2.1. kajian pustaka individu yang masih bergantung pada...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Pengertian Family Centered Care
Dalam paradigma keperawatan anak, anak merupakan
individu yang masih bergantung pada lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan individualnya. Lingkungan yang mendukung tersebut
salah satunya adalah keluarga (Supartini, 2004). Sebagai suatu
sistem, keluarga dipandang sebagai sistem yang berinteraksi
secara berkelanjutan. Interaksi merupakan hal penting dalam
keluarga sehingga perubahan pada salah satu anggota keluarga
dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Jenis interaksi
yang digunakan dalam keluarga akan dapat menyebabkan
disfungsi. Jenis interaksi yang tertutup terhadap informasi dari
lingkungan luar dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan
yang ada dapat menyebabkan gangguan dalam sistem keluarga.
Oleh karena itu, penerapan asuhan keperawatan turut berfokus
pada keluarga dalam hal ini perawat harus mengenal hubungan
dalam keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan
keluarga yang dapat dimanfaatkan untuk membantu keluarga
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Wong 2008, Friedman
1998).
Menurut Wong (2008), perubahan dalam anggota keluarga
yang bisa mempengaruhi anggota keluarga yang lain adalah stres.
Misalnya, anak yang mengalami sakit. Kondisi sakit, membuat
perubahan dalam keluarga. Dalam hal ini, fokus interaksi keluarga
adalah pada anak yang sakit sedangkan kebutuhan interaksi
dengan anggota atau lingkungan yang lain menjadi berkurang.
Stres dalam keluarga dapat diminimalkan dengan cara melibatkan
keluarga dalam perawatan anak. Keterlibatan keluarga dalam
perawatan anak diterapkan dalam asuhan keperawatan yang
dikenal dengan konsep Family Centered Care (perawatan yang
berfokus pada keluarga).
Menurut Hanson dalam Supartini (2004), konsep Family
Centered Care diawali pada abad ke 19. Pada saat itu, perawatan
isolasi sedang berkembang untuk perawatan penyakit menular.
Orangtua dengan anak yang menjalani perawatan karena penyakit
menular, tidak diijinkan untuk mengunjungi anak dan membawa
barang–barang atau mainan ke rumah sakit. Berdasarkan hasil
penelitian pada tahun 1940, tindakan isolasi ini ternyata
menimbulkan stres pada anak. Stres dan gelisah yang dialami anak
tersebut turut membuat orangtua merasa stres. Oleh karena itu,
orientasi asuhan keperawatan anak berubah dari perawatan isolasi
menjadi rooming in, yaitu orangtua dapat mendampingi anak
selama perawatan di rumah sakit.
Family Centered Care didefinisikan menurut Hanson (1997,
dalam Dunst dan Trivette, 2009), sebagai suatu pendekatan
inovatif dalam merencanakan, melakukan dan mengevaluasi
tindakan keperawatan yang diberikan kepada anak didasarkan
pada manfaat hubungan antara perawat dan keluarga yaitu orang
tua.
Menurut Stower (1992, dalam Hutchfield, 1999), Family
Centered Care merupakan suatu pendekatan yang holistik.
Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan
asuhan keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu
dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual
(biopsikospiritual) tetapi juga melibatkan keluarga sebagai bagian
yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak.
Pendapat Stower (1992), didukung oleh Gill (1993, dalam
Hutchfield, 1999) yang menyebutkan bahwa Family Centered Care
merupakan kolaborasi bersama antara orangtua dan tenaga
profesional. Kolaborasi orangtua dan tenaga profesional dalam
bentuk mendukung keluarga terutama dalam aturan perawatan
yang mereka lakukan merupakan filosofi Family Centered Care.
Kemudian, secara lebih spesifik dijelaskan bahwa filosofi Family
Centered Care yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran
dalam keperawatan anak yang digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada anak dengan melibatkan keluarga
sebagai fokus utama perawatan. Kutipan definisi dari para ahli di
atas memberikan gagasan bahwa dalam penerapan Family
Centered Care sebagai suatu pendekatan holistik dan filosofi dalam
keperawatan anak, perawat sebagai tenaga profesional perlu
melibatkan orangtua dalam perawatan anak. Adapun peran perawat
dalam menerapkan Family Centered Care adalah sebagai mitra dan
fasilitator dalam perawatan anak di rumah sakit.
Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam
perawatan anak, menurut Brunner dan Suddarth (1986 dalam
Hutchfield, 1999) adalah memberikan kesempatan bagi orangtua
untuk merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan
pengawasan dari perawat sesuai aturan yang berlaku.
