2.1 tumbuhan amorphophallus...

38
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus 2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus Tabel II.1. Klasifikasi Porang (Kalsum, 2012) Kerajaan: Plantae Ordo: Alismatales Famili: Araceae Subfamili: Aroideae Bangsa: Thomsonieae Genus: Amorphophallus Spesies: A. konjac Gambar 2.1 Tanaman Porang (Amorphopallus onchophyllus) (Anonim, 2013) Sunarto (1986) dalam Mutia (2011) menjelaskan porang dan sejenisnya merupakan tanaman yang berasal dari India dan Srilanka. Melalui Indocina, Malaka dan Sumatera, akhirnya porang menyebar di Jawa hingga Filipina dan Jepang (Mutia, 2011). Di Indonesia tanaman porang dikenal dengan banyak nama tergantung pada daerah asalnya. Misalnya disebut acung atau acoan oray (Sunda), Kajrong (Nganjuk), dan lain-lain. Banyak jenis tanaman yang sangat mirip dengan porang yaitu diantaranya: Suweg dan Walur (Fernida, 2009).

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus

    2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus

    Tabel II.1. Klasifikasi Porang (Kalsum, 2012)

    Kerajaan: Plantae

    Ordo: Alismatales

    Famili: Araceae

    Subfamili: Aroideae

    Bangsa: Thomsonieae

    Genus: Amorphophallus

    Spesies: A. konjac

    Gambar 2.1 Tanaman Porang (Amorphopallus onchophyllus) (Anonim, 2013)

    Sunarto (1986) dalam Mutia (2011) menjelaskan porang dan sejenisnya

    merupakan tanaman yang berasal dari India dan Srilanka. Melalui Indocina,

    Malaka dan Sumatera, akhirnya porang menyebar di Jawa hingga Filipina

    dan Jepang (Mutia, 2011). Di Indonesia tanaman porang dikenal dengan banyak

    nama tergantung pada daerah asalnya. Misalnya disebut acung atau acoan oray

    (Sunda), Kajrong (Nganjuk), dan lain-lain. Banyak jenis tanaman yang sangat

    mirip dengan porang yaitu diantaranya: Suweg dan Walur (Fernida, 2009).

    http://id.wikipedia.org/wiki/Plantaehttp://id.wikipedia.org/wiki/Alismataleshttp://id.wikipedia.org/wiki/Araceaehttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Aroideae&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Thomsonieae&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Amorphophallus&action=edit&redlink=1

  • 8

    Menurut Ohtsuki (1968) dalam Mutia (2011), jenis iles-iles yang

    dibudidayakan dan dipergunakan sebagai bahan makanan dan industri adalah

    A. campanulatus, A. oncophyllus dan A. variabilis. Di Pulau Jawa, A.

    campanulatus disebut suweg sedangkan A. oncophyllus dan A. variabilis disebut

    porang (Jawa), kembang bangke (Melayu), acung (Sunda), badur (NTB),

    lacong atau kruwu (Madura). Suweg ternyata tidak mengandung glukomanan

    dan berbatang halus, sedangkan porang banyak mengandung glukomanan

    terutama spesies A. oncophyllus dan berbatang kasar (Mutia, 2011).

    2.1.2 Morfologi Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus

    Tanaman porang ini merupakan tumbuhan herba dan menchun. Batang

    tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol)

    putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah

    lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh

    bintil/katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan

    tanaman porang. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung

    umur dan kesuburan tanah (Fernida, 2009).

    Daun soliter, dengan tangkai daun silindris, panjang, licin, berwarna hijau

    sampai hijau abu- abu dengan banyak bintik-bintik berwarna hijau pucat. Helaian

    daun terbelah menjadi tiga, di tengah helaian daun ada umbi coklat tua gelap yang

    kasar berbintil-bintil, disebut bulbil atau katak, atau umbi gantung. Anak daun

    berbentuk lanset (kecil panjang) dengan banyak lekukan pada pinggir daunnya.

    Perbungaan soliter yang tumbuh dari umbinya ketika daun dorman, tangkai bunga

    silindris, permukaan licin, panjang, berwarna hijau meng- kilat dengan berbintik-

    bintik hijau muda.

    Iles-iles atau porang memiliki organ penyimpanan bawah tanah berupa

    umbi (Gambar 2.3, bagian kanan), yang biasanya berbentuk bulat pipih dan

    menjadi besar setelah mencapai tahap dewasa. Umbi berbentuk bulat dengan garis

    tengah umbi dapat mencapai sekirat 30 cm dan tebalnya 20 cm, beratnya dapat

    mencapai 20–25 kg, dan daging umbi berwarna putih kekuningan dengan kulit

    umbi berwarna coklat gelap (Kasno, 2014).

  • 9

    Gambar 2.2 Akar Porang (kiri) dan Bulbil/Katak Porang (kanan) (Anonim, 2013)

    Gambar 2.3 Batang Porang (kiri) dan Umbi Porang (kanan) (Anonim, 2013)

    2.1.3 Aktivitas Biologi Amorphophallus oncophyllus

    Pada penelitian (Vuksan et al., 2000) menyimpulkan diet tinggi KGM

    meningkatkan kontrol glikemik dan profil lipid, menunjukkan potensi terapi

    dalam pengobatan sindrom resistensi insulin. Hasil yang di dapatkan pengujian

    KGM biskuit (0,5 g glukomanan per 100 kkal asupan makanan atau 8-13 g/hari)

    menunjukkan penurunan kolesterol serum total 12,4%, LDL 22%, dan rasio

    total/HDL15,2%

    Penelitian (Chen et al., 2003) hasil yang didapatkan yaitu kolesterol

    plasma 11,1%, low-density lipoprotein (LDL)-kolesterol 20,7%, dan rasio

    kolesterol total/high-density lipoprotein (HDL) 15,6%, serta penyakit

    kardiovaskular 12,9% dan glukosa puasa 23,2% menunjukkan bahwa suplemen

  • 10

    konjac glukomannan (KGM) dosis kecil (3,6 g/ hari) selama 28 hari dapat

    menjadi tambahan untuk mengobati diabetes tipe 2 karena dapat mengurangi

    hiperkolesterolemia dengan meningkatkan ekskresi kolesterol fekal dan asam

    empedu dan peningkatan glikemia pada pasien diabetes tipe 2 hiperlipidemia.

    2.1.4 Kandungan Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus

    Umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) termasuk tanaman umbi

    famili Araceae yang mengandung glukomanan cukup tinggi (15–64% basis

    kering). Glukomanan merupakan makanan dengan kandungan serat larut air yang

    tinggi, rendah kalori dan bersifat hidrokoloidnya yang khas (Faridah, 2012). Umbi

    porang sangat jarang digunakan untuk konsumsi langsung karena mengandung

    kristal kalsium oksalat yang menyebabkan rasa gatal dan bisa mengganggu

    kesehatan, sehingga sering dibuat gapleklchip porang atau tepung terlebih

    dahulu.

    Kumar et al. (2013) mengatakan glukomanan adalah polisakarida dari

    golongan mannan yang terdiri dari monomer β-1,4 ɑ-monnose dan ɑ-glukosa.

    Glukomanan yang terkandung dalam umbi porang memiliki sifat yang dapat

    memperkuat gel, memperbaiki tekstur, mengentalkan, menurunkan kadar gula

    darah, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Nugraheni et al., 2014).

    Gambar 2.4 Struktur Molekul Glukomanan (Wijiastuti, 2016)

    Tabel II.2. Komposisi Kimia Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus)

    Komponen Tepung Porang (%)

    Air 10,02

    Abu 0,18

    Pati 3,09

    Protein 0,61

    Lemak 0,88

    Kalsium Oksalat 0,89

    Glukomanan 51,15

    (Syach, 2016)

  • 11

    2.1.5 Ekologi dan Penyebaran

    Porang merupakan jenis talas-talasan yang tumbuh liar hampir di

    seluruh hutan Indonesia. Porang biasanya tumbuh alami di daerah vegetasi

    sekunder, di tepi-tepi hutan dan belukar, hutan jati, atau hutan desa. Tanaman

    porong pada umumnya dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian

    agar usaha budidaya tanaman porang dapat berhasil dengan baik perlu

    diketahui hal-hal yang merupakan syarat-syarat tumbuh tanaman porang, terutama

    yang menyangkut iklim dan keadaan tanahnya (Mutia, 2011).

    Tanaman iles-iles mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai toleransi

    yang sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh. Tanaman iles-iles

    membutuhkan cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman iles-iles dapat

    tumbuh pada ketinggian 0–900 mdpl. Namun yang paling bagus pada daerah yang

    mempunyai ketinggian 100–600 mdpl, suhu 25–35oC, dan curah hujan 1.000–

    1.500 mm/tahun. Tanaman iles-iles dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja,

    namun pertumbuhan optimal dicapai pada tanah gembur/subur disertai drainase

    yang baik, dan pH nya netral (Kasno, 2014).

    2.2 Tinjauan Yogurt

    2.2.1 Yogurt

    Kata yogurt diambil dari bahasa Turki yaitu yogurt yang berarti susu

    asam. Yogurt merupakan hasil olahan susu yang diproses melalui proses

    fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu

    bakteri asam laktat (sebagai starter). Dalam aksinya, bakteri ini akan mengubah

    laktosa (gula susu) menjadi asam laktat. Bahan dasar pembuatan yogurt dapat

    berasal dari susu sapi segar atau susu kambing (susu segar dan susu pasteurisasi).

