118505775 perlindungan tanaman laporan praktikum tinjauan pustaka lengkap
DESCRIPTION
perlintanTRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan
mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau
jamur). Hama adalah pengganggu yang berwujud hewan yang mengganggu
tanaman dan menyebabkan kerugian. Tidak semua hewan menjadi hama.
Beberapa filum yang anggotanya berpotensi menjadi hama adalah Aschelminthes
(nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang) dan
Arthropoda (serangga, tungau). Mereka disebut hama karena mereka
mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Setiap jenis hama mempunyai ciri-
ciri gejala serangan yang berbeda pada tumbuhan yang diserangnya.
Dalam usaha pengendalian OPT tersebut terdapat berbagai tindakan yang
dapat dilakukan petani, yang kesemuanya merupakan kesatuan tindakan yang
saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Tindakan tersebut mulai dari cara
mempelajari sifat morfologi hama, gejala serangan hama, cara pembiakan hama
sampai bagaimana cara hama itu merusak tanaman semua dipelajari, diteliti, dan
ditemukan bagaimana cara untuk mengendalikannya atau secara keseluruhan
disebut identifikasi hama. Proses identifikasi tidak hanya dilakukan pada hama
tetapi juda pada tanaman pengganggu dan juga pada penyakit. Setelah proses
identifikasi tersebut dilanjutkan dengan upaya pencegahan baik secara alami
ataupun buatan (kimiawi). Pada proses pencegahan ini dipilih berdasarkan hasil
identifikasi pada tahap pertama. Sehingga apabila proses identifikasi tersebut
maka upaya pencegahan hama tersebut akan gagal. Pemilihan cara pencegahan
hama tersebut dipilih yang paling sedikit mengakibatkan pencemaran ataupun
pemusnahan musuh alami yang lain atau yang paling penting tidak
membahayakan konsumen akibat adanya residu yang terdapat pada tanaman.
Dewasa ini muncul konsep Pengendalian Hama Terpadu atau yang kita kenal
dengan PHT yaitu merupakan ramuan dari berbagai cara pengendalian hayati
dengan pengendalian cara kimia sebagai alternatif terakhir dalam hal usaha
pencegahan hama.
Pada dasarnya pengendalian hama merupakan suatu tindakan manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengendalikan dan menekan
populasi hama agar tidak mencapai keadaan yang secara ekonomi merugikan
petani. Usaha pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk memberantas hama
sampai habis sehingga taktik pengendalian hama yang diterapkan harus tetap
1
2
dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi maupun ekologi. Oleh karena itu
kegiatan perlindungan tanaman harus mulai sejak awal dilakukan beriringan
dengan awal kegiatan budidaya tanaman sampai kepada langkah akhirnya atau
pascapanen agar segala kerugian yang disebabkan oleh beberapa gangguan dapat
diperkecil.
B. Tujuan Praktikum
1. Morfologi, Identifikasi Hama dan Gejala Kerusakan Hama
Tujuan dari praktikum Morfologi, Identifikasi Hama dan Gejala
Kerusakan Hama antara lain :
a. Praktikan mampu mengenali dan menjelaskan ciri-ciri morfologis
binantang hama
b. Praktikan mampu melakukan identifikasi beberapa kelompok binatang
hama berdasarkan ciri-ciri morfologisnya.
c. Praktikan mampu melakukan identifikasi beberapa kelompok serangga
hama sampai tingkat ordo berdasarkan ciri-ciri morfologisnya
d. Mengenal dan mempelajari tipe-tipe gejala serangga hama dari masing-
masing tipe alat mulut hama.
2. Identifikasi Patogen
Tujuan dari praktikum Identifikasi patogen adalah :
a. Mengenal tipe gejala, dan tanda penyakit tumbuhan yang umum
b. Mengembangkan kecakapan mahasiswa dalam mendiagnosis penyakit
secara cepat berdasarkan deskripsi gejala atau morfologi patogen yang
menyertai gejala.
c. Untuk mengenal prinsip dasar pembuatan medium biakan dan sterilisasi
medium dan alat.
d. Mahasiswa mempelajari beberapa cara isolasi dan inokulasi jamur dan
bakteri patogen tanaman
e. Mengenal bebrapa teknik isolasi
f. Mempelajari cara masuk patogen ke dalam tubuh tanaman inang
g. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan inokulasi
buatan.
3. Taktik Pengendalian OPT
Tujuan dari praktikum Taktik Pengendalian OPT adalah :
a. Mengenalkan pengaruh jasad antagonisme terhadap pertumbuhan atau
perkembangan patogen secara in vitro
3
b. Memperkenalkan kepada mahasiswa salah satu cara atau alat perangkap
hama tanaman (lalat buah (Dacus spp))
4. Gulma
Tujuan dari praktikum Gulma adalah :
a. Mengetahui jenis gulma, famili, dan golongannya
b. Mengetahui dominasi penutupan (coverage) oleh gulma tertentu pada
lahan
c. Mengetahui pengaruh penyemprotan herbisida terhadap gulma.
4
II. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Morfologi, Identifikasi Hama dan Gejala Kerusakan Tanaman
1. Pengenalan Hama dengan Ciri – ciri Morfologinya dan Tanda
Serangannya
a. Hasil Pengamatan
1) Nematoda (Meloidogyne sp)
Gambar 1.1 Nematoda Gambar 1.2 Gejala Serangan
Nematoda
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Tubuh
2. Stilet
3. Mulut
4. Usus
5. Anus
Taksonomi Cacing:
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Bangsa : Tylenchida
Famili : Heteroderidae
Genus : Meloidogyne
Spesies : Meloidogyne sp
Ciri-ciri morfologis :
a) Tipe alat mulut : Penusuk Penghisap (Haustelata)
b) Tubuhnya simetris bilateral
c) Tubuhnya tidak bersegmen
d) Pada stilet terdapat konus, silindris, dan knop.
Gejala serangan : Puru akar
(akar membengkak)
Perkiraan Spesies : Nematoda
4
5
2) Bekicot (Achatina fulica Bowd)
Gambar 1.3 Bekicot
(Achatina fulica Bowd)
Gambar 1.4 Gejala Serangan
pada daun singkong
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Ekskeleton
2. Tentakel dengan mata di ujung
3. Lubang pernapasan
4. Alat genetalia
5. Mulut
Taksonomi Bekicot:
Filum : Molusca
Kelas : Gastropoda
Bangsa : Pulmonasia
Famili : Archatinidae
Genus : Archatina
Spesies : Achatina fulica
Ciri-ciri morfologis
a) Tipe alat mulut menggigit mengunyah (Mandibulata)
b) Memiliki cangkang
c) Tidak mengalami metamorphosis
d) Terdapat Mata diujung tentakel
e) Tubuh berlendir
f) Kakinya berupa kaki palsu dan berlendir
Gejala serangan :
1. Daun sobek dan berlubang
2. Daun berlendir
3. Bercak Coklat
Perkiraan spesies : Bekicot
6
3) Tikus Sawah (Rattuss-rattus argentiventer)
Gambar 1.5 Tikus
(Rattuss-rattus argentiventer)
Gambar 1.6 Gejala Serangan
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Kepala
2. Kaki
3. Ekor
4. Tubuh
5. Telinga
6. Gigi
7. Mulut
8. Mata
Taksonomi Tikus:
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Bangsa : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattuss
Spesies : Rattuss-rattus argentiventer
Ciri-ciri morfologis :
a) Tidak mengalami metamorphosis
b) Memiliki telinga
c) Ekor lebih pendek dari pada panjang badan ke kepala
d) Bulu tubuh bagian atas lebih gelap dari pada bagian bawah.
e) Tipe mulut pengerat
Gejala serangan : Batang padi roboh
Perkiraan spesies : Tikus
7
4) Burung Emprit (Munia sp)
Gambar 1.7 Emprit (Munia sp) Gambar 1.8 Gejala Serangan
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Mata
2. Paruh
3. Kaki
4. Sayap
5. Ekor
Taksonomi Emprit:
Filum : Aves
Kelas : Passeriformes
Bangsa : Ploseidae
Famili : Estrildidae
Genus : Munia
Spesies : Munia sp
Ciri-ciri morfologis :
a) Bulu bagian atas berwarna gelap dan tubuh bagian bawah
berwarna putih.
b) Tidak mengalami metamorphosis
c) Paruh menunjukkan sebagai hewan pemakan biji – bijian
d) Memiliki sepasang sayap
e) Memiliki sepasang kaki
Gejala serangan : Bulir padi hilang
8
5) Belalang (Valanga nigricornis)
Gambar 1.9 Belalang
Dewasa
Gambar 1.10 Belalang
Pra Dewasa
Gambar 1.11 Gejala
Serangan
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Kepala 7. Sayap
2. Mata 8. Abdomen
3. Antena 9. Mulut
4. Toraks 10. Tungkai
5. Kaki 11. Ovipositor
6. Tekmina
Taksonomi Belalang:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Orthoptera
Famili : Acrididae
Genus : Valanga
Spesies : Valanga nigricornis
Ciri-ciri morfologis :
a) Memiliki mata facet (mata majemuk)
b) Mengalami metamorphosis Paurometabola
c) Tipe alat mulut mandibulata
d) Dewasa dan pradewasa memiliki makanan yang sama
e) Pradewasa belalang belum memiliki sayap yang sempurna
f) Tubuh terbagi menjadi 3 bagian kepala, toraks dan abdomen
Gejala serangan : Daun berlubang
9
6) Tungau (Tetranycus cinnabarinus)
Gambar 1.12 Tungau Gambar 1.13 Gejala Serangan
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Tangkai kaki
2. Cephalothorax
3. Abdomen
4. Chelicerae
Taksonomi :
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Bangsa : Acarina
Famili : Tetranychidae
Genus : Tetranycus
Spesies : Tetranycus cinnabarinus
Ciri-ciri morfologis :
a) Mempunyai 4 pasang tangkai kaki
b) Tubuh terbagi menjadi 2 bagian cephalothorax dan abdomen
c) Kepala dan dada bersatu
b. Pembahasan
1) Nematoda
Nematoda memiliki alat mulut bertipe menusuk-menghisap
(haustelata) dan menunjukkan adanya stilet. Tubuhnya berbentuk
simetris bilateral. Nematoda adalah sejenis cacing bulat yang terdapat
di tanah, air, jaringan hewan, manusia maupun jaringan tumbuhan.
Nematoda dapat menjadi penyebab masuknya organisme-organisme
mikro yang bersifat patogen melalui akar sewaktu nematoda itu
memakan jaringan akar.
Gejala serangan : terdapat
bercak kuning di sekitar tulang
daun
10
Menurut Sastroutomo (1988) Nematoda adalah sejenis cacing
bulat yang hidup dalam tanah, air, hewan, manusia maupun jaringan
tumbuhan. Kebanyakan dari nematoda ini hidup bebas, hanya
sebagian kecil saja yang hidup sebagai parasit pada tumbuhan dan
hewan. Nematoda terdapat dalam larutan tanahnya dan senantiasa
berhubungan erat baik dengan bahan organik maupun anorganik.
Nematoda ini berbentuk memanjang, panjang 1,5-5mm. Bagian
kepalanya lurus atau berlekuk. Lubang amfidnya berupa celah yang
lebar dan kearah belakang berbentuk seperti ujung corong. Stiletnya
panjang yang bagian anterior berupa odontosil dan bagian stilet
posterior berupa odontofor. Esofagusnya terdiri atas prokarpus yang
panjang dan sempit serta mempunyai kelenjar bulbus yang pendek.
2) Gastropoda
Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai
hama adalah Achatina fulica Kelompok gastropoda dikenal dengan
bekicot atau siput. Ada dua tipe gastropoda yang menyerang tanaman
budidaya yaitu siput bercangkang dan siput tanpa cangkang.
Kelompok Gastropoda disebut molas karena mempunyai tubuh yang
lunak, tidak beruas, mempunyai dua antena dan tubuhnya
mengeluarkan lendir. Pada waktu aktif sebagian tubuhnya menjulur
dari eksoskeleton atau concha, yaitu bagian kepala dan kaki yang
tampak terdiri dari again musculernya yang lebar yaitu tapak kaki,
sedang kepalanya dilengkapi dengan dua pasang tentakel yang tampak
di sebelah anterior (Sastrahidayat, 1987). Molusca banyak ditemukan
pada tempat-tempat yang mempunyai kelembaban tinggi misalnya
sampah. Karena mempunyai tipe alat mulut yang menggigit
mengunyah atau mandibulata maka daun yang termakan oleh bekicot
akan sobek dan terdapat lendir karena bekicot akan mengeluarkan
lendir jika ia berjalan (Winarno, 2003).
Contoh tanaman yang diserang siput pada praktikum ini
adalah daun singkong. Gastropoda mempunyai alat mulut bertipe
menggigit mengunyah, sehingga gejala kerusakan yang ditimbulkan
berlubangnya daun, patahnya batang dan bagian tanaman yang
terserang tampak berlendir. Hal ini terjadi karena siput mengeluarkan
lendir saat berjalan (Sudarmo, 1991). Bekicot atau siput bersifat
11
hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan sejumlah
telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada
kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada
tempat-tempat terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon
atau tempat lain yang tersembunyi.
Bagian tubuh dari bekicot yang utama adalah cangkang,
mulut, tentakel, dan tubuhnya yang lunak. Pada ujung atas tentakel
terdapat mata sebanyak 2 pasang atau 4 buah mata. Bekicot berjalan
menggunakan bagian perutnya. Tipe alat mulut yang dimiliki bekicot
adalah penggigit-pengunyah (parut/radula), sehingga gejala yang
ditimbulkan berupa parutan pada bagian tanaman yang diserangnya.
Bekicot yang menyerang daun singkong akan menyebabkan
daun berlubang, daun berlendir, dan terdapat bekas gigitan bekicot
pada tepi daun. Achatina fulica termasuk filum Molusca. Pada waktu
aktif sebagian tubuhnya menjulur dari eksoskeleton atau concha, yaitu
bagian kepala dan kaki yang tampak terdiri dari again musculernya
yang lebar yaitu tapak kaki, sedang kepalanya dilengkapi dengan dua
pasang tentakel yang tampak di sebelah anterior
(Sastrahidayat, 1987).
3) Mammalia
Binatang dari kelas Mamalia, terutama dari ordo Rodentia
(binatang pengerat) yang memiliki peranan dalam merusak tanaman.
Dari ordo Rodentia ini yang termasuk hama tanaman antara lain
adalah tikus. Tikus banyak macamnya, antara lain tikus sawah, tikus
pohon, tikus rumah, dan lain-lain menurut Kopranek (1980).
Tikus sawah termasuk dalam fillum Chordata, kelas mamalia
dan termasuk dalam bangsa rodentia. Ordo ini termasuk binatang
pengerat dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman
pertanian. Adapun jenis-jenis tikus sawah antara lain Tetera indica
(pemakan biji-bijian, akar-akaran, daun, rumput dan serangga),
Nilarrdia meltoda (pemakan biji-bijian dan akar-akaran), Nilarrdia
glesdovi (pemakan biji-bijian) dan Brandicota bengetensis (perusak
tanaman dalam jumlah besar dan meninggalkan banyak sisa)
(Winarno, 2003).
12
Ciri utama tikus sawah yaitu panjang ekornya lebih pendek
daripada panjang tubuhnya, mempunyai dua pasang daun telinga,
mempunyai kaki dua pasang, rambut punggung relatif kasar, warna
perut putih keabuan dan ekornya gelap keseluruhan, jumlah putting
susu 12 buah, warna bagian kepala dan tubuh sama, dan tipe mulut
menggigit mengunyah (mandibulata). Tanaman yang diserang oleh
tikus sawah yaitu padi yang ditandai dengan patahnya batang padi,
terdapat sisa padi yang termakan, biji padi berserakan.
Tikus sawah dapat menyerang berbagai jenis tanaman pada
berbagai fase pertumbuhan padi. Pada fase vegetatif tikus akan
memutuskan batang padi sehingga tampak berserakan. Kerusakan
akibat tikus bersifat khas yaitu di tengah-tengah sawah gundul. Pada
fase generatif tikus akan memakan bulir padi yang mulai menguning
sehingga dapat menghilangkan hasil secara langsung (Baehaki, 1993).
4) Passeriforms
Burung emprit (Munia sp.) termasuk ke dalam filum Aves,
kelas Passeriformes, bangsa Ploicedeai, family Estrildidae, dan genus
Munia. Bagian tubuh burung emprit terdiri dari kepala, paruh, mata,
sayap, ekor, kaki, dan kloaka. Burung emprit memiliki ciri-ciri umum
berupa warna bulu coklat, tipe paruh pemakan biji, dan memiliki
sepasang sayap.
Munia sp atau yang lebih dikenal dengan sebutan burung
Emprit. Termasuk jenis burung pemakan biji-bijian. Burung ini
merupakan hama bagi tanaman padi. Menurut Sudarmono (2002)
pada burung emprit tipe mulutnya adalah pemakan biji-bijian,
sehingga padi yang terkena serangan burung emprit pada bijinya akan
menjadi kopong.
Tanaman padi akan mengalami kerusakan batang yang
disebabkan oleh serangan burung emprit, walang sangit, Scirpophaga
incertulas, tikus sawah, dan wereng. Padi yang diserang burung
emprit akan menunjukkan gejala hilangnya bulir padi dari malainya
karena dimakan oleh burung emprit. Pada burung emprit tipe
mulutnya adalah pemakan biji-bijian, sehingga padi yang terkena
serangan burung emprit pada bijinya akan menjadi kopong
(Sudarmono, 2002).