Selain pendapat diatas, DePompei dan Ahmann (1994
dalam Hutchfield, 1999), menyebutkan bahwa Family Centered
Care bertujuan untuk mengatur keluarga sebagai pusat dari
kehidupan anak melalui keterlibatan mereka dalam proses
perawatan dan membentuk suatu hubungan kerjasama yang
mendukung antara perawat dan keluarga sebagai pemberi
perawatan bagi anak
Selain itu, Family Centered Care juga bertujuan untuk
meminimalkan trauma selama perawatan anak di rumah sakit dan
meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan kualitas hidup
dapat tercapai (Robbins, 1991 dalam Hutchfield 1999).
2.1.2. Elemen Family Centered Care
Menurut Shelton (1987:1-79), terdapat beberapa elemen
dasar Family Centered Care, yaitu :
1. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang
konstan dalam kehidupan anak, sementara sistem layanan
dan anggota dalam sistem tersebut berfluktuasi.
Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang
konstan, merupakan hal yang penting. Fungsi perawat
sebagai motivator yang menghargai dan menghormati peran
keluarga dalam merawat anak serta bertanggung jawab
penuh dalam mengelola kesehatan anak. Selain itu, perawat
mendukung perkembangan sosial dan emosional, serta
memenuhi kebutuhan anak dalam keluarga. Oleh karena itu,
dalam menjalankan sistem perawatan kesehatan, keluarga
dilibatkan dalam membuat keputusan, mengasuh, mendidik
dan melakukan pembelaan terhadap hak anak-anak mereka
selama menjalani masa perawatan. Keputusan keluarga
dalam perawatan anak merupakan suatu pertimbangan
yang utama karena keputusan ini didasarkan pada
mekanisme koping dan kebutuhan yang ada dalam
keluarga. Dalam pembuatan keputusan, perawat
memberikan saran yang sesuai namun keluarga tetap
berhak memutuskan layanan yang ingin didapatkannya.
Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan
mendukung individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam
suatu keluarga :
a. Kunjungan yang dibuat di rumah keluarga atau di
tempat lain dengan waktu dan lokasi yang disepakati
bersama keluarga
b. Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan
keluarga
c. Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi
fokus utama dari perawatan yang akan diberikan.
Mereka turut merencanakan perawatan dan peran
mereka dalam perawatan anak.
d. Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat
komprehensif dan perawat memberikan semua
perawatan yang dibutuhkan misalnya perawatan pada
anak, dukungan kepada orangtua, bantuan keuangan,
hiburan dan dukungan emosional.
2. Memfasilitasi kerjasama antara keluarga dan perawat di
semua tingkat pelayanan kesehatan, merawat anak secara
individual, pengembangan program, pelaksanaan dan
evaluasi serta pembentukan kebijakan.
Hal ini ditunjukan ketika :
a. Kolaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak
Peran kerjasama antara orangtua dan tenaga
profesional sangat penting dan vital. Keluarga bukan
sekedar sebagai pendamping, tetapi terlibat di dalam
pemberi pelayanan kesehatan kepada anak mereka.
Tenaga profesional memberikan pelayanan sesuai
dengan keahlian dan ilmu yang mereka peroleh
sedangkan orangtua berkontribusi dengan memberikan
informasi tentang anak mereka. Dalam kerjasama
orangtua dan tenaga profesional, orangtua bisa
memberikan masukan untuk perawatan anak mereka.
Tapi, tidak semua tenaga profesional dapat menerima
masukan yang diberikan. Beberapa disebabkan karena
kurangnya pengalaman tenaga profesional dalam
melakukan kerjasama dengan orangtua.
b. Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan
pelayanan rumah sakit
Pada tahap ini, anak–anak dengan kebutuhan khusus
merasakan manfaat dari kemampuan orangtua dan
perawat dalam mengembangkan, melaksanakan dan
mengevaluasi program. Hal yang harus diutamakan
pada tahap ini adalah kolaborasi dengan bidang yang
lain untuk menunjang proses perawatan. Family
Centered Care memberikan kesempatan kepada
orangtua dan tenaga profesional untuk berkontribusi
melalui pengetahuan dan pengalaman yang mereka
miliki untuk mengembangkan perawatan terhadap anak
di rumah sakit. Pengalaman dalam merawat anak
membuat orangtua dapat memberikan perspektif yang
penting, berkaitan dengan perawatan anak serta cara
perawat untuk menerima dan mendukung keluarga.
c. Kolaborasi dalam tahap kebijakan
Family Centered Care dapat tercapai melalui kolaborasi
orangtua dan tenaga profesional dalam tahap kebijakan.
