2018 peran komunikasi internasional dalam …...meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi...
TRANSCRIPT
Universitas Sumatera Utara
Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id
Departemen Ilmu Komunikasi Skripsi Sarjana
2018
Peran Komunikasi Internasional dalam
Meningkatkan Hubungan Kerjasama
Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi
Internasional Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur dalam Meningkatkan
Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)
Amalia, Hilyah
Univesitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8224
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERAN KOMUNIKASI INTERNASIONAL DALAM MENINGKATKAN
HUBUNGAN KERJASAMA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA-
MALAYSIA
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur Dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)
SKRIPSI
HILYAH AMALIA
130904083
Public Relations
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
PERAN KOMUNIKASI INTERNASIONAL DALAM MENINGKATKAN
HUBUNGAN KERJASAMA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA-
MALAYSIA
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur Dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
HILYAH AMALIA
130904083
Public Relations
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini ditujukan untuk dipertahankan oleh:
Nama : Hilyah Amalia
NIM : 130904083
Program Studi : Ilmu Komunikasi (Public Relations)
Judul Skripsi : Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan
Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama
Indonesia-Malaysia)
Medan, September 2018
Dosen Pembimbing Ketua Program Studi
Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A Dra. Dewi Kurniawati,M.Si.,Ph.D
NIP. 197310212006042001 NIP. 196505241989032001
Dekan FISIP USU
Dr. Muryanto Amin, M.Si.
NIP. 197409302005011002
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Hilyah Amalia
NIM : 130904083
Program Studi : Ilmu Komunikasi (Public Relations)
Judul Skripsi : Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan
Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan
Kerjasama Indonesia-Malaysia)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Majelis Penguji
Ketua Penguji : _________________________ ( )
NIP.
Penguji : Emilia Ramadhani, S. Sos., M.A ( )
NIP. 197310212006042001
Penguji Utama : ( )
NIP.
Ditetapkan di : Medan
Tanggal : 2018
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya cantumkan dengan benar. Jika di kemudian hari
saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia di proses
sesuai hukum yang berlaku.
Nama : Hilyah Amalia
NIM : 130904083
Departemen : Ilmu Komunikasi
Tanda Tangan :
Tanggal : 13 September 2018
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT atas berkat yang telah diberikan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).
Skripsi ini berjudul “Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan
Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia”. Adapun tujuan
dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana (S1) di Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Secara pribadi, peneliti juga berharap
agar skripsi ini dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan untuk studi ilmu
komunikasi, khususnya lagi dalam cakupan komunikasi internasional.
Terima kasih yang pertama ditujukan kepada kedua orang tua peneliti, atas
segala kasih sayang, perhatian dan pengertian, serta dukungan yang tiada henti
diberikan kepada peneliti. Proses penyelesaian skripsi ini bukanlah proses yang
singkat, bahkan juga sangat bersejarah dalam catatan hidup pribadi peneliti. Tanpa
adanya dukungan dari kedua orang tua, peneliti tidak akan mungkin memiliki
tekad yang kuat sampai proses akhir penyelesaian skripsi. Terima kasih juga
untuk kakak pertama (Kak Rina) dan abang ipar (Bang Amrul) yang selalu
mendukung baik secara moril maupun materil, kakak kedua (Kak Cuna) yang
cukup perhatian dan pengertian selama proses penyelesaian skripsi ini, serta adik
Zahir Dhiya‟ Fathi dan istri yang turut mendoakan peneliti untuk tetap sehat dan
semangat dari Kairo dimana mereka juga sedang berjuang menimba ilmu disana.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
dari masa perkuliahan sampai penyelesaian skripsi, sangatlah sulit bagi peneliti
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti ucapkan terima kasih
banyak kepada:
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
3. Ibu Emilia Ramadhani, S. Sos, M.A selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara dan sebagai dosen pembimbing yang selalu memberikan dukungan,
bimbingan, kemudahan yang diberikan kepada peneliti selama proses
penyelesaian skripsi.
4. Almarhumah Ibu Dra. Inon Beydha, Msi. Ph. D selaku dosen pembimbing
terdahulu yang juga telah membimbing peneliti dalam beberapa
kesempatan semasa hidupnya.
5. Seluruh dosen dan staf pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, atas
ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama peneliti menjadi
mahasiswa.
6. Kak Maya dan Kak Yanti selaku bagian administrasi di Program Studi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara, yang telah memudahkan urusan surat menyurat dan
membantu banyak hal bagi peneliti sepanjang menjadi mahasiswa.
7. Sahabat-sahabat peneliti, Yustia Ulfa, Awanis, dan Lesley yang selalu
memberikan dukungan dan mendoakan peneliti untuk tetap semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Hijja Mardhiya Nst, kakak sepupu yang selalu bersedia menjadi tempat
peneliti mencurahkan isi hati dan pikiran peneliti selama proses
pengerjaan skripsi hingga sekarang.
9. Ahsan Malik, atas dedikasi waktu dan dukungannya, terutama untuk setiap
kesempatan berdiskusi mengenai penelitian ini yang benar-benar
mencerminkan proses komunikasi internasional yang dinamis.
10. Thomas Simoes dan Farika Angela, selaku kolega kerja yang walaupun
sudah tidak ada hubungan pekerjaan lagi, namun turut mendoakan dan
mendukung peneliti dari proses awal hingga akhir penyelesaian skripsi.
11. Seluruh keluarga besar Alliance Francaise Medan, yang telah
memfasilitasi peneliti untuk belajar bahasa Prancis secara intensif. Terima
kasih banyak atas pengertiannya yang memahami keterbatasan waktu yang
kebetulan bersamaan dengan masa pengerjaan skripsi peneliti.
12. Siti Annisa Lubis dan Magdalena Kristina Hutabarat, selaku bagian dari
AF Medan dan kakak-kakak yang selalu mengayomi peneliti untuk tetap
semangat serta turut mendoakan peneliti dalam proses penyelesaian
skripsi.
13. Yunda Pratiwi, sebagai rekan seperjuangan yang sangat berdedikasi
selama proses penyelesaian skripsi bersama. Walaupun di awal kuliah
tidak dekat sama sekali, ternyata skripsi inilah yang menjadikan hubungan
Universitas Sumatera Utara
pertemanan ini menjadi salah satu warna pelangi di tengah mendungnya
proses penyelesain skripsi.
14. Prof. Dr. Ari Purbayanto, selaku Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
yang telah bersedia untuk menjadi informan utama dalam penelitian ini
dan segala bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada peneliti selama
proses penelitian berlangsung.
15. Erwinsyah, SH. LLM, selaku staf Atdikbud KBRI Kuala Lumpur yang
juga turut membantu dari proses permohonan izin penelitian hingga
bersedia juga menjadi salah satu informan dalam penelitian ini.
16. Doni Ropawandi, selaku Ketua Umum Persatuan Pelajar Indonesia yang
bersedia menjadi informan tambahan secara mendadak dan turut
memberikan dukungan moril sebagai sesama mahasiswa yang sangat
memahami proses pengerjaan skripsi.
17. Seluruh pihak yang terkait dari setiap tahapan dalam proses pengerjaan
skripsi ini, terima kasih banyak atas dukungan dan bantuannya.
Peneliti menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan dalam tulisan ini,
dengan segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang tentunya bersifat membangun untuk perkembangan
penelitian-penelitian selanjutnya, serta untuk memperdalam pengetahuan dan
pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi banyak orang
baik sekarang maupun nantinya.
Medan, 2018
Hilyah Amalia
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Hilyah Amalia
NIM : 130904083
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Universitas Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive
Royalty - Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama
Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)
Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin
dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal :
Yang menyatakan
(Hilyah Amalia)
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian skripsi ini berjudul Peran Komunikasi Internasional dalam
Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi internasional dalam
meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian ini
adalah teori komunikasi internasional. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan
tiga orang informan dalam rangka memperoleh data yang relevan dan akurat
sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian yang menggunakan teknik
purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada ketiga informan,
ditemukan bahwa komunikasi internasional memiliki peran yang signifikan dalam
meningkatkan hubungan kerjasama Indonesia dan Malaysia di sektor pendidikan
tinggi. Peran komunikasi internasional tersebut dilakukan oleh Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur dengan menggunakan strategi dan gaya komunikasi yang
sesuai dengan kondisi dan situasi. Hal ini dianggap lebih efektif dan efisien dalam
memperoleh kesepakatan dan realisasi kerjasama yang maksimal. Hasil ini
diperoleh dari pengolahan data yang menggunakan teknik analisis data kualitatif
yang dikembangkan oleh Miles & Huberman.
Kata Kunci: Komunikasi Internasional, Atase Pendidikan, Kerjasama Pendidikan
Tinggi, Indonesia-Malaysia.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
This research entitled the Role of International Communication of Education
Attache at the Embassy of the Republic of Indonesia – Kuala Lumpur in
enhancing the cooperation of higher education of Indonesia-Malaysia
(Descriptive Study of the Role of International Communication of Education
Attache at the Embassy of the Republic of Indonesia – Kuala Lumpur in
enhancing the cooperation of Indonesia – Malaysia). This research aims to
determine the role of international communication in enhancing the cooperation
of higher education of Indonesia-Malaysia. The method used in this research is a
qualitative descriptive method. The theory used as the framework of this research
is the theory of international communication. In this research, researcher
involved three informants in order to obtain relevant and accurate data according
to the objectives and needs of this research by using purposive sampling. Based
on the research conducted on the three informants, it was found that international
communication has a significant role in enhancing the cooperation of Indonesia
and Malaysia in the higher education sector. The role of international
communication was accomplished by the Education Attache of Indonesian
Embassy in Kuala Lumpur by using communication strategies and communication
styles that are appropriate to the condition and situation. It is considered more
effective and efficient in obtaining agreements and the maximum realization.
These results are obtained from data process using qualitative data analysis
technique developed by Miles & Huberman.
Keywords: International Communication, Education Attache, Higher Education
Cooperation, Indonesia-Malaysia.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah ........................................................................................ 1
1.2 Fokus Masalah ........................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perspektif/Paradigma Kajian ..................................................................... 10
2.2. Kajian Pustaka ........................................................................................... 12
2.2.1. Hubungan Internasional .................................................................. 14
2.2.1.1. Teori-Teori Arus Utama ..................................................... 17
2.2.1.2. Teori-Teori Alternatif ......................................................... 19
2.2.2. Komunikasi Internasional ............................................................... 19
2.2.2.1. Komunikasi Interpersonal................................................... 21
2.2.2.2. Komunikasi Kelompok ....................................................... 22
2.2.2.3. Komunikasi Massa ............................................................. 23
2.2.2.4. Komunikasi Politik ............................................................. 23
2.2.2.5. Komunikasi Antar Budaya ................................................. 23
2.2.3. Strategi Komunikasi .............................................................. 24
2.2.4. Gaya Komunikasi ............................................................................ 30
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian...................................................................................... 41
3.2. Objek Penelitian ........................................................................................ 42
3.3. Subjek Penelitian ....................................................................................... 42
3.4. Kerangka Analisis ..................................................................................... 42
3.5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 43
3.5.1. Penentuan Informan ........................................................................ 45
3.5.2. Keabsahan Data............................................................................... 46
3.6. Teknik Analisis Data ................................................................................. 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ......................................................................................... 49
4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................ 49
4.1.1.1. Profil KBRI Kuala Lumpur ................................................ 49
4.1.1.2. Profil Atase Pendidikan ...................................................... 50
4.1.2. Proses Penelitian ............................................................................. 54
4.1.3. Deskripsi Penelitian dan Hasil Wawancara .................................... 61
4.2. Pembahasan ............................................................................................... 116
4.2.1. Strategi & Gaya Komunikasi Atase Pendidikan KBRI KL ............ 120
4.2.2. Faktor Pendorong & Kendala ......................................................... 125
4.2.3. Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI KL ....... 129
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan .................................................................................................. 131
5.2. Saran .......................................................................................................... 132
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 135
LAMPIRAN ...................................................................................................
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
2.1 Communication Styles ............................................................................... 32
4.1 Tabel Karakteristik Informan ..................................................................... 55
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 40
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Konteks Masalah
Indonesia adalah bangsa yang sangat kaya akan sumber daya alam dan
sumber daya manusianya dan diakui oleh dunia bahwa Indonesia berpotensi tinggi
untuk masuk ke jajaran negara maju di masa akan datang. Dengan jumlah
penduduk sebanyak 237.641.326 jiwa dan 1331 suku bangsa yang dirilis oleh
Badan Pusat Statistik Indonesia dan terdapat juga sebuah kutipan dari laman
overview, pada situs resmi The World Bank in Indonesia (2017) yang
menyebutkan bahwa:
“Today, Indonesia is the world‟s fourth most populous nation, the world‟s 10th
largest economy in terms of purchasing power parity, and a member of the G-
20. An emerging middle-income country, Indonesia has made enormous gains in
poverty reduction, cutting the poverty rate to more than half since 1999, to 10.9%
in 2016”.
Artinya bahwa saat ini, Indonesia adalah negara terpadat ke-4 di dunia, ekonomi
terbesar ke-10 dalam hal keseimbangan daya beli, dan anggota G-20. Sebuah
negara berpenghasilan menengah yang sedang berkembang, Indonesia telah
menghasilkan keuntungan yang sangat besar dalam mengurangi kemiskinan,
sehingga mengurangi tingkat kemiskinan menjadi lebih dari setengah dari tahun
1999, menjadi 10, 9% pada tahun 2016.
Indonesia dengan potensi yang dimiliki saat ini terbilang cukup besar, baik
itu sumber daya alam yang ada maupun sumber daya manusianya. Meskipun
begitu, Indonesia masih memerlukan bangsa lain dalam meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran negeri ini. Hal ini dapat dicapai dengan adanya
komitmen-komitmen yang disepakati oleh Indonesia dengan negara lain untuk
mencapai kepentingan masing-masing yang saling menguntungkan. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka peran perwakilan Indonesia di luar negeri berfungsi
sebagai jembatan pemerintahan pusat Indonesia dengan pemerintah negara lain
ataupun pihak-pihak asing yang ada di luar negeri. Tujuannya untuk melihat
Universitas Sumatera Utara
potensi apa saja yang sekiranya dapat dikolaborasikan bersama. Kerjasama inilah
yang diharapkan dapat mendongkrak laju percepatan pembangunan bangsa
Indonesia.
Membangun kerjasama antarnegara bukanlah hal yang mudah dikarenakan
banyaknya keterbatasan yang dapat menghambat dalam proses pembangunan
kerjasama. Setiap negara memiliki bahasa, budaya, dan perspektif yang berbeda-
beda dalam berusaha mewujudkan visi dan misi bangsa masing-masing.
Adakalanya beberapa negara tertentu yang sangat jelas ingin bersaing dan tidak
mau menjalin hubungan kerjasama dengan negara manapun. Contohnya dalam
konteks ini adalah Korea Utara, negara yang masih dalam status cold war dengan
Korea Selatan ini juga bahkan sering menyatakan perang kepada pihak Amerika
Serikat. Meskipun ancaman tersebut hanya dilontarkan melalui media sosial resmi
perdana menteri Korea Utara kepada presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Namun hal ini bisa saja terjadi, mengingat kesiapan senjata nuklir Korea Utara
untuk menyerang siapapun. Maka dari itu, sampai saat ini lebih dari 124 negara di
dunia tengah berupaya semaksimal mungkin untuk membuat resolusi-resolusi
bersama demi mencapai perdamaian dunia yang solid.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari kerjasama adalah
suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga,
pemerintah dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan
pengertian kerja sama antarbangsa adalah interaksi beberapa orang atau
kelompok-kelompok yang mewakili beragam bangsa dalam mencapai sebuah
tujuan atau kepentingan bersama. Dalam membangun kerja sama antarbangsa,
setiap negara memiliki perwakilan negara masing-masing yang tersebar di
berbagai negara. Pada dasarnya perwakilan-perwakilan tersebut yang menjadi
aktor penting dalam menghubungkan segala urusan negara-negara yang saling
berhubungan, baik itu dari aspek ekonomi, sosial, politik serta pendidikan. Selain
aspek ekonomi yang paling signifikan menjadi agenda utama dalam kerja sama
antarbangsa atau internasional, salah satu aspek penting yang sering juga dibawa
dalam ranah diplomatik adalah aspek pendidikan. Hal ini karena setiap bangsa
telah menyadari bahwa aspek pendidikan juga turut serta berkontribusi besar
terhadap pembangunan bangsa yang maju dan sejahtera.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,
dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan, yang
berlangsung di sekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan
generasi bangsa, agar dapat berperan aktif, kreatif dan inovatif di masa akan
datang. Individu-individu di masa kompetitif ini harus memiliki kecerdasan dan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mau tidak mau harus
diupayakan oleh setiap insan manusia. Sejalan dengan hal tersebut, sebuah
kutipan dari sebuah situs di internet; Community Education Portal (2016):
“Education is a very vital tool that is used in the contemporary world to
succeed. It is important because it is used to mitigate most of the challenges faced
in life. The knowledge that is attained through education helps to open doors to a
lot of opportunities for better prospects in career growth”
Artinya, pendidikan adalah sebuat alat yang sangat vital yang digunakan di dunia
kontemporer untuk sukses. Hal ini penting karena digunakan untuk mengurangi
sebagian besar tantangan-tantangan yang dihadapi dalam kehidupan. Pengetahuan
yang dicapai melalui pendidikan dapat membantu membuka pintu ke banyak
peluang untuk prospek pertumbuhan karir yang lebih baik. Pendidikan tidak
hanya untuk kepentingan individual semata, tapi juga sangat penting bagi sebuah
negara. Menurut data dari United Nations Educational Scientific and Cultural
Organization pada tahun 2015, sekitar 59 juta anak-anak dan 65 juta remaja di
seluruh dunia putus sekolah dan lebih dari 120 juta anak tidak menyelesaikan
pendidikan dasar. Sangat jelas dampaknya bagi sebuah negara yang akses
pendidikannya masih sangat sulit dijangkau, baik dari segi kualitas pendidikan itu
sendiri maupun biaya-biaya pendidikan yang masih menjadi kendala bagi
masyarakatnya. Ketika akses pendidikan merupakan hal yang cukup sulit
dijangkau, dengan keadaan ekonomi yang masih belum stabil. Masyarakat akan
terus terbelenggu dalam masalah kemiskinan yang tak berujung.
Di era yang sangat kompetitif ini, dimana negara-negara lain telah
menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki segudang skills dan siap untuk
terjun lapangan yang tersebar di seluruh mancanegara. Tidak dapat dipungkiri
bahwasannya SDM yang berkualitas akan lebih mudah memilih serta dipilih di
Universitas Sumatera Utara
dunia kerja. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, manusia tidak hanya
bersaing dengan manusia melainkan juga bersaing dengan kecanggihan teknologi-
teknologi masa kini yang mungkin saja dapat menggeser peran manusia dalam
berbagai bidang pekerjaan. Negara-negara maju terus mengembangkan potensi-
potensi SDA dan SDM-nya agar dapat memiliki kehidupan yang sejahtera.
Contohnya, negara Jepang yang terkenal dengan inovasi teknologi mutakhirnya
yang juga merupakan manifestasi keberhasilan pendidikan disana yang
mendukung masyarakatnya untuk menciptakan beragam teknologi-teknologi
canggih. Teknologi-teknologi inovatif tersebut pada dasarnya ditujukan untuk
membantu manusia menjalani hidup lebih mudah dan efisien. Negara-negara di
Eropa juga sering dijadikan panutan dalam meningkatkan kualitas pendidikan
bagi negara-negara di Asia. Negara-negara di Asia kerap melakukan kerjasama -
kerjasama dengan berbagai negara karena telah menyadari bahwa pendidikan di
setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan adanya
kerjasama pendidikan, setiap negara dapat mencapai kepentingannya serta
berperan dalam membantu negara lain dalam mengakses pendidikan dan
mengurangi angka kemiskinan.
Secara sosiologis, Indonesia terdiri dari beragam suku, etnik, bahasa, agama,
budaya, dengan segala nilai-nilai dan falsafah pemikiran, kepercayaan, serta
sejarah yang berbeda-beda. Kebhinekaan yang ada pada Indonesia ini membawa
dampak terhadap berbagai hal, mulai dari penataan sistem politik, hukum, militer,
ekonomi perdagangan, sosial budaya, hingga memperkuat integrasi bangsa yang
kokoh dan kuat. Dengan penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara
sedemikian rupa Indonesia dipandang sebagai negara yang memiliki daya tarik
bagi pencapaian berbagai kepentingan dalam pergaulan antarbangsa. Dalam
konteks ini, selain letak geografis Indonesia-Malaysia sangat strategis, walaupun
kadang kala terjadi beberapa kali pasang-surut di antara kedua negara ini yang
pada akhirnya dapat terselesaikan dengan berlandaskan hubungan bilateral yang
telah disepakati bersama. Indonesia dan Malaysia dari aspek sosial-budaya juga
tidak dapat melepaskan diri masing-masing karena memang sudah ada ikatan satu
rumpun sosial budaya yang saling berkaitan di dalam masyarakat kedua negara.
Indonesia yang dikenal sebagai negara mutlikultural, begitu juga dengan Malaysia
Universitas Sumatera Utara
yang warga masyarakatnya sangat beragam dari segi etnis seperti Melayu,
Tionghoa, India, dan sebagainya. Keduanya, juga dikenal sebagai sesama negara
yang memiliki populasi penduduk Muslim terbanyak yang sangat dikagumi oleh
negara-negara lain yang mengakui hebatnya kedua negara dalam mempertahankan
kesatuan dalam keberagaman suku, agama, ras, dan etnik. Keberhasilan menjaga
keutuhan bangsa dalam masyarakat yang multikultural menjadikan sebuah negara
menjadi lebih terbuka terhadap negara-negara lain yang melihat perbedaan
bukanlah sebagai penghalang dalam berinteraksi sosial. Perbedaan bahasa,
budaya, maupun SARA menjadikan setiap individu lebih termotivasi untuk saling
menghormati.
Dalam ruang lingkup hubungan internasional, komunikasi yang terjadi antar
orang berbeda bangsa (international), antaretnik (interethnical), antar kelompok
ras (interracial), atau komunitas bahasa (intercommunal) biasa disebut juga
dengan komunikasi lintas budaya. Dengan memahami komunikasi lintas budaya,
tentunya para stakeholder yang memiliki kepentingan yang berhubungan dengan
urusan internasional akan lebih mudah melakukan proses pemahaman dan
pencapaian sesuatu melalui komunikasi internasional.
Shoelhi juga menjelaskan bahwa komunikasi internasional adalah kegiatan
komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah atau negara dengan pemerintah atau
negara lain melalui saluran diplomatik. Jalur diplomatik ditempuh melalui
komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara (menteri luar negeri, duta besar,
konsul jenderal, dan/atau staf diplomatik lainnya). Komunikasi internasional
lazimnya dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil Diplomasi juga
biasanya dilakukan secara eksklusif dalam komunikasi kelompok kecil
antarpejabat tinggi negara atau melalui perwakilan diplomatik dan konsuler
masing-masing negara atau melalui mekanisme komunikasi PBB serta oganisasi
internasional, seperti ASEAN, Uni Eropa, APEC, OIC, WTO, OECD dan
UNESCO. Komunikasi internasional dalam perspektif diplomatik lazim
digolongkan ke dalam first track diplomacy, second track diplomacy dan multi
track diplomacy. Bila komunikasi ditujukan kepada pemerintah negara biasanya
disebut dengan fisrt track diplomacy sedangkan bila komunikasi berhubungan
langsung dengan penduduk atau masyarakat setempat biasa disebut dengan
Universitas Sumatera Utara
second track diplomacy. Bila komunikasi dilakukan oleh dan ditujukan kepada
pemerintah negara dan juga masyarakat biasa disebut dengan multi track
diplomacy atau total track diplomacy.
Saat ini komunikasi berfungsi untuk menumbuhkan persamaan persepsi dan
kesatuan pandang melalui simbol-simbol komunikasi sebagai produk interpretasi
bersama. Hal ini yang dimaksud berwujud pada sifat integratif perilaku dan pola
pikir dalam sistem politik yang sedang berlangsung dan sekaligus terwujudnya
komitmen moral terhadap satu sistem nilai yang dijunjung tinggi bersama
(Sambas, 2015:16). Menurut Mohammad Shoelhi (2011:25) pada bukunya yang
berjudul Diplomasi; Praktik Komunikasi Internasional, banyak aspek dalam
pergaulan komunikasi internasional mengalami perubahan positif karena
komunikasi internasional yang dilakukan antarnegara ditujukan untuk mengubah
hubungan yang menyimpan berbagai ketegangan politik, ekonomi, militer, sosial
dan budaya menjadi kondisi yang nyaman. Ini semua bisa dicapai berkat
kesungguhan para diplomat dalam mewujudkan saling pengertian dan
kesepahaman tentang berbagai masalah internasional. Karena pada dasarnya
kesempatan selalu terbuka dan media komunikasi pun selalu tersedia untuk
digunakan dalam menyampaikan pesan, kehendak, harapan atau bahkan ancaman.
Oleh karena itulah, setiap negara menempatkan perwakilannya di luar negeri
untuk menjembatani kepentingan antar negara.
Dari aspek pendidikan, Indonesia dan Malaysia memiliki pamor yang sama-
sama baik di negara satu sama lain. Mobilitas pelajar Indonesia-Malaysia juga
sangat tinggi. Menurut data dari sebuah artikel di situs resmi online Kompas
(2011) yang menyatakan bahwa, Indonesia telah menarik sekitar 5.366 mahasiswa
internasional pada tahun 2007, angka ini menunjukkan peningkatan sebesar
13,4% pada tahun 2010. Mayoritas mahasiswa internasional yang melanjutkan
studi di Perguruan Tinggi di Indonesia mayoritas dari Malaysia (53%) dengan
jurusan Kedokteran sebagai bidang studi favorit, diikuti dengan ilmu-ilmu sosial
dan teknik, yang masing-masing berjumlah di atas 900 mahasiswa. Melihat
besarnya persentase mobilitas pelajar antara Indonesia dengan Malaysia
menunjukkan akses pendidikan diantara kedua negara cukup mudah dijangkau.
Lazimnya urusan antarnegara sangatlah rumit yang dapat menghambat proses
Universitas Sumatera Utara
mobilitas segala urusan kedua negara menjadi terhambat. Kemudahan pelajar
asing dalam mengakses pendidikan di luar negara domisilinya merupakan
perwujudan sebuah komitmen kerjasama yang baik antara negara domisili dengan
negara-negara akreditasi (Kompas, 2011).
Umumnya peran yang dilakukan Atase Pendidikan adalah sebagai jembatan
pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan. Seperti yang kita ketahui
bahwasannya Malaysia memiliki pamor yang baik dalam aspek pendidikan
terutama Perguruan Tingginya. Di sisi Malaysia, Indonesia juga memiliki pamor
yang baik pula dalam aspek pendidikan dan kebudayaan. Terkenal akan ragam
pilihan Perguruan Tinggi di Indonesia dan biaya pendidikan maupun living cost
juga lebih murah dibandigkan di Malaysia. Inilah yang menjadi salah satu daya
tarik Indonesia di mata Malaysia. Selain itu, Indonesia yang terkenal dengan
keindahan wisata alam, banyak pelajar asing yang menjadikannya nilai plus jika
dapat berkunjung dan menimba ilmu di Indonesia karena bisa sekalian
menjelajahi tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia. Serta masyarakat
Indonesia yang multikultural memberikan suasana yang berbeda dan memberikan
pelajaran hidup yang sangat bernilai bagi pelajar asing untuk hidup di tengah
banyaknya keberagaman di lingkungan masyarakat Indonesia.
Indonesia yang merupakan salah satu negara pendiri ASEAN Community
diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi ASEAN Community. Maka dari
itu, mobilitas kerja sama antara negara Indonesia dengan negara-negara anggota
ASEAN juga harus lebih ditingkatkan. Khususnya, kerja sama dalam sektor
pendidikan seperti yang dijelaskan diatas. Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa akses pendidikan di negara Indonesia yang berstandar internasional masih
rendah. Sedangkan ekspektasi laju percepatan pembangunan nasional terus
meningkat. Oleh karena itu, perlu penyeimbangan ekspektasi dan proses dimana
salah satu bentuk proses itu sendiri adalah perundingan atau negosiasi yang harus
dimenangkan oleh para diplomat untuk mencapai kepentingan nasional.
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, penulis tertarik melakukan
penelitian dengan mengangkat judul “Peran Komunikasi Internasional dalam
Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia
Universitas Sumatera Utara
(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)”.
1.2. Fokus Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka peneliti
memberikan batasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalahnya,
yaitu:
1. Bagaimana strategi dan gaya komunikasi Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan tinggi
Indonesia-Malaysia?
2. Apa saja faktor pendorong dan kendala Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur dalam aspek hubungan kerjasama pendidikan tinggi
Indonesia-Malaysia?
3. Bagaimana peran komunikasi internasional dalam meningkatkan
hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui strategi dan gaya komunikasi Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan
tinggi Indonesia-Malaysia.
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan kendala Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam aspek hubungan kerjasama
pendidikan tingi Indonesia?
3. Untuk mengetahui peran komunikasi internasional dalam
meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-
Malaysia?
1.4 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang penulis ajukan, maka penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Akademis
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi secara positif dalam
penelitian komunikasi dan secara khusus dapat menjadi referensi tambahan
bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam hal yang
berkaitan dengan hubungan kerjasama dan komunikasi internasional bagi
mahasiswa/i Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
3. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan yang
positif bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Serta dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya peran komunikasi
internasional dalam sebuah instansi pemerintahan di skala internasional.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif/Paradigma Kajian
Menurut EM Griffin pada bukunya yang berjudul A First Look at
Communication Theory (2003, p.4), “theories are maps of reality. The truth they
descript, may be objective facts „out there‟ or subjective meanings inside our
heads. Either way, we need to have theory to guide us through unfamiliar
territory.” Artinya, teori-teori merupakan peta realitas. Kebenaran yang mereka
deskripsikan barangkali merupakan fakta-fakta objektif „diluar sana‟ atau
bermakna subjektif di dalam kepala kita. Bagaimanapun, kita harus memiliki teori
untuk membimbing kita melalui bidang yang tidak dikenal.
Definisi teori yang disebutkan oleh West & Turner dalam buku mereka
yang berjudul Introducing Communication Theory: Analysis and Application yang
diterjemahkan oleh Maria Natalia dalam buku Pengantar Teori Komunikasi:
Analisis dan Aplikasi (2011, p.49), secara umum teori adalah sebuah sistem
konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan di antara konsep-konsep
tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Stephen Littlejohn
dan Karen Foss (West & Turner, 2007) menyatakan bahwa sistem yang abstrak
ini didapatkan dari pengamatan yang sistematis. Pada tahun 1986, Jonathan H.
Turner mendefinisikan teori sebagai sebuah proses untuk mengembangkan ide-ide
yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi.
Sedangkan William Doherty dan koleganya (1993) mengelaborasi definisi yang
dikemukakan oleh Turner dengan menyatakan ide bahwa berteori merupakan
suatu proses mengorganisasi dan merumuskan ide secara sistematis untuk
memahami fenomena tertentu. Sebuah teori merupakan seperangkat ide yang
saling berhubungan yang mucul dari proses tersebut.
Pada dasarnya tujuan dari teori adalah menjelaskan, memahami,
melakukan prediksi, dan mendorong perubahan sosial; kita mampu menjelaskan
sesuatu karena adanya berbagai konsep dan hubungan konsep-konsep tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kita mampu memahami sesuatu karena berpikir secara teoretis. Kita mampu
melakukan prediksi berdasarkan pola yang dipaparkan dalam sebuah teori. Kita
juga mampu mendorong terjadinya perubahan sosial melalui pertanyaan teoretis.
Teori memiliki beberapa tingkatan dalam disiplin ilmu komunikasi yang
diantaranya adalah grand theory, mid-range theory, dan narrow theory. Teori
dalam arti luas atau disebut grand theory bertujuan untuk menjelaskan mengenai
semua perilaku komunikasi dengan cara yang benar secara universal. Menurut
Craig (1999), grand theory mampu menyatukan semua pengetahuan tentang
komunikasi yang kita miliki ke dalam sebuah kerangka teori yang terintegrasi.
Teori dalam arti menengah atau mid-range theory menjelaskan perilaku dari
sekelompok orang dan bukannya semua orang, sebagaimana yang berusaha
dilakukan oleh grand theory, dan tidak berusaha untuk menjelaskan perilaku dari
semua orang berdasarkan konteks dan waktu yang tertentu. Teori dalam konteks
menengah ini menjelaskan sebuah fokus pada aspek perilaku komunikasi, seperti
bagaimana orang berperilaku dalam sebuah pertemuan pertama dengan orang
asing dan sebagainya. Selanjutnya, teori sempit atau biasa dikenal dengan narrow
theory, yang lebih menekankan pada orang-orang tertentu pada situasi yang
tertentu pula, contohnya, aturan-aturan komunikasi yang relevan ketika kita ada di
dalam sebuah lift (West & Turner: 2011, 50-53).
Suatu penjelasan mengapa teori-teori mungkin berubah dan mengapa para
ilmuwan mempunyai perspektif yang berbeda mengenai definisi teori adalah
karena adanya fakta bahwa teori-teori individual didasarkan pada tradisi
intelektual yang melibatkan asumsi-asumsi yang berbeda. Tradisi intelektual
adalah cara melihat dunia atau cara berpikir secara umum yang dimiliki bersama
dalam komunitas ilmuwan. (Klein & White: 1996, p.10).Tradisi intelektual
memengaruhi nilai, tujuan, dan gaya penelitian ilmuwan, dan tradisi tersebut
memengaruhi kerja para peneliti. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memahami tradisi intelektual atau paradigma yang mendasari teori-teori yang
digunakan. Paradigma menawarkan cara pandang umum mengenai komunikasi
antarmanusia, sementara teori merupakan penjelasan yang lebih spesifik terhadap
aspek tertentu dari perilaku manusia (dalam West & Turner: 2011, p.54).
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana yang disebutkan oleh EM Griffin (2003: 41), a good
objective theory is as simple as possible. A few decades ago a cartoonist named
Rube Goldberg made people laugh by sketching plans for complicated machines
that performed simple tasks. His “better mousetrap” went through a sequence of
fifteen mechanical steps that were triggered by turning a crank and ended with a
bird cage dropping over a cheese-eating mouse. Artinya, sebuah teori yang
objektif adalah yang sesederhana mungkin. Beberapa waktu yang silam, seorang
kartunis bernama Rube Goldberg membuat orang tertawa dengan menggambarkan
rencana untuk mesin rumit yang ditujukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
mudah. Perangkap tikus „yang lebih baik‟-nya melalui serangkaian lima belas
langkah mekanis yang dipicu dengan memutar engkol dan diakhiri dengan
sangkar burung yang menjatuhkan tikus pemakan keju. Maka dari itu, penulis
mencoba menggunakan teori-teori yang relatif simple sehingga isi dari penelitian
ini dapat dipahami sebaik mungkin. Karena pada dasarnya penelitian ini
dilakukan untuk dapat mendeskripsikan suatu konteks permasalahan yang
dijelaskan menggunakan analisis deskriptif fenomenologis.
2.2 Kajian Pustaka
Penelitian ini akan mengulas beberapa teori yang dianggap sesuai dengan
pembahasan seputar fokus masalah yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya.
Hal ini agar memudahkan peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian yang
cakupan pembahasannya tidak terlalu luas. Sehingga penelitian tersebut dapat
sesuai dengan apa yang ditujukan dari awal dan bermanfaat baik secara akademis,
secara teoritis maupun secara praktis. Peneliti juga mengambil beberapa kajian
terdahulu yang sehubungan dengan konteks masalah dalam penelitian ini.
Salah satu penelitian terdahulu yang mirip dengan penelitian ini adalah
sebuah penelitian yang dilakukan seorang mahasiswa jurusan Hubungan
Internasional di Universitas Pasundan. Penelitian yang berjudul, Hubungan
Kerjasama Bilateral Indonesia-Laos di Bidang Pendidikan Tahun 2010-2016,
oleh Irfan Hilmi, bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai diplomasi
KBRI Vientiane dalam bidang pendidikan pada tahun 2010-2016 serta
pengaruhnya terhadap meningkatnya dan semakin eratnya hubungan bilateral
Universitas Sumatera Utara
Indonesia-Laos. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualtitatif
deskriptif dan eksploratif. Ringkasan hasil penelitian tersebut adalah diplomasi
dalam bidang pendidikan memiliki peran strategis dalam diplomasi publik
Indonesia yang disebut multi track diplomacy. Hal ini mengacu kepada kondisi
sistem hubungan internasional dewasa ini yang meluangkan kemitraan antara
berbagai komponen kepublikan dalam interaksi hubungan internasional. Peran
serta pelaku diplomasi dalam bidang pendidikan dan kebudayaan dalam
implementasi diplomasi publik adalah kerjasama yang mengarah pada perolehan
saling menguntungkan, menghormati dan menghargai. Dalam ranah diplomatik
internasional, strategi komunikasi yang saat ini sering digunakan adalah bentuk
komunikasi persuasif. Bentuk komunikasi persuasif ini merupakan bagian dari
transformasi komunikasi politik internasional yang lebih luas.
Peneliti juga menemukan kajian terdahulu yang cukup menarik dan
berhubungan dengan penelitian ini. Menurut Theodora Magdalena Mircea dalam
jurnalnya yang berjudul, Diplomatic Communication in the Dynamics of the
International Relations (2014). Theodora menyatakan bahwa penelitian tersebut
untuk meningkatkan pesan-pesan yang datang dari politisi-politisi, dari
perwakilan-perwakilan publik, NGO, lingkungan akademik dan militer untuk
kembali ke dialog diplomatik sebagai alat yang memadai untuk mediasi sengketa
dan untuk menghindari terbukanya celah perang. Serta menjadikannya argumen
kuat untuk menghasilkan analisis tentang legitimasi dan tindakan yang diambil
untuk meningkatkan diplomatik komunikasi sebagai bentuk khusus dari proses
komunikasi, dimana komunikasi menjadi sebagai yang ditujukan dengan
justifikasi yang bermakna. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan yang
mendefinisikan ruang lingkup dan konten komunikasi diplomatik serta
mengajukan sebuah jenis klasifikasi untuk tingkatan komunikasi internasional dan
tipologinya. Dalam publikasinya ini, kita bisa mengatakan bahwa memiliki
pandangan keterlibatan diplomasi Romania dalam sebuah rangkaian konstruktif
inisiatif politik yang bertujuan untuk mengkonfirmasi dan memperkuat identitas
Romania di Uni Eropa dan seluruh dunia sebaik mungkin, serta sebuah diskusi
terapan pada jalur yang spesifik dan optimisasi komunikasi diplomatik ini tidak
hanya diperlukan, tetapi juga sempurna.
Universitas Sumatera Utara
Selain kedua kajian terdahulu yang diatas, peneliti juga menemukan
penelitian yang juga membahas tentang tren dalam berdiplomasi yang berfokus
pada studi kasus di Uganda yang dilteliti oleh Caroline Nalwanga Magambo
(2011). Penelitian ini menguji peran informasi dan teknologi komunikasi dalam
diplomasi dan sejauh mana Negara mengadopsi penggunaannya. Dalam tesis
tersebut penerapan ICT (Information and Communication Technologies) dalam
diplomasi Uganda juga dibandingkan dengan praktik terbaik di negara lain.
Pemerintah Uganda telah menempatkan kebijakan ICT dan menciptakan institusi
untuk mendukung pembentukan E-Government, meskipun implementasi belum
terwujud sepenuhnya. Temuan ini juga menemukan bahwa diplomatik Uganda
menyadari pentingnya layanan ICT dalam melalukan diplomasi dan telah
memilikinya sejak tahun 2004. Studi ini menyimpulkan bahwa penggunaan ICT
sebagai saluran komunikasi dalam diplomasi hanya dapat berkembang
berdasarkan upaya yang lebih luas dari implementasi E-Governance di Uganda.
Beberapa rekomendasi juga dibuat berkaitan dengan peningkatan komunikasi
diplomatik.
Teori-teori bertujuan untuk dapat menjelaskan, memprediksi, dan
memahami fenomena tertentu, yang kebanyakannya untuk menantang dan
memperluas wawasan dalam keterbatasan asumsi kritis. Dengan adanya model
teoretik atau biasa dikenal dengan theoretical framework yang memperkenalkan
dan mendeskripsikan teori yang menjelaskan mengapa permasalahan penelitian
yang diteliti tersebut ada.
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa model teoretik yang dapat
memberikan deskripsi atas permasalahan yang dikaji. Beberapa teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.2.1 Hubungan Internasional
Sebagai bagian dari ilmu sosial, maka ilmu hubungan internasional
dapat dikatakan merupakan disiplin ilmu yang sangat dinamis. Karena
studi ini membahas tentang dinamika peristiwa internasional, maka
dengan sendirinya fokus kajian, metode, dan teorinya pun berubah-ubah
dengan cepat sesuai dengan perkembangan terbaru peristiwa internasional.
Universitas Sumatera Utara
Pada awal abad ke-20, disiplin ilmu hubungan internasional secara mandiri
muncul di Britania Raya (Great Britain), ketika para pakar filsafat dan
hukum internasional di negara tersebut memandang perlunya kajian
tersendiri yang mempelajari hubungan antar-bangsa yang dapat
memberikan eksplanasi logis mengapa terjadi peperangan dan juga
mengkaji berbagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia. Untuk
memenuhi tujuan tersebut, University College of Aberystwyth di Inggris
pada tahun 1919 memperkenalkan jabatan gurubesar yang diberi nama
Woodrow Wilson Professor in International Relations yang dijabat oleh
seorang pakar hubungan internasional Sir Alfred Zimmern, yang dianggap
berjasa dalam memberikan sumbangan pemikiran bagi terbentuknya Liga
Bangsa-Bangsa (Leaugue of Nations) sebagai sebuah entitas keamanan
kolektif (collective security) untuk menjaga perdamaian dunia (Sugeng,
2017).
Menurut Karen Mingst (2004), “Interactions among various actors
that participate in international politics which include states, international
organizations, non-governmental organizations, sub-national entities like
bureaucracy and local government, and individuals. International
Relations is the study of the behavior of these actors as they participate
individually and together in international political process”. Artinya,
interaksi antar berbagai aktor yang berpartisipasi dalam politik
internasional termasuk di dalamnya adalah negara, organisasi
internasional, organisasi non-pemerintah, entitas sub-nasional seperti
birokrasi dan pemerintahan lokal, serta individu. HI adalah studi tentang
perilaku aktor-aktor tersebut ketika mereka berpartisipasi baik secara
individual maupun bersama-sama dalam proses politik internasional)
(dalam Sugeng, 2017:13-14).
Edward H.Carr dalam salah satu karyanya memyebutkan, “a fact is
like a sac, it won‟t stand up till you‟ve put something in it”. Artinya, fakta
bagaikan sebuah karung, ia tidak akan berdiri tegak sebelum anda
meletakkan sesuatu di dalamnya. Perumpamaan ini menunjukkan betapa
pentingnya fungsi teori sebagai kerangka (framework) dalam memahami
Universitas Sumatera Utara
fakta-fakta internasional. Dalam konteks ini, kita dapat mengidentifikasi
kegunaan teori dalam studi HI sekurang-kurangnya menyangkut tiga hal
penting sebagai berikut: (1) to describe, mengkonstruksi realitas demi
memberi gambaran yang lebih jelas mengenai peristiwa internasional
tertentu untuk menciptakan pemahaman yang lebih komprehensif; (2) to
explain, memberikan eksplanasi atau penjelasan logis mengenai apa yang
menyebabkan sesuautu terjadi dan bagaimana hal itu terjadi dalam rangka
memberikan pemahaman mengenai fenonema internasional; (3) to predict,
melakukan postulasi dalam rangka memprediksi adalah cara mengevaluasi
segala potensi pertanyaan ilmiah untuk menentukan arah perkembangan
peristiwa-peristiwa internasional di masa mendatang.