13
5) Insect
Belalang menyerang daun jeruk (Citrus sp). Pada daun jeruk
terdapat bekas gigitan belalang yang menyebabkan adanya gejala
daun sobek atau berlubang. Nama umum Valanga nigricornis adalah
walang kayu. Valanga nigricornis merupakan dari ordo orthoptera
yang sering disebut belalang kayu. Belalang kayu memiliki ciri-ciri
antara lain memiliki antena pendek, organ pendengaran terletak pada
ruas abdomen serta alat petelur yang pendek. Kebanyakan warnanya
kelabu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warnacemerlang
pada sayap belakang.
Nimfa dan dewasanya memakan daun sehingga daun tampak
berlubang, telurnya diletakkan dalam lubang tanah dengan kedalaman
antara 5-8 cm dari permukaan tanah. Telurnya berwarana cokelat dan
berkelompok, ditutupi oleh lapisan buih (Subiyakto,1991). Serangga
ini termasuk pemakan tumbuhan dan sering kali merusak tanaman.
Adapun alat mulutnya bertipe penggigit pengunyah menurut
Sudarmono (2002). Belalang melakukan metamorfosis sederhana/
peurometabola dengan perkembangan melalui tiga stadia, yaitu telur-
nimfa-dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan
pada bentuk dan ukuran sayap ukuran tubuhnya. Sebagian anggotanya
dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya
sebagai predator pada serangga lain. Ordo ini memiliki sayap dua
pasang, Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan
vena-vena menebal/mengeras yang disebut tegmina.
Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain dua buah
(sepasang) mata facet, sepasang antena, serta tga buah mata
sederhana. Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat para
thorax. Pada segmen /ruas pertama abdomen terdapat suatu membran
alat pendengar yang disebut tympanium. Spirakulum yang meruapkan
alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen/ thorax.
Anus dan alat genetalia terdapat pada ujung abdomen.
Daun jeruk yang terserang belalang akan menjadi robek atau
hilang sebagian karena tipe mulut belalang adalah penggigit
pengunyah. Bagian daun yang menghilang adalah dari tepi daun
menuju ke arah tengah daun. Menurut Borror (1991). Alat mulut
14
bertipe penggigit pengunyah yang memiliki bagian labrum, sepasang
mandibula, dan sepasang maxilla.
6) Arachnida
Tungau (Tertanychus cinnabarius) termasuk ke dalam filum
Arthropoda, kelas Arachnida, bangsa Acarina, suku Tetranychidae,
dan marga Tetranychinus. Ciri-ciri umum tubuhnya pada bagian tubuh
berupa chepalothoraks dan abdomen, jumlah kaki 8 buah (4 pasang),
dan warna tubuh merah. Biasanya bagian tanaman yang diserang
adalah bagian daun. Daun yang diserang oleh tungau akan menjadi
berbintik-bintik dan terjadi gejala klorosis. Tungau adalah binatang
kecil berkulit lunak dengan kerangka kitin. Besarnya tidak lebih dari
0,5 mm, warnanya bermacam-macam, dari hijau sampai merah.
Tubuhnya tidak beruas dengan bentuk menyerupai kantong, bagian
mulut menonjol dan kepala menyatu dengan tubuhnya (chepalo
thorax). Bagian-bagian mulutnya dapat disesuaikan dengan menggigit
dan menggergaji, menghisap dan menusuk. Pada larvanya tungau
mempunyai perkembangbiakan dengan seksual baik ovipar maupun
vivivar (Pracaya, 1991).
Bagian tanaman yang diserang tungau adalah daun singkong
dengan gejala serangan antara lain daun berubah warna menjadi
coklat kekuning-kuningan dan cairan daun terhisap. Telur tungau
berwarna kuning, diameternya sekitar 0,25 cm biasanya diletakkan
dekat dengan urat daun dan mudah jatuh seandainya terkena tiupan
angin atau guyuran air hujan (Subiyakto, 1991).
15
2. Kunci Determinasi Ordo Beberapa Serangga dan Tanda Serangannya
a. Hasil Pengamatan
1) Kupu-kupu
Gambar 1.14 Larva
Kupu-kupu
Gambar 1.15 Pupa
Kupu-kupu
Gambar 1.16 Kupu-kupu
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan gambar :
1. Antenna
2. Kepala
3. Toraks
4. Abdomen
5. Sayap
6. Kaki
Gambar 1.17 Gejala Kerusakan
Sumber : Laporan Sementara
Taksonomi : Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Kunci Determinasi : 1a, 2a, 5a, Lepidoptera
1(b). Sayap depan dan belakang bersifat membran.
2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang beruas
5(a). Kedua sayap tertutup oleh sisik
a) Jenis larva : Polipoda
b) Jenis Pupa : Obtekta
c) Tipe Metamorfosis : Holometabola
Gejala kerusakan : Daun
pisang menggulung
Hama : Erianata thrax
16
d) Tipe Alat Mulut : larva : Penggigit
Imago : Penghisap
e) Stadium Merusak : Larva
2) Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros)
Gambar 1.18 Larva
Kumbang Badak
Gambar 1.19 Pupa
Kumbang Badak
Gambar 1.20 Kumbang
Badak
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Kepala
2. Toraks
3. Abdomen
4. Tungkai
5. Tanduk
6. Sayap
7. Kaki
8. Mulut
Gambar 1.21 Gejala
Kerusakan Kumbang Badak
Sumber : Laporan Sementara
Taksonomi :
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Kunci Determinasi : 1a, 2b, 4a Coleoptera
1(a). Mempunyai 2 pasang sayap, sayap dengan bertekstur seperti
mika/kulit, ter utama di pangkal sayap, sayap belakang bersifat
membran
Gejala kerusakan :
a) Daun Kelapa membentuk
segitiga
b) Pucuk daun rusak
17
2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang yang
beruas-ruas
3(b). Sayap depan dengan tekstur yang seragam, ujung sayap sedikit
tumpang tindih.
a) Jenis larva : Oligopoda
b) Jenis Pupa : Eksorata
c) Tipe Metamorfosis : Holometabola
d) Tipe Alat Mulut : Mandibulata
e) Stadium Merusak : Larva dan Imago
3) Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
Gambar 1.22 Nimfa
Walang Sangit
Gambar 1.23 Imago
Walang Sangit
Gambar 1.24 Gejala
Kerusakan
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Sayap
2. Antena
3. Kaki
4. Mata
Taksonomi :
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Kunci Determinasi : 1a, 2a, 3a, Hemiptera
1(a). Mempunyai 2 pasang sayap. Sayap depan bertekstur seperti
mika/kulit terutama dipangkal sayap, sayap velakang bersifat
membran.
2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang yang
beruas-ruas
Gejala Kerusakan :
a) Bulir Padi Hampa
b) Terdapat bercak-bercak hitam
pada bulir padi
18
3(a). Tekstur pangkal sayap depan seperti mika, ujun sayap bersifat
membran (hemelytron), ujung sayap saling tumpang tindih bila
sedang hinggap.
a) Jenis larva : -
b) Jenis Pupa : -
c) Tipe Metamorfosis : Purometabola
d) Tipe Alat Mulut : Haustelata
e) Stadium Merusak : Imago
4) Lebah (Apis Melifera)
Gambar 1.25 Larva Lebah Gambar 1.26 Imago Lebah
Sumber : Lapoan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Kepala
2. Toraks
3. Abdomen
4. Mulut
5. Kaki
6. Sayap
Gambar 1.27 Gejala Kerusakan
Daun Bawang
Gejala Kerusakan : Ada garis
putih pada daun
Hama : Liriomyza chirensis
Tipe Alat Mulut : Mandibulata
Sumber: Laporan Sementara
Taksonomi :
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
19
Ordo : Hymenoptera
Kunci Determinasi : 1b, 5b, 6b, 7b, 8a
1(b). Sayap depan dan belakang bersifat membran
5(b). Sayap tidak tertutup sisik
6(b). Sayap depan dan belakang tidak seperti di atas
7(b). Ukuran tubuh beragam,sayap tanpa rumbai
8(a). Tubuh agak padat,ada penggentingan antara toraks dan abdomen
sayap belakang lebih kecil dari sayap depan.
a) Jenis larva : Protopoda
b) Jenis Pupa : Eksarata
c) Tipe Metamorfosis : Holometabola
d) Tipe Alat Mulut : Menusuk-menghisap
e) Stadium Merusak : Serangga penyerbuk
5) Lalat Buah (Dacus sp)
Gambar 1.28 Larva
Lalat Buah
Gambar 1.29 Pupa Lalat
Buah
Gambar 1.30 Imago
Lalat Buah
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Mulut
2. Toraks
3. Abdomen
4. Kepala
5. Tungkai
6. Sayap
7. Tanduk
20
Gambar 1.31 Gejala
Kerusakan Lalat buah
Sumber : Laporan Sementara
Taksonomi
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Spesies : Dacus sp
Kunci Determinasi : 1b, 5b, 6b, 7b, 8b
1 (b). Sayap depan dan belakang bersifat membran.
5 (b). Sayap tidak tertutup sisik
6 (b). Sayap depan dan belakang tidak seperti di atas
7 (b). Ukuran tubuh beragam,sayap tanpa rumbai
8 (b). Sayap depan ada,sayap belakang tereduksi menjadi alat
keseimbangan (halter).
a) Jenis larva : Apoda
b) Jenis Pupa : Koartata
c) Tipe Metamorfosis : Holometabola
d) Tipe Alat Mulut : Penusuk penghisap
e) Stadium Merusak : Imago
6) Wereng Hijau
Gambar 1.32 Wereng
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Gambar :
1. Kepala
2. Korteks
3. Abdomen
4. Kaki
Gejala kerusakan :
a) Belimbing buah menjadi
busuk, bercak coklat
21
Gambar 1.33 Gejala
kerusakan Sundep
Gejala : Daun dan batang
berwarna kekuningan dan
mengering
Hama : Scirpopaga interculas
Tipe Alat Mulut : Mandibulata
Fase : Vegetatif
Sumber: Laporan Sementara
Gambar 1.34 Gejala
kerusakan Beluk
Gejala : Bulir hampa dan ada lubang
Hama : Scirpopaga interculas
Tipe Alat Mulut : Mandibulata
Fase : Generatif
Sumber: Laporan Sementara
Taksonomi :
Fillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Homoptera
Kunci Determinasi : 1a, 2a, 3b, Homoptera
1(a). Mempunyai 2 pasang sayap, sayap dengan bertekstur seperti
mika/kulit, ter utama di pangkal sayap, sayap belakang bersifat
membran
2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang yang
beruas-ruas
3(b). Sayap depan dengan tekstur yang seragam, ujung sayap sedikit
tumpang tindih.
a) Jenis larva : -
b) Jenis Pupa : -
c) Tipe Metamorfosis : Paurometabola
d) Tipe Alat Mulut : Menusuk menghisap
e) Stadium Merusak : Nimfa, Imago
22
b. Pembahasan
Pengamatan yang dilakukan yaitu mengamati jenis larva, jenis
pupa, tipe metamorphosis, tipe alat mulut, stadium hama perusak, dan
kunci determinasi hama. Kumbang badak termasuk ordo coleoptera.
Kumbang ini mempunyai 4 sayap dengan sepasang syap depan yang
menebal sepert kulit,keras dan rapuh dan biasanya bertemu dlam satu
garis lurus di bawah tengah punggung dan menutupi sayap belakang.
Sayap belakang berselaput tipis dan biasanya lebih panjang daripada
sayap depan, kumbang disebut elytra. Kumbang dewasa berwarna merah
sawo, berukuran 3-5 cm (Borror et al, 1991).
Menurut Elzinga (1987) Kumbang badak termasuk ordo
Coleoptera Kumbang badak merupakan serangga dari ordo Coleoptera
dimana ada anggotanya yang bertindak sebagai hama tanaman dan
predator. Serangga ini bersayap 2 pasang dimana sayap depan mengeras
dan menebal serta tidak mempunyai vena yang disebut dengan elytra. Bila
istirahat elytra seolah-olah terbagi menjadi dua bagian pada bagian dorsal.
Sementara sayapnya yang belakang berupa membraneus yang terlipat
dibawah sayap belakang apabila istirahat.
Kumbang yang diamati mempunyai ukuran tubuh kurang lebih 2
cm x 4,5 cm. Hewan ini mempunyai sayap dua pasang dengan sayap
depannya seperti mika tetapi tanpa vena. Sayap depan ini menebal karena
berfungsi sebagai pelindung sayap belakangnya. Sayap belakang serangga
ini lebar dan mempunyai sedikit vena. Bila sedang istirahat, sayap ini
letaknya berdampingan. Mulut serangga ini termasuk tipe untuk
menggigit dan mengunyah. Dari semua ciri-ciri yang ada, diketahui
bahwa serangga ini digolongkan dalam ordo Coleoptera. .
Morfologi walang sangit sama dengan belalang dewasa, tetapi
walang sangit mengalami metamorfosis paurometabola dan tipe alat
mulutnya adalah menusuk menghisap sehingga tidak ada atau tidak
terbentuk stadium larva dan pupa pada perkembangannya. Walang sangit
(Leptocorisa oratorius) termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas
Insecta, dan ordo Hemiptera. Walang sangit menjadi hama pada stadium
nimfa dan imago (dewasa). Ciri-ciri yang dimiliki oleh walang sangit
berdasarkan kunci determinasi yaitu mempunyai dua pasang sayap, sayap
depan bertekstur seperti mika atau kulit, terutama di pangkal sayap, sayap
23
belakang bersifat membran; alat mulut tipe penghisap dengan paruh
panjang yang beruas-ruas; tekstur pangkal sayap dengan depan seperti
mika, ujung sayap bersifat membran (hemelytron), ujung sayap saling
tumpang-tindih bila sedang hinggap.
Dacus dorsalis atau lebih dikenal dengan lalat buah termasuk
dalam filum Arthropoda kelas Insecta. Lalat merupakan anggota ordo
Diptera yang mempunyai sepasang sayap depan karena sayap
belakangnya mereduksi menjadi alat keseimbangan. Larvanya bertipe
apoda karena larva tidak mempunyai tungkai. Sedangkan pupanya
koartata, yang mirip dengan eksarata hanya eksuviaenya tidak
mengelupas. Lalat buah dewasa memakan cairan atau sekresi yang
dikeluarkan oleh berbagai kumbang atau serangga lain, madu pada buah
dan cairan buah lainnya. Saat tidak musim buah, lalat terbang atau berada
di semak-semak atau hutan kecil disekitarnya. Bila ingin bertelur, lalat
mencari buah yang menjelang masak. Alat peletak telur berada di ruas
belakang badan, ditusukkan menembus kulit buah masak ke dalam buah
dan membentuk rongga. Telur diiringi bakteri yang menyelinap masuk ke
dalam buah sehingga menimbulkan kontaminasi dan buah menjadi busuk
yang masak lunak. Bintik bekas tusukan alat peletak telur menjadi gelap
agak membusuk dan akhirnya menjadi busuk buah (Kalie,2002).
Lalat buah mengalami metamorfosis sempurna (holometabola),
dan jenis larva yang terbentuk adalah apoda atau vermiform serta
memiliki jenis pupa berupa koartacta (seperti eksarata namun eksuvie
tidak mengelupas dan tetap membungkus pupanya. Lalat buah memiliki
tipe alat mulut penghisap. Lalat buah menjadi hama pada stadium larva
dan imago. Berdasarkan kunci determinasi, ciri-ciri morfologi dari lalat
buah yaitu sayap depan dan belakang bersifat membran; sayap tidak
tertutup sisik; sayap depan dan belakang tidak sama dalam ukuran,
bentuk, dan susunan venanya; ukuran tubuh beragam, sayap tanpa
rumbai; sayap depan ada, sayap belakang tereduksi menjadi alat
keseimbangan (halter).
Wereng merupakan hama yang menyerang tanaman padi dengan
tipe mulut menusuk meenghisap. Wereng atau Nilaparvata lugens
termasuk filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Homoptera. Tipe
metamorfosis yang terjadi pada wereng adalah paurometabola
24
(metamorfosis sederhana), sehingga wereng tidak mengalami stadium
larva dan pupa. Stadium hama yang merusak adalah nimfa dan imago.
Ciri-ciri morfologis wereng berdasarkan kunci determinasi adalah
mempunyai dua pasang sayap, sayap depan bertekstur seperti mika atau
kulit, terutama di pangkal sayap, sayap belakang bersifat membran; alat
mulut tipe penghisap dengan paruh panjang yang beruas-ruas; sayap
depan dengan tekstur yang seragam, ujung sayap sedikit tumpang-tindih.
Apabila serangan terjadi pada vase vegetatif maka daun tengah
atau pucuk tanaman mati karena titik tumbuh dimakan. Pucuk yang mati
akan berwarna coklat dan mudah dicabut. Gejala ini biasa disebut sebagai
sundep. Apabila serangan terjadi pada fase generatif, maka malai akan
mati karena pangkalnya dikerat oleh larva. Malai yang mati akan tetap
tegak berwarna abu-abu putih dan bulirnya hampa. Malai ini mudah
dicabut dan pangkalnya terdapat bekas gigitan larva. Gejala serangan
pada tahap ini disebut beluk.
Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera yang mempunyai sayap
depan dan belakang dan bersifat membran. Kedua sayap tersebut tertutup
sisik. Alat mulutnya menusuk menghisap. Serangga ini memakan madu,
cairan buah-buahan. Karena itu, serangga memiliki mulut penghisap
berbentuk pipa panjang yang tergulung jika tidak dipakai. Larva
lepidoptera bertipe polipoda karena memiliki tungkai di bagian toraks dan
abdomen. Sedangkan pupanya obtekta dengan alat tambahan yang
melekat pada tubuh pupa dan kadang-kadang terbungkus kokon (Borror,
1992).
Lepidoptera termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Insecta.
Kupu-kupu mempunyai tipe metamorfosis sempurna (Paurometabola)
dengan perkembangan stadia telur – nimfa - Pupa (kepompong) – Imago
(dewasa). Sedangkan tipe larvanya polipoda, karena memiliki kaki torakal
dan kaki abdominal dan tipe pupanya obtekta. Alat mulut pada serangga
ini yang dewasa berupa penghisap berbentuk tabung yang disebut
proboscis, untuk menghisap madu (tabung seperti belalai). Pada bangsa
ini, pupanya terbungkus kokon, sehingga pada stadium dewasa serangga
ini akan keluar melalui kokon terseut (Soetiyono, 1998). Serangga dewasa
mmiliki sepasang sayap di depan, sedang syap belakang mereduksi
menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter.
25
Lalat termasuk ordo Diptera, bertubuh lunak dan relatif kecil.
Diketahui hanya memiliki sepasang sayap, tepat di belakang sayap
terdapat helter yang merupakan alat keseimbangan berasal dari sayap
belakang yang mereduksi. Tubuh terdiri dari tiga bagian yaitu caput
kepala, thorax dan abdomen. Kupu-kupu merupakan ordo dari
Lepidoptera dan mempunyai arti serangga yang bersisik. Bagian mulut
biasanya cocok untuk menghisap, memiliki mata majemuk yang terdiri
dari sejumlah mata faset (Borror et al., 1992). Identifikasi gejala
kerusakan berdasarkan tipe mulut dilakukan pada daun pisang. Daun
pisang yang terkena serangan akibat tipe mulut mandibulata akibatnya
daun berlubang. Selain itu, daun pisang akan menggulung. Di samping
daun pisang, daun kelapa rusak karena serangga bertipe mulut
mandibulata. Daun kelapa yang terserang akan menyebabkan terjadinya
sobekan pada daun, bisa juga menjadi busuk. Pada batang akan terjadi
gerekan. Pada tipe mulut lain yaitu menusuk menghisap atau haustelata
seperti pada daun padi mengakibatkan daunnya mengering berwarna
coklat. Pada bulir padi terdapat bintik hitam karena biji padi telah kosong
dirusak oleh serangga.
Serangga berikutnya yang diamati adalah lebah atau tawon, yang
mempunyai ukuran lebih kecil daripada kumbang karena ukurannya
hanya 2.5 cm x 1 cm. Ciri-ciri yang dijumpai adalah mempunyai tiga
pasang kaki. Selain itu sayapnya berjumlah dua pasang. Tubuh serangga
ini agak padat dan juga ada penggentingan antara toraks dan abdomen.
Dari ciri-ciri di atas diketahui bahwa serangga ini dimasukkan dalam ordo
Hymenoptera. Hymenoptera berasal dari bahasa Yunani kuno uman atau
hymen yang artinya kulit tipis, membran ptera yang artinya sayap.
Disebut demikian karena sayap ordo seperti membran yang telanjang
tidak ada pelindungnya. Dalam ordo terdapat beberapa keluarga pemakan
tanaman, tetapi sebagian besar merupakan pemakan binatang lain
(Pracaya, 1991).
Lebah termasuk ordo Hymenopteera filum Arthropoda, kelas
Insecta, dan. Lebah tidak memiliki penonjolan klipeus, koksa-koksa
depan adalah tranversal dan ruas metasomayang terakhir tidak
mempunyai daerah seperti piringan ssegi tiga. Tipe alat mulutnya
26
penggigit pengunyah baik pada larva maupun imago, tapi imago kadang
menjilat madu pada bunga tanaman. (Borror et al, 1991).
Lebah mengalami metamorfosis sempurna (holometabola). Tipe
alat mulut yang dimiliki oleh lebah adalah pencucuk-penghisap. Lebah
bersifat tidak berperan sebagai hama, tetapi lebah sangat membantu
dalam proses penyerbukan bunga, sehingga dapat dikatakan bahwa lebah
memiliki peran yang positif. Ciri-ciri morfologis lebah berdasarkan kunci
determinasi adalah sayap depan dan belakang bersifat membran; sayap
tidak tertutup sisik; sayap depan dan belakang tidak sama dalam ukuran,
bentuk, dan susunan venanya; ukuran tubuh beragam, sayap tanpa
rumbai; tubuh agak padat, ada penggentingan antara thoraks dan
abdomen, sayap belakang lebih kecil dari sayap depan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki. 1993. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa. Bandung.
Borror. 1991. Pengenalan Pelajaran Serangga. UGM Press. Yogyakarta.
Borror. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. UGM Press. Yogyakarta.
Elzinga, JR. 1987. Fundamental of Entimologi. Prentice Hall of India. New Delhi.
Kalie. 2002. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berkerut. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kopranek, A.M. 1980. Cut Chrysanthemums Introduction to Floriulture. Academic
Press. New York.
Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta
Sastrohidayat. 1987. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya.
Sastroutomo, SS. 1988. Pestisida, Dasar-dasar dan Dampak penggunaannya.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Soetiyono. 1998. Pengendalian Hama Sayuran Palawija. Kanisius. Yogyakarta.
Subyakto. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Tiga Serangkai. Jakarta
Sudarmo. 1991. Pengenalan Serangga, Hama, Penyakit, dan Gulma Padi. Kanisius.
Yogyakarta.
Sudarmono. 2002. Pengenalan Serangga, Hama, Penyakit, dan Gulma Padi.
Kanisius. Yogyakarta.
Winarno, P.G. Bettysri. 2003. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
28
B. Identifikasi Patogen
1. Gejala, Tanda penyakit dan Morfologi Patogen
a. Hasil Pengamatan
1. Zoocecidia pada daun mangga
Gambar 2.1 Zoocecidia pada
Daun Mangga
Tipe gejala : Hyperplastis
Tanaman inang : Mangga
Keterangan gejala : Benjolan
kecil pada daun mangga
Tipe parasit : Obligat
Mekanisme : Biotropik
Kelas : Insecta
Spesies : Kutu daun
2. Penyakit sapu (Witches broom) pada Kacang Tanah
Gambar 2.2 Penyakit Sapu Pada
Kacang Tanah
Tipe Gejala : Hyperplastis
Tanaman Inang : Kacang Tanah
Keterangan Gejala : Timbul cabang
baru pada ketiak cabang dan
akar terangkat ke atas.
Tipe Parasit : Obligat
Mekanisme : Biotropik
Spesies : Mikroplasma
3. Papaya Mosaic
Gambar 2.3 Penyakit Mozaic
Pada Pepaya
Tipe Gejala : Nekrosis
Tanaman Inang : Pepaya
Keterangan Gejala : Bentuk daun
tidak beraturan, terjadi mozaic
pada daun
Tipe Parasit : Obligat
Mekanisme : Biotropik
Kelas : Virales
Spesies : Virus
29
4. Busuk Buah (Gloeosporium sp) pada Apel
Gambar 2.4 Busuk Buah pada
apel
Tipe gejala : Nekrosis
Tanaman inang : Apel
Keterangan gejala : Busuk pada
buah
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Deuteromycetes
Spesies : Gloeosporium sp
5. Busuk Buah (Erwinia carotavora) pada Wortel
Gambar 2.5 Busuk Buah Pada
Wortel
Tipe gejala : Nekrosis
Tanaman inang : Wortel
Keterangan gejala : Busuk, berlendir
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Probacteria
Spesies : Erwinia carotavora
6. Bercak Daun (Cercospora arachudicala) pada Kacang Tanah
Gambar 2.6 Bercak Daun pada
Kacang Tanah
Tipe gejala : Nekrosis
Tanaman inang : Kacang tanah
Keterangan gejala : Bercak pada
daun
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Deuteromycetes
Spesies : Cercospora arachudicala
30
7. Penyakit Diplodia (Diplodia natalensis) Pada Jeruk
Gambar 2.7 Penyakit Diplodia
pada Jeruk
Tipe gejala : Nekrosis
Tanaman inang : Batang jeruk
Keterangan gejala : Getah pada
batang keluar (gum)
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Deuteromycetes
Spesies : Diplodia natalensis
8. Spora Jamur Karat (Puccinia arachidis)
Gambar 2.8 Spora Jamur Karat
Keterangan / Ciri Morfologi:
Tanaman inang : Kacang tanah
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Basidiomycetes
Spesies : Puccinia arachidis
9. Cercospora arachidicola
Gambar 2.9 Cercospora
arachidicola
Keterangan / Ciri Morfologi:
Tanaman inang : Kacang tanah
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Deuteromycetes
Spesies : Cercospora arachidicola
31
10. Sporangium phytophtora infestans
Gambar 2.10 Phytopthora
infestans
Keterangan / Ciri Morfologi:
Tanaman inang : Kentang
Tipe parasit : Obligat
Mekanisme : Biotropik
Kelas : Pycomicetes
Spesies : Phytophtora infestans
11. Xanthomonas compestris pv citri
Gambar 2.11 Xanthomonas
compestris
Keterangan / Ciri Morfologi:
Tanaman inang : Jeruk
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Schizomycetes
Spesies : Xanthomonas compestris pv citri
12. Partikel Virus TMV
Gambar 2.12 Partikel Virus TMV
Keterangan / Ciri Morfologi:
32
Tanaman inang : Tembakau
Penyebab penyakit : TMV
Tipe parasit : Obligat
Mekanisme : Biotropik
Kelas : Rhodshaped ssRNA
Spesies :
13. Konidia Altermaria porrii
Gambar 2.13 Alternariaa porrii
Keterangan / Ciri Morfologi:
Tanaman inang : Bawang
Penyebab penyakit : Alternariaa porrii
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Deuterumycetes
Spesies : Alternariaa porrii
14. Konidia Fusarium sp.
Gambar 2.14 Fusarium sp.
Keterangan / Ciri Morfologi:
Tanaman inang : Bawang
Penyebab penyakit : Fusarium sp.
Tipe parasit : Fakultatif
Mekanisme : Nekrotropik
Kelas : Deuterumycetes
Spesies : Fusarium sp.
33
b. Pembahasan
Zoosecidia merupakan penyakit yang disebabkan oleh
serangga vektor yaitu kutu daun atau tungau, dengan tipe parasit
obligat dan mekanisme serangan nekrotropik. Zoosecidia menyerang
daun mangga yang menimbulkan gejala hiperplasis, yaitu
menyebabkan daun mangga terdapat bercak-bercak dan bintik-bintik
menonjol (semacam bintil).
Witches broom atau biasa disebut penyakit sapu merupakan
salah satu penyakit yang menyerang kacang tanah. Pada tanaman sakit
terjadi pertumbuhan tunas‐tunas samping (proliferasi) dengan
daun‐daun kecil yang luar biasa banyak. Warna daun-daun kecil
tersebut tetap hijau.Tanaman terhambat pertumbuhannya dan tampak
seperti sapu. Pembungaan sangat berkurang, kalaupun tumbuh bunga
hanya pada tunas pertama yang tampak masih sehat, bunga mudah
menjadi layu.Ginofor bakal polong berubah menjadi ke atas (geotropi
negatif). Polong berukuran kecil, keriput dan hampa.Penyebab sapu
pada kacang tanah adalah Fitoplasma, dahulu dikenal sebagai
Mycoplasma like organism (MLO).Fitoplasma berbentuk jorong atau
bulat dengan ukuran diameter 100 ‐ 1100 nm, tidak memiliki dinding
sel (merupakan ciri pembeda yang mendasar dari bakteri yang
mempunyai diding sel kaku), hanya terdapat pada bagian
floem.Fitopalsma tidak ditularkan secara mekanik maupun melalui
benih, tetapi ditularkan secara grafting, tali putri dan serangga vektor
(wereng Orosius argentatus).
Gejala pada buah apel merupakan gejala nekrosis, nama
penyakit busuk basah, penyebabnya adalah Gloesporium sp. Pada
bagian yang busuk terdapat tanda atau warna kecoklatan yang di
tengah-tengahnya terdapat bintik-bintik hitam berubah menjadi
orange. Mekanismenya nekotropik, tipe parasit fakultatif yaitu
organisme yang bisa hidup pada jaringan mati atau hidup.
Erwinia carotovoraberasal dari kelas Protobacteria, yaitu
bakteri yang dapat membusukan sayur dan buah-buahan. Bakteri ini
bersifat aerob fakultatif. Serangga ini membuat luka dan dalam tubuh
serangga mengandung bakteri. Mekanisme yang terjadi yaitu parasit
nekrotrop. Ciri infeksi bakteri Erwinia carotovora yaitu pada daun
34
batang atau umbi daun, terjadi busuk basah yang berwarna coklat atau
coklat kehitam-hitaman. Gejala dimulai dengan adanya bercak
kebasahan yang selanjutnya meluas dengan bentuk yang tidak teratur,
agak mengendap dengan warna coklat tua atau kehitam-hitaman.
Disekitar bagian yang sakit terbentuk pigmen coklat tua atau hitam.
Busuk mula-mula tidak berbau, kemudian menjadi berbau khas yang
sangat menyolok (kemungkinan akibat aktifitas bakteri atau mikroba
sekunder yang lain).
Bakteri Erwinia carotovora berbentuk batang (0.7 μm X 1.5
μm), memiliki 2 - 6 flagella peritrikus, tidak memiliki spora, tidak
berkapsul, gram negatif dan aerob fakultatif. Bakteri ini menghasilkan
enzim pektinase (enzim pengurai pektin). Infeksi pada wortel terjadi
melalui luka atau lentisel. Infeksi terjadi melalui luka karena gigitan
serangga atau karena alat-alat pertanian.
Penyakit yang berbahaya ini belum ditemukan cara
pengendaliannya yang tuntas. Pergiliran tanaman diharapkan dapat
memutus daur hidup penyakit. Begitu pula pemeliharaan lahan
sayuran agar tidak kotor atau terlalu lembab.
Salah satu gangguan penyakit yang cukup penting adalah karat
daun yang disebabkan oleh Puccinia arachidis. Gejala pada daun
terdapat bercak-bercak coklat muda sampai coklat (warna karat) dan
daun gugur sebelum waktunya. Penyebaran jamur karat ini terjadi
melaluiuredospora pada sisa brangkasan atau polong terkontaminasi
yang terbawa angin. Salim (1989) dalam Saleh dan Hadiningsih
(1996) melaporkan bahwa perkecambalian uredospora paling banyak
terjadi pada suhu 3S°C dengan kelembaban relatif 90%. Sudjono
(1996) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara intensitas
serangan dengan defoliasi daun dan korelasi negatif antara defoliasi
dan liasil.
Cercospora arachidicola merupakan jamur penyebab penyakit
bercak daun, salah satu tanaman inangnya adalah kacang tanah
(Arachis hypogaea). Penyakit ini biasanya mulai berkembang di
pertanaman ketika menjelang panen atau sekitar 40-70 Hari Setelah
Tanam (HST) (Semangun, 2001). Pengaruh dari adanya penyakit
bercak daun adalah adanya gangguan terhadap fungsi permukaan
35
daun dalam melakukan fotosintesis (Donowidjojo, 1980). Serangan
oleh cendawan ini tidak hanya terjadi pada daun, akan tetapi juga
dapat terjadi pada tangkai daun, daun penumpu, batang dan tangkai
buah (ginofor).
Tanaman yang terserang oleh cendawan ini akan
memperlihatkan gejala-gejala seperti munculnya bercak-bercak
berwarna coklat muda pada permukaan daun dan coklat tua hingga
kehitaman pada bagian bawah daun (Rismunandar, 1986). Serangan
berat pada tanaman dapat menyebabkan terjadinya defoliasi yang
pada akhirnya berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas
(Semangun, 2001). Hal ini diduga bahwa daun sebagai organ yang
berperan sebagai tempat terjadinya fotosintesis apabila mengalami
gangguan maka kegiatan produksi fotosintat juga akan terganggu,
pada akhirnya polong atau biji sebagai bahan panenan utama juga
akan rendah produksinya.
Bakteri Xanthomonas campestris berbentuk batang dengan
diameter 0.4-1.0 µm dan panjang 1.0-3.0 µm dan bergerak dengan
flagella. Xanthomonas campestris merupakan bakteri gram negatif
yang berasal dari kelas Protobacteria dengan tipe parasit fakultatif.
Mekanisme berupa gejala nekrotropik.
Pada jeruk, Xanthomonas campestrisdapat menyebabkan
penyakit kanker batang. Kanker yaitu terjadinya kematian jaringan
kulit tumbuhan yang berkayu, misal akar, batang, cabang.
Selanjutnya jaringan kulit yang mati terssebut mengering batas
mengendap pecah-pecah, dan akhirnya bagian itu runtuk sehingga
terlihat bagian jayunya. Di tepi luka tersebut jaringan kalusnya
mengembang (Semangun, 1999). Gejala serangan pada daun diawali
dengan munculnya bintik-bintik kuning berdiameter 1mm dibawah
permukaan daun. Selanjutnya bintik berubah bercak cembung dan
berwarna kecoklatan serta agak mengkilat. Gejala khas berupa kanker
yang muncul pada fase berikutnya saat permukaan bercak berubah
menjadi kasar dan retak-retak dan biasanya mengeluarkan eksudat
bakteri. (Mangunwardoyo, 1999).
