10. bab i pendahuluan

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorogic Fever (DHF), sejak ditemukan pada tahun 1635 di Kepulauan Karibia sampai sekarang merupakan penyebab kematian terutama pada anak, remaja dan dewasa. DBD atau DHF sering terjadi didaerah tropis, dan muncul pada musim penghujan, Indonesia sebagai negara tropis tidak pernah terlepas dari serangan DBD. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini menjadi momok yang mengerikan. Dalam waktu yang relatif singkat DBD dapat menelan banyak korban (Kristina, 2004). Penyakit DBD di Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun 1954 dan Bangkok tahun 1958 (Soegijanto S. Sustini F, 2004) dan dilaporkan menjadi epidemi di Hanoi tahun 1958, Malaysia tahun 1

Upload: -aghfa-light-u-

Post on 26-Jun-2015

284 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorogic Fever (DHF),

sejak ditemukan pada tahun 1635 di Kepulauan Karibia sampai sekarang

merupakan penyebab kematian terutama pada anak, remaja dan dewasa. DBD

atau DHF sering terjadi didaerah tropis, dan muncul pada musim penghujan,

Indonesia sebagai negara tropis tidak pernah terlepas dari serangan DBD.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini menjadi momok yang

mengerikan. Dalam waktu yang relatif singkat DBD dapat menelan banyak

korban (Kristina, 2004).

Penyakit DBD di Asia Tenggara ditemukan pertama kali di Manila tahun

1954 dan Bangkok tahun 1958 (Soegijanto S. Sustini F, 2004) dan dilaporkan

menjadi epidemi di Hanoi tahun 1958, Malaysia tahun 1962-1964, Saigon tahun

1965, dan Calcutta tahun 1963 (Soedarmo, 2002). Kenyataan saat ini virus

dengue menempatai urutan kedelapan sebagai penyebab kesakitan di negara-

negara kawasan Asia Tenggara (Halstead, 1980)

DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968

(Pratana dkk, 1970), tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh tahun 1970. Di

Jakarta laporan pertama diajukan oleh Kho dkk tahun 1969. Kemudian DBD

1

berturut-turut dilaporkan di Jakarta tahun 1972 (Palenkahu dkk, 1972), Bandung

(Abdul Rivai dkk, 1972) dan Yogyakarta (Ismangun dkk, 1972). Dari tahun

1968 sampai tahun 1972 wabah hanya dilaporkan di Pulau Jawa. Epidemi

pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan

Lampung, disusul pada tahun 1973 oleh epidemi di Riau, Sulawesi Utara, dan

Bali (Departemen Kesehatan, 1981)

DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 1997

dan telah terjangkit di daerah pedesaan (Suroso T, 1999). Angka kesakitan rata-

rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 persen (1968) menjadi 8,14

persen (1983), dan mencapai angka tertinggi tahun 1998 yaitu 35,19 persen per

100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang (Soegijanto

S., 2004). Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok

umur baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun

perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di

perkampungan maupun di perumahan elit, semuanya bisa terkena Demam

Berdarah (Huda AH, 2004).

Di Indonesia kasus DBD setiap tahun melanda negara kita. Penyakit ini

tiap tahun telah membawa banyak korban jiwa, bahkan jumlah kasus serta

korban jiwa meningkat tiap tahunnya. Jumlah kasus demam berdarah sepanjang

tahun 1999 sebanyak 21.134 orang, tahun 2000 sebanyak 33.443 orang, tahun

2001 sebanyak 45.904 orang, tahun 2002 sebanyak 40.377 orang, tahun 2003

sebanyak 50.131 orang, tahun 2004 sebanyak 74.015 orang, tahun 2005 2

sebanyak 95.006 orang, tahun 2006 sebanyak 113.640 orang dan januari tahun

2007 sebanyak 9001 orang. ( Nadesul H, 2007).

Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai

kalangan. Kementrian Kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam

mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas

nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi di perluas dengan

menggunakan Larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit

dibersihkan. Akan tetapi kedua metode ini sampai sekarang belum

memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Peningkatan jumlah kasus serta angka kematian, ada yang mensinyalir

kalau virus dengue yang mewabah sekarang adalah virus baru. Kemungkinan

ini tidak tertutup karena dengue adalah virus RNA (virus yang menggunakan

RNA sebagai genomnya) yang bermutasi jauh lebih cepat dibandingkan dengan

virus DNA. Begitu kemungkinan rekombinasi (penyilangan gen) juga tidak bisa

dikesampingkan. Beberapa penelitian juga telah membuktikan terjadinya

rekombinasi pada virus dengue. Kedua mutasi dan rekombinasi ini akan

melahirkan virus berawajah baru dengan sifat dan karakter yang baru (Siswono,

2004)

Menurut World Health Organization (WHO) gejala umum dari DBD

adalah di awali dengan demam tingi yang mendadak 2-7 hari (38o C sampai 40o

C), manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif, perdarahan

mukosa, epitaksis, melena, hepatomegali, tekanan darah menurun menjadi 20 3

mmHg, tekanan sistolik 80 mmHg. Pada hari ke-3 sampai ke-7 trombosit

menurun sampai 100.000/mm3, sedangkan hematokrit nilainya meningkat.

Gejala klinik lainnya yang dapat menyertai adalah anoreksia, lemah, mual,

muntah, sakit perut, kejang, diare, sakit kepala dan disertai rasa sakit pada otot

dan persendian. (Demam Berdarah Dengue, WHO. 1999)

Larva nyamuk Aedes aegypti di temukan pada semua tempat penyimpanan

air bersih yang tenang yang merupakan tempat berkembang biak nyamuk Aedes

aegypti misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air hujan, bak kamar

mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan, vas bunga

berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan

berkembang biak pada kontainer yang ada dalam rumah. Perkembangan hidup

nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-

12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai

3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara

sekelilingnya (Biswas, 1997).

Lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya perkembangbiakan nyamuk

aides agypti. Faktor lingkungan yang berperan terhadap timbulnya penyakit

DBD diantaranya lingkungan pekarangan yang tidak bersih, seperti bak mandi

yang jarang dikuras, pot bunga, genangan air di berbagai tempat, ban bekas,

batok kelapa, potongan bambu, drum, kaleng-kaleng bekas serta botol-botol

yang dapat menampung air dalam jangka waktu yang lama, Depkes (2004).

Dari pernyataan tersebut pengetahuan masyarakat untuk menjaga kebersihan 4

lingkungan sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit DBD dan juga

didukung oleh prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk melestarikan

lingkungan tempat tinggalnya (Rini Hermiyati, 2009).

Kasus DBD yang banyak menelan korban jiwa perlu perhatian yang

khusus baik dari pemerintah, tim kesehatan dan partisipasi masyarakat untuk

mencegah terjadinya penyakit DBD. Pencegahan dapat kita lakukan melalui

pendidikan kesehatan karena banyaknya jumlah penderita DBD saat ini

disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran warga tentang hidup bersih.

Akibatnya, nyamuk aides agypty yang menjadi sumber penyakit DBD tumbuh

dan berkembang biak dengan sempurna (Rini Hermiyati, 2009). Selain itu

pencegahan dapat dilakukan melalui fogging, prilaku 3M Plus dan pemberian

Larvasida serta penelitian ilmiah agar penyakit DBD yang relatif terus

meningkat setiap tahun dapat didiagnosis dan dikelola secara tepat sehingga

angka kematian dapat ditekan serendah-rendahnya (Sumarmo, 2005)

