2011-2-00044-ak bab 4

Upload: henry-wijay

Post on 14-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 53

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    IV.1. Analisis Strategi Bisnis (Business Strategy Analysis)

    Analisis strategi bisnis yang dilakukan penulis yakni menggunakan analisis lima

    kekuatan Porter (Porters five-forces model) dimana pada hakikatnya persaingan dalam

    industri dapat dilihat dari persaingan lima kekuatan berikut ini:

    A. Persaingan antarperusahaan sejenis

    Bisnis jasa transportasi udara adalah bisnis yang memiliki persaingan

    yang ketat. Persaingan yang ketat ini adalah salah satu implikasi atas deregulasi

    dalam industri penerbangan domestik yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia

    sejak tahun 2000. Hal tersebut tentu membuka kompetisi dan akses yang besar

    untuk masuk ke dalam industri penerbangan Indonesia. Persaingan yang ketat

    ditandai dengan semakin banyaknya maskapai penerbangan domestik dan

    maskapai penerbangan internasional yang beroperasi dan mengembangkan rute

    atau layanan penerbangan di seluruh bandara yang ada di Indonesia. Maskapai

    penerbangan domestik yang ada di Indonesia antara lain Merpati Nusantara

    Airlines, Lion Air, Indonesia AirAsia, Kartika Airlines, Batavia Air, Riau

    Airlines,Wings Air, Trigana Air Service, Travel Express, Sriwijaya Air, Linus

    Airways, Republic Express Airlines, Cardig Air, Manunggal Air Service,

    Indonesia Air Transport, Kal Star Aviation, Megantara Air, Pelita Air Service,

    dan Tri-MG Intra Asia Airlines. Sedangkan beberapa maskapai internasional

    antara lain Singapore Airlines, Malaysia Airlines, Air Asia Malaysia, China

    Airlines, Korea Airlines, dan Thai Airways.

  • 54

    Garuda Indonesia menghadapi persaingan yang berasal dari berbagai

    perusahaan penerbangan baik perusahaan penerbangan full service carrier / FSC

    dan perusahaan penerbangan low cost carrier / LCC. Berdasarkan Undang-

    undang tentang Penerbangan dan KM No. 26 tahun 2010, full service carrier

    dinyatakan sebagai badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang di dalam

    menjalankan kegiatannya dengan standard maksimum, antara lain pemberian

    makan dan minum, makanan ringan, dan fasilitas ruang tunggu eksekutif

    (lounge) untuk kelas bisnis (business class) dan kelas utama (first class).

    Sedangkan low cost carrier dinyatakan sebagai badan usaha angkutan udara

    niaga berjadwal yang di dalam menjalankan kegiatannya dengan standard

    minimum, antara lain hanya ada 1 (satu) kelas pelayanan, tanpa pemberian

    makan dan minum, makanan ringan, fasilitas ruang tunggu eksekutif, dan

    dikenakan biaya untuk bagasi tercatat. Untuk menanggapi persaingan

    antarperusahaan penerbangan FSC dan LCC ini, Garuda Indonesia melaksanakan

    kegiatan operasional berdasarkan kedua tipe badan usaha penerbangan tersebut

    yakni melaksanakan layanan FSC Perseroan dengan brand Garuda Indonesia dan

    mengembangkan layanan LCC Perseroan dengan brand Citilink.

    Persaingan yang dihadapi Garuda Indonesia dengan maskapai

    penerbangan lain didasarkan pada beberapa faktor seperti harga, jadwal, jaringan

    rute, kualitas pelayanan, tipe dan umur pesawat. Garuda Indonesia yang dikenal

    sebagai premium airlines menawarkan harga tiket yang relatif mahal jika

    dibandingkan dengan maskapai pesaing berbiaya murah (LCC), dan cenderung

    menjangkau pangsa pasar kelas menengah ke atas. Dengan demikian Garuda

    Indonesia harus menghadapi persaingan yang semakin intensif dengan maskapai

  • 55

    penerbangan lainnya. Persaingan ini telah berdampak pada pendapatan usaha

    Garuda Indonesia. Buktinya pendapatan usaha Garuda Indonesia pada tahun

    2009 sebesar Rp 17.860.373.610.109,- mengalami penurunan jika dibandingkan

    dengan pendapatan usaha tahun 2008 yang mencapai Rp 19.349.675.420.104,-.

    Penurunan pendapatan usaha ini salah satunya diakibatkan oleh menurunnya

    pendapatan berjadwal sebesar 9,4%.

    Garuda Indonesia yang menghadapi persaingan kompetitif dalam industri

    penerbangan terus melakukan inovasi bagi pertumbuhan usahanya. Salah satunya

    dengan meluncurkan rencana ekspansi yang agresif bernama Quantum Leap.

    Quantum Leap yang direncanakan Garuda Indonesia mencakup pencapaian

    faktor-faktor persaingan lain yang dihadapi dalam industri penerbangan.

    Quantum Leap berencana melakukan penggandaan armada pesawat dan

    menaikkan jumlah penumpang dengan cara menambah rute tujuan domestik

    maupun internasional. Selain itu Garuda Indonesia juga melakukan overhaul

    tampilan maskapai seperti mengubah livery maskapai, seragam staf, dan logo

    yang diharapkan dapat menangkap semangat keramahan Indonesia dan

    profesionalisme. Garuda Indonesia juga mengembangkan konsep pelayanan baru

    berdasarkan keramahan dan keunikan khas Indonesia yaitu Garuda Indonesia

    Experience. Pelayanan ini mencakup berbagai aspek dari kebudayaan, masakan,

    dan keramahan Indonesia dimana mini nasi tumpeng nusantara dan jus martebe

    (markisa dan terong Belanda) menjadi tanda masakan Garuda Indonesia yang

    baru.

    Dengan demikian disimpulkan bahwa Garuda Indonesia dapat bertahan

    dalam persaingan di industri penerbangan Indonesia. Karena perusahaan telah

  • 56

    melakukan berbagai cara untuk memenuhi faktor-faktor persaingan utama dalam

    industri penerbangan. Dengan perusahaan meningkatkan kualitas layanan FSC

    perusahaan dengan brand Garuda Indonesia, mengembangkan layanan LCC

    perseroan yakni Citilink, terus berinovasi bagi pertumbuhan usaha yakni dengan

    menambah dan meremajakan armada pesawat, menambah rute penerbangan,

    serta terus meningkatkan pelayanan yang berkualitas bagi pelanggan, diharapkan

    akan dapat lebih memperkuat posisi Garuda Indonesia sebagai pemimpin di

    pasar penerbangan Indonesia.

    B. Ancaman pesaing baru

    Sebagai akibat dari persaingan yang kompetitif dalam industri

    penerbangan, Garuda Indonesia menghadapi masuknya pesaing baru baik dari

    pasar domestik maupun internasional. Pesaing baru ini sebagian besar adalah

    maskapai penerbangan berbiaya murah (low cost carrier / LCC).

    Masuknya pesaing baru khususnya LCC menimbulkan beberapa

    perubahan dalam industri penerbangan secara keseluruhan. Perubahan-perubahan

    yang dialami seperti masuknya pesaing baru telah meningkatkan kapasitas

    tempat duduk penumpang dan meningkatkan persaingan harga pada rute-rute

    penerbangan yang telah tersedia. Pesaing baru berbiaya rendah (LCC) telah

    memperluas dan menambah frekuensi penerbangan sehingga mampu

    menurunkan pangsa pasar Garuda Indonesia di tahun 2009. Menurunnya pangsa

    pasar Garuda Indonesia di tahun 2009 tercermin pada menurunnya pendapatan

    berjadwal sebesar 9,4% pada tahun 2009.

  • 57

    PT Citilink Indonesia adalah anak perusahaan PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk yang bergerak di bidang angkutan niaga berjadwal yang berbiaya

    murah (LCC). Pengembangan layanan LCC melalui Citilink adalah cara

    perusahaan untuk bersaing dengan pesaing baru dan mendapatkan pangsa pasar

    ekonomi yang telah dikuasai oleh para pesaing. Sehingga dengan perusahaan

    mengembangkan layanan FSC perusahaan yakni Garuda Indonesia dan layanan

    LCC perusahaan yakni Citilink, diharapkan perusahaan dapat mampu bersaing

    dengan pesaing baru dan menguasai pangsa pasar di industri penerbangan

    Indonesia.

    C. Ancaman dari produk substitusi

    Produk substitusi (pengganti) transportasi udara adalah jasa transportasi

    laut dan darat. Penggunaan jasa transportasi pengganti dapat menjadi pilihan bagi

    pelanggan jika jarak yang ditempuh pendek dan biayanya lebih rendah

    dibandingkan menggunakan transportasi udara. Jasa transportasi darat yang dapat

    menjadi produk pengganti adalah berupa kereta api dan bus/mobil. Pelanggan

    yang lebih memilih produk pengganti kereta api adalah pelanggan yang berasal

    dari dan hendak menuju kota-kota yang ada di pulau Jawa yang tersedia layanan

    kereta api. Sedangkan penggunaan produk pengganti berupa bus/mobil ataupun

    dengan jasa transportasi laut akan dilakukan pelanggan jika jarak tempuh pendek

    dan pastinya memperhitungkan biaya yang akan dikeluarkan. Namun tingkat

    mobilitas yang tinggi saat ini mengakibatkan jasa transportasi angkutan udara

    menjadi pilihan yang tepat bagi masyarakat untuk menunjang aktivitasnya.

  • 58

    Karena dengan menggunakan jasa transportasi angkutan udara memberikan

    waktu tempuh yang lebih cepat bagi pelanggannya.

    D. Kekuatan tawar-menawar pemasok (bargaining power of supplier)

    Pemasok yang dimiliki perusahaan penerbangan adalah pihak-pihak yang

    menyuplai bahan baku yang diperlukan perusahaan untuk dapat melaksanakan

    kegiatan operasional perusahaan. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki

    beberapa pemasok yang mendukung kegiatan operasionalnya antara lain PT

    Angkasa Pura (Persero), pemasok bahan bakar, dan produsen armada pesawat

    dan mesin armada pesawat.

    PT Angkasa Pura (Persero) adalah badan usaha milik Negara yang

    memberikan pelayanan pengoperasian bandara udara di Indonesia. PT Angkasa

    Pura (Persero) menyediakan berbagai pelayanan bagi Garuda Indonesia untuk

    mendukung kegiatan operasionalnya. Pelayanan yang disuplai PT Angkasa Pura

    (Persero) yakni mencakup penggunaan fasilitas bandara seperti sewa tempat

    penjualan tiket dan ruangan kantor, jasa pengendalian lalu lintas udara, jasa

    pengendalian di darat dan jasa penerbangan lainnya. Dengan berbagai jasa dan

    pelayanan yang diterima, Garuda Indonesia menerima tagihan setiap bulan atas

    penggunaan fasilitas dan pelayanan di setiap bandara di Indonesia dimana

    perusahaan beroperasi.

