147148311 cardiac arrest

28
Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 1 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau CARDIAC ARREST Arif Heru Tripana* Published June 11, 2013 Amrullah* Muchlis Alhadi* Cecep Hendryanto* Email: [email protected] * Student of Medical Faculty of Abdurrab University – Pekanbaru BAB I PENDAHULUAN 1.1.Kasus Hasan seoran mahasiswa kedokteran sedang menuju ruang ganti pakaian di dekat lapangan tenis. Tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki usia ± 50 tahun sedang terkapar dan tangan kanannya mendengar dada kiri. Saat itu ruang ganti dalam keadaan sepi. Hasan berteriak meminta bantuan lalu memeriksa pria tersebut: bibirnya biru, apneu, nadi tidak teraba. Ia segera melakukan napas buatan dan pijat jantung sambil sesekali berteriak minta tolong. Tampaknya tidak ada yang mendengar dan tidak seorang pun datang menolong sehingga ia menghubungi 911 dan meneruskan napas buatan dan pijat jantung. Pertolongan akhirnya tiba ketika ia sudah merasa sangat kelelahan dan hampir menghentikan pertolongannya. Saat di IGD, pasien dipasang elektrokardiograf dan dditemukan adanya ventrikel fibrilasi. Dokter yang bertugas segera melakukan defibrilasi pada pasien. 1.2.1. Kata Sulit Ventrikel fibrilasi: suatu keadaan yang ditandai dengan denyutan jantung cepat dan tidak teratur yang terjadi karena impuls yang sangat cepat. Defibrilasi: suatu tindakan memberikan renjatan arus listrik untuk penghentian fibrilasi atrium/ventrikel melalui elektroda yang diletakkan pada dinding dada. Apneu: henti napas. Article and Case Report of Medical Emergency

Upload: romauli-kalit

Post on 01-Jan-2016

144 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

cardiac arrest adalah henti jantung yang disebabkan oleh.........................................................................................

TRANSCRIPT

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 1 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

CARDIAC ARREST

Arif Heru Tripana* Published June 11, 2013 Amrullah* Muchlis Alhadi* Cecep Hendryanto* Email: [email protected] * Student of Medical Faculty of Abdurrab University – Pekanbaru

BAB I

PENDAHULUAN 1.1.Kasus

Hasan seoran mahasiswa kedokteran sedang menuju ruang ganti

pakaian di dekat lapangan tenis. Tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki usia ±

50 tahun sedang terkapar dan tangan kanannya mendengar dada kiri. Saat itu

ruang ganti dalam keadaan sepi. Hasan berteriak meminta bantuan lalu

memeriksa pria tersebut: bibirnya biru, apneu, nadi tidak teraba. Ia segera

melakukan napas buatan dan pijat jantung sambil sesekali berteriak minta

tolong.

Tampaknya tidak ada yang mendengar dan tidak seorang pun datang

menolong sehingga ia menghubungi 911 dan meneruskan napas buatan dan

pijat jantung. Pertolongan akhirnya tiba ketika ia sudah merasa sangat

kelelahan dan hampir menghentikan pertolongannya.

Saat di IGD, pasien dipasang elektrokardiograf dan dditemukan adanya

ventrikel fibrilasi. Dokter yang bertugas segera melakukan defibrilasi pada

pasien.

1.2.1. Kata Sulit

Ventrikel fibrilasi: suatu keadaan yang ditandai dengan denyutan

jantung cepat dan tidak teratur yang terjadi karena impuls yang sangat

cepat.

Defibrilasi: suatu tindakan memberikan renjatan arus listrik untuk

penghentian fibrilasi atrium/ventrikel melalui elektroda yang

diletakkan pada dinding dada.

Apneu: henti napas.

Article and Case Report of Medical Emergency

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 2 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

EKG: suatu alat yang dipasang pada pasien untuk penyadapan aktivitas

listrik jantung yang dituangkan dalam gelombang P,QRS dan T.

1.2.2. Kata Kunci

Laki-laki 50 tahun

Terkapar dan tangan kanan memegang dada kiri

Bibir biru, apneu, nadi tak teraba

Diberikan napas buatan, kompresi jantung.

IGD EKG defibrilasi

Minta tolong penolong kelelahan bantuan datang.

1.3.Problem

1. Apa yang menyebabkan laki-laki ini terkapar?

2. Apa yang menyebabkan bibir tampak biru, apneu, nadi tidak teraba?

3. Kapan dilakukan pertolongan pertama dan dihentikan pertolongan pada

pasien?

4. Apa yang terjadi jika pertolongan dihentikan sebeblum pasien sadar?

5. Apa indikasi dan tujuan dipasang EKG?

6. Bagaimana pertologan pertama pada kasus ini?

7. Apa indikasi dilakukan defibrilasi?

8. Bagaimana mekanisme terjadinya pingsan?

9. Bagaimana mekanisme terjadinya VF?

10. Gambaran EKG pada kasus ini dan penyebab VF?

11. Gambaran penatalaksanaan pada orang yang tidak sadarkan diri?

12. Apakah orang yang mengalami VF akan mengalami pingsan?

13. Apa saja komplikasi VF?

14. Apa saja faktor resiko VF?

15. Apa tanda dan gejala VF?

16. Apa saja penyakit jantung yang bisa menyebabkan pingsan?

17. Bagaimana penatalaksanaan VF saat di RS?

1.4.Brainstroming

1. Penatalaksanaan pada orang pingsan adalah cek kesadaran, periksa ABC

(airway, breathing, circulation).