    Bahan tambahan yogurt berupa susu skim dan rim untuk meningkatkan nilai gizi,

    pemanis, stabilizer, flavour, serta pewarna untuk menarik minat konsumen

    (Anonim, 2014). Menurut Agarwal and Prasad (2013) yogurt merupakan

    produk fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan

    bakteri Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus, melalui

    proses pasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan

    tambahan pangan yang diizinkan (Krisnaningsih, 2015).

  • 12

    Menurut Malaka (2014) yogurt selain dibuat dari susu segar, juga

    dapat dibuat dari susu skim yang dilarutkan dalam air (susu rekonstitusi)

    dengan perbandingan tertentu tergantung pada kekentalan produk yang

    diinginkan. Komponen yogurt yang paling berperan adalah laktosa dan

    kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber karbon untuk kebutuhan energi

    metabolisme. Metabolit akhir dari proses metabolisme mikroorganisme adalah

    asam laktat. Terbentuknya asam laktat akan meningkatkan keasaman susu.

    Kasein yang merupakan bagian terbanyak dalam susu mempunyai sifat sangat

    peka terhadap perubahan keasaman sehingga dengan menurunnya pH susu

    menyebabkan kasein tidak stabil dan terkoagulasi menjadi yogurt (Fitratullah,

    2017).

    2.2.2 Jenis-jenis Yogurt

    2.2.2.1 Probiotik

    Arti kata probiotik mengandung arti “pro” dan “bios” berasal dari bahasa

    Yunani. Selanjutnya secara luas digunakan definisi menurut Fuller, yaitu

    suplementasi sel mikroba hidup pada pakan yang menguntungkan inangnya

    dengan memperbaiki keseimbangan dalam intestinalnya. Dalam Irianto

    dinyatakan bahwa probiotik selain untuk perbaikan pakan, dimaksudkan juga

    untuk perbaikan lingkungan hidupnya. Probiotik merupakan produk yang

    mengandung mikroorganisme hidup dan non patogen yang diberikan pada hewan

    ternak untuk memprbaiki laju pertumbuhan, menstabilkan produksi pada hewan

    ternak, efisiensi konversi ransum, meningkatkan penyerapan nutrisi, kesehatan

    hewan, menambah nafsu makan sehinga mempercepat peningkatan berat badan.

    Menurut Soeharsono mikroba yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri,

    khamir, atau mould. Pemberian probiotik secara nyata meningkatkan produksi

    serta menekan mortalitas. Probiotik sebagai mikroba hidup atau sporanya yang

    dapat hidup atau berkembang dalam usus dan dapat menguntungkan inangnya

    baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil metabolitnya, sehingga

    mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik. Tujuan utama

    pemberian probiotik adalah untuk mengontrol ekosistem dalam saluran

    pencernaan serta menjaga kesehatan usus agar proses penyerapan berlangsung

    dengan baik. Menurut Fuller, mikroba dikatakan sebagai probiotik jika : (1) Dapat

  • 13

    diisolasi dari hewan inangnya (2) Menunjukkan pengaruh yang menguntungkan

    bagi inangnya (3) Tidak bersifat patogen (4) Dapat transit dn bertahan hidup di

    saluran pencernaan inangnya (5) Sejumlah mikroba harus mampu bertahan hidup

    pada periode yang lama selama penyimpanan (Fernando, 2016).

    Mekanisme kerja proiotik. Microbial ecology dari usus sangat penting,

    oleh karena gut microenvironment berpengaruh terhadap nutrisi, feed conversion

    dan terjadinya penyakit pada host. Seseorang yang mengalami stress, sakit atau

    sedang menjalani terapi dengan antibiotika, maka akan terjadi perubahan baik

    macam maupun jumlah dari flora usus, kondisi ini yang menyebabkan terjadinya

    diare dan hilangnya nafsu makan. Bakteri probiotik mempunyai banyak dan

    macam pengaruh yang menguntungkan pada kesehatan host baik secara langsung

    maupun tidak langsung termasuk: meningkatkan fungsi barrier (pertahanan)

    mukosa, perbaikan mikroflora normal, mencegah penyakit infeksi, mencegah

    alergi makanan, mereduksi kolesterol dalam darah, aktifitas anti kariogenik,

    memodulasi sistem imun mukosa, memproduksi bahan antimikroba,

    meningkatkan pencernaan dan absorpsi makanan serta merubah mikroflora usus.

    Efikasi dari probiotik tergantung pada aktifitas mekanisme kerjanya termasuk

    kemampuan untuk melekat (adherence) dan berkolonisasi pada human gut yang

    nantinya akan meningkatkan sistem imun dari host. Adanya perlekatan bakteri

    probiotik terhadap sel akan menimbulkan bermacam aktifitas biologis terutama

    pelepasan sitokin dan kemokin, selanjutnya akan menstimulasi aktifitas mukosa

    dan imunitas sistemik dari host. Mekanisme kerja probiotik juga sangat

    tergantung pada macam sel yang terlibat baik didalam innate maupun adaptive

    immune responses (Kusumaningsih, 2014).

    2.2.2.2 Prebiotik

    Prebiotik umumnya merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna

    dalam saluran pencernaan inang. Karbohidrat dikelompokkan berdasarkan berat

    molekul atau tingkat polimerasinya (jumlah unit monosakarida), menjadi

    monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Oligosakarida tidak dapat

    dihidrolisis dan diserap usus halus, karena mukosa pada usus tidak memiliki

    enzim pencerna oligosakarida yaitu α-galaktosidase. Oligosakarida merupakan

    gula dengan 3 hingga 20 unit sakarida. Oligosakarida merupakan rantai

  • 14

    pendek polisakarida. Karakteristik senyawa oligosakarida adalah terdiri dari

    susunan monosakarida antara lain glukosa, galaktosa, xylosa dan fruktosa. FAO

    (Food and Agriculture Organization) juga menegaskan komponen prebiotik

    bukan organisme atau obat. Prebiotik dapat meningkatkan kesehatan dan tidak

    diserap oleh epitel usus. Mekanisme penghambatan patogen oleh prebiotik

    terbagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penghambatan

    patogen oleh prebiotik secara langsung karena prebiotik (oligosakarida) dapat

    memblok sisi reseptor pelekatan patogen pada mukosa usus. Penghambatan

    patogen oleh prebiotik secara tidak langsung dikarenakan prebiotik dapat

    meningkatkan pertumbuhan mikroflora probiotik (Saputra, 2014).

    2.2.2.3 Sinbiotik

    Kombinasi prebiotik dan probiotik dalam peningkatan kesehatan

    tubuh disebut sinbiotik. Sinbiotik dapat memperbaki kehidupan bakteri dan

    menyediakan substrat yang spesifik untuk fermentasi. Adanya sinbiotik

    tersebut sangat membantu sebagai antimikroba, antikarsinogenik, antidiare, dan

    antiosteoporosis. Sinbiotik merupakan gabungan kon sep probiotik dan

    prebiotik. Jadi sinbiotik mengandung mikrobia hidup yang distimulasi oleh

    adanya prebiotik. Keuntungan selain efek kesehatan dari probiotik komersial,

    juga adanya prebiotik yang mendorong pertumbuhan organisme probiotik pada

    kompleks kolon. Mengkonsumsi probiotik, prebiotik dan sinbiotik berpengaruh

    terhadap komposisi mikroflora yaitu mengembalikan keseimbangan mikroba,

    sehingga asupan ini sangat berpotensi untuk kesehatan. Sebuah penelitian

    menunjukkan bahwa pemberian asupan probiotik (L. paracasei) yang diatur

    dengan prebiotik, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan L. paracasei

    yang hidup selama beberapa hari dalam saluran pencernaan. Penelitian ini juga

    menunjukkan adanya pengaruh positif dari pemberian sinbiotik terhadap

    mikroflora manusia. Makanan fungsional seperti prebiotik dan probiotik dapat

    meningkatkan pertahanan mukosa sehingga mencegah infeksi usus halus dengan

    cara mengatur respon imun inang melawan patogen dengan meningkatkan

    produksi antibodi dan mengaktifkan makrofag, limfosit, dan sel-sel sistem lainnya

    dan memodifikasi komposisi dan aktivitas metabolik mikrobia dalam usus halus

    sehingga dapat melawan patogen lebih baik (Senditya et al., 2014).

  • 15

    2.2.3 Proses Pembuatan Yogurt

    Tabatabaie and Mortazavi (2008) menjelaskan pada prinsipnya proses

    pembuatan yogurt meliputi: a) Pasteurisasi, susu dipanaskan pada suhu 90oC

    selama 15 menit bertujuan untuk membunuh bakteri patogen beserta

    sporanya serta menginaktifkan enzim alkalin fosfatase pada susu; b)

    Pendinginan, dilakukan sampai suhu 43oC. Penurunan suhu bertujuan untuk

    memberikan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan starter bakteri asam laktat

    pada yogurt; c) Inokulasi starter L. bulgaricus dan S. thermophilus, harus

    dilakukan dalam kondisi yang aseptis, guna mencegah kontaminasi dari

    kapang, khamir dan coliform, prosentase inokulasi starter yang sangat kecil

    akan mampu mendorong terjadinya sineresis lebih besar pada produk akhir; d)

    Waktu Inkubasi, tahap awal inkubasi pada yogurt didominasi oleh S.

    thermophilus yang menurunkan pH dari 6,5 menjadi 5,5 dengan reaksi

    redox. Pada pH di bawah 5 L. bulgaricus secara optimal memroduksi

    acetaldehide dan asam laktat dan fermentasi akan berhenti saat pH 4,5 atau

    keasaman 0,9% sampai 0,95% atau 1% tercapai; e) Pengemasan, yogurt dikemas

    dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi,

    aman selama penyimpanan dan pengangkutan; f) Penyimpanan dingin, yogurt

    dilakukan pada suhu 4oC, penyimpanan berpengaruh besar terhadap pH,

    keasaman, syneresis, rasa, dan tekstur pada yogurt (Krisnaningsih, 2015).

