunakan bidang datar untuk penghitungan pada proses pengukuran dan pemetaan.
B. Bentuk Bumi dan Elipsoida Referensi
Di dalam geodesi, permukaan bumi diganti dengan permukaan matematis yang mendekati ukuran dan bentuk geoid yaitu permukaan laut rata-rata
© “SP” (denny s. permana)
(2) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
dalam kondisi tenang. Bentuk geoid secara global mendekati bentuk permukaan sebuah elipsoida dengan ukuran-ukuran tertentu. Elipsoida yang digunakan untuk perhitungan-perhitungan geodesi dinamakan Elipsoida Referensi.
Ada bermacam nama, bentuk dan ukuran elipsoida referensi yang diperoleh banyak ahli dan lembaga-lembaga geodesi dunia. Indonesia saat ini menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 95) selain pada beberapa peta cetakan lama masih digunakan elipsoida referensi Bessel 1841. Sistem DGN 95 ini pada prinsipnya adalah sistem koordinat WGS (World Geodetic System) 1984, yang juga digunakan oleh Sistem GPS secara global di seluruh dunia. Empat parameter utama WGS84 ditunjukkan pada tabel di bawah ini
Empat parameter utama ellipsoid WGS 84 [NIMA, 2000]
Parameter Notasi Nilai
Sumbu panjang a 6378137.0 m Pegepengan 1/f 298.257223563 Kecepatan sudut bumi ω 7292115.0 x 10-11 rad s-1
Konstanta gravitasi bumi (termasuk massa atmosfir)
GM 3986004.418 x 108 m3 s-2
Permukaan bumi fisik KU
b
E a a K O
b
Elipsoida referensi
Geoid ≈ muka laut rata-rata MSL KS
Gambar Elipsoida Bumi
O = pusat bumi (pusat elipsoida bumi) KU = kutub utara bumi KS = kutub selatan bumi KU-KS = sumbu rotasi bumi E-K = ekuator bumi a = jari-jari ekuator bumi = setengah sumbu panjang b = setengah sumbu pendek f = (a-b)/a = pegepengan, parameter untuk menentukan bentuk elipsoid
© “SP” (denny s. permana)
(3) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
C. Sistem Koordinat Proyeksi Peta UTM/TM-3
Posisi suatu titik biasanya dinyatakan dengan koordinat (e.g. dua-dimensi atau tiga-dimensi) yang mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat itu sendiri dapat didefinisikan dengan menspesfikasi tiga parameter berikut, yaitu :
• Lokasi titik nol dari sistem koordinat • Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat • Parameter-parameter (kartesian, curvilinear) yang digunakan untuk
mendefiniskan posisi suatu titik dalam sistem koordinat tersebut.
Posisi suatu titik di permukaan Bumi umumnya ditetapkan dalam/terhadap suatu sistem koordinat terestris. Titik nol dari sistem koordinat terestris ini dapat berlokasi
• di titik pusat massa Bumi (sistem koordinat geosentrik), maupun • di salah satu titik di permukaan Bumi (sistem koordinat toposentrik).
Posisi tiga-dimensi (3D) suatu titik di permukaan Bumi umumnya dinyatakan dalam suatu sistem koordinat geosentrik. Tergantung dari parameter-parameter pendefinisi koordinat yang digunakan, dikenal dua sistem koordinat yang umum digunakan, yaitu sistem koordinat Kartesian (X,Y,Z) dan sistem koordinat Geodetik (L,B,h), yang keduanya diilustrasikan pada Gambar berikut.
Koordinat Kartesian :
(XA,YA,ZA)
Koordinat Geodetik :
(ϕA,λA,hA)λA
ϕA
hA
AZ
Y
XYA
XA
ZA
Greenwich
Kutub
PusatBumi
PermukaanBumi
Elipsoid referensi
Sistem Koordinat Geosentrik
Koordinat 3D suatu titik juga bisa dinyatakan dalam suatu sistem koordinat toposentrik, yaitu umumnya dalam bentuk sistem koordinat Kartesian (N,E,U) yang diilustrasikan pada Gambar berikut.