Kolaborasi ini memberikan manfaat kepada orangtua,
anak dan tenaga profesional. Orangtua bisa menghargai
kemampuan yang mereka miliki dengan memberikan
pengetahuan mereka tentang sistem pelayanan
kesehatan serta kompetensi mereka. Keterlibatan
mereka dalam membuat keputusan menambahkan
kualitas pelayanan kesehatan.
Orangtua dapat melakukan peran mereka sebagai role
model kepada anak–anak. Peran orangtua dengan
mengambil bagian dalam hubungan kolaborasi dengan
tenaga profesional, memberikan kesempatan kepada
orangtua untuk menjalankan peraturan dalam
kehidupan anak mereka.
Kolaborasi yang harus dilakukan oleh perawat dengan
keluarga dalam berbagai tingkat pelayanan baik di
rumah sakit maupun masyarakat dapat dilakukan
dengan beberapa cara :
a. Kemampuan bekerjasama
b. Kesempatan berinteraksi
c. Penilaian kepribadian
d. Perencanaan perawatan untuk setiap anak
e. Pengembangan masyarakat dan pelayanan di rumah
sakit
3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis, budaya dan sosial
ekonomi dalam keluarga.
Tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilan perawatan
anak mereka di rumah sakit dengan mempertimbangkan
tingkat perkembangan anak dan diagnosa medis. Hal ini
akan menjadii sulit apabila program perawatan yang
diterapkan bertentangan dengan nilai–nilai yang dianut
dalam keluarga.
4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta
memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam
keluarga.
Elemen ini mewujudkan dua konsep yang seimbang.
Pertama, Family Centered Care harus menggambarkan
keseimbangan antara anak dan keluarga. Hal Ini berarti
dalam menemukan masalah pada anak, maka kelebihan
dari anak dan keluarga harus dipertimbangan dengan baik.
Kedua, menghargai dan menghormati mekanisme koping
dan individualitas yang dimiliki oleh anak maupun keluarga
dalam kehidupan mereka.
Terkadang pengkajian dan intervensi keperawatan hanya
berfokus pada masalah kesehatan dan perkembangan anak
serta mengesampingkan kelebihan yang dimiliki oleh anak
sehingga menimbulkan ketidakakuratan keadaan. Orangtua
dan perawat memiliki peran penting untuk menemukan
kekuatan yang dimiliki anak. Pendekatan ini dapat membuat
perbedaan yang positif dalam interaksi antara perawat dan
orangtua terutama orangtua dan anak. Kesadaran terhadap
kekuatan yang dimiliki anak dan orangtua merupakan suatu
langkah yang penting dalam mengatur kepribadian dan
penghargaan mereka terhadap mekanisme koping.
5. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada
orangtua secara berkelanjutan dengan dukungan penuh.
Memberikan informasi kepada orangtua bertujuan untuk
mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua terhadap
perawatan anak mereka. Selain itu, dengan memberikan
informasi orangtua akan merasa menjadi bagian yang
penting dalam perawatan anak. Ketersediaan informasi tidak
hanya memiliki pengaruh emosional, melainkan hal ini
merupakan faktor kritikal dalam melibatkan partisipasi
orangtua secara penuh dalam proses membuat keputusan
terutama untuk setiap tindakan medis dalam perawatan
anak mereka.
6. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling
mendukung.
Pada bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan lain
yang dapat diberikan kepada keluarga adalah dukungan
antar keluarga. Elemen ini awalnya diterapkan kepada
perawatan anak–anak dengan kebutuhan khusus misalnya
down syndrome atau autisme. Perawat ataupun tenaga
profesional yang lain memfasilitasi keluarga untuk
mendapatkan dukungan dari keluarga yang lain yang juga
memiliki masalah yang sama mengenai anak mereka.
Dukungan antara keluarga ini berfungsi untuk :
a. Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan
persahabatan
b. Bertukar informasi mengenai kondisi dan perawatan
anak
c. Memanfaatkan dan meningkatkan sistem pelayanan
yang ada untuk kebutuhan perawatan anak mereka.
Dukungan antar keluarga ini kemudian dimanfaatkan juga
untuk perawatan anak dengan kondisi akut atau kronis di
rumah sakit. Selain itu, perawat tidak hanya menggunakan
ilmu yang mereka miliki untuk memberikan dukungan tetapi
pengalaman mereka dalam melakukan perawatan pada
anak dan keluarga yang lain juga menjadi pembelajaran
klinik yang dapat digunakan untuk memberikan dukungan
kepada keluarga dan anak.
7. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap
perkembangan bayi, anak-anak, remaja dan keluarga
mereka ke dalam sistem perawatan kesehatan.
