10. ahmad shafwan

Upload: ahmad-shafwan-pulungan

Post on 07-Jul-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 10. Ahmad Shafwan

    1/5

    Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015 ISSN. 2443-1230 (cetak)

    ISSN. 2460-6804 (online)

    125

    Biodiversity of FMA in Red Pepper Rhizosfer

     Ahmad Shafwan S. Pulungan

    Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan

    [email protected] 

     Abstrak

    Kehadiran fungi mikoriza arbuskula pada suatu tanaman ditandai adanya hifa dan vesikula pada akar

    tanaman inang. Adanya hifa pada tanaman inang menjadikan luas penyerapan unsur hara semakian luas,

    dikarenakan hifa yang dimiliki FMA mampu menembus tanah. Penelitian pada rhizosfer tanaman cabai

    merah menunjukkan bahwa persentase kolonisai FMA pada akar tanaman cabai merah sebesar 50 persen

    dengan kategori sedang. Sedangkan jumlah spora yang dijumpai pada tanah sekitar rhiosfer tanaman

    cabai merah berjumlah 10, dimana dijumpai 7 untuk Glomus sp 1 dan 3 untuk Glomus sp 2. Sedangkansifat kimia tanah yang diukur adalah kandungan P-tersedia dengn kategori tinggi.

    Kata kunci : Spora, FMA, rhizosfer, cabai merah

    Pendahuluan

    Fungi mikoriza arbuskular (FMA) dapatditemukan hampir pada semua jenis ekosistem,

    termasuk pada lahan masam. Menurut Smith dan

    Read (2008), FMA dapat berasosiasi dengan

    hampir 90% jenis tanaman. Kemampuan yang

    dimiliki fungi ini menjadikannya berpotensi dalam

    hal meningkatkan kemampuan tanaman untuktumbuh dan berkembang. Infeksi FMA dapat

    meningkatkan pertumbuhan tanaman dan

    kemampuannya memanfaatkan nutrisi yang ada

    dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K,dan Mg (Aldeman et al., 2006).

    Potensi yang dimiliki FMA tersebut

    menunjukkan bahwa kehadiran FMA padatanaman mampu meningkatkan serapan hara, air

    dan mineral lainnya dari dalam tanah.

    Keterbatasan akar tanaman dalam menyerap

    unsur hara dibantu oleh kehadiran FMA pada

    tanaman. Jenis FMA pada tiap-tiap tanaman

    berbeda, tergantung dari jenis tanamannya. Hal inimenunjukkan kekhasan FMA pada tiap-tiap jenis

    tanaman. Seperti halnya dengan mikroorganisme

    lain, FMA juga mempunyai factor-faktor yang

    dapat mempengaruhi pertumbuhan danperkembangannya.

    FMA dapat digolongkan sebagai parasit

    terhadap tanaman jika jumlah karbohidrat yangdikeluarkan tanaman lebih besar nilainya dari

    pada nilai unsur hara yang diperoleh tanaman dari

    FMA, kondisi tersebut dapat terjadi pada

    kandungan P tersedia tinggi sehingga penyarapan

    hara dapat langsung melalui rambut akar.

    Tingginya kandungan P-tersedia pada tanah

    menyebabkan kolonisasi FMA pada akar tanamanrendah, pada dasarnya FMA diperlukan tanaman

    untuk menyerap P yang masih terikat dengan

    unsur lain menjadi P-tersedia bagi tanaman

    (Pulungan, 2013). Hal ini sebenarnya dapat

    menunjukkan sifat efisiensi FMA sebagai makhluk

    hidup. Kompleksitas asosiasi FMA memerlukandeskripsi tentang beberapa parameter yang

    mempengaruhi fungsionalisasi mikoriza, seperti

    morfologi dan fisiologi baik simbion maupun

    faktor biotik dan abiotik pada level rizosfir,

    komunitas, dan ekosistem.

