197435021 case-hepatitis
TRANSCRIPT
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesHEPATITIS
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang
memberikan gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kencing berwarna seperti
air teh pekat, mata, dan seluruh badan menjadi kuning.1
1.2 Epidemiologi
1.2.1 Hepatitis A
HAV merupakan penyakit global pada manusia yang prevalensinya
terutama di negara berkembang. Di negara berkembang, sebagian besar HAV
1
terjadi pada masa kanak-kanak. Di negara maju, dua puluh persen orang dewasa
muda memiliki bukti serologis terhadap infeksi sebelumnya. Insidensi dan
keparahan penyakit meningkat sesuai usia.2
Terdapat sekitar 10.000 kasus/tahun di Inggris dengan insidensi 15/105
populasi. Lima persen kasus didapatkan dari luar negeri. Infeksi anikterik lebih
sering terjadi pada anak-anak (10:1) dari pada orang dewasa (1:1).2
1.2.2.Hepatitis B
Diperkirakan bahwa hampir 200 juta orang di seluruh dunia adalah karier.
Pada area tertentu didunia, angka karier dapat melampaui 25% (Kepulauan
pasifik, Thailand, Senegal), dan di area lain kira-kira 5-10% (area yang luas di sub
benua India, Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa bagian timur). Kira-kira lima
persen pasien gagal untuk sembuh dari infeksi dan menjadi karier. Dari hasil
penelitian didapatkan 10.000 infeksi HBV baru/tahun di Inggris, risiko seumur
hidup untuk hepatitis adalah 5%. Sedangkan perkiraan angka karier di Inggris
adalah 0,1%. Hal ini lebih mungkin pada orang dengan imunitas yang terganggu.
(4:1).2
Untuk ibu HBVeAg positif, risiko penularannya sebesar 90%, dan bila
HBVeAg-negatif, maka resikonya 15%. Ini merupakan cara penularan utama di
Timur Jauh dimana penularan secara horizontal pada anak-anak berperan penting
dalam transmisi penyakit di Afrika. Ini merupakan penjelasan utama mengapa
jumlah karier pada suatu populasi tinggi.2
Angka infeksi dan karier lebih tinggi pada kelompok tertutup dimana
darah atau cairan tubuh lainnya disuntikkan, ditelan, atau dipajankan ke membran
mukosa. Jadi anak-anak pada panti cacat mental, pasien hemodialisis,
2
penyalahgunaan obat intravena (intravenous drug user, IVDU), dan pria yang
melakukan hubungan seks dengan pria memiliki angka karier lebih tinggi (5-
20%). Wabah dapat terjadi dalam kelompok ini dan melalui ahli bedah dan dokter
gigi yang terinfeksi.2
1.2.3 Hepatitis C
Penelitian pada tahun 1970-an dan 1980-an menunjukkan bahwa
insidensi hepatitis NANB yang berkaitan dengan transfusi adalah 10% dan
didapatkan 90% diantaranya adalah HCV. Prevalensi infeksi HCV di Inggris
adalah 1-2/1000 populasi. Diperkirakan terdapat 100.000 kasus di Inggris dan
empat juta di AS. Dengan penemuan pengobatan yang efektif dan pengetahuan
mengenai morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan hepatitis C, maka
lebih banyak pasien yang diskrining. Akibatnya, hepatitis C merupakan
merupakan penyakit dengan insidensi yang menurun namun prevalensinya
meningkat.2
Insiden penularan paling sering melalui produk darah (20%), atau
penggunaan obat suntik (50%); 60% pengguna obat suntik adalah antibodi HCV
positif. Penularan secara seksual, vertikal dan akibat kerja dapat terjadi namun
dengan frekuensi yang lebih sedikit daripada HBV, hal ini menunjukkan
konsentrasi HCV yang lebih rendah di dalam darah.2
1.2.4 Hepatitis Delta
Hepatitis delta awalnya ditemukan di Italia dan bersifat endemik di
Eropa Selatan, Timur Tengah, kepulauan Pasifik, dan bagian dari Afrika dan
Amerika Selatan.2
3
Hepatitis delta merupakan penyebab enam persen dari seluruh kasus
hepatitis kronik, meningkat hingga 25% bila terdapat riwayat IVDU. Di Inggris
kejadiannya kira-kira satu persen dari seluruh kasus hepatitis akut, meningkat
hingga lima persen bila terdapat riwayat IVDU. Pada karier HBV kronik, penyakit
ditemukan pada 1-2% pasien non IVDU dan sepertiga pasien IVDU.2
Bila terjadi bersamaan dengan HBV dan menyebabkan hepatitis akut,
maka hepatitis delta identik dengan hepatitis HBV akut meskipun hepatitis
fulminant lebih sering, banyak kasus bersifat subklinis karena terjadi bersamaan
dengan HBV. Bila hepatitis akut terjadi akibat superinfeksi HDV pada karier
HBV, maka penyakit fulminan dan kronik lebih sering.2
1.2.5 Hepatitis E
Kasus sporadik telah dilaporkan dari semua negara, namun penyakit
epidemik terutama terdapat di Negara berkembang. Wabah utama pertama akibat
HEV adalah di New Delhi pada tahun 1957, dimana terdapat 29.000 kasus.2
Wabah terutama terdapat di Asia tenggara, Burma, Nepal, USSR (dulu),
Meksiko, Venezuela dan Afrika Utara. Kejadian ini berkaitan dengan kontaminasi
masif pada persediaan air, biasanya oleh limbah.2
Sekitar sepertiga kasus hepatitis NANB dan setengah kasus dengan
hepatitis non-A, non-B, non-C, disebabkan oleh HEV. Seroprevalensi di Eropa
dan AS adalah 1-2,5%, dibandingkan dengan 10-15% di Asia Tenggara. Terdapat
mortalitas tinggi yang tidak umum dari HEV selama kehamilan kira-kira 20-40%.2
1.3. Etiologi
4
1.3.1 Hepatitis A (HAV)
Virus Hepatitis A merupakan virus RNA untai tunggal, polaritas positif,
dengan berat molekul 2,25 – 2,28 x dalton, diameter 27 – 32 nm dan tidak
mempunyai selubung. Atas dasar sifat fisik dan kimianya, virus ini digolongkan
sebagai enterovirus 72. Secara imunologik, hanya ada satu tipe antigen virus.
Antibodi terhadap virus dibentuk secara perlahan oleh tubuh dan dapat bertahan
lama. Keberadaan antibodi ini digunakan sebagai salah satu cara diagnosis infeksi
HAV.2
HAV dapat menimbulkan penyakit hepatitis akut dan jarang sekali
hepatitis fulminan. Virus ini dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa
inkubasi dan fase praikterik. 3,4
HAV terutama di tularkan per oral dengan menelan makanan yang sudah
terkontaminasi feses. Penularan melalui transfusi darah pernah dilaporkan, namun
jarang terjadi (CDC,2000). Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi
akibat kontak dengan orang terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan
atau air minum, atau dengan menelan kerang mengandung virus yang tidak
dimasak dengan baik. Penularan ditunjang oleh sanitasi yang buruk, kesehatan
pribadi yang buruk, dan kontak yang intim (tinggal serumah). Masa inkubasi rata-
rata adalah 30 hari. Masa penularan tertinggi pada minggu kedua segera sebelum
timbulnya ikterus.4
1.3.2 Hepatitis B
Virus Hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA berselubung ganda
berukuran 42 nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Protein yang
5
dibuat virus ini bersifat antigenik serta memberikan gambaran tentang keadaan
penyakit, adalah :
1. Antigen permukaan / surface antigen / HBsAg, berasal dari
selubung
2. Antigen core / core antigen / HBcAg, disandi oleh daerah core
3. Antigen e / e antigen / HBeAg, disandi oleh gen precore.3,4
Penanda serologis khas yang berkaitan dengan HBV adalah antigen
permukaan (HBsAg, dahulu disebut “Antigen Australia” (HAA), yang positif
kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang
pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4 sampai 6 bulan.
Karier HBV merupakan individu yang hasil pemeriksaan HBsAgnya
positif pada sedikitnya dua kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan, atau hasil
pemeriksaan HBsAgnya positif tetapi IgM anti-HBcnya negatif dari satu spesimen
tunggal. Tingkat infektivitas paling baik dikorelasi dengan uji positif untuk
HBeAg. Persetujuan umum menyatakan bahwa status karier berkaitan langsung
dengan usia saat seseorang terkena HBV. Misalnya pada daerah endemis, HBV
didapat pada awal masa anak melalui penularan vertikal dari ibu karier atau
melalui penularan horizontal akibat kontak dengan luka terbuka. Namun , pada
daerah endemis rendah hanya sejumlah kecil orang yang terkena usia 6 tahun
menjadi kronis.4
HBV dapat menimbulkan penyakit hepatitis akut/kronik, hepatitis
fulminan, sirosis hepatis dan kanker hati. Masa inkubasi lama, antara 50 hingga
180 hari. Virus masuk tubuh terutama melalui darah. Dari seorang penderita,
HBV dapat ditemukan dalam darah, saliva, urin, cairan semen, monosit, leukosit,
6
sumsum tulang dan pankreas; jumlah terbanyak adalah dalam darah. Transmisi
bisa secara horizontal atau vertikal (dari ibu hamil pada bayi yang dilahirkannya).3
1.3.3 Hepatitis C
HCV merupakan virus RNA untai tunggal yang tidak dapat dibiakkan.
Melalui teknologi DNA rekombinan, suatu tes diagnostik telah dikembangkan
yang dapat mengidentifikasi hepatitis C sebagai penyebab utama dari penyakit
yang biasa disebut Hepatitis ‘non-A non-B’(NANB).2
HCV merupakan virus RNA untai tunggal, linear berdiameter 50 hingga
60 nm. Berdasarkan sifat fisik dan susunan genomnya, HCV digolongkan ke
dalam flavivirus meskipun ada yang menganggapnya sebagai suatu pestivirus.
Telah digunakan suatu pemeriksaan imun enzim untuk mendeteksi antibodi
terhadap HCV (anti-HCV), namun pemeriksaan ini banyak menghasilkan negatif
palsu sehingga digunakan juga pemeriksaan rekombinan supplemental
(Recombinant Assay, RIBA). 3,4
HCV merupakan penyebab utama hepatitis non A non B (NANB) pasca
transfusi. Masa inkubasi (saat paparan sampai meningkatnya kadar SGPT)
umumnya berkisar antara 6 hingga 12 minggu. Pada infeksi akut, gambaran klinik
umumnya lebih ringan daripada hepatitis B dan sebagian besar kasus tidak
mengalami ikterik. Gambaran khas hepatitis NANB adalah peningkatan SGPT
yang berfluktuasi (polifasik), meskipun pada sebagian kecil peningkatan SGPT
bersifat persisten atau monofasik.3
Infeksi kronik yang persisten merupakan ciri khas infeksi HCV; diduga
50% dari seluruh kasus infeksi HCV pasca transfusi menjadi hepatitis kronik.
Kriteria hepatitis kronik ditandai dengan adanya peningkatan SGPT yang
7
berfluktuasi atau menetap lebih dari 1 tahun setelah serangan akut. Hepatitis
kronik akibat infeksi HCV umumnya bersifat progresif, karena pada pemeriksaan
biopsy hati ditemukan gambaran histology berupa hepatitis kronik aktif maupun
sirosis. Infeksi HCV juga dianggap dapat menimbulkan karsinoma hati.
