2.1 tumbuhan amorphophallus...
TRANSCRIPT
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus
Tabel II.1. Klasifikasi Porang (Kalsum, 2012)
Kerajaan: Plantae
Ordo: Alismatales
Famili: Araceae
Subfamili: Aroideae
Bangsa: Thomsonieae
Genus: Amorphophallus
Spesies: A. konjac
Gambar 2.1 Tanaman Porang (Amorphopallus onchophyllus) (Anonim, 2013)
Sunarto (1986) dalam Mutia (2011) menjelaskan porang dan sejenisnya
merupakan tanaman yang berasal dari India dan Srilanka. Melalui Indocina,
Malaka dan Sumatera, akhirnya porang menyebar di Jawa hingga Filipina
dan Jepang (Mutia, 2011). Di Indonesia tanaman porang dikenal dengan banyak
nama tergantung pada daerah asalnya. Misalnya disebut acung atau acoan oray
(Sunda), Kajrong (Nganjuk), dan lain-lain. Banyak jenis tanaman yang sangat
mirip dengan porang yaitu diantaranya: Suweg dan Walur (Fernida, 2009).
http://id.wikipedia.org/wiki/Plantaehttp://id.wikipedia.org/wiki/Alismataleshttp://id.wikipedia.org/wiki/Araceaehttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Aroideae&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Thomsonieae&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Amorphophallus&action=edit&redlink=1
-
8
Menurut Ohtsuki (1968) dalam Mutia (2011), jenis iles-iles yang
dibudidayakan dan dipergunakan sebagai bahan makanan dan industri adalah
A. campanulatus, A. oncophyllus dan A. variabilis. Di Pulau Jawa, A.
campanulatus disebut suweg sedangkan A. oncophyllus dan A. variabilis disebut
porang (Jawa), kembang bangke (Melayu), acung (Sunda), badur (NTB),
lacong atau kruwu (Madura). Suweg ternyata tidak mengandung glukomanan
dan berbatang halus, sedangkan porang banyak mengandung glukomanan
terutama spesies A. oncophyllus dan berbatang kasar (Mutia, 2011).
2.1.2 Morfologi Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus
Tanaman porang ini merupakan tumbuhan herba dan menchun. Batang
tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol)
putih. Batang tunggal memecah menjadi tiga batang sekunder dan akan memecah
lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh
bintil/katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan
tanaman porang. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung
umur dan kesuburan tanah (Fernida, 2009).
Daun soliter, dengan tangkai daun silindris, panjang, licin, berwarna hijau
sampai hijau abu- abu dengan banyak bintik-bintik berwarna hijau pucat. Helaian
daun terbelah menjadi tiga, di tengah helaian daun ada umbi coklat tua gelap yang
kasar berbintil-bintil, disebut bulbil atau katak, atau umbi gantung. Anak daun
berbentuk lanset (kecil panjang) dengan banyak lekukan pada pinggir daunnya.
Perbungaan soliter yang tumbuh dari umbinya ketika daun dorman, tangkai bunga
silindris, permukaan licin, panjang, berwarna hijau meng- kilat dengan berbintik-
bintik hijau muda.
Iles-iles atau porang memiliki organ penyimpanan bawah tanah berupa
umbi (Gambar 2.3, bagian kanan), yang biasanya berbentuk bulat pipih dan
menjadi besar setelah mencapai tahap dewasa. Umbi berbentuk bulat dengan garis
tengah umbi dapat mencapai sekirat 30 cm dan tebalnya 20 cm, beratnya dapat
mencapai 20–25 kg, dan daging umbi berwarna putih kekuningan dengan kulit
umbi berwarna coklat gelap (Kasno, 2014).
-
9
Gambar 2.2 Akar Porang (kiri) dan Bulbil/Katak Porang (kanan) (Anonim, 2013)
Gambar 2.3 Batang Porang (kiri) dan Umbi Porang (kanan) (Anonim, 2013)
2.1.3 Aktivitas Biologi Amorphophallus oncophyllus
Pada penelitian (Vuksan et al., 2000) menyimpulkan diet tinggi KGM
meningkatkan kontrol glikemik dan profil lipid, menunjukkan potensi terapi
dalam pengobatan sindrom resistensi insulin. Hasil yang di dapatkan pengujian
KGM biskuit (0,5 g glukomanan per 100 kkal asupan makanan atau 8-13 g/hari)
menunjukkan penurunan kolesterol serum total 12,4%, LDL 22%, dan rasio
total/HDL15,2%
Penelitian (Chen et al., 2003) hasil yang didapatkan yaitu kolesterol
plasma 11,1%, low-density lipoprotein (LDL)-kolesterol 20,7%, dan rasio
kolesterol total/high-density lipoprotein (HDL) 15,6%, serta penyakit
kardiovaskular 12,9% dan glukosa puasa 23,2% menunjukkan bahwa suplemen
-
10
konjac glukomannan (KGM) dosis kecil (3,6 g/ hari) selama 28 hari dapat
menjadi tambahan untuk mengobati diabetes tipe 2 karena dapat mengurangi
hiperkolesterolemia dengan meningkatkan ekskresi kolesterol fekal dan asam
empedu dan peningkatan glikemia pada pasien diabetes tipe 2 hiperlipidemia.
2.1.4 Kandungan Tumbuhan Amorphophallus oncophyllus
Umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) termasuk tanaman umbi
famili Araceae yang mengandung glukomanan cukup tinggi (15–64% basis
kering). Glukomanan merupakan makanan dengan kandungan serat larut air yang
tinggi, rendah kalori dan bersifat hidrokoloidnya yang khas (Faridah, 2012). Umbi
porang sangat jarang digunakan untuk konsumsi langsung karena mengandung
kristal kalsium oksalat yang menyebabkan rasa gatal dan bisa mengganggu
kesehatan, sehingga sering dibuat gapleklchip porang atau tepung terlebih
dahulu.
Kumar et al. (2013) mengatakan glukomanan adalah polisakarida dari
golongan mannan yang terdiri dari monomer β-1,4 ɑ-monnose dan ɑ-glukosa.
Glukomanan yang terkandung dalam umbi porang memiliki sifat yang dapat
memperkuat gel, memperbaiki tekstur, mengentalkan, menurunkan kadar gula
darah, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Nugraheni et al., 2014).
Gambar 2.4 Struktur Molekul Glukomanan (Wijiastuti, 2016)
Tabel II.2. Komposisi Kimia Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus)
Komponen Tepung Porang (%)
Air 10,02
Abu 0,18
Pati 3,09
Protein 0,61
Lemak 0,88
Kalsium Oksalat 0,89
Glukomanan 51,15
(Syach, 2016)
-
11
2.1.5 Ekologi dan Penyebaran
Porang merupakan jenis talas-talasan yang tumbuh liar hampir di
seluruh hutan Indonesia. Porang biasanya tumbuh alami di daerah vegetasi
sekunder, di tepi-tepi hutan dan belukar, hutan jati, atau hutan desa. Tanaman
porong pada umumnya dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian
agar usaha budidaya tanaman porang dapat berhasil dengan baik perlu
diketahui hal-hal yang merupakan syarat-syarat tumbuh tanaman porang, terutama
yang menyangkut iklim dan keadaan tanahnya (Mutia, 2011).
Tanaman iles-iles mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai toleransi
yang sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh. Tanaman iles-iles
membutuhkan cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman iles-iles dapat
tumbuh pada ketinggian 0–900 mdpl. Namun yang paling bagus pada daerah yang
mempunyai ketinggian 100–600 mdpl, suhu 25–35oC, dan curah hujan 1.000–
1.500 mm/tahun. Tanaman iles-iles dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja,
namun pertumbuhan optimal dicapai pada tanah gembur/subur disertai drainase
yang baik, dan pH nya netral (Kasno, 2014).
2.2 Tinjauan Yogurt
2.2.1 Yogurt
Kata yogurt diambil dari bahasa Turki yaitu yogurt yang berarti susu
asam. Yogurt merupakan hasil olahan susu yang diproses melalui proses
fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu
bakteri asam laktat (sebagai starter). Dalam aksinya, bakteri ini akan mengubah
laktosa (gula susu) menjadi asam laktat. Bahan dasar pembuatan yogurt dapat
berasal dari susu sapi segar atau susu kambing (susu segar dan susu pasteurisasi).
Bahan tambahan yogurt berupa susu skim dan rim untuk meningkatkan nilai gizi,
pemanis, stabilizer, flavour, serta pewarna untuk menarik minat konsumen
(Anonim, 2014). Menurut Agarwal and Prasad (2013) yogurt merupakan
produk fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan
bakteri Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus, melalui
proses pasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan
tambahan pangan yang diizinkan (Krisnaningsih, 2015).
