document33
TRANSCRIPT
POLA PEMBELAJARAN TAMAN PENITIPAN ANAK
DI TAMAN BALITA KLUB MERBY (Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang)
Skripsi
Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata I
untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun oleh:
Nama : Nuri Handayani
NIM : 1201401018
Jurusan : Pendidikan Luar Sekolah
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 19 Oktober 2005
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd Drs. Sawa Suryana
NIP. 130870431 NIP. 131413203
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Drs. Achmad Rifa’i RC, M. Pd
NIP. 131413232
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Jumat
Tanggal : 28 Oktober 2005
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. H. Siswanto, M.M Dra. Liliek Desmawati, M. Pd
NIP. 130515769 NIP. 131413202
Pembimbing I Anggota Penguji
Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd Drs. Zoedindarto. Bdh
NIP. 130870431 NIP. 130345749
Pembimbing II
Drs. Sawa Suryana Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd
NIP. 131413203 NIP. 130870431
Drs. Sawa Suryana
NIP. 131413203
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini benar-
benar hasil karya sendiri dengan sumbangan pemikiran dari Drs. Khomsun
Nurhalim, M. Pd Dosen Pembimbing I dan Drs. Sawa Suryana Dosen
Pembimbing II, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Nopember 2005
Nuri Handayani
NIM. 1201401018
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
� Janganlah pernah meminta apapun jika tiada pernah memberi.
� Jangan pernah menyesal pemberianmu tiada pernah kembali kecuali kamu
tiada pernah mengikhlaskan.
� Lakukan apa yang dapat kau lakukan karena nafas berhenti itu berarti mati.
Persembahan:
Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah
kepada Allah SWT, skripsi ini penulis
persembahkan kepada :
� Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah
memberikan doa, cinta, kasih sayang, dan
segalanya;
� Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd dan Drs. Sawa
Suryana;
� Kakakku tersayang (Muhammad Mirzah);
� Calon suamiku tercinta (Mas Anto);
� Teman-teman Hidayah Cost dan Venus Cost;
� Teman-teman seperjuanganku “Angakatan 2001”
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
� Taman Balita Klub Merby;
� Almamater UNNES.
vi
ABSTRAK
Nuri Handayani, 2005. Pola Pembelajaran Taman Penitipan Anak di Taman
Balita Klub Merby (Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/ 2D
Semarang). Skripsi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1) Pola
pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby yang meliputi
aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/
media belajar, sumber belajar, dan evaluasi. 2) Faktor pendukung dan faktor
penghambat dari pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub
Merby.
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pola pembelajaran
taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek:
tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media
belajar, sumber belajar, dan evaluasi. Selain itu ingin mengetahui faktor
pendukung dan faktor penghambat dari pola pembelajaran taman penitipan anak
di Taman Balita Klub Merby.
Penelitian ini dilakukan di Taman Balita Klub Merby dengan mengambil
informan sebanyak 7 (tujuh) orang yang terdiri dari Koordinator Pelaksana,
Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua anak balita. Tahap-tahap penelitian yang
dilakukan antara lain: penelitian pra lapangan, pekerjaan lapangan, dan tahap
analisis data. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data dilakukan dengan teknik
triangulasi.
Sesuai dengan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah
dilakukan peneliti, yaitu dengan dilakukan pemeriksaan keabsahan data yang
menggunakan teknik triangulasi akhirnya peneliti memperoleh gambaran bahwa
pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby memiliki
aspek-aspek tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/
media belajar, sumber belajar, dan evaluasi. Suatu pola pembelajaran tidak dapat
dipaksakan kepada anak balita karena mereka memiliki karakteristik yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Rasa keingintahuan anak balita cukup besar
sehingga para pendidik dan orang tua harus memberikan bimbingan kepada
mereka. Penulis menyarankan kepada pihak-pihak yang terkait dalam Taman
Balita Klub Merby seperti koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh, dan orang
tua anak balita untuk selalu menjalin kerja sama. Selain itu pihak-pihak yang
terkait sebaiknya selalu mempertahankan faktor-faktor pendukung yang ada
dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Berkaitan dengan
faktor penghambat, penulis menyarankan untuk diminimalkan yaitu dengan cara
meningkatkan sarana dan prasarana seperti pengadaan APE dan alat peraga serta
meningkatkan fasilitas-fasilitas yang ada di Taman Balita Klub Merby.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah yang dilimpahkan
oleh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Pola Pembelajaran Taman Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby
(Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/ 2D semarang)”.
Menyadari keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, maka dalam
penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. H. Siswanto, M. M, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
2. Drs. Achmad Rifa’i RC, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
3. Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd, dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Sawa Suryana, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Taman Balita Klub Merby yang telah memberikan ijin penelitian dan
informasi yang berguna bagi penulis.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah
memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis.
viii
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga
selesai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kepada beliau-beliau tersebut di atas, penulis menyampaikan terima kasih
yang sedalam-dalamnya semoga segala kebaikan beliau mendapat imbalan yang
setimpal dari Allah SWT. Amiin …
Dengan penyusunan skripsi ini penulis berharap semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, Nopember 2005
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 5
E. Definisi Operasional.................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pola Pembelajaran
1. Teori Belajar ........................................................................... 8
2. Pengertian Pembelajaran ........................................................ 21
x
3. Tipe Belajar ............................................................................ 23
4. Komponen Pembelajaran........................................................ 27
B. Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care
1. Pengertian TPA....................................................................... 40
2. Jenis Pelayanan TPA .............................................................. 41
3. Strategi Pembelajaran TPA..................................................... 51
4. Model Pendidikan dan Pengasuhan ........................................ 54
5. Sistem Pengelolaan TPA ........................................................ 59
C. Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini ..................................................... 62
2. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini......................... 62
3. Tugas Perkembangan Anak Usia Dini.................................... 64
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian.................................................................. 67
B. Rancangan Penelitian .................................................................. 67
C. Setting Penelitian ........................................................................ 69
D. Subyek Penelitan ......................................................................... 70
E. Fokus Penelitian .......................................................................... 70
F. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 71
G. Keabsahan Data ........................................................................... 83
H. Analisis Data ............................................................................... 86
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sejarah Singkat Berdirinya Klub Merby ................................ 90
2. Latar Belakang Berdirinya Taman Balita Klub Merby .......... 94
3. Gambaran Umum Taman Balita Klub Merby ........................ 95
4. Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby...................... 100
5. Ketenagaan Taman Balita Klub Merby .................................. 101
6. Identitas Informan................................................................... 101
7. Hasil Wawancara dengan Informan........................................ 102
B. Pembahasan
1. Tujuan ..................................................................................... 127
2. Bahan Pembelajaran ............................................................... 129
3. Kegiatan Belajar Mengajar ..................................................... 129
4. Metode .................................................................................... 131
5. Alat/ Media Belajar................................................................. 132
6. Sumber Belajar ....................................................................... 133
7. Evaluasi................................................................................... 133
8. Standar Pelayanan Minimal PAUD pada TPA di Taman Balita
Klub Merby............................................................................. 135
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 143
B. Saran ............................................................................................ 146
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 148
LAMPIRAN....................................................................................................... 150
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kebutuhan Pokok Anak............................................................... 45
Tabel 2.1a Pemberian Makanan pada Bayi ................................................... 45
Tabel 2.2 Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak........................................ 47
Tabel 2.2a Jadwal Imunisasi pada Anak ....................................................... 48
Tabel 2.3 Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ................ 49
Tabel 2.4 Pendidikan Anak Usia Dini ......................................................... 50
Tabel 2.5 Layanan Bimbingan Sosial.......................................................... 51
Tabel 2.6 Model Pendidikan dan Pengasuhan Taman Penitipan Anak....... 58
Tabel 4.1 Klasifikasi Kegiatan Klub Merby................................................ 94
Tabel 4.2 Ketenagaan Taman Balita Klub Merby....................................... 101
Tabel 4.3 Identitas Informan ....................................................................... 101
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Macam-macam Teknik Observasi ............................................... 72
Gambar 3.2 Tahap Observasi menurut Spradley............................................. 74
Gambar 3.3 Proses Metode Pengumpulan Data menurut Spradley ................ 81
Gambar 3.4 Analisis Data Kualitatif menurut Spradley.................................. 87
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby........................... 100
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Permohonan Ijin Penelitian ......................................................... 150
Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 151
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ..................................................... 152
Lampiran 4 Pedoman Wawancara .................................................................. 154
Lampiran 5 Catatan Lapangan ........................................................................ 161
Lampiran 6 Pedoman Observasi Deskriptif .................................................... 187
Lampiran 7 Pedoman Observasi Terfokus...................................................... 188
Lampiran 8 Lembar Observasi Deskriptif ...................................................... 189
Lampiran 9 Lembar Observasi Terfokus ........................................................ 202
Lampiran 10 Denah Lokasi Taman Balita Klub Merby ................................... 212
Lampiran 11 Denah Ruang Taman Balita Klub Merby.................................... 213
Lampiran 12 Hasil Dokumentasi ...................................................................... 214
xv
BAB IBAB IBAB IBAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 menjelaskan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut. Program PAUD memiliki beberapa bentuk organisasi, salah
satunya adalah Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care.
Karena kesibukan orang tua, anak-anak sering kali harus ditinggal
bersama pembantu di rumah. Ada pula yang menitipkan di tempat pengasuhan
anak. Tidak bermaksud merendahkan peran para pembantu, sebagian orang
tua lebih memilih anak-anaknya diasuh di tempat pengasuhan. Selain
pekerjaan kantor tidak terganggu, keselamatan dan keamanan anak-anak akan
lebih terjamin. Di kota Semarang a da beberapa TPA, salah satunya yaitu
Taman Balita Klub Merby yang beralamat di Jl. Pandanaran II/ 2 D,
Semarang.
Aktivis perempuan Semarang, Agnes Widanti, (Suara Merdeka, Edisi
Kamis 13 Maret 2003), berpandangan:
“menitipkan anak ke tempat pengasuhan saat orang tua sibuk
merupakan sarana pendidikan yang baik. Dia yakin, orang-orang yang
1
xvi
bekerja di tempat pengasuhan anak sudah memiliki keterampilan,
pendidikan dan pemahaman khusus. Dia berpendapat, penitipan anak
masih lebih baik dibandingkan dengan pendidikan di rumah yang
belum tentu ajaran pendidikan dan pengawasannya. Dengan catatan,
lokasi penitipan tidak terlalu jauh dari lokasi orang tua bekerja”.
Palayanan yang diberikan oleh TPA berupa peningkatan gizi, asuhan,
perawatan dan pendidikan. Pelayanan-pelayanan tersebut diberikan untuk
membantu mengatasi kesulitan orang tua yang bekerja dalam membimbing
putra-putrinya yang masih balita. Kecenderungan orang tua untuk
memasukkan anak dalam program TPA tampaknya sudah mengalami
perubahan karena anak balita yang mengikuti program bukanlah disebabkan
karena ibunya harus bekerja sepanjang hari. Sekarang ini, memasukkan anak
balita dalam program TPA lebih banyak dipengaruhi oleh alasan trend atau
mode sehingga seringkali lupa untuk melihat pada kebutuhan sebenarnya dari
sang anak.
Tujuan orang tua yang sibuk bekerja menitipkan anaknya adalah agar
anaknya diasuh dan dididik. Melalui TPA, anak melakukan proses
pembelajaran dengan pengalaman hidupnya. Proses pembelajaran anak akan
berjalan efektif apabila anak dalam kondisi senang dan bahagia. Bermain
merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Anak dalam
perkembangannya yang normal tidak akan lepas dari kegiatan tersebut.
Melalui kegiatan bermain, anak dapat belajar apa saja, behkan tanpa ia sadari.
Berbagai aspek kecerdasan (intelegensi) anak juga dapat dikembangkan
melalui kegiatan bermain yang edukatif. Ini berarti kegiatan tersebut
memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kecerdasan majemuk mereka.
xvii
Taman Balita Klub Merby merupakan taman penitipan anak yang
tidak hanya memberikan pelayanan pengasuhan anak di bawah lima tahun
(balita) saja tetapi anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan. Hal
tersebut merupakan salah satu kelebihan dari Taman Balita Klub Merby.
Kelebihan-kelebihan yang lain adalah:
1. Memberikan pelayanan pendidikan dan pengasuhan bagi balita untuk
menjadi balita yang mandiri melalui program bermain yang edukatif;
2. Para balita di bawah pengawasan dokter dan psikolog;
3. Disediakan Mother’s Room bagi para orang tua yang ingin berkonsultasi
kepada pendidik, pengasuh, dokter, dan psikolog mengenai perkembangan
balita mereka;
4. Arena bermain yang luas, bersih, nyaman, dan tenang;
5. Taman Balita Klub Merby terletak di pusat kota yaitu Jl. Pandanaran II/
2D Semarang.
Menanggapi kondisi yang demikian maka peneliti membuat judul
untuk diteliti yaitu: “Pola Pembelajaran Taman Penitipan Anak di Taman
Balita Klub Merby (Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/
2D Semarang)”.
xviii
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita
Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar,
dan evaluasi?
2. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dari pola
pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan di Taman Balita Klub Merby ini
bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman
Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan
pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar,
sumber belajar, dan evaluasi.
2. Ingin mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dari pola
pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby.
xix
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang akan dilakukan di Taman Balita Klub Merby
ini antara lain:
1. Segi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan di
bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya pada bidang
penitipan anak.
2. Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pengambilan
kebijakan bagi pemerintah dan swasta sebagai penyelenggara, para orang
tua, dan pengasuh TPA dalam melaksanakan pembelajaran di TPA.
E. Definisi Operasional
1. Pola
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:692), pola adalah sistem;
cara kerja; bentuk (struktur) yang tetap.
2. Pembelajaran
Menurut Max Darsono dkk (2000:24-25), pengertian pembelajaran
sebagai berikut:
Secara Umum
Pembelajaran berasal dari kata belajar. Sesuai dengan pengertian belajar
secara umum, yaitu bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadi perubahan tingkah laku. Maka pengertian
xx
pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian
rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.
Secara Khusus
Menurut Teori Behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru membentuk
tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).
Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan)
perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau
reinforcement (penguatan).
Menurut Teori Kognitif, pembelajaran adalah cara guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan
memahami apa yang sedang dipelajari.
Menurut Teori Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru untuk
memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih
mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola
bermakna).
Menurut Teori Humanistik, pembelajaran adalah memberikan kebebasan
kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya
sesuai dengan minat dan kemampuannya.
3. Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care
Dari hasil rapat koordinasi “Usaha Kesejahteraan Anak” Departemen
Sosial Republik Indonesia, dikemukakan pengertian Taman Penitipan
Anak (TPA) dalam Soemiarti Patmonodewo (2003:77), sebagai berikut:
“Lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak
balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam
xxi
pertumbuhannya, karena ditinggalkan orang tua atau ibunya
bekerja. Pelayanan ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi,
pengembangan intelektual, emosional dan sosial”.
TPA adalah lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan pelayanan
pengganti berupa asuhan, perawatan, dan pendidikan bagi anak balita
selama anak balita tersebut ditinggal bekerja oleh orang tuanya (Hibana S.
