2.1 gambaran umum sepeda jenis-jenis sepeda filetop tube: batang penghubung head tube dengan bagian...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan tentang gambaran umum sepeda dan landasan
teori yang digunakan referensi dalam peniitian ini.
2.1 Gambaran Umum Sepeda
Sepeda merupakan salah satu alat tansportasi pribadi dan alat untuk
berolahraga, bahkan ada juga yang menggunakannya sebagai alat angkut.
Gambaran umum ini berisi tentang jenis-jenis sepeda dan komponen-komponen
sepeda.
2.2.1 Jenis-Jenis Sepeda
Berikut ini merupakan jenis-jenis sepeda berdasarkan fungsinya:
1. Sepeda Gunung
Sepeda jenis ini digunakan untuk lintasan off-road.
Gambar 2.1 Sepeda Gunung Sumber: www.tokosarana.com
2. Sepeda BMX (Bicycle Moto-Cross)
Sepeda ini digunakan untuk atraksi.
Gambar 2.2 Sepeda BMX Sumber: www.tokosarana.com
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
3. Sepeda Citybike
Sepeda ini dipakai diperkotaan dengan kondisi jalan yang baik. Sepeda ini
sangat menekankan aspek fungsional, seperti memiliki sebuah boncengan dan
keranjang.
Gambar 2.3 Sepeda Citybike Sumber: www.tokosarana.com
4. Sepeda Mini
Sepeda jenis ini digunakan untuk anak-anak.
Gambar 2.4 Sepeda Mini Sumber: www.tokosarana.com
5. Sepeda Jengki, Sepeda Ontel
Sepeda ini digunakan sebagai alat angkut karena memiiki besi yang kuat dan
diameter roda yang besar sehingga dapat digunakan untuk berboncengan dan
membawa barang.
Gambar 2.5 Sepeda Jengki Sumber:www.tokosarana.com
6. Sepeda Lipat
Sepeda ini dapat dilipat sehingga dapat dibawa kemana-mana dengan mudah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
Gambar 2.6 Sepeda Lipat Sumber: www.tokosarana.com
7. Sepeda Balap
Sepeda jenis ini digunakan untuk balapan.
Gambar 2.7 Sepeda Balap Sumber: www.tokosarana.com
2.2.2 Komponen Sepeda
Berikut ini merupakan komponen-komponen sepeda:
Gambar 2.8 Komponen Sepeda Sumber: Kocabiyik,2004
1. Saddle : bantalan duduk ketika mengayuh sepeda sehingga pantat
tetap terasa nyaman.
2. Top Tube : batang penghubung head tube dengan bagian atas set tube.
1
2
3
5
4
6
7
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
3. Handle Bar : batang horisontal yang digunakan sebagai kemudi dan
terpasang pada steam dimana kedua ujungnya terpasang
hand grip, brake levers, dan shifter.
4. Seat Tube : batang penyangga seat post yang terpasang antara top tube
dan bottom bracket.
5. Pedals : pijakan kaki yang terhubung langsung ke crank/bottom
bracket.
6. Down Tube : batang penghubung head tube dengan bottom bracket
7. Chain Wheel : piringan logam yang sekelilingnya bergerigi. Gerigi-gerigi
tersebut digunakan sebagai dudukan rantai.
8. Chain : rantai yang menghubungkan chainwheel dan cassette. Chain
digunakan untuk menyalurkan daya kayuhan pedal ke roda
belakang.
2.2 Klasifikasi Sepeda Onthel
Dalam dunia sepeda Internasional sepeda onthel diklasifikasi sebagai Dutch
Old Style Bicycle. Di Indonesia, tipe sepeda ini memiliki banyak nama, seperti
sepeda kebo, sepeda unta, dan sepeda jawa. Ada tiga pengklasifikasian sepeda
onthel, yaitu berdasarkan gender, berdasarkan fungsi, dan berdasarkan variasi
desain rangka.
2.2.1 Sepeda Onthel Berdasarkan Gender
Berdasarkan gender/jenis kelamin, sepeda onthel dibedakan menjadi dua jenis
sepeda, yaitu:
1. Sepeda Pria (Heren atau Opa Fiets)
Rangka sepeda opa fiets berbentuk rangka horizontal.
Gambar 2.9 Sepeda Heren atau Opa Fiets
Sumber: Sahid, 2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
2. Sepeda Wanita (Dames atau Oma Fiets)
Rangka sepeda oma fiets berbentuk rangka yang melengkung ke bawah.
Gambar 2.10 Sepeda Dames atau Oma Fiets
Sumber: Sahid, 2007
2.2.2 Sepeda Onthel Berdasarkan Fungsinya
Klasifikasi sepeda onthel berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi empat
sepeda, yaitu:
1. Sepeda Angkut Ringan (Transport Fiets)
Pada sepeda transport fiets, barang bawaan akan diletakkan pada kerangka
angkut yang terletak di atas ban depan. Kemudian rangka horizontal didesain
rangkap untuk memperkuat struktur rangka yang menahan beban di depan.
Gambar 2.11 Sepeda Transport Fiets
Sumber: Sahid, 2007
2. Sepeda Angkut Berat (Bak Fiets)
Sepeda bak fiets dirancang untuk mengangkut barang bawaan yang lebih
berat atau besar yang tidak bisa diangkut dengan transport fiets.
Gambar 2.12 Sepeda Bak Fiets
Sumber: Sahid, 2007
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
3. Sepeda Pendeta (Abbey Fiets)
Banyak orang yang menganggap sepeda abbey fiets sama saja dengan
sepeda kruisframe fiets, padahal keduanya adalah serupa tetapi tak sama. Desain
silang pada abbey fiets merupakan simbolisasi dari salib yakni lambang agama
kristen. Abbey fiets digunakan pada pendeta atau pastur dalam menjalankan misi
keagamaan untuk menyebarkan agama kristen.