Mekanisme terjadinya karsinoma oleh HCV belum diketahui dengan pasti tapi
diduga berkaitan dengan infeksi HCV persisten yang meenyebabkan kerusakan sel
hati kronis dan nekrosis yang diikuti dengan regenerasi sel-sel hati secara terus
menerus. Meningkatnya jumlah sel hati yang bermitosis memperbesar
kemungkinan terjadinya mutasi yang dapat menyebabkan sel mengalami
transformasi menuju kearah keganasan.3
Penularan virus terjadi secara parenteral seperti pada transfusi darah /
produk darah berulang, penyalahgunaan obat secara intravena atau terpapar alat
suntik yang terkontaminasi HCV. Penularan virus secara seksual mungkin terjadi,
tetapi dianggap tidak efektif. Hal ini karena rendahnya titer virus dalam sebagian
besar darah penderita dan virus sangat jarang ditemukan dalam sekret maupun
cairan tubuh. Penularan vertikal dari ibu ke bayi juga dianggap tidak umum
terjadi, kecuali jika ibu mengandung kadar viremia yang tinggi atau terdapat
koinfeksi dengan HIV. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HCV akan
mengandung antibodi maternal anti-HCV yang akan menghilang setelah 3 sampai
12 bulan.3
1.3.3 Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HVD, virus delta) merupakan virus RNA berukuran
35 hingga 37 nm yang tidak biasa karena membutuhkan HBsAg untuk berperan
sebagai lapisan luar partikel yang infeksius. Sehingga hanya penderita positif
8
HBsAg yang dapat terinfeksi HDV. Bentuk infeksi HDV bersama dengan HBV
bisa berupa koinfeksi atau superinfeksi. Koinfeksi terjadi bila HDV dan HBV
menginfeksi tubuh secara bersamaan, sedangkan superinfeksi terjadi pada seorang
karier HBsAg kronis yang terinfeksi oleh HDV. Hasil infeksi dan pertanda
serologi berbeda antara kedua bentuk ini.3
Penanda serologis untuk antigen (HDAg) (yang menandakan infeksi
akut dini) dan antibodi (anti-HDV) (yang menunjukkan adanya infeksi pada saat
ini atau infeksi di masa lalu) kini telah dapat dibeli. Penularan terutama terjadi
melalui serum. Sepertiga atau dua pertiga dari individu yang memiliki HBV
(positif HBV) juga memiliki anti-HDV (positif anti-HDV). Masa inkubasi
menyerupai HBV yaitu sekitar 1 hingga 2 bulan.4
Tabel. 1.1 Karakteristik infeksi HDV
Karakteristik Koinfeksi Superinfeksi
Infeksi HBV
Infeksi HDV
Kronisitas
Serum HBsAg
IgM anti-HBc
Anti-HDV
IgM anti-HDV
RNA HDV serum
HDVAg dalam serum
Akut
Akut
< 5%
+, sementara
+
+, sementara
+, sementara
+, sementara
+, sementara
Kronik
Akut sampai kronik
>75%
+, biasanya menetap
−
+, sementara
+, sementara
+, sementara
+, sementara
9
Hepatitis karena delta virus umumnya bentuk akut, kronik aktif, dan
sirosis. Kadang-kadang dapat menyebabkan bentuk fulminan. Infeksi HDV yang
kronik lebih banyak menimbulkan sirosis daripada infeksi oleh HBV. Harus
dipikirkan tentang adanya HDV pada infeksi hepatitis kronik dengan keadaan :
1. Penyakit menjadi berat
2. Resiko tinggi mengidap HDV
3. Adanya riwayat penggunaan obat intravena
4. Paparan berulang pada transfusi darah / produk darah.2
1.3.4 Hepatitis E
HEV adalah suatu virus RNA untai tunggal yang kecil berdiameter
kurang lebih 32 hingga 34 nm, bentuk sferis, tidak berkapsul, mempunyai tonjolan
pada permukaannya. Masa inkubasi sekitar 2 hingga 9 minggu (rata-rata 6
minggu). Merupakan penyakit yang self limiting seperti HAV, belum ditemukan
bentuk penyakit hati kronis atau viremia persisten. HEV ditularkan secara enterik
melalui jalur feko-oral.3,4
1.4 Patofisiologi
1.4.1 Anatomi dan fisiologi Hati
Hati merupakan organ parenkim berukuran besar dan mempunyai
beragam fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Hati sangat penting untuk
mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir setiap fungsi metabolik
tubuh.1
Ada beberapa fungsi hati hati, yaitu:
1. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu
10
Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu mengalirkan,
kandungan empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus
sesuai yang dibutuhkan. Hati mengekskresi sekitar satu liter empedu tiap hari.
Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu fosfolipid,
kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus. Oleh bakteri usus
halus sebagian besar garam empedu direabsorpsi dalam ileum, mengalami
resirkulasi ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi dan resekresi. Walaupun
bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara
fisiologis tidak mempunyai peran aktif, ia penting sebagai indikator penyakit hati
dan saluran empedu, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan
yang berhubungan dengannya. Di samping itu ke dalam empedu juga
diekskresikan zat-zat yang berasal dari luar tubuh, misalnya logam berat, beberapa
macam zat warna (termasuk BSP) dan sebagainya.
2. Fungsi metabolik
Hati memegang peran penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan juga memproduksi energi. Zat tersebut di atas dikirim
melalui vena porta setelah diabsorpsi oleh usus. Monosakarida dari usus halus
diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot
glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan panas atau energi dan sisanya diubah menjadi glikogen,
11
disimpan dalam otot atau menjadi lemak yang disimpan dalam jaringan subkutan.
Hati juga mampu menyintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis).
Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup. Protein plasma,
kecuali gama globulin, disintesis oleh hati. Protein ini adalah albumin yang
diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, protrombin,
fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan yang lain. Selain itu, sebagian besar asam
amino mengalami degradasi dalam hati dengan cara deaminasi atau pembuangan
gugusan amino (-NH2). Amino yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi
urea, diekskresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh
kerja bakteri pada protein diubah juga menjadi urea dalam hati.
Beberapa fungsi khas hati dalam metabolisme lemak yaitu oksidasi beta
asam lemak dan pembentukan asam asetoasetat yang sangat tinggi, pembentukan
lipoprotein, pembentukan kolesterol dan fosfolipid dalam jumlah yang sangat
besar, perubahan karbohidrat dan protein menjadi lemak dalam jumlah yang
sangat besar.
3. Fungsi pertahanan tubuh
Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi proteksi. Fungsi detoksifikasi
sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi,
reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan, dan
mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Detoksifikasi zat
endogen seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan dalam asam amino oleh
kerja bekteri dalam usus besar dan zat eksogen seperti morfin, fenobarbital dan
12
obat-obat lain. Hati juga menginaktifkan dan mengekskresikan aldosteron,
glikokortikoid, estrogen, progesteron, dan testoteron.
Fungsi proteksi dilakukan oleh sel Kupffer yang terdapat pada dinding
sinusoid hati, sebagai sel endotel yang mempunyai fungsi sebagai system
endothelial, berkemampuan fagositosis yang sangat besar sehingga dapat
membersihkan sampai 99% kuman yang ada dalam vena porta sebelum darah
menyebar melewati seluruh sinusoid. Sel Kupffer juga mengadakan fagositosis
pigmen-pigmen, sisa-sisa jaringan dan lain-lain. Sel Kupffer juga menghasilkan
immunoglobulin yang merupakan alat, berbagai macam antibodi yang timbul pada
berbagai kelainan hati tertentu, anti mitochondrial antibody (AMA), smooth
muscle antibody (SMA), dan anti nuclear antibody (ANA)
4. Fungsi Vaskular Hati
Setiap menit mengalir 1200cc darah portal ke dalam hati melalui sinusoid
hati, seterusnya darah mengalir ke vena sentralis dan dari sini menuju ke vena
hepatika untuk selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Selain itu dari
arteria hepatika mengalir masuk kira-kira 350cc darah. Darah arterial ini akan
masuk ke dalam sinusoid dan bercampur dengan darah portal. Pada orang dewasa
jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500cc/menit. Hati sebagai
ruang penampung dan bekerja sebagai filter, karena letaknya antara usus dan
sirkulasi umum. Pada payah jantung kanan misalnya, hati mengalami bendungan
pasif oleh darah yang banyak jumlahnya. 1
13
Dikutip dari Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta:
EGC, hal 486.
Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan warna kuning
pada jaringan yang dikenal sebagai ikterus. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada
sklera, kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2-3
mg/100 ml. Bilirubin serum normal adalah 0,2-0,9 mg/100 ml. Jaringan
permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya
pertama kali menjadi kuning.1
Metabolisme Bilirubin Normal
Sekitar 85% billirubin terbentuk dari pemecahan sel darah merah tua
dalam system monosit makrofag. Masa hidup rata-rata sel darah merah adalah 120
hari. Setiap hari sekitar 50 ml darah dihancurkan, menghasilkan 200-250 mg
bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15% pigmen empedu total tidak
bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matang
14
dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain,
terutama dari hati.1,4
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globulin
mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme di ubah menjadi biliverdin.
Bilirubin tak terkonyugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Bilirubin tak
terkonyugasi berikatan lemah dengan albumin, diangkut oleh darah ke sel-sel hati.
Metabolisme bilirubin oleh sel hati berlangsung dalam tiga langkah, pengambilan,
konyugasi, dan ekskresi. Pengambilan oleh sel hati memerlukan protein
sitoplasma atau protein penerima, yang diberi simbolsebagai protein Y dan Z.
Konyugasi molekul bilirubin dengan asam glukuronat berlangsung dalam
retikulum endoplasma sel hati.langkah ini bergantung pada adanya glukuronil
transferase, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi. Konyugasi molekul bilirubin
sangat merubah sifat-sifat bilirubin. Bilirubin terkonyugasi tidak larut dalam
lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam kemih. Sebaliknya
bilirubin yang tak terkonyugasi larut dalam lemak, tidak larut air, dan tidak dapat
diekskresi dalam kemih. Transpor bilirubin terkonyugasi melalui membrane
seldan sekresi ke dalam kanalikuli empedu oleh proses aktif merupakan langkah
akhir metabolisme bilirubin dalam hati. Agar dapat diekskresi dalam empedu,
bilirubin harus dikonyugasi. Bilirubin terkonyugasi kemudian diekskresi melalui
saluran empedu ke usus halus. Bilirubin tak terkonyugasi tidak diekskresikan ke
dalam empedu kecuali setelah proses foto-oksidasi. 1,4
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonyugasi menjadi serangkaian
senyawa yang dinamakan sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan
15
feses berwarna coklat. Sekitar 10% sampai 20% urobilinogen mengalami siklus
enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresikan ke dalam kemih. 4
Dikutip dari Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta:
EGC, hal 486.
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung dalam 3 fase: prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan.
Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan
metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor
plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh
gangguan pada salah satu dari lima fase metabolisme bilirubin tersebut.
1. Fase Prahepatik
Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh
hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) .