Pemahaman dan penerapan setiap kebutuhan dalam
perkembangan anak mendukung perawat untuk
menerapkan pendekatan yang komprehensif terhadap anak
dan keluarga agar mereka mampu melewati setiap tahap
perkembangan dengan baik.
8. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program–
program yang memberikan dukungan emosional dan
keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Dukungan kepada keluarga bervariasi dan berubah setiap
waktu sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut. Jenis
dukungan yang diberikan misalnya mendukung keluarga
untuk memenuhi waktu istirahat mereka, pelayanan
homecare, pelayanan konseling, promosi kesehatan,
program bermain, serta koordinasi layanan kesehatan yang
baik untuk membantu keluarga memanfaatkan layanan
kesehatan yang ada untuk menunjang kebutuhan layanan
kesehatan secara finansial. Dukungan yang baik dapat
membantu menurunkan stres yang dialami oleh keluarga
karena ketidakseimbangan tuntutan keadaan kondisi
dengan ketersediaan tenaga yang dimiliki oleh keluarga saat
mendampingi anak di rumah sakit. Oleh karena itu perawat
harus kritis dalam mengkaji kebutuhan keluarga sehingga
dukungan dapat diberikan dengan tepat termasuk
mempertimbangan kebijakan yang berlaku baik di rumah
sakit maupun di lingkungan untuk menunjang dukungan
yang akan diberikan kepada keluarga.
9. Merancang sistem perawatan kesehatan yang fleksibel,
dapat dijangkau dengan mudah dan responsif terhadap
kebutuhan keluarga yang teridentifikasi.
Sistem pelayanan kesehatan yang fleksibel didasarkan pada
pemahaman bahwa setiap anak memiliki kebutuhan
terhadap layanan kesehatan yang berbeda maka layanan
kesehatan yang ada harus menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kelebihan yang dimiliki oleh anak dan
keluarga. Oleh karena itu, tidak hanya satu intervensi
kesehatan untuk semua anak tetapi lebih dari satu intervensi
yang berbeda untuk setiap anak.
Selain layanan kesehatan yang fleksibel, dalam Family
Centered Care juga mendukung agar layanan kesehatan mudah
diakses oleh anak dan keluarga misalnya sistem pembayaran
layanan kesehatan yang dipakai selama anak menjalani perawatan
di rumah sakit baik menggunakan asuransi atau jaminan kesehatan
pemerintah dan swasta, konsultasi kesehatan, prosedur
pemeriksaan dan pembedahan, layanan selama anak menjalani
rawat inap di rumah sakit dan sebagainya. Oleh karena itu, perawat
harus mengkaji kebutuhan anak atau keluarga terhadap akses
layanan kesehatan yang dibutuhkan lalu melakukan intervensi
sesuai dengan kebutuhan anak dan keluarga. Apabila layanan
kesehatan yang dirancangkan fleksibel dan dapat diakses oleh
anak dan keluarga maka layanan kesehatan tersebut akan lebih
responsif karena memprioritaskan kebutuhan anak dan keluarga.
Hutchfield (1999), menyatakan bahwa dalam Family
Centered Care terdapat hirarki. Hirarki ini merupakan proses antara
orangtua dan perawat dalam membangun hubungan kerjasama
dalam perawatan anak. Pada setiap tahap, dibahas beberapa
aspek yang ditingkatkan oleh orangtua dan perawat agar mencapai
hubungan kerjasama yang baik untuk menunjang perawatan anak
di rumah sakit. Aspek tersebut adalah status hubungan orangtua
dan keluarga, komunikasi, peran perawat dan peran orangtua.
Hirarki Family Centered Care terdiri dari 4 tahap yaitu :
a. Keterlibatan orangtua
Pada tahap ini, orangtua dan perawat untuk pertama kalinya
melakukan interaksi. Perawat berperan penuh dalam memberikan
asuhan keperawatan dan bertindak sebagai pemimpin dalam
memberikan perawatan dan orangtua dilibatkan dalam perawatan
ini. Sedangkan orangtua dan keluarga harus menghargai kehidupan
anak yang konstan, menghargai pengetahuan yang dimiliki oleh
anak dan menerima perbedaan yang ada dalam diri anak.
Tahap keterlibatan orangtua ini merupakan tahap paling
awal, oleh karena itu komunikasi dan penyampaian informasi dari
perawat mengenai perawatan anak dan dari orangtua kepada
perawat mengenai informasi yang berkaitan dengan kehidupan
anak harus dilakukan dengan saling terbuka dan jujur sehingga
terjalin rasa saling percaya.