Perbedaan dengan sepeda kruisframe fiets adalah desain rangka silang.
Desain rangka silang pada sepeda abbey fiets benar-benar menyatu sebagaimana
desain salib, sedangkan pada sepeda kruisframe fiets, desain rangka silangnya
hanya sekedar mengapit.
Gambar 2.13 Sepeda Abbey Fiets
Sumber: Sahid, 2007
4. Sepeda Tandem (Tandem Fiets)
Secara teknis, desain sepeda ini mencoba membagi beban tenaga antara
pengendara dan pembonceng. Bentuknya yang panjang terkadang menyusahkan
pada belokan jalan yang tajam.
Gambar 2.14 Sepeda Tandem Fiets
Sumber: Sahid, 2007
2.2.3 Sepeda Onthel Berdasarkan Variasi Desain Rangka
Berdasarkan variasi desain rangka, sepeda onthel dibagi menjadi dua jenis
sepeda, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
1. Rangka Silang (Kruisframe Fiets)
Sepeda kruisframe fiets memiliki desain silang yang berbeda dengan abbey
fiets. Sepeda model ini menggunakan rangka silang untuk memperkuat struktur
rangka sepeda secara keseluruhan.
Gambar 2.15 Sepeda Kruisframe Fiets
Sumber: Sahid, 2007
2. Rangka Angsa (Swan Fiets)
Banyak orang yang sering menyamakan antara sepeda oma fiets dengan
sepeda swan fiets. Keduanya sepeda tersebut memang sama tetapi tidak identik.
Selain perbedaan mencolok pada rangka bawah yang melengkung seperti leher
angsa dan tinggi sepeda yang lebih rendah dibandingkan sepda oma fiets. Sepeda
swan fiets didesain untuk memberikan kemudahan lebih dalam mengendarai
sepeda, karena relatif lebih pendek dari sepeda normal dan cekungan rangka
bawah cukup rendah sehingga memberikan ruang kaki yang lebih nyaman.
Gambar 2.16 Sepeda Swan Fiets
Sumber: Sahid, 2007
2.3 Klasifikasi Tujuan
Menurut Ginting (2010), klasifikasi tujuan (clarifying objectives) dilakukan
untuk menentukan tujuan perancangan. Metode yang digunakan adalah pohon
tujuan (objectives treses). Pohon tujuan digunakan untuk mengidentifikasi tujuan
dan sub tujuan dari perancangan suatu produk beserta hubungan antara keduanya.
Percabangan pada pohon tujuan merupakan hubungan yang menunjukkan cara
untuk mencapai tujuan tertentu (Ginting, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
2.3.1 Langkah-Langkah Metode Pohon Tujuan
Langkah pertama yang utama dalam merancangan adalah memperjelas
tujuan perancangan. Menurut Ginting (2010), pohon tujuan memberikan bentuk
dan penjelasan dari pernyataan tujuan dan menunjukkan tujuan dan sasaran yang
akan dicapai dengan berbagai pertimbangan.
Langkah-langkah pembuatan pohon tujuan, sebagai berikut (Ginting, 2010):
1. Membuat daftar tujuan perancangan.
Tujuan perencanaan dapat dilakukan dengan menyebutkan kebutuhan klien,
kebutuhan pemakai atau tujuan produk. Tujuan tersebut merupakan gabungan
tujuan abstrak dan tujuan konkrit yang harus dicapai oleh para perencana.
2. Susun daftar dalam urutan tujuan dari higher-level kepada lower-level.
Dalam mengembangkan daftar tujuan harus dapat diperjelas bahwa sebagian
berada pada tingkat kepentingan yang lebih tinggi dari pada yang lain. Sub tujuan
selain untuk memenuhi tujuan tingkat tinggi juga dapat dimunculkan dari
beberapa pernyataan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal
tersebut disebabkan karena pernyataan yang telah dipertanyakan untuk tujuan
umum menyatakan suatu hubungan akhir.
Dafar tujuan yang telah dikembangkan akan berisi tentang beberapa
penyataan diberbagai tingkat kekhususan. Untuk memperjelas berbagai tingkat
penggabungan, tulis kembali daftar tujuan umum ke dalam daftar yang berurutan.
Dalam hal ini, kelompokkan tujuan dalam himpunan yang masing-masing
menyangkut satu tujuan tingkat tinggi.
3. Gambarkan sebuah diagram pohon tujuan, untuk menunjukkan hubungan-
hubungan yang hierarki.
Metode pohon tujuan ini mendorong untuk mengajukan pertanyaan tentang
tujuan, seperti “apa yang diinginkan oleh x?”. Sebagian pertanyaan tersebut akan
membantu dalam membuat tujuan desain lebih eksplisit dan juga memberikan
suatu pembahasan terbuka. Penggambaran diagrampohon ini juga memulai suatu
proses yang menyatakan suatu proses pencapaian tujuan perencanaan dan juga
memulai proses pemanfaatan solusi perencanaan yang potensial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
Gambar 2.17 Contoh Pohon Tujuan Pembuatan Tong Sampah Sumber: Ginting, 2010
2.4 Penetapan Fungsi
Metode analisis fungsi mempertimbangkan fungsi essensial dari tingkatan
masalah. Fungsi essensial dari suatu alat atau hasil produk harus memuaskan.
Tingkat permasalahan ditentukan dengan membuat batasan dari sektor fungsi
tersebut (Ginting, 2010).
Penetapan fungsi digunakan untuk menetapkan fungsi-fungsi yang
diperlukan dan batas-batas sistem rancangan produk baru.
