138025190 tugas analisis instrumen fluoresensi dan fosforesensi
TRANSCRIPT
Tugas analisis instrumen
FLUORESENSI DAN FOSFORESENSI
Disusun oleh :
Achmad Paisin
G 301 08 034
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2012
FOSFORESENSI
Fosfor ialah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens
(pendaran yang terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan).
Fosfor berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah
langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink
silikat (Zn2SiO4)yang dicampur dengan mangan. Kegunaan fosfor yang paling
umum ialah pada ragaan tabung sinar katoda (CRT) dan lampu pendar, sementara
fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar
dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katoda mulai dibakukan
pada sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf "P" yang diikuti dengan
sebuah angka.
Sebenarnya zat fosfor / fluoresens itu berpendar sepanjang terkena
terhadap gelombang cahaya (misalnya: cahaya matahari). Namun, cahaya yang
dihasikan dari hasil eksitasi elektron dari zat fosfor kalah terang dari cahaya
(matahari), sehingga zat tersebut tidak terlihat sedang berpendar/memancarkan
cahaya. Hal inilah yang menyebabkan fosfor terlihat berpendar pada ruang gelap
atau pada malam hari.
Penyerapan energi oleh molekul memungkinkan terjadinya eksitasi,
fluoresensi, dan Fosforesensi. Banyak senyawa kimia memiliki sifat fotoluminensi
yaitu dapat dieksitasikan oleh cahaya dan memancarkan kembali sinar dengan
panjang gelombang sma atau berbeda dengan semula. Ada dua peristiwa
fotoluminensi yaitu Fluorosensi dan Fosforesensi.
Pada luminescen, sebagian molekul dalam keadaan ground state berada
dalam keadaan singlet. Pada molekul singlet, spin electron berpasangan
sedangkan dalam keadaan triplet spin electron tidak berpasangan. Oleh karena itu
energy pada keadaan triplet sedikit lebih rendah disbanding energy pada keadaan
singlet.
Fosforesensi adalah jenis spesifik dari fotoluminesen yang terkait dengan
fluoresensi . Tidak seperti fluoresensi, bahan pendar tidak segera memancarkan
kembali radiasi yang telah diserap. Skala waktu lebih lambat dari emisi-ulang
berkaitan dengan transisi energi bagian yang dilarang dalam mekanika kuantum.
Berikut diagram fotoluminosensi :
Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah
menyerap energi sinar dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Jika
penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung.
Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke
singlet dalam suatu molekul.
Fosforesens dapat menyimpan energi lebih lama, sehingga akan
memancarkan cahaya (berpendar) lebih lama dari pada fluorosens. Pada
fluorosens, setelah energi yang digunakan untuk mengeksitasi elektron
dihilangkan (biasanya berupa sinar UV) maka zat fluorosens tidak akan dapat
menyala dalam gelap. Dengan kata lain zat berfluororesensi hanya dapat terlihat
menyala apabila dikenai dengan sinar ultraviolet di dalam gelap, dan tidak dapat
berpendar ketika sinar ultravioletnya dimatikan. Hal ini berkaitan dengan cepat
dan lambatnya elektron kembali ke orbital energi tingkat dasar, semakin cepat
elektron kembali ke orbital maka semakin cepat pula hilang berpendarnya.
Ditinjau dari ilmu kimia, suatu zat bisa menyala dalam gelap diawali dari
akibat adanya eksitasi elektron yang terjadi di dalam zat tersebut karena menerima
energi dari luar (seperti terkena gelombang cahaya), kemudian saat elektronnya
kembali ke orbital dasarnya, terjadi pelepasan energinya kembali (emisi) dalam
bentuk gelombang yang tampak berupa cahaya/pendar.
