13.tetanus pd anak.doc
DESCRIPTION
hjhhTRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN TETANUS PADA ANAK
I. PENGERTIAN
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh kuman Clostridium tetani dengan tanda – tanda meningginya
tonus otot serat lintang dan kejang tonik yang bersifat umum.
Manifestasi klinik disebabkan eksotoksin yang diproduksi oleh
kuman tersebut pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh
manusia 2,3,12,13.
II. KLASIFIKASI
Secara klinik tetanus dapat dibagi atas 2,3,8,11,12, 13 :
1. Tetanus neonatorum (TN).
2. Tetanus anak (TA).
III. DIAGNOSIS
Berdasarkan gambaran klinik :
1. TN 1,3,5,8,13
1.1. Hipertoni dan spasme otot.
- Trismus : Bayi tiba-tiba tidak mau minum, tidak dapat
menangis lagi, mulut mencucu seperti mulut ikan (fish
mouth).
- Mata tertutup.
- Spasme otot lain : kaku kuduk, opistotonus, dinding
perut tegang, anggota gerak spastik.
1.2. Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu.
1.3. Gag reflex positif.
1.4. Puntung pusat mungkin ada sekret kotor
96
2. TA 2,3,8,10,13
2.1. Hipertoni dan spasme otot :
- Trismus : sukar makan / minum, bicara tidak
jelas.
- Spasme otot leher : leher sakit dan kaku, kernig
sign positif.
- Risus sardonikus
- Spasme otot lain : opistotonus, dinding perut
tegang, anggota gerak spastik, sukar duduk / jalan.
2.2. Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu.
2.3. Gag reflex positif.
2.4. Mungkin ada luka / riwayat luka atau otitis media
perforata.
IV. DERAJAT PENYAKIT
Beratnya penyakit dapat ditentukan berdasarkan :
1. Kriteria Patel dan Joaq 6,9.
1.1. Trismus.
1.2. Kejang.
1.3. Masa tunas 7 hari.
1.4. Onset period 48 jam.
1.5. Suhu rektal 38 C dalam 24 jam pertama di rumah sakit.
Penyakit terhitung derajat 1, bila hanya 1
kriteriaditemukan, derajat 2 bila ada 2 kriteria dan seterusnya
derajat 5 bila terdapat semua criteria.
2. Kriteria trismus dan kejang 11
Dapat dibedakan 3 stadium :
97
2.1. Trismus (> 3 cm) tanpa kejang tonik umum bila
dirangsang.
2.2. Trismus ( 3 cm ) dengan kejang tonik umum bila
dirangsang.
2.3. Trismus ( 1 cm ) dengan kejang umum spontan.
V. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN DAN PERAWATAN
1. Pengobatan :
1.1. Kausal 1,3,4,8,9,10
1.1.1.Tujuan
- Menetralisasi toksin
- Membunuh kuman Clostridium tetani.
1.1.2. Jenis tindakan :
1.1.2.1. Anti toksin tetanus
- Dosis : TN = 10.000 SI.
- TA = 20.000 SI.
- Cara memberikan : secara intramuskuler,
namun sebelumya terlebih dahulu dilakukan
tes kulit.
Apabila penderita sensitif, maka tidak boleh
diberikan sekaligus, tetapi sedikit demi sedikit
(desensitisasi Bedregka) sebagai berikut :
1. 0,1 ml SAT 1 : 20 SC.
2. 0,1 ml SAT 1 :10 SC.
3. 0,1 ml SAT undiluted IM.
4. 0,3 ml SAT undiluted IM.
5. 0,5 ml SAT undiluted IM.
98
6. SAT yang sisa undiluted IM
setiap kali pemberian ditunggu 20 – 30 menit bila
tidak ada reaksi, dosis ditingkatkan.
Bila ada reaksi seperti anafilaksis, disuntikkan 0,2 –
0,5 ml adrenalin 1 : 1.000 IM, kemudian tunggu 1 jam
dan seterusnya suntikan SAT yang berikut dengan dosis
sebelum dosis terakhir.
- Lama pemberian : satu kali dan dapat diulang bila
terdapat hiperpireksia atau status konvulsi.
1.2. “Human tetanus immune globulin”.
(dianjurkan untuk penderita yang mampu).
- Dosis : TN = 500 satuan.
TA = 2500 satuan.
- Cara pemberian : secara intramuskuler tanpa tes kulit.
2. Antibiotik :
Antibiotik diberikan selama 10 hari.
2.1. Pilihan Utama :
2.1.1. Penisilin Prokain
Dosis : 100.000 SI / kg BB/hari IM, minimal 300.000.
SI dan bila melebihi 1 juta SI, maka pemberiannya
dalam dosis terbagi.
2.1.2. Ampisilin
Dosis : 100.000 mg/kg BB/hr IV, IM, kemudian
dilanjutkan per oral.
