127131495 dm dengan komplikasi tb
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
TB PARU DENGAN DM TIPE II KUSTIAN PRAMUDITA
030.08.140
IDENTITAS PASIEN•Tn. DNama lengkap
•PriaJenis kelamin
•49 tahunUmur
•Jawa Suku bangsa
•MenikahStatus perkawinan
•IslamAgama
•Karyawan Swasta Pekerjaan
•SMAPendidikan
•Jl. Raya Condet No. 13 5/5 JaktimAlamat
•24 desember 2013Tanggal masuk RS
ANAMNESIS
DILAKUKAN SECARA AUTOANAMNESIS PADA TANGGAL 27 DESEMBER 2013, HARI PERAWATAN KE-3, PADA PUKUL 14.00 WIB
ANAMNESIS
Keluhan Utama• Batuk bercampur darah sejak 2
hari SMRS
Keluhan Tambahan• Lemas, mual dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang Os datang ke RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan
sejak 2 hari yang lalu Os batuk darah. Warna darah merah segar bercampur dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu. Dahak berwarna putih kental. Os mengaku tidak pernah merasa demam juga keringat malam. Os juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os juga merasa badannya lemas disertai mual dan muntah, tidak
ada nyeri ulu hati. Nafsu makan seperti biasa 3x/hari namun terjadi penurunan berat badan selama 1 bulan terakhir sekitar 10 kg. BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK dalam jumlah banyak berwarna kuning jernih.
Akhirnya Os pun datang ke poli penyakit dalam RSUD Budhi Asih dan dilakukan pemeriksaan lab pada tanggal 23 desember 2013, berdasarkan hasil Os dikonsulkan ke poli paru dan disarankan untuk dirawat namun tidak ada kamar. tanggal 24 desember 2013 Os datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa kemudian masuk ruang rawat inap setelah konsul ke poli penyakit dalam dan poli paru.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pengobatan paru selama 6 bulan disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM (+)
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat sakit maag (-)
Riwayat Keluarga :
- Ibu kandung Os mempunyai riwayat DM
Riwayat Kebiasaan :
- Dahulu Os menyukai konsumsi makanan dan minuman yang manis
- Os mengkonsumsi rokok sejak remaja
Adakah Kerabat Yang Menderita?
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Arthritis √
Rematik √
Hipertensi √
Jantung √
Ginjal √
Kencing manis √ Ibu kandung Os
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 59 kg
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80x /menit
Pernapasan : 24x /menit
Suhu : 36,4 ºC
BMI : 21.7 kg/m2 (normal)
Sianosis : Tidak ada
Oedema umum : Tidak ada
Cara berjalan : -
Umur menurut taksiran : Sesuai
PEMERIKSAAN FISIK
• Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : Tenang
Alam Perasaan : Biasa
Proses Pikir : Wajar
• Kulit
Warna : Kuning langsat Pigmentasi : Merata
Effloresensi : Tidak ada Petekie : Tidak Ada
Jaringan Parut : Tidak ada Ikterus : Tidak ada
Pertumbuhan rambut: Merata
Suhu Raba : Hangat Pembuluh darah : Tidak melebar
Keringat : Ada Turgor : Baik
Lapisan Lemak : Cukup Lain-lain: Tidak ada
Oedem : tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
Ketiak : tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Tenang Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam merata Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi
Mata
Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus: tidak ada
Kelopak : oedem (-) Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis ( -) Visus : ???
Sklera : ikterik (-) Gerakan Mata : DBN
Lapangan penglihatan : DBN Tekanan bola mata : normal/palpasi
Nistagmus : tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK• Telinga
Tuli : -/- Selaput pendengaran : intak
Lubang : lapang Penyumbatan : -/-
Serumen : -/- Perdarahan : -/-
Cairan : -/-
• Mulut
Bibir : kering Tonsil : T1 –T1 tenang
Langit-langit : M-II kanan atas,
M-III kiri bawah carries Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : OH baik Trismus : tidak ada
Faring : tidak hiperemis Selaput lendir : tidak ada
Lidah : licin, atrofi papil (-)
• Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 + 1 cm H2O.
Kelenjar Tiroid : tidak tampak membesar.
Kelenjar Limfe kanan : tidak tampak membesar
THORAX
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kanan Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Kiri Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Palpasi Kanan - Tidak ada benjolan
- Fremitus +
- Tidak ada benjolan
- Fremitus +
Kiri - Tidak ada benjolan
-Fremitus +
- Tidak ada benjolan
- Fremitus +
Perkusi Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kanan - Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
Kiri - Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
PEMERIKSAAN FISIK
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS 5
Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dekstra ICS 4, Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS 5
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur -, gallop –
PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, simetris, sikatriks(-)
Palpasi : Supel (+) Hepatomegali (-) Splenomegali (-) Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
Ekstremitas
Ekstremitas Atas : Akral hangat, edema -/-
Ekstremitas Bawah : Akral hangat, edema -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUMTanggal 23 Desember 2013 (Lab. RSUD Budhi Asih)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hematologi
Hb
Leukosit
Ht
LED
Trombosit
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2 Jam PP
Ureum
Creatinin
16,6
5800
50
45
261.000
1
1
0
74
16
8
402
490
25
1.1
13,2 – 17,3
4.200 – 9.100
40 - 52
0-20
150.000 - 440.000
0-1
2-4
3-5
50-70
25-40
2-8
80-100
100-120
13-43
< 1.1
g/dl
/µl
%
mm/jam
/µl
%
%
%
%
%
%
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hb
Lekosit
Ht
Trombosit
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2 Jam PP
14,6
9300
43
261.000
218
172
13,2 – 17,3
4.200 – 9.100
40 - 52
150.000 - 440.000
80-100
100-120
g/dl
/µl
%
/µl
mg/dl
mg/dl
Tanggal 25 Desember 2013 (Lab. RSPAU Dr. Esnawan Antariksa)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2 Jam PP
202
228
80-100
100-120
mg/dl
mg/dl
Tanggal 26 Desember 2013 (Lab. RSPAU Dr. Esnawan Antariksa)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Glukosa Darah
Puasa
197
80-100
mg/dl
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2 Jam PP
160
111
80-100
100-120
mg/dl
mg/dl
Tanggal 27 Desember 2013 (Lab. RSPAU Dr. Esnawan Antariksa)
Tanggal 28 Desember 2013 (Lab. RSPAU Dr. Esnawan Antariksa)
RONTGEN THORAX PA (23 Desember 2013) CTR <50% Jaringan lunak dan
tulang-tulang dinding dada baik
Sinus costofrenikus paru kanan dan kiri tajam
Corakan bronkovaskuler meningkat
Tampak bercak infiltrat pada apex paru kanan dan apex lobus medius sinistra
Kesan: TB Paru Duplex
RINGKASANPasien laki-laki usia 49 tahun pekerjaan karyawan swasta datang ke IGD RSAU dengan keluhan batuk darah sejak 2 hari yang lalu. Warna darah merah segar bercampur dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os tidak merasa demam, keringat banyak juga menggigil. Nafsu makan masih baik 3 kali sehari, ada mual, ada muntah, tidak ada nyeri ulu hati, namun terjadi penurunan berat badan selama 1 bulan terakhir sekitar 10 kg. BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK dalam jumlah banyak berwarna kuning jernih. Os memilik kebiasaan merokok sejak remaja juga gemar mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Di lingkungan kerja tidak ada teman os yang sakit batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernafasan 24x/menit (meningkat). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Gula Darah Nuchter 402 mg% dan Gula Darah 2 Jam PP 490 mg% (meningkat), LED 45 mm/jam (meningkat), Eosinofil 1% (menurun), Batang 0% (menurun), Segmen 74% (meningkat), Limfosit 16% (menurun), BTA (+). Pada pemeriksaan foto thoraks kesan : TB paru duplex BTA (+).
DIAGNOSIS
ANALISA KASUS1. DM tipe II yang tidak terkontrol
Berdasarkan anamnesis :
Os tidak mengalami penurunan nafsu makan namun mengalami penurunan berat badan selama 1 bulan terakhir sekitar 10 kg. Os mengeluh lemas dan sering BAK dalam jumlah banyak warna kuning jernih. Os gemar mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Riwayat DM dari Ibu pasien.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang:
GDP dan GD2PP ↑↑
Tatalaksana :
Novorapid 8-8-8 sc/ac
2. Hemoptisis ec TB paru BTA (+)
Berdasarkan anamnesis :
Batuk darah sejak 3 hari yang lalu, warna darah merah segar bercampur dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os memilik kebiasaan merokok sejak remaja. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan LED. Pada pemeriksaan Rontgent Thorax didapatkan kesan adanya TB Paru.
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
Pernafasan 24x/menit (meningkat)
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Foto thorax:
Kesan : Tuberkulosis paru duplex
Pemeriksaan laboratorium :
LED 45 mm/jam (meningkat)
Neutrofil segmen meningkat dan limfosit menurun
Tatalaksana :
Lesichol 1x1
Kalnex tab 3x1
RHZE 450/300/1000/1000
TATALAKSANA Non Medikamentosa Bed rest rawat inap
Asupan gizi yang baik agar dapat kembali
Hindari konsumsi makan dan minum yang manis-manis
Pakai masker untuk mencegah penularan oleh keluarga dan lingkungan pasien
Medikamentosa Infus RL 1 kolf/24 jam
RHZE 450/300/1000/1000
Lesichol 1x1
Kalnex tab 3x1
Novorapid 8-8-8 sc/ac
Cek BTA
FOLLOW UP Tanggal 24/12/2013
S Batuk darah (+), demam (-)O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 130/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,40 C, Pernafasan : 21x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-GDN: 218 mg/dl
A - TB paru duplex- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24 jam- RHZE 450/300/1000/1000- Lesichol 1x1- Kalnex tab 3x1- Novorapid 8-8-8 sc/ac- Cek BTA- Cek GDN+2JamPP
FOLLOW UP Tanggal 25/12/2013
S Batuk darah (+) sesak (-), demam (-), keringat (-).O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,20 C, Pernafasan : 18x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh+/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-BTA I sputum (+)GDN: 218 mg/dl
A - TB paru duplex BTA (+) dengan hemoptisis- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam- RHZE 450/300/1000/1000- Lesichol 1x1- Kalnex tab 3x1- Novorapid 10-10-10 sc/ac- Cek GDN+2JamPP
FOLLOW UP Tanggal 26/12/2013
S Batuk darah (-), demam (-)O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 120/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,20 C, Pernafasan : 18x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-GDN: 202 mg/dlGD2PP: 228 mg/dlBTA II: positif dua (++)
A - TB paru duplex BTA (+) - Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam- RHZE 450/300/1000/1000- Lesichol 1x1- Kalnex tab 3x1- Novorapid 12-12-12 sc/ac
FOLLOW UP Tanggal 27/12/2013
S Batuk berdahak, batuk darah (-) demam (-)O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 130/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 360 C, Pernafasan : 17x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-GDN: 197 mg/dl/2jamBTA III: Positif dua (++)
A - TB paru duplex BTA (+) - Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam- RHZE 450/300/1000/1000- Lesichol 1x1- Kalnex tab 3x1- Novorapid 12-12-12 sc/ac
FOLLOW UP Tanggal 28/12/2013
S Batuk berdahak, batuk darah (-) demam (-)O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 120/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,50 C, Pernafasan : 17x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-GDN: 160 mg/dl/2jamGD2PP: 111 mg/dl
A - TB paru duplex BTA (+) - Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam- RHZE 450/300/1000/1000- Lesichol 1x1- Kalnex tab 3x1- Novorapid 12-12-12 sc/ac -> diganti Interformis 500mg
3x1 oral- Acc rawat jalan
PROGNOSIS
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad Bonam
HEMOPTISIS
Ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah dan berasal dari saluran napas di bawah glotis atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah glotis.
Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan.
KLASIFIKASI HEMOPTISISBerdasarkan perkiraan jumlah darah yang dibatukkan:Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.
Hemoptisis: 20-600 ml/24 jamHal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar.
Biasanya pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
Hemoptisis massif : >600 ml/24 jamBiasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
PseudohemoptisisMerupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa
perdarahan buatan (factitious).
hemoptoe dengan hematemesis
Batuk darah Muntah darah
1. Didahului batuk keras yang tidak
tertahankan.
2. Terdengar adanya gelembung-
gelembung udara bercampur darah
di dalam saluran napas.
3. Terasa asin / darah dan gatal di
tenggorokan.
4. Warna darah yang dibatukkan
merah segar bercampur buih,
beberapa hari kemudian warna
menjadi lebih tua atau kehitaman.
5. pH alkalis.
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu
muntah.
2. Suara napas tidak ada gangguan.
3. Didahului rasa mual / tidak enak di
epigastrium.
4. Darah berwarna merah kehitaman,
bergumpal-gumpal bercampur sisa
makanan.
5. pH asam.
6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap
hemoptoe.
7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis.
Apa saja penyebab batuk darah?
Infeksi
Kelainan paru
Neoplasma
Kelainan hematologi
Kelainan jantung
Kelainan pembuluh darah
Trauma
Iatrogenik
Kelainan sistemik
Obat / toksin
Lain-lain
Patofisiologi Radang mukosa
Infark paru
Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Kelainan membran alveolokapiler
Perdarahan kavitas tuberkulosa
Invasi tumor ganas
Cedera dada
Batuk Darah
penatalaksanaan1. Terapi konservatif Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
Pemberian oksigen
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan Reseksi bedah segera pada tempat
perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan : Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam
kehidupan pasien.
Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang berulang dapat dicegah.
Apa sajakah komplikasi dari hemoptoe?
Ditentukan oleh tiga faktor :
Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan hipovolemik.
Aspirasi yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
TB PARU
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%)
PATOFISIOLOGI
Bagaimanakah cara penularan kuman mycobacterium tuberculosis?
Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei (partikel kecil yang terinfeksi)
Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif (memiliki kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban.
Kuman yang terhirup menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan membentuk sarang primer dan di ikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut komplek primer.
Komplek primer selanjutnya mengalami perjalanan penyakit tergantung virulensi, jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan menyebar.
Kapan kuman TBC akan aktif ?
Kekurangan gizi
Kondisi fisik yang lemah
Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus
Pecandu obat-obat terlarang
Menggunakan hormon steroid
Perokok berat
MANIFESTASI KLINIS TB PARU
Gejala Respiratorik Gejala Sistemik
Batuk lebih dari
3 minggu
Dahak (sputum)
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada
Wheezing
Demam dan menggigil
Penurunan berat badan
Rasa lelah dan lemah
(Malaise)
Berkeringat banyak
terutama di malam hari
Tidak ada nafsu makan
(Anoreksia)
Sakit-sakit pada otot
(Mialgia)
dapat dibagi menjadi 2 golongan:
KLASIFIKASI TB PARU Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: Tuberkulosis paru
tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum Tuberkulosis paru BTA ( + )
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis aktif
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
Tuberkulosis paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan radiologis
menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan Myccobacterium tuberculosis positif
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Kasus baru pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps) pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default) pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
atau BTA negatif.
Kasus setelah gagal (Failure) pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In) pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
KATEGORI TB (WHO)
Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan neurologik dan lain-lain.
Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB diluar paru selain kategori I.
Kategori IV: tuberkulosis kronik.
Paduan OAT a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS TB PARU
KOMPLIKASI (Depkes RI (2002)) pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut:
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paruPenyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
PROGNOSISJika berobat teratur sembuh total (95%)Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps
Diabetes Mellitus
Dari kata Yunani διαβαίνειν (diabaínein) yang artinya tembus atau pancuran air, dan kata latin mellitus yang artinya rasa manis.
Umum dikenal sebagai kencing manis
Diabetes Mellitus
Keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
Penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak cukup memproduksi insulin atau jika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksi Meningkatnya konsentrasi glukosa dalam darah (hyperglycaemia) yang terus menerus dan bervariasi.
Perbedaan DM Tipe I, II
90% sel β rusak insulin tidak lagi diproduksi (sangat sedikit)
Diderita oleh anak-anak dan dewasa muda
Umumnya <30 thn
Insulin tetap diproduksi, namun:
- Tubuh relatif kekurangan insulin dimana sekresi insulin tidak sebanding dengan jumlah glucose dalam darah insulin resistance
- Sel tidak responsif? Penderita umumnya >30
thn
DM TYPE 1 DM TYPE 2DM TYPE 1 DM TYPE 2
Patofisiologi DMPROSES
AUTOIMUN
PERADANGAN PADA SEL BETA
ANTIBODI (ICA)
ANTIGEN SEL BETA
HANCURNYA SEL BETA
DM TIPE 1
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2
disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang.
Maka glukosa yang masuk sel akan sedikit. Sehingga sel akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh
darah meningkat.
Perbedaan dengan DM tipe 1 adalah pada DM tipe 2 disamping
kadar glukosa tinggi kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini
disebut resistensi insulin. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Apa sajakah faktor pencetus timbul DM?
Diabetes merupakan penyakit keturunan, berikut faktor yang sering merupakan faktor pencetus diabetes melitus adalah:
Kurang gerak atau malas
Makanan berlebihan
Kehamilan
Kekurangan produksi hormon insulin
Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin
Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)
Minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah
Proses menua
GEJALA DAN TANDA DM1. Keluhan klasik :
Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
Banyak kencing
Banyak minum
Banyak makan
2. Keluhan lain :
Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Gangguan penglihatan
Gatal/bisul
Gangguan ereksi
Keputihan
Diagnosis klinis DMKeluhan khas DM:
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya.
Keluhan lain:
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, atau pruritus vulva pada pasien wanita.
pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM untuk kelompok tanpa keluhan khas DM.
Hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
LANGKAH DIAGNOSTIK DM
PEMERIKSAAN PENUNJANG
uji diagnostik DM
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM
pemeriksaan penyaring
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi mempunyai resiko DM
Pemeriksaan penyaring
dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut :
Usia > 45 tahun
Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
Hipertensi ( >140/90 mmHg )
Riwayat DM dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
Riwayat DM dalam kehamilan
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan trigliserid > 250 mg/dl
PEMERIKSAAN PENYARING
dilakukan melalui pemeriksaan:
- kadar glukosa darah sewaktu atau kadar gula darah puasa
- diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar
Cara pelaksanaan TTGO :
Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kg BB (anak-anak). Dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
PENATALAKSANAAN DMDalam mengelola DM langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis
A. EdukasiPrinsip dasar :
Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru kemudian yang lebih kompleks.Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien.Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi.Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan.
Materi Edukasi : Apa itu diabetes, Faktor pencetus, Gejala, Diagnosa, Pengobatan, Komplikasi dan pencegahan
B.Perencanaan makanStandar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%).Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. usahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh (misalnya nuts, alpukat, dan minyak zaitun) dan hindari asam lemak jenuh.Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut (gums, pectin)
C. Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang
sifatnya sesuai CRIPE.
Continious
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti, contoh : bila pilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh : jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung, mendayung. Main golf, tennis, atau badminton tidak memenuhi syarat karena banyak berhenti.
Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Endurance
Untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan santai, jogging, berenang, bersepeda.
MEDIKAMENTOSA
Insulinsuatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein.
meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati.
Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi
Prinsip pemberian insulin
Pada keadaan emergency berikan regular insulin.
Pada permulaan pemberian insulin, coba injeksi tunggal dengan intermediate acting insulin.
Mulai dengan dosis kecil, dinaikkan secara perlahan-lahan.
Untuk merubah dosis, tunggu beberapa hari sampai 1 minggu.
Jika kontrol sukar, berikan intermediate acting insulin 2 kali sehari.
Harus dihindarkan terjadinya hipoglikemia.
Indikasi terapi dengan insulin Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen
karena produksi insulin oleh sel beta sangat sedikit atau hampir tidak ada.
Penyandang DM tipe II tertentu
mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Keadaan stress berat,
seperti pada infeksi berat, stroke, dll.
DM gestasional dan penyandang DM yang hamil
membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik
Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori
untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral
Fungsi Insulin
Mempertahankan kadar gula darah normal
Memasukkan glukosa ke dalam sel untuk energi
Membantu pembakaran glukosa
Membantu proses penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen
Bagaimanakah cara memberikan terapi insulin?
Insulin kerja singkat dapat diberikan secara intravena, intramuscular, atau subcutan.
Insulin kerja menengah atau panjang tidak dapat diberikan secara intravena karena bahaya emboli.
Insulin kerja singkat dapat ditambahkan dalam cairan infus seperti asam amino, glukosa, dan elektrolit
Namun, sebaiknya tidak diberikan bersama darah atau serum, karena mengandung hidroksilat atau enzim yang dapat merusak insulin.
Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit sesudah pemberian tampak efek penurunan kadar gula darah.
Pemberian insulin kerja singkat secara intramuscular ternyata mempunyai penyerapan 2 kali lebih cepat dibandingkan subcutan, karena makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai.
Ada 3 tempat suntikan yang sering digunakan, yaitu dinding perut, lengan dan paha. Karena itu apabila memindahkan lokasi suntikan dari satu tempat ke tempat lain, jangan dilakukan tiap hari tapi lakukan rotasi tempat suntikan (rotasi huruf O) setiap 14 hari, supaya tidak memberikan perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. Jarak antara suntikan pertama dengan berikutnya harus lebih dari 2 cm.
obat hipoglikemik oral
Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.
Mekanisme kerja obat golongan Sulfonilurea :
1. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)
2. Menurunkan ambang sekresi insulin
3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Glinid obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivate asam benzoate) dan Nateglinid (derivate fenilalanin).
Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral dan dieksresi secara cepat melalui hati.
Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguanid terbentuk dari dua molekul guanidine dengan kehilangan satu molekul amonia. Sediaan yang tersedia adalah menformin, buformin, dan metformin. Derivat biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan dengan derivat sulfonilurea, obat-
obat tersebut kerjanya tidak melalui perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada orang non diabetik tidak menurunkan kadar glukosa darah; tetapi sediaan biguanid ternyata menunjukan efek potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak menimbulkan perubahan ILA (Insulin Like Activity) di plasma, dan secara morfologis sel pulau langerhans juga tidak mengalami perubahan.
Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk, ternyata pemberian biguanid menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang non diabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah. Penyerapan biguanid oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan insulin atau sulfonilurea. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan biguanid.
Mekanisme Kerja Biguanid: Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
Meningkatkan jumlah reseptor insulin. Memperbaiki defek respon insulin. Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita dengan penyakit hati berat, penyakit
ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif juga orang hamil.
Thiazolindion / Glizaton Thiazolindion berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor
gamma suatu reseptor inti sel di sel otot dan sel lemak.
Contoh obat golongan ini adalah :
Pioglitazon Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah pentranspor glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dimetabolisme di hepar.
Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada gangguan faal hati.
Saat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal.
Rosiglitazon Cara kerja rosiglitazon hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui
urin dan feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandial.
Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Efek samping akibat maldigesti karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatulen dan diare. Penghambat glukosidase alfa dapat menghambat bioavailabilitas metformin jika diberikan bersamaan pada orang normal.
TERAPI KOMBINASI
Tujuan Menurunkan produksi glukosa dari hati
Meningkatkan sekresi insulin
Meningkatkan kerja insulin dengan menurunkan resistensi insulin dengan harapan dapat lebih memperbaiki kendali glukosa darah
Kombinasi insulin secretagogues + Metformin Bila sasaran pengendalian kadar glukosa darah puasa dan sesudah makan belum tercapai dengan terapi
insulin secretagogues, dapat ditambah Metformin mulai dengan dosis 2 x 250 mg, dinaikkan bertahap sesuai respons, dengan interval 1 minggu
Kombinasi insulin secretagogues + Penghambat Glukosudase Bila sasaran kadar glukosa darah puasa tercapai tetapi sesudah makan belum tercapai dengan terapi
insulin secretagogues, dapat ditambah penghambat glukosidase mulai dengan dosis 3 x 50 mg, dinaikkan bertahap sesuai respons, dengan interval 1 minggu.
Kombinasi insulin secretagogues + Penghambat Glukosudase + Metformin
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan 2 OHO dosis hampir maksimal, dapat ditambah OHO ketiga mulai dosis kecil dan dinaikkan sesuai respons.
Kombinasi insulin secretagogues + Insulin Dimulai bila terjadi kegagalan sekunder terapi insulin secretagogues.
Cara : Dosis insulin secretagogues tetap, ditambah insulin kerja menengah 5 unit pada pagi atau siang atau malam sesuai dengan pola kurva glukosa darah harian. Selanjutnya dosis dan frekuensi pemberian insulin disesuaikan dengan respons.
Kombinasi Metformin + Insulin Dimulai bila terjadi kegagalan sekunder terapi metformin
Cara : Dosis metformin tetap, ditambah insulin kerja menengah 5 unit pada pagi atau siang atau malam sesuai dengan pola kurva glukosa darah harian. Selanjutnya dosis dan frekuensi pemberian insulin disesuaikan dengan respons.
KOMPLIKASI DMKomplikasi akut
Ketoasidosis Diabetikum Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa sebagai energi dan karenanya lemak
tubuh dimobilisasi tempat penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk melepas energi menghasilkan formasi asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar dan membentuk satu kelompok senyawa kimia bernama benda keton, benda keton dikeluarkan lewat urin disebut ketonuria.
Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut ketosis. Ketosis bisa meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar yang sangat tinggi dan menyebabkan satu kondisi yang disebut asidosis. Asidosis akibat dari benda keton yang meningkat disebut ketoasidosis. Gejala-gejalanya:
Dehidrasi : kekeringan di mulut dan hilangnya elastisitas kulit
Napas berbau asam.
Mual-muntah dan rasa sakit di perut
Napas berat
Tarikan napas meningkat
Merasa sangat lemah dan mengantuk
Hipoglikemia Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan seringkali membahayakan hidup
penderitannya serta ditandai dengan kadar gula darah yang melonjak turun di bawah 50-60 mg/dl atau suatu keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.
Infeksi
Komplikasi kronis Penyakit jantung dan pembuluh darah
Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau lemas saat berjalan. Jika suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus dalam waktu lama bisa terjadi kematian pada jaringan.
Kerusakan pada ginjal ( Nefropati)
Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya efisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati menunjukan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar antara 2% sampai 7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik.
Kerusakan saraf ( Neuropati ) Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan
lemak di sekitar saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirimkan sinyal ke otak dan dari otak dengan baik, sehingga akibatnya bisa kehilangan indra perasa, meningkatnya indra perasa atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh lebih sering terjadi. Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh kaki yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk, atau kram pada otot kaki.
Kerusakan pada mata ( Retinopati ) Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian
atau seluruh penglihatan. Pasien dengan retinopati diabetik akan mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan
TUBERKULOSIS DAN DIABETES MELLITUS
Pada umumnya efek hiperglikemia sangat berperan mudahnya pasien DM terkena
infeksi
karena hiperglikemia mengganggu fungsi neutrofil dan monosit (makrofag)
MANIFESTASI KLINIS
tidak ditemukan adanya perbedaan
yang signifikan antara pasien TB
yang menderita DM maupun pasien TB
tanpa DM
gambaran hasil pemeriksaan
darah, radiologi, dan bakteriologi
tidak menunjukkan
perbedaan
sebagian besar pasien DM akan meninggal
karena TB paru
Sebelum diterapkann
ya terapi insulin
Dengan pengobatan anti TB yang efektif, dan syarat kadar
gula darah terkontrol.prognosisnya akan jauh lebih
baik
Setelah diterapkannya terapi insulin
(1922)
PENGOBATAN
DAFTAR PUSTAKA Aru W. Sedoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Penyakit Dalam FKUI.2006
Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrison’s Principles of Internal Medicine, Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10.
Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2008.
Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru. FKUI Jakarta, 1985.
Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Paru. Pedoman Diagnostikdan Terapi. FKUI Jakarta, 1989.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2006
Eddy JB. Clinical assesment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med 2000 ; 28 (5) : 1642 – 7 6.http//www.pulmonologychannel. com/hemoptysis /treatment/shtml 7.http//www. endonurse.com/articles/07/aprfeat5.html
Jacob LB, Robert WP. Hemoptysis: Diagnosis and Management. Available at : http://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1253.html. accessed July 13, 2012.
Rasmin M. Hemoptisis editorial- Jurnal Respirologi Indonesia. available at : jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf. accessed July 13, 2012
Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201
Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical Therapeutics). Andi offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327