Ilmu HI berkembang di seluruh dunia saat ini meliputi beberapa
perspektif krusial yang meliputi (Sugeng, 2017:3):
a) Perspektif Inggris (1919-sekarang): Metode
Historis/Tradisionalis; Liberalisme/Idealisme, English
School (Realisme/Hobbes, Rasionalisme/Grotious,
Idealisme/Kant), Critical Theory (Andrew Linklater).
b) Perspektif Amerika Serikat (1940-an-sekarang): Metode
Saintifik/Positivis; Realisme/Neorealisme, Neoliberal
Institusionalisme; Kajian Politik Ekonomi
Internasional.
c) Perspektif Skandinavia (1970-an-sekarang): Studi
Perdamaian dan Resolusi Konflik (Johan Galtung),
Teori Sekuritisasi dan Kajian Keamanan Non-
Tradisional/ Copenhagen School (OleWaever, dkk).
d) Perspektif Eropa Daratan/Perancis: 1990-an-sekarang:
Metode historis interpretif; Postmodernisme; Teori
Konstruktivisme dan Masuknya Identitas Budaya dan
Intensi Manusia dalam studi HI (Friedrich Kratochwil,
Nicolas Onuf dan Alexander Wendt).
2.2.1.1 Teori-Teori Arus Utama
Universitas Sumatera Utara
Thomas Hobbes dan Niccolo Machiaveli menyatakan bahwa
hakikat manusia pada dasarnya egoistik dan agresif. Realisme klasik ini
dipakai sebagai perspektif utama teori HI karena mengemukakan proposisi
penting, anatara lain: (1) negara merupakan aktor utama (jika bukan satu-
satunya aktor) dalam hubungan internasional; (2) dalam melakukan
hubungan internasional, negara menggunakan instrumen politik luar negeri
yang dituntun oleh kepentingan nasional; (3) politik luar negeri dapat
dibedakan dengan peringkat analisis yang berbeda; dan (4) hakikat
hubungan antarnegara adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan.
Sedangkan dalam Mazhab Kopenhagen menginisiasi Teori Sekuritisasi
(Securitization Theory) yang pada dasarnya menyatakan bahwa isu yang
bukan merupakan isu keamanan dapat disekuritisasi (dibuat menjadi isu
keamanan) apabila aktor pembuat sekuritisasi (securitizing actors) melalui
seruannya (speech acts) dapat meyakinkan publik bahwa isu tersebut
sungguh-sungguh isu keamanan karena mengandung unsur ancaman bagi
keselamatan dunia. Sejumlah pakar dari Jerman seperti Nicolas Onuf dan
Friedrich Kratochwill memperkenalkan Teori Konstruktivis
(Constructivist Theory) yang menyatakan bahwa hubungan antar aktor
internasional tidak hanya dibentuk oleh „kepentingan/interest‟, tetapi juga
oleh unsur penting lain, yakni „maksud/intention‟, „identitas/identity‟ dan
„bahasa/language‟. Hubungan antar aktor A dan aktor B merupakan proses
sejarah panjang yang melibatkan empat faktor tersebut sekaligus. Semakin
intensif interaksi di antara keempat faktor tersebut, maka hubungan
tersebut akan mengarah pada pertemanan (friendship) (Sugeng, 2017: 2-3).
Teori liberalisme yang muncul pada tahun 1920-an, meletakkan
dasar filosofis dan bagaimana neoliberal institusionalisme yang
berkembang pada decade 1970-an meletakkan dasar sistemik atau saintifik
bagi teori HI. Keduanya memberikan dasar analisis bagi fenomena
hubungan internasional yang lebih menonjolkan pada sifat-sifat kooperatif
manusia yang berpotensi untuk menjalin kerja sama dalam situasi anarkis,
membentuk regionalisme, dan menjaga perdamaian dunia. Liberalisme
dan neoliberal institusionalisme berbeda dalam tiga hal penting,
Universitas Sumatera Utara
diantaranya: (1) level of analysis, liberalisme cenderung berada pada level
negara atau nasional, sementara neoliberal institusionalisme berada pada
peringkat global dengan melihat pada sistem global; (2) methodological
aspect, liberalisme bertumpu pada metode historis yang mengedepankan
sekuensi sejarah dan alur cerita; sedangkan neoliberal institutisionalisme
bertumpu pada metode saintifik yang mengutamakan presisi, validitas,
regularitas, dan penentuan parameter dalam penelitian HI; (3) IR actors,
liberalisme tampak sepaham dengan realisme klasik bahwa negara-bangsa
merupakan aktor utama hubungan internasional, sedangkan neoliberal
institutisionalisme meyakini adanya pluralism aktor HI mencakup negara,
birokrasi, organisasi pemerintah internasional, organisasi non-pemerintah
internasional, kelompok-kelompok anti-kemapanan, korporasi
transnasional, dan individu yang tindakannya berdampak transnasional
yang membawa berbagai isu yang saling tumpang tindih (overlapping
multiple issues) (Sugeng, 2017:100-101).
Lain halnya dengan teori realisme dan neorealisme yang
sebenarnya sama-sama berlandaskan filosofi yang sama, yakni hakikat
hubungan antar negara adalah „perjuangan demi kekuasaan‟ atau struggle
of power. Perbedaan yang paling mendasar diantara keduanya adalah
realisme lebih fokus pada „keamanan nasional‟ suatu negara, sedangkan
neoliberalisme lebih berkonsentrasi pada „keamanan regional dan/atau
internasional‟. Manakala realisme meyakini bahwa unit/negara lebih
menentukan sistem dan menawarkan analisis „dari dalam ke luar‟ atau
inside out, sedangkan neoliberalisme lebih meyakini sistem
internasional/regional menentukan perilaku unit/negara dan menawarkan
analisis „dari luar ke dalam‟ atau outside in. Serta dari aspek penggunaan
metode penelitian, realisme lebih memilih metode historis/tradisionalis
dengan menggunakan teknik penelusuran sejarah untuk menyusun
sekuensi cerita yang runut, sedangkan neoliberalisme lebih menekankan
pada metode saintifik dengan memfokuskan pada pengujian teori-teori
yang ada, pembuktian, pengukuran, dan posisi dalam rangka mencari
kebenaran obyektif. (Sugeng, 2017:119-120)
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.2 Teori-Teori Alternatif
Barry Buzan mendefinisikan Mazhab Inggris atau biasa dikenal
dengan the English School sebagai, “A variety of theoretical inquiries which
conceive of international relations as a world not merely of power and
prudence or wealth or capability or domination but also one of recognition,
association, membership, equality, equity, legitimate interests, rights,
reciprocity, customs, and conventions, agreements and disagreements,
disputes, offenses, imjuries, damages, reparations, and the rest: the
normative vocabulary of human conduct”. Artinya, suatu bentuk investigasi
teoretis yang menelusuri hubungan internasional tidak semata-semata
sebagai kajian tentang kekuasaan dan kebajikan atau kesejahteraan atau
kapabilitas atau dominasi, tetapi berkaitan dengan pengakuan, perhimpunan,
keanggotaan, kesetaraan, kesamaan, kepentingan yang abash, hak, timbal-
balik, kebiasaan dan konvensi, kesepakatan dan ketidaksepakatan, pertikaian,
penyerangan, pencideraan, kerusakan, perbaikan, dan segala perbendaharaan
kata normatif mengenai perilaku manusia). Mazhab Inggris menawarkan
domain baru yang menggabungkan objektifitas dan keberpihakan moral
dalam menganalisis fenomena sosial-politik, khususnya isu-isu internasional.
Mazhab Inggris itu sendiri terdiri dari tigaversi, yakni: versi generasi klasik
yang direpresentasikan dengan tulisan Charles Manning; versi Hedley Bull
yang berbicara tentang tiga pilar masyarakat internasiomal; dan versi
kontemporer yang diwakili oleh Barry Buzan dan Andrew Linklater (Sugeng,
2017:125-153).
2.2.2 Komunikasi Internasional
Menurut Deddy Djamaluddin (1993:57, dalam Shoelhi, 2011),
komunikasi internasional adalah komunikasi yang dilakukan antara
komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-
pesan yang berkaitan dengan berbagai kepentingan negaranya kepada
komunikan yang mewakili negara lain dengan tujuan untuk memperoleh
dukungan yang luas. Sedangkan menurut K.S. Sitaram (2000:17),
komunikasi internasional adalah komunikasi antara struktur-struktur
Universitas Sumatera Utara
politik alih-alih antara budaya-budaya individual, artinya komunikasi
dilakukan antara bangsa-bangsa sering lewat para pemimpin negara atau
wakil-wakil negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal, dan
sebagainya). Shoelhi (2011:2) juga menambahkan bahwa pada hakikatnya
pengertian komunikasi sama, yaitu proses pengoperan simbol dari
komunikator kepada komunikan dengan tujuan mengubah sikap, pendapat,
atau tindakan. Yang membedakannya dengan komunikasi internasional
adalah karena pesan-pesannya terkait dengan kepentingan antarbangsa dan
disampaikan melalui konferensi tingkat tinggi atau sejenisnya dan media
massa yang melintasi negara.
Dalam perspektif diplomatik, komunikasi internasiona merupakan
kegiatan atau upaya untuk membina rasa saling percaya atau memperteguh
keyakinan terhadap suatu gagasan. Dengan menggunakan saluran-saluran
diplomatik, komunikasi internasional lebih banyak digunakan untuk
memperluas pengaruh, meningkatkan komitmen dan solidaritas,
menanggulangi perbedaan pendapat dan salah paham, sampai menghindari
pertentangan dalam masalah tujuan dan kepentingan yang dikehendaki
sebuah negara. Selain itu, komunikasi internasional juga digunakan untuk
mengembangkan kerja sama, baik dalam hubungan bilateral maupun
multilateral, memperkuat posisi tawar (bargaining position) serta
meningkatkan citra dan reputasi suatu negara. Dalam hal ini, terasa betapa
pentingnya teknik komunikasi diplomatik serta perlunya tradisi
komunikasi diplomatik di antara negara berdaulat dalam meletakkan jalur
utama komunikasi internasional untuk tujuan memelihara perdamaian
dunia dan mengembangkan pembangunan internasional. Dalam diplomatic
perspective, komunikasi internasional lazimnya digolongkan ke dalam first
track diplomacy, second track diplomacy, dan multi track diplomacy atau
total track diplomacy. Disebut first track diplomacy bila komunikasi
ditujukan kepada pemerintah negara, dan disebut second track diplomacy
bila komunikasi berhubungan langsung dengan penduduk atau masyarakat
setempat. Bila komunikasi dilakukan oleh dan ditujukan kepada
Universitas Sumatera Utara
pemerintah negara dan juga masyarakat, disebut multi track
diplomacy/total track diplomacy (Shoelhi, 2011:9).
Menurut Hamied Maulana (1997:6, dalam Djamaluddin, 2017),
terdapat empat pendekatan terhadap komunikasi internasional. Pertama,
pendekatan idealistic-humanistic yang menggambarkan komunikasi
internasional sebagai sebuah cara membawa bangsa dan negara berdaulat,
untuk membantu organisasi-organisasi internasional dalam melaksanakan
pelayanannya kepada komunitas dunia lainnya. Bagaiamana setiap negara-
bangsa mampu menjalin hubungan komunikasi yang harmonis demi
mencapai dunia yang damai (world peace). Kedua, pendekatan yang
memandang komunikasi internasional sebagai propaganda, konfrontasi,
periklanan, mitos dan klik. Ini disebut juga sebagai „political
proselytization‟. Komunikasi internasional jenis ini lebih bersifat satu arah
(one way) yang biasanya dilaksanakan antarinstitusi negara. Ketiga,
berkembangnya pendekatan komunikasi internasional sebagai kekuatan
ekonomi (economic power). Hubungan antarnegara ditengarai oleh
pertukaran barang dan jasa antarnegara. Mereka sanggup melakukan
transfer of technology adalah negara-negara yang akan berkembang ke
arah modernisasi atau kemajuan ekonomi „pasar bebas‟ model neo-liberal.
Keempat, pendekatan komunikasi internasional yang memandang
informasi sebagai „kekuasaan politik‟ (political power). Dominasi
informasi: ekonomi, politik, budaya, dan teknologi yang datang dari Barat,
negara-negara selatan „terpinggirkan‟ sehingga terjadi ketergantungan
„segala sektor terhadap Barat (Djamaluddin, 2017:113-114).
Shoelhi dalam bukunya Diplomasi: Praktik Komunikasi
Internasional (2011), menjabarkan bentuk-bentuk komunikasi
internasional yakni:
2.2.2.1 Komunikasi Interpersonal
Seorang diplomat atau perwakilan negara perlu mengetahui ciri-ciri
dan faktor-faktor penting komunikasi interpersonal dari sudut dimensi
komunikasi. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling
Universitas Sumatera Utara
ampuh dalam upaya mengubah sikap, opini, atau perilaku seseorang karena :
(1) komunikator dapat langsung mengetahui frame of reference komunikan
secara penuh dan utuh, seperti pendidikan, suku bangsa, hobi, aspirasi, dan
unsur lain yang penting artinya bagi upaya mengubah sikap, opini, dan
perilaku komunikan ; (2) komunikasi berlangsung dialogis berupa
percakapan tanya jawab, sehingga komunikator dapat mengetahui segala hal
mengenai diri komunikan. Dalam komunikasi dialogis, agar benar-benar
berhasil, komunikator bisa langsung memperbaiki gaya komunikasinya bila
reaksi komunikan negatif misalnya komunikan tidak mengerti, bimbang atau
bingung ; (3) komunikasi berlangsung secara tatap muka saling berhadapan,
sehingga komunikator dapat menyaksikan ekspresi wajah, sikap, gerak-gerik,
dan lain-lain yang merupakan umpan balik nonverbal dalam proses
komunikasi yang sedang berlangsung. Komunikasi interpersonal biasanya
dilakukan dengan teknik persuasif, hanya dipergunakan untuk memersuasi
orang-orang tertentu. Teori komunikasi interpersonal umumnya
memfokuskan pengamatan pada bentuk dan sifat hubungan (relationships)
yang pernah dijalin atau dikembangkan, percakapan atau wacana yang
diperbincangkan, pola dan intensitas interaksi, serta karakteristik
komunikator dan komunikan. Dalam komunikasi interpersonal terdapat
proses pengaruh-memengaruhi antara kedua pihak, dan lebih merupakan
proses yang dinamis (Shoelhi, 2011:26).
2.2.2.2 Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
seseorang (komunikator) dengan lebih dari dua orang (komunikan) di suatu
tempat tertentu. Teori komunikasi kelompok menaruh perhatian pada
dinamika kelompok, budaya kelompok, hubungan antaranggota kelompok,
serta proses dan faktor-faktor lain yang terkait dengan pembuatan keputusan
kelompok. Untuk mencapai kepentingan bilateral antara negaranya dan
negara akreditasi, seorang perwakilan negara kerap mengadakan komunikasi
kelompok dengan lembaga negara atau warga masyarakat yang kompeten
dan kredibel dalam merepresentasikan kepentingan negara dan bangsa.
Hubungan bilateral ataupun multilateral antarnegara tidak terlepas dari
Universitas Sumatera Utara
program-program kerja sama. Oleh karena itu, seorang diplomat harus
menguasai teknik, gaya, dan strategi komunikasi kelompok sehingga pesan-
pesan diplomatiknya dapat diterima oleh masyarakat di negara akreditasi
(Shoelhi, 2011: 27-28).
2.2.2.3 Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses penyebaran beragam pesan oleh
komunikator melalui media massa yang diterima secara serempak oleh
khalayak sasaran dengan tujuan menimbulkan efek tertentu. Dalam
menjalankan tugas diplomatiknya, seorang diplomat tidak bisa melepaskan
diri dari kebutuhannya terhadap media massa dalam upaya menyebarkan
pesan-pesan dari negara yang diwakilinya (Shoelhi, 2011: 31-32).
2.2.2.4 Komunikasi Politik
Teori komunikasi politik menaruh fokus perhatian pada dinamika
kelompok kepentingan dan proses politik, proses negosiasi dan peran
komunikasi antarpersonal, pemanfaatan media massa termasuk media baru
dan fenomena opini publik. Dalam menjalankan tugas diplomatiknya,
seorang diplomat akan selalu memperhatikan perubahan-perubahan sosial
politik baik yang terjadi di negara akreditasi. Seorang diplomat dapat
menentukan strategi komunikasi, proses komunikasi, dan formulasi
informasi yang tepat saat ia mengadakan komunikasi dengan ragam kalangan
publik yang berbeda-beda di negara akreditasi (Shoelhi, 2011:33-34).
2.2.2.5 Komunikasi Antar Budaya
Dalam menjalankan tugas dan misi diplomatik, seorang diplomat
juga harus memahami komunikasi antarbudaya mengingat masyarakat di
negara akreditasi memiliki kebudayaan yang berbeda dari negara yang
diwakilinya. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi
yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.
Secara khusus, fungsi komunikasi antarbudaya adalah untuk mengurangi
ketidakpastian. Ketika seorang diplomat memasuki daerah lain, ia
dihadapkan dengan orang-orang yang berbeda latar kebudayaannya dalam
Universitas Sumatera Utara
berbagai aspek (sosial, ekonomi, status, dll). Menurut Gundykunst dan
Kim (dalam Liliweri, 2003:19), untuk mengurangi tingkat ketidakpastian
dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yaitu: (1) Pre-contact, tahap
pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun nonverbal (apakah
komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi?); (2)
Initial contact and impression, kesan tanggapan lanjutan atau kesan yang
muncul pada diri sendiri; apakah saya mengerti dia? Apakah dia mengerti
saya? Apakah dia merugi bila berkomunikasi dengan dia? ; (3) Disclosure,
mulai membuka diri melalui atribusi dan pengembangan implisit. Dengan
menggunakan pendekatan budaya, komunikasi yang dilakukan seorang
diplomat menjadi lebih bisa diterima oleh komunitas budaya tertentu di
negara akreditasi tempat ia bertugas. Dengan penerimaan sedemikian itu,
ia dapat menyampaikan pesan-pesan atau menggolkan misi diplomatiknya
(Shoelhi, 2011:34-36).
2.2.3 Strategi Komunikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari kata strategi
adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus. Dalam artian tambahan dalam bidang komunikasi, KBBI
mendefinisikan strategi komunikasi sebagai sesuatu yang patut dikerjakan
demi kelancaran komunikasi. Untuk mencapai komunikasi yang efektif
diperlukan suatu strategi komunikasi yang baik. Strategi merujuk pada
pendekatan komunikasi menyeluruh yang akan diambil dalam rangka
menghadapi tantangan yang akan dihadapi selama berlangsungnya proses
komunikasi. Berbagai pendekatan dapat dilakukan tergantung pada situasi
dan kondisi, misalnya pendekatan sosio-budaya, pendekatan pendidikan,
dan lain-lain. Pendekatan-pendekatan tersebut berfungsi sebagai kerangka
kerja untuk perencanaan komunikasi selanjutnya.
Menurut Onong Uchjana Effendy, (1984 : 35), strategi adalah
perencanaan atau planning dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan
yang hanya dapat dicapai melalui taktik operasional. Sebuah strategi
komunikasi hendaknya mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan khalayak sasaran. Strategi
Universitas Sumatera Utara
komunikasi mendefinisikan khalayak sasasran, berbagai tindakan yang
akan dilakukan, mengatakan bagaimana khalayak sasaran akan
memperoleh manfaat berdasarkan sudut pandangnya, dan bagaimana
khalayak sasaran yang lebih besar dapat dijangkau secara lebih efektif.
Sedangkan menurut Middleton (dalam Cangara, 2013: 61), strategi
komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi
mulai dari komunikator, pesan, saluran, media, penerima sampai pada
pengaruh (efek) yang dirancang/direncanakan untuk mencapai tujuan
komunikasi yang optimal. Ditambah dengan pendapat Bungin (2015 : 62)
yang menyatakan bahwa strategi komunikasi memungkinkan suatu
tindakan komunikasi dilakukan untuk target-target komunikasi yang
dirancang sebagai target perubahan.
Dalam menjalankan strategi komunikasi, seluruh komunikasi harus
dipahami sebagai proses mentransformasikan pesan di antara kedua belah
pihak. Kedua pihak memiliki pengetahuan yang saling dipertukarkan satu
dengan yang lainnya, oleh karena itu strategi komunikasi harus
mempertimbangkan semua pihak yang terlibat di dalam proses
komunikasi. James P. Farewell, dalam bukunya yang berjudul Persuasion
and Power: The Art of Strategic Communication (2012 : 18 ),
mendefinisikan strategi komunikasi sebagai penggunaan kata-kata, aksi,
gambar maupun simbol-simbol untuk mempengaruhi sikap-sikap dan
opini-opini dari target khalayak untuk membentuk perilaku mereka untuk
mencapai tujuan.
Sedangkan menurut Anwar Arifin (1984 : 10) dalam buku Strategi
Komunikasi yang berpendapat bahwa suatu strategi adalah keseluruhan
keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna
mencapai tujuan. Maka, merumuskan strategi komunikasi berarti
memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi
dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai
efektivitas. Dengan strategi ini, berarti dapat ditempuh beberapa cara
memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri
khalayak dengan mudah dan cepat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Effendy (2005: 32-35), terdapat tiga tujuan strategi
komunikasi yang diantaranya adalah:
1. To secure understanding, yaitu memastikan bahwa
komunikan mengerti pesan yang diterimanya.
2. To establish acceptance, yaitu pembinaan atau pengelolaan
pesan yang diterima oleh komunikan.
3. To motivate action, yaitu mendorong komunikan untuk
melakukan tindakan sesuai dengan yang kita inginkan.
Peristiwa komunikatif ini melibatkan komunikator dengan segala
kemampuannya dan komunikan dengan segala ciri dan sifatnya. Hal ini
menjadi unsur yang harus paling banyak diperhitungkan dalam menyusun
strategi komunikasi.
Beberapa langkah penyusunan strategi komunikasi yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Mengenali Sasaran Komunikasi
Sebelum melancarkan komunikasi, perlu dipelajari siapa saja yang
akan menjadi sasaran komunikasi. Hal ini juga bergantung kepada
tujuan komunikasi terhadap komunikan, apakah menginginkan
agar komunikan melakukan tindakan tertentu. Dalam hal tersebut,
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dari diri komunikan
adalah:
Faktor kerangka referensi
Pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada
komunikan harus disesuaikan dengan kerangka
referensi. Kerangka referensi seseorang berbeda
dengan orang lain. Kerangka referensi seseorang
terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan
pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup,
status sosial, ideologi, cita-cita dan sebagainya.
Faktor situasi dan kondisi
Universitas Sumatera Utara
Situasi yang dimaksud disini adalah situasi
komunikasi pada saat komunikan akan menerima
pesan yang disampaikan. Situasi yang bisa
menghambat jalannya komunikasi dapat diduga
sebelumnya, dapat juga datang tiba-tiba pada saat
komunikasi dilancarkan. Sedangkan kondisi yang
dimaksud disini adalah state of personality
komunikasi, yaitu keadaan fisik dan psikis
komunikan pada saat ia menerima pesan
komunikasi. Komunikasi tidak akan efektif apanila
komunikan sedang marah, sedih, bingung, sakit atau
lapar.
2. Pemilihan Media Komunikasi
Media komunikasi banyak sekali jumlahnya. Namun pada
umumnya media komunikasi ini dapat diklasifikasikan sebagai
media tulisan atau cetakan, visual, aural dan audio-visual. Untuk
mencapai sasaran komunikasi, kita dapat memilih salah satu atau
gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang akan
dicapai, dan teknik yang akan dipergunakan. Mana yang terbaik
dari sekian banyak media komunikasi itu tidak dapat ditegaskan
dengan pasti sebab masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
3. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Pesan komunikasi (message) mempunyai tujuan tertentu. Ini
menentukan teknik yang harus diambil, apakah itu teknik
informasi, teknik persuasi atau teknik instruksi. Namun apapun
tekniknya, pertama-tama komunikan terdiri atas isi (the content of
the message) dan lambang (symbol). Isi pesan komunikasi bisa
satu, tetapi lambang yang dipergunakan untuk menyampaikan isi
komunikasi adalah bahasa, gambar, warna, gesture dan sebagainya.
4. Peranan Komunikator dalam Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua faktor penting pada diri komunikator bila ia
melancarkan komunikasi, yaitu:
Daya tarik sumber, seorang komunikator akan
berhasil dalam komunikasi, akan mampu mengubah
sikap, opini dan perilaku komunikan melalui
mekanisme daya tarik jika komunikan merasa ada
kesamaan antara komunikator dengannya sehingga
komunikan bersedia taat pada isi pesan yang
dilancarkan oleh komunikator.
Kredibilitas sumber, hal ini bisa menyebabkan
komunikasi berhasil berdasarkan kepercayaan
komunikan kepada komunikator. Kepercayaan ini
berkaitan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki
seorang komunikator.
Berdasarkan kedua faktor di atas, seorang komunikator dalam menghadapi
komunikan harus bersikap empatik, yaitu kemampuan untuk memproyeksikan
dirinya kepada peranan orang lain. (Effendy, 2005: 35-39).
Strategi komunikasi dianggap berhasil apabila terlaksana sesuai dengan
perencanaan dan tujuan yang diinginkan oleh komunikator telah tercapai
(Liliweri, 2011:248). Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy (1981: 67),
bahwa strategi komunikasi terdiri dari dua aspek, yakni planned multi-media
strategy (makro) dan single communication medium strategy (mikro) yang
keduanya memiliki fungsi ganda, yaitu:
Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat
informatif, persuasif dan instruktif secara sistematis kepada
sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
Menjembatani „cultural gap‟, misalnya suatu program yang
berasal dari suatu produk kebudayaan lain yang dianggap
baik untuk diterapkan dan dijadikan milik kebudayaan
sendiri sangat tergantung bagaimana strategi mengemas
informasi itu dalam mengkomunikasikannya.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi yang efektif terjadi bila pesan-pesan dapat terkirim dan
diterima dengan baik. Maka strategi untuk mencapai komunikasi yang
efektif adalah sebagai berikut (Liliweri, 2011: 256):
1. Adaptive Innovation
Inovasi adalah salah satu bentuk perubahan untuk meningkatkan
kualitas komunikasi.
2. Enterpreneurial
Dalam dunia bisnis, menggambarkan suatu bisnis yang
mengorientasikan para pekerjanya bekerja dengan kekuatan sendiri
untuk mencapai keuntungan.
3. One Voice
Strategi komunikasi mengandalkan seluruh kerabat kerja bekerja
dengan “satu suara”
4. Showtime
Istilah ini sering digunakan oleh pelaku bisnis untuk menggambarkan
semua komunikasi kita berada diatas on stage, dimana prinsip inilah
yang perlu disampaikan kepada pihak lain.
5. Strategic speed
Istilah ini berkaitan dengan cara bekerja yang cepat dan cerdas
(working fast and smart)
6. Disiplin berdialog
Hal ini berkaitan dengan pengawasan terhadap kata-kata yang
diucapkan maupun yang direpresentasikan dalam pertemuan.
Pada umumnya, para ahli komunikasi cenderung berpendapat sama
bahwa dalam berkomunikasi lebih baik menggunakan pendekatan yang disebut A-
A procedure atau from attention to action procedure yang berarti agar menjadi
„action‟ pada komunikan, terlebih dahulu harus dibangkitkan dari „attention‟
(Effendy, 2009: 52). A-A procedure itu sendiri merupakan penyederhanaan dari
suatu proses yang disingkat AIDDA yang merupakan singkatan ari tahap-tahap
komunikasi persuasive sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Attention = perhatian
Interest = minat
Desire = hasrat
Decision = keputusan
Action = aksi/kegiatan
Berdasarkan formulasi AIDDA, dimulai dari komunikasi untuk
membangkitkan perhatian (attention) komunikan. Apabila perhatian komunikan
telah bangkit, kemudian disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest)
yang memiliki derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat adalah kelanjutan
dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk
melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Jika hanya terdapat
hasrat dalam diri komunikan, hal tersebut belum berarti banyak karena harus
dilanjutkan dengan datangnya keputusan (decision), yakni keputusan untuk
melakukan kegiatan (action) sebagaimana diharapkan komunikator (Effendy,
2003: 304-305).
2.2.4 Gaya Komunikasi
Gaya komunikasi atau communication style didefinisikan sebagai
seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi digunakan dalam suatu
situasi tertentu. Gaya komunikasi merupakan cara penyampaian dan gaya bahasa
yang baik. Gaya yang dimaksud sendiri dapat bertipe verbal yang berupa kata-
kata ataupun nonverbal berupa vokalik, bahasa badan, penggunaan waktu, dan
penggunaan ruang dan jarak. Pengalaman membuktikan bahwa gaya komunikasi
sangat penting dan bermanfaat karena akan memperlancar proses komunikasi dan
menciptakan hubungan yang harmonis. Masing-masing gaya komunikasi terdiri
dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon
atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu
gaya komunikasi yang digunakan bergantung pada maksud dari pengirim (sender)
dan harapan dari penerima (receiver). Gaya komunikasi dipengaruhi situasi,
bukan kepada tipe seseorang, gaya komunikasi bukan tergantung pada tipe
seseorang melainkan kepada situasi yang dihadapinya. Setiap orang akan
menggunakan gaya komunikasi yang berbeda-beda ketika mereka sedang
Universitas Sumatera Utara
gembira, sedih, marah, tertarik, atau bosan. Begitu juga dengan seseorang yang
berbicara dengan sahabat baiknya, orang yang baru dikenal dan dengan
anak=anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda. Selain itu gaya yang
digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi adalah sesuatu yang
dinamis dan sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya komunikasi
adalah sesuatu yang relatif. (Widjaja. 2000: 57).
Pada tahun 1978, Norton (dalam Waldherr & Peter. 2011: 3-5)
mendefinisikan gaya komunikasi sebagai sebuah pola yang relatif stabil dalam
interaksi verbal dan nonverbal yang terkait dengan sebuah ekspektasi individual
maupun pengaruh peran kebudayaan. Norton juga membedakan 9 (sembilan) gaya
komunikasi yang sekaligus juga menjadi konsep ukuran gaya komunikasi (CSM/
Communication Style Measure) yang studi validasinya terdapat pada bukunya di
tahun 1983. Meskipun begitu, banyak ahli ilmu sosial yang mengkritik sebagian
pengukuran Norton yang dapat dibandingkan pada tabel 02. Sedangkan menurut
Widjaja (2000: 57), gaya komunikasi dipengaruhi oleh situasi, bukan kepada tipe
seseorang, gaya komunikasi tergantung pada tipe seseorang melainkan kepada
situasi yang dihadapi. Setiap orang akan menggunakan gaya komunikasi yang
berbeda-beda ketika mereka sedang gembira, sedih, marah, tertarik atau bosan.
Begitu juga dengan seseorang yang berbicara dengan sahabat baiknya, orang yang
baru dikenal dan dengan anak-anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda.
Selain itu gaya yang digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi
adalah sesuatu yang dinamis dan sangat suliy untuk ditebak. Sebagaimana budaya,
gaya komunikasi adalah sesuatu yang relatif.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Communication Styles
Scale CSM
Comunic
ation
Style
Measure
(Norton,
1983)
RMS
Relatio
nal
Messag
e Scale
(Burgoo
n &
Hale,
1987)
SSM
Social
Styles
Model
(Bolton &
Bolton,
1984;
Lashbrook
&
Lashbrook,
1979);
Merril &
Reid, 1981)
CSC
Communic
ation Style
Scale
Gudykunst
et al, 1996)
SCS
Sociocomm
unicative
Style
Richmond
& Martin,
1998)
Styles
(first-
order
factor
s)
Dominant
,
Contentio
us,
Attentive,
Open,
Friendly,
Dramatic,
Animated
,
Impressio
n leaving,
Relaxed
Immedia
cy/Affec
tion,
Similarit
y/Depth,
Receptiv
ity/Trust
,
Compos
ure,
Formalit
y,
Domina
nce,
Equality
Expressive,
Driver,
Amiable,
Analytical
Infer
meaning,
Indirect/Am
biguous,
Interperson
al
sensitivity,
Dramatic,
Use of
feelings,
Openness,
Preciseness,
Silence
Competent,
Aggressive,
Submissive,
Incompeten
t
Universitas Sumatera Utara
Dime
nsions
(secon
d-
order
factor
s)
Attentive-
supportiv
e,
Animated
-
dominant
(Hansford
& Hattie,
1987)
Dominan
ce,
Supportiv
eness
(Sorenson
&
Savage,
1989)
Emotive,
Assertive,
Relaxed
(Snavely
&
McNeil,
2008)
Domina
nce,
Affiliati
on
(Dillard
et al,
1999)
Assertivene
ss,
Responsive
ness,
Versability
Verbal
engagement
,
Attentivene
ss,
Feelings
and silence
(Leunge &
Bond,
2001)
High-
Context
Communica
tion,
Low-
Context
Communica
tion (Park
& Kim,
2008)
Assertivene
s,
Responsive
ness,
Sumber: Anne Waldherr and Peter M. Muck (2011)
Hariyana (2009: 14-18) menggunakan beberapa gaya komunikasi sebagai
acuan penelitiannya yang dipaparkan pada makalah Komunikasi dalam Organisasi
FISIP-UI:
1. The Controlling Style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan
adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan
mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang
yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama
komunikasi satu arah atau one-way communications. Pihak-pihak yang
memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan
perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk
Universitas Sumatera Utara
berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan
perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa
ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik
atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.
Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan
pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan
kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi
pandangan-pandangannya. Pesan-pesan yang berasal dari komunikator
satu arah ini, tidak berusaha „menjual‟ gagasan agar dibicarakan
bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa
yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering
dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak
secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun
demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak
jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi
respons atau tanggapan yang negatif pula.
2. The Equalitarian Style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan
kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai
dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan
maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of
communication). Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi
dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat
mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks,
santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan
setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian
bersama. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang
bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap
kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang
baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam
lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan
tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam
Universitas Sumatera Utara
memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk
mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.
Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan
share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
3. The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan
verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang
harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur
organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada
keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi
informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur
yang berlaku dalam organisasi tersebut. Stogdill dan Coons dari The
Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan
dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons
menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang
efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan
verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan
dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4. The Dynamic Style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan
agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa
lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented).
The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru
kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga
(salesmen atau saleswomen). Tujuan utama gaya komunikasi yang
agresif ini adalah menstimulasi atau merangsang pekerja/karyawan
untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini
cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau
bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi
masalah yang kritis tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5. The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk
menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada
keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender)
mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim
pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang
berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk
bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
6. The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya
tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang
memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada
beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh
orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang konkret adalah ketika
seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan
ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari
tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk
menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya
ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Menurut Hofner (2005: 53), ada tujuh komponen yang di identifikasi
sebagai faktor pendorong yang memengaruhi gaya komunikasi, antara lain:
a) Kondisi Fisik
Kondisi fisik dimana kita melakukan komunikasi memberikan
pengaruh kepada gaya komunikasi kita. Seperti halnya ketika
kegiatan komunikasi dilakukakan dengan kapasitas minim dalam
bertatap muka, hal tersebut akan berakibat pada ketidaknyamanan
dan kurangnya kepastian antara si pengirim dan penerima pesan.
Selain itu dapat menimbulkan ketidaksesuaian atau kenyamanan
antara kedua belah pihak.
b) Peran
Universitas Sumatera Utara
Persepsi akan peran kita sendiri (sebagai pelanggan, teman, atasan)
dan peran komunikator lainnya memengaruhi bagaimana kita
berinteraksi. Setiap orang memiliki harapan yang berbeda dari
peran mereka sendiri dan orang lain, dan dengan demikian mereka
akan sering melakukan komunikasi antar satu dengan lainnya.
c) Konteks Historis
Sejarah memengaruhi setiap interaksi. Sejarah bangsa-bangsa,
tradisi spiritual, perusahaan, dan masyarakat dengan mudah dapat
memengaruhi bagaimana kita memandang satu sama lain, dengan
demikian dapat memengaruhi gaya komunikasi.
d) Kronologi
Bagaimana interaksi itu cocok menjadi serangkaian peristiwa yang
memengaruhi pilihan gaya komunikasi seseorang. Hal tersebut
akan membuat perbedaan, jika itu adalah pertama kalinya
seseorang berinteraksi tentang sesuatu atau kesepuluh kalinya, jika
interaksi masa lalu seseorang telah berhasil atau tidak
menyenangkan. Maka akan membuat suatu perbedaan terhadap
gaya komunikasi seseorang.
e) Bahasa
Bahasa yang kita gunakan, “versi” bahasa dari bahasa yang kita
ucapkan misalnya, Aussi, Inggris, atauversi bahasa Inggris
Amerika dan kelancaran kita dengan bahsa tersebut. Semuanya
memainkan peran dalam gaya berkomunikasi seseorang. Gaya
komunikasi seseorang dalam bahasa Inggris berarti bahwa orang
yang terbiasa berbahasa Jepang tidak sepenuhnya memahami dia,
dan kemampuan ini akan memberikan batasan pada seseoran untuk
sepenuhnya berpartisipasi dan memengaruhi arah pembicaraan.
f) Hubungan
Seberapa baik kita tahu orang lain dan seberapa banyak kita suka
dan percaya kepadanya dan sebaliknya. Hal ini akan memengaruhi
bagaimana kita berkomunikasi. Selain itu, pola kita
mengembangkan hubungan tertentu dari waktu ke waktu sering
Universitas Sumatera Utara
memberikan efek kumulatif pada interaksi selanjutnya antara mitra
relasional.
g) Kendala
Metode yang seseorang gunakan untuk berkomunikasi (misalnya,
beberapa orang membenci email atau panggilan telepon) dan waktu
yang kita miliki hanya tersedia untuk berinteraksi dengan metode
tersebut. Jenis kendala tersebut akan memengaruhi cara kita
berkomunikasi.
Menurut Eisenberg (2010) (dalam Fred C. Lunenburg. 2010: 3-6), terdapat
empat hambatan dalam gaya komunikasi yang diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Process Barriers
Setiap langkah dalam proses komunikasi diperlukan untuk efektif dan
baik. Langkah-langkah yang terhalang menjadi hambatan-hambatan.
Pertimbangkan situasi berikut:
Sender barrier: Seorang administrator baru dengan ide inovatif
gagal untuk berbicara di sebuah pertemuan yang dipimpin oleh
seorang pengawas yang menyebabkannya takut untuk dikritik.
Encoding barrier: Seorang staf berbahasa Spanyol dan tidak bisa
meminta administrator yang berbahasa Inggris untuk memahami
keluhan tentang kondisi kerja.
Medium barrier: Seorang anggota staf yang sangat kecewa
mengirimkan surat yang penuh emosi kepada pimpinan bukannya
mentransmisikan perasaannya secara tatap muka.
Decoding barrier: Seorang kepala sekolah yang lebih tua tidak
yakin apa yang dimaksud kepala departemen yang mudah ketika
dia menunjuk kepada seorang guru yang sedang melamun.
Receiver barrier: Seorang administrator sekolah yang sibuk
dengan persiapan anggaran tahunan meminta seorang anggota
untuk mengulang pernyataan, karena dia tidak mendengarkan
dengan penuh pehatian pada percakapan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Feedback barrier: Dalam sebuah pertemuan, kegagalan seorang
administrator sekolah untuk bertanya setiap pertanyaan yang
menyebabkan pengawas bertanya-tanya apakah dia benar-benar
memahami yang sebenarnya.
b. Physical Barriers
Sejumlah gangguan fisik dapat mengganggu efektivitas komunikasi,
termasuk panggilan telepon, jarak antar orang, dinding, dan statis di radio.
Orang sering mengambil hambatan fisik begitu saja, namun terkadang
mereka bisa dihapus. Misalnya, dinding yang diposisikan tidak nyaman
bisa dihapus. Gangguan seperti panggilan telepon dapat dihapus dengan
mengeluarkan instruksi kepada sekretaris. Sebuah pilihan media yang
tepat dapat mengatasi jarak hambatan antar manusia.
c. Semantic Barriers
Kata-kata yang kita pilih, bagaimana kita menggunakannya, dan makna
yang kita lampirkan pada mereka menyebabkan banyak hambatan
komunikasi. Masalahnya adalah semantik, atau arti kata-kata yang kita
gunakan. Kata yang sama mungkin saja berarti hal yang berbeda bagi
orang yang berbeda. Kata-kata dan frasa seperti efisiensi, peningkatan
produktivitas, hak prerogatif manajemen, dan penyebab yang adil dapat
berarti satu hal bagi administrator sekolah dan sesuatu yang sangat
berbeda dengan anggota staf. Teknologi juga berperan dalam hambatan
semantik komunikasi. Sistem sekolah yang kompleks saat ini sangat
khusus. Sekolah memiliki staf dan ahli teknis yang mengembangkan dan
menggunakan terminology khusus yang hanya dapat dipahami oleh staf
dan ahli teknis serupa lainnya. Jika orang tidak mengerti kata-kata tersebut
maka mereka tidak dapat memahami pesannya.
d. Psychosocial Barriers
Tiga konsep penting dikaitkan dengan hambatan psikologis dan sosial:
fields of experience, filtering, dan psychological distance. Fields of
experience meliputi latar belakang, persepsi, nilai, bias, kebutuhan, dan
harapan. Pengirim dapat menyandikan dan menerima pesan hanya dalam
konteks bidang pengalaman mereka. Ketika bidang pengirim tumpang
Universitas Sumatera Utara
tindih sangat sedikit dengan penerima, komunikasi menjadi sulit. Filtering
berarti lebih sering daripada tidak apa yang kita lihat dan dengar apa yang
secara emosional kita tinjau untuk dilihat dan didengar. Penyaringan
disebabkan oleh kebutuhan dan minat kita sendiri yang memandu
pendengaran kita. Hambatan psikososial sering melibatkan jarak
psikologis antara orang yang mirip dengan jarak fisik sebenarnya. Sebagai
contoh, administrator sekolah berbicara seorang anggota staf, yang
membenci sikap ini, dan kebencian ini memisahkan mereka, sehingga
menghalangi kesempatan untuk komunikasi yang efektif.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan
uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai
dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi,
2001:40).
Dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan kerangka
pemikirannya sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Sumber: Peneliti (2018)
Strategi & Gaya
Komunikasi Atase
Pendidikan KBRI - KL
Faktor Pendorong dan
Kendala dalam Hubungan
Kerjasama Pendidikan
Tinggi Indonesia-Malaysia
Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi
Indonesia-Malaysia
Teori Hubungan
Internasional (Constructivist
Theory) & Teori Komunikasi
Internasional (Multi Track
Diplomacy)
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan
atau memperoleh data yang diperlukan. Metode penelitian perlu dibedakan dari
teknik pengumpulan data yang merupakan teknik yang lebih spesifik untuk
memperoleh data (Soehartono, 2004). Metode penelitian berbicara mengenai tata
cara pelaksanaan penelitian, sedangkan prosedur penelitian membicarakan urutan
kerja penelitian dan teknik penelitian membicarakan alat-alat yang digunakan
dalam mengukur atau mengumpulkan data penelitian. Dengan demikian, metode
penelitian melingkupi prosedur dan teknik penelitian (Hasan, 2002: 21).