Peran orangtua adalah mendukung anak secara emosional
dan sebagai advokator bagi anak. Sedangkan peran perawat
adalah melakukan proses keperawatan, menolong keluarga untuk
memaksimalkan kehidupan normal mereka serta sebagai advokator
bagi keluarga.
b. Partisipasi orangtua
Pada tahap ini ditandai dengan telah terbinanya hubungan
kerjasama antara orangtua dan perawat. Anggota keluarga yang
lain dapat dilibatkan dalam hubungan ini. Peran orangtua adalah
berpartisipasi dalam asuhan keperawatan saat diminta oleh
perawat maupun saat dibutuhkan oleh anak. Partisipasi orangtua
dalam perawatan anak dirundingkan bersama dan orangtua
berpartisipasi secara sukarela. Sedangkan perawat
bertanggungjawab terhadap semua bentuk perawatan yang
diberikan oleh orangtua maupun yang diberikan oleh perawat
sendiri serta memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan
orangtua dan anak.
Komunikasi pada tahap ini adalah orangtua dan perawat
saling memberikan informasi mengenai kondisi anak. Orangtua
memberikan informasi mengenai kebiasaan dan tingkah laku anak
selama di rumah untuk membantu perawat saat merencanakan dan
melakukan intervensi keperawatan sedangkan perawat
memberikan informasi mengenai segala bentuk perawatan yang
diberikan dan perkembangan kondisi anak selama perawatan.
c. Kerjasama dengan orangtua
Status hubungan orangtua dan perawat sama yaitu sebagai
pemberi perawatan dengan memperhatikan kesejahteraan keluarga
misalnya perawat harus menyadari bahwa kondisi sakit yang
dialami oleh anak tidak hanya menjadi perhatian orangtua. Oleh
karena itu, komunikasi antara perawat dan orangtua pada tahap ini
adalah merundingkan peran orangtua dan perawat dalam
memberikan perawatan serta mengidentifikasi kebutuhan orangtua
terhadap dukungan baik psikis maupun fisik misalnya perawat
memastikan orangtua mendapatkan istirahat yang cukup dalam
masa perawatan anak dan dan memberdayakan orangtua untuk
memberikan perawatan kepada anak. Pada tahap ini, orangtua
berperan sebagai pemberi asuhan yang utama. Oleh karena itu,
orangtua juga memiliki wewenang untuk memberikan perawatan
kepada anak sedangkan perawat berperan sebagai pendorong,
penasihat dan fasilitator.
d. Family Centered Care
Hubungan yang terjalin pada tahap ini adalah perawat dan
orangtua saling menghormati peran masing–masing dan melibatkan
anggota keluarga dalam perawatan anak. Orangtua menghargai
peran perawat sebagai konselor atau konsultan sedangkan perawat
menyadari bahwa orangtua mampu merawat anak mereka dalam
semua aspek. Oleh karena itu, perawat mengkomunikasikan setiap
keputusan yang akan diambil mengenai perawatan anak dengan
orangtua.
2.2. Hospitalisasi pada anak
2.2.1. Pengertian Hospitalisasi
Menurut Soetjiningsih (1995), kebutuhan dasar seorang
anak yang harus terpenuhi untuk menunjang tumbuh dan
kembangnya adalah perawatan kesehatan dasar salah satunya
perawatan saat sakit. Keadaan sehat sebagai perwujudan
perawatan kesehatan adalah sebab langsung yang berpengaruh
terhadap tumbuh dan kembang anak. Oleh karena itu, saat pertama
kali anak menjalani perawatan di rumah sakit perawat melakukan
pengkajian berdasarkan hasil anamnesa dengan orangtua dan
pemeriksaan fisik untuk memperoleh informasi mengenai tumbuh
dan kembang anak.
Menurut Potter & Perry (2005) tumbuh dan kembang anak
dipengaruhi oleh faktor bawaan (internal) dan faktor lingkungan.
Lingkungan yang baik akan memungkinkan tercapainya
pertumbuhan dan perkembangan yang baik sedangkan lingkungan
yang buruk akan menghambatnya. Rumah sakit sebagai lingkungan
asing bagi seorang anak dengan pengalaman pertamanya untuk
menjalani perawatan di rumah sakit, dapat menyebabkan gangguan
yang menghambat perkembangan anak. Proses perawatan yang
mengharuskan anak untuk tinggal dalam kurun waktu tertentu di
rumah sakit baik terencana ataupun darurat disebut hospitalisasi.
