106922287 modul penyakit pada tulang belakang dan sumsum tulang belakang
DESCRIPTION
penyakit tulangTRANSCRIPT
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Definisi
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah Penyakit degenerasi motor neuron, yang terletak pada
cornu anterior medulla spinalis dan kortikal
Epidemiologi
• 1-2 per 100.000 penduduk menderita ALS tiap tahunnya
• Mengenai semua ras dan etnis
• Bisa terjadi pada semua usia, puncak : usia 40-60 tahun
• Laki2 : wanita = 3 : 2
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab pasti belum diketahui, diduga :
1. Herediter
2. Neurotoksin
3. Trauma
4. Autoimun
5. Infeksi virus
6. Proses penuaan dini
7. Gangguan metabolisme
Gejala-gejala ALS
Disfungsi UMN
- Kontraktur
- Disartria
- Disfagia
- Dispneu
- siallorhea
- Spastisitas.
- Reflek tendon yang cepat atau menyebar abnormal.
- Adanya reflek patologis.
- Hilangnya ketangkasan dengan kekuatan normal
Disfungsi LMN
- Kelemahan otot
- Fasikulasi.
- Atrofi.
- Kram otot
- Hiporefleks
- flasid
- Foot drop
- Kesulitan bernafas.
Gejala emosional
- Tertawa dan menangis involunter
- Depresi
Diagnosis ALS (El Escorial Federasi Dunia Neurology Kriteria Untuk Diagnosis ALS)
• Tanda-tanda degenerasi lower motor neuron (LMN)
• Tanda-tanda degenerasi upper motor neuron (UMN)
• Tanda-tanda penyebaran yang progresif dalam wilayah atau ke daerah lain, bersama-sama
dengan tidak adanya
• Bukti elektrofisiologi proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda
LMN dan / atau degenerasi UMN
• Neuroimaging bukti proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda-tanda
klinis dan tanda elektrofisiologi
Diagnosis Banding
• Penyakit Motor Neuron Lainnya
• Tumor medulla spinalis
• Syringomyelia
• Spondilitis servikalis
• Neuropati motorik
• Miopati hipertiroidi
• Spinal muscular atrophy
• Multiple entrapment neuropathies
• Multiple sclerosis
• Penyakit vaskular multifokal
• Sindroma post poliomielitis
Penatalaksanaan
• Medikamentosa
• Fisioterapi
• Terapi bicara
• Alat bantu pernapasan
Komplikasi
• Aspirasi cairan atau makanan
• Ketidakmampuan merawat diri sendiri
• Respiratory distress syndrome
• Pneumonia
Prognosis
• Pseudobulbar palsy yang cepat berkembang prognosis jelek
• Infeksi saluran nafas, pneumonia, aspirasi, atau asfiksia kematian
• 15 sampai 20 % penderita dapat bertahan hidup sampai ±5 tahun sejak onset
• ± 25 % penderita dapat bertahan hingga lebih dari 5 tahun setelah diagnosis ditegakkan
Complete spinal transection
Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan menjadi dua tipe:
a. Cedera medulla spinalis komplit
semua fungsi atau sensasi di bawah level cedera menghilang
b. Cedera medulla spinalis inkomplit
Masih terdapat sebagian fungsi atau sensasi dibawah level cedera primer.
Gejala klinis
1. Hilangnya semua sensasi di bawah level lesi
2. Hilangnya fungsi motorik/gerakan volunter di bawah level lesi
3. Tonus otot dan refleks mula-mula menghilang kemudian timbul kembali dan menjadi spastik
Segera setelah cedera terjadi periode spinal shock, selama beberapa hari sampai beberapa minggu.
Selama periode ini semua refleks visceral dan somatik menghilang. Setelah periode ini berlalu,
refleks timbul kembali dan otot menjadi spastik dengan refleks tendon yang meningkat.
Gejala menurut level lesi
- Lesi setinggi S2 : inkontinensia urin et alvi
- Lesi setinggi T2 : gangguan pada mekanisme termoregulasi simpatis dan somatis
- Lesi setinggi / di bawah T1 : paraplegia
- Lesi setinggi C5 : kuadriplegia
- Lesi di atas C5 : biasanya berakibat kematian karena kelumpuhan otot-otot pernafasan
Klasifikasi
Klasifikasi menurut The American Spinal Cord Injury Association - ASIA Impairment Scale A - Complete Tidak ada fungsi sensorik maupun mottorik di bawah segmen sakral terbawah (S4-S5) B - Incomplete Terdapat fungsi sensorik di bawah level neurologis dan S4-S5, tidak ada fungsi motorik di bawah level neurologis C - Incomplete Masih ada fungsi motorik di bawah level neurologis dan sebagaian besar kelompok otot utama di bawah level neurologis kekuatannya di bawah 3. D - Incomplete Masih ada fungsi motorik di bawah level neurologis dan sebagaian besar kelompok otot utama di bawah level neurologis kekuatannya 3.
E - Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
Diagnostik
- Gejala klinis
- Riwayat trauma
- X-foto
- CT Scan
- MRI
Terapi
- Imobilisasi
- Metilprednisolon 30 mg/kgBB dilanjutkan 5,4mg/kgBB/jam selama 23 jam berikutnya,
diberikan dalam 6 jam setelah onset
- Pembedahan untuk koreksi alignment tulang
Prognosis
- Penyembuhan dalam 6 bulan
- Pada tetraplegia inkomplit, 46% dapat berjalan setelah 1 tahun
- Pada paraplegia inkomplit, 76% dapat berjalan setelah 1 tahun
- Bila cedera komplit, <5% yang dapat pulih kembali, dan sebagian besar tidak dapat membaik
sama sekali
Sindroma kauda equina
Definisi
Sindrom cauda equina disebabkan oleh hilangnya fungsi 2 atau lebih akar saraf yang membentuk
cauda equina. Ia didefinisikan sebagai kompleks gejala yang meliputi low back pain, siatika unilateral
atau yang lebih khas bilateral, gangguan sensoris “saddle”, dan kehilangan sensasi motorik dan
sensori ekstremitas bawah yang bervariasi, bersama-sama dengan gangguan kandung kencing, usus
dan disfungsi ereksi.
Patofisiologi
Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun pada canalis spinalis yang menekan
akar saraf di bawah level medula spinalis. Beberapa penyebab sindrom cauda equina telah
dilaporkan, meliputi cedera traumatik, herniasi diskus, stenosis spinalis, neoplasma spinal,
schwannoma, ependimoma, kondisi peradangan, kondisi infeksi, dan penyebab iatrogenik.
Trauma
Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat menyebabkan
kompresi cauda equina.
Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda equina.
Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan munculnya sindrom
cauda equina.
Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan menyebabkan sindrom
cauda equina.
Herniasi diskus
Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus lumbalis dilaporkan
bervariasi dari 1-15%.
Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5 atau L5-S1.
Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom cauda equina terjadi
pada pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan 30% berkembang menjadi sindrom
cauda equina sebagai gejala pertama herniasi diskus lumbalis.
Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom cauda equina
akibat herniasi diskus.
Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi diskus melibatkan
partikel besar dari materi diskus yang rusak, mengganggu setidaknya sepertiga diameter
canalis spinalis.
Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang menetap lebih
mungkin untuk mengalami sindrom cauda equina yang disebabkan bahkan oleh herniasi
diskus yang ringan dapat secara drastis membatasi ruang yang tersedia untuk akar saraf.
Kasus herniasi diskus transdural yang jarang telah dilaporkan menyebabkan sindrom cauda
equina.
Stenosis spinalis
Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh abnormalitas dalam proses
perkembangan atau degeneratif.
Kasus spondilolistesis dan Paget’s diseaseyang berat dapat menyebabkan sindrom cauda
equina.
Neoplasma
Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,
biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).
Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,
biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).
60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang disebabkan neoplasma spinal mengalami
nyeri berat yang dini.
Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh keterlibatan
ventral root.
Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks.
Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum ditemukan.
Schwannoma
Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural identik dengan
sinsisium sel Schwann.
Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau simpatis.
Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi MRI adalah kriteria standar.
Schwannoma bersifat isointense pada image T1, hyperintense pada image T2, dan enhanced
dengan kontras gadolinium.
Ependimoma
Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif undifferentiated.
Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung tersusun secara
radial di sekitar pembuluh darah.
Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35 tahun.
Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan kadar
protein pada cairan serebrospinalis.
Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom
cauda equina. Lesi tampak isointense pada T1-weighted image, hypointense pada T2-
weighted image, dan enhanced dengan kontras gadolinium.
Kondisi peradangan
Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama, misalnya Paget’s disease
dan spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena stenosis
ataupun fraktur spinal.
Kondisi infeksi
Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas akar saraf dan
medula spinalis.
MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan ke satu sisi sacus
duralis.
Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan motorik yang
berkembang sangat cepat.
Penyebab iatrogenik
Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan menyebabkan kasus sindrom cauda
equina, misalnya pedicle screw dan laminar hook yang salah tempat.
Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab sindrom cauda
equina.
Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft merupakan
penyebab yang juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom cauda equina meskipun jarang.
Beberapa kasus melibatkan penggunaan lidokain hiperbarik 5%. Rekomendasi yang ada
menyebutkan bahwa lidokain hiperbarik tidak dimasukkan dengan konsentrasi yang lebih
dari 2%, dengan dosis total tidak melebihi 60 mg.
GEJALA KLINIS
Gejala sindrom cauda equina meliputi:
Low back pain
Siatika unilateral atau bilateral
Hipoestesi atau anestesi saddle atau perineal
Gangguan buang air besar dan buang air kecil
Kelemahan motorik ekstremitas bawah dan defisit sensorik
Berkurang atau hilangnya refleks ekstremitas bawah
Low back pain dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular.