16
a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau
sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80%
berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan
sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya yang berada terutama
dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin
tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin
dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul
dalam air seni.3
2. Fase Intrahepatik
Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati
yang mengganggu proses pembuangan bilirubin.
a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati
secara rinci dan pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau
protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang
aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati
mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin
diglukuronida/bilirubin konjugasi/bilirubin direk. Bilirubin tidak
terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak laurut dalam air kecuali
bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik
seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin
harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum
17
diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh
konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin
glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik
hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukuronosil transferase
dalam reaksi dua-tahap.3
3. Fase Pascahepatik
Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati
oleh batu empedu atau tumor .3
a. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam
kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat
dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora
bakteri men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja
yang memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak
larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak
terkojugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam
plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses
konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut
dalam empedu cair. 3
1.4.2 Patogenesis
1.4.2.1 Hepatitis A
HAV merupakan enterovirus RNA. Setelah tertelan, virus masuk melalui
orofaring atau usus bagian atas dan mencapai hati. Replikasi terbatas di dalam
18
hati. Virus bersifat sitopatik namun respon imun yang dimediasi oleh pejamu juga
berperan dalam kerusakan hepatoseluler akut. Biopsi hati menunjukkan gambaran
nonspesifik (nekrosis fokal, inflamasi porta, ballooning (pembengkakan), badan
asidofilik) dan tidak dapat membedakan secara akurat antara HAV dengan tipe
hepatitis virus akut lainnya. Hepatitis berat dapat berhubungan dengan nekrosis
masif.2
2.4.2 Hepatitis B
HBV merupakan virus DNA yang memiliki selubung permukaan
(antigen permukaan) dan inti dalam (antigen inti). Pada hepatitis akut, biopsi hati
menunjukkan berbagai derajat kerusakan hepatomegali dan infiltrat inflamasi.
Antigen HBV diekspresikan pada permukaan hepatosit dan terdapat reaktivitas
selular yang dimediasi oleh sel T untuk melawan antigen ini: reaksi ini
diperkirakan menjadi penyebab utama kerusakan hepatosit. Antigen HBV juga
telah diidentifikasi pada lokasi nonhepatik dan dapat mewakili reservoir infeksi
yang dapat menginfeksi kembali hati setelah transplatasi. Pasien dengan
hipogamaglobunemia dapat mengalami hepatitis akut yang menunjukkan bahwa
antibodi tidak berperan penting dalam kerusakan hati. Pada hepatitis kronik dapat
terlihat berbagai derajat aktifitas histologis. Terdapat berbagai sistem untuk
menilai keparahan elemen inflamasi, nekrosis, dan fibrosis (misalnya Metavir,
ishak, dan Knodel), sistem ini dapat memudahkan keputusan mengenai
pengobatan yang objektif. Hepatitis kronik dapat bervariasi mulai dari sangat
ringan dengan nekroinflamasi minimal (inflamasi limfositik zona porta namun
tanpa bukti nekrosis jembatan atau arsitektur yang berubah ) dan tanpa bukti
19
fibrosis (chronic persistent hepatitis, CPH) hingga penyakit sangat aktif dengan
nekroinflamasi yang jelas (hepatitis kronik aktif , (chronic active hepatitis, CAH )
hingga sirosis menyeluruh. Penyakit ringan umumnya nonprogresif di mana
nekroinflamasi aktif dapat berkembang menjadi sirosis atau hepatoma. Hepatitis
kronik berkaitan dengan karier hepatitis B kronik dan integrasi virus ke dalam
kromosom.2
Antigen permukaan HBV ditemukan pada permukaan virus dan pada
partikel sferis serta bentuk tubular yang tidak melekat. Adanya antigen ini
menunjukkan infeksi akut atau karier kronik (didefinisikan sebagai > 6 bulan ).
Antibodi terhadap antigen permukaan akan terjadi setelah infeksi alamiah atau
dapat ditimbulkan oleh imunisasi.2
Antigen inti HBV ditemukan dalam intivirus namun tidak terdektesi
dalam darah. Antibodi inti IgM berguna dalam membedakan antara infeksi HBV
akut dengan hepatitis bentuk lain pada seorang karier HBV (misalnya virus delta)
dan pada sedikit pasien yang menyingkirkan antigen permukaannya dengan sangat
cepat. Antibodi inti IgM tetap positif selama 12 minggu.2
Antigen e HBV: antigen ini merupakan bagian dari antigen inti. Antigen
ini ditemukan pada infeksi akut dan pada beberapa karier kronik. Adanya antigen
ini merupakan penanda aktifitas dan infektivitas virus yang mendasari. Antibodi
terhadap antigen ini menunjukkan derajat infektifitas yang lebih rendah pada
pasien kronik.2
DNA HBV sejalan dengan repikasi virus. DNA ini ditemukan pada
hepatitis akut dan karier dengan penyakit aktif.2
20
Pada sekitar satu persen sampai lima persen penderita hepatitis kronis,
HBsAg menetap selama lebih dari 6 bulan, dan penderita ini disebut “karier”HBV
(Dienstag,1998).4
Penanda yang muncul berikutnya biasanya adalah antibodi terhadap
antigen “inti” (anti-HBc). Antigen “inti” itu sendiri (HBcAg) tidak terdeteksi
secara rutin dalam serum penderita infeksi HBV karena terletak di dalam kulit
luar HBsAg. Antibodi anti-HBc dapat terdeteksi segera setelah timbul gambaran
klinis hepatitis dan menetap untuk seterusnya, antibodi ini merupakan penanda
kekebalan yang paling jelas didapat dari infeksi HBV (bukan dari vaksinasi).
Antibodi anti-HBc selanjutnya dapat dipilah lagi menjadi fragmen IgM dan IgG.
IgM anti-HBc terlihat pada awal infeksi dan bertahan lebih dari 6 bulan. Antibodi
ini merupakan penanda yang dapat dipercaya untuk mendektesi infeksi baru atau
infeksi yang telah lewat. Adanya predominansi antibodi IgG anti-HBc
menunjukkan kesembuhan dari HBV di masa lampau (6 bulan) atau infeksi HBV
kronis.4
Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibodi terhadap antigen
permukaan (anti-HBs). Anti-HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna
untuk memberikan kekebalan jangka panjang. Setelah vaksinasi (yang hanya
memberikan kekebalan terhadap antigen permukaan), kekebalan dinilai dengan
mengukur kadar anti-HBs. Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang
dihasilkan oleh infeksi spontan adalah dengan mengukur kadar anti-HBc.4
Antigen “e,” (HBeAg) merupakan bagian HBV yang larut dan timbul
bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum
HBsAg menghilang. HBeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut dan hal ini
21
menunjukkan adanya replikasi virus dan penderita dalam keadaan sangat menular.
HBeAg yang menetap mungkin menunjukkan infeksi replikatif yang kronis.
Antibodi terhadap HBeAg (anti-HBe) muncul pada hampir semua infeksi HBV
dan berkaitan dengan hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan menurunnya
daya tular.4
1.4.3 Hepatitis C
Temuan biopsi hati pada HCV akut bresifat nonspesifik (kekacauan
lobulus, degenerasi hepatosit, infiltrasi limfositik). Hepatitits yang lebih berat
dapat berkaitan dengan nekrosis masif. Seperti pada kasus HBV, hepatitis kronik
dibagi menjadi dua kelas –CPH dan CAH- berdasarkan derajat nekroinflamasi dan
respon fibrotik.2
1.4.4 Hepatitis D
Karier HDV kronik berkaitan dengan kerusakan hati yang lebih berat
pada biopsi hati daripada HBV; CAH atau sirosis yang berkembang cepat dapat
diobservasi. Virus kemungkinan tidak secara langsung sitopatik, seperti pada
HBV (dan tidak seperti HAV dan HCV).2
Pada konteks ini penularan terutama melalui hubungan seksual.
Sebenarnya terbatas pada IVDU dan pasien yang sering mendapatkan transfusi di
Eropa Barat dan AS, penularan terutama melalui produk darah. Infeksi jarang
terjadi pada kelompok yang memiliki banyak karier HBV. 5
1.5 Manifestasi Klinik
Sebagian besar HVA merupakan infeksi yang asimptomatis, dengan
hanya <5% dari yang terinfeksi yang dapat dikenal secara klinis. Pada anak
22
balita, seringkali HVA ini asimptomatis, subklinis dan anikterik hingga tidak
dikenali, tetapi menjadi sumber penularan untuk orang disekitarnya. Pada yang
simptomatis , angka kejadian yang paling tinggi adalah pada golongan 5-14
tahun.5
Gambaran klinis HVA dapat sangat beragam, berupa yang bentuk
asimptomatis atau simptomatis yang mungkin ikterik atau ankterik dan biasanya
pada anak lebih ringan serta lebih singkat dibandingkan dengan dewasa. Pada
anak yang terinfeksi biasanya asimptomatis sebanyak 60-90% pada anak yang
berusia kurang dari 6 tahun, 50-60% pada usia 6-14 tahun dan 20-30% pada anak
anak berusia 14 tahun. Pada usia dewasa, hanya 3-25% yang simptomatis dan 40-
70% dari yang simptomatis disertai ikterik. Perkiraan kasus anikterik dan ikterik
pada anak adalah 12 : 1. Bentuk yang asimptomatis hanya dapat dikenali dari
peningkatan aminotransferase atau pemeriksaan serologi, tanpa keluhan serta
kelainan fisis lain. 5
Pada yang simptomatis gejala yang muncul adalah lesu,lelah, anoreksia,
nausea, muntah, rasa tidak nyaman di daerah kanan atas abdomen, demm
(biasanya <39oC), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu, nasal discharge,
sakit tenggorokan dan batuk. Pada masa ini urin bewarna gelap, tinja lebih pucat,
dan aminotransferase meningkat. Dalam masa prodromal ini, mungkin hanya
ditemukan hepatomegali ringan yang nyeri tekan pada 70% kasus dan
splenomegali pada 5-20% penderita. Pada fase ikterik, gejala menjadi berkurang,
mungkin terdapat pruritus. Pada penelitian di Departement Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM, dari 92 penderita HVA yang dirawat yang sebagian besar berumur
5-10 tahun, gejala demam (89%) , ikterus (89%) serta urin bewarna gelap (88%)
23
mrupakan gejala utam penderita. Persentase berbagai gejala klinis pada anak
berbeda gejala klinis pada anak berbeda pada orang dewasa. Nausea, muntah dan
diare lebih banyak pada anak, sementara mialgia, atralgia, lelah/lemah dan ikterus
lebih banyak pada dewasa. Aminotransferase (alanin aminotransferase/ALT dan
Aspartat aminotransaminase/ AST) serum meningkat mencapai puncaknya dalam
waktu 1 minggu sesudah gejala klinis timbul, lalu berkurang sebanyak 60-70%
perminggu, dan menjadi normal dalam waktu 1-2 minggu berikutnya.5
Semua macam hepatitis akut mempunyai gejala dan perjalanan penyakit
yang serupa, Yaitu terbagi atas beberapa stadium :
1. Masa tunas
Masa tunas untuk masing-masing penyebab hepatitis virus akut adalah
berbeda. Masa tunas rata-rata untuk hepatitis A adalah 25 hari (antara 15-
45), untuk hepatitis virus B 75 hari (antara 15-150). Sedangkan hepatitis
delta belum diketahui dengan pasti.
Sering saat terserangnya infeksi virus tidak diketahui dengan pasti,
sehingga masa tunas dialami penderita tidak dapat dipastikan dan hanya
perkiraan saja.