Hospitalisasi bisa menimbulkan efek yang tidak menyenangkan
bagi anak karena pada saat menjalani hospitalisasi anak akan
berada di lingkungan yang asing bagi dirinya yakni rumah sakit dan
mengharuskan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut
padahal kondisi anak sedang tidak dalam keadaan sehat. Selain
harus beradaptasi, anak juga harus menjalani prosedur perawatan
yang menimbulkan rasa nyeri, perpisahan dengan keluarga, teman
dan rutinitas sehingga menimbulkan rasa cemas pada dalam diri
mereka.
Bagian penting yang harus dilakukan untuk mempersiapkan
orangtua dan anak dalam menjalani hospitalisasi dilakukan melalui
pendidikan kesehatan. Oleh karena itu, orangtua dituntut untuk
berpartisipasi aktif dalam perawatan anak di rumah sakit, tidak
hanya sekedar sebagai pengunjung sehingga kerjasama antara
orangtua dan perawat dapat memberikan kontribusi yang positif
selama anak menjalani hospitalisasi (Supartini, 2004).
2.2.2. Hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3–6 tahun)
Wong (2008), menyatakan bahwa pengalaman stres yang
paling dirasakan adalah pada usia prasekolah yaitu pada saat
pertama kali masuk sekolah dan rumah sakit. pada saat sakit dan
mengharuskan anak untuk hospitalisasi, maka anak dapat
mengalami stres yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Perpisahan
Pada masa usia Prasekolah (3-6 tahun), anak merasa
perawatan di rumah sakit sebagai pemaksaan untuk
perpisahan dengan lingkungan rumah, permainan dan
teman–temannya. Reaksi perpisahan yang ditunjukan pada
anak usia sekolah adalah menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap perawat atau tenaga kesehatan yang lain.
b. Kehilangan kendali atau kontrol diri
Perawatan terhadap anak di rumah sakit juga membuat
anak kehilangan kontrol terhadap dirinya karena anak harus
istirahat dan menjalani prosedur tindakan medis yang
membatasi gerakan motoriknya. Padahal pada usia ini,
terjadi peningkatan pada perkembangan motorik kasar dan
halus. Anak usia prasekolah melakukan aktivitas fisik
dengan baik seperti berlari, berjalan naik atau turun dengan
mudah, melompat, melempar atau menangkap bola.
Peningkatan keterampilan motorik halus diinterpretasikan
dengan menggambar bentuk–bentuk misalnya lingkaran,
kotak, silang dan segitiga. Keterampilan ini sebagai awal
untuk anak prasekolah memerlukan kesempatan belajar dan
latihan Keterampilan fisik. Keterbatasan terhadap
aktivitasnya ini membuat anak berpersepsi bahwa dirinya
dirawat di rumah sakit sebagai hukuman sehingga anak
merasa malu, bersalah atau takut. Persepsi anak ini
disebabkan mereka memandang semua pengalaman dari
sudut pandang mereka sendiri karena pada usia prasekolah
anak mengembangkan sikap egosentris dan kemampuan
berpikir anak yang bersifat magis yang membatasi
kemampuan mereka untuk memahami lingkungan secara
logis. Oleh karena itu, tindakan keperawatan harus
memberikan kesempatan kepada anak untuk
memaksimalkan kegiatan motorik dengan kondisi sakit
tersebut, misalnya melalui kegiatan bermain.
c. Cedera tubuh dan nyeri
Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak
menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam
integritas tubuhnya. Ketakutan ini membuat anak bereaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan
mengucapkan kata–kata marah, tidak mau bekerja sama
dengan perawat, dan ketergantungan pada orangtua.
Ditinjau dari perkembangan psikososial anak usia
prasekolah terutama selama perawatan di rumah sakit, anak
usia prasekolah mungkin kembali bergantung kepada
orangtua seperti pada masa perkembangan infant misalnya
mengompol dan mengisap jari atau meminta disuapi dan
dipeluk oleh orangtua.
Pada usia prasekolah, terdapat ketakutan yang paling besar
terhadap sesuatu yang membahayakan tubuh misalnya tindakan
perawatan yang dilakukan oleh perawat. Sekalipun mereka
bersedia untuk menjalani tindakan keperawatan, mereka tetap
merasakan ketakutan. Persepsi takut ini muncul karena pada usia
prasekolah, anak menilai benda atau orang dari penampilan luar
mereka atau apa yang tampaknya terjadi. Sehingga ketika perawat
melakukan suatu tindakan medis yang menyakiti mereka maka
mereka menilai perawat sebagai orang yang suka menyakiti
sehingga timbul rasa takut terhadap perawat. Oleh karena itu,
keterlibatan anak usia prasekolah dalam tindakan yang akan
diberikan perawat kepadanya akan membuat anak prasekolah
kooperatif dengan perawat.