© “SP” (denny s. permana)
(4) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Sistem KoordinatToposentrik
UA
AZenith (U)
Timur (E)
Koordinat Kartesian :
(NA, EA, UA)
Utara (N)
Titik dipermukaan bumi
EA
NA
Sistem KoordinatToposentrikSistem KoordinatToposentrik
UAUA
AZenith (U)
Timur (E)
Koordinat Kartesian :
(NA, EA, UA)
Utara (N)
Titik dipermukaan bumiTitik dipermukaan bumi
EAEA
NANA
Sesuai dengan peraturan yang diputuskan oleh Bakosurtanal tahun 1996, bahwa setiap kegiatan survey dan pemetaan di wilayah Republik Indonesia harus mengacu kepada Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95) dengan spheroid acuan adalah WGS84. Untuk tampilan ke dalam peta, digunakan sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) dan/atau Transverse Mercator 3 Derajat (TM-3).
Untuk sistem UTM, spesifikasi dasar yang harus digunakan adalah :
• lebar zone = 60 • titik nol adalah perpotongan meridian sentral dengan ekuator, • koordinat semu dari titik nol (N,E) adalah (0 m, 500.000 m) untuk titik
di Utara ekuator, dan (10.000.000 m, 500.000 m) untuk titik di Selatan ekuator.
• faktor skala meridian sentral = 0.9996. Sedangkan untuk sistem TM-3, spesifikasi dasar yang harus digunakan :
• lebar zone = 30, • titik nol adalah perpotongan meridian sentral dengan ekuator, • koordinat semu dari titik nol (N,E) adalah (1.500.000 m, 200.000 m), • faktor skala meridian sentral = 0.9999.
© “SP” (denny s. permana)
(5) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
© “SP” (denny s. permana)
(6) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
No ZONE TM-3
46.2 47.1 47.2 48.1 48.2 49.1 49.2 50.1 50.2 51.1 51.2 52.1 52.2 53.1 53.2 54.1 54.2
6° LU
0°
11° LS
No Zone UTM
46 47 48 49 50 51 52 53 54
Gambar Pembagian Zone UTM dan TM-3 di Wilayah Indonesia
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
D. Metode Penentuan Posisi Horizontal
Adalah untuk menentukan koordinat titik baru dari satu atau beberapa koordinat yang sudah diketahui koordinatnya.
(1) Metode Polar
Diketahui = A (Xa, Ya) Diukur = Jarak AB (Dab) dan Azimuth AB (αab)
Y
B Yb
αab ∆Yab Dab
Ya ∆Xab A
(0, 0)
(2) Metode Perpotongan Kemuka (intersection)
Yc
Ya
Xa Xb (0, 0) X
Y
αac Dab
A
B
∆Xab
∆Yac
Koordinat C, (Xc, Yc)=
Xc = Xa + Dac Sin αac = Xb + Dbc Sin αbc
Yc = Ya + Dac Cos αac = Yb + Dbc Cos αbc
Diketahui = A (Xa,Ya), dan B (Xb,Yb) Diukur = Sudut di A (β1) dan sudut di B (β2)
C
β1
Yb
Xc
∆Xbc
∆Yab β2
γ
Xa Xb X
Koordinat B, (Xb, YB)=
Xb = Xa + ∆Xab = Xa + Dab Sin αab
Yb = Ya + ∆Yab = Ya + Dab Cos αab
© “SP” (denny s. permana)
(7) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
(3) Metode Perpotongan Kebelakang (resection)
Diketahui = A (Xa,Ya), B (Xb,Yb), dan C (Xc,Yc) Diukur = Sudut di D (ϕ1) dan (ϕ2) Digambar = H (titik penolong Collins)
E. Metode Penentuan Kerangka Dasar Horizontal
Secara umum dibagi 2 (dua) yaitu metode terestris dan ekstra-terestris. Pada survey dengan metode terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap target atau objek yang terletak di permukaan bumi. Dalam hal ini, metode-metode penentuan posisi terestris yang umum digunakan saat ini adalah metode poligon, metode pengikatan ke muka (intersection), metode pengikatan ke belakang (resection), atau kombinasi antara metode-metode tersebut.
