1.pengaruh pengetahuan dan pemahaman

74
Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman, Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus Dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Candisari Tahun 2012) 1

Upload: mas-andhi

Post on 05-Aug-2015

349 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman, Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus Dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Candisari Tahun 2012)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan Pajak merupakan penerimaan negara terbesar. Kurang lebih 2/3 penerimaan negara saat ini bersumber dari pajak. Dominasi pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat wajar, terlebih ketika sumber daya alam, khususnya minyak bumi tidak bisa lagi diandalkan. Penerimaan dari sumber daya alam mempunyai umur yang relatif terbatas, suatu saat akan habis dan tidak bisa diperbaharui. Hal ini berbeda dengan pajak; sumber penerimaan ini mempunyai umur tidak terbatas, terlebih dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Untuk menyelenggarakan Pemerintahan umum dan melaksanakan pembangunan diperlukan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan tersebut semakin meningkat seirng dengan peningkatan kebutuhan pembangunan itu sendiri. Dalam upaya mengurangi ketergantungan sumber eksternal, Pemerintah Indonesia secara terus menerus berusaha meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan internal. Sumber pembiayan pembangunan internal terutama berasal dari penerimaan migas dan non migas. Misi utama Direktorat Jenderal Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien.2

Pemungutan pajak memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, disamping peran serta aktif dari petugas perpajakan, juga dituntut kemauan dari para wajib pajak itu sendiri. Dimana dalam undang-undang perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang memberi kepercayaan terhadap wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melapor sendiri pajaknya, menyebabkan kebenaran pembayaran pajak tergantung pada kejujuran wajib pajak sendiri dalam pelaporan kewajiban perpajakannya. Pajak mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi budgeter dan fungsi reguler. Dalam fungsi penerimaan (budgetair) pajak lebih berkaitan dengan fungsinya sebagai salah satu sumber penerimaan akan digunakan untuk membiayai negara yang nantinya

kegiatan-kegiatan pembangunan

administrasi pemerintahan, sedang dalam fungsinya yang mengatur (reguler) pajak lebih berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mengatur : Perekonomian, alokasi sumber-sumber ekonomi, redistribusi pendapatan dan konsumsi. Sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan di dalam negeri khususnya di bidang Reform (pembaharuan di bidang perpajakan), yaitu dengan dikeluarkannya tiga Undang-Undang (UU) Pajak baru, yang masing-masing adalah : 1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983, tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007.

3

2. Undang-undang Nomor 7 tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan, yang mengalami perubahan terakhir dengan Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008. Soemitro (1986) mendefinisikan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya pengetahuan tentang pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Pemerintah telah melakukan upaya untuk

menambahkan pengetahuan bagi para wajib pajak, diantarnya melalui penyuluhan, iklan-iklan yang lebih mudah dimengerti dan lebih cepat mendapat informasi perpajakan. Informasi perpajakan tersebut tidak hanya berisi tentang kewajiban wajib pajak, namun juga terdapat penjelasan tentang pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara agar sekaligus dapat menimbulkan kesadaran dari dalam hati wajib pajak. Pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak juga menjadi peranan penting terhadap kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Petugas pajak dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat memupuk kesadaran tentang tanggung jawab membayar pajak (Gardina dan Haryanto, 2006). Pelayanan yang baik yang

4

diberikan oleh petugas pajak diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Irianto (2005) dalam Vanesa dan Hari (2009) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk

pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undangundang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor individu, politik,

5

ekonomi dan faktor sosial. Tomkins (2001: 754) mengemukakan bahwa faktor sosial memiliki tingkat tertinggi sebagai penentu taxpayer noncompliance. Kesadaran masyarakat atau kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak (tax compliance) yang tinggi sangat dibutuhkan untuk menopang penerimaan negara. Kesadaran masyarakat yang tinggi akan mendorong semakin banyak masyarakat memenuhi kewajibannya untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak., melaporkan dan membayar pajak dengan benar sebagai wujud tanggung jawab berbangsa dan bernegara. Tidak satupun sistem perpajakan dapat berfungsi dengan efektif tanpa peran serta sebagian besar wajib pajak, karena itu faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak sangatlah penting. Dengan demikian tax compliance adalah kunci dari keseluruhan sistem perpajakan dan dengan tingkat kepatuahn pajak yang tinggi akan meningkatkan penerimaan yang tinggi pula. Kepatuhan membayar pajak adalah masalah pola pikir atau paradigma yang mempengaruhi kemauan pembayar pajak. Kepatuhan tersebut timbul karena berbagai faktor, baik yang berasal dari wajib pajak itu sendiri maupun dari luar wajib pajak. Faktor yang berasal dari wajib pajak itu sendiri seperti kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, suasana individual wajib pajak yaitu tidak ada imbalan langsung dari pemerintah. Sedangkan faktor yang berasal dari luar wajib pajak seperti pendidikan, sistem perpajakan, sosialisasi, informasi tentang perpajakan, kinerja aparatur pajak, penegakan hukum. Rendahnya kepatuhan wajib pajak penyebabnya antara lain pengetahuan sebagian besar wajib pajak tentang pajak, serta persepsi wajib pajak tentang pajak

