2011 summary kesiapan lpp lps dalam penyiaran tv digital
DESCRIPTION
011 Summary Kesiapan Lpp Lps Dalam Penyiaran Tv DigitalTRANSCRIPT
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
1
EXECUTIVE SUMMARY
KESIAPAN LEMBAGA PENYIARAN TV DALAM MENGHADAPI PENYIARAN TV DIGITAL DI KOTA YOGYAKARTA, KOTA SEMARANG, DAN PROV BALI
Abstrak
Adanya kebijakan pengalihan teknologi penyiaran dari sistem analog ke digital menimbulkan beberapa
konsekuensi yang harus dihadapi banyak pihak. Lembaga penyiaran TV merupakan salah satu pihak
yang mengalami dampak sangat kuat. Migrasi penyiaran analog ke digital tidak semata peralihan
bentuk penyiaran. Namun dapat merubah tatanan organisasi, sumber daya, proses bisnis, keuangan,
teknologi, hingga pemasaran. Bagaimana kesiapan lembaga penyiaran publik di daerah dan lembaga
penyiaran lokal dalam menghadapi migrasi penyiaran digital adalah permasalahan yang diangkat
dalam kajian ini. Dengan mengambil lokasi di Lembaga Penyiaran TVRI daerah dan LPS Lokal di Kota
Yogyakarta, Kota Semarang, dan Prov. Bali. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode
deskriptif. Namun, penelitian ini juga didukung dengan data kuantitif. Hasil Penelitian ini menunjukkan
adanya potensi Lembaga Penyiaran TVRI daerah dan Lembaga Penyiaran Swasta Swasta Lokal dan
kesiapannya pada empat aspek, yakni aspek infrastruktur teknologi, aspek Sumber Daya Manusia
(SDM), aspek program, aspek pemasaran, dan aspek anggaran, kesemuanya dalam menghadapi
penerapan kebijakan penyiaran televisi digital.
Kata kunci: lembaga penyiaran TV, penyiaran TV digital, teknologi, sumber daya manusia, program
siaran, pemasaran, anggaran
1. PENDAHULUAN
Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang berbeda
dengan media massa lainnya. Sesama media penyiaran, misalnya antara radio dan televisi (TV), bahkan
memiliki berbagai perbedaan dalam hal sifatnya. Media massa TV meskipun sama dengan radio dan film
sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih lagi dengan
media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media cetak dapat dibaca kapan saja tetapi TV
hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat diulang.
Secara umum, TV merupakan salah satu media massa yang mendapat tempat di hati
masyarakat Indonesia. Berdasarkan data statistik indikator sosial budaya tahun 2009, persentase
penduduk diatas 10 (sepuluh) tahun yang menonton TV mencapai 90,27% (www.bps.go.id, diakses
tanggal 22 Juli 2011, pukul: 09.37). Data lain menyebutkan bahwa jumlah pemirsa TV Indonesia
bertambah hampir 300 ribu orang pada 2010 menjadi 6.299.000 orang dari 6.500.000 orang. Kenaikan
ini disebabkan karena jumlah masyarakat yang mendapat akses menonton TV semakin banyak dan
semakin murahnya harga pesawat TV. Demikian hasil monitoring TV Audience Measurement di 10 kota
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
2
besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan
Banjarmasin) terhadap penonton TV usia 5 tahun ke atas (http://swa.co.id/2011/02/apa-yang-
masyarakat-indonesia-tonton-di-2010/, diakses tanggal 22 Juli 2010, pukul: 10.26). Jumlah ini
kemungkian akan terus meningkat dibanding pendengar radio ataupun pembaca surat kabar yang
memiliki kecenderungan menurun dari tahun ke tahun.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penonton siaran TV, jumlah lembaga penyiaran TV pun
semakin bertambah dan tidak menjadi monopoli lembaga penyiaran TV tertentu. Hingga saat ini,
terdapat satu lembaga penyiaran TV publik nasional (LPP TVRI), 10 (sepuluh) lembaga penyiaran swasta
(LPS) TV berjaringan, dan 115 lembaga penyiaran swasta TV lokal. Berdasarkan data Direktorat
Penyiaran ( Sumber: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika), jumlah pemohon
penyelenggara stasiun TV per bulan Desember 2010 mencapai 799 permohonan dan baru 291 IPP yang
sudah disetujui. Salah satu kendala dalam proses perizinan adalah semakin terbatasnya sumber daya
frekuensi yang tersedia saat ini. Dibandingkan dengan media informasi lain seperti telepon, teknologi TV
cenderung lambat beralih ke teknologi digital yang lebih efisien dalam penggunaan spektrum frekuensi.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika berupaya mengalihkan
siaran analog yang telah ada selama ini menuju siaran digital.
Era menuju penyiaran digital ditandai dengan pembentukan Tim Nasional Migrasi Sistem
Penyiaran Analog ke Digital melalui Keputusan Menteri Nomor: 03B/Kep/M.Kominfo/01/2006. Tim
nasional bertugas merumuskan proses migrasi, mencari strategi yang tepat dalam porses transisi
lembaga penyiaran menuju siaran digital, serta merekomendasikan standarisasi penyiaran digital di
Indonesia. Berdasarkan rekomendasi Tim Nasional tersebut, teknologi penyiaran digital Indonesia
mengadopsi teknologi DVB-T yang diterapkan di Eropa berdasarkan Peraturan Menteri (Permen)
Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nomor: 7/P/M.Kominfo/3/2007. TVRI kemudian melakukan soft
launching siaran TV digital sebagai tanda dimulainya era penyiaran TV digital pada 13 Agustus 2008.