    Kemampuan FMA yang meningkatkanserapan hara bagi tanaman ini dapat menjadikan

    FMA sebagai salah satu pupuk hayati. Potensi

    pupuk hayati ini jika dikembangkan akan

    menurunkan biaya produksi dalam bidangpertanian. Melonjaknya harga sayuran salah satu

    pemicunya adalah mahalnya biaya produksi,

    khususnya biaya penyediaan pupuk dan pestisida.Salah satu jenis tanaman yang mengalami fluktuasi

    harga adalah tanaman cabai merah.

    Tanaman cabai merah merupakan salah

    satu komoditas andalan hortikultura yang banyak

    mendapat perhatian karena memiliki nilai

    ekonomis yang cukup tinggi. Selain digunakansebagai penyedap masakan,cabai juga dapat

    dimanfaatkan dalam pembuatan ramuan obat-

    obatan (industri farmasi), industri kosmetik,

    industri pewarna makanan dan bahan campuranpada berbagai industri pengolahan makanan dan

    minuman. Permasalahan utama dalam budidaya

    tanaman cabai merah adalah rendahnyaproduktifitasnya. Maka, potensi yang dimiliki oleh

    FMA dapat meningkatkan dan mengurangi

    permasalahan dalam produktifitas tanaman cabai

    merah.

    Langkah awal dalam pemanfaatan dan

    eksplorasi potensi FMA tersebut adalah dengan

    melakukan isolasi dan identifikasi jenis FMA yanghadir dalam suatu tanaman. Keseluruhan FMA

    tidak mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang

    sama, oleh karena itu sangat penting untuk

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 8/19/2019 10. Ahmad Shafwan

    2/5

    Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015 ISSN. 2443-1230 (cetak)

    ISSN. 2460-6804 (online)

    126

    mengetahui karakeristiknya. Penelitian yang

    berkembang saat ini adalah lebih kepada potensi

    dan dampaknya, sehingga diperlukan penelitian

    tentang “Keanekaragaman Fungi Mikoriza

    Arbukula Pada Rhizosfer Tanaman Cabai Merah”.Dasar perlunya dilakukan penelitian ini adalah

    untuk mengetahui FMA indigenous di rhizosfer

    tanaman cabai merah sehingga nantinya dapat

    dijadikan pupuk hayati dalam peningkatan

    produktifitas cabai merah di Sumatera Utarakhususnya.

    Metodologi

    Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini akan dilaksanakan di

    laboratorium biologi FMIPA Universitas Negeri

    Medan dan direncanakan berlangsung dari bulanMei sampai dengan bulan Nopember 2015.

    Bahan dan Alat

    Dalam penelitian ini digunakan contoh

    akar tanaman dari tempat pengambilan sampel.Untuk pewarnaan akar dibutuhkan, yaitu KOH

    10%, HCl 2%, larutan pewarna (gliserol, asam

    laktat dan trypan blue), dan aquades. Alat-alat

    yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah

    dan akar tanaman adalah tali plastik, cangkul,

    kantong plastik dan spidol serta kertas label.

    Kolonisasi FMA pada akar tanaman

    Pengamatan kolonisasi FMA pada contoh

    akar tanaman dilakukan dengan teknik pewarnaan

    akar ( root staining). Kolonisasi akar ditandai

    dengan adanya hifa, vesikula dan arbuskula atau

    salah satu dari ketiganya. Setiap bidang pandang

    mikroskop yang menunjukkan tanda kolonisasidiberi symbol (+) dan yang tidak diberi simbol (-).

    Pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman

    sampel dilakukan melalui teknik pewarnaan akar

    (root staining), karena karakteristik anatomi yang

    mencirikan ada tidaknya kolonisasi FMA tidak

    dapat dilihat secara langsung. Metode yangdigunakan dalam teknik pewarnaan akar sampel

    adalah metode pewarnaan dari Kormanik dan

    McGraw (1982) dalam Delvian (2003), yang secara

    lengkap adalah sebagai berikut, contoh akar

    dimasukkan kedalam larutan KOH 10 % dan

    dibiarkan selama lebih kurang 24 jam sehingga

    akar berwarna putih atau pucat. Tujuannya adalahuntuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel

    akar sehingga memudahkan pengamatan struktur

    kolonisasi FMA. Kemudian contoh akar dicuci pada

    air mengalir selama 5-10 menit sebelumnya

    larutan KOH dibuang.

    Contoh akar tadi direndam dalam larutanHCL 2% dan diinapkan selama semalam.

    Selanjutnya larutan HCL 2% dibuang dengan

    mengalirkannya secara perlahan-lahan. Kemudian

    sampel akar direndam di dalam larutan Trypan

    blue 0,05%. Larutan trypan blue dibuang dan

    diganti dengan larutan lacto glycerol untuk prosespenghilangan warna (destaining). Pengamatan

    persentase akar dilakukan dengan menggunakan

    metode panjang akar terkolonisasi (Giovannetti

    dan Mosse, 1980). Secara acak potongan akar yang

    telah diwarnai dengan panjang ± 1 cm sebanyak 5potongan akar dan disusun pada kaca preparat,

    untuk setiap tanaman sampel dibuat dua preparat

    akar. Penghitungan derajat/persentase kolonisasi

    akar dihitung dengan menggunakan rumus :

    % kolonisasi akar

    =

     

    Esktraksi Spora dan Pengamatan FMA

    Ekstraksi spora FMA dilakukan untuk

    memisahkan spora FMA dari sampel tanah

    sehingga dapat dilakukan identifikasi FMA gunamengetahui jumlah dan jenis spora FMA yang

    terdapat pada setiap petak contoh. Teknik yang

    digunakan dalam mengekstraksi spora FMA adalah

    teknik tuang saring dan dilanjutkan dengan teknik

    sentrifugasi (Brundrett et al., 1996).

    Prosedur teknik tuang saring dan sentrifugasi

    dilakukan dengan cara mengambil 50 g sampeltanah kemudian dituangkan dalam gelas piala, dan

    ditambahkan air 200 ml dan diaduk, dibiarkan 30

    menit sampai butiran tanah hancur. Menyaring

    campuran tanah sampel dengan air tersebut dalamsatu set saringan dengan ukuran 250 μm, 125 μm,

    dan 53 μm secara berurutan dari atas ke bawah.

    Partikel yang tertahan dalam saringan tersebut

    disemprot dengan air kran secara merata.

    Kemudian melepaskan saringan paling atas,

    saringan kedua kembali disemprot dengan airkran, setelah saringan kedua dilepas sejumlah

    tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah

    dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse.Kemudian menambahkan hasil saringan tadi

    dengan glukosa 60% yang diletakkan di bagian

    bawah dari larutan dengan menggunakan pipet

    tetes. Tabung sentrifuse ditutup rapat dandisentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3

    menit. Kemudian cairan supernatan yang telahdisentrifuse dituang ke dalam saringan 53 μm,

    dicuci dengan air mengalir dan dipindahkan ke

    cawan petri dan kemudian diperiksa di bawah

    mikroskop untuk penghitungan kepadatan sporadan pembuatan preparat guna identifikasi spora

    FMA yang ada.

  • 8/19/2019 10. Ahmad Shafwan

    3/5

    Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015 ISSN. 2443-1230 (cetak)

    ISSN. 2460-6804 (online)

    127

    a

    b

    Hasil dan Pembahasan

    Kolonisasi AkarDari hasil pengamatan yang teah dilakukan

    terhadap akar tanaman cabai merah terdapat

    infeksi FMA pada akar cabai merah. Hal ini

    menunjukkan bahwa akar tanaman cabai merah

    positif terinfeksi fungi mikoriza arbuskula ditandai

    dengan adanya hifa dan vesikula pada akar

    tanaman cabai merah.