6

dan petugas pajak masih rendah (Gardina dan Haryanto, 2006). Sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu juga ada yang diperoleh dari radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet, buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak, dan adapula yang diperoleh dari pelatihan pajak. Namun, frekuensi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sering dilakukan. Bahkan, pengetahuan tentang pajak belum secara komprehensif menyentuh dunia pendidikan. Oleh karena itu, pada tataran pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi masih belum tersosialisasi pajak secara menyeluruh, kecuali mereka yang menempuh jurusan perpajakan. Kurangnya sosialisasi mungkin berdampak pada rendahnya kesadaran masyarakat yang pada akhirnya mungkin menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak merupakan aksi yang telah dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, yaitu dengan memperluas subyek dan obyek pajak atau dengan menjaring wajib pajak baru. Di lain pihak perkembangan usaha-usaha kecil dan menengah yang demikian dinamis barangkali jauh meninggalkan jangkauan pajak. Meskipun jaring pengaman bagi wajib pajak (berupa Nomor Pokok Wajib Pajak) agar melaksanakan kewajiban perpajakannya sudah dipasang, terutama bagi usaha-usaha kecil menengah tersebut, tetapi masih tetap ditemukan usaha-usaha kecil menengah yang lepas dari jeratan pajak. Sebenarnya masih banyak wajib pajak potensial yang belum terdaftar sebagai wajib pajak aktual. Ketidaktaatan dalam membayar pajak tidak hanya terjadi pada lapisan

7

pengusaha saja tetapi telah menjadi rahasia umum bahwa para pekerja profesional lainnya juga tidak taat untuk membayar pajak. Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor pengetahuan dan pemahaman, sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan. Penelitian ini mencoba menganalisis faktor-faktor tersebut pengaruhnya terhadap wajib pajak dalam membayar Pajak. Mengingat akan pentingnya pajak bagi pembangunan maka diharapkan timbul kedisiplinan dari wajib pajak untuk membayar Pajak tepat waktu agar pembangunan berjalan lancar. Berdasarkan alasan tersebut maka dalam penelitian ini mengambil judul Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman, Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus Dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dimaksudkan untuk mengungkap pokok pikiran secara jelas dan sistematik, sehingga akan mudah dipahami dengan jelas dari permasalahan sebenarnya. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pengetahuan dan pemahaman perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?

8

2. Apakah sikap wajib pajak pada sanksi denda berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? 3. Apakah sikap wajib pajak pada pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? 4. Apakah sikap wajib pajak pada kesadaran perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak?

1.3. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pengujian Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman, Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus Dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Candisari Tahun 2012).

1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengetahuan dan pemahaman berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. 2. Untuk menganalisis sikap wajib pajak pada sanksi denda berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. 3. Untuk menganalisis sikap wajib pajak pada pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

9

4. Untuk menganalisis sikap wajib pajak pada kesadaran perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

1.5. Kegunaan Penelitian a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi

perkembangan ilmu ekonomi sebagai sumber bacaan atau referensi yang dapat memberikan informasi teoritis dan empiris pada pihak-pihak yang melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan ini dan menambah sumber pustaka yang telah ada.

b. Manfaat Praktis 1. Bagi Institusi KPP Candisari (Fiskus), diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai tindakan yang dapat diambil KPP guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang dilayaninya. 2. Bagi Akademisi Bidang Perpajakan yang tertarik untuk melakukan kajian di bidang yang sama, diharapkan penelitian ini dapat memberikan bukti empiris dan memberikan sumbangan dalam pengembangan teori perpajakan dan akuntansi keperilakuan.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

10

2.1. Telaah Teori 2.1.1. Teori Atribusi (Atribution Theory) Atribusi adalah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri. Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996) dalam Agus Nugroho (2006). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi. Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996) dalam Agus Nugroho (2006) tergantung pada tiga faktor yaitu : 1. Kekhususan (specificity) artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap

11

perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi eksternal. 2. Konsensus (consensus) artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal. 3. Konsistensi (consistency), yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal. Kepatuhan wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal orang tersebut. Teori atribusi sangat relevan untuk

menerangkan maksud tersebut di atas. Teori atribusi mengelompokkan dua hal yang dapat memutarbalikkan arti dari atribusi. Pertama, kekeliruan atribusi mendasar yaitu kecenderungan untuk meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal daripada internalnya. Kedua, prasangka layanan dari seseorang cenderung menghubungkan

kesuksesannya karena akibat faktor-faktor internal, sedangkan kegagalan dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal 2.1.2. Teori Pembelajaran Sosial (Social LearningTheory)

12

Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Bandura, 1977 dalam Agus Nugroho 2006). Teori ini merupakan perluasan teori pengkondisian operan dari Skinner (1971) yaitu teori yang mangandaikan perilaku sebagai suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Menurut Bandura (1977) dalam Agus Nugroho (2006), proses

dalam pembelajaran sosial meliputi : 1. Proses perhatian (attentional) yaitu orang hanya akan belajar dari sesorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. 2. Proses penahanan (retention) adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. 3. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. 4. Proses penguatan (reinforcement) adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai

dengan model. Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan

13

pengalaman langsungnya,

hasil

pungutan pajak

itu

telah

memberikan

kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya.