    2.2.4 Fermentasi Yogurt

    Yogurt dibuat dengan teknologi fermentasi melalui inokulasi starter

    menggunakan campuran bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

    thermophilus. Bakteri tersebut menguraikan gula susu (laktosa) menjadi

    asam laktat, adanya asam laktat ini menyebabkan yogurt memiliki cita rasa

    asam (Krisnaningsih, 2015). Selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara kedua

    jenis bakteri. Streptococcus thermophillus akan berkembang lebih cepat

    mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Selain itu juga

    akan terjadi pelepasan oksigen. Kondisi ini memberikan lingkungan yang sangat

    baik bagi pertumbuhan bakteri Lactobacillus bulgaricus (Hardhani, 2016).

    Bakteri asam laktat dengan aktivitas laktase yang dihasilkannya akan

    memfermentasi laktosa hingga 15-40% menjadi asam laktat, dengan karakteristik

  • 16

    fisik yogurt yang asam (pH 4,0-4,5) dan agak kental. Hal ini dapat membantu

    proses pencernaan susu bagi penderita lactose intolerance. Apabila dikonsumsi

    akan lebih mudah dicerna karena protein, karbohidrat dan lemaknya telah

    diuraikan oleh bakteri starter. Yogurt yang telah menggumpal kemudian

    disimpan pada suhu 4-5°C untuk memperlambat atau menghentikan proses

    fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi maka jumlah bakteri akan

    meningkat, dan jumlah laktosa semakin menurun, hal ini dikarenakan adanya

    pembentukan produk metabolit primer, berupa asam laktat, asam amino dan

    asam-asam organik yang lain oleh bakteri starter selama masa pertumbuhan

    (Krisnaningsih, 2015).

    Aktivitas enzim dari Lactobacillus bulgaricus menyebabkan terurainya

    protein susu, menghasilkan asam-asam amino. Lactobacillus juga akan

    menguraikan lemak, menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavor

    contohnya CO2 dan asam karbonat khas pada produk akhir yogurt. Dalam

    pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri asam laktat memiliki

    daur hidup pada suhu antara 10°C- 45°C. Ini merupakan suhu optimum bagi

    bakteri asam laktat secara mayoritas dalam berkembang (Hardhani, 2016).

    2.2.5 Aktivitas Biologi Yogurt

    Yogurt merupakan minuman kesehatan yang sangat berguna oleh tubuh,

    karena mengandung bakteri Lactobacillus yang dapat menghambat kadar kolestrol

    dalam darah serta menekan mikroba pantogen yang masuk kedalam tubuh

    (Novitasari, 2013). Yogurt sebagai minuman yang mengandung bakteri baik juga

    mampu memberikan efek hipokolesterolmik (Anindyah, 2013).

    Yogurt susu merupakan jenis yogurt yang paling banyak beredar di

    pasaran. Yogurt susu mengandung bakteri asam laktat yang berpotensi

    menurunkan kadar kolesterol non HDL karena bakteri dalam produk tersebut

    menghasilkan asam-asam organik seperti asam glukoronat, asam propionat,

    asam folat dan asam laktat yang dapat berperan sebagai agen penurun kadar

    kolesterol non HDL (Rachmandiar dan Murwani, 2012).

    Beberapa peneliti telah menunjukkan, mengkonsumsi yogurt dapat

    menurunkan kadar kolesterol darah. Yogurt mengandung suatu factor yang dapat

    menghambat sintesis kolesterol sehingga kolesterol menurun dan mencegah

  • 17

    terjadinya penyumbatan pembuluh darah (asterosklerosis) penyebab penyakit

    jantung koroner (Anonim, 2014).

    Produk makanan yang biasanya mengandung sinbiotik adalah yogurt yang

    berasal dari olahan susu yang difermentasi dengan bakteri asam laktat dan

    dikombinasikan dengan prebiotik berupa bahan makanan yang biasanya

    mengandung inulin atau fruktooligosakarida (FOS). Beberapa penelitian

    menunjukkan bahwa sinbiotik yang terdiri dari probiotik dan prebiotik

    menunjukkan efek dalam memperbaiki profil lipid. Hasil penelitian di Brazil

    membuktikan bahwa pemberian minuman sinbiotik sebanyak 200 ml selama 2

    minggu pada manusia berusia 50-60 tahun dengan kolesterol total lebih dari 200

    mg/dL, kadar trigliserida lebih dari 200 mg/dL, dan kadar glukosa darah lebih dari

    110 mg/dL dapat meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL) serta

    menurunkan glukosa darah (Octavia et al., 2017).

    Penelitian lain menunjukan pemberian diet sinbiotik berupa susu yang

    mengandung Lactobacillus acidhophilus dan 2,5% fruktooligosakarida sebanyak

    375 ml dapat menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL (Low Density

    Lipoprotein), dan ratio LDL/HDL (High Density Lipoprotein) sebesar 4,4%, 5,45,

    dan 5,3 % (Saputra dan Margawati, 2015).

    Syarat mutu yogurt menurut Badan Standar Nasional (2009) tentang

    yogurt disajikan pada Tabel II.3.

    Tabel II.3. Syarat Mutu Yogurt (Fitratullah, 2017)

    No Karakteristik Satuan Syarat

    1. Keadaan

    a. Penampakan b. Bau c. Rasa d. Konsistensi

    -

    -

    -

    -

    Cairan kental-padat

    Normal/khas

    Asam/khas

    Homogen

    2. Kadar lemak (b/b) % Min 3,0

    3. Total Padatan susu bukan lemak % Min 8,2

    4. Protein % Min 2,7

    5. Kadar Abu % Maks 10

    6. Keasaman % 0,5-2,0

    http://id.wikipedia.org/wiki/Plantae

  • 18

    No

    Karakteristik Satuan

    Syarat

    7. Cemaran Logam

    a. Timbal (Pb) b. Tembaga (Cu) c. Timah (Sn) d. Raksa (Hg)

    Mg/kg

    Mg/kg

    Mg/kg

    Mg/kg

    Maks 0,3

    Maks 20,0

    Maks 40,0

    Maks 0,03

    8. Arsen Mg/kg Maks 0,1

    9. Cemaran Mikroba

    a. Bakteri coliform b. Salmonella c. Listeria monocytogenes

    APM/g atau coloni

    -

    -

    Maks 10

    Negatif/25 g

    Negatif/25 g

    10. Jumlah Bakteri Starter Koloni/g Min 107

    2.3 Tinjauan Tentang Nutraceutical

    2.3.1 Nutraceutical

    Istilah nutraceutical pertama kali dikenalkan oleh Stephen DeFelice,

    pendiri dan ketua Foundation for Innovation in Medicine (FIM) pada akhir

    tahun 1989. Istilah ini berasal dari kata nutrition yang berarti makanan dan

    pharmaceutical yang berarti obat. Nutraceutical didefinisikan sebagai

    makanan yang memiliki efek baik bagi kesehatan, mencakup pencegahan

    maupun pengobatan penyakit.

    Nutraceutical berbeda dengan makanan fungsional. Makanan

    fungsional adalah makanan yang disiapkan secara ilmiah dengan atau tanpa

    pengetahuan bagaimana atau mengapa makanan tersebut digunakan. Makanan

    fungsional memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin, lemak, protein, dan

    karbohidrat untuk mempertahankan kesehatan. Makanan fungsional yang

    digunakan dalam pencegahan dan/atau terapi penyakit dinamakan

    nutraceutical. Produk makanan yang digunakan sebagai nutraceutical

    diantaranya probiotik, prebiotik, makanan berserat, asam lemak omega 3,

    dan antioksidan. Nutraceutical memiliki efek yang menguntungkan dalam

    mengontrol DM karena dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan

    sensitivitas insulin baik pada individu normal maupun DM tipe 2,

    dislipidemia, dan resistensi insulin (Susanti, 2014).

  • 19

    2.3.2 Produk Nutraceutical di Pasaran

    1. Yogurt

    Yogurt adalah produk susu fermentasi berbentuk semi solid yang

    dihasilkan melalui proses fermentasi susu dengan menggunkan bakteri asam

    laktat. Dilihat dari nilai gizinya yogurt merupakan bahan makanan yang

    mempunyai nilai gizi lebih tinggi dibanding susu biasa. Yogurt yang baik untuk

    penderita diabetes adalah low-fat yogurt dimana yogurt dengan kandungan

    lemak susu kurang dari 1% (Tamime, 1990).