    Bahan bakar sangat diperlukan dalam pelaksanaan operasional

    perusahaan penerbangan. Pemasok bahan bakar Garuda Indonesia terdiri atas

    Pertamina dan beberapa pemasok internasional. Sebagian besar bahan bakar

    pesawat yang digunakan oleh Garuda Indonesia, yakni sebesar 70% termasuk

  • 59

    semua bahan bakar pesawat yang diperlukan untuk penerbangan domestik

    berasal dari satu sumber yaitu Pertamina. Perjanjian pasokan bahan bakar dengan

    Pertamina berlangsung selama lima tahun dimana penetapan harga bahan bakar

    mengacu pada harga posting produksi dalam negeri Pertamina termasuk diskon,

    yang ditentukan berdasarkan kebijakan Pertamina sendiri. Sedangkan perjanjian

    dengan beberapa pemasok internasional berlaku selama satu sampai dua tahun

    dimana penetapan harga bahan bakar internasional mengacu pada harga dasar

    rata-rata minyak yang dipublikasikan oleh Platts melalui Singapura berdasarkan

    Mean of Platts Singapore (MOPS), Mean of Platts Arab Gulf (MOPAG), Teluk

    Arab, Saudi Arabia dan Belanda, yang diterbitkan oleh ARAMCO atau

    Rotterdam.

    Garuda Indonesia juga memerlukan pemasok armada pesawat dan mesin

    yang mendukung penyediaan suku cadang terkait kegiatan usaha penerbangan

    perusahaan. Garuda Indonesia menggunakan armada pesawat yang diproduksi

    oleh dua pemasok yakni Boeing dan Airbus. Sedangkan mesin yang digunakan

    oleh armada pesawat diproduksi oleh CFM International S.A. (joint venture

    antara Snecma (SAFRAN Group) di Perancis dan General Electric di Amerika

    Serikat), dan Rolls-Royce Plc. Pembelian armada pesawat dan suku cadang yang

    diperlukan Garuda Indonesia dilaksanakan sesuai dengan perjanjian pembelian.

    Sehingga Garuda Indonesia dapat mendapatkan persetujuan harga yang

    terjangkau dengan kualitas suku cadang terbaik dengan para pemasok yakni

    Boeing, Aibus, CFM International S. A, dan Rolls-Royce Plc.

    Dengan demikian sangatlah penting bagi Garuda Indonesia untuk

    memilih pemasok yang tepat yang dapat mendukung kegiatan usaha penerbangan

  • 60

    perusahaan. Diharapkan pemasok-pemasok tersebut dapat bekerja sama dalam

    mengembangkan kualitas operasional dan pelayanan Garuda Indonesia dengan

    memberikan pasokan bahan baku dan suku cadang yang diperlukan dengan

    kualitas terbaik, tepat waktu, dan sesuai dengan perjanjian bersama.

    E. Kekuatan tawar-menawar pembeli (bargaining power of consumer)

    Pelanggan Garuda Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua kelompok

    yakni pelanggan yang menggunakan rute penerbangan domestik dan

    internasional. Sebagai premium airlines, konsumen layanan FSC dengan brand

    Garuda Indonesia yang menggunakan rute penerbangan domestik adalah

    pelanggan yang berada pada pangsa pasar menengah ke atas. Dengan demikian

    tidak semua masyarakat dapat menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia.

    Layanan LCC yakni Citilink ditujukan kepada konsumen yang menggunakan

    rute penerbangan domestik yang berada pada pangsa pasar kelas ekonomi.

    Dengan demikian untuk melayani pelanggan rute penerbangan domestik,

    perusahaan telah mengembangkan layanan FSC dan LCC yang dapat

    menjangkau seluruh pangsa pasar di industri penerbangan domestik.

    Pelanggan yang menggunakan rute penerbangan internasional antara lain

    jamaah haji, pihak pemerintah, dan konsumen lain yang menggunakan layanan

    penerbangan Garuda Indonesia. Jamaah haji merupakan konsumen tetap layanan

    penerbangan internasional Garuda Indonesia setiap tahun. Layanan penerbangan

    kepada jamaah haji yang merupakan penerbangan tidak berjadwal memberikan

    kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan usaha PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk. Pada tahun 2009 persentase penerbangan tidak berjadwal

  • 61

    meningkat menjadi 13,95% dari total pendapatan usaha, dibandingkan pada

    tahun 2008 sebesar 12,75% dari total pendapatan usaha. Sehingga pendapatan

    usaha yang berasal dari penerbangan tidak berjadwal pada tahun 2009 sebesar Rp

    2.491.248.347.166,- mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2008

    yang berjumlah Rp 2.466.617.770.723,-. Pada tahun 2010 persentase

    penerbangan berjadwal menurun hingga mencapai 10,31% dari total pendapatan

    usaha. Sehingga pendapatan usaha yang berasal dari penerbangan tidak

    berjadwal pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 2.013.752.599.509,-. Dengan

    demikian penerbangan tidak berjadwal kepada jamaah haji ini merupakan

    sumber pendapatan tetap bagi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk setiap

    tahunnya.

    Persaingan dengan sebagian besar maskapai pesaing yang berusaha

    merebut kesetiaan pelanggan dilakukan dengan menawarkan kepada pelanggan

    harga tiket yang lebih murah dapat diantisipasi oleh PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk dengan menawarkan tiket dengan harga promosi kepada

    pelanggan. Hal ini tentu saja tidak hanya menguntungkan bagi Garuda Indonesia

    tetapi juga bagi pelanggan karena mendapatkan harga tiket yang murah dengan

    tetap menikmati kualitas pelayanan terbaik dari Garuda Indonesia. Dengan

    demikian, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menciptakan peluang bagi

    masyarakat untuk memilih menggunakan layanan penerbangan Garuda

    Indonesia.

    Ringkasan atas analisis strategi bisnis dengan menggunakan analisis Porter dapat

    dilihat dari bagan di bawah ini:

  • 62

    Tekanan persaingan datang dari pendatang baru yang potensial

    merebut pasar (konsumen)

    Tekanan persaingan datang dari

    usaha-usaha pasar (pesaing) untuk merebut pasar (konsumen)

    Gambar IV.1. Bagan Ringkasan Analisis Porter

    Berdasarkan analisis Porter yang telah dilakukan kepada PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk diketahui bahwa tingkat risiko masing-masing indikator dalam

    analisis lima kekuatan Porter adalah seperti tabel di bawah ini:

    Pendatang Baru: Maskapai penerbangan low cost carrier baik lokal atau internasional

    Pembeli:

    - pelanggan rute domestik

    - pelanggan rute internasional, yaitu jamaah haji

    Pemasok: - PT Angkasa Pura (Persero)

    - Pertamina - Boeing dan Airbus - CFM International S.A. dan Rolls-Royce Plc

    Substitusi : Transportasi darat, yaitu kereta api dan kendaraan bermotor

    Transportasi laut, yaitu kapal laut

    Persaingan antarperusahaan sejenis:

    - Maskapai penerbangan lokal

    - Maskapai penerbangan internasional

  • 63

    Tabel IV.1. Tingkat Risiko Analisis Porter

    No Jenis Risiko Penjelasan 1 Ancaman pesaing

    baru High risk Semakin maraknya airline low cost carrier

    yang menguasai industri 2 Persaingan antar

    perusahaan sejenis High risk Menghadapi persaingan dengan airline

    lokal dan internasional baik low cost carrier dan full service carrier

    3 Ancaman produk substitusi

    Low risk Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi mengakibatkan pilihan untuk menggunakan angkutan udara sebagai pilihan yang tepat, karena dapat menghemat waktu tempuh perjalanan

    4 Kekuatan tawar-menawar pemasok

    Low risk Para pemasok telah memiliki perjanjian dengan perusahan. Sehingga variabel ini memiliki risiko yang rendah

    5 Kekuatan tawar-menawar pembeli

    Medium risk Konsumen untuk penerbangan berjadwal memiliki kuasa untuk menentukan pilihan apakah akan menggunakan jasa Garuda Indonesia atau tidak. Di lain pihak, Garuda Indonesia melayani penerbangan tidak berjadwal yaitu jamaah haji secara tetap setiap tahunnya

    IV.2. Analisis Akuntansi (Accounting Analysis)

    Dalam melakukan analisis akuntansi, penulis menemukan bahwa terdapat

    beberapa akun yang menjadi perhatian dalam laporan keuangan yang dimiliki PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2008, 2009, dan 2010, yaitu:

    1. Pos luar biasa

    Pos luar biasa adalah akun pada laporan laba rugi yang mencatat

    keuntungan yang diperoleh atas restrukturisasi pinjaman PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk. Pos luar biasa mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini

    berarti keputusan restrukturisasi yang dilakukan manjemen memberikan

    keuntungan bagi perusahaan.

  • 64

    Pada tahun 2008 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tidak memiliki pos

    luar biasa. Pada tahun 2009 pos luar biasa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    adalah sebesar Rp 123.502.291.000,-. Pos luar biasa ini berasal dari keuntungan

    atas restrukturisasi dan penyelesaian Obligasi Wajib Konversi kepada Bank

    Mandiri sebesar Rp 1.142.311.291.000,-. Penyelesaian hutang obligasi konversi

    yang dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kepada Bank Mandiri adalah

    dengan cara:

    - Melakukan pembayaran secara tunai sebesar 5% dari pokok atau sebesar Rp

    50.940.000.000,-

    - Sisanya sebesar 95% dari pokok atau sebesar Rp 967.869.000.000,-

    dikonversi menjadi saham perusahaan

    Pada tahun 2010 saldo pos luar biasa yang dimiliki PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk adalah sebesar Rp 225.044.156.621,-. Pos luar biasa ini berasal

    dari keuntungan atas restrukturisasi hutang yang dimiliki perusahaan antara lain:

    - Keuntungan atas pembelian kembali Wesel Bayar Bunga Mengambang

    (Floating Rate Note/ FRN). PT Garuda Indonesia memperoleh keuntungan

    sebesar Rp 184.068.623.128,- atas pembelian kembali FRN ini.

    - Keuntungan atas pembelian kembali pinjaman kepada Lloyd (ECA), dimana

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan transaksi sewa pesawat

    Airbus tipe A-330 yang dibiayai oleh Lloyd (ECA). Sehingga PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk memperoleh keuntungan sebesar USD 4.546.270

    atau setara dengan Rp 40.975.533.493,-.

  • 65

    2. Penghapusan (write off) atas persediaan

    Penghapusan (write off) atas persediaan menjadi perhatian penulis dalam

    melakukan analisis akuntansi pada laporan keuangan PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk karena pada tahun 2010 terjadi penurunan secara drastis pada nilai

    penghapusan (write off) atas persediaan. Penghapusan (write off) atas persediaan

    akan mempengaruhi jumlah penyisihan penurunan nilai persediaan, yang

    kemudian nantinya berdampak pada saldo akhir persediaan pada tahun berjalan.

    Pada tahun 2008 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tidak melakukan

    penghapusan (write off) atas persediaannya. Pada tahun 2009 penghapusan (write

    off) atas persediaan adalah sebesar Rp 10.258.483.132,-. Pada tahun 2010

    penghapusan (write off) atas persediaan mengalami penurunan sebesar Rp

    10.127.530.748,- sehingga write off yang dicatat PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 130.952.384,-.