2. Pingsan terjadi ketika otak mengalami kekurang oksigen.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 3 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

3. Etiologi VF adalah SKA, VT stabil dll.

4. Kompresi dada dilakukan sebanyak 30: 2, 30 kompresi dan diikuti oleh 2 x

napas buatan.

5. Defibrilator terbagi menjadi 2 yaitu: defibrilator monofasik dan

defibrilator bifasik.

6. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk VF adalah efinefrin, vasopresin,

sulfa atropin, dll.

1.5.Spider Web

Gambar 1.1. Skema Spider Web

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 4 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Henti Jantung (Cardiac Arrest)

2.1.1. Pendahuluan

Henti jantung (cardiac arrest) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi

darah berhenti akibat kegagalan jantung untuk kontraksi secara efektif. Secara

klinis, keadaan henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda

sirkulasi lainya. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama:1

1. Takikardi Ventrikular tanpa nadi/Pulseless Ventrikular Tachycardia

(VT).

2. Fibrilasi Ventrikel/Ventricular Fibrillation (VF).

3. Pulseless Electrical Activity (PEA).

4. Asystol.

2.1.2. Fibrilasi Ventrikel/Ventricular Fibrillation (VT)

Definisi

Ventrikel Fibrilasi (VT) dikenali dengan bentuk gambaran

gelombang yang naik turun dengan berbagai bentuk dan aplitudo

gelombang yang berbeda-beda, menimbulkan gambaran seperti cacing

yang bergerak naik turun dan tidak teratur. Tidak tampak komplek QRS

atau segmen ST ataupun gelombang T. fibrilasi halus ditandai dengan

amplitudo gelombang kurang dari 0,2 mv yang sering ditemukan pada

kasus VF yang sudah lama dan gambaran ini mirip atau menyerupai

gambaran asistol.1

Etiologi1

- Sindrom koroner akut (SKA) yang menimbulkan daerah iskemik pada

miokard.

- VT stabil hingga tidak stabil, tidak diobati.

- Komplek ventrikel prematur/premature ventricular compleks (PVCs)

dengan fenomena R-pada-T (R-on-T).

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 5 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

- Beberapa obat, imbalans elektrolit, atau ketidak normalan asam-basa

yang memperpanjang periode refrakter relatif.

- Perpanjangan QT primer atau sekunder.

- Kematian karena listrik (electrocution), hipoksia, dll.

Patofisiologi1

Gambar 2.1. Skema Patofisiologi pada VF1

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 6 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Manifestasi Klinis1

- Denyut nadi menghilang dengan dimulainya VF. Denyut dapat

menghilang sebelum dimulainya VF bila suatu pertanda lazim bagi VF

(VT yang cepat) terjadi sebelum VF.

- Jatuh pingsan, tidak memberi respon.

- Mulai terjadi kematian yang tidak dapat balik/irreversibel.

Kriteria Penentu Berdasarkan EKG1

- Nilai/komplek QRS: tidak dapat ditentukan; tidak ada gelombang

P,QRS, atau T yang dapat dikenali. Gelombang pada garis dasar terjadi

antara 150 dan 500 per menit.

- Irama: tidak dapat ditentukan; pola naik (puncak) dan turun (palung)

yang tajam.

- Amplitudo: diukur dari puncak ke palung; biasa digunakan secara

subyektif untuk menggambarkan VF sebagi halus (puncak ke palung 2

sampai <5 mm), medium atau sedang (5 sampai <10), kasar (10

sampai <15), atau sangat kasar (>15 mm).

Gambar 2.2. EKG pada Fibrilasi Ventrikel; Kecepatan: tidak dapat ditentukan;

Irama: kacau; Gel. P: tidak ada; Interval PR: tidak ada; Komplek

QRS: tidak ada.2

2.1.3. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Definisi

Aktifitas listrik tanpa denyut/Pulseless Electrical Activity (PEA)

adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan adanya gambaran

elektrik pada monitor EKG, tetapi tidak ditemukan denyut nadi pada

perabaan arteri karotis.3 PEA merupakan suatu keadaan henti jantung dan

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 7 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

henti napas. Sebenarnya pada keadaan ini ventrikel masih berkontraksi

tetapi tidak cukup kuat menimbulkan pulsasi sampai ke pembuluh darah.1

Etiologi

- Hipovolemia

- Hipoksia

- Asidosis

- Hipo/hiperkalemia

- Hipotermia

- Toksin (over dosis obat, salah cerna)

- Tamponade jantung

- Tension pneumotorak

- Trombosis (koroner SKA) atau paru (emboli paru)

- Trauma

Patofisiologi

Aktifitas listrik tanpa denyut/Pulseless Electrical Activity (PEA)

bukanlah suatu gambaran irama, melainkan suatu keadaan klinis tidak ada

nadi sedangkan impuls konduksi jantung masih ada dan dalam pola yang

seharusnyadapat mengahasilkan nadi. PEA disebabkan aktivitas listrik

jantung tidak menghasilkan kontraksi mikardium (dahulu kondisi ini

disebut disosiasi elektromekanis); atau pengisian ventrikel yang tidak

memadai saat diastol; atau kontraksi yang tidak efektif.