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah
menggunakan metode penelitian deskriptif analisis kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis
dengan pendekatan induktif. Menurut Bogdan Taylor, metodologi kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Menurut Danim (2002), dalam metode penelitian kualitatif terdapat
beberapa karakteristik, yang diantaranya adalah:
a) Ilmu-ilmu lunak
b) Fokus penelitian: kompleks dan luas
c) Holistik dan menyeluruh
d) Basis pengetahuan: makna dan temuan
e) Mengembangkan/ membangun teori
f) Sumbangsih tafsiran
g) Komunikasi dan observasi
h) Elemen dasar analisis: kata-kata
i) Interpretasi individu
Universitas Sumatera Utara
j) Keunikan
Dalam penelitian kualitatif, peneliti ialah instrumen kunci. Oleh karena itu,
peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas agar dapat bertanya,
menganalisis dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih deskriptif serta
menggambarkan secara spesifik suatu situasi, social setting, ataupun suatu
hubungan.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini
yang menjadi objek penelitian adalah komunikasi internasional Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi
Indonesia-Malaysia.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang telah memenuhi kriteria untuk
menjadi sumber informasi (informan) bagi peneliti dalam melakukan sebuah
penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur yang disini sebagai pelaku aktif dalam
melakukan peran komunikasi internasional dalam meningkatkan hubungan
kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling dalam
menentukan informan sesuai dengan kriteria yang sesuai dengan topik
permasalahan yang dikaji. Menurut Sugiyono (2016), purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya
orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau dia
sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti untuk menjelajahi
objek/situasi sosial.
3.4 Kerangka Analisis
Menurut Ardianto (2014), kerangka analisis atau pemikiran adalah
dukungan dasar teoretis dalam rangka memberi jawaban terhadap pendekatan
pemecahan masalah. Dalam penelitian kualitatif, perspektif teoretis sebuah teori
Universitas Sumatera Utara
tidak menjadi landasan atau dasar pijak penelitian seperti halnya kerangka
pemikiran dalam penelitian kuantitatif. Perspektif teoretis hanya sebagai panduan
karena dalam penelitian kualitatif teori tidak diuji, tetapi hanya sebagai pedoman
penelitian.
Penelitian ini akan menganalisis sebagaimana komunikasi internasional
berperan dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-
Malaysia melalui peran Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur. Peneliti akan
menelaah strategi komunikasi dan gaya komunikasi Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur, menguraikan unsur-unsur pendorong hubungan kerjasama
Indonesia-Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi dan faktor kendala yang
dihadapi oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur, serta mengaitkannya
dengan teori-teori yang sesuai yakni, teori hubungan internasional (contructivist
theory) dan komunikasi internasional (multi track diplomacy).
Dalam penelitian ini, peneliti langsung ke lapangan untuk pengumpulan
data melalui wawancara dan review dokumen dan sampai mencapai data jenuh.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model Miles &
Huberman (1992), yang mengkategorikan tiga tahapan yakni, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data adalah bagian terpenting dari suatu penelitian, karena dengan data
peneliti dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Pada penelitian ini, data
diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yang beragam dan dilakukan secara terus menerus sampai mencapai data jenuh.
Sesuai dengan karakteristik data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh peneliti dengan cara melakukan
wawancara dengan narasumber.
Wawancara adalah proses komunikasi atau interaksi untuk
Universitas Sumatera Utara
mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti
dengan informan penelitian (Emzir, 2010). Dalam penelitian ini,
peneliti menrekam dan mencatat semua jawaban dari narasumber
sebagaimana adanya. Peneliti sesekali menyelingi jawaban
narasumber, baik untuk, meminta penjelasan maupun untuk
meluruskan bilamana ada jawaban yang menyimpang dari
pertanyaan. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitianini
adalah wawanvcara terstruktur yang sebelumnya peneliti sudah
menyiapkan daftar pertanyaan. Menurut Miles & Huberman, ada
beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam melakukan
wawancara, yaitu:
1. The setting, peneliti perlu mengetahui kondisi
lapangan penelitian yang sebenarnya untuk
membantu dalam merencanakan pengambilan data.
Hal-hal yang perlu diketahui untuk menunjang
pelaksanaan pengambilan data meliputi, tempat
pengambilan data, waktu dan lamanya wawancara,
serta biaya yang diperlukan.
2. The actors, mendapatkan data tentang karakteristik
calon partisipan. Di dalamnya termasuk situasi yang
lebih disukai partisipan, kalimat pembuka,
pembicaraan pendahuluan dan sikap peneliti dalam
melakukan pendekatan.
3. The events, terdapat dua jenis wawancara yakni:
o In-depth interview, dimana peneliti
menggali informasi secara mendalam
dengan cara tanya jawab secara bebas tanpa
pedoman pertanyaan yang disiapkan
sebelumnya.
o Guided interview, dimana peneliti
menanyakan kepada informan hal-hal yang
telah disiapkan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber
yang sudah ada. Dalam penelitian ini data yang termasuk pada
kategori data sekunder adalah dokumen-dokumen tertulis yang
diperoleh dari KBRI Kuala Lumpur yang sifatnya sebagai data
pendukung kajian penelitian ini.
3.5.1 Penentuan Informan
Dalam melakukan penelitian ini, informan yang akan di wawancarai
oleh berjumlah 3 orang yang sesuai dengan beberapa kriteria yang telah
peneliti tentukan, yakni:
- Individu yang mengemban tugas dan fungsi terkait dengan bidang
pendidikan di KBRI Kuala Lumpur.
- Individu yang secara aktif melakukan negosiasi yang merupakan salah
satu bentuk komunikasi internasional dalam bidang hubungan
kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia di KBRI Kuala
Lumpur.
- Individu yang berpatisipasi langsung dalam program kerjasama yang
merupakan hasil kesepakatan Indonesia - Malaysia
- Tidak dibatasi oleh jenis kelamin dan usia
Berikut data informan-informan yang akan peneliti wawancarai:
Informan I
Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto
Posisi/Jabatan : Atase Pendidikan dan Kebudayaan
Kontak : [email protected] / +603-2116-4123
Informan II
Nama : Erwinsyah, SH. LLM
Universitas Sumatera Utara
Posisi/Jabatan : Staf Atase Pendidikan dan Kebudayaan
Kontak : [email protected] / +603-2116-4130
Informan III
Nama : Doni Ropawandi
Posisi/Jabatan : Mahasiswa (Ketua Umum PPI Malaysia)
Kontak : [email protected] / +628-522-235-3155
3.5.2 Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik triangulasi data. Menurut Pujileksono (2016), triangulasi data merupakan
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
untuk keperluan pengecekan atau pembanding data tersebut. Triangulasi data
menggunakan pendekatan multi-metode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan data sampai pada proses analisis data. Ide dasarnya adalah bahwa
fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran
tingkat tingi jika dilihat dari berbagai sudut pandang.
Menurut Moleong (2005), dengan triangulasi data peneliti dapat
melakukan pengecekan data dengan cara membandingkan dengan berbagai
sumber, metode ataupun teori. Maka, peneliti dapat melakukannya dengan cara:
1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.
2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data
3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan dapat
dilakukan.
3.6 Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2009: 335-336), analisis data merupakan proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari data primer,
data sekunder dan hasil wawancara, dengan mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
Universitas Sumatera Utara
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Analisis
data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama di lapangan, dan setelah lapangan.
Menurut Miles dan Huberman (dalam Pujileksono, 2016:152), analisis
data dilakukan tiga tahap, yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan
pada hal yang penting, dicari pola dan temanya. Reduksi data merupakan
proses pemilihan, pemusatan perhatian melalui penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-
catatan tertulis di lapangan. Tahapan-tahapan reduksi data yaitu : membuat
ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat
partisi, dan menulis memo.
Pada tahapan reduksi data, peneliti akan mengumpulkan data dari
lapangan dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada seluruh
informan. Seluruh data yang diperoleh peneliti akan dicatat dan
dikumpulkan, kemudian peneliti akan dengan objektif merangkum dan
mengambil hasil yang sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti.
2. Penyajian Data
Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, dsb. Penyajian data yang sering
digunakan dalam penelitian kualitatif bersifat naratif. Hal ini dimaksudkan
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah,
karena rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara dan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
disajikan berupa deskripsi atau gambaran yang awalnya belum jelas
menjadi jelas dan dapat berupa hubungan kausal/interaktif dan
Universitas Sumatera Utara
hipotesis/teori. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan setelah
penelitian yang dilakukan di lapangan.
Penelitian ini akan dimulai dengan mengumpulkan seluruh data terlebih
dahulu berdasarkan hasil temuan di lapangan melalui data primer dan sekunder.
Data yang diperoleh melalui wawancara, pengamatan, dan catatan di lapangan
akan disusun dalam bentuk laporan dan kemudian disajikan pada bab selanjutnya
pada bagian pembahasan. Teori yang telah ada sebelumnya akan digunakan untuk
mendukung pembahasan, dan kemudian akan dianalisis agar dapat mencapai hasil
dari penelitian ini yaitu mengetahui tentang peran komunikasi internasional dalam
meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Tahap
selanjutnya setelah semuanya telah dilakukan adalah, penarikan kesimpulan atas
penelitian yang telah dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada salah satu instansi pemerintah
Indonesia yang dikenal sebagai kantor perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri yang paling aktif dan lengkap dengan bidang spesialisasinya,
yakni Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia.
Penelitian berlangsung mulai dari akhir bulan Oktober hingga awal
November 2017 dan dilanjutkan kembali pada bulan Juli 2018. Beberapa
informan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti
sendiri. Peneliti akan menjelaskan hasil dari penelitian yang diperoleh
disertai dengan pembahasan yang berdasarkan dari tujuan penelitian, yaitu
untuk mengetahui peran komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan
tinggi Indonesia-Malaysia.
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia –
Kuala Lumpur di Jalan Tun Razak, Imbi, 50400 Kuala Lumpur, Malaysia.
4.1.1.1 Profil KBRI Kuala Lumpur
Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia telah terjalin sejak
Malaysia merdeka pada tahun 1957. Namun, pada tanggal 17 September
1963 hubungan diplomatik ini sempat terputus sebagai akibat terjadinya
konfrontasi Indonesia-Malaysia. Proses pemulihan hubungan diplomatik
antara Indonesia-Malaysia diawali dengan ditandatanganinya Bangkok
Accord di Bangkok pada tanggal 1 Juni 1966 oleh Menteri Luar Negeri
kedua negara mengenai penghentian konfrontasi. Sebagai tindak lanjut,
pada tanggal 11 Agustus 1966 telah diselenggarakan pertemuan di Jakarta
yang menghasilkan Perjanjian Pemulihan Hubungan Republik Indonesia-
Malaysia (Jakarta Accord). Sebagai tindak lanjut pemulihan hubungan
Universitas Sumatera Utara
diplomatik Indonesia-Malaysia, maka dilaksanakanlah penandatanganan
“Pengertian Bersama Tentang Persoalan-persoalan Non Militer” di Kuala
Lumpur pada tanggal 14 September 1966 antara Indonesia-Malaysia.
Akhirnya, pada bulan September 1967 dibuka Liaison Office (Kantor
Penghubung) sebagai Kantor Perwakilan RI di Kuala Lumpur. Gedung
KBRI sebelumnya terletak di Jalan U-Thant Kuala Lumpur, namun
semenjak tahun 1977 KBRI menempati gedung berlantai 8 yang berdiri di
Jalan Tun Razak no. 233. Pada saat itu gedung KBRI merupakan salah
satu gedung yang tertinggi di Jalan Tun Razak yang sebelumnya bernama
Jalan Pekeliling.
Saat ini Kedutaan Besar Republik Indonesia ini dipimpin oleh
seorang Duta Besar yang dibantu oleh Wakil Kepala Perwakilan dan
memiliki 32 home staff serta 169 local staff yang menangani berbagai
aspek hubungan bilateral seperti politik, ekonomi, pertahanan, penerangan,
sosial kebudayaan, pendidikan, perhubungan, imigrasi, tenaga kerja dan
kekonsuleran. Kedutaan Besar Republik Indonesia juga terus melakukan
upaya yang serius dalam menyediakan pelayanan publik yang optimal
termasuk melindungi Warga Negara Indonesia di Malaysia.
4.1.1.2 Profil Atase Pendidikan
Atase pada kedutaan adalah ahli-ahli dalam bidang tertentu yang
diperbantukan pada sebuah kedutaan untuk mewakili sebuah negara dalam
mengurus suatu bidang tertentu sesuai dengan keahliannya. Para ahli ini
menjadi utusan diplomatik yang membantu pekerjaan seorang duta atau
duta besar suatu negara sebagai penasihat atau pejabat khusus dalam
bidang-bidang tertentu. Jenis-jenis atase yang ada pada sebuah kedutaan
biasanya ditentukan sesuai dengan kebutuhan di dalam kedutaan tersebut.
Atase juga bertugas membantu pekerjaan seorang Menteri negara
yang diwakilinya untuk melakukan promosi, kerjasama, fasilitasi,
pengamatan dan diplomasi di bidang terkait dengan negara tempat para
atase ditempatkan. Oleh karena itu, Atase tidak hanya bertanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
kepada Duta Besar tetapi juga bertanggung jawab kepada Menteri yang
terkait dengan bidangnya.
Penyelenggaraan pendidikan pada kenyataannya tidak cukup
dipenuhi di dalam negeri saja, kerja sama dengan penyelenggara
pendidikan di luar negeri mutlak diperlukan. Ada proses transfer ilmu
pengetahuan, sekaligus mencapai misi-misi diplomatik yang pada akhirnya
bisa meningkatkan kewibaan bangsa Indonesia di mata dunia.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Luar Negeri No.
SE.01/C/OT/VIII/2004 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Luar
Negeri No. SK.06/A/0T/VI/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Perwakilan RI di Luar Negeri, tugas dan fungsi Atase Pendidikan dan
Kebudayaan adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan kerjasama bidang pendidikan, dengan indikator:
1) Meningkatnya jumlah mahasiswa asing di Perguruan Tinggi di
Indonesia
2) Meningkatnya jumlah penelitian kolaborasi
3) Meningkatnya jumlah peserta magang, beasiswa, dan pertukaran
pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka peningkatkan
kompetensi regional dan internasional
4) Meningkatnya jumlah sister-school, sebagai benchmarking bagi
sekolah SD, SMP, SMA dan SMK bertaraf internasional di setiap
kabupaten/kota
b) Menyelenggarakan pendidikan bahasa dan kebudayaan, dengan
indikator:
1) Terselenggaranya Program Pendidikan Bahasa Indonesia bagi
penutur asing
2) Terselenggaranya “Indonesian Studies” di Perguruan Tinggi luar
negeri
c) Menyampaikan saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan nasional
berdasarkan hasil pengamatan atas perkembangan/kecenderungan
Universitas Sumatera Utara
bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi di
negara akreditasi, dengan indikator:
1) Tersusunnya saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan nasional
berdasarkan hasil pengamatan atas perkembangan/kecenderungan
bidang pendidikan dan kebudayaan di negara akreditasi
2) Tersusunnya saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan nasional
berdasarkan hasil pengamatan atas perkembangan/kecenderungan
ilmu pengetahuan dan teknologi di negara akreditasi
d) Membina masyarakat Indonesia khususnya pada pelajar, mahasiswa,
dan karyasiswa dalam rangka meningkatkan rasa kebangsaan dan turut
serta memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat di
luar negeri, dengan indikator:
1) Meningkatnya partisispasi masyarakat Indonesia khususnya para
pelajar, mahasiswa, dan karyasiswa, dalam rangka meningkatkan
rasa kebangsaan
2) Turut serta memperkenalkan pendidikan dan kebudayaan Indonesia
kepada masyarakat di luar negeri
Adanya Atase Pendidikan di setiap Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri mutlak diperlukan. Atase Pendidikan memegang
peranan strategis sebagai perpanjangan tangan pemerintah Indonesia di
luar negeri dalam misi pendidikan dan kebudayaan. Secara teknis,
disamping tercapainya kerjasama bilateral di bidang pendidikan, Atase
Pendidikan juga mempunyai peranan besar dalam membantu pelajar
Indonesia yang sedang menempuh studi di negara yang bersangkutan, serta
berperan penting dalam layanan pendidikan yang umumnya bernaung di
bawah Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor: 0466/MPK.A/RMS/KP/2014 tanggal 17 Juli 2014 yang
ditunjukkan kepada Duta Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur,
disampaikan tugas rutin Atase Pendidikan dan Kebudayaan sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Meningkatkan kerjasama bidang pendidikan, kebudayaan,
penelitian, IPTEK antara kedua negara
2. Menyelenggarakan pendidikan bahasa dan kebudayaan Indonesia
di Malaysia
3. Menyampaikan saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan dan
kebudayaan
4. Mengikuti pertemuan mengenai pendidikan, kebudayaan, IPTEK
dalam wilayah akreditasinya
5. Membina para pelajar, mahasiswa dan karyasiswa di Malaysia
dalam rangka meningkatkan rasa kebangsaan dan memperkenalkan
kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Malaysia
6. Membina, memfasilitasi, berperan serta aktif dalam
penyelenggaraan Sekolah Indonesia di Malaysia
7. Membantu menyalurkan bantuan beasiswa Pendidikan dan
Kebudayaan kepada para pihak penerima
Dalam melaksanakan tugas rutin, Atase Pendidikan dan
Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur dibantu oleh 5 (lima) orang staf lokal,
yaitu:
1) Staf Kesekretariatan, yang membantu tugas Atdikbud dalam
meningkatkan kerjasama pendidikan dan kebudayaan, pembinaan
pelajar, mahasiswa dan karyasiswa, serta pendidikan non-formal
2) Staf Keuangan dan Pencatatan/Pengadministrasian Barang Milik
Negara serta tugas administratif lainya
3) Staf Administrasi yang membantu tugas Atdikbud dalam menerima
kunjungan tamu, membina Sekolah Indonesia, penyelenggaraan
pendidikan bahasa dan kebudayaan, konter pendidikan, dll
4) Staf Administrasi yang membantu tugas Atdikbud dalam menerima
kunjungan tamu, membina Sekolah Indonesia, penyelenggaraan
praktek kerja industri SMK, konter pendidikan, dll
5) Pengemudi dan perawatan kendaraan operasional Atdikbud
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Proses Penelitian
Penelitian ini dimulai dari pengajuan judul yang diajukan oleh peneliti
kepada pihak departemen dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Dari lima judul yang diajukan oleh peneliti, judul inilah yang disetujui oleh
departemen. Alasan peneliti mengajukan judul tersebut diambil dari pertimbangan
pribadi yang ingin mengkaji peran komunikasi internasional dalam dunia
diplomasi pendidikan. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya
bahwa atase pendidikan merupakan individu yang dianggap ahli dalam bidang
pendidikan dan dipercaya mampu menjadi utusan diplomatik dalam sektor
pendidikan. Untuk menjadi atase pendidikan harus mengikuti proses seleksi yang
cukup ketat dan pada umumnya merupakan orang-orang yang memang sudah
berkecimpung di dunia pendidikan cukup lama. Umumnya yang menjadi atase
pendidikan memiliki latarbelakang profesi dosen perguruan tinggi di Indonesia.
Mengingat profesi tersebut yang jelas-jelas tidak berkaitan secara langsung
dengan dunia diplomatik, namun terbukti bahwa orang-orang yang terpilih
mampu menjadi utusan diplomatik yang dapat dihandalkan dalam menjalankan
tugas dan peran atase pendidikan pada perwakilan-perwakilan Indonesia di luar
negeri. Hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk mengkaji peran atase
pendidikan yang ternyata tanpa ada latarbelakang studi hubungan internasional,
justru mampu berkontribusi besar dalam meningkatkan kerjasama pendidikan
antar negara.
Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan teknik purposive
sampling, dimana informan-informan yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu
yang telah peneliti tentukan. Awalnya, peneliti hanya ingin menggunakan 1
informan yakni Atase Pendidikan. Karena sebelumnya peneliti merasa satu
informan saja sudah cukup. Namun, ternyata yang juga berperan aktif dalam peran
Atase Pendidikan tidak hanya yang menduduki jabatan melainkan juga seorang
staf ahli yang di khususkan untuk bidang kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-
Malaysia. Oleh karena itu, peneliti menambahkan staf ahli tersebut sebagai salah
satu informannya. Selanjutnya, terdapat masukan dari dosen pembimbing yang
menyarankan untuk menambahkan satu lagi infoman dari kalangan mahasiswa
yang dianggap dapat merepresentasikan pihak yang merasakan peranan Atase
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan. Pada akhirnya, terdapat tiga orang informan yang terpilih dalam
penelitian ini.
Tabel 4.1
Tabel Karakteristik Informan
Nama Informan
Informan I Informan II Informan III
Prof. Dr. Ari
Purbayanto
Erwinsyah, SH.
LLM
Doni Ropawandi
Asal Lampung Medan Jambi
Posisi/Jabatan Atase Pendidikan
dan Kebudayaan
Staf Ahli Atase
Pendidikan
Ketua Umum
Persatuan Pelajar
Indonesia di
Malaysia
Latarbelakang
Pendidikan
Ilmu Perikanan,
University of
Fisheries, Japan
Ilmu Hukum,
Universiti
Kebangsaan
Malaysia
Ilmu Fisika,
Universiti
Kebangsaan
Malaysia
Sumber: Peneliti 2018
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada para
informan dari akhir bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan Juli 2018. Mulanya,
peneliti menghubungi pihak atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur melalui email.
Alamat email tersebut peneliti dapatkan dari kartu nama pejabat Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur yakni, Prof. Ari Purbayanto, dimana peneliti memperoleh
kartu nama tersebut saat ikut berpartisipasi pada sebuah kegiatan Konvensyen
Kepemimpinan Mahasiswa Malaysia-Indonesia yang diadakan di Kuala Lumpur
pada tahun 2015 yang lalu. Dari awal pengajuan izin penelitian di KBRI Kuala
Lumpur yang disampaikan melalui email, tanggapan dari pihak KBRI Kuala
Lumpur cukup baik dan responsif. Dari email yang dibalas oleh staf fungsi
pendidikan dan kebudayaan, menunjukkan bahwa Atdikbud (Atase Pendidikan
dan Kebudayaan) tidak keberatan untuk memfasilitasi dan membantu penelitian
tersebut. Hal yang perlu peneliti penuhi adalah mengirimkan surat izin penelitian
Universitas Sumatera Utara
yang dikeluarkan dari kampus yang ditujukan kepada Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur. Surat resmi tersebut merupakan kelengkapan syarat dan
administrasi yang diminta dan dikirimkan dari Ketua Program Studi (Prodi) atau
Dekan Fakultas yang ditujukan kepada Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Untuk
memperoleh surat izin penelitian dari kampus, peneliti harus membuat surat
permohonan izin penelitian yang ditujukan kepada Kasubbag Pendidikan FISIP-
USU disertai dengan proposal penelitian yang telah disetujui oleh dosen
pembimbing. Surat resmi izin penelitian dari fakultas dikeluarkan sekitar satu
minggu setelah surat diajukan oleh peneliti dikarenakan Kasubbag yang pada
masa itu tidak berada di tempat (dinas keluar kota). Setelah menerima surat izin
penelitian dari fakultas, peneliti langsung mengirimkan scan copy dari surat
tersebut ke pihak Atdkbud KBRI Kuala Lumpur melalui email. Setelah 3 (tiga)
hari belum mendapatkan jawaban, peneliti menghubungi langsung Atdikbud
KBRI Kuala Lumpur melalui saluran telepon. Tidak lebih dari 5 menit, peneliti
mendapatkan konfirmasi kesediaan KBRI Kuala Lumpur untuk menerima peneliti
melaksanakan wawancara langsung dengan informan-informan yang ada di
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Peneliti berangkat dari Medan ke Kuala Lumpur
pada tanggal 22 Oktober 2017 dan memulai pengumpulan data, baik itu data
primer maupun data sekunder dari tanggal 23 Oktober 2017 hingga 27 Oktober
2017. Walaupun sebelumnya sudah mendapatkan konfirmasi bahwa pejabat Atase
Pendidikan dan salah satu stafnya (yang memang sering dikirim mewakili Atase
dalam urusan kerjasama pendidikan tinggi), bersedia dan berada di tempat dalam
kurun waktu yang telah disepakati. Ternyata kedua informan mendapatkan tugas
dinas di luar yang mengakibatkan rencana wawancara diundur ke dua hari terakhir
masa penelitian. Meskipun begitu, peneliti tetap mencoba mencari data dengan
bertanya dengan staf-staf lainnya yang berada di tempat pada masa tersebut. Di
tengah kesibukan staf-staf tersebut yang tiada henti hilir-mudik dengan tumpukan
berkas-berkas dokumen serta dering telepon berulang kali yang mendukung
suasana hectic di ruang Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Beberapa di antaranya
masih ada yang menyempatkan diri untuk membantu peneliti mencari data-data
pendukung untuk topik penelitian ini seperti Contribution Report of Education
and Culture Attache tahun 2012-2016, jumlah kunjungan kerjasama pendidikan
Universitas Sumatera Utara
Indonesia-Malaysia 2014-2016, dan daftar tamu atase pendidikan dan kebudayaan
Januari-September 2017.
Pada tanggal 26 Oktober 2017, akhirnya peneliti dapat bertemu dan
mewawancarai salah staf Atdikbud KBRI yang bernama Erwinsyah, SH. LLM
yang peneliti kategorikan sebagai informan II. Sedangkan informan I, Prof. Dr.
Ari Purbayanto, dapat diwawanacarai pada hari berikutnya tanggal 27 Oktober
2017. Pelaksanaan wawancara dilaksanakan di ruang Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur bagi kedua informan tersebut. Wawancara berjalan dengan baik
dan tanpa ada suasana yang kaku atau tidak nyaman sehingga informan dapat
memberikan jawaban dengan santai dan elaboratif. Pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah peneliti siapkan
sebelumnya dan kadang kala ada pertanyaan tambahan atau diluar dari pedoman
wawancara yang muncul pada saat-saat tertentu yang memerlukan penjelasan
lebih rinci.
Saat wawancara dengan informan II, peneliti dapat melihat respon yang
positif dikarenakan profil informan II yang merupakan warga asli Medan dan
merupakan alumni S1 Ilmu Hukum Internasional di Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara. Beliau melanjutkan studi masternya di salah satu universitas
terbaik di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebelum ditugaskan di Atdikbud, beliau
bertugas di beberapa fungsi/atase lainya yang sangat berkaitan dengan latar
belakang bidang hukum. Barangkali karena keahliannya yang cukup baik dalam
berkomunikasi dan khususnya bernegosiasi, beliau ditunjuk untuk membantu
Atase Pendidikan dalam mengurusi kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-
Malaysia. Terlebih lagi untuk hal-hal yang menyangkut dengan asas hukum
seperti kontrak kerjasama (MoU/MoA), pertimbangan keabsahan hukum yang
berlaku bagi kedua negara (Indonesia-Malaysia), program-program kerjasama
lainnya yang menyangkut aspek hukum. Selain keterkaitan aspek hukum, beliau
yang dulunya mengambil S2 di Kuala Lumpur dan aktif sebagai Ketua Umum
Persatuan Pelajar Indonesia membuatnya lebih memahami situasi dan kondisi
serta budaya yang ada di Malaysia. Hal tersebut menjadi poin plus yang
membuatnya lebih memahami karakter negara Malaysia dan orang-orangnya,
yang menguatkannya dalam bargaining position (negosiasi). Selama wawancara,
Universitas Sumatera Utara
peneliti dapat melihat gaya berkomunikasi informan II yang cukup baik dalam
menjelaskan sesuatu dan body gesture yang lebih welcome. Dan hal ini tidak
hanya terjadi pada saat wawancara saja, melainkan di beberapa kesempatan
peneliti diperbolehkan melihat langsung bagaimana informan II berbicara di
depan banyak audiens seperti pada saat menerima kunjungan dari perguruan
tinggi dan sekolah dari Indonesia yang berkunjung ke KBRI Kuala Lumpur.
Selanjutnya, wawancara dengan informan I yang merupakan pejabat Atase
Pendidikan di KBRI Kuala Lumpur yang dapat dilaksanakan pada hari terakhir
yakni tanggal 27 Oktober 2017. Peneliti datang pada pukul 10.00 pagi waktu
setempat dan ternyata informan kedua terlihat sangat sibuk di ruangan dengan
sejumlah berkas dokumen yang harus ditandatanganinya di atas meja. Tumpukan
berkas-berkas tersebut harus cepat ditandatangani karena beberapa hari
sebelumnya beliau dinas ke Indonesia. Peneliti di dampingi oleh informan II
untuk menanyakan kesediaan waktu informan I. Awalnya, informan I terlihat
dingin dan sedikit membuat peneliti merasa ragu untuk melanjutkan wawancara
pada hari itu, juga karena melihat banyaknya pekerjaan yang harus beliau
selesaikan. Mulanya, dijadwalkan setelah ibadah salat Jumat, namun sampai pukul
16.00 sore waktu setempat, peneliti merasa cukup cemas bahwa wawancara akan
dibatalkan karena informan I belum juga kembali ke kantor. Setelah menanyakan
kembali kepada sekretarisnya, peneliti mendapat kabar bahwa informan I masih
harus singgah ke bank terlebih dahulu dan akan segera kembali ke kantor. Sampai
pukul 17.00 informan I juga belum datang, namun peneliti tetap menunggu
melihat masih ada beberapa orang staf Atdikbud yang masih menetap. Hingga
pada akhirnya, pukul 18.00 informan I tiba dan meminta waktu sejenak untuk
salat Ashar. Setelah itu, peneliti dipanggil ke ruangan Atase Pendidikan dan
dipersilahkan untuk melaksanakan wawancara dengan informan I.
Untuk melengkapi data yang telah di konsep dalam kerangka pemikiran,
peneliti menambahkan satu informan pelengkap yang disini disebut sebagai
informan III. Peneliti melakukan wawancara dengan informan III yang bernama
Doni Ropawandi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PPI Malaysia.
Wawancara dengan informan III dilakukan melalui layanan video call dari
aplikasi Skype. Peneliti melaksanakan wawancara dengan informan III pada
Universitas Sumatera Utara
tanggal 02 Juli 2018 yang berdurasi ±1 jam. Informan III ini merupakan seorang
mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan S2 nya di Universitas
Kebangsaan Malaysia hanya dalam 14 bulan dan tengah menyelesaikan studi S3
nya di universitas yang sama. Peneliti memilihnya sebagai informan III karena
dianggap dapat mewakili sudut pandang mahasiswa Indonesia lainnya yang ada di
Malaysia. Peneliti mulai menghubunginya melalui email resmi PPI Malaysia dan
kontak Whatsapp pribadi Doni (informan III) yang peneliti peroleh dari profil di
akun media sosialnya (instagram). Dapat dianggap proses yang cepat dan singkat
namun pasti. Informan III mengaku bahwa ia tidak bisa menolak permohonan
wawancara peneliti karena merasa sesama mahasiswa dan paham betul bagaimana
proses penyelesaian tugas akhir seperti ini, maka dari itu ia menyempatkan sedikit
waktunya di akhir pekan untuk di wawancarai oleh peneliti.
4.1.3 Deskripsi Informan dan Hasil Wawancara
Informan I
Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 21 Januari 1966
Posisi/Jabatan : Education & Culture Attache
Kontak : [email protected]/+60321164123
Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2017
Waktu Wawancara : Pukul 18.15
Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
Prof. Dr. Ari Purbayanto menjabat posisi Atase Pendidikan dan
Kebudayaan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur
sejak tahun 2014. Pada penelitian ini, beliau menjadi informan I yang
memang dari awal jabatannya di Atdikbud inilah yang hendak dikaji. Peneliti
sebenarnya sudah pernah berjumpa dengan informan I pada tahun 2014 di
sebuah kegiatan yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia
berkolaborasi dengan Universitas Kebangsaan Malaysia. Kegiatan yang
dimaksud adalah Konvensyen Kepemimpinan Mahasiswa Malaysia-
Indonesia yang mempertemukan perwakilan-perwakilan mahasiswa dari
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan Malaysia di Kuala Lumpur. Acara tersebut diadakan juga demi
membantu dalam memberikan masukan bagi KBRI dan pemerintah Malaysia
dalam aspek pendidikan. Terdapat beberapa resolusi yang di rekomendasikan
kepada KBRI Kuala Lumpur dan Kementerian Pendidikan Malaysia. Salah
satu yang pada akhirnya berhasil disahkan yaitu mengenai VISA Pelajar
Indonesia yang dibantu dengan final lobbying oleh Bapak Presiden Jokowi
pada saat kunjungan negara beberapa bulan setelah kegiatan tersebut
dilaksanakan.
Informan I merupakan seorang alumni IPB yang telah melanjutkan
studinya di Jepang pada tahun 1994. Beliau mendapatkan gelar M.Sc dan
Ph.D dari University of Marine Science and Technology pada tahun 1997 dan
2000. Beliau juga aktif terlibat dalam pengelolaan pendidikan tinggi serta
kolaborasi nasional dan internasional di bidang pendidikan dan perikanan.
Informan I juga mendapatkan gelar Professor dari pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2007. Informan I
terbilang sangat aktif, bahkan di sela-sela kesibukannya masih
menyempatkan diri untuk menulis buku. Beliau dapat menerbitkan karya
tulis ilmiahnya sebanyak 2-5 buku dalam satu bulan.
Sebagaimana yang peneliti sebutkan di awal bahwa untuk mengadakan
wawancara dengan informan I terbilang cukup sulit dalam hal waktu. Hal
tersebut sangatlah wajar mengingat jam terbang beliau cukup tinggi.
Akhirnya, pada tanggal 27 Oktober 2017 peneliti dapat mewawancarai
informan I secara langsung di Kantor KBRI Kuala Lumpur pada pukul 18.15
sore hari (waktu Malaysia). Setelah dipersilahkan oleh informan I untuk
memulai wawancara, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud
dan tujuan dari wawancara tersebut. Informan I menyetujui dan
mempersilahkan peneliti untuk menanyakan apa saja. Sebelumnya, peneliti
telah dipesankan oleh stafnya untuk memotong beberapa pertanyaan
mengingat waktu beliau yang sangat padat, terlebih lagi saat itu sudah
memasuki malam hari. Informan I dengan cepat, tepat dan jelas dalam
memaparkan jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan yang peneliti ajukan.
Universitas Sumatera Utara
Di awal wawancara, informan I menjelaskan bahwa ia merupakan orang
yang suka tantangan dan memiliki prinsip hidup yang kuat. Informan I selalu
punya semangat dari dalam dirinya untuk terus menambah pengalaman
hidup. Terlebih lagi beliau memang sangat peduli dengan dunia pendidikan.
“Saya adalah orang yang suka tantangan dik Hilyah. Latar belakang saya
kan akademisi, dosen, dan saya sudah guru besar di IPB, di umur yang
tergolong masih cukup muda loh saya ini dibandingkan dengan guru besar
umumnya. Jadi, rasanya dari segi karir akademis sudah tidak ada lagi yang
mau dikejar. Jabatan juga sudah banyak yang dicicipi.Jadi, ketika ada
tawaran untuk posisi Atdikbud, ya saya coba saja. Karena saya selalu punya
spirit yang tinggi untuk menambah pengalaman terus sepanjang hidup saya.
Apalagi passion saya memang di dunia pendidikan. Saya punya tiga prinsip
hidup tersebut dik, Hilyah. Challenge, spirit, passion itu yang memotivasi
saya.”
Informan I tergolong sebagai orang pekerja keras dan kreatif. Beliau selalu
mencari ide-ide baru yang kreatif dan inovatif yang dapat menunjang
kemajuan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Self confidence yang
selalu beliau tanamkan terutama dalam menghadapi lawan bicara, terutama
pada saat bernegosiasi. Pengalamannya menimba ilmu di Jepang selama 6
tahun membuatnya semakin percaya dimanapun ia berada, selama self
confidence ada semuanya akan baik-baik saja. Walaupun terkadang pada
situasi-situasi tertentu bisa saja terjadi hal-hal yang tidak terduga. Namun,
baginya itu hal yang lumrah dalam hidup dan justru menjadi motivasinya
untuk meningkatkan skills ke depannya.
Selama menjabat posisi Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Kuala
Lumpur, informan I mengakui bahwa secara general memang sistem
pendidikan di Malaysia lebih baik dibandingkan di Indonesia. Keberadaan
Malaysia Education Blueprint yang menjadikan pendidikan di Malaysia
lebih stabil dan berkelanjutan (sustainable). Dibandingkan di Indonesia yang
sistem pendidikannya terus berganti-ganti seiring dengan pergantian
pemerintah yang menjabat. Baginya, hal tersebut tidak sesuai dengan
ekspektasi pendidikan Indonesia yang diharapkan mampu dikategorikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai pendidikan kelas dunia. Sedangkan pendidikan itu memiliki proses
yang berkesinambungan dan tentunya memerlukan waktu yang tidak sedikit.
Hasil tidak akan mungkin sesuai dengan ekspektasi jika tidak dibarengi
dengan proses yang baik.
“Saya akui secara general memang sistem pendidikan di Malaysia lebih
baik dibandingkan di Indonesia. Malaysia punya Blueprint yang menjadikan
pendidikan disini lebih stabil dan sustainable. Di Indonesia, sistemnya terus
berganti-ganti seiring dengan pergantian pemerintah yang menjabat. Hal ini
tidak sesuai dengan ekspektasi pendidikan di Indonesia yang maunya setara
pendidikan kelas dunia. Padahal, pendidikan itu kan punya proses, dan
berkesinambungan, perlu waktu yang tidak sebentar.”
Letak wilayah Indonesia dan Malaysia yang berdekatan dan strategis
merupakan salah satu faktor pendorong hubungan kerjasama bagi Indonesia
dan Malaysia. Hal ini disebabkan oleh mobilitas masyarakat kedua negara
yang cukup tinggi. Kedua negara memang memiliki orientasi masing-masing
dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan tinggi. Indonesia sendiri
lebih berorientasi untuk hal-hal yang dapat menguntungkan perguruan
tingginya terlebih lagi untuk urusan BAN-PT. Sedangkan, Malaysia lebih
berorientasi pada sumber daya manusia yang kita miliki yang dianggap
ethos-nya lebih tinggi dalam belajar dan bekerja di tengah kesulitan
(finansial dan kesempatan).
“Letak wilayah kita yang berdekatan dan strategis bisa jadi salah satu
faktor pendorongnya. Ini disebabkan mobilitas masyarakat kedua negara
yang cukup tinggi juga dik. Kita lihat saja sudah berapa banyak WNI kita
hilir mudik kesini. Ada yang sebagai TKI, mahasiswa, wisatawan Indonesia
juga berlimpah disini. Unsur budaya juga mempengaruhi hubungan
kerjasama kita. Budaya Indonesia dan Malaysia kan sebenarnya satu
rumpun. Hanya yang membedakannya karena penjajah kita dulu berbeda.
Kita lama dijajah Belanda, Malaysia dijajah Inggris. Banyaknya kesamaan
budaya dan bahasa memudahkan warga Indonesia dan Malaysia untuk
saling exchange. Nah, untuk sektor pendidikan tinggi umumnya Indonesia
Universitas Sumatera Utara
lebih berorientasi untuk urusan BAN-PT dengan membuat MoU/MoA
sebanyak-banyaknya dengan perguruan tinggi di luar negeri. Sebenarnya ini
hal yang sangat baik, karena bisa mendorong kemajuan pendidikan tapi
secara praktiknya sering juga tidak sesuai. Sedangkan orientasi yang
dimiliki Malaysia terhadap negara kita lebih kepada sumber daya manusia.
SDM kita itu dianggap mereka lebih tinggi ethos- nya dalam belajar dan
bekerja di tengah kesulitan yang berbanding terbalik dengan Malaysia yang
benar-benar mengutamakan kesejahteraan rakyatnya, terkhusus lagi dalam
aspek pendidikan.”
Adapun strategic planning yang digunakan oleh informan I adalah Renstra
Kemendikbud 2015-2019. Jika dilihat dari Renstra Kemendikbud 2015-2019,
salah satu sasaran program dan Indikator Kinerja Program Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya adalah tingkat kepuasan
pemangku kepentingan Kemendikbud di luar negeri terhadap layanan
Atdikbud/DEWATAP UNESCO dan SLN dengan estimasi persentase secara
berurut, 89% (2014), 92% (2015), 94% (2016), 96% (2017), 98% (2018),
100% (2019). Renstra ini sebagai pedoman pelaksanaan tugas teknis Atase
Pendidikan dan barometer target yang harus dicapai olehnya. Sesuai dengan
Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor:
0446/MPK.A/RMS/KP/2014 bahwasannya tugas Atdikbud adalah untuk
meningkatkan kerjasama bidang pendidikan, kebudayaan, penelitian, IPTEK
antara kedua negara, menyelenggarakan pendidikan bahasa dan kebudayaan
Indonesia di Malaysia, menyampaikan saran dan rekomendasi kebijakan
pendidikan dan kebudayaan, mengikuti pertemuan mengenai pendidikan,
kebudayaan, IPTEK dalam wilayah akreditasinya, membina para pelajar,
mahasiswa dan karyasiswa di Malaysia dalam rangka meningkatkan rasa
kebangsaan dan memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat
Malaysia, membinan fasilitas, berperan serta aktif dalam penyelenggaraan
Sekolah Indonesia di Malaysia, serta membantu menyalurkan bantuan
beasiswa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada pihak penerima.
“Strategic planning yang saya jadikan pedoman adalah Renstra
Kemendikbud 2015-2019. Renstra ini sebagai pedoman pelaksanaan tugas
Universitas Sumatera Utara
teknis Atase Pendidikan dan barometer target yang harus dicapai. Kalau
dilihat dari Renstra tersebut, salah satu sasaran program dan indikator
kinerja program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis adalah
tingkat kepuasan pemangku kepentingan Kemendikbud di luar negeri
terhadap layanan Atdikbud/DEWATAP UNESCO dan SLN dengan estimasi
persentase 89% di tahun 2014, 92% (2015), 94% (2016), 96% (2017), 98%
(2018), 100% (2019). Nah, Alhamdulillah Atdikbud KBRI Kuala Lumpur
sudah mencapai target sesuai barometer tersebut dan Insha Allah akan terus
ditingkatkan.”
Dalam memenuhi tugasnya sebagai Atase Pendidikan, beliau melakukan
banyak sekali bentuk-bentuk negosiasi yang terkadang harus disesuaikan.
Penyesuaian yang dimaksud yakni dengan mempelajari lebih banyak tentang
sistem atau peraturan-peraturan yang ada. Dalam hal inilah, informan I
meminta bantuan dari informan II. Selain dari itu juga informan I harus lebih
aktif dalam mengajak pihak-pihak Indonesia dan Malaysia dalam bidang
pendidikan untuk menjalin kerjasama yang sehat dan saling menguntungkan.
Namun, hal yang terpenting menurut informan I adalah trust atau
kepercayaan. Kepercayaan pada diri sendiri dan kepada orang lain. Beliau
menjelaskan bahwasannya jika seorang negotiator tidak percaya pada
kemampuan diri tentulah tidak akan bisa membuat orang lain percaya
terlebih lagi mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Dalam memperoleh
kepercayaan dari orang lain tidak susah namun tidak gampang pula. Hal
tersebut harus dilakukan secara alamiah dimana orang-orang yang ingin
berkomunikasi ataupun bernegosiasi harus merasa nyaman. Kenyamanan
yang dimaksud adalah tidak merasa terintimidasi dengan penampilan atau
latarbelakang seseorang. Terkadang ada rasa tidak nyaman ketika
penampilan tidak meyakinkan ataupun kemampuan bahasa yang terbatas.
Bagi informan I, beliau masih merasa di Malaysia tergolong nyaman dan
aman. Hal ini dikarenakan Malaysia memang dikenal sebagai negara yang
multikultural yang terdiri dari tiga ras asli yang terbagi yakni Tamil, Cina
dan Melayu. Sehingga beliau tidak merasa dianggap terlalu asing di
Malaysia. Selain itu kemampuan bahasa yang menurutnya harus
Universitas Sumatera Utara
dikondisikan sesuai dengan situasi. Terkadang informan I harus
menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dalam sebuah pertemuan
untuk memastikan seluruh informasi memiliki satu interpretasi. Karena
walaupun bahasa Indonesia sangatlah mirip dengan bahasa Melayu di
Malaysia tidak menjamin semuanya memiliki makna yang sama.
