document1

61
LAPORAN KASUS ST ELEVATION MYOCARD INFARCT INFERIOR ONSET 33 JAM KILLIP I TIMI RISK 7/14 Pembimbing: Dr. Amran Lubis Sp.JP (K) Disusun oleh: Donny G. Picauly 070100065 Nisa Hanesty Hrp 070100209 Atira Annisa Lubis 070100368 Vanina Siregar 040100215 1

Upload: gpicauly

Post on 24-Jul-2015

204 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Document1

LAPORAN KASUS

ST ELEVATION MYOCARD INFARCT INFERIOR ONSET 33 JAM

KILLIP I TIMI RISK 7/14

Pembimbing:

Dr. Amran Lubis Sp.JP (K)

Disusun oleh:

Donny G. Picauly 070100065

Nisa Hanesty Hrp 070100209

Atira Annisa Lubis 070100368

Vanina Siregar 040100215

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP HAM

MEDAN

2011

1

Page 2: Document1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkah dan

rahmatNya sehingga laporan kasus kepaniteraan klinik program profesi dokter ini dapat kami

selesaikan. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Amran Lubis Sp.JP (K) sebagai

pembimbing kami yang telah memberi masukan dan saran dalam menyelesaikan laporan

kasus ini.

Laporan kasus ini disusun sebagai upaya integrasi pengetahuan biomedik yang didapat

di bangku perkuliahan dengan kenyataan kasus yang terjadi pada pasien di ruangan.

Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini, dapat dihasilkan suatu kesatuan yang utuh,

integratif dan aplikatif mengenai penyakit yang akan di bahas dalam laporan kasus ini.

Laporan kasus ini mengenai topik STEMI Inferior Onset 33 Jam KILLIP I TIMI Risk

7/14. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, baik

dari segi isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, kami mohon maaf dan dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan laporan kasus ini.

Medan, 24 Desember 2011

Penulis

1

Page 3: Document1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah..................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2

1.4. Manfaat Penulisan..................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi...................................................................................... 3

2.1.2 Klasifikasi ….................................................................................3

2.1.3 Faktor Risiko............................................................................. 4

2.1.4 Patogenesis.................................................................................. 7

2.1.5 Gejala Klinis..................................................................................8

2.1.6 Diagnosis .......................................................................................9

2.1.7 Tatalaksana ...................................................................................14

2.1.8 Komplikasi....................................................................................18

2.1.9 Prognosis.......................................................................................19

BAB 3 LAPORAN KASUS ......................................................................................20

BAB 4 KESIMPULAN..............................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................41

1

Page 4: Document1

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan

simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi akibat infark otot

jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah unstable angina pektoris,

infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI), dan infark miokard elevasi segmen ST

(STEMI) (Ramrakha, 2006).

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung (Fenton, 2009). Hal

ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus

oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran

darah kolateral (Irmalita, 1996).

Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria,

yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan

pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak ada hubungan dengan

aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar,

elevasi segmen ST dan inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung,

protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik

melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Protein-protein intraseluler ini

meliputi aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase

isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain

(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar

serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).

1.1 Rumusan Masalah

Adapun menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah “ Bgaimana gambaran klinis dan

penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang menderita ST-elevasi Miokard Infark

Inferior Posterior Onset 33jam KILLIP 1 TIMI 7/14.

1

Page 5: Document1

1.2 Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi,

faktor resiko, pathofisiologi, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, pengobatan dan

prognosis ST-elevasi Miokard Infark Inferior Posterior Onset 33jam KILLIP 1 TIMI 7/14.

Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan

klinik di Departemen kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RS Haji Adam M Malik Medan.

1.3 Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:

ST-elevasi Miokard Infark Inferior Posterior Onset 33jam KILLIP 1 TIMI 7/14.sebagai bahan

informasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut topik- topik yang berkaitan

dengan ST-elevasi Miokard Infark Inferior Posterior Onset 33jam KILLIP 1 TIMI 7/14.

1

Page 6: Document1

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1. Acute STEMI

2.1.1. Definisi

Infark miokard akut (IMA ) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung

terganggu sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan sehingga berakibat adanya gangguan pada organ-organ tubuh. Hal ini

bisa disebabkan trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh

faktor-faktor seperti hipertensi,merokok dan hiperkolesterolemia.  IMA dengan elevasi ST

(STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut yang terdiri dari angina

pektoris tak stabil, AMI tanpa elevasi ST dan AMI dengan elevasi ST. STEMI terjadi jika

trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini

dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Nyeri dada tipikal

(angina) merupakan gejala kardinal pasien AMI. (Kosowsky, 2009)

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan

dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian

bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens

anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks

kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung.

Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.