    Penghapusan (write off) atas persediaan berdampak pada jumlah

    penyisihan penurunan nilai persediaan. Pada tahun 2009 penyisihan penurunan

    nilai persediaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 70.363.802.991,-

    yakni mengalami peningkatan sebesar Rp 20.313.940.049,- jika dibandingkan

    dengan tahun 2008 yang berjumlah Rp 50.049.862.942,-. Pada tahun 2010,

    penyisihan penurunan nilai persediaan mengalami penurunan secara drastis

    seiring dengan menurunnya write off yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, penyisihan penurunan nilai

    persediaan pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar Rp 62.144.885.009,-

    yang mengakibatkan penyisihan penurunan nilai persediaan pada tahun 2010

    adalah sebesar Rp 8.218.917.982,-

  • 66

    Penurunan secara drastis pada jumlah penghapusan (write off) atas

    persediaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2010 menyebabkan

    jumlah bersih (saldo akhir) persediaan pada akhir tahun 2010 tidak mengalami

    penurunan yang signifikan. Jumlah bersih (saldo akhir) persediaan pada tahun

    2010 berjumlah Rp 607.193.889.315,-. Saldo akhir persediaan ini hanya

    mengalami penurunan sebesar Rp 10.923.724.735,- jika dibandingkan saldo

    akhir persediaan pada tahun 2009 yang berjumlah Rp 618.117.614.050,-. Saldo

    akhir persediaan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp

    101.945.621.797,- jika dibandingkan saldo akhir persediaan pada tahun 2008

    yang berjumlah Rp 516.171.992.253,-.

    3. Aset tetap

    Aset tetap adalah akun dalam neraca PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    yang mengalami beberapa perubahan yaitu melakukan revaluasi atas aset tetap

    dan perubahan estimasi atas masa manfaat (umur ekonomis). PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk melakukan revaluasi atas aset tetap pesawat, tanah dan

    bangunan sejak tahun 2008. Revaluasi dilakukan oleh penilai independen dengan

    menggunakan pendekatan harga pasar untuk aset tanah dan pesawat serta metode

    biaya penggantian untuk bangunan. Revaluasi yang dilakukan pada tahun 2008

    terhadap pesawat, tanah dan bangunan menghasilkan surplus revaluasi sebesar

    Rp 2.063.994.302.661,- yakni akibat dari peningkatan revaluasi sebesar Rp

    2.237.071.251.999,- dan penurunan revaluasi sebesar Rp 173.076.949.338,-. Hal

    ini mengakibatkan saldo akhir surplus revaluasi pada tahun 2008 adalah sebesar

    Rp 1.672.668.664.694,-. Pada tahun 2009 terjadi penurunan atas revaluasi yang

  • 67

    dilakukan perusahaan yaitu sebesar Rp 217.346.100.592,-. Penurunan ini

    mengakibatkan penurunan pada saldo akhir surplus revaluasi sebesar Rp

    157.135.885.955,- sehingga saldo akhir pada tahun 2009 adalah sebesar Rp

    1.515.532.778.739,-. Pada tahun 2010 terjadi penurunan atas revaluasi aset tetap

    yaitu sebesar Rp 410.916.810.755,-. Hal ini mengakibatkan saldo akhir surplus

    revaluasi juga mengalami penurunan sebesar Rp 368.781.403.940,- sehingga

    saldo akhir surplus revaluasi pada tahun 2010 adalah sebesar Rp

    1.146.751.374.799,-

    Aset tetap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terdiri dari aset tetap

    pesawat dan aset tetap non pesawat. Aset tetap pesawat yang dimiliki PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk disusutkan hingga ke nilai residu dengan menggunakan

    metode garis lurus selama taksiran masa manfaat aset tersebut. Sedangkan

    penyusutan aset tetap non pesawat menggunakan metode garis lurus selama masa

    manfaat aset tersebut. Masa manfaat aset tetap PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk sebelum perubahan estimasi yakni tahun 2008 dan sesudah dilakukan

    perubahan estimasi yaitu sejak tahun 2009 ditunjukkan dalam tabel berikut:

    Tabel IV.2. Masa Manfaat Aset Tetap

    Aset Tetap Masa Manfaat 2008 (tahun) 2009 sekarang (tahun) Aset tetap pesawat Rangka pesawat 12 - 15 18 - 20 Mesin 12 - 15 18 - 20 Simulator 10 10 Rotable part 12 12 Aset tetap non pesawat Hanggar 40 40 Gedung Kantor 20 40 Kendaraan 3 - 5 3 - 5 Aset tetap lainnya 2 - 10 2 - 10

  • 68

    4. Piutang lain-lain

    Piutang lain-lain adalah piutang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    diluar piutang usaha pihak hubungan istimewa dan pihak ketiga. Piutang lain-lain

    menjadi perhatian penulis dalam melakukan analisis akuntansi terhadap laporan

    keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk karena pada akun piutang lain-lain

    ini tidak ada penyisihan piutang ragu-ragu. Dalam catatan atas laporan keuangan

    disebutkan bahwa manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berkeyakinan

    piutang lain-lain dapat ditagih seluruhnya. Oleh sebab itu, tidak ada penyisihan

    atas piutang tak tertagih pada pos piutang lain-lain ini.

    Saldo piutang lain-lain selama tahun 2008 sampai 2010 mengalami

    penurunan juga peningkatan. Pada tahun 2008 piutang lain-lain berjumlah Rp

    66.138.049.119,- kemudian saldo piutang lain-lain mengalami penurunan hingga

    mencapai Rp 15.797.503.450,- pada tahun 2009. Penurunan saldo piutang lain-

    lain ini terjadi karena piutang kepada Kementrian Negara BUMN sejumlah Rp

    47.449.520.000,- hanya dimiliki pada tahun 2008. Piutang kepada Kementrian

    Negara BUMN ini adalah piutang atas penjualan tanah dan bangunan.

    Peningkatan saldo piutang lain-lain sebesar Rp 40.422.476.865,- terjadi pada

    tahun 2010. Hal ini mengakibatkan saldo piutang lain-lain pada tahun 2010

    mencapai Rp 56.219.980.315,-.

    IV.3. Analisis Keuangan (Financial Analysis)

    Analisis keuangan harus dilakukan oleh para pengguna laporan keuangan. Hal ini

    disebabkan karena dengan menganalisis keuangan para pengguna laporan keuangan baik

  • 69

    manajemen, investor, kreditor, pemerintah, bahkan karyawan dapat mengetahui dan

    mengamati kinerja suatu perusahaan melalui laporan keuangannya.

    Analisis laporan keuangan yang dilakukan penulis pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk menggunakan Laporan Laba Rugi, Neraca, dan Laporan Arus Kas selama

    periode tiga tahun, yaitu tahun 2008, 2009, dan 2010. Dalam menganalisis kinerja

    keuangan pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, penulis menggunakan alat-alat

    analisis berupa analisis vertikal dan horizontal, analisis rasio keuangan, analisis Du Pont,

    serta analisis sumber dan penggunaan kas (cash flow analysis).

    IV.3.1. Analisis Vertikal dan Horizontal

    Perhitungan mengenai analisis horizontal dan vertikal yang dilakukan

    terhadap Neraca dan laporan Laba Rugi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    untuk tiga periode yaitu tahun 2008, 2009, dan 2010 dapat dilihat pada bagian

    lampiran sebagai dasar pembahasan analisis laporan keuangan yang dilakukan

    penulis.

    Pembahasan atas analisis vertikal dan horizontal yang dilakukan pada

    Neraca PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah sebagai berikut:

    1. Aset lancar

    Berdasarkan analisis vertikal persentase total aset lancar pada tahun 2009

    mengalami penurunan kemudian meningkat kembali pada tahun 2010. Pada

    tahun 2008 mencapai 30,23% dari total aset kemudian pada tahun 2009

    menurun menjadi 28,49% dari total aset. Pada tahun 2010 mengalami

    peningkatan yang tidak terlalu besar yakni mencapai 28,52% dari total aset.

  • 70

    Hal ini disebabkan karena adanya perubahan pada komponen akun aset

    lancar perusahaan.

    Berdasarkan analisis horizontal, saldo aset lancar pada tahun 2008-2010

    terus mengalami penurunan. Aset lancar pada tahun 2009 mengalami

    penurunan sebesar 8.95% atau sebesar Rp 729.422.370.391,- jika

    dibandingkan dengan aset lancar pada tahun 2008, dimana total aset lancar

    pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 4.626.444.698.909,- menjadi Rp

    4.212.528.943.813,- pada tahun 2009. Pada tahun 2010 aset lancar kembali

    mengalami penurunan sebesar 7,49% atau senilai Rp 315.506.615.295,-

    sehingga total aset lancar mencapai Rp 3.897.022.328.518,-.

    Faktor utama yang menyebabkan terjadinya penurunan aset lancar pada

    tahun 2009 dan 2010 adalah karena adanya penurunan pada kas dan setara

    kas setiap tahunnya sebagai akibat arus kas keluar yang lebih besar dari arus

    kas masuk. Pada tahun 2009 kas dan setara kas mengalami penurunan

    sebesar 33,8% atau sebesar Rp 879.297.480.986,- sehingga kas dan setara kas

    pada tahun 2009 mencapai Rp 1.722.491.504.933,-. Pada aktivitas operasi,

    perusahaan memperoleh kas bersih sebesar Rp 1.379.679.241.859,-. Pada

    aktivitas investasi perusahaan menggunakan kas bersih sebesar Rp

    1.599.951.734.836,- dan kas yang bersih yang digunakan untuk aktivitas

    pendanaan sebesar Rp 601.712.783.918,-. Sehingga perusahaan

    membutuhkan tambahan dana yang berasal dari kas dan setara kas sebesar Rp

    821.985.276.895,- yang menyebabkan penurunan pada kas dan setara kas

    akhir tahun 2009.

  • 71

    Pada tahun 2010 kas dan setara kas mengalami penurunan sebesar

    31,65% atau sebesar Rp 545.108.271.162,-. Pada aktivitas operasi

    perusahaan memperoleh kas bersih sebesar Rp 1.602.135.109.198,-. Pada

    aktivitas investasi dan pendanaan, perusahaan menggunakan kas bersih

    masing-masing sebesar Rp 945.514.087.803,- dan Rp 1.137.893.716.605,-.

    Sehingga perusahaan menggunakan dana tambahan yang berasal dari kas dan

    setara kas sebesar Rp 481.272.695.211,- yang menyebabkan penurunan pada

    kas dan setara kas akhir tahun 2010.

    2. Aset tidak lancar

    Berdasarkan analisis vertikal persentase total aset tidak lancar pada tahun

    2008 adalah 69,77%, kemudian meningkat pada tahun 2009 mencapai

    71,54%, dan menurun kembali pada tahun 2010 hingga mencapai 71,48%.

    Peningkatan dan penurunan ini disebabkan karena adanya perubahan pada

    beberapa akun dalam pos aset tidak lancar perusahaan.

    Berdasarkan analisis horizontal total aset tetap terus mengalami

    penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 aset tidak lancar mengalami

    penurunan sebesar 0,82% atau sebesar Rp 87.492.411.168,-, kemudian pada

    tahun 2010 menurun kembali sebesar 6,93% atau sebesar Rp

    820.898.700.754,-.

    Penurunan pada total aset tidak lancar PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk disebabkan karena menurunnya akun aset tetap. Aset tetap yang dimiliki

    perusahaan adalah aset pesawat berupa rangka pesawat, mesin, simulator,

    dan rotable parts, serta aset non pesawat berupa kendaraan, tanah, bangunan

  • 72

    perlengkapan dan peralatan. Pada tahun 2008 aset tetap yang dimiliki

    perusahaan adalah sebesar Rp 6.552.911.158.504,- kemudian terus

    mengalami penurunan hingga tahun 2010. Pada tahun 2009 aset tetap

    mengalami penurunan sebesar 2,75% atau sebesar Rp 178.028.892.856,-

    sehingga saldo pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 6.374.882.265.648,-. Pada

    tahun 2010 aset tetap kembali menurun sebesar 12,12% atau sebesar Rp

    5.602.508.956.465,- sehingga saldo aset tetap tahun 2010 adalah sebesar Rp

    5.602.508.956.465,-.