Manifestasi Klinis

- Jatuh pingsan, tidak dapat memberi respon.

- Megap-megap, sangat sulit bernafas, lalu berhenti bernafas.

- Tidak ada denyut yang dapat dideteksi melalui palpasi (adanya tekanan

darah yang sangat rendah masih mungkin terjadi pada kasus yang

disebut pseudo-PEA).

Kriteria Penentu Berdasarkan EKG

- Irama menunjukkan aktivitas listrik/depolarisasi ventrikel (tapi bukan

VF/VT tanpa denyut).

- Umumnya tidak seteratur irama sinus normal.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 8 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

- Dapat sempit (QRS <0,10 mm) atau lebar (QRS >0,12 mm); cepat

(>100 per menit) atau lambat (<60 per menit).

- Dapat sempit (etiologi non-jantung) atau lebar (sering etiologi jantung)

dan dapat lambat (etiologi jantung), atau cepat (seringkali etiologi non-

jantung).

Gambar 2.3. EKG pada pulseless electrical activity.2

2.1.4. Asistol

Definisi

Asistol merupakan keadaan pada saat jantung berhenti

berkontraksi. Keadaan ini merupakan puncak dari perjalanan henti

jantung. Pada VT, VF dan PEA jantung masih dapat bergerak walaupun

tidak dapat memompa darah, tetapi pada asistol jantung benar-benar

berhenti total. Penyebab keadaan ini adalah sama dengan penyebab henti

jantung lainya.

Etiologi

- Akhir dari kehidupan (kematian).

- Iskemia/hipoksia dari banyak penyebab.

- Gagal nafas akut (tidak ada oksigen, epnea, asfiksia).

- Kejut listrik tingkat tinggi (kematian karena listrik, tersambar petir).

- Dapat menunjukkan “pinsan jantung” segera setelah defibrilasi

(pemberian kejut yang mengeliminasi VF), sebelum dimulainya irama

spontan.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 9 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Manifestasi Klinis

Asistol atau leih tepat asistol ventrikel secara klinis ditampilkan

sebagai suatu “garis datar”; secara virtual tidak ada kriteria penentu.

- Kecepatan: tidak terlihat adanya aktivitas ventrikel atau ≤ 6 komplek

per menit; apa yang dinamakan “ asistol gemlombang P” terjadi

dengan hanya terdapat impuls atrium (gelombang P).

- Irama: tidak terlihat adanya aktivitas ventrikel atau ≤ 6 komplek QRS

per menit.

- PR: tidak dapat ditetapkan; terkadang terlihat adanya gelombang P,

tetapi berdasarkan definisinya gelombang R harus tidak tampak.

- Komplek QRS: tidak terlihat defleksi yang konsisten dengan suatu

komplek QRS.

Gambar 2.4. EKG pada asistol; Kecepatan: tidak ada; Irama: tidak ada; Gel. P:

tidak ada; Interval PR: tidak ada; Komplek QRS: tidak ada.2

2.2. Penatalaksanaan Primary Survey

Berdasarkan panduan bantuan hidup dasar terbaru yang dikeluarkan oleh

American Heart Association dan Europan Society of Resuseitation, pelaksanaan

bantuan hidup dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivitas layanan

gawat darurat dan diteruskan dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan

CABD (Circulation – Airway – Breathing – Defibrilation).1

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 10 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

2.2.1. Penilaian Respons

Penilaian respons dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dan

menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita. Hal yang perlu

diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita:1

- Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang

diberikan, maka usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti

pada saat ditemukan atau usahakan pasien diposisikan ke dalam posisi

mantap.

- Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau

bernafas tidak normal (gapsing) maka penderita dianggap mengalami

kejadian henti jantung, maka langkah selanjutnya yang dilakukan

adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat darurat.

2.2.2. Pengaktifan Sistem Layanan Gawat Darurat1

- Penolongan meminta bantuan orang terdekat/menelepon sistem

layanan gawat darurat.

- Menjelaskan kepada petugas gawat darurat lokasi, kondisi korban,

bantuan yang telah diberikan.

2.2.3. Kompresi Jantung (Circulation)

Kompresi jantung merupakan tindakan yang dilakukan untuk menciptakan

aliran darah melalui peningkatan tekanan intratorakal untuk menekan jantung.

Dilakukan dengan menekan secara kuat dan berirama dibagian setengah bawah

sternum. Tekanan tersebut diharapkan menciptakan aliran darah serta

menghantarkan oksigen terutama untuk otot miokardium serta otak.1

Melakukan pemeriksaan denyut nadi maksimal 10 detik:

- Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong

awam dan langsung mengasumsikan terjadi henti jantung.

- Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher pasien

dan mencari trakea dengan 2 – 3 jari kemudian geser ke lateral sampai

menemukan otot samping leher (arteri karotis terletak diantara itu).

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 11 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Pelaksanaan kompresi dada

- Penderita dibaringkan di temapat yang datar dan keras.

- Tentukan lokasi kompresi di dada (2 jari di atas proc. Xymphoideus).

- Berikan kompresi dada dengan frekuensi 100 x/menit.

- Untuk dewasa, kompresi dada dengan kedalaman 2 inci (5 cm).

- Kompresi dada 30:2 (setiap 30 x kompresi, beri 2 x napas bantuan).

- Evaluasi dengan memeriksa arteri karotis.

Gambar 2.5. Letak tangan penolong pada kompresi dada.4

2.2.4. Buka Jalan Napas (Airway)

Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan

melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan

lidah dan epiglotis terjatuh ke belakangdan menyumbat jalan napas. Berikut

metode-metode membuka jalan napas:1

- Head tilt chin lift manuver (dorong kepala ke belakang sambil

mengangkat dagu.

- Jaw thrust (menekan rahang bawah ke arah belakang), hal ini

dilakukan bila curiga terdapat trauma leher.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 12 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Gambar 2.6. Head tilt-chin lift dan Jaw Thrust.2

2.2.5. Bantuan Napas Buatan (Breathing)

Pemberian napas buatan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman.

Pemberian napas bantuan bisa dilakukan dengan metode:1

- Mulut ke mulut metode pertolongan ini merupakan metode yang

paling mudah dan cepat. Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang

dikeluarkan oleh penolong.

- Mulut ke hidung napas buatan ini dilakukan bila pernapasan mulut

ke mulut sulit dilakukan misalnya karena trismu, caranya adalah

katupkan mulut pasien disertai chin lift, kemudian tiupkan udara

seperti pernapasan mulut ke mulut.

- Mulut ke sungkup penolong meniupka udara melalui sungkup yang

diletakkan di atas dan melingkupi mulut dan hidung pasien.

- Dengan kantung pernapasan alat ini terdiri dari kantung yang

berbentuk balon katup satu arah yang menempel pada sungkup muka.

Volume dari kantung napas ini 1600 ml. Alat ini bisa digunakan untuk

pemberian napas buatan dengan atau disambungkan dengan sumber

oksigen. Bila alat tersebut disambungkan oksigen, maka kecepatan

aliran oksigennya bisa sampai 12 L/menit.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 13 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

2.2.6. Indikasi Stop BHD

- Kembalinya sirkulasi dan ventilasi spontan.

- Pasien dialih rawatkan kepada yagn lebih berwenang.

- Baru diketahui tanda-tanda kematian yang irreversibel.

- Penolong lelah atau keselamatan penolong terancam.

- Hika dalam 30 menit setelah ACLS yang adekuat tidak didapatkan

tanda-tanda kembalinya sirkulasi spontan (asistol yang menetap),

bukan intoksikasi obat atau hipotermia.

2.2.7. Transportasi Pasien

Transportasi penderita gawat darurat prarumah sakit adalah memindahkan

dari lokasi/tempat kejadian sampai ke rumah sakit, termasuk antara lain:5

Cara mengangkat Penderita5

- Jalan napas tetap terbuka (posisi kepala harus benar).

- Perdarahan aktif telah dihentikan (misalnya dengan balut tekan).

- Bila terdapat patah tulang telah dilakukan imobilisasi (misalnya

dengan pemasangan badai).

- Tidak memperberat keadaan penderita (terutama pada lokasi/medan

yang sulit).

- Sebaiknya disertai catatan keadaan penderita bila penolong pada

pertolongan pertama berbeda dengan penolong yang akan melakukan

transportsi penderita.

Alat Transportasi

Penggunaan alat transportsi untuk membawa penderita gawat darurat

memerlukan persyaratan khusus yang berlaku baik pada penggunaan alat

transportsi darat, udara maupun laut. Persyartan tersebut antara lain:

1. Tidak memperberat keadaan penderita, antara lain:

- Suspensinya

- Kebisingan minimal

- Getaran minimal

- Kecepatan tertentu

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 14 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

2. Mempunyai peralatan bantu untuk mempertahankan penderita selama

perjalanan, antara lain:

- Memiliki tabung oksigen

- Memiliki suction

- Memiliki ambu-bag

- Cairan infus dan perlengkapannya

3. Memiliki ruang dimana tenaga medis/para medis dapat bekerja di

dalamnya

- Untuk ambulan mobil, karoserinya harus tinggi sehingga petugas

bisa berdiri di dalamnya.

4. Kendaraannya mudah dikenali masyarakat

Penyerahan Penderita ke RS

Sebaiknya petugas yang membawa penderita memberikan catatan

lengkap tentang keadaan dan tindakan yang telah dilakukan pada

penderita. Bila tidak ada catatan maka semua keterangan yang diketahui

diberikan secara lisan.