Virus mosaik tembakau (Tobacco mozaic virus, TMV) adalah
virus yang menyebabkan penyakit pada tembakau dan tumbuhan
36
anggota suku terung-terungan (Solanaceae) lain. Gejala yang
ditimbulkan adalah bercak-bercak kuning pada daun yang menyebar,
seperti mosaic. Gejala pada daun muda atau pucuk berupa pemucatan
tulang daun (vein clearing) dan jaringan sepanjang tulang daun
menjadi hijau muda. Mosaik berupa pola bercak bercak hijau tua dan
hijau muda, bagian hijau tua seperti melepuh, menonjol dan lebih
tebal. Tanaman muda yang terinfeksi menjadi kerdil disertai distorsi.
Virus mosaik tembakau mempunyai partikel berbentuk batang
panjang dengan ukuran panjang 300 nm (= 300 x 10‐9 m) dan
diameter 18 nm dan dapat ditularkan secara mekanik, serangga vektor
belum dapat diketahui. Kisaran tanaman inang TMV mencakup lebih
dari 150 genus tanaman.
Penyakit bercak ungu (trotol) adalah penyakit yang disebabkan
oleh jamur Alternaria porri. Alternaria porri berasal dari kelas
Deuteromycetes dengan tipe parasit fakultatif dan mekanisme
serangannya adalah nekrotropik. Konidium dan konidiofor berwarna
hitam atau coklat, konidium berbentuk gada yang bersekat-sekat. Pada
salah satu ujungnya membesar dantumpul, ujung lainnya menyempit
dan agak panjang. Konidium dapat disebarkan oleh angin dan
menginfeksi tanaman melalui stomata atau luka yang terjadi pada
tanaman. Patogen dapat bertahan dari musim ke musim pada sisa-sisa
tanaman (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2006).
Gejala serangan Alternaria porri dapat dilihat jika pada daun
bercak melekuk, berwarna putih atau kelabu. Ukuran bervariasi
tergantung pada tingkat serangan. Pada serangan lanjut, bercak-bercak
menyerupai cincin warna agak keunguan yang dikelilingi oleh zona
berwarna kuning yang dapat meluas ke bagian atas atau bawah bercak
dan ujung daun mengering. Permukaan bercak bisa juga berwarna
coklat atau hitam terutama pada keadaan cuaca yang lembab.
Pada mulanya, cendawan terbawa angin atau air menempel
pada bagian tanaman, termasuk daun. Kemudian pada bagian yang
terinfeksi terjadi suatu perubahan warna berupa bercak kecil putih
sampai keabu-abuan. Pada bercak yang membesar, tampak lingkaran
membentuk cincin berwarna keunguan yang dikelilingi warna kuning.
37
Keadaan cuaca yang lembab, mendung dan hujan mendorong
perkembangan penyakit. Pemupukan dengan dosis N yang tinggi atau
tak berimbang, keadaan drainase yang tidak baik dan suhu antara 30-
320C merupakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan
pathogen (Schwartz, 2006).
Jamur Fusarium termasuk jamur kelas Deuteromycetes / jamur
imperfecti sebab hanya melakukan perkembangbiakan secara aseksual
dengan alat reproduksi yang disebut konidia. Jamur ini mempunyai
tiga alat reproduksi aseksual, yaitu mikrokonidia (terdiri dari satu sel),
makrokonidia (dua sampai enam septa) dan klamidospora (merupakan
pembengkakan pada hifa). Konidia ini bercabang dan disebut
konidiosporum yang merupakan alat perkembangbiakan, tempat
penyimpanan massa sporokodium atau miselium. Konidia berwarna
coklat muda dan berdinding tebal, berukuran 8.2 -- 6.2 µ , letaknya
pada ujung atau di tengah hifa. Family dari jamur ini adalah
Tuberculariaceae yang dicirikan oleh adanya sporokodium.
Sporokodium ini membentuk makrokonidia dan mikrokonidia. Bentuk
makrokonidium melengkung panjang dengan ujung mengecil dan
mempunyai sekat antara 110 atau lebih, sedangkan mikrokonidium
bentuknya pendek, tidak bersekat atau bersekat satu.
38
2. Medium Biakan
a. Hasil Pengamatan
1) Mengupas kentang, mencuci kemudian memotong-motong kecil dan
tipis, menimbang sebanyak 200g kemudian memasak dalam 500 ml
air pada gelas piala dengan kapasitas 1 lt.
Gambar 2.15 Pengupasan Kentang, Dipotong, dan Dimasak
2) Pada gelas piala lain dicairkan agar tepung sebanyak 20 g dengan air
destilata melalui pemanasan
Gambar 2.16 Pencairan Agar Tepung
3) Menyaring air rebusan kentang yang telah masak dengan kain kasa
kemudian menuang kedalam gelas piala tempat mencairkan agar,
kemudian dipanaskan dan diaduk-aduk.
Gambar 2.17 Penyaringan Air Rebusan Kentang
4) Mengembalikan Volume medium menjadi 1 lt dengan cara
menambahkan air destilata ke dalam larutan tersebut.
Gambar 2.18 Penambahan Air Destilasi sampai 1 liter
39
5) Menaruh medium yang telah jadi kedalam tabung erlenmayer atau
tabung reaksi dan menutup dengan kapas, namun lebih baik lagi jika
ditutup lagi dengan alumunium foil.
Gambar 2.19 Penutupan Tabung Dengan Kapas
6) Tabung erlenmayer dan tabung reaksi yang telah diisi dengan medium
biakan dan ditutup disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 120°C dan 1
atm selama 25 menit.
Gambar 2.20 Penyeterilan dengan Autoklaf
7) Menuang medium yang telah disterilisasi pada cawan petri dan
dibiarkan memadat untuk isolasi maupun biakan jamur, atau untuk
PDA miring.
Gambar 2.21 Penuangan Medium Yang Steril Ke Petridist
40
b. Pembahasan
Biakan murni bakteri adalah biakan yang terdiri atas satu species
bakteri yang ditumbuhkan dalam medium buatan. Medium buatan
tersebut berfungsi sebagai mediun pertumbuhan (Anonim, 2006).
Mulyani (1991) mengatakan bahwa Prinsip dari isolasi mikrobia
adalah memisahkan suatu jenis mikrobia dengan mikrobia lain yang
berasal dari jenis mikrobia tercampur, dengan menumbuhkan pada media
padat. Bila sel tersebut terperangkap oleh media padat pada beberapa di
tempat terpisah, maka setiap tempat kumpulan sel akan berkembang
menjadi suatu koloni yang terpisah pula, sehingga memudahkan
pemisahan selanjutnya. Maka selanjutnya sel-sel tersebut dipisahkan dan
ditumbuhkan atau dapat diisolasi dalam tabung reaksi atau tetabungmpat
seperti cawan petri yang ditempatkan terpisah.
Medium biakan PDA ini digunakan untuk media umum untuk
jamur. Medium biakan ini dibuat sebagai media isolasi penyakit yang
ahrus dibiakkan secara murni. Prinsip hanya dapat dilakukan terhadap
parasit fakultatif atau saprofit fakultatif dan bukan parasit obligat dan
sebagian jamur. Dibuat dari potato dextros agar yang dibuat dengan steril
mungkin. Proses pembuatan media ini dilakukan untul
perkembangbiakkan jamur dengan kondisi potato Dextrose agar memadat
setelah dituangkan ke daalm petridish selama 25 menit.
Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk
mematikan semua organisme yang terdapat di dalam media atau benda.
Ada tiga cara yang dipakai dalam sterilisasi, yaitu penggunaan panas,
penggunaan bahan kimia dan penyarinagan. Bila panas digunakan
bersama-sama dengan uap air disebut sterilisasi panas lembab atau
sterilisasi basah. Apabila tanpa kelembaban disebut sterilisasi panas
kering atau sterilisasi kering. Dipihak lain sterilisasi kimiawi dapat
dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan penggunaan
metode sterilisasi didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan.
Sedangkan metode yang umum digunakan di laboratoriun adalah metode
panas. Kebanyakan media yang dipakai dalam pekerjaa mikrobiologi
menjadi mudah rusak dan kadang terbakar, karena temperaturnya terlalu
tinggi. Sterilisasi panas kering ditetapkan pada apasaja yang tidak
menjadi rusak menyala hangus atau amenguap pada suhu yang tinggi.
Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain adalah
barang becah belah seperti pipet, tabung reaksi, cawan petri dari kaca dan
lain-lain, serta bahan yang tidak tembus uap seperti giberelin, minyak
41
vaselin dan barang yang berupa bubuk. Bahan-bahan yang disterilkan
harus ditutup dengan cara membungkus atau menaruhnya dalam suatu
wadah yang tertutup untuk menghindari atau mencegah kontaminasi
ketika dikeluarkan dari oven. Sterilisasi basah biasanya dilakukan di
dalam outoklaf atau sterilisator uap yang mudah diangkat dengan
menggunakan uap air jenuh berukuran tekanan suhu 1210C selama 15
menit, daur sterilisasi tersebut sering kali disebut 1 Atm 15 menit.
Hadioetomo (1990) Menyatakan bahwa Pada tempat-tempat yang lebih
tinggi diperlukan tekanan yang lebih besar untuk mencapai suhu 1210C.
42
3. Isolasi dan Inokulasi
a. Hasil Pengamatan
1) Isolasi jaringan tebal (Apel)
Keterangan :
1. Warna Putih
2. Warna Coklat
Patogen : Jamur
Terjadi Kontaminasi
Gambar 2.22 Isolasi Jaringan Tebal pada Apel Ulangan 1
Keterangan :
1. Warna Putih
2. Warna Coklat
Patogen : Jamur
Terjadi Kontaminasi
Gambar 2.23 Isolasi Jaringan Tebal pada Apel Ulangan 2
2) Isolasi jaringan tipis (kacang tanah)
Keterangan :
1. Warna hitam
2. Warna coklat
Patogen : Jamur
Terjadi Kontaminasi oleh Bakteri
Gambar 2.24 Isolasi Jaringan Tipis pada Kacang Tanah Ulangan 1
Keterangan :
1. Warna hitam
Patogen : Jamur
Terjadi Kontaminasi oleh Bakteri
Gambar 2.25 Isolasi Jaringan Tipis pada Kacang Tanah Ulangan 2
43
3) Isolasi bakteri (wortel)
Keterangan :
1. Putih
2. Putih Kecoklatan
3. Kontaminasi jamur
(hijau kehitaman)
Patogen : Jamur dan bakteri
Gambar 2.26 Isolasi Bakteri pada Wortel Ulangan 1
Keterangan :
1. Putih
2. Putih Kecoklatan
3. Kontaminasi jamur
(hijau kehitaman)
Patogen : Jamur dan bakteri
Gambar 2.27 Isolasi Bakteri pada Wortel Ulangan 2
4) Inokulasi luka (Apel)
Gambar 2.28 Inokulasi Luka (Kontrol)
Gambar 2.29 Inokulasi Luka (Perlakuan)
44
Keterangan :
a. Kontrol
a) Perubahan warna pada luka menjadi kehitaman
b. Perlakuan
a) Terdapat hifa-hifa putih pada luka
b) Terdapat warna kuning disekitar luka
c) Hifa jamur
5) Inokulasi bakteri langsung (wortel)
Gambar 2.30 Inokulasi bakteri langsung (Kontrol)
Gambar 2.31 Inokulasi bakteri langsung (Perlakuan)
Keterangan :
a. Kontrol
a) pada luka berwarna hitam
b. Perlakuan
a) Busuk total, warna coklat keputihan dan berlendir
b) Warna jamur putih (Kontaminasi)
c) Terdapat bakteri
45
b. Pembahasan
Praktikum isolasi dan inokulasi ini dilakukan agar praktikan dapat
mempelajari beberapa cara isolasi dan inokulasi jamur dan bakteri
patogen tanaman. Isolasi adalah memisahkan isolat dari lingkungan di
alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam media buatan.
Inokulasi berarti memindahkan inokulum dari suatu sumber pada atau
dalam suatu bagian tumbuhan inangnya. Inokulum adalah bagian dari
patogen yang dapat dipindahkan ke suatu infection court dan dapat
menyebabkan infeksi.
Prinsip dari isolasi mikrobia yang dikemukakan oleh Mulyani
(1991) adalah memisahkan suatu jenis mikrobia dengan mikrobia lain
yang berasal dari jenis mikrobia tercampur, dengan menumbuhkan pada
media padat. Bila sel tersebut terperangkap oleh media padat pada
beberapa di tempat terpisah, maka setiap tempat kumpulan sel akan
berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah pula, sehingga
memudahkan pemisahan selanjutnya. Maka selanjutnya sel-sel tersebut
dipisahkan dan ditumbuhkan atau dapat diisolasi dalam tabung-tabung
reaksi atau tempat seperti cawan petri yang ditempatkan terpisah.
Isolasi pertama kali dilakukan pada jaringan yang tebal. Untuk
mengetahui jamur yang nantinya ada atau tidak, menggunakan bahan dari
buah apel yang sebagian busuk atau terinfeksi dan sebagian lainnya masih
baik. Hasilnya diperoleh bahwa buah apel menjadi putih keabuan dan
terselubungi oleh jamur yang berwarna putih yang hampir menutupi
seluruh petridish. Semakin mejauh dari isolate, warna jamur semakin
terang.
Selanjutnya pada isolasi pada jaringan tipis. Bahan yang digunakan
adalah daun kacang tanah yang sebagian tubuh yang sehat dan sebagian
terinfeksi atau berkarat. Setelah diamati ternyata tumbuh jamur berwarna
hitam keabu-abuan menyelubungi potongan daun kacang berupa benang-
benang putih terutama pada bagian daun kacang tanah yang berkarat.
Jamur juga hampir memenuhi petridish.
Isolasi ketiga yaitu isolasi bakteri. Kali ini menggunakan bahan dari
umbi wortel yang sudah terinfeksi. Isolasi dilakukan pada petridish yang
sudah steril. Umbi wortel yang busuk dibuat suspensi dengan cara
mengambil umbi yang busuk lantas dicampur dengan aquadestilata.
Tumbuhkan pada media dengan cara membuat zigzag pada NA. Hasil
yang diperoleh setelah diinkubasi di sekitar goresan berwana putih
kekuning-kuningan, ini merupakan koloni bakteri..
46
Isolasi bakteri yang dilakukan dengan bakteri pada wortel,
dilakukan secara zig zag pada medium biakkan. Tujuan digoreskan secara
zig zag adalah untuk mendapatkan hasil biakkan murni pada akhir
goresan yang terpisah. Isolasi bakteri tersebut mengakibatkan timbul
lendir. Terdapat spora jamur pada medium biakan yang telah disterilkan
karena terkontaminasi terlalu lama dengan udara bebas. Pada waktu
pemasukkan medium kurang dilakukan secara cepat, sehingga yang
seharusnya hanya muncul bakteri pembusuk tetapi terdapat pula jamur
yang ikut masuk ke petridis. Adanya bakteri biasanya jarang terdapat
dalam keadaan murni, sehingga kebanyakan merupakan campuran antara
bermacam-macam spesies bakteri. Dalam mengisolasi mikrobia, sering
ditemui hambatan, yaitu terkontaminasinya biakan yang dibuat. Sumber
pencemar yang utama berasal dari udara luar yang banyak mengandung
berbagai organisme (Stainer, 1997).
Sastrahidayat (1990) berpendapat bahwa Inokulasi adalah suatu
proses patogen atau unit-unit reproduksinya mengadakan kontak dengan
tumbuhan. Setelah mengadakan inokulasi inokulum patogen tertentu
(konidium jamur) harus berkecambah, terbentuklah germ tube (tabung
kecambah) yang selanjutnya membentuk apresorium, berfungsi sebagai
alat penetrasi. Pada patogen yang mengadakan penetrasi langsung
biasanya dari apresorium dibentuk penetration peg (tabung infeksi),
fungsinya untuk menembus kutikula dan dinding sel epidermis.
Inokulasi adalah suatu proses patogen atau unit-unit reproduksinya
mengadakan kontak dengan tumbuhan. Setelah mengadakan inokulasi
inokulum patogen tertentu (konidium jamur) harus berkecambah,
terbentuklah germ tube (tabung kecambah) yang selanjutnya membentuk
apresorium, berfungsi sebagai alat penetrasi. Pada patogen yang
mengadakan penetrasi langsung biasanya dari apresorium dibentuk
penetration peg (tabung infeksi), fungsinya untuk menembus kutikula dan
dinding sel epidermis (Sastrahidayat, 1990).
Inokulasi dapat beberapa macam cara atau jenisnya menurut Jutono
(1973), yaitu inokulasi jamur, inokulasi bakteri, dan inokulasi virus. Pada
inokulasi jamur dilakukan melalui luka-luka dan stomata. Untuk inokulasi
bakteri dibuat dengan cara penetrasi patogen dengan bantuan air.
Inokulasi virus dibuat dengan cara melalui suatu kerusakan mekanis dan
dengan perantara virus.
Inokulasi bakteri menggunakan bahan dari buah wortel yang
diinkubasi. Wortel yang pertama ditusuk-tusuk dan diolesi suspensi,
47
hasilnya pada wortel terjadi kebusukan yang disebabkan oleh bakteri dan
juga terdapat jamur atau hifa – hafa yang terdapat di permukaan wortel.