    2. Diabetasol by Kalbe

    Susu Diabetasol adalah susu diabetes yang merupakan asupan nutrisi

    pengganti makan yang lengkap dan seimbang untuk para diabetesi, dengan

    kandungan Vitadigest, serta Indeks Glikemik rendah untuk membantu

    menstabilkan kadar gula darah pada penyandang diabetes. Nilai gizinya lengkap

    dan seimbang, sehingga bisa digunakan sebagai pengganti makan. Vitadigest,

    merupakan kombinasi karbohidrat lepas lambat sehingga kenaikan gula darah

    setelah makan tidak meningkat secara drastis. Indeks Glikemiknya rendah (31),

    sehingga dapat diserap secara perlahan-lahan oleh tubuh (Kalbe, 2017).

    3. Sugar Free Cookies by Tropicana Slim

    Tropicana Slim No Added Sugar Cookies merupakan snack kalori

    terkontrol (hanya 100 kkal) yang dibuat tanpa proses penambahan gula sehingga

    cocok dikonsumsi untuk penderita diabetes dan anda yang sedang berdiet

    (Tropicana Slim, 2017).

    2.4 Diabetes Mellitus (DM)

    2.4.1 Definisi Diabetes Mellitus (DM)

    Diabetes mellitus (DM) adalah istilah umum untuk gangguan heterogen

    metabolisme yang temuan utama adalah hiperglikemia kronis. Penyebabnya

    adalah baik gangguan sekresi insulin atau gangguan tindakan insulin atau

    keduanya (Kerner dan Bruckel, 2014). DM adalah suatu penyakit yang

    mengakibatkan tidak seimbangnya kemampuan tubuh menggunakan makanan

    secara efisien yang disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau

    terjadi misfungsi tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat (Adnan

    et al., 2013).

  • 20

    Ditinjau dari segi ilmiah, DM merupakan penyakit kelainan metabolik

    glukosa (molekul gula paling sederhana yang merupakan hasil pemecahan

    karbohidrat) akibat defisiensi atau penurunan efektifitas insulin. Kurangnya

    sekresi insulin menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan melebihi batas

    normal jumlah glukosa yang seharusnya ada dalam darah. Kelebihan gula dalam

    darah tersebut dibuang melalui urin (Agustina, 2009).

    Soegondo (2008) mengatakan seseorang dinyatakan menderita DM

    apabila pada pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah

    dalam keadaan puasa pagi hari ≥ 126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan ≥ 200

    mg/dL atau bila sewaktu/sesaat diperiksa > 200 mg/dL. Diabetes merupakan suatu

    penyakit atau kelainan yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengubah

    makanan menjadi energi (Syamiyah, 2015).

    2.4.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

    Penyakit Diabetes diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis diantaranya

    adalah (Syamiyah, 2015) :

    a. Diabetes Mellitus Tipe 1

    DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin

    dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian

    dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “Juvenile onset” sendiri

    diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan

    memuncak pada usia 11-13 tahun. Sedangkan istilah “Insulin dependent”

    diberikan karena penderita diabetes mellitus sangat bergantung dengan tambahan

    insulin dari luar. Ketergantungan insulin tersebut terjadi karena terjadi kelainan

    pada sel beta pankreas sehingga penderita mengalami defisiensi insulin.

    Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat

    rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal

    berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.

    Diabetes tipe ini ditandai dengan insulinopenia berat dan ketergantungan

    pada insulin eksogen untuk mencegah ketosis dan agar tetap hidup. Diabetes tipe

    1 juga bisa disebut IDDM (Diabetes Mellitus tergantung insulin).

  • 21

    b. Diabetes Mellitus Tipe 2

    Diabetes tipe 2 disebabkan oleh gabungan resistensi perifer terhadap kerja

    insulin dengan respons kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat oleh sel-sel

    beta pankreas. Tipe ini disebut juga Diabetes Mellitus Tidak Bergantung Insulin

    (DMTTI) atau non insulin dependent. Peningkatan prevalensi DM Tipe 2

    dipengaruhi oleh faktor resiko diabetes mellitus. Faktor yang tidak dapat di

    modifikasi diantaranya usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, sedangkan faktor

    yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola makan yang sehat, aktifitas fisik,

    dan merokok.

    Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, produksi insulin masih dapat

    dilakukan, tetapi tidak cukup untuk mengontrol kadar gula darah.

    Ketidakmampuan insulin dalam bekerja dengan baik tersebut disebut dengan

    resistensi insulin. Diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada orang yang lanjut

    usia dan mereka hanya mengalami gejala yang ringan. Diabetes mellitus tipe 2

    juga pada umumnya disebabkan oleh obesitas.

    Orang yang gemuk dan memiliki riwayat keluarga dengan riwayat DM

    berisiko tinggi untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Obesitas bisa juga

    dikaitkan dengan pola makan dan pola hidup yang monoton. Resistensi insulin

    dapat menghalangi absorpsi glukosa ke dalam otot dan sel lemak sehingga

    glukosa dalam darah meningkat. Hiperglikemia ini dapat meningkatkan

    perlawanan terhadap insulin dan memperberat hiperglikemia. Begitu juga dengan

    resistensi insulin yang meningkat dengan adanya obesitas.

    Apabila otot dan sel lemak menjadi resisten terhadap insulin, maka akan

    menimbulkan lingkaran setan. Kompensasi terhadap perlawanan ini akan timbul.

    Pulau Langerhans dari pankreas akan menghasilkan lebih banyak insulin untuk

    mempertahankan gula darah dalam kadar yang normal. Akan tetapi akhirnya,

    pankreas tidak dapat lagi meneruskan kompensasi dan berhenti menghasilkan

    insulin. Selain itu, masih ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resistensi

    insulin seperti lansia karena berkurangnya massa otot dan meningkatnya sel

    lemak.

  • 22

    c. Diabetes Gestasional

    Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi

    karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang

    berlangsung. Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan dan

    sebagian penderita akan kembali normal pada setelah melahirkan. Patofisiologi

    DMG mirip dengan diabetes mellitus tipe 2. Dimungkinkan bahwa 30-50%

    penderita DMG data berkembang menjadi diabetes mellitus tipe 2 dalam kurun

    waktu 10 tahun.

    Kehamilan berhubungan erat dengan diabetes. Kontrol gula darah yang

    buruk dapat menyebabkan komplikasi terhadap ibu dan anak yang dilahirkan.

    Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian

    kesehatan ibu dan anak CEMACH, bahwa meskipun peningkatan kontrol diabetes

    sudah dilakukan oleh sang ibu, bayi yang dilahirkan masih berisiko terkena

    komplikasi. Bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita diabetes bersiko :

    a) Meninggal 5 kali lebih besar

    b) Cacat 2 kali lebih besar

    c) Dilahirkan dengan bobot >4 kg atau 2 kali lebih besar

    2.4.3 Gejala Klinis

    Berikut ini merupakan gejala yang umumnya dirasakan oleh penderita

    diabetes mellitus (Tobing et al. dalam Syamiyah, 2015) :

    1) Sering buang air kecil. Tingginya kadar gula dalam darah yang

    dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh maka

    buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan tidur di malam hari

    kerap terganggu karena ingin buang air kecil.

    2) Haus dan banyak minum. Banyaknya urin yang keluar menyebabkan

    cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan air minum

    meningkat.

    3) Fatigue/lelah, muncul karena energi menurun akibat berkurangnya

    glukosa dalam jaringan dan sel. Kadar gula dalam darah yang tinggi

    tidak bisa optimal masuk dalam sel disebabkan oleh menurunnya

    fungsi insulin sehingga orang yang menderita diabetes kekurangan

    energi.

  • 23

    4) Pusing dan berkeringat serta tidak dapat berkonsentrasi. Hal tersebut

    disebabkan oleh menurunnya kadar gula. Setelah seseorang

    mengkonsumsi gula, reaksi pankreas meningkat menimbulkan

    hipoglikemik.

    5) Meningkatnya berat badan disebabkan terganggunya metabolisme

    karbohidrat karena hormon lainnya juga terganggu.

    6) Gatal disebabkan oleh mengeringnya kulit akibat gangguan regulasi

    cairan tubuh.

    7) Gangguan imunitas. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah

    menyebabkan penderita diabetes rentan terhadap infeksi. Hal tersebut

    disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel darah putih.

    8) Gangguan mata. Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan

    cairan dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang karena

    kelumpuhan pada otot mata.

    9) Polyneuropathy atau gangguan sensorik pada saraf peripheral di kaki

    dan tangan.

    2.4.4 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

    Price dan Wilson (2005) menyebutkan kriteria diagnosis diabetes mellitus

    menurut ADA ( American Diabetes Association ), untuk orang dewasa yang tidak

    hamil, diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan (1) gejala-gejala klasik

    diabetes dan hiperglikemia yang jelas, (2) kadar glukosa plasma puasa ≥126

    mg/dL, dan (3) kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa

    oral ≥200 mg/dL pada 2 jam setelah makan. Diagnosis diabetes mellitus pada

    anak-anak juga didasarkan pada penemuan gejala-gejala klasik diabetes dan

    glukosa plasma secara acak adalah >200 mg/dL. Pasien dengan gangguan

    toleransi glukosa (IGT) menunjukkan kadar glukosa plasma puasa ( ≥110 dan

  • 24

    2.4.5 Patogenesis dan Patofisiologi

    Baradero et al. (2005) dalam Syamiyah (2015), apabila jumlah atau dalam

    fungsi insulin mengalami defisiensi, hiperglikemia akan timbul sehingga

    menyebabkan diabetes. Kekurangan insulin bisa absolut apabila pancreas tidak

    menghasilkan sama sekali insulin atau menghasilkan insulin, tetapi dalam jumlah

    yang tidak cukup, misalnya yang terjadi pada DM tipe 1. Kekurangan insulin

    dikatakan relatif apabila pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah yang

    normal, tetapi insulinnya tidak bekerja secara efektif. Hal ini terjadi pada

    penderita DM tipe 2, dimana telah terjadi resistensi insulin. Baik kekurangan

    insulin absolut maupun relatif akan mengakibatkan gangguan metabolism bahan

    bakar, untuk melangsungkan fungsinya, membangun jaringan baru, dan

    memperbaiki jaringan.