Hospitalisasi merupakan suatu proses perawatan yang
dijalani anak dengan kondisi sakit bersama keluarga di rumah sakit.
Sakit dan hospitalisasi menjadi masa yang kritis bagi anak terutama
di awal tahun masa pertumbuhan dan perkembangan mereka
karena adanya perubahan rutinitas dan lingkungan serta minimnya
mekanisme koping yang dimiliki oleh anak untuk mengatasi reaksi
terhadap efek hospitalisasi. Hal utama yang menyebabkan stres
pada anak adalah perpisahan dengan orangtua atau figur lekat
mereka, ketakutan, kehilangan kemandirian, ketidaknyamanan
akibat perlukaan tubuh, nyeri, kehilangan bagian tubuh atau
ketakutan terhadap kematian. Reaksi pada anak yang muncul
sebagai respon terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh
perkembangan umur, pengalaman sakit sebelumnya,
terdap55atnya support system atau dukungan dari lingkungan
sekitar, mekanisme koping dan keseriusan diagnosa penyakit
(Wong, 2008).
Menurut Supartini (2004), saat anak mengalami stres di
rumah sakit, orangtuapun dapat merasakan hal yang sama. Stres
yang dirasakan orangtua, akan membuat mereka tidak mampu
melakukan perawatan dengan baik sehingga anak akan semakin
merasa stres. Selanjutnya Supartini menambahkan penelitian yang
dilakukan oleh beberapa ahli mengenai stres akibat hospitalisasi,
yakni stres akibat hospitalisasi pada anak dan orangtua
menimbulkan trauma. Pengalaman traumatik ini, berpengaruh
terhadap kerjasama orangtua dan anak selama menjalani
perawatan di rumah sakit.
2.3. Hubungan Family Centered Care terhadap efek
hospitalisasi pada anak
Kehidupan anak dipengaruhi oleh keluarga. Apabila
dukungan keluarga baik maka pertumbuhan dan perkembangan
anak juga baik sebaliknya apabila dukungan keluarga terhadap
anak kurang baik maka akan mengganggu perkembangan
psikologis anak (Alimul, 2005).
Klien yang menjalani perawatan di rumah sakit mengalami
kecemasan pada semua tingkat usia terutama pada anak–anak
terutama usia prasekolah. Pada anak usia prasekolah pengalaman
takut terhadap suatu hal lebih besar dibandingkan dengan usia
yang lain. Anak usia prasekolah sudah dapat berespon dengan baik
terhadap perpisahan, tetapi karena daya khayalan mereka yang
tinggi, maka mereka menganggap bahwa sakit yang mereka alami
sebagai bentuk hukuman terhadap suatu kesalahan yang mereka
buat sehingga mereka merasakan ketakutan yang besar. Selain itu,
kecemasan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal misalnya
perawat, lingkungan rumah sakit dan dukungan dari keluarga
selama perawatan anak. Dukungan keluarga memiliki peranan
penting karena dukungan yang diberikan dapat menunjang
kesembuhan klien, sebaliknya apabila dukungan yang diberikan
tidak maksimal dikarenakan kecemasan keluarga terhadap
perawatan anak dapat membuat anak turut merasakan kecemasan
tersebut karena tampak pada perilaku perawatan yang diberikan
keluarga kepada anak.
Penerapan perawatan anak di rumah sakit harus
memperhatikan pelayanan secara holistik untuk menunjang
kesembuhan. Perawatan yang holistik meliputi dukungan sosial
keluarga, lingkungan rumah sakit yang kondusif dan pelayanan dari
perawat yang teraupetik.
Menurut Canam dalam Wong (2008), tugas yang dijalankan
keluarga secara adaptif dalam perawatan anak di rumah sakit
sangat mempengaruhi dalam mencapai tujuan perawatan anak.
Tugas adaptif tersebut dapat diterapkan dalam kondisi sebagai
berikut :
a. Menerima kondisi anak
Saat anak menjalani hospitalisasi, orangtua berusaha
mencari tahu mengenai penyakit anak dan orangtua membantu
anak atau dirinya sendiri untuk menemukan mekanisme koping
yang konstruktif.
b. Mengelola kondisi anak
Orangtua terbuka untuk menjalin hubungan kerjasama
dengan perawat untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi
anak sehingga dapat memahami kondisi anak dengan baik. Oleh
karena itu perawat perlu mensosialisasikan sistem pelayanan
kesehatan yang tersedia kepada orangtua.
c. Memenuhi kebutuhan perkembangan anak
Orangtua memenuhi kebutuhan perkembangan anak selama
di rumah sakit dengan cara memberikan pengasuhan seperti ketika
anak di rumah dan memperlakukannya seperti anak yang lain.