2.1.3. Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro,1986). Dari uraian diatas definisi pajak mempunyai kesamaan yaitu pembayaran atau iuran kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan UU dan hukum serta merupakan hutang bagi yang harus membayarnya tanpa memperoleh

kontraprestasi secara individu melainkan secara umum, yaitu bersifat pelayanan, penyediaan sarana dan prasarana umum perlindungan lain sebagainya yang bersifat umum. Jadi ciri-ciri pajak antara lain: 1. Pajak peralihan kekayaan dari orang atau badan kepada pemerintah. 2. Pajak dipungut berdasarkan UU serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah. 4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

14

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik. 6. Pajak dapar digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah. 7. Pajak dapat dipungut langsung maupun tidak langsung. Pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a) Iuran dari rakyat kepada negara. b) Berdasarkan undang-undang. c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. d) Digunakan untuk mebiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.4. Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak yaitu: 1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah.

2. Fungsi Reguler Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

15

2.1.5. Syarat Pemungutan Pajak Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asasasas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Smith (1776) dalam Mohammad Zain (2008;24) adalah: 1. Rata (Equality) Pemungutan pajak harus bersifat final, adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta. 2. Pasti (Certainty) Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. 3. Kenyamanan (Convenience) Kapan wajib pajak harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.

16

4. Ekonomi (Economy) Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula yang dipikul wajib pajak.

2.1.6. Dasar dan Hukum Perpajakan Menurut Friedman (1984) dalam Sulud Kahono (2003), suatu sistem hukum berunsur: 1. Struktur (structure) adalah aparatur yang menghasilkan peraturan perundangundangan dan keputusan-keputusan tersebut, yaitu badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 2. Hakekat (substance) adalah apa yang dihasilkan oleh suatu sistim hukum dalam bentuk Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan peraturan serta

keputusan-keputusan pengadilan. 3. Budaya Hukum (legal culture) adalah pandangan orang-orang atau masyarakat terhadap hukum tersebut dan bagaimana fungsi hukum itu dalam kehidupan sehari-hari. Jika sistem hukum diumpamakan sebagai suatu pabrik, maka Friedman (1984) menyebutkan structure adalah mesin yang menghasilkan, substance sebagai produk yang dihasilkan, sedangkan legal culture adalah orang-orang yang mengoprasikan mesin, dan yang mengetahui kapan mesin perlu dihidupkan atau dimatikan. Legal culture ini memegang peranan penting untuk dapat mengarahkan berkembangnya sistem hukum, karena ia berkenan dengan hal bagaimana persepsi,

17

nila-nilai, idea dan pengharapan masyarakat terhadap hukum. Suatu substance hukum, termasuk hukum pajak, berutilitas karena ia berkarakteristik dengan adanya kepastian hukum (rechssicherheit), kemanfaatan (zweekassigheit), dan keadilan (gerechtigheit). Dasar hukum yang mengatur tentang Pajak Orang Pribadi adalah UndangUndang RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

2.1.7. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia , kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Sedangkan Gibson (1991) dalam Agus Nugroho (2006), kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau

organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Perilaku patuh seseorang merupakan interaksi antara perilaku

individu, kelompok dan organsasi. Dalam hal pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan. Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuanketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan, Kiryanto (2000) dalam Agus Nugroho (2006). Sejak reformasi perpajakan tahun 1983 dan yang terakhir tahun 2000 dengan diubahnya Undang-Undang Perpajakan tersebut menjadi UU No. 16 Tahun 2000, UU No. 17 Tahun 2000 dan UU No. 18 Tahun 2000, maka sistem pemungutan18

pajak di Indonesia adalah Self Assessment System. Menurut Mardiasmo (2002), Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dalam sistem ini mengandung pengertian bahwa wajib pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan,

membayar dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) secara benar, lengkap dan tepat waktu. Dalam kaitannya dengan akuntansi maka kepatuhan wajib pajak mengandung pengertian tersebut di atas. E. Eliyani (1989) dalam Agus Nugroho (2006) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai tepat waktu sesuai informasi memasukkan dan melaporkan

yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah

pajak yang terutang, dan membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidak patuhan timbul kalau salah satu syarat definisi tidak

terpenuhi. Pendapat lain tentang kepatuhan wajib pajak juga dikemukakan oleh Novak (1989) dalam Mohammad Zain (2008) yang menyatakan suatu iklim kepatuhan wajib pajak adalah : 1. wajib pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan 2. mengisi formulir pajak dengan benar 3. menghitung pajak dengan jumlah yang benar 4. membayar pajak tepat pada waktunya

19

Jadi semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya.

2.1.8. Sikap Wajib Pajak Sikap sebagai pre disposis tingkah laku manusia (La Midjan, 1994) dalam Agus Nugroho (2006) , sangat dipengaruhi oleh rangsangan dan stimulus tertentu. Dapat dikatakan bahwa rangsangan diperoleh dari luar pribadi individu, kemudian akan membentuk persepsi antara lain sebagai hasil hubungan di dalam suatu lingkungan sosial. Sikap juga merupakan hasil dari faktor genetis dan proses belajar, dan selalu berhubungan dengan suatu obyek produk. Menurut Kotler (2000), sikap didefinisikan sebagai evaluasi

yang dipertahankan seseorang mengenai suka atau tidak suka, perasaan emosi, dan kecenderungan aksi terhadap beberapa obyek atau gagasan. Loudon dan Bitta (1988) dalam Agus Nugroho (2006) menyatakan bahwa pada garis besarnya ada empat konsep definisi tentang sikap. Definisi yang pertama menyatakan bahwa sikap adalah sejauh mana perasaan seseorang terhadap obyek, negatif atau positif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju. Definisi tersebut menunjukkan sikap sebagai suatu perasaan atau reaksi

penilaian terhadap suatu obyek.