    Gambar 5.1. (a) vesikula, (b) hifa

    Penghitungan persentase derajat kolonisasi akar dilihat melalui bidang pandang akar sejumlah 5

    potongan akar dan membagi bidang

    pandang menjadi 10 bidang pandang. Setiapbidang pandang yang terdapat vesikula atau hifa

    FMA diberi tanda positif dan jika yang terdapat

    keduanya diberi tanda negative.

    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan,dapat dihitung derajat kolonisasi akar pada

    tanaman cabai merah sebesar 50 %. Jika

    dikonversi ke dalam tabel kriteria persentasekolonisasi akar (setiadi et al., 1992), maka

    termasuk kedalam golongan sedang.

    Tipe Spora FMA

    Tipe dan karakteristik spora yang

    ditemukan pada tanah di sekitar perakarantanaman cabai merah mempunyai karakteristik

    warna maupun bentuk. Dijumpai dua jenis

    sporayaitu Glomus sp 1 dan Glomus sp 2

    Sifat Kimia Tanah

    Adapun sifat kimia tanah yang dilihatadalah kandungan pospor tersedia (P tersedia),

    dimana pospor jenis ini adalah pospor yang

    bebas dan tidak terikan dengan senyawa lain di

    dalam eksudat tanah. Dari hasil pengujian

    diperoleh bahwa, kandungan pospor tersedia

    pada tanah sebesar 70%/100g tanah. Hasil ini

    menunjukkan kandungan Ptersedia pada tanahtermasuk kedalam kategori sangat tinggi

    (Lembaga Pusat Penilaian Tanah Bogor).

    Pembahasan

    Spora merupakan struktur FMA yangmemiliki daya tahan tinggi terhadap kondisi

    lingkungan yang marginal dan pada kondisi

    tertentu mewakili propagul infektif FMA di

    lapangan yaitu pada kondisi setelah periodeyang lama tanpa vegetasi atau setelah musim

    kemarau yang panjang. Jumlah jenis spora yang

    dijumpai pada daerah rhizosfer tanaman cabaimerah hanya 2 jenis. Hal ini menunjukkan

    bahwa spora tidak berkembang di kondisi

    rhizosfer tanaman cabai merah dikarenakan

    kandungan Ptersedia yang tinggi.

    Tingginya kandungan P-tersedia pada

    tanah menyebabkan kolonisasi FMA pada akartanaman rendah, pada dasarnya FMA

    diperlukan tanaman untuk menyerap P yang

    masih terikat dengan unsure lain menjadi P-

    tersedia bagi tanaman. Tingginya P-tersediapada tanah dimungkinkan karena jumlah pospor

    tinggi atau adanya pemupukan. Akibatnya

    adalah, FMA tidak optimal tumbuh dikarenakanperanannya yang tidak begitu penting.

    Ketersediaan P yang tinggi.

    Pada ketersediaan hara yang rendah atau

    tanah yang tidak subur, hifa dapat menyerap

    hara dari tanah yang tidak dapat diserap oleh

    akar sehingga pengaruh FMA terhadap serapan

    hara tinggi. Tetapi pada kondisi tanah yangsubur dengan kandungan P yang cukup tinggi

    dalam tanah, akar tanaman berperan sebagai

    organ penyerap hara sehingga tanaman

  • 8/19/2019 10. Ahmad Shafwan

    4/5

    Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015 ISSN. 2443-1230 (cetak)

    ISSN. 2460-6804 (online)