2.4.1 Langkah-Langkah Penetapan Fungsi
Ada lima langkah yang dilakukan dalam penetapan fungsi. Langkah-
langkah tersebut, yaitu (Ginting, 2010):
1. Menyusun fungsi sistem secara keseluruhan dalam bentuk transformasi
input/output.
Biasanya perubahan dari kumpulan input ke dalam kumpulan output produk
adalah tugas yang komplek di samping kotak hitam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
Cara yang dilakukan adalah pemeriksaan ke dalam sub-sub fungsi dapat
bergantung pada faktor, seperti jenis dari komponen, kepentingan alokasi dari
fungsi mesin, pengalaman desainer, dan lain-lain.
2. Mengelompokkan sub-sub fungsi.
Sebuah blok diagram terdiri dari semua sub fungsi yang secara terpisah
diidentifikasikan dengan melampirkan mereka dalam kotak-kotak dan
berhubungan satu sama lain dengan input dan output.
Dari gambar 2.18 dapat menentukan bagaimana dalam input dan output dari
sub fungsi yang dikaitkan bersama sedemikian rupa untuk membuat kemudahan
dalam bekerjanya sebagai suatu sistem.
Gambar 2.18 Sub-Sub Fungsi
Sumber: Ginting, 2010
3. Menggambarkan blok diagram.
4. Menggambarkan pembatasan sistem.
5. Mencari komponen yang sesuai untuk menghasilkan sub-sub fungsi dan
interaksi di antara sub-sub fungsi tersebut.
2.5 Quality Function Deployment (QFD)
Pada tahun 1960-1970 Quality Function Deployment (QFD) pertama kali
dikembangkan oleh Prof. Yoji Akao di Jepang. Awalnya QFD digunakan oleh
industri Jepang. Kemudian digunakan di industri Amerika, seperti industri
General Motors, Ford, Xerox, dan berbagai industri lainnya.
2.5.1 Definisi Quality Function Deployment (QFD)
Menurut Juran dan Gryna (1993) QFD adalah sebuah teknik yang terdiri
dari hubungan antar matrix-matrix yang merupakan terjemahan dari kebutuhan
kosumen sehingga menjadi produk atau karakteristik proses.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
Menurut Kolarik (1999) QFD merupakan sebuah bantuan dalam bentuk
semigrafik yang menghubungkan kebutuhan konsumen, permintaan, dan harapan
pada sebuah produk dan proses produksi yang membantu dalam hal:
1. Untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan kualitas yang benar (dilihat dari
bahasa konsumen).
2. Untuk mengidentifikasi dan menghubungkan antara karakteristik kualitas
yang benar dengan karakteristik kualitas subtitusi (dilihat dari bahasa teknik).
3. Untuk menempatkan poin penjualan produk (selling point).
4. Untuk menunjukkan tujuan, sasaran, target, syarat untuk produk dan desain
produksi.
5. Untuk mengidentifikasi teknik dan hubungan bisnis.
Menurut Franceschini (2002), ada sebelas tujuan dari QFD, yaitu:
1. Untuk menentukan karakteristik produk yang memenuhi kebutuhan
konsumen.
2. Untuk menetapkan informasi apa saja yang diperlukan dalam pengembangan
produk baru atau jasa.
3. Untuk menganalisis perbandingan kinerja produk kita dengan kompetitor.
4. Untuk menjamin hubungan antara kebutuhan konsumen yang nyata dengan
karakteristik produk yang terukur tanpa melihat segala sudut pandang.
5. Untuk memastikan bahwa semua orang yang bertanggung jawab atas setiap
tahapan proses secara terus menerus menjaga informasi mengenai hubungan
antara kualitas output dari setiap tahapan dengan kualitas produk akhir.
6. Untuk mengurangi kebutuhan dari modifikasi yang diterapkan.
7. Untuk meminimalisasikan waktu yang dialokasikan dalam interaksi
konsumen.
8. Untuk menjamin hubungan antara perencanaan produk dengan proses
produksi.
9. Untuk meningkatkan kemampuan perusahaan untuk beraksi, jadi berbagai
error dari produk atau jasa menjadikan kesempatan bagi perusahaan untuk
mengembangkan produk atau jasa tersebut.
10. Untuk memiliki dokumentasi yang jelas mengenai proyek yang
dikembangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
11. Untuk menyetujui karakteristik-karakteristik yang dibutuhkan konsumen.
Menurut Franceschini (2002), QFD digunakan untuk hal berikut ini:
1. Perencanaan produk baru.
2. Syarat-syarat yang diperlukan dalam desain produk.
3. Menentukan karakteristik proses.
4. Mengontrol proses manufaktur.
2.5.2 Proses Quality Function Deployment (QFD)
Menurut Franceschini (2002) ada empat tahap dalam metode QFD, yaitu:
1. Tahap 1, Product Planning Matrix
Pada tahapan ini membandingkan kebutuhan konsumen yang paling penting
dengan karakteristik produk (atribut produk). Untuk mengetahui kebutuhan
konsumen yang diperlukan kita harus membuat House of Quality.
2. Tahap 2, Part Deployment Matrix
Dalam tahapan ini membandingkan karakteristik produk dengan kebutuhan
komponen-komponen yang penting dalam produk tersebut.
3. Tahap 3, Process Planning Matrix
Pada tahap ini merencanakan proses manufaktur yang akan dilakukan untuk
menghasilkan produk yang telah direncanakan. Proses manufaktur ini masih
dalam bentuk flowchart.
4. Tahap 4, Process dan Quality Control Matrix
Tahap ini mendefinisikan parameter-parameter dan metode-metode quality
control yang digunakan dalam proses produksi, misalnya parameter kontrol,
metode kontrol, dimensi sample, frekuensi.