-
12
Menurut Malaka (2014) yogurt selain dibuat dari susu segar, juga
dapat dibuat dari susu skim yang dilarutkan dalam air (susu rekonstitusi)
dengan perbandingan tertentu tergantung pada kekentalan produk yang
diinginkan. Komponen yogurt yang paling berperan adalah laktosa dan
kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber karbon untuk kebutuhan energi
metabolisme. Metabolit akhir dari proses metabolisme mikroorganisme adalah
asam laktat. Terbentuknya asam laktat akan meningkatkan keasaman susu.
Kasein yang merupakan bagian terbanyak dalam susu mempunyai sifat sangat
peka terhadap perubahan keasaman sehingga dengan menurunnya pH susu
menyebabkan kasein tidak stabil dan terkoagulasi menjadi yogurt (Fitratullah,
2017).
2.2.2 Jenis-jenis Yogurt
2.2.2.1 Probiotik
Arti kata probiotik mengandung arti “pro” dan “bios” berasal dari bahasa
Yunani. Selanjutnya secara luas digunakan definisi menurut Fuller, yaitu
suplementasi sel mikroba hidup pada pakan yang menguntungkan inangnya
dengan memperbaiki keseimbangan dalam intestinalnya. Dalam Irianto
dinyatakan bahwa probiotik selain untuk perbaikan pakan, dimaksudkan juga
untuk perbaikan lingkungan hidupnya. Probiotik merupakan produk yang
mengandung mikroorganisme hidup dan non patogen yang diberikan pada hewan
ternak untuk memprbaiki laju pertumbuhan, menstabilkan produksi pada hewan
ternak, efisiensi konversi ransum, meningkatkan penyerapan nutrisi, kesehatan
hewan, menambah nafsu makan sehinga mempercepat peningkatan berat badan.
Menurut Soeharsono mikroba yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri,
khamir, atau mould. Pemberian probiotik secara nyata meningkatkan produksi
serta menekan mortalitas. Probiotik sebagai mikroba hidup atau sporanya yang
dapat hidup atau berkembang dalam usus dan dapat menguntungkan inangnya
baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil metabolitnya, sehingga
mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik. Tujuan utama
pemberian probiotik adalah untuk mengontrol ekosistem dalam saluran
pencernaan serta menjaga kesehatan usus agar proses penyerapan berlangsung
dengan baik. Menurut Fuller, mikroba dikatakan sebagai probiotik jika : (1) Dapat
-
13
diisolasi dari hewan inangnya (2) Menunjukkan pengaruh yang menguntungkan
bagi inangnya (3) Tidak bersifat patogen (4) Dapat transit dn bertahan hidup di
saluran pencernaan inangnya (5) Sejumlah mikroba harus mampu bertahan hidup
pada periode yang lama selama penyimpanan (Fernando, 2016).
Mekanisme kerja proiotik. Microbial ecology dari usus sangat penting,
oleh karena gut microenvironment berpengaruh terhadap nutrisi, feed conversion
dan terjadinya penyakit pada host. Seseorang yang mengalami stress, sakit atau
sedang menjalani terapi dengan antibiotika, maka akan terjadi perubahan baik
macam maupun jumlah dari flora usus, kondisi ini yang menyebabkan terjadinya
diare dan hilangnya nafsu makan. Bakteri probiotik mempunyai banyak dan
macam pengaruh yang menguntungkan pada kesehatan host baik secara langsung
maupun tidak langsung termasuk: meningkatkan fungsi barrier (pertahanan)
mukosa, perbaikan mikroflora normal, mencegah penyakit infeksi, mencegah
alergi makanan, mereduksi kolesterol dalam darah, aktifitas anti kariogenik,
memodulasi sistem imun mukosa, memproduksi bahan antimikroba,
meningkatkan pencernaan dan absorpsi makanan serta merubah mikroflora usus.
Efikasi dari probiotik tergantung pada aktifitas mekanisme kerjanya termasuk
kemampuan untuk melekat (adherence) dan berkolonisasi pada human gut yang
nantinya akan meningkatkan sistem imun dari host. Adanya perlekatan bakteri
probiotik terhadap sel akan menimbulkan bermacam aktifitas biologis terutama
pelepasan sitokin dan kemokin, selanjutnya akan menstimulasi aktifitas mukosa
dan imunitas sistemik dari host. Mekanisme kerja probiotik juga sangat
tergantung pada macam sel yang terlibat baik didalam innate maupun adaptive
immune responses (Kusumaningsih, 2014).
2.2.2.2 Prebiotik
Prebiotik umumnya merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna
dalam saluran pencernaan inang. Karbohidrat dikelompokkan berdasarkan berat
molekul atau tingkat polimerasinya (jumlah unit monosakarida), menjadi
monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Oligosakarida tidak dapat
dihidrolisis dan diserap usus halus, karena mukosa pada usus tidak memiliki
enzim pencerna oligosakarida yaitu α-galaktosidase. Oligosakarida merupakan
gula dengan 3 hingga 20 unit sakarida. Oligosakarida merupakan rantai
-
14
pendek polisakarida. Karakteristik senyawa oligosakarida adalah terdiri dari
susunan monosakarida antara lain glukosa, galaktosa, xylosa dan fruktosa. FAO
(Food and Agriculture Organization) juga menegaskan komponen prebiotik
bukan organisme atau obat. Prebiotik dapat meningkatkan kesehatan dan tidak
diserap oleh epitel usus. Mekanisme penghambatan patogen oleh prebiotik
terbagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penghambatan
patogen oleh prebiotik secara langsung karena prebiotik (oligosakarida) dapat
memblok sisi reseptor pelekatan patogen pada mukosa usus. Penghambatan
patogen oleh prebiotik secara tidak langsung dikarenakan prebiotik dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroflora probiotik (Saputra, 2014).
2.2.2.3 Sinbiotik
Kombinasi prebiotik dan probiotik dalam peningkatan kesehatan
tubuh disebut sinbiotik. Sinbiotik dapat memperbaki kehidupan bakteri dan
menyediakan substrat yang spesifik untuk fermentasi. Adanya sinbiotik
tersebut sangat membantu sebagai antimikroba, antikarsinogenik, antidiare, dan
antiosteoporosis. Sinbiotik merupakan gabungan kon sep probiotik dan
prebiotik. Jadi sinbiotik mengandung mikrobia hidup yang distimulasi oleh
adanya prebiotik. Keuntungan selain efek kesehatan dari probiotik komersial,
juga adanya prebiotik yang mendorong pertumbuhan organisme probiotik pada
kompleks kolon. Mengkonsumsi probiotik, prebiotik dan sinbiotik berpengaruh
terhadap komposisi mikroflora yaitu mengembalikan keseimbangan mikroba,
sehingga asupan ini sangat berpotensi untuk kesehatan. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa pemberian asupan probiotik (L. paracasei) yang diatur
dengan prebiotik, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan L. paracasei
yang hidup selama beberapa hari dalam saluran pencernaan. Penelitian ini juga
menunjukkan adanya pengaruh positif dari pemberian sinbiotik terhadap
mikroflora manusia. Makanan fungsional seperti prebiotik dan probiotik dapat
meningkatkan pertahanan mukosa sehingga mencegah infeksi usus halus dengan
cara mengatur respon imun inang melawan patogen dengan meningkatkan
produksi antibodi dan mengaktifkan makrofag, limfosit, dan sel-sel sistem lainnya
dan memodifikasi komposisi dan aktivitas metabolik mikrobia dalam usus halus
sehingga dapat melawan patogen lebih baik (Senditya et al., 2014).
-
15
2.2.3 Proses Pembuatan Yogurt
Tabatabaie and Mortazavi (2008) menjelaskan pada prinsipnya proses
pembuatan yogurt meliputi: a) Pasteurisasi, susu dipanaskan pada suhu 90oC
selama 15 menit bertujuan untuk membunuh bakteri patogen beserta
sporanya serta menginaktifkan enzim alkalin fosfatase pada susu; b)
Pendinginan, dilakukan sampai suhu 43oC. Penurunan suhu bertujuan untuk
memberikan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan starter bakteri asam laktat
pada yogurt; c) Inokulasi starter L. bulgaricus dan S. thermophilus, harus
dilakukan dalam kondisi yang aseptis, guna mencegah kontaminasi dari
kapang, khamir dan coliform, prosentase inokulasi starter yang sangat kecil
akan mampu mendorong terjadinya sineresis lebih besar pada produk akhir; d)
Waktu Inkubasi, tahap awal inkubasi pada yogurt didominasi oleh S.
thermophilus yang menurunkan pH dari 6,5 menjadi 5,5 dengan reaksi
redox. Pada pH di bawah 5 L. bulgaricus secara optimal memroduksi
acetaldehide dan asam laktat dan fermentasi akan berhenti saat pH 4,5 atau
keasaman 0,9% sampai 0,95% atau 1% tercapai; e) Pengemasan, yogurt dikemas
dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi,
aman selama penyimpanan dan pengangkutan; f) Penyimpanan dingin, yogurt
dilakukan pada suhu 4oC, penyimpanan berpengaruh besar terhadap pH,
keasaman, syneresis, rasa, dan tekstur pada yogurt (Krisnaningsih, 2015).