2.3. Penatalaksanaan Scondary Survey

2.3.1. Defibrilasi

Defibrilasi awal merupakan suatu tindakan sangat penting dalam

penanganan pasien dengan henti jantung. Irama paling sering yang terdeteksi pada

pasien henti jantung adalah ventricular fibrillation (VF), dan terapi penting adalah

defibrilasi elektrik.1

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 15 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Klasifikasi Defibrilasi2

1. Defibrilasi monofasik adalah yang pertama kali muncul,

menghantarkan gelombang listrik/energi dengan satu polaritas.

Gelombang monofasik sinusoidal kembali ke energi nol secara

bertahap. Energi yang digunakan 360 joule.

2. Defibrilasi bifasik menggunakan energi sebesar 150 – 200 joule,

diketahui bahwa gelombang bifasik lebih aman dan efektif untuk

menghilangkan VF. Satu kejutan defibrilasi bifasik setara bahkan labih

baik dengan tiga kali kejut difibrilasi monofasik.

Prosedur Defibrilasi5

1. Nyalakan defibrilasi.

2. Tentukan energi yang dibutuhkan.

3. Padel diberi jeli secukupnya.

Gambar 2.6. Letak elektroda pada defibrilasi2

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 16 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

4. Letakkan dengan posisi padel apeks pada apeks jantung dan padel

sternum pada garis sternal kanan di bawah klafikula.

5. Isi energi, tunggu sampai energi terisi penuh.

6. Jika energi sudah terisi penuh, beri aba-aba dengan suara keras dan

jelas agar tidak ada lagi anggota tim yang masih kontak dengan pasien

atai koban.

7. Kaji ulang layar monitor defibrilasi, pastikan irama masih VF/VT

tanpa nadi dan pastikan modus yang dipakai adalah asinkron, jika

semua benar, beri energi tersebut dengan cara menekan kedua tombol

dicharger pada kedua padel. Pastikan padel menempel dengan baik

pada dada pasien.

8. Kaji ulang di layar monitor defibrilasi apakah irama berubah atau tetap

masih seperti sebelum dilakukan defibrilasi, jika berubah efek nadi

untuk menentukan perlu dilakukan RJP, jika tidak berubah lakukan

RJP untuk selanjutnya dilakukan suvei ke dua.

Komplikasi Dilakukannya Defibrilasi

- Henti jantung, napas + kematian.

- Anoxia serebral kematian otak.

- Gagal napas.

- Asistol.

- Luka bakar.

- Hipotensi.

- Disfungsi facemaker.

2.3.2. Pemberian Suplementasi Oksigen

Pada Kegawatan kardiopulmonal, pemberian oksigen harus dilakukan

secepatnya. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk menghasilkan

energi. Oksigen yang terdapat dalam udara bebas sebesar 20% saja, sehingga pada

keadaaan kegawatan kardiopulmonal yang mengakibatkan hipoksemia dan hiposia

jaringan perlu diperbaiki dengan peningkatan fraksi oksigen dalam udara inspirasi

(FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi (PO2).6

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 17 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Perjalanan oksigen dari udara luar sampai pemanfaatan di dalam sel untuk

metabolisme di dalam tubuh harus melalui tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan

perfusi. Difusi yaitu perpindahan oksigen melewati membran alveoli – kapiler ini

terjadi kerana adanya perbedaan tekanan O2 di alveoli (PAO2). Dan di darah arteri

(PaO2). PAO2 dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen, dengan demikian

peningkatan perbedaan tekanan sepanjang membran akan memperbaiki PaO2.6

Oleh karena itu, pemberian oksigen yang diinspirasi setinggi 100% (fraksi

oksigen inspirasi = FiO2:1,0) dianjurkan untuk kegawatan kardiopulmonal. Hal ini

ditunjukan untuk mengoptimalkan tekanan oksigen inspirasi yang akan

memaksimalkan saturasi oksigen dalam darah arteri dan akhirnya memaksimalkan

pengangkutan oksigen sistemik (DO2). Pengangkutan oksigen yang dibawa dalam

tubuh (ke jaringan) dinyatakan dalam DO2 (Oxygen Delivery) yang nilainya

dipengaruhi oleh kadar hemoglobin, saturasi oksigen dalam arteri (SaO2) dan

curah jantung. Berikut adalah alat-alat suplementasi oksigen:6

Kanul Nasal

Melaui kanul nasal, oksigen (100%) yang dialirkan dapat diatur

dengan kecepatan aliran antara 1 – 6 L/menit untuk menambah oksigen

dari udara kamar yang diinspirasi pasien.6

Sungkup Muka sederhana

Sungkup muka sederhana atau dikenal dengan sungkup muka

Hudson. Sungkup muka ini mempunyai lubang tempat pipa saluran masuk

O2 di dasarnya dan lubang-lubang kecil disekeliling sungkup muka.