Gambar 2.19 Proses Quality Function Deployment (QFD) Sumber: Franceschini, 2002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
2.6 Product Planning Matrix
Pada tahapan ini membandingkan kebutuhan konsumen yang paling penting
dengan karakteristik produk (atribut produk). Untuk mengetahui kebutuhan
konsumen yang diperlukan kita harus membuat House of Quality.
2.6.1 House of Quality (HoQ)
House House of Quality merupakan sebuah alat yang membantu QFD dalam
memetakan atribut yang perlu ditambahkan dalam produk selanjutnya. Pembuatan
HoQ dilakukan pada tahap pertama dari proses QFD.
Secara umum langkah-langkah dalam membuat HoQ, sebagai berikut
(Franceschini, 2002):
1. Mengidentifikasi kebutuhan konsumen.
2. Mengidentifikasi produk dan kebutuhan dalam desain teknik.
3. Menggambarkan hubungan matrix.
4. Merencenakan dan menerapkan kualitas yag diinginkan.
5. Membandingkan karakteristik teknik
6. Menganalisis hubungan antara berbagai macam karakteristik
Berikut ini merupakan komponen-komponen dari HoQ:
Gambar 2.20 House of Quality Sumber: Franceschini, 2002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
Gambar 2.21 Contoh HoQ dalam Perencanaan Produk Pensil Sumber: Franceschini, 2002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
Langkah-langkah dalam pembuatan HoQ, sebagai berikut:
1. Langkah 1: Customer Requirement - “Voice of The Customer”
Langkah pertama adalah menentukan segmen pasar mana yang akan kita
analisis dan mengidentifikasi siapa konsumen kita. Kita mengumpulkan data
tentang keluhan-keluhan konsumen terhadap produk atau jasa tertentu dan
kebutuhan apa saja yang diperlukan konsumen terhadap suatu produk atau jasa.
Tujuan dari mengidentifikasi kebutuhan konsumen adalah:
Meyakinkan bahwa produk telah difokuskan terhadap kebutuhan pelanggan.
Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang tersembunyi dan tidak terucapkan
seperti halnya kebutuhan eksplisit.
Menjadi basis untuk menyusun sspesifikasi produk.
Memudahkan pembuatan arsip dari aktivitas identifikasi kebutuhan untuk
proses pengembangan produk.
Menjamin tidak ada kebutuhan pelanggan penting yang terlupakan.
Menanamkan pemahaman bersama mengenai kebutuhan pelanggan di antara
tim pengembangan.
2. Langkah 2: Matrix Perencanaan
Berisi informasi mengenai degree of importance, present model, target for
the new model, improvement ratio, dan penentuan strenght.
a. Degree of Importance
Degree of importance menunjukkan seberapa pentingnya atribut setiap
kebutuhan tersebut bagi konsumen. Rumus untuk degree of importance, sebagai
berikut:
𝐷𝐼 = 𝐷𝐼𝑛
𝑖=1
𝑛 .......................................................................... (2.1)
Keterangan:
DIi = degree of importance responden ke-i
n = jumlah responden
b. Present Model (Customer Satisfaction Performance)
Customer satisfaction performance merupakan persepsi konsumen
terhadap seberapa baik produk yang ada saat ini dalam hal memuaskan konsumen.
Rumus untuk customer satisfaction performance, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
𝑃𝑀 = 𝑃𝑀𝑛
𝑖=1
𝑛 ....................................................................... (2.2)
Keterangan:
PMi = present model responden ke-i
n = jumlah responden
c. Target for New Model
Target for new model merupakan harapan-harapan konsumen terhadap
produk yang akan dirancang berdasarkan atribut yang kosumen.
Rumus target for new model, sebagai berikut:
𝑇𝑁𝑀 = 𝑇𝑁𝑀𝑛
𝑖=1
𝑛 .................................................................. (2.3)
Keterangan:
TNMi = derajat target for new modelresponden ke-i
n = jumlah responden
d. Improvement Ratio
Improvement ratio menunjukkan bobot untuk melakukan peningkatan dalam
memenuhi kebutuhan konsumen. Rumus untuk perhitungan improvement ratio,
sebagai berikut:
𝐼𝑅 =
𝐷𝑆𝑛𝑖=1
𝑛 𝐷𝐻𝑛𝑖=1
𝑛
......................................................................... (2.4)
e. Strenght
Strenght merupakan kemampuan menjual produk berdasarkan seberapa baik
setiap customer need terpenuhi. Strenght dibuat dari permintaan konsumen yang
diharapkan dapat mempengaruhi penjualan di atas rata-rata (Poel, 2007). Nilai
yang digunakan dalam strenght, sebagai berikut:
Nilai 1 : tidak ada titik penjualan
Nilai 1,2 : titik penjualan menengah
Niliai 1,5 : titik penjualan kuat
3. Langkah 3: Technical Description – “Voice of Engineering”
Dalam langkah ini dilakukan penentuan karakteristik teknik pada suatu
produk agar bisa memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
4. Langkah 4: Relationship Matrix
Langkah ini berisi tentang matrix hubungan antara what (voice of customer)
dengan how (karakteristik teknis). Hubungan tersebut menunjukkan seberapa jauh
pengaruh respon teknis dalam menangani dan mengendalikan kebutuhan
konsumen. Hubungan matrix ini digambarkan dengan simbol-simbol.
Berikut ini simbol-simbol yang digunakan dalam hubungan tersebut:
Gambar 2.22 Simbol Hubungan antara What dan How
Sumber: Franceschini, 2002
5. Langkah 5: Correlation Matrix
Langkah ini berisi tentang hubungan antar karakteristik teknis pada suatu
produk. Correlation Matrix ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu
karakteristik teknis mempengaruhi karakteristik teknis yang lainnya dalam suatu
produk.