Rahman, 2002:59).
4. Taman Balita Klub Merby
Taman Balita Klub Merby merupakan taman penitipan anak yang tidak
hanya memberikan pelayanan pengasuhan anak di bawah lima tahun
(balita) saja tetapi anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan.
Pelayanan-pelayanan tersebut diberikan untuk membantu mengatasi
kesulitan orang tua yang bekerja dalam membimbing putra-putrinya yang
masih balita. Taman Balita Klub Merby beralamat di Jl. Pandanaran II/ 2D
Semarang. Telepon: (024) 8317067.
xxii
BAB IIBAB IIBAB IIBAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pola Pembelajaran
1. Teori Belajar
a. Behavioral Learning Theory (Teori Perilaku)
Teori perilaku memandang bahwa belajar adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati dan dapat diukur (dalam Slamet Suyanto,
2003:88). Teori ini menjelaskan perubahan secara internal yang terjadi
di dalam diri anak, seperti bagaimana otak bekerja. Teori ini dapat
digunakan untuk memprediksi dan mengontrol perubahan perilaku
anak.
1) Classical Learning Theory
Slamet Suyanto dalam bukunya “Konsep Dasar
Pendidikan Usia Dini” (2003:89), menuliskan:
“Teori ini memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku.
Menurut teori ini belajar pada prinsipnya mengikuti suatu
hukum yang sama untuk semua manusia. Pencetus teori ini
adalah Ivan P. Pavlov (1849-1936), seorang kebangsaan Rusia
yang meneliti proses belajar dengan melakukan percobaan
melalui anjing. Percobaannya yaitu anjing mampu
menghubungkan bunyi bel dengan daging, ketika mendengar
bunyi bel anjing membayangkan datangnya daging sehingga air
liurnya keluar. Proses dimana anjing bisa menghubungkan
antara bunyi bel dengan daging dengan respon air liur seperti itu
disebut belajar.”
Dalam percobaannya, Pavlov memberi daging secara
periodik kepada anjing didahului dengan membunyikan bel. Setiap
8
xxiii
kali daging akan diberikan, bel dibunyikan dan anjing mengeluarkan
air liur. Bahkan ketika bel dibunyikan tanpa daging, anjing juga
mengeluarkan air liur. Jadi anjing dikatakan telah belajar
(mengetahui) bahwa bel merupakan tanda akan datangnya daging.
Banyak orang yang keliru memandang bahwa teori tersebut tidak
banyak berguna karena hanya dapat dipakai untuk anjing. Pandangan
seperti itu tidak benar.
Menurut Slamet Suyanto (2003:90-91), aplikasi dari teori
Classical Conditioning dalam pembelajaran yaitu berkaitan dengan
perilaku, penanaman disiplin, dan sikap. Dalam menanamkan aturan,
disiplin, moral hendaknya dipasangkan dengan suatu ganjaran dan
hukuman. Setiap kali memperkenalkan aturan, hendaknya
diperkenalkan pula hadiah dan sangsinya. Guru sebaiknya
memasangkan stimulus dan respon secara konsisten, misalnya setiap
kali ada anak yang menjawab pertanyaan, guru memberi pujian, atau
sebaliknya setiap kali ada anak yang nakal, maka guru memberi
teguran atau hukuman.
Konsistensi merupakan bagian yang amat penting dalam
menanamkan perilaku. Jika guru tidak konsisten maka anak menjadi
bingung dan hubungan antara stimulus-respon yang diinginkan tidak
terwujud.
xxiv
2) Operant Conditioning Theory
Slamet Suyanto dalam bukunya “Konsep Dasar
Pendidikan Usia Dini” (2003:91-92), menuliskan:
“Edward L. Thorndike (1874-1949) merupakan salah satu
pencetus teori belajar ini. Ia mengadakan percobaan belajarnya
dengan seekor kucing yang ditaruh di dalam kotak pasel. Kucing
mencari jalan keluar dari kotak dengan cara mencoba-coba.
Hasil penelitiannya melahirkan Law of Effect atau hukum akibat,
yaitu apabila suatu respon dari suatu stimulus diikuti dengan
kepuasan, maka respon tersebut cenderung diulang. Sebaliknya
jika suatu respon diikuti oleh hal yang tidak menyenangkan,
maka respon tersebut tidak dilakukan lagi.”
Menurut Thorndike binatang dan manusia tidak selalu
memecahkan masalah dengan cara memikirkan caranya secara
algoritmik, tetapi banyak yang memecahkan masalah dengan cara
mencoba-coba (trial and error). Hukum akibat menekankan bahwa
konsekuensi memegang peranan penting akan muncul-tidaknya
suatu respon. Konsekuensi dapat berupa hadiah (reinforcement) atau
hukuman (punishment).
Hasil kerja Thorndike dilanjutkan oleh Clark L. Hull
(1884-1952) dan Burrhus Frederic Skinner (1904-1990). Menurut
Hull dalam Slamet Suyanto (2003:92), teori S-R (stimulus-respon)
ditentukan oleh kondisi individu, sehingga menjadi S-O-R, dimana S
(stimulus), O (kondisi internal organisme), dan R (respon).
Menurut Hull, pada intinya individu melakukan proses
berpikir terlebih dahulu untuk menentukan respon dari suatu
stimulus.
xxv
Sejalan dengan Hull, B. F. Skinner, menerjemahkan
konsekuensi yang dimaksud pada teori Thorndike ialah hadiah dan
hukuman. Jika suatu perilaku mendapat hadiah maka perilaku itu
cenderung diulang atau meningkat. Jika perilaku itu mendapat
hukuman, maka perilaku tersebut cenderung ditinggalkan atau
menurun (dalam Slamet Suyanto, 2003:92).
Menurut B. F. Skinner, konsekuensi memegang peranan
penting terhadap munculnya suatu perilaku. Pada teori ini
meskipun konsekuensi penting, namun organisme memegang
peranan yang lebih penting terhadap munculnya suatu perilaku.
Perilaku bukan semata-mata ditentukan oleh konsekuensinya,
tetapi bagaimana individu memandang konsekuensi tersebut.
Dalam teori Operant Conditioning, perilaku bukan
semata ditentukan oleh stimulus tetapi tergantung bagaimana
individu tersebut memandang bentuk hadiah atau hukuman
tersebut.
Implikasi teori ini ialah bahwa guru harus hati-hati
dalam menentukan jenis hadiah dan hukuman. Guru harus
mengetahui benar hobi atau kesenangan siswanya. Hukuman harus
benar-benar sesuatu yang tidak disukai anak, dan sebaliknya hadiah
merupakan hal yang sangat disukai anak. Jangan sampai anak yang
diberi hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau sebaliknya,
xxvi
apa yang menurut guru adalah hukuman bagi siswa dianggap
sebagai hadiah.
b. Cognitive Learning Theory (Teori Kognitif)
Teori kognitif menggunakan perubahan perilaku anak untuk
menerangkan perubahan yang terjadi di dalam diri anak. Teori ini lebih
banyak membahas bagaimana otak memperoleh, mengolah, dan
menggunakan informasi untuk berpikir.
1) Teori Proses Informasi (Information Processing Theory)
Robert Gagne merupakan salah satu tokoh pencetus teori
ini. Teori ini memandang bahwa belajar adalah proses memperoleh
informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi, serta
mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Selain itu
juga dibahas bagaimana anak menggunakan informasi untuk
memecahkan masalahdan membuat keputusan (dalam Slamet
Suyanto, 2003:96).
Ada beberapa istilah penting untuk memahami Teori
Proses Informasi yaitu input, pola ingatan, short-term memory atau
working memory (memori jangka pendek), long-term memory
(memori jangka panjang), persepsi, organisasi informasi, menyimpan
dan mengingat informasi, dan merespon.
Input ialah informasi atau rangsang dari lingkungan yang
diterima anak melalui organ sensoris (indera). Pada umumnya tidak
semua rangsang pada saat yang sama dapat diterima oleh indera,
xxvii
kecuali rangsangan tersebut merupakan satu kesatuan. Indera
mengubah rangsang yang diterimanya menjadi arus listrik (impuls),
yang selanjutnya dialirkan ke otak melalui syaraf sensoris. Otak akan
menerima input dan secara otomatis akan mencari informasi yang
sebelumnya sudah ada di oatak untuk mengolahnya dalam Short-
Term Memory (STM) atau memori jangka pendek, sehingga
membentuk suatu persepsi. STM disebut juga working memory,
karena merupakan memori yang sedang diproses.
STM atau working memory bekerja mulai dari otak
memperoleh informasi sampai otak menentukan selesai mengolah
informasi itu. Semakin kompleks suatu input untuk dipikirkan,
semakin banyak STM yang dibutuhkan. Kapasitas STM setiap orang
berbeda-beda. Bagi orang yang kapasitas STM-nya besar, ia akan
dapat memikirkan banyak hal atau persoalan yang lebih kompleks
dengan mempertimbangkan banyak hal pada saat yang sama.
Implikasi STM dalam pembelajaran ialah guru harus
mengembangkan kapasitas memori anak. Caranya antara lain ialah
dengan menambah kompleksitas dan tingkat kesukaran tugas sedikit
di atas kemampuan anak.
Persepsi adalah hasil tanggapan otak terhadap stimulus
dengan menggunakan seluruh memori yang dimilikinya yang terkait
dengan stimulus tersebut.
xxviii
Implikasi teori persepsi bagi pembelajaran antara lain guru
harus senantiasa mengontrol apakah siswa memiliki persepsi yang
sama dengan apa yang dikatakan guru. Anak memiliki LTM yang
terbatas dan berbeda dengan memori gurunya, sehingga sering salah
persepsi. Apa yang menurut guru sudah jelas, belum tentu jelas bagi
anak.
Informasi yang telah diproses otak dan dianggap penting
akan disimpan sebagai Long-Term Memory (LTM), sedangkan
informasi yang tidak penting akan dibuang atau diabaikan. Jadi LTM
adalah memori yang dapat disimpan dan dapat bertahan dalam waktu
yang lama. LTM bisa juga terlupakan jika tidak pernah digunakan.
Lupa adalah peristiwa dimana memori yang disimpan dalam LTM
sulit atau tidak bisa dipanggil ke STM untuk digunakan. LTM
diyakini disimpan di otak pada bagian korteks.
Mengingat adalah proses memanggil kembali informasi
yang telah tersimpan sebagai LTM ke dalam STM. Mengingat
bukanlah hal yang sederhana. Kemampuan mengingat ditentukan
oleh beberapa faktor, seperti organisasi memori, otomatisasi, dan
STM. Memori yang diorganisasi dengan baik akan mudah diingat.
Informasi yang disimpan dengan tidak teratur dan tidak
tertata aakan sulit untuk diingat. Oleh karena itu untuk memudahkan
proses mengingat, maka memori harus ditata dengan baik. Penataan
memori ini dapat dilakukan melalui berbagai metode, antara lain
xxix
dengan menunjukkan bahwa sesuatu yang menarik atau menyita
perhatian anak.
2) Teori Perkembangan Kognitif
a) Teori Piaget
Jean Piaget dalam Slamet Suyanto (2003:107),
mengidentifikasi empat tahapan perkembangan kognitif pada
individu, yaitu (1) sensori-motorik, (2) pra-operasional, (3)
operasional konkret, dan (4) operasi formal atau proporsional.
Keempat tahapan tersebut menggambarkan perkembangan
kognitif anak yang secara umum mengikuti pola dari perilaku
yang bersifat refleks (tidak berpikir), sampai mampu berpikir
secara abstrak dengan menggunakan logika tingkat tinggi.
Implikasi teori Piaget bagi pembelajaran adalah guru
harus mampu mendesain kegiatan pembelajaran sesuai dengan
tingkat perkembangan anak. Bagi anak fase sensori-motorik,
belajar melalui interaksi organ sensoris dan motoris dengan
lingkungan sangat penting. Ia belum dapat berpikir sebagaimana
orang dewasa. Begitu pula anak fase pra-operasional, jangan
dipaksa untuk menarik kesimpulan dari dua variabel yang tidak
dapat diamati langsung. Memberikan pengalaman jauh lebih
berharga daripada mencekoki anak dengan konsep yang harus
dihafalkan. Anak fase konkret belajar paling baik dari benda-
benda atau objek secara langsung.
xxx
b) Teori Neo-Piagetian
Robi Case (1978 dan 1985) dalam Slamet Suyanto
(2003:111), mengembangkan teori perkembangan kognitif yang
sedikit berbeda dengan Piaget tetapi secara prinsip teori tersebut
didasarkan atas teori Piaget, sehingga disebut teori Neo-Piagetian.
Menurut Case, belajar adalah meningkatnya
kemampuan anak untuk memecahkan persoalan (problem
solving). Ada dua cara pemecahan masalah yaitu secara Heuristik
dan Algoritmik. Cara Heuristik didasarkan atas mencoba-coba
(trial-error), mungkin gagal atau mungkin pula berhasil. Cara
Algoritmik didasarkan atas pemikiran yang mendasar, misalnya
didasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya.
Strategi pemecahan masalah meliputi tiga tahapan
umum, yaitu (1) mengidentifikasi masalah, (2) menentukan tujuan
pemecahan masalah, dan (3) menyusun prosedur pemecahan
masalah (schema).
Implikasinya adalah anak sebagai pemecah masalah
(problem solver) yang senantiasa berusaha memecahkan persolan.
Ia berusaha mengembangkan cara yang lebih baik dan efisien
untuk memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah maka
anak mengembangkan pengetahuan.
xxxi
3) Teori Jerome Bruner
Slamet Suyanto dalam bukunya “Konsep Dasar
Pendidikan Usia Dini” (2003:116), menuliskan:
“Bruner (1966) dalam bukunya Toward Theory of Instruction
menyatakan bahwa anak belajar dari konkret ke abstrak melalui tiga
tahapan yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Pada tahap enactive,
anak berinteraksi dengan objek berupa benda-benda, orang, dan
kejadian. Itulah sebabnya anak usia 2-3 tahun akan banyak bertanya
“Apa itu?”. Proses selanjutnya adalah proses symbolic, dimana anak
mengembangkan konsep. Ketika anak berusia 4-5 tahun pertanyaan
“Apa itu?” akan berubah menjadi “Kenapa?” atau “Mengapa?”. Pada
tahap ini anak mulai mampu menghubungkan keterkaitan antara
berbagai benda, orang, atau objek dalam suatu urutan kejadian”.
Ketika mengajak anak berpergian, sepanjang jalan
mungkin ia akan banyak bertanya “Apa itu?”. Pertanyaan “Apa itu?”
sangat penting untuk mengenal nama dari benda-benda, sehingga
anak menghubungkan antara benda dengan simbol yaitu nama
bendanya. Dengan proses yang sama anak belajar tentang berbagai
benda (konsep). Kelak, semakin dewasa ia akan mampu
mengembangkan arti atau makna dari suatu kejadian.
4) Teori Belajar Bermakna
Teori belajar dari David Ausubel dikenal dengan belajar
bermakna (Meaningfull Learning). Inti dari belajar bermakna ialah
bahwa apa yang dipelajari anak memiliki fungsi bagi kehidupannya.
Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan
fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punyai. Dalam proses
itu seseorang dapat mengembangkan skema yang ada atau
mengubahnya (dalam Slamet Suyanto, 2003:117-118).
xxxii
Menurut teori ini, dalam proses belajar siswa
mengkonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Seorang anak
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke
dalam sistem pengertian yang telah ia punyai. Seorang anak juga
mengasimilasi pengalaman baru ke dalam struktur pengetahuan yang
sudah dipunyai siswa. Jadi dalam proses belajar tersebut, siswa harus
aktif.
Ada tiga ciri dari belajar bermakna. Pertama, ada
keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan
pengetahuan baru yang dipelajari. Kedua, siswa memiliki kebebasan
memilih apa yang dipelajari. Ketiga, kegiatan pembelajaran
memungkinkan siswa mengkonstruksi pemahaman sendiri (dalam
Slamet Suyanto, 2003:118-119).
Jadi ciri belajar bermakna yaitu a) guru harus mampu
menghubungkan apa yang dipelajari siswa dengan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa, b) siswa memiliki bakat, minat, dan cita-cita
yang berbeda-beda sehingga apa yang mereka minati untuk mereka
pelajari akan menggunakan cara belajar yang berbeda-beda, dan c)
otak anak bukan seperti wadah yang kosong dimana guru dapat
menuangkan apa saja kedalamnya, tetapi otak anak ibarat lilin yang
harus dinyalakan agar mampu menerangi dirinya.
xxxiii
c. Social Learning Theory
1) Lev Vygotsky (1896-1934)
Lev Vygotsky adalah seorang psikolog berkebangsaan
Rusia yang teorinya disebut juga Social-Cognitive Learning Theory.
Menurutnya interaksi sosial memegang peranan terpenting dalam
perkembangan kognitif anak. Anak belajar melalui dua tahapan,
pertama melalui interaksi dengan orang lain, baik keluarga, teman
sebaya, maupun gurunya; kedua dilanjutkan secara individual yaitu
dengan cara mengintegrasikan apa yang ia pelajari dari orang lain ke
dalam struktur mentalnya (dalam Slamet Suyanto, 2003:119).
Teori belajar Vygotsky memiliki empat prinsip umum: a)
anak mengkonstruksi pengetahuan, b) belajar terjadi dalam konteks
sosial, c) belajar mempengaruhi perkembangan mental, dan d)
bahasa memegang peranan penting dalam perkembangan mental
anak (dalam Slamet Suyanto, 2003:121-122).
Konteks sosial mempengaruhi bagaimana seseorang
berpikir, bersikap, dan berperilaku. Konteks sosial meliputi seluruh
lingkungan dimana anak tinggal secara langsung maupun tidak
langsung dipengaruhi oleh kultur masyarakatnya. Ada tiga tingkatan
konteks berdasarkan ruang lingkupnya yaitu: a) tingkat interaktif,
yaitu orang atau teman yang sedang berinteraksi dengan anak. Anak
merespon orang lain (melalui proses berpikir) secara berbeda karena
perbedaan karakter orang tersebut. b) tingkat struktural, yang
xxxiv
meliputi struktur sosial seperti keluarga dan sekolah. c) tingkat
kultural atau sosial, yaitu keseluruhan komponen masyarakat, seperti
bahasa, sistem numerik, dan teknologi yang digunakan dalam
masyarakat tersebut.
2) Albert Bandura
Teori dari Albert Bandura dikenal dengan Social Learning
Theory (teori belajar sosial). Fokus dari teori ini adalah bagaimana
anak-anak belajar perilaku sosial, seperti bekerjasama, sharing, atau
bahkan perilaku negatif seperti berkelahi, bertengkar, dan menyerang
(dalam Slamet Suyanto, 2003:124).
Menurut teori ini, perilaku, orang, dan lingkungan saling
terkait. Jadi perilaku, cara berpikir dan motivasi, serta kondisi
seseorang dan lingkungannya membentuk satu kesatuan.
Bandura mengidentifikasi adanya belajar dengan
memodelkan perilaku orang lain yang dikenal dengan teori Learning
by Modelling. Ia mengamati banyak anak belajar dengan cara
memodelkan perilaku yang dilakukan orang lain, baik orang tuanya,
aktor film di TV, atau perilaku profesi (dalam Slamet Suyanto,
2003:126).
Informasi dari lingkungan tentang suatu perilaku atau
kegiatan ditransfer oleh anak menjadi bentuk-bentuk simbolik
dengan memodelkannya. Jadi memodelkan suatu karakter
xxxv
merupakan bukti bahwa anak telah belajar tentang karakter tersebut
dan dicoba ditampilkannya dengan menjadi karakter yang sama.
Ada empat tahapan belajar dengan memodelkan peran.
Pertama, proses atensi adalah proses menaruh perhatian yang besar
dan teliti terhadap suatu kejadian atau peran dari lingkungannya
yang akan dimodelkan. Kedua, proses retensi dimana anak mulai
mentransfer peran yang akan dimodelkan dalam struktur
pengetahuannya menjadi schema tentang peran tersebut. Ketiga,
proses produksi dimana anak mengkonversi kode simbolik dalam
memorinya tentang peran yang akan dimodelkan ke dalam kegiatan
nyata. Keempat, proses motivasi ialah pengaruh faktor-faktor di luar
anak yang memungkinkan anak menampilkan model tersebut.
Implikasi teori ini dalam pembelajaran adalah bagaimana
kita menciptakan model yang baik bagi anak. Guru dan orang tua
harus dapat menjadi model yang baik bagi anak. Anak akan sangat
senang untuk memodelkan apa yang dilakukan orang tua dan
gurunya. Pembelajaran yang menarik atensi anak akan cenderung
dimodelkan dan diingat terus.
2. Pengertian Pembelajaran
Menurut Max Darsono dkk (2000:24-25), pembelajaran berasal
dari kata belajar. Sesuai dengan pengertian belajar secara umum, yaitu
bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadi
perubahan tingkah laku. Maka pengertian pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku
siswa berubah ke arah yang lebih baik.
xxxvi
Menurut Teori Behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru
membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan
lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon
(tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang
berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement (penguatan).
Menurut Teori Kognitif, pembelajaran adalah cara guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal
dan memahami apa yang sedang dipelajari.
Menurut Teori Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru untuk
memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih
mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola
bermakna).
Menurut Teori Humanistik, pembelajaran adalah memberikan
kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara
mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Jadi pembelajaran adalah usaha pendidik membentuk tingkah
laku yang diinginkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk berpikir agar peserta didik lebih mudah mengorganisasikan
(mengaturnya) sesuai dengan minat dan kemampuannya.
3. Tipe Belajar
Gagne berpendapat bahwa belajar dapat dilihat dari segi proses
dan dapat pula dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, Gagne (1970) dalam
Sudjana (2000:117-118), mengklasifikasikan kegiatan belajar menjadi
delapan tipe yaitu:
a. Kegiatan belajar mengenal tanda-tanda (Signal Learning). Tipe
kegiatan belajar ini didasarkan atas situasi bersyarat yang dikemukakan
Ivan Pavlov. Kegiatan belajar dilakukan dengan merespons tanda-tanda
atau simbol yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran. Respons
xxxvii
yang dilakukan peserta didik bisa rasional, reflektif, dan/ atau
emosional.
b. Kegiatan belajar melalui stimulus dan respons (Stimulus Response
Learning). Tipe kegiatan belajar ini berhubungan dengan perilaku
peserta didik yang secara sadar melakukan respons yang tepat terhadap
stimulus yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.
c. Kegiatan belajar melalui rangkaian (Chaining Learning). Kegiatan
belajar dalam tipe ini dilakukan peserta didik dengan menyusun
hubungan antara dua stimulus atau lebih dengan berbagai respons yang
berkaitan dengan stimulus tersebut.
d. Kegiatan belajar melalui asosiasi lisan (Verbal Association). Tipe
kegiatan belajar ini berkaitan dengan upaya peserta didik dalam
menghubungkan respons (jawaban) lisan. Kegiatan menghubungkan ini
dapat diterapkan pula dalam merangkaikan kegiatan anggota badan,
walaupun dalam merangkaikan gerakan-gerakan tadi penggunaan
bahasa tetap dilakukan untuk menunjukkan hubungan antara stimulus
dan respons tersebut.
e. Kegiatan belajar dengan perbedaan berganda (Multiple
Discrimination Learning). Tipe belajar ini berhubungan dengan
kegiatan peserta didik dalam membuat berbagai perbedaan respons
yang digunakan terhadap stimulus yang beragam, namun berbagai
respons dan stimulus itu saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya.
xxxviii
f. Kegiatan belajar konsep (Concept Learning). Tipe kegiatan belajar
ini berkaitan dengan berbagai respons dalam waktu yang bersamaan
terhadap sejumlah stimulus yang berupa konsep-konsep yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya.
g. Kegiatan belajar prinsip-prinsip (Principle Learning). Tipe kegiatan
belajar ini digunakan peserta didik untuk menghubungkan beberapa
prinsip yang digunakan dalam merespons stimulus.
h. Kegiatan belajar pemecahan masalah (Problem-solving Learning).
Tipe kegiatan belajar ini berkaitan dengan kegiatan peserta didik dalam
menghadapi dan memecahkan masalah sehingga pada akhirnya peserta
didik memiliki kecakapan dan keterampilan baru dalam pemecahan
masalah.
Belajar yang berkenaan dengan hasil, Gagne dalam Nana Sudjana
(2000:47-49) mengemukakan ada lima tipe yaitu:
a. Belajar kemahiran intelektual (Cognitif). Dalam tipe ini termasuk
belajar deskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah. Belajar
deskriminasi, yakni kesanggupan membedakan beberapa objek
berdasarkan ciri-ciri tertentu. Kemampuan membedakan objek
dipengaruhi oleh kematangan, pertumbuhan, dan pendidikannya.
Belajar konsep, yakni kesanggupan menempatkan objek yang
mempunyai ciri yang sama menjadi satu kelompok (klasifikasi)
tertentu. Konsep diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan dan
banyak terjadi dalam realitas kehidupan. Belajar kaidah, pada
xxxix
hakikatnya menghasilkan beberapa konsep. Belajar kaidah melalui
simbol bahasa baik lisan maupun tulisan.
b. Belajar informasi verbal. Pada umumnya belajar berlangsung melalui
informasi verbal, seperti membaca, bercerita, kesanggupan menyatakan
pendapat dalam bahasa lisan/ tulisan, berkomunikasi, dan kesanggupan
memberi arti dari setiap kata/ kalimat.
c. Belajar mengatur kegiatan intelektual. Penekanannya pada
kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang
telah dimilikinya. Dengan kata lain, tipe belajar ini menekankan pada
aplikasi kognitif dalam pemecahan persoalan. Ada dua aspek penting
dalam tipe belajar ini, yaitu prinsip pemecahan masalah dan langkah
berpikir dalam pemecahan masalah (problem solving). Pemecahan
masalah memerlukan kemahiran intelektual seperti belajar
deskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah sehingga akan
membentuk satu kemampuan intelektual yang lebih tinggi, yaitu
langkah-langkah berpikir dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain,
kemampuan memecahkan masalah merupakan aspek kognitif tingkat
tinggi.
d. Belajar sikap. Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang
untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian
terhadap objek itu, apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Hasil belajar
sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, dan perubahan
xl
perasaan. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses
belajar.
e. Belajar keterampilan motorik. Belajar tipe ini banyak berhubungan
dengan kesanggupan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga
memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan
lancar. Belajar motorik memerlukan kemahiran intelektual dan sikap,
sebab dalam belajar motorik bukan semata-mata hanya gerakan anggota
badan, tetapi juga memerlukan pemahaman dan penguasaan akan
prosedur gerakan yang harus dilakukan serta konsep mengenai cara
melakukan gerakan. Aspek utama belajar motorik adalah tercapainya
otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang sudah otomatis
merupakan puncak belajar motorik.
Kesimpulan dari pendapat Gagne tersebut di atas adalah belajar dapat
dilihat dari segi proses dan dapat pula dilihat dari segi hasil. Dari segi
proses, ada delapan tipe yaitu kegiatan belajar mengenal tanda-tanda,
kegiatan belajar melalui stimulus dan respon, kegiatan belajar melalui
rangkaian, kegiatan belajar melalui asosiasi lisan, kegiatan belajar dengan
perbedaan berganda, kegiatan belajar konsep, kegiatan belajar prinsip-
prinsip, dan kegiatan belajar pemecahan masalah. Ada pula lima tipe
belajar yang berkenaan dengan hasil, yaitu belajar kemahiran intelektual,
belajar informasi verbal, belajar mengatur kegiatan intelektual, belajar
sikap, dan belajar keterampilan motorik.
4. Komponen Pembelajaran
xli
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:48), sebagai
suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah
komponen yang meliputi tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar
mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan evaluasi.
Demikian pula dengan TPA yang merupakan suatu lembaga nonformal
yang memberikan pelayanan pengasuhan dan pendidikan. Di dalam TPA,
juga terdapat kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan acuan
pendidikan anak usia dini. Komponen-komponen pembelajaran antara
lain:
a. Tujuan
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:48),
tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah sesuatu yang
bernilai normatif.
Menurut Nana Sudjana (2000:57-58), ada empat tingkatan
tujuan pendidikan yaitu:
1) Tujuan Umum Pendidikan
Yaitu pembentukan manusia Pancasila.
2) Tujuan Institusional (Tujuan Lembaga Pendidikan)
Tujuan institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh
lembaga atau jenis tingkatan sekolah sebagai tujuan antara untuk
sampai pada tujuan umum. Tujuan antara (tujuan intermidier) adalah
tujuan yang berfungsi sebagai perantara untuk mencapai tujuan
xlii
umum. Masing-masing lembaga mempunyai tujuan institusional
yang dijabarkan dari dan menuju ke tujuan umum pendidikan.
3) Tujuan Kurikuler (Tujuan Bidang Studi/ Mata Pelajaran)
Tujuan kurikuler adalah penjabaran tujuan institusional yang berisi
program-program pendidikan dalam kurikulum lembaga pendidikan.
4) Tujuan Instruksional (Tujuan PBM)
Tujuan instruksional merupakan tujuan yang terbawah dari jenis
tujuan-tujuan di atas. Tujuan ini menyangkut tujuan yang hendak
kita capai dalam kegiatan pendidikan kita sehari-hari.
b. Bahan Pembelajaran
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:50),
bahan pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam
proses belajar mengajar.
Menurut Hibana S. Rahman (2002:77-79), ada beberapa
kriteria untuk menentukan bahan dan perlengkapan belajar anak usia
dini, antara lain:
1) Relevan dengan kondisi anak
Artinya bahan dan perlengkapan yang disediakan sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan anak.
2) Berwarna dan atraktif
Bahan yang berwarna, apalagi dengan warna yang mencolok akan
mengundang anak untuk memegang dan menggerakkannya.