Oksigen dapat dialirkan dengan kecepatan 6 – 10 L/menit dengan FiO2

yang dicapai sekitar 0,35 – 0,6. Bila kecepatan aliran oksigen kurang dari

6 L/menit akan terjadi penumpukan CO2 akibatnya terjadi dead space

mekanik.6

Sungkup Muka Non-rebreathing

Sungkup muka ini terdiri atas sungkup muka sederhana yang

dilengkapi dengan kantong reservoir oksigen pada dasar sungkup muka

dan satu katup satu arah yang terletak pada lubang disamping sungkup dan

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 18 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

satu lagi katup satu arah terletak diantara kantong reservoir dan sungkup

muka.6

Sungkup Muka partial rebreathing

Sungkup muka ini terdiri dari sungkup muka sederhana dengan

kantong resevoir pada dasar sungkup. Oksigen mengalir ke kantong

reservoir terus-menerus. Ketika ekspirasi, sepertiga awal gas ekspirasi

masuk ke kantong reservoir bercampur oksigen yang ada. Jadi saat

inspirasi pasien menghisap kembali sepertiga gas ekspirasinya.6

Sungkup muka yang dilengkapi dengan kantong reservoir

merupakan alat sistem oksigen tinggi, aliran-tinggi. Sungkup muka dengan

reservoir O2 digunakan pada pasien-pasien:6

- Sakit kritis, kesadaran masih baik, ventilasi adekuat tetapi

membutuhkan oksigen dengan konsentrasi tinggi.

- Sebelum ada indikasi intubasi trakea, seperti pada edema paru akut,

asma akut, PPOK, atau pasien tidak sadar tetapi ventilasi adekuat

dengan refleks masih ada.

Sungkup Muka Venturi

Sungkup muka venturi terdiri dari sungkup muka dan mixing jet. Dengan

alat ini FiO2 yang diberikan dapat dikendalikan. Okigen yang diberikan

dapat diatur berkisar 24%, 28%, 35% dan 40% dengan kecepatan aliran 4

– 8 L/menit, dan 45 – 50 % dengan kecepatan aliran 10 – 12 L/menit.6

2.3.3. Pemasangan Alat EKG

Persiapan

Sebelum dilakukan perekaman sebaiknya korban gawat darurat

diberitahu terlebih dahulu, dan ditidurkan dalam posisi terlentang dan

rileks, benda-benda yang mengandung elektro magnetik sebaiknya di

lepaskan atau dijauhkan dari tubuh korban gawat darurat. Bagian dada

harus terbuka dan dalam keadaan kering (jika basah atau berkeringat

terlebih dahulu).5

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 19 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Sadapan EKG5

- Sadapan Bipolar

1. Lead I : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan

kanan (Right Arm/RA) dan lengan kiri (Left Arm/LA), dimana

lengan kanan bermuatan (-) dan lengan kiri bermuatan (+).

2. Lead II : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan

kanan (RA) dan kaki kiri (LF), dimana lengan kanan bermuatan (-)

dan kaki kiri bermuatan (+).

3. Lead III : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan

kiri (LA) dan kaki kiri (LF), dimana lengan kiri bermuatan (-) dan

kaki kiri bermuatan (+).

- Sadapan Unipolar Ekstremitas

1. Lead aVR : Merekam potensial listrik pada lengan kanan (RA),

dimana lengan kanan bermuatan (+), lengan kiri (LA) dan kaki kiri

(LF) membentuk elektroda indiferen.

2. Lead aVL : Merekam potensial listrik pada lengan kiri (LA),

dimana lengan kiri bermuatan (+), lengan kanan (RA) dan kaki kiri

(LF) membentuk elektroda indiferen.

3. Lead aVF : Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana

kaki kiri bermuatan (+), lengan kanan dan lengan kiri membentuk

elektroda indiferen.

- Sadapan Unipolar Prekondrial

1. Lead V1: Elekrtoda ditempatkan pada interkostal IV, garis sternum

kanan.

2. lead V2: Elektroda ditempatkan pada interkostal IV, garis sternum

kiri.

3. Lead V3: Elektroda ditempatkan pada pertengahan antara V2 dan

V4.

4. Lead V4: Elektroda ditempatkan pada interkostal V, garis

midklavikula kiri.

5. Lead V5: Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila

depan.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 20 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

6. Lead V6: Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila

tengah.

Kurva EKG5

Aktifitas bioelektrik jantung yang terekam dalam EKG merupakan

bentuk-bentuk gelombang, pada keadaan normal bentuk atau

konfigurasinya akan berbeda-beda disetiap sadapan. Terdapat tiga

gelombang, dua segmen dan tiga interval dalam EKG yang perlu

diperhatikan karena mempunyai atri klinis yang penting.

Gambar 2.7. Hubungan depolarisasi dan repolarisasi ventikel berdasarkan

gelombang yang dibentuk pada EKG.2

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 21 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Gambar 2.8. Gelombang-gelombang yang terbentuk dari sadapan EKG.2

- Gelombang P

SA Node secara otomatis menghantarkan impuls melalui internodal

pathway diatrium kanan dan melalui bachman bundle ke atrium kiri

yang akan menghasilkan depolarisasi pada kedua atrium, dan

menghasilkan gelombang kecil yang dinamakan gelombang P.