2.2. Pilihan Lain :
2.2.1. Tetrasiklin :
- Dosis : 50 mg/kg BB/hr diberikan dalam 4 dosis
99
2.2.2. Sefalosporin :
- Dosis : 100 mg/kg BB/hr IV, seterusnya per oral.
2.2.3.Eritromisin
- Dosis : 50 mg/kg BB/hr terbagi dalam 4 dosis.
2.3. Simptomatis 1,3,4,5,6,9,11,13
2.3.1. Tujuan
- Menurunkan kepekaan jaringan saraf terhadap
rangsang, relaksasi otot dan mengatasi kejang.
- Mempertahankan / memperbaiki keadaan umum.
2.3.2. Jenis Tindakan :
2.3.2.1. Sedatif dan relaksan otot.
Diazepam merupakan obat pilihan pertama yang
bersifat sedatif, relaksan otot dan anti kejang.
2.4. Fase induksi :
Segera masuk rumah sakit diberikan diazepam per rektal/
intravena dengan dosis untuk :
TN = 5 mg TA = 10 mg
2.5. Fase maintenance :
- Disusul dengan diazepam 20 – 40 mg/kg BB/hr yang
diberikan secara intravena berkesinambungan dalam
cairan dekstrosa 5 % : NaCl 0,9 % = 4 : 1. Mulai
dengan dosis 20 mg/kg BB/hr. Apabila masih kejang,
maka dosis ditingkat 5 mg/kg BB/hr sampai kejang
teratasi dengan dosis maksimal 40 mg/kg BB/hr.
- Untuk status konvulsi langsung bolus menggunakan
dosis 40 mg/kg BB/hr.
100
- Setiap kali kejang diberikan bolus diazepam per rektal /
intravena untuk :
TN = 5 mg TA = 10 mg
3. Fase tapering
Apabila penderita telah bebas kejang 24 – 48 jam, maka
pengobatan diazepam parenteral dihentikan dan dilanjutkan
per oral dengan dosis yang diturunkan secara bertahap
sebagai berikut :
TN : TA :
Hari I 6 x 10 mg 10 x 10 mg
II 6 x 7,5 mg 9 x 10 mg
III 6 x 5,0 mg 8 x 10 mg
IV 6 x 2,5 mg 7 x 10 mg
V 5 x 5,5 mg 6 x 10 mg
VI 4 x 2,5 mg 5 x 10 mg
VII 3 x 2,5 mg 4 x 10 mg
VIII 2 x 2,5 mg 3 x 10 mg
IX 1 x 2,5 mg 2 x 10 mg
X 1 x 1,25 mg 1 x 10 mg
Fenobarbital, diberikan bila diazepam tidak tersedia (obat
pilihan) :
- Dosis : TN = 6 x 30 mg/hr
TA = 6 x 50 mg/hr
- Cara pemberian : dosis pertama diberikan secara IM dan
selanjutnya secara oral. Bila kejang telah teratasi, maka
dosis dikurangi secara bertahap.
101
3.1. Pemberian oksigen bila terdapat : bila ada tanda – tanda
hipoksia : distress pernapasan, sianosis dan apnea, dan
status konvulsi.
3.2. Pernapasan buatan jika terdapat tanda – tanda kegagalan
pernapasan.
3.3. Trakeostomi dapat dipertimbangkan bila terdapat tanda –
tanda spasme laring yang berat yang dapat terjadi pada
status konvulsi atau kejang yang sulit diatasi.
4. Perawatan :
4.1. Tujuan :
- Mengurangi rangsangan.
- Jamin masukan cairan dan elektrolit.
- Mencegah infeksi sekunder / keadaan yang lebih
berat.
4.2. Jenis tindakan :
4.2.1.Tempat perawatan
- Penderita dirawat di ruangan terbuka, ventilasi baik,
tenang dan memungkinkan dilakukan pengawasan
setiap saat.
- Sebaiknya neonatus di rawat dalam inkubator.
4.2.2.Dietetik
4.2.2.1. Untuk TN :
- Pemberian masukan per oral di tangguhkan dan
kebutuhan cairan dan elektrolit dipenuhi
seluruhnya melalui IVFD selama 48-72 jam
pertama berupa Dekstrosa 5% : NaCl 0,9% =
4:1 dengan jumlah sesuai kebutuhan 24 jam.
102
- Setelah 48-72 jam pemberian ASI/PASI harus
sudah dimulai melalui pipa lambung dalam
jumlah bertahap, dan IVFD dilanjutkan hanya
untuk pemberian obat berkesinambungan.
- Bila setelah 72 jam belum memungkinkan
diberikan masukan per oral, maka perlu
diberikan nutrisi parenteral (penanganan
bersama subdivisi gizi)
4.2.2.2. Untuk TA
- Konsistensi makanan yang diberikan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan.
Penderita dapat diberikan makanan lunak,
saring atau cair.
- IVFD Dekstrosa 5 % : NaCl 0,9% = 4:1 terutama
untuk pemberian obat berkesinambungan.
- Bila trismus hebat, maka dapat digunakan pipa
lambung.