3) Sederhana dan kongkrit
xliii
Bahan dan perlengkapan belajar anak bukanlah yang rumit dan sulit,
melainkan sederhana, jelas, dan kongkrit di mata anak.
4) Eksploratif dan mengundang rasa ingin tahu
Bahan dan perlengkapan yang tersedia dapat dieksplorasi oleh anak,
karena sifat dasar anak adalah ingin tahu dan selalu ingin mencoba.
5) Berkait dengan aktivitas keseharian anak
Anak tumbuh dan berkembang bersama lingkungan yang ada. Segala
yang dia lihat, dia dengar dan dia rasakan, ingin ditiru dan diulang.
Oleh karena itu bahan dan perlengkapan belajar anak diupayakan
untuk sesuai dan berkait dengan aktivitas keseharian anak.
6) Aman dan tidak membahayakan
Bahan dan perlengkapan belajar anak harus aman dari segi bahan,
bentuk, dan pewarna yang digunakan. Dengan demikian tidak
membahayakan bagi anak untuk bereksplorasi dengan alat tersebut.
7) Bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan
Bahan dan perlengkapan belajar dipilih yang dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan kemampuan anak dan juga
mengandung nilai pendidikan yang positif.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
xliv
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:51),
kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan.
Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam
proses belajar mengajar.
Pembelajaran dalam TPA disusun sedemikian rupa sehingga
menyenangkan, gembira, dan demokratis sehingga menarik anak untuk
terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Bermain merupakan salah
satu kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak.
Menurut Bergen (1988), bermain dalam tatanan sekolah
dapat digambarkan sebagai suatu rentang rangkaian kesatuan yang
berujung pada bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan berakhir
pada bermain dengan diarahkan (dalam Soemiarti Patmonodewo,
2003:102-103).
Pada TPA, bermain bebas dapat didefinisikan sebagai suatu
kegiatan bermain di mana anak mendapat kesempatan melakukan
berbagai pilihan alat dan mereka dapat memilih bagaimana
menggunakan alat-alat tersebut.
Kegiatan bermain dengan bimbingan, pengasuh TPA
memilih alat permainan dan diharapkan anak-anak dapat memilih guna
menemukan suatu konsep (pengertian tertentu). Apabila tujuannya
melakukan klasifikasi benda dalam ukuran tertentu (besar/ kecil), maka
xlv
pengasuh TPA akan menyediakan sejumlah mainan yang dapat
diklasifikasikan dalam kelompok yang berukuran besar atau yang kecil.
Dalam bermain yang diarahkan, pengasuh TPA mengajarkan
bagaimana cara menyelesaikan suatu tugas yang khusus. Menyanyikan
suatu lagu, bersama bermain jari dan bermain dalam lingkaran adalah
contoh dari bermain yang diarahkan.
d. Metode
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:53),
metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan.
Menurut Slamet Suyanto (2003:162), metode pembelajaran
untuk anak usia dini hendaknya menantang, menyenangkan, melibatkan
unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan belajar.
Menurut Hibana S. Rahman (2002:76), secara teknis ada
beberapa metode yang tepat untuk diterapkan pada anak usia dini,
antara lain:
1) Bermain
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau
memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi pada anak (Anggani Sudono, 2000:1).
Pengertian lainnya, bermain adalah tahap awal dari proses
panjang belajar pada anak-anak yang dialami oleh semua manusia
xlvi
(Kak Seto, 2004:54). Melalui bermain yang menyenangkan anak
menyelidiki dan memperoleh pengalaman yang kaya baik dengan
dirinya sendiri, lingkungan maupun orang lain disekitarnya. Dalam
hal ini anak dapat mengorganisasikan berbagai pengalaman dan
kemampuan kognitifnya untuk menyusun kembali ide-idenya.
2) Bercerita
Menurut Hibana S. Rahman (2002:89-90), cerita adalah
penggambaran tentang sesuatu secara verbal. Bercerita merupakan
suatu stimulan yang dapat membangkitkan anak terlibat secara
mental. Melalui bercerita, anak diajak berkomunikasi, berfantasi,
berkhayal, dan mengembangkan kognisinya.
Penerapan kegiatan bercerita dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk, seperti: 1) Bercerita tanpa alat peraga, hanya
mengandalkan kemampuan verbal orang yang memberikan cerita; 2)
Bercerita dengan menggunakan alat peraga, seperti boneka, gambar-
gambar, dan benda lain; 3) Bercerita dengan cara membaca buku
cerita (story reading); 4) Bercerita dengan menggunakan bahasa
isyarat atau gerakan; 5) Bercerita melalui alat pandang dengar (audio
visual aids), yaitu dapat berupa kaset, televisi, video, dan
sebagainya.
3) Bernyanyi
Melalui nyayian dan musik, kemampuan apresiasi anak
akan berkembang dan melalui nyanyian anak dapat mengekspresikan
xlvii
segala pikiran dan isi hatinya. Menyayi merupakan bagian dari
ungkapan emosi.
Menurut Hibana S. Rahman (2002:93), bernyanyi dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk seperti: 1) Bernyanyi pasif,
artinya anak hanya mendengarkan suara nyanyian atau musik dan
menikmatinya tanpa terlibat secara langsung kegiatan bernyanyi; 2)
bernyanyi aktif, artinya anak melakukan secara langsung kegiatan
bernyanyi, baik dilakukan sendiri, mengikuti atau bersama-sama.
4) Bercakap (dialog dan tanya jawab)
Menurut Kak Seto (2004:66), mengkondisikan agar anak
dapat sering dan rajin bertanya sangat penting dilakukan karena
bertanya disebabkan rasa ingin tahu dan ini merupakan bagian dari
pikiran yang terus menyelidiki. Hal ini harus dengan perasaan
gembira, misalnya dengan terlebih dahulu mengajak anak untuk
bernyanyi dengan memperagakan gerakan-gerakan tubuh.
Pertanyaan-pertanyaan diajukan untuk memancing dialog yang
berasal dari kegiatan si anak sehari-hari, seperti mandi, gosok gigi,
makan pagi, dan lain-lain.
5) Bermain peran (sosio-drama)
Bermain drama, merupakan bentuk bermain aktif dimana
anak melalui suatu perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan
dengan benda-benda atau situasi seolah-olah hal tersebut memiliki
atribut yang lain daripada sebenarnya. Misalnya seorang anak yang
xlviii
bermain dengan benda-benda mainannya seolah-olah merupakan
orang-orang atau hewan yang sesungguhnya. Mereka bereaksi
terhadap benda-benda tersebut dengan cara yang ditiru dari
pengamatan terhadap lingkungan sekelilingnya.
e. Alat/ Media Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:54),
alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka
mencapai tujuan pengajaran.
Menurut Slamet Suyanto (2003:161), media belajar anak usia
dini pada umumnya adalah alat permainan. Perlu adanya perbedaan
yang jelas antara alat peraga dan alat permainan. Alat peraga berfungsi
untuk menerangkan atau memperagakan suatu mata pelajaran dalam
proses “belajar-mengajar”. Sedangkan pada alat permainan, anak aktif
mengadakan eksplorasi walaupun tidak menutup kemungkinan mereka
akan meggunakannya untuk bermain.
Alat permainan dari lingkungan
Alat-alat permainan yang diperlukan dalam proses
pengembangan diri dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan
individual, kelompok kecil maupun kelompok besar. Dilihat dari
tempat asal pengadaan alat permainan, pengasuh TPA dapat
mengambilnya dari lingkungan alam sekitar anak, baik
lingkungannya di pedesaan maupun di perkotaan.
xlix
Di pedesaan, lingkungan alam penuh dengan alat
permainan seperti biji-bijian, batu-batuan, bermacam-macam daun,
bahan mainan yang terbuat dari tanah liat, dan sebagainya.
Di perkotaan, banyak tempat penjualan bahan bangunan,
toko-toko kelontong, pasar maupun tempat makan dan minum,
supermarket, toko besi, pasar induk, grosir, dan lain-lain. Alat
permainan dari tempat-tempat tersebut terdiri atas benda-benda yang
sebenarnya dan bukan tiruan atau miniaturnya sehingga anak akan
sangat menyukainya karena merasa seperti dalam kehidupan yang
sebenarnya. Misalnya dari toko besi didapatkan: karet gelang,
cantolan-cantolan, penggaris, kertas ampelas, dan lain-lain. Dari toko
makanan dan kue dikumpulkan: gelas-gelas plastik bekas, cup es
krim dan sendoknya, piring kertas, biskuit huruf, dan lain-lain.
Selain barang-barang dari tempat-tempat tersebut di atas, ada bahan-
bahan yang dapat diperoleh dari lingkungan alam seperti: air, pasir,
tanah, hasil pepohonan, tanaman, hasil yang dikumpulkan dari
tempat-tempat seperti pantai, daerah pegunungan, dan sebagainya
(Mayke S. Tedjasaputra, 2003:75-77).
Alat Permainan Edukatif (APE)
Selain hal tersebut di atas, ada juga alat permainan
edukatif, yaitu alat permainan yang dirancang secara khusus untuk
kepentingan pendidikan dan mempunyai beberapa ciri yaitu:
l
a) Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat
dimainkan dengan bermacam-macam tujuan, manfaat, dan
menjadi bermacam-macam bentuk.
b) Ditujukan terutama untuk anak-anak usia prasekolah dan
berfungsi mengembangkan berbagai aspek perkembangan
kecerdasan serta motorik anak.
c) Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun
penggunaan cat.
d) Membuat anak terlibat secara aktif.
e) Sifatnya konstruktif.
(dalam Mayke S. Tedjasaputra, 2003:81).
f. Sumber Belajar
Menurut Udin Saripuddin Winataputra dan Rustana
Ardiwinata (1991:165) dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
(2002:55), sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu
yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran
terdapat atau asal untuk belajar seseorang.
Menurut Slamet Suyanto (2003:160), sumber belajar
merupakan tempat di mana anak dapat memperoleh informasi, sikap,
dan keterampilan yang ia pelajari.
Menurut Anggani Sudono (2000:11-14), ada beberapa
macam sumber belajar antara lain:
Tempat sumber belajar alamiah
li
Sumber belajar yang dapat berupa tempat yang sebenarnya di mana
anak mendapatkan informasi langsung, seperti kantor pos, kantor
polisi, pemadam kebakaran, sawah, peternakan, hutan, perkapalan,
atau lapangan udara. Tempat-tempat tersebut mampu memberikan
informasi secara langsung dan alamiah.
Perpustakaan
Perpustakaan memiliki fungsi sebagai “jantung sekolah”, karena
didalamnya berisi berbagai informasi yang dapat membantu setiap
orang yang menggunakannya untuk mengembangkan diri. Berbagai
ensiklopedi, buku-buku dengan beragam tema dapat dikumpulkan
dan ditata rapi di ruang perpustakaan.
Nara sumber
Para tokoh dan ahli diberbagai bidang merupakan salah satu sumber
belajar yang dapat diandalkan karena biasanya mereka memberikan
informasi berdasarkan penelitian dan pengalaman mereka. Dengan
demikian diharapkan para siswa dapat melatih kemahiran mereka
dalam berbahasa melalui wawancara dan berkomunikasi dengan para
nara sumber.
Media cetak
Termasuk didalamnya bahan cetak, buku, majalah, atau tabloid.
Gambar-gambar yang ekspresif dapat memberi kesempatan anak
menggunakan nalar dan mengungkapkan pikirannya dengan
menggunakan kosa kata yang semakin hari semakin berkembang.
lii
Perkembangan media elektronik khususnya televisi akan menambah
pengetahuan anak terutama dari segi visualisasi.
Alat peraga
Alat peraga berfungsi untuk menerangkan atau memperagakan suatu
mata pelajaran dalam proses “belajar-mengajar”.
g. Evaluasi
Menurut Wayan Nurkancana dan P. P. N Sumartana (1983:1)
dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:58), evaluasi
pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
dunia pendidikan.
Menurut Slamet Suyanto (2003:224), penilaian pada anak
usia dini hendaknya lebih didasarkan atas kemajuan belajar atau
pengembangan individual. Karena itu bentuk penilaian di mana anak
dibandingkan dengan anak yang lain menjadi kurang bermakna.
Pendidik harus mau menganggap bahwa semua anak, apapun
kondisinya, adalah siswanya yang harus dikembangkan secara optimal
sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Keterangan-keterangan mengenai masing-masing siswa akan
dicatat secara periodik dan teratur serta sistematis. Keterangan tersebut
meliputi kemampuan anak, pertumbuhan dan perkembangan anak, hasil
pekerjaan anak, keterangan yang berupa hasil observasi, penilaian diri
dari masing-masing anak, checklist, dan sebagainya.
liii
Menurut Soemiarti Patmonodewo (2003:151), memberikan
laporan tentang anak kepada orang tuanya adalah bagian dari tugas
pendidik. Bentuk pemberian laporan kepada orang tua, antara lain
dengan cara melakukan konferensi, dengan memberikan rapor,
pembicaraan melalui telepon atau pembicaraan yang santai.
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak (2001:15), penilaian pendidikan di TPA dilaksanakan
setiap empat bulan sekali (caturwulan) dan prosesnya didasarkan pada
pencapaian perkembangan anak. Penilaian berupa “laporan
perkembangan anak” dalam bentuk uraian tentang perkembangan anak
yang telah dicapai pada setiap pertemuan yang dilaporkan kepada orang
tua dalam waktu tertentu. Dasar penilaian mengacu pada hasil karya
dan kegiatan anak selama proses pendidikan secara kontinu.
Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care
1. Pengertian TPA
Dari hasil rapat koordinasi “Usaha Kesejahteraan Anak”
Departemen Sosial Republik Indonesia, dikemukakan pengertian Taman
Penitipan Anak (TPA) dalam Soemiarti Patmonodewo (2003:77), sebagai
berikut:
“Lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak
balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam
pertumbuhannya, karena ditinggalkan orang tua atau ibunya
bekerja. Pelayanan ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi,
pengembangan intelektual, emosional dan sosial”.
liv
TPA adalah lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan
pelayanan pengganti berupa asuhan, perawatan, dan pendidikan bagi anak
balita selama anak balita tersebut ditinggal bekerja oleh orang tuanya
(Hibana S. Rahman, 2002:59).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (1990), day care adalah
sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilakukan pada saat
jam kerja. Day care merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh
anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari bilamana
asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal ini,
day care hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan
sebagai pengganti asuhan orang tua (dalam Soemiarti Patmonodewo,
2003:77).
Jadi TPA adalah salah satu bentuk organisasi program PAUD
yang memberikan pelayanan kepada anak balita dalam bentuk peningkatan
gizi, pengembangan intelektual, emosional, dan sosial yang dilakukan
selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang
dapat dilaksanakan secara lengkap.
2. Jenis Pelayanan TPA
Dari pengertian TPA di atas, jelas bahwa secara umum
pelayanan TPA adalah memberikan pengasuhan kepada anak balita. Selain
itu anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan.