20

Selanjutnya, Loudon dan Bitta (1988) dalam Agus Nugroho (2006) mengemukakan pandangan yang lebih berorientasi kognitif mengenai sikap yang menyebutkan bahwa sikap adalah organisasi yang berlangsung terus menerus dari motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif dalam menanggapi sejumlah aspek dalam dunia individu. Definisi terakhir menyebutkan bahwa keseluruhan sikap seseorang terhadap suatu obyek dilihat sebagai fungsi kekuatan

keyakinan yang dipegang seseorang terhadap bermacam-macam obyek dan evaluasi terhadap keyakinan yang berhubungan dengan obyek tersebut.

Pembahasan mengenai sikap dapat erat kaitannya dengan perbuatan atau tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, sehingga telah

banyak dipelajari. Ditinjau dari segi pentingnya masalah sikap pada tingkah laku atau perbuatan manusia dalam kehidupan manusia sehari-hari, sikap merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola berpikir individu dalam kesehariannya terutama dalam pengambilan keputusan. Saat sikap terbentuk, maka sikap akan obyek tertentu, hal menentukan cara-cara berperilaku telah

terhadap

ini menunjukkan betapa pentingnya peran sikap

tersebut. Selanjutnya, sikap akan memberikan corak pada tingkah laku seseorang maupun kelompok. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan sikap wajib pajak adalah sikap wajib pajak terhadap pendapatan, sikap WP terhadap sanksi denda, sikap WP terhadap pelayanan fiskus, dan sikap WP terhadap kesadaran perpajakan.

Sikap wajib pajak tersebut diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan

21

WP dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Sikap yang dimaksud adalah sikap dalam artian positif dan kognitif.

2.1.9. Terhadap Pengetahuan dan Pemahaman Rendahnya kepatuhan wajib pajak penyebabnya antara lain pengetauhan sebagian besar wajib pajak tentang pajak, serta persepsi wajib pajak tentang pajak dan petugas pajak masih rendah (Gardina dan Haryanto, 2006). Sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu juga ada yang diperoleh dari radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet, buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak, dan adapula yang diperoleh dari pelatihan pajak. Namun, frekuensi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sering dilakukan. Bahkan, pengetahuan tentang pajak belum secara komprehensif menyentuh dunia pendidikan. Oleh karena itu, pada tataran pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi masih belum tersosialisasi pajak secara menyeluruh, kecuali mereka yang menempuh jurusan perpajakan. Kurangnya sosialisasi mungkin berdampak pada rendahnya kesadaran masyarakat yang pada akhirnya mungkin menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Pengetahuan adalah hasil kerja fikir ( penalaran ) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara.Terdapat beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan. Pertama, kepemilikan NPWP. Setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai

22

salah satu sarana untuk pengadministrasian pajak. Kedua, pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami kewajibannya sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah satunya adalah membayar pajak. Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka.Hal ini tentu akan mendorong setiap wajib pajak yang taat akan menjalankan kewajibannnya dengan baik. Keempat, pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak. Dengan mengetahui dan memahami mengenai tarif pajak yang berlaku, maka akan dapat mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajak sendiri secara benar. Kelima adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh KPP dan yang keenam bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan pajak melalui training perpajakan yang mereka ikuti.Kunci pertama dalam membentuk masyarakat yang sadar, ikhlas dan peduli pajak adalah peningkatan pelayanan kerakyatan sebagai bukti pengunaan pajak secara bertanggung jawab untuk melayani kepentingan bersama (Garnadi, 2005:338).

2.1.10. Sikap Wajib Pajak Terhadap Pelaksanaan Sanksi Denda Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar

peraturan, dan denda adalah hukuman dengan cara membayar uang karena23

melanggar peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi denda adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang. Undang-undang besar berisikan hak dan kewajiban, tidak diperkenankan dan peraturan secara garis dan

tindakan

yang

diperkenankan

oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan

tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak (Suyatmin, 2004). Deden Saefudin (2003) mengemukakan bahwa undang-undang pajak dan peraturan pelaksanaannya tidak memuat jenis penghargaan bagi WP yang taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan baik berupa prioritas untuk mendapatkan pelayanan publik ataupun piagam penghargaan. Walaupun WP tidak mendapatkan penghargaan atas kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, WP akan dikenakan banyak hukuman apabila alfa atau sengaja tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. WP akan mematuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi denda akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan pajak yang harus dibayar WP, maka akan semakin berat bagi WP untuk melunasinya. Oleh sebab itu sikap atau pandangan WP terhadap sanksi denda diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WP dalam membayar pajak. Hal ini sangat relevan jika digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Beberapa bukti empiris seperti penelitian Fraternesi (2001) dan Sulud Kahono (2003) telah menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap sanksi berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan

24

Karismiati (2009) mengemukakan bahwa sanksi denda berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.11. Sikap Wajib Pajak Terhadap Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau

menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah petugas pajak. Sehingga pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu keperluan yang mengurus atau menyiapkan segala

dibutuhkan seseorang (dalam hal ini adalah wajib pajak).