Nyeri lokal secara umum merupakan nyeri dalam akibat iritasi jaringan lunak dan corpus
vertebra.
Nyeri radikular secara umum adalah nyeri yang tajam dan seperti ditusuk-tusuk akibat
kompresi radiks dorsalis. Nyeri radikular berproyeksi dengan distribusi sesuai dermatom.
Manifestasi buang air kecil pada sindrom cauda equina meliputi:
Retensi
Sulitnya memulai miksi
Berkurangnya sensasi urethra
Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan retensi urin dan kemudian diikuti
oleh inkontinensia urin overflow.
Gangguan buang air besar dapat meliputi:
Inkontinensia
Konstipasi
Hilangnya tonus dan sensasi anus
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan fisik dari cauda equina sindrom meliputi :
Inspeksi : mencari beberapa manifestasi eksternal dari nyeri, seperti : sikap tubuh yang
abnormal, pemeriksaan sikap tubuh dan gaya berjalan untuk mengetahui kemungkinan dari
defek dan adanya kelainan pada tulang belakang
Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan
Kekuatan tonus dan otot ekstremitas bawah
Sensoris ekstremitas bawah
Colok dubur
Nyeri dan defisit dengan keterlibatan akar saraf ditunjukkan dalam tabel berikut:
Akar saraf Nyeri Defisit sensorik Defisit motorik Defisit refleks
L2 Paha bagian
anterior medial
Paha bagian atas Kelemahan slight
quadricep; fleksi
panggul; aduksi
paha
Suprapatella
yang sedikit
menurun
L3 Paha anterior
lateral
Paha bagian
bawah
Kelemahan
quadricep;
ekstensi lutut;
aduksi paha
Patella atau
suprapatella
L4 Paha
posterolateral;
tibia anterior
Kaki bagian
bawah sebelah
medial
Ekstensi lutut dan
pedis
Patella
L5 Dorsum pedis Dorsum pedis Dorsofleksi pedis
dan ibu jari kaki
Harmstring
S1-2 Pedis bagian
lateral
Pedis bagian
lateral
Plantar fleksi
pedis dan ibu jari
kaki
Achilles
S3-5 Perineum Saddle Sfingter Bulbocavernosus;
anus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain riwayat lengkap,pemeriksaan fisik, evaluasi neurologis dan alnalisis laboratorium dasar,
diagnostik workup untuk cauda equina dapat dilihat secara radiologis.
Radiografi
Foto polos harus dilakukan untuk menemukan perubahan destruktif, penyempitan ruang
diskus atau hilangnya alignment spinal.
Myelografi Lumbal
Myelografi tidak lagi dilakuakan secara rutin karena tersedianya MRI. Myelografi dipilih
pada keadaan tertentu dimana MRI menjadi kontraindikasi (misalnya pasien dengan pacemaker
jantung). Obstruksi aliran kontras pada area kompresi membantu untuk mengkonfirmasi level
kondisi patologis yang dicurigai.
CT-scan dengan atau tanpa kontras
CT-scan sering lebih mudah didapatkan daripada myelografi lumbal. CT-scan memberi detail
tambahan tentang densitas dan integritas tulang yang membantu dalam rencana terapi,
khususnya pada kasus tulang belakang dan mana instrumen untuk stabilisasi dibutuhkan setelah
agen yang mengganggu dihilangkan dari regio cauda equina. CT-scan yang dilakukan setelah
myelografi dapat menunjukkan blok kontras dan memperjelas kondisi patologis lebih baik dari
yang ditunjukkan denagn CT-scan.
MRI
MRI adalah modalitas yang paling membantu untuk diagnosis kelainan medulla spinalis dan
umumnya menjadi tes yang dipilih untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom cauda
equina.
Radionuclide scanning
Ini merupakan modalitas yang membantu saat berhadapan dengan osteomyelitis dan infeksi
tulang belakang pada kondisi sindrom cauda equina.
Positron emission tomography scan
Positron emission tomography (PET) dalam hubungannya dengan CT-scan dikatakan sebagai
modalitas yang berguna pada penderta sindrom cauda equina dan keganasan pada tulang
belakang.
TERAPI
Terapi Konservatif :
Iskemia akar saraf bertanggung jawab sebagian terhadap nyeri dan berkurangnya kekuatan motorik
yang berhubungan dengan sindrom cauda equina. Hasilnya, terapi vasodilatasi dapat membantu
pada beberapa pasien. Mean arterial blood pressure (MABP) harus dipertahankan di atas 90 mmHg
untuk memaksimalkan aliran darah ke medula spinalis dan akar saraf.
Terapi dengan lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan efektif dalam
meningkatkan aliran darah ke regio cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan kelemahan
motorik. Pilihan terapi ini harus dilakukan untuk pasien dengan stenosis spinal sedang dengan
neurogenic claudication. Tidak ada keuntungan yang telah dilaporkan pada pasien dengan gejala
yang lebih berat atau pasien dengan gejala radikular.