(Oemar, 1996)

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,dengan

pembagian:

1. Derajat I : tanpa gagal jantung

2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galopdan peningkatan

tekanan vena pulmonalis

3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis) (Killip, 1967)

1

Page 7: Document1

Ada dua tipe dasar infark miokard akut:

1. Transmural: terkait dengan aterosklerosis arteri koroner utama yang melibatkan. Hal

ini dapat subclassified ke anterior, posterior, inferior, lateral atau septum. Infark

transmural memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya

merupakan akibat dari oklusi lengkap dari suplai darah di daerah itu.

2. Subendocardial: melibatkan area kecil di dinding subendocardial dari ventrikel kiri,

septum ventrikel, atau otot papiler. Infark Subendocardial dianggap akibat dari suplai

darah menurun secara lokal, mungkin dari penyempitan arteri koroner. Daerah

subendocardial adalah terjauh dari suplai darah jantung dan lebih rentan terhadap jenis

patologi. (Reznik, 2010)

2.1.2. Etiologi

Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:

1. Infark miokard tipe 1 Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura,

atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan

oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal

tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.

2. Infark miokard tipe 2 Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan

spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.

3. Infark miokard tipe 3 Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak

ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita

meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

4. a. Infark miokard tipe 4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard

(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan

percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.

b. Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent

trombosis.

5. Infark miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal.

Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

(Thygesen, 2007)1

Page 8: Document1

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.

Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas

normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL

sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial

(CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas

akibat infark miokard. (Brown, 2006)

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan

resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung

bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila

proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya

kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen

yang tersedia. (Brown, 2006).

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.

Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000

kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok. (Ramrakha, 2006).

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%

penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks

masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas

dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di

abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti

peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi

sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II. (Ramrakha, 2006).

Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang

rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol

satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard.

Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien

memiliki peningkatan resiko terkena penyakit. (Beers, 2004).

2.1.3. Patofisiologi

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian

ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi

1

Page 9: Document1

bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam

lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah

ke distal dari tempat penyumbatan terjadi. (Ramrakha, 2006).

STEMI terjadi ketika sebuah bentuk trombus dalam arteri koroner, bocor dan

mencegah darah mengalir secara efektif ke jaringan distal. Dalam kondisi normal, sinyal

depolarisasi dikirim melalui jantung "nol keluar" di segmen ST, yang sesuai dengan

depolarisasi ventrikel waktu antara (kompleks QRS) dan repolarisasi ventrikel (gelombang

T). Sebagai jaringan mati, atau infark, kebocoran kalium keluar dari sel, mengubah muatan

selama ini bagian dari jantung. Dalam pengaturan iskemia, orang dapat menemukan berbagai

kelainan termasuk T-gelombang inversi dan perubahan ST-segmen tingkat dan morfologi.

Perubahan yang paling spesifik untuk STEMI adalah elevasi segmen ST pada EKG hasil. Hal

ini disebabkan infark jaringan transmural, yang menyebabkan kebocoran kalium signifikan.

Para kalium yang berlebih menciptakan muatan positif lokal jaringan, tercermin dengan

elevasi segmen ST. (Kosowsky, 2009)

Identifikasi distribusi anatomi dari iskemia dan / atau infark bukan merupakan langkah

penting dalam diagnosis STEMI. Hal ini penting, namun, untuk mengakui bahwa daerah

tertentu dari infark meningkatkan kemungkinan komplikasi tertentu dan bahwa informasi ini

harus menjadi faktor dalam keputusan pengobatan dan pemantauan. (Kosowsky, 2009)

1

Page 10: Document1

Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan perubahan EKG dan cabang utama yang terkait arteri koroner,

dengan daerah kemungkinan kerusakan dan komplikasi potensi masing-masing. Pencocokan

perubahan EKG dengan anatomi sangat membantu dalam pemetaan distribusi jaringan yang

terlibat dengan adanya pola regangan (gelombang T inversi, ST depresi) atau infark (ST-

segmen elevasi dengan atau tanpa depresi berdekatan). Perhatian harus diambil ketika

menerapkan konsep ini pada pasien dengan penyakit jantung koroner berat yang mungkin

memiliki aliran sirkulasi kolateral yang signifikan. Jarang, variasi anatomi kongenital juga

dapat membuat sulit untuk menyimpulkan distribusi kerusakan dan kemungkinan

konsekuensi. (Kosowsky, 2009)

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit

bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai

pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan

kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit

menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi

matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi

ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian

1

Page 11: Document1

ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak

lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri. (Price,

2006).

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun

dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.

Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.

Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner

berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi. (Selwyn, 2005).

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan

struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon

dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi,

glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu

stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan

ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20

menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.

(Selwyn, 2005)

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka

terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis

koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk

pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner

tersumbat cepat. (Antman, 2005).

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner

berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,

hipertensi dan akumulasi lipid.( Polonski et al, 2003).