    128

    mengakumulasi P dalam jumlah yang tinggi.Keadaan ini membuat FMA tetap mendapatkan

    hasil fotosintat dari tanaman untuk hidup,

    sehingga terjadi penolakan respon terhadap

    kolonisasi yang mempengaruhi metabolisme

    tanaman. Hal ini menyebabkan kandungan Pyang sangat tinggi akan menjadi pembatas

    pertumbuhan tanaman (Smith dan Read, 2002).Adanya infeksi FMA pada akar tanaman

    dapat ditandai dengan dijumpai hifa eksternal,

    vesikula dan arbuskula. Akan tetapi biasanya

    yang paling sering dijumpai adalah hifa dan

    vesikula. Fungsi utama hifa eksternal adalah

    untuk menyerap unsur hara terutama fosfordari dalam tanah. Hifa FMA mengandung enzim

    fosfatase yang mampu memutuskan ikatan-

    ikatan kovalen Al3+, Fe3+, Ca2+, dan liat dengan

    P, sehingga unsur P dapat tersedia bagi

    tanaman. Unsur P yang tersedia bagi tanaman

    lalu diserap oleh hifa eksternal pada akar,

    kemudian disalurkan ke dalam hifa internalyang dipertukarkan dengan sel akar melalui

    arbuskul. Di dalam arbuskular, senyawa

    polifosfat dipecah menjadi fosfat organik yang

    kemudian dilepas ke seluruh sel tanaman inang.

    Pada akar kemudian unsur tersebut disalurkan

    ke xilem untuk diangkut ke daun dan bagian

    tanaman yang lainnya.Kandungan fosfor yang tersedia tinggi

    dalam tanah akan menghambat pertumbuhan

    FMA, karena akar tanaman mampu menyeraphara fosfor yang terdapat disekitarnya tanpa

    bantuan lagi dari FMA. Fungi Mikoriza

    Arbuskular (FMA) yang telah menginfeksi akartanaman menjadi tidak berfungsi dalam proses

    penyerapan unsur hara yang menyebabkan FMA

    tidak berkembang, sehingga FMA dapat menjadi

    parasit bagi tanaman karena FMA ikut

    memanfaatkan fotosintat dari tanaman tanpa

    perlu membantu tanaman dalam proses

    penyerapan unsur hara.Kepadatan spora dapat dilihat dari jenis

    yang dijumpai hanya 2 jenis dengan jumlah

    sebanyak 10/50g tanah sampel. Sieverding(1991) mengemukakan bahwa kepadatan spora

    dan biomasa miselium FMA di dalam tanah

    berhubungan dengan aktifitas fotosintesistanaman inang. Kepadatang yang rendah dapat

    disebabkan oleh kandungan Ptersedia yang

    tinggi pada tanah sehingga kerja FMA tidak

    maksimal. Kolonisasi FMA seringkali terhambat

    dengan pemberian P dalam bentuk tersedia

    dalam jumlah yang banyak (Powell & Bagyaraj

    1984; Baon 1994). Lebih lanjut, jumlah N dan Psecara langsung akan mempengaruhi kolonisasi

    akar oleh FMA yang pada akhirnya akan

    mempengaruhi produksi spora FMA.

    Kesimpulan

    Besarnya persentase kolonisasi FMA pada akar

    tanaman serta jumlah spora pada rhizosfer

    suatu tanaman dipengaruhi oleh kandungan P-

    tersedia pada tanah tersebut. Semakin tinggi P-tersedia pada tanah maka persentase kolonisasi

    akar serta jumlah spora akan semakinberkurang.

    Ucapan Terima Kasih

    Terimakasih saya ucapkan kepada Universitas

    Negeri Medan melalui Lembaga Penelitian

    Unimed yang telah memberikan dana penelitianini.

    Daftar Pustaka

    Abbot, L.K. dan Robson, A.D., 1984. The Effect of

    Mycorrhizae on Plant Growth. CRC

    Press, Inc. Boca Raton. Florida.

    Aldeman, J. M., and J. B. Morton. 2006. Infectivityof Vesicular Arbuscular Mychorrizal

    Fungi Influence Host Soil Diluent

    Combination on MPN Estimates and

    Percentage Colonization. Soil Biolchen

    Journal. 8(1) : 77-83.