2. Fase pre-ikterik
Keluhan yang diajukan oleh penderita pada umumnya tidak khas, yaitu
keluhan yang disebabkan infeksi viru yag berlangsung 2-7 hari. Nafsu
makan menurun, merupakan keluhan yang pertama kali timbul kemudian
disusul dengan nausea (rasa mual) kadang-kadang disertai vomitus
(muntah-muntah). Perut kanan atau daerah ulu hati dirasakan sakit.
Disamping itu penderita mengeluh seluruh badan pegal-pegal, terutama di
24
pinggang, bahu, dan malaise (merasa lemah badan), merasa lekas capai
terutama pada sore hari. Suhu badan menaik sekitar 39oC berlangsung
selam 2-5 hari. Ada kemungkinan penderita mengeluh pusing kepala yang
hebat terutama pada dahi yang kadang-kadang dilakukan pungsi lumbal
dengan hasil adanya limfosit dan protein dalam cairan serebrospinal yang
menaik. Kadang-kadang penderita mengeluh nyeri sendi-sendi, lutut, siku,
pergelangan tangan, kaki, sehingga di duga menderita artritis. Gatal-gatal,
urtikaria makupapuler atau eritematous ditemukan pada lebih kurang 5%
penderita. Keluhan gatal-gatal ini menyolok terutama pada penderita
hepatitis B.
3. Fase ikterik
Setelah suhu badan menurun, dilihatnya warna urin pederita bewarna teh
pekat. Keluhan ini yang pertama kali sering diajukan penderita bewarna
teh pekat. Kadang-kadang diperlihatkan tinjanya bewarna pucat.
Penurunan suhu badan disertai bradikardi. Diiihatnya oleh orang lain mata
penderita tampak kuning. Pada saat ini baru disadari bahwa ia menderita
ikterus dan diperhatikan bahwa kulitnya menjadi kuning. Selama minggu
pertama fase ikterik ini, kuningnya akan terus meningkat, kemudian
menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Selain keluhan tersebut,
penderita masih mengeluh merasa sakit di perut atas, mual, kadang-
kadang disusul dengan muntah-muntah dan nafsu makan menurun.
Keluhan ini dirasakan selama sekitar 7-10 hari, dan kemudian disusul
dengan timbulnya nafsu makan yang disertai berkurangnya tanda-tanda
ikterus.
25
Pada saat timbulnya ikterus kadang-kadang disertai dengan gatal-gatal
(pruritus) diseluruh tubuh, yang dirasakan hanya beberapa hari saja. Rasa
lesu dan lekas capai selama 1-2 minggu. Setelah timbulnya nafsu makan
dan berkurangnya ikterus, penderita mulai merasa segar kembali.
4. Fase penyembuhan
Fase penyembuhan dari hepatitis virus akut dimulai saat menghilangnya
tanda-tanda ikterus, hilangnya rasa mual, dan rasa sakit di ulu hati,
kemudian disusul demam bertambahnya nafsu makan, yaitu rata-rata 14-
16 hari setelah timbulnya masa ikterik. Demikian pula warna urin tampak
menjadi normal. Penderita masih merasa lemah dan letih.
Pada umumnya fase penyembuhan baik secara klinis dan biokimiawi
biasanya memakan waktu sekitar 6 bulan setelah timbulnya penyakit. 2
1.6 Pemeriksaan Fisik
Kelainan jasmani baru terlihat pada saat fase ikterik. Tampak penderita
ikterik baik dikulit maupun lendir. Selaput lendir yang mudah dilihat ialah di
sklera mata, palatum molle, dan di frenulum linguae. Pada umumnya tidak ada
mulut yang berbau atau foetor hepatikum, kecuali penderita dengan hepatitis yang
berat misalnya pada hepatitis fulminan. Tidak ditemukan spider naevi, eritema
palmaris, dan kelainan pada kuku atau liver nail. Hati teraba sedikit membesar
atau sekitar 2-3 cm dibawah arcus costae dan dibawah tulang rawan iga dengan
konsistensi lembek, tepi yang tajam dan sedikit nyeri tekan terdapat lebih kurang
70 persen dari penderita. Ditemukan Fist Percusion positif (dengan memukulkan
kepalan tangan kanan pelan-pelan pada telapak tangan kiri yang diletakkan pada
26
arkus kostarum kanan penderita merasakan nyeri ). Kadang-kadang teraba limpa
yang lembek sekitar lebih kurang 20 persen, atau terisinya ruang Traube lebih
kurang 30 persen dari penderita, tidak ditemukan asites dan tidak banyak
ditemukan kelainan pada kulit penderita, kecuali pada penderita yang mengalami
urtikaria yang umumnya bersifat sementara.1
1.7 Pemeriksaan Laboratorium Rutin
1.7.1 Urine
Kelainan pertama yang terlihat yaitu adanya bilirubin dalam urine,
bahkan terlihat sebelum ikterus timbul. Juga bilirubinuria timbul sebelum
kenaikan bilirubin dalam serum dan kemudian ini menghilang dalam urine,
walaupun bilirubin serum masih positif. Urobilinogen dalam urine dapat timbul
pada akhir fase preikterus. Pada waktu ikterus sedang menaik, terdapat sangat
sedikit bilirubin dalam intestine, sehingga urobilinogen menghilang dalam urin.1
1.7.2 Tinja
Pada waktu permulaan timbulnya ikterus warna tinja sangat pucat.
Analisis tinja menunjukkan steatoroe. Apabila warna tinja kembali normal, berarti
ada proses kearah penyembuhan.1
1.7.3 Darah
Yang penting ialah perlu diamati serum bilirubin, SGOT,SGPT, dan
asam empedu, seminggu sekali selama dirawat di RS. Pada masa preikterik hanya
ditemukan kenaikan dari bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk ), walaupun
bilirubin total masih dalam batas normal.1
27
Pada minggu pertama dari fase ikterik, terdapat kenaikan kadar serum
bilirubin total (baik yang terkonjugasi maupun yang tidak terkonjugasi). Kenaikan
kadar bilirubin bervariasi antara 6-12 mg persen, tergantung dari berat ringannya
penyakit. Bila diikuti setiap hari terus menerus, maka kadar bilirubin total terus
meningkat selama 7-10 hari. Umumnya kadar bilirubin mulai menurun setelah
minggu kedua dari fase ikterik, dan mencapai batas normal pada masa
penyembuhan.1
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1.8.1 Pemeriksaan transaminase serum (SGOT/SGPT)
Pemeriksaan ini merupakan parameter laboratorium yang bernilai tinggi
untuk diagnosis hepatitis virus akut dan untuk pemantauan perjalanan
penyakitnya. Pada fase prodromal serum transaminase sudah meningkat 8-10 hari
sebelum timbul ikterus dan mencapai puncaknya pada hari ke 10. Pada hepatitis
akut, aktivitas serum transaminase menunjukkan nilai yang khas tinggi, dapat
bervariasi antara 500-300 IU/L, pada hepatitis virus, biasanya SGPT lebih tinggi
dari SGOT. 9
Alkali fosfatase hanya sedikit meningkat, biasanya tidak melebihi 2 kali
harga normal, demikian juga gamma glutamil transpeptidase (GGT) yang relatif
lebih sensitif daripada fosfatase alkali dapat meningkat sampai 5-10 kali harga
normal. GGT dan fosfatase alkali merupakan enzim-enzim yang diproduksi oleh
hepatosit-hepatosit yang memagari saluran-saluran empedu kecil intra hepatik,
pada obstruksi saluran empedu, kedua enzim tersebut akan meningkat tinggi. 9
28
1.8.2 Petanda serologik infeksi HAV
Tabel.1.2 Marker HAV.
Pertanda Makna
IgM anti-HAV+
IgG anti-HAV+
Hepatitis A akut
Kebal terhadap infeksi HAV
a. IGM anti-HAV antibodi IgM terhadap Hepatitis A
Sewaktu timbul ikterik, antibodi terhadap HAV(anti-HAV) telah dapat
diukur di dalam serum. Awalnya kadar antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam,
sehingga memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya suatu infeksi
HAV. Setelah masa akut, antibodi IgG anti HAV menjadi dominan dan bertahan
seterusnya sehingga keaadaan ini menunjukkan bahwa penderita pernah
mengalami infeksi HAV di masa lampau dan memiliki imunitas. Keadaan karier
tidak pernah ditemukan. Antibodi total IgM +IgG terhadap HAV Ag merupakan
petunjuk Hepatitis A yang sedang berlangsung. Imunoglobulin yang terbentuk
pada fase akut yaitu pada masa antara mulai timbulnya gejala dan puncak ikterus
adalah IgM anti-HVA yang merupakan standar akurat untuk diagnosis karena
mempunyai nilai spesifitas yang tinggi dan secara teknis mudah di identifikasi.
IgM anti VHA menetap sampai 3-6 bulan sesudah timbulnya gejala, dan tidak
dapat dideteksi lagi pada 50% penderita sesudah timbulnya gejala, dan tidak dapat
dideteksi lagi pada 50% penderita sesudah 4-5 bulan dan pada 75% penderita
sesudah 6 bulan. Pada fase penyembuhan terbentuk IgG anti-VHA yang dapat
menetap sampai bertahun-tahun, dan merupakan petanda imunitas serta resisten
terhadap reinfeksi dan memberikan perlindungan seumur hidup. 9
29
b. IgG anti HAV
Menunjukkan penderita pernah kena infeksi dari HVA, dan sudah
sembuh dari penyakit tersebut serta memiliki kekebalan tubuh. 9
1.8.3 Petanda serologik infeksi HBV
Deteksi infeksi HBV pada pasien ditegakkan dengan :
1. Menemukan virus dalam darah dengan mikroskop elektron
2. Menemukan pertanda serologi infeksi HBV
3. Menemukan HBV DNA dengan hibridisasi atau PCR (polymerase
chain reaction)
4. Menemukan pertanda infeksi HBV pada jaringan biopsi hati.2
a. HbsAg
Muncul dalam darah 6 minggu setelah infeksi dan akan menghilang
setelah 3 bulan, jika HbsAg menetap selama 6 bulan setelah infeksi, ini berarti
telah berlangsung suatu status pengidap HbsAg (carrier state). HBSAg
merupakan manifestasi serologik yang pertama infeksi HBV dan sudah dapat
ditemukan pada masa inkubasi dan mencapai titer maksimal pada saat atau
beberapa waktu setelah aktivasi enzim transaminase darah meningkat atau pada
saat timbulnya gejala klinik. 9
Tabel. 1.3 Marker HBV3
Pertanda Makna
HBsAg +
Anti-HBsAg +
IgM anti-HBc +
IgG anti-HBc +
Hepatitis B akut / kronik / karier.
Kebal terhadap infeksi oleh HBV
Titer tinggi : hepatitis B akut
Titer rendah : hepatitis B kronik
HBsAg - : paparan sebelumnya
30
HBeAg +
Anti-HBe +
HBsAg + : hepatitis B kronik
Hepatitis B akut / persisten (cis :
continued infectious state)
Konvalesens / cis
HbsAg disintesis dalam sitoplasma sel hati dalam jumlah besar, jauh
melebihi partikel core yang diproduksi dalam nukleus keduanya berlangsung di
sitoplasma membentuk partikel Dane, kemudian dilepas masuk peredaran darah,
dengan jumlah partikel HbsAg (yang bebas) berlebihan. HbsAg dalam darah
berbentuk bulat dan tubulus, tidak mengandung asam nuleat seperti partikel core,
sehingga tidak infeksius antara lain tetap memiliki daya imunogenik . Sifat-sifat
inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran dari produksi vaksin tehadap
infeksi HBV. Tes untuk deteksi HbsAg (generasi ke 3) : radioimunassay (RIA):
ketelitian tertinggi , enzyme linked imunosorbent Assay (ELISA) dan reserved
passive hemaglutination (RPHA). 9
Tes RIA yang diangap paling sensitif dan spesifik dan dapat
mengidentifikasi dengan tetap 99,2% dari sera yang HbsAg positif dan 98,9% dari
sera yang HbsAg negatif: menyusul test ELISA yang dapat mengidentifikasi
96,4% dari sera yang HbsAg positif, tes RPHA padat mengidentifikasi 81,8%
walaupun metode RPHA relatif kurang sensitif dibandingkan tes RIA dan tes
ELISA, namun biaya pemeriksaan lebih murah dan dapat dilakukan dengan
peralatan yang umumnya sudah dimiliki oleh sebagian besar kota kabupaten. 9
Bila didapatkan HbsAg dalam darah seorang individu, menunjukkan
bahwa ia kemungkinan besar mengidap HBV sehingga berpotens imenularkan ke
individu lainnya. Ditemukannya HbsAG pada seorang individu, merupakan
petunjuk sebagai pengidap HbsAG yang berada dalam suatu tahap infeksi HBV.
31
1. Tahap presimptomatik dini dari hepatitis akut
2. Tahap akut hepatitis B
3. Tahap konvalensi setelah infeksi akut
4. Pengidap HbsAg Asimptomatik yang sudah berlangsung lama
b. Anti- HBS
Antibodi HBs merupakan antibodi spesifik untuk HbsAg, umumnya
adalah suatu antibodi jenis IgG yang timbul pada tahap konvalensi infeksi HBV,
atau timbul setelah kontak dengan HbsAg dalam bentuk vaksin. Dalam perjalanan
hepatitis akut, anti-HBs umumnya baru muncul beberapa minggu setelah HbsAG
menjadi negatif, kadang baru setelah beberapa bulan (periode antara HbsAg dan
saat munculnya anti-HBs dikenal sebagai “window period”). Apabila sampai 1
tahun sesudah penyembuhan infeksi HBV, anti HBS belum juga timbul, maka
mungkin sekali anti-HBs tersebut tidak akan muncul untuk selanjutnya. 9
Anti-HBs (dengan titer yang adekuat) dianggap sebagai petanda
serologik yang spesifik untuk kekebalan (imunitas) terhadap infeksi HBV. Anti-
HBs yang terbentuk setelah infeksi HBV, hampir selalu didapatkan bersama
dalam darah dengan anti-HBc (IgG), sedangkan yang timbul setelah vaksinasi
terhadap hepatitis B, tidak disertai anti-HBc. 9
Anti-HBs /anti-HBc umumnya bertahan selama bertahun-tahun dalam
tubuh, bahkan seumur hidup, hanya saja dalam jangka waktu lama, titer anti-HBs
atau anti HBc, dapat perlahan menurun sampai tak terdeteksi lagi, sehingga
terdeteksi hanya salah satu saja . Tes ini sekarang hanya dipakai untuk deteksi
anti-HBs, adalah RIA, ELISA dan PHA (passivehemagglutination). Dengan
metode RIA, ada kemungkinan mendapatkan anti HBs yang positif palsu jika
32
didapatkan titernya kurang dari 10 IU/L (untuk kekebalan juga dibutuhkan titer
anti-HBs diatas 10 IU/L). Dengan alasan yang sama bagi pengunaan tes RPHA
untuk pemeriksaan HbsAg seperti tersebut diatas, maka untuk deteksi anti HB-s
digunakan tes PHA.9
Kadang-kadang seseorang tak sengaja terdeteksi anti-HBs, padahal
belum pernah di vaksinasi terhadap hepatitis B dan merasa belum pernah
menderita hepatitis : yang berarti individu tersebut pernah menderita mengalami
infeksi dengan HBV “yang klinis tak kentara” (inapparent). Seorang individu
dengan anti HBs sero positif sudah sembuh dari infeksi HBV yang baru
dideritanya, dan tidak lagi infeksius, tidak akan menularkan hepatitis B, misalnya
para donor darah yang anti-HBs positif. Anti-HBs saja, seperti telah diketahui
sudah cukup untuk mencegah infeksi HBV. 9
c. HbcAg (Hepatitis B core antigen) dan anti-HBc
Dalam keadaan biasa tidak terdeteksi dalam darah, karena merupakan
protein yang tidak larut. HbcAg hanya dapat dideteksi dalam jaringan hati (inti sel
hati) dengan cara imunofluoresensi atau dengan pengecatan khusus imunokimia
(imunoperoxidase staining) atau dengan mikroskop elektron dapat terlihat sebagai
partikel berukuran 27 nm didalam nukleus hepatosit. 9
Anti-HBc dapat dideteksi pada semua kasus hepatitis B akut, demikian
juga pada semua kasus hepatitis B kronik. Pada infeksi akut, anti HBc terutama
terdiri dari subclass IgM (IgM anti-HBc) dengan titer tinggi, timbulnya setelah
HbsAg seropositif, sebelum timbul gejala. Pada tahap penyembuhan IgM anti-
HBc menurun sedangkan IgG anti-HBc meningkat. Dalam waktu 3-12 bulan IgM
anti-HBc tidak terdeteksi lagi dan IgG anti-HBs (petanda kesembuhan dan
33
imunitas) selanjutnya menetap dalam waktu lama. Dengan demikian anti-HBc
merupakan petanda serologik yang sensitif untuk deteksi pra individu yang pernah
terjangkit infeksi HBV pada masa lampau (baik yang klinis nyata maupun yang
asimptomatis).9
Tes untuk deteksi IgM anti-HBc dapat digunakan untuk :
1. Diagnosis Hepatitis B akut
2. Diagnosis banding hepatitis B akut vs hepatitis B kronik
3. Diagnosis Hepatitis Non A,Non B akut pada seseorang dengan hepatitis B
kronik
4. Menentukan prognosis pada penderita dengan hepatitis B kronik
Pemeriksaan anti- HBc merupakan satu-satunya petanda serologik yang
dapat menyatakan seorang individu apakah ia pengidap HBV dengan
kemungkinan-kemungkinan :
1. Pengidap HBV asimptomatik sehat
2. Hepatitis B akut
3. Heptitis B kronik dan
4. Hepatitis pada masa lampau yag sudah lama sembuh
d. HbeAg (hepatitis B e antigen) dan anti-Hbe
HbeAg merupakan antigen virus ke 3 yang berkaitan dengan HBV dan
merupakan produk degradasi HbcAg, HbeAg adalah suatu protein antigen yang
dapat larut sehingga didapatkan bebas dalam sirkulasi sistemik. HbeAg dapat
dideteksi hanya dalam darah dengan HbsAg positif. Oleh karena merupakan
komponen HbcAg/partikel core (nukleocapsid) dan partikel dane, maka HbeAg
positif merupakan petanda bahwa dalam sirkulasi darah terdapat juga partikel
34
dane (HBV) dalam jumlah besar, HbsAg titer tinggi dan HBV DNA polimerase
positif dan HbcAg positif dalam nukleus sel hati. HbeAg yang positif berarti
berlangsungnya replikasi HBV yang aktif dan daya penularan yang tnggi/sangat
infeksius dalam penularan vertikal maupun horizontal. 9
Pada hepatitis B akut, HbeAg merupakan petanda serologik yang sudah
tampak pada fase ini, kira-kira 1 minggu setelah HbsAg positif. Munculnya
bersama dengan HBV DNA dan DNA polymerase (dalam masa inkubasi). HbeAg
biasanya menghilang lebih cepat dari HbsAg, yaitu pada saat atau secepatnya
setelah aktivitas serum transaminase mencapai puncak. Kedaan ini segera diikuti
timbulnya anti-Hbe, yang berarti penyakit mulai reda dan penderita akan cepat
sembuh dan tidak akan menjadi pengidap HBV menahun. Tetapi jika HbeAG
pada hepatitis B akut menetap lebih dari 10 minggu, hal ini merupakan petunjuk
bahwa penyakit akan berkembang menjadi kronik dan akan terjadi pengidap.9
1.8.4Biopsi hati
Scheuer membagi hepatitis virus akut menjadi 4 bentuk berdasarkan bentuk
hasil biopsi, yaitu :
1. Hepatitis virus klasik
Tampak degenerasi hepatosit, regenerasi hepatosit, kolestasis, sebukan sel
radang, dan hyperplasia atau hipertrofi sel kupfer. Tampak kondensassi
kerangka retikulin, namun hal ini tidak merubah susunan asinar atau
pembuluh darah. Daerah portal meradang, tubulus dapat rusak. Lesi terlihat
difus diseluruh asinus atau jaringan hati. Perlemakan biasanya tidak ada
kecuali hepatitis NANB.
2. Hepatitis virus akut dengan nekrosis jembatan
35
Gambarannya sama dengan hepatitis virus klasik, namun terdapat nekrosis
yang luas mengenai Rappaport zone 3, menghubungkan daerah v. sentralis
dan daerah portal.
3. Hepatitis virus akut dengan nekrosis pan asinar
Seluruh hepatosit pada asinus rusak. Bila mengenai beberapa asinus disebut
multiasinar. Bila mengenai beberapa jaringan hati, disebut nekrosis hati
massif. Gambaran mikroskopik menunjukkan nekrosis hepatosit luas,
proliferasi duktus empedu, infiltrasi sel radang dan kolaps.
4. Hepatitis virus akut dengan nekrosis periportal
Tampak nekrosis periportal dengan infiltrasi sel radang didaerah portal dan
periportal. Infiltrasi terutama terdiri atas limfosit dan sel plasma.
Tujuh puluh persen orang yang anti HCV positif memiliki bukti hepatits
kronik pada biopsi namun beberapa memiliki tanda atau gejala lain penyakit
hati. Hanya 25 persen mengalami ikterus, banyak infeksi bersifat
asimptomatik.2
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Penatalaksanaan Hepatitis Virus A
1.9.1.1 Tata laksana kuratif
Tidak ada medikamentosa khusus berupa antivirus untuk penderita HVA
ini. Terapi hanya simptomatis dan suportif, termasuk memantau perjalanan
penyakit untuk mengantisipasi timbulnya komplikasi. Tirah baring dianjurkan
untuk penderita dalam stadium akut dan yang berat dengan peningkatan kadar
bilirubin serta pemanjangan masa protrombin lebih dari 3 detik. Pembatasan
aktivitas fisik yang kompetitif bila kadar aminotransferase serum lebih dari 3 kali
36
batas atas nilai normal. Rawat inap dianjurkan bila penderita mengalami anoreksia
dan muntah hebat, dehidrasi, gangguan tingkah laku atau penurunan kesadaran
akibat ensefalopati hepatik (hepatitis fulminan), atau pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan nilai bilirubin > 15-20 mg/dL, nilai aminotransferase
>10X batas atas nilai normal, pemanjangan masa protrombin dan menetapnya
hiperbilirubin selama 2-3 minggu. Upaya suportif lainya adalah diet rendah lemak
dan pemberian lemak nabati bila pasien merasa mual, dan bila perlu dapat
diberikan metoklopramid atau fenotiazin dosis rendah sebagai antiemetik selama
fase akut, dan semua obat yang bersifat hepatotoksik terutama golongan narkotik,
analgesik dan tranquilizers harus dihindari.8
1.9.1.2 Tata laksana preventif
a. Upaya preventif umum.