Tingkat keberhasilan penerimaan pajak selain dipengaruhi oleh tax payer juga dipengaruhi oleh tax policy, tax administration dan tax law (A. Tony Prastiantono (1994). Tiga faktor terakhir ini melekat dan dikendalikan oleh fiskus itu sendiri, sedangkan faktor tax payer didominasi dari dalam diri wajib pajak itu sendiri. Petugas pajak (fiskus) dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat atau wajib pajak sangat dipengaruhi oleh adanya tax policy, tax administration dan tax law. Kepatuhan WP dalam memenuhi kewajibannya membayar

pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Selama ini peranan yang fiskus miliki lebih banyak pada peran seorang pemeriksa. Padahal untuk menjaga agar WP tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya dibutuhkan peran yang lebih dari sekedar pemeriksa (Miando Sahala L. Panggabean, 2002). Fiskus

25

yang bertanggung jawab dan mendayagunakan SDM sangat dibutuhkan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris hal ini telah dibuktikan oleh Loekman Sutrisno (1994) yang menemukan bahwa terdapat hubungan

antara pembayaran pajak dengan mutu pelayanan publik untuk wajib pajak di sektor perkotaan. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa sikap wajib pajak dalam memandang mutu pelayanan petugas pajak (fiskus) diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di dalam membayar pajak. Oleh karena itu sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus akan digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Beberapa temuan empiris seperti penelitian Sulud Kahono (2003) dan Suyatmin (2004) menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.12. Sikap Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Perpajakan Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti,

sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Penilaian positif

masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah

26

akan

menggerakkan masyarakat

untuk Hal

mematuhi ini

kewajibannya dinyatakan

untuk oleh

membayar pajak (Suyatmin, 2004). Loekman Sutrisno

juga

(1994) dalam Agus Nugroho (2006)

yang menyatakan

bahwa membayar pajak merupakan sumbangan wajib pajak bagi terciptanya kesejahteraan bagi terciptanya kesejahteraan bagi diri mereka sendiri serta bangsa secara keseluruhan. Soemarso (1998) dalam Agus Nugroho (2006) menyatakan bahwa

kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Lerche (1980) dalam Agus Nugroho (2006) juga mengemukakan bahwa kesadaran

perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Suyatmin, 2004).

2.2. Penelitian Terdahulu 1. Fraternesi mempengaruhi (2001) melakukan penelitian tentang PBB di faktor-faktor kota yang

keberhasilan

penerimaan

Bengkulu.

Penelitian Fraternesi (2001) dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah kesadaran

perpajakan, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap

27

pembangunan daerah, sikap WP terhadap sanksi denda PBB, pendapat WP terhadap penghindaran PBB, pendidikan WP, status tanah atau rumah WP, pendapat WP terhadap pelayanan fiskus, rasio beda hitung difference, pendapat WP tentang PBB dan lama tinggal WP. Variabel terikat yang digunakan adalah collection rate. Hasil penelitian Fraternesi (2001) adalah bahwa kesadaran perpajakan, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap pembangunan daerah, sikap WP terhadap sanksi denda PBB, pendapat WP terhadap penghindaran PBB, pendidikan WP, status tanah atau rumah WP, dan pendapat WP terhadap pelayanan fiskus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap collection rate. 2. Sulud Kahono (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh dari sikap WP terhadap prioritas pembangunan daerah, sikap WP terhadap sanksi denda PBB, sikap WP terhadap pelayanan fiskus dan sikap WP terhadap

penghindaran PBB terhadap kepatuhan wajib pajak PBB di KP PBB Semarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian Sulud Kahono (2003) adalah bahwa semua variabel bebas yang diteliti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan WP PBB baik secara parsial maupun bersama-sama. 3. Suyatmin (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh sikap wajib pajak terhadap pembangunan daerah, sanksi denda PBB, pelayanan

fiskus, kesadaran bernegara dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB di KP PBB Surakarta. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian28

Suyatmin (2004) adalah bahwa semua variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak PBB baik secara parsial maupun secara simultan. 4. Lia Wulandari (2008) tentang Pengaruh Pendapatan, Kualitas Pelayanan dan Penegakan Hukum terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak di Kelurahan Mulyoharjo Kabupaten Pemalang tahun 2007. Hasil penelitiannya menunjukkan bahawa pendapatan, kualitas pelayanan dan penegakan hukum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. 5. Agus Nugroho Jatmiko (2006) tentang Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang. Hasil penelitiannya adalah bahwa sikap WP pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif kepatuhan Wajib Pajak. 6. Karsimiati (2009) tentang Pengaruh Pelayanan Fiskus, Sanksi Denda dan Kesadaran Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Gabus-Pati. Hasil penelitiannya adalah uji parsial sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, sikap wajib pajak pada sanksi denda berpengaruh negatif dan tidak sinifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan yang signifikan terhadap

29

terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan uji secara simultan sikap wajib pajak pada pelayanan fiskus, sikap wajib pajak pada sanksi denda dan kesadran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Ringkasan penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut ini. No Nama Peneliti Fraternesi (2001) 1. Variabel Independen1. Kesadaran perpajakan 2. Rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP 3. Sikap WP terhadap pembangunan daerah 4. Sikap WP terhadap sanksi denda PBB 5. Pendapat WP terhadap penghindaran PBB 6. Pendidikan WP 7. Status tanah atau rumah WP 8. Pendapat WP terhadap pelayanan fiskus 9. Rasio beda hitung difference 10. Pendapat WP tentang PBB 11. Lama tinggal WP.