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga

terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous

1

Page 12: Document1

cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus

merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap

terapi trombolitik.( Wicaksono, 2009)

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin,

epinefrin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesi yang

larut (integrin) seperti vWF dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen

yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang

platelet dan agregasi. (Wilson, 2006)

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang

kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)

kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.

(Wilson, 2006)

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner

oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit

inflamasi sistemik. (Wilson, 2006)

2.1.4. Diagnosa

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan

gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan.

Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis,

namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan

enzim. (NEJM, 2006)

a. Anamnesis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara

cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Selanjutnya perlu

dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah

ada riwayat infark miokard sebelumnya, serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM,

1

Page 13: Document1

dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. (Bohme,

2006)

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti

aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat

terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa

jam setelah bangun tidur.(Pearlson, 2003)

Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat

nyeri dada angina :

Lokasi: sub/retrosternal, prekordial

Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,

diperas, dan dipelintir

Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat

Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan

Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

(Pearlson, 2003).

b. Pemeriksaan fisis

Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat disertai

keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai

kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas

saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior

menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).

Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan

intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat

ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena

disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 0C

dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI. .(Pearlson, 2003)

c. Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti

kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk

1

Page 14: Document1

dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap

simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau

pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi

perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus

diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi

gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q.

sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus

tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak

ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau

non-STEMI. (Chou, 1996).

Lokasi Lokasi elevasi

segmen st

Perubahan

resiprokal

Arteri koroner

Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang

LAD/Diagonal

Anterioseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang LAD

diagonal cabang

LAD septal

Anteriorekstensif I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner

kiri,proksimal

LAD

Anterolateral I,

aVL,V3,V4,V5,V6

II,III,aVF,V7,V8,V

9

Arteri koroner kiri

Cabang LAD-diagonal

dan cabang sirkumfleks

Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan

cabang decendens

posterior dan cabang

arteri koroner kiri

sirkumfleks

1

Page 15: Document1

Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri

Cabang LAD- diagonal

dan cabang sirkumfleks

Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri

cabang LAD-septal

Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/

sirkumfleks

Ventrikel kanan V3R-V4R I,aVL Arteri koroner kanan

proksimal

Tabel. 2 Penentuan lokasi infark miokard.

d. Laboratorium

Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah

creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara

serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan

otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan

elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung

pemeriksaan biomarker.

1

Page 16: Document1

Tabel 2.

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis

jantung (infark miokard).

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam

10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan

kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark

miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi

setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase

(LDH)

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi

dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat

mencapai 12.000-15.000/uL. (Antman, 2002).

1

Page 17: Document1

Tabel 3.

2.1.5. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,

penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian

antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi

IMA. (Aslam,2004)

Tujuan penanganan pada STEMI adalah:

a. Penanganan kegawatdaruratan diperlukan untuk menegakkan diagnosis secara

cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko, menghilangkan/ mengurangi nyeri dan

pencegahan atau penanganan henti jantung.

1

Page 18: Document1

b. Penanganan dini untuk membuat keputusan segera terapi reperfusi untuk membatasi

proses infark serta mencegah perluasan infark serta menangani komplikasi segera seperti

gagal jantung, syok dan aritmia yang mengancam jiwa.

c. Penanganan selanjutnya untuk menangani komplikasi lain yang timbul selanjutnya.

d. Evaluasi dan penilaian risiko untuk mencegah terjadinya progresi penyakit arteri

koroner, infark baru, gagal jantung, dan kematian

Penanganan kegawatdaruratan (lihat Guideline AHA 2010 di bawah)

a. Tatalaksana awal:

Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).

Aspirin 160mg (dikunyah).

Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.

Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat. (Irmalita.2009)

b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda reperfusi).

Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.

Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.

Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).

Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.

Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum 4000u, dosis

maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48 jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan

target aPTT 50 – 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH dapat

digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan fungsi

ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki atau < 2 mg/ dl pada wanita).(Irmalita.2009)

Terapi fibrinolitik.

Dianjurkan pada:

a. Presentasi ≤ 3jam.

b. Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat.

c. Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik. (Irmalita.2009)

Kontraindikasi fibrinolitik:

a. Kontraindikasi absolut:

Riwayat perdarahan intracranial apapun.

1

Page 19: Document1

Lesi structural cerebrovaskular.

Tumor intracranial (primer ataupun metastasis).

Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir.

Dicurigai adanya suatu diseksi aorta.

Adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala dalam 3 bulan terakhir.

Adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi). (Irmalita.2009)

a. Kontraindikasi relatif:

Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol.

Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan intracranial

selain yang disebutkan pada kontraindikasi absolute.

Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar

< 3 minggu.

Perdarahan internal dalam2-4 minggu terakhir.

Terapi antikoagulan oral.

Kehamilan.

Non compressible punctures.