Pilihan terapi medis lain berguna pada pasien-pasien tertentu, tergantung penyebab yang
mendasari sindrom cauda equina. Obat anti inflamasi dan steroid dapat efektif pada pasien dengan
proses inflamasi, termasuk spondilitis ankilosa.
Pasien dengan sindrom cauda equina akibat penyebab infeksius harus mendapat terapi
antibiotik yang sesuai. Pasien dengan neoplasma spinal harus dievaluasi untuk kecocokan terhadap
terapi kemoterapi dan radioterapi.
Terapi Pembedahan
Pada banyak kasus sindrom cauda equina, dekompresi emergensi pada canalis spinalis merupakan
pilihan terapi yang sesuai. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan pada saraf di cauda equina
dengan menghilangkan agen yang mengkompresi dan memperluas ruang canalis spinalis. Sindrom
cauda equina telah dipikirkan sebagai emergensi bedah dengan dekompresi bedah yang diperlukan
dalam 48 jam setelah onset gejala.
Untuk pasien di mana herniasi diskus merupakan penyebab sindrom cauda equina,
direkomendasikan laminotomi atau laminektomi untuk memungkinkan dekompresi canalis spinalis.
Kemudian, tindakan ini diikuti dengan retraksi dan discectomy.
Neurogenic bladder
PENDAHULUAN
Fungsi kandung kencing normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi
dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari
lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari gangguan
kandung kencing dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Struktur otot detrusor dan sfingter
Susunan sebagian besar otot polos kandung kencing sedemikian rupa sehingga bila berkontraksi
akan menyebabkan pengosongan kandung kencing. Pengaturan serabut detrusor pada daerah leher
kandung kencing berbeda pada kedua jenis kelamin, pria mempunyai distribusi yang sirkuler dan
serabut-serabut tersebut membentuk suatu sfingter leher kandung kencing yang efektif untuk
mencegah terjadinya ejakulasi retrograd sfingter interna yang ekivalen. Sfingter uretra
(rhabdosfingter) terdiri dari serabut otot luruk berbentuk sirkuler. Pada pria, rhabdosfingter terletak
tepat di distal dari prostat sementara pada wanita mengelilingi hampir seluruh uretra.
Rhabdosfingter secara anatomis berbeda dari otot-otot yang membentuk dasar pelvis.
Pemeriksaann EMG otot ini menunjukkan suatu discharge tonik konstan yang akan menurun bila
terjadi relaksasi sfingter pada awal proses miksi
B. Persarafan dari kandung kencing dan sfingter
1. Persarafan parasimpatis (N.pelvikus)
Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari neuron preganglion parasimpatis
dengan badan sel terletak pada kolumna intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4. Neuron
preganglionik keluar dari medula spinalis bersama radiks spinal anterior dan mengirim akson melalui
N.pelvikus ke pleksus parasimpatis pelvis. Ini merupakan suatu jaringanhalus yang menutupi
kandung kencing dan rektum. Serabut postganglionik pendek berjalan dari pleksus untuk
menginervasi organ-organ pelvis. Tak terdapat perbedaan khusus postjunctional antara serabut
postganglionik danotot polos dari detrusor. Sebaliknya, serabut postganglionik mempunyai jaringan
difus sepanjang serabutnya yang mengandung vesikel dimana asetilkolin dilepaskan. Meskipun pada
beberapa spesies transmiter nonkolinergik nonadrenergik juga ditemukan, keberadaannya pada
manusia diragukan
2. Persarafan simpatis (N.hipogastrik dan rantai simpatis sakral)
Kandung kencing menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis torakolumbal melalui a hipogastrik.
Leher kandung kencing menerima persarafan yang banyak dari sistem saraf simpatis dan pada
kucing dapat dilihat pengaturan parasimpatis oleh simpatis, sedangkan peran sistim simpatis pada
proses miksi manusia tidak jelas. Simpatektomi lumbal saja tidak berpengaruh pada kontinens atau
miksi meskipun pada umumnya akan menimbulkan ejakulasi retrograd. Leher kandung kencing pria
banyak mengandung mervasi noradrenergik dan aktivitas simpatis selama ejakulasi menyebabkan
penutupan dari leher kandung kencing untuk mencegah ejakulasi retrograde
3. Persarafan somantik (N.pudendus)
Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari traktus urinarius yang mendapat
persarafan somatik. Onufrowicz menggambarkan suatu nukleus pada kornu ventralis medula spinalis
pada S2, S3, dan S4. Nukleus ini yang umumnya dikenal sebagai nukleus Onuf, mengandung badan
sel dari motor neuron yang menginnervasi baik sfingter anal dan uretra. Nukleus ini mempunyai
diameter yang lebih kecil daripada sel kornu anterior lain, tetapi suatu penelitian mengenai sinaps
motor neuron ini pada kucing menunjukkan bahwa lebih bersifat skeletomotor dibandingkan
persarafan perineal parasimpatis preganglionik. Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan dari radiks
S2, S3 dan S4 ke dalam N.pudendus dimana ketika melewati pelvis memberi percabangan ke sfingter
anal dan cabang perineal ke otot lurik sfingter uretra. Secara elektromiografi, motor unit dari otot
lurik sfingter sama dengan serabut lurik otot tapi mempunyai amplitudo yang sedikit lebih rendah.
4. Persarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah
Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada pleksus suburotelial dimana
tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena banyak dari serabut ini mengandung substansi P, ATP
atau calcitonin gene-related peptide dan pelepasannya dapat mengubah eksitabilitas otot, serabut
pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf sensorik motorik daripada sensorik murni. Ketiga pasang
saraf perifer (simpatis torakolumbal, parasimpatis sakral dan pudendus) mengandung serabut saraf
aferen. Serabut aferen yang berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi kandung
kencing tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi kandung kencing yang normal.
Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang tidak bermyelin dan serabut Aδbermyelin kecil. Peran
aferen hipogastrik tidak jelas tetapi serabut ini mungkin menyampaikan beberapa sensasi dari
distensi kandung kencing dan nyeri. Aferen somatik pudendal menyalurkan sensasi dari aliran urine,
nyeri dan suhu dari uretra dan memproyeksikan ke daerah yang serupa dalam medula spinalis sakral
sebagai aferen kandung kencing. Hal ini menggambarkan kemungkinan dari daerah-daerah penting
pada medula spinalis sakral untuk intergrasi viserosomatik. Nathan dan Smith (1951) pada penelitian
pasien yang telah mengalami kordotomi anterolateral, menyimpulkan bahwa jaras asending dari
kandung kencing dan uretra berjalan di dalam traktus spiotalamikus. Serabut spinobulber pada
kolumna dorsalis mungkin juga berperan pada transmisi dari informasi aferen.
C. Hubungan dengan susunan saraf pusat
1. Pusat Miksi Pons
Pons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulber-spinal atau long loop
refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan
(switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baikuntuk pengaturan
pengisian atau pengosongan kandung kencing. Pusat miksi pons berperansebagai pusat pengaturan
yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain di otak
2. Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal dapat
menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi, inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung kemih
atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang
hiperrefleksi.
D. Fisiologi pengaturan fungsi sfingter kandung kencing
1. Pengisian urine
Pada pengisian kandung kencing, distensi yang timbul ditandai dengan adanya aktivitas sensor
regang pada dinding kandung kencing. Pada kandung kencing normal, tekanan intravesikal tidak
meningkat selama pengisian sebab terdapat inhibisi dari aktivitas detrusor dan active compliance
dari kandung kencing. Inhibisi dari aktivitas motorik detrusor memerlukan jaras yang utuh antara
pusat miksi pons dengan medula spinalis bagian sakral. Mekanisme active compliance kandung
kencing kurang diketahui namun proses ini juga memerlukan inervasi yang utuh mengingat
mekanisme ini hilang pada kerusakan radiks s2-S4. Selain akomodasi kandung kencing, kontinens
selama pengisian memerlukan fasilitasi aktifitas otot lurik dari sfingter uretra, sehingga tekanan
uretra lebih tinggi dibandingkan tekanan intravesikal dan urine tidak mengalir keluar
2. Pengaliran urine
Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk miksi timbul dari distensi kandung kencing yang
sinyalnya diperoleh dari aferen yang bersifat sensitif terhadap regangan. Mekanisme normal dari
miksi volunter tidak diketahui dengan jelas tetapi diperoleh dari relaksasi oto lurik dari sfingter
uretra dan lantai pelvis yang diikuti dengan kontraksi kandung kencing. Inhibisi tonus simpatis pada
leher kandung kencing juga ditemukan sehingga tekanan intravesikal diatas/melebihi tekanan intra
uretral dan urine akan keluar. Pengosongan kandung kemih yang lengkap tergantung dari refleks
yang menghambat aktifitas sfingter dan mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.
III. PATOLOGI GANGGUAN MIKSI
Gangguan kandung kencing dapat terjadi pada bagian tingkatan lesi. Tergantung jaras yang terkena,
secara garis besar terdapat tiga jenis utama gangguan kandung kemih:
1. Lesi supra pons
Pusat miksi pons merupakan pusat pengaturan refleks-refleks miksi dan seluruh aktivitasnya diatur
kebanyakan oleh input inhibisi dari lobus frontal bagian medial, ganglia basalis dan tempat lain.