Variabel DependenCollection rate

HasilKesadaran perpajakan, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap pembangunan daerah, sikap WP terhadap sanksi denda PBB, pendapat WP terhadap penghindaran PBB, pendidikan WP, status tanah atau rumah WP, dan pendapat WP terhadap pelayanan fiskus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap collection rate. Semua variabel bebas yang diteliti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan WP PBB baik secara parsial maupun bersama. Semua variabel bebas yang diteliti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhap WP PBB baik secara parsial maupun bersama.

2.

Sulud Kahono (2003)

3.

Suyatmin (2004)

1. Sikap WP terhadap prioritas pembangunan daerah 2. Sikap WP terhadap sanksi denda PBB 3. Sikap WP terhadap pelayanan fiskus 4. Sikap WP terhadap penghindaran PBB. 1. Sikap wajib pajak terhadap pembangunan daerah 2. Sanksi denda PBB 3. Pelayanan fiskus 4. Kesadaran bernegara 5. Kesadaran perpajakan

Kepatuhan wajib pajak PBB.

Kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB.

30

4.

Lia Wulandari (2008)

1. Pendapatan 2. Kualitas pelayanan 3. Penegakan hukum

Kepatuhan WP dalam membayar pajak.

pendapatan, kualitas pelayanan dan penegakan hukum memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan WP dalam membayar pajak.

5.

Agus Nugroho Jatmiko (2006)

1. Sikap WP pada sanksi denda 2. Pelayanan fiskus 3. Kesadaran perpajakan

Kepatuhan WP orang pribadi

sikap WP pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan WP. uji parsial sikap WP terhadap pelayanan fiskus berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan WP, sanksi denda berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepatuhan WP dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

6.

Karsimiati (2009)

1. Pelayanan fiskus 2. Sanksi denda 3. Kesadaran perpajakan

Kepatuhan WP dalam membayar PBB.

2.3. Pengembangan Hipotesis 2.3.1 Pengetahuan dan pemahaman terhadap kepatuhan wajib pajak Pengetahuan adalah hasil kerja fikir ( penalaran ) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara.Terdapat beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan. Pertama, kepemilikan NPWP. Setiap wajib pajak yang memiliki

31

penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian pajak. Kedua, pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami kewajibannya sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah satunya adalah membayar pajak. Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan

kewajiban perpajakan mereka.Hal ini tentu akan mendorong setiap wajib pajak yang taat akan menjalankan kewajibannnya dengan baik. Keempat,

pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak. Dengan mengetahui dan memahami mengenai tarif pajak yang berlaku, maka akan dapat mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajak sendiri secara benar. Kelima adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh KPP dan yang keenam bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan pajak melalui training perpajakan yang mereka ikuti.Kunci pertama dalam membentuk masyarakat yang sadar, ikhlas dan peduli pajak adalah peningkatan pelayanan kerakyatan sebagai bukti pengunaan pajak secara bertanggung jawab untuk melayani kepentingan bersama (Garnadi, 2005:338). H1: Pegetahuan dan Pemahaman perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

32

2.3.2. Sikap wajib pajak terhadap sanksi denda Pemungutan pajak tidak semudah yang dibayangkan karena masih terdapat wajib pajak yang belum mau melaksanakan kewajibannya sehingga diperlukan sanksi yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenakan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak (Suyatmin 2004)

Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak (Suyatmin, 2004). WP akan mematuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi denda akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan pajak yang harus dibayar WP, maka akan semakin berat bagi WP untuk melunasinya. Oleh sebab itu sikap atau pandangan WP terhadap sanksi denda diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WP dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Sikap wajib pajak terhadap sanksi denda berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak.

33

2.3.3. Sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus Kepatuhan WP dalam memenuhi kewajibannya membayar

pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Selama ini peranan yang fiskus miliki lebih banyak pada peran seorang pemeriksa. Padahal untuk menjaga agar WP tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya dibutuhkan peran yang lebih dari sekedar pemeriksa (Miando Sahala L. Panggabean, 2002). Fiskus yang bertanggung jawab dan mendayagunakan SDM sangat dibutuhkan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris hal ini telah dibuktikan oleh Loekman Sutrisno (1994) yang menemukan bahwa terdapat hubungan

antara pembayaran pajak dengan mutu pelayanan publik untuk wajib pajak di sektor perkotaan. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa sikap wajib pajak dalam memandang mutu pelayanan petugas pajak (fiskus) diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : Sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

34

2.3.4. Sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan Irianto (2005) dalam Vanesa dan Hari (2009) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan Negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Suyatmin, 2004). Hal senada

juga dinyatakan oleh Loekman Sutrisno (1994) yang menyatakan bahwa membayar pajak kesejahteraan merupakan sumbangan wajib pajak bagi terciptanya serta

bagi terciptanya kesejahteraan bagi diri mereka sendiri Soemarso

bangsa secara keseluruhan.