Proses yang terjadi pada zat yang dapat menyala dalam gelap dimulai
eksitasi elektron yang melibatkan dua orbital dengan tingkat energi berbeda. Pada
saat elektron tereksitasi, elektron berpindah dari orbital berenergi lebih rendah ke
orbital yang berenergi lebih tinggi, yang merupakan reaksi yang non-spontan
(dibutuhkan sejumlah energi aktivasi untuk menyebabkan sebuah elektron
tereksitasi, misalnya terkenanya gelombang cahaya/elektromagnetik dengan
energi sejumlah x kJ). Tereksitasinya elektron ini menyebabkan keadaan tidak
stabil, sehingga menyebabkan elektron cenderung kembali ke keadaan orbital
dasar elektron tersebut. Pada saat elektron yang tereksitasi kembali ke orbital
asalnya (yang memiliki energi lebih rendah), energi sejumlah x kJ dilepaskan
kembali. Energi yang dilepaskan ini berada dalam bentuk gelombang, yang
panjang gelombangnya berada di range visible/tampak (10 nm – 103 nm),
sehingga terlihat menyala di dalam gelap.
Fosforesensi (P) adalah proses suatu molekul melangsungkan suatu
transisi (emisi) dari tingkat triplet ke tingkat dasar.
Pada peristiwa fosforesensi, pancaran cahayanya berakhir beberapa saat
setelah proses eksitasi pada bahan berakhir. Bahan yang mampu memperlihatkan
gejala ini disebut fosfor. Ada kalanya proses fosforesensi baru terjadi jika suatu
bahan mendapatkan pemanasan dari luar. Peristiwa luminesensi dengan bantuan
panas dari luar ini disebut termoluminesensi. Pancaran cahaya termoluminesensi
(TL) didefinisikan sebagai pancaran cahaya dari benda padat dengan struktur
kristal sebagai akibat proses eksitasi yang disebabkan oleh radiasi pengion.
Fenomena TL dapat terjadi karena adanya kerusakan kisi-kisi pada kristal. Zat
padat dengan struktur kristal memiliki berbagai macam kerusakan kisi-kisi di
dalamnya. Beberapa kerusakan kisi-kisi itu disebabkan antara lain oleh hilangnya
atom-atom atau ion-ion dari bahan, struktur bidang kristal yang terputus atau
adanya bahan-bahan asing (pengotor) yang terdapat dalam kristal [5]. Pada pita di
sekitar terjadinya kerusakan kisi-kisi tersebut sering kali terbentuk pusat-pusat
muatan listrik yang dapat menarik muatan listrik tak sejenis lainnya. Oleh sebab
itu, jika elektron bergerak memasuki daerah kerusakan dimana terdapat pusat
muatan positif, maka elektron akan tertarik oleh pusat muatan tersebut.
Sebaliknya, ion positif dapat tertarik memasuki daerah kerusakan kisi-kisi dimana
terdapat pusat muatan negatif. Jika pusat-pusat muatan yang terbentuk cukup kuat,
maka pusat muatan itu mampu mengikat ion yang tertarik padanya [5]. Pusat-
pusat muatan yang cukup kuat ini disebut sebagai perangkap, sedang kemampuan
perangkap dalam mengikat ion disebut kedalaman perangkap. Tingkat kedalaman
perangkap tersebut bergantung pada jenis kerusakan kisi-kisi yang terjadi. Setiap
jenis zat padat dapat memiliki berbagai macam perangkap, masing-masing dengan
kedalaman yang berbeda. Jika suatu kristal dicangkoki (doping) dengan bahan
pengotor yang sesuai, maka dapat diperoleh kristal dengan satu jenis perangkap.
Fenomena termoluminesensi saat ini banyak diterapkan dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan, antara lain untuk mendapatkan informasi mengenai
dosis radiasi yang sebelumnya diterima oleh bahan. Dalam hal ini bahan itu
berperan sebagai dosimeter radiasi. Prinsip dasar dalam pemanfaatan fenomena
TL untuk dosimeter radiasi ini adalah bahwa akumulasi dosis radiasi yang
diterima bahan akan sebanding dengan intensitas pancaran TL dari bahan tersebut.
Bahan yang mampu memperlihatkan fenomena TL mencapai lebih dari
2000 jenis mineral alam, mulai dari bahan Kristal dan gelas anorganik, barang
tembikar dan batu api yang digunakan untuk penanggalan arkheologi, sampai
dengan bahan-bahan organik yang berpendar pada temperatur rendah. Namun
hanya ada delapan senyawa organik yang umumnya dimanfaatkan fenomena TL -
nya karena memiliki karakteristik sesuai dengan yang dibutuhkan dalam dosimetri
radiasi.
Selain digunakan sebagai dosimeter radiasi, fenomena fosforesensi
digunakan pada lampu pendar. Lampu pendar adalah salah satu jenis lampu
lucutan gas yang menggunakan daya listrik untuk mengeksitasi uap raksa. Uap
raksa yang tereksitasi itu menghasilkan gelombang cahaya ultraungu yang pada
gilirannya menyebabkan lapisan fosfor berpendar dan menghasilkan cahaya
kasatmata. Lampu pendar mampu menghasilkan cahaya secara lebih efisien
daripada lampu pijar.
Lampu pendar dikenal dalam dua bentuk utama. Yang pertama berbentuk
tabung panjang atau yang umum dikenal dengan lampu TL (tubular lamp) atau
lampu neon dan yang kedua berukuran lebih kecil dengan tabung ditekuk
menyerupai spiral, umum disebut dengan sebutan lampu hemat energi (LHE).
Metode fluoresensi dan fosforesensi melibatkan penyerapan radiasi dan
pengemisian radiasi yang umumnya lebih panjang gelombangnya atau lebih
rendah energinya. Energi radiasi yang tidak teremisikan dalam bentuk radiasi
kemudian diubah menjadi energi termal. Fluorosensi maupun fosforesensi
berkaitan dengan perubahan energi vibrasi. Perbedaan antara kedua fenomena
tersebut ialah dalam selang waktu antara penyerapan dan emisi. Pada fosforesensi,
emisi terjadi pada waktu sekitar 10-3
detik setelah penyerapan sementara
fluorosensi lebih cepat terjadi yaitu dalam waktu 10-6
– 10-9
detik setelah
penyerapan.
FLUORESENSI
Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang F dan nomor atom 9. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti
"mengalir". Dia merupakan gas halogen univalen beracun berwarna kuning-hijau
yang paling reaktif secara kimia dan elektronegatif dari seluruh unsur. Dalam
bentuk murninya, dia sangat berbahaya, dapat menyebabkan pembakaran kimia
parah begitu berhubungan dengan kulit.
Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal
ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya
akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika
rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat,
dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar
bila kena sinar. Definisi fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat
dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat
rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan
berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu
lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti
juga kelihatan bersinar bila kena sinar.
Fluoresensi dapat juga dikatakan sebagai emisi cahaya oleh suatuzat yang
telah menyerap cahaya atau radiasi elektromagnetik denganperbedaan panjang
gelombang.
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi
setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi
karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom
tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan
melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan
proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2)
menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang
lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1
sampai dengan 1000 mili detik.
Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal
ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya
akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika
rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat,
dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar
bila kena sinar. Definisi fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat
dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat
rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan
berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu
lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti
juga kelihatan bersinar bila kena sinar.
Fluoresensi dapat juga dikatakan sebagai emisi cahaya oleh suatuzat yang
telah menyerap cahaya atau radiasi elektromagnetik dengan perbedaan panjang
gelombang.
Efisiensi fluoresensi adalah Bilangan yang menyatakan perbandingan mol
yang berfluoresensi dan jumlah total mol yang tereksitasi (min = 0 dan max = 1)
DPDIXECICF
F
KKKKKK
KEF
Catatan Indeks :
K = Tetapan Laju
F = Fluoresensi
IC = Konversi didalam
EC = Konversi keluar
IX = Lintasan antar system
PD = Pradisosiasi
D = Dissosiasi
Faktor Lingkungan = KIC, KEC dan KIX
Faktor Struktur Kimia = KF, KPD dan KD
Factor-faktor yang mempengaruhi fluoresensi adalah :
1. Temperatur (Suhu)
EF berkurang pada suhu yang dinaikkan
Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan mol pelarut
Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk
lain misal : EC
2. Pelarut
Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah,
Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4,
C2H5I) maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan
spin dengan gerakan orbital elektron ikatan mempercepat LAS maka
intensitas menjadi berkurang
itereksitasyangmoltotalJumlah
ensiberfluoresyangmolJumlahEF
3. pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic
4. Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas
fluoresensi berkurang sebab oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat
mengoksidasi senyawa yang diperiksa dan oksigen mempermudah LAS
5. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur yang rigid (kaku) mempunyai
intensitas yang tinggi.
Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1
dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1ns, kemudian atom tersebut akan
melepaskan sejumlah energi sebesar hνf yang berupa cahaya. Karenanya energy
atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat
energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally
equilibrium). Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat
perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda
yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2
berdasarkan prinsip Frank-Condon. Apabila intersystem crossing terjadi sebelum
transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang
pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi
dengan energi emisi cahaya sebesar hνP dalam selang waktu kurang lebih 1μs
sampai dengan 1s. Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih
rendah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan
fluoresensi (Gambar 2.2.ab).
Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul
antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman
(pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi).
Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya
eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga
menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang
berbeda-beda.
Intensitas fluoresensi adalah jumlah foton yang diemisikan per unit waktu
(s) per unit volume larutan (l) dalam mol atau ekivalensinya dalam Einstein,
dimana 1 Einstein = 1 foton mol. Intensitas fluoresensi dalam unit volume larutan
(medium) yang tereksitasi terjadi dalam selang waktu transisi (lifetime). Intensitas
fluoresensi tersebut merupakan hasil emisi de-eksitasi sehingga lifetime pada S1
akan berpengaruh terhadap besarnya intensitas fluoresensi. Pada gambar 2.3, kSr
adalah konstanta kecepatan radiasi S1 → S0 (transisi dari S1 ke S0) , kT
nr adalah
konstanta kecepatan non radiasi T1 → S0 (transisi dari T1 ke S0) yang terjadi
setelah proses internal crossing system S1 → T1, kS
ic adalah konstanta kecepatan
proses internal conversion (bersifat non radiatif) dari S1 → S0 yang terjadi setelah
transisi S2 → S1, dan kT
r adalah konstanta kecepatan radiatif transisi T1 → S0 yang
terjadi setelah proses internal crossing system S1 → T1.
Eksitasi hingga ke tingkat energi S1 terjadi apabila sejumlah molekul A
menyerap energi cahaya, dan ketika kembali ke tingkat energi S0 molekul tersebut
akan mengemisikan radisi atau melepaskan energi non radiasi (foton atau energi
panas) dengan laju eksitasi sebagai berikut:
Dengan A* adalah molekul A yang tereksitasi. Jumlah konsentrasi molekul
yang tereksitasi dalam waktu t detik diperoleh dengan mengintegrasikan
persamaan 2.1 terhadap waktu t sebagai berikut:
Laju konstanta radiasi dan non-radiasi berpengaruh terhadap intensitas
fluoresensi sehingga hubungan antara kedua konstanta tersebut dapat dinyatakan
sebagai efisiensi kuantum fluoresensi ΦF (lihat persamaan 2.3 dan 2.4). Dengan
kata lain, rasio antara jumlah foton yang diemisikan dan jumlah foton yang
diserap dapat dituliskan sebagai berikut:
Dimana KN0 adalah jumlah foton yang diserap per unit volume (L) per
satuan detik (s). karena jumlaah molekul adalah konstan, sehingga intensitas
fluoresensi dalam kondisi tunak adalah
Intensitas fluoresensi dalam kondisi tunak per jumlah foton yang diserap
sebagai fungsi panjang gelombang foton yang diemisikan dinyatakan dalam
persamaan berikut:
atau
Dengan :
IF(F) = intensitas fluoresensi yang diukur pada rentang spectrum panjang
gelombang fluoresensi F
IA(E) = selisih intensitas cahaya yang dating dengan intensitas yang
ditransmisikan pada gelombang E
IT(E) = intensitas eksitasi ditransmisikan
I0(E) = intensitas cahaya yang dating
k = konstanta fluoresensi, yang besarnya tergantung pada set up opris
antara detector dengan berkas fluoresensi
Proses fluoresensi dapat terjadi pada partikel dalam suatu medium. Hal
tersebut terjadi akibat respon terhadap cahaya eksitasi dari elemen-elemen
penyusunnya (kumpulan-kumpulan molekul atau atom yang relatif homogen)
dengan mengasumsikan bahwa dimensi partikel sangat tipis sehingga proses
absorbsi terhadap cahaya eksitasi tidak mengalami hambatan atau gangguan [14-
16]. Pada saat cahaya eksitasi I0 datang menuju medium (dimensi lxl) yang berisi
partikel-partikel, cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh partikel-partikel sebesar IA
dan sebagian diteruskan (tanpa absorbsi) sebesar IT (persamaan 2.13). Cahaya
yang diabsorbsi selanjutnya dikonversi menjadi emisi cahaya fluoresensi (IF) oleh
faktor efisiensi kuantum ΦF (persamaan 2.12).
Hubungan antara intensitas fluoresensi dan absorbansi suatu partikel
akibat eksitasi dari suatu sumber cahaya dinyatakan dengan menggunakan hukum
Beer-Lambert. Intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh sejumlah
konsentrasi partikel N sebesar IT(λE) pada luasan medium a dan sepanjang arah
rambat cahaya eksitasi l dituliskan sebagai berikut:
Tanda minus dalam exponensial pada persamaan 2.1.4 menunjukkan
bahwa intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh konsentrasi partikel
menurun secara eksponensial akibat luasan berkas sinar eksitasi a dan absorbs
sepanjang lintasan l. Dengan mensubstitusikan persamaan 2.14 ke 2.13 didapatkan
persamaan intensitas absorbsi cahaya eksitasi pada konsentrasi partikel, sebesar:
Intensitas cahaya fluoresensi yang diemisikan oleh suatu konsentrasi
partikel pada suatu volume, adalah sebanding dengan jumlah intensitas cahaya
absorbsi yang terkonversi menjadi cahaya fluoresensi (persamaan 12). Selanjutnya
dengan mensubtitusikan persamaan 2.15 ke 2.12 diperoleh intensitas cahaya
fluoresensi sebagai fungsi ΦF yaitu:
Persamaan 2.16 merupakan fungsi IF yang membentuk hubungan
eksponensial sebagai fungsi dari IA dan IT. ΦF merupakan faktor konversi
intensitas cahaya yang diabsorbsi oleh konsentrasi partikel menjadi energi cahaya
fluoresensi dan diperoleh melalui pendekatan empirik (eksperimen) dan analitik
mengacu pada persamaan 2.7 dan 2.10. Faktor ΦF tergantung dari karakteristik
absorbsi dan fluoresensi partikel dalam medium.
Persamaan 2.16 dapat disederhanakan dengan menggunakan deret Mc Laurin
menjadi sebagai berikut:
Hubungan Struktur Molekul dan Fluoresensi
Struktur molekul yang mempunyai ikatan rangkap mempunyai sifat
fluoresensi karena strukturnya kaku dan planar
EDG (OH-, -NH2, OCH3) yang terikat pada sistem dapat menaikkan
intensitas fluoresensi
EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat menurunkan bahkan menghilangkan
sifat fluoresensi
Penambahan ikatan rangkap (aromatik polisiklik) dapat menaikkan
fluoresensi
Fenomena fluorosensi dapat dimanfaatkan sebagai dasar analisis fluorometer.
Keuntungan dari analisis fluoresensi adalah kepekaan yang baik karena :
Intensitas dapat diperbesar dengan menggunakan sumber eksitasi yang
tepat
Detektor yang digunakan seperti tabung pergandaan foto sangat peka
Pengukuran energi emisi lebih tepat daripada energi terabsorbsi
Dapat mengukur sampai kadar 10-4 – 10-9 M