Ulkus peptikum aktif.

Khusus untuk streptokinase/ anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya (>5hari)

atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut

Terapi awal Antitrombin terapiKontraindikasi

spesifik

Streptokinase(SK) 1,5 juta unit/ 100ml

D5% atau NaCl 0,9%

selama 30 – 60 menit.

Dengan atau tanpa

heparin iv selama 24

– 48 jam

Riwayat SK atau

anistreplase

Alteplase(tPA) 15 mg iv bolus 0,75 mg/

kg BB selama 30 menit

Heparin iv selama 24

1

Page 20: Document1

kemudian 0,5 mg/ kg BB

selama 60 menit iv.

Dosis total tidak

melebihi 100mg

– 48 jam

Percutanous coronary intervention (PCI)

a. PCI primer.

Dianjurkan pada:

Presentasi ≥ 3jam.

Tersedia fasilitas PCI.

Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90 menit.

(Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi (waktu antara pasien

tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam.

Terdapat kontraindikasi fibrinolitik.

Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3).

Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan.

b. PCI kombinasi dengan fibrinolitik.

Dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi jika tindakan PCI tidak dapat

dilakukan dengan segera dan pada pasien dengan risiko perdarahan rendah. Pada tindakan ini

tidak dianjurkan menggunakan penghambat reseptor GPIIb/ IIIa dengan dosis penuh.

c. Rescue PCI.

Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan infark luas dengan:

Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia.

Keluhan iskemik yang berkepanjangan.

Syok kardiogenik.

Pada pasien-pasien dengan kegagalan reperfusi atau terjadi reoklusi dimana rescue PCI tidak

dapat dilakukan segera, reperfusi secara medikamentosa harus dipertimbangkan dengan

1

Page 21: Document1

fibrinolitik ulang atau tirofiban. Pemilihan stent pada PCI primer atau rescue PCI adalah Bare

metal stent (BMS).

Tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)

Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan pengobatan, pada

keadaan :

a. Stenosis yang signifikan ( ≥ 50 %) di daerah left main (LM)

b. Stenosis yang signifikan (≥ 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri koroner utama

c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang

cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari left anterior descending

coronary artery.

2.1.6. Diagnosa Banding

Tabel 3.

Nilai prediktif dari sebuah elevasi segmen ST pada EKG sangat tergantung pada

kejadian penyakit dalam populasi di mana pasien cocok. Sebagai contoh, segmen ST elevasi

pada orang muda cenderung untuk dihubungkan dengan MI karena ada insiden lebih rendah

pada populasi yang lebih muda MI. Fakta ini, dalam dan dari dirinya sendiri, mengurangi nilai

prediktif positif dari EKG sebagai alat diagnostik dalam situasi ini. Untuk semua pasien,

tetapi khususnya di, penyebab muda lain dari elevasi ST-segmen harus hati-hati diteliti dalam

contextes klinis. (Kosowsky, 2009)

1

Page 22: Document1

2.1.7. Komplikasi

a. Aritmia supraventrikular

Sinus takikardia merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini

terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun,

jika sinus takikardia tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti

yang terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat

beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.

b. Gagal jantung

Beberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari

separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru

dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada.

Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan

temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat

disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi

sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi

kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik.

c. Sistole prematur ventrikel

Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien

dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel

distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik

sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik.

Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara

klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan

mortalitas selanjutnya (Alwi, 2006)

2.1.8. Prognosis

Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan TIMI score (Thrombolysis in

Myocardial Infarction ). TIMI skor risiko untuk mengidentifikasi STEMI signifikan gradien

dari risiko kematian dengan menggunakan variabel yang menangkap sebagian besar informasi

prognostik yang tersedia di multivariabel model. Kapasitas prediksi risiko ini skor stabil

1

Page 23: Document1

selama beberapa titik waktu, pada pria dan wanita, dan pada perokok dan bukan perokok.

Selain itu,TIMI skor risiko dilakukan baik dalam data eksternal yang besar ditetapkan pasien

dengan STEMI. (Morrow, 2000).

Tabel 4.

1

Page 24: Document1

BAB 3

Kepaniteraan Klinik Senior

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran USU/RS H Adam Malik Medan

Rekam Medik

No             : 49.72.65 Tanggal   :12 Desember 2011                Hari : Senin

Nama         : Barus Ginting Umur       : 40 tahun                                Seks : Lk