“Saya selalu mengupayakan jalur negosiasi untuk segala urusan Atdikbud
yang berkaitan dengan hubungan kerjasama. Menjadi seorang atase itu juga
harus bisa sebagai seorang negosiator. Negosiator harus mampu
menumbuhkan rasa trust pada orang lain maupun trust orang lain terhadap
kita. Untuk mendapatkan kepercayaan orang lain tidak susah dan tidak
gampang juga dik Hilyah. Ini harus secara alamiah supaya orang-orang
yang bernegosiasi bisa merasa nyaman. Nyaman dalam artian tidak merasa
terintimidasi dengan penampilan atau latarbelakang seseorang. Kadang-
kadang kita bisa merasa tidak nyaman ketika penampilan yang tidak
meyakinkan atau karena kemampuan bahasa yang terbatas. Saya pribadi
merasa nyaman dan aman di Malaysia ini, karena memang negaranya
multikultural. Indonesia- Malaysia itu kan ya mirip-mirip sih sebenarnya.
Jadi, Malaysia ini terdiri dari tiga ras asli, ada Tamil, Cina, dan pastinya
Melayu. Ya makanya saya tidak merasa seperti orang asing disini. Karena
kalau orang gatau saya ini siapa, banyak yang mikirnya saya orang asli sini,
dik."
Dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan tinggi antar negara
bukanlah hal yang mudah. Banyak pihak yang dilibatkan, karena pastinya
akan berkenaan dengan kebijakan negara masing-masing. Selain perguruan-
perguruan tinggi yang saling terlibat, pemerintah kedua negara bahkan
beberapa instansi lainnya juga berperan.
Pada hakikatnya peran informan I dalam sebuah pertemuan antara pihak
Indonesia dan pihak Malaysia adalah sebagai mediator untuk membangun
jaringan dan kerja sama kedua belah pihak negara yang bersangkutan.
Informan I biasanya cukup proaktif dalam memediasikan kedua belah pihak,
baik pertemuan yang diadakan di dalam maupun luar kantor KBRI Kuala
Lumpur. Hal ini untuk mempermudah kedua pihak dalam menyampaikan
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masing-masing. Keputusan kerjasama pada dasarnya ditentukan
oleh pihak yang bekerja sama karena biasanya Atdikbud hanya dijadikan
witness dalam nota kesepahaman (MoU/MoA) bahkan tidak jarang juga tidak
ikut menandatanginya, hanya sebatas mediator untuk pertemuan. Meskipun
begitu, informan I merasa peranan yang dipegang oleh Atdikbud cukup
penting mengingat tidak semua pihak yang terkait memahami betul proses
administratif dan payung hukum yang berlaku di kedua negara, Indonesia-
Malaysia.
“Pada dasarnya ya sebagai fasilitator atau mediator dik Hilyah. Karena
fungsinya lebih sebagai perwakilan dan penengah pihak-pihak yang
berurusan. Kan banyak sekali perguruan tinggi Indonesia maupun Malaysia
yang datang kemari untuk kerjasama, atau kadang-kadang minta masukan
bagaimana untuk mempromosikan universitasnya di Indonesia ataupun
sebaliknya. Dan mengenai siapa yang lebih proaktif sebenarnya sama saja
ya. Indonesia dan Malaysia sama-sama aktif. Tapi kalau mau melihat dari
segi kontribusi ya barangkali lebih dominan Malaysia ya, karena mereka
kan punya dana pendidikan lebih besar. Dari segi komitmen juga lebih
konkret Malaysia dibandingkan Indonesia. Gimana ya dik, kita bicara
realitanya saja. Orientasi Indonesia itu ya rata-rata hanya untuk BAN-PT.
Hanya mau tanda tangan MoU tanpa mempertimbangkan matang-matang
programnya jalan atau tidak. Nah, peranan saya mendampingi mereka-
mereka ini yang mau menjalin kerjasama, kita fasilitasi saja. Kadang di
KBRI ini diadakan pertemuannya, kadang mereka adakan di kampus mereka
secara bergantian. Ya Atdikbud mendampingi dan memberikan masukan
saja sih, khususnya yang perlu diperhatikan atau dikoreksi pada MoU.
Biasanya saya juga dijadikan sebagai saksi dalam nota kesepahaman, hal ini
mencegah perselisihan yang mungkin bisa saja terjadi sewaktu-waktu.
Karena saya dan Pak Erwin akan membantu administrasinya, seperti
memeriksa draft MoU dan di-check apakah sudah sesuai dengan hukum
yang berlaku di kedua negara".
Dari aspek hubungan kerjasama, pihak Indonesia dan Malaysia dianggap
sama-sama aktif. Namun dari segi bentuk kontribusi tidak dapat dipungkiri
Universitas Sumatera Utara
bahwa Malaysia lebih dominan sedangkan Indonesia lebih kepada sumber
daya manusia. Tidak hanya itu, informan I mengakui bahwa dari segi
komitmen pihak Malaysia lebih konkret dibandingkan Indonesia. Orientasi
kerjasama dari pihak Malaysia lebih jelas, karena perguruan tinggi Indonesia
cenderung hanya ingin menandatangani MoU dan orientasinya hanya BAN-
PT. Selain dari itu, adapun unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan
kerja sama bagi Indonesia dan Malaysia adalah letak geografi yang strategis
yang memungkinkan mobilitas cukup tinggi bagi kedua negara, unsur budaya
yang merasa budaya kedua negara merupakan budaya yang satu rumpun
sehinga minim gegar budaya bagi pelajar asing antar kedua negara tersebut.
Meskipun demikian, informan I tidak merasa pihak Indonesia menjadi
inferior, justru beliau berusaha semaksimal mungkin untuk dapat
menawarkan ide-ide yang sifatnya juga memungkinkan bagi Indonesia serta
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Contohnya, ketika ada masalah
cultural claim oleh Malaysia dan suasana masyarakat Indonesia dan
Malaysia memanas, hingga ada yang merendahkan bangsa Indonesia yang
pada akhirnya membuat informan I kesal dan mengancam akan
mengeluarkan surat peringatan dan membuat pernyataan di media. Ancaman
tersebut tentunya membuat takut pihak Malaysia mengingatkan jumlah
pelajar asing dari Indonesia yang menduduki peringkat ke-2 setelah pelajar
asing dari Cina. Hal ini bisa mengancam reputasi Malaysia dan bisa
menurunkan persentase mahasiswa asing terutama dari Indonesia. Menurut
informan I, ancaman terkadang perlu dilakukan ketika itu sudah berkenaan
dengan nilai-nilai kebangsaan. Meskipun begitu hubungan bilateral Indonesia
dan Malaysia masih baik dan memang akan selalu fluktuatif mengingat
kedua negara ini bertetanggaan secara geografis dan hubungannya seperti
adik-kakak jika dilihat dari aspek nilai-nilai budaya.
“Kalau gaya komunikasi pastinya saya sesuaikan dik Hilyah. Gaya
komunikasi itu harus disesuaikan dengan kepribadian individu masing-
masing yang punya objektif atau goal yang sama. Goal-nya kan yang utama
itu to convince people. Jadi nih saya boleh sedikit cerita ya. Kemarin itu kita
kan ada masalah cultural claim yang menyebabkan suasana masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan Malaysia memanas. Jadi ada yang merendahkan bangsa kita
yang buat saya kesal. Ya langsung saya ancam saja. Saya bilang seperti ini
dik, “saya tidak terima atas sikap merendahkan bangsa apapun itu, apalagi
bangsa saya, bangsa Indonesia. Kalau tidak diusut oleh pihak Malaysia,
saya akan mengeluarkan surat peringatan dan pernyataan di media bahwa
studi di Malaysia tidak aman. WNI akan di rendahkan dan bisa saja di
intimidasi maka saya akan tidak merekemondasikan WNI untuk sekolah di
Malaysia”. Takut mereka dik Hilyah, ya karena Indonesia kan urutan ke-2
mahasiswa asing terbanyak di Malaysia, yang mendatangkan devisa buat
mereka. Nah, bentuk ancaman ini salah satu contoh gaya komunikasi saya
ketika situasinya memang memerlukan untuk bersikap tegas dan sedikit
agresif. Kadang-kadang kita harus dominan juga dik Hilyah. Tapi saya pada
dasarnya orang terbuka dan bahkan dalam urusan professional bisa juga
diajak berteman. Kalau kita terbuka dan bisa berteman, ya orang akan
nyaman berkomunikasi dengan kita. Kita pun juga lebih mudah untuk
menyampaikan sesuatu, apalagi bernegosiasi. Saya juga orangnya ga neko-
neko alias gaya komunikasinya tidak terlalu formal, ya kita santai tapi tetap
serius isinya. Ga mesti yang seperti diplomat pada umumnya, yang cara
berbicaranya sangat formal dan sangat politis, jadi ya kita susah juga
memaknainya karena jadi seperti ambigu. Dan kita harus flexible juga dik,
kita harus pandai-pandai melihat personality lawan bicara kita, orangnya
seperti apa, interest-nya kira-kira bagaimana, nah dari situ kita bisa
sesuaikan gaya komunikasi seperti apa yang tepat.”
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dilihat gaya komunikasi yang
digunakan oleh informan I juga tidak terpaku dengan gaya khas diplomatik
yang terkesan politis atau ambigu. Hal ini dikarenakan beliau yang memang
berlatarbelakang akademisi (dosen perguruan tinggi) yang diangkat menjadi
atase pendidikan di KBRI Kuala Lumpur. Bagi informan I, gaya komunikasi
harus disesuaikan dengan kepribadian individu masing-masing yang
memiliki objektif yang sama yakni, to convince people dengan
mengusahakan win-win solution. Informan I mengutamakan openness atau
keterbukaan dan supportive. Keterbukaan yang dimaksud disini adalah
Universitas Sumatera Utara
terbuka dengan mitra kerja agar lebih leluasa dalam menyampaikan
keinginan ataupun kepentingan yang ingin dicapai melalui kerja sama yang
disepakati. Sedangkan supportive yang dimaksud disini adalah menunjukkan
sikap dukungan secara adil kepada pihak manapun yang membawa arus
positif bagi stakeholders. Tidak semata-mata Atdikbud akan selalu
mengambil sisi Indonesia saja jika Malaysia juga pantas untuk di dukung jika
memang keadaannya seperti itu. Namun, kembali lagi seperti apa yang telah
diamanahkan dari awal kepada informan I sebagai atase pendidikan untuk
tetap memaksimalkan upaya untuk meningkatkan indeks pencapaian
Indonesia.
Selanjutnya, informan I mengatakan bahwa pendekatan yang selalu
digunakannya adalah cultural approach dan menempuh jalur negosiasi yang
integrative atau dikenal dengan win-win solution. Menurut informan I, kunci
agar bisa mencapai hasil yang bagus dalam bernegosiasi selain self
confidence dan trust adalah sharing. Sharing yang dimaksud adalah untuk
memahami sepenuhnya situasi satu sama lain, kedua belah pihak harus
secara realistis berbagi informasi sebanyak mungkin sehingga keduanya
dapat mengerti harapan ataupun ekspektasi yang diinginkan. Kerjasama tidak
akan terjalin jika tidak ada network yang luas dan hubungan yang baik, maka
negosiasi juga akan berjalan lancar jika network sudah ada. Maka pentinglah
bagi siapapun untuk membangun network dan menjaga hubungan tersebut
dalam kondisi yang baik.
“Pendekatan budaya salah satu yang saya gunakan. Sebenarnya ketika
kita tahu bagaimana budaya orang lain, memahami betul, ikut berpartisipati
langsung ke tradisinya. Pasti dari situ kita bisa melihat, apa yang biasa
mereka bicarakan. Apa-apa saja yang tidak boleh dibicarakan, istilah-istilah
apa yang mungkin lebih dipahami mereka. Dari situ kita bisa nyambung
nanti ngobrolnya. Karena ya ga mungkin kita mau kerjasama, langsung
negosiasi tanpa ada saling kenalan dulu. Kan kita juga perlu tahu minat dan
potensi mereka yang bisa dikolaborasikan bersama. Nah, contohnya saja ya
dik Hilyah. Kalau kita orang Indonesia masih bisa menemukan orang-orang
yang masa cuti atau libur yang mau dihubungi walaupun itu tentang kerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Kalau disini, mereka tidak peduli mau itu yang menghubungi dari saya atau
kedutaan lainnya ya kalau lagi masa cuti ya cuti. Jadi kadang-kadang
pekerjaan terhambat juga. Dan kalau kita biasanya ya disambungkan ke
orang lain yang tidak cuti donk ya. Nah kalau disini, kalau sudah si A yang
ngurus. Si B dan C yang sebidang dan bisa memegang kerjaan itu pun tidak
dikasi. Tetap harus nungguin kesediaan si A. Tapi kalau memang saat
bekerja, tidak masa cuti pribadinya, orang-orangnya saya akui lumayan
profesional. Ya tapi saat jam operasional saja begitu.”
Informan I menyatakan bahwa Atdikbud berada dibawah naungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan
berkoordinasi dengan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Berfungsi sebagai penasehat ahli pendidikan bagi Duta Besar dalam
membuat keputusan yang berkaitan dengan sektor pendidikan. Bekerja sama
dengan intens dengan Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya KBRI Kuala
Lumpur dalam pembinaan pelajar Indonesia di Malaysia dan segala urusan
yang berkaitan dengan Pensosbud. Bekerja sama dengan Kementerian
Pendidikan Malaysia, Jabatan Imigresen Malaysia dalam urusan VISA
pelajar, guru/dosen, researcher. Serta kerja sama dengan kebanyakan
perguruan tinggi di Malaysia baik itu negeri maupun swasta seperti
Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Putra
Malaysia, Universiti Sains Malaysia, dst. Bahkan tidak sedikit pula kerja
sama dengan lembaga, institusi maupun industri yang bergerak dengan
bidang yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan.
“Beragam dik. Banyak pihak yang terlibat tentunya. Baik itu dari
kalangan pemerintahan maupun non pemerintahan. Kita sudah pasti
berhubungan dengan Kementerian Pendidikan Malaysia, Jabatan Imigresen
Malaysia, ini untuk hal urusan VISA pelajar, guru-guru, dosen, researcher.
Kebanyakan kerjasama kita dengan perguruan tinggi Malaysia dik. Kita ada
kerjasama dengan Universiti Malaya, UKM, UPM, USM, dan masih banyak
lagi. Pokoknya selagi ada kaitannya, ya kita selalu siap untuk buat
kerjasama, asal ada hubungannya dengan pendidikan dan kebudayaan.”
Universitas Sumatera Utara
Intensitas komunikasi yang dijalin pihak Malaysia cukup tinggi, terlebih
lagi dalam hal nota kesepahaman yang disepakati, kunjungan-kunjungan
yang diadakan, dan implementasi program yang diadakan. Menurut informan
I, hal ini dapat dilihat dari jadwal kegiatan Atdikbud yang sangat padat dari
senin hingga tidak jarang juga pada akhir pekan. Biasanya komunikasi
dilakukan melalui email, telepon dan fax yang dalam hal ini dibantu oleh
Bapak Erwinsyah informan II dan para staff Atdikbud lainnya. Untuk
kegiatan yang sifatnya tatap muka selalu dihadiri oleh Atdikbud baik itu
kegiatan yang diadakan di Malaysia maupun di Indonesia. Pertemuan-
pertemuan ini dianggap sangat penting karena disinilah komunikasi
internasional lebih banyak terwujud. Komunikasi langsung (verbal) yang
menurut informan I lebih powerful dibandingkan dengan komunikasi tidak
langsung yang menggunakan media platforms ataupun alat komunikasi
lainnya. Untuk mempersuasi juga lebih memungkinkan karena informan I
yakin bahwa dari tone suara dan mimik wajah serta gesture tubuh ikut
berperan dalam meyakinkan orang.
“Kita berkomunikasi cukup tinggi intensitasnya, apalagi dalam hal nota
kesepahaman, tentang penjadwalan kunjungan-kunjungan yang diadakan.
Ya kamu lihat aja jadwal kegiatan Atdikbud, padat banget kan? Senin
sampai jumat, sabtu minggu juga sering ada acara yang tidak bisa
dilewatkan. Apalagi kalau sudah Duta Besar ngasi disposisi ke Atdikbud ya
harus dilaksanakan. Kita selalu maksimalkan pertemuan tatap muka. Itu
untuk meminimalisir kesalahpahaman, kadang-kadang kita bisa saja tidak
satu persepsi ya kan. Sebetulnya juga bernegosiasi sampai final lobbying
lebih bagus tatap muka daripada via email. Lebih efektif dan efisien juga
waktunya. Bagi saya, pertemuan-pertemuan ini sangat penting, karena
disinilah komunikasi internasional itu banyak terwujud dik. Berkomunikasi
langsung bisa lebih powerful dibandingkan dengan menggunakan media
platforms lainnya. Kalau kita mau negosiasi yang persuasif juga lebih efektif
dari komunikasi verbal. Suara kita, mimik wajah dan gesture tubuh ikut
berperan untuk meyakinkan orang. Beda budaya dan bahasa itu susah-susah
Universitas Sumatera Utara
gampang juga dik Hilyah. Secara psikologis pun kita bisa lakukan ya pada
komunikasi langsung ya kan.”
Tahapan-tahapan yang biasanya dilakukan dalam membangun kerja sama
yang melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur biasanya diawali dengan
berkoordinasi dengan staff Atdikbud terlebih dahulu. Pengiriman surat resmi
ataupun email/fax yang menyertakan kepentingan yang dimaksud sehingga
melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Setiap permohonan akan
disampaikan kepada informan I dan setelah itu informan I mendisposisikan
apakah dilanjutkan atau tidak, tapi umumnya dilanjutkan untuk diproses.
Biasanya setelah pihak Indonesia ataupun Malaysia berhubungan dengan
informan II sebagai ahli urusan kerja sama pendidikan tinggi, akan diadakan
pertemuan yang ikut dihadiri oleh informan I. Pertemuan sering diadakan di
kantor KBRI Kuala Lumpur, namun tidak mutlak harus selalu disitu. Semua
disesuaikan dengan permintaan kedua belah pihak yang bersangkutan. Tidak
jarang pula, informan I diminta sebagai pembicara di perguruan-perguruan
tinggi baik di Indonesia maupun Malaysia untuk memberikan kuliah umum
terkait dengan pendidikan.
“Biasanya tahapannya diawali dengan berkoordinasi sama staf Atdikbud.
Kirim surat resmi dulu atau kirim email/fax yang menyertakan kepentingan
untuk melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Setiap permohonan
nantinya akan disampaikan staf ke saya. Nanti saya yang disposisikan
apakah dilanjutkan atau tidak. Tapi umumnya semua kita lanjutkan untuk
diproses. Kita kan sifatnya melayani apa yang bisa di fasilitasi dik. Biasanya
setelah pihak Indonesia atau Malaysia berhubungan dengan Pak Erwin,
karena saya sudah percayakan urusan-urusan kerjasama sama Pak Erwin.
Tapi ya tetap di update ke saya. Pokoknya semua di sesuaikan dengan
permintaan kedua belah pihak yang bersangkutan dik. Saya juga sering
diminta sebagai pembicara di universitas Malaysia dan Indonesia. Biasanya
saya menyanpaikan kuliah umum mengenai peran dan fungsi Atdikbud KBRI
Kuala Lumpur. Nah, untuk kegiatan yang sifatnya tatap muka selalu dihadiri
oleh Atdikbud, baik diadakan di Malaysia maupun Indonesia.”
Universitas Sumatera Utara
Media komunikasi yang digunakan untuk segala urusan yang menyangkut
kerjasama pendidikan Indonesia-Malaysia merupakan alat komunikasi yang
umum, yakni surat resmi, email, telepon/fax, dan media massa serta bentuk
publikasi lainnya.
“Media yang biasa aja dik. Surat resmi, email, telepon/fax, media
pertelevisian di Malaysia juga, ya saya lumayan sering juga di undang untuk
mewakili KBRI untuk mensosialisasikan tentang visi misi Atdikbud. Brosur
dan poster juga kita sering buat dan sebarkan ke mitra-mitra kita.”
Adapun strategi komunikasi yang digunakan oleh informan I dalam
bernegosiasi dengan pihak pemerintahan atau first track diplomacy biasanya
tetap formal, namun beliau lebih speak up dalam memberikan ide-ide
inovatif dibandingkan pejabat atase pendidikan lainnya (assertive). Tidak
jauh berbeda, informan I menggunakan strategi komunikasi yang tetap
terbuka dengan pihak non-pemerintahan (second track diplomacy). Informan
I menyatakan bahwa lebih mudah berinteraksi dan mengeksekusi program
kegiatan dengan menggunakan jalur second track diplomacy. Hal ini
dikarenakan informan merasa lebih konkret konteks yang dibahas dan
implementatif.
“Jadi gini dik Hilyah, kalau bernegosiasinya dengan pihak pemerintahan
atau biasa istilahnya first track diplomacy, biasanya tetap formal. Tapi kan
saya orangnya lebih speak up untuk memberikan ide-ide yang inovatif. Jadi
kalau dibandingkan dengan atase pendidikan lainnya, ya paling hanya saya
yang berani speak up seperti itu. Dan saya juga terbuka dengan pihak non-
pemerintahan. Barangkali dik Hilyah juga sudah tahu istilah untuk yang ini
adalah second track diplomacy. Jalur kedua ini kan interaksinya sama
orang-orang yang non-pemerintahan, jadi kita ga perlu formal-formal
sekali. Simple, santai tapi tetap berisi. Konkret kerjanya.”
Menurut informan I, sebenarnya lebih mudah melakukan negosiasi dengan
second track diplomacy. Hal ini berkenaan dengan alur komunikasi yang
lebih simple dan tidak serumit jika dibandingkan dengan first track
diplomacy. Biasanya alur komunikasi pada first track diplomacy lebih rumit
dengan bahasa nonverbal yang mengandung banyak arti (diplomatic style).
Universitas Sumatera Utara
Serta prosedur-prosedur yang harus dilalui yang dianggap terlalu banyak
memakan waktu oleh informan I.
“Kalau saya lebih senang dengan second track diplomacy ya, walaupun
dua-duanya dipakai. Ini mungkin karena latarbelakang saya orang bukan
dari politik atau diplomatik asli. Saya kan dosen di universitas, jadi rasanya
kalau mau gaya diplomat banget ya circle-nya nanti ya kalangan elite
semua, orang-orang pemerintahan semua. Padahal yang merasakan
dampaknya nanti masyrakat biasa juga. Jadi lebih puas rasanya saya
berinteraksi langsung dengan menggunakan second track diplomacy.
Masyarakat ini kan macam-macam profesinya, dan yang sebenarnya yang
mengeksekusi program kegiatan dari kerjasama itu paling ya praktisi juga,
orang lapangan juga, mahasiswa juga, jadi ya rasanya lebih membaur dan
konkret saja kerja kita.”
Selama menjabat posisi Atase, terkadang informan I cenderung lebih
agresif dan dominan ketika pihak Malaysia terlalu dominan dalam sebuah
kerja sama. Hal ini jika sudah mulai menyentuh nilai-nilai kebangsaan yang
kadang kala mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.
“Saya bisa dikatakan cenderung agresif dan dominan dalam urusan
kerjasama yang langsung melibatkan Atdikbud. Apalagi kalau sudah
kelihatan tuh Malaysia yang kadang-kadang geraknya mulai agresif dan
dominan. Wajar saja sih, namanya mereka punya kontribusi finansial yang
cukup besar. Tapi saya tetap gamau kalah donk. Martabat bangsa kita harus
di nomor satukan. Saya berani menentang segala hal jika itu sudah
menyangkut nilai-nilai kebangsaan negara kita. Biar saja hubungan
bilateral jadinya terpengaruh, kalau ga terpengaruh ga bakal ada
perubahan. Tanpa ada masalah yang sangat crucial juga hubungan
bilateralnya on-off juga ya kan.”
Adapun kendala lain yang dialami oleh informan I adalah mengenai
sumber daya manusia yang minim dengan segudang urusan yang harus
diselesaikan dengan cepat dan tepat. Walaupun sudah berkali-kali memohon
penambahan SDM ke pemerintah, namun belum juga mendapat tambahan
SDM. Mengenai biaya atau finansial tidak terlalu menjadi kendala bagi
Universitas Sumatera Utara
informan I karena sudah ada anggaran yang telah disiapkan dan tidak semua
program kerja sama harus mengeluarkan biaya, bahkan diusahakan zero cost
atau lebih cenderung kepada pertukaran ide dan gagasan dan sumber daya
yang memungkinkan bagi pihak-pihak yang terkait.
“Kendala kita di SDM dik Hilyah. Kita tuh ya sudah mengirimkan
permohonan ke Kemenlu untuk penambahan SDM, ga hanya di Atdikbud
tapi juga bidang-bidang lain KBRI Kuala Lumpur sudah pada kewalahan
juga dik. Tapi ya belum juga dipenuhi. Padahal banyak kerjaan yang
memerlukan tenaga SDM, kerjaan kita kan sifatnya pelayanan. Ya ini salah
kendala yang paling besar sih. Mudah-mudahan tahun ini dijawab Kemenlu
ya permohonan kami. Ini juga demi kepentinngan memaksimalkan kinerja
KBRI. Kalau mengenai dana / finansial itu tidak terlalu menjadi kendala
besar. Karena tiap tahunnya sudah ada disiapkan dan tidak semua program
kerjasama mengeluarkan biaya, bahkan kita selalu mengusahakan zero cost
dengan saling bertukar ide atau gagasan dan sumber daya yang
memungkinkan bagi pihak-pihak yang berhubungan.”
Informan I juga menambahkan pentingnya kemampuan bahasa asing, yang
dalam konteks ini minimal bahasa Inggris agar mempermudah
berkomunikasi terlebih lagi untuk bernegosiasi. Tidak masalah dengan
kemampuan bahasa asing yang barangkali belum sempurna, namun bagi
beliau selama lawan bicara mengerti apa yang dibicarakan itu menandakan
komunikasi yang dilakukan sudah berhasil. Serta pentingnya untuk mau
belajar tentang budaya orang lain yang dapat meningkatkan rasa toleransi.
Karena hal ini juga menentukan keberhasilan berkomunikasi saat
bernegosiasi.
“Bagi saya kemampuan bahasa asing itu penting, ya minimal bahasa
Inggris dikuasai, jika bisa lebih dari satu bahasa asing yang dikuasai, itu
akan jadi nilai plus kita. Terus terang bagi saya kemampuan bahasa Asing
yang mungkin belum sempurna ya gapapa, selama lawan bicara kita paham
ya berarti pesan dan informasinya sudah berhasil sampai. Jadi, kalau di
pertemuan-pertemuan saya lebih sering pakai bahasa Inggris tapi pastinya
Universitas Sumatera Utara
tetap campur dengan bahasa Melayu yang sebenarnya hampir-hampir sama
dengan bahasa Indonesia”
Menurut informan I, tidak ada gaya komunikasi yang diarahkan secara
khusus, hanya karena bidang atase pendidikan ini masuk dalam ranah dunia
diplomatik. Sebelumnya, ada pelatihan atau sekolah dinas luar negeri terlebih
dahulu sebelum bertugas ke luar negeri. Namun, tidak ada secara khusus
pengarahan gaya komunikasi yang harus diterapkan selama mengemban
tugas jabatan tersebut.
“Oh kalau itu sih tidak ada. Ya ini disebabkan kitanya juga bukan dari
latar belakang HI. Walaupun ada dulu pelatihan untuk dinas ke luar negeri
setelah lulus seleksi berkas, tapi sepengalaman saya kita para atase terpilih
tidak ada diarahkan secara khusus gitu gaya komunikasinya. Self-learning
aja sih dik, belajar yang paling efektif itu kan dengan belajar langsung di
lingkungannya/ bidangnya. Saya juga pelan-pelan menyesuaikan gaya
berkomunikasi dan cara bersikap setelah mulai menjadi Atase. Tapi ya itu
semua disesuaikan dengan kepribadian kita.”
Selanjutnya, informan I menambahkan bahwa sebenarnya komunikasi
internasional sangatlah berperan dalam segala aspek. Baginya, kemampuan
berkomunikasi yang efektif dan persuasif sangat menentukan capaian
kinerja. Komunikasi internasional tidak hanya semata-mata mengenai
penguasaan bahasa asing, melainkan kemampuan dalam menilai kepribadian,
membaca situasi dan kondisi, dan meyakinkan orang sampai mencapai win-
win solution. Sehubungan dengan itu, Atdikbud sendiri telah dan masih terus
memaksimalkan pelayanan dan upaya dalam meningkatkan kerja sama
Indonesia dan Malaysia, terkhusus lagi kerja sama pendidikan tinggi.
“Sebenarnya komunikasi internasional itu sangat berperan dalam segala
aspek, apalagi dalam hal hubungan kerjasama luar negeri. Kemampuan
berkomunikasi yang efektif dan persuasif itu turut mempengaruhi capaian
kinerja kita loh dik Hilyah. Dan komunikasi internasional itu bukan semata-
mata penguasaan bahasa asing, tapi juga kemampuan dalam menilai
Universitas Sumatera Utara
kepribadian, dapat membaca situasi dan kondisi, hingga mampu meyakinkan
orang lain sampai mencapai win-win solution.”
Di ujung wawancara peneliti dengan informan I, beliau menekankan
besarnya peranan Atdikbud dalam menentukan hubungan kerjasama
Indonesia-Malaysia. Karena Atdikbud berperan sebagai perantara (bridge)
dari segala macam pertukaran program kerja yang saling menguntungkan.
Beliau juga menambahkan pentingnya keaktifan dalam berperan dalam
memaksimalkan kinerja sebagai Atase Pendidikan.
“Pastinya berperan besar. Atdikbud ini semacam wadah pertukaran
program kerja, as a bridge bagi Indonesia dan Malaysia tentunya. Segala
urusan yang berkaitan dengan pendidikan jika tidak diserahkan kepada
orang yang memahami sistem serta kondisi pendidikan kedua negara bisa
bahaya. Visi dan misi Atdikbud untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam
sektor pendidikan bisa-bisa tidak tercapai. Yang menduduki jabatan atase
pendidikan juga harus berperan aktif dalam memaksimalkan kerja. Seperti
ide membuka Community Learning Center di wilayah Malaysia bagi anak-
anak Indonesia yang tidak bisa mengakses pendidikan formal baik itu sekolah
milik Malaysia maupun Indonesia. CLC itu tidak ada di SK Menteri saat
awal saya menjabat. Ide itu pure dari pemikiran dan hati nurani saya yang
kasihan sama anak-anak Indonesia yang tinggal di perbatasan wilayah
Indonesia-Malaysia. Orang tuanya pekerja di perkebunan sawit Malaysia, ya
seberapalah perekonomian mereka. Untuk makan saja sudah sulit. Anak-
anak itu statusnya seperti stateless. Mau apapun yang terjadi, mereka tetap
punya hak dan memang harus sekolah. Mereka itu kan calon penerus bangsa
kita. Makanya disini atase dan seluruh jajarannya harus pandai-pandai
dalam memanfaatkan fungsi dari jabatan Atdikbud ini, karena memang
peranannya sangat besar.”
Dari yang dipaparkan diatas, terlihat bahwa posisi jabatan Atase
Pendidikan memang sangat berperan dalam menentukan hubungan kerjasama
Indonesia-Malaysia dalam sektor pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh
informan I, siapapun yang menduduki jabatan apapun harus pandai dalam
Universitas Sumatera Utara
memnfaatkan fungsi dari jabatan itu sendiri demi khalayak banyak, karena
peranannya sangatlah besar.
Informan II
Nama : Erwinsyah, SH. LLM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Posisi/Jabatan : Education & Culture Division
Kontak : [email protected] / +603-2116-4130
Tanggal Wawancara : 26 Oktober 2017
Waktu Wawancara : Pukul 09.30
Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
Bapak Erwinsyah adalah salah satu dari lima staf Atase Pendidikan dan
Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk wilayah akreditasi
Malaysia. Sebelum bergabung ke dalam tim Atdikbud, informan II ini telah
bekerja di beberapa bidang lainnya seperti atase yang pada dasarnya
berhubungan dengan bidang keahliannya yakni ilmu hukum. Beliau baru
menjalankan tugas di bagian Atase Pendidikan sekitar ± 9bulan, yang
sebelunnya telah bertugas di beberapa divisi lainnya seperti Atase Kejaksaan,
Atase Hukum, Atase Imigrasi, dll.
Proses wawancara dengan informan II terbilang cukup santai melihat
pembawaan karakter informan yang diwawancarai. Meskipun begitu,
suasana tetap terasa sedikit kaku dipengaruhi oleh suasana ruangan yang
dipakai, yaitu ruang kerja Atase Pendidikan dan merupakan pertemuan
pertama peneliti dengan informan II. Sebelum mengadakan wawancara
langsung ke KBRI Kuala Lumpur, selama proses permohonan izin penelitian
dan pemerolehan data, peneliti sudah berinteraksi dari awal dengan informan
II melalui email resmi Atdikbud yang direspon langsung oleh Bapak
Erwinsyah. Ternyata Bapak Erwinsyah memang mendapatkan disposisi dari
Atase Pendidikan untuk memberikan jawaban atas email dan pertanyaan-
pertanyaan peneliti dari awal. Bahkan, di hari pertama peneliti datang ke
kantor Atdikbud, staf-staf lainnya juga menyatakan bahwa Bapak Erwinsyah
yang lebih tepat untuk dijadikan informan selain pejabat Atase Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
(Prof. Ari Purbayanto), karena beliau biasa menangani bidang kerjasama
pendidikan tinggi atas nama Atdikbud KBRI Kuala Lumpur.
Wawancara dimulai dengan perkenalan antara peneliti dan informan II,
dimana informan II tampak lebih proaktif dalam mengenalkan profilnya
kepada peneliti. Hal ini tentunya memudahkan peneliti untuk menggali lebih
dalam karakter dan gaya berkomunikasi informan II. Ternyata informan II
merupakan seorang perantau yang berasal dari Medan. Hal ini sangat terlihat
dari aksen Medan yang khas (bukan logat Batak, melainkan logat/dialek
yang sangat familiar digunakan oleh orang-orang Medan). Ia sendiri
menyelesaikan strata satu (S1) ilmu hukum internasional di Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Dari yang dijelaskannya, bahwa ia sendiri
pada masa itu mempertimbangkan perbandingan pendidikan di Indonesia dan
Malaysia.
Di awal wawancara, informan II menjelaskan pandangannya mengenai
sistem pendidikan di Indonesia dan Malaysia. Fakta-fakta yang diperoleh
memang ia sendiri sangat mempertimbangkan mana yang lebih banyak
kelebihannya dam patut untuk diakui. Sehingga, ia sendiri pun juga
menyelesaikan S2 nya di Universiti Kebangsaan Malaysia.
“Sistem disini lebih bagus dibandingkan di Indonesia. Tapi ya ga perfect-
perfect kali lah. Kenapa abang bilang lebih bagus, karena mereka punya
blueprint. Perguruan tinggi di Malaysia itu udah masuk World University
Rankings. Supaya adek paham, world ranking ini ada indikatornya, ya salah
satunya publikasi jurnal internasional. Ya…kalau dibandingkan dengan di
Indonesia masih jauh-lah pencapaiannya. Karena yang namanya publikasi
internasional ya harus pakai bahasa Inggris. Di Malaysia kan memang
bahasa aslinya menadaptasi bahasa Inggris, jadi kalau soal kemampuan
bahasa Inggrinya udah gajadi masalah. Seperti yang saya katakan tadi,
karena adanya blueprint, sistem pendidikan di Malaysia jadi lebih simple
sehingga seluruh rakyatnya bisa akses pendidikan sampai jenjang
universitas. Jadi, blueprint ini merupakan rancangan pendidikan Malaysia
yang dikembangkan melalui proses kolaboratif dan konsultatif, di dorong
oleh pemikir-pemikir Malaysia hebat, lebih dari 100 kelompok yang terlibat
Universitas Sumatera Utara
kalau ga salah. Tugasnya ya memberi masukan dan ribuan dan ikut terlibat
langsung. Termasuk lah ini dek, ahli-ahli pendidikan Malaysia dan global,
administrator-administrator universitas, dewan universitas, komunitas
akademis, serikat pekerja dan asosiasinya, staf kementerian, ada juga
terlibat badan industri dan pengusaha, instansi-instansi yang terkait, orang
tua, peserta didik/pelajar, pokoknya seluruh anggota masyarakat dek. Nah,
barulah proses pengembangan dimulai dengan peninjauan Rencana
Strategis Pendidikan Tinggi Nasional atau bahasa kerennya MEB (Malaysia
Education Blueprint). Nah kita ? Ada ga seperti itu ? Jadi ya inilah
keunggulan Malaysia dalam mengelola pendidikan mereka. Terus, disini
enaknya pemerintahnya juga banyak menyediakan baeasiswa selain dari
subsidi pendidikan yang tersedia untuk semua jenjang pendidikan ya. Jadi,
pelajar Malaysia itu bisa melanjutkan pendidikannya mau di dalam negeri,
luar negeri, dimana saja bisa. Disini tersedia pinjaman dana pendidikan
langsung dari pemerintah Malaysia. Cara untuk menggantinya nanti ada
dua cara. Pertama, bisa dengan membayar pinjaman dengan uang langsung
senilai yang sama. Kedua, kalau tidak mampu menggantinya langsung bisa
mendedikasikan diri dulu, kerja dulu di Malaysia, nanti pendapatannya
dipotong langsung secara berangsur. Kalau di negara kita ada ga ya yang
seperti ini dek Hilyah ? Ga ada kan. Ya iya ga ada, sistemnya saja selalu
berganti. Ganti formasi pemerintahan, gantilah semua sistemnya. Tapi saya
ga ada maksud untuk menilai rendah sistem pendidikan kita di Indonesia ya.
Setiap sistem ada kelebihan dan kelemahannya. Kalau kita lihat di Malaysia
sudah sangat baik sistemnya, belum tentu output-nya sangat bagus. Justru ya
sekarang, semenjak kondisi ekonomi dunia sangat fluktuatif. Malaysia tidak
lagi mampu untuk menerapkan sistem pendidikan mereka yang serba
dipermudah terkhusus lagi dalam hal biaya. Akhirnya berdampak cukup
signifikan, yang dulunya jumlah pelajar Indonesia di Malaysia mencapai
12.000 mahasiswa, sekarang hanya sekitar 8000 mahasiswa. Biaya
pendidikan kan semakin meningkat, apalagi untuk pelajar internasional ya
lebih mahal lagi dari biaya pelajar Malaysia. Salah satu keunggulan sistem
di Malaysia ini, mereka benar-benar peduli pendidikan. Jadi, mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki prestasi akademik yang ranking 1 sampai 3 atau cumlaude
diberikan beasiswa. Ini sebagai reward bagi pelajar Malaysia yang diyakini
dapat meningkatkan motivasi belajar rakyat Malaysia. Ya kalau pelajar
Malaysia berhasil ya tentunya jadi output yang sangat baik juga untuk masa
depan bangsa Malaysia.”
Informan II menjelaskan bahwa sistem pendidikan di Malaysia yang
memiliki blueprint sebagai pedoman menjalankan sistem pendidikan yang
baik dalam jangka waktu panjang. Hal ini yang menurutnya tidak ada di
Indonesia. Di Indonesia sendiri, sistem pendidikannya selalu berganti seiring
pergantian pemerintahan. Namun, diakuinya pula bahwa setiap sistem
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Di saat kondisi
ekonomi dunia yang sangat fluktuatif ini, Malaysia tidak lagi mampu
menerapkan sistem pendidikan mereka yang sifatnya dukungan penuh bagi
rakyatnya yang ingin sekolah sampai ke jenjang paling tinggi. Hal ini juga
berpengaruh dengan persentase mahasiswa Indonesia yang studi di Malaysia,
dulunya bisa mencapai 12.000 mahasiswa namun sekarang hanya sekitar
8000 mahasiswa. Biaya pendidikan yang melonjak drastis, apalagi bagi
pelajar asing yang menimba ilmu disana.
Selanjutnya, informan II menjelaskan unsur-unsur yang menjadi
pendorong hubungan kerjasama pendidikan tinggi bagi Indonesia dan
Malaysia. Menurutnya, hal ini dikarenakan bahasa Indonesia dan Melayu
Malaysia tidak terlalu jauh berbeda. Sehingga wajar sekali tinggi mobilisasi
pelajar Indonesia-Malaysia. Terkhusus lagi untuk mahasiswa Indonesia yang
sekolah di Malaysia, tentunya lebih menguntungkan dibandingkan sekolah di
Indonesia.
“Jadi gini dek, rata-rata perguruan tingginya mewajibkan berbahasa
Melayu. Jadi ya ga usah heran kalau melihat jumlah pelajar Indonesia disini
cukup banyak. Karena bahasa tidak menjadi masalah bagi orang kita. Kan
mirip bahasa Melayu disini dengan bahasa Indonesia. Sama ada satu hal
yang menarik bagi pelajar Indonesia yang mau lanjut studi di Malaysia,
disini S1-nya 3 tahun dan tidak ada skripsi tapi project study/internship.
Jadi, hal-hal inilah dek saya rasa yang jadi pertimbangan plus bagi
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa Indonesia untuk sekolah di Malaysia. Karena kalau dipikir-pikir
sebenarnya lebih banyak untungnya sekolah disini ketimbang di Indonesia.
Biaya kuliah mungkin lebih mahal disini, tapi ya tidak lagi itu namanya
kutipan-kutipan biaya selama kuliah. Fasilitas disini jelas lebih bagus kan ya
dek. Dosen-dosen disini juga gabisa main-main dek, kalau di Indonesia
dosen-dosennya mungkin sering memadatkan kuliah karena terlalu sering
mengikuti acara diluar. Apalagi yang profesornya, manabisa izin terlalu
sering. Karena tunjangannya dosen disini tinggi-tinggi dek, jadi ketat
peraturannya. Nah, kalau untuk pihak Malaysia ada juga faktor
pendorongnya. Orang Malaysia ini sekarang lagi gencar-gencarnya mau
berguru sama Indonesia. Kenapa saya bilang gitu ? Ya karena kita sudah
berapa kali menerima kunjungan dari perguruan-perguruan tinggi Malaysia
ke Atdikbud, ya kalau ga jumpa Prof. Ari ya sama saya sebagai perwakilan
Atase Pendidikan. Mereka mau tahu gimana sistem pendidikan di Indonesia
yang kabarnya lebih mandiri alias tidak bergantung pada subsidi
pemerintah. Terus tuh Malaysia mau meningkatkan mobilitas pelajar
Indonesia supaya banyak yang sekolah di Malaysia. Apalagi letak wilayah
kita strategis sekali ya kan. Indonesia – Malaysia, dekat. Nah itulah kira-
kira salah satu peran penting Atdikbud dek. Kita upayakan memberikan
pelayanan semaksimal mungkin baik WNI maupun pihak Malaysia, karena
ya masih saling berkaitan kan. Namanya juga kerjasama pendidikan.”
Selain itu, memang letak wilayah yang berdekatan juga salah satu unsur
pendorong tingginya hubungan kerjasama pendidikan tinggi antar kedua
negara, Indonesia-Malaysia. Malaysia sendiri pun juga secara tidak langsung
tergantung pada keberadaan pelajar Indonesia disana, karena faktanya adalah
pelajar Indonesia merupakan pelajar asing terbanyak ke-2 di Malaysia. Hal
ini tentunya sangat menguntungkan Malaysia karena berpengaruh terhadap
devisa negara juga.
Informan II juga menjelaskan bahwa adanya strategic planning untuk
mempermudah kerja dalam meningkatkan hubungan kerjasama PT
Indonesia-Malaysia. Ia menyatakan bahwa yang diterapkannya adalah yang
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan arahan dari Prof. Ari selaku Atdikbud dan arahan tersebut juga
berdasarkan Renstra Kemendikbud 2014-2018.
“Kalau strategic planning yang saya terapkan sesuai dengan arahan Prof.