    Baon, JB. 1994. Growth of mycorrhizal coca on

    red-yellow podzolic soil. PelitaPerkebunan 9: 148-154.

    Brundreet, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grave dan

    N. Malajezuk. 1996. Working withMycorrizha in Forestry dan Agriculture.

    Australia Centre for International

    Agricultural Research (ACIAR),Canberra.

    Gadkar. H dan Vijay. H.2001.  Arbuscular

    Mycorrhizal Fungal Colonization.

    Factors Involved in Host Recognition.

    Plant Physiology. 127:1439-1499.

    Gonzalez-Guerrero, M. et al. 2005.

    Characterization of a Glomusintraradices gene encoding a putative

     Zn transporter of the cation diffusion

     facilitator family. Fungal Genet. Biol.42, 130–140

    Hasbi, R. 2004. Studi Diversitas Cendawan

    Mikoriza Arbuskula (CMA) PadaBerbagai Tanaman Budidaya Di Lahan

    Gambut Pontianak . Jurna Agrosains.

    Vol 2. 1:46-50.

    Hayman. D. 1982. Influence of Soils and Fertility

    on Activity and Survival Vesicular

     Arbuscular Mycorrhiza Fungi.

    Phytopathology. 72:1119-1126.INVAM. 2012. International Culture Collection of

    (Vesicular) Arbuscular Mycorrhizal

    Fungi.

  • 8/19/2019 10. Ahmad Shafwan

    5/5

    Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015 ISSN. 2443-1230 (cetak)

    ISSN. 2460-6804 (online)

    129

    http://inFMA.caf.wvu.edu/Myco-info/Taxonomy/Classification.htm.

    Mansur I, Setiadi Y dan Primaturi R. 2002. Status

    of Research on Mycorrhizas Arbuscula

     Associated with tropical Tree Species.

    Peper presented at the FourthInternational Wood Science

    Symposium (4th IWSS) LIPI-JSPS CoreUniversity Program in The Field of

    Wood Science. 2-3 September 2002.

    Research centre for Physicc Indonesian

    Institute of Science, Serpong,

    Tangerang. Indonesia.

    Moreira, M. Dilmar B, dan Tsai M. 2007.Biodiversity and Distribution of

     Arbuscular Mycorrhizal Fungi in

    Araucaria angustifolia Forest. Journal

    Agriculture 64(4):393-399.

    Mosse, B. 1973. Plant Growth Responses to

    Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae. IV. In

    Soil Given Additional Phosphate. NewPhytologist 72:127-136.

    ------------. 1973.  Advance in The Study of

    Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza.

    Annual Reviews of Phytopathology.

    11:171-196.

    Pulungan, A.S.S. 2013. Infeksi Fungi Mikoriza

     Arbuskula Pada Akar Tanaman Tebu

    (Saccharum officinarum L).  JurnalBiosains Unimed. Vol. 1 (1): 43-46

    Read. 1991. Root Colonization Pattern of G.

    epigeum in 9 host species. Mycologia

    79.825-829.

    Santosa, D. D. 1989. Teknik dan MetodePenelitian Mikoriza Vesikular-

     Arbuskular. Laboratorium BiologiTanah Jurusan Tanah Fakultas

    Pertanian Institut Pertanian Bogor.

    Bogor

    Selvaraj, T dan Chellappan, P. 2006.  Arbuscular

    Mycorrhizae: A Diverse Personality.

    Journal Central Europian Agriculture.Vol. 7. 349-358.

    Setiadi, Y., 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula

    dalam Reboisasi Lahan Kritis di

    Indonesia. Makalah Seminar

    Penggunaan Fungi mikoriza arbuskula

    dalam Sistem Pertanian Organik dan

    Rehabilitasi Lahan Kritis. 21-23 April2001. Bandung.

    Smith, S.E., and Read, D.J. Mycorrhizal

    symbiosis.3rd Edn, Academic press,

    London, 2008.