Jenis pelayanan yang harus diberikan baik pelayanan langsung
maupun tidak langsung berlandaskan pada Undang-undang No. 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak, pada pasal 1 ayat 1b dan pasal 2 ayat 2
(dalam Catur Sri Sapanta, 2003:27). Adapun isi dari kedua pasal tersebut
adalah bahwa anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan
bimbingan untuk mengembangkan kemampuan serta kehidupan sosialnya
sesuai dengan kepribadian bangsa agar menjadi warga negara yang baik.
Berdasarkan hal tersebut di atas, jenis pelayanan di TPA
meliputi: perawatan, asuhan, bimbingan, dan kebutuhan pokok anak
seperti: makanan, tempat tinggal, serta pakaian.
lv
a. Perawatan
Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk
perawatan fisik, perbaikan hubungan social, disiplin anak, dan sarana
serta prasarana untuk kepentingan anak.
b. Asuhan
Asuhan diberikan dalam bentuk pemberian makan, pakaian, dan
penciptaan kelompok.
c. Bimbingan
Bimbingan dimaksudkan untuk mengembangkan kecerdasan
(intelegensi) dan kepribadian anak melalui permainan.
d. Makanan (Food)
Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk
pemberian makanan secukupnya sesuai dengan martabat dan standart
pemenuhan gizi seimbang.
e. Tempat Tinggal (Shelter)
Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk
penyediaan lingkungan tempat tinggal sesuai dengan standart kesehatan
rumah (layak huni).
f. Pakaian (Clothing)
Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk
pemberian pakaian yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.
lvi
g. Kesehatan (Health)
Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk
penyediaan fasilitas kesehatan, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan
kemampuan berobat.
h. Pendidikan (Education)
Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk
pendidikan anak dalam keluarga, sosialisasi, dan disiplin keluarga.
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak (2001:4), standar pelayanan minimal harus
mempergunakan Kurikulum Program Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, memiliki
tempat pendidikan, memiliki sarana pendidikan minimal sesuai dengan
daftar Sarana Pendidikan Minimal Taman Penitipan Anak, memiliki
tenaga kependidikan (guru/ pendidik) dan tenaga pengasuh/ perawat
dengan kualifikasi sebagai berikut:
a. Persyaratan Guru/ Pendidik
Berpendidikan SPG/ SPGTK.
Berpendidikan minimal tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) atau
sederajat, dan memiliki keterampilan khusus tentang PAUD.
Sehat jasmani dan rohani.
b. Persyaratan Pengasuh/ Perawat
1) Berpendidikan minimal tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) atau sederajat.
lvii
2) Sehat jasmani dan rohani.
3) Berpendidikan atau memiliki keterampilan di bidang perawatan dan
pengasuhan anak (Pramubalita).
4) Bertempat tinggal di sekitar Taman Penitipan Anak.
Standar pelayanan minimal Pendidikan Anak Usia Dini pada
Taman Penitipan Anak, sebagai berikut:
a. Kebutuhan Pokok Anak
Kebutuhan pokok anak yaitu makanan pokok, gizi, dan
istirahat. Standar pelayanan untuk makanan pokok anak antara lain:
1) Pemberian makanan/ minuman membutuhkan sarana seperti: Piring,
sendok, gelas, dacin, KMS, dan register.
2) Pemberian Paket Pertolongan Gizi membutuhkan sarana seperti:
Vitamin A, Sirup Fe, dan Kapsul Yodium.
3) PMT Penyuluhan membutuhkan sarana yaitu Buku Pedoman
Pembuatan Makanan Lokal.
4) PMT Pemulihan membutuhkan sarana seperti: Home Economi Sets,
Paket PMT, dan Blended Food.
Standar pelayanan untuk gizi antara lain:
1) Penyuluhan Gizi membutuhkan sarana yaitu Modul Simulasi
Posyandu.
2) ASI Eksklusif membutuhkan sarana yaitu Buku Pedoman Kader
Posyandu.
3) Penyuluhan Gizi Seimbang membutuhkan sarana seperti: Poster,
leaflet, dan lembar balik.
lviii
Standar pelayanan untuk istirahat adalah tidur yang
membutuhkan sarana yaitu perlengkapan tidur.
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
No. Komponen Standar Pelayanan Sarana
1. Makanan
Pokok
a. Pemberian makanan/
minuman;
b. Pemberian Paket
Pertolongan Gizi;
c. PMT Penyuluhan; dan
d. PMT Pemulihan.
Piring, sendok,
gelas, dacin, KMS,
register.
Vitamin A, Sirup Fe,
Kapsul Yodium.
Buku Pedoman
Pembuatan Makanan
Lokal.
Home Economi Sets,
Paket PMT, Blended
Food.
2. Gizi a. Penyuluhan Gizi;
b. ASI Eksklusif; dan
c. Penyuluhan Gizi Seimbang.
Modul Simulasi
Posyandu.
Buku Pedoman
Kader Posyandu.
Poster, leaflet,
lembar balik.
3. Istirahat Tidur. Perlengkapan tidur.
Tabel 2.1: Kebutuhan Pokok Anak (dalam Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan pada Taman Penitipan Anak, 2001:17)
Pemberian Makanan pada Bayi
Pelayanan pemberian makanan pada bayi harus disesuaikan
dengan usia bayi tersebut. Jenis makanan untuk anak berusia 1-4 bulan
adalah ASI. Jenis makanan untuk anak berusia 5 bulan adalah ASI dan
buah. Jenis makanan untuk anak berusia 6 bulan adalah ASI, buah,
bubur dan TIM. Jenis makanan untuk anak berusia 7-12 bulan adalah
ASI, buah, dan TIM.
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
Umur/
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis
Makan
an
A
S
I
A
S
I
A
S
I
A
S
I
ASI
Buah
ASI
Buah
Bubur
Tim
ASI
Buah
Tim
ASI
Buah
Tim
ASI
Buah
Tim
ASI
Buah
Tim
ASI
Buah
Tim
ASI
Buah
Tim
Tabel 2.1a: Pemberian Makanan pada Bayi (dalam Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan pada Taman Penitipan Anak, 2001:22)
lix
b. Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak
Pelayanan perawatan kesehatan anak dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
1) Promotif: Cara merawat bayi di rumah
Standar pelayanannya antara lain: menjaga bayi tetap hangat,
memberikan ASI dini dan Eksklusif, mencegah infeksi, mengenali
tanda bahaya pada bayi, memelihara kebersihan diri, dan memelihara
kebersihan lingkungan anak. Sarana yang dibutuhkan adalah Buku
KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak), Modul TN BBLR (Pegangan
bagi Tenaga Kesehatan), Buku pegangan Kader Kesehatan, dan
Materi penyuluhan tentang pencegahan dan penenganan hipotermi
bayi, ASI Eksklusif, cara pemberian makanan pada bayi.
2) Promotif: Deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak
Standar pelayanannya antara lain: mengenali secara dini
penyimpangan perkembangan serta mengenali cara stimulasi dan
intervensi. Sarana yang dibutuhkan adalah Buku Pedoman
Pemantauan Perkembangan Anak di tingkat keluarga, Lembar balik
poster, dan leaflet Tahapan Perkembangan Anak.
3) Penanggulangan Kecelakaan
Standar pelayanannya antara lain: Pencegahan serta penanggulangan
kecelakaan dan cidera. Sarana yang dibutuhkan adalah Buku
Pedoman Penanggulangan Kecelakaan dan Cidera pada Usia Balita
di rumah tangga.
lx
4) Preventif
Standar pelayanannya antara lain: Imunisasi lengkap pada bayi dan
anak, imunisasi TT pada ibu hamil, pemberian obat cacing,
pemeriksaan gigi dan mulut, pemeriksaan tubuh, dan Pemberian
vitamin A, B Komplek.
5) Kuratif
Standar pelayanannya antara lain: Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan (P3K) dan Pertolongan Pertama pada Penyakit (P3P).
.Sarana yang dibutuhkan adalah obat-obat P3K, kotak obat,
tensoplast, gunting, obat merah, kapas, providon iqdine, dan verban.
Obat-obatan P3P seperti: obat turun panas, obat batuk putih, oralit,
gentian violet, salep hitam (Iontiol), Salep 2-4/ salep 88, dan Tetes
mata.
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
No. Komponen Standar Pelayanan Sarana
1. Promotif: Cara
merawat bayi
di rumah
a. Menjaga bayi tetap
hangat;
b. Memberikan ASI dini
dan Eksklusif;
c. Mencegah infeksi;
d. Mengenali tanda bahaya
pada bayi;
e. Memelihara kebersihan
diri;
f. Memelihara kebersihan
lingkungan anak.
Buku KIA (Kesejahteraan
Ibu dan Anak); Modul TN
BBLR (Pegangan bagi
Tenaga Kesehatan); Buku
pegangan Kader Kesehatan;
dan Materi penyuluhan
tentang pencegahan dan
penenganan hipotermi bayi,
ASI Eksklusif, cara
pemberian makanan pada
bayi.
2. Promotif:
Deteksi dini
pertumbuhan
dan
perkembangan
anak
a. Mengenali secara dini
penyimpangan
perkembangan;
b. Mengenali cara stimulasi
dan intervensi.
Buku Pedoman Pemantauan
Perkembangan Anak di
tingkat keluarga; dan
Lembar balik poster dan
leaflet Tahapan
Perkembangan Anak.
3. Penanggulang
an Kecelakaan
Pencegahan serta
penanggulangan
Buku Pedoman
Penanggulangan Kecelakaan
lxi
kecelakaan dan cidera. dan Cidera pada Usia Balita
di rumah tangga.
4. Preventif a. Imunisasi lengkap pada
bayi dan anak;
b. Imunisasi TT pada ibu
hamil;
c. Pemberian obat cacing;
d. Pemeriksaan gigi dan
mulut;
e. Pemeriksaan tubuh;
f. Pemberian vitamin A, B
Komplek, C
Jadwal: Lihat tabel 2.2a.
Obat cacing 6 bulan sekali
dengan petunjuk dokter.
3 s.d 6 bulan sekali.
1 minggu s.d 1 bulan sekali.
1 minggu sekali secara
bergantian.
5. Kuratif a. Pertolongan Pertama
pada Kecelakaan
meliputi: luka lecet dan
luka bakar;
b. Pertolongan Pertama
pada Penyakit (P3P),
meliputi: panas/ demam,
batuk pilek, diare,
sariawan, infeksi kulit
(koreng, bisul, kadas,
kudis), dan mata merah.
Obat-obat P3K, Kotak Obat,
Tensoplast, Gunting, Obat
merah, Kapas, Providon
Iqdine, Verban.
Obat-obatan P3P seperti:
Obat turun panas, Obat
batuk putih, Oralit, Gentian
Violet, Salep hitam (Iontiol),
Salep 2-4/ salep 88, Tetes
mata
Tabel 2.2: Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan Anak,
2001:18-19)
Jadwal Imunisasi pada Anak
Jenis imunisasi anak usia 0 bulan adalah hepatitis B. Jenis
imunisasi anak usia 2 bulan adalah BCG. Jenis imunisasi anak usia 3
bulan adalah DPT I dan Polio. Jenis imunisasi anak usia 4 bulan adalah
DPT II dan Polio. Jenis imunisasi anak usia 5 bulan adalah DPT III dan
Polio. Jenis imunisasi anak usia 9 bulan adalah Campak. Jenis
imunisasi anak usia 12 bulan adalah DPT IV dan Polio. Jenis imunisasi
anak usia 15 bulan adalah MMR (Muasles, Mumps, Rubella). Jenis
imunisasi anak usia 5 tahun adalah DPT V dan Polio. Jenis imunisasi
anak usia lebih dari 5 tahun adalah HiB dan Varicella (Cacar).
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
Usia Jenis Imunisasi
0 bulan Hepatitis B
lxii
2 bulan BCG
3 bulan DPT I + Polio
4 bulan DPT II + Polio
5 bulan DPT III + Polio
9 bulan Campak/ meases
12 bulan DPT IV + Polio
15 bulan MMR (Muasles, Mumps, Rubella)
5 tahun DPT V + Polio
- HiB
- Varicella (Cacar)
Tabel 2.2a: Jadwal Imunisasi pada Anak (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak, 2001:23)
c. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Pelayanan Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) membutuhkan sarana Buku Pedoman/ Modul tentang PHBS.
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
Standar Pelayanan Sarana
Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
Buku Pedoman/ Modul tentang PHBS
Tabel 2.3: Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (dalam
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak, 2001:20)
d. Pendidikan Anak Usia Dini
Standar pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini antara lain:
1) Pembentukan perilaku: moral, agama, displin, perasaan/ emosi, dan
kemampuan bermasyarakat.
2) Pengembangan kemampuan dasar: berbahasa, daya pikir, daya cipta,
keterampilan, dan jasmani.
Sarana yang dibutuhkan dalam pelayanan ini adalah buku
cerita, alat musik, radio, tape, TV, boneka, alat masakan, alat olah raga,
sikat gigi, alat pertukangan, gelas minum, balok bangunan, puzzle, alat
geometri, binatang mainan, kubus, kendaraan mainan, plastisin, alat-alat
lxiii
menggambar, batu-batuan, alat meronce, gambar seri, biji-bijian, alat
untuk menganyam.
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
Komponen Standar Pelayanan Sarana
Pendidikan Anak
Usia Dini
a. Pembentukan Perilaku:
Moral, agama, displin,
perasaan/ emosi, dan
kemampuan bermasyarakat.
b. Pengembangan Kemampuan
Dasar: Berbahasa, daya pikir,
daya cipta, keterampilan, dan
jasmani.
Buku cerita, alat musik,
radio, tape, TV, boneka,
alat masakan, alat olah
raga, sikat gigi, alat
pertukangan, gelas minum,
balok bangunan, puzzle,
alat geometri, binatang
mainan, kubus, kendaraan
mainan, plastisin, alat-alat
menggambar, batu-batuan,
alat meronce, gambar seri,
biji-bijian, alat untuk
menganyam.
Tabel 2.4: Pendidikan Anak Usia Dini (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak, 2001:20)
e. Layanan Bimbingan Sosial
Pelayanan bimbingan sosial diberikan kepada orang tua.
Pelayanan ini akan membantu orang tua dalam memantau pertumbuhan
dan perkembangan anak usia dini. Standar pelayanan yang diberikan
dapat berupa penyuluhan tentang:
1) Pertumbuhan dan perkembangan anak umum (3 bulan - 6 tahun).
2) Peranan orang tua dalam membina pertumbuhan dan perkembangan
anak.
3) Media interaksi (bermain, bercerita, menyanyi, menari).
4) Cara merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.
5) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak.
6) Rujukan kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak.
lxiv
Sarana yang dibutuhkan dalam pelayanan ini adalah model
penyuluhan, buku pedoman, buku cara penggunaan APE, kartu tumbuh
kembang anak, booklet, leaflet, poster, dan APE.
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
Komponen Standar Pelayanan Sarana
Pelayanan
bimbingan sosial
membantu
pertumbuhan dan
perkembangan
Penyuluhan:
a. Pertumbuhan dan perkembangan
anak umum (3 bulan - 6 tahun);
b. Peranan orang tua dalam
membina pertumbuhan dan
perkembangan anak;
c. Media interaksi (bermain,
bercerita, menyanyi, menari);
d. Cara merangsang pertumbuhan
dan perkembangan anak;
e. Pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan anak;
f. Rujukan kelainan pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Model penyuluhan,
buku pedoman, buku
cara penggunaan APE,
kartu tumbuh kembang
anak, booklet, leaflet,
poster, dan APE.