2.2.4 Fermentasi Yogurt
Yogurt dibuat dengan teknologi fermentasi melalui inokulasi starter
menggunakan campuran bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Bakteri tersebut menguraikan gula susu (laktosa) menjadi
asam laktat, adanya asam laktat ini menyebabkan yogurt memiliki cita rasa
asam (Krisnaningsih, 2015). Selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara kedua
jenis bakteri. Streptococcus thermophillus akan berkembang lebih cepat
mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Selain itu juga
akan terjadi pelepasan oksigen. Kondisi ini memberikan lingkungan yang sangat
baik bagi pertumbuhan bakteri Lactobacillus bulgaricus (Hardhani, 2016).
Bakteri asam laktat dengan aktivitas laktase yang dihasilkannya akan
memfermentasi laktosa hingga 15-40% menjadi asam laktat, dengan karakteristik
-
16
fisik yogurt yang asam (pH 4,0-4,5) dan agak kental. Hal ini dapat membantu
proses pencernaan susu bagi penderita lactose intolerance. Apabila dikonsumsi
akan lebih mudah dicerna karena protein, karbohidrat dan lemaknya telah
diuraikan oleh bakteri starter. Yogurt yang telah menggumpal kemudian
disimpan pada suhu 4-5°C untuk memperlambat atau menghentikan proses
fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi maka jumlah bakteri akan
meningkat, dan jumlah laktosa semakin menurun, hal ini dikarenakan adanya
pembentukan produk metabolit primer, berupa asam laktat, asam amino dan
asam-asam organik yang lain oleh bakteri starter selama masa pertumbuhan
(Krisnaningsih, 2015).
Aktivitas enzim dari Lactobacillus bulgaricus menyebabkan terurainya
protein susu, menghasilkan asam-asam amino. Lactobacillus juga akan
menguraikan lemak, menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavor
contohnya CO2 dan asam karbonat khas pada produk akhir yogurt. Dalam
pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri asam laktat memiliki
daur hidup pada suhu antara 10°C- 45°C. Ini merupakan suhu optimum bagi
bakteri asam laktat secara mayoritas dalam berkembang (Hardhani, 2016).
2.2.5 Aktivitas Biologi Yogurt
Yogurt merupakan minuman kesehatan yang sangat berguna oleh tubuh,
karena mengandung bakteri Lactobacillus yang dapat menghambat kadar kolestrol
dalam darah serta menekan mikroba pantogen yang masuk kedalam tubuh
(Novitasari, 2013). Yogurt sebagai minuman yang mengandung bakteri baik juga
mampu memberikan efek hipokolesterolmik (Anindyah, 2013).
Yogurt susu merupakan jenis yogurt yang paling banyak beredar di
pasaran. Yogurt susu mengandung bakteri asam laktat yang berpotensi
menurunkan kadar kolesterol non HDL karena bakteri dalam produk tersebut
menghasilkan asam-asam organik seperti asam glukoronat, asam propionat,
asam folat dan asam laktat yang dapat berperan sebagai agen penurun kadar
kolesterol non HDL (Rachmandiar dan Murwani, 2012).
Beberapa peneliti telah menunjukkan, mengkonsumsi yogurt dapat
menurunkan kadar kolesterol darah. Yogurt mengandung suatu factor yang dapat
menghambat sintesis kolesterol sehingga kolesterol menurun dan mencegah
-
17
terjadinya penyumbatan pembuluh darah (asterosklerosis) penyebab penyakit
jantung koroner (Anonim, 2014).
Produk makanan yang biasanya mengandung sinbiotik adalah yogurt yang
berasal dari olahan susu yang difermentasi dengan bakteri asam laktat dan
dikombinasikan dengan prebiotik berupa bahan makanan yang biasanya
mengandung inulin atau fruktooligosakarida (FOS). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sinbiotik yang terdiri dari probiotik dan prebiotik
menunjukkan efek dalam memperbaiki profil lipid. Hasil penelitian di Brazil
membuktikan bahwa pemberian minuman sinbiotik sebanyak 200 ml selama 2
minggu pada manusia berusia 50-60 tahun dengan kolesterol total lebih dari 200
mg/dL, kadar trigliserida lebih dari 200 mg/dL, dan kadar glukosa darah lebih dari
110 mg/dL dapat meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL) serta
menurunkan glukosa darah (Octavia et al., 2017).
Penelitian lain menunjukan pemberian diet sinbiotik berupa susu yang
mengandung Lactobacillus acidhophilus dan 2,5% fruktooligosakarida sebanyak
375 ml dapat menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein), dan ratio LDL/HDL (High Density Lipoprotein) sebesar 4,4%, 5,45,
dan 5,3 % (Saputra dan Margawati, 2015).
Syarat mutu yogurt menurut Badan Standar Nasional (2009) tentang
yogurt disajikan pada Tabel II.3.
Tabel II.3. Syarat Mutu Yogurt (Fitratullah, 2017)
No Karakteristik Satuan Syarat
1. Keadaan
a. Penampakan b. Bau c. Rasa d. Konsistensi
-
-
-
-
Cairan kental-padat
Normal/khas
Asam/khas
Homogen
2. Kadar lemak (b/b) % Min 3,0
3. Total Padatan susu bukan lemak % Min 8,2
4. Protein % Min 2,7
5. Kadar Abu % Maks 10
6. Keasaman % 0,5-2,0
http://id.wikipedia.org/wiki/Plantae
-
18
No
Karakteristik Satuan
Syarat
7. Cemaran Logam
a. Timbal (Pb) b. Tembaga (Cu) c. Timah (Sn) d. Raksa (Hg)
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Maks 0,3
Maks 20,0
Maks 40,0
Maks 0,03
8. Arsen Mg/kg Maks 0,1
9. Cemaran Mikroba
a. Bakteri coliform b. Salmonella c. Listeria monocytogenes
APM/g atau coloni
-
-
Maks 10
Negatif/25 g
Negatif/25 g
10. Jumlah Bakteri Starter Koloni/g Min 107
2.3 Tinjauan Tentang Nutraceutical
2.3.1 Nutraceutical
Istilah nutraceutical pertama kali dikenalkan oleh Stephen DeFelice,
pendiri dan ketua Foundation for Innovation in Medicine (FIM) pada akhir
tahun 1989. Istilah ini berasal dari kata nutrition yang berarti makanan dan
pharmaceutical yang berarti obat. Nutraceutical didefinisikan sebagai
makanan yang memiliki efek baik bagi kesehatan, mencakup pencegahan
maupun pengobatan penyakit.
Nutraceutical berbeda dengan makanan fungsional. Makanan
fungsional adalah makanan yang disiapkan secara ilmiah dengan atau tanpa
pengetahuan bagaimana atau mengapa makanan tersebut digunakan. Makanan
fungsional memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin, lemak, protein, dan
karbohidrat untuk mempertahankan kesehatan. Makanan fungsional yang
digunakan dalam pencegahan dan/atau terapi penyakit dinamakan
nutraceutical. Produk makanan yang digunakan sebagai nutraceutical
diantaranya probiotik, prebiotik, makanan berserat, asam lemak omega 3,
dan antioksidan. Nutraceutical memiliki efek yang menguntungkan dalam
mengontrol DM karena dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan
sensitivitas insulin baik pada individu normal maupun DM tipe 2,
dislipidemia, dan resistensi insulin (Susanti, 2014).
-
19
2.3.2 Produk Nutraceutical di Pasaran
1. Yogurt
Yogurt adalah produk susu fermentasi berbentuk semi solid yang
dihasilkan melalui proses fermentasi susu dengan menggunkan bakteri asam
laktat. Dilihat dari nilai gizinya yogurt merupakan bahan makanan yang
mempunyai nilai gizi lebih tinggi dibanding susu biasa. Yogurt yang baik untuk
penderita diabetes adalah low-fat yogurt dimana yogurt dengan kandungan
lemak susu kurang dari 1% (Tamime, 1990).
2. Diabetasol by Kalbe
Susu Diabetasol adalah susu diabetes yang merupakan asupan nutrisi
pengganti makan yang lengkap dan seimbang untuk para diabetesi, dengan
kandungan Vitadigest, serta Indeks Glikemik rendah untuk membantu
menstabilkan kadar gula darah pada penyandang diabetes. Nilai gizinya lengkap
dan seimbang, sehingga bisa digunakan sebagai pengganti makan. Vitadigest,
merupakan kombinasi karbohidrat lepas lambat sehingga kenaikan gula darah
setelah makan tidak meningkat secara drastis. Indeks Glikemiknya rendah (31),
sehingga dapat diserap secara perlahan-lahan oleh tubuh (Kalbe, 2017).