Mencakup upaya perbaikan sanitasi dan higiene yang tampak sederhana
tetapi sangat efektif dalam memotong rantai penularan. Perbaikan higiene
makanan dan minuman dilakukan dengan memasak air dan makanan hingga
mendidih, karena sifat VHA yang tahan panas tetapi menjadi inaktif pada suhu
≥ 850C, serta mengupas kulit buah dan mencuci makanan yang tidak dimasak.
Harus dihindari pula kontaminasi oleh serangga. Juga disarankan untuk mencuci
alat makan yang dipakai oleh pasien dengan air panas atau sodium hiplokorit
1:100 atau formalin atau klorin 1 mg/L selama 30 menit. Perbaikan higiene serta
sanitasi lingkungan dan pribadi termasuk perbaikan lingkungan perumahan,
sistem limbah tinja, kualitas air minum dan aspek higiene lingkungan lainya
secara keseluruhan. Demikian juga dengan mencuci tangan (sesudah defekasi,
sebelum makan atau menyiapkan makanan, sesudah mengganti popok/celana ),
37
harus dilakukan dengan cermat. Isolasi anak untuk mencegah transmisi kontak
erat antar individu dilakukan dengan melarang anak datang ke sekolah atau tempat
penitipan anak sampai dengan dua minggu sesudah timbul gejala. Upaya ini
umumnya tidak banyak menolong, karena saat diagnosis ditegakkan, penularan
penyakit mungkin sudah terjadi.8
b.Upaya preventif khusus
Imunisasi pasif menggunakan Normal Human Immune Globulin (NHIG)
bertujuan untuk memberikan antibodik spesifik, yang dapat diberikan pra maupun
pasca paparan, agar tidak timbul penyakit secara klinis maupun subklinis. Kadar
tertinggi antibodi akan tercapai dalam 48-47 jam setelah pemberian intramuskuler.
Waktu paruhnya biasanya 3-4 minggu. Pemberian pra-paparan terutama ditujukan
bagi populasi yang tidak memiliki anti VHA (biasanya penduduk di daerah
dengan prevalens rendah/ sangat rendah yang akan bepergian ke daerah endemis).
Untuk yang berumur ≥ 1 tahun, pemberian vaksin lebih dianjurkan, tetapi NHIG
merupakan alternatif lain yang masih dapat diterima. Faktor yang menjadi
pertimbangan dalam memilih imunisasi aktif atau pasif antara lain jangka waktu
sebelum berangkat, lama tinggal, kemungkinan terulangnya paparan untuk waktu
selanjutnya, dan biaya serta ketersediaan NHIG/ vaksin HVA. Immunoglobulin
bersifat protektif menangkal HVA segera sesudah diberikan, sementara vaksin
HVA memerlukan waktu 2-4 minggu. Oleh karena itu pemberian NHIG dapat
bersamaan dengan vaksinasi HVA dosis pertama untuk mendapatkan
kesinambungan proteksi.8
Pemberian pasca paparan ditujukan untuk individu yang kontak erat
dengan penderita HVA, (serumah, kontak seksual, termasuk anak-anak dan staf di
38
tempat penitipan anak) atau pada waktu epidemi. Pemberian NHIG pasca paparan
ini 85% efektif untuk mencegah HVA yang simptomatis atau meringankan gejala
penyakit bila diberikan dalam 2 minggu sesudah terpapar. Mekanisme kerjanya
tidak jelas tetapi diperkirakan dapat mencegah viremia sekunder. Pemberian
sesudah 2 minggu kurang efektif karena sudah terjadi viremia. Pemberian NHIG
rutin tidak perlu untuk kontak di sekolah atau tempat bekerja. Mekanisme kerja
NHIG pra-paparan adalah dengan mencegah perlekatan virus pada hepatosit,
menyebabkan agregasi dan mengurangi infektivitas VHA, atau mencegah
pelepasan selubung virus yang merupakan tahap awal invasi dan replikasi virus.8
Rekomendasi dosis NHIG pra-paparan dan pasca paparan dapat dilihat di tabel 1.4
dan tabel 1.5
Tabel 1. 4 Rekomendasi NHIG Pra-Paparan HVA
Umur
(tahun)
Jangka Paparan
(bulan)
Rekomendasi profilaksis
< 1 <3
3-5
Jangka Panjang
NHIG 0,02 ml/Kg
NHIG 0,06 ml/Kg
NHIG 0,06 ml/Kg, lalu setiap 5 bulan
selama masih terpapar
> 1 <3″
3-5″
Jangka Panjang
Vaksin Hep.A atau NHIG 0,02 ml/Kg
Vaksin Hep.A atau NHIG 0,06 ml/Kg
Vaksin Hep.A
Keterangan :″ Vaksinasi lebih dianjurkan, NHIG/ kombinasi dengan vaksin
merupakan pilihan.
39
Tabel 1.5. Rekomendasi NHIG Pasca-Paparan HVA
Waktu sejak
terpapar
(minggu)
Terpapar lagiUmur
(tahun)
Rekomendasi
profilaksis
≤ 2
Tidak
Ya
Semua umur
≥ 1
NHIG 0,02 ml/Kg
NHIG 0,02 ml/Kg dan
vaksin hep. A
> 2Tidak
Ya
Semua umur
≥ 1
Profilaksis (-)
Vaksin Hep.A
Imunisasi aktif selain memberi perlindungan terhadap infeksi VHA serta
komplikasinya, juga berdampak positif terhadap lingkungan karena memutuskan
rantai penyebaran infeksi, mencegah terjadinya epidemi, dan mengontrol penyakit
di daerah dengan epidemi berulang. Beberapa jenis vaksin hepatitis A yang
tersedia di Indonesia (Havrix 720 EL U dari Glaxo-Smith Kline Beecham,
Avaxim 160 AU dari Aventis Pasteur Meurieux) berisi virus inaktivasi.
Imunogenitasnya sangat tinggi sesudah pemberian 2 dosis dengan jarak yang
dianjurkan. Titer protektif antibodi telah terbentuk pada 95-100% individu
sesudah pemberian dosis pertama. Titer antibodi yang terbentuk sesudah
imunisasi ini, 10-100x lebih rendah dari titer antibodi yang terbentuk sesudah
infeksi. Lamanya imunitas yang ditimbulkan secara kinetik diperkirakan dapat
bertahan setidaknya selama 15-20 tahun.8
Efektivitas proteksinya dalam mencegah hepatitis yang simptomatis
dapat mecapai 94-100%, dan pada waktu outbreak dapat mengurangi kasus yang
simptomatis. Jadwal dan dosis vaksin HVA tersebut dapat dilihat pada tabel 2.6
Vaksin tersebut dapat saling dipertukarkan dalam pemakaiannya dengan
40
imunogenitas yang tetap tinggi. Kebijakan awal (1996) Advisory Committee on
Immunization Practise (ACIP) yang hanya memberikan vaksinasi pada mereka
yang berkunjung dari daerah non-endemis ke daerah endemis, dan populasi yang
berisiko untuk tertular VHA ini tidak menurunkan angka kejadian keseluruhan
HVA. Oleh karena itu pada tahun 1998, rekomendasi tersebut diubah menjadi
pemberian vaksinasi HVA rutin didaerah endemis (prevalens HVA tinggi),
dengan sasaran utamanya semua anak yang berusia ≥ 2 tahun yang kemudian
diubah menjadi ≥ 1 tahun, karena mereka merupakan sumber penularan dan
antibodi pasif dari ibu umumnya sudah menghilang. Sasaran populasi lainnya
dianjurkan untuk divaksinasi HVA adalah penderita penyakit hati kronik karena
risiko terjadinya hepatitis fulminan tinggi bila kelompok populasi ini terinfeksi
VHA. Implementasi rekomendasi terakhir vaksinasi sesuai dengan yang
dianjurkan ACIP ini dapat menurunkan kejadian HVA. Di Amerika Serikat kasus
yang dilaporkan menurun drastis dari 26.000 kasus/tahun sebelum era vaksinasi,
menjadi 5683 kasus pada tahun 2004 dan distribusi umur bergeser ke umur yang
lebih tua.8
Pemeriksaan serologi pra-vaksinasi tidak dianjurkan untuk anak tetapi
pada dewasa dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa prevalens imunitas
pada umur tersebut masih rendah dan biaya vaksin yang lebih mahal jika
dibandingkan dengan biaya pemeriksaan serologis.8
Kejadian ikutan pasca-vaksinasi, ringan termasuk sakit ditempat
disuntikkan dan mungkin terjadi indurasi (jarang). Lebih banyak terjadi pada
dewasa dan berkurang pada pemberian dosis kedua.8
Tabel 1.6. Rekomendasi Dosis dan Jadwal Vaksinasi HVA
41
Umur
(tahun)Vaksin
Dosis
AntigenVol/dosis(mL)
Jumlah
dosisJadwal
1-18 Havrix 720 ELU 0,5 2 0,6-12
bulan
2-15 Avaxim 80 AU 0,5 2 0,6 bulan
≥ 16 Avaxim 160 AU 0,5 2 0,6 bulan
1.9.2 Penatalaksanaan Hepatitis Virus B akut dan kronis
1.9.2.1. Kuratif
Seperti halnya HVA, tatalaksana HVB akut tidak membutuhkan terapi
anti viral dan prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup
pada periode simptomatis. Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid
tidak efektif. Lamivudin 100mg/hari dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis
fulminan akibat eksaserbasi akut HVB.8
Pada HVB kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi
dengan menjadi normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus
dengan terjadinya serokonversi HbeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya
HBV-DNA lagi. Bila respons terapi komplit, akan terjadi pula serokonversi
HbsAg menjadi antiHBs, sehingga sirosis serta karsinoma hepatoseluler dapat
dicegah.8
Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study of
the Liver), anak dengan HVB dipertimbangkan untuk mendapat terapi antiviral
bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6 bulan,
terdapat replikasi aktif (HbeAg dan/atau HBV-DNA positif). Sebaiknya biopsi
hati dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan
hati. Interferon dan Lamivudin telah disetujui untuk digunakan pada terapi
42
hepatitis B kronis. Bila hanya memakai interferon (dosis 5-10 MU/m², subkutan
3x/minggu) dianjurkan diberikan selama 4-6 bulan, sedangkan bila hanya
digunakan lamivudin tersendiri diberikan paling sedikit selama 1 tahun atau
paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi HbeAg menjadi Anti-Hbe.8
Faktor yang berpengaruh pada respons pengobatan adalah faktor genetik,
adanya strain mutan, transmisi vertikal, lamanya infeksi dan nilai transaminase
basal.8 Faktor lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.7
1.9.2.2. Preventif
Tujuan utama program preventif HVB adalah menurunkan angka
kronisitas dan mencegah infeksi akut HVB.8 Karena langkanya upaya pengobatan
maka pencegahan menjadi hal yang sangat penting.7
Yang perlu dilakukan dalam hal pencegahan adalah :
1. Mencegah masuknya virus hepatitis B kedalam tubuh dengan cara:
a. Mempergunakan alat yang biasa digunakan dalam tindakan medik
misalnya menyuntik, menindak, mengambil darah, menyunat dan
sebagainya agar menggunakan alat yang sekali pakai (dipakai hanya satu
kali kemudian dibuang). Bila tidak ada alat ini harus disterilkan kembali
setelah dipakai.
b. Mengobati penyakit yang merusak kulit/selaput lendir, seperti sariawan,
luka diputing susu dan luka pada kulit lainnya.
c. Menjaga kesehatan anak dengan gizi yang baik.