Tabel 2.5: Layanan Bimbingan Sosial (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak, 2001:21)
3. Strategi Pembelajaran TPA
a. Pengertian Strategi Pembelajaran
Menurut Ensiklopedi Pendidikan, strategi adalah suatu seni
yaitu seni membewa pasukan ke dalam medan tempur dalam posisi
yang paling menguntungkan (dalam W. Gulo, 2002:2).
Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi hanya
seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari.
Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar-mengajar adalah suatu
seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian
rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif
dan efisien.
lxv
T. Raka Joni mengartikan strategi belajar adalah pola dan
urutan umum perbuatan guru-murid dalam mewujudkan kegiatan
belajar-mengajar (dalam W. Gulo, 2002:2).
Menurut J. R. David, strategi belajar-mengajar meliputi
rencana, metode, dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan pengajaran tertentu (dalam W. Gulo, 2002:3).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
1) Strategi belajar-mengajar adalah rencana dan cara-cara
membawakan pengajaran agar segala prinsip dasar dapat terlaksana
dan segala tujuan dapat dicapai secara efektif.
2) Cara-cara membawakan pengajaran itu merupakan pola dan urutan
umum perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar-
mengajar.
3) Pola dan urutan umum perbuatan guru dan murid itu merupakan
suatu kerangka umum kegiatan belajar-mengajar yang tersusun
dalam suatu rangkaian bertahap menuju tujuan yang telah
ditetapkan.
Kadang-kadang strategi belajar-mengajar sering dikacaukan
dengan metode pengajaran. Strategi dapat diartikan sebagai rencana
kegiatan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode ialah cara untuk
mencapai sesuatu. Metode pengajaran termasuk dalam perencanaan
kegiatan atau strategi.
lxvi
b. Strategi Pembelajaran TPA
Strategi dapat diartikan sebagai rencana kegiatan untuk
mencapai sesuatu. Strategi pembelajaran pada TPA dapat diartikan
sebagai pola dan urutan umum perbuatan pendidik dan anak balita
dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar. Strategi pembelajaran
pada TPA dilakukan melalui tahapan-tahapan kegiatan.
Dalam Buletin PADU Vol. 2 No. 2 (Agustus 2003:34),
dituliskan:
“Tahapan-tahapan kegiatan dalam mengelola proses pembelajaran
adalah:
1. Pembukaan, berupa kegiatan pengantar atau pemanasan proses
pembelajaran yang berhubungan dengan tema, dengan kegiatan
antara lain memusatkan perhatian anak melalui salam, berdoa
dan/ atau bernyayi, serta bercakap-cakap dengan anak tentang
tema yang akan diberikan pada hari itu.
2. Kegiatan Inti, berupa kegiatan bermain yang dipilih sesuai
dengan kemampuan yang hendak dicapai melalui: a) Kegiatan
yang mengacu pada tema; b) Kegiatan bermain yang memberi
kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan
bereksperimen; c) Kegiatan yang meningkatkan konsep atau
pengertian dan konsentrasi; d) Kegiatan yang dapat dipilih anak
untuk memunculkan inisiatif, krativitas, dan kemandirian anak;
e) Kegiatan yang dapat mengembangkan kebiasaan bekerja yang
baik; dan f) Kegiatan yang dapat digunakan untuk membantu
anak yang masih membutuhkan pertolongan dalam mencapai
kemampuan yang hendak dicapai. Termasuk dalam kegiatan ini
adalah kegiatan bermain bebas, dimana anak dibebaskan untuk
bermain, di dalam maupun di luar ruangan dengan tetap dalam
pengawasan guru/ pamong belajar.
3. Istirahat/ makan, yang biasanya berkaitan dengan kegiatan
makan bersama dengan melatihkan kebiasaan makan yang benar
dan/ atau dimanfaatkan untuk kegiatan bermain bebas dalam
pengawasan guru/ tutor.
4. Penutup, yang diisi dengan kegiatan yang bersifat menenangkan
anak disamping menyimpulkan kegiatan hari itu. Kegiatan yang
dapat dilakukan pada tahapan ini antara lain membacakan cerita,
apresiasi seni, dan ditutup dengan kegiatan menyanyi, berdoa,
dan salam.”
lxvii
4. Model Pendidikan dan Pengasuhan TPA
a. Model Pendidikan TPA
1) Program Pendidikan
Program pendidikan yang dipergunakan adalah Kurikulum
Program Pendidikan pada Taman Penitipan Anak yang diterbitkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu lembaga Taman
Penitipan Anak dapat melaksanakan program pendidikan yang
dibuat sendiri oleh lembaga sesuai dengan kebutuhan setempat.
Baik program pendidikan yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional maupun yang dibuat sendiri oleh lembaga
harus dituangkan dalam sebuah rencana tahunan yang
mengintergasikan keduanya.
2) Prinsip-prinsip Pendidikan
Program pendidikan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip
pendidikan anak secara tepat, bertahap, berulang, dan terpadu.
Bertahap adalah mengikuti tahapan perkembangan usia anak
(developmentally apropriate practice) usia 3 bulan s.d 3 tahun dan
untuk 3 tahun s.d 4 tahun. Berulang artinya latihan/ stimulasi
diberikan secara berulang-ulang (anak memerlukan pengulangan
dalam belajar). Terpadu adalah mengintegrasikan seluruh aspek
pengembangan anak (pembentukan perilaku melalui pembiasaan
dan pengembangan kemampuan dasar).
lxviii
Program pendidikan disesuaikan dengan usia, minat,
kemampuan, bakat, dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda
pada setiap anak secara individual.
Program pendidikan menekankan proses interaksi dengan
orang dewasa, teman sebaya, dan benda-benda sekitarnya.
Program pendidikan dikembangkan untuk memberikan
kesempatan anak untuk berpartisipasi aktif melalui kegiatan
permainan (menyentuh, mengenal, dan mencoba benda-benda).
Program pendidikan memberikan pengalaman nyata bagi
anak sehingga anak termotivasi dan memperoleh pengalaman
belajar bermakna.
3) Proses Pendidikan
Proses pendidikan dalam satu hari minimal 2 (dua) jam @ 45 menit
atau disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi anak.
Proses pendidikan dalam satu minggu minimal 3 (tiga) kali
pertemuan atau dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan,
situasi, dan kondisi anak.
4) Pengelolaan Proses Pendidikan
Kegiatan yang dilakukan dalam mengelola proses bermain sambil
belajar adalah perumusan tujuan program pendidikan,
mengarahkan proses pendidikan, penggunaan metode yang tepat,
dan perumusan pencapaian kompetensi.
lxix
5) Metode Pendidikan
Metode pokoknya adalah bermain yang merupakan
metode Pendidikan Anak Usia Dini. Pemilihan metode bermain
dimaksudkan untuk menarik minat anak menuju ke arah belajar.
Selain itu ada metode pelengkap antara lain: metode
latihan, bercerita atau mendongeng, nyanyian, piknik/ wisata,
penugasan, dan bermain peran.
6) Penyiapan Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan disiapkan sesuai dengan tema. Sarana yang
digunakan dapat memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitarnya.
7) Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan dilaksanakan setiap empat bulan sekali
(caturwulan) dan prosesnya didasarkan pada pencapaian
perkembangan anak. Penilaian berupa “laporan perkembangan
anak” dalam bentuk uraian tentang perkembangan anak yang telah
dicapai pada setiap pertemuan yang dilaporkan kepada orang tua
dalam waktu tertentu. Dasar penilaian mengacu pada hasil karya
dan kegiatan anak selama proses pendidikan secara kontinu.
b. Model Pengasuhan TPA
Model pengasuhan TPA ada dua yaitu pelayanan langsung
dan tidak langsung. Model pelayanan langsung menurut Pedoman
Kesejahteraan Sosial Anak Usia Dini (1998:12) adalah pelayanan
yang diberikan langsung kepada anak usia dini atau keluarga untuk
lxx
memenuhi kebutuhan dasar anak dan terwujudnya hak-hak asasi anak
(dalam Catur Sri Sapanta, 2003:25). Model pelayanan langsung ini
dapat diselenggarakan sebagai:
1) Pelayanan Pengganti Keluarga (Subtitute)
Pelayanan pengganti keluarga diberikan kepada anak usia dini yang
dikarenakan orang tua atau keluarganya tidak lagi mampu
memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan anaknya, baik
secara sementara ataupun peranan selamanya.
2) Pelayanan Tambahan (Suplement)
Pelayanan tambahan diberikan kepada anak usia dini sebagai
pelayanan tambahan atas pelayanan yang telah diberikan orang tua
atau keluarganya. Pelayanan tambahan diberikan kepada anak
dalam upaya menunjang perkembangan anak.
3) Pelayanan Penguat Fungsi Keluarga (Supertive)
Pelayanan ini diberikan kepada orang tua atau keluarga melalui
lembaga bantuan informasi, ekonomi, maupun bantuan sosial.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan orang tua atau
keluarga dalam memberikan pelayanan kepada anak usia dini.
Pelayanan ini dilakukan dalam program-program pelayanan seperti
Bina Keluarga Balita (BKB) dan konsultasi keluarga.
4) Pelayanan Perlindungan (Protective)
Pelayanan perlindungan diberikan kepada anak usia dini yang
dirawat oleh keluarganya sendiri atau keluarga pengganti dan
lxxi
pengasuh agar anak terjamin, terlindungi dari tindakan serta situasi
yang memberikan kebahagiaan anak.
Sedangkan model pelayanan tidak langsung adalah segala
upaya yang diarahkan kepada penciptaan dan perbaikan sistem
pelayanan anak usia dini.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelayanan langsung itu dapat dirasakan oleh anak dan pelayanan
langsung tersebut sebagai pelayanan pengganti keluarga, tambahan,
memperkuat fungsi keluarga, dan perlindungan. Sedangkan pelayanan
tidak langsung yaitu hal-hal yang mendukung pelayanan langsung
seperti analisis kebijakan, penataan administrasi, penataan
manajemen, dan sistem informasi pelayanan.
c. Matrik Model Pendidikan dan Pengasuhan TPA
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
Model Pendidikan TPA Model Pengasuhan
Anak
1. Program Pendidikan a. Sesuai dengan Kurikulum Program Pendidikan
pada TPA yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
b. Lembaga TPA dapat melaksanakan program
pendidikan yang dibuat sendiri sesuai dengan
kebutuhan setempat.
c. Harus dituangkan dalam sebuah rencana tahunan
yang mengintergasikan keduanya.
2. Prinsip-prinsip Pendidikan
a. Dibangun berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan
anak secara tepat, bertahap, berulang, dan
terpadu.
b. Disesuaikan dengan usia, minat, kemampuan,
bakat, dan tingkat perkembangan anak.
c. Penekanannya pada proses interaksi dengan
orang dewasa, teman sebaya, dan benda-benda
sekitarnya.
d. Dikembangkan untuk memberikan kesempatan
anak untuk berpartisipasi aktif melalui kegiatan
1. Model Pelayanan
Langsung
Pelayanan
pengganti keluarga,
tambahan, penguat
fungsi keluarga,
dan perlindungan.
2. Model Pelayanan
tidak Langsung
Segala upaya yang
diarahkan kepada
penciptaandan
perbaikan sistem
pelayanan bagi
anak usia dini.
lxxii
permainan (menyentuh, mengenal, dan mencoba
benda-benda).
e. Memberikan pengalaman nyata bagi anak.
3. Proses Pendidikan
a. Minimal 2 jam @ 45 menit per hari.
b. Minimal 3 kali pertemuan per minggu.
c. Disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan
kondisi anak.
4. Pengelolaan Proses Pendidikan
a. Merumuskan tujuan program pendidikan.
b. Mengarahkan proses pendidikan.
c. Menggunakan metode yang tepat.
d. Merumuskan pencapaian kompetensi.
5. Metode Pendidikan
a. Metode Pokok: Bermain
b. Metode Pelengkap: metode latihan, bercerita atau
mendongeng, nyanyian, piknik/ wisata,
penugasan, dan bermain peran.
6. Penyiapan Sarana Pendidikan
a. Disesuaikan dengan tema.
b. Dapat memanfaatkan bahan yang tersedia di
sekitarnya.
7. Penilaian Pendidiakan
a. Setiap empat bulan sekali (caturwulan).
b. Berdasarkan pada pencapaian perkembangan
anak.
c. Laporan perkembangan anak dalam bentuk
uraian tentang perkembangan anak yang telah
dicapai pada setiap pertemuan yang dilaporkan
kepada orang tua dalam waktu tertentu.
d. Mengacu pada hasil karya dan kegiatan anak
selama proses pendidikan secara kontinu.
Tabel 2.6: Model Pendidikan dan Pengasuhan pada Taman Penitipan
Anak
5. Sistem Pengelolaan TPA
Pengelolaan lembaga TPA pada prinsipnya terdapat dua
pengertian yang berbeda yaitu:
a. Sistem tertutup merupakan bagian yang tidak dipengaruhi dan tidak
berinteraksi dengan lingkungan mereka; dan
b. Sistem terbuka yaitu dimana lembaga mengakui adanya interaksi
diantara bagian-bagian dalam sistem tersebut dengan lingkungan
mereka.
lxxiii
Relevansi pengelolaan dalam penyelenggaraan lembaga TPA
ialah mengikuti sistem terbuka, dengan sistem ini diharapkan adanya
kejelasan antara input, transformasi dan output yang menjadi target dari
lembaga, sehingga sangat memungkinkan lembaga dapat berkembang dan
diterima masyarakat disamping memudahkan dalam memberikan
pembinaan.
Analisis penyelenggaraan TPA sebagai sistem organisasi
terbuka dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Masukan yang diperlukan:
1) Bahan berkenaan dengan alat dan perlengkapan yang diperlukan
dalam penyelenggaraan TPA antara lain: alat tulis kantor,
perlengkapan, dan peralatan pendidikan.
2) Sumber daya manusia berkenaan dengan upaya sebagai
penyelengara administrasi dan ketatausahaan, pendidikan,
perawatan, dan pengasuhan.
3) Modal berkenaan dengan biaya-biaya yang diperlukan; honorarium,
alat tulis kantor, perlengkapan, dan bahan-bahan lain yang
diperlukan untuk penyelengaraan TPA.
4) Teknologi berkenaan teknik-teknik yang diperiukan untuk
pembelajaran pada TPA seperti teknik dan metode pembelajaran
Montesori, teknik dan metode Hanaika, teknik dan metode Al-Falah
yang memadukan teknik dan metode belajar dan bernafaskan Islam,
teknik dan metode High Scope.
5) Informasi berkenaan dengan penyelenggaraan antara
lain: ijin penyelenggaraan TPA, koordinasi pembinaan
lxxiv
kelembagaan, dan penyelenggaraan pendidikan secara holistik
antara kesehatan, gizi serta pendidikan, bagaimana lembaga tersebut
dikenal oleh masyarakat luas, bagaimana menyelenggarakan TPA
yang relevan dengan sasaran dan kebutuhan lingkungan setempat.
b. Trasformasi sebagai bentuk mengaktualisasikan kegiatan-kegiatan
penyelenggaraan TPA melalui:
1) Kegiatan keorganisasian berkaitan dengan sistem administrasi dan
ketatausahaan maupun penyelenggaraan program pembelajaran
yang dapat mengoptimalkan potensi peserta didik.
2) Kegiatan manajemen berkaitan dengan perencanaan
penyelenggaraan TPA, menyusun organisasi yang sesuai dengan
kebutuhan lembaga, menentukan figur kepemimpinan serta
melakukan pengawasan terhadap sumber daya lembaga
penyelenggaraan proses belajar, hasil yang dicapai, penentuan
sumber pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan lembaga.
3) Teknologi dan metode dalam penyelenggaraan TPA berkenaan
dengan teknik dan metode pembelajaran yang akan diterapkan,
sarana dan alat pendidikan yang digunakan.
c. Keluaran berkaitan dengan produk yang dihasilkan oleh lembaga TPA
baik dalam bentuk catatan hasil belajar maupun karya dari proses
pembelajaran tersebut, hasil yang bersifat manusiawi sebagaimana
diaplikasikan dalam bentuk perilaku dan interaksi dengan
lingkungannya.
lxxv
(online: www.plsp.go.id)
Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini
Anak adalah seorang individu yang unik dan akan berkembang
sesuai dengan kemampuannya sendiri (Elizabeth G. Hainstock, 2002:4).
Anak Usia Dini (0-8 tahun) adalah individu yang sedang
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Usia dini dapat
dikatakan sebagai usia emas (golden age) yaitu usia yang sangat berharga
dibanding usia-usia selanjutnya (Hibana S. Rahman, 2002:32).
Usia prasekolah dimaksudkan sebagai usia dimana anak belum
memasuki suatu lembaga pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD).
Biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti kegiatan dalam
berbagai bentuk lembaga pendidikan prasekolah seperti Kelompok
Bermain, Taman Kanak-kanak atau Taman Pengasuhan Anak (Kak Seto,
2004:31).
2. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Menurut Hibana S. Rahman (2002:32-36), secara rinci
karakteristik perkembangan anak usia dini sebagai berikut:
a. Usia 0-1 tahun, beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan
antara lain: 1) Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling,
merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan; 2) Mempelajari keterampilan
menggunakan panca indera; 3) Mempelajari komunikasi sosial.
b. Usia 2-3 tahun, beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia ini
antara lain: 1) Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada
lxxvi
disekitarnya; 2) Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa;
3) Anak mulai belajar mengembangkan emosi.
c. Usia 4-6 tahun, memiliki karakteristik antara lain: 1) Berkaitan dengan
perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan; 2)
Perkembangan bahasa semakin baik; 3) Perkembangan kognitif (daya
pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar
biasa terhadap lingkungan sekitar; 4) Bentuk permainan anak masih
bersifat individu, bukan permainan sosial.
d. Usia 7-8 tahun, karakteristik anak usia ini antara lain: 1)
Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat; 2)
Perkembangan sosial, anak mulai melepaskan diri dari otoritas orang
tuanya; 3) Anak mulai menyukai permainan sosial yang melibatkan
banyak orang dengan saling berinteraksi; 4) Perkembangan emosi
sudah mulai terbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian
anak.
3. Tugas Perkembangan Anak Usia Dini
Tugas perkembangan adalah kegiatan atau tugas-tugas yang
dapat dilakukan oleh anak. Bayi memiliki tugas perkembangan yang lebih
sederhana daripada orang dewasa. Tugas perkembangan tersebut semakin
berkembang sejalan dengan bertambahnya usia.
Menurut Slamet Suyanto (2003:81-85), tugas-tugas
perkembangan anak sebagai berikut:
a. Usia 0-6 bulan
lxxvii
Menunjukkan gerak refleks survival.
Mengenali pengasuhnya.
Menunjukkan komunikasi wajah, tersenyum, tertawa, bersuara.
Tangan mencoba meraih benda di depannya.
Memegang mainan dan menggoyangkannya.
Memegang benda dengan dua tangan dan memasukannya ke mulut.
b. Usia 7 bulan - 1 tahun
1) Mampu memegang dan meggerakkan objek.
2) Koordinasi mata dan tangan sudah baik.
3) Mampu membedakan orang tuanya/ keluarga dekat dengan orang
asing.
4) Mampu duduk di lantai dengan baik.
5) Mulai merangkak untuk mengambil objek.
6) Mulai menunjukkan kemampuan mencari objek yang
disembunyikan.
7) Mengambil dan melempar objek dan menyukai suara objek ketika
jatuh.
8) Menunjuk dan meminta sesuatu dengan bahasa tangan dan bunyi.
9) Mulai bisa berjalan dengan dibantu.
10) Mulai berdiri dan berjalan sendiri.
c. Usia 1-2 tahun
1) Mulai lancer berjalan dan tidak mau berhenti berjalan.
2) Belajar mengenal benda-benda secara intensif.
lxxviii
3) Mulai mengembangkan memori jangka pendek dan jangka panjang.
4) Memegang pensil dengan semua jari dan mulai mencorat-coret.
5) Mulai tertarik dengan gambar pada buku.
6) Membalik-balik halaman buku (banyak halaman dalam sekali
membalik).
7) Mengambil dan melempar benda-benda seperti bola.
8) Mulai menunjukkan kemampuan komunikasi.
9) Mulai mengenal nama panggilannya.
10) Bisa menunjukkan “papa” dan “mama”nya.
11) Mulai berinteraksi dengan anak lain yang lebih dewasa.
12) Bisa menarik dan membawa mainannya.
13) Dapat menaiki trap dan menunjukkan keseimbangan badan.
14) Menyukai benda-benda yang berbunyi.
15) Mulai senang berlari dan menendang bola.
d. Usia 2-5 tahun
1) Mulai menirukan apa yang dilakukan orang dewasa.
2) Motorik halus mulai berkembang pesat.
3) Mulai belajar memakai benda-benda seperti topi, sepatu besar, atau
kaca mata menirukan orang dewasa.
4) Mulai bermain peran sendiri, misalnya meniru telepon.
5) Mulai belajar makan dan minum sendiri.
6) Menata benda-benda ditumpuk ke atas.
lxxix
7) Mulai belajar melempar bola.
8) Mulai bicara satu kata.
9) Menunjukkan koordinasi bilateral yang baik.
10) Menunjukkan koordinasi yang baik antar organ.
11) Menunjukkan kemampuan bermain peran, seperti memandikan
boneka sebagai memandikan adik.
12) Bermain paralel.
13) Menunjukkan perkembangan bahasa yang cepat.
14) Menggambar pada kanvas.
15) Berkomunikasi dengan anak lain sebagai wujud perkembangan
sosial.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Agar peneliti dapat mendeskripsikan secara jelas dan rinci serta
mendapatkan data yang mendalam dari fokus penelitian, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi dan Martina (dalam
Sutrisno, 2004:70) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif dilakukan
lxxx
dengan menghimpun data dalam keadaan sewajarnya, mempergunakan cara
kerja yang sistematis, terarah, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
tidak kehilangan sifat ilmiahnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena bersifat
deskriptif dan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, bukan
angka-angka.
B. Rancangan Penelitian
Untuk mengetahui secara rinci tentang “Pola Pembelajaran Taman
Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby”, maka penelitian ini dirancang
dengan menggunakan rancangan studi kasus. Kasus dalam penelitian ini
dilaksanakan di Taman Balita Klub Merby dengan alamat Jl. Pandanaran II/
2D Semarang.
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial.
Untuk menunjukkan ciri yang sesungguhnya dari strategi studi kasus,
terutama ciri-ciri yang dapat membedakannya dari strategi yang lain, maka
Yin (1984a, 1981b) dalam Robert K. Yin (2003:18) memberikan definisi
yang lebih teknis, yaitu:
“Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena
di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara
fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi
sumber bukti dimanfaatkan”.
Menurut Agus Salim (2001:93), studi kasus adalah suatu pendekatan
untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus
(case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak
luar. Inti studi kasus yaitu kecenderungan utama diantara semua ragam studi
67
lxxxi
kasus adalah bahwa studi kasus ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan
atau seperangkat keputusan.
Menurut Moch. Nazir (1988), dilihat dari tujuannya, penelitian studi
kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar
belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari
individu yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan hal yang
bersifat umum (dalam Sutrisno, 2004:71).
Beranjak dari fokus penelitian ini, maka “Pola Pembelajaran Taman
Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby” adalah sistem atau cara kerja
dari suatu peristiwa atau kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan pengasuh
Taman Balita Klub Merby sebagai TPA dalam kaitannya memberikan
pendidikan dan pengasuhan.
C. Setting Penelitian
Di Semarang ada beberapa TPA, antara lain: TPA Melati (milik
UNDIP) di lingkungan kampus UNDIP Pleburan, TPA Mardi Waluyo di Jl.
Pandanaran, dan Taman Balita Klub Merby di Jl. Pandanaran II/ 2D.
Penelitian ini dilakukan pada taman penitipan anak yang bernama
Taman Balita Klub Merby dengan alamat Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang
karena ada beberapa alasan dan kriteria yang perlu diperhatikan. Alasannya
Taman Balita Klub Merby merupakan taman penitipan anak yang tidak hanya
memberikan pelayanan pengasuhan anak di bawah lima tahun (balita) saja
tetapi anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan. Hal tersebut
lxxxii
merupakan salah satu kelebihan dari Taman Balita Klub Merby. Kelebihan-
kelebihan yang lain:
1. Memberikan pelayanan pendidikan dan pengasuhan bagi balita untuk
menjadi balita yang mandiri melalui program bermain yang edukatif;
2. Para balita di bawah pengawasan dokter dan psikolog;
3. Disediakan Mother’s Room bagi para orang tua yang ingin berkonsultasi
kepada pendidik, pengasuh, dokter, dan psikolog mengenai perkembangan
balita mereka;
4. Arena bermain yang luas, bersih, nyaman, dan tenang;
5. Taman Balita Klub Merby terletak di pusat kota yaitu Jl. Pandanaran II/
2D Semarang.
Kriteria-kriterianya, antara lain: berorientasi pada kebutuhan anak,
belajar melalui bermain, kreatif dan inovatif, lingkungan yang kondusif,
menggunakan pembelajaran terpadu, mengembangkan keterampilan hidup,
menggunakan berbagai media dan sumber belajar, pembelajaran yang
berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, dan stimulasi terpadu.
D. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah:
1. Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub Merby, yang berjumlah satu
orang.
2. Pendidik Taman Balita Klub Merby, yang berjumlah dua orang.
3. Pengasuh Taman Balita Klub Merby, yang berjumlah dua orang.
lxxxiii
4. Orang Tua Anak Balita, peneliti mengambil sampel dua orang tua anak
balita.
E. Fokus Penelitian
Menurut Lexy S. Moleong (2002:62-63), masalah dalam penelitian
kualitatif dinamakan fokus. Perumusan fokus atau masalah dalam penelitian
kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan fokus atau masalah
itu masih tetap dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar penelitian.
Dengan kata lain fokus dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara,
tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di
lapangan.
Dalam penelitian ini, fokus penelitian berisi pokok kajian yang
menjadi pusat perhatian, adalah:
1. Pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby
yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar
mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan evaluasi.
2. Faktor pendukung dan faktor penghambat dari pola pembelajaran taman
penitipan anak di Taman Balita Klub Merby.
F. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
metode, antara lain:
1. Metode Observasi atau Pengamatan
lxxxiv
Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula
pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indera (Suharsimi Arikunto, 1998:146).
Sanapiah Faisal (1990) dalam Sugiyono (2005:64),
mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi
(participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan
tersamar (overt obsevation and covert observation), dan observasi yang
tak berstruktur (unstructured observation).
Selanjutnya Spradley dalam Susan Stainback (1988) membagi
observasi berpartisipasi menjadi empat yaitu: pasive participation,
moderate participation, active participation, and complete participation
(dalam Sugiyono, 2005:64). Untuk memudahkan pemahaman tentang
bermacam-macam observasi, maka dapat digambarkan seperti gambar
berikut:
Gambar 3.1: Macam-macam teknik observasi (dalam Sugiyono,
2005:65).
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan observasi
partisipatif, dimana peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari Taman
Macam-
macam
Observa
Observasi
partisipati
Observasi terus
terang &
Observasi
tak
Observasi yang pasif
Observasi yang moderat
Observasi yang pasif
Observasi yang lengkap
lxxxv
Balita Klub Merby. Selain melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan pendidik dan pengasuh serta ikut
merasakan suka dukanya. Dalam observasi ini, peneliti mengamati apa
yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
Observasi partisipan dimaksudkan untuk memperoleh data yang
lengkap dan rinci melalui pengamatan yang seksama dengan melibatkan
diri dan berpartisipasi dalam fokus yang sedang diteliti. Dengan observasi
partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan
sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Menurut Robert K. Yin (2003:113-114), observasi partisipan
adalah suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi
pengamat pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi
tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.
Menurut Spradley dalam Sugiyono (2005:68-69), obyek penelitian
dalam penelitian kualitatif yang diobservasi dinamakan situasi sosial, yang
terdiri atas tiga komponen yaitu place (tempat), actor (pelaku), dan
activities (aktivitas). Tiga elemen tersebut dapat diperluas sehingga apa
yang dapat kita amati adalah:
a. Space: ruang dalam aspek fisiknya.
b. Actor: semua orang yang terlibat dalam situasi sosial.
c. Activity: seperangkat kegiatan yang dilakukan orang.
d. Object: benda-benda yang terdapat di tempat itu.
lxxxvi
e. Act: perbuatan atau tindakan-tindakan tertentu.
f. Event: rangkaian aktivitas yang dikerjakan orang-orang.
g. Time: urutan kegiatan.
h. Goal: tujuan yang ingin dicapai orang-orang.
i. Feeling: emosi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang-orang.
Dalam penelitian ini, obyek penelitian yang akan diobservasi
sebagai berikut:
a. Space: Lingkungan fisik Taman Balita Klub Merby.
b. Actor: Koordinator Pelaksana, Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua Anak
Balita.
c. Activity: Pelaksanaan KBM, penggunaan metode, dan sistem evaluasi.
d. Object: Pengadaan bahan belajar, alat/ media belajar, dan sumber
belajar.
e. Act: Pelaksanaan strategi pembelajaran, model pendidikan dan
pengasuhan TPA.
f. Event: Aktivitas para orang tua anak balita.
g. Time: Urutan kegiatan TPA/ jadwal TPA.
h. Goal: Visi dan misi TBKM, tujuan dan alasan orang tua menitipkan
anak balitanya di Taman Balita Klub Merby.
i. Feeling: Kondisi perasaan Koordinator Pelaksana, Pendidik, Pengasuh,
Orang tua anak balita serta anak balita.
Menurut Spradley dalam Sugiyono (2005:69), tahapan observasi
ada tiga yaitu: a. Observasi Deskriptif, b. Observasi Terfokus, dan c.