Apabila pencegahan penyakit DBD tidak dilakukan akan berdampak bagi

warga, teman dan anggota keluarga kita yang berkemungkinan besar bisa

mengalami penyakit DBD dan bisa membawa kematian. Namun pencegahan

dan pemberantasan yang dilakukan belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru

angka kejadian penyakit DBD masih tergolong tinggi. Data angka kejadian

penyakit DBD dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

5

Tabel 1.1

Data Kejadian Penyakit Demam Berdarah di Kota Pekanbaru Tahun 2009

NO. KECAMATAN JUMLAH KASUS

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12

Sukajadi

Senapelan

Pekanbaru Kota

Rumbai Pesisir

Rumbai

Lima Puluh

Sail

Bukit Raya

Marpoyan Damai

Tenayan Raya

Tampan

Payung Sekaki

29 orang

19 orang

12 orang

15 orang

26 orang

20 orang

16 orang

37 orang

52 orang

16 orang

51 orang

73 orang

Jumlah 366 Orang

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2009

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat kota Pekanbaru memiliki 12

kecamatan yang endemis dan angka kejadian penyakit DBD yang paling

tertinggi yaitu di kecamatan Payung Sekaki sebanyak 73 orang selama tahun

6

2009. Kejadian ini meningkat dari tahun 2008 yang angka kejadian DBD

sebanyak 38 orang.

Berdasarkan hasil survei awal lingkungan di wilayah kecamatan payung

sekaki masih terdapat faktor yang dapat menimbulkan perkembangbiakan

nyamuk aedes aegypti seperti perkarangan yang kurang bersih, barang-barang

bekas yang dapat menampung air, dan keadaan tanah gambut yang bisa

mengakibatkan air menjadi tergenang.

Untuk mengantisipasi makin merebaknya penyakit DBD pihak lintas

sektoral, puskesmas dan warga setempat telah melukakn upaya pencegahan dan

pemberantasan terjadinya penyakit DBD yaitu dengan cara melakukan

pengasapan (fogging), penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan untuk mengantisipasi penyebaran DBD. Selain itu warga setempat

juga telah melakukan gotong royong untuk membersihkan lingkungan namun

upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan fakta

di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:

“Gambaran Penyebab Tingginya Angka Kejadian Penyakit Demam

Berdarah Dengue di RW 05 Kelurahan Labuh Baru Barat Wilayah Kerja

Puskesmas Payung Sekaki Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan

masalah penelitian yaitu “Gambaran apa saja yang menyebabkan tingginya

7

angka kejadian penyakit DBD di RW 05 Kelurahan Labuh Baru Barat

wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki Kecamatan Payung Sekaki?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran yang menyebabkan tingginya angka

kejadian penyakit demam berdarah di RW 05 Kelurahan Labuh Baru Barat

wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki Kecamatan Payung Sekaki Tahun

2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diperolehnya gambaran pengetahuan yang menjadi salah satu

penyebab tingginya angka kejadian penyakit demam berdarah di RW

05 Kelurahan Labuh Baru Barat wilayah kerja Puskesmas Payung

Sekaki Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2010.

b. Diperolehnya gambaran perilaku yang menjadi salah satu penyebab

tingginya angka kejadian penyakit demam berdarah di RW 05

Kelurahan Labuh Baru Barat wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki

Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2010.

c. Diperolehnya gambaran lingkungan yang menjadi salah satu penyebab

tingginya angka kejadian penyakit demam berdarah di RW 05

Kelurahan Labuh Baru Barat wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki

Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2010.

8

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas

Sebagai masukan dan tambahan informasi tentang faktor-faktor yang

menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit DBD.

1.4.2 Bagi Pendidikan

Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang faktor-faktor yang

menyebabkan angka kejadian penyakit DBD

1.4.3 Bagi Penulis

Memberikan pengalaman dan pengatahuan bagi peneliti mengenai

faktor-faktor yang meningkatkan angka kejadian penyakit DBD di RW

05 Kelurahan Labuh Baru Barat wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki

Kecamatan Payung Sekaki Tahun 2010.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Menambah wawasan dan menumbuhkan kesadaran untuk

berpartispasi dalam pencegahan penyebaran penyakit DBD.

1.5 Ruang Lingkup

Berhubung dengan keterbatasan waktu dan biaya dalam penelitian ini

penulis membatasi penilitian hanya pada gambaran yang menyebabkan

tingginya angka kejadian penyakit DBD di RW 05 Kelurahan Labuh Baru

9

Barat wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki Kecamatan Payung Sekaki

Tahun 2010.

10