Karakteristik umum dari metode-metode ini diberikan secara skematis pada gambar di bawah ini. Perlu juga dicatat di sini bahwa ada beberapa lagi metode penentuan posisi terestris, seperti triangulasi, trilaterasi, dan triangulaterasi. Tapi metode-metode ini sudah tidak banyak lagi digunakan, terutama setelah adanya metode penentuan posisi yang berbasiskan satelit atau ekstra-terestris.
Metode ekstra-terestris yang sekarang sudah umum digunakan oleh bermacam pengguna dan keperluan adalah dengan teknologi GPS (Global Positioning System).
(0, 0) X
Y D
A
B
Koordinat D, (Xd, Yd)=
Xc = Xa + Dad Sin αad = Xh + Dhd Sin αhd
Yc = Ya + Dad Cos αad = Yh + Dhd Cos αhd Dimana: Dad = Dah / (Sin (ϕ1 + ϕ2)) x Sin δ1 Dhd = Dah / (Sin (ϕ1 + ϕ2)) x Sin δ2 αad = αah - δ2
δ2
δ3 C
ϕ2ϕ1
δ1 H
ϕ1
ϕ2
© “SP” (denny s. permana)
(8) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Tabel Metode Terestris dalam penentuan KDH [SNI Jaring Kerangka Horizontal, 2002]
Metode Contoh Geometri Data Ukuran
Poligon
PengikatanKemuka
PengikatanKebelakang
Sudutdan Jarak
Sudutdi titik-titik
tetap
Sudutdi titik-titikyang akanditentukanposisinya
Titik tetap (koordinatnya diketahui)Titik yang akan ditentukan posisinya
Sudutyang diukur
Jarak yang diukur
Astronomi Geodesi
VLBI
LLR GPS SLR
TRANSIT
Fotografi
Bintang
Quasar
Bulan
Satelit
Satelit
Satelit
Gambar Metode Penentuan Posisi Ekstra-Terestrial
Satelit
Bumi
© “SP” (denny s. permana)
(9) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
F. Klasifikasi Kerangka Dasar Horizontal
Kasifikasi suatu jaring kontrol didasarkan pada tingkat presisi dan tingkat akurasi dari jaring yang bersangkutan, yang tingkat presisi diklasifikasikan berdasarkan kelas, dan tingkat akurasi diklasifikasikan berdasarkan orde.
r = c ( d + 0.2 )
dalam hal ini : r = panjang maks dari sumbu-panjang yang diperbolehkan dalam mm, c = faktor empirik yang menggambarkan tingkat presisi survei, d = jarak antar titik (dalam km).
Berdasarkan nilai faktor c tersebut, dapat dibuat kategorisasi orde jaring titik kontrol horizontal yang diperoleh dari suatu survei geodetik, seperti yang diberikan pada Tabel berikut
Tabel Orde Jaring Titik Kontrol Horizontal [SNI Jaring Kerangka Horizontal, 2002]
Orde c Jaring kontrol Jarak* Kelas
00 0.01 Jaring fidusial nasional (Jaring tetap GPS) 1000 3A 0 0.1 Jaring titik kontrol geodetik nasional 500 2A 1 1 Jaring titik kontrol geodetik regional 100 A 2 10 Jaring titik kontrol geodetik lokal 10 B 3 30 Jaring titik kontrol geodetik perapatan 2 C 4 50 Jaring titik kontrol survey & pemetaan 0.1 D
* jarak tipikal antar titik yang berdampingan dalam jaringan (dalam km).
© “SP” (denny s. permana)
(10) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Tabel Teknis & Metode GPS dalam penentuan KDH Orde-00 sampai Orde-4 [SNI Jaring Kerangka Horizontal, 2002]
Orde jaringan 00 0 1 2 3 4 (GPS)
Metode pengamatan GPS kontinu
survei GPS
survei GPS
survei GPS
survei GPS
survei GPS
Lama pengamatan per sesi (minimum)
kontinu 24 jam 6 jam 2 jam 1 jam 0.25 jam
Data pengamatan utama untuk penentuan posisi
fase dua frekuensi
fase dua frekuensi
fase dua frekuensi
fase dua frekuensi
fase satu frekuensi
fase satu frekuensi
Moda pengamatan Jaring tetap
jaring jaring jaring jaring radial
Pengamatan independen di setiap titik
- setidaknya 3 kali (% dari jumlah titik)
100% 50% 40% 20% 10% -
- setidaknya 2 kali (% dari jumlah titik)
100% 100% 100% 100% 100% -
Interval data pengamatan (detik)
30 30 30 15 15 15
Jumlah satelit minimum
tidak ada 4 satelit
Nilai PDOP yang diperlukan
tidak ada lebih kecil dari 10
Elevasi satelit minimum
150
Pengamatan data meteorologis
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Tabel Spesifikasi Teknis Pengamatan KDH orde-4 (poligon)
[SNI Jaring Kerangka Horizontal, 2002]
Orde – 4 (Poligon) Selisih bacaan B dan LB dalam pengukuran sudut ≤ 10" Jumlah seri pengamatan suatu sudut (minimum) 2 seri Selisih ukuran sudut antar sesi ≤ 5" Pengecekan kesalahan kolimasi sebelum pengamatan Jumlah pembacaan untuk satu ukuran jarak (minimum)
5 kali
Sudut jurusan (minimal) di awal dan akhir jaringan Teknik pengadaan sudut jurusan pengamatan matahari
atau dari 2 titik GPS
Tabel Spesifikasi teknis metode dan strategi pengolahan data KDH [SNI Jaring Kerangka Horizontal, 2002]
Orde – 4 (Poligon) Metode pengolahan data hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter atau
metode bowditch
Salah penutup sudut ≤ 10√n, dimana n adalah jumlah titik poligon
Salah penutup linier jarak ≤ 1/6.000
© “SP” (denny s. permana)
(11) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
G. Metode Penentuan KDH dengan Poligon
Pada umumnya, penentuan KDH dengan metode poligon ini terdapat dua bagian besar, yaitu poligon terbuka dan tertutup.
A
1
2
3
4
0
α Poligon Terbuka
5
2
0 1
A
3
4
5 6
αPoligon Tertutup
Keterangan: Diketahui = Koordinat BM Diukur = Sudut Jurusan / Azimuth Jarak Sudut
© “SP” (denny s. permana)
(12) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Hitungan Poligon
Y
Data :
Diketahui : Koordinat A (Xa, Ya)
Diukur : Azimut A1 = αA1 Jarak: d1, d2, d3, dst
Sudut: β1, β2, β3, dst
Hitung azimut setiap sisi dari αA1
α12 = αA1 + β1 – 180°
α23 = α12 + β2 – 180° = αA1 + (β1 + β2) – 2 x 180°
Hitung koordinat titik 1, 2, 3, dst dari A
X1 = XA + d1 Sin αA1 ; Y1 = YA+ d1 Cos αA1
X2 = X1 + d2 Sin α12 ; Y2 = Y1 + d2 Cos α12
X3 = X2 + d3 Sin α23 ; Y3 = Y2 + d3 Cos α23
X3 = XA + d1 Sin αA1 + d2 Sin α12 + d3 Sin α23
Y3 = YA + d1 Cos αA1 + d2 Cos α12 + d3 Cos α23
1
0
A
2
3
∆XA1 ∆X12 ∆X23 dst
Y3
α23 ∆Y23 d3
β2 Y2
α12 ∆Y12 d2
β1 Y1
αA1 ∆YA1 d1
YA
X XA X1 X2 X3
Poligon Terbuka
© “SP” (denny s. permana)
(13) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
X3 = XA + ∆XA1 + ∆X12 + ∆X23
Y3 = YA + ∆YA1 + ∆X12 + ∆X23
Apabila titik 3 diketahui koordinatnya, maka harus dipenuhi:
X3 – XA = ∆XA1 + ∆X12 + ∆X23 = Σd Sin α ….………… (i)
Y3 – YA = ∆YA1 + ∆X12 + ∆X23 = Σd Cos α
Apabila azimuth α23 diketahui, maka harus dipenuhi:
α23 - αA1 = { (β1 + β2) – (2 x 180°) }
……………….………… (ii)
Rumus (i) dan (ii) ditulis umum :
Xakhir – Xawal = Σdi Sin αij
Yakhir – Yawal = Σdi Cos αij
α23 – αA1 = { Σ βi – (n x 180°) }
n : menyatakan jumlah titik sudut dikurangi 1
………………… (iii)
Karena pengukuran jarak dan sudut selalu dihinggapi kesalahan maka persamaan (iii) di atas umumnya tidak dipenuhi. Bila perbedaannya ditulis sbb:
fX = (Xakhir – Xawal) – Σdi Sin αij
fX = (Yakhir – Yawal) – Σdi Cos αij
fα = (α23 – αA1) – { Σ βi – (n x 180°) }
………………… (iv)
Maka sebelum koordinat titik 1, 2, 3, dst dihitung. Sudut-sudut βi dan selisih absis (∆Xi) dan selisih ordinat (∆Yi) harus dikoreksi terlebih dahulu agar persamaan (iii) dapat dipenuhi
Koreksi untuk setiap sudut, βi = (1 / n) x fα
Koreksi sudut dibagi rata sesuai dengan jumlah titik sudutnya. Jika tidak habis dibagi, maka sisa pembagian tersebut diberikan kepada sudut yang mempunyai kaki sudut yang pendek
Koreksi untuk selisih absis, fXi = ( di / Σdi ) x fX Koreksi BOWDITCH
Koreksi untuk selisih ordinat, fYi = ( di / Σdi ) x fY
© “SP” (denny s. permana)
(14) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Koreksi untuk selisih absis, fXi = (∆Xij / Σ ∆Xij ) x fX Koreksi TRANSIT
Koreksi untuk selisih ordinat, fYi = (∆Xij / Σ ∆Xij) x fY
Catatan tambahan:
Jika hanya diketahui koordinat titik-titik BM-nya saja (baik di awal dan di akhir), maka untuk mendapatkan azimut (awal & akhir), lakukan seperti berikut:
Misal diketahui Koord awal A (XaYa) dan P (XpYp). maka
αAP = tan-1 ((Xp-Xa) / (Yp-Ya)) Perhatikan plus/minus bilangan ini:
(Xp-Xa) +∆Y (Yp-Ya)
Pelaksanaan Hitungan
Suatu poligon dikatakan terikat sempurna diketahui koordinatnya, begitu juga azimContohnya adalah seperti gambar di bawah
I (+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+) IV
-∆X +∆X
III II
-∆Y
© “SP” (denny s. permana)
Berikut aturan posisi kuadran hasil dari pembagian bilangan dan perlakuannya
Kuadran Perlakuan I 0 + α"
II 180 + α" III 180 + α"
IV 360 + α"
apabila titik awal dan titik akhir ut awal dan akhir diketahui.
ini.
(15) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Y
Diketahui : XAYA, XBYB dan αAP, αBQ (Atau XPYP, XQYQ), N=4
Diukur : βA, β1, β2, βB, dA1, d12, d2B
Tahapan perhitungan poligon tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Hitung fα = (αBQ – αAP) – ((βA + β1 + β2 + βB) – (3 x 180°))
(2) Hitung besarnya sudut β1 dan β2, yang sudah dikoreksi:
βA* = βA + 1/4 fα
β1* = β1 + 1/4 fα β2* = β2 + 1/4 fα
βB* = βB + 1/4 fα Jika tidak habis dibagi, lakukan pembulatan dan
pengaturan pemberian koreksi sudut sesuai dengan panjang pendeknya jarak yang diukur.
(3) Hitung azimuth α12 dan α23
αA1 = αAP + βA* - 180°
α12 = αA1 + β1* - 180°
1
0
A
2
B
βA
α12
α2B
dA1
d12
d2B
β1
β2
∆XA1 ∆X12 ∆X2B
∆Y2B
∆Y12
∆YA1
XA X1 X2 XB
YA
Y1
Y2
YB
Poligon Terikat Sempurna
Q
P
αBQ βB
αA1
αAP X
© “SP” (denny s. permana)
(16) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
α2B = α12 + β2* - 180° Kontrol
αBQ = α2B + β2* - 180°, harus sama dengan αBQ yang diketahui
(4) Hitung selisih koordinat untuk masing-masing sisi :
∆XA1 = dAP Sin αA1 ; ∆YA1 = dAP Cos αA1
∆X12 = dA1 Sin α12 ; ∆Y12 = dA1 Cos α12
∆X2B = d12 Sin α23 ; ∆Y2B = d12 Cos α23
∆XBQ = d2B Sin αBQ ; ∆YBQ = d2B Cos αBQ
(5) Hitung besarnya fX dan fY :
fX = (XB – XA) – (∆XA1 + ∆X12 + ∆X2B + ∆XBQ)
fY = (YB – YA) – (∆YA1 + ∆Y12 + ∆Y2B + ∆YBQ)
(6) Dengan cara BOWDITCH, hitung selisih absis dan ordinat yang sudah dikoreksi
∆XA1* = ∆XA1 + (dA1 / Σd) x fX ; ∆YA1* = ∆YA1 + (dA1 / Σd) x fY
∆X12* = ∆X12 + (d12 / Σd) x fX ; ∆Y12* = ∆Y12 + (d12 / Σd) x fY
∆X2B* = ∆X2B + (d2B / Σd) x fX ; ∆Y2B* = ∆Y2B + (d2B / Σd) x fy
(7) Hitung Koordinat titik 1, 2, dan B (sebagai kontrol)
X1 = XA + ∆XA1* ; Y1 = YA + ∆YA1*
X2 = X1 + ∆X12* ; Y2 = Y1 + ∆Y12*
Kontrol :
XB = X2 + ∆X2B* ; YB = Y2 + ∆Y2B* Harus sesuai dengan X3 Y3 yang diketahui
© “SP” (denny s. permana)
(17) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
H. Contoh Soal Hitungan
Diketahui :
TITIK X Y
P 134.11 6360.27
A 380.33 6440.27
B 1183.21 6086.25
KOORDINAT
Q 1466.45 6154.25
TITIK D M S JARAK
βA 170 59 44 DA1 240
β1 227 41 44 D12 360
β2 212 23 44 D2B 420
SUDUT
βB 113 23 44
Ditanyakan : Koordinat 1, 2, B (sebagai kontrol), kesalahan jarak linier dan ketelitian jarak linier
Tahapan Hitungan dengan Menggunakan Kalkulator
1. Penentuan salah penutup sudut
Rumus fα = (α2B – αA1) – { Σ βi – (n x 180°) }
a) αBQ = tan-1 ((XQ – XB) / (YQ – YB))
= tan-1 (283.24 / 68) ; (= 0 + 76° 29’ 59.94”
= 76° 29’ 59.94”
(+)
+)
b) αAP = tan-1 ((XP – XA) / (YP – YA))
= tan-1 (-246.22 / -80) ;
= 180 + 72° 00’ 01.31”
= 252° 00’ 01.31”
(-)
(-)
c) (αBQ – αAP) = 76° 29’ 59.94” - 252° 00’ 01.31”
= - 175° 30’ 01.37”
= 360 - 175° 30’ 01.37”
= 184° 29’ 58.60”
d) n = 4 sudut ; (n-1) * 180 = 540
© “SP” (denny s. permana) (0815) 600 986
= Kuadran I
= Kuadran III(18) / (24) 1 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
e) Σ βI = βA + β1 + β2 + β3
= 170° 59’ 44” + 227° 41’ 44” + 212° 23’ 44” + 113° 23’ 44”
= 724° 28’ 56”
f) Σ βi – (n x 180°) = 724° 28’ 56” – 540
= 184° 28’ 56”
g) Jadi salah penutup sudut total adalah
fα = (α23 – αA1) – { Σ βi – ((n-1) x 180°) }
= 184° 29’ 58.60” - 184° 28’ 56”
= 00° 01’ 2.63”
h) Koreksi sudut per-titik poligon
fαI = fα / n = ( 00° 01’ 2.63” ) / 4
= 00° 00’ 15.66”
fαI ≈ 15” (3 titik) + 17.63” (1 titik)
i) Sudut yang sudah dikoreksi
βi* = βi + fαi
β1* = 170° 59’ 44” + 17.63” = 171° 00’ 1.63”
β1* = 227° 41’ 44” + 15” = 227° 41’ 59”
β1* = 212° 23’ 44” + 15” = 212° 23’ 59”
β1* = 113° 23’ 44” + 15” = 113° 23’ 593”
2. Penentuan salah penutup absis
Rumus fX = (XBQ – XAP) – Σdi Sin αij
a) (XBQ – XAP) = 1183.21 – 380.33
= 802.88
b) Σdi = dA1 + d12 + d2B
= 240 + 360 + 420
= 1020
c) Sudut jurusan (azimut) per titik poligon
αij = α0 + β1* + ((n-1) x 180°)
© “SP” (denny s. permana)
(19) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
αA1 = 252° 00’ 01.31” + 171° 00’ 01.63” – 00 – 3600
= 63° 00’ 02.94”
α12 = 63° 00’ 02.94” + 227° 41’ 59” – 1800
= 110° 42’ 01.94”
α2B = 110° 42’ 01.94” + 212° 23’ 59” – 1800
= 143° 06’ 00.94”
αBQ = 143° 06’ 00.94” + 113° 23’ 59” – 1800
= 76° 29’ 59.94”
KONTROL : αBQ ini sama hasilnya dengan αBQ yang sudah diketahui sebelumnya
d) Σdi Sin αij = Σ ∆X
∆XA1 = 240 Sin 63° 00’ 2.94” = 213.843
∆X12 = 360 Sin 110° 42’ 1.94” = 336.759
∆X2B = 420 Sin 143° 06’ 0.94” = 252.175
Σ ∆X = 802.777
e) Jadi salah penutup absis total adalah
fX = (XBQ – XAP) – Σdi Sin αij
= 802.880 – 802.777
= 0.103
f) Koreksi absis per-titik poligon, dengan menggunakan metode Bowditch
fXi = ( di / Σdi ) x fX
fxa1 = ( 240 / 1020 ) x 0.103 = 0.024
fx12 = ( 360 / 1020 ) x 0.103 = 0.036
fx23 = ( 420 / 1020 ) x 0.103 = 0.043
3. Penentuan salah penutup ordinat
Rumus fY = (YBQ – YAP) – Σdi Cos αij
© “SP” (denny s. permana)
(20) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
a) (YBQ – YAP) = 6086.25 – 6440.27
= -354.02
b) Σdi Cos αij = Σ ∆Y
∆YA1 = 240 Cos 63° 00’ 3.94” = 108.955
∆Y12 = 360 Cos 110° 42’ 1.94” = -127.254
∆Y2B = 420 Cos 143° 06’ 0.94” = - 335.869
Σ ∆Y = -354.168
c) Salah penutup ordinat total
fY = (YBQ – YAP) – Σdi Cos αij
= -354.02 – 354.168
= 0.148
d) Koreksi ordinat untuk masing-masing titik
fYi = ( di / Σdi ) x fY
FyA1 = ( 240 / 1020 ) x 0.148 = 0.035
fY12 = ( 360 / 1020 ) x 0.148 = 0.052
fY23 = ( 420 / 1020 ) x 0.148 = 0.061
4. Koordinat titik poligon
Rumus Xi = XAP + ∆XA1 + fXi
Yi = YAP + ∆YA1 + fYi
a) Titik 1
X1 = XA + ∆XA1 + fX1 = 380.33 + 213.843 + 0.024
= 594.197
Y1 = yA + ∆yA1 + fY1 = 6440.27 + 108.955 + 0.035
= 6549.26
TITIK 1 (594.197, 6549.26)
b) Titik 2
X2 = X1 + ∆X12 + fX2 = 594.197 + 336.759 + 0.036
= 930.992
© “SP” (denny s. permana)
(21) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Y2 = y1 + ∆y12 + fY2 = 6549.26 - 127.254 + 0.052
= 6422.058
TITIK 2 (930.992, 6422.058)
c) Titik B
XB = X2 + ∆X2B + fXB = 930.992 + 252.175 + 0.043
= 1183.21
YB = y2 + ∆y2B + fYB = 6440.27 – 335.869 + 0.061
= 6086.25
TITIK B (1183.210, 6086.250)
KONTROL : Koordinat TITIK B ini (XB, YB) sama hasilnya dengan Koordinat TITIK B yang sudah diketahui sebelumnya
5. Kontrol kualitas untuk kesalahan & ketelitian jarak linier
a) Ketelitian jarak linier
FL = ((fX)2 + (fY)
2) 1/2
= ((0.103)2 + (0.148)2)1/2
= 0.1803
b) Ketelitian jarak linier:
(FL / Σdi ) = 0.1803 / 1020 = 0.00017
= 1 / 5657
≈ 1/ 5000
c) Menurut tabel metode dan strategi pengolahan data untuk masuk pada kategori jaringan KDH orde-4, syaratnya adalah
Salah penutup sudut ≤ 10√n, dimana n adalah jumlah titik poligon
Salah penutup linier jarak ≤ 1/6.000
d) Dari hasil hitungan di atas tadi, ternyata tidak memenuhi standard untuk masuk ke kategori orde-4.
© “SP” (denny s. permana)
(22) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
I. Contoh Soal Hitungan
Diketahui :
TITIK X Y
A 8478.139 2483.826 KOORDINAT
B 7202.917 2278.517
AZ AWAL αAP 68 15 21
AZ AKHIR αBQ 269 32 07
TITIK D M S JARAK
βA 172 53 34 DA1 281.830
Β1 185 22 14 D12 271.300
Β2 208 26 19 D23 274.100
Β3 178 31 52 D34 293.350
Β4 175 47 14 D4B 213.610
SUDUT
ΒB 180 15 20
Ditanyakan : Koordinat 1, 2, 3, 4 & B (sebagai kontrol), kesalahan jarak linier dan ketelitian jarak linier
J. Hitungan Poligon dengan Menggunakan MS Excel
Tahapan dan prosedur hitungan dengan menggunakan MS Excel akan dijelaskan secara terpisah.
Program yang digunakan untuk proses penghitungan poligon ini sangat sederhana dan terperinci tahap demi tahap. Anda dapat menggantinya dengan program buatan sendiri nantinya sesuai dengan keinginan, selama konsepnya sudah dikuasai.
© “SP” (denny s. permana)
(23) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]
Pelatihan Konsep Dasar Survey & Pemetaan Modul 1 – Kerangka Dasar Horizontal (KDH)
Daftar Pustaka
1. ...... (1980). “Alat Pengukur Sudut, Teknik Survey dan Pemetaan”. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
2. ...... (1980). “Poligon, Teknik Survey dan Pemetaan”. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
3. ...... (1980). “Sipat Datar Memanjang, Teknik Survey dan Pemetaan”. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
4. ...... (1980). “Pengukuran Situasi, Teknik Survey dan Pemetaan”. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
5. Purworaharjo, Umaryono. U. (1986). “Ilmu Ukur Tanah, Seri A, Pengukuran Horisontal”. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
6. Purworaharjo, Umaryono. U. (1986). “Ilmu Ukur Tanah, Seri B, Pengukuran Vertikal”. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
7. Purworaharjo, Umaryono. U. (1986). “Ilmu Ukur Tanah, Seri C, Pemetaan Topografi”. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
8. ...... (2002). “Jaring Kontrol Horizontal”. SNI 19-6724-2002, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Pusat Sistem Jaringan dan Standardisasi Data Spasial, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Bogor.
9. ...... (1997). “Buku Petunjuk Penggunaan Proyeksi TM-3° dalam Pengukuran dan Pemetaan Kadastral”. Badan Pertanahan Nasional (BPN), Jakarta.
© “SP” (denny s. permana)
(24) / (24) (0815) 600 9861 : [email protected]