Pekerjaan  :petani

Alamat    : Jln. Desa Dukum Siroga

Agama : Katolik 

Keluhan Utama : Nyeri Dada

Hal ini telah dialami Os lebih kurang 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan dengan durasi lebih

kurang 1 menit. Nyeri dirasakan Os bertambah berat sebelum masuk ke RS HAM . Nyeri

tidak dipengaruhi oleh aktifitas dan tidak di pengaruhi dengan perubahan posisi tubuh, nyeri

dirasakan Os seperti dihimpit benda berat, dan rasa tertusuk – tusuk serta dijumpai penjalaran

sampai ke punggung, nyeri hilang timbul dengan intensitas tetap. Nyeri dirasakan Os hilang

pada saat istirahat. Nyeri di sertai keringat dingin(+). Riwayat jantung berdebar-debar (+)

pernah di rasakan Os pada tahun 2008 yang lalu dan di diagnosa maag oleh dokter spesialis

penyakit dalam dan berkurang setelah berobat teratur. Batuk (+) dialami os sejak 4 hari yang

lalu, batuk hilang timbul, dahak (+) dengan volume 1sdt/x batuk berwarna kuning kehijauan.

1

Page 25: Document1

Riwayat Os pernah merokok sejak 22 tahun yang lalu sebanyak 3 bungkus/hari jenis filter

dengan hisapan dalam. Riwayat hipertensi dijumpai sejak 2 tahun yang lalu dengan sistole

200 mmHg , Riwayat Hiperkolesterol lebih kurang 2 tahun yang lalu.

Ketika di IGD Os datang dengan keluhan sesak nafas (+) dan diikuti dengan nyeri dada lalu

kemudian Os di Rawat inap di RS HAM bagian Kardiologi, dan di diagnosa STEMI Inferior

Onset 33 Jam KILLIP TIMI Risk 7/14 2ND degree AV Block dgn Caerdiomegaly (HHD),

selama 8 hari pengobatan keluhan os berkurang dan di perbolehkan pulang dengan keadaan

membaik pada tanggal 19 desember 2011

Faktor Resiko PJK : Laki – laki, Hipertensi, Hiperkolesterol

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, DM (-), maag

Riwayat Pemakaian Obat : Tidak Jelas

Riwayat Pemakaian Obat : Tidak Jelas

Status Presens :

KU : sedang  kesadaran : Compos mentis  TD : 100/60 mmHg HR : 70 x/m

RR : 28 x/m Suhu : 36.5 ◦C  

Sianosis (-)  Ortopnu (-)  Dispnu (-) Ikterus (-) Edema (-)   Pucat (-)

Pemeriksaan Fisik :

Kepala : konjungtiva palpebra inferior pucat (-), ikterus (-)

Leher  : JVP R+2 cmH2O

Dinding toraks : Inspeksi : simetris fusiformis                            Batas Jantung :

Palpasi   : sf ka=ki  atas    : Intercostalis Regio III

Perkusi   : sonor  kanan : Linea Sinistra Dextra

1

Page 26: Document1

    kiri    : 1 cm lateral Linea Mid Clavicularis Sinistra

Auskultasi

Jantung  : S1 (N)  S2 (N)   S3 (-)  S4 (-)  Reguler

Murmur (-)    Tipe : PSM, MDM, EJ SM, EDM  Grade (-)

Punctum maximum :  apeks  Radiasi : aksila

Paru  : Suara pernafasan  : Vesikuler

Suara Tambahan : Ronki basah basal (+)  Wheezing (-)

Abdomen  : Palpasi Hepar/Lien: teraba 3cm BAC

Asites (-)

Ekstremitas : Superior :  sianosis (-) clubbing (-)

  Inferior : edema (-) pulsasi arteri (-)

  Akral : Hangat

Hasil laboratorium :

 HASIL LAB tanggal 12-12-2011

Darah Lengkap (CBC) :

Hemoglobin (HGB) g % 15.20

Eritrosit (RBC) 106/mm3 4.89

Leukosit (WBC) 106/mm3 24.18

Hematokrit % 41.00

Trombosit (PLT) 103/mm3 248

MCV fL 83.80

MCH pg 31.10

MCHC g% 37.10

1

Page 27: Document1

RDW % 13.10

MPV fL 10.20

PCT % 0.25

PDW fL 11.2

Analisa Gas Darah :

pH 7.452 pCO2 mmHg 26.8 pO2 mmHg 80.2 Bikarbonat (HCO3) mmol/L 18.4 Total CO2 mmol/L 19.2 Kelebihan Basa (BE) mmol/L -5.6 Saturasi O2 % 96.5

Troponin T µg/L HI >2.0

HATI

LDH U/L 2053

ENZIM JANTUNG

CK-MB U/L 112

Troponin T µg/L Positif

HATI

AST/SGOT U/L 420

ALT/SGPT U/L 78

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah (Sewaktu) mg/dL 107.30GINJAL

Ureum mg/dL 95.00

Kreatinin mg/dL 2.87

ELEKTROLIT

Natrium (Na) mEq/L 130

Kalium (K) mEq/L 3.8

Klorida (Cl) mEq/L 101

ENZIM JANTUNG

CK-MB U/L 172

Diagnosa kerja

1

Page 28: Document1

1. Fungsional : STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block Tipe I

2. Anatomi : a. coroner

3. Etiologi : aterosklerosis

Pengobatan :  

bed rest

O2  2-4 L/i

IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i

Diet MB

ISDN 3 X 10

Clopidrogel 1 x 4 tab

Aspilet 1 x 2 tab

Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj.Morfin

 