Ari saja dek. Karena sebenarnya Atdikbud ini kan juga sudah ada pedoman
Renstra dari Kemendikbud tahun 2015-2019. Jadi supaya wawasan adek
bertambah, renstra ini disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang mengakomodasikan semua tugas dan fungsi yang menjadi tanggung
jawab Kementerian. Juga, memelihara kesinambungan dan keberlanjutan
program, memenuhi aspirasi pemangku kepentingan atau bahasa kerennya
stakeholder dan masyarakat, serta mengantisipasi masa depan. Ini semua
berkaitan dengan rencana sasaran nasional atau program kerja presiden. ”
Informan II mengatakan bahwa negosiasi adalah salah satu cara yang
paling sering dilakukan dalam menjalin kerjasama. Hal ini demi
mendapatkan hasil yang maksimal. Menurutnya, negosiasi ini sangat penting
karena menentukan isi konten perjanjian ataupun kesepakatan yang
disepakati nantinya. Negosiasi seharusnya bertujuan untuk mendapatkan win-
win solution.
“Saya ini kan bisa dikatakan yang paling aktif mewakili Atase Pendidikan,
apalagi untuk urusan nego-nego dan lobbying. Jadi ya pastilah saya sering
menggunakan negosiasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ya capek
sih dek, karena negosiasi itu kan kita harus pinter-pinter milih kata dan
harus bisa meyakinkan pihak yang bersangkutan. Apalagi kalau sudah soal
isi kesepakatan. Nanti si A maunya ini, si B maunya itu. Ya kita dari
Atdikbud harus fair jadi mediatornya. Harus bisa memenangkan keduanya
secara adil, dan jangan sampai isi MoU dan MoA itu tidak sesuai dengan
hukum yang berlaku di kedua negara. Itu bisa susah nantinya. Dan yang
paling penting juga programnya jalan. Jangan cuma tanda tangan
MoU/MoA, foto-foto, setelah itu hilang dari peredaran saat mau eksekusi
program. Nanti Atdikbud juga yang dikejar-kejar. Jadi, negosiasi itu
menurut saya ya cara yang paling sering atau bisa dikatakan selalu
Universitas Sumatera Utara
digunakan. Kalau bahasa Medannya kan dek, cara „dame-dame‟ untuk dapat
win-win solution.”
Selanjutnya, informan II menjelaskan bagaiamanan peranannya dalam
sebuah pertemuan antara pihak Indonesia dan pihak Malaysia dalam
menjalin kerjasama. Tugasnya lebih sering dikirim sebagai perwakilan dari
Atdikbud disaat atase pendidikan berhalangan. Menurutnya, tidak semuanya
harus dilaporkan kepada atase pendidikan. Walaupun decision maker adalah
tetap atase pendidikan, maka dari itu ia tetap koordinasikan yang penting-
penting saja. Informan II juga menekankan bahwa beban kerja di KBRI
Kuala Lumpur sangat tinggi dengan realita keterbatasan waktu dan sumber
daya manusia.
“Peran saya ya pada prinsipnya dek sebagai perwakilan dan mediator
aja. Tidak bisa memutuskan sendiri. Karena yang decision maker ya Prof.
Ari sebagai Atase Pendidikan. Tapi ya kalau kira-kira hal yang kecil dan
tidak perlu dikonfirmasi ke Prof. Ari ya saya putuskan sendiri. Apalagi yang
memang menyangkut bidang saya dek, bidang hukum. Prof. Ari kan juga
sudah percayakan ke saya juga. Tapi yang pastinya dek, di setiap pertemuan
saya selalu mencatat informasi-informasi yang penting. Karena ya kita akui
aja dek, mana bisa kita handalkan kapasitas memori di kepala saja, ga
jaminan. Gitupun kadang-kadang masih ada juga yang terlupakan. Ini juga
ada kaitannya dengan faktor keterbatasan waktu dan SDM. Supaya adek
memahami gimana sebenarnya kerja di KBRI Kuala Lumpur ini,
mobilitasnya sangat tinggi dibandingkan perwakilan-perwakilan Indonesia
lainnya yang di negara lain. Apalagi kalau udah urusan pendidikan. Semua-
semuanya harus cepat selesai, tapi banyak sekali yang harus dilaksanakan.
Disini bukan sedikit pelajar Indonesia yang menempuh studinya di Malaysia,
begitu juga Malaysia yang banyak juga mahasiswanya kuliah di Indonesia.
Pokoknya banyak sekali kerjaan yang harus diselesaikan di tengah
keterbatasan waktu dan SDM, yang berhubungan dengan pendidikan dan
kebudayaan, semua melalui Atdikbud KBRI Kuala Lumpur.”
Universitas Sumatera Utara
Gaya komunikasi yang dipakai oleh informan II juga tergantung pada
situasi dan kondisi yang ada. Biasanya informan II melihat dari bahasa yang
digunakan dan isi pesan yang disampaikan terlebih dahulu. Lalu, ia akan
menentukan gaya komunikasi seperti apa yang sesuai dengan kondisi saat
itu.
“Nah, kalau itu tergantung sikon (situasi dan kondisi) dek. Biasanya ya
saya lihat dulu dari bahasa yang digunakan dan pesan yang disampaikan.
Kadang-kadang masih banyak orang yang berpikir bahwa orang yang kerja
di kedutaan harus lebih disegani, jadi ngomong pun harus hati-hati. Padahal
nanti pesan dan informasinya belum tentu bisa ditangkap kalau bicaranya
muter-muter atau terlalu formal. Nah, kata orang sih yang kerja di kedutaan
kan disegani jadi bisa lebih dominan dalam berinteraksi dan urusan kerja
lainnya. Ga juga ah, buktinya nih ya menurut pengalaman saya. Sering sekali
saya harus mendapatkan pengalaman yang kurang enak, jadi saya harus
menghubungi si A ke kantornya, ternyata si A sedang cuti atau libur. Nah,
padahal kan urusan itu yang megang bukan si A aja dan biasanya kerjaan itu
sifatnya mendesak semua dan harus cepat diselesaikan. Nah, sudah si A
gamau diganggu sama sekali, terus kita harus nunggu masa cutinya. Padahal
sama yang lain bisa juga, kan ada sih pekerjaan yang bisa digantikan. Tapi
kejadian-kejadian seperti itu hanya beberapa kali, ga jarang dan ga sering
juga. Nah, disinilah dek aspek sosiologisnya, dimana-mana yang namanya
pendatang ya harus mengalah dan lebih sabar dalam menyelesaikan
urusannya sama tuan rumah. Apalagi kita kan berinteraksi ga hanya sama
orang Indonesia ya, kadang sering terjadi tuh salah paham karena beda
makna dalam istilah-istilah yang sama. Kita boleh pake bahasa Melayu ya
tapi yakin dulu satu persepsi ga sama lawan bicara kita. Kelebihannya ya
kita jadi lebih besar kemungkinan untuk memenangkan negosiasi, kenapa
gitu? Ya logikanya aja dek, kita kan dua atau tiga kubu yang punya
kepentingan masing-masing. Ketika kita pakai bahasa yang sama dengan
kubu lain, otomatis ada rasa persaudaraan kan, paling tidak rasa nyaman
lah, tidak terlalu kaku suasananya. Diselipkan candaan juga ga masalah
jadinya, jadi ya lebih menyenangkan kan negosiasi kayak gitu. Kita pun jadi
Universitas Sumatera Utara
bisa lebih terbuka satu sama lain, kita bisa lebih mudah mengidentifikasi
mana-mana aja yang bisa dikolaborasikan bersama.”
Dalam membangun kerjasama, terdapat stakeholders yang terkait baik dari
pihak Malaysia dan Indonesia. Informan II menyebutkan beberapa contoh
dari stakeholders itu sendiri dan program kerjasama apa saja yang biasa
dikolaborasikan antara Indonesia dan Malaysia.
“Beragam lah dek, tapi yang pastinya guru/dosen, researcher, PTN/PTS,
instansi pemerintahan maupun non-pemerintahan, dan institusi-institusi
lainnya yang memiliki urusan dan hubungan dengan bidang pendidikan dan
budaya. Dan pastinya ya mahasiswa dek, pelajar Indonesia dan Malaysia.
Karena ya mereka-mereka ini sebenarnya yang menjalankan program
kerjasama pada umumnya. Jadi program-program kerjasama yang biasa
disepakati itu ada double degree, scholarship exchanges, publish journal
juga sih dek salah satu yang lagi gencar dijadikan salah satu poin kerjasama
universitas. Karena di Malaysia ini kan udah masuk ranking dunia beberapa
universitasnya, jadi disinilah Indonesia berkesempatan untuk berguru
bagaimana penulisan jurnal yang baik dan benar dan tembus Scopus. Tapi ya
itulah dek, orientasi orang kita masih formalitas untuk akreditasi BAN-PT
aja, kalau Malaysia cukup komitmen mereka dek. Mereka-mereka ini juga
sering kok nitip brosur di kantor kita. Prof. Ari selaku Atase Pendidikan juga
sering diundang sebagai pembicara dalam kegiatan-kegiatan semacam
education expo, bagi kita juga bagus sih sekalian promosi Indonesia dari
sektor pendidikan dan budaya.”
Selanjutnya, informan II menjelaskan bahwa biasanya pihak Indonesia
ataupun Malaysia yang menghubungi Atdikbud dengan mengirimkan surat
resmi ke kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia, bahkan bisa juga
melalui email atau surat elektronik.
“Biasanya sih pihak Indonesia dulu atau Malaysia yang menghubungi
Atdikbud dengan mengirimkans surat resmi ke KBRI Kuala Lumpur atau bisa
juga dengan surat elektronik atau email. Tapi tidak jarang juga kita
menemukan pihak universitas-universitas ini pakai jalur direct way dengan
Universitas Sumatera Utara
menghubungi dan mengunjungi langsung pihak universitasnya tanpa
melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Sebenarnya yang begini ya sah-
sah aja, tapi kan alangkah baiknya jika Atdikbud turut disertakan agar mudah
juga kita dek untuk database dan yang paling penting juga adalah disaat
sesuatu terjadi diantara kedua belah pihak, Atdikbud bisa berperan menengahi
dan membantu pihak yang kadangkala dirugikan. Kenyataannya banyak kok
dek program yang terselenggara dan tidak melibatkan Atdikbud sama sekali.
Tapi, pada suatu masa muncul masalah, barulah meminta Atdikbud untuk
membantu menyelesaikannya, tentunya jadi agak sulit ya kan dek kalau ga
dari awal. Tapi begitupun tetap harus kita layani semaksimal mungkin dek.”
Sesuai dengan yang disebutkan diatas, bahwa banyak juga pihak dari
Malaysia ataupun Indonesia yang mengadakan kerjasama tanpa melibatkan
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Hal ini cukup disayangkan karena pada
dasarnya melibatkan Atdikbud adalah untuk mencegah timbulnya
permasalahan. Padahal tahapan-tahapan yang dilakukan demi membangun
kerjasama pendidikan tinggi tidaklah rumit. Asalkan memang mau saling
berkoordinasi, dipastikan akan dapat lebih maksimal jika melibatkan
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur.
“Umumnya ya dek pihak perguruan tingi yang memiliki hajat untuk
penandatanganan nota kesepahaman atau biasa kita kenal dengan
MoU/MoA. Jika Atdikbud dilibatkan langsung ya biasanya dijadikan saksi
untuk MoU/MoA tersebut. Peranan Atdikbud tidak hanya untuk tandatangan
aja ya. Kita juga berfungsi untuk memberikan masukan dan saran terhadap
isi atau konten MoU nya. Dari segi legalitas hukumnya untuk kedua negara
yang bersangkutan, nah disinilah kerjaan saya dek kebanyakan. Lebih sering
saya menangani langsung yang beginian dibandingkan Prof.Ari, yang update
dan follow-up dari tahapan ke tahapan selama proses kerjasama. Pokoknya
ya saya lah yang menangani proses-proses administrasi ataupun yang
berkaitan dengan kelengkapan dokumen. Bahkan ya dek, saya gini-gini
sering mewakili Prof.Ari selaku Atase Pendidikan dalam menerima
kunjungan tamu baik dari Indonesia maupun Malaysia. Ya adek lihat ajalah
Universitas Sumatera Utara
nanti data kunjungan lengkapnya, biar adek paham betul seberapa banyak
manusia yang harus kami layani di KBRI ini, khusus Atdikbud aja ya dek.”
Selanjutnya, informan II menjelaskan bahwa media komunikasi yang
digunakan juga beragam. Sehingga setiap pihak pada dasarnya memiliki
pilihan untuk menggunakan media komunikasi mana demi memudahkan
pekerjaan. Tidak harus selalu face-to-face meeting, yang dulunya ini
merupakan salah satu kendala yang berpengaruh.
“Surat resmi ya bisa dianter langsung ke kantor KBRI atau via pos yang
kalau terlampau jauh. Tapi sekarang kan udah canggih, via email juga kita
proses langsung kok. Kalau face to face itu kan sifatnya dalam pertemuan, ya
pasti intens lah. Tapi ya mungkin lebih intens koordinasi dari email atau
telepon kalau sudah masuk ke tahap hampir final. Kayak misalnya untuk
koordinasi isi konten MoU, ya ga mesti orangnya datang kemari, kan lebih
efisien dikirim aja draft-nya melalui email. Ya sama juga kayak kamu ini,
untuk nulis skripsi kan ga mesti buat appointment nya jauh-jauh dari medan
datang langsung ke kesini, kan kita koordinasi dulu via email. Ya kira-kira
begitulah dek, pertemuan itu sifatnya kalau yang penting-penting banget.
Kalau memang harus berdialog langsung dengan Prof. Ari dan saya. Begitu
dek.”
Informan II mengaku bahwa tidak ada perbedaan strategi khusus dalam
bernegosiasi. Tidak selamanya strategi khusus bisa diterapkan. Ia merasa
dengan mengalir secara alami lebih mudah diterapkan daripada terpaku dengan
cara-cara khusus ala diplomat, baik dalam bernegosiasi dengan pihak
pemerintahan maupun non-pemerintahan.
“Oh kalau itu sih ga ada dek, semuanya mengalir secara alami aja. Karena
kan namanya juga instansi atau institusi punya struktur masing-masing juga
dek. Jadi ya ga jauh-jauh beda lah. Paling nanti kalaupun sama pihak
pemerintah mungkin lebih terkesan formal, kalau sama yang non-
pemerintahan mungkin kebanyakan orang lapangan jadi masih bisa kita
selipkan candaan atau gurauan dikit-dikit supaya ga tegang kali gitu loh dek.
Kan kita juga bisa lebih enak ngobrolnya pakai bahasa yang ga formal atau
Universitas Sumatera Utara
kaku-kaku amat. Yang penting sama-sama paham, dapat tujuan dan poin-
poinnya, udah bisalah itu. Negosiasi itu kuncinya di komunikasi. Prinsipnya
sama-sama paham dan memberi tanggapan dan mengambil tindakan akhirnya.
Tindakan ini lah wujud hasil dari kesepakatan. “
Dalam menentukan kerjasama, sangatlah normal jika ada yang bersikap
dominan maupun inferior. Namun, bagi informan II hal ini tidak terlalu
berpengaruh di bidang kerjasama pendidikan.
“So far, kalau dalam bidang kerjasama bidang pendidikan tidak ada yang
dominasi sih. Ya, namanya bidang akademis, apa coba yang mau di dominasi.
Paling ya segi kontribusi. Malaysia lebih dominan dalam finansial. Indonesia
yang kadang ga komitmen terhadap kesepakatan ya kadang-kadang marah
jugalah Malaysia. Tapi pinternya Malaysia ini selalu menghubungi kita dulu,
cerita ke Prof.Ari dulu baru nanti kita bersama-sama menentukan sikap dan
tindakan yang mau dilakukan.”
Adapun kendala yang terjadi dalam menjalankan tugasnya sebagai
bagian penting dari Atdikbud adalah beban kerja yang terlalu banyak di
tengah keterbatasan waktu dan sumber daya manusia. Hal ini diakui langsung
oleh informan II, karena menurutnya urusan kerjasama membutuhkan waktu
yang tidak sebentar.
“SDM sih dek, kerjaan banyak banget.Tapi kita terbatas sumber daya
manusia. Kayak saya ini ya sebenarnya staf Atdikbud, ya sama dengan staf
lainnya. Cuma ya saya tambah extra kerja fokus urusan pendidikan tinggi.
Itupun karena latarbelakang saya ilmu hukum. Kita juga udah berkali-kali
minta penambahan SDM, dengan harapan kinerja kita bisa lebih maksimal.
Urusan kerjasama ini kan ga sebentar, butuh waktu dan tetap harus di
follow-up. Kalau yang ngerjain semuanya saya sama Prof. Ari untuk semua
urusuan pendidikan tinggi ya ga sanggup juga dek lama-lama. Tapi ya itulah
mudah-mudahan tahun ini Kemenlu mengabulkan permintaan kami untuk
penambahan SDM.”
Universitas Sumatera Utara
Bahasa juga merupakan salah satu komponen penting dalam
berkomunikasi di ruang lingkup internasional. Di dalam pertemuan-
pertemuan perguruan tinggi Indonesia-Malaysia biasanya dua bahasa yang
digunakan, yakni Melayu dan Inggris. Namun, informan II menekankan
bahwa khusus MoU dan surat-surat resmi lainnya harus menggunakan bahasa
Inggris.
“Bahasa Melayu dan Inggris dek, kalau bahasa Melayu ya supaya lebih
akrab aja suasananya. Ada rasa persaudaraannya, persamaannya, jadi ya
kalau mau negosiasi atau bincang-bincang pun lebih enak aja gitu dek. Tapi
bahasa Inggris juga tetap dipakai, terkhusus lagi untuk sifatnya surat-surat
resmi seperti MoU.”
Selama bekerja di KBRI Kuala Lumpur, informan II mengaku tidak ada
gaya komunikasi khusus diplomatik yang sengaja diarahkan. Karena
menurutnya, ini bidang pendidikan yang seyogyanya orang yang terlibat
dalam bidang ini sudah pasti memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
“Ohh, ga ada sih dek. Selama saya bekerja di KBRI sini tidak ada sih
gaya komunikasi khusus diplomatik yang sengaja diarahkan. Karena menurut
saya dek, ini kan bidangnya sektor pendidikan yang seyogyanya orang yang
terlibat dalam bidang ini udah pasti memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik, kan akademisi udah biasa itu gaya komunikasinya bersifat akademis dan
ilmiah.”
Selanjutnya, informan II menyatakan bahwa ia lebih memilih first track
diplomacy, karena adanya unsur kejelasan dalam mekanisme kerja dan tahapan
kerja yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan stakeholder di dalam multi
track diplomacy ialah orang pemerintahan pada umumnya. Dari konteks
pembahasan kerjasama juga lebih jelas, unsur hukum dan implementasi
kesepakatan lebih mudah untuk dilaksanakan.
“Kalau menurut saya sih first track diplomacy, bukan saya merasa
kalangan pejabat elite ya. Tapi lebih disebabkan unsur kejelasan dari
mekanisme kerja dan tahapan kerja yang harus dilakukan, ya stakeholder nya
Universitas Sumatera Utara
disini kan orang pemerintahan pastinya. Dari konteks pembahasan juga lebih
jelas, unsur hukumnya dan implementasi kegiatannya lebih mudah di eksekusi.
Kalau dibandingin sama second track diplomacy ya disini kan berarti
stakeholder nya orang-orang lapangan, masyarakat umum, peserta didik. Nah,
mereka-mereka ini terkadang kurang ngerti betul program kerjasama yang
dimaksud, mungkin ini bisa dikaitkan dengan faktor bahasa yang digunakan.
Mereka kan mungkin ga terbiasa dengan hal-hal birokrasi dan bidang
hukum.”
Selanjutnya, informan II menjelaskan bahwa peranan komunikasi
internasional sangatlah penting dalam menentukan hubungan kerjasama
pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Hal ini juga ditambahkan dengan
pengetahuan yang luas tentang pendidikan, kemampuan berbahasa asing, serta
kemampuan melihat situasi dan kondisi baik secara psikologis maupun
sosiologis.
“Menurut saya pribadi ya sangat penting dek. Peranan komunikasi
internasional itu sangat penting dalam menentukan hubungan kerjasama
pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Dan ada juga beberapa unsur lainnya
perlu dikuasai. Termasuklah itu dek pengetahuan yang luas tentang dunia
pendidikan apalagi tentang pendidikan tingi dan pastinya ya komunikasi yang
baik. Nah, masuklah itu tentang penguasaan bahasa asing serta kemampuan
melihat situasi dan kondisi baik secara psikologis dan sosiologis.”
Di akhir wawancara, informan II juga menambahkan mengenai peranan
Atdikbud yang cukup signifikan menentukan hubungan kerjasama Indonesia-
Malaysia. Ia setuju dalam menempatkan atase sesuai dengan bidang
keahliannya. Karena tidak semua diplomat yang berlatarbelakang hubungan
internasional dapat menguasai bidang-bidang tertentu yang sifatnya khusus.
“Ya sangat penting juga, karena Atdikbud ini kan berperan sebagai
penentu input dan output bagi kedua negara, Indonesia dan Malaysia.
Penempatan atase yang diambil dari bidang akademik memang ide yang
sangat tepat. Karena ya jujur-jujur aja belum tentu seorang diplomat yang
berlatarbelakang hubungan internasional mampu menjalankan posisi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
HI itu kan masih sangat luas loh dek, sedangkan posisi atase pendidikan itu
sudah benar-benar harus menguasai bidang pendidikan.”
Berdasarkan data yang peneliti peroleh langsung dari salah satu staf di
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur bahwa masih pada tahun 2017 saja Atdikbud
telah menerima tamu sekitar 3.776 peserta dari berbagai instansi yang masih
diakumulasi dari bulan Januari s/d September 2017. Terlihat ada peningkatan
dari tahun-tahun sebelumnya yang secara berurutan, 3.653 peserta (2016),
3.157 peserta (2015), dan 3.298 peserta (2014). Dari tahun ke tahun memang
Atdikbud tergolong sebagai salah satu divisi yang paling sibuk di KBRI Kuala
Lumpur.
Informan III
Nama : Doni Ropawandi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Posisi/Jabatan : Mahasiswa/Ketua Umum PPI Malaysia
Kontak : [email protected] / +6285222353155
Tanggal Wawancara : 02 Juli 2018
Waktu Wawancara : Pukul 19.00 WIB
Lokasi Wawancara : Skype Video Call
Dalam memenuhi data yang diperlukan, peneliti mewawancarai Doni
Ropawandi sebagai informan III. Dalam hal ini, informan III selaku
mahasiswa yang studi di Malaysia dan juga sebagai Ketua Umum Persatuan
Pelajar Indonesia di Malaysia memberikan penjelasan peranan Atdikbud
dalam urusan kemahasiswaan yang merupakan bagian dari bidang pendidikan
tinggi, serta kegiatan Atdikbud yang sering melibatkan PPI Malaysia.
Informan III merupakan seorang mahasiswa S3 yang juga telah
menyelesaikan S2 nya di kampus yang sama yakni, Universiti Kebangsaan
Malaysia. Informan III mendapatkan gelar S1 nya dari Universitas Islam
Negeri Jambi dengan nilai yang sangat bagus sehingga ia dapat melanjutkan
studinya di luar negeri dengan beasiswa.
Universitas Sumatera Utara
Pada awalnya, peneliti menghubungi kontak resmi PPI Malaysia yang ada
di media sosial Instagram dan Website. Dari website PPI Malaysia, peneliti
akhirnya mengetahui siapa Ketua Umum (Presiden) dari organisasi itu
sendiri. Peneliti mengirimkan permohonan wawanacara dengan Ketua Umum
PPI Malaysia melalui surat elektronik/email. Tidak sabar untuk menunggu
lebih lama, peneliti pun langsung mengirimkan pesan singkat ke nomor
Whatsapp informan III yang tertera di akun pribadi Instagram-nya. Setelah
menunggu satu hari, akhirnya pesan permohonan wawancara peneliti diterima
dan dijawab oleh informan III langsung. Ia bersedia di wawancarai pada hari
Senin, 2 Juli 2018 pada pukul 19.00 WIB dengan menggunakan media Skype.
Di awal wawancara, informan III menjelaskan beberapa alasannya untuk
melanjutkan studinya di Malaysia. Ia merasa banyak hal yang lebih unggul di
Malaysia dibandingkan di Indonesia, apalagi dalam sektor pendidikan tinggi.
Informan III memaparkan kekagumannya dengan rinci mengenai kehebatan
Malaysia dalam mengelola sistem pendidikan disana. Jika dibandingkan di
Indonesia, tentu sudah pasti pelajar Indonesia akan lebih memilih
melanjutkan studinya di Malaysia. Keunggulan tersebut tidak hanya semata-
mata dalam hal fasilitas atau infrastruktur, melainkan juga biaya serta kualitas
yang sudah diakui dunia.
“Kalau itu ya berawal dari fakta ya. Fakta yang sekarang aja masih
banyak orang yang punya persepsi „ngapain kuliah di Malaysia? Di
Indonesia aja udah bagus‟. Tapi kita harus mengakui bahwa Malaysia kadar
pendidikannya lebih bagus mbak. Kita mulai dari fasilitas, fasilitas kampus
mereka ya sangat-sangat bagus ya. Mulai dari perpus, ruang belajar,
kemudian saran dan prasarana, kemudian administrasi yang ga berbelit-belit
birokrasinya kan ga kayak di Indonesia. Kalau kita mau ngajuin judul aja
berminggu-minggu, tau-taunya ditolak kan. Kalau disini ya proceed-nya ya
memang satu hari. Kita masukkan pagi ini, siangnya udah bisa terima hasil.
Selanjutnya ya kita berbicara tentang indeks ranking kampus Malaysia.
Sekarang itu kan mereka lagi gembor-gembornya. Di Indonesia sendiri itu
kalau ga salah ya, UI di sekitaran 392, ITB diatas 700-an, kemudian UGM
diatas 700-an juga. Sedangkan di Malaysia, 5 kampus besarnya itu udah
Universitas Sumatera Utara
masuk top 100, yaitu UM berada di peringkat 84, kemudian diikuti UKM
berada di peringkat 184, kemudian diikuti lagi USM, UPM, dan sebagainya.
Berarti jenjangnya atau gap antara kampus Indonesia dan kampus Malaysia
sangat jauh, itu dari segi indeks yang diakui dunia ya. Tapi akan salah jika
persepsi orang bilang Indonesia lebih bagus dibandingkan Malaysia dari
segi pendidikan, faktanya sudah jauh kan. Kemudian dari segi penulisan,
sebenarnya saya sangat tertarik dengan penulisan di Malaysia. Walaupun S1
disini tidak pakai skripsi, toh kok mereka bisa lebih hebat ketimbang SDM-
SDM kita yang sudah lulus, ternyata mereka lebih mengandalkan soft skills.
Jadi, di kampus Malaysia mereka lebih meminta mahasiswa-mahasiswa S1
untuk membangun fondasi lebih awal tentang keilmuannya, seperti internship
atau magang sebanyak-banyaknya, supaya mereka ga terlilit oleh skripsi.
Namun, kita di Indonesia ini terlalu terlilit dengan skripsi padahal ternyata
penulisannya masih belum bagus. Saya boleh-boleh jujur sebenarnya saya
mau narik tulisan skripsi saya. Karena ternyata masih banyak kesalahan-
kesalahan dalam penulisannya. Disini S1 benar-benar untuk membangun
fondasi kemampuan soft skills, S2 baru benar-benar akademis. Selain itu,
saya ya jujur aja kalau kita kuliah ke luar negeri ngejar prospek untuk
kerjaan. Tamatan-tamatan luar negeri biasanya punya tempat, Insha Allah
punya tempat. Selain itu, saya juga ingin membangun link atau jaringan tidak
hanya mahasiswa Indonesia saja, tetapi juga seluruh mahasiswa-mahasiswa
asing yang bisa saya ajak bergaul. Jadi, dari segi kualitas yang
pendidikannya juga bagus, kemudian sarana dan prasarana, dan yang tidak
kalah pentingnya mereka culture-nya lebih bagus ketimbang kita. Dan yang
satu lagi, hal terpenting itu adalah bahasa. Karena Malaysia kan accent-nya
British, mereka kan dulunya jajahan Inggris. Jadi secara harfiahnya, mereka
menggunakan, jarang mereka yang menggunakan full Malay. Jadi kita dari
sana juga bisa mengasah softskill bahasa Inggris. Kalau dari segi biaya juga
bisa kita kupas aja sih. Ada mahasiswa yang beasiswa dan non-beasiswa.
Biasanya yang non-beasiswa itu yang kalau orang tuanya benar-benar kaya.
Tapi ya kalau yang beasiswa ya memang orang pintar dan pilihan disini.
Dan saya kategori yang mendapatkan beasiswa disini gitu mbak. Kemudian
Universitas Sumatera Utara
untuk hidup di Malaysia saya rasa tidak jauh-jauh berbeda atau beda tipis
dengan di Medan. Di Medan ya mungkin sekitaran 2 jutaan lah per bulannya.
Nah, untuk kehidupan disini sekitaran 700 Ringgit Malaysia. Kalau kita yang
memang fully kuliah, fully kampus, ga ada hiburan kayak nonton dan
sebagainya, 700 ringgit itu udah cukup sekitaran 2 jutaan. Kemudian ya
kalau yang paling mentoknya, paling banyaklah saya rasa disini sekitar 1800
RM atau 5-6 jutaan lah. Apalagi kalau dibandingkan dengan di Jakarta, kita
masih mending hidup dan tinggal di Malaysia. Disamping kita dekat, apalagi
Medan sama Malaysia, ya cuma 45menit. Tapi kalau biaya semesternya atau
uang kuliah ya emang beda mbak. Ini yang unik sih kalau menurut saya.
Disaat kita di Indonesia biaya S2 lebih mahal ketimbang biaya S1, tetapi
disini biaya S1 nya lebih mahal ketimbang biaya S2. Saya gatau sih gimana
regulasinya, yang jelas itu yang dipasang dan dipasarkan ke mahasiswa
internasional.”
Informan III terlihat sangat antuasias dalam menjelaskan keunggulan yang
ia peroleh dari sekolah di Malaysia. Baginya, ini hanya tidak semata-mata
gengsi untuk sekolah di luar negeri saja, melainkan juga karena adanya
prospek yang lebih baik untuk meniti karir dibandingkan menjadi lulusan
dalam negeri. Informan III menyebutkan keinginan pribadinya sebagai pelajar
asing di luar neger tidak hanya sekedar menimba ilmu, tetapi juga ingin
membangun link atau jaringan dengan mahasiswa asing lainnya.
Selanjutnya, informan III menceritakan pengalamannya mula dari awal
bergabung di PPI Malaysia. Awalnya dikarenakan informan III benar-benar
zero knowledge untuk memulai hidup merantau di Malaysia. Kebetulan ia
mendapatkan kesempatan untuk bergabung di organisasi Persatuan Pelajar
Indonesia – Malaysia. Ia mendapatkan kesempatan untuk menjadi
Koordinator bidang pendidikan, pelatihan dan hukum, dan advokasi untuk
periode 2016-2017.
“Saya disini kurang dari 2 tahun ya. September ini baru genap 2 tahun.
Saya kan S2 nya cuma 14 bulan. Saya pertama kali kesini ya sendirian,
bener-bener gatau mau kemana-mana ya sendiri. Starting hidup disini
Universitas Sumatera Utara
gimana ya kemudian hidup disini seperti apa, ya kita gatau. Jadi kemudian
saya mulai masuk kalau ga salah November, ya masuk PPI cabang kampus
dulu. Saya memulai dari anggota biasa, nah kebetulan ada perekrutan
anggota PPI Malaysia. Nah saya terpilih jadi anggota biasa PPI Malaysia
dulu. Pas tahun 2016-2017, pas reshuffle pertama, saya langsung naik jadi
koordinator bidang pendidikan, pelatihan dan hukum, dan advokasi.
Alhamdulillah sekarang saya jadi Ketua Umum dalam jangka waktu 1 tahun
ke depan.”
Sebelum menjabat posisi Ketua Umum (Presiden) PPI Malaysia, informan
III menjelaskan bahwa adanya perbedaan yang dirasakannya saat menjadi
anggota biasa. Sebagai mahasiswa yang aktif berorganisasi, ia mengaku
adanya ketidaksesuaian dalam organisasi PPI Malaysia tersebut. Oleh karena
itulah, ia bertekad untuk mencalonkan diri dengan tujuan untuk membenahi
ketidaksesuaian organisasi yang telah lama terjadi di PPI Malaysia.
“Nah, ini ada sesuatu yang saya rubah ya. Kita jujur-jujuran aja ni ya.
Jadi, saya ini orang organisasi. Saya orang kader. Kemudian, saya melihat
bahwa ada yang tidak beres dari suatu organisasi tersebut. Saya ingat,
pertama kali itu saya melihat PPI Malaysia bukan sebagai milik semua
orang. Saya lihat jadi seperti milik elite-elite gitu kan, orang-orang yang
sudah lama di PPI Malaysia kemudian ya jadi elite. Jadi, ya mereka senang-
senang dan hura-hura disana. Kemudian, program-program yang disasar
oleh PPI Malaysia tidak mencerminkan kita sebagai akademisi, seperti ya
okelah kalau kita main-main, kayak main tenis meja malam-malam, ngumpul-
ngumpul, oke ga masalah. Tapi jangan terlalu sampai menyampingkan sisi
akademis kita jadi hilang. Makanya dari itu, saya melihat bahwa PPI
Malaysia ini udah ga beres. Jujurnya kita emang organisasi elite, Persatuan
Pelajar Indonesia se-Malaysia. Berarti kita adalah anak-anak bangsa yang
terpilih untuk melanjutkan studi di luar negeri. Kok kerjaan kita sampai
diluar negeri malah membingungkan ya, kayak ga ada kerjaan apa-apa.
Akhirnya saya sarankan untuk bikin AYC di tahun saya walaupun ambur-
radul. AYC itu adalah ASEAN Youth Conference, yang diselenggarakan oleh
PPI Malaysia mengundang seluruh delegasi-delegasi pemuda se-ASEAN
Universitas Sumatera Utara
untuk ambil bagian disana. Jadi, kita bikin semacam konferensi untuk bikin
panelis, bikin workshop, kemudian ada sisi bikin jurnal juga. Apalagi buat
orang-orang tua yang berprofesi dosen kan juga bisa ikut. Alhamdulillah itu
udah kita jalankan. Sebelum periode saya kegiatannya ya gitu-gitu aja, main
badminton, ngumpul-ngumpul, padahal kita ngabisin dana negara kan
akhirnya. Padahal dananya sangat banyak kan, alangkah berdosanya kita
kalau kita ga bikin program-program kerja yang besar untuk Indonesia.
Terlebih lagi kan, Indonesia lagi campaign „Indonesia Emas 2045‟.”
Visi dan misi informan III untuk masa depan PPI Malaysia selama periode
kepengurusannya juga dijelaskan cukup singkat dan jelas. Pada dasarnya, ia
hanya ingin memperbaiki kondisi internal PPI Malaysia terlebih dahulu dan
mengarahkan orientasi program kegiatan PPI Malaysia lebih kepada sektor
akademis sebagai perwujudan keilmiahan mahasiswa yang bergabung sebagai
anggota PPI Malaysia.
“Saya tawarkan yang pertama kali adalah memperbaiki internal
organisasi PPI Malaysia, itu memang langkah awal yang mau saya ambil.
Kemudian memyambung kembali tali yang putus antara PPI Cabang dan
Pusat. Karena kita pas di tahun 2016, jujur-jujur (PPI Cabang) UKM walk
out dari PPI Malaysia karena kita kalah di kongress. Jadi itulah tujuan-
tujuan saya yang ingin saya perbaiki. Btw, dua periode sebelum periode
saya, orang-orang yang menjabat itu bukan orang organisasi. Jadi, susah
untuk tahu siapa kawan dan siapa lawan. Jadi ya susah mbak. Jadi, saya
memang mau menghubungkan dulu jadi satu sinergitas. Kemudian kalau
untuk program kerja, saya ga menghapus ya yang namanya main-main
karena kita lebih dari 6000 mahasiswa Indonesia di Malaysia tuh adalah S1.
Sedangkan sisanya 3000-an adalah postdoctoral, doctoral ataupun S2. Jadi
saya rangkum menjadi 60:40. Tapi tetap kita fokuskan ke jalur akademik sih.
Kemudian saya bikin pidato bahasa Indonesia untuk penutur asing, itu yang
saya kerjasamakan dengan KBRI Kuala Lumpur. Mungkin Prof. Ari sudah
cerita juga. Kemudian ASEAN Youth Conference, sekarang kita sedang
calling paper untuk pemuda-pemuda yang berminat untuk ikut. Kemudian
yang sekarang lagi saya tawarkan adalah tulisan ya. Jadi, kita targetnya
Universitas Sumatera Utara
dalam satu tahun ke depan ini, di masa-masa demisioner nanti bakal ada
satu buku yang akan terbit di seluruh Gramedia di Indonesia. Setidaknya
mereka bisa mengenang kan, kalau tidak laku di orang, ya minimal bukunya
laku di mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang telah menyumbang tulisan
disitu. Kemudian saya perhatikan di dm-dm IG (direct message Instagram),
facebook, email, banyak yang nanyain gimana sih cara dapat beasiswa,
gimana sih kuliah di Malaysia, apa sih yang menjadi kendala. Jadi ya target
saya tahun ini adalah Insha Allah Oktober tahun ini bakal launching
guidebook, jadi buku panduan PPI Malaysia. Mudah-mudahan bisa jadi
referensi gitu untuk calon mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang mau kuliah
di Malaysia. Jadi, kalau mau panduan tentang kuliah disini udah ada.
Misalnya, mau kuliah bisnis baiknya di universitas apa, kalau mau kuliah
disini PPI mana yang bisa dihubungi, lalu agent apa yang terpercaya. Ya
mudah-mudahan aja ya mbak. Saya juga berkeinginan campaign „Indonesia
Emas 2045‟ tidak hanya berakibat pada kementerian-kementerian terkait.
Tapi kita juga akan ikut campaign dengan menyumbang tulisan-tulisan yang
berupa kritik ataupun artikel, ataupun juga saran. Kita sudah kerjasama kan
dengan pihak-pihak terkait. Kita juga menanggapi beberapa isu-isu yang
berkembang seperti, isu UU MD3, isu PKI, dan isu-isu lainnya yang menurut
kita bisa. Contoh lainnya, campaign KEMENPORA tentang Olimpiade 2032
dengan target Indonesia jadi tuan rumah. Itu juga akan saya bagikan melalui
program kerja silaturahmi olimpiade Indonesia seperti bulu tangkis, sepak
bola, jadi ga main-main aja, tapi kita seriusin juga. Kemudian yang terakhir
adalah Cultural Exhibition Indonesian Expo, itu adalah pameran seluruh
produk-produk Indonesia, baik itu Batik, makanan, dan lain sebagainya.
Kemudian ada performance juga, all about Indonesia lah pokoknya. Satu lagi
yang menjadi concern saya adalah karena keberhasilan PPI Malaysia setiap
tahunnya itu kita gatau ukurannya. Tolak ukurnya ga ada. Makanya dari situ
saya buat forum indeks, jadi kita tahu divisi ini berhasil apa tidak, sebesar
apa tingkat keberhasilannya. Makanya saya harus bangun fondasi dulu untuk
calon-calon ketua umum berikutnya untuk dapat melanjutkan fondasi yang
Universitas Sumatera Utara
telah saya bangun. Jangan sampai fondasi yang telah dibangun ini ditata
ulang jadi sampai hal yang salah lagi gitu mbak.”
Menurut informan III, intensitas komunikasinya sebagai Ketua Umum PPI
Malaysia dengan pihak Atdikbud KBRI Kuala Lumpur dalam rangka
membahas kegiatan PPI Malaysia cukup berbeda dengan tahun-tahun
kepengurusan sebelumnya. Ia menggambarkan bahwa sebelumnya intensitas
komunikasi hanya terjadi antara Badan Pengurus Harian PPI Malaysia dan
pihak Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur, sedangkan sekarang tidak lagi
begitu. Baginya, semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam
menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan pihak Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur, dan ia meyakini hal ini akan lebih memudahkan dan
memaksimal kerja PPI Malaysia dan Atdikbud ke depannya.
“Dalam hal ini ada perbedaan sih mbak, PPI Malaysia dulu hanya
dimiliki orang-orang elite gitu. Jadi memang orang yang udah lama disitulah
yang bisa masuk ke Atase Pendidikan. Jadi memang saya dulu tidak tahu
menahu tentang Atase Pendidikan. Jadi tuh sempat waktu saya baru-baru
terpilih jadi ketua umum, saya ke kantor Atase Pendidikan orang Atdikbud
gatau siapa saya. Ya karena memang saya belum pernah ikut ke Atdikbud
sebelum jadi ketua umum. Memang sistem pengkaderan yang tidak terlalu
baik. Jadi dulunya ya tidak ada junior-junior atau anggota biasa yang
dibawa ke Atdikbud. Makanya sekarang saya buat suatu sistem yang mulai
kita terapkan di PPI Malaysia adalah PPI Malaysia tidak hanya milik ketua
umum dan badan pengurus lainnya, tapi milik semua orang. Beda sekali
dengan yang dulu, kalau ada buat kegiatan-kegiatan yang berurusan ke
Atdikbud ya orang-orang tertentu. Jadi ya kita sama-sama tahu lah kalau
selama ini tidak transparan, sampai selalu defisit. Makanya solusinya
sekarang saya buat adalah setiap devisi kita wajib bawa ke KBRI setiap
minggunya dan akhirnya mereka kenal juga. Ya saya juga gamau ambil
resiko ya bahwa kalau ada masalah ya kita selesaikan. Kalau memang
semuanya bisa ke Atase langsung, ya monggo silahkan nanti tinggal saya
koordinasikan. Jadi, tidak serta merta juga saya yang terlalu masuk ke Atase
Pendidikan. Kemudian saya juga punya banyak riset kan dan saya juga
Universitas Sumatera Utara
kuliah. Jadi saya gamau saya doank yang bangun link ke Prof. Ari, saya mau
semuanya juga. Semua orang berhak kok dan punya posisi yang sama jika
ketemu Atase Pendidikan jika memang ada yang mau di diskusikan.”
Selanjutnya, informan III menjelaskan peranan Atdikbud KBRI Kuala
Lumpur terhadap PPI Malaysia. Menurutnya, walaupun PPI Malaysia itu
merupakan organisasi non-profit yang bergerak independen tapi tetap
mengharuskan organisasi ini untuk satu koordinasi dengan Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur. Hal ini disebabkan keterkaitan bidang Atdikbud
dengan status mahasiswa Indonesia di Malaysia yang seyogyanya dalam
pengawasan bidang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur.
“Jadi gini mbak, sebenarnya kita organisasi non-profit yang bergerak
independen tapi memang karena ada suatu skema yang membuat kita harus
mau tidak mau harus ingat bahwa kita ini mahasiswa tidak bisa
menyelesaikan masalah dengan sendiri. Jadi prinsip saya adalah apapun
masalah dan apapun pekerjaannya, kita tetap koordinasi dengan Atase
Pendidikan. Walaupun kita tidak harus ke Atase Pendidikan tapi kita
memang tetap koordinasi satu sama lain. Kemudian kalau memang ada suatu
hal yang tidak bisa kita selesaikan maka pihak dari KBRI (baik Atase
pendidikan ataupun Pensosbud) itu akan mengirimkan surat untuk meminta
keringanan atau bantuan. Karena kita buat kegiatan kan di kampus-kampus
gede mbak, seperti UM, UKM, dll. Mereka juga kadang-kadang support
dana, bahkan bukan kadang-kadang lagi memang selalu support dana di
setiap apapun kegiatan yang kita lakukan. Jadi kita minta dananya per event,
tapi dari diskusi saya dengan Atase Pendidikan bahwa dananya memang
sudah ada dalam anggaran dari Kemendikbud dan Kemenristekdikti
sekitaran 200jutaan rupiah. Nah, itulah yang bakal kita kelola sampai di
akhir masa kepengurusan gitu mbak. Jadi, dana 200juta ini tidak hanya
digunakan untuk PPI Malaysia tapi juga akan kita bagikan ke PPI Cabang
yang benar-benar membutuhkan dana. Kita juga support kegiatan-kegiatan
yang mungkin kita bisa bantu.”