3. Sugar Free Cookies by Tropicana Slim
Tropicana Slim No Added Sugar Cookies merupakan snack kalori
terkontrol (hanya 100 kkal) yang dibuat tanpa proses penambahan gula sehingga
cocok dikonsumsi untuk penderita diabetes dan anda yang sedang berdiet
(Tropicana Slim, 2017).
2.4 Diabetes Mellitus (DM)
2.4.1 Definisi Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes mellitus (DM) adalah istilah umum untuk gangguan heterogen
metabolisme yang temuan utama adalah hiperglikemia kronis. Penyebabnya
adalah baik gangguan sekresi insulin atau gangguan tindakan insulin atau
keduanya (Kerner dan Bruckel, 2014). DM adalah suatu penyakit yang
mengakibatkan tidak seimbangnya kemampuan tubuh menggunakan makanan
secara efisien yang disebabkan oleh pankreas gagal memproduksi insulin atau
terjadi misfungsi tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat (Adnan
et al., 2013).
-
20
Ditinjau dari segi ilmiah, DM merupakan penyakit kelainan metabolik
glukosa (molekul gula paling sederhana yang merupakan hasil pemecahan
karbohidrat) akibat defisiensi atau penurunan efektifitas insulin. Kurangnya
sekresi insulin menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan melebihi batas
normal jumlah glukosa yang seharusnya ada dalam darah. Kelebihan gula dalam
darah tersebut dibuang melalui urin (Agustina, 2009).
Soegondo (2008) mengatakan seseorang dinyatakan menderita DM
apabila pada pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah
dalam keadaan puasa pagi hari ≥ 126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan ≥ 200
mg/dL atau bila sewaktu/sesaat diperiksa > 200 mg/dL. Diabetes merupakan suatu
penyakit atau kelainan yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengubah
makanan menjadi energi (Syamiyah, 2015).
2.4.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Penyakit Diabetes diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis diantaranya
adalah (Syamiyah, 2015) :
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin
dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “Juvenile onset” sendiri
diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan
memuncak pada usia 11-13 tahun. Sedangkan istilah “Insulin dependent”
diberikan karena penderita diabetes mellitus sangat bergantung dengan tambahan
insulin dari luar. Ketergantungan insulin tersebut terjadi karena terjadi kelainan
pada sel beta pankreas sehingga penderita mengalami defisiensi insulin.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat
rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal
berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.
Diabetes tipe ini ditandai dengan insulinopenia berat dan ketergantungan
pada insulin eksogen untuk mencegah ketosis dan agar tetap hidup. Diabetes tipe
1 juga bisa disebut IDDM (Diabetes Mellitus tergantung insulin).
-
21
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 disebabkan oleh gabungan resistensi perifer terhadap kerja
insulin dengan respons kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat oleh sel-sel
beta pankreas. Tipe ini disebut juga Diabetes Mellitus Tidak Bergantung Insulin
(DMTTI) atau non insulin dependent. Peningkatan prevalensi DM Tipe 2
dipengaruhi oleh faktor resiko diabetes mellitus. Faktor yang tidak dapat di
modifikasi diantaranya usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, sedangkan faktor
yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola makan yang sehat, aktifitas fisik,
dan merokok.
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, produksi insulin masih dapat
dilakukan, tetapi tidak cukup untuk mengontrol kadar gula darah.
Ketidakmampuan insulin dalam bekerja dengan baik tersebut disebut dengan
resistensi insulin. Diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada orang yang lanjut
usia dan mereka hanya mengalami gejala yang ringan. Diabetes mellitus tipe 2
juga pada umumnya disebabkan oleh obesitas.
Orang yang gemuk dan memiliki riwayat keluarga dengan riwayat DM
berisiko tinggi untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Obesitas bisa juga
dikaitkan dengan pola makan dan pola hidup yang monoton. Resistensi insulin
dapat menghalangi absorpsi glukosa ke dalam otot dan sel lemak sehingga
glukosa dalam darah meningkat. Hiperglikemia ini dapat meningkatkan
perlawanan terhadap insulin dan memperberat hiperglikemia. Begitu juga dengan
resistensi insulin yang meningkat dengan adanya obesitas.
Apabila otot dan sel lemak menjadi resisten terhadap insulin, maka akan
menimbulkan lingkaran setan. Kompensasi terhadap perlawanan ini akan timbul.
Pulau Langerhans dari pankreas akan menghasilkan lebih banyak insulin untuk
mempertahankan gula darah dalam kadar yang normal. Akan tetapi akhirnya,
pankreas tidak dapat lagi meneruskan kompensasi dan berhenti menghasilkan
insulin. Selain itu, masih ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resistensi
insulin seperti lansia karena berkurangnya massa otot dan meningkatnya sel
lemak.
-
22
c. Diabetes Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi
karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang
berlangsung. Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan dan
sebagian penderita akan kembali normal pada setelah melahirkan. Patofisiologi
DMG mirip dengan diabetes mellitus tipe 2. Dimungkinkan bahwa 30-50%
penderita DMG data berkembang menjadi diabetes mellitus tipe 2 dalam kurun
waktu 10 tahun.
Kehamilan berhubungan erat dengan diabetes. Kontrol gula darah yang
buruk dapat menyebabkan komplikasi terhadap ibu dan anak yang dilahirkan.
Bahkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian
kesehatan ibu dan anak CEMACH, bahwa meskipun peningkatan kontrol diabetes
sudah dilakukan oleh sang ibu, bayi yang dilahirkan masih berisiko terkena
komplikasi. Bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita diabetes bersiko :
a) Meninggal 5 kali lebih besar
b) Cacat 2 kali lebih besar
c) Dilahirkan dengan bobot >4 kg atau 2 kali lebih besar
2.4.3 Gejala Klinis
Berikut ini merupakan gejala yang umumnya dirasakan oleh penderita
diabetes mellitus (Tobing et al. dalam Syamiyah, 2015) :
1) Sering buang air kecil. Tingginya kadar gula dalam darah yang
dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh maka
buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan tidur di malam hari
kerap terganggu karena ingin buang air kecil.
2) Haus dan banyak minum. Banyaknya urin yang keluar menyebabkan
cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan air minum
meningkat.
3) Fatigue/lelah, muncul karena energi menurun akibat berkurangnya
glukosa dalam jaringan dan sel. Kadar gula dalam darah yang tinggi
tidak bisa optimal masuk dalam sel disebabkan oleh menurunnya
fungsi insulin sehingga orang yang menderita diabetes kekurangan
energi.
-
23
4) Pusing dan berkeringat serta tidak dapat berkonsentrasi. Hal tersebut
disebabkan oleh menurunnya kadar gula. Setelah seseorang
mengkonsumsi gula, reaksi pankreas meningkat menimbulkan
hipoglikemik.
5) Meningkatnya berat badan disebabkan terganggunya metabolisme
karbohidrat karena hormon lainnya juga terganggu.
6) Gatal disebabkan oleh mengeringnya kulit akibat gangguan regulasi
cairan tubuh.
7) Gangguan imunitas. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah
menyebabkan penderita diabetes rentan terhadap infeksi. Hal tersebut
disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel darah putih.
8) Gangguan mata. Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan
cairan dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang karena
kelumpuhan pada otot mata.
9) Polyneuropathy atau gangguan sensorik pada saraf peripheral di kaki
dan tangan.
2.4.4 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
Price dan Wilson (2005) menyebutkan kriteria diagnosis diabetes mellitus
menurut ADA ( American Diabetes Association ), untuk orang dewasa yang tidak
hamil, diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan (1) gejala-gejala klasik
diabetes dan hiperglikemia yang jelas, (2) kadar glukosa plasma puasa ≥126
mg/dL, dan (3) kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa
oral ≥200 mg/dL pada 2 jam setelah makan. Diagnosis diabetes mellitus pada
anak-anak juga didasarkan pada penemuan gejala-gejala klasik diabetes dan
glukosa plasma secara acak adalah >200 mg/dL. Pasien dengan gangguan
toleransi glukosa (IGT) menunjukkan kadar glukosa plasma puasa ( ≥110 dan
-
24
2.4.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Baradero et al. (2005) dalam Syamiyah (2015), apabila jumlah atau dalam
fungsi insulin mengalami defisiensi, hiperglikemia akan timbul sehingga
menyebabkan diabetes. Kekurangan insulin bisa absolut apabila pancreas tidak
menghasilkan sama sekali insulin atau menghasilkan insulin, tetapi dalam jumlah
yang tidak cukup, misalnya yang terjadi pada DM tipe 1. Kekurangan insulin
dikatakan relatif apabila pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah yang
normal, tetapi insulinnya tidak bekerja secara efektif. Hal ini terjadi pada
penderita DM tipe 2, dimana telah terjadi resistensi insulin. Baik kekurangan
insulin absolut maupun relatif akan mengakibatkan gangguan metabolism bahan
bakar, untuk melangsungkan fungsinya, membangun jaringan baru, dan
memperbaiki jaringan.
Marks et al. (2000) mengatakan hormon insulin adalah hormon anabolik
yang mendorong penyimpanan zat gizi: penyimpanan glukosa sebagai glikogen di
hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasigliserol di hati dan
penyimpanannya di jaringan adipose, serta penyerapan asam amino dan sintesis
protein di otot rangka. Hormon ini juga meningkatkan sintesis albumin dan
protein darah lainnya oleh hati. Insulin meningkatkn penggunaan glukosa sebagai
bahan bakar dengan merangsang transport glukosa ke dalam otot dan jaringan
adipose. Pada saat yang sama, insulin bekerja menghambat mobilisasi bahan
bakar. Hormon insulin merupakan hormon polipeptida yang disintesis oleh sel
beta pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil atau
pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin (Syamiyah, 2015).
Jordan (2002) dalam Syamiyah (2015) mengatakan insulin bekerja pada
hidratarang, lemak, serta protein, dan kerja insulin ini pada dasarnya bertujuan
untuk mengubah arah lintasan metabolik sehingga gula, lemak, dan asam amino
dapat disimpan serta tidak terbakar habis. Jika tidak ada insulin, lemak, gula, dan
asam-asam amino tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga unsur-unsur gizi
tersebut tetap berada di dalam plasma. Sebagai akibatnya, sel-sel tubuh
mengalami starvasi dan terjadi peningkatan kadar glukosa, kolesterol, serta lemak.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak,
dan hormon gastrointestinal merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-
-
25
beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport
glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel
lemak (Syamiyah, 2015).
2.4.6 Faktor Resiko Diabetes Mellitus
Bustan (2008) mengatakan risiko adalah probabilitas atau kemungkinan
terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan. Sedangkan faktor risiko atau risk
factor merupakan salah satu istilah dari risiko berupa penjabaran dari faktor-faktor
determinan epidemiologi suatu penyakit yang menentukan kemungkinan
terjadinya suatu penyakit. Faktor risiko bisa berupa karakteristik, perilaku, gejala,
atau keluhan dari seseorang yang tidak menderita yang secara statistik
berhubungan dengan peningkatan insiden sebuah penyakit (Syamiyah, 2015).
Michael et al. (2005) dalam Syamiyah (2015) menyebutkan diabetes
mellitus tipe 2 merupakan penyakit multifaktoral dengan komponen genetik dan
lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya
penyakit tersebut. Sebagian faktor dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya
hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah. Faktor risiko diabetes
mellitus antara laian adalah kadar glukosa darah yang tinggi, riwayat keluarga
menderita DM, obesitas, kurang aktivitas fisik, usia, hipertensi, riwayat DM saat
hamil, dan sindrom polikistik pada wanita.
Pengukuran faktor risiko DM dilakukan terhadap masyarakat yang berusia
20 tahun ke atas sesuai dengan jenis faktor risiko yang disebutkan pada konsensus
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006. Ruang lingkup faktor
risiko DM dibagi atas dua faktor yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan yang
tidak dapat dimodifikasi (Syamiyah, 2015).
a. Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi (unmodifiable risk factor),
faktor risiko yang sudah melekat pada seseorang sepanjang hidupnya. Sehingga
faktor risiko tersebut tidak dapat dikendalikan. Faktor risiko DM yang tidak dapat
di modifikasi antara lain (Syamiyah, 2015) :
1) Ras dan Etnik
Ras atau etnik yang dimaksud adalah seperti suku atau kebudayaan
setempat dimana suku atau budaya dapat menjadi salah satu faktor risiko DM
-
26
yang berasal dari lingkungan. Biasanya, penyakit yang berhubungan dengan ras
atau etnik pada umumnya berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan.
2) Usia
Usia merupakan salah satu karakteristik yang melekat pada host atau
penderita penyakit. Usia mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan,
besarnya fisik, serta sifat resistensi tertentu. Usia juga berhubungan erat dengan
sikap dan perilaku, juga karakteristik tempat dan waktu. Perbedaan pengalaman
terhadap penyakit menurut usia sangat berhubungan dengan perbedaan tingkat
keterpaparan dan proses patogenesis.
Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia tua karena
pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis menurun dan terjadi penurunan
sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.
3) Riwayat Keluarga Menderita DM
Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM
(Ayah, Ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan). Risiko seorang anak mendapat
DM tipe 2 adalah 15% bila salah seorang tuanya menderita DM dan kemungkinan
75% bilamana kedua-duanya menderita DM. Pada umumnya apabila seseorang
menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai risiko DM sebanyak 10%.
Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah
dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih
besar dari ibu.
4) Pernah Melahirkan Bayi dengan Berat Badan ≥4.000 gram
Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari
4000 gram dianggap berisiko terhadap kejadian diabetes mellitus baik tipe 2
maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari
4 kg (4.000 gram/9 pounds) biasanya dianggap sebagai pradiabetes.
5) Riwayat Lahir dengan Berat Badan
-
27
pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar
mengapa riwayat BBLR seseorang dapat berisiko terhadap kejadian BBLR.
b. Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat di modifikasi (modifiable risk factor) artinya
faktor risiko ini akan bisa di hindari dengan memodifikasi atau di siasati dengan
tindakan tertentu sehingga faktor risiko itu menjadi tidak ada lagi. Faktor risiko
yang bisa di modifikasi (Syamiyah, 2015) :
1) Obesitas (IMT lebih dari 25kg/m2)
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan
kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan subkutan tirai
usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga didefinisikan sebagai
kelebihan berat badan. Indeks masa tubuh orang dewasa normalnya ialah antara
18,5-25 kg/m2. JIka lebih dari 25 kg/m2 maka dapat dikatakan seseorang tersebut
mengalami obesitas.
Pada pasien diabetes tipe 2, pankreas yang memproduksi insulin sebagian
rusak. Sehingga insulin tidak dapat dihasilkan dalam jumlah yang cukup.
Kegemukan melambangkan seperti seakan-akan lubang kunci pada sel-sel
berubah bentuk sehingga diperlukan lebih banyak insulin. Namun peningkatan
kebutuhan insulin tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai akibatnya, konsentrasi
glukosa darah menjadi tinggi.
Ambilan (uptake) glukosa oleh sel yang meliputi sel otak, sel darah merah,
sel mukosa usus, tubulus renalis, dan plasenta. Di bawah pengaruh insulin, sel-sel
tersebut menggunakan glukosa sebagai bahan bakar dan bukan lemak atau
protein. Efek samping utama yang ditimbulkan oleh insulin adalah hipoglikemia.
Pada saat melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik, akan terjadi mekanisme lain
yang digunakan oleh otot yang sedang melakukan exercise (latihan fisik) untuk
mengambil glukosa tanpa bergantung pada insulin.
2) Obesitas abdominal
Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan
metabolik, sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah satu cara untuk
mengukur lemak perut.
-
28
Pada orang yang obes, terjadi peningkatan pelepasan asam lemak bebas
(Free Fatty Acid/FFA) dari lemak visceral (lemak pada rongga perut) yang lebih
resisten terhadap efek metabolik insulin dan lebih sensitif terhadap hormon
lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi
kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan produksi
glukosa hepatik melalui proses glukoneosis.
Peningkatan jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi positif dengan
hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin. Itulah sebabnya
mengapa obesitas abdominal menjadi berisiko terhadap kejadian diabetes
mellitus. Untuk megukur obesitas abdominal ialah dengan cara mengukur lingkar
perutnya. Obesitas abdominal ialah jika lingkar perut pada laki-laki >90 cm,
sedangkan pada wanita >80 cm.
3) Kurangnya Aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik dan obesitas merupakan faktor yang paling penting
dalam peningkatan kejadian diebets mellitus tipe 2 di seluruh dunia. Menurut
WHO yang dimaksud dengan aktifitas fisik adalah kegiatan paling sedikit 10
menit tanpa henti dengan melakukan kegiatan fisik ringan, sedang dan berat.
Aktifitas berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga
cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya.
Contohnya mengangkat air, mendaki, berjalan cepat, mengangkat beban, tenis
tunggal, badminton tunggal, marathon, mencangkul dan menebang pohon.
Aktivitas sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga
cukup besar atau dengan kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas lebih
sedikit lebih cepat dari biasanya. Contohnya pekerjaan rumah tangga (mencuci
baju dengan tangan, mengepel, menimba air), tenis ganda, badminton ganda,
berenang dan berjalan membawa beban. Sedangkan contoh aktifitas ringan adalah
berjalan dan pekerjaan kantor seperti mengetik. Dengan kata lain, aktivitas fisik
adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan
pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang
melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-
5 hari dalam seminggu.
-
29
Latihan olah raga secara teratur dapat membantu meningkatkan
sensitivitas tubuh terhadap insulin, yang membantu menjaga kadar gula darah
dalam kisaran normal. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada pria yang
diikuti selama 10 tahun, untuk setiap 500 kkal yang dibakar per minggu melalui
latihan, ada penurunan 6% risiko relatif untuk pengembangan diabetes. Penelitian
itu juga mencatat manfaat yang lebih besar pada pria yang lebih gemuk.
Penggolongan aktivitas fisik menurut WHO yang sesuai dengan pengendalian
faktor risiko DM adalah dengan melakukan latihan fisik sedang sampai berat
selama 30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan seminggu tiga kali
merupakan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani.
Kegiatan fisik dan olahraga teratur sangatlah penting selain untuk
menghidari kegemukan, juga untuk mencegah terjadinya diabetes mellitus tipe 2.
Pada waktu bergerak, otot-otot memakai lebih banyak glukosa daripada pada
waktu tidak bergerak. Dengan demikian kosentrasi glukosa darah akan turun.
Melalui olahraga/kegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik, sehingga
glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot untuk dibakar.
4) Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang tingginya
tergantung usia individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-
batas tertentu, tergantung posisi tubuh, usia dan tingkat stres yang di alami.
Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistol tanpa disertai peningkatan diastol
lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastol
tanpa disertai peningkatan tekanan sistol lebih sering terdapat pada dewasa muda.
Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena
beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan
tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah. Hipertensi
adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular dan
komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati. Prevalensi populasi
hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3 kali lebih tinggi daripada kelompok pada
non diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat penting untuk mencegah
penyakit kardiovaskular pada individu dengan diabetes. Pada diabetes tipe 1,
adanya hipertensi sering diindikasikan adanya Diabetes nefropati.
-
30
Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum yang
menjelaskan hubungan kuat antara tekanan darah dan kejadian diabetes mellitus
tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penanda disfungsi endotel
berhubungan dengan omset diabetes dan disfungsi endotel berkaitan erat dengan
tekanan darah dan hipertensi.
5) Dislipidemia (HDL 250mg/dL)
Dislipidemia adalah suatu perubahan kadar normal komponen lipid darah,
dapat meningkat (misalnya kolesterol, trigliserid, LDL dan lainnya) atau menurun
(misalnya HDL). Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah salah satu
komponen dalam trias sindrom metabolik selain diabetes dan hipertensi.
6) Pola Konsumsi tidak Sehat (unhealthy diet)
Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan
kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, usia, jenis kelamin, jenis
aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil, menyusui. Untuk hidup dan
meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi
(karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Di samping itu, manusia memerlukan
air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faali dalam tubuh. Hanya
karbohidrat yang akan mengakibatkan glukosa darah meningkat. Karbohidrat
sendiri terdiri dari karbohidrat kompleks dan sederhana. Karbohidrat kompleks
misalnya terdapat dalam nasi, kentang, mie, ubi. Sedangkan contoh karbohidrat
sederhana seperti gula pasir, glukosa, maltose, dan laktosa. Karbohidrat kompleks
diubah dalam usus melalui proses pencernaan menjadi bagian lebih kecil seperti
glukosa. Kedua macam karbohidrat ini mempunyai dampak yang sama terhadap
konsentrasi glukosa dalam darah.
7) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko terkenal dalam banyak penyakit,
termasuk berbagai jenis kanker dan penyakit kardiovaskular termasuk diabetes
mellitus. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor
risiko untuk diabetes mellitus tipe 2. Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor
risiko yang memungkinkan untuk terjadinya resistensi insulin. Merokok juga telah
-
31
terbukti menurunkan metabolisme glukosa yang dapat menyebabkan timbulnya
diabetes mellitus tipe 2. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
merokok meningkatkan risiko diabetes melalui mekanisme indeks massa tubuh.
Merokok juga telah dikaitkan dengan risiko pankreatitis kronis dan kanker
pankreas, menunjukkan bahwa asap rokok dapat menjadi racun bagi pankreas.
Merokok meningkatkan kejadian diabetes dan memperburuk homeostasis
glukosa dan komplikasi diabetes kronis. Dalam komplikasi mikrovaskuler, onset
dan perkembangan nefropati Diabetes sangat berhubungan dengan merokok.
Merokok dikaitkan dengan resistensi insulin, peradangan dan dislipidemia. Dalam
komplikasi makrovaskuler, merokok dikaitkan dengan kejadian 2 sampai 3 kali
lebih tinggi PJK dan kematian. Namun, pencegahan merokok dan berhenti
merokok mungkin tidak cukup ditekankan dalam diabetes klinik.
2.4.7 Komplikasi Diabetes Mellitus
Perkeni (2002) dalam Nindyasari (2010) menyebutkan DM merupakan
penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain)
yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus
menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktural
internal lainnya. Komplikasi DM baik akut maupun kronis akan mulai
muncul setelah menderita lebih dari 3 tahun.
Kompliksi pada DM dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Komplikasi akut
a) Koma hipoglikemi
b) Ketoasidosis
c) Koma hiperosmolar nonketotik
2) Komplikasi kronik
a) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
b) Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retiknopati
diabetika, nefropati diabetika
c) Neuropati diabetika
d) Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi
saluran kemih
-
32
e) Kaki diabetika
2.4.8 Epidemiologi
Suyono (2006) menyebutkan pola penyakit saat ini dapat dipahami
dalam rangka transisi epidemiologi, suatu konsep mengenai perubahan pola
kesehatan dan penyakit. Konsep tersebut hendak mencoba menghubungkan
hal-hal tersebut dengan morbiditas dan mortalitas pada beberapa golongan
penduduk dan menghubungkannya dengan faktor sosio-ekonomi serta demografi
masyarakat masing-masing.
Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan meningkat
jumlahnya di masa datang, DM adalah salah satu diantaranya. Meningkatnya
prevalensi DM di beberapa Negara berkembang, akibat peningkatan
kemakmuran di Negara bersangkutan. Peningkatan pendapatan perkapita dan
perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan
prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK),
hipertensi, hiperlipidemia, DM, dan lain-lain. Data epidemiologik di Negara
berkembang memang masih belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi
yang dapat ditelusuri terutama berasal dari Negara maju (Nindyasari, 2010).
2.4.9 Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus
Kementerian Kesehatan RI (2013) mengatakan masalah diabetes mellitus
di Indonesia cukup besar sehingga, Kemenkes RI memprioritaskan pengendalian
DM diantara gangguan penyakit metabolik lainnya selain penyakit penyerta
seperti hipertensi, jantung korononer dan stroke. Kementerian Kesehatan saat ini
fokus pada pengendalian faktor risiko DM melaui upaya promotif dan preventif
dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Saat ini pelayanan
DM sudah dilaksanakan di Puskesmas dengan pemberian obat sesuai kemampuan
daerah masing-masing. Pada penyandang DM rujuk balik dari Rumah Sakit yang
merupakan peserta askes dapat diberikan obat oral maupun suntikan selama 30
hari atau sesuai rekomendasi dokter RS (Syamiyah, 2015).
Kemenkes RI (2008) dalam Syamiyah (2015) menjelaskan upaya
pencegahan diabetes mellitus di Indonesia terdiri dari upaya pencegahan prmer,
sekunder dan tersier. Upaya tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
-
33
a. Pencegahan Primer
Sasaran dari program pencegahan primer penyakit diabetes mellitus adalah
kelompok masyarakat sehat. Kegiatan pokoknya berupa penggerakan peran serta
masyarakat dalam PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) mencakup perilaku
tidak merokok, meningkatkan aktivitas fisik, serta menerapkan pola konsumsi
yang sehat. Selain itu dilakukan deteksi dini faktor risiko DM tipe 2 secara rutin
melalui UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) seperti Posbindu,
serta peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi faktor risiko DM.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap populasi berisiko dan penderita
DM. Kegiatan pengendalian meliputi penatalaksanaan faktor risiko bagi populasi
berisiko melalui pelayanan kesehatan dasar dan UKBM. Sedangkan untuk
penatalaksanaan kasus DM secara efektif leh petugas kesehatan. KIE juga
diberikan kepada pasien dan keluarganya untuk perawatan dan pencegahan
komplikasi akiat DM. Pencegahan sekunder bagi pasien DM bertujuan untuk
melindungi pasien dari komplikasi.
David dan Linda (2010) menyebutkan penderita diabetes mellitus tidak
bisa sembuh secara total, sehingga diperlukan upaya perubahan gaya hidup seperti
pola makan, aktivitas fisik, serta mengkonsumsi obat secara rutin. Pengaturan
pola makan dilakukan untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah
(Syamiyah, 2015).
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan kepada pasien DM yang telah mengalami
komplikasi. Pencegahan berupa perawatan luka dan gangguan fungsi organ tubuh
lainnya akibat komplikasi DM. Pencegahan tersier pada pasien DM dilakukan
untuk mencegah kecacatan dan kematian. Biasanya komplikasi yang paling sering
dialami penderita DM adalah infeksi pada kaki yang bahkan bisa menyebabkan
amputasi pada kaki bila sudah memburuk. Oleh karena itu perawatan kaki bagi
penderita DM sangat diperlukan.
2.5 Tinjauan Tentang Lipid
Lipid merupakan senyawa organik bersifat nonpolar dan tidak dapat larut
dalam senyawa polar seperti air. Lipid penting bagi tubuh, fungsi lipid
-
34
diantaranya adalah sebagai sumber energi, isolator panas di dalam jaringan
subkutan dan di sekeliling organ-organ tertentu, serta berperan dalam sintesis
hormon steroid. Selain itu, gabungan antara lipid dan protein (lipoprotein)
juga berguna untuk mengangkut lipid di dalam sirkulasi darah (Hendra dan Dwi,
2016).
Lemak plasma darah terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan
asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma. Lemak tersebut
memerlukan modifikasi dengan bantuan protein untuk dapat diangkut dalam
sirkulasi darah karena sifatnya yang tidak larut dalam air, yang disebut
lipoprotein. Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol
dalam bentuk bebas maupun ester trigliserida, dan fosfolipid, yang berikatan
dengan protein yang disebut apoprotein (Hesti et al., 2016).
2.5.1 Lipoprotein
Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam
bentuk bebas maupun ester trigliserida dan fosfolipid yang berikatan dengan
protein. Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan berat jenis
yaitu, kilomikron, VLDL, IDL, LDL, dan HDL. Lipoprotein yang berperan
penting dalam pendistribusian kolesterol ialah HDL dan LDL (Hesti et al., 2016).
Gambar 2.5 Lipoprotein (Hesti et al., 2016)
2.5.1.1 Low Density Lipoprotein (LDL)
Low Density Lipoprotein merupakan produk katabolik IDL setelah
sebagian trigliseridanya hilang dan juga merupakan produk akhir hidrolisis
VLDL. ApoB-100 adalah satu-satunya apolipoprotein partikel ini. Fungsi utama
LDL adalah membawa kolesterol ke jaringan untuk pembentukan membran
sel, prekursor hormon steroid, dan sintesis vitamin D. Lipoprotein ini dikenal
sebagai lipoprotein aterogenik yang utama (Hendra dan Dwi, 2016).
-
35
Kadar normal LDL dalam darah adalah 60-130 mg/dl. Kelebihan
LDL yang tidak digunakan menyebabkan aterosklerosis pada dinding arteri yang
dapat menghambat aliran darah. Kadar LDL darah dapat meningkat karena
jumlah asam lemak bebas sebagai substrat produksi VLDL yang masuk ke
hati meningkat sehingga produksi VLDL meningkat, serta tingginya kadar
insulin dapat meningkatkan ekspresi dan aktifitas reseptor LDL sehingga
pengeluaran LDL lebih cepat (Hesti et al., 2016).
Gambar 2.6 Metabolisme LDL dan VLDL (Hendra dan Dwi, 2016)
2.5.1.2 High Density Lipoprotein (HDL)
High density lipoprotein dikenal dengan kolesterol baik adalah
molekul yang tersusun atas lemak (13% kolesterol dan kurang dari 5%
trigliserida) serta 50% protein (Hesti et al., 2016). Kadar ideal HDL dalam
darah > 35 mg/dl (Manullang, 2014). High Density Lipoprotein merupakan
lipoprotein yang disintesis di hati maupun intestinum. High Density Lipoprotein
berperan dalam proses pengeluaran kolesterol bebas dalam jaringan dan diangkut
ke hati untuk dikonversi menjadi asam empedu. Fungsi HDL sebagai tempat
penyimpanan ApoC dan ApoE yang akan digunakan dalam metabolisme
VLDL dan kilomikron. High Density Lipoprotein yang disintesis di intestinum
tidak mengandung ApoC dan ApoE. Oleh karena itu ApoC dan ApoE yang
disintesis di hati akan dipindahkan ke HDL intestinum ketika HDL tersebut
-
36
berada dalam aliran darah. Konsentrasi HDL ini berbanding terbalik dengan
kejadian aterosklerosis (Hendra dan Dwi, 2016).
Pemecahan HDL berlangsung di dalam hati. Salah satu jalur transport
HDL adalah dengan berinteraksi melalui LDL dengan enzim cholesterol ester
transfer protein (CETP), yaitu glikoprotein plasma yang berguna untuk
pertukaran ester kolesterol pada HDL dengan trigliserida pada LDL. Partikel HDL
kemudian menjadi lebih kaya akan trigliserida dan kembali ke hati (Hesti et
al., 2016).
Gambar 2.7 Metabolisme HDL (Hendra dan Dwi, 2016)
Kolesterol ini mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL (Low
Density Lipoprotein) dan sering disebut kolesterol baik karena dapat
membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati,
untuk diproses dan dibuang. HDL (High Density Lipoprotein) mencegah
kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses
aterosklerosis, dari hati kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL
(Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan
agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut
HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang
selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai
asam (cairan) empedu. LDL (Low Density Lipoprotein) mengandung lebih
banyak lemak daripada HDL (High Density Lipoprotein) sehingga ia akan
-
37
mengambang di dalam darah. HDL (High Density Lipoprotein) disebut sebagai
lemak yang "baik" karena dalam operasinya HDL (High Density Lipoprotein)
membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan
mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL (High
Density Lipoprotein) adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL (High Density
Lipoprotein) ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai
kepadatan tinggi sehingga lebih berat (Aniesaturraida, 2015).
Siklus HDL (High Density Lipoprotein) pernah dikemukakan untuk
menjelaskan pengangkutan kolesterol dari jaringan ke hati pada proses yang
dikenal sebagai pengangkutan balik kolesterol. Siklus tersebut melibatkan
ambilan dan esterifikasi kolesterol oleh HDL3 yang menjadi lebih besar dan
kurang rapat dengan membentuk HDL (High Density Lipoprotein). Enzim lipase
hepatik menghidrolisis fosfolipid HDL (High Density Lipoprotein) dan
triasilgliserol yang memungkinkan partikel senyawa ini melepaskan muatan
ester kolesterilnya ke hati, tempat partikel tersebut menjadi rapat lagi,
membentuk kembali HDL3 yang memasuki siklus tersebut. Di samping itu,
apo A-I bebas akan dilepas dan memasuki kembali sirkulasi dengan
membentuk preβ-HDL sesudah berikatan dengan fosfolipid dan kolesterol
dalam jumlah minimal. Preβ-HDL merupakan bentuk HDL (High Density
Lipoprotein) yang paling poten dalam menginduksi aliran keluar kolesterol
dari jaringan untuk membentuk HDL (High Density Lipoprotein) diskoid yang
selanjutnya akan mengambil lebih banyak lagi kolesterol untuk membentuk
HDL3. Setiap kelebihan apo A-I akan dihancurkan ginjal (Susilo, 2012).
2.5.2 Kolesterol
Kolesterol adalah lipida struktural (pembentuk struktur sel) yang
merupakan bahan yang menyerupai lilin dan beredar di dalam darah serta
merupakan bagian dari lemak plasma darah. Kolesterol sebanyak 80% diproduksi
oleh hati dan selebihnya diperoleh dari pakan. Kolesterol dari pakan
diabsorpsi di usus halus dan ditransport dalam bentuk kilomikron menuju ke
hati, kolesterol dibawa oleh very low density lipoprotein (VLDL) dengan
peran kolin untuk membentuk LDL melalui perantara intermediate density
-
38
lipoprotein (IDL) (Hesti et al., 2016). Batasan ideal kadar kolesterol dalam tubuh
total kolesterol normal dalam darah 160 - 200 mg/dl (Manullang, 2014).
Gambar 2.8 Struktur Kolesterol Darah (Hesti et al., 2016)
2.5.3 Trigliserida
Trigliserida merupakan ester dari alkohol gliserol dengan asam lemak
(Hendra dan Dwi, 2016). Trigliserida gambar terdiri dari 3 asam lemak yang
bergabung dengan 3 grup hidroksil dari kelompok alkohol gliserol (Gambar 2.7).
Gambar 2.9 Pembentukan Trigliserida (Hendra dan Dwi, 2016)
Gambar 2.10 Struktur Trigliserida (Hendra dan Dwi, 2016)
-
39
2.5.4 Hubungan Kadar High Density Lipoprotein (HDL) dengan Diabetes
Mellitus
Kadar HDL rendah merupakan faktor resiko diabetes (dan
kardiovaskular). Tingkat HDL-C rendah merupakan faktor resiko pengembangan
diabetes. Resistensi insulin menunjukkan sensitifitas insulin berkurang pada suatu
organ dan meningkatkan respon dari organ lain terhadap kompensasi
hiperinsulinemia. Hiperinsulin meningkatkan produksi trigliserida dan VLDL
dengan mengatur faktor transkripsi SREBP1c (Sterol regulatory elemen binding
protein 1c) dan microRNA yang di kodekan oleh intron SREBP1c. Pada jaringan
adiposa, resistensi insulin mengganggu lipogenesis dan meningkatkan lipolisis
sehingga konsentrasi FFA beredar meningkat, menghasilkan stimulasi lipogenesis
hati dan produksi VLDL. Peningkatan sekresi VLDL menghasilkan
hipertrigliserida, yang tidak cukup dibersihkan karena aktivitas lipoprotein lipase
(LPL) berkurang. LPL dilepaskan dari adiposit pada stimulasi insulin.
Pengurangan lipolisis VLDL menurunkan produksi yang berkontribusi terhadap
pematangan HDL. Selain itu, hipertrigliserida meningkatkan aktivitas CETP
(Cholesterol of ester transfer protein) yang menukar kolesterol ester dari HDL
melawan trigliserida dari VLDL. Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi
HDL. Akhirnya produksi prekursor HDL dihati dan usus terganggu pada
resistensi insulin karena pengangkut ATP yang mengikat A1 dan G1 dihambat
oleh FFA baik pada transkripsi dan post translasi, juga oleh miR33 yang bekerja
pada kadar post transkripsi (Eckardstein dan Widmann, 2014).
Gambar 2.11 Metabolisme HDL pada resistensi insulin (Eckardstein dan
Widmann, 2014).
-
40
2.6 Tinjauan Tentang Glibenklamid
Dhillon et al. (2014) dalam Rohmah (2016) menjelaskan glibenklamid
atau gliburid merupakan salah satu obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes
mellitus tipe II. Mekanisme kerja dari glibenklamid adalah dengan menghambat
ATP yang sensitif terhadap kanal kalsium dalam sel beta pankreas.
Penghambatan ini menyebabkan depolarisasi pada membran sel yang
menyebabkan voltage dependent pada kanal kalsium terbuka. Ketika kanal
kalsium terbuka, akan terjadi peningkatan kadar kalsium intraseluler didalam sel
beta sehingga merangsang pelepasan insulin. Dengan kata lain, glibenklamid
bekerja dengan merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas (Rohmah,
2016).
Struktur glibenklamid dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.12 Struktur glibenklamid (Rohman, 2016)
Handoko dan Suharto (2005) menjelaskan glibenklamid mempunyai
efek 200 kali lebih kuat daripada tolbutamid. Glibenklamid dimetabolisme
dalam hati, hanya 25% metabolit dikeluarkan lewat urin dan sisanya diekskresi
lewat empedu dan tinja. Dosis terapi glibenklamid adalah 5-20 mg, jika dosis
lebih dari 10 mg maka dibuat dalam dosis terbagi. Sukandar et al. (2013)
juga menjelaskan glibenklamid diabsorpsi dengan cepat dan baik, dalam plasma
terikat dalam jumlah besar pada protein yaitu 99%. Glibenklamid dieliminasi
sebanyak 50% di ginjal dan 50% di feses. Waktu paruh glibenklamid 6-7 jam
dengan durasi 24 jam (Rohmah, 2016).
2.7 Tinjauan Tentang Simvastatin
Menurut BPOM RI (2008) simvastatin adalah senyawa antilipemik
derivat asam mevinat yang mempunyai mekanisme kerja menghambat enzim
-
41
3-hidroksi-3-metil-glutarilkoenzim A (HMG-CoA) reductase yang mempunyai
fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol. HMG-CoA reductase
bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-CoA menjadi asam mevalonat.
Murray (2009) dalam Nasekah (2015) juga menyebutkan penghambatan terhadap
HMG-CoA reductase menyebabkan penurunan sintesis kolesterol dan
meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) yang terdapat
dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik, sehingga menyebabkan
banyak LDL yang hilang dalam plasma (Nasekah, 2015).
Gambar 2.13 Struktur Simvastatin (Alfiliatiningsih, 2016)
BPOM RI (2008) menjelaskan simvastatin diindikasikan untuk penyakit
hiperkolesterolemia primer pada pasien yang tidak cukup memberikan respon
terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai. Untuk mengurangi angka
kejadian jantung koroner dan memperlambat progresi aterosklerosis koroner
pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan kadar kolesterol 5,5
mmol/L atau lebih. Simvastatin efektif menurunkan kadar kolesterol dan
LDL, namun kurang efektif dalam menurunkan kadar trigliserida.
Penggunaan simvastatin secara terus menerus dapat menimbulkan efek
samping seperti miositis, miopati, sakit kepala, perubahan fungsi ginjal dan efek
pada saluran cerna seperti konstipasi, diare, mual dan muntah, ruam kulit, reaksi
hipersensitivitas meliputi angioedema dan anafilaksis (Nasekah, 2015).
2.8 Tinjauan Tentang Aloksan
Aloksan adalah derivat oxygenated pyrimidin dan juga derivate barbituric
acid (5-ketobarbituric acid). Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6
tetraoxypirimidin atau 2,4,6,5 pirimidinetetron. Aloksan adalah senyawa yang
-
42
sangat hidrofil, asam lemah, tidak stabil dalam larutan buffer, mempunyai waktu
paruh 1,5 menit dan pada pH 7,4 suhu 37oC akan terdekomposisi menjadi
alloxanic acid.
Aloksan mempunyai dua mekanisme penyebab diabetes yakni kerusakan
sel βpankreas dan terbentuknya radikal bebas. Aloksan dan produk reduksinya,
asam dialurik, membentuk siklus redoks dengan formasi radikal superoksida.
Radikal ini mengalami dimutasi menjadi hydrogen peroksida. Radikal hidroksil
dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas
dengan rangsangan tinggi meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yg
menyebabkan destruksi cepat sel β langerhans. Menigkatnya konsentrasi kalsium
sitosol juga disebabkan karena aloksan menginduksi pengeluaran kalsium dari
mitokondria yang kemudian menyebabkan terganggunya proses oksidasi sel β -
langerhans . Karena rusaknya sel β langerhans maka insulin tidak terbentuk
sehingga kadar glukosa darah meningkat. Hal ini seperti proses yang terjadi pada
diabetes melitus tipe 1 pada manusia. Aloksan mungkin mendesak efek
diabetogenik oleh kerusakan membran sel β dengan meningkatkan permeabilitas.
Kerusakan membran akan mempermudah terjadinya kerusakan sel β langerhans
sehingga produksi insulin menurun (Pribowo, 2015).
Gambar 2.14 Struktur Aloksan (Ilma, 2016)
Aloksan sebagai diabetogenik dapat digunakan secara intravena,
intraperitoneal, dan subkutan. Biasanya dosis intravena yang digunakan 65
mg/kgBB sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya. Aloksan
secara cepat dapat mencapai pankreas aksinya diawali dengan pengambilan cepat
oleh sel beta Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama
-
43
pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses
reduksi aloksan dalam sel beta Langerhans.
Faktor selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada
homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion
kalsium bebas sitotoksik pada sel beta Langerhans pankreas yang menyebabkan
influx kalsium kemudian terjadi depolarisasi sel beta Langerhans, lebih lanjut
membuka kanal kalsium tergantung voltase dan semakin menambah masuknya
ion kalsium ke sel, mengakibatkan peningkatan insulin yang sangat cepat dan
secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam
waktu singkat (Ilma, 2016).
2.9 Tinjauan Tentang Hewan Coba
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium
tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat
pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana
ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian
ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan kera.
Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut (Rarangsari,
2015) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Classis : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus, L.
-
44
Gambar 2.15 Tikus Wistar (Rattus norvegicus) (Pujiatiningsih, 2014)
Tikus putih (Rattus norvegicus, L) merupakan salah satu hewan percobaan
di labolatorium. Hewan ini dapat berkembang biak secara cepat, dan dalam
jumlah yang cukup besar. Tikus putih ini berbeda dengan mencit, karena hewan
ini memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari pada mencit. Dua sifat yang
membedakan tikus dari hewan percobaan lain adalah tikus tidak mudah muntah
karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara ke dalam
lambung dan tidak memiliki kantung empedu. Saat umur 2 bulan berat badan
tikus dapat mencapai 200-300 gram. Berat badan tersebut dapat juga mencapai
500 gram, dengan ukuran yang relatif besar, tikus putih mudah dikendalikan atau
dapat diambil darahnya dalam jumlah yang relatif besar pula (Rarangsari, 2015).