Tabel 1.7. Faktor Penentu Respons Terapi Interferon Pada HVB kronis
43
- Level HBV-DNA rendah
- Nilai alanin aminotransferase basal tinggi
- Lamanya infeksi singkat
- Didapat pada dewasa
- Imunokompeten
- Tipe Wild (HbeAg positif)
- Penyakit hati kompensasi
2. Pemberian vaksin
Pemberian vaksinasi secara universal, pada semua bayi, pertama kali
sebelum 12 jam, kedua pada usia 1-2 bulan, dan dosis ketiga pada usia 6 bulan
tanpa memandang status serologis ibunya. Dosis ketiga sebaiknya diberikan
dengan jarak ≥8 minggu dari dosis kedua dan tidak boleh diberikan sebelum 24
minggu (tabel 2.8). Bila diketahui bahwa bayi tersebut lahir dari ibu dengan
HbsAg positif, maka selain vaksin juga diberikan imunoglobulin hepatitis B pada
12 jam pertama. Bila bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan
kurang dari 2000 gr, dan bila ibu diketahui HbsAg negatif, vaksinasi dapat
ditunda sampai bayi berusia 2 bulan atau berat badan 2000 gr, selanjutnya 1 bulan
kemudian dan 6 bulan dari pemberian pertama. Bila bayi tersebut lahir dari ibu
dengan HbsAg positif, selain diberikan imunoglobulin hepatitis B, bayi diberi
pula vaksin dosis pertama pada usia kurang dari 12 jam (dianggap dosis 0)
selanjutnya diberikan pada bayi berusia 2 bulan atau berat mencapai 2000 gr
(dianggap dosis pertama), dilanjutkan 1 bulan kemudian dan 6 bulan setelah dosis
pertama. Pasien dari ibu karier hepatitis B dianjurkan untuk memeriksa HbsAg
dan Anti HBs 3 bulan setelah pemberian vaksin ketiga saat pengaruh
imunoglobulin sudah tidak ada, untuk mengetahui transmisi VHB yang mungkin
44
masih terjadi dan timbulnya antibodi setelah pemberian vaksinasi. Bila HbsAg
negatif dan Anti-HBs positif >10 mIU/mL, lakukan pemeriksaan yang sama pada
usia 3 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun. Bila HbsAg negatif dan AntiHBs >10
mIU/mL maka imunisasi diulang sebanyak 3 kali dengan jarak 2 bulan dan dicek
kembali.8
Pemeriksaan HbsAg dan Anti HBs pada bayi dari ibu HbsAg (-) tidak
perlu dilakukan.8 Rekomendasi tatalaksana untuk individu yang terpapar perkutan
dari sumber yang mungkin terinfeksi HVB dapat pula dilihat pada Tabel 2.9.
Keberhasilan program vaksinasi masal ini dapat menurunkan angka
karier HVB di Taiwan, dengan penurunan yang drastis dari 18% sebelum
vaksinasi menjadi < 1% sesudah era vaksinasi.8
Upaya pencegahan umum terhadap HVB yang seyogianya dilakukan pula
adalah melakukan uji tapis donor darah terhadap VHB, sterilisasi alat operasi, alat
suntik, peralatan gigi, penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis, dan
mencegah kemungkinan terjadinya mikrolensi yang dapat menjadi tempat
masuknya virus, seperti pemakaian sikat,sisir, alat pencukur rambut pribadi.
Untuk mencegah transmisi vertikal, semua ibu hamil terutama yang berisiko
terinfeksi HVB sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa (uji tapis) terhadap VHB.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada awal dan trimester ketiga kehamilan.
Pada Tabel 2.10 dapat dilihat rekomendasi umur dan jarak pemberian vaksin
Hepatitis A dan Hepatitis B.8
Tabel 1.8. Skema Imunoprofilaksis Hepatitis B Berdasarkan Berat Lahir
Bayi
45
Status serologis
ibuBayi ≥ 2000 gr Bayi < 2000 gr
HbsAg Umur ≤ 12 jam:
HBIg + vaksin I
Bulan 1-2, 6
Umur ≤ 12 jam:
HBIg + vaksin I
Bulan 2, 3, 8
Tidak diketahui Umur ≤ 12 jam:
Vaksin I
Ibu diperiksa bila HbsAg (+):
HBIg (dalam 1 minggu)
Bulan 1-2, 6
Umur ≤ 12 jam:
Vaksin I
Ibudiperiksa
bila HbsAg(+)
Bulan 2, 3, 8
HbsAg (-) Umur ≤ 12 jam/keluar RS:
Vaksin I
Bulan (1-2), (6-18)
Bulan 2, 3, 8
Tabel 1.9. Rekomendasi Profilaksis HVB Sesudah Terpapar Perkutan
Yang terpapar
Sumber
HbsAg(+)HbsAg(-)
HbsAg(?)
Imunisasi (-) HbsIg 1x* dan seri
imunisasi
Seri
imunisasi
Seri imunisasi
Imunisasi (+)
- Respon (+)
- Respon (-)
Terapi(-)
HBIg 1x dan
reimunisasi atau HBIg
Terapi(-)
Terapi(-)
Terapi (-)
Bila resiko tinggi
seperti HbsAg(+)
46
2X*
Respon
(?)periksa
- respon (+)
- respon (-)
Terapi(-)
HBIg 1x dan
imunisasi
booster/reimunisasi
Terapi(-)
Terapi(-)
Terapi (-)
Booster/reimunisasi
* Dosis HBIg 0,06 mL/Kg, IM/kali
1.9.3. Penatalaksanaan Hepatitis Virus C
1.9.3.1. Kuratif
Sejauh ini belum terdapat patokan yang jelas dalam terapi antiviral VHC
pada anak. Interferon α-26 dan Ribavirin telah disepakati oleh Food and Drug
Administration untuk digunakan pada penderita VHC yang berusia 3-17 tahun.
Kombinasi interferon (3 MIU/m², sub kutan 3 kali seminggu) dan ribavirin
(15mg/kgBB, oral dalam 2 dosis) terbukti aman dan efektif, serta mendapatkan
respons virologis sebesar 46%. Keberhasilan terapi tergantung dari genotip virus
(genotip 1 sekitar 36%, genotipe 2 dan 3 sekitar 84%), rendahnya kadar HCV-
RNA sebelum terapi, dan tidak adanya sirosis. Penelitian menggunakan pegilated
interferon dan ribavirin pada 41 anak menghasilkan HCV-RNA pada rerata 61%
kasus pada akhir pengobatan (genotip 2 dan 3 sebanyak 100%, genotip 1
sebanyak 53%). Reaksi samping yang paling banyak terjadi adalah flu like-illness
(82%) dan leukopenia (75%).8
Tabel 1.10. Rekomendasi Umur dan Jarak Pemberian Vaksin Hepatitis A
dan Hepatitis B
Jenis vaksin Umur dosis Umur Interval Interval minimum
47
I minimum dosis
Hepatitis B 1 Lahir Lahir 1-4 bulan 4 minggu
Hepatitis B 2 1-4 bulan 4 minggu 2-17 bulan 8 minggu (dan 16
minggu sesudah
dosis I)
Hepatitis B 3 6-18 bulan 24 minggu - -
Hepatitis A 1 12-23 bulan 12 bulan 6-18 bulan 6 bulan
Hepatitis A 2 18-41 bulan 18 bulan - -
1.9.3.2. Preventif
Uji tapis diperlukan untuk anak dengan risiko terinfkesi VHC seperti anak
yang mendapat transfusi darah, atau mendapat transplantasi organ. Bayi yang lahir
dari ibu dengan HVC dan remaja yang menggunakan narkoba suntik memerlukan
uji tapis. Bayi adopsi belum direkomendasikan untuk menjalani uji tapis kecuali
bila ibu kandungnya diketahui menggunakan jarum suntik.8
Anak dengan dugaan HCV kronis memerlukan pemeriksaan awal lengkap
dan berkala meliputi anmnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
laboratorium ,termasuk pemerikssaan darah tepi lengkap, tes fungsi hati, dan
pemeriksaan koagulasi. Pemeriksaaan lain yang perlu pula dilakukan adalah
pemeriksaan untuk menilai faktor risiko infeksi dan mendeteksi adanya penyakit
hati dan kemungkinan sekuele. Penting pula untuk memberikan informasi
mengenai HVC pada saat diagnosis ditegakkan.8
1.9.4. Penatalaksanaan Hepatitis D
1.9.4.1 Pengobatan
1. Hepatitis D akut
48
- Tirah baring
- Pada kasus fulminan diperlukan perawatan intensif
2. Hepatitis D kronik
Interferon 9 MU 3 kali seminggu sampai 1 tahun; separuh pasien
merespons dengan kembalinya transaminase ke normal dan hilangnya RNA HDV
dari serum, meskipun banyak yang mengalami relaps. HDV dapat sembuh bila
HBV dieliminasi, walaupun jarang. Lamivudin tidak mempunyai efek.
Tranplantasi hati merupakan terapi pilihan pada penyakit hati terminal di mana
reinfeksi hati lebih kecil kemungkinan terjadinya daripada infeksi hepatitis B.2
1.9.4.2 Pencegahan
- Eksklusi orang berisiko tinggi dari donor darah
- Skrining darah dan produk darah terhadap HBV
- Inaktivasi HDV dalam produk darah
- Penggunaan produk plasma sintetik yang dihasilkan melalui teknologi DNA
Rekombinan (misalnya faktor VII)
- Imunisasi hepatitis B untuk orang berisiko
- Vaksin belum tersedia2
1.9.5. Penatatalaksanaan Hepatitis E
1.9.5.1. Pengobatan :
Tirah baring merupakan pengobatan utama
Pada kasus fulminan diperlukan perawatan intensif
Tranplantasi hati dapat menyelamatkan nyawa pasien2
1.9.5.2. Pencegahan
49
Perlindungan pasif menggunakan imunoglobulin dapat berperan namun
hanya terdapat sedikit data mengenai hal ini
Turis harus diberi peringatan untuk memasak makanan dengan baik dan
merebus air
Tidak ada vaksin yang tersedia2
1.10 Komplikasi dan Prognosis
Umumnya hepatitis virus pada anak dan bayi tidak begitu berat. Ada
beberapa kasus yang mengalami hepatitis berat, itupun bila disertai keganasan
atau komplikasi yang parah. HVA dapat sembuh sempurna tanpa menimbulkan
cacat atau penyakit hati yang menetap. Lain halnya dengan HBV; pada dewasa
10% di antara penderita HBV akan mengalami kronisitas, bahkan pada anak
ternyata angka kronisitas tersebut jauh lebih tinggi. Demikian juga hepatitis
NANB kira-kira 50% diantara penderita akan mengalami kronisitas.6
Kira-kira lima belas persen pasien dengan hepatitis kronik mungkin
berkembang menjadi sirosis dalam 5-30 tahun. Bila sirosis terjadi, maka insidensi
hepatoma adalah 1% pertahun. 6
1.10.1 Hepatitis fulminan
Satu atau dua kasus diantara 100 penderita hepatitis karena bermacam
penyebab akan mengalami gagal hati. Dilaporkan dalam kepustakaan bahwa
sekitar 40% diantara kasus hepatits virus NANB dapat mengalami gagal hati.