Dalam upaya migrasi ke penyiaran digital, Kementerian Kominfo telah melakuan tindakan diantaranya
mengeluarkan moratorium atau penghentian sementara permohonan izin bagi penyelenggara siaran TV
analog, merumuskan road map migrasi penyiaran digital, dan mengeluarkan kerangka dasar
penyelenggara penyiaran TV digital tetap tidak berbayar (free to air)1.
Migrasi dari siaran TV analog menjadi siaran TV digital membawa perombakan yang besar pada
lembaga penyiaran TV. Lembaga penyiaran TV dituntut siap untuk mengadakan perubahan dalam
bidang manajemen terkait dengan administrasi, teknologi, dan pasar sebelum penghentian (cut off)
1 Peraturan Menteri Kominfo No. 39/PER/M.KOMINFO/10/2009
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
3
siaran TV analog. Penyiaran TV digital tidak akan bisa diakses selama industri penyiaran digital,
diantaranya lembaga penyiaran TV, belum siap memberikan layanan siaran digital. Kesiapan lembaga
penyiaran TV ini perlu menjadi perhatian bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai satu
kesatuan mata rantai penyiaran digital yang tak terpisahkan.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta sebagai
salah satu Unit Pelaksana Teknis dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Kominfo memiliki tugas pokok dan fungsi dalam hal pengkajian dan pengembangan bidang
komunikasi dan informatika. Salah satu aspek dalam bidang komunikasi dan informatika adalah
penyiaran digital. Untuk itu, BPPKI Yogyakarta mengkaji kesiapan lembaga penyiaran TV (LPP TVRI
Daerah dan LPS Lokal) dalam menghadapi penyiaran TV digital di Provinsi Bali (Denpasar), Provinsi Jawa
Tengah (Semarang), dan Provinsi DIY (Yogyakarta).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha menekankan
pada pemaknaan dari suatu fenomena yang secara spesifik berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Pola
pikir yang dalam penelitian ini adalah bagaimana lembaga penyiaran TV mempersiapkan diri
menghadapi migrasi penyiaran digital yang ditetapkan pemerintah melalui Kemkominfo dalam roadmap
penyiaran TV digital. Beberapa latar belakang telah mendorong beberapa negara termasuk Indonesia
untuk migrasi menuju penyiaran digital. Proses migrasi berdampak pada kesiapan lembaga penyiaran TV
lokal dalam proses implementasi penyiaran digital.
Berdasarkan konsep manajemen dan manjemen penyiaran, penelitian ini berfokus pada
kesiapan LPP TVRI Daerah dan LPS Lokal dalam menghadapi penyiaran TV digital ditinjau dari aspek
manajemen yang meliputi administrasi yang terdiri dari SDM dan finansial, proses bisnis terdiri dari
program dan pemasaran, serta teknologi. Dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Administrasi lembaga penyiaran TV, meliputi aspek sumber daya manusia (SDM) dan
aspek anggaran (finansial).
2. Sumber daya manusia (man), yaitu kesiapan dan kompetensi SDM yang dibutuhkan di
era penyiaran TV digital oleh lembaga penyiaran TV.
3. Finansial (money), yaitu kesiapan finansial lembaga penyiaran TV dalam menghadapi era
penyiaran TV digital
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
4
4. Proses bisnis lembaga penyiaran TV, yaitu prosedur atau alur kerja lembaga penyiaran
TV dalam menghadapi penyiaran TV digital. Termasuk di dalamnya adalah pemasaran
(market) dan program (material)
5. Teknologi penyiaran digital (machines), yaitu kesiapan penggunaan teknologi penyiaran
di era penyiaran TV digital
Teknik penggalian data, menggunakan metode triangulasi. Beberapa metode yang digunakan
antara lain melalui observasi, wawancara, kuesioner, dan dokumen atau kepustakaan. Wawancara
mendalam dilakukan pada para pengambil keputusan di lembaga penyiaran terkait pengelolaan
lembaga penyiaran TV dan kesiapan menghadapi program migrasi sistem analog ke digital. Sementara
observasi dilakukan untuk menelusuri dan mengetahui keberadaan dan potensi yang dimiliki lembaga
penyiaran secara fisik yang meliputi, potensi infrastruktur teknologi, manajemen administrasi, program.
Selain observasi dan wawancara, penggalian data juga dilakukan melalui menghimpun data dengan
kuesioner untuk mengetahui pemahaman SDM pendukung pengelolaan terhadap potensi lembaga
penyiaraan saat ini dan prospek perkembangan menghadapi sistem penyiaran digital.
Lokasi penelitian di tiga provinsi yang menjadi wilayah kerja BPPKI Yogyakarta, meliputi Provinsi
DIY, Jawa Tengah, dan Bali. Sesuai topik penelitian tentang implementasi penyiaran TV digital, maka
secara lebih spesifik, lokasi penelitian adalah LPP TVRI Daerah dan LPS Lokal yang berada di Yogyakarta
(DIY), Semarang (Jawa Tengah), dan Denpasar (Bali) yaitu:
Yogyakarta : TVRI Yogyakarta, Jogja TV, dan Adi TV
Semarang : TVRI Jawa Tengah, TV-Ku, ProTV, dan Cakra TV
Denpasar : TVRI Bali, Dewata TV, Alam TV, dan BMC TV
3. HASIL PENELITIAN
3.1. Kesiapan Sumber Daya Manusia (MAN)
1. Realitas Lembaga Penyiaran Televisi Di Daerah
Dalam Konsep Sistem Penyiaran TV di Daerah, ada tiga kategori lembaga penyiaran televisi
dilihat dari sisi Pengelolaan SDM nya :
TVRI di daerah yang didanai oleh APBN dan atau APBD (sebagai TV Publik) : TVRI
Denpasar (Bali), TVRI Jawa Tengah, TVRI Yogyakarta
TVRI (di daerah) yang dibiayai oleh anggaran pemerintah (APBN) dan atau pemerinah
daerah (APBD), tidak memiliki otonomi mutlak dalam pengelolaan SDM (utamanya
dalam merekruit calon-calon pegawai), sehingga kadang menjadi tidak sesuai antara
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
5
tenaga yang diperlukan dengan distribusi pegawai yang diberikan. Perlu adanya
recruitmen SDM sesuai dengan kompetensi dan perlu adanya adjustment yang jelas.