    3. Kewajiban lancar

    Berdasarkan analisis vertikal persentase kewajiban lancar terus

    mengalami penurunan hingga tahun 2010. Pada tahun 2008 kewajiban lancar

    yang dimiliki adalah sebesar 46,30 % dari total kewajiban dan ekuitas, pada

    tahun 2009 sebesar 42,88%, dan pada tahun 2010 sebesar 38,35%. Penurunan

    ini disebabkan karena terjadi penurunan pada komposis hutang yang dimiliki

    perusahaan.

    Berdasarkan analisis horizontal total kewajiban lancar perusahaan terus

    mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 kewajiban lancar

    mengalami penurunan sebesar 10,41% atau senilai Rp 737.476.733.560,-.

    Pada tahun 2010 kewajiban lancar kembali mengalami penurunan sebesar

    17,43% atau senilai Rp 1.106.402.073.869,-.

    Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan pada kewajiban

    lancar pada tahun 2009 dan 2010 adalah penurunan pada hutang usaha pihak

    ketiga dan pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun.

  • 73

    Hutang usaha kepada pihak ketiga adalah hutang usaha yang dimiliki

    perusahaan kepada pemasok jasa penerbangan dan jasa non penerbangan.

    Pada tahun 2009 hutang usaha pihak ketiga mengalami penurunan sebesar

    39,11% atau sebesar Rp 782.413.847.516,- sehingga hutang usaha pihak

    ketiga pada tahun 2009 menjadi Rp 1.218.182.894.813,- dibandingkan pada

    tahun 2008 sebesar Rp 2.000.596.742.329,-. Pada tahun 2010 hutang usaha

    mengalami penurunan sebesar 8,35% atau sebesar Rp 101.764.672.799,-.

    Pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun pada tahun

    2009 adalah sebesar Rp 1.285.737.277.610,- yaitu mengalami penurunan

    sebesar 10,48% atau sebesar Rp 150.594.681.037,-. Pada tahun 2010

    pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun mengalami

    penurunan yang cukup besar yaitu 77,96% atau sebesar Rp

    1.002.383.125.369,- sehingga saldo pada tahun 2010 menjadi Rp

    283.354.152.241,-.

    4. Kewajiban tidak lancar

    Berdasarkan analisis vertikal persentase total kewajiban tidak lancar pada

    tahun 2008-2010 mengalami naik turun. Pada tahun 2008 persentase

    kewajiban tidak lancar adalah sebesar 44,45% atas total kewajiban dan

    ekuitas. Pada tahun 2009 menurun hingga mencapai 35,36% dan kemudian

    meningkat kembali mencapai 36,26%. Perubahan pada persentase total

    kewajiban tidak lancar ini disebabkan karena adanya perubahan pada akun

    kewajiban tidak lancar selama tahun 2008-2010.

  • 74

    Berdasarkan analisis horizontal kewajiban tidak lancar pada tahun 2009

    mengalami penurunan sebesar 23,09% atau sebesar Rp 1.568.974.188.282,-.

    Penurunan ini mengakibatkan saldo akhir kewajiban tidak lancar pada tahun

    2009 mencapai Rp 5.233.722.113.811,- dimana pada tahun 2008 saldo

    kewajiban tidak lancar adalah sebesar Rp 6.802.696.302.093,-. Pada tahun

    2010 juga mengalami penurunan sebesar 5,32% atau sebesar Rp

    278.435.674.540,- sehingga saldo kewajiban tidak lancar pada tahun 2010

    adalah sebesar Rp 4.955.286.439.271,-.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan pada kewajiban

    tidak lancar adalah adanya penurunan pada hutang sewa pembiayaan dan

    obligasi konversi. Hutang sewa pembiayaan yang dimiliki perusahaan adalah

    transaksi sewa pesawat Airbus tipe A-330 yang dibiayai oleh Lloyd. Hutang

    sewa pembiayaan tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 38,85% atau

    sebesar Rp 1.381.036.932.910,- kemudian menurun kembali pada tahun 2010

    sebesar 26,36% atau sebesar Rp 623.811.111.725,-.

    Obligasi konversi yang dimiliki perusahaan pada tahun 2008 sebesar Rp

    1.018.809.000.000,- adalah obligasi wajib konversi kepada PT Bank Mandiri

    (Persero) Tbk. Pada bulan Desember 2009, perusahaan dengan Bank Mandiri

    menyetujui restrukturisasi dan penyelesaian obligasi wajib konversi tersebut

    dengan melakukan pembayaran tunai sebesar Rp 50.940.000.000,- dan

    sisanya sebesar Rp 967.869.000.000 dikonversi menjadi saham perusahaan.

    Oleh sebab itu, obligasi konversi pada tahun 2009 dan 2010 menjadi nihil.

  • 75

    5. Ekuitas

    Berdasarkan analisis vertikal persentase ekuitas pada tahun 2008-2010

    terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 persentase ekuitas adalah

    sebesar 8,93% dari total kewajiban dan ekuitas, kemudian terus meningkat

    pada tahun 2009 sebesar 21,71%, dan tahun 2010 sebesar 25,30%.

    Peningkatan pada ekuitas ini disebabkan karena bertambahnya modal saham

    yang dimiliki perusahaan hingga tahun 2010.

    Berdasarkan analisis horizontal ekuitas perusahaan pada tahun 2009

    mengalami peningkatan sebesar 135,20% atau sebesar Rp

    1.847.535.489.138,-. Peningkatan ini mengakibatkan saldo ekuitas pada

    tahun 2009 meningkat menjadi Rp 3.214.070.614.401,- dimana pada tahun

    2008 senilai Rp 1.366.535.125.263,-. Pada tahun 2010 meningkat kembali

    sebesar 7,57% atau sebesar Rp 243.191.081.480,-. Sehingga saldo ekuitas

    pada akhir tahun 2010 adalah senilai Rp 3.457.261.695.881,-

    Faktor yang mempengaruhi peningkatan ekuitas hingga tahun 2010

    adalah penambahan modal saham sebagai akibat dari adanya konversi 95%

    obligasi wajib konversi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menjadi modal

    saham. Pada tahun 2008 modal saham perusahaan adalah sebesar Rp

    8.152.629.000.000,- kemudian mengalami peningkatan sebesar 11,87% atau

    sebesar Rp 967.869.000.000,-. Sehingga modal saham yang dimiliki

    perusahaan pada tahun 2009 dan 2010 bertambah menjadi Rp

    9.120.498.000.000,-.

  • 76

    Pembahasan atas analisis vertikal dan horizontal yang dilakukan pada

    laporan Laba Rugi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah sebagai berikut:

    1. Pendapatan usaha

    Berdasarkan analisis horizontal pendapatan usaha pada tahun 2009

    mengalami penurunan sebesar 7,7% atau sebesar Rp 1.489.301.809.995,-.

    Penurunan ini disebabkan karena adanya penurunan pada penerbangan

    berjadwal yaitu sebesar 9,4% atau sebesar Rp 1.420.856.251.464,-. Pada

    tahun 2010 pendapatan usaha perusahaan mengalami peningkatan sebesar

    9,37% atau sebesar Rp 1.673.957.870.395,-. Peningkatan ini disebabkan

    karena meningkatnya penerbangan berjadwal sebesar 16,21% atau sebesar

    Rp 2.220.976.751.850,-.

    2. Beban usaha

    Berdasarkan analisis vertikal persentase beban usaha pada tahun 2008,

    2009 dan 2010 adalah sebesar 93,01%, 94,86%, dan 100,34%. Peningkatan

    pada persentase beban usaha ini terjadi karena adanya peningkatan pada

    akun-akun yang ada pada pos beban usaha.

    Berdasarkan analisis horizontal total beban usaha menurun sebesar 5,86%

    atau sebesar Rp 1.054.383.472.960,-. Sehingga total beban usaha tahun 2009

    adalah sebesar Rp 16.942.084.694.513,- menurun jika dibandingkan pada

    tahun 2008 sebesar Rp 17.996.468.167.473,-. Pada tahun 2010 mengalami

    peningkatan sebesar 15,7% atau sebesar Rp 2.659.406.137.695,-. Sehingga

    total beban usaha pada tahun 2010 meningkat hingga sebesar Rp

    19.601.490.832.208,-.

  • 77

    3. Laba (rugi) usaha

    Berdasarkan analisis vertikal persentase laba (rugi) usaha pada tahun

    2008, 2009, dan 2010 terus mengalami penurunan yaitu sebesar 6,99%,

    5,14%, dan - 0,34%. Penurunan ini disebabkan karena adanya penurunan dan

    peningkatan pada pendapatan usaha dan beban usaha pada tahun 2008-2010.

    Berdasarkan analisis horizontal laba (rugi) usaha pada tahun 2009

    mengalami penurunan sebesar 32,14% atau sebesar Rp 434.918.337.035,-.

    Penurunan ini mengakibatkan saldo laba (rugi) usaha pada tahun 2009

    mencapai Rp 918.288.915.596,- dimana pada tahun 2008 mencapai Rp

    1.353.207.252.631,-. Pada tahun 2010 mengalami penurunan drastis sebesar

    107,31% atau sebesar Rp 985.448.267.300,-. Sehingga pada tahun 2010

    perusahaan mengalami rugi sebesar Rp 67.159.351.704,-.

    Penurunan pada tahun 2009 dan 2010 disebabkan karena adanya

    penurunan dan peningkatan pada pendapatan usaha dan beban usaha pada

    periode yang sama. Penurunan laba usaha pada tahun 2009 disebabkan

    kaarena penurunan pada pendapatan usaha yang lebih besar dibandingkan

    penurunan pada beban usaha. Pendapatan usaha mengalami penurunan

    sebesar 7,7% sedangkan beban usaha hanya mengalami penurunan sebesar

    5,86%. Pada tahun 2010 perusahaan mengalami rugi usaha karena

    peningkatan yang drastis pada beban usaha sebesar 107,31% sebagai akibat

    dari peningkatan pada beban operasional penerbangan, pelayanan

    penumpang, pemeliharaan dan perbaikan, beban imbalan kerja, serta

    administrasi dan umum.

  • 78

    4. Penghasilan (beban) lain-lain

    Berdasarkan analisis vertikal persentase penghasilan (beban) lain-lain

    pada tahun 2008, 2009, dan 2010 adalah sebesar -1,73%, -0,31%, dan 0,65%.

    Peningkatan ini disebabkan karena perubahan pada akun-akun yang ada pada

    pos penghasilan (beban) lain-lain.

    Berdasarkan analisis horizontal penghasilan (beban) lain-lain pada tahun

    2009 meningkat 83,51% atau sebesar Rp 278.865.368.557,-. Sehingga saldo

    penghasilan (beban) lain-lain pada tahun 2009 adalah sebesar Rp

    (55.062.958.473) yang meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp

    (333.928.327.030). Pada tahun 2010 meningkat kembali 329,04% atau

    sebesar Rp 181.181.570.193,-. Sehingga saldo pada tahun 2010 sebesar Rp

    126.118.611.720,-.

    5. Laba bersih

    Berdasarkan analisis vertikal persentase laba bersih pada tahun 2008,

    2009, dan 2010 adalah sebesar 5,04%, 5,70%, dan 2,64%.