Kerusakan pada umumnya akan berakibat hilangnya inhibisi dan menimbulkan keadaan
hiperrefleksi. Pada kerusakan lobus depan, tumor, demyelinisasi periventrikuler, dilatasi kornu
anterior ventrikel lateral pada hidrosefalus atau kelainan ganglia basalis, dapat menimbulkan
kontraksi kandung kemih yang hiperrefleksi. Retensi urine dapat ditemukan secara jarang yaitu bila
terdapat kegagalan dalam memulai proses miksi secara volunter
2. Lesi antara pusat miksi pons dansakral medula spinalis
Lesi medula spinalis yang terletak antara pusat miksi pons dan bagian sakral medula spinalis akan
mengganggu jaras yang menginhibisi kontraksi detrusor dan pengaturan fungsi sfingter detrusor.
Beberapa keadaan yang mungkin terjadi antara lain adalah:
a. Kandung kencing yang hiperrefleksi
Seperti halnya lesi supra pons, hilangnya mekanisme inhibisi normal akan menimbulkan suatu
keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi yang akan menyebabkan kenaikan tekanan pada
penambahan yang kecil dari volume kandung kencing.
b. Disinergia detrusor-sfingter (DDS)
Pada keadaan normal, relaksasi sfingter akan mendahului kontraksi detrusor. Pada keadaan DDS,
terdapat kontraksi sfingter dan otot detrusor secara bersamaan. Kegagalan sfingter untuk
berelaksasi akan menghambat miksi sehingga dapat terjadi tekanan intravesikal yang tinggi yang
kadang-kadang menyebabkan dilatasi saluran kencing bagian atas.
Urine dapat keluar dari kandung kencing hanya bila kontraksi detrusor berlangsung lebih lama dari
kontraksi sfingter sehingga aliran urine terputus-putus
c. Kontraksi detrusor yang lemah
Kontraksi hiperrefleksi yang timbul seringkali lemah sehingga pengosongan kandung kencing yang
terjadi tidak sempurna. Keadaan ini bila dikombinasikan dengan disinergia akan menimbulkan
peningkatan volume residu paska miksi
d. Peningkatan volume residu paska miksi
Volume residu paska miksi yang banyak pada keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi
menyebabkan diperlukannya sedikit volume tambahan untuk terjadinya kontraksi kandung kencing.
Penderita mengeluh mengenai seringnya miksi dalam jumlah yang sedikit.
3. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)
Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam kanalis spinalis maupun ekstradural akan menimbulkan
gangguan LMN dari fungsi kandung kencing dan hilangnya sensibilitas kandung kencing. Proses
pendahuluan miksi secara volunter hilang dan karena mekanisme untuk menimbulkan kontraksi
detrusor hilang, kandung kencing menjadi atonik atau hipotonik bila kerusakan denervasinya adalah
parsial. Compliance kandung kencing juga hilang karena hal ini merupakan suatu proses aktif yang
tergantung pada utuhnya persarafan.
Sensibilitas dari peregangan kandung kencing terganggu namun sensasi nyeri masih didapatkan
disebabkan informasi aferen yang dibawa oleh sistim saraf simpatis melalui n.hipogastrikus ke
daerah torakolumbal. Denervasi otot sfingter mengganggu mekanisme penutupan namunjaringan
elastik dari leher kandung kencing memungkinkan terjadinya kontinens. Mekanisme untuk
mempertahankan kontinens selama kenaikan tekanan intra abdominal yang mendadak hilang,
sehingga stress inkontinens sering timbul pada batuk atau bersin.
GEJALA GANGGUAN DISFUNGSI MIKSI
Gejala-gejala disfungsi kandung kencing neurogenik terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan
inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya frekuensi,
urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan (localising value) karena
hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras dari suprapons maupun suprasakral.
Retensi urine dapat timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Pada pria adalah penting
untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis seperti hipertrofi prostat atau striktur. Pada
penderita dengan lesi neurologis antara pons dan med spinalis bagiansakral, DDS dapat
menimbulkan berbagai derajat retensi meskipun pada umumnya hiperrefleksia detrusor yang lebih
sering timbul. Retensi dapat juga timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti pada lesi LMN.
Retensi juga dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi seperti pada lesi susunan
saraf pusat.Meskipun hanya sedikit kasus dari lesi frontal dapat menimbulkan retensi, lesi pada pons
juga dapat menimbulkan gejala serupa.
Inkontenensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral.
Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi
urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress
inkontinens danketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan
overflow
V. EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN
1. Evaluasi
Pendekatan sistematis untuk mengetahui maslah gangguan miksi selama rehabilitasi pasien dengan
cedera medula spinalis merupakan hal yang penting karena penatalaksanaan yang baik sejak awal
akan mencegah komplikasi urologis dan kerusakan ginjal permanen.