(sumber: 3 pengelola SDM di TV RI Bali; Jateng dan Yogyakarta). Dari kondisi yang
demikian, maka prospek terhadap kesiapan menghadapi kebijakan TV DIGITAL,
menjadi sangat menggantungkan pada kebijakan TVRI pusat.
TV lokal yang mengembangkan visi Pendidikan (Non Komersial) : TV KU (Semarang),
ADi TV (Yogyakarta)
Lembaga penyiaran TV yang berorientasi pada pengembangan pendidikan, karena
tidak bersifat profit oriented, dan permodalan mendapatkan subsidi dari yayasan
lembaga pendidikan maka dalam pengelolaan SDM mengikuti alur kebutuhan yang
ada, sebagian besar SDM yang mendukung produk siarannya berasal dari mahasiswa
universitas setempat, dan hanya sebagian kecil dari luar kampus.
Menurut penyelenggara lembaga penyiaran TV pendidikan ini, mereka tidak
mengedepankan kebutuhan tenaga yang professional, karena memang ada fungsi
pendidikannya dan pengkaderan tenaga-tenaga broadcash. Sehingga bisa saja
kebutuhan tenaga (SDM) menyertakan tenaga mahasiwa atau anak sekolah yang
sedang mengikuti program PKL. Meski demikian, dalam menghadapi kebijakan TV
digital, tetap optimis menyesuaikan kebutuhan.
TV lokal yang berorientasi sebagai lembaga Profit (Komersial) : Dewata TV; Alam TV;
BMC (Bali), Cakra TV; Pro TV (Jawa Tengah), Jogja TV (Yogyakarta)
Sementara pada lembaga penyiaran TV Lokal, pengembangan SDM tentu menjadi
indikator yang diutamakan. Hal ini relevan dengan semangat lembaga ekonomi yang
berbasis pada “produk dan profit.” Tanpa mengedepankan SDM yang memiliki
provesionalitas yang tinggi (berbasis kompetensi), dikhawatirkan akan berdampak
pada penurunan kualitas produk siaran.
Sebagian besar karyawan TV lokal masih tergolong tenaga-tenaga muda yang baru
lulus dan kompeten di bidangnya. Untuk meningkatkan kompetensi terutama bagi
penguasaan sarana penyiaran digital, beberapa stasiun TV lokal mengadakan
pelatihan.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
6
2. Kesiapan SDM Lembaga Penyiaran TV di Daerah Menghadapi Migrasi Ke TV Digital
Pengetahuan Terhadap Adanya Sosialisasi Kebijakan Program TV Digital
SDM di lembaga penyiaran pada umumnya telah mengetahui adanya kebijakan
pemerintah tentang program TV Digital di tanah air. Namun demikian secara
operasional mereka kurang mengetahui detail dari program tersebut. Ini bisa
diindikasikan jika sosialisasi program TV digital, masih sebatas dipermukaan.
Sementara untuk materi secara mendalam tentang prospek ke depan masih harus
dilakukan sosialisasi lebih lanjut oleh masing-masing lembaga penyiaran, jika akan
mulai ditindaklanjuti.
Menurut penuturan beberapa narasumber dari para pengelola lembaga penyiaran di 3
daerah penelitian terungkap bahwa mereka baru memahami pada tataran kebijakan
secara umum. Selanjutnya untuk implementasinya mereka masih sangat memerlukan
kejelasan dari fihak Kemkomifo. Oleh karenanya, pengetahuan yang belum lengkap
atas rencana kebijakan TV digital, menjadi belum disosialisasikan lebih lanjut ke jajaran
staf pelaksana di lembaga penyiaran TV di daerah. Hal ini berakibat pada belum
meratanya pemahaman adanya program kebijakan TV digital di masing-masing
karyawan (staf pelaksana) LP TV di daerah.
Pengetahuan Terhadap Perubahan Struktur Baru TV Digital
Dengan adanya pola baru sistem TV digital, beberapa TV daerah mengatakan akan
terjadinya perubahan struktur di lembaga penyiaran. Hal ini terkait dengan adanya
program-program baru yang akan berkembang. Sementara di TV daerah lain
mengungkapkan tidak akan ada perubahan struktur, karena pada dasarnya perubahan
sistem dari analog ke digital tidak berkait langsung perubahan struktur kelembagaan.
Pengetahuan Terhadap Perubahan Uraian Tugas Di Era TV Digital
Seperti pada pemahaman terhadap perubahan struktur organisasi yang masih terjadi
kesenjangan diantara para karyawan, demikian juga pada aspek perubahan Jobdecs,
ternyata mereka pun masih mengalami kesenjangan. Di satu sisi mereka sebesar 39,8
persen mengatakan akan ada perubahan Jobdecs. Kemudian di sisi yang lain sebanyak
60,2 persen juga mengatakan belum tahu terhadap hal tersebut.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
7
3.2. Kesiapan Anggaran (MONEY)
Untuk mendukung pekerjaan sesuai dengan tugas dari masing-masing departemen atau bagian,
lembaga penyiaran tentunya memerlukan adanya dana pemasukan atau penerimaan. Hal ini
bisa diketahui dari beberapa sumber pemasukan dana yang mencakup, Sumber anggaran/
modal, Pemasukan dari iklan, Pemasukan dari sponsor dan Investasi dari luar
lembaga/perusahaan. Dalam kebanyakan lembaga penyiaran, masalah anggaran ditangani oleh
bagian keuangan.
1. Anggaran Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI
TVRI adalah lembaga penyiaran non komersial yang mendapatkan anggaran dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan khusus TVRI Bali menerima anggaran dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) meskipun jumlahnya kecil. Hal ini berarti
bahwa TVRI tidak berorientasi untuk mencari keuntungan melainkan pelayanan publik.
Sebagai LPP yang dibiayai negara, jadi sangat bergantung pada negara. TVRI diperbolehkan
menyiarkan iklan baik iklan masyarakat maupun iklan komersial. Namun, pemasukan dari
iklan juga tidak banyak. Meskipun pemasukan tidak terlalu banyak, TVRI daerah juga
melakukan kerjasama dengan Pemda setempat. Secara umum, pengeluaran anggaran di
TVRI adalah gaji pegawai, pekerjaan operasional masing-masing bidang/bagian dan
pengadaan peralatan baru, namun demikian pihak manajemen tidak memberikan
penjelasan secara rinci.
2. Pembahasan Anggaran Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Lokal
Secara umum pemasukan tv lokal terdiri dari sumber anggaran/modal, pemasukan dari
iklan, pemasukan dari sponsor, pemasukan dari penjualan program dan investasi dari luar
lembaga/perusahaan. Anggaran yang selama ini dirasa paling besar bagi TV lokal adalah
biaya operasional, sedangkan anggaran pengeluaran lainnya adalah untuk pembelian
peralatan dan biaya produksi program.
3.3. Kesiapan Program Siaran (MATERIAL)
Program siaran merupakan bagian terpenting dalam industri penyiaran TV. Program siaran
adalah produk utama yang ditawarkan kepada pemirsa TV. Program siaran yang disukai oleh
pemirsa akan mendatangkan iklan yang berarti menambah pemasukan bagi stasiun TV. Terdapat
beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam merencanakan program siaran yaitu (1) visi dan
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
8
misi stasiun TV, (2) karakteristik wilayah jangkauan siaran, (3) karakteristik pemirsa TV, serta (4)
anggaran yang dibutuhkan untuk proses produksi program siaran. Meskipun semua stasiun TV
menyuguhkan jasa yang sama, program siaran, visi dan misi yang diusung jelas berbeda.
Stasiun TV lokal lebih mendekatkan diri dengan entitas kelokalan tempat ia berdiri. Kedekatan
emosional dengan daerah yang menjadi jangkauan siarannya menjadi proyeksi utama dalam
perumusan visi dan misi. Hal ini berkorelasi erat dengan karakteristik pemirsa lokal yang menjadi
target audien utama.
1. Program Siaran Saat Ini di Stasiun TV Lokal
Tiga dari empat stasiun TV lokal serta TVRI Bali, mengangkat budaya lokal sebagai komiditi
utama dalam program siarannya.
“BMC ini muncul karena (adanya) kekuatan lokal. Kita memang ingin memberdayakan potensi lokal. Bali ini kan sebenarnya terkenal dengan budayanya. Ritme agama dan
liturgi budayanya tipis (perbedaannya). Segmentasi budaya dan agama hampir tidak bisa dibedakan. Kita melihatnya sebagai komiditi yang bisa dieksplore untuk ditampikan ke
masyarakat Bali (melalui layar kaca)” (Direktur BMC, Raden Julianto)
Program siaran unggulan yang ditayangkan stasiun TV lokal di Bali mayoritas memasukkan
unsur budaya. Bahkan program siaran di luar kategori unggulan pun kental dengan nuansa
budaya. BMC, Dewata TV, dan TVRI Bali mengangkat segmen budaya sebagai komiditi
industri penyiaran yang layak diangkat di layar kaca dalam berbagai kemasan. Kondisi yang
sama juga terjadi di stasiun TV lokal Kota Yogyakarta, Kota Semarang, TVRI Semarang, dan
TVRI Jogja. Sedangkan untuk program siaran berita, stasiun TV lokal lebih mengutamakan
berita lokal karena audiensnya adalah masyarakat lokal yang membutuhkan informasi
seputar wilayahnya yang tidak akan didapat dari stasiun TV nasional. Keengganan
menyiarkan isu nasional bukan semata memenuhi kebutuhan masyarakat lokal tapi juga
memenuhi keinginan investor. Investor dalam hal ini adalah penanam modal dan pemasang
iklan yang keberatan dengan pengangkatan isu nasional oleh stasiun TV lokal karena tidak
akan diminati oleh audiens yang masyarakat lokal
2. Sumber Program Siaran Stasiun TV Lokal
Dari hasil penelusuran di lapangan, sebagian besar stasiun TV lokal telah mampu
memproduksi program siaran sendiri meski kapasitasnya baru sekitar 60% hingga 70%.
Sisanya diperoleh dari berbagi program siaran dengan stasiun TV lokal lain dalam
jaringannya. Beberapa stasiun TV lokal yang diteliti memiliki jaringan dengan pihak lain
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
9
seperti BMC berjaringan dengan Sun Network, JogjaTV dan Semarang CakraTV berjaringan
dengan Balipost Group (BaliTV), ProTV berjaringan dengan MNC Group, dan TVRI Jateng,
Bali, serta Jogja sharing dengan TVRI Pusat. Sedangkan stasiun TV lokal lainnya
mengusahakan sumber program siaran dari kerjasama antar instansi seperti Suara Merdeka
Group (TVKU), Voice of America, pemerintah daerah, dan perusahaan.
Jarang ditemukan stasiun TV lokal yang mengambil program siaran dari rumah produksi,
perusahaan film besar, dan perusahaan sindikasi. Salah satunya JogjaTV yang tidak
mengambil program siaran dari rumah produksi karena kualitas dan kontinuitas konten
siaran yang belum bisa dipenuhi. Alih-alih mengambil program siaran dari rumah produksi,
stasiun TV lokal lebih sering melibatkan masyarakat dalam pembuatan program siaran
tertentu secara langsung. Misalnya, kelompok kesenian masyarakat diminta tampil dalam
satu segmen acara tertentu seperti yang dilakukan DewataTV, JogjaTV, TVRI Jogja, dan
CakraTV.
3. Program Siaran di Era Siaran TV Digital
Meski telah mengikuti sosialisasi migrasi TV analig ke TV digital, belum semua stasiun TV
lokal memahami esensi dari peralihan ini. Opini yang terbentuk baru pada tataran dasar
yaitu perbaikan kualitas gambar dan jumlah program siaran yang meningkat. Atau dengan
kata lain, perubahan pada sisi teknologi penyiaran. Beberapa stasiun TV lokal dengan
gamblang mengungkapkan hal tersebut. Bahwa migrasi ke penyiaran TV digital ansich
adalah peralihan menuju teknologi penyiaran digital.
“Kalau dibikin program atau kontennya bagus masyarakatnya pasti akan (bilang) bagus ya nggak. Konten itu masalah tekniknya, (konten) digital akan jauh lebih bagus, (lebih)
jelas. Bapak bandingkan TV hitam putih sama TV warna, bagaimana kan lebih seneng TV warna kan gitu ya ngak. Terus bandingkan TV warna analog dengan TV warna digital
pasti lebih bagus TV warna digital” (Amir Rabik, CEO AlamTV)
Kondisi dimana stasiun TV lokal belum memahami “new experience” yang didapatkan
pemirsa dari siaran TV digital telah diprediksikan sebelumnya,
“Teknologi DTV itu di desain untuk menimbulkan experience baru dalam menikmati dunia penyiaran. Knowledge ini yang belum ada di dunia penyiaran. Karena mereka saat
ini baru dalam menyiapkan siaran karena kanalnya penuh mereka harus beralih ke digital.”(Eka Indarto, Praktisi Telematika)
Migrasi ke siaran TV digital berarti beralih ke media baru (new media) dimana terjadi
evolusi layanan penyiaran yang memandang penyiaran TV sebagai layanan. Dengan kanal
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
10
yang sangat banyak tersebut, konten siaran harus dipersiapkan betul dan berbeda
formatnya dengan konten siaran di era TV analog.
Namun, ada stasiun TV lokal yang telah memahami perubahan konten siaran di era TV
digital bahkan telah merencanakan format program siaran yang ditawarkan. Stasiun
Semarang CakraTV memandang konten siaran di era TV digital akan berbeda dari siaran TV
analog dimana penyelenggara bisa mengeksplorasi format siaran sesuai dengan keinginan
pemirsa TV.
“ (Kami) sudah (me)pikirkan program-program apa yang akan kita angkat di penyiaran DTV. Yang penting, kita sudah memikirkan bagaimana proses transisi analog (ke) digital.
Dari segi transmisi, maupun program. Kita juga sudah memikirkan (akan) setengah analog setengah digital.”(Dedi, Penanggung Jawab Teknik Semarang CakraTV)
Semarang CakraTV telah memahami karakteristik siaran TV digital dimana diharapkan
siaran akan ditangkap dengan baik pada kondisi mobile. Sehingga, perlu direncanakan
konten siaran pada kondisi mobile yang mampu ditangkap perangkat bergerak serta dapat
dinikmati oleh pengguna. Maka muncullah ide membuat program siaran indoor dan
outdoor dimana program siaran indoor ditujukan untuk perangkat penerima TV box yang
dinikmati dalam jangka waktu lama. Sedangkan program siaran outdoor, karena dinikmati
dalam kondisi bergerak, hanya memiliki rentang waktu siar yang singkat dan bersifat
menghibur. Konsep semacam ini sejalan dengan panduan migrasi siaran TV analog ke
digital yang diberikan ITU. ITU yang mendeskripsikan konten siaran TV digital untuk fixed
user berbeda dengan mobile user. Dimana konten siaran fixed user bersifat long form
(ditayangkan dalam durasi panjang) dan semi interaktif. Sedangkan konten siaran mobile
user bersifat short form (ditayangkan dalam durasi singkat) dan fully intercative. Indonesia
yang mengadopsi teknologi DVB-T2, memungkinkan rencana tersebut terwujud. Tetapi saat
ini, regulasi yang ada baru mengatur penyiaran TV digital free to air dan ditangkap
perangkat tidak bergerak.
Melalui edaran dan sosialisasi, TVRI daerah telah memahami proses migrasi ini dan pada
gilirannya juga akan berubah. Menyikapi hal tersebut, stasiun TVRI di daerah memiliki
pandangan yang beragam. Meski pun mengalami kendala dalam banyak hal, TVRI Bali telah
merencanakan program siaran di era TV digital. TVRI Bali akan merencanakan program
penyiaran digital tentang budaya, olahraga, dan pendidikan. Sedangkan TVRI Jogja
menyiapkan tim IT yang akan merumuskan program siaran dan mekanisme lainnya yang
akan dipersiapkan di era TV digital.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
11
TVRI Jawa Tengah memandang kehadiran siaran TV digital sebagai sesuatu yang bagus dan
diterima. Namun, beberapa kendala yang dihadapi oleh TVRI Jawa Tengah menjadikan
siaran TV digital bukan prioritas program kerja.