Rencana pemerikasaan lanjutan :

AGDA

CKMB /Troponin T

Ro Thoraks

EKG

Prognosis : Dubia ad bonam

1

Page 29: Document1

 

Interpretasi EKG: sinus rithym, QRS rate 60x/i,QRSdurasi 0,04” PR interval 0,2” p wave (N),

ST-T Changes: ST-Elevasi di lead II,III.aVf, VES(-), LVH (-), Hiperakut T (T-Tall Wave)

Kesan: SR + STEMI inferior + second degree AV block type I

1

Page 30: Document1

 Foto Torak

Interpretasi foto toraks (AP/PA) :

CTR 56%  Ao normal, Po menonjol, pinggang jantung dijumpai

apex downward, kongesti (-), infiltrat(-)

Kesan : Kardiomegali

 

 

1

Page 31: Document1

 

 

 

Follow Up pasien

Tgl S O A P

Terapi

12-12-2011 KU:

Nyeri Dada (+) ↓↓

jantung berdebar (-)

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 100 / 60 mmHg    

HR: 70 x/i   

RR: 24 x/i

T: 37.5 oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: conj. anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

Toraks:

Cor : S1(N) S2(N) reguler

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Pulmo :

Sp : vesikuler 

St : ronkhi basah basal (+) wheezing(-)

STEMI Inferoposterior Onset 33 Jam

KILLIP I TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block tipe I

Bed rest

O2 2-4l/i

Diet Jantung III

Inj.Dobutamin 10 mg/kgbb/c

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mgg

Simvastatine 1x40 (malam)

IVFD Voluven 5-10 gtt/i

 Rencana : Lipid ProfileTropt T serial

1

Page 32: Document1

Abdomen : soepel. Hepar teraba 3cm BAC, lien ttb Bu (+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

Laboratorium

Troponin T Positif

Enzim Jantung :

CK-MB U/L 172

13-12-2011 KU:

Nyeri Dada (+) ↓↓

jantung berdebar (-)

 

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 110 / 60 mmHg    

HR: 75 x/i   

RR: 24 x/i

T: 37.5 oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: conj.  anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

Toraks:

Cor : S1(N) S2(N) reguler

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Pulmo :

STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP I TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block tipe I

Bed rest

O2 2-4l/i

Diet Jantung III

Inj.Dobutamin 10 mg/kgbb/ic

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mgg

Simvastatine 1x40 (malam)

 

1

Page 33: Document1

Sp : vesikuler 

St : ronkhi basah basal (+) wheezing(-)

Abdomen : soepel. Hepar teraba 3cm BAC, lien ttb Bu (+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

 

Laboratorium

ENZIM JANTUNG

CK-NAC U/L592

CK-MB U/L 43

Troponin T µg/L HI> 2,O

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah Puasamg/dL 121

Glukosa Darah 2 Jam PP mg/dL 144

LEMAK

Kolesterol Total mg/dL 115

Trigliserida mg/dL 147

Kolesterol HDL mg/dL 23

Kolesterol LDL mg/dL62

GINJAL

Ureummg/dL120,20

Kreatininmg/dL2.08

1

Page 34: Document1

URINALISIS

Urine Lengkap

Warna Kuning Jernih Glukosa Negatif Bilirubin Negatif Keton Negatif Berat Jenis 1,020 pH 5,0 Protein Negatif Urobilinogen Positif Darah Negatif

14-12-2011 KU:

Nyeri Dada (+) ↓↓

jantung berdebar (-)

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 100 / 70 mmHg    

HR: 78 x/i   

RR: 26 x/i

T: 36.5oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

Toraks:

Cor : S1(N) S2(↑) grade 2/6

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Pulmo :

Sp : vesikuler

St: rokhi basah basal (+)↓ wheezing (-)

Abdomen : soepel. H/L ttb, Bu

STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP I TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block Tipe I

Bed rest

O2 2-4l/i

Diet Jantung III

Inj.Dobutamin 10 mg/kgbb/c

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mgg

Simvastatine 1x40 (malam)

1

Page 35: Document1

(+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

15-12-2011 KU:

Nyeri Dada (+) ↓↓

jantung berdebar (-)

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 100 / 60 mmHg    

HR: 72 x/i   

RR: 20 x/i

T: 36.5 oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: conj.  anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

Toraks:

Cor : S1(N) S2(N) reguler

STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP I TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block Tipe I

Bed rest

O2 2-4l/i

Diet Jantung III

Inj.Dobutamin 5mg/kgbb/c

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mgg

Simvastatine 1x40 (malam)

Rencana :

EKG/hari

1

Page 36: Document1

Pulmo :

Sp : vesikuler 

St : ronkhi basah basal (+) wheezing(-)

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Abdomen : soepel. Hepar teraba 3cm BAC, lien ttb Bu (+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

Laboratorium :

Darah Lengkap (CBC) :

Hemoglobin (HGB) g % 11.90

Eritrosit (RBC) 106/mm3 3.95

Leukosit (WBC) 106/mm3 11.30

Hematokrit % 33.30

Trombosit (PLT) 103/mm3 324

MCV fL84.40

MCH pg 30.20

MCHV g%35.70

RDW %14.20

MPV fL 7.31

PCT % 0.237

PDW Fl 0.164

1

Page 37: Document1

HATI

AST/SGOT U/L 69

ALT/SGPT U/L59

GINJAL

Ureum mg/dL85.60

Kreatininmg/dL 1.47

ELEKTROLIT

Natrium (Na)mEq/L 137

Kalium (K)mEq/L 3.6

Klorida (Cl)mEq/L 105

16-12-2011 KU :

Nyeri Dada (+) ↓↓

jantung berdebar (-)

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 100 / 70 mmHg    

HR: 70 x/i   

RR: 26 x/i

T: 37.5 oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: conj. anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP I TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block Tipe I

Bed rest

O2 2-4l/i

Diet Jantung III

Inj.Dobutamin 5 mg mg/kgbb/c

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mgg

Simvastatine 1x40 (malam)

1

Page 38: Document1

Toraks:

Cor : S1(N) S2(N) reguler

Pulmo :

Sp : vesikuler 

St : ronkhi basah basal (+) wheezing(-)

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Abdomen : soepel. Hepar teraba 3cm BAC, lien ttb Bu (+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

17-12-2011 KU:

Nyeri Dada (+) ↓↓

jantung berdebar (-)

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 130 / 80 mmHg    

HR: 82x/i   

RR: 24 x/i

T: 36.5 oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: conj. anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

Toraks:

STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block Tipe I

Bed rest

Diet Jantung III

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mg

Simvastatine 1x40 mg (malam)

1

Page 39: Document1

Cor : S1(N) S2(N) reguler

Pulmo :

Sp : vesikuler 

St : ronkhi basah basal (+) wheezing(-)

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Abdomen : soepel. Hepar teraba 3cm BAC, lien ttb Bu (+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

18/12/2011 Nyeri dada (-)

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 130 / 80 mmHg    

HR: 80 x/i   

RR: 24 x/i

T: 36.5 oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: conj.  anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

Toraks:

Cor : S1(N) S2(N) reguler

STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block Tipe I

Bed rest

Diet Jantung III

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mg

Simvastatine 1x40 mg (malam)

1

Page 40: Document1

Pulmo :

Sp : vesikuler 

St : ronkhi basah basal(-) wheezing(-)

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Abdomen : soepel. Hepar teraba 3cm BAC, lien ttb Bu (+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

19/12/2011 Nyeri Dada(-)

Status Presens:

Sens: CM       

TD: 120 / 70 mmHg    

HR: 84 x/i   

RR: 22 x/i

T: 36.3 oC

Status lokalisata:

Kepala: mata: conj.  anemis(-) ikterik (-)

Leher:

TVJ R+2 cmH2O

Toraks:

Cor : S1(N) S2(N) reguler

Pulmo :

STEMI Inferior Onset 33 Jam

KILLIP TIMI Risk 7/14

2ND degree AV Block Tipe I

Bed rest

Diet Jantung III

Plavix 1x 75mg

Aspilet 1x 80 mg

Simvastatine 1x40 mg (malam)

1

Page 41: Document1

Sp : vesikuler 

St : ronkhi basah basal(-) wheezing(-)

apek → 1 cm lcms ,  gallop (-)

Abdomen : soepel. Hepar teraba 3cm BAC, lien ttb Bu (+) N

Ektremitas : akral hangat

Oedema pretibial (-)

 

 

 

 

 

BAB 4

Kesimpulan

Pembentukan thrombus di daerah plak akan mempersempit oklusi,dan gangguan aliran

darah menyebabkan ketidakseimbangan yang nyata antara pemasukan oksigen dan kebutuhan

oksigen. Bentuk ACS merupakan hasil yang bergantung dari derajat obstruksi koroner dan

berhubungan dengan iskemia. Oklusi thrombus parsial menyebabkan sindrom unstable

angina (UAP) dan non-ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI). Jika thrombus

menyumbat arteri koroner secara komplit, maka menyebabkan iskemik yang lebih parah dan

nekrosis yang lebih banyak, dikenal sebagai ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI).

Pasien menderita STEMI Inferior Posterior onset 33 jam Killip I TIMI 7/14, karena

ditemukan ST- Elevasi pada EKG. Dan faktor-faktor resiko yang bisa menyebabkan Infark

Miokart. Prinsip pengobatan pada STEMI adalah penanganan kegawatdaruratan dimana

diperlukan untuk menegakkan diagnosis secar cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko,

menghilangkan/ mengurangi nyeri dan pencegahan atau penanganan henti jantung,

penanganan dini untuk membuat keputusan segera terapi reperfusi untuk membatasi proses

1

Page 42: Document1

infark serta mencegah perluasan infark serta menangani komplikasi segera seperti gagal

jantung, syok dan aritmia yang mengancam jiwa, penanganan selanjutnya untuk menangani

komplikasi lain yang timbul selanjutnya, dan evaluasi dan penilaian risiko untuk mencegah

terjadinya progresi penyakit arteri koroner, infark baru, gagal jantung, dan kematian.

Daftar Pustaka

1. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

2. Antman, E.M., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In:

Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L.,

eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA

3. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for The

Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath

Conference.

4. Beers, M.H., Fletcher A.J., Jones, T.V., 2004. Merk Manual of Medical Information:

Coronary Artery Disease. 2nd ed. New York: Simon & Shcuster.

5. Brown, T.C., 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William,

L.M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta.

1

Page 43: Document1

6. Chou, T., 1996. Electrocardiography in Clinical Practice Adult and Pediatric:

Myocardial Infarction, Myocardial Injury, and Myocardial Ischemia. 4th ed.

Pennsylvania: W. B. Saunders Company.

7. Fenton, D.E., 2009. Myocardial Infarction. Diambil dari:

http://emedicine.medscape.com/article/759321-overview . Di akses Desember 20,

2011.

8. Irmalita et al. 2009. Standard Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan

Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi 3.2009

9. Irmalita, 1996. Infark Miokard. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S.,

Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakart.

10. Killip, T. Kimbal, J.T. 1967. Treatment of myocardial infarction in a coronary care

unit: A two year experience with 250 patients. Diambil dari:

http://content.onlinejacc.org . Di akses Desember 20, 2011.

11. Kosowsky, Joshua M. Yiadom, Maame. 2009. The Diagnosis And Treatment of

STEMI In The Emergency Department. Emergency Medicine Practice. Diambil dari:

http://www.EBMedicine.net . Di akses Desember 20, 2011.

12. Morrow, David. Antman Elliott. Charlesworth, Andrew, et al. 2011. TIMI Risk Score

for ST-Elevation Myocardial Infarction: A Convenient, Bedside, Clinical Score for

Risk Assessment at Presentation. Diambil dari http://circ.ahajournals.org . Di akses

Desember 20, 2011

13. Nigam. P.K., 2007. Biochemical Markers of Myocardial Injury. Indian Journal of

Clinical Biochemistry. Diambil dari: http://medind.nic.in/iaf/t07/i1/iaft07i1p10.pdf Di

akses Desember 20, 2011.

14. O'Connor, Robert E. , William Brady, Steven C. Brooks, Deborah Diercks,. 2010 Part

10: Acute Coronary Syndromes 2010 American Heart Association Guidelines for

Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Diambil dari

http://circ.ahajournals.org/. Di akses Desember 20, 2011.

15. Oemar, H., 1996. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. Dalam: Rilantono, L.I.,

Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI

1

Page 44: Document1

16. Patel, N.R., Jackson. G., 1999. Serum markers in myocardial infarction. J Clin Pathol.

Diambil dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC501424/?page=1 . Di

akses Desember 20, 2011.

17. Ramrakha, P., Hill, J., 2006. Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery

Disease. 1st ed. USA: Oxford University Press.

18. Reznik, AG. 2010. "[Morphology of acute myocardial infarction at prenecrotic stage]"

(in Russian). Kardiologiia. Diambil dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov . Di akses

Desember 20, 2011.

19. Samsu, N., Sargowo, D., 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada

Diagnosis Infark Miokard Akut. Tinjauan Pustaka. Malang: Fakultas Kedokteran

Brawijaya. Diambil dari http://mki.idionline.org/index.php?

uPage=mki.mki_viewall&smod=mki&s p=public&id_katparent=14&id_artikel=178 .

Di akses Desember 20, 2011.

20. Selwyn, A.P., Braunwald E., 2005. Ischemic Heart Disease. In: Kasper, D.L., Fauci,

A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds., Harrison’s

Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA

21. Thygesen K, Alpert JS, White HD . 2007. Universal definition of myocardial

infarction". Diambil dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov . Di akses Desember 20, 2011.

22. Wicaksono, Sonny. Yuniadi, Yoga. 2009. J point/R wave ratio predicts in-hospital

major cardiovascular event in inferior myocardial infarction. Jurnal Kardiologi

Indonesia 2009. Vol. 30, No. 2. Mei-Agustus 2009

1