    Marks et al. (2000) mengatakan hormon insulin adalah hormon anabolik

    yang mendorong penyimpanan zat gizi: penyimpanan glukosa sebagai glikogen di

    hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasigliserol di hati dan

    penyimpanannya di jaringan adipose, serta penyerapan asam amino dan sintesis

    protein di otot rangka. Hormon ini juga meningkatkan sintesis albumin dan

    protein darah lainnya oleh hati. Insulin meningkatkn penggunaan glukosa sebagai

    bahan bakar dengan merangsang transport glukosa ke dalam otot dan jaringan

    adipose. Pada saat yang sama, insulin bekerja menghambat mobilisasi bahan

    bakar. Hormon insulin merupakan hormon polipeptida yang disintesis oleh sel

    beta pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil atau

    pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin (Syamiyah, 2015).

    Jordan (2002) dalam Syamiyah (2015) mengatakan insulin bekerja pada

    hidratarang, lemak, serta protein, dan kerja insulin ini pada dasarnya bertujuan

    untuk mengubah arah lintasan metabolik sehingga gula, lemak, dan asam amino

    dapat disimpan serta tidak terbakar habis. Jika tidak ada insulin, lemak, gula, dan

    asam-asam amino tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga unsur-unsur gizi

    tersebut tetap berada di dalam plasma. Sebagai akibatnya, sel-sel tubuh

    mengalami starvasi dan terjadi peningkatan kadar glukosa, kolesterol, serta lemak.

    Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak,

    dan hormon gastrointestinal merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-

  • 25

    beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport

    glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel

    lemak (Syamiyah, 2015).

    2.4.6 Faktor Resiko Diabetes Mellitus

    Bustan (2008) mengatakan risiko adalah probabilitas atau kemungkinan

    terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan. Sedangkan faktor risiko atau risk

    factor merupakan salah satu istilah dari risiko berupa penjabaran dari faktor-faktor

    determinan epidemiologi suatu penyakit yang menentukan kemungkinan

    terjadinya suatu penyakit. Faktor risiko bisa berupa karakteristik, perilaku, gejala,

    atau keluhan dari seseorang yang tidak menderita yang secara statistik

    berhubungan dengan peningkatan insiden sebuah penyakit (Syamiyah, 2015).

    Michael et al. (2005) dalam Syamiyah (2015) menyebutkan diabetes

    mellitus tipe 2 merupakan penyakit multifaktoral dengan komponen genetik dan

    lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya

    penyakit tersebut. Sebagian faktor dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya

    hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah. Faktor risiko diabetes

    mellitus antara laian adalah kadar glukosa darah yang tinggi, riwayat keluarga

    menderita DM, obesitas, kurang aktivitas fisik, usia, hipertensi, riwayat DM saat

    hamil, dan sindrom polikistik pada wanita.

    Pengukuran faktor risiko DM dilakukan terhadap masyarakat yang berusia

    20 tahun ke atas sesuai dengan jenis faktor risiko yang disebutkan pada konsensus

    PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006. Ruang lingkup faktor

    risiko DM dibagi atas dua faktor yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan yang

    tidak dapat dimodifikasi (Syamiyah, 2015).

    a. Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi

    Faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi (unmodifiable risk factor),

    faktor risiko yang sudah melekat pada seseorang sepanjang hidupnya. Sehingga

    faktor risiko tersebut tidak dapat dikendalikan. Faktor risiko DM yang tidak dapat

    di modifikasi antara lain (Syamiyah, 2015) :

    1) Ras dan Etnik

    Ras atau etnik yang dimaksud adalah seperti suku atau kebudayaan

    setempat dimana suku atau budaya dapat menjadi salah satu faktor risiko DM

  • 26

    yang berasal dari lingkungan. Biasanya, penyakit yang berhubungan dengan ras

    atau etnik pada umumnya berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan.

    2) Usia

    Usia merupakan salah satu karakteristik yang melekat pada host atau

    penderita penyakit. Usia mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan,

    besarnya fisik, serta sifat resistensi tertentu. Usia juga berhubungan erat dengan

    sikap dan perilaku, juga karakteristik tempat dan waktu. Perbedaan pengalaman

    terhadap penyakit menurut usia sangat berhubungan dengan perbedaan tingkat

    keterpaparan dan proses patogenesis.

    Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia tua karena

    pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis menurun dan terjadi penurunan

    sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap

    pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.

    3) Riwayat Keluarga Menderita DM

    Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM

    (Ayah, Ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan). Risiko seorang anak mendapat

    DM tipe 2 adalah 15% bila salah seorang tuanya menderita DM dan kemungkinan

    75% bilamana kedua-duanya menderita DM. Pada umumnya apabila seseorang

    menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai risiko DM sebanyak 10%.

    Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah

    dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih

    besar dari ibu.

    4) Pernah Melahirkan Bayi dengan Berat Badan ≥4.000 gram

    Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari

    4000 gram dianggap berisiko terhadap kejadian diabetes mellitus baik tipe 2

    maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari

    4 kg (4.000 gram/9 pounds) biasanya dianggap sebagai pradiabetes.

    5) Riwayat Lahir dengan Berat Badan

  • 27

    pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar

    mengapa riwayat BBLR seseorang dapat berisiko terhadap kejadian BBLR.

    b. Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi

    Faktor risiko yang dapat di modifikasi (modifiable risk factor) artinya

    faktor risiko ini akan bisa di hindari dengan memodifikasi atau di siasati dengan

    tindakan tertentu sehingga faktor risiko itu menjadi tidak ada lagi. Faktor risiko

    yang bisa di modifikasi (Syamiyah, 2015) :

    1) Obesitas (IMT lebih dari 25kg/m2)

    Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan

    kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan subkutan tirai

    usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai

    kelebihan berat badan. Indeks masa tubuh orang dewasa normalnya ialah antara

    18,5-25 kg/m2. JIka lebih dari 25 kg/m2 maka dapat dikatakan seseorang tersebut

    mengalami obesitas.

    Pada pasien diabetes tipe 2, pankreas yang memproduksi insulin sebagian

    rusak. Sehingga insulin tidak dapat dihasilkan dalam jumlah yang cukup.

    Kegemukan melambangkan seperti seakan-akan lubang kunci pada sel-sel

    berubah bentuk sehingga diperlukan lebih banyak insulin. Namun peningkatan

    kebutuhan insulin tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai akibatnya, konsentrasi

    glukosa darah menjadi tinggi.

    Ambilan (uptake) glukosa oleh sel yang meliputi sel otak, sel darah merah,

    sel mukosa usus, tubulus renalis, dan plasenta. Di bawah pengaruh insulin, sel-sel

    tersebut menggunakan glukosa sebagai bahan bakar dan bukan lemak atau

    protein. Efek samping utama yang ditimbulkan oleh insulin adalah hipoglikemia.

    Pada saat melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik, akan terjadi mekanisme lain

    yang digunakan oleh otot yang sedang melakukan exercise (latihan fisik) untuk

    mengambil glukosa tanpa bergantung pada insulin.

    2) Obesitas abdominal

    Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan

    metabolik, sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah satu cara untuk

    mengukur lemak perut.

  • 28

    Pada orang yang obes, terjadi peningkatan pelepasan asam lemak bebas

    (Free Fatty Acid/FFA) dari lemak visceral (lemak pada rongga perut) yang lebih

    resisten terhadap efek metabolik insulin dan lebih sensitif terhadap hormon

    lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi

    kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan produksi

    glukosa hepatik melalui proses glukoneosis.

    Peningkatan jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi positif dengan

    hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin. Itulah sebabnya

    mengapa obesitas abdominal menjadi berisiko terhadap kejadian diabetes

    mellitus. Untuk megukur obesitas abdominal ialah dengan cara mengukur lingkar

    perutnya. Obesitas abdominal ialah jika lingkar perut pada laki-laki >90 cm,

    sedangkan pada wanita >80 cm.

    3) Kurangnya Aktifitas Fisik

    Kurang aktivitas fisik dan obesitas merupakan faktor yang paling penting

    dalam peningkatan kejadian diebets mellitus tipe 2 di seluruh dunia. Menurut

    WHO yang dimaksud dengan aktifitas fisik adalah kegiatan paling sedikit 10

    menit tanpa henti dengan melakukan kegiatan fisik ringan, sedang dan berat.

    Aktifitas berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga

    cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya.

    Contohnya mengangkat air, mendaki, berjalan cepat, mengangkat beban, tenis

    tunggal, badminton tunggal, marathon, mencangkul dan menebang pohon.