Pemancar yang dimilik TVRI Jawa Tengah mayoritas masih berbasis UHF sehingga
jangkauan siarnya terbatas dan tidak dapat diterima dengan baik oleh pemirsa Jawa
Tengah. Lemahnya kekuatan transmitter TVRI Jawa Tengah akan berpengaruh pula pada
kualitas gambar yang diterima.
Kualitas gambar yang dihasilkan TVRI Jawa Tengah belum baik. Kualitas gambar yang
buruk tentunya akan mempengaruhi minat pemirsa untuk menonton siaran TVRI Jawa
Tengah.
Minimnya anggaran untuk pengelolaan program siaran. Anggaran TVRI Jawa Tengah
selama ini ditopang oleh dana APBN dan APBD. Sayangnya, anggaran terbesar justru
terserap untuk operasional SDM bukan pada program siaran. Di era penyiaran TV digital,
program siaran yang akan ditampilkan akan lebih beragam sehingga membutuhkan
anggaran yang lebih besar pula.
3.4. Kesiapan Teknologi Penyiaran (MACHINES)
1. Teknologi Penyiaran Sekarang
Pada penyiaran analog terdapat dua peralatan utama yakni peralatan produksi (studio) dan
peralatan penyiaran (transmiter). Dalam menghadapi migrasi penyiaran analog ke
penyiaran digital, TVRI daerah (Bali, Jawa Tengah, Yogyakarta), Televisi lokal Bali (Alam TV,
BMC, Dewata), Televisi lokal Jawa Tengah (TV KU, PRO TV, Cakra TV), Televisi lokal
Yogyakarta (Jogja TV, ADI TV) memiliki peralatan :
Pada dasarnya sebagian besar peralatan (teknologi) produksi penyiaran yang
digunakan lembaga penyiaran TV lokal di wilayah penelitian telah beralih mengunakan
peralatan digital :
“… proyeksinya kita sudah digital. Digital dalam artian peralatannya sudah digital. Kalau frekuensi, kita sama saja dengan stasiun TV yang lain. Teknologinya juga mengarah kesana (digital). Teknologinya mungkin lebih baru”. (Raden Julianto,
BMC)
Untuk lembaga penyiaran publik daerah, TVRI daerah, memang masih menggunakan
peralatan (teknologi) penyiaran lama (sebagian besar masih analog)
”(peralatan studio) studio kita masih analog” (TVRI Bali)
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
12
Peralatan produksi (studio) yang digunakan TV lokal mulai beralih ke peralatan
(teknologi) digital terutama untuk pengadaan peralatan baru sedangkan TVRI daerah
masih sebagian besar menggunakan peralatan analog.
Peralatan transmisi yang digunakan oleh TV lokal dilokasi penelitian, bersiaran di
channel UHF dengan menggunakan transmisi yang bersifat digital ready (go digital)
“…kami di alam tv kami sebetulnya sudah melakukan itu pemancar kami sudah e.. bukan digital tapi go digital” (Amir Rabik, CEO AlamTV)
“Dari sisi persiapan alat, beberapa alat masih analog, ada beberapa juga yang sudah
digital. Seperti tx, tx kita masih analog. Pada waktu saya ikut seminar, alat tersebut bisa digunakan dengan penambahan alat, yang jadi permasalahan,vendor mana
yang dipakai untuk menentukan alat, kan ada dari amerika, korea. Ini yang belum jelas bagi kita”. (Dedi, Penanggung Jawab Teknik Semarang CakraTV)
Peralatan transmisi yang di miliki oleh TVRI daerah (Bali, Jawa Tengah, Yogyakarta)
masih menggunakan transmiter analog yang bersiaran di channel UHF dan sebagian
masih bersiaran di channel VHF. Akan ada pemberian bantuan transmisi oleh
pemerintah pusat akan diberikan diantaranya pada TVRI Bali, TVRI Yogyakarta dan TVRI
Jawa Tengah pada tahun 2012. Peralatan (teknologi) transmisi yang digunakan TV lokal
rata-rata dapat beralih ke digital (digital ready/go digital) dengan penambahan
perangkat (support) dapat menjadi digital sedangkan untuk TVRI daerah (Bali, Jawa
Tengah, Yogyakarta) rencananya pada tahun 2012 akan mendapat bantuan transmitter
dari pemerintah
2. Teknologi Penyiaran Televisi Digital
Dimaksud dengan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar
(Free to Air) adalah penyiaran dengan menggunakan teknologi digital yang dipancarkan
secara terestrial dan diterima dengan perangkat penerimaan tetap. Terdapat perbedaan
siaran analog dan digital, perbedaannya :
Perbedaan peralatan (teknologi) penyiaran digital dan penyiaran analog adalah adanya
peralatan (teknologi) Multiplekser. Multiplekser merupakan suatu sistem perangkat untuk
menyalurkan beberapa program siaran dari para Penyelenggara Program Siaran yang kemudian
dipancarkan kepada masyarakat/pemirsa melalui suatu perangkat transmisi. Perangkat
multiplekser antar lain encoder, multiplekser. Teknologi multiplakser ini tidak banyak (belum)
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
13
disinggung oleh TV daerah maupun TVRI daerah, mereka hanya menyinggung peralatan
produksi (studio) dan transmitter, karena multipleker hanya digunakan dalam penyiaran digital
dan diatur dalam penyelenggaraan tersendiri.
3.5. Kesiapan Pemasaran (MARKETS)
Di era penyiaran TV analog, stasiun TV lokal memasarkan produknya dalam bentuk jam siaran
dan pemasangan iklan. Pengguna jasa ini cukup banyak baik dari instansi pemerintah,
pendidikan, maupun perusahaan. Penayangan umumnya dilakukan secara live karena
menekankan pada interaksi dengan masyarakat selaku audiens sekaligus target yang diharapkan
dari pihak penyewa.