Sedangkan pada wortel yang digunakan sebagai kontrol warna tetap
oranye pada bagian yang dilukai berwarna hitam dam pada permukaan
wortel mncul akar – akar wortel yang berwarna putih.
Inokulasi jamur menggunakan buah apel sebagai media. Seperti
pada wortel, buah apel juga diinkubasi terlebih dahulu sebelum dilakukan
pengamatan. Pada buah apel yang dilukai dan diberi inokulum hasilnya
terlihat infeksi pada buah apel tersebut berupa buah yang melunak dan
membusuk. Pada apel yang dilukai tanpa diberi inokulum hasilnya buah
menjadi mengalami perubahan warna yaitu kecoklatan, dan tidak terjadi
pembuuka seperti buah apel yang diberi inokulum. Hasil yang didapat
pada apel yang sudah diberi inokulum terjadi pembusukan dan terdapat
hifa – hifa jamur yang berwarna putih yang mengakibatkan kebusukan
pada buah apel.
48
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Medium Buatan. http:/yahoo.com/artikel-net. Diakses tanggal 2 Juni
2012.
Anonim. 2008. Gulma. http://id.wikipedia.org/wiki/Gulma. Diakses tanggal 2 juni
2012.
Anonim. 2010. Biakan Murni. http://www.iptek.net.id/l2. Diakses tanggal 2 Juni
2012.
Elisa. 2004. Infeksi Penyakit. http://www.trubusonline.com. Diakses tanggal 2 Juni
2012.
Hadioetomo, Ratna Sri, 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan
Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta.
Jutono. 1973. Dasar-dasar Mikrobiologi untuk Perguruan Tinggi. Fakultas Pertanian
UGM. Yogyakarta.
Jutono. 1980. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bagian dari Perlindungan
Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta.
Mulyani. 1991. Dasar-dasar Mikrobiologi Tanah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sastrahidayat. 1990. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya.
Schlegel, H.G. 1976. Mikrobiologi Umum. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Semangun, Haryono. 1990. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soehardjan. 1997. Dinamik Populasi Penggerek Kuning Padi. Direktorat Penelitian
dan Pengendalian Hama. Bandung.
Stainer. 1997. Dunia Mikrobiologi I. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Tjahjadi, Nur. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
49
C. Teknik Pengendalian OPT
1. Uji Antagonisme Pathogen (Trichoderma sp vs Gloeosporium sp)
a. Hasil Pengamatan
R1 : 0.7 cm
R2 : 1,4 cm
Gambar 3.1 Ulangan 1 Uji Antagonis Patogen (Kontrol)
R1 : 0,5 cm
R2 : 2 cm
Gambar 3.2 Ulangan 2 Uji Antagonis Patogen (Perlakuan)
H :
x 100
:
x 100 %
: 75 %
b. Pembahasan
Trichoderma spp. adalah sejenis jamur yang bersifat antagonis dan
menyerang pathogen. Warnamya hijau lumut berbentuk hifa.
Trichoderma spp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami
merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab
penyakit tanaman. Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit
pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya
sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi.
Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup,
parasitisme, antibiosis dan lisis (Sukamto, et al., 1999).
Gloeosporium sp. adalah salah satu genus cendawan berfilamen
yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah. Golongan
Gloeosporium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium
50
bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm
(Sulistyorini, et al., 1995). Cendawan ini juga memiliki struktur fialid
yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun
merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi
aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada
konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada
konidios pora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari
fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2
atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia
yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1 sampai 3 sel, berbentuk bulat
atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan
(Wikipedia, 2010).
Berdasarkan hasil analisis data kontrol, dapat diketahui bahwa
jari-jari koloni Gloeosporium sp. ke arah Trichoderma spp. adalah
sebesar 0,7 cm (R1), dan jari-jari koloni Gloeosporium sp. menjauhi
Trichoderma spp. adalah sebesar 1,4 cm (R2). Untuk perlakuan,
diketahui bahwa jari-jari koloni Gloeosporium sp. ke arah Trichoderma
spp. adalah sebesar 0,5 cm (R1), dan jari-jari koloni Gloeosporium sp.
menjauhi Trichoderma spp. adalah sebesar 2 cm (R2), maka dapat
diketahui nilai prosentase hambatan patogen Gloeosporium sp. adalah
sebesar 75%.
Spesies ini termasuk spesies jamur imperfecti atau jamur yang
tidak sempurna dan sesui dengan posisinya oleh W. Weindling dan
Emerson akan terbentuk gliotoxin setelah adanya genus Gliocladium
tersebut. Beberapa ahli mikrobiologi berpendapat bahwa spesies ini juga
dalam jamur weinding (Garret, 1963).
Spesies ini merupakan antagonis patogen yang dapat dipakai
untuk kontrol biologis pada penyakit jamur pada akar, karena jamur ini
merusak aerasi yang rendah. Sedangkan kontribusi yang penting dibuat
melalui tube penolakannya yang dinampakkan pada daftar jamur tanah
yang umumnya diisolasi teknis, karena cara yang digunakan oleh
Trichoderma sp adalah melalui pencernaan tanahnya. Dari hasil
pengamatan dapat dilihat bahwa pada species ini terdapat hifa dan spora
yang berwarna putih, sedangkan misselium berwarna hijau dan
percabangan langsung berupa konidia. Apabila kita rasakan maka
51
Trichoderma sp menghasilkan bau yang tengik dan konidia tidak
berlendir, serta sporulasi membentuk lingkaran.
Pertumbuhan Trichoderma sp yang cepat dengan diameter yang
hampir memenuhi cawan petri menyebabkan Gloeosporium sp semakin
terdesak karena kahabisan ruang tumbuh. Akibatnya jari-jari
pertumbuhan biakan Gloeosporium sp yang mendekati biakan
Trichoderma sp lebih kecil daripada yang menjauhi Trichoderma sp.
Ruang dalam medium sudah benar-benar habis, maka Gloeosporium sp
tumbuh dengan arah tumbuh ke atas. Pada pengamatan setelah hari
ketujuh menunjukkan bahwa spora Trichoderma sp telah menyerang
Gloeosporium sp dengan mekanisme penetrasi hifa yaitu kemampuan
Trichoderma sp melilit hifa Gloeosporium sp (Purwantisari et al, 2009).
52
2. Pengenalan Musuh Alami
a. Hasil Pengamatan
1) Capung (Pentala sp)
Gambar 3.3 Capung
Ciri-ciri :
a) Taksonomi :
Kelas : Insecta
Ordo : Odonata
Famili : Libelliluidae
b) Hama sasaran : Polifag (wereng, Aphis)
c) Stadium menjadi predator : Imago, pradewasa
d) Kaki 3 pasang
e) Memiliki mata faset
f) Metamorphosis sempurna
2) Kumbang buas
Gambar 3.4 Kumbang
Buas
Ciri-ciri :
a) Taksonomi :
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Coccinellidae
Ket. Gambar :
1. Kepala
2. Toraks
3. Abdomen
4. Sayap
5. kaki
Ket. Gambar :
1. Kepala
2. Abdomen
3. Antena
4. Kaki
5. Dada
53
b) Hama sasaran : Kutu daun (Aphis)
c) Stadium menjadi predator : Imago, larva
d) Kaki 3 pasang
e) 1 pasang sayap membran.
f) 1 pasang sayap keras
3) Belalang Sembah (Stagmomantis sp)
Gambar 3.5 Belalang
Sembah
Ciri-ciri :
a) Taksonomi :
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Mantidae
b) Hama sasaran : Polifag (wereng, Aphis)
c) Stadium menjadi predator : Imago, nimfa
d) Kaki 3 pasang, salah satunya tajam seperti sabit
e) Memiliki mata faset
4) Laba-laba buas
Gambar 3.6 Laba-laba
Buas
Ket. Gambar :
1. Kepala
2. Toraks
3. Abdomen
4. Sayap
5. kaki
Ket. Gambar :
1. Kepala
2. Abdomen
3. Kaki
4. Taring
54
Ciri-ciri :
a) Taksonomi
Kelas : Insecta
Ordo : Araneida
Famili : Lycosidae
b) Hama sasaran : Wereng, kutu
c) Stadium menjadi predator : Imago, pradewasa
d) Kepala dan toraks menyatu
e) Memiliki 4 pasang kaki
5) Apanteles sp
Gambar 3.7 Apanteles sp
Ciri-ciri :
a) Taksonomi :
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Bronconidae
b) Hama sasaran : Ulat kubis dan larva lepidoptera lain
c) Jenis parasit : Larva
d) Tipe parasit : Ektuparasit
e) Mekanisme : imago Apanteles sp meletakkan telur pada larva
inang stadium awal, sementara larva inang matang, larva
Apanteles sp mulai tumbuh dan memakan bagian dalam larva
inang.
6) Ichneumonidae
Gambar 3.8 Ichneumonidae
Ket. Gambar :
1. Kepala
2. Toraks
3. Abdomen
4. Sayap
5. kaki
Ket. Gambar :
1. Kepala
2. Toraks
3. Abdomen
4. Sayap
5. kaki
55
Ciri-ciri :
a) Taksonomi :
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Scelionidae
b) Hama sasaran : Ulat
c) Mekanisme : Endoparasit
d) Jenis parasit : Larva - pupa
e) Warna tubuh hitam
f) Warna kaki coklat
g) Sayap transparan
b. Pembahasan
Dalam dunia pertanian sering sekali dihadapi berbagai gangguan
baik dari komponen biotik maupun abiotik. Salah satunya adalah hama
atau serangga. Serangga merupakan salah satu hewan yang dekat dengan
pertanian karena hewan ini dapat merugikan dan menguntungkan bagi
petani. Keuntungannya yaitu karena serangga merupakan salah satu
hewan yang membantu dalam proses penyerbukan dan memakan
organisme pengganggu tanaman (OPT). Akan tetapi serangga juga
merupakan hewan yang merugikan petani karena dapat menjadi hama.
Kerugian yang disebabkan oleh serangga sebagai hama antara lain yaitu
mengurangi hasil tanaman, mengurangi mutu (kualitas) hasil tanaman,
mempercepat terjadinya infeksi penyakit pada tanaman dan menambah
biaya produksi karena diperlukan biaya untuk memberantas hama
serangga tersebut. Dalam usaha pemberantasannya telah dilakukan
beberapa cara. Dalam teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
dianjurkan untuk tidak menggunakan bahan-bahan kimia yang justru akan
merugikan tanaman. Maka dalam PHT menyarankan untuk melakukan
pengendalian dengan menggunakan musuh alami. Pengendalian hayati
adalah penggunaan musuh alami serangga hama, penyakit dan tumbuhan
penganggu untuk mengurangi kepadatan populasi (Speight et al, 1999).
Pengendalian biologi terapan dapat dilakukan melalui beberapa
cara yaitu 1). Introduksi adalah usaha mendatangkan dan melepaskan
musuh alami ke alam, 2). Augmentasi yaitu usaha mempertinggi daya
guna musuh alami yang telah ada misalnya dengan melakukan pembiakan
56
secara masal dan menyebarkannya kembali ke alam. Augmentasi dibagi
menjadi dua yaitu inokulasi dan inundasi. Inokulasi pelepasan musuh
alami dalam jumlah terbatas untuk meningkatkan populasi, sedangkan
inundasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah besar
(Rudyct, 2005).
Pada praktikum Acara III Taktik Pengendalian OPT kali ini,
dipelajari beberapa dari pengendali musuh alami hama, yaitu predator,
parasitoid dan antagonis pathogen. Predator dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu predator yang menyebabkan kematian terhadap inangnya, yaitu
jenis predator yang memakan inangnya misalnya kucing dan capung,
serta predator yang tidak menyebabkan kematian pada inangnya, atau jika
mati perlahan-lahan, jadi memerlukan waktu yang lama, misalnya semut,
kepinding dan nyamuk (Soeprapto, 1992).
1) Capung
Merupakan salah satu predator yang berasal dari kelas
Insecta, ordo Odonata dan famili Libelluidae. Capung memiliki ciri
morfologi yang khas yaitu memiliki abdomen yang panjang tetapi
kecil dan mata facet yang besar. Tubuh terbagi menjadi 3 bagian
yaitu kepala, thorax dan abdomen. Memiliki 3 pasang kaki dan 2
pasang sayap transparan dengan warna tubuh yang beragam. Hama
sasaran dari capung adalah kepik dan wereng. Stadia aktif menjadi
predator yaitu pada stadia imago (dewasa). Capung besar dan capung
jarum terbang cepat sehingga dapat menangkap serangga lain yang
sedang terbang. Panjangnya bisa di antara 2 sampai 13,5 cm.
Beberapa jenis capung memakan mangsanya sambil terbang. Jenis
lain hinggap untuk makan. Capung juga dapat menangkap dan
memakan kutu, ngengat, dan nyamuk di udara. Capung besar mampu
menangkap ngengat dan kupu-kupu yang agak besar di udara.
2) Kumbang buas Coccinelidae
Merupakan salah satu predator yang berasal dari anggota
kelas Insecta, ordo Coleoptera dan famili Coccinelidae. Kumbang
buas memiliki ciri morfologi yaitu memiliki 3 pasang kaki dan tubuh
terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, thorax dan abdomen. Hama
sasaran dari kumbang buas adalah Aphids sp. Stadia aktif menjadi
predator yaitu pada saat larva dan imago (dewasa). Serangga
57
Coccinella sp. sejenis kumbang berwarna coklat kemerahan berbintik
hitam yang aktif berpindah-pindah tempat mencari mangsa. Jika
bertemu wereng coklat, kumbang itu dengan gerak cepat
menangkapnya dengan menggunakan kaki bagian depan dari arah
belakang dan langsung memakannya. Kumbang Coccinella sp. juga
pemangsa hama putih, penggerek batang padi, kutu daun, kutu
perisai, dan tungau pada tanaman singkong dan waloh siam menurut
pendapat Susetya (2004).
3) Belalang sembah
Merupakan predator yang berasal dari kelas Insecta, ordo
Orthoptera dan famili Mantidae. Ciri morfologi belalang sembah
yaitu memiliki 3 pasang kaki dimana kaki depan lebih panjang
daripada kaki belakang, memiliki 2 pasang sayap, tubuh terbagi atas
3 bagian yaitu kepala, thorax dan abdomen, mempunyai ovipositor
khususnya pada belalang (serangga) betina yang berfungsi untuk
menyimpan telur. Hama sasaran dari belalang sembah adalah wereng
dan kutu-kutuan. Stadia aktif menjadi predator yaitu pada saat imago
(dewasa). Belalang sembah termasuk pemangsa serangga lain yang
cukup kejam. Mangsa yang tertangkap pasti dilumat dan dimakan
habis. Kaki depan belalang sembah membesar dilengkapi duri-duri
tajam untuk menangkap mangsa. Belalang sembah ini biasanya
melahap mangsanya mulai dari kepala, thorak dan abdomen. Mangsa
belalang sembah bisa berupa lalat, kutu atau yang lain
(Susetya, 2004).
4) Laba-laba Lycosa
Merupakan predator yang berasal dari anggota kelas
Arachnida, ordo Araneida dan famili Lycosidae. Tubuhnya terbagi
menjadi dua bagian cephalothrax dan abdomen, memiliki 4 pasang
kaki yang panjang dan runcing. Hama sasaran dari laba-laba buas
adalah kutu-kutuan dan wereng. Stadia aktif menjadi predator yaitu
pada saat imago (dewasa dan pradewasa). Pada areal penanaman
padi, predator hama wereng coklat adalah laba-laba Lycosa
pseudoannulata, Paederus fuscifes, Ophionea nigrofasciata dan
kumbang Coccinella.
58
5) Apanteles sp
Merupakan parasitoid yang berasal dari kelas Insecta, ordo
Hymenoptera dan famili Braonconidae. Tubuhnya terbagi menjadi 3
bagian yaitu kepala, thorax dan abdomen, memiliki 3 pasang kaki dan
mempunyai sayap seperti membran. Inang dari Apanteles sp adalah
larva ulat kubis. Mekanismenya yaitu pada saat larva menempel pada
daun tanaman kubis, Apanteles sp betina datang dan bertelur di atas
larva hama (ulat kubis). Kemudian telur akan masuk ke dalam tubuh
larva dan setelah telur menetas, larva akan berubah tidak menjadi ulat
kubis akan tetapi menjadi Apanteles sp sehingga menurunkan
populasi hama ulat kubis dan meningkatkan musuh alami. Parasitoid
Diadegma merupakan musuh alami dari larva Plutella xylostella.
Gejala yang ditimbulkan oleh serangan larva Plutella xylostella pada
kubis adalah adanya lubang pada daun kubis. Untuk mengetahui
pengaruh Diadegma pada larva Plutella xylostella terhadap kerusakan
daun kubis dilakukan dengan jalan menghitung luas kerusakan daun
kubis. (Kurniasih,2009).
Hama ini menyerang tanaman kubis disemua daerah
penanaman karena selain genus brassica sebagai inangnya juga dapat
menyerang genus lain yang satu famili (Cruciferae), bahkan beberapa
gulma dapat dijadikan inang alternatif bila pertanaman kubis-kubisan
tidak ada. Berbagai cara dapat dilakukan dalam pengendalian hama
kubis. Salah satunya dengan cara penanaman tanaman perangkap dan
musuh alami, yaitu dengan menanam famili kubis-kubisan seperti
sawi atau untuk pengembangan parasitoid Apanteles sp. sebagai
musuh alami yang dapat memparasit larva.
6) Ichneumonidae
Ichneumonidae merupakan serangga dari kelas Hexapoda dan
ordo Hymenoptera, serangga ini sering disebut sebagai parasitoid
pinggang ramping, serangga ini merupakan serangga yang biasa
memarasit serangga-serangga lainnya dan beberapa hewan
invertebrata lainnya, dengan menggunakan ovipositornya yang
panjang serangga familli ini dapat mengetahui letak larva inangnya
walaupun larva inangnya berada didalam jaringan tumbuhan. Imago
59
betina Ichneumonidae biasa meletakkan telurnya dalam satu inang
tunggal atau bersifat solite.
Ichneumonidae merupakan serangga yang lumayan mudah
dikenali dengan ciri-cirinya sebagai berikiut, sungut seperti rambut
memiliki 16 ruas atau lebih, ovipositor berukuran hingga 15mm,
memiliki warna dan bentuk yang bervariasi. Serangga famili ini
merupakan salah satu serangga parasit pada berbagai jenis
hamaseperti penggerek batang padi, penggulung daun, ulat jengkal,
ulat bulu
Ichneumonidae dewasa meletakkan 1 sampai 5 butir telur ke
dalam telur serangga lain. Telur Ichneumonidae menetas, kemudian
larva Ichneumonidae memakan telur inangnya dari dalam. Kemudian
menjadi kepompong, masih di dalam telur inangnya. Selanjutnya
dewasa keluar dari telur sebagai tawon kecil. Dewasa kawin dan
betina meletakkan telurnya di dalam telur serangga lain.
60
3. Perangkap Lalat Buah
a. Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Banyaknya Lalat Buah Dewasa yang Terperangkap Perangkap
No Waktu Jumlah Lalat Terperangkap
P. Belimbing P. Jeruk
1. 15 Menit 6 ekor 1 ekor
2. 30 Menit 11 ekor 2 ekor
3. 45 Menit 17 ekor -
Sumber : Laporan Sementara
b. Pembahasan
Lalat buah merupakan hama pada tanaman buah-buahan yang
sangat merugikan petani. Pada buah yang terserang biasanya terdapat
lubang kecil di bagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan
terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan
noda atau titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina
saat meletakkan telur ke dalam buah. Selanjutnya karena aktivitas hama
di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva makan
daging buah sehingga menyebabkan buah busuk sebelum masak. Apabila
dibelah pada daging buah terdapat belatung-belatung kecil dengan ukuran
antara 4-10 mm yang biasanya meloncat apabila tersentuh. Kerugian yang
disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan
oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai
kematangan yang diinginkan (Khalsoven, 1981).
Di alam, lalat buah mempunyai musuh alami berupa parasitoid dari
genus Biosteres dan Opius dan beberapa predator seperti semut, sayap
jala (Chrysopidae va. (ordo Neuroptera), kepik Pentatomide (ordo
Hemiptera) dan beberapa kumbang tanah (ordo Coleoptera). Peran musuh
alami belum banyak dimanfaatkan mengingat populasinya yang rendah
dan banyaknya petani yang mengendalikan hama menggunakan
insektisida. Parasitoid dan predator ini lebih rentan terhadap insektisida
daripada hama yang diserangnya. Cara mekanis adalah dengan
pengumpulan dan pemungutan sisa buah yang tidak dipanen terutama
buah sotiran untuk menghindarkan hama tersebut menjadi inang
potensial, akan menjadi sumber serangan berikutnya.
Pengendalian dengan cara kimia dilakukan dengan menggunakan
senyawa perangkap atau atraktan yang dikombinasikan dengan
61
insektisida. Senyawa yang umum digunakan adalah Methyl eugenol.
Caranya dengan meneteskan pada segumpal kapas sampai basah namun
tidak menetes, ditambah dengan insektisida dan dipasang pada perangkap
yang sederhana, modifikasi dari model perangkap Stiener. Alat perangkap
terbuat dari botol bekas air minum mineral yang lehernya berbentuk
kerucut atau toples plastik. Perangkap dipasang dekat pertanaman atau
pada cabang atau ranting tanaman. Pemasangan dilakukan sejak buah
muda (umur 1,5 bulan) sampai panen. Pemberian cairan atraktan diulang
setiap 2 minggu sampai 1 bulan. Setiap satu hektar dapat dipasang 15-25
perangkap.
Penggunaan atraktan methyl eugenol merupakan cara pengendalian
yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif. Penggunaan methyl
eugenol sebagai atraktan lalat buah tidak meninggalkan residu pada buah
dan mudah diaplikasikan pada lahan yang luas. Karena bersifat volatil
(menguap), daya jangkaun atau radiusnya cukup jauh yang mencapai
ratusan meter, bahkan ribuan meter dan bergantung pada arah angin.
Daya tangkap atraktan bervariasi, bergantung pada lokasi, cuaca,
komoditas dan keadaan buah di lapangan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan atraktan methyl eugenol dapat
menurunkan intensitas serangan lalat buah pada mangga sebesar 39-59%
(Maryani et al., 2005). Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan
hama lalat buah dalam tiga cara, yaitu :
a. Mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah.
b. Menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap.
c. Mengacaukan lalat buah dalam perkawinan, berkumpul dan cara
makan.
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan uji methyl eugenol
untuk menangkap lalat buah pada beberapa macam pohon yaitu pohon
jeruk dan pohon belimbing. Cara pertama yang dilakukan adalah dengan
memberi 1 lubang pada bagian tengah botol,dan ditengah botol diberi
gantungan kawat untuk tempat kapas. Atraktan berbahan aktif methyl
eugenol tergolong food lure artinya lalat jantan tertarik datang untuk
keperluan makan bukan untuk seksual. Selanjutnya methyl eugenol
diproses dalam tubuh lalat jantan untuk menghasilkan seks feromon yang
diperlukan saat perkawinan guna menarik lalat betina.
62
Berdasarkan hasil pengamatan, Pada pohon Belimbing menit ke-15
terdapat 6 ekor lalat buah, menit ke-30 terdapat 11 ekor lalat buah dan
menit ke-45 terdapat 17 ekor lalat buah. Pada pohon Jeruk menit ke-15
terdapat 1 ekor lalat buah, menit ke-30 terdapat 2 lalat buah dan menit ke-
45 tidak terdapat lalat buah. Lama pemasangan mempengaruhi efektivitas
methyl eugenol karena semakin lama memasang methyl eugenol, maka
lalat buah yang akan datang dan terpancing juga akan semakin banyak.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas methyl eugenol antara
lain adalah lama pemasangan dan media yang digunakan. Lalat yang
mengkonsumsi methyl eugenol lebih lama, periode perkelahiran dan
menggetarkan sayap akan lebih lama daripada lalat yang tidak
mengkonsumsi. Selain itu keberhasilan kawin lalat buah juga akan
meningkat.
63
64
65
b. Pembahasan
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai cara pengendalian hama
dan penyakit menggunakan musuh alami dan selanjutnya akan dijelaskan
lebih lanjut mengenai penggunaan bahan-bahan kimia untuk pengendalian
hama atau patogen. Definisi hama di sini adalah sangat luas, yaitu
serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria, virus, nematoda (bentuknya
seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan
hewan lain yang dianggap merugikan. Bahan kimia yang digunakan
adalah jenis dari pestisida. Pestisida berasal dari kata pest yang berarti
hama secara luas dan sida yang berasal dari kaya ceado yang artinya
membunuh. Dengan demikian pestisida adalah semua zat yang digunakan
untuk mengendalikan hama (Sastrohidayat, 1982). Selain itu, pestisida
juga dapat diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang
mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan
pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama,
namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa
hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.
Dosis pestisida Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau
kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas
tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau
lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah pestisida yang
telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk
menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah
jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas
atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya
tercantum dalam label pestisida.
Konsentrasi pestisida Ada tiga macam konsentrasi yang perlu
diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida
1) Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida
dalam larutan yang sudah dicampur dengan air.
2) Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram
setiap liter air.
66
3) Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase
kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi.
Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor
yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama.
Walaupun jenis obatnya manjur, namun karena penggunaannya tidak
benar, maka menyebabkan sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan
angin, suhu udara, kelembapan dan curah hujan. Angin yang tenang dan
stabil akan mengurangi pelayangan partikel pestisida di udara. Apabila
suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan naik bergerak ke atas.
Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah terjadinya
hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun.
Sedang curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya
daya kerja pestisida berkurang.
Berdasarkan tujuan penggunaannya, pestisida dapat digolongkan
menjadi bermacam-macam antara lain :
1) Insektisida, yaitu pestisida yang bisa mematikan berbagai jenis
serangga.
2) Herbisida, yaitu pestisida untuk mematikan tanaman gulma.
3) Fungisida, yaitu pestisida untuk memberantas dan mencegah fungi
atau cendawan.
4) Akarisida, yaitu pestisida untuk mematikan tungau.
5) Rodentisida, yaitu pestisida untuk mematikan berbagai jenis binatang
pengerat, misalnya tikus.
6) Nemastisida, yaitu pestisida untuk mematikan nematoda yang
merusak tanaman (Suhardi, 1993).
Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1) Pestisida organik (Organic pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya
adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau
binatang, misal : neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem).
2) Pestisida elemen (Elemental pesticide) : pestisida yang bahan
aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur.
3) Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide) : pestisida yang berasal
dari campuran bahan-bahan kimia.
67
Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik
bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke
formulator lain. Berikut ini beberapa formulasi (bentuk-bentuk dari
pestisida yang diproduksi) yang sering dijumpai :
1) Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates)
Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida
yang di belakang nama dagang diikuti oleh singkatan ES
(emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate), B
(emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut
tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif.
Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut
tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga
komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida
golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat
yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.
2) Butiran (granulars)
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang
pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan
waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi
pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa
yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi
bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 20-
80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding
dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama
dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible
granule).
3) Debu (dust)
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas
bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian
pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang
efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi
debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran (tanaman).
4) Tepung (powder)
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri
atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek
68
(biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung,
biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan WP
(wettable powder) atau WSP (water soluble powder).
5) Oli
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan
singkatan SCO (Solluble Concentrate in Oil). Biasanya dicampur
dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat
digunakan seperti penyemprotan ULV (Ultra Low Volume) dengan
menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada
tanaman kapas.
6) Fumigansia
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap,
gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya
digunakan di gudang penyimpanan.
Dari segi racunnya, pestisida dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme
misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan
tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga
mengakibatkan peracunan bagi hama.
2) Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat
pemberian insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena
sisa insektisida beberapa waktu setelah penyemprotan
(Anonim, 2008).
Pada praktikum pengenalan pestisida kali ini, ada 14 pestisida
yang diamati antara lain, yaitu :
1) Prodigy, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan
bahan aktifnya Metoksifenozida 100g/L dan formulasinya 100 SC.
Cara insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak dan
juga melalui lambung. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan
Prodigy antara lain, yaitu ulat grayak (Spodoptora exigua) pada
tanaman bawang merah, ulat grayak (Spodoptora litura) pada cabai,
kedelai dan penggerek polong (Maruca testulalis) pada kacang
panjang. Cara penggunaan Prodigy ini yaitu dengan cara disemprot.
2) Agrimycin, merupakan pesitisida jenis bakterisida dengan kandungan
bahan aktifnya Streptomisin sulfat 15%, Oksitetrasiklin 1,5% dan
69
formulasinya 15/1,5 WP. Agrimycin bekerja secara sistemik, dimana
bakteri menyerap racun ini dari tanaman atau bakteri lain yang
mengandung racun Agrimycin tersebut. Hama yang menjadi sasaran
pemberantasan Agrimycin adalah Pseudomonas solanacearum pada
suatu tanaman. Cara penggunaan Agrimycin yaitu dengan cara
disemprot.
3) Score, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan bahan
aktifnya Difenokonazol 250 g/L dan formulasinya 250 EC. Score
bekerja secara sistemik, dimana jamur atau cendawan menyerap
racun ini dari tanaman atau jamur lain yang mengandung racun Score
tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Score antara
lain, yaitu hawar pelepah pada tanaman padi, Alternaria porri pada
bawang merah dan bawang putih, Cercospora capsici pada cabai,
Alternaria solani pada tomat dan kentang, Phodosphaera leucotricha
pada apel, Isaryopsis grisulla pada kacang panjang dan Cercospora
sp. pada tanaman semangka. Cara penggunaan score ini yaitu dengan
cara disemprot.
4) Dursban, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan
bahan aktifnya Klorpirifos 200 g/L dan formulasinya 20 EC. Cara
insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak, racun
lambung dan juga melalui perut. Hama yang menjadi sasaran
pemberantasan Dursban antara lain, yaitu ulat grayak pada tanaman
bawang merah, kutu daun pada cabai, lalat bibit pada jagung, ulat
daun dan belalang pada kacang hijau, lalat kacang pada kacang
tanah, perusak daun pada kakao, ulat tanah pada kedelai, penghisap
buah pada kelapa sawit, kepik hijau pada kubis, pengggulung daun
pada lada dan petsai, ulat pupuk pada tembakau dan ulat api pada
tomat, wortel. Cara penggunaan insektisida ini yaitu dengan cara
disemprot.
5) Derosol, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan
bahan aktifnya Karbendazim 500 g/L dan formulasinya 500 SC.
Derosol bekerja secara sistemik, dimana jamur atau cendawan
menyerap racun ini dari tanaman atau jamur lain yang mengandung
racun Derosol tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan
70
Derosol adalah antraknosa pada tanaman semangka. Cara
penggunaan Derosol yaitu dengan cara disemprot.
6) Klerat, merupakan pesitisida jenis rodentisida dengan kandungan
bahan aktifnya Bridufakum 0,005% dan formulasinya adalah RM-B.
Klerat bekerja secara sistemik, dimana hewan pengerat (tikus)
menyerap racun ini dari tanaman atau hewan lain yang mengandung
racun Klerat tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan
Klerat adalah tikus sawah (Rattus argentiventer) pada tanaman
pangan dan tikus semak (Rattus tiomanicus) pada semak. Cara
penggunaan Klerat yaitu dengan cara diumpan.
7) Daconil, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan
bahan aktifnya Klorotalonil 75% dan formulasinya 75 WP. Cara
Daconil merusak jamur atau cendawan adalah dengan cara kontak.
Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Daconil antara lain, yaitu
Alternaria porri pada tanaman bawang merah, tomat, kentang dan
cabai, antraknosa pada kacang tanah, kelapa dan Phytophtora
infestans pada tanaman teh dan pisang. Cara penggunaan Daconil
yaitu dengan cara disemprot.
8) Decis, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan
bahan aktifnya Deltometrin 25 g/L dan formulasinya 2,5 EC. Cara
insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak. Hama
yang menjadi sasaran pemberantasan Decis antara lain, yaitu thrips
dan kutu persik pada tanaman cabai, belalang pada jagung, lalat bibit
pada kacang hijau, penghisap buah pada kakao, penggerek buah pada
kapas, penghisap polong pada kedelai, ulat api pada kelapa sawit,
ulat perusak daun pada kubis, bubuk buah pada lada, penghisap daun
pada teh, penggerek pucuk pada tembakau, thrips pada semangka,
lalat buah pada tomat dan kutu daun pada tanaman kentang. Cara
penggunaan Decis yaitu dengan cara disemprot.
9) Curacron, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan
bahan aktifnya Profenofos 500 g/L dan formulasinya 500 EC. Cara
insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak. Hama
yang menjadi sasaran pemberantasan Curacron adalah serangga pada
tanaman kubis, kentang, tomat, bawang merah, cabai, kacang hijau,
71
jeruk, tembakau, tebu dan kapas. Cara penggunaan insektisida ini
yaitu dengan cara disemprot.
10) Antracol, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan
bahan aktifnya Propineb 70% dan formulasinya 70 WP. Cara
Antracol merusak jamur atau cendawan adalah dengan cara kontak.
Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Decis antara lain, yaitu
Plasmophora viticola, Alternaria porri, Colletotrichum sp. pada
tanaman anggrek, bawang, bawang putih, cabai merah, cengkeh,
jeruk, kentang, tomat, lada, petsai, rosella, teh dan tembakau. Cara
penggunaan Antracol yaitu dengan cara disemprot.
11) Agrept, merupakan pesitisida jenis bakterisida dengan kandungan
bahan aktifnya Streptomisin sulfat 20% dan formulasinya 20 WP.
Cara Agrept merusak bakteri adalah dengan cara sistemik, dimana
bakteri menyerap racun ini dari tanaman atau bakteri lain yang
mengandung racun Agrept tersebut. Hama yang menjadi sasaran
pemberantasan Agrept adalah Pseudomonas solanacearum pada
tanaman tomat. Cara penggunaan Agrept yaitu dengan cara
disuspensikan terlebih dahulu baru kemudian disemprot.
12) Furadan, merupakan pestisida jenis insektisida dan juga sebagai
nematisida. Bahan aktif yang terkandung dalam Furadan adalah
Karbofuran 3%. Furadan bekerja secara sistemik, dimana serangga
menyerap racun ini dari tanaman atau hewan lain yan mengandung
racun furadan tersebut. Beberapa jenis hama yang dapat diberantas
menggunakan Furadan ini diantaranya adalah penggerek batang,
wereng hijau, lalat daun dan ganjur pada tanaman padi sawah, lundi
pada padi gogo, nematoda bintil akar pada kentang, tomat dan
nematoda pada tanaman teh. Cara penggunaan Furadan yaitu dengan
cara ditaburkan pada tanah pada tanaman yang terserang hama atau
serangga tersebut.
13) Gramoxone, merupakan pestisida jenis herbisida. Bahan aktif yang
digunakan berupa Parakuat diklorida 276 gr/l. Gramoxone bekerja
secara kontak dan berformulasi SL. Gramoxone bekerja spesifik pada
gulma jenis daun lebar, sempit dan teki di pertanaman. Cara
aplikasinya dengan cara disemprotkan pada gulma.
72
14) Round Up, merupakan pestisida jenis herbisida. Bahan aktif yang
digunakan berupa Isopropil aminglifosfat 486 gr/l. Gramoxone
bekerja secara sistemik dan berformulasi SL. Gramoxone bekerja
spesifik pada gulma jenis alang-alang, Panicum rapens, Axoropus
compressus, Ottochoa nodosa yang biasanya menyerang tanaman
cengkeh, kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, dll. Cara aplikasinya
dengan cara disemprotkan pada gulma.
73
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida. Diakses pada tanggal 22 Mei
2012.
Anonim. 2010. Gloeosporium sp. http://id.wikipedia.org/. Diakses pada tanggal 22
Mei 2012.
Anonim. 2010. Pengendalian Hayati. http://blog.ub.ac.id/rizkip/. Diakses pada
tanggal 22 Mei 2012.
Garret. 1963. Soil Fungi and Soil Fertility. Pengamon Press. New York.
Hasan, B. 2005. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Pers. Jakarta.
Khalsoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru - Van Hoeve.
Jakarta. 701 halaman.
Kurniasih, Novy. 2009. Pengaruh Larva P. xylostella yang Terparasit dan Tidak
Terparasit oleh D. semiclausum Terhadap Luas Kerusakan Daun Kubis
(Brassicca oleraceae). Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Maryani, Marheni, Mariati dan S. Rosita. 2005. Pengaruh Metil Eugenol dalam
Pengendalian Lalat Buah (Bactrocera dorsalis) pada Pertanaman Jeruk. Natur
Indonesia 9 (2): 127 – 130.
Purwantisari, S. dan R. B. Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen
Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman
Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Jurnal Bioma.
Vol. 11, No. 1, Hal. 24-32. Universitas Diponegoro.
Rudyct. 2005. http://rudyct.250x/sem1_012/kel_012.htm. Diakses pada tanggal 22
Mei 2012.
Sastrohidayat. 1982. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya.
Sosromarsono, S. 2000. Sejarah Pengendalian Hayati Serangga Hama dengan
Parasitoid di Indonesia. Makalah dalam Pelatihan Pengembangan dan
Pemanfaatan Parasitoid, 21-25 Februari 2000. PKPHT-HPT. IPB.
Speight, M. R., M.D. Hunter and A.D. Wall. 1999. Ecology of insect. Blackwell
Science Ltd.p.259.
Suhardi, Drs. 1993. Evolusi Avertebrata. Universitas Indonesia. Jakarta.
Soeprapto.1992. Ilmu Hama Khusus Tanaman Keras I. FP UGM. Yogyakarta.
Sukamto, S., Y.D.Junianto, L., Sulistyowati, dan L., Sari. 1999. Keefektifan
Trichoderma sp. Sebagai Agen pengendali Hayati Rhizoctonia solani pada
Bibit Kopi. Pelita Perkebunan. Universitas Lampung. Lampung.
Sulistyorini, Mulyadi, dan Sulistyowati, L. 1995.Antagonisme Jamur Trichoderma
sp. dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense pada Tanaman Pisang
di Rumah Kaca. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Mataram,
27-29 September 1995.
Susetya, N. 2004. Serangga di Sekitar Kita. Kanisius. Yogyakarta.
74
D. Identifikasi Gulma dan Pengaruh Penyemprotan Herbisida
1. Identifikasi Gulma
a. Hasil Pengamatan
1) Alang-alang (Imperata cylindrica)
Taksonomi
Devisio : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Imperata
Spesies : Imperata cylindries
Tipe gulma : Daun sempit
Ciri-ciri morfologi :
a) Daun kasap berbulu
b) Menjalar di permukaan tanah
2) Tapak liman (Elephantopus scaber L)
Taksonomi
Devisio : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Arterales
Famili : Arteraceae
Genus : Elephantopus
Spesies : Elephantopus scaber
Tipe gulma : Daun lebar
Ciri-ciri morfologi :
a) Daun bergelombang
b) Permukaan daun kasar, berbulu
c) Tepi daun bergelombang
Gambar 4.1 Alang-alang
(Imperata cylindrica)
Gambar 4.2 Tapak liman
(Elephantopus scaber L)
75
3) Rumput teki (Cyperus rotundus)
Taksonomi
Devisio : Spermatophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus
Tipe gulma : Rumput-rumputan /
teki-tekian
Ciri-ciri morfologi :
a) Daun halus dan licin
b) Bunga berwana putih
c) Terdapat geragih
d) Batang semu berbentuk segitiga
4) Putri malu (Mimosa pudica)
Taksonomi
Devisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Polipetales
Famili : Leguminosae
Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica
Tipe gulma : Daun lebar
Ciri-ciri morfologi :
e) Batang berduri
f) Daun majemuk
g) Akar tunggang
Gambar 4.3 Rumput teki
(Cyperus rotundus)
Gambar 4.4 Putri malu
(Mimosa pudica)
76
b. Pembahasan
Gulma menurut Arie (1994) adalah tumbuhan pengganggu yang
nilai negatif apabila tumbuhan tersebut merugikan manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung dan sebaliknya tumbuhan dikatakan
memiliki nilai positif apabila mempunyai daya guna manusia. Pengertian
gulma yang lain adalah tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan
tempatnya dan tidak dikehendaki serta mempunyai nilai negatif.
Sedikit telah dijelaskan di atas bahwa gulma adalah tumbuhan
yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena
menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Gulma dapat
bersifat teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses produksi
suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena
mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui kompetisi. Plastis,
karena batasan ini tidak mengikat suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat
tertentu, tanaman berguna dapat menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan
yang biasanya dianggap gulma dapat pula dianggap tidak mengganggu.
Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela pertanaman monokultur jagung
dapat dianggap sebagai gulma, namun pada sistem tumpang sari
keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, beberapa jenis
tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang
(Anonima, 2010).
Gulma mengkibatkan kerugian-kerugian yang antara lain
disebabkan oleh :
1. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan
berproduksi, terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur
hara dari tanah, cahaya dan ruang lingkup.
2. Pengotoran kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih
oleh biji-biji gulma.
3. Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang
beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak
pertumbuhannya.
4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani, misalnya adanya duri-
duri Amaranthus spinosus, Mimosa spinosa di antara tanaman yang
diusahakan.
77
5. Perantara atau sumber penyakit atau hama pada tanaman, misalnya
Lersia hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang
hama ganjur pada padi.
(Tjitrosoedirdjo, 1983).
Ada beberapa jenis gulma yang ada. Gulma ini dapat dibedakan
berdasarkan daya rusaknya, jenis tumbuhan itu sendiri dan dapat juga
berdasarkan bentuknya. Gulma dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:
1) Gulma teki-tekian
Kelompok ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap
pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah
yang mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma ini
menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien
dalam “menguasai” areal pertanian secara cepat. Ciri-cirinya adalah
penampang lintang batang berbentuk segi tiga membulat, dan tidak
berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga
baris, tidak memiliki lidah daun, dan titik tumbuh tersembunyi.
Kelompok ini mencakup semua anggota Cyperaceae (suku teki-
tekian) yang menjadi gulma. Contoh: teki ladang (Cyperus rotundus),
udelan (Cyperus kyllinga), dan Scirpus moritimus.
2) Gulma rumput-rumputan
Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki-tekian
tetapi memiliki stolon, alih-alih umbi. Stolon ini di dalam tanah
membentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik. Contoh
gulma kelompok ini adalah alang-alang (Imperata cylindrica).
3) Gulma daun lebar
Berbagai macam gulma dari anggota Dicotyledoneae termasuk
dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa
budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi
cahaya. Daun dibentuk pada meristem pucuk dan sangat sensitif
terhadap kemikalia. Terdapat stomata pada daun terutama pada
permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat tunas-tunas pada
nodusa, serta titik tumbuh terletak di cabang. Contoh gulma ini
ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.),
sembung rambut (Mikania michranta), dan putri malu (Mimosa
pudica).
78
Dari hasil praktikum yang dilakukan di laboratorium, ada
beberapa jenis gulma yang diamati yang antara lain adalah :
1) Rumput Teki (Cyperus rotundus)
Merupakan gulma pertanian yang biasa dijumpai di lahan
terbuka. Apabila orang menyebut "teki", biasanya yang dimaksud
adalah jenis ini, walaupun ada banyak jenis Cyperus lainnya yang
berpenampilan mirip. Teki sangat adaptif dan karena itu menjadi
gulma yang sangat sulit dikendalikan. Ia membentuk umbi
(sebenarnya adalah tuber, modifikasi dari batang) dan geragih (stolon)
yang mampu mencapai kedalaman satu meter, sehingga mampu
menghindar dari kedalaman olah tanah (30 cm). Teki menyebar di
seluruh penjuru dunia, tumbuh baik bila tersedia air cukup, toleran
terhadap genangan, mampu bertahan pada kondisi kekeringan.
Tumbuhan ini termasuk dalam tumbuhan berfotosintesis melalui jalur
C4 (Anonim, 2010).
Gulma Rumput teki (Cyperus rotundus) merupakan salah satu
jenis gulma teki-tekian, memiliki ciri morfologi yaitu batang
berbentuk segitiga tumpul, berdaun runcing, mempunyai bunga
berwarna putih, mempunyai umbi batang yang ada di bawah
permukaan tanah, mempunyai daun pada pangkal batang terdiri dari
4-20 helai, pelepah daun tertutup tanah. Helai daun bergaris dan
berwarna hijau tua mengkilat dan mempunyai bunga dengan benang
sari sebanyak tiga helai dan berwarna cokelat. Gulma jenis ini
termasuk gulma yang cukup ganas dan penyebarannya luas.
Klasifikasinya adalah:
Divisio : Magnoliophyta
Klas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Familia : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus
2) Tapak Liman (Elephanthopus scaber L.)
Tumbuhan ini tumbuh liar di lapangan rumput, pematang,
kadang-kadang ditemukan dalam jumlah banyak, terdapat di dataran
rendah sampai dengan 1.200 m di atas permukaan laut. Terna tahunan,
79
tegak, berambut, dengan akar yang besar, tinggi 10 cm - 80 cm,
batang kaku berambut panjang dan rapat, bercabang dan beralur.
Daun tunggal berkumpul di bawah membentuk roset, berbulu, bentuk
daun jorong, bundar telur memanjang, tepi melekuk dan bergerigi
tumpul. Panjang daun 10 cm - 18 cm, lebar 3 cm - 5 cm. Daun pada
percabangan jarang dan kecil, dengan panjang 3 cm - 9 cm, lebar 1 cm
- 3 cm. Bunga bentuk bonggol, banyak, warna ungu. Buah berupa
buah longkah. Masih satu marga tetapi dari jenis lain, yaitu
Elephantopus tomentosa L., mempunyai bunga wama putih, bentuk
daun bulat telur agak licin, mempunyai efek therapy yang sama, tapi
khasiat penurun panas dan anti radang kurang poten. Lebih sering
digunakan pada rheumatic dan anti kanker (Anonim, 2005).
Tapak liman (Elephantopus scaber L) merupakan salah satu
jenis gulma berdaun lebar, dengan ciri morfologi yaitu memiliki akar
batang daun, daun memiliki lengkuk pada bagian tepinya, dan
permukaan daun dilapisi oleh bulu-bulu halus. Klasifikasi dari tapak
liman (Elephantopus scaber L) ini adalah:
Divisio : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Elephantopus
Spesies : Elephantopus scaber
3) Alang-alang (Imperata cylindrica)
Alang-alang atau ilalang ialah sejenis rumput berdaun tajam,
yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Rumput menahun
dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah. Ujung
(pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam, serupa ranjau
duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan berbunga,
sebagian kerapkali (merah) keunguan, kerapkali dengan karangan
rambut di bawah buku. Tinggi 0,2 – 1,5 m, di tempat-tempat lain
mungkin lebih.
Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung
runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang,
panjang 12-80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam,
80
berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan
pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai, 6-28 cm
panjangnya, dengan anak bulir berambut panjang (putih) lk. 1 cm,
sebagai alat melayang bulir buah bila masak.
Klasifikasi dari Alang-alang (Imperata cylindrica) ini adalah:
Divisi : Magnoliophyta
Klas : Liliopsida
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Imperata
Spesies : Imperata cylindrica
4) Putri malu (Mimosa pudica)
Putri malu (Mimosa pudica) adalah perdu pendek anggota
suku polong-polongan yang mudah dikenal karena daun-daunnya
yang dapat secara cepat menutup/layu dengan sendirinya saat
disentuh. Walaupun sejumlah anggota polong-polongan dapat
melakukan hal yang sama, putri malu bereaksi lebih cepat daripada
jenis lainnya. Kelayuan ini bersifat sementara karena setelah beberapa
menit keadaannya akan pulih seperti semula.
Kelayuan daun ini disebabkan oleh terjadinya perubahan
tekanan turgor pada tulang daun. Gerak ini disebut seismonasti, yang
walaupun dipengaruhi rangsang sentuhan (tigmonasti). Tanaman ini
juga menguncup saat matahari terbenam dan merekah kembali setelah
matahari terbit. Tanaman putri malu menutup daunnya untuk
melindungi diri dari hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang
ingin memakannya. Warna daun bagian bawah tanaman putri malu
berwarna lebih pucat.
Klasifikasi dari Putri malu (Mimosa pudica) ini adalah:
Divisio : Spermatophyta
Klas : Dicotyledoneae
Ordo : Polipetales
Familia : Leguminosae
Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica
81
2. Uji Aplikasi Herbisida
a. Hasil Pengamatan
Gambar 4.5 Sebelum Disemprot Dengan Herbisida Sistemik
Gambar 4.6 Aplikasi Herbisida Sistemik
Gambar 4.7 Sebelum Disemprot Dengan Herbisida Kontak
82
Gambar 4.8 Aplikasi Herbisida Kontak
Keterangan :
1) Presentase kerusakan / Gulma mati : 90%
Jenis gulma yang ada : rumput teki
Herbisida : Roundup
Jenis racun : sistemik
2) Presentase kerusakan : 97%
Jenis gulma yang ada : rumput teki
Herbisida : Gramaxone
Jenis racun : kontak
Analisis Data Kalibrasi
Dosis Gramaxone/Ha
Gramaxone 2 lt/Ha → kebutuhan larutan 400 Lt
Konsentrasi larutan per liter =
=
= 5 ml/L air
Luas lahan: 2,25 m2
Volume semprot =
= 90 ml larutan
Volume Gramaxone 2,25 m2 =
x 90 ml
= 0,45 ml → 5 ml/L
Dosis Roundup/Ha
Roundup 8 lt/Ha → kebutuhan larutan 400 Lt
Konsentrasi larutan per liter =
=
= 20 ml/L air
83
Volume semprot =
= 90 ml
Volume Roundup 2,25 m2 =
= 1,8 ml → 20 ml/L
b. Pembahasan
Salah satu cara pengendalian OPT adalah secara kimiawi.
Pengendalian OPT secara kimiawi menggunakan pestisida. Pestisida
mencakup bahan-bahan racun yang dugunakan untuk membunuh jasad
hidup yang menggangggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Menurut Borror
(1992) karena pestisida merupakan bahan racun, maka penggunaannya
perlu kehati-hatian dengan memperhatikan keamanan pengguna, bahan
yang diberi pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk
pemakaian yang tercantum dalam label dan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan penggunaan bahan racun, khususnya pestisida.
Herbisida merupakan nama umum bagi senyawa kimia yang
bersifat racun dan dapat digunakan untuk membasmi dan memberantas
hama tanaman. Penyakit dan gulma lainnya juga dapat dibasmi dengan
ini, selain juga serangga, tikus, nematoda, gulma, bakteri, fungi dan juga
tungau adalah berbagai jasad pengganggu pada tanaman yang dapat juga
menurunkan produksi tanaman. Herbisida dibuat dan digunakan sesuai
dengan jenis penyakit yang menyerang suatu tanaman (Widiyanto, 1993).
Cara identifikasi dengan membandingkan tumbuhan gulma
dengan gambar paling praktis dan dapat dikerjakan sendiri di tempat, oleh
karena telah banyak publikasi gambar dan foto-foto gulma. Dua publikasi
gulma P3GI yang disebutkan pada alinia pertama bab ini, sangat berguna
untuk keperluan tersebut. Identifikasi dengan membandingkan
determinasi dari spesies gulma kemudian mencari dengan kunci
identifikasi sedikit banyak kita harus memahami istilah biologi yang
berkenaan dengan morfologi yang dapat dipelajari pada buku karangan
(Sukman Yakub,2001)
Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Herbisida sistemik (Systemic Pesticide)
Pestida sistemik adalah herbisida yang diserap dan dialirkan
keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama
84
yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram.
Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar
herbisida ini bekerja. Herbisida ini untuk mencegah tanaman dari
serangan hama
Contoh : Neem oil.
b. Herbisida kontak langsung (Contact pesticide)
Herbisida kontak langsung adalah herbisida yang reaksinya
akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika
makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih
baik menggunakan jenis herbisida ini. Contoh : Sebagian besar
herbisida kimia. (Anonim,2009).
Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada
lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang
menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya
ditanami sejenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga
dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan
hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi
alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida
digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan gulma.
Hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum Uji Aplikasi
Herbisida mendapatkan hasil prosentase kerusakan herbisida Roundup
adalah 90%, dengan jenis gulma yang ada adalah rumput teki dan bekerja
secara sistemik. Sedangkan pada Gramaxone dengan jenis gulma yang
ada sama yaiti teki yang mendominasi. Prosentase kerusakan yang
dialami 97% dengan jenis racun kontak. Hasil prosentase ini dihitung
setelah melakukan penyemprotan dengan jangka waktu 1 minggu untuk
mengematinnya. Menunjukkan hasil yang berbeda dengan prosentase
kerusakan pada penggunaan herbisida jenis Gramaxone lebih tinggi. Hal
ini disebabkan karena jenis racun kontak lebih cepat bereaksi dengan
tumbuhan dibandingkan yang sistemik, sistemik lebih memerlukan
banyak waktu untuk mendapatkan hasil yang sama dengan jenis racun
kontak.
85
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id. Diakses pada
Tanggal 28 Mei 2012.
Anonim.2009. http://www.anggrek.info/index1.php?topic=pest§ion=pestisida
Diakses tanggal 1 Juni 2010.
Anonima. 2010. Gulma. http://wikipedia.or.id. Diakses pada Tanggal 28 Mei 2012.
Anonimb. 2010. Teki Ladang. http://wikipedia.or.id. Diakses pada Tanggal 28 Mei
2012.
Arie, Arifin. 1994. Perlindungan Tanaman, Hama Penyakit dan Gulma. Surabaya:
Usaha Nasional.
Barus, Emanuel. 2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan. Yogyakarta: Kanisus.
Borror, Donal J, et al. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada
University. Yogyakarta.
Sukman Yakub, Yernelis. 2001. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Fakultas
pertanian Universitas Sriwijaya : Palembang
Tjitrosoedirdjo, S. 1983. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia, Jakarta.
210 hal.
Widyanto.1993. Evolusi Avertebrata. Universitas Indonesia. Jakarta
86
E. Identifikasi Hama dan Diagnosis Penyakit di Lapang
1. Hasil pengamatan
a. Waktu dan Tempat Pengamatan
Waktu pengamatan : Sabtu, 5 Mei 2012
Lokasi pengamatan : Dusun Pulosasri, Kecamatan Kebakramat, Kabupaten
Karanganyar
Gambar 5.1 Lokasi Lahan Pertanaman Cabai
Gambar 5.2 Gejala Penyakit Antraknosa (Pathek)
Gambar 5.3 Gejala Hama Penyakit Keriting (Thrip pannspinus)
87
b. Identifikasi Hama Penyakit Keriting (Thrip pannspinus)
Gambar 5.4 Hama Thrips
1) Gejala : ujung daun keriting dan bercak khlorosis karena cairan daun
dihisap, lapisan bawah daun berwarna perak
2) Tanda : adanya strip-strip pada daun dan juga pembawa bibit penyakit
3) Patogen : hama Thrips
4) Ciri morfologi : panjang tubuh 1 mm, tubuh berwarna kuning hingga
coklat kehitaman.
c. Diagnosis Penyakit Antraknosa (Pathek)
Gambar 5.5 Antraknosa (Pathek)
a) Gejala : bercak agak mengkilap, buah menjadi coklat kehitaman dan
membusuk, terdapat hifa putih
b) Tanda : buah busuk berwarna kuning – coklat seperti terkena sengatan
matahari diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada julangannya
c) Patogen : cendawan Colletotricum capsisi sydow dan Colletotricum
gloesporides pens
88
d) Ciri morfologi : mempunyai hifa bersepta, warna hialin yang kemudian
beerubah menjadi gelap, konidium berbentuk jorong
2. Pembahasan
a. Identifikasi Hama Thrips
Hama thrips (Thrips sp) sudah tidak asing lagi bagi para petani
cabai. Panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil
namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya
menyerang bagian daun muda dan bunga . Gejala serangan hama ini adalah
adanya strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Noda keperakan itu
tidak lain akibat adanya luka dari cara makan hama thrips. Kemudian noda
tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling
membahayakan dari thrips adalah selain sebagai hama perusak juga sebagai
carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa virus) pada tanaman cabai.
Untuk itu, bila mengendalikan hama thrips, tidak hanya memberantas dari
serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit akibat virus
yang dibawanya (Anonim, 2011).
Thrips pada cabe termasuk sub ordo Terebrantia yaitu thrips tabaci.
Pada sub ordo ini terdapat ovipositor yang berfungsi untuk menusuk dan
meletakkan telur kedalam jaringan tanaman. Thrips panjang tubuhnya 1-2
mm berwarna hitam, datar, langsing dan mengalami metamorfosis
sederhana/ setengah sempurna yaitu mulai dari telur kemudian nimfa/thrips
muda berwarna putih atau kuning baru setelah itu menjadi thrips dewasa
sebelum mengalami dua sampai empat instar (Anonim, 2009).
Thrips muda atau nimfa akan berwarna putih pucat atau pucat
kekuningan sampai kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda ini
gerakannya masih sangat lambat dan pergerakannya hanya terbatas pada
tempat dimana dia memperoleh makanan. Nimfa terdiri dari empat instar,
dan Instar pertama sudah mulai menyerang tanaman. sayap baru akan
terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-12 hari. Imago akan
bergerak lebih cepat dibanding dengan nimfanya, telah memiliki sayap
yang ukurannya relatif panjang dan sempit, imago ini tubuhnya
berwarna kuning pucat sampai kehitam-hitaman. Serangga dewasa
berukuran 1-2 mm. Imago betina dapat bertelur sampai 80 butir yang
diletakkannya ke dalam jaringan epidhermal daun dengan bantuan
ovipositornya yang tajam (Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
89
Gejala serangannya pada permukaan daun akan terdapat bercak-
bercak yang berwarna putih seperti perak. Hal ini terjadi karena masuknya
udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap cairannya oleh hama
Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling berdekatan dan
akhirnya bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip seperti warna
perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna coklat dan
akhirnya daun akan mati. Daun-daun cabai yang terserang hebat maka
tepinya akan menggulung ke dalam dan kadang-kadang juga terdapat bisul-
bisul. Kotoran- kotoran dari Thrips ini akan menutup permukaan daun
sehingga daun menjadi hitam. Jadi pada umumnya bagian tanaman yang
diserang oleh Thrips ini adalah pada daun, kuncup, tunas yang baru saja
tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda (Setiadi, 2004).
Klasifikasi hama Thrips ini adalah:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
b. Diagnosis Penyakit Antraknosa (Pathek)
Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh
Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum
gloeosporioides Pens, penyakit antraknosa atau patek ini merupakan
momok bagi para petani cabai karena bisa menghancurkan panen hingga 20-
90 % terutama pada saat musim hujan, cendawan penyebab penyakit
antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban
udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 32 derajat selsius
biasanya gejala serangan penyakit antraknosa atau patek pada buah ditandai
buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari
diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam.
Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila
telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada
tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian
lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna
cokelat kehitam-hitaman (Sanjaya, et al., 2002).
Untuk mengendalikan penyakit patek (anraknosa) pada tanaman
cabai tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan,
namun harus dimulai dari awal proses penanaman. Untuk lebih lengkapnya
90
cara mengendalikan penyakit patek pada tanaman cabai bisa dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Gunakan bibit yang sehat. Jika ingin menggunakan bibit sendiri, jangan
menggunakan dari bekas cabai yang terserang patek karena spora jamur
tersebut mampu bertahan pada benih cabai.
2) Pilih lokasi lahan yang bukan bekas tanaman cabai, terong, tomat dll
(satu famili dengan cabai). Spora Gloeosporium maupu Colletotricum
mampu beradaptasi hidup dalam tanah dalam waktu tahuna.
3) Pergunakan pupuk dasar maupun kocoran yang rendah unsur Nitrogen,
karena unsur N hanya akan membuat tanaman cabai menjadi rentan.
Selain itu unsur N juga akan membuat tanaman menjadi rimbun yang
akan meningkatkan kelembaban sekitar tanaman.
4) Perbanyak unsur Kalium dan Calsium untuk membantu pengerasan
kulit buah cabai
5) Pergukanlah mulsa plastik untuk menghindari penyebaran spora jamur
melalui percikan air hujan
6) Pergunakanlah jarak tanam yang ideal sesuai dengan varietas yang akan
kita tanam Usahakan jangan terlalu rapat karena hal ini akan sangat
membahayakan keselamatan tanaman cabai
7) Lakukan pencegahan dengan penyemprotan fungisida kontak berbahan
aktif mankozeb atau tembaga hidroksida secara rutin satu minggu sekali
(tetapi ini betentangan dengan konsep pengendalian hama secara
terpadu)
8) Lakukan perempelan untuk mengurangi krimbunan tanaman cabai
9) Pergunakan peralatan yang terbebas dari penyebab penyakit patek
10) Jika langkah-langkah diatas sudah dilakukan tetapi masih terjadi
serangan penyakit patek maka segeralah buang tanaman yang sakit
kalau perlu membakarnya.
11) Segeralah melakukan tindakan penyelamatan terhadap cabai yang
belum terserang secepatnya (saya katakan secepatnya karena penyakit
patek bisa menyebar dalam hitungan jam). Tindakan yang perlu
dilakukan adalah menyemprot dengan fungisida kontak (dithane,
nordox, kocide, antracol, dakonil dll) bersamaan dengan sistemik
(derosal, bion M, amistartop dll) (Setiadi, 2004).
91
Faktor penyebab tanaman patek adalah sebagai berikut :
1) Penggunaan pupuk N yang terlalu banyak yang menyebabkan tanaman
menjadi rimbun dan kelembaban meningkat akhirnya timbul jamur.
Dengan demikian pupuk N harus dikurangi.
2) Kelembaban iklim mikro, dimana kelembaban ini timbul akibat jarak
tanam yang terlalu rapat serta pemangkasan yang tidak dilakukan.
3) Percikan air hujan atau air siraman yang mengenai buah cabai.
Akibatnya buah cabai diselimuti air hujan atau air siraman tersebut
menimbulkan jamur. Maka untuk pengendaliannya harus menggunakan
MPHP atau penutup tanah (Anonim, 2010).
92
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Gejala Serangan Hama Thrips. http://indonesiachili.com/pest.htm.
Diakses tanggal 13 Juni 2012
Anonim, 2010. Antraknosa atau Patek pada Tanaman Cabai.
http://tohariyusuf.wordpress.com/2010/01/11/anthraknosa-atau-patek-pada-
tanaman-cabai/. Diakses tanggal 13 Juni 2012
Anonim, 2011. Hama Thrips pada Cabai. http://epetani.deptan.go.id/budidaya/hama-
dan-penyakit-utama-pada-tanaman-cabai-serta-pengendaliannya-1782.
Diakses tanggal 13 Juni 2012
Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian
Hama Tanaman Cabe. Jakarta
Sanjaya, L. Wattimena, G.A., Guharja, E., Yusuf, M., Aswidinnor, H. dan Stam, P.,
2002. Keragaman Ketahanan Aksesi Capsicum Terhadap Antraknosa
(Colletotrichum capsici) Berdasarkan Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi
Pertanian. Vol. 7. No. 2. 2002. pp 37-42.
Setiadi, 2004., Bertanam Cabai. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
93
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Morfologi, Identifikasi Hama, dan Gejala Kerusakan Tanaman
a. Hama yang mengganggu tanaman pokok berasal dari filum mamalia,
nematoda, gastropoda, chordata, homoptera, hemiptera, dan diptera
b. Setiap hama tanaman memiliki morfologi yang berbeda-beda
berdasarkan tipe ordonya
c. Untuk mengidentifikasi jenis hama dapat dilakukan dengan
menggunakan kunci determinasi yang dibuat berdasarkan ciri-ciri
morfologi serangga
d. Tanda gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga hama dapat
dijadikan sebagai petunjuk identifikasi OPT. Misalnya daun kelapa
menjadi bergerigi tidak rata, daun kelapa mengering, dan terjadi
kerusakan mekanik pada batang (batang berlubang), akibat serangan
kumbang badak
2. Identifikasi Patogen
a. Tipe gejala yang timbul pada tanaman akibat pathogen digolongkan
menjadi 3 yaitu nekrosis, hiperplasis, hipoplasis
b. Media umum untuk pembiakan jamur adalah Potato Dextrose Agar
(PDA), sedangkan medium umum untuk pembiakan bakteri adalah
Nutrient Agar (NA)
c. Isolasi dapat dilakukan dengan jaringan tebal, misalnya menggunakan
potongan apel busuk. Selain itu dapat dilakukan menggunakan jaringan
tipis, misalnya menggunakan potongan daun kacang tanah yang
terserang penyakit
3. Taktik Pengendalian OPT
a. Untuk mengendalikan hama serangga, dapat menggunakan musuh
alami, yaitu predator, parasitoid, dan antagonis patogen
b. Contoh serangga predator adalah capung (ordo Odonata)
c. Contoh serangga parasitoid adalah Apanteles sp dan Telenumus sp
(ordo Hymenoptera)
d. Beberapa hewan memiliki stadia tersendiri untuk menjadi musuh alami,
misalnya pada belalang sembah adalah pada saat imago, Kumbang buas
Coccinelidae pada saat larva dan dewasa
94
e. Pengendalian OPT dapat dilakukan dengan penggunaan herbisida yang
disesuaikan dengan jenis hama yang mengganggu
f. Beberapa jenis racun pestisida yaitu sistemik, kontak langsung, dan
lambung
g. Metyl eugenol adalah salah satu atraktan yang berfungsi untuk menarik
lalat buah jantan, yang kemudian akan terperangkap dan tidak bisa
keluar dari perangkap
h. Salah satu antagonis yang banyak digunakan untuk pengendali penyakit
tanaman budidaya adalah Trichoderma spp., merupakan jamur asli
tanah yang bersifat menguntungkan karena mempunyai sifat antagonis
yang tinggi terhadap jamur-jamur patogen tanaman budidaya.
4. Identifikasi Gulma dan Pengaruh Penyemprotan Herbisida
a. Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan
pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang
menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma
b. Herbisida ada 2 jenis yaitu herbisida kontak dan herbisida sistemik
c. Salah satu contoh dari herbisida kontak adalah Gramoxone, dan
herbisida sistemik adalah Round Up
d. Gulma dibedakan menjadi 3 yaitu gulma berdaun lebar, gulma rumput-
rumputan, dan gulma teki-tekian
e. Berdasarkan hasil analisis data maka kebutuhan larutan Gramoxone
untuk 2,25 m2 adalah 0,45 mL dalam 2,25 m
2
f. Sedangkan untuk kebutuhan larutan Round up untuk 2,25 m2 adalah 1,8
mL dalam 2,25 m2
g. Penghitungan kebutuhan larutan herbisida harus tepat, agar efisien dan
efektif dalam pembasmian gulma. Takarannya harus sesuai dengan
kebutuhan per satuan luas
h. Pada uji aplikasi herbisida, gulma lebih cepat mati pada yang diberi
perlakuan herbisida kontak.
i. Berdasarkan pada pengamatan presentase kematian gulma yang
disebabkan oleh herbisida kontak Gramoxone sebesar 99 %, ada 2 jenis
gulma dalam luasan lahan yang disemprot
j. Sedangkan untuk presentase kematian gulma yang disebabkan oleh
herbisida sistemik Round Up sebesar 40%, juga ada 2 jenis gulma
dalam luasan lahan yang disemprot.
95
5. Identifikasi Hama dan Diagnosis Penyakit di Lapang
a. Thrips pada cabe termasuk sub ordo Terebrantia yaitu thrips tabaci
b. Gejala serangan Thrips pada permukaan daun akan terdapat bercak-
bercak yang berwarna putih seperti perak
c. Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh
Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum
gloeosporioides Pens
d. Untuk mengendalikan penyakit patek (anraknosa) pada tanaman cabai
tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan, namun
harus dimulai dari awal proses penanaman
B. Saran
1. Setiap pelaksanaan praktikum berjalan on time, co ass juga sudah
melaksanakan tugasnya dengan baik, mampu membimbing praktikan dengan
baik
2. Sebaiknya untuk bab hasil pengamatan tidak usah ditulis tangan, karena agak
menyulitkan praktikan saat pembuatan laporan, menjadi tidak efisien waktu.
Lebih baik diketik saja
3. Kesan menyenangkan bertemu dengan hewan-hewan yang menjadi musuh
petani dengan ini menjadikan tahap awal mahasiswa mengenal organisme-
organisme pengganggu tanaman pokok pertanian
4. Waktu pelaksanaan pratikum tiap acara terlalu singkat, menyebabkan saat
pengamatan tergesa-gesa.
5. Buku petunjuk pratikum perlu diperbaiki, agar tiap acara tersedia di dalam
buku.
6. Pratikum ini memberi banyak wawasan serta pengalaman karena dapat
mengamati hama dan tanda penyakit serta melakukan secara langsung
pengendalian OPT.