    Berdasarkan analisis horizontal laba bersih perusahaan pada tahun 2009

    mengalami peningkatan sebesar Rp 4,47% atau sebesar Rp 43.567.309.247,-.

    Sehingga saldo akhir tahun 2009 meningkat hingga mencapai Rp

    1.018.615.935.445,- dibandingkan pada tahun 2008 sebesar Rp

    975.048.626.198,-. Pada tahun 2010 laba bersih perusahaan mengalami

    penurunan sebesar 49,39% atau sebesar Rp 503.094.079.754,-. Sehingga

    saldo akhir tahun 2010 mencapai Rp 515.521.855.691,-.

  • 79

    IV.3.2. Analisis Rasio Keuangan

    Penulis menggunakan beberapa rasio untuk menilai bisnis dan kinerja PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk yaitu rasio likuiditas, manajemen aset

    (aktivitas), manajemen hutang (leverage), dan profitabilitas. Untuk menilai

    pencapaian kinerja perusahaan, hasil penilaian rasio perusahaan akan

    dibandingkan dengan rasio industri. Rasio industri yang digunakan adalah data

    milik competitor PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yakni Singapore Airlines.

    IV.3.1.1. Analisis Rasio Likuiditas

    Rasio likuiditas (modal kerja) membantu pengguna laporan keuangan

    dalam beberapa hal yakni membantu menganalisa posisi keuangan jangka

    pendek, membantu manajemen untuk mengecek efisiensi modal kerja yang

    digunakan perusahaan, serta membantu kreditor jangka panjang dan pemegang

    saham untuk mengetahui prospek dividen di masa depan. Rasio yang digunakan

    dalam menganalisis likuiditas perusahaan adalah sebagai berikut:

    1. Rasio Lancar (Current Ratio)

    Tabel IV.3. Perhitungan Rasio Lancar

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010 Aset Lancar 4.626.444.698.909 4.212.528.943.813 3.897.022.328.518Kewajiban Lancar 7.085.154.280.368 6.347.677.546.808 5.241.275.472.939 Rasio Lancar 65,30% 66,36% 74,35% Singapore Airlines 2008 2009 2010

    Aset Lancar 8.313.300.000 6.836.500.000 6.548.700.000 Kewajiban Lancar 5.867.500.000 5.918.700.000 4.519.600.000 Rasio Lancar 141,68% 115,51% 144,90%

  • 80

    Gambar IV.2. Rasio Lancar

    Rasio lancar menunjukkan margin of safety kreditor jangka pendek atau

    kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Rasio lancar pada PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami peningkatan selama tahun 2008

    hingga 2010. Peningkatan rasio lancar pada tahun 2008 hingga 2010 ini

    disebabkan oleh menurunnya kewajiban lancar perusahaan, yang juga disertai

    dengan menurunnya aset lancar perusahaan. Sedangkan rasio industri untuk

    rasio lancar yakni menggunakan data milik Singapore Airlines, rasio lancar

    pada tahun 2008 hingga 2010 mengalami fluktuasi seiring dengan perubahan

    nilai kewajiban lancar yang berfluktuasi juga.

    Pada tahun 2008, rasio lancar PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah

    sebesar 65,30% atau 0,65 kali. Hal ini berarti setiap Rp 1,- hutang lancar

    dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp 0,65. Pada tahun 2009 terjadi

    peningkatan sebesar 1,06%, yang berarti rasio lancar perusahaan sebesar

    66,36%. Hal ini menunjukkan setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin dengan Rp

    0,66 aset lancar. Pada tahun 2010, rasio lancar perusahaan sebesar 74,35%

    yakni mengalami peningkatan sebesar 7,99% dari tahun 2009. Angka rasio

    lancar tersebut berarti setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin dengan Rp 0,74 aset

    0%

    50%

    100%

    150%

    200%

    2008 2009 2010

    Garuda Airlines

    Singapore Airlines

  • 81

    lancar. Dapat disimpulkan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berada

    pada keadaan illikuid yakni tidak mampu memenuhi kewajiban lancar tepat

    pada waktunya karena perusahaan memiliki kewajiban lancar yang lebih besar

    dari aset lancarnya.

    Singapore Airlines sebagai rasio industri memiliki rasio lancar yang

    fluktuatif. Pada tahun 2008, Singapore Airlines memiliki rasio lancar sebesar

    141,68%. Ini berarti setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin dengan Rp 1,4,- aset

    lancar. Pada tahun 2009, Singapore Airlines mengalami penurunan yang

    cukup besar yakni 26,17%. Sehingga rasio lancar Singapore Airlines tahun

    2009 menjadi 115,51%, yang berarti setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin

    dengan Rp 1,1,- aset lancar. Pada tahun 2010 rasio lancar Singapore Airlines

    mencapai 144,90%, yakni mengalami peningkatan yang cukup besar senilai

    29,39%. Angka rasio lancar pada tahun 2010 ini menunjukkan bahwa setiap

    Rp 1,- hutang lancar dari Singapore Airlines dijamin dengan Rp 1,- aset

    lancarnya. Berdasarkan angka rasio lancar ini menunjukkan bahwa Singapore

    Airlines berada pada keadaan likuid, yakni mampu memenuhi kewajiban

    lancar tepat pada waktunya karena memiliki aset lancar yang lebih besar dari

    kewajiban lancarnya.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio lancar PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk pada tahun 2008 hingga 2010 berada di bawah rasio industri yakni

    menggunakan data milik Singapore Airlines. Hal ini disebabkan karena aset

    lancar PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk lebih kecil dari kewajiban

    lancarnya. Dengan demikian menunjukkan bahwa PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk berada pada keadaan illikuid. Sedangkan Singapore Airlines

  • 82

    sebagai rasio industri berada pada keadaan likuid karena aset lancar yang

    dimiliki lebih besar dari kewajiban lancarnya. Ini menunjukkan bahwa

    perusahaan mampu memenuhi kewajiban lancar tepat pada waktunya.

    2. Rasio Cepat (Quick Ratio)

    Tabel IV.4. Perhitungan Rasio Cepat

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010 Aset Lancar - 4.626.444.698.909 4.212.528.943.813 3.897.022.328.518 Persediaan 516.171.992.253 618.117.614.050 607.193.889.315 Kewajiban Lancar 7.085.154.280.368 6.347.677.546.808 5.241.275.472.939 Rasio Cepat 58,01% 56,63% 62,77%

    Singapore Airlines 2008 2009 2010 Aset Lancar - 8.313.300.000 6.836.500.000 6.548.700.000 Persediaan 507.700.000 503.200.000 429.500.000 Kewajiban Lancar 5.867.500.000 5.918.700.000 4.519.600.000 Rasio Cepat 133,03% 107,00% 135.39%

    Gambar IV.3. Rasio Cepat

    Rasio cepat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi

    kewajiban jangka pendek tanpa memperhitungkan persediaan sebagai

    komponen aset lancarnya. Rasio cepat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008. Namun, pada

    tahun 2010 mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh aset lancar tanpa

    0%

    50%

    100%

    150%

    2008 2009 2010

    Garuda AirlinesSingapore Airlines

  • 83

    persediaan dan kewajiban lancar mengalami penurunan setiap tahunnya.

    Namun, penurunan aset lancar tanpa persediaan dan kewajiban lancar pada

    tahun 2009 lebih besar dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada

    tahun 2010. Rasio industri yakni menggunakan data milik Singapore Airlines

    pun mengalami hal yang sama. Pada tahun 2009 mengalami penurunan yang

    cukup besar dibandingkan tahun 2008, dan tahun 2010 kembali mengalami

    peningkatan. Penurunan rasio cepat pada tahun 2009 yang cukup besar ini

    disebabkan oleh penurunan nilai aset lancar perusahaan diluar persediaan

    yang tak sebanding dengan penurunan nilai kewajiban lancar perusahaan.

    Rasio cepat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2008 adalah

    sebesar 58,01% atau 0,58 kali, yang berarti setiap Rp 1,- hutang lancar

    dijamin oleh Rp 0,58 aset lancar. Pada tahun 2009 rasio cepat mengalami

    penurunan 1,38%. Sehingga rasio cepat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    menjadi 56,63%, yang berarti setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh Rp

    0,57 aset lancar. Pada tahun 2010 rasio cepat mengalami peningkatan 6,14%

    dibandingkan tahun 2009. Sehingga rasio cepat pada tahun 2010 sebesar

    62,77%, yang berarti setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh Rp 0,63 aset

    lancar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk menggunakan aset lancar diluar persediaan untuk memenuhi

    kurang lebih setengah dari kewajiban lancarnya.

    Rasio cepat Singapore Airlines sebagai rasio industri pada tahun 2008

    adalah sebesar 133,03% atau 1,33 kali, yang berarti setiap Rp 1,- hutang

    lancar dijamin oleh Rp 1,33 aset lancar. Pada tahun 2009 rasio industri

    mengalami penurunan 26,03%. Penurunan yang cukup besar ini

  • 84

    mengakibatkan rasio cepat untuk tahun 2009 sebesar 107%, yang berarti

    setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh Rp 1,07 aset lancar. Pada tahun 2010

    rasio cepat mengalami peningkatan sehingga mencapai 135,39% atau 1,35

    kali yang berarti setiap Rp 1,- hutang lancar dijamin oleh Rp 1,35 hutang

    lancar.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa aset lancar PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk hanya mampu memenuhi kurang lebih setengah dari kewajiban

    lancarnya. Sehingga PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dapat dikatakan

    berada pada keadaan illikuid karena jumlah aset lancar lebih kecil daripada

    kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan. Sedangkan aset lancar Singapore

    Airlines sebagai rasio industri mampu memenuhi seluruh kewajiban lancar

    yang menunjukkan bahwa Singapore Airlines berada pada keadaan likuid.

    IV.3.1.2. Analisis Rasio Manajemen Aset

    Rasio manajemen aset membantu para pengguna laporan keuangan untuk

    mengukur keefektivan yang dilakukan perusahaan dalam pengelolaan aset yang

    dimiliki perusahaan. Rasio-rasio yang digunakan adalah sebagai berikut:

    1. Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)

    Tabel IV.5. Perhitungan Perputaran Piutang

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010 Pendapatan 19.349.675.420.104 17.860.373.610.109 19.534.331.480.504 Rata-rata piutang 1.006.026.444.233 990.189.429.750 1.196.074.856.411 Perputaran piutang 19,23 kali 18,04 kali 16,33 kali

    Singapore Airlines 2008 2009 2010 Pendapatan 15.972.500.000 15.996.300.000 12.707.300.000 Rata-rata piutang 1.992.850.000 1.922.600.000 1.570.950.000 Perputaran piutang 8,01 kali 8,32 kali 8,09 kali

  • 85

    Gambar IV.4. Perputaran Piutang

    Perputaran piutang mengindikasikan likuiditas piutang yang dimiliki

    perusahaan. Piutang yang dimiliki PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terdiri

    dari piutang usaha yaitu piutang pihak hubungan istimewa dan piutang pihak

    ketiga, serta piutang lain-lain. Piutang usaha pihak hubungan istimewa

    menunjukkan bahwa perusahaan memiliki piutang usaha dari transaksi yang

    dilakukan dengan pihak hubungan istimewa yaitu PT Gapura Angkasa,

    Abacus International Pte., Ltd, dan Lufthansa System Group GMBP. Piutang

    usaha pihak ketiga menunjukkan bahwa perusahaan memiliki piutang usaha

    dari tranksaksi yang dilakukan dengan para debitur yaitu debitur jasa

    penerbangan seperti agen penumpang, agen haji, agen kargo, serta para

    debitur non jasa penerbangan. Piutang lain-lain adalah piutang yang dimiliki

    perusahaan kepada pihak lain seperti piutang pegawai, pendapatan masih

    harus diterima, ataupun piutang kepada Kementrian Negara BUMN.

    Perhitungan perputaran piutang dilakukan untuk mengetahui posisi

    piutang dan waktu pengumpulannya. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    memiliki perputaran piutang yang terus mengalami penurunan dari tahun 2008

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    2008 2009 2010

    Garuda IndonesiaSingapore Airlines

  • 86

    sampai 2010. Pada tahun 2008 perputaran piutang PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk adalah 19,23 kali, yang berarti dalam satu tahun perusahaan

    melakukan penagihan piutang sebanyak 19,23 kali. Perputaran piutang terus

    mengalami penurunan hingga tahun 2010. Pada tahun 2009 perputaran

    piutang menjadi 18,04 kali, selanjutnya pada tahun 2010 menjadi 16,33 kali.

    Berdasarkan hasil perhitungan perputaran piutang pada rasio industri

    yakni menggunakan data milik Singapore Airlines, perputaran piutang PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk jauh melebihi perputaran piutang rasio

    industri. Hal ini menunjukkan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    cukup baik dalam proses pengumpulan piutang dan modal kerja yang

    ditanamkan perusahaan dalam piutang rendah. Perputaran piutang PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk tahun 2008 sebesar 19,23 kali sedangkan rasio

    industri yakni menggunakan data milik Singapore Airlines lebih kecil yakni

    sebesar 8,01 kali. Pada tahun 2009 perputaran piutang PT Garuda Indonesia

    mengalami penurunan 18,09 kali. Sebaliknya perputaran piutang tahun 2009

    pada rasio industri yakni menggunakan data milik Singapore Airlines

    mengalami peningkatan 0,31 kali, sehingga perputaran piutang tahun 2009

    menjadi 8,32 kali. Pada tahun 2010 perputaran piutang PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk dan rasio industri yakni menggunakan data milik Singapore

    Airlines mengalami penurunan. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    mengalami penurunan 16,33 kali, dan Singapore Airlines mengalami

    penurunan 0,23 kali sehingga perputaran piutang tahun 2010 sebesar 8,09 kali.

  • 87

    2. Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover)

    Tabel IV.6. Perhitungan Perputaran Total Aset

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010 Pendapatan 19.349.675.420.104 17.860.373.610.109 19.534.331.480.504 Total aset 15.303.831.403.492 14.802.423.237.228 13.666.017.921.179 Perputaran Total Aset 1,26 kali 1,21 kali 1,43 kali

    Singapore Airlines 2008 2009 2010 Pendapatan 15.972.500.000 15.996.300.000 12.707.300.000 Total aset 26.515.200.000 24.818.500.000 22.484.300.000 Perputaran Total Aset

    0,60 kali 0,64 kali 0,57 kali

    Gambar IV.5. Perputaran Total Aset

    Perputaran total aset mengukur perputaran dari seluruh aset yang dimiliki

    perusahaan. Perputaran total aset PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada

    tahun 2008 adalah 1,26 kali. Pada tahun 2009 mengalami penurunan 0,05 kali

    sehingga perputaran total aset tahun 2009 adalah sebesar 1,21 kali. Pada tahun

    2010 perputaran total aset adalah sebesar 1,43 kali yakni mengalami

    peningkatan 0,22 kali. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya

    pendapatan usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang diikuti dengan

    menurunnya total aset yang dimiliki perusahaan.

    0.00

    0.50

    1.00

    1.50

    2.00

    2008 2009 2010

    Garuda AirlinesSingapore Airlines

  • 88

    Perputaran total aset pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari tahun

    2008 hingga 2010 berada di atas rasio industri yakni menggunakan data milik

    Singapore Airlines. Hal ini menunjukkan bahwa PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk mendapatkan cukup banyak pendapatan usaha jika dilihat dari

    total investasi dalam aset perusahaan. Perputaran total aset tahun 2008 pada

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai 1,26 kali sedangkan perputaran

    total aset Singapore Airlines 0,60 kali. Perputaran total aset tahun 2009 pada

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai 1,21 kali sedangkan perputaran

    total aset pada Singapore Airlines 0,64 kali. Perputaran total aset tahun 2010

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai 1,43 kali sedangkan perputaran

    total aset pada Singapore Airlines 0,57 kali.

    IV.3.1.3. Analisis Rasio Manajemen Utang (Leverage)

    1. Rasio Hutang (Debt Ratio)

    Tabel IV.7. Perhitungan Rasio Hutang

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010

    Total Kewajiban 13.887.850.582.461 11.581.399.660.619 10.196.561.912.210 Total Aset 15.303.831.403.492 14.802.423.237.228 13.666.017.921.179Rasio Hutang 90,75% 78,24% 74,61%

    Singapore Airlines 2008 2009 2010

    Total Kewajiban 10.886.300.000 10.328.100.000 8.735.000.000 Total Aset 26.515.200.000 24.818.500.000 22.484.300.000 Rasio Hutang 41,06% 41,61% 38,85%

  • 89

    Gambar IV.6. Rasio Hutang

    Rasio hutang mengukur seberapa besar dana yang diberikan oleh kreditor

    telah digunakan untuk membiayai aset perusahaan. Rasio hutang yang tinggi

    berarti perusahaan menggunakan hutang dengan jumlah yang besar untuk

    kegiatan pendanaan perusahaan. Rasio hutang PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk mengalami penurunan dari tahun 2008 hingga 2010. Penurunan ini

    disebabkan oleh menurunnya total kewajiban PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk yang juga diikuti oleh penurunan total asetnya.

    Pada tahun 2008 rasio hutang pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    mencapai 90,75%. Hal ini berarti sebagian besar pendanaan PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk yaitu mencapai 90,75% berasal dari kreditor. Dana

    yang dimiliki PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk kegiatan pendanaan

    hanya 9,25% saja. Pada tahun 2009 rasio hutang pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk mengalami penurunan 12,51%, sehingga rasio hutang pada PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2009 adalah sebesar 78,24%, yang

    berarti dana yang disediakan kreditor untuk kegiatan pendanaan adalah

    sebesar 78,24%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009 kreditor

    menyediakan dana yang lebih besar daripada PT Garuda Indonesia (Persero)

    0%

    20%

    40%

    60%

    80%

    100%

    2008 2009 2010

    Garuda AirlinesSingapore Airlines

  • 90

    Tbk dalam hal kegiatan pendanaan. Pada tahun 2010 rasio hutang pada PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami penurunan 3,63% dibandingkan

    tahun 2009, sehingga mencapai rasio hutang sebesar 74,61%. Rasio hutang

    tahun 2010 pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ini adalah angka

    terendah selama tahun 2008 hingga 2010. Namun masih menunjukkan bahwa

    kreditor menyediakan dana yang lebih besar untuk pendanaan dibandingkan

    dana dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sendiri. Tingginya rasio hutang

    pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk selama tahun 2008 hingga 2010

    disebabkan oleh nilai total aset dan total kwajiban perusahaan yang hampir

    sama nilainya. Sehingga mengakibatkan rasio hutang selama tiga tahun

    terakhir tinggi.

    Rasio hutang pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk jauh melebihi

    rasio hutang pada rasio industri yakni menggunakan data milik Singapore

    Airlines. Karena rasio hutang pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk lebih

    tinggi dari rasio industri yaitu rasio hutang pada Singapore Airlines. Pada

    tahun 2008 rasio hutang pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai

    90,75% sedangkan rasio hutang pada Singapore Airlines hanya mencapai

    41,06%. Pada tahun 2009 rasio hutang pada PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk mencapai 78,24% sedangkan rasio hutang pada Singapore Airlines hanya

    mencapai 41,61%. Pada tahun 2010 rasio hutang pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk mencapai 74,61% sedangkan rasio hutang pada Singapore

    Airlines hanya mencapai 38,85%.

    Dari hasil perhitungan rasio hutang selama tahun 2008 hingga 2010

    menunjukkan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk hanya menggunakan

  • 91

    sedikit dananya untuk kegiatan pendanaan karena sebagian besar pendanaan

    disediakan oleh kreditor. Sebaliknya, Singapore Airlines menggunakan

    sebagian besar dananya untuk kegiatan pendanaan. Pada tahun 2008 rasio

    hutang Singapore Airlines mencapai 41,06%, berarti kreditor menyediakan

    dana untuk kegiatan pendanaan hanya sebesar 41,06%, tidak melebihi dana

    Singapore Airlines sendiri yaitu sebesar 58,94%. Pada tahun 2009 rasio

    hutang Singapore Airlines mencapai 41,61%, berarti dana yang disediakan

    kreditor hanya sebesar 41.61% dan dana Singapore Airlines sendiri adalah

    sebesar 58,39%. Pada tahun 2010 rasio hutang Singapore Airlines mencapai

    38,85%, berarti kreditor menyediakan dana sebesar 38,85% dan sisanya

    61,15% menggunakan dana Singapore Airlines sendiri.

    2. Rasio Hutang Jangka Panjang terhadap Ekuitas (Long-term Debt to Equity

    Ratio)

    Tabel IV.8. Perhitungan Rasio Hutang Jangka Panjang terhadap Ekuitas

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010

    Total Kewajiban Jangka Panjang

    6.802.696.302.093

    5.233.722.113.811

    4.955.286.439.271

    Ekuitas 1.366.535.125.263 3.214.070.614.401 3.457.261.695.881 Long-term Debt to Equity Ratio 497,81% 162,84% 143,33%

    Singapore Airlines 2008 2009 2010

    Total Kewajiban Jangka Panjang

    5.018.800.000

    4.409.400.000

    4.215.400.000

    Ekuitas 15.628.900.000 14.490.400.000 13.749.300.000 Long-term Debt to Equity Ratio 32,11% 30,43% 30,66%

  • 92

    Gambar IV.7. Rasio Hutang Jangka Panjang terhadap Ekuitas

    Long-term debt to capital structure menunjukkan seberapa besar

    komponen kewajiban jangka panjang dalam struktur modal perusahaan. Pada

    tahun 2008 hingga 2010 rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas pada

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami penurunan setiap tahunnya.

    Pada tahun 2008 rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas pada PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai 497,81%. Pada tahun 2009

    mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni sebesar 334,97%,

    sehingga rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas mencapai 162,84%.

    Pada tahun 2010 rasio ini juga mengalami penurunan 19,51% hingga

    mencapai 143,33%. Penurunan rasio ini yang terjadi pada PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk disebabkan oleh total kewajiban jangka panjang PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus mengalami penurunan sejak tahun 2008

    hingga 2010, sedangkan ekuitas pada tahun 2008 hingga 2010 terus

    mengalami peningkatan.

    Rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk berada jauh di atas rasio industri yakni menggunakan data milik

    Singapore Airlines. Pada tahun 2008 rasio hutang jangka panjang terhadap

    0%100%200%300%400%500%600%

    2008 2009 2010

    Garuda AirlinesSingapore Airlines

  • 93

    ekuitas pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai 497,81%

    sedangkan Singapore Airlines hanya mencapai 32,11%. Pada tahun 2009 PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai 162,84% sedangkan Singapore

    Airlines jauh di bawahnya yakni hanya mencapai 30,43%. Pada tahun 2010

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencapai 143,33% sedangkan Singapore

    Airlines mencapai 30,66%.

    IV.3.1.4. Analisis Rasio Profitabilitas

    1. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)

    Tabel IV.9. Perhitungan Margin Laba Bersih

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010

    Laba Bersih 975.048.626.198 1.018.615.935.445 515.521.855.691 Pendapatan 19.349.675.420.104 17.860.373.610.109 19.534.331.480.504Net Profit Margin 5,04% 5,70% 2,64%

    Singapore Airlines 2008 2009 2010

    Laba Bersih 2.136.900.000 1.146.800.000 279.500.000 Pendapatan 15.972.500.000 15.996.300.000 12.707.300.000 Net Profit Margin 13,38% 7,17% 2,20%

    Gambar IV.8. Margin Laba Bersih

    0%

    5%

    10%

    15%

    2008 2009 2010

    Garuda AirlinesSingapore Airlines

  • 94

    Margin laba bersih mengukur jumlah laba bersih per nilai rupiah

    penjualan yang dilakukan perusahaan. Pada tahun 2009 margin laba bersih

    pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami peningkatan

    dibandingkan tahun 2008. Peningkatan ini menunjukkan bahwa PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk berhasil meningkatkan keuntungan dari setiap

    pendapatan usaha. Pada tahun 2010 margin laba bersih PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009.

    Pada tahun 2008 margin laba bersih pada PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk adalah sebesar 5,04%. Artinya setiap Rp 1 pendapatan usaha PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0,05. Pada

    tahun 2009 margin laba bersih pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    mengalami peningkatan 0,66% hingga mencapai 5,70%. Hal ini berarti setiap

    Rp 1 pendapatan usaha yang dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    menghasilkan Rp 0,06 laba bersih. Pada tahun 2010 margin laba bersih pada

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami penurunan hingga mencapai

    2,64%. Sehingga setiap Rp 1 pendapatan usaha yang dilakukan PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk hanya menghasilkan Rp 0,03 laba bersih.

    Berdasarkan perhitungan margin laba bersih antara PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk dengan Singapore Airlines sebagai rasio industri, diketahui

    bahwa pada tahun 2008-2009 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berada di

    bawah rasio industri. Pada tahun 2008 margin laba bersih pada PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk hanya sebesar 5,04% dan Singapore Airlines sebesar

    13,38%. Pada tahun 2009 margin laba bersih pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk sebesar 5,70% dan pada Singapore Airlines sebesar 7,17%.

  • 95

    Pada tahun 2010 margin laba bersih pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    berada di atas Singapore Airlines. Pada tahun 2010 margin laba bersih pada

    PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesar 2,64% dan Singapore Airlines

    sebesar 2,20%. Penurunan margin laba bersih ini disebabkan karena adanya

    penurunan nilai laba bersih pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan

    Singapore Airlines untuk periode tahun 2010.

    2. Tingkat Pengembalian Total Aset (Return on Total Assets)

    Tabel IV.10. Perhitungan Tingkat Pengembalian Total Aset

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010

    Laba Bersih 975.048.626.198 1.018.615.935.445 515.521.855.691 Total Aset 15.303.831.403.492 14.802.423.237.228 13.666.017.921.179 ROA 6,37% 6,88% 3,77%

    Singapore Airlines 2008 2009 2010

    Laba Bersih 2.136.900.000 1.146.800.000 279.500.000 Total Aset 26.515.200.000 24.818.500.000 22.484.300.000 ROA 8,06% 4,62% 1,24%

    Gambar IV.9. Tingkat Pengembalian Total Aset

    0%

    2%

    4%

    6%

    8%

    10%

    2008 2009 2010

    Garuda AirlinesSingapore Airlines

  • 96

    Tingkat pengembalian total aset PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada

    tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008. Peningkatan ini

    disebabkan karena pada tahun 2009 laba bersih pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk mengalami peningkatan, serta diikuti dengan penurunan nilai

    pada total aset. Pada tahun 2010 tingkat pengembalian total aset PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk mengalami penurunan, yang disebabkan oleh

    penurunan laba bersih pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2010

    secara drastis, yang tidak seimbang dengan penurunan total asetnya.

    Pada tahun 2008 tingkat pengembalian total aset PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk mencapai 6,37%. Pada tahun 2009 tingkat pengembalian total

    aset PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami peningkatan sebesar

    0,51% hingga mencapai 6,88%. Pada tahun 2010 terjadi penurunan 3,11%

    hingga tingkat pengembalian total aset PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    mencapai 3,77%.

    Pada tahun 2008 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berada di bawah

    rasio industri yakni menggunakan data milik Singapore Airlines. PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk mencapai tingkat pengembalian total aset sebesar

    6,37% sedangkan Singapore Airlines sebesar 8,06%. Pada tahun 2009 hingga

    2010 tingkat pengembalian total aset pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    berada di atas Singapore Airlines. Pada tahun 2009 PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk mencapai 6,88% sedangkan Singapore Airlines mencapai

    4,62%. Selanjutnya pada tahun 2010 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    mencapai tingkat pengembalian total aset sebesar 3,77% sedangkan Singapore

    Airlines sebesar 1,24%.

  • 97

    3. Tingkat Pengembalian Ekuitas Saham Biasa (Return on Common Equity)

    Tabel IV.11. Perhitungan Tingkat Pengembalian Ekuitas Saham Biasa

    Garuda Indonesia 2008 2009 2010 Laba Bersih 975.048.626.198 1.018.615.935.445 515.521.855.691 Ekuitas 1.366.535.125.263 3.214.070.614.401 3.457.261.695.881 ROE 71,35% 31,69% 14,91%

    Singapore Airlines 2008 2009 2010 Laba Bersih 2.136.900.000 1.146.800.000 279.500.000 Ekuitas 15.628.900.000 14.490.400.000 13.749.300.000 ROE 13,67% 7,91% 2,03%

    Gambar IV.10. Tingkat Pengembalian Ekuitas Saham Biasa

    Tingkat pengembalian ekuitas saham biasa pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk terus mengalami penurunan selama tahun 2008 hingga 2010.

    Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ekuitas atau modal pemegang saham,

    namun laba bersih tidak mengalami peningkatan.

    Pada tahun 2008 tingkat pengembalian ekuitas saham biasa PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk adalah sebesar 71,35%. Pada tahun 2009 tingkat

    pengembalian ekuitas saham biasa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    mengalami penurunan yang cukup besar yakni 39,66% sehingga tingkat

    pengembalian ekuitas saham biasa yang dicapai PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk sebesar 31,69%. Pada tahun 2010 tingkat pengembalian ekuitas

    0%

    20%

    40%

    60%

    80%

    2008 2009 2010

    Garuda AirlinesSingapore Airlines

  • 98

    saham biasa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menurun 16,78% sehingga

    tingkat pengembalian ekuitas saham biasa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    sebesar 14,91%. Penurunan tingkat pengembalian ekuitas saham biasa tahun

    2008 hingga 2010 disebabkan karena adanya perubahan total ekuitas yang

    dimiliki PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk serta adanya perubahan pada laba

    bersih tahun 2008 hingga 2010 yang diperoleh PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk.

    Tingkat pengembalian ekuitas saham biasa PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk berada jauh melebihi tingkat pengembalian ekuitas saham biasa

    rasio industri yakni menggunakan data milik Singapore Airlines. Pada tahun

    2008 tingkat pengembalian ekuitas saham biasa PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk sebesar 71,35% sedangkan Singapore Airlines sebesar 13,67%.

    Pada tahun 2009 tingkat pengembalian ekuitas saham biasa PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk sebesar 31,69% sedangkan tingkat pengembalian

    ekuitas saham biasa Singapore Airlines sebesar 7,91%. Pada tahun 2010

    tingkat pengembalian ekuitas saham biasa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    sebesar 14,91% sedangkan tingkat pengembalian ekuitas saham biasa

    Singapore Airlines sebesar 2,03%.

    IV.3.2. Analisis Du Pont

    Analisis Du Pont yang digunakan penulis adalah analisis Du Pont yang

    diperluas yakni tingkat pengembalian ekuitas diperoleh dari hubungan antara

    tingkat pengembalian aset dengan pengganda ekuitas. Analisis Du Pont PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2008-2010 seperti bagan berikut:

  • 99

    dikali

    dikali

    dibagi dibagi

    dikurang ditambah

    Gambar IV.11. Bagan Du Pont Tahun 2008

    Pengembalian atas ekuitas

    71,35%

    Pengembalian atas aset

    6,37 %

    Pengganda Ekuitas

    11,20

    Margin laba bersih

    5,04 %

    Perputaran total aset

    1,26 kali

    Laba bersih

    975.048.626.198

    Pendapatan

    19.349.675.420.104

    Pendapatan

    19.349.675.420.104

    Total Aset

    15.303.831.403.492

    Pendapatan

    19.349.675.420.104

    Total Biaya

    17.996.468.167.473

    Aset lancar

    4.626.444.698.909

    Aset tidak lancar

    10.677.386.704.583

  • 100

    dikali

    dikali

    dibagi dibagi

    dikurang ditambah

    Gambar IV.12. Bagan Du Pont Tahun 2009

    Pengembalian atas ekuitas

    31,69 %

    Pengembalian atas aset

    6,88 %

    Pengganda Ekuitas

    4,61

    Margin laba bersih

    5,70 %

    Perputaran total aset

    1,21 kali

    Laba bersih

    1.018.615.935.445

    Pendapatan

    17.860.373.610.109

    Pendapatan

    17.860.373.610.109

    Pendapatan

    17.860.373.610.109

    Total Biaya

    16.942.084.694.513

    Aset lancar

    4.212.528.943.813

    Aset tidak lancar

    10.589.894.293.415

    Total Aset

    14.802.423.237.228

  • 101

    dikali

    dikali

    dibagi dibagi

    dikurang ditambah

    Gambar IV.13. Bagan Du Pont Tahun 2010

    Pengembalian atas ekuitas

    14,91 %

    Pengganda Ekuitas

    3,95

    Pengembalian atas aset

    3,77 %

    Margin laba bersih

    2,64 %

    Perputaran total aset

    1,43 kali

    Laba bersih

    515.521.855.691

    Pendapatan

    19.534.331.480.504

    Pendapatan

    19.534.331.480.504

    Total Aset

    13.666.017.921.179

    Pendapatan

    19.534.331.480.504

    Total Biaya

    19.601.490.832.208

    Aset lancar

    3.897.022.328.518

    Aset tidak lancar

    9.768.995.592.661

  • 102

    Dari tabel di atas diketahui bahwa pengembalian atas ekuitas (return on

    equity / ROE) tahun 2008-2010 pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus

    mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2008 pengembalian atas

    ekuitas pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah sebesar 71,35%, pada

    tahun 2009 mengalami penurunan hingga mencapai 31,69%, dan pada tahun

    2010 mencapai 14,91%.

    Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya pengganda ekuitas setiap

    tahunnya serta perubahan pada besarnya pengembalian atas aset. Pada tahun

    2008 pengganda ekuitas adalah sebesar 11.20 kali dan terus mengalami

    penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 pengganda ekuitas mengalami

    penurunan sebesar 58,8% atau sebesar 6,59 kali, sehingga pengganda ekuitas

    pada tahun 2009 adalah sebesar 4,61%. Pada tahun 2010 pengganda ekuitas pun

    mengalami penurunan yaitu sebesar 14,3% atau sebesar 0,66 kali, sehingga

    pengganda ekuitas pada tahun 2010 adalah sebesar 3,95 kali.

    Pengganda ekuitas PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang mengalami

    penurunan setiap tahunnya adalah akibat dari total aset yang juga mengalami

    penurunan setiap tahunnya. Total aset yang dimiliki perusahaan pada tahun 2009

    adalah sebesar Rp 14.802.423.237.228,- yaitu mengalami penurunan sebesar

    3,28% atau sebesar Rp 501.408.166.264,- jika dibandingkan total aset pada tahun

    2008 sebesar Rp 15.303.831.403.492,-. Total aset yang dimiliki perusahaan pada

    tahun 2010 menurun kembali sebesar 7,68% atau sebesar Rp 1.136.405.316.049,-

    sehingga total aset tahun 2010 adalah sebesar Rp 13.666.017.921.179,-.

    Pengembalian atas aset PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun

    2009 mengalami peningkatan kemudian menurun kembali pada tahun 2010. Pada

  • 103

    tahun 2009 peningkatan yang terjadi adalah sebesar 0,51% sehingga

    pengembalian atas aset pada tahun 2009 adalah sebesar 6,88% meningkat sedikit

    jika dibandingkan pada tahun 2008 yang mencapai 6,37%. Pada tahun 2010

    menurun kembali sebesar 3,11% sehingga tingkat pengembalian total aset pada

    tahun 2010 adalah sebesar 3,77%. Peningkatan pada tahun 2009 ini tidaklah

    sebesar penurunan pengembalian atas aset pada tahun 2010. Sehingga hal inilah

    yang menyebabkan pengembalian atas ekuitas pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk tahun 2008-2010 terus mengalami penurunan.

    Dengan demikian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk harus

    memperhatikan beberapa hal untuk meningkatkan persentase pengembalian atas

    ekuitas dan juga pengembalian atas aset yang dimiliki. PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk haruslah mengendalikan biaya yang dikeluarkannya karena total

    biaya pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan

    total biaya tahun 2009. Sebaliknya total biaya tahun 2009 mengalami penurunan

    jika dibandingkan dengan total biaya tahun 2008. Pengendalian atas total biaya

    akan mempengaruhi laba bersih yang dicapai perusahaan. Selain pengendalian

    terhadap total biaya, perusahaan juga perlu untuk lebih meningkatkan

    pendapatan usaha. Dengan pendapatan usaha yang besar maka dapat

    mengimbangi total biaya yang juga mengalami peningkatan. Sehingga

    diharapkan laba bersih perusahaan akan mengalami peningkatan pada tahun

    mendatang. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk juga hendaknya meningkatkan

    total aset yang dimiliki perusahaan. Karena jika diperhatikan proporsi aset lancar

    dan aset tidak lancar PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus mengalami

    penurunan yang berpengaruh terhadap perputaran total aset perusahaan.

  • 104

    IV.3.3. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas

    Tabel IV.12. Pola Arus Kas

    No

    Arus Kas

    dari

    Operasi

    Arus Kas

    dari

    Investasi

    Arus Kas

    dari

    Pendanaan

    Penjelasan Umum

    1 + + + Perusahaan menggunakan kas yang berasal dari aktivitas operasi, penjualan aset, dan pendanaan untuk menambah kas -perusahaan yang sangat likuid- yang mungkin menginginkan akuisisi

    2 + - - Perusahaan menggunakan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi untuk membeli aset tetap dan untuk melunasi hutang

    3 + + - Perusahaan menggunakan kas yang berasal dari aktivitas operasi dan penjualan aset tetap untuk melunasi hutang

    4 + - + Perusahaan menggunakan kas yang berasal dari aktivitas operasi dan pinjaman (atau dari investor) untuk aktivitas ekspansi

    5 - + + Masalah dalam arus kas operasi perusahaan ditutupi dengan penjualan aset tetap dan pinjaman atau kontribusi pemegang saham

    6 - - + Perusahaan bertumbuh secara cepat tetapi memiliki kegagalan dalam arus kas yang berasal dari operasi dan pembelian aset tetap yang didanai dengan hutang jangka panjang atau investasi baru

    7 - + - Perusahaan mendanai kekurangan arus kas operasi dan pembayaran kepada kreditor dan/atau stockholders melalui penjualan aset tetap

    8 - - - Perusahaan menggunakan cadangan kas untuk mendanai kegagalan operasi dan pembayaran kreditor dan/atau investor jangka panjang

  • 105

    Tabel IV.12 di atas menunjukkan pola arus kas suatu perusahaan yang

    dilihat dari jumlah arus kas yang diperoleh atau digunakan perusahaan pada

    aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Berdasarkan laporan arus kas PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2008 hingga 2010, pola arus kas

    yang dimiliki PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk selama 3 tahun yakni tahun

    2008 hingga tahun 2010 adalah pola nomor 2. Pola arus kas nomor 2 yaitu arus

    kas dari operasi (+), arus kas dari investasi (-), dan arus kas dari pendanaan (-).

    Hal ini berarti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menggunakan arus kas yang

    diperoleh dari aktivitas operasi untuk memperoleh aset dan membayar hutang.

    Arus kas pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk periode tahun

    2008 hingga 2010 terus mengalami penurunan. Arus kas pada PT Garuda

    Indonesia (Persero) Tbk tahun 2008 mengalami penurunan sebesar Rp

    439.876.134.254,- kemudian arus kas pada tahun 2009 mengalami penurunan

    yang sangat besar hingga mencapai Rp 821.985.276.895,-. Penurunan arus kas

    pada tahun 2009 ini adalah penurunan arus kas terbesar untuk periode tahun

    2008 hingga 2010. Selanjutnya arus kas pada tahun 2010 mengalami penurunan

    sebesar Rp 481.272.695.211,-.

    Penurunan arus kas pada tahun 2008 disebabkan oleh arus kas keluar PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang cukup besar. Arus kas keluar yang cukup

    besar tersebut antara lain melakukan transaksi yang berhubungan dengan

    aktivitas investasi yaitu pengeluaran untuk transaksi perolehan aset tetap seperti

    uang muka pembelian pesawat, dan juga melakukan transaksi pembayaran

    hutang jangka panjang yakni transaksi yang berhubungan dengan aktivitas

    pendanaan. Arus kas masuk pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang

  • 106

    berasal dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan tidak mencukupi untuk

    membiayai arus keluar yang digunakan baik untuk aktivitas investasi dan

    aktivitas pendanaan. Hal ini menyebabkan saldo kas dan setara kas pada awal

    tahun 2008 sebesar Rp 2.969.624.376.774,- mengalami penurunan hingga

    mencapai Rp 2.601.788.985.919,- pada akhir tahun 2008.

    Penurunan arus kas pada tahun 2009 adalah penurunan arus kas terbesar

    pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk periode tahun 2008 hingga 2010.

    Penurunan arus kas disebabkan adanya pengeluaran terkait transaksi perolehan

    aset tetap berupa pesawat yang berhubungan dengan aktivitas investasi serta

    pembayaran hutang jangka panjang yang meningkat yang berhubungan dengan

    aktivitas pendanaan. Arus kas masuk yang diperoleh PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk melalui aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan tidak dapat

    memenuhi arus kas keluar yang digunakan untuk aktivitas investasi dan

    pendanaan selama tahun 2009. Hal ini menyebabkan kas dan setara kas pada

    awal tahun 2009 yang mencapai Rp 2.601.788.985.919,- mengalami penurunan

    yang cukup besar hingga mencapai Rp 1.722.491.504.933,-.

    Penurunan arus kas pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2010

    tidak sebesar penurunan yang terjadi pada tahun 2009. Hal ini disebabkan karena

    adanya penambahan arus kas masuk yang berasal dari aktivitas investasi yaitu

    berupa pengembalian uang muka pembelian pesawat yang mampu mendukung

    arus kas masuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang berasal dari aktivitas

    operasi serta arus kas masuk lain yang berasal dari aktivitas investasi dan

    pendanaan. Penurunan arus kas yang terjadi pada tahun 2010 disebabkan karena

    adanya peningkatan pembayaran hutang jangka panjang jika dibandingkan

  • 107

    pembayaran hutang jangka panjang pada tahun 2009. Pada tahun 2009

    pembayaran hutang jangka panjang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah

    sebesar Rp 751.319.055.661,- dan meningkat menjadi Rp 1.542.812.737.418,-

    pada tahun 2010. Hal ini menyebabkan arus kas masuk PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk tidak mampu menutupi arus kas keluar yang terjadi pada tahun

    2010. Sehingga kas dan setara kas pada awal tahun 2010 sebesar Rp

    1.722.491.504.933,- mengalami penurunan hingga saldo kas dan setara kas akhir

    tahun 2010 sebesar Rp 1.177.383.233.771,-.

    Dari hasil analisis terhadap laporan arus kas pada PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk diketahui bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki

    arus kas positif pada aktivitas operasi, serta arus kas negatif pada aktivitas

    investasi dan pendanaan. Hal ini berarti arus kas yang diperoleh dari aktivitas

    operasi digunakan untuk aktivitas investasi yaitu memperoleh aset dan aktivitas

    pendanaan yaitu membayar hutang. Arus kas masuk PT Garuda Indonesia

    (Persero) Tbk adalah arus kas yang diperoleh untuk membiayai aktivitas

    investasi dan pendanaan. Arus kas masuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    diperoleh dari aktivitas operasi ditambah dengan arus kas masuk yang berasal

    dari aktivitas investasi seperti penjualan aset, serta arus kas masuk yang

    diperoleh dari aktivitas pendanaan yaitu pinjaman jangka pendek dan jangka

    panjang. Penurunan arus kas pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk selama

    tahun 2008 hingga 2010 disebabkan arus kas masuk tidak mencukupi untuk

    membiayai arus kas keluar seperti pembelian aset dan pembayaran hutang. PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk menggunakan pos kas dan setara kas untuk

    memenuhi pembiayaan atas aktivitas investasi dan pendanaan. Hal ini yang

  • 108

    menyebabkan arus kas PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami

    penurunan selama tahun 2008 hingga 2010.

    IV. 3.4. Analisis Kinerja PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk

    Berdasarkan analisis keuangan yang telah dilakukan penulis pada PT

    Garuda Indonesia (Persero) Tbk selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun

    2008, 2009, dan 2010 diketahui bahwa:

    1. Likuiditas

    Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi

    kewajibannya tepat pada waktunya. Perusahaan yang likuid berarti memiliki

    komponen aset lancar yang lebih besar daripada kewajiban lancarnya

    sehingga dapat segera memenuhi kewajiban pada waktunya. Sebaliknya

    perusahaan yang illikuid berarti kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan

    lebih besar dari aset lancarnya.

    Dalam tiga tahun terakhir, rasio likuiditas PT Garuda Indonesia (Persero)

    Tbk mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan ini menunjukkan

    bahwa perusahaan sedang melaksanakan perbaikan dalam kondisi

    keuangannya. Namun jika dilihat komposisi antara aset lancar dan kewajiban

    lancarnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah perusahaan yang

    illikuid. Hal ini disebabkan karena kewajiban lancar yang dimiliki

    perusahaan melebihi aset lancarnya.

    Rasio likuiditas yang mengalami peningkatan disebab