“Kalau dilihat dari sisi pemasukan, iklan TV tidak terlalu banyak. Kita bermain di sisi program. Misal dialog dengan UKM dari kabupaten. TV lokal biasanya cenderung jualan ke program. Jualannya sngat retail ke pemkab, masyarakat, instansi, pendidikan. Kalau
iklan nasional belum masuk ke TV lokal”(Raden Julianto, Dir. BMC) Porsi kue iklan di stasiun TV lokal masih sangat kecil karena pasar lokal enggan berpromosi
melalui media elektronik TV. Pemasang iklan merasa pengeluaran untuk beriklan di TV tidak
berbanding lurus dengan penambahan pendapatan. Hanya pemain bisnis lokal skala besar saja
yang mau memasang iklan di TV dan jumlahnya tidak banyak. Jika diperhatikan, iklan di stasiun
TV lokal cenderung berupa iklan internal yakni informasi penayangan program siaran serta
informasi layanan masyarakat dari pemerintah daerah. Pemasaran di stasiun TV lokal
diutamakan pada penjualan slot program siaran. Adanya pemasukan dari penjualan slot
program siaran ini memberi keuntungan ganda bagi stasiun TV lokal. Selain mendapatkan
penghasilan, stasiun TV mendapat konten program siaran.
Era penyiaran TV digital merubah struktur industri penyiaran yang memberi peluang lebih luas.
Stasiun TV dapat memberikan nilai tambah pada program siaran yang ditawarkan untuk
memberi pengalaman baru dalam menonton TV. Pemasaran di era siaran TV digital lebih
menekankan pada layanan dari pada konten siaran (sevice proposition dan service delivery).
Layanan yang bisa dipasarkan antara lain videon on demand (VOD), personal video recorder
(PCR), electronic program guide (EPG), interactive service, layanan konten siaran kustomisasi
untuk keperluan khusus.
Peluang bisnis penyiaran TV digital yang semakin luas ini tentunya akan membuka celah pasar
baru bagi stasiun TV lokal. Jika di era TV digital stasiun TV lokal beralih ke penyelenggara
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
14
program siaran, peluang bisnis yang tercipta akan lebih luas serta menumbuhkan ragam industri
kreatif penyiaran digital.
Dalam penyiaran TV Digital, ada perubahan struktur industri, ada penyelenggara infrastruktur dan penyelenggara konten (siaran). Semua penyelenggara penyiaran mengalami tarnsformasi menjadi penyelenggara konten. Jadi, tidak ada lembaga
penyiaran yang ditutup. (Anang Latief, KemKominfo)
Dari penelusuran, sebagian besar stasiun TV lokal belum memikirkan dan belum merencanakan
aspek pemasaran di era siaran TV digital baik dari aspek fungsional, kualitas, maupun harga.
Stasiun TV lokal masih bingung bagaimana seharusnya melangkah, mengelola pemasaran
program siaran, karena dari sosialisasi yang dilaksanakan selama ini belum ada pembahasan
tentang bagaimana pemasaran dilakukan. Hingga saat ini, stasiun TV lokal merencanakan tidak
ada perubahan pada sisi pemasaran di era siaran TV digital seperti yang diungkapkan di TVRI
Bali, Dewata TV, AlamTV, ADITV, PROTV, dan JogjaTV. Dari aspek fungsional, terkait layanan
siaran TV digital, stasiun TV lokal belum merencanakan model layanan yang akan diberikan.
Service proposition dan service delivery apa yang akan diberikan ke audiens sehingga muncul
peluang untuk memasarkan layanan tersebut. Meski Semarang Cakra TV sudah memahami
service delivery yang akan diberikan, model pemasarannya masih tanda tanya. Aspek fungsional
yang belum jelas akan membawa pada ketidaktahuan aspek kualitas layanan. Jika kedua aspek
tersebut tidak muncul, maka aspek harga pun tidak akan pernah diketahui. Terhadap hal
semacan ini, stasiun TV lokal menunggu aturan yang jelas dari pemerintah dan akan
menyesuaikan mekanisme pemasaran nantinya dengan aturan yang berlaku.
“Dari sisi anggaran dan marketing, lembaga belum bisa memperhitungkan terkait dengan penyiaran digital” (Agung Alit Sumantri, Manager Pengendali Sistem Internal
Dewata TV) “Dari segi marketing tidak akan berbeda” (Dedi, Penanggung Jawab Teknik CAKRATV)
Selain menunggu aturan dari pemerintah, stasiun TV lokal yang bergabung dalam jaringan juga
menunggu kesepakatan bersama. BMC contohnya, permasalahan pemasaran diserahkan
sepenuhnya pada mekanisme jaringan. Dengan adanya kebijakan dari jaringan yang kuat, maka
perubahan pemasarananya sepenuhnya tergantung dari jaringan. Hal serupa juga disampaikan
oleh JogjaTV dan Semarang CakraTV yang bergabung dalam jaringan Bali Post Group.
Belum adanya rencana pemasaran di era penyiaran TV digital dilatarbelakangi pula oleh
kesiapan masyarakat dalam menerima penyiaran TV digital. Stasiun TV lokal berharap,
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
15
masyarakat pun siap sepenuhnya menerima siaran TV digital sehingga bagaimana pemasaran ini
berlangsung dapat menjadi lebih jelas.