Gelombang P dikatakan normal apabila:

1. Tinggi ≤ 0,25 mv

2. Lebar ≤ 0,11 detik

3. Selalu positif di lead II dan negatif di lead aVR

Saat arus listrik sampai di AV Node, depolarisasi akan tertunda

beberapa saat, dalam rekaman EKG akan terlihat garis isoelektrik yang

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 22 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

disebut juga PR segment. Hal ini terjadi untuk memberikan

kesempatan pengisian pada ventrikel.

Interval PR merupakan gambaran dari waktu yang dibutuhkan untuk

depolarisasi atrium dan jalannya arus listrik melalui berkas His sampai

permulaan depolarisasi ventrikel. Interval PR diukur dari awal

gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Normalnya intrval

PR adalah 0,12 sampai 0,20 detik.

- Gelombang QRS

1. Gelombang Q, yaitu defleksi negatif sebelum suatu defleksi positif.

Nilai gelombang Q adalah: lebar < 0,04 detik dan dalamnya < 1/3

tinggi gelombang R.

2. Gelombang R, yaitu defleksi positif yang pertama, disertai atau

ridak disertai gelombang Q. Gelombang R akan berdefleksi positif

di semua lead kecuali di lead aVR.

3. Gelombang S, yaitu defleksi negatif setelah gelombang R.

Nilai normal gelombang QRS: lebar 0,06 sampai 0,12 detik dan

tingginya tergantung lead yang direkam.

- Segment ST

Segment ST merupakan gambaran repolarisasi ventrikel yang

berbentuk garis horzontal atau kadang-kadang akan sedikit deviasi ke

atas atau ke bawah dari garis isoelektrik. Segment ST diukur dari akhir

gelombang QRS sampai permulaan gelombang T. Segment ST yang

naik di atas 1 mm dari titik J disebut ST segment elvasi dan yang turun

lebih dari 1 mm disebut ST segment depresi.

- Gelombang T

gelombang T merupakan repolarisasi ventrikel, gelombang T ini

muncul setelah berakhirnya segment ST. Tinggi gelombang T minimal

1 mm, bila kurang dari 1 mm disebut gelombang T datar/flat,

maksimal tinggi gelombang T tidak boleh lebih dari 10 mm di lead

precordial dan tidak lebih dari 5 mm di lead ekstremitas.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 23 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

- Interval QT

Interval QT adalah gambaran dari waktu yang dibutuhkan saat

depolarisasi venrikel sampai repolarisasi ventrikel, diukur dari

permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T. Semakin cepat

jantung berdenyut samakin capat waktu untuk repolarisasi maka

semakin pendek interval QT. Sebaliknya bila denyut jantung lambat

maka waktu untuk repolarisasi jadi panjang dan QT interval juga

menjadi panjang.

2.4. Penetalaksanaan Farmakologi

1. Epinefrin

Mekanisme kerja

Epinefrin HCL merangsang reseptor α dan β adrenergik. Dominasi

reseptor α di pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi

perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Epinefrin

mengaktifasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan

konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif

epinefrin pada jantung.6

Dosis

Cardiac arrest. Einefrin HCL 1 mg (10 ml dari 1:10.000) bolus IV,

diberikan setiap 3 – 5 menit, dibilas (flush) dengan 20 ml cairan IV.

Dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1 mg dalam 250 ml NaCl

0,9% atau D5W, diberikan mulai 1 µg/menit IV, dinaikkan 3 – 4

µg/menit.6

2. Vasopresi

Mekanisme kerja

Secara alami terdapat sebagai hormon anti-diuretik. Obat ini

mempengaruhi reseptor V1 otot polos yang mangakibatkan

vasokontriksi di kulit, otot serat lintang, organ pencernaan, lemak,

menimbulkan sedikit vasokontriksi di arteri koroner dan arteri renalis,

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 24 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

dan mengakibatkan vasodilatasi arteri serebral. Vasopresin

mempengaruhi katekolamin, sehingga konsumsi oksigen berkurang.6

Dosis

40 UI IV/IO sekali pemberian sebagai alternatif terhadap epinefrin.6

3. Lidokain

Indikasi

Diberikan pada henti jantung dengan irama VF/VT tanpa nadi. Bisa

juga diberikan pada VT stabil, dengan kompleks QRS lebar dengan tipe

yang tidak jelas. Dapat diberikan melalui selang endotrakeal.6

Efeksamping6

- Jika pemberian berlebihan dapat menimbulkan tanda-tanda

toksisitas.

- Dosis dikurangi pada pasien dengan fungsi hati yang menurun,

maupun fungsi ventrikel kiri yang menurun.

- Pemberian pencegahan pada infark miokard akut tidak dianjurkan.

Cara pemberian6

- Dosis awal 1 – 1,5 mg/kgBB IV bolus.

- Untuk VF refrakter: 0,5 – 0,75 mg/kg IV diulangi 5 – 10 menit

kemudian, dengan dosis maksimal 3 ml/kgBB.

- Dosi tunggal 1,5 mg/kg BB IV pada henti jantung.

- Pemberian melalui trakea 2 – 4 mg/kgBB.

Pada aritmia6

- VT stabil, QRS kompleks lebar dengan tipe yang tidak jelas, ektopi

yang signifikan: dosisnya adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB IV sampai 1

– 1,5 mg/kgBB IV diulangi setiap 5 – 10 menit dengan total dosis 3

mg/kg.

- Dosis pemeliharaan 1 – 4 mg/menit IV (30 – 50 µg/kg/menit)

diencerkan dalam D5W, D10W atau saline normal.

4. Amiodaron

Indikasi

Digunakan secara luas untuk fibrilasi atrial dan takiaritmia ventrikular.

Selain itu untuk mengontrol kecepatan nadi pada aritmia atrial dan pada

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 25 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun jika pemberian

digoksin sudah tidak efektif. Pemberian direkomendasikan pada

keadaan-keadaan berikut ini:6

- Pengobatan VF yang refrakter, atau VT tanpa nadi.

- Pengobatan VT yang polimorfik dan takikardi dengan QRS lebar

yang tidak jelas sumbernya.

- Sebagai obat pendukung pada kardioversi elektrik kasus-kasus

SVT dan PSVT.

- Takikardia atrial multifokal dengan fungsi ventrikel kiri yang baik.

- Mengontrol kecepatan nadi pada fibrilasi atrial.

Efek samping6

- Vasodilatasi dan hipotensi.

- Memiliki efek inotropik negatif.

- Memiliki efek memperpanjang interval QT.

Dosis

Pada henti jantung 300 mg IV capat (dalam panduan AHA tahun 2000,

dianjurkan untuk diencerkan dengan 20 – 30 ml dekstrose 5%).

Pertimbangkan pemberian berikutnya sebanyak 150 mg IV dalam 3 – 5

menit. Dosis kumulatif maksimum 2,2 gram IV/24 jam.6

5. Sulfas Atropin

Indikasi

Obat utama pada sinus bradikardi (kelas 1). Mungkin memiliki efek

pada AV blok pada level nodal (kelas 2A) atau asistol ventrikular.

Tidak efektif pada tingkat blok infranodal (mobitz tipe 2B).6

Efek samping dan perhatian khusus6

- Hati-hati pemberian pada hipoksia dan iskemia karena iskemia

dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miopkard.

- Hindari pada bradikardi hipotermi.

- Tidak efektif untuk infra nodal AV blok, dan AV blok tipe 3

dengan QRS kompleks yang lebar.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 26 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

Cara pemberian

Pada bradikardi diberikan 0,5 – 1 mg IV setiap 3 – 5 menit sesuai

kebutuhan tidak melebihi 0,04 mg/kgBB. Penggunaan dengan interval

jangka pendek (3 menit) dan dosis yang lebih tinggi (0,04 mg/kgBB)

diberikan pada kondisi klinis yang berat. Pemberian melalui trakea

dengan dosis 2 – 3 x dosis IV diencerkan dalam 10 ml salin normal.6

Gambar 2.9. Alagaritma penatalaksanaan pada henti jantung.1

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 27 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpula

1. Henti jantung (cardiac arrest) adalah suatu keadaan dimana sirkulasi

darah berhenti akibat kegagalan jantung untuk kontraksi secara efektif.

2. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama:

- Takikardi Ventrikular tanpa nadi/Pulseless Ventrikular Tachycardia

(VT).

- Fibrilasi Ventrikel/Ventricular Fibrillation (VF).

- Pulseless Electrical Activity (PEA).

- Asystol.

3. Penatalaksanaan primary survey adalah CABD (Circulation – Airway –

Breathing – Defibrilation).

4. Prinsip dasar tranportasi pasien adalah tidak mempeburuk keadaan

penderita.

5. Defibrilasi harus diberikan secepat mungkin pada kasus henti jantung, ada

dua jenis yaitu monofasik dan bifasik.

6. Obat-obatan yang dapat diberikan pada kasusu henti jantung adalah

epinefrin, vasopresi, lidokain, amiodaron dan sulfas atripon.

3.2. Saran dan Kritik

Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini

masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat

membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-

makalah dimasa-masa yang akan datang.

Arif Heru, Amrullah, Muchlis , et al. Cardiac Arrest. [Article and Case Report]. 2011. | 28 Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru – Riau

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo A, Achyar, Ratnaningsing E, Sugiman T, Kosasih A, Agustinus

R. Bantuan Hidup Jantung Dasar. Edisi 2011. Jakarta: Perhimpunan

Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2011.

2. Jones SA. ECG success : exercises in ECG interpretation. Philadelphia: F.

A. Davis Company. 2008.

3. O'Beirne P, Robotis DA, Rosenthal L. Pulseless Electrical Activity.

Artikel Emedicine [Internet] 2 September 2011. Available from:

www.emedicine.com

4. Chest Compressions. [Internet] 26 November 2011. Available from:

http://www.google.co.id/imgres?q=chest+compressions+cpr&um.

5. Sudiharjo, Sartono. Basic Trauma Cardiac Life Suport. Jakarta: Sagung

Seto. 2011.

6. Karo-karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Bantuan Hidup Jantung

Lanjut. Cetakan ketiga. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011.