Gambar 2.23 Simbol Kolerasi Teknis Sumber: Franceschini, 2002
6. Langkah 6: PerhitunganTechnical Importance
Technical importance digunakan untuk menganalisa karakteristik teknis
yang memiliki point tertingi hingga terendah. Penentuan technical importance ini
berguna bagi tim pengembangan produk agar dapat lebih fokus pada karakteristik
teknis yang memiliki respon tinggi dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan ini, sebagai berikut:
𝑤𝑗 = 𝑑𝑖 . 𝑟𝑖 ,𝑗𝑛𝑖=1 ................................................................ (2.5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
Keterangan:
wj = technical importancedari teknik j
di = degree of importance dari kebutuhan konsumen i
ri,j = nilai numerik hubungan antara kebutuhan konsumen i dengan
karakteristik teknik j
n = jumlah kebutuhan konsumen
2.7 Antropometri
Pada subbab ini akan dibahas mengenai definisi antropometri, faktor-faktor
yang mempengaruhi perbedaan ukuruan tubuh manusia satu sama lain, dan teknik
pengukuran antropometri.
2.7.1 Definisi Antropometri
Istilah antropometri berasal dari kata Anthro yang berarti manusia dan Metri
yang berarti dimensi. Antropometri merupakan sekumpulan data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik fisik manusia dalam hal dimensi, bentuk, dan
kekuatan yang digunakan dalam penanganan masalah desain (Nurmianto, 2008).
Antropometri adalah pengetahuan mengenai pengukuran tubuh manusia (Niebel
& Freivalds, 1999; Kroemer, dkk, 1994).
Pengukuran dimensi tubuh manusia sangat diperlukan karena pada dasarnya
dimensi tubuh manusia satu sama lain berbeda. Antropometri ini digunakan
sebagai pertimabangan-pertimbangan ergonomis yang akan diterapkan pada
interaksi manusia dengan lingkungannya.
Antropometri dapat diaplikasikan dalam hal berikut ini:
1. Perancangan areal kerja.
2. Perancangan peralatan kerja.
3. Perancangan produk-produk konsumtif.
4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Ada dua pilihan dalam merancang sistem kerja berdasarkan data
antropometri, yaitu:
1. Sesuai dengan tubuh pekerja yang bersangkutan (perancangan individual),
yang terbaik secara ergonomi.
2. Sesuai dengan populasi pemakai atau pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
2.7.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Dimensi Tubuh
Manusia Satu Sama Lain
Ada delapan faktor yang mempengarui perbedaan dimensi tubuh manusia
satu sama lain (Nurmianto, 2008), sebagai berikut:
1. Keacakan atau Random
Walaupun dalam satu kelompok populasi sudah jelas sama dalam hal jenis
kelamin, suku atau bangsa, usia, dan jenis pekerjaan, tetapi masih ada perbedaan
yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat.
2. Jenis Kelamin
Terdapat perbedaan yang signifikan antar dimensi tubuh pria dan
perempuan. Pria dianggap memiliki dimensi segmen badan yang lebih panjang
dari pada perempuan. Oleh karena itu, data antropometri antara pria dan
perempuan diberikan secara terpisah.
3. Suku Bangsa
Variasi suku bangsa disebabkan karena meningkatnya jumlah angka migrasi
dari satu negara ke negara lain.
4. Usia
Usia dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
Balita Remaja Lanjut Usia
Anak-anak Dewasa
Antropometri akan terus meningkat sampai usia dewasa, tetapi setelah usia
dewasa antropometri akan menurun. Hal tersebut diakibatkan karena kurangnya
elastisitas tulang belakang dan kurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki.
5. Jenis Pekerjaan
Beberepa jenis pekerjaan tertentu harus menuntut adanya persyaratan dalam
seleksi karyawan termasuk dalam hal dimensi tubuh. Misalnya, buruh pelabuhan
harus mempunyai tubuh yang lebih besar dibandingkan karyawan perkantoran.
6. Pakaian
Hal ini merupakan sumber adanya perbedaan dimensi tubuh manusia yang
disebabkan oleh bervariasinya iklim atau musim yang berbeda dari satu tempat
dengan tempat lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
7. Faktor Kehamilan Pada Perempuan
Faktor ini sudah jelas adanya perbedaan dengan perempuan yang tidak
hamil, terutama dalam hal analisis perancangan produk (APP) dan analisis
perancangan kerja (APK).
8. Cacat Tubuh Secara Fisik
Manusia yang memiliki kecacatan tubuh secara fisik mempunyai dimensi
tubuh yang berbeda dengan orang pada umumnya, sehingga perlu dibuatkan
fasilitas akomodasi khusus bagi manusia yang memiliki kecacatan tubuh secara
fisik.
2.7.3 Pengukuran Antropometri
Ada dua cara pengukuran antropometri tubuh manusia, yaitu:
1. Antropometri Statis (Structural Body Dimensions)
Antropometri statis merupakan pengukuran manusia dalam posisi diam
(tidak bergerak dan tetap tegak sempurna). Pengukuran antropometri statis disebut
juga dengan pengukuran dimensi tubuh.
2. Antropometri Dinamis (Functional Body Dimensions)
Antropometri dinamis merupakan pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik
manusia dalan keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang
mungkin terjadi saat pekerja melaksanakan pekerjaannya.
Gambar 2.24 Antropometri Posisi Berdiri dan Duduk Sumber: Nurmianto, 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
1. Tinggi tubuh posisi berdiri tegak
2. Tinggi mata
3. Tinggi bahu
4. Tinggi siku
5. Tinggi genggaman tangan pada
posisi relaks ke bawah
6. Tinggi badan pada posisi duduk
7. Tinggi mata pada posisi duduk
8. Tinggi bahu pada posisi duduk
9. Tinggi siku pada posisi duduk
10. Tebal paha
11. Jarak dari pantat ke lutut
12. Jarak dari lipat lutut ke pantat
13. Tinggi lutut
14. Tinggi lipat lutut
15. Lebar bahu
16. Lebar panggul
17. Tebal dada
18. Tebal perut
19. Jarak dari siku ke ujung jari
20. Lebar kepala
21. Panjang tangan
22. Lebar tangan
23. Jarak bentang dari ujung jari
tangan kanan ke kiri
24. Tinggi pegangan tangan pada
posisi tangan vertikal ke atas dan
berdiri tegak Tinggi pegangan
tangan pada posisi tangan vertikal
ke atas dan berdiri tegak
25. Tinggi pegangan tangan pada
posisi tangan vertikal ke atas dan
duduk
26. Jarak genggaman tangan ke
punggung pada posisi tangan ke
depan Tinggi tubuh posisi berdiri
tegak Tebal dada
2.7.4 Percentil
Percentil merupakan suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu
dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai
tersebut. Contohnya, 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95
percentil sedangkan 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari
5 percentil (Nurmianto, 2008).
Tabel 2.1 Percentil Untuk Data Berdistribusi Normal
No Percentil Kalkulasi
1 1 st 𝑋 − 2,325𝜎𝑥
2 2,5 th 𝑋 − 1,960𝜎𝑥
3 5 th 𝑋 − 1,645𝜎𝑥
4 10 th 𝑋 − 1,280𝜎𝑥
5 50 th 𝑋
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
Tabel 2.1 Percentil Untuk Data Berdistribusi Normal (Lanjutan)
No Percentil Kalkulasi
6 90 th 𝑋 + 1,280𝜎𝑥
7 95 th 𝑋 + 1,645𝜎𝑥
8 97,5 th 𝑋 + 1,960𝜎𝑥
9 99 th 𝑋 + 2,325𝜎𝑥
Sumber: Nurmianto, 2008
2.8 Antropometri Sebagai Desain Produk
Produk desainer menggunakan data antropometri untuk menguraikan sebuah
ide penyelesaian mengenai kecocokan antara pengguna dan dimensi produknya
(Bridger, 2003). Produk yang sesuai dengan dimensi si penggunanya sangat
penting untuk alasan keselamatan, kesehatan, dan kegunaannya (Bridger, 2003).
Dalam aplikasi desain, ketidakcocokan akan terjadi hanya pada satu kondisi
ekstrim (dimensi maksimum dan minimum) dan solusi dalam mendesain produk
adalah memilih selain kedua dimensi tersebut. Dimensi maksimum dan minimum
akan dipilih dalam kondisi tertentu, misalnya dimensi maksimum (percentil 95th
atau 99th) dipilih saat mendesain tinggi pintu dan dimensi minimum (percentil 1th
atau 5th) dipilih saat mendesain handle pintu.
2.9 Seleksi Konsep
Seleksi konsep merupakan proses menilai konsep dengan memperhatikan
kebutuhan pelanggan dan kriteria lain, membandingkan kekuatan dan kelemahan
relatif dari konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penyelidikan,
pengujian, dan pengembangan selanjutnya (Ulrich dan Eppinger, 2001).
Metode pemilihan konsep sangat bervariasi dilihat dari efektifitasnya. Bebeberapa
metode tersebut (Ulrich dan Eppinger, 2001):
1. Keputusan Eksternal
Konsep-konsep dikembalikan kepada pelanggan, klien, atau beberapa
lingkup eksternal lainnya untuk diseleksi.
2. Produk Juara
Seorang anggota yang terpengaruh dari tim pengembangan produk memilih
konsep atas dasar pilihan pribadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
3. Intuisi
Konsep dipilih berdasarkan perasaan. Kriteria eksplisit atau analisis
pertentangan tidak digunakan. Konsep yang dipilih semata-mata yang kelihatan
lebih baik.
4. Multivoting
Tiap anggota tim memilih beberapa konsep. Konsep paling banyak dipilih
yang akan digunakan.
5. Pro dan Kontra
Tim mendaftar kekuatan dan kelemahan dari tiap konsep dan membuat
sebuah pilihan berdasarkan pendapat kelompok.
6. Prototipe dan Pengujian
Organisasi membuat dan menguji prototipe dari tiap konsep, lalu
menyeleksi berdasarkan data pengujian.
7. Matriks Keputusan
Tim menilai masing-masing konsep berdasarkan kriteria penyeleksian yang
telah ditetapkan sebelum yang dapat diberi bobot.
Dalam seleksi konsep terdapat dua tahapan metodologi. Tahapan yang
pertama adalah penyaringan konsep dan tahapan yang kedua adalah penilaian
konsep. Penyaringan konsep adalah proses yang evaluasinya masih berupa
perkiraan yang ditujukan untuk mempersempit alternatif, sedangakan penilaian
konsep adalah sebuah analisis konsep yang ada untuk memilih salah satu konsep
memungkinkan untuk membawa kesuksesan pada sebuah produk (Ulrich dan
Eppinger, 2001). Ada enam langkah yang dilakukan dalam kedua tahapan
tersebut, yaitu:
1. Menyiapkan matriks seleksi
2. Menilai konsep
3. Mengurut konsep
4. Mengkombinasi dan memperbaiki konsep
5. Memilih salah satu atau lebih konsep
6. Merefleksikan hasil dan proses
Metode yang digunakan dalam penyaringan dan penilaian konsep adalah
metode Seleksi Konsep Pugh yang dikembangkan oleh Stuart Pugh (1980-an)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
2.9.1 Penyaringan Konsep
Tujuan dari tahapan penyaringan konsep adalah mempersempit jumlah
konsep secara cepat dan untuk memperbaiki konsep (Ulrich dan Eppinger, 2001).
Ada enam langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1. Langkah 1: Menyiapkan Matriks Seleksi
Dalam langkah ini yang dilakukan adalah memasukkan kriteria dan konsep
ke dalam matriks. Identiatas konsep-konsep yang akan dipilih dicantumkan pada
bagian atas matriks dengan menggunakan sejenis grafik atau teks tertulis.
Kriteria seleksi dituliskan sepanjang sisi kiri matriks penyaringan, seperti
pada Tabel 2.2. Kriteria seleksi seharusnya dipilih untuk membedakan konsep-
konsep. Namun, karena setiap kriteria diberi bobot yang sama dalam metode
penyaringan konsep, maka seharusnya berhati-hati untuk tidak mencantumkan
terlalu banyak kriteria yang tidak penting . Jika tidak, perbedaan antara konsep-
konsep yang dicerminkan oleh kriteria yang lebih penting tidak akan terlihat nyata
pada hasil seleksi konsep.
Setelah itu memilih konsep untuk patokan atau referensi, di mana seluruh
konsep akan dibandingkan dengan konsep tersebut. Referensi biasanya
merupakan standar industri atau konsep terdahulu yang dikenal baik. Konsep
referensi ini juga dapat berupa sebuah produk komersial yang telah tersedia,
produk benchmark yang terbaik di kelasnya, produk generasi sebelumnya, salah
satu dari konsep yang sedang dipertimbangkan atau kombinasi subsistem yang
dirakit untuk menghasilkan tampilan terbaik dari produk-produk yang berbeda.
2. Langkah 2: Menilai Konsep
Nilai relatif yang digunakan “lebih baik” (+), “sama dengan” (0), atau “lebih
buruk” (-) diletakkan di setiap sel matriks untuk memperlihatkan bagaimana
setiap konsep dinilai terhadap konsep referensi untuk kriteria tertentu. Sebaiknya
setiap konsep dinilai terhadap satu kriteria sebelum berpindah ke kriteria
berikutnya.
3. Langkah 3: Meranking Konsep-Konsep
Setelah menilai seluruh konsep, maka yang dilakukan berikutnya adalah
menjumlahkan nilai “lebih baik”, “sama dengan”, dan “lebih buruk”. Lalu
mencatat jumlah untuk setiap konsep pada baris bagian bawah dari matrik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
Berikutnya memberikan peringkat untuk konsep. Untuk konsep yang nilainya
positif yang lebih banyak dan nilai minus yang sedikit memiliki tingkatan yang
lebih tinggi. Seringkali dalam tahap ini, kita dapat mengidentifikasikan satu atau
dua kriteria yang benar-benar membedakan konsep.
4. Langkah 4: Menggabungkan dan Memperbaiki Konsep-Konsep
Setelah menilai dan meranking konsep, kita harus memeriksa apakah
hasilnya masuk akal. Kemudian mempertimbangkannya jika ada cara
menggabungkan dan memperbaiki onsep tertentu.
Ada du hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
Adakah konsep yang secara umum baik, tetapi nilainya turun karena salah satu
kriterianya berpenampilan buruk? Dapatkah sedikit modifikasi memperbaiki
konsep secara keseluruhan dengan tetap menjaga perbedaan dengan konsep
lainnya.
Adakah dua konsep yang dapat digabungkan untuk mendapatkan kualitas yang
“lebih baik” sekaligus menghilangkan kualitas yang “lebih buruk”?
Konsep yang telah digabungkan dan diperbaiki kemudian ditambahkan pada
matriks.
5. Langkah 5: Memilih Satu atau Lebih Konsep
Apabila kita sudah puas dengan pemahaman akan setiap konsep dan kualitas
relatifnya, maka kemudian kita memutuskan konsep mana yang harus dipilih
untuk perbaikan dan analisis lebih jauh.
Kita juga harus memutuskan apakah putaran berikutnya dari penyaringan
konsep akan dilakukan atau apakah langsung melaksanakan penilaian konsep. Jika
matriks penyaringan konsep tampaknya tidak memberikan solusi yang cukup
untuk tahapan evaluasi dan seleksi berikutnya, maka akan digunakan penilaian
konsep dengan kriteria seleksi terbobot dan susunan penilaian yang lebih
terperinci.
6. Langkah 6: Merefleksikan Hasil dan Proses
Kita harus nyaman dengan hasil yang diperoleh. Jika salah seorang tidak
setuju dengan keputusan tim, maka kemungkinan satu atau lebih kriteria penting
hilang dari matriks penyaringan, atau mungkin penilaian tertentu salah, atau
bahkan kurang jelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
Tabel 2.2 Matriks Penyaringan Konsep Untuk Contoh Alat Suntik
Kriteria Seleksi
Konsep
A B C D E F G
Master Rubber (Referensi) Swash Laver Dial
Cylinder Brake Ratchet Plunge Stop Ring Set Crew
Kemudahan penanganan 0 0 - 0 0 - -
Kemudahan penggunaan 0 - - 0 0 + 0
Ukuran dosis yang mudah dibaca 0 0 + 0 + 0 +
Keakuratan pengukur dosis 0 0 0 0 - 0 0
Daya tahan 0 0 0 0 + 0 0
Kemudahan untuk dibuat + - - 0 0 - 0
Mudah untuk dibawa + + 0 0 + + 0
Jumlah + 2 1 1 0 2 2 1
Jumlah 0 5 4 3 7 3 3 5
Jumlah - 0 2 3 0 1 2 1
Nilai Akhir 2 -1 -2 0 1 0 0
Peringkat 1 4 5 3 2 3 3
Lanjutkan? Ya Tidak Tidak Gabungkan Ya Gabungkan Perbaiki
Sumber: Ulrich dan Eppinger, 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
2.9.2 Penilaian Konsep
Penilaian konsep digunakan agar peningkatan jumlah alternatif penyelesaian
dapat dibedakan lebih baik di antara konsep-konsep. Pada penilaian konsep, kita
memberikan bobot kepentingan relatif untuk setiap kriteria seleksi dan
memfokuskan pada hasil perbandingan yang lebih baik dengan penekanan pada
setiap kriteria. Nilai konsep ditentukan oleh jumlah terbobot dari nilai.
Ada enam lagkah yang harus dilakukan dalam penilaian konsep, yaitu:
1. Langkah 1: Menyiapkan Matriks Seleksi
Seperti pada tahapan penyaringan konsep, kita menyiapkan matriks dan
mengidentifikasi konsep referensi. Konsep yang telah diidentifikasi lalu diisikan
pada bagian atas matriks. Konsep telah mengalami perbaikan dalam beberapa hal
sejak penyaringan konsep dan mungkin lebih terperinci. Sehubungan dengan
konsep yang lebih terperinci, kita mungkin ingin menambahkan lebih banyak
rincian pada kriteria seleksi.
Setelah kriteria dicatat, kita menambahkan bobot kepentingan ke dalam
matriks. Beberapa pola yang berbeda dapat digunakan untuk memberi bobot pada
kriteria, seperti menandai niali kepentiangan dari 1 sampai 5, atau
mengalokasikan nilai 100% pada kriteria-kriteria tersebut. Untuk tujuan seleksi
konsep bobot seringkali sitentukan secara ubjektif oleh tim.
2. Langkah 2: Menilai Konsep
Seperti pada tahap penyaringan konsep, cara yang paling mudah untuk
menyelesaikan tahap ini adalah menilai seluruh konsep terhadap satu kriteria
sekaligus, sebelum berpindah ke kriteria selanjutnya. Karena perlu adanya
perbedaan yang nyata antara setiap konsep yang bersaing, maka diperlukan skala
yang lebih halus/jelas. Skala yang direkomendasikan adalah skala dari 1 sampai 5.
Tabel 2.3 Skala Penilaian pada Tahapan Penilaian Konsep
Kinerja Relatif Nilai
Sangat buruk dibandingkan referensi 1
Buruk dibandingkan referensi 2
Sama seperti referensi 3
Lebih baik dari referensi 4
Sangat lebih baik dari referensi 5
Sumber: Ulrich dan Eppinger, 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
3. Langkah 3: Meranking Konsep
Setelah penilaian diberikan untuk setiap konsep, maka dilakukan
perhitungan nilai bobot. Nilai terbobot dihitung dengan mengalikan nilai dengan
bobot kriteria. Total nilai untuk setipa konsep merupakan penjumlahan dari nilai
yang berbobot.
𝑆𝑗 = 𝑟𝑖𝑗 × 𝑤𝑖𝑛𝑖=1 ................................................................ (2.6)
Keterangan:
𝑟𝑗 = nilai konsep j untuk kriteria i
𝑤𝑗 = bobot kriteria i
𝑛 = jumlah kriteria
𝑆𝑗 = total nilai untuk konsep j
Akhirnya setiap konsep diberi peringkat sesuai dengan total nilainya.
4. Langkah 4: Menggabungkan dan Memperbaiki Konsep
Seperti pada tahapan penyaringan konsep, kita mencari kombinasi atau
pengganti yang memperbaiki konsep. Meskipun penyaringan konsep formal
umumnya selesai sebelum seleksi konsep dimulai, beberapa perbaikan kreatif dan
kemajuan terjadi selama proses seleksi konsep, saat kita menyadari kekuatan dan
kelemahan beberapa tampilan dari konsep produk.
5. Langkah 5: Memilih Satu atau Lebih Konsep
Seleksi akhir bukan hanya memilih konsep yang mencapai peringkat
tertinggi setelah melewati proses. Lebih jauh, kita harus menggali evaluasi awal
dengan mengadakan analisis sensitivitas. Menggunakan program spreadsheet, kita
dapat mengubah bobot dan nilai untuk menentukan pengaruhnya terhadap
peringkat.
6. Langkah 6:Merefleksikan Hasil dan Proses
Sebagai langkah akhir, kita merefleksikan pada konsep terpilih dan proses
seleksi konsep. Dalam beberapa hal, tahap ini merupakan “titik tidak bisa
kembali” untuk proses pengembangan konsep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
Tabel 2.4 Matriks Penilaian Konsep Untuk Contoh Alat Suntik
Konsep
A DF E G+
(Referensi)
Master Cylinder Lever Stop Swash Ring Dial Screw +
Kriteria Seleksi Beban Rating Nilai
Beban Rating
Nilai
Beban Rating
Nilai
Beban Rating
Nilai
Beban
Kemudahan penanganan 5% 3 0,15 3 0,15 4 0,2 4 0,2
Kemudahan penggunaan 15% 3 0,45 4 0,6 4 0,6 3 0,45
Ukuran dosis yang mudah dibaca 10% 2 0,2 3 0,3 5 0,5 5 0,5
Keakuratan pengukur dosis 25% 3 0,75 3 0,75 2 0,5 3 0,75
Daya tahan 15% 2 0,3 5 0,75 4 0,6 3 0,45
Kemudahan untuk dibuat 20% 3 0,6 3 0,6 2 0,4 2 0,4
Mudah untuk dibawa 10% 3 0,3 3 0,3 3 0,3 3 0,3
Total Nilai 2,75 3,45 3,1 3,05
Peringkat 4 1 2 3
Lanjutkan? Tidak Kembangkan Tidak Tidak
Sumber: Ulrich dan Eppinger, 2001