Adanya aturan pelaksanaan simulcast siaran TV analog dan siaran TV digital juga akan
menimbulkan keraguan dalam pemasaran oleh stasiun TV lokal. Bagaimana memasarkan
program siaran maupun iklan dalam dua mekanisme siaran yang berbeda serta dua tipikal
audiens yang berbeda. Sedangkan, pemerintah sendiri membebaskan bagi masyarakat untuk
memilih tipe penyiaran TV yang diinginkan sesuai kesanggupan. Pemerintah belum berencana
mensubsidi pembelian perangkat STB
“Pemerintah tidak bisa memaksakan masyarakat untuk membeli STB karena menonton TV bukan
bagian dari gaya hidup. Berbeda dengan membeli hand phone, karena merupakan bagian dari gaya
hidup, masyarakat rela mengeluarkan uang ratusan ribu untuk membelinya.” (Anang, Kemkominfo)
Tanggapan cukup tajam datang dari stasiun Semarang CakraTV. Semarang CakraTV memahami
akan terjadi zona wilayah siaran di era penyiaran digital sehingga peluang untuk memperoleh
market share yang lebih besar akan bisa dicapai. Selama ini, stasiun TV nasional mengudara di
seluruh wilayah Indonesia tanpa ada batasan pembagian area siaran. Akibatnya, stasiun TV lokal
tidak bisa memasarkan produknya secara optimal. Semarang CakraTV berharap pembagian area
di era siaran TV digital benar-benar dilaksanakan agar stasiun TV di daerah juga dapat
memperoleh pemasukan. Untuk menutupi biaya operasional selama ini, tidak bisa hanya
dipenuhi dari penjualan program siaran. Maka berjaringan dengan stasiun TV lain menjadi
pilihan sehingga dapat memperluas peluang pemasukan dari daerah lain.
4. KESIMPULAN
Perkembangan global di bidang teknologi telah membawa perubahan signifikan terhadap
kemajuan dunia penyiaran. Di bidang pertelevisian, sebagai dampak kemajuan teknologi kini telah
beranjak migrasi dari televisi analog ke televisi digital. Tak ubahnya di Indonesia, untuk menyesuaikan
dengan perkembangan global teknologi komunikasi dan informatika, kini pemerintah telah berupaya
mencanangkan kebijakan baru di bidang penyiaran televisi digital.
Berbagai regulasi yang mengatur pokok-pokok penyelenggaraan lembaga penyiara televisi telah
diterbitkan. Beberapa perwakilan lembaga penyiaran televisi di daerah telah mengikuti beberapa kali
sosialisasi yang berkait dengan program pengembangan televisi digital di tanah air, namun informasi
yang diperoleh baru bersifat umum, sehingga masih perlu penjelasan detail, bagaimana konkritnya
dilapangan. Berbagai aturan pokok memang telah diterbitkan, namun untuk implementasi sampai pada
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
16
tahap yang lebih riil sesuai kebutuhan lapangan masih perlu pengaturan lebih lanjut dan segera
diwujudkan, agar bisa menjadi acuan konkrit bagi lembaga penyiaran televisi yang akan melakukan
perubagan program dari TV analog ke sisten Digital.
Hasil analisis berdasar data riil dari statemen para penyelenggara lembaga penyiaran televisi di
daerah menyimpulkan, bahwa pada prinsipnya stasiun TV lokal telah mengetahui adanya rencana
implementasi kebijakan penerapan program televisi digital di Indonesia. Pada umumnya siap
melaksanakan perubahan menuju migrasi dari sistem analog ke sistem digital. Namun demikian, stasiun
tv lokal masih memerlukan penjelasan lebih lanjut bagaimana implementasi dilapangan secara riil,
apakah stasiun tv lokal nantinya harus melakukan sinergi atau penggabungan melalui konsorsium, atau
bisa berdiri sendiri dengan berbagai konsekuensinya. Penjelasan ini, masih sangat ditunggu karena
stasiun tv lokal belum memahami secara detail aturan mainnya (businesss plan) yang akan diterapkan.
5. REKOMENDASI
Dari hasil temuan, tim peneliti BPPKI Yogyakarta memberikan beberapa rekomendasi sebagai
berikut:
1. Perlu adanya aturan implementasi penyiaran TV digital yang lebih jelas, menyangkut seluruh
aspek penyelenggaraan penyiaran TV tidak sebatas aspek teknologi (termasuk standarisasi
perangkat) penyiaran TV digital.
2. Perlu adanya sosialisasi tentang implementasi penyiaran TV digital yang lebih komprehensif
menyangkut setiap aspek penyelenggaraan penyiaran TV kepada stasiun TV lokal.
3. Perlu adanya bimbingan teknis implementasi penyiaran TV digital bagi stasiun TV lokal
4. Perlu adanya kejelasan tentang pelaksanaan konsorsium stasiun TV lokal dalam implementasi
penyiaran TV digital sehingga stasiun TV lokal dapat mengetahui focus bisnis yang diambil
serta mengalihkan infrastruktur penyiaran yang dimiliki saat ini agar dapat membuka peluang
bisnis baru.
5. Perlu adanya aturan model bisnis penyiaran TV digital yang jelas sehingga stasiun TV lokal
dapat memposisikan diri dengan jelas baik sebagai penyelenggara konten, penyelenggara
siaran, penyelenggara multiplekser, maupun penyedia menara termasuk nilai bisnis/harga
yang berkenaan dengan model bisnis tersebut.
6. Perlu dipikirkan anggaran yang harus disiapkan stasiun TVRI daerah sebagai lokomotif
impelementasi penyiaran TV digital serta bagaimana pemenuhan anggaran tersebut.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta | 2012
17
7. Stasiun TV lokal merekomendasikan implementasi penyiaran TV digital secara serentak tanpa
adanya tahap simulcast. Hal ini perlu dipikirkan oleh Kemkominfo agar dapat memutuskan
langkah yang tepat tanpa membebani pihak mana pun baik stasiun TV lokal maupun
masyarakat.
8. Stasiun TV lokal perlu meningkatkan kompetensi SDM agar dapat menghadapi dan
memenuhi kebutuhan penyiaran TV digital.