Universitas Sumatera Utara
Keterlibatan PPI Malaysia dalam program kegiatan yang diadakan Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur juga cukup banyak, bahkan hampir setiap
seluruh kegiatan yang dikelola oleh Atdikbud pasti melibatkan PPI Malaysia.
Keterlibatan ini tidak hanya demi kepentingan Atdikbud dan PPI Malaysia
saja, tapi juga memperluas jaringan yang barangkali dapat memudahkan suatu
hal di masa akan datang.
“Ada beberapa sih, seperti RBI (Rumah Budaya Indonesia), bukan
beberapa juga sih, hampir seluruhnya kalau acara-acara dibawah Atase
Pendidikan maupun Pensosbud, minimal kita ga diikutkan sebagai panitia,
tapi kita di undang sebagai undangan tapi ujung-ujungnya malah jadi panitia
juga. Namanya juga mahasiswa mbak, minimal ya bantu angkat barang-
barang, kesana kesini, ya biasalah. Kalau saya ya mau membangun semua
relasi tidak hanya di Atase Pendidikan tapi juga ke Fungsi Pensosbud,
kemudian ke Atase Politik, Atase Pertahanan, Atase Imigrasi, semuanya saya
bangun relasi. Akhirnya setelah punya link di Atase Imigrasi, jadi saya bikin
kerjasama untuk adanya kemudahan dalam pembuatan paspor mahasiswa-
mahasiswa Indonesia. Itu juga atas sumbangsihnya Atase Pendidikan ya,
karena ada dorongan yang meminta kita untuk tidak hanya ada relasi di
Atase Pendidikan doank. Tapi emang rata-rata program kerja di Atase
Pendidikan kita memang selalu dilibatkan.”
Selanjutnya, informan III juga menambahkan bahwa PPI Malaysia juga
tidak semuanya melibatkan pihak Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Jika
memang ada kerjasama yang dijalin oleh PPI Malaysia dengan suatu instansi,
biasanya hanya sekedar memberikan informasi ataupun laporan tentang hal
tersebut kepada Atdikbud.
“Ada, ada sih. Itu juga normal dilakukan. Itu yang saya bilang tadi mbak
bahwa kita sifatnya dengan KBRI Kuala Lumpur, dalam hal ini Atase
Pendidikan, memang tidak serta merta ada hubungan terikat gitu ya. Mereka
hanya sebatas koordinasi, sebagai penanggungjawab, maupun penasehat.
Jadi, kalau misalkan kerjasama-kerjasama yang menurut kita baik untuk kita
dan tidak memerlukan KBRI untuk turun tangan ya kita selesaikan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Seperti bikin seminar di kampus, misalkan kerjasama dengan UM, ya udah
kita langsung take over. Btw, kita juga udah kerjasama dengan Lion Group,
dapat potongan 20% untuk mahasiswa. Kemudian kita juga di Bumbu Desa
dan Jco sudah dapat potongan 30%. Kemudian Wardah juga, ternyata juga
tertarik sama kita juga. Kemudian, MAXIS untuk provider internet disini.
Jadi, kalau kerjasama-kerjasama yang memang fix tidak memerlukan KBRI
ya kita tidak libatkan Atase Pendidikan. Tapi kita ya tetap melaporkan ke
Atase Pendidikan mengenai hasil kerjasama atau hasil dari MoU ini, kita
kirim draft-nya ke KBRI Kuala Lumpur untuk dilihat. Dan kadang-kadang
kalau kerjasama yang agak rumit, yang bisa jadi fatal, ya kita minta saran
dan arahan dari Atdikbud maupun Pensosbud. Kita ada dua ya mbak yang
daerah hubungannya dengan mahasiswa adalah Atase Pendidikan dan
Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya. Biasanya kita untuk minjam-minjam
alat-alat ya ke Fungsi Pensosbud.”
Selama menimba ilmu di Malaysia, informan III mengaku bahwa
kesannya terhadap kinerja Atdikbud terbilang cukup bagus dalam
memberikan pelayanan bagi pelajar-pelajar Indonesia dan dalam menjalankan
fungsi Atdikbud itu sendiri. Hal ini ia pertimbangkan dari aspek realitas yang
ada, dimana informan III memahami betul ketidakmaksimalan kinerja
Atdikbud disebabkan oleh sistem birokrasi yang kurang baik yang terbawa
dari pemerintah pusat di Indonesia.
“Kalau ada rate-nya 1 sampai 10, saya kasih 7, 5. Karena saya melihat
bukan salah mereka sih, tapi birokrasi yang kita bangun di Indonesia
memang sudah mendarah daging atau menjamur. Kita juga tidak bisa
mempercepat urusan karena memang ada regulasi yang harus kita lalui.
Kadang-kadang kita memang perlu urus surat cepat, ya kadang-kadang ada
sedikit masalah, bisa kesel ya. Tapi overall ya bagus sih. Apalagi Bang Erwin
ya, karena urusannya kan memang lebih ke mahasiswa ya, sama dengan Bu
Wiwid.”
Informan III juga menambahkan bahwa program kegiatan Atdikbud yang
menurutnya paling berkesan dan cukup membawa citra yang baik di ajang
Universitas Sumatera Utara
internasional adalah International Book Fair. Bahkan, ia juga bisa menilai
respon yang sangat positif dari warga masyarakat Malaysia terhadap
keikutsertaan Indonesia dalam ajang kegiatan bergengsi tersebut.
“Saya lihat kalau untuk program sekarang tuh Kuala Lumpur
International Book Fair ya. Karena ini baru tahun pertama kita ikut bagian
dari acara ini. Mereka mampu memberikan peluang sebesar-besarnya bagi
buku-buku Indonesia untuk ikut ajang internasional. Saya sangat
mengapresiasi kerja keras Atase Pendidikan untuk bisa ikut ajang ini. Saya
melihat novel-novel Indonesia sangat di terima di Malaysia, seperti novel
Dilan sampai sold out, novel negeri 5 menara, muara 1 rantau banyak yang
minat. Orang Malaysia lebih senang sastrawan-sastrawan Indonesia
kebanyakan. Ya mudah-mudahan Indonesia masih bisa ikut ajang seperti ini
di tahun-tahun berikutnya”
Sebagai seorang mahasiswa di negeri rantau, informan III juga
menceritakan mengenai kendala ataupun kesulitan yang ia hadapi disana.
Kendala/kesulitan tersebut juga dianggapnya ada yang tidak mengganggu
sama sekali, ada juga yang cukup signifikan mengganggu proses akademik
disana.
“Saya kira sih untuk diskriminasi atau penyebutan soal istilah „indon‟
sama warga Indonesia seperti saya ini di Malaysia itu ya maklumi aja sih.
Kita terangkan saja ke mereka bahwa istilah itu terkesan negatif. Saya mah
orangnya ga perlu dibahas-bahas, ya kalau bisa kita perbaiki ya perbaiki
sendiri aja. Karena kebanyakan dari mereka yang nyebut istilah itu justru
gatau maknanya apa. Kalau dalam aspek lain sih ya kita sama aja sama
pelajar Malaysia, seperti potongan harga untuk nonton atau naik MRT ya
sama-sama dapat disc 50%. Tapi kalau untuk biaya sekolah per semester yaw
ajar-wajar aja kita lebih mahal karena kita kan termasuk pelajar asing.
Salah satu devisa negara mereka ya dari kita-kita ini mbak, makanya
Malaysia itu lebih maju ya karena devisa mahasiswa asing yang ada disana.
Jadi sebenarnya ya mbak, 1 mahasiswa internasional studi disini bisa
menutupi biaya pendidikan 4 mahasiswa lokal Malaysia. Sama halnya
Universitas Sumatera Utara
dengan mahasiswa Malaysia yang kuliah di Indonesia, ya biaya kuliah
mereka lebih mahal ketimbang mahasiswa lokal Indonesia. Jadi ya wajar-
wajar aja mbak perbedaan-perbedaan yang terjadi selama disini. Tapi ada
sih yang kadang-kadang kita agak males ya. Ketemu polisi disini terus kita
diperiksa dokumen-dokumen izin kita. Itu sih yang saya paling males. Karena
ga dipungkiri juga ya, dari data WNI kita yang legal 478.000 TKI tapi
ternyata banyakan yang illegal. Tapi, jadinya kita yang pelajar Indonesia ini
yang kena imbasnya. Kadang-kadang gimana ya mbak, menurut saya tuh
udah tidak etis gitu mbak, kayak dari sikap dan nada suara polisi disana saat
memeriksa kita. Apalagi kalau ngurus VISA, kita harus benar-benar sabar
gitu mbak dalam prosesnya. VISA Malaysia untuk pelajar Indonesia adalah
salah satu VISA tersulit yang dikeluarkan oleh Malaysia untuk VISA Student.
Jadi, Malaysia menerapkan sistem single entry, kemudian multiple entry. Kita
harus bolak balik juga ya mbak. Untuk mengambil multiple maupun single
entry ini ga sebentar, ga sebulan atau dua bulan. Kadang-kadang sampai
udah mulai kuliah VISA kita belum juga keluar.”
Di akhir wawancara, informan III mengaku bahwa pentingnya peranan
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur dalam segala urusan yang menyangkut
pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Ia menjelaskan bahwa peran Atdikbud
tidak hanya signfikan tapi juga sangat beresiko. Salah satu kerja yang sangat
dikagumi informan III adalah keberhasilan Adtikbud dalam mengadakan 50
Community Learning Center di wilayah Sabah Sarawak demi menyelamatkan
anak-anak Indonesia yang tidak mendapatkan akses pendidikan dari
Malaysia.
“Peran Atdikbud sebenarnya sangat signifikan dan riskan menurut saya.
Karena mereka menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan WNI
di Malaysia. Kita lihat aja sudah ada 50 CLC (Community Learning Center)
di Sabah Sarawak. Itu memang perlu dijaga dari mulai kurikulumnya serta
pelaksanaannya, kalau tidak ada Atdikbud maka CLC ini tidak akan pernah
berjalan. Maka, angka buta huruf masyarakat Indonesia semakin bertambah
karena tidak ada sekolah. Karena rata-rata masyarakat yang sekolah di
Sabah Sarawak adalah anak dari tenaga kerja ilegal. Berarti mereka tidak
Universitas Sumatera Utara
akan bisa masuk sekolah di Malaysia, kalaupun bisa masuk itu mahal. Jadi,
peran Atase Pendidikan adalah membina CLC agar tetap berjalan untuk
mencerdaskan masyarakat-masyarakat Indonesia di Malaysia. Terlepas dari
itu juga, mahasiswa-mahasiswa juga dapat bagian seperti dalam hal
penyelesaian masalah-masalah kampus. Kemudian ada yang drop out,
nantinya mereka yang coba negosiasikan. Mungkin tidak jadi di drop out tapi
bisa di peninjauan kembali atau bisa juga dipindahkan ke kampus lain.
Karena disini kalau udah drop out ya gabisa kampus kan. Kemudian mereka
juga menyelesaikan masalah VISA, uang kuliah yang menunggak, mereka
juga turun tangan. Jadi, peran Atase Pendidikan ya sangat signifikan.
Karena mereka selalu memberikan solusi untuk setiap masalah-masalah
pendidikan mahasiswa Indonesia yang berada di Malaysia. Kalaupun ada
masalah yang mungkin lambat direspon ya kita kembali lagi ingat ke
masalah birokrasi sih mbak. Jadi bukan karena Atase Pendidikan yang tidak
berperan aktif, tapi di tengah keribetan sistem birokrasi kita peranan Atase
Pendidikan sangat besar.”
Beban kerja yang dijalankan oleh Atase Pendidikan tidak hanya dalam
satu level pendidikan, tapi juga setiap tingkatan pendidikan. Dalam konteks
ini, informan III menjelaskan bahwa Atdikbud juga sangat berperan dalam
keberlangsungan hidup para mahasiswa Indonesia di Malaysia. Banyak
mahasiswa Indonesia yang mengalami permasalahan yang mau tidak mau
tetap harus dibantu Atdikbud demi kebaikan mahasiswa itu sendiri dan nama
baik bangsa Indonesia sendiri.
4.2 Pembahasan
Adapun hasil dan pembahasan dari pengamatan peneliti disesuaikan
dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, yaitu
mengenai peran komunikasi internasional dalam meningkatkan hubungan
kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Dalam penelitian ini
peneliti memfokuskan tentang peran komunikasi Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama Indonesia dengan
Malaysia.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan
informan-informan yang relevan, di mana proses wawancara dilakukan
secara langsung atau tatap muka dan tidak langsung melalui Skype.
Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling untuk mendapatkan dua orang informan utama dan satu orang
informan tambahan sebagai orang yang mengklarifikasi informasi yang
diperoleh dari dua informan utama sebelumnya. Data yang diperoleh dari
ketiga informan dianggap mewakili secara keseluruhan kondisi yang ada.
Berdasarkan data hasil penelitian kepada tiga orang informan yang telah
dipaparkan sebelumnya, peneliti akan menguraikan hal-hal penting yang
peneliti peroleh dengan menggunakan teknik analisis data oleh Miles dan
Huberman, yaitu mereduksi data dengan cara merangkum, memilih hal
yang pokok, memfokuskan hal yang penting untuk penelitian, serta
menyajikannya ke dalam bentuk narasi yag disesuaikan dengan
pembahasan awal penelitian. Setelah disajikan, peneliti akan menarik
kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diperoleh untuk dapat
menjawab permasalahan yang sedang diteliti ini. Hasil penelitian ini
kemudian disajikan dalam pembahasan yang didukung dengan teori yang
relevan dan selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui bagaimana peran
komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam
meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.
Dalam dunia hubungan internasional, terdapat beberapa teori HI yang
dapat digunakan dalam konteks penelitian ini. Teori yang relevan pada
penelitian ini adalah teori konstruktivis (Nicolas Onuf dan Friedrich
Kratochwill) yakni, hubungan antar aktor internasional tidak hanya
dibentuk oleh „kepentingan/interest‟, tetapi juga dipengaruhi oleh unsur
penting lain, yakni „maksud/intention‟, „identitas/identity‟ dan
„bahasa/language‟. Hubungan antar pelaku internasional tersebutt
merupakan proses yang panjang yang melibatkan empat faktor tersebut
sekaligus. Menurut Sugeng (2017, p.2-3), semakin intensif interaksi di
antara keempat faktor tersebut, maka hubungan tersebut akan mengarah
pada pertemanan (friendship).
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi internasional pada hakikatnya merupakan kegiatan atau
upaya untuk membina rasa saling percaya atau memperteguh keyakinan
terhadap suatu gagasan. Dengan menggunakan saluran-saluran diplomatik,
komunikasi internasional lebih banyak digunakan untuk memperluas
pengaruh, meningkatkan komitmen dan solidaritas, menanggulangi
perbedaan pendapat dan salah paham, sampai menghindari pertentangan
dalam masalah tujuan dan kepentingan yang dikehendaki sebuah negara.
Hal ini juga ditujukan untuk mengembangkan kerjasama, baik dalam
hubungan bilateral maupun multilateral, memperkuat bargaining position,
serta meningkatkan citra dan reputasi suatu negara. Teori komunikasi
internasional yang relevan pada penelitian adalah multi track diplomacy,
yakni komunikasi yang dilakukan oleh dan ditujukan kepada pemerintah
negara dan juga masyarakat.
Adapun bentuk komunikasi internasional yang dilakukan oleh Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur adalah komunikasi interpersonal,
komunikasi kelompok, komunikasi politik, komunikasi massa dan
komunikasi antar budaya. Menurut Shoelhi, komunikasi interpersonal yang
dimaksud adalah komunikasi yang dilakukan dengan teknik persuasif dan
memfokuskan pengamatan pada bentuk dan sifat hubungan (relationships)
yang dijalin dan dikembangkan, percakapan atau wacana yang
perbincangkan, pola dan intensitas interaksi, serta karakteristik
komunikator dan komunikan dengan proses yang dinamis. Sedangkan
untuk komunikasi kelompok yang dimaksud adalah komunikasi yang
berlangsung antara seseorang (komunikator) dengan lebih dari dua orang
(komunikan) yang menaruh perhatian pada dinamika kelompok, budaya
kelompok, hubungan antar anggota kelompok, serta proses dan faktor-
faktor lain yang terkait dengan pembuatan keputusan kelompok. Hal ini
ditujukan untuk mencapai kepentingan bilateral antara Indonesia dan
Malaysia melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan secara berkelompok
dengan lembaga negara atau warga masyarakat yang berkompeten dan
credible dalam merepresentasikan kepentingan negara dan bangsa.
Selanjutnya, komunikasi massa yang dimaksud adalah proses penyebaran
Universitas Sumatera Utara
beragam pesan dan informasi yang dilakukan oleh Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur melalui media massa (surat kabar dan televisi) yang diterima
secara serempak oleh khalayak sasaran dengan tujuan menimbulkan efek
tertentu. Kemudian, komunikasi politik yang lebih menaruh fokus perhatian
pada dinamika kelompok kepentingan dan proses politik, proses negosiasi
dan peran komunikasi antarpersonal, serta pemanfaatan media massa
termasuk media baru (internet) dan fenomena publik. Selanjutnya adalah
komunikasi antar budaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan
oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan dengan tujuan
mengurangi ketidakpastian. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut,
Atase Pendidikan melakukan tahapan-tahapan yang juga merupakan tiga
tahapan interaksi yang didefinisikan oleh Gundykunst dan Kim, yakni pre-
contact, initial contact and impression dan disclosure. Pre-contact adalah
tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun nonverbal (apakah
komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi?), kemudian
initial contact and impression yang merupakan kesan tanggapan lanjutan
atau kesan yang muncul pada diri sendiri (apakah saya mengerti dia?
Apakah dia mengerti saya?), serta disclosure yang merupakan tahap
pembukaan diri melalui atribusi dan pengembangan implisit, dengan
menggunakan pendekatan budaya komunikasi yang dilakukan Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur menjadi lebih bisa diterima oleh khalayak
budaya tertentu di negara akreditasi tempat ia bekerja, Malaysia. Dengan
demikian, Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dapat menentukan
strategi komunikasi, proses komunikasi dan formulasi informasi yang tepat
saat mengadakan komunikasi dengan ragam kalangan publik yang berbeda-
beda di negara Malaysia.
4.2.1 Strategi & Gaya Komunikasi Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur
Untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan suatu strategi
komunikasi yang baik. Strategi yang dimaksud merujuk pada pendekatan
komunikasi menyeluruh yang akan diambil dalam rangka menghadapi
tantangan yang akan dihadapi selama berlangsungnya proses komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
Kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari
komunikator, pesan, saluran, media, penerima sampai pada pengaruh
(efek) yang dirancang/direncanakan untuk mencapai tujuan komunikasi
yang optimal (Middleton, dalam Cangara, 2013:61).
Pada dasarnya Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
menggunakan strategi komunikasi yang sejalan dengan teori AIDDA.
Strategi komunikasi ini dimulai oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur dengan membangkitkan perhatian (attention) para stakeholder
baik di Malaysia maupun Indonesia. Kemudian disusul dengan tumbuhnya
minat (interest) yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire)
untuk melakukan suatu kerjasama yang di dukung dengan sebuah
keputusan (decision) yang direalisasikan dengan aksi/tindakan (action)
yang berupa perwujudan hasil konkret program kerjasama yang
dilaksanakan.
Beberapa langkah penyusunan strategi komunikasi yang sesuai
dengan apa yang dilakoni oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
ialah:
1. Mengenali Sasaran Komunikasi
Terdapat dua faktor yang perlu diperhatikan oleh Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur dalam mengenali sasaran komunikasi. Pertama,
faktor kerangka referensi dimana pesan komunikasi yang
disampaikan kepada komunikan harus disesuaikan dengan kerangka
referensi. Kerangka referensi seseorang berbeda dengan orang lain
yang terbentuk dalam setiap diri individu sebagai hasil dari paduan
pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial,
ideologi, cita-cita dan sebagainya. Dalam hal ini, Atase Pendidikan
harus mampu memperhatikan kerangka referensi lawan bicaranya
yang tidak hanya berasal dari kalangan first track diplomacy,
melainkan seluruh kalangan khalayak. Kedua, faktor situasi dan
kondisi dimana situasi komunikasi terjadi saat komunikan akan
menerima pesan yang disampaikan. Situasi yang bisa menghambat
jalannya komunikasi dapat diduga sebelumnya, dapat juga datang
Universitas Sumatera Utara
tiba-tiba pada saat komunikasi dilancarkan. Kondisi yang dimaksud
adalah state of personality komunikasi, yaitu keadaan fisik dan psikis
komunikan pada saat menerima pesan komunikasi. Maka dari itu,
Atase Pendidikan perlu memperhatikan kondisi state of personality
lawan bicaranya, walaupun kembali lagi harus bersikap professional,
tapi tidak semua komunikan mampu mengendalikan kondisi yang
mempengaruhi state of personality diri sendiri.
2. Pemilihan Media Komunikasi
Pada umumnya, media komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai
media tulisan atau cetakan, visual, dan audio-visual. Untuk mencapai
sasaran komunikasi, Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur memilih
salah satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada
tujuan yang akan dicapai, dan teknik yang dipergunakan. Dalam hal
ini, Atase Pendidikan menggunakan media komunikasi bersifat
teknologi yang memudahkan proses komunikasi menjadi lebih
efisien, diantaranya adalah pengiriman surat resmi dapat dilakukan
melalui fax ataupun email. Konfirmasi atau follow up pertemuan
tidak lagi mesti tatap muka, bisa dilakukan dengan menggunakan
saluran telepon dan email. Bahkan pertemuan tatap muka bisa
dilakukan dengan menggunakan teleconference atau menggunakan
media Skype.
3. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Tujuan pesan komunikasi adalah untuk mempengaruhi komunikan
dalam membangkitkan perhatian dan minat. Maka dari itu, Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur perlu menentukan teknik yang tepat
dalam menyampaikan isi pesan. Dalam hal ini, Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur lebih menerapkan teknik persuasi berupa
pertemuan-pertemuan untuk negosiasi dan lobbying dengan
stakeholder di sektor pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.
4. Peranan Komunikator dalam Komunikasi
Dalam hal ini, yang lebih sesuai dengan peran komunikasi
internasional yang dilakukan oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala
Universitas Sumatera Utara
Lumpur adalah poin ke-4 yakni peranan komunikator dalam
komunikasi. Terdapat dua faktor penting pada diri komunikator, yang
dalam hal ini dimaksudkan kepada Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur, yakni daya tarik dan kredibilitas. Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur merupakan sumber dari perwakilan negara Indonesia
yang dapat mengubah sikap, opini dan perilaku khalayak Indonesia
dan Malaysia melalui mekanisme daya tarik. Jika stakeholder
tersebut merasa ada kesamaan antara Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur dengan mereka, baik itu dari segi pendekatan sosiologis
maupun minat dan tujuan yang sama-sama ingin mengadakan
kerjasama, sehingga khalayak tersebut bersedia taat pada isi pesan
yang disampaikan oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur.
Selanjutnya adalah faktor kredibilitas yang menentukan keberhasilan
komunikasi berdasarkan kepercayaan khalayak kepada Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur yang dipengaruhi oleh profesi atau
keahlian yang dimilikinya.
Pada hakikatnya urusan diplomatik tidaklah mudah, hal ini karena
menyangkut banyak aspek yang harus dipertimbangkan antar negara yang
berurusan. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaku/aktor
diplomatik adalah interpersonal skills. Kemampuan interpersonal yang
dimaksud yakni, interpersonal sensitivity, teamwork, dan building and
maintaining relationship. Kemampuan interpersonal sensitivity adalah
kemampuan menunjukkan kepedulian dan rasa menghargai terhadap
perasaan orang lain, mendemonstrasikan sebuah minat (kepentingan)
terhadap opini-opini orang lain, dan memiliki rasa toleransi terhadap
perbedaan kebutuhan dan sudut pandang. Teamwork, hal ini berkaitan
dengan kemampuan bekerja sama yang baik dengan orang lain dalam
mencapai tujuan bersama, berbagi informasi dan saling mendukung.
Building and maintaining relationship merupakan kemampuan dalam
membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan orang
banyak di setiap kalangan, membuat orang lain merasa nyaman,
Universitas Sumatera Utara
mempromosikan keharmonisan dan permufakatan melalui diplomasi
dalam menangani perselisihan dan potensi konflik.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, terlihat bahwa setiap
pelaku diplomatik yang berlatarbelakang apapun selalu berupaya untuk
memenuhi ketiga kemampuan interpersonal sensitivity diatas dengan
menyesuaikan ke pembawaan kepribadian masing-masing. Selain itu,
terdapat tiga tujuan strategi komunikasi (Effendy, 2005) yakni, untuk
memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya,
pembinaan dan pengelolaan pesan yang diterima oleh komunikan, serta
mendorong komunikan untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang
diinginkan.
Dalam hal ini, tidak hanya strategi komunikasi yang perlu
dipersiapkan untuk menjalankan tugas dan mencapai tujuan dari peran
Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur. Gaya komunikasi juga turut serta
berperan dalam menentukan proses komunikasi hingga hasil output dari
komunikasi tersebut. Terdapat enam gaya komunikasi yang dua di
antaranya cenderung digunakan oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur, yaitu the dynamic style dan the relinguishing style. Pertama, the
dynamic style merupakan gaya komunikasi yang dinamis dan cenderung
agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan
pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). Tujuan dari
gaya komunikasi ini adalah untuk menstimulasi atau merangsang
stakeholder di Malaysia dan Indonesia untuk bekerja dengan lebih baik
dan lebih cepat. Gaya komunikasi ini cukup efektif dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kemahasiswaan di perguruan
tinggi Malaysia ataupun pihak-pihak yang bekerja sama atas keterlibatan
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Kedua, the relinguishing style yang
mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun
gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun
komunikator mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol
orang lain. Pesan-pesan dalam komunikasi ini akan efektif ketika pengirim
pesan atau komunikator sedang bekerja sama dengan orang-orang yang
Universitas Sumatera Utara
bepengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk
bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
Hal ini tercermin dari sikap Atase Pendidikan yang sangat terbuka atas
saran, opini maupun gagasan yang disampaikan oleh staf ahlinya yang
dianggap memiliki keahlian di bidang hukum yang dianggap teliti dalam
mengurus urusan kerjasama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia. Tidak
hanya dari kalangan KBRI, Atase Pendidikan juga terbuka dengan
mahasiswa Indonesia yang studi di Malaysia dalam menerima saran,
pendapat/opini, bahkan keluhan-keluhan mereka yang mau tidak mau
harus diselesaikan sebaik mungkin.
Dalam gaya komunikasi, terdapat tujuh komponen yang di
identifikasi sebagai faktor pendorong gaya komunikasi, yakni kondisi
fisik, peran, konteks historis, kronologi, bahasa, hubungan, kendala. Di
antara ke tujuh komponen tersebut, terdapat beberapa yang sesuai dengan
realita hubungan kerjasama Indonesia-Malaysia dalam sektor pendidikan.
Pertama, peran diri Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dan peran
komunikator lainnya yang fungsinya mendukung peranan Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur yang dapat mempengaruhi proses
interaksi yang terjadi. Dengan demikian, orang-orang tersebut sering
melakukan komunikasi antar satu dengan lainnya. Kedua, konteks historis
yang dimana sejarah bangsa-bangsa, tradisi spiritual, perusahaan dan
masyarakat dengan mudah dapat memengaruhi bagaimana masyarakat
Indonesia dan Malaysia memandang satu sama lain yang nantinya juga
mempengaruhi gaya komunikasi yang digunakan. Ketiga, bahasa yang
digunakan juga memainkan peran atas gaya komunikasi yang dilakukan.
Penggunaan bahasa Melayu dan Inggris ternyata dapat memberikan
pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan jalannya proses
interaksi. Keempat, hubungan dimana kedua negara yang sudah lama
menjalin hubungan kerjasama bilateral yang terus berkembang dari waktu
ke waktu. Selama proses ini berlangsung, tentunya akan memberikan efek
kumulatif pada interaksi selanjutnya antar relasi dari kedua negara
tersebut. Kelima, kendala yang dimaksud dengan pemilihan media apa
Universitas Sumatera Utara
saja yang digunakan dalam proses interaksi kerjasama yang dilakukan oleh
Indonesia-Malaysia. Dalam hal ini, Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur telah menggunakan beragam pilihan media komunikasi yang
mengurangi faktor hambatan dalam berinteraksi yang dulunya face-to-face
oriented, sekarang sudah dipermudah dengan memanfaatkan fitur-fitur
teknologi seperti email, fax, skype, dll.
4.2.2 Faktor Pendorong dan Kendala
Dalam membangun hubungan kerjasama, tentunya akan ada faktor
pendorong dan faktor kendala yang mempengaruhi proses kerjasama
tersebut. Terkhusus lagi dalam konteks kerjasama internasional, di mana
faktor-faktor inilah sebagai penentu arah bentuk kerjasama yang akan
disepakati. Faktor-faktor tersebut akan di uraikan dalam penbahasan ini
demi melihat blueprint dari hubungan kerjasama Indonesia-Malaysia
dalam aspek pendidikan tinggi.
Indonesia dan Malaysia memiliki banyak unsur yang dapat
dijadikan faktor terjalinnya kerjasama bilateral. Adapun faktor-faktor
pendorong dalam hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-
Malaysia adalah sebagai berikut:
1. Letak Geografis
Letak wilayah Indonesia dan Malaysia yang berdekatan sangat
mempengaruhi tingginya mobilitas masyarakat Indonesia dan
Malaysia. Tidak hanya dalam bidang ketenagakerjaan, melainkan juga
bidang pendidikan. Jumlah mahasiswa Indonesia di Malaysia dan
mahasiswa Malaysia di Indonesia cukup tinggi. Hal ini menandakan
letak wilayah yang berdekatan mempengaruhi minat menimba ilmu di
luar negeri bagi masyarakat kedua negara. Durasi perjalanan yang
dibutuhkan untuk mendatangi wilayah masing-masing negara tidak
sampai memakan waktu berhari-hari. Biaya transportasi yang
diperlukan juga tidak terlalu besar untuk melakukan perjalanan
internasional dari dan untuk kedua negara Indonesia-Malaysia.
Akademisi dari kedua negara banyak melakukan studi banding atau
Universitas Sumatera Utara
penelitian skala internasional dengan melaksanakannya di Indonesia
maupun Malaysia. Dengan demikian, letak wilayah yang strategis ini
menjadikan Indonesia dan Malaysia memiliki mobilitas exchange yang
cukup tinggi terhadap satu sama lain. Hal ini juga turut mempengaruhi
frekuensi kerja di kantor-kantor perwakilan negara Indonesia terutama
KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan pelayanan terlengkap
dibandingkan kantor perwakilan Indonesia lainnya.
2. Bahasa
Umumnya, bahasa menjadi salah satu faktor kendala yang
mempengaruhi minat orang dalam merencanakan studi, penelitian
ataupun program kerjasama lainnya di skala internasional. Namun,
bagi Indonesia-Malaysia tidak menjadi faktor kendala melainkan
faktor pendorong. Hal ini dikarenakan bahasa yang digunakan di
Malaysia juga mirip dengan bahasa Indonesia. Walaupun tidak semua
istilah dan maknanya sama, tapi masih dapat dikategorikan mudah
untuk dipelajari bagi kedua negara. Mahasiswa dan akademisi
Indonesia masih banyak yang belum mahir berbahasa Inggris
sedangkan kompetensi yang distandarisasi oleh pemerintah terus
meningkat. Bahasa Inggris masih tergolong sebagai kompetensi bahasa
asing yang belum sepenuhnya bisa dikuasai oleh masyarakat
Indonesia. Sedangkan, di Malaysia yang merupakan bekas negara
jajahan Inggris banyak mengadaptasi bahasa Melayu mereka dari
bahasa Inggris. Sehingga kompetensi bahasa Inggris masyarakat
Malaysia lebih baik dibandingkan dengan masyarakat Indonesia. Baik
dalam lingkungan akademik (kampus), maupun lingkungan
masyarakat sehari-hari, masyarakat kedua negara dapat berinteraksi
langsung tanpa ada hambatan yang signifikan. Bahasa kedua negara
sangat mirip, sehingga jika ada istilah yang berbeda makna tidak
terlalu rumit untuk di mengerti. Maka dari itu, banyaknya kunjungan
instansi ataupun lembaga pendidikan Indonesia yang berkunjung ke
Malaysia menjadi salah satu bukti besarnya peluang-peluang
kerjasama yang dapat dikembangkan antar kedua negara.
Universitas Sumatera Utara
3. Multikulturalisme
Negara yang memiliki banyak suku dan bangsa, budaya dan tradisi,
serta toleransi yang tinggi antar umat beragama merupakan indikator
penting dalam mencerminkan negara yang harmonis dan aman.
Indonesia dan Malaysia yang dikenal sebagai negara-negara
multikultural yang dapat membuktikan kehidupan bermasyarakat yang
aman dan harmonis ditengah banyaknya keberagaman ataupun
perbedaan. Hal ini dirasakan terutama bagi mahasiswa Indonesia yang
studi di Malaysia, mereka merasa aman dan nyaman selama tinggal
dan menimba ilmu di Malaysia. Tidak ada perbedaan yang signifkan
dari kehidupan sosial. Penampilan fisik dan gaya hidup yang tidak
membuat mereka seperti warga asing di Malaysia. Bahkan, hak-hak
pelajar Malaysia dapat dinikmati oleh mahasiswa Indonesia juga,
seperti potongan harga penggunaan trasnportasi umum, makanan dan
minuman, dan fasilitas umum lainnya yang tidak jarang memberikan
hak istimewa bagi status pelajar di Malaysia.
4. Mutual benefits
Dalam menjalin hubungan kerjasama, mutual benefits merupakan
hal yang sangat wajar di ekspektasi bagi kedua belah pihak. Dalam hal
ini, Indonesia dan Malaysia sama-sama memiliki orientasi yang
menjadikan kedua negara dapat saling bekerja sama. Orientasi
Indonesia terhadap Malaysia adalah MoU/MoA untuk kepentingan
BAN-PT dan keunggulan kualitas pendidikan di Malaysia. Sedangkan
orientasi Malaysia terhadap Indonesia adalah sumber daya manusia.
SDM Indonesia yang dapat meningkatkan devisa negara Malaysia
dengan persentase jumlah mahasiswa Indonesia yang cukup tinggi dan
pertukaran ide maupun gagasan yang diwujudkan melalui program-
program kerjasama yang biasanya Malaysia dapat berkontribusi lebih
dalam hal finansial dibandingkan Indonesia. Bahkan, kini di tengah
krisis moneter yang cukup berdampak bagi negara Malaysia, Indonesia
dijadikan panutan untuk belajar kemandirian perguruan tinggi di
Malaysia yang biasanya selalu di subsidi penuh oleh pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Malaysia. Kenyataan ini sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia
yang mengharuskan perguruan tinggi Indonesia untuk mandiri dalam
mengelola subsidi pemerintah yang tidak penuh dengan ekspektasi
kualitas pendidikan yang baik.
Hubungan kerjasama antar negara tentunya tidak ada yang sempurna
atau tanpa adanya faktor kendala yang turut berkontribusi untuk membuat
kerjasama tersebut tidak statis melainkan dinamis. Adapun kendala yang
mempengaruhi hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia
yang dirangkum dari hasil wawancara adalah SDM atau Sumber Daya
Manusia.
Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur telah mengajukan
permohonan penambahan SDM kepada Kementerian Luar Negeri di
Jakarta untuk bidang Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Hal ini sejalan
dengan apa yang diutarakan oleh seluruh informan yang diwawancarai.
Beban kerja di Atdikbud yang cukup tinggi dengan mengharuskan
memberikan pelayanan sektor pendidikan dan kebudayaan, melaksanakan
fungsi dan tugas utama, dan mencapai target kerja yang maksimal tentu
terhambat dengan realita kekurangan SDM.
Seluruh urusan yang berkaitan dengan hubungan kerjasama
Indonesia-Malaysia ikut terhambat dalam hal proses yang memakan waktu
lebih lama di administrasi maupun birokrasi. Bahkan kendala finansial
tidak lagi menjadi masalah utama, karena adanya anggaran yang cukup
juga tidak menjamin berjalannya program kerja secara maksimal tanpa
adanya SDM yang cukup. Untuk bidang Atase Pendidikan dan
Kebudayaan di KBRI Kuala Lumpur, hanya ada 6 SDM secara
keseluruhan dalam melaksanakan tugas dan fungsi Atdikbud dalam
memberikan pelayanan yang berkaitan dengan sektor pendidikan. Ke
enam SDM tersebut sudah termasuk Atase Pendidikan yang menjabat
posisi tertinggi di bidang tersebut. Untuk bidang kerjasama perguruan
tinggi hanya ada 1 staf ahli yang menangani selain Atase Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
langsung. Sedangkan staf lainnya juga harus menangani beragam tugas
pelayanan yang merupakan bagian dari bidang Atdikbud.
4.2.3 Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur
Strategi komunikasi dan gaya komunikasi merupakan indikator
peranan komunikasi internasional yang dilakukan oleh Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama
pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Hal ini menunjukkan besarnya
peranan komunikasi yang dilakoni oleh Atase Pendidikan di lingkungan
internasional yang dijalaninya selama bertugas di KBRI Kuala Lumpur.
Peranan ini tidak hanya sebatas sebagai jembatan bagi kedua negara
yang bekerja sama, yakni Indonesia dan Malaysia. Melainkan juga sebagai
fasilitator dan mediator bagi seluruh kalangan dari kedua negara yang
memiliki kepentingan di sekor pendidikan. Atase Pendidikan KBRI Kuala
Lumpur tidak hanya melancarkan komunikasi internasional pada first
track ataupun second track diplomacy saja. Tapi juga keduanya, yakni
multi track diplomacy yang artinya komunikasi dilakukan dan ditujukan
kepada pemerintah negara dan juga masyarakat.
Padahal lazimnya dunia diplomatik cenderung melancarkan
komunikasinya hanya pada first track diplomacy, yakni komunikasi yang
ditujukan kepada kalangan pemerintahan saja atau para pembuat kebijakan
dan pemegang keputusan. Hal ini tidak demikian terjadi bagi Atase
Pendidikan KBRI Kuala Lumpur. Ini disebabkan latarbelakang orang yang
menjalankan fungsi jabatan Atase Pendidikan yang bukan dari bidang
hubungan internasional saja dan sasaran utama dari bidang pendidikan
bukan hanya tertuju pada kalangan atas. Tapi juga harus mengikutsertakan
kalangan lainnya, seperti akademisi dan mahasiswa yang merupakan
orang-orang yang menjalankan dan merasakan dampak dari program
kerjasama yang disepakati.
Universitas Sumatera Utara
Pada hakikatnya, dunia mengetahui bahwa setiap insan manusia
memiliki hak atas pendidikan yang berkualitas yang akan membuka
gerbang kesempatan atas kualitas hidup yang lebih baik di masa akan
datang. Oleh karena itu, komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI
Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan
tinggi Indonesia-Malaysia sangatlah berperan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai peran
komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam
meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia
adalah sebagai berikut:
1. Strategi dan gaya komunikasi yang dilakukan oleh Atase Pendidikan
KBRI Kuala Lumpur tidak terpaku dengan gaya formal diplomatik yang
cenderung indirect atau ambigu. Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
selalu bersikap terbuka untuk membangun relasi demi mencapai
komunikasi yang efektif dan efisien. Keterbukaan tersebut diyakini
dapat menentukan besarnya minat dan aksi komunikan, baik dari
Indonesia maupun Malaysia untuk sepakat dalam bekerja sama di sektor
pendidikan tinggi. Maka dari itu, strategi dan gaya komunikasi selalu
disesuaikan pada situasi dan kondisi secara alami. Hal ini bertujuan
untuk dapat mencapai hasil kerjasama yang maksimal antar kedua
negara.
2. Faktor pendorong yang mempengaruhi hubungan kerjasama pendidikan
tinggi Indonesia dan Malaysia adalah faktor letak geografis, bahasa,
multikulturalisme, dan mutual benefits.Faktor-faktor tersebutlah yang
paling besar menentukan tingginya mobilitas pelajar maupun akademisi
dari dan ke Indonesia-Malaysia. Sedangkan faktor kendala yang
signifikan memberi hambatan dalam proses kerjasama kedua negara
adalah faktor sumber daya manusia. Faktor SDM ini dianggap yang
paling urgent saat ini, bahkan finansial bukanlah lagi kendala yang
signifikan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya beban kerja di Atdikbud
KBRI Kuala Lumpur yang tidak mungkin terselesaikan tepat waktu
secara maksimal.
3. Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur tidak hanya melakukan
komunikasi internasional pada satu jalur saja. Komunikasi internasional
Universitas Sumatera Utara
tersebut dilancarkan oleh Atase Pendidikan dengan menggunakan
gabungan dari first track diplomacy dan second track diplomacy.
Gabungan tersebut dikenal dengan istilah multi track diplomacy, yang
artinya komunikasi dilakukan dan ditujukan kepada pemerintah negara
dan juga masyarakat. Hal ini disebabkan oleh latarbelakang Atase
Pendidikan yang merupakan akademisi (dosen di salah satu perguruan
tinggi di Indonesia) yang merasa pentingnya menjalin komunikasi
dengan semua kalangan. Karena pada dasarnya tujuan dan realisasi
program kerjasama yang disepakati akan melibatkan kedua jalur
komunikasi internasional tersebut.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti dari hasil penelitian yang
sekiranya dapat bermanfaat, antara lain:
1. Saran Akademis
Peneliti berharap bahwa setiap perguruan tinggi maupun pihak-pihak
yang berkaitan dengan sektor pendidikan tinggi yang ingin melakukan
kerjasama internasional antar Indonesia-Malaysia, agar melibatkan
Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur demi memudahkan proses
pencarian mitra kerja yang dapat dipercaya dan berkualitas. Hal ini
dikarenakan peneliti sangat memahami bahwa hubungan kerjasama
antar bangsa tidaklah mudah dan memiliki resiko yang tinggi baik dari
segi hukum, budaya dan biaya.
2. Saran Praktis
Peneliti berharap agar sekiranya Atase Pendidikan beserta jajarannya
dapat lebih maksimal dalam memberikan pelayanan pendidikan baik
untuk pihak Indonesia maupun Malaysia. Kekurangan SDM dapat
diupayakan dengan memberikan kesempatan program magang/PKL
ataupun kerja paruh waktu bagi mahasiswa Indonesia yang menimba
ilmu di Malaysia dalam kondisi waktu yang fleksibel. Hal ini peneliti
yakini sebagai salah satu solusi alternatif yang bisa meningkatkan
kinerja di Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Peneliti juga yakin
mahasiswa Indonesia di Malaysia tentunya banyak yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
kompetensi yang mendukung pekerjaan di Atdikbud KBRI Kuala
Lumpur. Mereka juga akan merasa tidak keberatan membantu karena
dianggap untuk menambah pengalaman, wawasan, dan softskill
sebagai modal ketika sudah selesai studi di Malaysia dan terjun
langsung di dunia pekerjaan sepenuhnya di masa akan datang.
3. Saran Penelitian
Peneliti berharap agar peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan
penelitian ini menggunakan metode observasi partisipan demi
mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik dan konkret. Hal ini
peneliti yakini akan sangat membantu proses pengolahan dan
penyajian data agar dapat mendeskripsikan proses dan wujud dari
komunikasi internasional itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR REFERENSI
Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta. Prenada
Media Group.
A.W.Widjaya. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta. Rineka
Cipta.
Ardianto, Elvinaro.2014. Metodologi Penelitian Untuk Public Relations.
Bandung. PT. Simbiosa Rekatama Media.
Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi. Armico. Bandung.
Bajari, Atwar. 2015. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya.
Bungin, Burhan. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Depok.
Rajagrafindo Pustaka.
Cangara, Hafied. 1998, Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung. PT Raja
Grafindo Persada.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung. Pustaka
Setia.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat komunikasi.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Farwell, James P. 2012. The Art of Strategic Communication. Washington,
DC. Georgetown University Press.
Geddes & Grosset. 2003. Webster‟s Compact English Dictionary,
Scotland, David Dale House.
Griffin, EM. 2003. A First Look at Communication Theory. New York,
Mc Graw Hill.
Gudykunst, William. 2005. Theorizing about Intercultural
Communication, India, Sage Publications, Inc.
Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Bogor.
Hadiwinata, Bob Sugeng. 2017. Studi dan Teori Hubungan Internasional.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Hilmi, Irfan. 2017. Hubungan Kerjasama Bilateral Indonesia-Laos
melalui Diplomasi KBRI Vientiane di Bidang Pendidikan Tahun
2010-2016. (http://repository.unpas.ac.id/13006/).
Lunenburg, Fred C. 2010. Communication: The Process, Barriers, and
Improving Effectiveness. Scholing Volume 1, Number 1, 2010.
Magdalena Mircea, Theodora. 2014. Diplomatic Communication in the
Dynamic of the International Relations. Academica Brancusi
Publisher, ISSN 1844 – 6051.
Muhtadi, Asep Saeful. 2015. Perkembangan Politik dan Sistem Birokrasi.
Bandung. CV. Pustaka Setia.
Moleong, Lexy J. 2006. Metode. Penelitian Kualitatif. Bandung.
Rosdakarya.
Nalwanga Magambo, Caroline. 2011. Trends in Diplomatic
Communication: A Case Study of Uganda.
(https://www.diplomacy.edu/sites/default/files/02012012122033
%20Nalwanga%20%28Library%29.pdf ).
Namawi, Hadari. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta.
Gajahmada University Press.
Purbayanto, Ari. 2016. Dua Tahun Bersama Dubes Herman Prayitno.
Yogyakarta. Inspira Book.
Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Shoelhi, Mohammad. 2011. Diplomasi; Praktik Komunikasi Internasional.
Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
________________. 2015. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya.
Syukriadi, Sambas. 2016, Antroplogi Komunikasi, Bandung, CV Pustaka
Setia.
Waldher & Peter. 2011. Towards an Integrative Approach to
Communications Styles: The Interpersonal Circumplex and the
Universitas Sumatera Utara
Five-Factor Theory of Personality as Frames of Reference.
(https://www.researchgate.net/publication/270569004 ).
West Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi:
Analisis Dan Aplikasi. Buku 1 edis ke-3 Terjemahan Maria
Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.
Sumber Lainnya:
http://www.worldbank.org/en/country/indonesia/overview
https://kbbi.web.id/diplomasi
http://indonesia.go.id/?page_id=9119
http://kbrikualalumpur.org/w/2017/02/24/kedutaan-besar-ri-di-kuala-
lumpur/
https://id.wikipedia.org/wiki/Atase_kedutaan
http://atdikbudkl.org/tentang-kami/
http://www.socialresearchmethods.net/kb/unitanal.htm
https://qualitativeinquirydailylife.wordpress.com/chapter-8/chapter-8-
spradleys-approach-to-interpretation/
http://international.ristekdikti.go.id/2017/indonesia-and-malaysia-two-
brotherhoods-that-commit-to-collaborate-together-in-developing-human-
resources-science-technology-and-innovation-hesti
http://libguides.usc.edu/writingguide/theoreticalframework
https://www.beyondintractability.org/essay/interest-based_bargaining
https://www.negotiations.com/articles/negotiation-types
http://unesdoc.unesco.org/images/0023/002336/233610e.pdf
http://www.cybertesis.cl/importance-education-essay/
http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/30/11062265/Menarik.Mahasisw
a.Internasional
http://setnas-asean.id/site/uploads/document/journals/file/59b0f6f35cbc3-
27-cluster-sosbud-sti-komunikasi-lspr.pdf
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/satoto-endar-
nayono/strategi-internasionalisasi.pdf
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
INFORMAN I
Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 21 Januari 1966
Posisi/Jabatan : Atase Pendidikan & Kebudayaan
Kontak : [email protected] / +603-21164123
Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2017
Waktu Wawancara : Pukul 18.15
Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
Pertanyaan yang akan peneliti ajukan kepada Informan I adalah:
1. Apa yang mendorong atau memotivasi Bapak untuk menjadi Atase
Pendidikan dan Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia –
Kuala Lumpur, Malaysia?
2. Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan
perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan kerja sama bagi
Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?
4. Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai
Atase Pensdidikan KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan
kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
5. Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak
maksimalkan dalam menjalin kerja sama?
6. Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak
Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerja sama? Siapakah yang
lebih proaktif?
Universitas Sumatera Utara
7. Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam
bernegosiasi dengan pihak Malaysia?
8. Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam
menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?
9. Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait
dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?
10. Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah
pihak negara dalam membangun kerja sama?
11. Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama
pendidikan tinggi?
12. Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,
e-mail, etc.
13. Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan
dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-
pemerintahan?
14. Bagaimanakah sikap Bapak jika pihak Malaysia lebih dominan dalam
menentukan kesepakatan kerja sama?
15. Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama menjabat sebagai Atase
Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?
16. Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-perguruan
tinggi Indonesia-Malaysia?
17. Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,
mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?
18. Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam
mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second
track diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?
19. Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional dalam
menentukan hubungan kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
20. Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja
sama Indonesia-Malaysia?
Universitas Sumatera Utara
INFORMAN II
Nama : Erwinsyah, SH. LLM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Posisi/Jabatan : Staf Ahli Atase Pendidikan
Kontak : [email protected] / +603-2116-4130
Tanggal Wawancara : 26 Oktober 2017
Waktu Wawancara : Pukul 09.30
Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
Pertanyaan yang akan peneliti ajukan kepada Informan II adalah:
1. Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan
perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?
2. Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan kerja sama bagi
Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?
3. Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai staf
ahli kerja sama perguruan tinggi di Atase Pensdidikan KBRI Kuala
Lumpur?
4. Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak
maksimalkan dalam menjalin kerja sama?
5. Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak
Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerja sama? Siapakah yang
lebih proaktif?
6. Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam
bernegosiasi dengan pihak Malaysia?
7. Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam
menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?
8. Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait
dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?
9. Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah
pihak negara dalam membangun kerja sama?
Universitas Sumatera Utara
10. Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama
pendidikan tinggi?
11. Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,
e-mail, etc.
12. Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan
dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-
pemerintahan?
13. Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-perguruan
tinggi Indonesia-Malaysia?
14. Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,
mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?
15. Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama bekerja dan sering dikirim
sebagai perwakilan Atase Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan
tinggi Indonesia-Malaysia?
16. Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam
mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second
track diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?
17. Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional dalam
menentukan hubungan kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
18. Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja
sama Indonesia-Malaysia?
Universitas Sumatera Utara
INFORMAN III
Nama : Doni Ropawandi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Posisi/Jabatan : Mahasiswa/Ketua Umum PPI Malaysia
Kontak : [email protected] / +6285222353155
Tanggal Wawancara : 02 Juli 2018
Waktu Wawancara : Pukul 19.00 WIB
Lokasi Wawancara : Skype Video Call
Pertanyaan yang akan peneliti ajukan kepada Informan III adalah:
1. Apa yang membuat anda tertarik untuk studi di Malaysia?
2. Bagaimana pandangan anda terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan
perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?
3. Sudah berapa lama bergabung di PPI-Malaysia?
4. Sebelum menjabat posisi Ketua Umum PPI-Malaysia, apa pandangan anda
terhadap program dan kegiatan PPI-Malaysia?
5. Apa yang mendorong atau memotivasi Saudara untuk menjadi Ketua
Umum PPI-Malaysia?
6. Apa saja visi dan misi Saudara sebagai Ketua Umum untuk PPI-Malaysia
ke depannya ?
7. Seberapa sering atau intens komunikasi anda dengan Atdikbud KBRI
Kuala Lumpur dalam membahas program kegiatan PPI-Malaysia?
8. Seberapa besar peranan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur terhadap PPI-
Malaysia?
9. Seberapa sering PPI-Malaysia dilibatkan dengan dan oleh Atdikbud KBRI
Kuala Lumpur?
10. Apakah ada perguruan tinggi ataupun institusi lainnya yang melibatkan
PPI-Malaysia dalam events yang mereka buat tanpa ada kerja sama
langsung dengan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?
11. Menurut anda, bagaimana kesan anda terhadap kinerja Atdikbud dalam
melayani pelajar-pelajar Indonesia disana dan sebagai bridge bagi
stakeholders perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?
Universitas Sumatera Utara
12. Program kegiatan Atdikbud yang manakah yang paling berkesan sangat
baik bagi anda? (Misal: students exchange, education expo, kegiatan-
kegiatan yang langsung ke publik Malaysia)
13. Sebagai pelajar Indonesia, bagaimanakah respon/sikap masyarakat
Malaysia terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh PPI-
Malaysia dan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?
14. Apakah ada kesulitan atau kendala yang dihadapi selama studi di
Malaysia? (bahasa, gegar budaya, lifestyle)
15. Menurut anda, seberapa pentingkah peranan Atdikbud KBRI KL dalam
urusan pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
Universitas Sumatera Utara
TRANSKRIP WAWANCARA
Keterangan: P = Peneliti
R = Responden
INFORMAN I
Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 21 Januari 1966
Posisi/Jabatan : Atase Pendidikan & Kebudayaan
Kontak : [email protected] / +603-21164123
Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2017
Waktu Wawancara : Pukul 18.15
Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
P: Apa yang mendorong atau memotivasi Bapak untuk menjadi Atase
Pendidikan dan Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia – Kuala
Lumpur, Malaysia?
R: Saya adalah orang yang suka tantangan dik Hilyah. Latar belakang saya kan
akademisi, dosen, dan saya sudah guru besar di IPB, di umur yang tergolong
masih cukup muda loh saya ini dibandingkan dengan guru besar umumnya. Jadi,
rasanya dari segi karir akademis sudah tidak ada lagi yang mau dikejar. Jabatan
juga sudah banyak yang dicicipi.Jadi, ketika ada tawaran untuk posisi Atdikbud,
ya saya coba saja. Karena saya selalu punya spirit yang tinggi untuk menambah
pengalaman terus sepanjang hidup saya. Apalagi passion saya memang di dunia
pendidikan. Saya punya tiga prinsip hidup tersebut dik, Hilyah. Challenge, spirit,
passion itu yang memotivasi saya.
Universitas Sumatera Utara
P: Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia
dan perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?
R: Saya akui secara general memang sistem pendidikan di Malaysia lebih baik
dibandingkan di Indonesia. Malaysia punya Blueprint yang menjadikan
pendidikan disini lebih stabil dan sustainable. Di Indonesia, sistemnya terus
berganti-ganti seiring dengan pergantian pemerintah yang menjabat. Hal ini tidak
sesuai dengan ekspektasi pendidikan di Indonesia yang maunya setara pendidikan
kelas dunia. Padahal, pendidikan itu kan punya proses, dan berkesinambungan,
perlu waktu yang tidak sebentar.
P: Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan kerja sama
bagi Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?
R: Letak wilayah kita yang berdekatan dan strategis bisa jadi salah satu faktor
pendorongnya. Ini disebabkan mobilitas masyarakat kedua negara yang cukup
tinggi juga dik. Kita lihat saja sudah berapa banyak WNI kita hilir mudik kesini.
Ada yang sebagai TKI, mahasiswa, wisatawan Indonesia juga berlimpah disini.
Unsur budaya juga mempengaruhi hubungan kerjasama kita. Budaya Indonesia
dan Malaysia kan sebenarnya satu rumpun. Hanya yang membedakannya karena
penjajah kita dulu berbeda. Kita lama dijajah Belanda, Malaysia dijajah Inggris.
Banyaknya kesamaan budaya dan bahasa memudahkan warga Indonesia dan
Malaysia untuk saling exchange. Nah, untuk sektor pendidikan tinggi umumnya
Indonesia lebih berorientasi untuk urusan BAN-PT dengan membuat MoU/MoA
sebanyak-banyaknya dengan perguruan tinggi di luar negeri. Sebenarnya ini hal
yang sangat baik, karena bisa mendorong kemajuan pendidikan tapi secara
praktiknya sering juga tidak sesuai. Sedangkan orientasi yang dimiliki Malaysia
terhadap negara kita lebih kepada sumber daya manusia. SDM kita itu dianggap
mereka lebih tinggi ethos- nya dalam belajar dan bekerja di tengah kesulitan yang
berbanding terbalik dengan Malaysia yang benar-benar mengutamakan
kesejahteraan rakyatnya, terkhusus lagi dalam aspek pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
P: Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai
Atase Pensdidikan KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan
kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
R: Strategic planning yang saya jadikan pedoman adalah Renstra Kemendikbud
2015-2019. Renstra ini sebagai pedoman pelaksanaan tugas teknis Atase
Pendidikan dan barometer target yang harus dicapai. Kalau dilihat dari Renstra
tersebut, salah satu sasaran program dan indikator kinerja program dukungan
manajemen dan pelaksanaan tugas teknis adalah tingkat kepuasan pemangku
kepentingan Kemendikbud di luar negeri terhadap layanan Atdikbud/DEWATAP
UNESCO dan SLN dengan estimasi persentase 89% di tahun 2014, 92% (2015),
94% (2016), 96% (2017), 98% (2018), 100% (2019). Nah, Alhamdulillah
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur sudah mencapai target sesuai barometer tersebut
dan Insha Allah akan terus ditingkatkan.
P: Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak
maksimalkan dalam menjalin kerja sama?
R: Oh tentu saja, Hilyah. Saya selalu mengupayakan jalur negosiasi untuk segala
urusan Atdikbud yang berkaitan dengan hubungan kerjasama. Menjadi seorang
atase itu juga harus bisa sebagai seorang negosiator. Negosiator harus mampu
menumbuhkan rasa trust pada orang lain maupun trust orang lain terhadap kita.
Untuk mendapatkan kepercayaan orang lain tidak susah dan tidak gampang juga
dik Hilyah. Ini harus secara alamiah supaya orang-orang yang bernegosiasi bisa
merasa nyaman. Nyaman dalam artian tidak merasa terintimidasi dengan
penampilan atau latarbelakang seseorang. Kadang-kadang kita bisa merasa tidak
nyaman ketika penampilan yang tidak meyakinkan atau karena kemampuan
bahasa yang terbatas. Saya pribadi merasa nyaman dan aman di Malaysia ini,
karena memang negaranya multikultural. Indonesia- Malaysia itu kan ya mirip-
mirip sih sebenarnya. Jadi, Malaysia ini terdiri dari tiga ras asli, ada Tamil, Cina,
dan pastinya Melayu. Ya makanya saya tidak merasa seperti orang asing disini.
Karena kalau orang gatau saya ini siapa, banyak yang mikirnya saya orang asli
sini dik.
Universitas Sumatera Utara
P: Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak
Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerjasama? Siapakah yang
lebih proaktif?
R: Pada dasarnya ya sebagai fasilitator atau mediator dik Hilyah. Karena
fungsinya lebih sebagai perwakilan dan penengah pihak-pihak yang berurusan.
Kan banyak sekali perguruan tinggi Indonesia maupun Malaysia yang datang
kemari untuk kerjasama, atau kadang-kadang minta masukan bagaimana untuk
mempromosikan universitasnya di Indonesia ataupun sebaliknya. Dan mengenai
siapa yang lebih proaktif sebenarnya sama saja ya. Indonesia dan Malaysia sama-
sama aktif. Tapi kalau mau melihat dari segi kontribusi ya barangkali lebih
dominan Malaysia ya, karena mereka kan punya dana pendidikan lebih besar. Dari
segi komitmen juga lebih konkret Malaysia dibandingkan Indonesia. Gimana ya
dik, kita bicara realitanya saja. Orientasi Indonesia itu ya rata-rata hanya untuk
BAN-PT. Hanya mau tanda tangan MoU tanpa mempertimbangkan matang-
matang programnya jalan atau Tilak. Nah, peranan saya mendampingi mereka-
mereka ini yang mau menjalin kerjasama, kita fasilitasi saja. Kadang di KBRI ini
diadakan pertemuannya, kadang mereka adakan di kampus mereka secara
bergantian. Ya Atdikbud mendampingi dan memberikan masukan saja sih,
khususnya yang perlu diperhatikan atau dikoreksi pada MoU. Biasanya saya juga
dijadikan sebagai saksi dalam nota kesepahaman, hal ini mencegah perselisihan
yang mungkin bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Karena saya dan Pak Erwin akan
membantu administrasinya, seperti memeriksa draft MoU dan di-check apakah
sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di kedua negara.
P: Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam
bernegosiasi dengan pihak Malaysia?
R: Kalau gaya komunikasi pastinya saya sesuaikan dik Hilyah. Gaya komunikasi
itu jarus disesuaikan dengan kepribadian individu masing-masing yang punya
objektif atau goal yang sama. Goal-nya kan yang utama itu to convince people.
Jadi nih saya boleh sedikit cerita ya. Kemarin itu kita kan ada masalah cultural
claim yang menyebabkan suasana masyarakat Indonesia dan Malaysia memanas.
Jadi ada yang merendahkan bangsa kita yang buat saya kesal. Ya langsung saya
Universitas Sumatera Utara
ancam saja. Saya bilang seperti ini dik, “saya tidak terima atas sikap merendahkan
bangsa apapun itu, apalagi bangsa saya, bangsa Indonesia. Kalau tidak diusut oleh
pihak Malaysia, saya akan mengeluarkan surat peringatan dan pernyataan di
media bahwa studi di Malaysia tidak aman. WNI akan di rendahkan dan bisa saja
di intimidasi maka saya akan tidak merekemondasikan WNI untuk sekolah di
Malaysia”. Takut mereka dik Hilyah, ya karena Indonesia kan urutan ke-2
mahasiswa asing terbanyak di Malaysia, yang mendatangkan devisa buat mereka.
Nah, bentuk ancaman ini salah satu contoh gaya komunikasi saya ketika
situasinya memang memerlukan untuk bersikap tegas dan sedikit agresif. Kadang-
kadang kita harus dominan juga dik Hilyah. Tapi saya pada dasarnya orang
terbuka dan bahkan dalam urusan professional bisa juga diajak berteman. Kalau
kita terbuka dan bisa berteman, ya orang akan nyaman berkomunikasi dengan
kita. Kita pun juga lebih mudah untuk menyampaikan sesuatu, apalagi
bernegosiasi. Saya juga orangnya ga neko-neko alias gaya komunikasinya tidak
terlalu formal, ya kita santai tapi tetap serius isinya. Ga mesti yang seperti
diplomat pada umumnya, yang cara berbicaranya sangat formal dan sangat politis,
jadi ya kita susah juga memaknainya karena jadi seperti ambigu. Dan kita harus
flexible juga dik, kita harus pandai-pandai melihat personality lawan bicara kita,
orangnya seperti apa, interest-nya kira-kira bagaimana, nah dari situ kita bisa
sesuaikan gaya komunikasi seperti apa yang tepat.
P: Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam
menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?
R: Ya jelas donk. Pendekatan budaya salah satu yang saya gunakan. Sebenarnya
ketika kita tahu bagaimana budaya orang lain, memahami betul, ikut berpartisipati
langsung ke tradisinya. Pasti dari situ kita bisa melihat, apa yang biasa mereka
bicarakan. Apa-apa saja yang tidak boleh dibicarakan, istilah-istilah apa yang
mungkin lebih dipahami mereka. Dari situ kita bisa nyambung nanti ngobrolnya.
Karena ya ga mungkin kita mau kerjasama, langsung negosiasi tanpa ada saling
kenalan dulu. Kan kita juga perlu tahu minat dan potensi mereka yang bisa
dikolaborasikan bersama. Nah, contohnya saja ya dik Hilyah. Kalau kita orang
Indonesia masih bisa menemukan orang-orang yang masa cuti atau libur yang
mau dihubungi walaupun itu tentang kerjaan. Kalau disini, mereka tidak peduli
Universitas Sumatera Utara
mau itu yang menghubungi dari saya atau kedutaan lainnya ya kalau lagi masa
cuti ya cuti. Jadi kadang-kadang pekerjaan terhambat juga. Dan kalau kita
biasanya ya disambungkan ke orang lain yang tidak cuti donk ya. Nah kalau
disini, kalau sudah si A yang ngurus. Si B dan C yang sebidang dan bisa
memegang kerjaan itu pun tidak dikasi. Tetap harus nungguin kesediaan si A.
Tapi kalau memang saat bekerja, tidak masa cuti pribadinya, orang-orangnya saya
akui lumayan profesional. Ya tapi saat jam operasional saja begitu dik Hilyah.
P: Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait
dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?
R: Beragam dik. Banyak pihak yang terlibat tentunya. Baik itu dari kalangan
pemerintahan maupun non pemerintahan. Kita sudah pasti berhubungan dengan
Kementerian Pendidikan Malaysia, Jabatan Imigresen Malaysia, ini untuk hal
urusan VISA pelajar, guru-guru, dosen, researcher. Kebanyakan kerjasama kita
dengan perguruan tinggi Malaysia dik. Kita ada kerjasama dengan Universiti
Malaya, UKM, UPM, USM, dan masih banyak lagi. Pokoknya selagi ada
kaitannya, ya kita selalu siap untuk buat kerjasama, asal ada hubungannya dengan
pendidikan dan kebudayaan.
P: Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah
pihak negara dalam membangun kerja sama?
R: Kita berkomunikasi cukup tinggi intensitasnya, apalagi dalam hal nota
kesepahaman, tentang penjadwalan kunjungan-kunjungan yang diadakan. Ya
kamu lihat aja jadwal kegiatan Atdikbud, padat banget kan? Senin sampai jumat,
sabtu minggu juga sering ada acara yang tidak bisa dilewatkan. Apalagi kalau
sudah Duta Besar ngasi disposisi ke Atdikbud ya harus dilaksanakan. Kita selalu
maksimalkan pertemuan tatap muka. Itu untuk meminimalisir kesalahpahaman,
kadang-kadang kita bisa saja tidak satu persepsi ya kan. Sebetulnya juga
bernegosiasi sampai final lobbying lebih bagus tatap muka daripada via email.
Lebih efektif dan efisien juga waktunya. Bagi saya, pertemuan-pertemuan ini
sangat penting, karena disinilah komunikasi internasional itu banyak terwujud dik.
Berkomunikasi langsung bisa lebih powerful dibandingkan dengan menggunakan
media platforms lainnya. Kalau kita mau negosiasi yang persuasif juga lebih
Universitas Sumatera Utara
efektif dari komunikasi verbal. Suara kita, mimik wajah dan gesture tubuh ikut
berperan untuk meyakinkan orang. Beda budaya dan bahasa itu susah-susah
gampang juga dik Hilyah. Secara psikologis pun kita bisa lakukan ya pada
komunikasi langsung ya kan.
P: Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama
pendidikan tinggi?
R: Biasanya tahapannya diawali dengan berkoordinasi sama staf Atdikbud. Kirim
surat resmi dulu atau kirim email/fax yang menyertakan kepentingan untuk
melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Setiap permohonan nantinya akan
disampaikan staf ke saya. Nanti saya yang disposisikan apakah dilanjutkan atau
tidak. Tapi umumnya semua kita lanjutkan untuk diproses. Kita kan sifatnya
melayani apa yang bisa di fasilitasi dik. Biasanya setelah pihak Indonesia atau
Malaysia berhubungan dengan Pak Erwin, karena saya sudah percayakan urusan-
urusan kerjasama sama Pak Erwin. Tapi ya tetap di update ke saya. Pokoknya
semua di sesuaikan dengan permintaan kedua belah pihak yang bersangkutan dik.
Saya juga sering diminta sebagai pembicara di universitas Malaysia dan
Indonesia. Biasanya saya menyanpaikan kuliah umum mengenai peran dan fungsi
Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Nah, untuk kegiatan yang sifatnya tatap muka
selalu dihadiri oleh Atdikbud, baik diadakan di Malaysia maupun Indonesia.
P: Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,
e-mail, etc.
R: Media yang biasa aja dik. Surat resmi, email, telepon/fax, media pertelevisian
di Malaysia juga, ya saya lumayan sering juga di undang untuk mewakili KBRI
untuk mensosialisasikan tentang visi misi Atdikbud. Brosur dan poster juga kita
sering buat dan sebarkan ke mitra-mitra kita.
P: Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan
dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-
pemerintahan?
R: Yes, tentunya ada. Jadi gini dik Hilyah, kalau bernegosiasinya dengan pihak
pemerintahan atau biasa istilahnya first track diplomacy, biasanya tetap formal.
Universitas Sumatera Utara
Tapi kan saya orangnya lebih speak up untuk memberikan ide-ide yang inovatif.
Jadi kalau dibandingkan dengan atase pendidikan lainnya, ya paling hanya saya
yang berani speak up seperti itu. Dan saya juga terbuka dengan pihak non-
pemerintahan. Barangkali dik Hilyah juga sudah tahu istilah untuk yang ini adalah
second track diplomacy. Jalur kedua ini kan interaksinya sama orang-orang yang
non-pemerintahan, jadi kita ga perlu formal-formal sekali. Simple, santai tapi tetap
berisi. Konkret kerjanya.
P: Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam
mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second track
diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?
R: Kalau saya lebih senang dengan second track diplomacy ya, walaupun dua-
duanya dipakai. Ini mungkin karena latarbelakang saya orang bukan dari politik
atau diplomatik asli. Saya kan dosen di universitas, jadi rasanya kalau mau gaya
diplomat banget ya circle-nya nanti ya kalangan elite semua, orang-orang
pemerintahan semua. Padahal yang merasakan dampaknya nanti masyrakat biasa
juga. Jadi lebih puas rasanya saya berinteraksi langsung dengan menggunakan
second track diplomacy. Masyarakat ini kan macam-macam profesinya, dan yang
sebenarnya yang mengeksekusi program kegiatan dari kerjasama itu paling ya
praktisi juga, orang lapangan juga, mahasiswa juga, jadi ya rasanya lebih
membaur dan konkret saja kerja kita.
P: Bagaimanakah sikap Bapak jika pihak Malaysia lebih dominan dalam
menentukan kesepakatan kerja sama?
R: Saya bisa dikatakan cenderung agresif dan dominan dalam urusan kerjasama
yang langsung melibatkan Atdikbud. Apalagi kalau sudah kelihatan tuh Malaysia
yang kadang-kadang geraknya mulai agresif dan dominan. Wajar saja sih,
namanya mereka punya kontribusi finansial yang cukup besar. Tapi saya tetap
gamau kalah donk. Martabat bangsa kita harus di nomor satukan. Saya berani
menentang segala hal jika itu sudah menyangkut nilai-nilai kebangsaan negara
kita. Biar saja hubungan bilateral jadinya terpengaruh, kalau ga terpengaruh ga
bakal ada perubahan. Tanpa ada masalah yang sangat crucial juga hubungan
bilateralnya on-off juga ya kan.
Universitas Sumatera Utara
P: Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama menjabat sebagai Atase
Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?
R: Kendala kita di SDM dik Hilyah. Kita tuh ya sudah mengirimkan permohonan
ke Kemenlu untuk penambahan SDM, ga hanya di Atdikbud tapi juga bidang-
bidang lain KBRI Kuala Lumpur sudah pada kewalahan juga dik. Tapi ya belum
juga dipenuhi. Padahal banyak kerjaan yang memerlukan tenaga SDM, kerjaan
kita kan sifatnya pelayanan. Ya ini salah kendala yang paling besar sih. Mudah-
mudahan tahun ini dijawab Kemenlu ya permohonan kami. Ini juga demi
kepentinngan memaksimalkan kinerja KBRI. Kalau mengenai dana / finansial itu
tidak terlalu menjadi kendala besar. Karena tiap tahunnya sudah ada disiapkan dan
tidak semua program kerjasama mengeluarkan biaya, bahkan kita selalu
mengusahakan zero cost dengan saling bertukar ide atau gagasan dan sumber daya
yang memungkinkan bagi pihak-pihak yang berhubungan.
P: Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-
perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?
R: Jadi gini dik, bagi saya kemampuan bahasa asing itu penting, ya minimal
bahasa Inggris dikuasai, jika bisa lebih dari satu bahasa asing yang dikuasai, itu
akan jadi nilai plus kita. Terus terang bagi saya kemampuan bahasa Asing yang
mungkin belum sempurna ya gapapa, selama lawan bicara kita paham ya berarti
pesan dan informasinya sudah berhasil sampai. Jadi, kalau di pertemuan-
pertemuan saya lebih sering pakai bahasa Inggris tapi pastiny tetap campur
dengan bahasa Melayu yang sebenarnya hampir-hampir sama dengan bahasa
Indonesia.
P: Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,
mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?
R: Oh kalau itu sih tidak ada. Ya ini disebabkan kitanya juga bukan dari latar
belakang HI. Walaupun ada dulu pelatihan untuk dinas ke luar negeri setelah lulus
seleksi berkas, tapi sepengalaman saya kita para atase terpilih tidak ada diarahkan
Universitas Sumatera Utara
secara khusus gitu gaya komunikasinya. Self-learning aja sih dik, belajar yang
paling efektif itu kan dengan belajar langsung di lingkungannya/ bidangnya. Saya
juga pelan-pelan menyesuaikan gaya berkomunikasi dan cara bersikap setelah
mulai menjadi Atase. Tapi ya itu semua disesuaikan dengan kepribadian kita.
P: Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional
dalam menentukan hubungan kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-
Malaysia?
R: Sebenarnya komunikasi internasional itu sangat berperan dalam segala aspek,
apalagi dalam hal hubungan kerjasama luar negeri. Kemampuan berkomunikasi
yang efektif dan persuasif itu turut mempengaruhi capaian kinerja kita loh dik
Hilyah. Dan komunikasi internasional itu bukan semata-mata penguasaan bahasa
asing, tapi juga kemampuan dalam menilai kepribadian, dapat membaca situasi
dan kondisi, hingga mampu meyakinkan orang lain sampai mencapai win-win
solution.
P: Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja
sama Indonesia-Malaysia?
R: Pastinya berperan besar. Atdikbud ini semacam wadah pertukaran program
kerja, as a bridge bagi Indonesia dan Malaysia tentunya. Segala urusan yang
berkaitan dengan pendidikan jika tidak diserahkan kepada orang yang memahami
sistem serta kondisi pendidikan kedua negara bisa bahaya. Visi dan misi Atdikbud
untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam sektor pendidikan bisa-bisa tidak
tercapai. Yang menduduki jabatan atase pendidikan juga harus berperan aktif
dalam memaksimalkan kerja. Seperti ide membuka Community Learning Center
di wilayah Malaysia bagi anak-anak Indonesia yang tidak bisa mengakses
pendidikan formal baik itu sekolah milik Malaysia maupun Indonesia. CLC itu
tidak ada di SK Menteri saat awal saya menjabat. Ide itu pure dari pemikiran dan
hati nurani saya yang kasihan sama anak-anak Indonesia yang tinggal di
perbatasan wilayah Indonesia-Malaysia. Orang tuanya pekerja di perkebunan
sawit Malaysia, ya seberapalah perekonomian mereka. Untuk makan saja sudah
sulit. Anak-anak itu statusnya seperti stateless. Mau apapun yang terjadi, mereka
tetap punya hak dan memang harus sekolah. Mereka itu kan calon penerus bangsa
Universitas Sumatera Utara
kita. Makanya disini atase dan seluruh jajarannya harus pandai-pandai dalam
memanfaatkan fungsi dari jabatan Atdikbud ini, karena memang peranannya
sangat besar.
INFORMAN II
Nama : Erwinsyah, SH. LLM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Posisi/Jabatan : Staf Ahli Atase Pendidikan
Kontak : [email protected] / +603-2116-4130
Tanggal Wawancara : 26 Oktober 2017
Waktu Wawancara : Pukul 09.30
Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur
P: Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia
dan perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?
R: Ya jelaslah dek, sistem disini lebih bagus dibandingkan di Indonesia. Tapi ya
ga perfect-perfect kali lah. Kenapa abang bilang lebih bagus, karena mereka
punya blueprint. Perguruan tinggi di Malaysia itu udah masuk World University
Rankings. Supaya adek paham, world ranking ini ada indikatornya, ya salah
satunya publikasi jurnal internasional. Ya…kalau dibandingkan dengan di
Indonesia masih jauh-lah pencapaiannya. Karena yang namanya publikasi
internasional ya harus pakai bahasa Inggris. Di Malaysia kan memang bahasa
aslinya menadaptasi bahasa Inggris, jadi kalau soal kemampuan bahasa Inggrinya
udah gajadi masalah. Seperti yang saya katakan tadi, karena adanya blueprint,
sistem pendidikan di Malaysia jadi lebih simple sehingga seluruh rakyatnya bisa
akses pendidikan sampai jenjang universitas. Jadi, blueprint ini merupakan
rancangan pendidikan Malaysia yang dikembangkan melalui proses kolaboratif
dan konsultatif, di dorong oleh pemikir-pemikir Malaysia hebat, lebih dari 100
kelompok yang terlibat kalau ga salah. Tugasnya ya memberi masukan dan ribuan
dan ikut terlibat langsung. Termasuk lah ini dek, ahli-ahli pendidikan Malaysia
dan global, administrator-administrator universitas, dewan universitas, komunitas
Universitas Sumatera Utara
akademis, serikat pekerja dan asosiasinya, staf kementerian, ada juga terlibat
badan industri dan pengusaha, instansi-instansi yang terkait, orang tua, peserta
didik/pelajar, pokoknya seluruh anggota masyarakat dek. Nah, barulah proses
pengembangan dimulai dengan peninjauan Rencana Strategis Pendidikan Tinggi
Nasional atau bahasa kerennya MEB (Malaysia Education Blueprint). Nah kita ?
Ada ga seperti itu ? Jadi ya inilah keunggulan Malaysia dalam mengelola
pendidikan mereka. Terus, disini enaknya pemerintahnya juga banyak
menyediakan baeasiswa selain dari subsidi pendidikan yang tersedia untuk semua
jenjang pendidikan ya. Jadi, pelajar Malaysia itu bisa melanjutkan pendidikannya
mau di dalam negeri, luar negeri, dimana saja bisa. Disini tersedia pinjaman dana
pendidikan langsung dari pemerintah Malaysia. Cara untuk menggantinya nanti
ada dua cara. Pertama, bisa dengan membayar pinjaman dengan uang langsung
senilai yang sama. Kedua, kalau tidak mampu menggantinya langsung bisa
mendedikasikan diri dulu, kerja dulu di Malaysia, nanti pendapatannya dipotong
langsung secara berangsur. Kalau di negara kita ada ga ya yang seperti ini dek
Hilyah ? Ga ada kan. Ya iya ga ada, sistemnya saja selalu berganti. Ganti formasi
pemerintahan, gantilah semua sistemnya. Tapi saya ga ada maksud untuk menilai
rendah sistem pendidikan kita di Indonesia ya. Setiap sistem ada kelebihan dan
kelemahannya. Kalau kita lihat di Malaysia sudah sangat baik sistemnya, belum
tentu output-nya sangat bagus. Justru ya sekarang, semenjak kondisi ekonomi
dunia sangat fluktuatif. Malaysia tidak lagi mampu untuk menerapkan sistem
pendidikan mereka yang serba dipermudah terkhusus lagi dalam hal biaya.
Akhirnya berdampak cukup signifikan, yang dulunya jumlah pelajar Indonesia di
Malaysia mencapai 12.000 mahasiswa, sekarang hanya sekitar 8000 mahasiswa.
Biaya pendidikan kan semakin meningkat, apalagi untuk pelajar internasional ya
lebih mahal lagi dari biaya pelajar Malaysia. Salah satu keunggulan sistem di
Malaysia ini, mereka benar-benar peduli pendidikan. Jadi, mahasiswa yang
memiliki prestasi akademik yang ranking 1 sampai 3 atau cumlaude diberikan
beasiswa. Ini sebagai reward bagi pelajar Malaysia yang diyakini dapat
meningkatkan motivasi belajar rakyat Malaysia. Ya kalau pelajar Malaysia
berhasil ya tentunya jadi output yang sangat baik juga untuk masa depan bangsa
Malaysia.
Universitas Sumatera Utara
P: Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendoorong hubungan kerjasama
bagi Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?
R: Jadi gini dek, rata-rata perguruan tingginya mewajibkan berbahasa Melayu.
Jadi ya ga usah heran kalau melihat jumlah pelajar Indonesia disini cukup banyak.
Karena bahasa tidak menjadi masalah bagi orang kita. Kan mirip bahasa Melayu
disini dengan bahasa Indonesia. Sama ada satu hal yang menarik bagi pelajar
Indonesia yang mau lanjut studi di Malaysia, disini S1-nya 3 tahun dan tidak ada
skripsi tapi project study/internship. Jadi, hal-hal inilah dek saya rasa yang jadi
pertimbangan plus bagi mahasiswa Indonesia untuk sekolah di Malaysia. Karena
kalau dipikir-pikir sebenarnya lebih banyak untungnya sekolah disini ketimbang
di Indonesia. Biaya kuliah mungkin lebih mahal disini, tapi ya tidak lagi itu
namanya kutipan-kutipan biaya selama kuliah. Fasilitas disini jelas lebih bagus
kan ya dek. Dosen-dosen disini juga gabisa main-main dek, kalau di Indonesia
dosen-dosennya mungkin sering memadatkan kuliah karena terlalu sering
mengikuti acara diluar. Apalagi yang profesornya, manabisa izin terlalu sering.
Karena tunjangannya dosen disini tinggi-tinggi dek, jadi ketat peraturannya. Nah,
kalau untuk pihak Malaysia ada juga faktor pendorongnya. Orang Malaysia ini
sekarang lagi gencar-gencarnya mau berguru sama Indonesia. Kenapa saya bilang
gitu ? Ya karena kita sudah berapa kali menerima kunjungan dari perguruan-
perguruan tinggi Malaysia ke Atdikbud, ya kalau ga jumpa Prof. Ari ya sama saya
sebagai perwakilan Atase Pendidikan. Mereka mau tahu gimana sistem
pendidikan di Indonesia yang kabarnya lebih mandiri alias tidak bergantung pada
subsidi pemerintah. Terus tuh Malaysia mau meningkatkan mobilitas pelajar
Indonesia supaya banyak yang sekolah di Malaysia. Apalagi letak wilayah kita
strategis sekali ya kan. Indonesia – Malaysia, dekat. Nah itulah kira-kira salah
satu peran penting Atdikbud dek. Kita upayakan memberikan pelayanan
semaksimal mungkin baik WNI maupun pihak Malaysia, karena ya masih saling
berkaitan kan. Namanya juga kerjasama pendidikan.
P: Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai
Atase Pensdidikan KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan
kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
Universitas Sumatera Utara
R: Kalau strategic planning yang saya terapkan sesuai dengan arahan Prof. Ari
saja dek. Karena sebenarnya Atdikbud ini kan juga sudah ada pedoman Renstra
dari Kemendikbud tahun 2015-2019. Jadi supaya wawasan adek bertambah,
renstra ini disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
mengakomodasikan semua tugas dan fungsi yang menjadi tanggung jawab
Kementerian. Juga, memelihara kesinambungan dan keberlanjutan program,
memenuhi aspirasi pemangku kepentingan atau bahasa kerennya stakeholder dan
masyarakat, serta mengantisipasi masa depan. Ini semua berkaitan dengan rencana
sasaran nasional atau program kerja presiden.
P: Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak
maksimalkan dalam menjalin kerja sama?
R: Saya ini kan bisa dikatakan yang paling aktif mewakili Atase Pendidikan,
apalagi untuk urusan nego-nego dan lobbying. Jadi ya pastilah saya sering
menggunakan negosiasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ya capek sih
dek, karena negosiasi itu kan kita harus pinter-pinter milih kata dan harus bisa
meyakinkan pihak yang bersangkutan. Apalagi kalau sudah soal isi kesepakatan.
Nanti si A maunya ini, si B maunya itu. Ya kita dari Atdikbud harus fair jadi
mediatornya. Harus bisa memenangkan keduanya secara adil, dan jangan sampai
isi MoU dan MoA itu tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di kedua negara.
Itu bisa susah nantinya. Dan yang paling penting juga programnya jalan. Jangan
Cuma tanda tangan MoU/MoA, foto-foto, setelah itu hilang dari peredaran saat
mau eksekusi program. Nanti Atdikbud juga yang dikejar-kejar. Jadi, negosiasi itu
menurut saya ya cara yang paling sering atau bisa dikatakan selalu digunakan.
Kalau bahasa Medannya kan dek, cara „dame-dame‟ untuk dapat win-win
solution.
P: Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak
Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerja sama? Siapakah yang
lebih proaktif?
R:Peran saya ya pada prinsipnya dek sebagai perwakilan dan mediator aja. Tidak
bisa memutuskan sendiri. Karena yang decision maker ya Prof. Ari sebagai Atase
Pendidikan. Tapi ya kalau kira-kira hal yang kecil dan tidak perlu dikonfirmasi ke
Universitas Sumatera Utara
Prof. Ari ya saya putuskan sendiri. Apalagi yang memang menyangkut bidang
saya dek, bidang hukum. Prof. Ari kan juga sudah percayakan ke saya juga. Tapi
yang pastinya dek, di setiap pertemuan saya selalu mencatat informasi-informasi
yang penting. Karena ya kita akui aja dek, mana bisa kita handalkan kapasitas
memori di kepala saja, ga jaminan. Gitupun kadang-kadang masih ada juga yang
terlupakan. Ini juga ada kaitannya dengan faktor keterbatasan waktu dan SDM.
Supaya adek memahami gimana sebenarnya kerja di KBRI Kuala Lumpur ini,
mobilitasnya sangat tinggi dibandingkan perwakilan-perwakilan Indonesia lainnya
yang di negara lain. Apalagi kalau udah urusan pendidikan. Semua-semuanya
harus cepat selesai, tapi banyak sekali yang harus dilaksanakan. Disini bukan
sedikit pelajar Indonesia yang menempuh studinya di Malaysia, begitu juga
Malaysia yang banyak juga mahasiswanya kuliah di Indonesia. Pokoknya banyak
sekali kerjaan yang harus diselesaikan di tengah keterbatasan waktu dan SDM,
yang berhubungan dengan pendidikan dan kebudayaan, semua melalui Atdikbud
KBRI Kuala Lumpur.
P: Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam
bernegosiasi dengan pihak Malaysia?
R: Nah, kalau itu tergantung sikon (situasi dan kondisi) dek. Biasanya ya saya
lihat dulu dari bahasa yang digunakan dan pesan yang disampaikan. Kadang-
kadang masih banyak orang yang berpikir bahwa orang yang kerja di kedutaan
harus lebih disegani, jadi ngomong pun harus hati-hati. Padahal nanti pesan dan
informasinya belum tentu bisa ditangkap kalau bicaranya muter-muter atau terlalu
formal. Nah, kata orang sih yang kerja di kedutaan kan disegani jadi bisa lebih
dominan dalam berinteraksi dan urusan kerja lainnya. Ga juga ah, buktinya nih ya
menurut pengalaman saya. Sering sekali saya harus mendapatkan pengalaman
yang kurang enak, jadi saya harus menghubungi si A ke kantornya, ternyata si A
sedang cuti atau libur. Nah, padahal kan urusan itu yang megang bukan si A aja
dan biasanya kerjaan itu sifatnya mendesak semua dan harus cepat diselesaikan.
Nah, sudah si A gamau diganggu sama sekali, terus kita harus nunggu masa
cutinya. Padahal sama yang lain bisa juga, kan ada sih pekerjaan yang bisa
digantikan. Tapi kejadian-kejadian seperti itu hanya beberapa kali, ga jarang dan
ga sering juga. Nah, disinilah dek aspek sosiologisnya, dimana-mana yang
Universitas Sumatera Utara
namanya pendatang ya harus mengalah dan lebih sabar dalam menyelesaikan
urusannya sama tuan rumah. Apalagi kita kan berinteraksi ga hanya sama orang
Indonesia ya, kadang sering terjadi tuh salah paham karena beda makna dalam
istilah-istilah yang sama. Kita boleh pake bahasa Melayu ya tapi yakin dulu satu
persepsi ga sama lawan bicara kita. Kelebihannya ya kita jadi lebih besar
kemungkinan untuk memenangkan negosiasi, kenapa gitu? Ya logikanya aja dek,
kita kan dua atau tiga kubu yang punya kepentingan masing-masing. Ketika kita
pakai bahasa yang sama dengan kubu lain, otomatis ada rasa persaudaraan kan,
paling tidak rasa nyaman lah, tidak terlalu kaku suasananya. Diselipkan candaan
juga ga masalah jadinya, jadi ya lebih menyenangkan kan negosiasi kayak gitu.
Kita pun jadi bisa lebih terbuka satu sama lain, kita bisa lebih mudah
mengidentifikasi mana-mana aja yang bisa dikolaborasikan bersama.
P: Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam
menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?
R: Pasti dek. Biasanya saya gunakan pendekatan budaya, saya kan dah lama di
Malaysia. Jadi, saya sudah fasih berbahasa Malaysia. Biasanya kalau lagi
berinteraksi sama orang yang mau menjalin kerjasama sama kita. Saya pakai
bahasa Melayu, supaya mereka lebih santai dan nyaman. Ga usah kaku-kaku
amatlah. Kalau kita ikutin amet gaya komunikasinya para diplomat, yang ada bisa
ga konkret kesepakatan yang akan dicapai. Komunikasi diplomat kan kaku,
formal, dan maknanya seringan ambigu ya. Yang paham bahasa mereka ya para
diplomat dan pejabat-pejabat tinggi. Kita kan bidang pendidikan bukan bidang
pertahanan atau politik yang sangat diplomatis gayanya. Menurut saya sih, sedikit
banyaknya pasti dari pendekatan budaya dan bahasa bisa mempengaruhi sikap dan
keputusan yang akan diambil oleh orang terkait. Saya prinsipnya ya asal orang
paham yang saya omongin, tapi ya tetap dalam koridor kesopanan dan berwibawa
ya, pokoknya ya saya gaya komunikasinya open dan cooperative.
P: Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait
dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?
R: Beragam lah dek, tapi yang pastinya guru/dosen, researcher, PTN/PTS,
instansi pemerintahan maupun non-pemerintahan, dan institusi-institusi lainnya
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki urusan dan hubungan dengan bidang pendidikan dan budaya. Dan
pastinya ya mahasiswa dek, pelajar Indonesia dan Malaysia. Karena ya mereka-
mereka ini sebenarnya yang menjalankan program kerjasama pada umumnya. Jadi
program-program kerjasama yang biasa disepakati itu ada double degree,
scholarship exchanges, publish journal juga sih dek salah satu yang lagi gencar
dijadikan salah satu poin kerjasama universitas. Karena di Malaysia ini kan udah
masuk ranking dunia beberapa universitasnya, jadi disinilah Indonesia
berkesempatan untuk berguru bagaimana penulisan jurnal yang baik dan benar
dan tembus Scopus. Tapi ya itulah dek, orientasi orang kita masih formalitas
untuk akreditasi BAN-PT aja, kalau Malaysia cukup komitmen mereka dek.
Mereka-mereka ini juga sering kok nitip brosur di kantor kita. Prof. Ari selaku
Atase Pendidikan juga sering diundang sebagai pembicara dalam kegiatan-
kegiatan semacam education expo, bagi kita juga bagus sih sekalian promosi
Indonesia dari sektor pendidikan dan budaya.
P: Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah
pihak negara dalam membangun kerja sama?
R: Biasanya sih pihak Indonesia dulu atau Malaysia yang menghubungi Atdikbud
dengan mengirimkans surat resmi ke KBRI Kuala Lumpur atau bisa juga dengan
surat elektronik atau email. Tapi tidak jarang juga kita menemukan pihak
universitas-universitas ini pakai jalur direct way dengan menghubungi dan
mengunjungi langsung pihak universitasnya tanpa melibatkan Atdikbud KBRI
Kuala Lumpur. Sebenarnya yang begini ya sah-sah aja, tapi kan alangkah baiknya
jika Atdikbud turut disertakan agar mudah juga kita dek untuk database dan yang
paling penting juga adalah disaat sesuatu terjadi diantara kedua belah pihak,
Atdikbud bisa berperan menengahi dan membantu pihak yang kadangkala
dirugikan. Kenyataannya banyak kok dek program yang terselenggara dan tidak
melibatkan Atdikbud sama sekali. Tapi, pada suatu masa muncul masalah, barulah
meminta Atdikbud untuk membantu menyelesaikannya, tentunya jadi agak sulit
ya kan dek kalau ga dari awal. Tapi begitupun tetap harus kita layani semaksimal
mungkin dek.
Universitas Sumatera Utara
P: Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama
pendidikan tinggi?
R: Umumnya ya dek pihak perguruan tingi yang memiliki hajat untuk
penandatanganan nota kesepahaman atau biasa kita kenal dengan MoU/MoA. Jika
Atdikbud dilibatkan langsung ya biasanya dijadikan saksi untuk MoU/MoA
tersebut. Peranan Atdikbud tidak hanya untuk tandatangan aja ya. Kita juga
berfungsi untuk memberikan masukan dan saran terhadap isi atau konten MoU
nya. Dari segi legalitas hukumnya untuk kedua negara yang bersangkutan, nah
disinilah kerjaan saya dek kebanyakan. Lebih sering saya menangani langsung
yang beginian dibandingkan Prof.Ari, yang update dan follow-up dari tahapan ke
tahapan selama proses kerjasama. Pokoknya ya saya lah yang menangani proses-
proses administrasi ataupun yang berkaitan dengan kelengkapan dokumen.
Bahkan ya dek, saya gini-gini sering mewakili Prof.Ari selaku Atase Pendidikan
dalam menerima kunjungan tamu baik dari Indonesia maupun Malaysia. Ya adek
lihat ajalah nanti data kunjungan lengkapnya, biar adek paham betul seberapa
banyak manusia yang harus kami layani di KBRI ini, khusus Atdikbud aja ya dek.
P: Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,
e-mail, etc.
R: Surat resmi ya bisa dianter langsung ke kantor KBRI atau via pos yang kalau
terlampau jauh. Tapi sekarang kan udah canggih, via email juga kita proses
langsung kok. Kalau face to face itu kan sifatnya dalam pertemuan, ya pasti intens
lah. Tapi ya mungkin lebih intens koordinasi dari email atau telepon kalau sudah
masuk ke tahap hampir final. Kayak misalnya untuk koordinasi isi konten MoU,
ya ga mesti orangnya datang kemari, kan lebih efisien dikirim aja draft-nya
melalui email. Ya sama juga kayak kamu ini, untuk nulis skripsi kan ga mesti buat
appointment nya jauh-jauh dari medan datang langsung ke kesini, kan kita
koordinasi dulu via email. Ya kira-kira begitulah dek, pertemuan itu sifatnya
kalau yang penting-penting banget. Kalau memang harus berdialog langsung
dengan Prof. Ari dan saya. Begitu dek.
Universitas Sumatera Utara
P: Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan
dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-
pemerintahan?
R: Oh kalau itu sih ga ada dek, semuanya mengalir secara alami aja. Karena kan
namanya juga instansi atau institusi punya struktur masing-masing juga dek. Jadi
ya ga jauh-jauh beda lah. Paling nanti kalaupun sama pihak pemerintah mungkin
lebih terkesan formal, kalau sama yang non-pemerintahan mungkin kebanyakan
orang lapangan jadi masih bisa kita selipkan candaan atau gurauan dikit-dikit
supaya ga tegang kali gitu loh dek. Kan kita juga bisa lebih enak ngobrolnya pakai
bahasa yang ga formal atau kaku-kaku amat. Yang penting sama-sama paham,
dapat tujuan dan poin-poinnya, udah bisalah itu. Negosiasi itu kuncinya di
komunikasi. Prinsipnya sama-sama paham dan memberi tanggapan dan
mengambil tindakan akhirnya. Tindakan ini lah wujud hasil dari kesepakatan.
P: Bagaimanakah sikap Bapak jika pihak Malaysia lebih dominan dalam
menentukan kesepakatan kerja sama?
R: So far, kalau dalam bidang kerjasama bidang pendidikan tidak ada yang
dominasi sih. Ya, namanya bidang akademis, apa coba yang mau didominasi.
Paling ya segi kontribusi. Malaysia lebih dominan dalam finansial. Indonesia yang
kadang ga komitmen terhadap kesepakatan ya kadang-kadang marah jugalah
Malaysia. Tapi pinternya Malaysia ini selalu menghubungi kita dulu, cerita ke
Prof.Ari dulu baru nanti kita bersama-sama menetukan sikap dan tindakan yang
mau dilakukan.
P: Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama menjabat sebagai Atase
Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?
R: SDM sih dek, kerjaan banyak banget.Tapi kita terbatas sumber daya manusia.
Kayak saya ini ya sebenarnya staf Atdikbud, ya sama dengan staf lainnya. Cuma
ya saya tambah extra kerja fokus urusan pendidikan tinggi. Itupun karena
latarbelakang saya ilmu hukum. Kita juga udah berkali-kali minta penambahan
SDM, dengan harapan kinerja kita bisa lebih maksimal. Urusan kerjasama ini kan
ga sebentar, butuh waktu dan tetap harus di follow-up. Kalau yang ngerjain
Universitas Sumatera Utara
semuanya saya sama Prof. Ari untuk semua urusuan pendidikan tinggi ya ga
sanggup juga dek lama-lama. Tapi ya itulah mudah-mudahan tahun ini Kemenlu
mengabulkan permintaan kami untuk penambahan SDM.
P: Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-
perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?
R: Bahasa Melayu dan Inggris dek, kalau bahasa Melayu ya supaya lebih akrab
aja suasananya. Ada rasa persaudaraannya, persamaannya, jadi ya kalau mau
negosiasi atau bincang-bincang pun lebih enak aja gitu dek. Tapi bahasa Inggris
juga tetap dipakai, terkhusus lagi untuk sifatnya surat-surat resmi seperti MoU.
P: Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,
mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?
R: Ohh, ga ada sih dek. Selama saya bekerja di KBRI sini tidak ada sih gaya
komunikasi khusus diplomatik yang sengaja diarahkan. Karena menurut saya dek,
ini kan bidangnya sektor pendidikan yang seyogyanya orang yang terlibat dalam
bidang ini udah pasti memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, kan
akademisi udah biasa itu gaya komunikasinya bersifat akademis dan ilmiah.
P: Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam
mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second track
diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?
R: Kalau menurut saya sih first track diplomacy, bukan saya merasa kalangan
pejabat elite ya. Tapi lebih disebabkan unsur kejelasan dari mekanisme kerja dan
tahapan kerja yang harus dilakukan, ya stakeholder nya disini kan orang
pemerintahan pastinya. Dari konteks pembahasan juga lebih jelas, unsur
hukumnya dan implementasi kegiatannya lebih mudah di eksekusi. Kalau
dibandingin sama second track diplomacy ya disini kan berarti stakeholder nya
orang-orang lapangan, masyarakat umum, peserta didik. Nah, mereka-mereka ini
terkadang kurang ngerti betul program kerjasama yang dimaksud, mungkin ini
bisa dikaitkan dengan faktor bahasa yang digunakan. Mereka kan mungkin ga
terbiasa dengan hal-hal birokrasi dan bidang hukum.
Universitas Sumatera Utara
P: Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional
dalam menentukan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-
Malaysia?
R: Menurut saya pribadi ya sangat penting dek. Peranan komunikasi internasional
itu sangat penting dalam menentukan hubungan kerjasama pendidikan tinggi
Indonesia-Malaysia. Dan ada juga beberapa unsur lainnya perlu dikuasai.
Termasuklah itu dek pengetahuan yang luas tentang dunia pendidikan apalagi
tentang pendidikan tingi dan pastinya ya komunikasi yang baik. Nah, masuklah
itu tentang penguasaan bahasa asing serta kemampuan melihat situasi dan kondisi
baik secara psikologis dan sosiologis.
P: Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja
sama Indonesia-Malaysia?
R: Ya sangat penting juga, karena Atdikbud ini kan berperan sebagai penentu
input dan output bagi kedua negara, Indonesia dan Malaysia. Penempatan atase
yang diambil dari bidang akademik memang ide yang sangat tepat. Karena ya
jujur-jujur aja belum tentu seorang diplomat yang berlatarbelakang hubungan
internasional mampu menjalankan posisi tersebut. HI itu kan masih sangat luas
loh dek, sedangkan posisi atase pendidikan itu sudah benar-benar harus
menguasai bidang pendidikan.
INFORMAN III
Nama : Doni Ropawandi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Posisi/Jabatan : Mahasiswa/Ketua Umum PPI Malaysia
Kontak : [email protected] / +6285222353155
Tanggal Wawancara : 02 Juli 2018
Waktu Wawancara : Pukul 19.00 WIB
Lokasi Wawancara : Skype Video Call
P: Apa yang membuat anda tertarik untuk studi di Malaysia?
Universitas Sumatera Utara
R: Kalau itu ya berawal dari fakta ya. Fakta yang sekarang aja masih banyak
orang yang punya persepsi „ngapain kuliah di Malaysia? Di Indonesia aja udah
bagus‟. Tapi kita harus mengakui bahwa Malaysia kadar pendidikannya lebih
bagus mbak. Kita mulai dari fasilitas, fasilitas kampus mereka ya sangat-sangat
bagus ya. Mulai dari perpus, ruang belajar, kemudian saran dan prasarana,
kemudian administrasi yang ga berbelit-belit birokrasinya kan ga kayak di
Indonesia. Kalau kita mau ngajuin judul aja berminggu-minggu, tau-taunya
ditolak kan. Kalau disini ya proceed-nya ya memang satu hari. Kita masukkan
pagi ini, siangnya udah bisa terima hasil. Selanjutnya ya kita berbicara tentang
indeks ranking kampus Malaysia. Sekarang itu kan mereka lagi gembor-
gembornya. Di Indonesia sendiri itu kalau ga salah ya, UI di sekitaran 392, ITB
diatas 700-an, kemudian UGM diatas 700-an juga. Sedangkan di Malaysia, 5
kampus besarnya itu udah masuk top 100, yaitu UM berada di peringkat 84,
kemudian diikuti UKM berada di peringkat 184, kemudian diikuti lagi USM,
UPM, dan sebagainya. Berarti jenjangnya atau gap antara kampus Indonesia dan
kampus Malaysia sangat jauh, itu dari segi indeks yang diakui dunia ya. Tapi akan
salah jika persepsi orang bilang Indonesia lebih bagus dibandingkan Malaysia dari
segi pendidikan, faktanya sudah jauh kan. Kemudian dari segi penulisan,
sebenarnya saya sangat tertarik dengan penulisan di Malaysia. Walaupun S1 disini
tidak pakai skripsi, toh kok mereka bisa lebih hebat ketimbang SDM-SDM kita
yang sudah lulus, ternyata mereka lebih mengandalkan soft skills. Jadi, di kampus
Malaysia mereka lebih meminta mahasiswa-mahasiswa S1 untuk membangun
fondasi lebih awal tentang keilmuannya, seperti internship atau magang sebanyak-
banyaknya, supaya mereka ga terlilit oleh skripsi. Namun, kita di Indonesia ini
terlalu terlilit dengan skripsi padahal ternyata penulisannya masih belum bagus.
Saya boleh-boleh jujur sebenarnya saya mau narik tulisan skripsi saya. Karena
ternyata masih banyak kesalahan-kesalahan dalam penulisannya. Disini S1 benar-
benar untuk membangun fondasi kemampuan soft skills, S2 baru benar-benar
akademis. Selain itu, saya ya jujur aja kalau kita kuliah ke luar negeri ngejar
prospek untuk kerjaan. Tamatan-tamatan luar negeri biasanya punya tempat, Insha
Allah punya tempat. Selain itu, saya juga ingin membangun link atau jaringan
tidak hanya mahasiswa Indonesia saja, tetapi juga seluruh mahasiswa-mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
asing yang bisa saya ajak bergaul. Jadi, dari segi kualitas yang pendidikannya juga
bagus, kemudian sarana dan prasarana, dan yang tidak kalah pentingnya mereka
culture-nya lebih bagus ketimbang kita. Dan yang satu lagi, hal terpenting itu
adalah bahasa. Karena Malaysia kan accent-nya British, mereka kan dulunya
jajahan Inggris. Jadi secara harfiahnya, mereka menggunakan, jarang mereka yang
menggunakan full Malay. Jadi kita dari sana juga bisa mengasah softskill bahasa
Inggris. Kalau dari segi biaya juga bisa kita kupas aja sih. Ada mahasiswa yang
beasiswa dan non-beasiswa. Biasanya yang non-beasiswa itu yang kalau orang
tuanya benar-benar kaya. Tapi ya kalau yang beasiswa ya memang orang pintar
dan pilihan disini. Dan saya kategori yang mendapatkan beasiswa disini gitu
mbak. Kemudian untuk hidup di Malaysia saya rasa tidak jauh-jauh berbeda atau
beda tipis dengan di Medan. Di Medan ya mungkin sekitaran 2 jutaan lah per
bulannya. Nah, untuk kehidupan disini sekitaran 700 Ringgit Malaysia. Kalau kita
yang memang fully kuliah, fully kampus, ga ada hiburan kayak nonton dan
sebagainya, 700 ringgit itu udah cukup sekitaran 2 jutaan. Kemudian ya kalau
yang paling mentoknya, paling banyaklah saya rasa disini sekitar 1800 RM atau
5-6 jutaan lah. Apalagi kalau dibandingkan dengan di Jakarta, kita masih mending
hidup dan tinggal di Malaysia. Disamping kita dekat, apalagi Medan sama
Malaysia, ya cuma 45menit. Tapi kalau biaya semesternya atau uang kuliah ya
emang beda mbak. Ini yang unik sih kalau menurut saya. Disaat kita di Indonesia
biaya S2 lebih mahal ketimbang biaya S1, tetapi disini biaya S1 nya lebih mahal
ketimbang biaya S2. Saya gatau sih gimana regulasinya, yang jelas itu yang
dipasang dan dipasarkan ke mahasiswa internasional.
P: Bagaimana pandangan anda terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan
perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?
R: (Sudah terjawab di jawaban atas pertanyaan sebelumnya)
P: Sudah berapa lama bergabung di PPI-Malaysia?
R: Saya disini kurang dari 2 tahun ya. September ini baru genap 2 tahun. Saya kan
S2 nya cuma 14 bulan. Saya pertama kali kesini ya sendirian, bener-bener gatau
mau kemana-mana ya sendiri. Starting hidup disini gimana ya kemudian hidup
disini seperti apa, ya kita gatau. Jadi kemudian saya mulai masuk kalau ga salah
Universitas Sumatera Utara
November, ya masuk PPI cabang kampus dulu. Saya memulai dari anggota biasa,
nah kebetulan ada perekrutan anggota PPI Malaysia. Nah saya terpilih jadi
anggota biasa PPI Malaysia dulu. Pas tahun 2016-2017, pas reshuffle pertama,
saya langsung naik jadi koordinator bidang pendidikan, pelatihan dan hukum, dan
advokasi. Alhamdulillah sekarang saya jadi Ketua Umum dalam jangka waktu 1
tahun ke depan.
P: Sebelum menjabat posisi Ketua Umum PPI-Malaysia, apa pandangan
anda terhadap program dan kegiatan PPI-Malaysia?
R: Nah, ini ada sesuatu yang saya rubah ya. Kita jujur-jujuran aja nih ya. Jadi,
saya ini orang organisasi. Saya orang kader. Kemudian, saya melihat bahwa ada
yang tidak beres dari suatu organisasi tersebut. Saya ingat, pertama kali itu saya
melihat PPI Malaysia bukan sebagai milik semua orang. Saya lihat jadi seperti
milik elite-elite gitu kan, orang-orang yang sudah lama di PPI Malaysia kemudian
ya jadi elite. Jadi, ya mereka senang-senang dan hura-hura disana. Kemudian,
program-program yang disasar oleh PPI Malaysia tidak mencerminkan kita
sebagai akademisi, seperti ya okelah kalau kita main-main, kayak main tenis meja
malam-malam, ngumpul-ngumpul, oke ga masalah. Tapi jangan terlalu sampai
menyampingkan sisi akademis kita jadi hilang. Makanya dari itu, saya melihat
bahwa PPI Malaysia ini udah ga beres. Jujurnya kita emang organisasi elite,
Persatuan Pelajar Indonesia se-Malaysia. Berarti kita adalah anak-anak bangsa
yang terpilih untuk melanjutkan studi di luar negeri. Kok kerjaan kita sampai
diluar negeri malah membingungkan ya, kayak ga ada kerjaan apa-apa. Akhirnya
saya sarankan untuk bikin AYC di tahun saya walaupun ambur-radul. AYC itu
adalah ASEAN Youth Conference, yang diselenggarakan oleh PPI Malaysia
mengundang seluruh delegasi-delegasi pemuda se-ASEAN untuk ambil bagian
disana. Jadi, kita bikin semacam konferensi untuk bikin panelis, bikin workshop,
kemudian ada sisi bikin jurnal juga. Apalagi buat orang-orang tua yang berprofesi
dosen kan juga bisa ikut. Alhamdulillah itu udah kita jalankan. Sebelum periode
saya kegiatannya ya gitu-gitu aja, main badminton, ngumpul-ngumpul, padahal
kita ngabisin dana negara kan akhirnya. Padahal dananya sangat banyak kan,
alangkah berdosanya kita kalau kita ga bikin program-program kerja yang besar
Universitas Sumatera Utara
untuk Indonesia. Terlebih lagi kan, Indonesia lagi campaign „Indonesia Emas
2045‟.
P: Apa yang mendorong atau memotivasi Saudara untuk menjadi Ketua
Umum PPI-Malaysia?
R: (Sudah terjawab di jawaban atas pertanyaan pertama)
P: Apa saja visi dan misi Saudara sebagai Ketua Umum untuk PPI-Malaysia
ke depannya?
R: Saya tawarkan yang pertama kali adalah memperbaiki internal organisasi PPI
Malaysia, itu memang langkah awal yang mau saya ambil. Kemudian
memyambung kembali tali yang putus antara PPI Cabang dan Pusat. Karena kita
pas di tahun 2016, jujur-jujur (PPI Cabang) UKM walk out dari PPI Malaysia
karena kita kalah di kongress. Jadi itulah tujuan-tujuan saya yang ingin saya
perbaiki. Btw, dua periode sebelum periode saya, orang-orang yang menjabat itu
bukan orang organisasi. Jadi, susah untuk tahu siapa kawan dan siapa lawan. Jadi
ya susah mbak. Jadi, saya memang mau menghubungkan dulu jadi satu sinergitas.
Kemudian kalau untuk program kerja, saya ga menghapus ya yang namanya
main-main karena kita lebih dari 6000 mahasiswa Indonesia di Malaysia tuh
adalah S1. Sedangkan sisanya 3000-an adalah postdoctoral, doctoral ataupun S2.
Jadi saya rangkum menjadi 60:40. Tapi tetap kita fokuskan ke jalur akademik sih.
Kemudian saya bikin pidato bahasa Indonesia untuk penutur asing, itu yang saya
kerjasamakan dengan KBRI Kuala Lumpur. Mungkin Prof. Ari sudah cerita juga.
Kemudian ASEAN Youth Conference, sekarang kita sedang calling paper untuk
pemuda-pemuda yang berminat untuk ikut. Kemudian yang sekarang lagi saya
tawarkan adalah tulisan ya. Jadi, kita targetnya dalam satu tahun ke depan ini, di
masa-masa demisioner nanti bakal ada satu buku yang akan terbit di seluruh
Gramedia di Indonesia. Setidaknya mereka bisa mengenang kan, kalau tidak laku
di orang, ya minimal bukunya laku di mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang telah
menyumbang tulisan disitu. Kemudian saya perhatikan di dm-dm IG (direct
message Instagram), facebook, email, banyak yang nanyain gimana sih cara dapat
beasiswa, gimana sih kuliah di Malaysia, apa sih yang menjadi kendala. Jadi ya
target saya tahun ini adalah Insha Allah Oktober tahun ini bakal launching
Universitas Sumatera Utara
guidebook, jadi buku panduan PPI Malaysia. Mudah-mudahan bisa jadi referensi
gitu untuk calon mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang mau kuliah di Malaysia.
Jadi, kalau mau panduan tentang kuliah disini udah ada. Misalnya, mau kuliah
bisnis baiknya di universitas apa, kalau mau kuliah disini PPI mana yang bisa
dihubungi, lalu agent apa yang terpercaya. Ya mudah-mudahan aja ya mbak. Saya
juga berkeinginan campaign „Indonesia Emas 2045‟ tidak hanya berakibat pada
kementerian-kementerian terkait. Tapi kita juga akan ikut campaign dengan
menyumbang tulisan-tulisan yang berupa kritik ataupun artikel, ataupun juga
saran. Kita sudah kerjasama kan dengan pihak-pihak terkait. Kita juga
menanggapi beberapa isu-isu yang berkembang seperti, isu UU MD3, isu PKI,
dan isu-isu lainnya yang menurut kita bisa. Contoh lainnya, campaign
KEMENPORA tentang Olimpiade 2032 dengan target Indonesia jadi tuan rumah.
Itu juga akan saya bagikan melalui program kerja silaturahmi olimpiade Indonesia
seperti bulu tangkis, sepak bola, jadi ga main-main aja, tapi kita seriusin juga.
Kemudian yang terakhir adalah Cultural Exhibition Indonesian Expo, itu adalah
pameran seluruh produk-produk Indonesia, baik itu Batik, makanan, dan lain
sebagainya. Kemudian ada performance juga, all about Indonesia lah pokoknya.
Satu lagi yang menjadi concern saya adalah karena keberhasilan PPI Malaysia
setiap tahunnya itu kita gatau ukurannya. Tolak ukurnya ga ada. Makanya dari
situ saya buat forum indeks, jadi kita tahu divisi ini berhasil apa tidak, sebesar apa
tingkat keberhasilannya. Makanya saya harus bangun fondasi dulu untuk calon-
calon ketua umum berikutnya untuk dapat melanjutkan fondasi yang telah saya
bangun. Jangan sampai fondasi yang telah dibangun ini ditata ulang jadi sampai
hal yang salah lagi gitu mbak.
P: Seberapa sering atau intens komunikasi anda dengan Atdikbud KBRI
Kuala Lumpur dalam membahas program kegiatan PPI-Malaysia?
R: Dalam hal ini ada perbedaan sih mbak, PPI Malaysia dulu hanya dimiliki
orang-orang elite gitu. Jadi memang orang yang udah lama disitulah yang bisa
masuk ke Atase Pendidikan. Jadi memang saya dulu tidak tahu menahu tentang
Atase Pendidikan. Jadi tuh sempat waktu saya baru-baru terpilih jadi ketua umum,
saya ke kantor Atase Pendidikan orang Atdikbud gatau siapa saya. Ya karena
memang saya belum pernah ikut ke Atdikbud sebelum jadi ketua umum. Memang
Universitas Sumatera Utara
sistem pengkaderan yang tidak terlalu baik. Jadi dulunya ya tidak ada junior-
junior atau anggota biasa yang dibawa ke Atdikbud. Makanya sekarang saya buat
suatu sistem yang mulai kita terapkan di PPI Malaysia adalah PPI Malaysia tidak
hanya milik ketua umum dan badan pengurus lainnya, tapi milik semua orang.
Beda sekali dengan yang dulu, kalau ada buat kegiatan-kegiatan yang berurusan
ke Atdikbud ya orang-orang tertentu. Jadi ya kita sama-sama tahu lah kalau
selama ini tidak transparan, sampai selalu defisit. Makanya solusinya sekarang
saya buat adalah setiap devisi kita wajib bawa ke KBRI setiap minggunya dan
akhirnya mereka kenal juga. Ya saya juga gamau ambil resiko ya bahwa kalau ada
masalah ya kita selesaikan. Kalau memang semuanya bisa ke Atase langsung, ya
monggo silahkan nanti tinggal saya koordinasikan. Jadi, tidak serta merta juga
saya yang terlalu masuk ke Atase Pendidikan. Kemudian saya juga punya banyak
riset kan dan saya juga kuliah. Jadi saya gamau saya doank yang bangun link ke
Prof. Ari, saya mau semuanya juga. Semua orang berhak kok dan punya posisi
yang sama jika ketemu Atase Pendidikan jika memang ada yang mau di
diskusikan.
P: Seberapa besar peranan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur terhadap PPI-
Malaysia?
R: Jadi gini mbak, sebenarnya kita organisasi non-profit yang bergerak
independen tapi memang karena ada suatu skema yang membuat kita harus mau
tidak mau harus ingat bahwa kita ini mahasiswa tidak bisa menyelesaikan masalah
dengan sendiri. Jadi prinsip saya adalah apapun masalah dan apapun
pekerjaannya, kita tetap koordinasi dengan Atase Pendidikan. Walaupun kita tidak
harus ke Atase Pendidikan tapi kita memang tetap koordinasi satu sama lain.
Kemudian kalau memang ada suatu hal yang tidak bisa kita selesaikan maka pihak
dari KBRI (baik Atase pendidikan ataupun Pensosbud) itu akan mengirimkan
surat untuk meminta keringanan atau bantuan. Karena kita buat kegiatan kan di
kampus-kampus gede mbak, seperti UM, UKM, dll. Mereka juga kadang-kadang
support dana, bahkan bukan kadang-kadang lagi memang selalu support dana di
setiap apapun kegiatan yang kita lakukan. Jadi kita minta dananya per event, tapi
dari diskusi saya dengan Atase Pendidikan bahwa dananya memang sudah ada
dalam anggaran dari Kemendikbud dan Kemenristekdikti sekitaran 200jutaan
Universitas Sumatera Utara
rupiah. Nah, itulah yang bakal kita kelola sampai di akhir masa kepengurusan gitu
mbak. Jadi, dana 200juta ini tidak hanya digunakan untuk PPI Malaysia tapi juga
akan kita bagikan ke PPI Cabang yang benar-benar membutuhkan dana. Kita juga
support kegiatan-kegiatan yang mungkin kita bisa bantu. Jujur aja mbak, Prof. Ari
juga senang dengan ide ini karena selama ini beliau hanya kenal dengan 5
mahasiswa yang merupakan pengurus organisasi PPI Malaysia saja. Kemudian
saya bilang aja mbak, ya orang tahunya Prof. Ari itu Atase Pendidikan tapi
orangnya seperti apa ya sama kayak saya dulu, ya gatau yang mana itu Atase
Pendidikan karena ga pernah lihat. Manatahu diluar sana kesenggol bahu di
tengah jalan, orang ya gatau sama sekali Prof. Ari itu yang mana dan seperti apa.
Ya memang Prof. Ari ga mungkin menghafal 9000 mahasiswa Indonesia ya, tapi
minimal mereka tahu bahwa Prof. Ari itu seperti ini orangnya. Dan Prof. Ari juga
setidaknya punya banyak kenalan. Nah, semenjak yang begini ternyata Prof. Ari
jadi kenal sama salah seorang anak mahasiswa Indonesia yang sejurusan bidang
ilmunya dengan beliau. Mereka jadi bisa sharing ilmu-ilmu dan pengalaman-
pengalaman satu sama lain ya. Jadi banyak hal yang tidak kita prediksi di awal, ya
awalnya cuma bisa untuk kenalan doank ya, justru banyak hal yang baik terjadi
setelahnya. Dan inisiatif ini terima baik oleh seluruh jajaran Atase Pendidikan dan
Kebudayaan KBRI mbak, seperti Mbak Wiwid, Mas Erwin, Mas Ridwan dan
sebagainya. Karena emang semakin banyak mereka kenal mahasiswa Indonesia,
semakin mudah untuk diurusnya kan. Misalkan ada kecelakaan, nah itu siapa,
orang mana, ya kita jadi gatau ka0n. Misalkan ya ini saya yang gatau yang
kecelakaan itu siapa, nah pengurus kita sekarang kan ada 120 ditambah 38 orang
ketua PPI Malaysia cabang kan. Jadi, minimal yang kita BPH tidak kenal, yang
120 dan 38 orang ini kenal, minimal mereka bisa ngasi tau Prof. Ari informasi-
informasi yang urgent itu kita bisa langsung komunikasi. Jadi saya juga bilang
sama Prof. Ari, kalau memang Prof. Ari berkenan kita akan sebarkan nomor
telepon Prof. Ari ke seluruh mahasiswa-mahasiswa Indonesia, dan beliau setuju-
setuju aja mbak.
Universitas Sumatera Utara
P: Seberapa sering PPI-Malaysia dilibatkan dengan dan oleh Atdikbud
KBRI Kuala Lumpur?
R: Ada beberapa sih, seperti RBI (Rumah Budaya Indonesia), bukan beberapa
juga sih, hampir seluruhnya kalau acara-acara dibawah Atase Pendidikan maupun
Pensosbud, minimal kita ga diikutkan sebagai panitia, tapi kita di undang sebagai
undangan tapi ujung-ujungnya malah jadi panitia juga. Namanya juga mahasiswa
mbak, minimal ya bantu angkat barang-barang, kesana kesini, ya biasalah. Kalau
saya ya mau membangun semua relasi tidak hanya di Atase Pendidikan tapi juga
ke Fungsi Pensosbud, kemudian ke Atase Politik, Atase Pertahanan, Atase
Imigrasi, semuanya saya bangun relasi. Akhirnya setelah punya link di Atase
Imigrasi, jadi saya bikin kerjasama untuk adanya kemudahan dalam pembuatan
paspor mahasiswa-mahasiswa Indonesia. Itu juga atas sumbangsihnya Atase
Pendidikan ya, karena ada dorongan yang meminta kita untuk tidak hanya ada
relasi di Atase Pendidikan doank. Tapi emang rata-rata program kerja di Atase
Pendidikan kita memang selalu dilibatkan.
P: Apakah ada perguruan tinggi ataupun institusi lainnya yang melibatkan
PPI-Malaysia dalam events yang mereka buat tanpa ada kerja sama
langsung dengan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?
R: Ada, ada sih. Itu juga normal dilakukan. Itu yang saya bilang tadi mbak bahwa
kita sifatnya dengan KBRI Kuala Lumpur, dalam hal ini Atase Pendidikan,
memang tidak serta merta ada hubungan terikat gitu ya. Mereka hanya sebatas
koordinasi, sebagai penanggungjawab, maupun penasehat. Jadi, kalau misalkan
kerjasama-kerjasama yang menurut kita baik untuk kita dan tidak memerlukan
KBRI untuk turun tangan ya kita selesaikan sendiri. Seperti bikin seminar di
kampus, misalkan kerjasama dengan UM, ya udah kita langsung take over. Btw,
kita juga udah kerjasama dengan Lion Group, dapat potongan 20% untuk
mahasiswa. Kemudian kita juga di Bumbu Desa dan Jco sudah dapat potongan
30%. Kemudian Wardah juga, ternyata juga tertarik sama kita juga. Kemudian,
MAXIS untuk provider internet disini. Jadi, kalau kerjasama-kerjasama yang
memang fix tidak memerlukan KBRI ya kita tidak libatkan Atase Pendidikan.
Tapi kita ya tetap melaporkan ke Atase Pendidikan mengenai hasil kerjasama atau
Universitas Sumatera Utara
hasil dari MoU ini, kita kirim draft-nya ke KBRI Kuala Lumpur untuk dilihat.
Dan kadang-kadang kalau kerjasama yang agak rumit, yang bisa jadi fatal, ya kita
minta saran dan arahan dari Atdikbud maupun Pensosbud. Kita ada dua ya mbak
yang daerah hubungannya dengan mahasiswa adalah Atase Pendidikan dan
Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya. Biasanya kita untuk minjam-minjam alat-
alat ya ke Fungsi Pensosbud.
P: Menurut anda, bagaimana kesan anda terhadap kinerja Atdikbud dalam
melayani pelajar-pelajar Indonesia disana dan sebagai bridge bagi
stakeholder perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?
R: Kalau ada rate-nya 1 sampai 10, saya kasih 7, 5. Karena saya melihat bukan
salah mereka sih, tapi birokrasi yang kita bangun di Indonesia memang sudah
mendarah daging atau menjamur. Kita juga tidak bisa mempercepat urusan karena
memang ada regulasi yang harus kita lalui. Kadang-kadang kita memang perlu
urus surat cepat, ya kadang-kadang ada sedikit masalah, bisa kesel ya. Tapi
overall ya bagus sih. Apalagi Bang Erwin ya, karena urusannya kan memang
lebih ke mahasiswa ya, sama dengan Bu Wiwid.
P: Program kegiatan Atdikbud yang manakah yang paling berkesan sangat
baik bagi anda? (Misal: students exchange, education expo, kegiatan-kegiatan
yang langsung ke publik Malaysia)
R: Saya lihat kalau untuk program sekarang tuh Kuala Lumpur International Book
Fair ya. Karena ini baru tahun pertama kita ikut bagian dari acara ini. Mereka
mampu memberikan peluang sebesar-besarnya bagi buku-buku Indonesia untuk
ikut ajang internasional. Saya sangat mengapresiasi kerja keras Atase Pendidikan
untuk bisa ikut ajang ini.
P: Sebagai pelajar Indonesia, bagaimanakah respon/sikap masyarakat
Malaysia terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh PPI-
Malaysia dan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?
R: Saya melihat novel-novel Indonesia sangat di terima di Malaysia, seperti novel
Dilan sampai sold out, novel negeri 5 menara, muara 1 rantau banyak yang minat.
Orang Malaysia lebih senang sastrawan-sastrawan Indonesia kebanyakan. Ya
Universitas Sumatera Utara
mudah-mudahan Indonesia masih bisa ikut ajang seperti ini di tahun-tahun
berikutnya.
P: Apakah ada kesulitan atau kendala yang dihadapi selama studi di
Malaysia? (Bahasa, gegar budaya, lifestyle)
R: Saya kira sih untuk diskriminasi atau penyebutan soal istilah „indon‟ sama
warga Indonesia seperti saya ini di Malaysia itu ya maklumi aja sih. Kita
terangkan saja ke mereka bahwa istilah itu terkesan negatif. Saya mah orangnya
ga perlu dibahas-bahas, ya kalau bisa kita perbaiki ya perbaiki sendiri aja. Karena
kebanyakan dari mereka yang nyebut istilah itu justru gatau maknanya apa. Kalau
dalam aspek lain sih ya kita sama aja sama pelajar Malaysia, seperti potongan
harga untuk nonton atau naik MRT ya sama-sama dapat disc 50%. Tapi kalau
untuk biaya sekolah per semester yaw ajar-wajar aja kita lebih mahal karena kita
kan termasuk pelajar asing. Salah satu devisa negara mereka ya dari kita-kita ini
mbak, makanya Malaysia itu lebih maju ya karena devisa mahasiswa asing yang
ada disana. Jadi sebenarnya ya mbak, 1 mahasiswa internasional studi disini bisa
menutupi biaya pendidikan 4 mahasiswa lokal Malaysia. Sama halnya dengan
mahasiswa Malaysia yang kuliah di Indonesia, ya biaya kuliah mereka lebih
mahal ketimbang mahasiswa lokal Indonesia. Jadi ya wajar-wajar aja mbak
perbedaan-perbedaan yang terjadi selama disini. Tapi ada sih yang kadang-kadang
kita agak males ya. Ketemu polisi disini terus kita diperiksa dokumen-dokumen
izin kita. Itu sih yang saya paling males. Karena ga dipungkiri juga ya, dari data
WNI kita yang legal 478.000 TKI tapi ternyata banyakan yang illegal. Tapi,
jadinya kita yang pelajar Indonesia ini yang kena imbasnya. Kadang-kadang
gimana ya mbak, menurut saya tuh udah tidak etis gitu mbak, kayak dari sikap
dan nada suara polisi disana saat memeriksa kita. Apalagi kalau ngurus VISA, kita
harus benar-benar sabar gitu mbak dalam prosesnya. VISA Malaysia untuk pelajar
Indonesia adalah salah satu VISA tersulit yang dikeluarkan oleh Malaysia untuk
VISA Student. Jadi, Malaysia menerapkan sistem single entry, kemudian multiple
entry. Kita harus bolak balik juga ya mbak. Untuk mengambil multiple maupun
single entry ini ga sebentar, ga sebulan atau dua bulan. Kadang-kadang sampai
udah mulai kuliah VISA kita belum juga keluar.
Universitas Sumatera Utara
P: Menurut anda, seberapa pentingkah peranan Atdikbud KBRI KL dalam
urusan pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?
R: Peran Atdikbud sebenarnya sangat signifikan dan riskan menurut saya. Karena
mereka menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan WNI di Malaysia.
Kita lihat aja sudah ada 50 CLC (Community Learning Center) di Sabah Sarawak.
Itu memang perlu dijaga dari mulai kurikulumnya serta pelaksanaannya, kalau
tidak ada Atdikbud maka CLC ini tidak akan pernah berjalan. Maka, angka buta
huruf masyarakat Indonesia semakin bertambah karena tidak ada sekolah. Karena
rata-rata masyarakat yang sekolah di Sabah Sarawak adalah anak dari tenaga kerja
ilegal. Berarti mereka tidak akan bisa masuk sekolah di Malaysia, kalaupun bisa
masuk itu mahal. Jadi, peran Atase Pendidikan adalah membina CLC agar tetap
berjalan untuk mencerdaskan masyarakat-masyarakat Indonesia di Malaysia.
Terlepas dari itu juga, mahasiswa-mahasiswa juga dapat bagian seperti dalam hal
penyelesaian masalah-masalah kampus. Kemudian ada yang drop out, nantinya
mereka yang coba negosiasikan. Mungkin tidak jadi di drop out tapi bisa di
peninjauan kembali atau bisa juga dipindahkan ke kampus lain. Karena disini
kalau udah drop out ya gabisa kampus kan. Kemudian mereka juga
menyelesaikan masalah VISA, uang kuliah yang menunggak, mereka juga turun
tangan. Jadi, peran Atase Pendidikan ya sangat signifikan. Karena mereka selalu
memberikan solusi untuk setiap masalah-masalah pendidikan mahasiswa
Indonesia yang berada di Malaysia. Kalaupun ada masalah yang mungkin lambat
direspon ya kita kembali lagi ingat ke masalah birokrasi sih mbak. Jadi bukan
karena Atase Pendidikan yang tidak berperan aktif, tapi di tengah keribetan sistem
birokrasi kita peranan Atase Pendidikan sangat besar.
Universitas Sumatera Utara
DOKUMENTASI PENELITIAN
Dokumentasi setelah melakukan wawancara dengan Informan I dan penyerahan buku dari Atase Pendidikan kepada peneliti sebagai kenang-kenangan.
Dokumentasi Informan II saat mewakili Atase Pendidikan dalam menerima kunjungan dari salah satu perguruan tinggi Indonesia di KBRI Kuala Lumpur.
Universitas Sumatera Utara
Dokumentasi saat melakukan wawancara dengan Informan III melalui Video Call Skype.
Dokumentasi Atase Pendidikan pada pertemuan para dosen Indonesia yang mengikuti program studi S3 di salah satu Perguruan Tinggi Swasta Malaysia
Universitas Sumatera Utara
BIODATA PENELITI
Nama Lengkap : Hilyah Amalia
NIM : 130904083
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 09 April 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Garu III No.29 C
No. Telepon / Email : +6281265776295 / [email protected]
Anak ke : 3 dari 4 bersaudara
Agama : Islam
Status : Lajang
Suku : Batak
Nama Orangtua :
Ayah : Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA
Ibu : Maymun Aswita Hutasoit
Alamat Orangtua : Jl. Garu III No. 29 C
Nama Saudara Kandung : Nada Safarina, A.Md.
Nila Husnayati, ST
Zahir Dhiya‟ Fathi
Pendidikan :
2001-2002 : TK Aisyiyah Bustanul Atfal Medan
2002-2007 : SD Negeri Center I 060870
2007-2010 : SMP Negeri 7 Medan
2010-2013 : SMA Negeri 3 Medan
2013-2018 : Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU Medan
Universitas Sumatera Utara