(1998) dalam Agus Nugroho (2006)

35

menyatakan bahwa kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dijaring. bahwa Lerche (1980) dalam Agus Nugroho (2006) juga dapat

mengemukakan

kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah

pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : Sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

36

Kerangka Hipotesis Gb. 2.3 Kerangka Pemikiran HipotesisPengetahuan dan Pemahaman (X1 )

(+)

Sikap WP terhadap Sanksi Denda

(-)(X2 ) Kepatuhan WP Sikap WP terhadap Pelayanan Fiskus (X3 ) (Y)

(+)

Sikap WP terhadap Kesadaran Perpajakan (X4 )

(-)

37

BAB III METODE DAN RANCANGAN PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel Pada sebuah penelitian, populasi dan sampel perlu ditetapkan untuk mendapatkan data yang benar-benar diperlukan menunjang tercapainya tujuan penelitian. Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 1999:115). Adapun populasi yang diambil sebagai obyek penelitian adaiah wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang berada di KPP Candisari tahun 2011. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel penelitian ini adalah sebagian dari jumlah wajib pajak yang berada di KPP Candisari. Penentuan berikut (Rao, 1996): jumlah sampel ditentukan dengan mengunakan rumus

N n= 1 + N (moe)2

n N

= jumlah sampel = populasi

38

Moe = margin of error max yaitu tingkat kesalahan maksimum yang masih dapat ditoleransi (ditentukan 10%)

3.2. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Convenience Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara kebetulan bertemu di KPP Candisari..

3.3. Jenis dan Sumber Data Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan

permasalahan yang diteliti (Cooper dan Emory, 1996). Sumber data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari para WP OP yang ada di kota Semarang. Data ini berupa kuesioner yang telah diisi oleh para WP OP yang menjadi responden terpilih dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunder diperlukan dalam penelitian ini sebagai pendukung penulisan. Sumber data ini diperoleh dari berbagai sumber informasi yang telah dipublikasikan maupun dari lembaga seperti KPP. Data sekunder dalam penelitian ini berupa jumlah WP OP efektif, terdaftar dan WP OP yang menyampaikan SPT yang diperoleh dari KPP Candisari, peran pajak dalam APBN diperoleh dari Berita Pajak.39

Untuk

mengumpulkan

data

sekunder

dilakukan

kajian

literatur

dari publikasi maupun data yang diperoleh dari KPP Candisari. Sementara itu metode pengumpulan data primer yang dipakai adalah dengan metode angket (kuesioner). Sejumlah pernyataan diajukan kepada responden dan kemudian responden diminta menjawab sesuai dengan pendapat mereka. Untuk

mengukur pendapat responden digunakan skala lima angka yaitu mulai angka 5 untuk pendapat sangat setuju (SS) dan angka 1 untuk sangat tidak setuju (STS). Perinciannya adalah sebagai berikut : Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) Angka 2 = Tidak Setuju (TS) Angka 3 = Tidak Pasti (TP) Angka 4 = Setuju (S) Angka 5 = Sangat Setuju (SS) Uji validitas angket dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

kesahihan angket. Angket dikatakan valid akan mempunyai arti bahwa angket mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Syarat minimum yang harus dipenuhi agar angket dikatakan valid / sahih adalah lebih besar dari 0,239 (Imam Ghozali, 2000).

40

3.4. Variabel Penelitian dan Definis Operasional 3.4.1. Variabel Penelitian a. Variabel Dependen atau Variabel Terikat (Y) Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Indriantoro dan Supomo, 1999:63). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kepatuhan Wajib Pajak. b. Variabel Independen atau Variabel Bebas (X) Variabel independen yaitu variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan Supomo, 1999:63). Variable independen dalam penelitian ini adalah Pengetahuan dan pemahaman (X1), Sanksi Denda (X2), Pelayanan Fiskus (X3), Kesadaran Perpajakan (X4).

3.4.2. Definisi Operasional Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai definisi operasional

variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini. Variabel terikat dalam penelitian in adalah kepatuhan wajib pajak, sedangkan variabel bebas adalah sikap wajib pajak terhadap pengetahuan dan pemahaman sikap wajib pajak , terhadap

pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan. Masing-masing definisi operasional variabel akan dijelaskan sebagai berikut :

41

1. Kepatuhan Wajib Pajak, E. Eliyani (1989) dalam AgusNugroho (2006) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan kepada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan indikator yang diperkenalkan oleh Novak (1989) yaitu wajib pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan,

mengisi formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang benar dan membayar pajak tepat pada waktunya. Variabel ini diukur dengan skala Likert 5 poin untuk 4 pertanyaan. 2. Sikap WP terhadap pengetahuan dan pemahaman, Gardina dan Haryanto (2006) menyatakan bahwa ada perbedaan pengetahuan tentang pajak antara wajib pajak patuh dan tidak patuh. Salah satu penyebab berpengaruhnya pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak, sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak. Variabel ini diukur dengan skala Likert 5 pion untuk 6 pertanyaan.

3. Sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda yaitu sikap responden tentang pelaksanaan sanksi denda terhadap responden dan orang lain di sekitar responden (Suyatmin, 2004). Variabel ini diukur dengan skala Likert 5 poin untuk 4 pertanyaan yang dikembangkan oleh Sulud Kahono (2003) dan Suyatmin (2004).

42

4. Sikap

WP

terhadap

pelayanan

fiskus,

merupakan

sikap

atau

konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang berinteraksi dalam merasakan bagaimana pelayanan fiskus yang sesungguhnya terjadi (Suyatmin, 2004). Variabel ini diukur dengan skala Likert 5 poin untuk 5 pertanyaan yang dikembangkan oleh Suyatmin (2004). 5. Sikap WP terhadap kesadaran perpajakan yaitu sikap responden terhadap peranan perpajakan bagi kegiatan pembangunan. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala Likert 5 poin untuk 4 pertanyaan yang digunakan oleh penelitian Suyatmin (2004) yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini.

3.5. Metode Analisi Data Analisis data digunakan untuk menyederhanakan data supaya data lebih mudah diinterpretasikan. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda untuk mengolah dan membahas data yang telah diperoleh dan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Teknik analisis regresi dipilih untuk digunakan pada penelitian ini karena teknik regresi berganda dapat menyimpulkan secara langsung mengenai pengaruh masing-masing variabel bebas yang digunakan secara parsial ataupun secara bersama-sama. Hair et al. (1998) dalam Agus Nugroho (2006) menyatakan bahwa regresi berganda merupakan teknik statistik untuk menjelaskan keterkaitan antara variabel terikat dengan beberapa variabel bebas. Fleksibilitas dan

adaptifitas dari metode ini mempermudah peneliti untuk melihat suatu keterkaitan43

dari beberapa variabel sekaligus. Regresi berganda juga dapat memperkirakan kemampuan prediksi dari serangkaian variabel bebas terhadap variabel terikat (Hair et al., 1998). Sementara itu, model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut: Patuh = + 1Pengetahuan dan Pemahaman+ 2Sanksi + 3Fiskus + 4Sadar + e Dimana : Patuh : Kepatuhan Wajib Pajak : Konstanta

1, 2, 3, 4 : Koefisien regresi Pendapatan Sanksi Fiskus Sadar e : Sikap WP Terhadap Pengetahuan dan Pemahaman : Sikap WP Terhadap Sanksi Denda : Sikap WP Terhadap Pelayanan Fiskus : Sikap WP Terhadap Kesadaran Perpajakan : Residual

3.5.1. Asumsi Klasik Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji normalitas data, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas. Namun karena data yang digunakan adalah data cross section maka uji autokorelasi tidak dilakukan.

44

3.5.1.1. Uji Normalitas Data Uji normalitas data dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan

menggunakan histogram standardized residual dan PP plot standardized residual. Imam Ghozali menyatakan bahwa uji normalitas data dilihat dari kedua hal tersebut, apabila histogram standardized residual membentuk kurva normal dan PP plot standardized residual mendekati garis diagonal maka data

terdistribusi normal.

3.5.1.2. Uji Heteroskedastisitas Heterokedastisitas terjadi apabila tidak adanya kesamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Bila terjadi gejala heterokedastisitas akan menimbulkan akibat varians koefisien regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar sehingga hasil uji signifikansi statistik tidak valid lagi. Heterokedastisitas dapat dideteksi dengan uji Glejser. Dalam uji Glejser, model diregresikan regresi linier yang digunakan dalam penelitian ini

untuk mendapatkan nilai residualnya. Kemudian nilai residual regresi dengan semua variabel

tersebut diabsolutkan dan dilakukan

independen, bila terdapat variabel independen yang berpengaruh secara signifikan pada tingkat signifikansi 5% terhadap residual absolut maka

45

terjadi heterokedastisitas dalam model regresi ini (Gunawan Sumodiningrat, 1996).

3.5.1.3. Uji Multikolinieritas Uji multikolinearitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat inter korelasi yang sempurna diantara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam model. Multikolinearitas terjadi jika terdapat hubungan linier antara independen terjadi variabel yang dilibatkan dalam model. Jika

gejala multikolinearitas yang tinggi, standard error koefisien regresi akan

semakin besar dan mengakibatkan confidence interval untuk pendugaan parameter semakin lebar, dengan demikian terbuka kemungkinan terjadi kekeliruan, menerima hipotesis yang salah. Uji asumsi klasik seperti multikolinearitas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antar independent variable dengan menggunakan Variance Inflating Factor (VIF). Batas dari VIF adalah 10 dan nilai tolerance value adalah 0,1. Jika nilai VIF lebih besar dari 10 dan nilai tolerance value kurang dari 0,1 maka terjadi multikolinearitas. Alternatif lainnya adalah dengan melihat condition index, bila condition index lebih dari 20 maka disimpulkan terdapat

multikolinearitas. Bila ada variabel independen yang terkena multikolinearitas, maka model. penanggulangannya salah satu variabel tersebut dikeluarkan dari

46

3.5.2. Pengujian Hipotesis Uji t digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini secara parsial, sementara uji F dilakukan untuk menguji model penelitian. Pada penelitian ini hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 3 diuji dengan menggunakan uji t. Pada uji t, nilai t hitung akan dibandingkan dengan nilai t tabel, apabila nilai t hitung lebih besar daripada t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak, demikian pula sebaliknya. Sementara itu pengujian model penelitian akan dilakukan dengan uji F. Uji F dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel, apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel maka model yang digunakan layak, demikian pula sebaliknya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS.

47

48