Pemeriksaan meliputi penilaian saluran kencing bagian atas, penilaian pengosongan kandung
kencing dan deteksi hiperrefleksia detrusor
a. Penilaian saluran kencing bagian atas
Meskipun jarang didapatkan masalah pada saluran kencing bagian atas, gangguan ginjal merupakan
hal yang potensial mengancam penderita. Penilaian ditujukan untuk menilai fungsi ginjal dandeteksi
hidronefrosis. Pemeriksaan radiologis harus meliputi urografi intravena dan voiding
cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas dan menyingkirkan kemungkinan adanya refluks
vesikoureteral.
b. Penilaian pengosongan kandung kencing
Penilaian sisa urine dapat dilakukan dengan katerisasi pada saat pertama pemeriksaan meupun
dengan menggunakan USG. Residu urine lebih dari 100 ml dikatakan bermakna
c. Deteksi hiperrefleksia detrusor
Pemeriksaan CMG dan EMG dari sfingter uretral eksterna akan membantu menentukan disfungsi
neurogenik dan adanya suatu DDS yang signifikan. Kontraksi abnormal dari otot detrusor dapat
dideteksi dengan baik dengan menggunakan filling cystometrogram (CMV). Pada orang normal,
kandung kencing dapat mengakomodasi pengisian kandung kencing bahkan pada kecepatan
pengisian yang tinggi sedangkan pada penderita dengan hiperrefleksia kandung kencing, terjadi
peningkatan tekanan yang spontan pada pengisian
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas perianal untuk mengetahui ada
tidaknya sacral sparing. Adanya tonus anal, refleks anal dan refleks bulbokavernosus hanya
menandakan utuhnya konus dan lengkung refleks lokal. Didapatkannya kontraksi volunter sfingter
anal menunjukkan uthunya kontrol volunter dan pada kasus kuadriplegia, ini menandakan lesi
medula spinalis yang inkomplit. Pada lesi medula spinalis, dalam hari pertama sampai 3 atau 4
minggu berikutnya seluruh refleks dalam pada tingkat di bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya
dihubungkan dengan fase syok spinal. Dalam periode ini, kandung kencing bersifat arefleksi
danmemerlukan drainase periodik atau kontinu yang cermat dan tes provokatif dengan
menggunakan 4 oz air dingin steril suhu 4oC tidak akan menimbulkan aktifitas refleks kandung
kencing. Tes air es dikatakan positif bila pengisian dengan air dingin segera diikuti dengan
pengeluaran air kateter dari kandung kencing. Drainase kandung kencing yang adekuat selama fase
syok spinal akan dapat mencegah timbulnya distensi yang berlebih dan atoni dari kandung kencing
yang arefleksi.
2. Penatalaksanaan
Dasar dari penatalaksanaan dari disfungsi kandung kemih adalah untuk mempertahankan fungsi
gunjal dan mengurangi gejala.
a. Penatalaksanaan gangguan pengosongan kandung kemih dapat dilakukan dengan cara
o Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianal
o Kompresi eksternal dan penekanan abdomen, crede’s manoeuvre
o Clean intermittent self-catheterisation
o Indwelling urethral catheter
b. Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusor
o Bladder retraining (bladder drill)
o Pengobatan oral, Propantheline, imipramine, oxybutinin
c. Penatalaksanaa operatif
Tindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan neurologis kongenital atau
cedera medula spinalis.
Bladder training
Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan
ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan
pemeriksaan refleks-refleks:
1. Refleks otomatik
Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang bergabung menjadi n.pelvikus.
Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe
UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.
2. Refleks somatis
Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus dan tes refleks
bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN
atau tipe UMN fase syok spinal
Siringomielia
Definisi
Suatu penyakit degeneratif atau gangguan perkembangan medulla spinalis yang kronik
progresif, ditandai dengan kelemahan yang tidak nyeri dan wasting dari lengan dan tangan
(brachial amyotrophy) dan gangguan sensorik segmental tipe disosiatif (hilangnya sensasi
suhu dan nyeri tetapi tidak untuk sensasi taktil, proprioseptik,dan getar).
Klasifikasi (dari Barnett)
Type I. Syringomyelia dengan obstruksi foramen magnum dan dilatasi kanalis sentralis
(developmental type)
A. dengan malformasi Chiari tipe 1
B. dengan lesi obstruktif lain dari foramen magnum
Type II. Syringomyelia tanpa obstruksi foramen magnum (idiopathic developmental type)
Type III. Syringomyelia dengan disertai penyakit medulla spinalis yang lain (acquired types)
A. Tumor medulla spinalis (biasanya intrameduler,cth.hemangioblastoma)
B. Traumatic myelopathy
C. Spinal arachnoiditis dan pachymeningitis
D. Myelomalacia sekunder dari kompresi medulla (tumor, spondylosis), infark, hemat-
omyelia
Type IV. Hydromyelia murni (pelebaran kongenital kanalis sentralis), dengan atau tanpa
hidrosefalus
Gejala klinis
Gambaran klinis tergantung dari perkembangan penyakit dan perluasan syrinx, tetapi ada
gejala klinis yang hampir selalu tampak, yaitu:
- Kelemahan dan atrofi segmental dari lengan dan tangan
- Hilangnya sebagian atau semua refleks tendon di lengan
- Anesthesia segmental tipe disosiatif
Diagnosa
- Gejala klinis
- CT myelogram
- MRI
Terapi
- Pembedahan untuk dekompresi foramen magnum dan kanalis servikalis
- Syringotomy atau shunting dari syrinx
Mielopati
Definisi
Semua kelainan atau kerusakan pada medulla spinalis
Gejala klinis
- Gejala klinis berupa kelemahan dengan tanda-tanda lesi UMN (hiperrefleksi),
biasanya disertai gangguan sensorik bilateral sesuai tinggi lesi, dan gangguan
miksi/defekasi
Diagnostik
- Gejala klinis
- X-foto vertebra sesuai tinggi lesi
- Myelografi
- CT scan
- CT myelografi
- MRI
Terapi
Terapi diberikan sesuai kausa penyakit
Dorsal root syndrome
Definisi
Suatu kondisi yang ditandai dengan nyeri yang berat tanpa gangguan sensoris pada lengan,
yang disebabkan cedera daerah servikal karena hiperfleksi maupun hiperekstensi, yang
diperberat dengan fleksi maupun ekstensi kepala
Etiologi
- Cedera daerah leher
- Perdarahan di sekitar ganglion radiks dorsalis
Gejala klinis
- Nyeri neuropatik yang hebat
Acute medulla compression
Definisi
Suatu keadaan dimana medulla spinalis tertekan oleh fragmen tulang dari fraktur vertebra,
tumor, abses, ruptur diskus intervertebralis maupun lesi lainnya.
Keadaan ini dianggap suatu emergency terlepas dari penyebabnya, dan memerlukan
diagnosa dan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah kecacatan menetap
karena cedera medulla spinalis yang ireversibel
Gejala klinis
- Nyeri punggung
- Hiperesthesia di dermatom yang terkena
- Kelemahan anggota gerak di bawah level kompresi
- Menurunnya sensasi di bawah level kompresi
- Inkontinensia urin/alvi atau retensio urin
- Bisa ada tanda Lhermitte dan hiperrefleksia
Etiologi
- Tumor (paling banyak)
- Trauma
- Abses
- Granuloma (TB)
- Tumor metastase
Diagnosis
- X-foto vertebra
- MRI
Terapi
- Steroid untuk mengurangi inflamasi
- Pembedahan untuk dekompresi
Prognosis
- Bila terjadi paralisis komplit lebih dari 24 jam sebelum dekompresi, maka
kemungkinan sembuh akan menurun drastis
Radicular syndrome
Definisi
Kumpulan gejala yang biasanya disebabkan oleh kerusakan atau penjepitan radiks spinalis,
yang biasanya meliputi nyeri leher maupun punggung, dan gejala sesuai distribusi radiks
tersebut: nyeri pada dermatom, paresthesia, atau keduanya, penurunan refleks tendon,
kelemahan otot sesuai myotom.
Gejala klinis
- Nyeri leher atau punggung pada sisi radiks yang terjepit
- Nyeri maupun paresthesia sesuai dermatom radiks
- Kelemahan otot sesuai myotom
- Refleks tendon menurun
Diagnostik
- Gejala klinis
- EMG/nerve conduction study
Terapi
- Analgesik
- Fisioterapi
- Pembedahan untuk membebaskan radiks yang terjepit
Hernia nucleus pulposus (HNP)
Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan piotusi
dan nukleus kedalam kanalis spinalis lumbalis mengakibatkan penekanan pada radiks atau
cauda equina.
Etiologi
1.Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
2.Spinal stenosis.
3.Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
4.Pembentukan osteophyte.
5.Degenerasi dan dehidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan
berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.
PATOFISIOLOGI
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan air diskus
berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami
hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus pulposus melalui anulus
dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada umumnya herniasi paling besar kemungkinan terjadi
di bagian kolumna yang lebih mobil ke yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan
Servikotoralis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. Arah
herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring
kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang
berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra tekal meningkat, menyebabkan
ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter vertebralis akan
menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat
akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal
terjadilah herniasi.
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala :
1.Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2.Nyeri tulang belakang
3.Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
4.Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang mengalami
herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena
oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah tersebut, matu
rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang perlu diketahui
adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan tekanan cairan
intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme
otot), akan berkurang jika tirah baring.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Laboraturium
- Darah rutin
- Cairan cerebrospimal
2.Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada ruang antar sendi
3.CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protrusion.
4.MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak di vertebra serta herniasi.
5.Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaskan pemeriksaan fisik sebelum
pembedahan
6.Elektromyografi : dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.
7.Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi
8.Lumbal pungsi : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal.
PENATALAKSANAAN
1.Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a.Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
b.Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
c.Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
d.Terapi panas dingin.
e.Imobilisasi atau bracing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
f. Terapi diet untuk mengurangi BB.
g. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
h.Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS).
2.Pembedahan
1.Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak
dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama
seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
2.Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina
tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
3.Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated
nucleus pulposus.