Komplikasi lain berupa ensefalopati biasanya terlihat 8 minggu setelah munculnya
gejala awal, tanpa didahului oleh penyakit lain. Hepatitis fulminan dapat diduga
pada penderita hepatitis yang menunjukkan kelainan prilaku, disertai dengan
gejala hepatitis yang cepat timbul, hati yang mengecil, kenaikan jumlah sel darah
50
putih, dan masa protrombin yang memanjang serta tidak dapat dikoreksi oleh
pemberian vitamin K. Pada keadaan ini dijumpai juga kadar faktor VII yang
kurang dari 8%, sebaliknya kadar ammonia meningkat.6
Angka kematian hepatitis fulminan masih sangat tinggi, yaitu 60%
hingga 90%. Umumnya pengobatan bersifat suportif untuk mengatasi kelainan
keseimbangan asam basa, perdarahan, sepsis, dan ensefalopati. Telah dicoba juga
transfusi ganti dan plasmaferesis yang mungkin dapat menolong penderita,
sedangkan manfaat transplantasi hati sedang dijajaki di pelbagai Negara.6
1.10.2 Hepatitis Kronik
Hepatitis menahun terjadi selama apabila selama lebih dari 6 bulan
gejala klinis dan kelainan biokimiawi menetap. Secara histopatologik jenis
hepatitis ini dibagi 2 tipe, yaitu :
1. Hepatitis kronik persisten yang secara histologik memperlihatkan infiltrasi
leukosit di daerah portal (triaditis) dengan bentuk lobus yang masih utuh
tanpa dijumpai jaringan fibrotik.
2. Hepatitis kronik aktif dengan ciri adanya infiltrasi yang menjalar ke
periportal, terdapatnya piece meal necrosis dan nekrosis antara kedua
lobus (bridges necrosis) dengan atau tanpa disertai jaringan fibrotik.6
Terjadinya bentuk kronik ini akibat kegagalan sel T untuk
menghancurkan hepatosit yang mengandung virus, sehingga kesempatan kontak
antara VHB DNA dengan genom hepatosit untuk berintegrasi makin luas. Apabila
integrasi itu terjadi, maka timbulnya keganasan di hari kemudian makin besar.
Adapun kegagalan penghancuran hepatosit oleh sel T mungkin akibat imunitas
51
seluler tubuh yang kurang baik, karena tertutupnya HBc pada permukaan
hepatosit (yang merupakan tempat hinggap sel T) oleh anti-HBc, atau karena
kegagalan sistem interferon tubuh.6
1.10.3 Karsinoma Hepatoseluler
Menurut penelitian ternyata kejadian penyakit keganasan ini menduduki
urutan kedua diantara keganasan pada pria. HBsAg terbukti lebih banyak didapati
pada penderita karsinoma hepatoselular. Data epidemiologik menunjukkan bahwa
makin tinggi insiden HBV, makin tinggi kejadian karsinoma hepatoselular. Di
Taiwan, pengidap HBsAg mempunyai resiko terkena karsinoma hepatoselular
220 x lebih besar dibandingkan dengan orang sehat. Sebanyak 54% diantara
kematian dengan karsinoma hepatoselular disertai dengan HBsAg positif dan
hanya 1,5% tanpa adanya HBsAg. Adanya integrasi antara DNA HBV dengan
genom hepatosit dapat dijumpai pada :
1. Sel tumor
2. Sel hati bukan tumor penderita karsinoma hepatoselular
3. Pengidap HBsAg lama meskipun belum ada gejaala karsinoma
hepatoselular.6
Oleh karena itu, dikemukakan pendapat bahwa penurunan angka
kejadian HBV akan merendahkan angka kejadian karsinoma hepatoselular tiap
tahun. Pengobatan masih belum ada yang memuaskan. Pengobatan dengan
embolisasi dan transplantasi hati telah dicoba dan hasilnya masih perlu diteliti.6
52
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
53
Seorang pasien perempuan umur 52 tahun dirawat di Bangsal Interne
wanita Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Basung sejak tanggal 27 Juli 2012
dengan :
Keluhan Utama : nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang :
Nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,nyeri terasa seperti
tertusuk tusuk menjalar ke pinggang belakang.
Mual (+), muntah (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,tinggi ,hilang
timbul,tidak disertai menggigil.
Mata kuning sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
Penurunan nafsu makan sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit
BAB konsistensi biasa,riwayat warna BAB putih seperti dempul
disangkal.
BAK warna kuning kadang kadang warna teh
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluarga yang menderita penyakit kuning tidak diketahui
Riwayat sakit jantung, sakit gula dan sakit ginjal tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama
Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan :
Pasien adalah seorang Ibu Rumah tangga
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif
54
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 104 x / menit
Frekuensi Nafas : 24 x / menit
Suhu : 38,6° C
Status Generalisata :
Kepala : Normochepal,
Kulit : ikterik (+)
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+
Leher : Kelenjar getah bening tak membesar
Kelenjar thyroid tidak membesar
JVP 5-2 cmH2O
Thorax :
Paru
I : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri sama dengan kanan
Pe : sonor kiri sama kanan
Aus: vesikuler. ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
I : iktus cordis tidak terlihat
Pa : iktus cordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V, luas 2 jari
Pe : batas jantung
kiri : 2 jari lateral LMCS RIC VI,
kanan: linea sternalis dextra
atas : RIC II sinistra
Aus : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen :
I : perut tidak tampak membuncit,distensi (-)
Pa : hepar teraba 1 jari bawah arcus costae dan lien tidak
teraba, nyeri epigastrium (+),
Pe : timpani
55
Aus : Bising usus (+) Normal
Punggung :
I : tidak tampak massa
Pa : tidak teraba massa, nyeri tekan sudut Murphy (-)
Nyeri ketok CVA (-)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Extremitas : akral hangat
edem -/-
refleks fisiologis +/+
refleks patologis -/-
Pemeriksaan Penunjang
1. hematology ( tanggal 27juli 2012 )
Hb = 11,3 gr/dl
Leukosit =15.400 /mm3
Hematokrit = 33 %
Trombosit = 170000/mm
28 juli 2012 Gambaran darah tepi :
Eritrosit : normokrom anisotosis hipokrom (+)
Leukosit : kesan jumlah meningkat
Trombosit : jumlah dan morfologi dalam batas normal
DC : 0/0/12/78/7/3
2. kimia klinik (tanggal 27 juli 2012 )
GDR : 124 gram / dl
Total bilirubin : 6,20 mg / dl
Bilrubin indirek : 2,05 mg /dl
Bilirubin direk : 4,15 mg /dl
Total protein : 6,5 g / dl
Albumin : 3,5 gr / dl
Globulin : 3,0 gr / dl
SGOT : 108 u / L
56
SGPT : 162 u / L
Ureum : 27 mg / dl
Kreatinin : 0,9 mg dl
Asam urat : 8,2 mg / dl
Hbs Ag : -
3. URINALISA
Warna : kuning
Ph : 5.5
Reduksi : -
Protein : -
Bilirubin: +1
Diagnosis Kerja :
Susp hepatitis virus akut
Diagnosis banding:
Kolesistisis
Abses hepar
Therapi :
1. IUFD RL 20 gtt / menit
2. inj ranitidine 2 x 50 mg /iv
3. PCT 3 x 250 mg (oral)
4. Inj Ceftriaxone 1 x 2 gr (iv)
5. Curcuma 3 x 1 tab
Rencana : USG abdomen
Follow up :
29 Juli 2012
S/ demam (+)
Nyeri perut (+)
57
Mata kuning (+)
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 96 x / menit
Frekuensi Nafas : 24 x / menit
Suhu : 38,6° C
A/ - hepatitis virus akut
DD/- kolesistititis
-abses hepar
Terapi
- IUFD RL 8 jam/kolf
- ranitidin 2 x 1 amp/10 jam
- ceftriaxone 1 x 2 gr/iv
- Curcuma 3 x 1 tab
- PCT 3 x 250 mg
30 Juli 2012
S/ demam (-)
Nyeri perut (+)
Mata kuning (+)
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif
Tekanan Darah : 110/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 96 x / menit
Frekuensi Nafas : 24 x / menit
Suhu : 37° C
A/ - Susp hepatitis virus akut
DD/- kolesistititis
58
-abses hepar
Terapi
- IUFD RL 8 jam/kolf
- ranitidin 2 x 1 amp/10 jam
- ceftriaxone 1 x 2 gr/iv
- Curcuma 3 x 1 tab
- PCT 3 x 250 mg
- metronidazole 3 x 500 gr
Anjuran : USG Abdomen
31 Juli 2012
S/ demam (-)
Nyeri perut (+)
Mata kuning (+)
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 96 x / menit
Frekuensi Nafas : 24 x / menit
Suhu : 37° C
USG Abdomen :
Kesan : Cholelitiasis
Cholesistitis
Terapi : lanjut
Anjuran : cek ulang SGOT,SGPT,Bilirubin total,direk dan indirek
1 Agustus 2012
S/ demam (-)
Mual (+)
Nyeri perut (+) sebelah kanan
59
Mata kuning (+)
O/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 96 x / menit
Frekuensi Nafas : 24 x / menit
Suhu : 38,6° C
A/ - Cholelitiasis
- Cholesistitis
Terapi
- IUFD RL 8 jam/kolf
- ranitidin 2 x 1 amp/10 jam
- ceftriaxone 1 x 2 gr/iv
- Curcuma 3 x 1 tab
- PCT 3 x 250 mg
- metronidazole 3 x 500 gr
Anjuran : cek ulang SGOT,SGPT,Bilirubin total,direk dan indirek
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi S, 2002. Gastroenterologi. Bandung : PT Alumni Bandung, hal 487
60
2. Mandal B.K, et al, 2008. Lecture notes Penyakit Infeksi. Edisi keenam.
Jakarta : Penerbit Erlangga,hal 171-181
3. Sastrosoewignjo R.I dan Triyatni M, 1993. Virus Hepatitis. Dalam: Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Bina Rupa Aksara, hal 384-396.
4. Lindseth G.N, 2005. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam:
Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC,
hal 485-493.
5. Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Jakarta : Departemen IKA FKUI
RSUPN Dr Ciptomangunkusumo, hal 55-77
6. Markum A.H, 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 522-527
7. Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC, hal 269-273
8. Bisanto J, 2007. Hepatitis Virus. Dalam: Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Anak dengan Gejala Kuning. Jakarta : Departemen IKA FKUI RSUPN Dr
Ciptomangunkusumo, hal 55-77.
9. Hendrarahardja, 1990. Hepatitis B. Dalam: Gastroenterologi Hepatologi.
Jakarta: Sagung Seto, hal 253-261.
61