    Aktivitas sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga

    cukup besar atau dengan kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas lebih

    sedikit lebih cepat dari biasanya. Contohnya pekerjaan rumah tangga (mencuci

    baju dengan tangan, mengepel, menimba air), tenis ganda, badminton ganda,

    berenang dan berjalan membawa beban. Sedangkan contoh aktifitas ringan adalah

    berjalan dan pekerjaan kantor seperti mengetik. Dengan kata lain, aktivitas fisik

    adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan

    pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang

    melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-

    5 hari dalam seminggu.

  • 29

    Latihan olah raga secara teratur dapat membantu meningkatkan

    sensitivitas tubuh terhadap insulin, yang membantu menjaga kadar gula darah

    dalam kisaran normal. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada pria yang

    diikuti selama 10 tahun, untuk setiap 500 kkal yang dibakar per minggu melalui

    latihan, ada penurunan 6% risiko relatif untuk pengembangan diabetes. Penelitian

    itu juga mencatat manfaat yang lebih besar pada pria yang lebih gemuk.

    Penggolongan aktivitas fisik menurut WHO yang sesuai dengan pengendalian

    faktor risiko DM adalah dengan melakukan latihan fisik sedang sampai berat

    selama 30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan seminggu tiga kali

    merupakan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani.

    Kegiatan fisik dan olahraga teratur sangatlah penting selain untuk

    menghidari kegemukan, juga untuk mencegah terjadinya diabetes mellitus tipe 2.

    Pada waktu bergerak, otot-otot memakai lebih banyak glukosa daripada pada

    waktu tidak bergerak. Dengan demikian kosentrasi glukosa darah akan turun.

    Melalui olahraga/kegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik, sehingga

    glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot untuk dibakar.

    4) Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg)

    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang tingginya

    tergantung usia individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-

    batas tertentu, tergantung posisi tubuh, usia dan tingkat stres yang di alami.

    Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistol tanpa disertai peningkatan diastol

    lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastol

    tanpa disertai peningkatan tekanan sistol lebih sering terdapat pada dewasa muda.

    Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena

    beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan

    tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah. Hipertensi

    adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular dan

    komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati. Prevalensi populasi

    hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3 kali lebih tinggi daripada kelompok pada

    non diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat penting untuk mencegah

    penyakit kardiovaskular pada individu dengan diabetes. Pada diabetes tipe 1,

    adanya hipertensi sering diindikasikan adanya Diabetes nefropati.

  • 30

    Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum yang

    menjelaskan hubungan kuat antara tekanan darah dan kejadian diabetes mellitus

    tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penanda disfungsi endotel

    berhubungan dengan omset diabetes dan disfungsi endotel berkaitan erat dengan

    tekanan darah dan hipertensi.

    5) Dislipidemia (HDL 250mg/dL)

    Dislipidemia adalah suatu perubahan kadar normal komponen lipid darah,

    dapat meningkat (misalnya kolesterol, trigliserid, LDL dan lainnya) atau menurun

    (misalnya HDL). Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama

    aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah salah satu

    komponen dalam trias sindrom metabolik selain diabetes dan hipertensi.

    6) Pola Konsumsi tidak Sehat (unhealthy diet)

    Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan

    kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, usia, jenis kelamin, jenis

    aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil, menyusui. Untuk hidup dan

    meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi

    (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) dalam jumlah yang cukup,

    tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Di samping itu, manusia memerlukan

    air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faali dalam tubuh. Hanya

    karbohidrat yang akan mengakibatkan glukosa darah meningkat. Karbohidrat

    sendiri terdiri dari karbohidrat kompleks dan sederhana. Karbohidrat kompleks

    misalnya terdapat dalam nasi, kentang, mie, ubi. Sedangkan contoh karbohidrat

    sederhana seperti gula pasir, glukosa, maltose, dan laktosa. Karbohidrat kompleks

    diubah dalam usus melalui proses pencernaan menjadi bagian lebih kecil seperti

    glukosa. Kedua macam karbohidrat ini mempunyai dampak yang sama terhadap

    konsentrasi glukosa dalam darah.

    7) Merokok

    Merokok merupakan faktor risiko terkenal dalam banyak penyakit,

    termasuk berbagai jenis kanker dan penyakit kardiovaskular termasuk diabetes

    mellitus. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor

    risiko untuk diabetes mellitus tipe 2. Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor

    risiko yang memungkinkan untuk terjadinya resistensi insulin. Merokok juga telah

  • 31

    terbukti menurunkan metabolisme glukosa yang dapat menyebabkan timbulnya

    diabetes mellitus tipe 2. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa

    merokok meningkatkan risiko diabetes melalui mekanisme indeks massa tubuh.

    Merokok juga telah dikaitkan dengan risiko pankreatitis kronis dan kanker

    pankreas, menunjukkan bahwa asap rokok dapat menjadi racun bagi pankreas.

    Merokok meningkatkan kejadian diabetes dan memperburuk homeostasis

    glukosa dan komplikasi diabetes kronis. Dalam komplikasi mikrovaskuler, onset

    dan perkembangan nefropati Diabetes sangat berhubungan dengan merokok.

    Merokok dikaitkan dengan resistensi insulin, peradangan dan dislipidemia. Dalam

    komplikasi makrovaskuler, merokok dikaitkan dengan kejadian 2 sampai 3 kali

    lebih tinggi PJK dan kematian. Namun, pencegahan merokok dan berhenti

    merokok mungkin tidak cukup ditekankan dalam diabetes klinik.

    2.4.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

    Perkeni (2002) dalam Nindyasari (2010) menyebutkan DM merupakan

    penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain)

    yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus

    menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktural

    internal lainnya. Komplikasi DM baik akut maupun kronis akan mulai

    muncul setelah menderita lebih dari 3 tahun.

    Kompliksi pada DM dibagi menjadi 2, yaitu :

    1) Komplikasi akut

    a) Koma hipoglikemi

    b) Ketoasidosis

    c) Koma hiperosmolar nonketotik

    2) Komplikasi kronik

    a) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh

    darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak

    b) Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retiknopati

    diabetika, nefropati diabetika

    c) Neuropati diabetika

    d) Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi

    saluran kemih

  • 32

    e) Kaki diabetika

    2.4.8 Epidemiologi

    Suyono (2006) menyebutkan pola penyakit saat ini dapat dipahami

    dalam rangka transisi epidemiologi, suatu konsep mengenai perubahan pola

    kesehatan dan penyakit. Konsep tersebut hendak mencoba menghubungkan

    hal-hal tersebut dengan morbiditas dan mortalitas pada beberapa golongan

    penduduk dan menghubungkannya dengan faktor sosio-ekonomi serta demografi

    masyarakat masing-masing.

    Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan meningkat

    jumlahnya di masa datang, DM adalah salah satu diantaranya. Meningkatnya

    prevalensi DM di beberapa Negara berkembang, akibat peningkatan

    kemakmuran di Negara bersangkutan. Peningkatan pendapatan perkapita dan

    perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan

    prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK),

    hipertensi, hiperlipidemia, DM, dan lain-lain. Data epidemiologik di Negara

    berkembang memang masih belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi

    yang dapat ditelusuri terutama berasal dari Negara maju (Nindyasari, 2010).

    2.4.9 Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus

    Kementerian Kesehatan RI (2013) mengatakan masalah diabetes mellitus

    di Indonesia cukup besar sehingga, Kemenkes RI memprioritaskan pengendalian

    DM diantara gangguan penyakit metabolik lainnya selain penyakit penyerta

    seperti hipertensi, jantung korononer dan stroke. Kementerian Kesehatan saat ini

    fokus pada pengendalian faktor risiko DM melaui upaya promotif dan preventif

    dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Saat ini pelayanan

    DM sudah dilaksanakan di Puskesmas dengan pemberian obat sesuai kemampuan

    daerah masing-masing. Pada penyandang DM rujuk balik dari Rumah Sakit yang

    merupakan peserta askes dapat diberikan obat oral maupun suntikan selama 30

    hari atau sesuai rekomendasi dokter RS (Syamiyah, 2015).

    Kemenkes RI (2008) dalam Syamiyah (2015) menjelaskan upaya

    pencegahan diabetes mellitus di Indonesia terdiri dari upaya pencegahan prmer,

    sekunder dan tersier. Upaya tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

  • 33

    a. Pencegahan Primer

    Sasaran dari program pencegahan primer penyakit diabetes mellitus adalah

    kelompok masyarakat sehat. Kegiatan pokoknya berupa penggerakan peran serta

    masyarakat dalam PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) mencakup perilaku

    tidak merokok, meningkatkan aktivitas fisik, serta menerapkan pola konsumsi

    yang sehat. Selain itu dilakukan deteksi dini faktor risiko DM tipe 2 secara rutin

    melalui UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) seperti Posbindu,

    serta peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi faktor risiko DM.

    b. Pencegahan Sekunder

    Pencegahan sekunder dilakukan terhadap populasi berisiko dan penderita

    DM. Kegiatan pengendalian meliputi penatalaksanaan faktor risiko bagi populasi

    berisiko melalui pelayanan kesehatan dasar dan UKBM. Sedangkan untuk

    penatalaksanaan kasus DM secara efektif leh petugas kesehatan. KIE juga

    diberikan kepada pasien dan keluarganya untuk perawatan dan pencegahan

    komplikasi akiat DM. Pencegahan sekunder bagi pasien DM bertujuan untuk

    melindungi pasien dari komplikasi.

    David dan Linda (2010) menyebutkan penderita diabetes mellitus tidak

    bisa sembuh secara total, sehingga diperlukan upaya perubahan gaya hidup seperti

    pola makan, aktivitas fisik, serta mengkonsumsi obat secara rutin. Pengaturan

    pola makan dilakukan untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah

    (Syamiyah, 2015).

    c. Pencegahan Tersier

    Pencegahan tersier dilakukan kepada pasien DM yang telah mengalami

    komplikasi. Pencegahan berupa perawatan luka dan gangguan fungsi organ tubuh

    lainnya akibat komplikasi DM. Pencegahan tersier pada pasien DM dilakukan

    untuk mencegah kecacatan dan kematian. Biasanya komplikasi yang paling sering

    dialami penderita DM adalah infeksi pada kaki yang bahkan bisa menyebabkan

    amputasi pada kaki bila sudah memburuk. Oleh karena itu perawatan kaki bagi

    penderita DM sangat diperlukan.

    2.5 Tinjauan Tentang Lipid

    Lipid merupakan senyawa organik bersifat nonpolar dan tidak dapat larut

    dalam senyawa polar seperti air. Lipid penting bagi tubuh, fungsi lipid

  • 34

    diantaranya adalah sebagai sumber energi, isolator panas di dalam jaringan

    subkutan dan di sekeliling organ-organ tertentu, serta berperan dalam sintesis

    hormon steroid. Selain itu, gabungan antara lipid dan protein (lipoprotein)

    juga berguna untuk mengangkut lipid di dalam sirkulasi darah (Hendra dan Dwi,

    2016).

    Lemak plasma darah terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan

    asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma. Lemak tersebut

    memerlukan modifikasi dengan bantuan protein untuk dapat diangkut dalam

    sirkulasi darah karena sifatnya yang tidak larut dalam air, yang disebut

    lipoprotein. Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol

    dalam bentuk bebas maupun ester trigliserida, dan fosfolipid, yang berikatan

    dengan protein yang disebut apoprotein (Hesti et al., 2016).

    2.5.1 Lipoprotein

    Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam

    bentuk bebas maupun ester trigliserida dan fosfolipid yang berikatan dengan

    protein. Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan berat jenis

    yaitu, kilomikron, VLDL, IDL, LDL, dan HDL. Lipoprotein yang berperan

    penting dalam pendistribusian kolesterol ialah HDL dan LDL (Hesti et al., 2016).

    Gambar 2.5 Lipoprotein (Hesti et al., 2016)

    2.5.1.1 Low Density Lipoprotein (LDL)

    Low Density Lipoprotein merupakan produk katabolik IDL setelah

    sebagian trigliseridanya hilang dan juga merupakan produk akhir hidrolisis

    VLDL. ApoB-100 adalah satu-satunya apolipoprotein partikel ini. Fungsi utama

    LDL adalah membawa kolesterol ke jaringan untuk pembentukan membran

    sel, prekursor hormon steroid, dan sintesis vitamin D. Lipoprotein ini dikenal

    sebagai lipoprotein aterogenik yang utama (Hendra dan Dwi, 2016).

  • 35

    Kadar normal LDL dalam darah adalah 60-130 mg/dl. Kelebihan

    LDL yang tidak digunakan menyebabkan aterosklerosis pada dinding arteri yang

    dapat menghambat aliran darah. Kadar LDL darah dapat meningkat karena

    jumlah asam lemak bebas sebagai substrat produksi VLDL yang masuk ke

    hati meningkat sehingga produksi VLDL meningkat, serta tingginya kadar

    insulin dapat meningkatkan ekspresi dan aktifitas reseptor LDL sehingga

    pengeluaran LDL lebih cepat (Hesti et al., 2016).

    Gambar 2.6 Metabolisme LDL dan VLDL (Hendra dan Dwi, 2016)

    2.5.1.2 High Density Lipoprotein (HDL)

    High density lipoprotein dikenal dengan kolesterol baik adalah

    molekul yang tersusun atas lemak (13% kolesterol dan kurang dari 5%

    trigliserida) serta 50% protein (Hesti et al., 2016). Kadar ideal HDL dalam

    darah > 35 mg/dl (Manullang, 2014). High Density Lipoprotein merupakan

    lipoprotein yang disintesis di hati maupun intestinum. High Density Lipoprotein

    berperan dalam proses pengeluaran kolesterol bebas dalam jaringan dan diangkut

    ke hati untuk dikonversi menjadi asam empedu. Fungsi HDL sebagai tempat

    penyimpanan ApoC dan ApoE yang akan digunakan dalam metabolisme

    VLDL dan kilomikron. High Density Lipoprotein yang disintesis di intestinum

    tidak mengandung ApoC dan ApoE. Oleh karena itu ApoC dan ApoE yang

    disintesis di hati akan dipindahkan ke HDL intestinum ketika HDL tersebut

  • 36

    berada dalam aliran darah. Konsentrasi HDL ini berbanding terbalik dengan

    kejadian aterosklerosis (Hendra dan Dwi, 2016).

    Pemecahan HDL berlangsung di dalam hati. Salah satu jalur transport

    HDL adalah dengan berinteraksi melalui LDL dengan enzim cholesterol ester

    transfer protein (CETP), yaitu glikoprotein plasma yang berguna untuk

    pertukaran ester kolesterol pada HDL dengan trigliserida pada LDL. Partikel HDL

    kemudian menjadi lebih kaya akan trigliserida dan kembali ke hati (Hesti et

    al., 2016).

    Gambar 2.7 Metabolisme HDL (Hendra dan Dwi, 2016)

    Kolesterol ini mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL (Low

    Density Lipoprotein) dan sering disebut kolesterol baik karena dapat

    membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati,

    untuk diproses dan dibuang. HDL (High Density Lipoprotein) mencegah

    kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses

    aterosklerosis, dari hati kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL

    (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan

    agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

    Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut

    HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang

    selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai

    asam (cairan) empedu. LDL (Low Density Lipoprotein) mengandung lebih

    banyak lemak daripada HDL (High Density Lipoprotein) sehingga ia akan

  • 37

    mengambang di dalam darah. HDL (High Density Lipoprotein) disebut sebagai

    lemak yang "baik" karena dalam operasinya HDL (High Density Lipoprotein)

    membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan

    mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL (High

    Density Lipoprotein) adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL (High Density

    Lipoprotein) ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai

    kepadatan tinggi sehingga lebih berat (Aniesaturraida, 2015).

    Siklus HDL (High Density Lipoprotein) pernah dikemukakan untuk

    menjelaskan pengangkutan kolesterol dari jaringan ke hati pada proses yang

    dikenal sebagai pengangkutan balik kolesterol. Siklus tersebut melibatkan

    ambilan dan esterifikasi kolesterol oleh HDL3 yang menjadi lebih besar dan

    kurang rapat dengan membentuk HDL (High Density Lipoprotein). Enzim lipase

    hepatik menghidrolisis fosfolipid HDL (High Density Lipoprotein) dan

    triasilgliserol yang memungkinkan partikel senyawa ini melepaskan muatan

    ester kolesterilnya ke hati, tempat partikel tersebut menjadi rapat lagi,

    membentuk kembali HDL3 yang memasuki siklus tersebut. Di samping itu,

    apo A-I bebas akan dilepas dan memasuki kembali sirkulasi dengan

    membentuk preβ-HDL sesudah berikatan dengan fosfolipid dan kolesterol

    dalam jumlah minimal. Preβ-HDL merupakan bentuk HDL (High Density

    Lipoprotein) yang paling poten dalam menginduksi aliran keluar kolesterol

    dari jaringan untuk membentuk HDL (High Density Lipoprotein) diskoid yang

    selanjutnya akan mengambil lebih banyak lagi kolesterol untuk membentuk

    HDL3. Setiap kelebihan apo A-I akan dihancurkan ginjal (Susilo, 2012).

    2.5.2 Kolesterol

    Kolesterol adalah lipida struktural (pembentuk struktur sel) yang

    merupakan bahan yang menyerupai lilin dan beredar di dalam darah serta

    merupakan bagian dari lemak plasma darah. Kolesterol sebanyak 80% diproduksi

    oleh hati dan selebihnya diperoleh dari pakan. Kolesterol dari pakan

    diabsorpsi di usus halus dan ditransport dalam bentuk kilomikron menuju ke

    hati, kolesterol dibawa oleh very low density lipoprotein (VLDL) dengan

    peran kolin untuk membentuk LDL melalui perantara intermediate density

  • 38

    lipoprotein (IDL) (Hesti et al., 2016). Batasan ideal kadar kolesterol dalam tubuh

    total kolesterol normal dalam darah 160 - 200 mg/dl (Manullang, 2014).

    Gambar 2.8 Struktur Kolesterol Darah (Hesti et al., 2016)

    2.5.3 Trigliserida

    Trigliserida merupakan ester dari alkohol gliserol dengan asam lemak

    (Hendra dan Dwi, 2016). Trigliserida gambar terdiri dari 3 asam lemak yang

    bergabung dengan 3 grup hidroksil dari kelompok alkohol gliserol (Gambar 2.7).

    Gambar 2.9 Pembentukan Trigliserida (Hendra dan Dwi, 2016)

    Gambar 2.10 Struktur Trigliserida (Hendra dan Dwi, 2016)

  • 39

    2.5.4 Hubungan Kadar High Density Lipoprotein (HDL) dengan Diabetes

    Mellitus

    Kadar HDL rendah merupakan faktor resiko diabetes (dan

    kardiovaskular). Tingkat HDL-C rendah merupakan faktor resiko pengembangan

    diabetes. Resistensi insulin menunjukkan sensitifitas insulin berkurang pada suatu

    organ dan meningkatkan respon dari organ lain terhadap kompensasi

    hiperinsulinemia. Hiperinsulin meningkatkan produksi trigliserida dan VLDL

    dengan mengatur faktor transkripsi SREBP1c (Sterol regulatory elemen binding

    protein 1c) dan microRNA yang di kodekan oleh intron SREBP1c. Pada jaringan

    adiposa, resistensi insulin mengganggu lipogenesis dan meningkatkan lipolisis

    sehingga konsentrasi FFA beredar meningkat, menghasilkan stimulasi lipogenesis

    hati dan produksi VLDL. Peningkatan sekresi VLDL menghasilkan

    hipertrigliserida, yang tidak cukup dibersihkan karena aktivitas lipoprotein lipase

    (LPL) berkurang. LPL dilepaskan dari adiposit pada stimulasi insulin.

    Pengurangan lipolisis VLDL menurunkan produksi yang berkontribusi terhadap

    pematangan HDL. Selain itu, hipertrigliserida meningkatkan aktivitas CETP

    (Cholesterol of ester transfer protein) yang menukar kolesterol ester dari HDL

    melawan trigliserida dari VLDL. Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi

    HDL. Akhirnya produksi prekursor HDL dihati dan usus terganggu pada

    resistensi insulin karena pengangkut ATP yang mengikat A1 dan G1 dihambat

    oleh FFA baik pada transkripsi dan post translasi, juga oleh miR33 yang bekerja

    pada kadar post transkripsi (Eckardstein dan Widmann, 2014).

    Gambar 2.11 Metabolisme HDL pada resistensi insulin (Eckardstein dan

    Widmann, 2014).

  • 40

    2.6 Tinjauan Tentang Glibenklamid

    Dhillon et al. (2014) dalam Rohmah (2016) menjelaskan glibenklamid

    atau gliburid merupakan salah satu obat hipoglikemik oral golongan

    sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes

    mellitus tipe II. Mekanisme kerja dari glibenklamid adalah dengan menghambat

    ATP yang sensitif terhadap kanal kalsium dalam sel beta pankreas.

    Penghambatan ini menyebabkan depolarisasi pada membran sel yang

    menyebabkan voltage dependent pada kanal kalsium terbuka. Ketika kanal

    kalsium terbuka, akan terjadi peningkatan kadar kalsium intraseluler didalam sel

    beta sehingga merangsang pelepasan insulin. Dengan kata lain, glibenklamid

    bekerja dengan merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas (Rohmah,

    2016).

    Struktur glibenklamid dapat dilihat pada gambar 2.3.

    Gambar 2.12 Struktur glibenklamid (Rohman, 2016)

    Handoko dan Suharto (2005) menjelaskan glibenklamid mempunyai

    efek 200 kali lebih kuat daripada tolbutamid. Glibenklamid dimetabolisme

    dalam hati, hanya 25% metabolit dikeluarkan lewat urin dan sisanya diekskresi

    lewat empedu dan tinja. Dosis terapi glibenklamid adalah 5-20 mg, jika dosis

    lebih dari 10 mg maka dibuat dalam dosis terbagi. Sukandar et al. (2013)

    juga menjelaskan glibenklamid diabsorpsi dengan cepat dan baik, dalam plasma

    terikat dalam jumlah besar pada protein yaitu 99%. Glibenklamid dieliminasi

    sebanyak 50% di ginjal dan 50% di feses. Waktu paruh glibenklamid 6-7 jam

    dengan durasi 24 jam (Rohmah, 2016).

    2.7 Tinjauan Tentang Simvastatin

    Menurut BPOM RI (2008) simvastatin adalah senyawa antilipemik

    derivat asam mevinat yang mempunyai mekanisme kerja menghambat enzim

  • 41

    3-hidroksi-3-metil-glutarilkoenzim A (HMG-CoA) reductase yang mempunyai

    fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol. HMG-CoA reductase

    bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-CoA menjadi asam mevalonat.

    Murray (2009) dalam Nasekah (2015) juga menyebutkan penghambatan terhadap

    HMG-CoA reductase menyebabkan penurunan sintesis kolesterol dan

    meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) yang terdapat

    dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik, sehingga menyebabkan

    banyak LDL yang hilang dalam plasma (Nasekah, 2015).

    Gambar 2.13 Struktur Simvastatin (Alfiliatiningsih, 2016)

    BPOM RI (2008) menjelaskan simvastatin diindikasikan untuk penyakit

    hiperkolesterolemia primer pada pasien yang tidak cukup memberikan respon

    terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai. Untuk mengurangi angka

    kejadian jantung koroner dan memperlambat progresi aterosklerosis koroner

    pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan kadar kolesterol 5,5

    mmol/L atau lebih. Simvastatin efektif menurunkan kadar kolesterol dan

    LDL, namun kurang efektif dalam menurunkan kadar trigliserida.

    Penggunaan simvastatin secara terus menerus dapat menimbulkan efek

    samping seperti miositis, miopati, sakit kepala, perubahan fungsi ginjal dan efek

    pada saluran cerna seperti konstipasi, diare, mual dan muntah, ruam kulit, reaksi

    hipersensitivitas meliputi angioedema dan anafilaksis (Nasekah, 2015).

    2.8 Tinjauan Tentang Aloksan

    Aloksan adalah derivat oxygenated pyrimidin dan juga derivate barbituric

    acid (5-ketobarbituric acid). Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6

    tetraoxypirimidin atau 2,4,6,5 pirimidinetetron. Aloksan adalah senyawa yang

  • 42

    sangat hidrofil, asam lemah, tidak stabil dalam larutan buffer, mempunyai waktu

    paruh 1,5 menit dan pada pH 7,4 suhu 37oC akan terdekomposisi menjadi

    alloxanic acid.

    Aloksan mempunyai dua mekanisme penyebab diabetes yakni kerusakan

    sel βpankreas dan terbentuknya radikal bebas. Aloksan dan produk reduksinya,

    asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi radikal superoksida.

    Radikal ini mengalami dimutasi menjadi hydrogen peroksida. Radikal hidroksil

    dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas

    dengan rangsangan tinggi meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yg

    menyebabkan destruksi cepat sel β langerhans. Menigkatnya konsentrasi kalsium

    sitosol juga disebabkan karena aloksan menginduksi pengeluaran kalsium dari

    mitokondria yang kemudian menyebabkan terganggunya proses oksidasi sel β -

    langerhans . Karena rusaknya sel β langerhans maka insulin tidak terbentuk

    sehingga kadar glukosa darah meningkat. Hal ini seperti proses yang terjadi pada

    diabetes melitus tipe 1 pada manusia. Aloksan mungkin mendesak efek

    diabetogenik oleh kerusakan membran sel β dengan meningkatkan permeabilitas.

    Kerusakan membran akan mempermudah terjadinya kerusakan sel β langerhans

    sehingga produksi insulin menurun (Pribowo, 2015).

    Gambar 2.14 Struktur Aloksan (Ilma, 2016)

    Aloksan sebagai diabetogenik dapat digunakan secara intravena,

    intraperitoneal, dan subkutan. Biasanya dosis intravena yang digunakan 65

    mg/kgBB sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya. Aloksan

    secara cepat dapat mencapai pankreas aksinya diawali dengan pengambilan cepat

    oleh sel beta Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama

  • 43

    pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses

    reduksi aloksan dalam sel beta Langerhans.

    Faktor selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada

    homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion

    kalsium bebas sitotoksik pada sel beta Langerhans pankreas yang menyebabkan

    influx kalsium kemudian terjadi depolarisasi sel beta Langerhans, lebih lanjut

    membuka kanal kalsium tergantung voltase dan semakin menambah masuknya

    ion kalsium ke sel, mengakibatkan peningkatan insulin yang sangat cepat dan

    secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam

    waktu singkat (Ilma, 2016).

    2.9 Tinjauan Tentang Hewan Coba

    Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang

    khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium

    tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat

    pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana

    ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian

    ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan kera.

    Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut (Rarangsari,

    2015) :

    Kingdom : Animalia

    Phylum : Chordata

    Sub Phylum : Vertebrata

    Classis : Mammalia

    Ordo : Rodentia

    Famili : Muridae

    Genus : Rattus

    Spesies : Rattus norvegicus, L.

  • 44

    Gambar 2.15 Tikus Wistar (Rattus norvegicus) (Pujiatiningsih, 2014)

    Tikus putih (Rattus norvegicus, L) merupakan salah satu hewan percobaan

    di labolatorium. Hewan ini dapat berkembang biak secara cepat, dan dalam

    jumlah yang cukup besar. Tikus putih ini berbeda dengan mencit, karena hewan

    ini memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari pada mencit. Dua sifat yang

    membedakan tikus dari hewan percobaan lain adalah tikus tidak mudah muntah

    karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara ke dalam

    lambung dan tidak memiliki kantung empedu. Saat umur 2 bulan berat badan

    tikus dapat mencapai 200-300 gram. Berat badan tersebut dapat juga mencapai

    500 gram, dengan ukuran yang relatif besar, tikus putih mudah dikendalikan atau

    dapat diambil darahnya dalam jumlah yang relatif besar pula (Rarangsari, 2015).