Peran perawat adalah menjelaskan kepada orangtua untuk
memberikan pengasuhan kepada anak sesuai dengan tahap
tumbuh dan kembang anak.
d. Memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga
Anak yang menjalani hospitalisasi tentu membutuhkan
perhatian lebih dari orangtua terutama pada fase akut. Oleh karena
itu, untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan perkembangan
keluarga maka orangtua harus mempertahankan hubungan
diantara anggota keluarga dengan mengidentifikasi kebutuhan
keluarga termasuk anak dengan hospitalisasi kemudian mengatur
prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi dan mencari sistem
dukungan sosial yang adekuat.
e. Menghadapi stresor dengan positif
Orangtua harus menyelesaikan setiap masalah yang ada
sehingga dapat mencegah stres pada keluarga dengan
mengembangkan mekanisme koping yang positif. Oleh karena itu,
perawat mengkaji masalah dan mekanisme koping keluarga
kemudian membantu keluarga untuk menetapkan prioritas masalah
yang akan diselesaikan dengan mengembangkan mekanisme
koping yang ada sehingga reaksi stres yang muncul bisa dicegah
dan tidak mempengaruhi perawatan yang dilakukan oleh orangtua
kepada anak.
Anak yang mengalami efek hospitalisasi, juga menimbulkan
kecemasan pada orangtua sehingga kondisi cemas pada anakpun
semakin meningkat. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang
diterapkan tidak hanya ditujukan kepada anak yang menjalani
hospitalisasi, tetapi meliputi orangtua anak tersebut. Prinsip utama
dalam memberikan asuhan keperawatan yang teraupetik adalah
menggunakan konsep Family Centered Care untuk mencegah atau
menurunkan dampak perpisahan antara orangtua dan anak
(Supartini, 2004).
2.4. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian hubungan Family Centered Care dengan hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Keterangan : : tidak diteliti : diteliti
Family Centered Care : 1. Keluarga adalah bagian yang konstan
dalam kehidupan anak 2. Memfasilitasi kerjasama perawat dan
keluarga 3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis,
budaya dan sosial ekonomi dalam keluarga.
4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam keluarga
5. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua
6. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung.
7. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan anak dan keluarga ke dalam sistem perawatan
8. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program – program yang memberikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
9. Merancang sistem perawatan kesehatan yang dapat diakses secara fleksibel, budaya yang kompeten dan responsif terhadap kebutuhan keluarga yang teridentifikasi.
Efek Hospitalisasi Pada Anak : 1. Perpisahan 2. Kehilangan
kendali 3. Cedera tubuh
Faktor yang mempengaruhi: 1. perkembangan
umur 2. pengalaman sakit, 3. dukungan dari
lingkungan 4. mekanisme
koping
Family Centered Care merupakan suatu pendekatan holistik
dan filosofi dalam keperawatan anak, dengan perawat sebagai
tenaga profesional melibatkan orangtua dalam perawatan anak.
Tujuan Family Centered Care adalah memberikan kesempatan bagi
orangtua untuk merawat anak mereka selama hospitalisasi dengan
pengawasan dari perawat sesuai aturan yang berlaku.
Hospitalisasi adalah proses perawatan yang mengharuskan
anak untuk tinggal dalam kurun waktu tertentu di rumah sakit baik
terencana ataupun darurat. Hospitalisasi dapat menyebabkan stres
pada anak yang disebabkan oleh perpisahan, kehilangan kendali
atau kontrol diri dan cedera tubuh. Menurut Wong (2008), reaksi
pada anak yang muncul sebagai respon terhadap hospitalisasi
dipengaruhi oleh perkembangan umur, pengalaman sakit
sebelumnya, dukungan dari lingkungan sekitar dan mekanisme
koping.
Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak memiliki
hubungan karena keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
dapat membantu menurunkan stres yang dialami oleh anak
sehingga dapat menunjang proses kesembuhan anak di rumah
sakit. Hal inilah yang menjadi acuan bagi peneliti mengambil Family
Centered Care dan hospitalisasi pada anak untuk mengetahui
gambaran Family Centered Care dan hospitalisasi pada anak.
2.5. Hipotesa
HA : Ada hubungan antara Family Centered Care dengan
efek hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah Sakit
Panti Wilasa Citarum Semarang
H0 : Tidak ada hubungan antara Family Centered Care
dengan efek hospitalisasi pada anak di ruang Dahlia Rumah
Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang.