2_isi-potensi probiotik sebagai terapi adjuvan dalam penatalaksanaan demam tifoid

35
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi (Soedarmo et al., 2002). Gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada minggu kedua gejala- gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative (peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/ menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatosplenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, derilium, atau psikosis (Widodo, 2006). Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan

Upload: nainawa

Post on 30-Jun-2015

313 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella Typhi (Soedarmo et al., 2002). Gejala klinis

penyakit ini pada minggu pertama yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri

otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak di

perut, batuk, dan epistaksis. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih

jelas berupa demam, bradikardi relative (peningkatan suhu 1 derajat celcius

tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/ menit), lidah yang berselaput (kotor

di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatosplenomegali,

meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, derilium, atau

psikosis (Widodo, 2006).

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di

berbagai negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam

tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal

mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka

kejadian dari 150/100.000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di

Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan

antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga

dilaporkan dari Amerika Selatan (Soedarmo et al., 2002). Dengan perkiraan

16 – 33 juta kasus per tahun yang mengakibatkan 216.000 kematian di daerah

endemik, World Health Organization (WHO) mengidentifikasi demam tifoid

sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius (Wikipedia, 2010).

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di

Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi

peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey

beberapa rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986

memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596

menjadi 26.606 kasus (Widodo, 2006).

Page 2: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

2

Sumber penularan terutama melalui pencemaran makanan atau

minuman oleh bakteri tersebut yang dikeluarkan melalui tinja penderita

demam tifoid (Rasional, 2002). Spektrum luas fluorokuinolon adalah pilihan

obat untuk terapi demam tifoid yang menghambat rata-rata patogen

intraselular dalam konsentrasi terapi yang siap mencapai cairan tubuh dan

jaringan. Meskipun begitu terapi antimikroba hampir 1-6% pasien yang

terinfeksi menjadi karir kronik memberikan bakteri dalam feses dan urine

mereka selama periode waktu yang bervariasi (Truusalu,et al.,2008).

Satu kemungkinan untuk merencanakan strategi baru dalam terapi

infeksi bakteri gastrointestinal adalah penggunaan probiotik sebagai terapi

adjuvan disamping penggunaan antibiotik (Truusalu, et al.,2008). Strain

probiotik ditetapkan sebagai mikroorganisme hidup yang mana ketika

dikonsumsi dalam jumlah yang tepat dalam makanan memberi keuntungan

kesehatan pada tubuh host (Amy, et al.,2008). Jumlah percobaan klinik sudah

dilakukan dengan probiotik dalam pencegahan dan terapi infeksi

gastrointestinal yang disebabkan oleh rotavirus dan Clostridium difficile

(Marteau et al., 2001). Dalam manajemen infeksi Helicobacter pylori terapi

kombinasi probiotik dengan antibiotik dilaporkan sukses.

Studi terkini telah membuktikan bahwa kombinasi probiotik ME-3

dengan terapi fluorokuinolon akan mengeradikasi S. typhimurium dari host,

mencegah perkembangan granuloma hati dan limpa dan memperbaiki indeks

stres oksidatif pada mukosa ileum (Truusalu, et al.,2008).

Probiotik mempunyai aktivitas antimikroba dengan cara

menghasilkan asam laktat dan H2O2 yang memungkinkan menghambat atau

membunuh patogen (Truusalu et al.,2008). Selain itu probiotik berpengaruh

langsung terhadap fungsi imun mukosa terutama mukosa usus melalui

modulasi sintetis imunoglobulin A (IgA) (Jan et al., 2004), mengurangi

inflamasi lokal maupun sistemik melalui perubahan keseimbangan antara

sitokin proinflamasi dengan sitokin antiinflamasi yaitu menurunkan produk

sitokin proinflamasi, meningkatkan fungsi barrier imunologik intestinal serta

pembentukan mukus (Galdeano et al., 2007), menstabilkan mikroekologi usus

Page 3: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

3

serta mencegah kolonisasi kuman enterik patogen. Potensi probiotik sebagai

antimikroba dan immunomodulation sangat menarik dikaji sehingga

pemanfaatan probiotik efektif sebagai terapi adjuvan dalam penatalaksanaan

demam tifoid.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme potensi probiotik sebagai terapi adjuvan dalam

penatalaksanaan demam tifoid?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendapatkan kajian tentang mekanisme potensi probiotik sebagai terapi

adjuvan dalam penatalaksanaan demam tifoid.

D. Manfaat Penulisan

1. Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan ide dan saran untuk

penelitian mengenai peranan probiotik dalam penatalaksanaan demam

tifoid.

2. Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara ilmiah

tentang peran probiotik pada penderita demam tifoid.

3. Kajian tentang peran probiotik pada demam tifoid diharapkan dapat

memberikan manfaat pada masyarakat Indonesia tentang pentingnya

menjaga kesehatan saluran cerna.

4. Karya tulis ini juga diharapkan dapat memperkenalkan probiotik kepada

masyarakat untuk mengoptimalkan pemanfaatannya dalam

penatalaksanaan demam tifoid.

Page 4: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus

(Mansjoer et al., 2000). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik

bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi (Soedarmo et al., 2002).

Salmonella Typhi tidak memiliki vektor selain manusia. Beberapa

cara penularannya adalah :

1. Transmisi oral melalui makanan atau minuman yang ditangani oleh

seseorang yang merupakan karier tifoid yang tinja dan urinnya

mengandung Salmonella Typhi.

2. Transmisi melalui tangan ke mulut setelah menggunakan toilet yang

terkontaminasi Salmonella Typhi dan mengabaikan kebersihan tangannya.

3. Transmisi oral melalui air yang terkontaminasi limbah atau kerang-

kerangan (khususnya di negara berkembang).

(Brusch et al., 2009)

Demam tifoid yang ditularkan melalui rute faecal-oral erat

kaitannya dengan sanitasi yang buruk, dan kurangnya air bersih. Penyakit ini

hampir secara eksklusif ditularkan oleh makanan dan air yang tercemar oleh

kotoran dan air seni dari pasien dan karier (WHO, 2010).

Dosis infeksius dari Salmonella Typhi bervariasi antara 1000

sampai 1.000.000 organisme. Salmonella Typhi strain Vi-negatif kurang

infeksius dan kurang virulen bila dibandingkan dengan strain Vi-positif.

Untuk mencapai usus halus, Salmonella Typhi harus bertahan dari barrier

asam lambung. Di dalam usus halus, bakteri menuju ke sel-sel mukosa,

kemudian menyerangnya. Sel M, sel khusus yang melapisi plague Peyeri

kemungkinan adalah tempat masuknya Salmonella Typhi, kemudian setelah

menembus plague Peyeri, bakteri masuk ke dalam jaringan limfoid. Setelah

penetrasi, bakteri menyebar dan masuk ke dalam folikel kelenjar limfoid di

Page 5: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

5

usus, kelenjar limfoid mesentrika, dan beberapa masuk ke dalam sel

retikuloendotelial hati dan limpa (Parry et al., 2010)

Ketika bakteri menyebar ke aliran darah, mereka akan difagosit

oleh sel mononuklear (monosit dan makrofag). Sel mononuklear merupakan

sel pertahanan selular tubuh yang bertanggung jawab membunuh bakteri dan

virus. Namun, Salmonella Typhi tidak dapat dinonaktifkan oleh sel-sel ini

setelah difagosit, sebaliknya Salmonella Typhi dapat berkembang biak di

dalam sel mononuklear. Setelah berkembang biak, Salmonella Typhi keluar

dari sel dan menyebar ke seluruh tubuh kemudian mengakibatkan infeksi

sistemik (Schneider dan Goodrich, 2010).

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu,

berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara

“intermittent” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama

feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah setelah menembus

usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah

teraktivasi dan hiperaktif, maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi

pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan

gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala,

sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam

plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan.

Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar

plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat

akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis limfoid ini

dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat

mengakibatkan perforasi (Widodo, 2006). Perforasi dari dinding usus

menyebabkan kebocoran dalam rongga perut, sehingga mengakibatkan

peritonitis yang sering menjadi penyebab kematian dari demam tifoid.

Banyak komplikasi lain juga dapat terjadi mulai dari pecahnya limpa,

meningitis, dan koma (Schneider dan Goodrich, 2010).

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan

akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,

Page 6: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

6

pernapasan, dan gangguan organ lainnya (Widodo, 2006). Endotoksin

Salmonella Typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat

kuman tersebut berkembang biak. Salmonella Typhi dan endotoksinnya

merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan

yang meradang, sehingga terjadi demam (Mansjoer et al., 2000).

Salmonella Typhi masih mampu bertahan hidup di dalam asam

lambung dengan pH 1,5. Sedangkan penggunaan antasida, reseptor antagonis

H2 (H2 blockers), inhibitor pompa proton, gastrektomi, dan achlorhidria dapat

mengurangi keasaman perut dan memfasilitasi infeksi Salmonella Typhi.

Lingkungan dan perilaku merupakan faktor-faktor risiko independen yang

terkait dengan demam tifoid, seperti kebiasaan makan makanan dari pedagang

kaki lima, tinggal serumah dengan seseorang yang menderita demam tifoid,

sering tidak mencuci tangan, kebiasaan berbagi makanan dari piring yang

sama, meminum air yang tidak bersih, dan tinggal di lingkungan yang tidak

memiliki toilet (Brusch, 2009).

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan

rata-rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari

gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan

berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur

Salmonella, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya

(Soedarmo et al., 2002).

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan

dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,

nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,

perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik

hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat

perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu

kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif,

lidah berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental

berupa somnolen, stupor, koma, derilium, atau psikosis (Widodo, 2006).

Page 7: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

7

Rose spots pada perut bagian bawah umumnya merupakan

karakteristik gejala pada diagnosis. Namun darah dan sumsum tulang perlu

diambil untuk diagnosis lebih lanjut (Schneider dan Goodrich, 2010).

Dua tindakan dasar yang dapat melindungi dari demam tifoid adalah :

a. Menghindari makanan dan minuman yang berisiko terkontaminasi

Salmonella Typhi.

b. Vaksinasi terhadap demam tifoid.

(CDC, 2010)

Kebersihan adalah langkah penting yang dapat diambil untuk

mencegah demam tifoid. Mencuci tangan sangat penting dilakukan untuk

mencegah demam tifoid. Saat ini terdapat dua vaksin yang direkomendasikan

oleh World Health Organization (WHO) untuk mencegah penyakit demam

tifoid, yaitu vaksin Ty21a, dan Typhoid polysaccharide vaccine. Keduanya

memiliki perlindungan antara 50% sampai 80% dan dianjurkan untuk

wisatawan yang akan berkunjung ke daerah-daerah endemik demam tifoid

(Wikipedia 2010).

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan

tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta

pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah

sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi

kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama (Soedarmo et

al., 2002).

Pemberian antibiotik digunakan untuk menghentikan dan

memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :

1. Kloramfenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg,

diberikan selama demam dan dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,

kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian.

2. Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 – 150 mg/kgBB, diberikan selama 2

minggu.

3. Kotrimoksazol : 2 x 2 tablet diberikan selama 2 minggu.

Page 8: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

8

4. Sefalosporin generasi II dan III.

(Mansjoer et al., 2000).

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses

penyembuhan demam tifoid, karena kurang asupan makanan akan

menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses

penyembuhan menjadi lama. Pemberian bubur saring bertujuan untuk

menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman pada pasien

demam tifoid (Widodo, 2006).

B. Probiotik

Di abad 19, mikrobiologis mengidentifikasi mikroflora dalam traktus

gastrointestinal pada orang sehat yang berbeda dengan yang ditemukan pada

individu yang sakit. Mikroflora yang ditemukan tersebut sekarang dikenal

sebagai probiotik (Parves et al., 2006). Diperkirakan hampir 100 spesies

berbeda (dengan total populasi antara 1010-1012) terdapat di traktus intestinal

manusia (Chukeatirote, 2003). Probiotik didefinisikan oleh The Food

Agricultural Organization/World Health Organization (FAO/WHO) sebagai

mikroorganisme hidup yang mana ketika digunakan dalam jumlah yang cukup

memberikan manfaat kesehatan pada tubuh host.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi

Agrikultur Pangan Dunia (FAO), probiotik secara umum ditargetkan untuk

menjaga keseimbangan mikroflora usus dan kesehatan saluran cerna dengan

jumlah 106-108 koloni/ml bakteri hidup (Galdeano et al, 2007). Karakteristik

mikroorganisme yang dapat dipat dijadikan probiotik yang baik adalah (1)

strain yang mampu memberikan keuntungan pada host; (2) non-patogen dan

non-toxic; (3) sel dapat hidup, lebih baik dalam jumlah yang besar; (4) mampu

bertahan hidup dan bermetabolisme di gut; (5) stabil dan mampu bertahan

hidup dalam penyimpanan (Oyetayo, 2005; Parves et al.,2006).

Page 9: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

9

Beberapa jenis probiotik yang dapat dimanfaatkan yaitu spesies

Lactobacillus: L. acidophilus, L. casei, L. fermentum, L. gasseri, L. johnsonii,

L. lactis, L. paracasei, L. plantarum, L. reuteri, L. rhamnosus, L. salivarius;

spesies bifidobacterium: B. bifidum, B. breve, B. lactis, B. longum; spesies

streptocococcus yaitu S. thermophilus(Shoaib and Fasihuddin, 2007).

Probiotik yang paling banyak dikonsumsi adalah produk fermentasi seperti

yogurt dan buttermilk (Amy et al., 2004).

Terdapat dua bentuk produk probiotik yaitu yang pertama, sebagai

bahan baku produk pangan disebut kultur/starter probiotik yakni bakteri

tunggal atau kumpulan bakteri yang ditumbuhkan dalam media pertumbuhan

yang sesuai dan yang kedua sebagai produk pangan akhir yakni menggunakan

kultur /starter probiotik sebagai salah satu bahannya. Bentuk umum untuk

probiotik adalah produk dairy (susu) dan makanan yang difortifikasi dengan

probiotik. Contohnya adalah yoghurt, kefir, susu formula, suplemen ,dan lain-

lain (Oyetayo, 2005)

Hasil penelitian menunjukkan beberapa manfaat probiotik yang telah

ada sampai saat ini adalah: (1) memperbaiki kesehatan traktus intestinal ;(2)

mempertinggi sistem imun ,mensintesis, dan mempertinggi bioavailabilitas

nutrient; (3) menurunkan simptom dari intoleransi laktosa, menurunkan

prevalensi alergi, dan (4) mengurangi resiko beberapa jenis kanker.

Mekanisme bagaimana probiotik menggunakan efeknya belum banyak

diketahui, tetapi mungkin menurunkan pH gut dengan cara menghasilkan

asam laktat , melawan patogen dengan cara memproduksi komponen

antimikrobial seperti asam butirat dan sitokin, berkompetisi dengan binding

dan reseptor patogen, berkompetesi dengan patogen dalam memperoleh

nutrien dan faktor pertumbuhan, stimulasi immunomodulasi sel, dan

memproduksi laktase (Hong yeoul Kim, 2005; Oyetayo, 2005).

Berbagai senyawa metabolit bakteri probiotik umumnya memberikan

manfaat positif terhadap kesehatan manusia diantaranya menghambat

perkembangan bakteri patogen di samping menjaga keseimbangan mikroflora

saluran pencernaan (Novilla, 2005). Diperkirakan aktivitas antimikroba

Page 10: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

10

bakteri probiotik disebabkan oleh asam laktat yang dihasilkan. Hal ini

dibuktikan melalui penambahan alkali pada sampel sehingga pH menjadi

netral, ternyata tidak memberikan hambatan terhadap S. typhi. Pada penelitian

Novilla (2005) secara in vitro menunjukkan bahwa bakteri probiotik

Lactobacillus delbrueckii subsp. delbrueckii memberikan hambatan yang

cukup tinggi pada pertumbuhan Salmonella Typhimurium.

Selain itu probiotik bersifat sebagai agen imunomodulasi. Yoghurt

dapat meningkatkan level antibodi ketika diberikan pada tikus. Lactobacilli

casei ditemukan dapat aktif menstimulasi aktivitas fagositik. Agar bakteri

menjadi efekif dalam proses immunostimulation diperlukan perpindahan dari

gut ke sirkulasi sistemik. Lactobacilli mampu bertanslokasi dan bertahan

hidup untuk beberapa hari di limpa, hati, dan paru-paru. Aattouri et al (2001)

melaporkan bahwa penggunaan oral dari bakteri asam laktat pada tikus

meningkatkan proliferasi limfosit dan produksi interferon. Mereka menduga

bahwa manfaat dari probiotik meningkatkan perlawanan terhadap beberapa

infeksi (Oyetayo, 2005).

C. Sistem Imun Mukosa Saluran Cerna

Sistem imun mukosa merupakan agregat jaringan limfoid atau limfosit

dekat permukaan mukosa saluran cerna. Baik antibodi lokal (IgA sekretori)

maupun sel limfoid (T) berperan dalam respons imun spesifik. IgA sekretori

yang diproduksi saluran cerna dapat bereaksi dengan makanan atau alergen

lain yang dicerna. Lapisan epitel mukosa berperan sebagai sawar mekanis. Gut

Associated Lymphoid Tissue (GALT) berupa jaringan limfoid tanpa kapsul,

mengandung sel limfosit dan APC, mengawali respon imun terhadap antigen

yang terhirup dan termakan. GALT tersebar di mukosa saluran cerna. Secara

fungsional GALT terdiri atas dua komponen yang terorganisasi dan difus.

1. Microfold cell atau sel M

Microfold cell atau sel M adalah sel epitel saluran cerna yang pinositik

aktif, berperan dalam mengantarkan kuman dan bahan makromolekul

dari lumen intestinal ke plak Peyer. Sel tersebut bukanlah APC,

Page 11: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

11

ditemukan di lapisan epitel plak Peyer yang berperan dalam

penyampaian antigen. Sel tersebut memiliki permukaan relatif besar

dengan lipatan-lipatan mikro yang menempel pada mikroorganisme

dan permukaan makromolekular.

2. Sistem imun mukosa yang terorganisasi

Jaringan limfoid mukosa yang terorganisasi terdiri atas plak Peyer di

usus kecil. Plak Peyer merupakan agregat folikel limfoid di mukosa

gastrointestinal yang ditemukan di seluruh jejunum dan ileum

(terbanyak ileum terminal). Plak Peyer merupakan tempat prekursor

sel B yang dapat melakukan pengalihan untuk memproduksi IgA. Sel

T naif juga terpajan dengan alergen di Plak Peyer dan berkembang

menjadi sel T memori yang kemudian bermigrasi ke mukosa lebih

distal dan tempat-tempat nonmukosal. Limfosit B dan T yang antigen

reaktif , keluar melalui limfatik eferen dan bermigrasi ke kelenjar

getah bening mesenterika, lalu duktus torasikus dan akhirnya ke

pembuluh darah. Selanjutnya sel-sel tersebut mencari tempat-tempat

tertentu di berbagai tempat terutama di lamina propria di jaringan

mukosa.

3. Sistem imun mukosa difus

Sistem imun mukosa difus terdiri atas limfosit intraepitel dan limfosit

di lamina propria. Limfosit intraepitel ditemukan dalam epitel mukosa

dan di atas lamina propria. Sel-sel tersebut tersebar difus di jaringan

mukosa dan tidak memiliki struktur jelas seperti yang didapat pada

sistem imun mukosa yang terorganisasi. Limfosit intraepitel terbanyak

adalah sel T (>90%), yang dapat berupa CD8+ atau CD8-. Lamina

propria terletak tepat di bawah epitel yang strukturnya longgar. Fungsi

efektor lamina propria adalah sekresi antibodi terutama IgA yang

merupakan hasil sejumlah besar sel plasma. IgA diangkut dari lamina

propria ke sel epitel melalui reseptor immunoglobulin polimerik untuk

selanjutnya disekresi ke lumen. Lamina propria mengandung banyak

sel CD4+ dan CD8+ juga sel B, terbanyak dengan ekspresi IgM dan

Page 12: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

12

hanya sebagian kecil dengan ekspresi IgA. Meskipun hanya sedikit

jumlah sel B yang ada di lamina propria tetapi jumlah sel B tersebut

dapat meningkatkan produksi IgG dengan cepat bila diperlukan.

(Baratawidjaja, 2006).

Page 13: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

13

BAB III

METODE PENULISAN

A. Pengumpulan Data dan Informasi

Jenis data yang diperoleh berupa data sekunder yang bersifat

kualitatif maupun kuantitatif dengan bersumber dari berbagai referensi atau

literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas. Kriteria

inklusi yang digunakan adalah artikel, jurnal, dan buku yang ditulis pada

tahun 2000-2010 serta merupakan hasil penelitian atau pemaparan para ahli,

sedangkan kriteria eksklusi adalah artikel yang berupa opini tanpa

menyertakan nama penulis. Data diperoleh melalui internet, jurnal ilmiah,

buku ajar dan berbagai sumber terpercaya seperti New England Journal of

Medicine; Journal of Leucocyte Biology; Science Technology, Application

Microbial Biotechnology,Biology and Medicine dengan kata kunci: Typhoid,

Typfoid fever, probiotic.

B. Pengolahan Data dan Informasi

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode studi pustaka yang

didasarkan atas hasil studi terhadap berbagai literatur yang telah teruji

validitasnya, berhubungan satu sama lain, relevan dengan kajian tulisan serta

mendukung uraian atau analisis pembahasan.

C. Analisis dan Sintesis

Setelah data yang diperlukan terkumpul, dilakukan pengolahan data

dengan menyusun secara sistematis dan logis. Metode dasar yang digunakan

dalam menyusun karya tulis ini yaitu metode eksposisi yang merupakan

pemaparan dari suatu mekanisme, dengan tulisan yang bersifat deskriptif,

menggambarkan tentang potensi probiotik sebagai terapi adjuvan pada

demam tifoid.

Page 14: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

14

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Infeksi Salmonella Typhi

Traktus gastrointestinal mempunyai permukaan mukosa yang besar

yang menghubungkan gap antara dalam dan luar tubuh. Sepanjang mukosa,

mikroba dan antigen asing berkoloni melalui traktus gastrointestinal

berinteraksi dengan komponen penting sistem imun. Interaksi ini melengkapi

atau menstimulasi sistem imun agar berfungsi optimal. Mikroba yang

normalnya ada dalam traktus GI juga memperkuat fungsi dari barrier

intestinal, menurunkan translokasi bakteri atau antigen dari usus halus ke

aliran darah. Fungsi ini diduga dapat menurunkan infeksi dan kemungkinan

reaksi alergi pada antigen makanan (Parves et al.,2006).

Barrier mukosa intestinal memiliki dua komponen, yaitu barrier

intrinsik gastrointestinal, dan barrier ekstrinsik gastrointestinal. Pada barrier

intrinsik gastrointestinal, kanal pencernaan yang dibatasi oleh lembaran sel

epitel membentuk sturktur mukosa. Dengan sedikit pengecualian, sel-sel epitel

di dalam perut dan usus membentuk tight junction yang membangun dasar

barrier gastrointestinal. Epitel tersebut perlu dipelihara dengan baik karena

racun dan mikroorganisme yang mampu menembus lapisan dari sel-sel epitel

tersebut memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam sirkulasi sistemik.

Terdapat perbedaan diantara berbagai jenis sel epitel menurut fungsinya.

Sebagai contoh, membran plasma apikal dari parietal lambung dan sel chief

memiliki permeabilitas yang rendah terhadap proton yang membantu

mencegah kerusakan akibat difusi kembali asam ke dalam sel. Sel epitel usus

kecil kurang kemampuannya dalam hal ini, sehingga jauh lebih rentan

terhadap kerusakan akibat asam. Sedangkan barrier ekstrinsik gastrointestinal

terdiri dari berbagai jenis zat yang dihasilkan oleh sistem gastrointestinal.

Diantaranya adalah :

Page 15: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

15

a. Lendir dan bikarbonat

Seluruh epitel saluran pencernaan dilapisi dengan lendir yang disintesis

oleh sel-sel yang membentuk bagian dari epitel. Lendir dapat mengurangi

tegangan akibat gesekan pada epitel dan memberi kontribusi sebagai

penghalang dengan beberapa cara. Karbohidrat yang melimpah pada

molekul mucin dapat mengikat bakteri yang membantu mencegah

kolonisasi epitelial dengan menimbulkan agregasi dan memperepat

pembersihan. Difusi molekul hidrofilik sangat rendah dalam lendir yang

diduga menghambat difusi dari berbagai bahan kimia yang merusak,

termasuk asam lambung. Selain dilapisi dengan lendir, sel-sel epitel

lambung dan duodenum mengeluarkan ion bikarbonat apikal. Hal ini

berfungsi untuk mempertahankan pH netral di sepanjang epitel membran

plasma, meskipun kondisi di dalam lumen sangat asam.

b. Hormon dan sitokin

Prostaglandin, terutama prostaglandin E2 dan prostasiklin, telah diketahui

memiliki efek sitoprotektif pada epitel gastrointestinal. Prostaglandin

disintesis di dalam mukosa dari asam arakhidonat melalui reaksi

siklooksigenase. Efek sitoprotektif prostaglandin muncul sebagai akibat

dari kemampuan kompleks untuk merangsan lendir mukosa dan sekresi

bikarbonat untuk menigkatkan aliran darah mukosa untuk membatasi

difusi kembali asam ke dalam epitel. Protein trefoil merupakan peptida

kecil yang disekresikan oleh sel-sel goblet di dalam lambung dan mukosa

usus untuk melapisi sisi apikal dari sel epitel. Struktur molekulnya

membuat protein trefoil resisten terhadap proteolitik. Molekul lain yang

memainkan peran penting dalam barrier ekstrinsik gastrointestinal adalah

Nitrat Oksida (NO). NO dapat secara signifikan mengurangi keparahan

cedera mukosa yang disebabkan oleh bahan kimia beracun atau yang

berhubungan dengan iskemia dan reperfusi. NO juga dapat mempercepat

penyembuhan ulkus lambung.

Page 16: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

16

c. Antibiotik peptida dan antibodi

Sel-sel paneth yang terletak di granulosit epitel usus kecil kriptus pada

sebagian besar mamalia mensintesis dan mengeluarkan beberapa peptida

antimikroba, diantaranya adalah cryptdins (crypt defensin). Peptida ini

memiliki aktivitas antimikroba terhadap sejumlah patogen, termasuk

bakteri, ragi dan trofozoit Giardia. Mekanisme aksi mereka kemungkinan

serupa dengan neutrophilic alfa-defensins yang membuat membran sel

sasaran menjadi permeabel. Selain antimikroba non-spesifik molekul,

barrier gastrointestinal juga didukung oleh sistem kekebalan

gastrointestinal. Salah satu sistem pertahanannya adalah sebagian besar

epitel memiliki immunoglobulin A (IgA). Antibodi ini dikeluarkan dari

plasma sel subepitel dan melintasi epitel ke dalam lumen. IgA lumenal

befungsi sebagai penghalang dengan mengikat antigen bakteri dan antigen

lainnya. Fungsi penghalang ini spesifik untuk antigen tertentu dan

memerlukan pemaparan sebelumnya untuk pengembangan respon.

(Bowen, 2001)

Salmonella adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk

dalam keluarga proteobakterial sama seperti Escherichia Coli. Keluarga

enterobacteriaceae dikenal sebagai bakteri usus. Pada manusia, Salmonella

adalah penyebab dua penyakit yang disebut salmonellosis (demam tifoid),

yang disebabkan oleh invasi bakteri ke dalam aliran darah, dan gastroenteritis

akut yang disebabkan oleh infeksi yang disebabkan oleh makanan yang

tercemar (Todar, 2008).

Dosis infeksius Salmonella Typhi bervariasi antara 1000 sampai

1.000.000 organisme. Untuk mencapai usus halus, Salmonella Typhi harus

bertahan dari barrier asam lambung karena pH lambung yang rendah

merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh (Parry et al., 2010).

Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke

dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral

mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel

(terutama sel M yang melapisi plague Peyeri) dan selanjutnya ke lamina

Page 17: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

17

propria (Widodo, 2006). Bakteri yang menembus dinding usus kemudian akan

difagositosis oleh makrofag (Wikipedia, 2010). Makrofag (sel mononuklear)

merupakan sel pertahanan selular tubuh yang bertanggung jawab membunuh

bakteri dan virus. Namun, Salmonella Typhi tidak dapat dinonaktifkan oleh

sel-sel ini. Setelah ditelan oleh makrofag, Salmonella Typhi mampu

berkembang biak didalamnya (Schneider dan Goodrich, 2010). Kuman

selanjutnya dibawa ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui

duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam

sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan

menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke

dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya

dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik (Widodo,

2006). Kandung empedu dapat terinfeksi melalui siklus bakteremia atau

terajan Salmonella Typhi. Hal ini mengakibatkan organisme kembali

memasuki saluran pencernaan dalam empedu dan menginfeksi ulang plague

Peyeri. Sedangkan bakteri yang tidak menginfeksi ulang akan berada di dalam

tinja dan dapat menginfeksi orang lain (Brusch, 2009). Salmonella Typhi

bersarang di plague Peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem

retikuloendotelial. Endotoksin Salmonella Typhi berperan dalam proses

inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak.

Salmonella Typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat

pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam

(Mansjoer et al., 2000).

B. Potensi antimikroba dan immunomodulation probiotik dalam

penatalaksanaan demam tifoid

Para peneliti telah menemukan bahwa koloni bakteri di saluran

pencernaan penting untuk kesehatan manusia dan hewan, diantaranya pada

sistem imunitas intestinal, sistem urogenital, menurunkan efek alergi, dan

Page 18: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

18

manfaat-manfaat lainnya. Prinsip kerja probiotik yaitu dengan memanfaatkan

kemampuan mikroorganisme tersebut dalam menguraikan rantai panjang

karbohidrat, protein, dan lemak. Kemampuan ini diperoleh karena adanya

enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroorganisme untuk memecah

ikatan. Pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana

mempermudah penyerapan oleh saluran pencernaan manusia. Di sisi lain,

mikroorganisme pemecah ini mendapat keuntungan berupa energi yang

diperoleh dari hasil perombakan molekul kompleks (Novel dan Safitri, 2009).

Beberapa studi menunjukkan bahwa probiotik dapat digunakan sebagai

antimikroba. Efek antimikroba ini timbul karena metabolit dan hasil akhir dari

pertumbuhan mikroba tersebut adalah asam organik (asam laktat dan asam

asetat) yang memelihara pH yang rendah dalam intestinal sehingga

menciptakan kondisi yang kurang diinginkan untuk bakteri berbahaya (Parves

et al.,2006). Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri probiotik dapat

meningkatkan pergerakan usus dan membebaskan konstipasi, konversi pigmen

dan asam empedu, absorpsi zat makanan, bersifat antagonis dengan

mikroorganisme patogen. Bakteri probiotik juga menghasilkan unsur

bacteriosin yaitu zat yang mampu membunuh mikroorganisme berbahaya

(Novel dan Safitri, 2009).

Asam laktat memiliki sifat antimikroba karena menurunkan pH,

membebaskan lipopolisakarida dari membran luar bakteri gram negatif dan

mungkin berperan memperkuat efek subtansi antimikroba lainnya (Alakomi et

al., 2000). Lactobacillus salivarius mampu memproduksi sejumlah besar dari

asam laktat, yang dapat menghambat pertumbuhan H. pylori in vitro.

Ditemukan bahwa produksi asam laktat dengan level yang lebih tinggi oleh

Lactobacillus lebih potensial mengurangi aktivitas urease H. pylori (Parves et

al.,2006). Studi lain menunjukkan Kombinasi terapi dengan L. fermentum ME-

3 dan ofloxacin mengeradikasi Salmonella Typhimurium dari darah, ileum,

dan liver, menurunkan jumlah hewan dengan granuloma pada hati dan limpa

dan mengurangi jumlah peroksida lipid pada mukosa ileum. Antimikroba dan

antioksidatif dari probiotik L. fermentum ME-3 yang dikombinasikan dengan

Page 19: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

19

ofloxacin mempertinggi eradikasi percobaan infeksi S. Typhimurium

(Truusalu et al.,2008). Bakteri probiotik juga dapat meningkatkan kemampuan

beberapa nutrisi seperti protein dan lemak untuk dapat dicerna. Asam laktat,

asam propionat, dan asam butirat yang diproduksi oleh bakteri probiotik dapat

menjaga pH sehingga dapat melindungi dari mikroorganisme patogen (Novel

dan Safitri, 2009).

Selain mempunyai sifat antimikroba, probiotik juga dapat

menstimulasi imunomodulasi sel (Oyetayo, 2005). Studi pada tikus dan

mencit, penggunaan oral probiotik meningkatkan jumlah limfosit T, sel CD4+

dan sel-sel yang mensekresi antibodi, termasuk di mukosa intestinal, dan

meningkatkan proliferasi limfosit, aktivitas sel natural killer, IL-1, TNF, dan

produksi IFN, produksi antibodi (termasuk sekresi IgA), aktivitas fagositik

dan respon DTH. Efek langsung dari probiotik pada traktus gastrointestinal

yaitu upregulasi immunoglobulin seperti IgA, mengurangi inflamasi lokal

maupun sistemik melalui perubahan keseimbangan antara sitokin proinflamasi

dengan sitokin antiinflamasi dengan cara downregulation dari sitokin

inflamasi dan peningkatan fungsi barrier gut serta pembentukan mukus

(Galdeano et al., 2007; Oyetayo, 2005).

Terdapat respon imun lokal dan respon imun sistemik yang diinduksi

oleh probiotik. Respon imun lokal diinduksi di dalam gut oleh interaksi antara

bakteri probiotik dan sel epitel serta sel-sel imun yang berhubungan dengan

lamina propria pada intestinal kecil. Terdapat jalur yang berbeda dalam

internalisasi bakteri probiotik yang terdapat di dalam lumen intestinal kecil,

yaitu: sel M dihubungkan dengan epithelium, dan sel epitel dan sel dendritik

pada sampel bakteri. Setelah berinteraksi dengan sel epitel, bakteri probiotik

atau fragmennya diinternalisasikan. Sel pertama yang dapat berinteraksi

dengan mereka adalah APC, makrofag, den sel dendritik yang berhubungan

dengan lamina propria di gut. Interaksi dengan sel epitel menginduksi

pengeluaran IL- 6. Makrofag dan sel dendritik memfagositosis bakteri

probiotik dan fragmennya dan mereka menginduksi produksi sitokin seperti

TNF dan IFN, yang meningkatkan stimulasi sel epitel dan inisiasi cross talk

Page 20: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

20

antara semua sel imun yang berhubungan. Sitokin lainnya seperti IL-10 dan

IL-6 juga diproduksi untuk mempertinggi jaringan signal sitokin. Bakteri atau

partikel yang tertelan juga dieliminasi oleh fagositosis clearance. IL-6 akan

menyokong ekspansi klonal dari IgA limfosit B, meningkatkan sel yang

memproduksi IgA dan menjembatani mereka menuju sel plasma di lamina

propria gut. IL-6 bersama dengan IL-4 dan TGF-ß dapat menginduksi sel T

dependen penghubung IgM ke IgA pada permukaan sel B dan dapat memacu

jalur ini meningkatkan jumlah sel B yang merupakan IgA+ pada lamina

propria gut (Galdeano et al., 2007).

Respon imun sistemik diinduksi oleh bakteri probiotik setelah interaksi

dengan sel-sel imun pada Plak Peyeri. Di Plak peyeri, bakteri probiotik atau

fragmennya diinternalisasikan oleh sel-sel M atau dengan cara paraselular

melalui follicle-associated epithelial cells pada plak Peyer. Sebagai

akibatnya bakteri menstimulasi sel-sel imun pada sisi induktor dari respon

imun, produksi sitokin ditingkatkan , seperti penghubung antara IgM dengan

sel B IgA. IL-10, IL-6, IL-4, and TGF-ß dari sel-sel imun dapat juga

menaikkan penghubung sel T independen. Stimulasi probiotik dapat

menginduksi siklus IgA, meningkatnya sel-sel IgA di mukosa intestinal. Sel-

sel IgA bermigrasi ke limfonodus mesenterika dan melalui duktus toraksikus

ke sirkulasi, sampai ke bronkus dan glandula mammae. Sitokin yang

dikeluarkan oleh stimulasi probiotik di Plak Peyer adalah pesan biologi dari

sinyal jaringan yang mengaktivasi respon imun sistemik (Galdeano et al.,

2007). L .reuteri menghambat sintesis IL-8 (sitokin inflamasi) yang diinduksi

oleh Salmonella enterica serovoar Typhimurium. L. reuteri juga

meningkatkan molekul antiinfamasi yang tidak biasa, NGF, dan menghambat

translokasi Nuclear Factor-kappa Beta (NF-κB) ke nucleus. Nuclear Factor-

kappa Beta merupakan faktor transkripsi untuk sintesis sitokin yaitu mengatur

ekspresi gen memproduksi mediator proinflamasi seperti sitokin TNF-α , IL-1

dan IL-6 (Donglai et al., 2004).

Berdasarkan uraian di atas, probiotik berpotensi sebagai antimikroba,

menstimulasi modulasi sistem imun, mengurangi inflamasi lokal dan sistemik,

Page 21: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

21

meningkatkan fungsi barrier imunologik mukosa intestinal sehingga mampu

digunakan sebagai terapi adjuvan pada penderita demam tifoid.

Page 22: 2_ISI-POTENSI PROBIOTIK SEBAGAI TERAPI ADJUVAN DALAM PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID

22

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Probiotik berpotensi sebagai antimikroba karena metabolitnya yaitu asam

laktat dapat menurunkan pH, membebaskan lipopolisakarida dari

membran luar bakteri gram negatif seperti Salmonella Typhi, dan

memperkuat efek substansi antimikroba lainnya.

2. Probiotik berpotensi memodulasi sistem imun dengan meningkatkan

barrier pertahanan mukosa intestinan dengan menstimulasi produksi IgA,

dan menghambat jalur proinflamasi pada inti sel sehingga dapat digunakan

sebagai terapi adjuvan dalam penatalaksanaan demam tifoid.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian probiotik

sebagai terapi adjuvan pada penderita demam tifoid.

2. Probiotik bermanfaat untuk memelihara kesehatan saluran cerna sehingga

sangat baik diberikan sebagai tindakan pencegahan terhadap penyakit-

penyakit gastrointestinal.