- Pada status konvulsi, kebutuhan cairan dan
elektrolit diberikan melalui IVFD.
4.2.2.3. Membatasi tindakan – tindakan
yang dapat merupakan rangsangan (tindakan
yang sangat perlu saja yang dikerjakan).
4.2.2.4. Mempertahankan jalan napas
bebas hambatan dengan pengisapan sekret /
lendir orofaring dan nasofaring secara berkala.
4.2.2.5. Posisi / letak penderita diubah –
ubah secara periodik.
103
4.2.2.6. Perawatan luka / puntung pusat
secara konservatif dengan H2O2 dan povidon
jodium 10 %.
VI. PENGAMATAN LANJUT 1,3,4,5,8,9,13
1. Tujuan :
- Untuk mengevaluasi penyembuhan.
- Untuk mengawasi kemungkinan terjadinya komplikasi.
- Sebagai dasar melakukan tindakan selanjutnya.
2. Jenis Pemeriksaan
2.1. Tanda – tanda vital : nadi, pernapasan, suhu,
kesadaran dan sianosis.
2.2. Frekuensi kejang, trismus, hipertoni.
2.3. Produksi urin dan defekasi.
2.4. Pemeriksaaan fisik toraks / paru.
3. Pengawasan harus dilakukan setiap hari secara terus
menerus.
1. Tujuan :
- Untuk mengetahui adanya komplikasi.
- Sebagai pemeriksaan rutin.
2. Jenis Pemeriksaan :
2.1. Darah :
- Rutin : Hb, jumlah lekosit dan hitung jenis (tidak
diperiksa pada hari – hari pertama).
- Biakan dan uji kepekaan pada kecurigaan
adanya sepsis (neonatus).
104
2.2. Foto toraks bila ada tanda – tanda komplikasi
paru.
2.3. EKG jika ada tanda – tanda gangguan jantung.
VII. PEMULANGAN PENDERITA
1. Penderita dapat dipulangkan :
1.1. Neonatus : apabila telah dapat minum sendiri.
1.2. Anak : jika sudah dapat duduk.
2. Sebelum dipulangkan pada anak perlu dilakukan :
2.1. Foto kolumna vertebralis
2.2. Imunisasi dengan toksoid tetanus.
VIII. KRITERIA
1. Gag reflex positif bila timbul kejang saat mulut dibuka
dengan paksa.
2. Masa tunas yaitu waktu antara terjadinya luka dan
timbulnya gejala pertama.
3. Onset period yaitu interval antara trismus dan kejang
pertama.
4. Status konvulsi jika kejang berlangsung 30 menit.
105
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Balakrishnan S, Radha Krishna S. Neonatul Tetanus. J Paediatr, Obstet Gynaec 1983 : 11 – 6.
2. Beaty HN. Tetanus. In : Isselbacher KJ, Adams RD, Braunwald E, Petersdorf RG, Wilson JD, eds. Harrison’s principles of internal medicine. 9 th ed. Aucland : McGraw-Hill Internasional Boah Co, 1981 : 685 – 88.
3. Berhman RE, Vaughan VC, eds. Nelson textbook of pediatrics. 13 th ed. Philadelphia : WB Saunders Co, 1987 : 617 – 20.
4. Hassan R. Tetanus : Cara pengobatan pada kasus berat. Dalam : Hassan R, Tjokronegoro A, edit. Pengobatan intensif pada anak . Jakarta : FK-UI, 1982 : 89 – 95.
5. Khoo BH. Present day treatment of neonatal tetanus. Dalam : Kumpulan naskah lengkap diskusi kelompok tetanus neonatorum kongres nasional ilmu kesehatan anak-V. Medan, 1981 : 18-20.
6. Khoo BH, Lee EL. Neonational tetanus treated with high dosage diazepam. Arch Dis child 1978; 53 : 737 – 9.
7. Lund E. Neonatal Tetanus : treatment without IPPV. In : Black JA, ed. Paediatric emergencies. 2nd ed. London : Butterworth Co. 1987 : 332 – 3.
8. Makaliwy C. Tetanus. Diktat Kuliah Infeksi Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS, 1980.
9. Poerwadi S, Makaliwy C. High dosage diaszepam in neonatal tetanus. Kumpulan Makalah Program Studi Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS, 1983 : 29 – 36.
10. Wesley AG. Tetanus in childhood, In : Black JA, ed. Paediatric emergencies. 2nd ed. London : Butterworth Co, 1987 : 326 – 8.
11. Staf pengajar LIKA FK-UI. Tetanus. Dalam : Hassan R, Alatas H, edit. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 4. Jakarta : FK-UI, 1985 : 568 – 73.
106
12. Tubbs H. Tetanus. Medicine Internastional 1988 : 2131 – 6.
13. Wienstein L. Tetanus. In : Feigin RD, Cherry JD, eds. Textbook of pediatric infection diseases. 2nd ed. Philadelphia : WB Saunders Co, 1987 : 843 – 50.
107