1 2 3
lxxxvii
Observasi Terseleksi. Tahapan observasi dapat digambarkan sebagai
berikut:
Tahap Deskripsi
Memasuki situasi
sosial: ada tempat,
aktor, aktivitas.
Tahap Reduksi
Menentukan Fokus:
Memilih diantara yang telah
dideskripsikan
Tahap Seleksi
Mengurai Fokus:
Menjadi komponen yang
lebih rinci
Gambar 3.2: Tahap Observasi menurut Spradley (1980) dalam Sugiyono
(2005:70)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi pertisipan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Observasi Deskriptif
Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi
sosial tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum
membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan
penjelajahan umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap
semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Semua data direkam, oleh
karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang
belum tertata dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama. Bila
lxxxviii
dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain,
sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.
b. Observasi Terfokus
Pada tahap ini peneliti melakukan suatu observasi yang telah
dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu yaitu aspek-aspek:
tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/
media belajar, sumber belajar, dan evaluasi. Observasi ini dinamakan
observasi terfokus karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis
taksonomi sehingga dapat menemukan fokus, yaitu pola pembelajaran
TPA di Taman Balita Klub Merby serta faktor pendukung dan
penghambat dari pola pembelajaran tersebut.
c. Observasi Terseleksi
Pada tahap observasi ini, peneliti telah menguraikan fokus yang
ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis
komponensial terhadap fokus, maka tahap ini penelititelah menemukan
karakteristik, kontras-kontras/ perbedaan dan kesamaan antar kategori
dengan kategori lain. Pada tahap ini peneliti menemukan pemahaman
yang mendalam.
2. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
lxxxix
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J. Moleong, 2002:135).
Dalam penelitian ini, peneliti sebagai pewawancara (interviewer) akan
melakukan wawancara secara langsung dengan pihak yang diwawancarai
(interviewee) yaitu koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh, dan orang
tua anak balita.
Adapun jenis wawancara yang akan digunakan oleh peneliti
adalah pembagian wawancara yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln
(1981:160-170) dalam Dr. Lexy J. Moleong, M. A (2002:137-138) yaitu:
a. Wawancara Terbuka
Dalam wawancara terbuka para subjek tahu bahwa mereka sedang
diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Dalam
wawancara terbuka ini, para subjek penelitian mengetahui bahwa
dirinya sedang diwawancarai, karena sebelum wawancara berlangsung
peneliti meminta ijin kepada Pimpinan Taman Balita Klub Merby
untuk mengadakan wawancara.
b. Wawancara Tersruktur
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan. Semua subjek mempunyai kesempatan yang sama untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan. Sebelum mengadakan
wawancara dengan subjek penelitian, peneliti telah membuat dan
menetapkan masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
xc
Pelaksanaan metode wawancara ini dilakukan selama penelitian
berlangsung yaitu pada bulan Oktober 2005. Setiap hari Senin sampai
Jumat peneliti datang ke Taman Balita Klub Merby untuk melakukan
penelitian dengan menggunakan metode wawancara terbuka dan
terstruktur.
Metode wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data
mengenai aspek-aspek yang akan diteliti yaitu: tujuan, bahan
pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar,
sumber belajar, dan evaluasi. Selain itu peneliti menggunakan metode
wawancara untuk memperoleh data tentang faktor pendukung dan faktor
penghambat dalam pola pembelajaran TPA.
Adapun pihak-pihak yang akan diwawancarai, yaitu:
a. Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub Merby
1) Identitas koordinator pelaksana meliputi: nama, tempat/ tanggal
lahir, umur, pendidikan terakhir, dan alamat.
2) Pendapat koordinator pelaksana tentang visi, misi, jumlah personil
yang meliputi pendidik dan pengasuh, jumlah anak balita, biaya
pendidikan, jenis-jenis program yang ada, jadwal TPA, kurikulum,
aspek evaluasi, dan gaji pegawai.
xci
3) Pendapat koordinator pelaksana tentang tujuan, bahan
pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media
belajar, sumber belajar, dan evaluasi.
4) Pendapat koordinator pelaksana tentang faktor pendukung dan
penghambat pembelajaran TPA.
b. Pendidik Taman Balita Klub Merby
1) Identitas pendidik meliputi: nama, tempat/ tanggal lahir, umur,
pendidikan terakhir, dan alamat.
2) Pendapat pendidik tentang jumlah pendidik, jumlah anak balita,
jumlah honor, penerapan kurikulum, hasil pembelajaran, kendala
yang dihadapi dalam proses pembelajaran, dan cara mengatasi
kendala tersebut.
3) Pendapat pendidik tentang tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan
belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan
evaluasi.
4) Pendapat pendidik tentang faktor pendukung dan penghambat
pembelajaran TPA.
c. Pengasuh Taman Balita Klub Merby
1) Identitas pengasuh meliputi: nama, tempat/ tanggal lahir, umur,
pendidikan terakhir, dan alamat.
2) Pendapat pengasuh tentang jumlah pengasuh, jumlah anak balita,
jumlah honor, sistem pengasuhan, kendala yang dihadapi dalam
proses pengasuhan, dan cara mengatasi kendala tersebut.
xcii
3) Pendapat pengasuh tentang faktor pendukung dan penghambat
pembelajaran TPA.
d. Orang Tua Anak Balita
1) Identitas orang tua anak balita meliputi: nama, tempat/ tanggal
lahir, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan alamat.
2) Pendapat orang tua anak balita alasan orang tua menitipkan
anaknya di TPA, tujuan orang tua menitipkan anaknya di TPA, dan
sistem pembayaran di TPA.
3) Pendapat orang tua anak balita tentang faktor pendukung dan
penghambat pembelajaran TPA.
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode yang mencari data mengenai
hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, gambar/ foto, dan
sebagainya yang berhubungan dengan fokus penelitian. Metode ini
dimaksudkan untuk melengkapi data dari observasi dan wawancara.
Metode dokumentasi sebagai suatu metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan atau pengutipan data
dari dokumen yang ada di setting penelitian.
Menurut Guba dan Lincoln (1981:232-235) dalam Lexy J.
Moleong (2002:161), ada beberapa alasan dari penggunaan dokumentasi,
antara lain: a) dokumen dan record merupakan dokumen yang stabil, kaya,
dan mendorong; b) berguna sebagai bukti untuk suatu kejadian; c)
xciii
memiliki sifat yang alamiah; d) murah dan mudah diperoleh; dan e) tidak
sukar untuk ditemukan.
Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data
tertulis yang meliputi: sejarah Taman Balita Klub Merby, letak geografis,
data pendidik, data pengasuh, data anak balita di Taman Balita Klub
Merby, organisasi dan tata kerja, tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan
belajar mengajar, metode, alat/ media yang digunakan, surat izin
penelitian di Taman Balita Klub Merby, dan foto pelaksanaan kegiatan
pembelajaran di Taman Balita Klub Merby
Data-data tersebut dapat diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokan
menjadi dua, yaitu data utama dan data pendukung. Data utama diperoleh
dari para informan, yaitu orang-orang yang terlibat secara langsung dalam
TPA seperti koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh, dan orang tua
anak balita. Sedangkan data pendukung bersumber dari dokumen-
dokumen seperti arsip administrasi, catatan, rekaman, gambar/ foto
kegiatan, hasil-hasil observasi, hasil-hasil wawancara, dan bahan-bahan
referensi lain yang dapat mendukung dalam penelitian ini.
Dalam penelitian kualitatif ini, pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode observasi partisipan (participant observation),
wawancara mendalam (in dept interview) secara terbuka dan terstruktur, dan
dokumentasi.
xciv
Observasi dan wawancara dipedomani dan dikembangkan
sebagaimana yang diajukan oleh Spradley dalam Sanapiah Faisal (1990:91-
108) yang diawali dengan observasi terfokus dan wawancara struktural serta
diakhiri dengan observasi selektif dan wawancara kontras (dalam Wiwik Puji
Rahayu, 2004:62). Skema proses kegiatan observasi dan wawancara tersebut
di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.3: Proses Metode Pengumpulan Data menurut Spradley
Penjelasan skema di atas sebagai berikut:
Pengamatan deskriptif dilakukan untuk melihat secara umum tentang
kondisi Taman Balita Klub Merby. Setelah itu dilakukan pengamatan yang
terfokus pada obyek yang akan diteliti mengenai pola pembelajaran TPA di
Taman Balita Klub Merby serta faktor pendukung dan penghambat dari
pembelajaran tersebut. Proses selanjutnya dilakukan pengamatan secara
DESKRIPTIF
SELEKTIF
TERFOKUS
STRUKTURAL
DESKRIPTIF
KONTRAS
xcv
selektif untuk melihat bagaimana perumusan tujuan, penggunaan bahan
pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode, penggunaan
alat/ media belajar, pengadaan sumber belajar, dan pelaksanaan evaluasi.
Bersamaan dengan proses pengamatan tersebut juga dilakukan
wawancara deskriptif kepada Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub
Merby untuk memperoleh gambaran secara umum tentang sejarah singkat,
ketenagaan, wilayah kerja, struktur organisasi dan program Taman Balita
Klub Merby. Selanjutnya dilakukan wawancara terstruktur secara mendalam
kepada Kooedinator Pelaksana, Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua Anak
Balita untuk mengungkap fokus dari penelitian ini yaitu pola pembelajaran
TPA di Taman Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan
pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber
belajar, dan evaluasi. Serta faktor pendukung dan faktor penghambat dari
pembelajaran tersebut.
Untuk mendukung atau melengkapi dari berbagai data yang diperoleh,
kemudian peneliti menggunakan metode dokumentasi. Melulai metode
dokumentasi ini dapat diperoleh berbagai kejadian-kejadian penting yang
dapat memperjelas dari setiap kegiatan. Kegiatan ini terus berulang kali
hingga semua data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat terpenuhi.
G. Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan (trutworthiness) data diperlukan teknik
pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah
xcvi
kriteria tertentu. Menurut Lexy J. Moleong (2002:173), ada empat kriteria
yang digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmability).
Kriteria keabsahan data diterapkan dalam rangka membuktikan temuan
hasil penelitian dengan kenyataan yang ada di lapangan. Adapun teknik-teknik
pemeriksaan yang digunakan untuk membuktikan derajat kepercayaan
meliputi: 1) Perpanjangan Keikutsertaan; 2) Ketekunan Pengamatan; 3)
Triangulasi; 4) Pengecekan Sejawat; 5) Kecukupan Referensial; 6) Kajian
Kasus Negatif; 7) Pengecekan Anggota. Untuk membuktikan keabsahan data
penelitian ini menggunakan teknik triangulasi.
Menurut Lexy J. Moleong (2002:178), triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu. Denzim (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan
teori.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepergayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton, 1987:331). Hal itu dapat
digapai dengan jalan: 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; 3) membandingkan apa
xcvii
yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang
dikatakannya sepanjang waktu; 4) membandingkan keadaan dan perspektif
seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat
biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan; 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan (dalam Lexy J. Moleong, 2002:178).
Pada triangulasi metode, menurut Patton (1987:329), terdapat dua
strategi, yaitu: 1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data; dan 2) pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama (dalam Lexy J. Moleong,
2002:178).
Teknik triangulasi jenis ketiga (penyidik) ialah dengan jalan
memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan
kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu
mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya
penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik
ini. Cara lain ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan
analisis lainnya (dalam Lexy J. Moleong, 2002:178).
Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1981:307),
berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori (dalam Lexy J. Moleong,
2002:178).
xcviii
Teknik triangulasi dalam penelitian ini adalah triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, dengan
pertimbangan bahwa untuk memperoleh informasi dari para informan perlu
diadakan cros cek antara satu informan dengan informan lain sehingga akan
diperoleh informasi yang benar-benar valid. Informasi yang diperoleh
diusahakan dari nara sumber yang betul-betul mengetahui akan permasalahan
dalam penelitian ini. Informasi yang diberikan oleh salah satu informan dalam
menjawab pertanyaan peneliti, peneliti mengecek ulang dengan jalan
menanyakan ulang pertanyaan yang disampaikan oleh informan pertama ke
informan kedua. Apabila kedua jawaban yang diberikan itu sama, maka
jawaban itu dianggap sah. Apabila kedua jawaban saling berlawanan atau
berbeda, maka langkah alternatif sebagai solusi yang tepat adalah dengan
mencari jawaban atas pertanyaan itu kepada informan ketiga yang berfungsi
sebagai pembanding antara keduanya. Hal ini dilakukan untuk membahas
setiap fokus penelitian yang ada sehingga keabsahan data tetap terjaga dan
dapat dipertanggungjawabkan.
H. Analisis Data
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain (dalam Sugiyono, 2005:88). Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan
xcix
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Spradley (1980) dalam Sugiyono (2005:89) menyatakan bahwa
analisis dalam penelitian apapun, adalah cara berpikir. Hal itu berkaitan
dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan
bagian, hubungan antar bagian, dan hubungannya dengan keseluruhan.
Analisis adalah untuk mencari pola.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh peneliti maupun orang lain.
Menurut Spradley (1980) dalam Sugiyono (2005:101), terdapat
tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yaitu analisis
domain, taksonomi, komponensial, dan tema kultural. Tahapan analisis data
dapat digambarkan sebagai berikut:
Analisis Domain (Domain Analysis)
Memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh
dari obyek penelitian/ situasi sosial. Ditemukan
berbagai domain/ kategori. Peneliti menetapkan
Analisis Taksonomi (Taxonomic Analysis)
Domain yang dipilih tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi
lebih rinci, untuk mengetahui struktur internalnya. Dilakukan
dengan observasi terfokus.
c
Gambar 3.4: Analisis Data Kualitatif menurut Spradley (1980) dalam
Sugiyono (2005:102)
Dalam penelitian ini, tahapan analisis data dengan mengacu pada
pendapat Spradley (1980) sebagai berikut:
1. Analisis Domain
Setelah peneliti memasuki obyek penelitian yang berupa situasi
sosial yang terdiri atas place, actor, dan activity (PAA), selanjutnya
melaksanakan observasi partisipan, mencatat hasil observasi dan
wawancara, melakukan observasi deskriptif, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis domain.
Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum
dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian.
Hasilnya berupa gambaran umum tentang obyek yang diteliti yang
sebelumnya belum diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh
Analisis
data
kualitatif
Analisis Komponensial (Componential Analysis) Mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara
mengkontraskan antar elemen. Dilakukan melalui observasi dan
wawancara terseleksi dengan pertanyaan yang mengkontraskan (contras question).
Analisis Tema Kultural (Discovering Cultural Theme)
Mencari hubungan diantara domain, bagaimana
hubungan dengan keseluruhan, dan selanjutnya
ci
belum mendalam, masih di permukaan, namun sudah menemukan
domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti.
2. Analisis Taksonomi
Setelah peneliti melakukan analisis domain, sehingga ditemukan
domain-domain atau kategori dari situasi sosial tertentu, maka selanjutnya
domain yang dipilih oleh peneliti selanjutnya ditetapkan sebagai fokus
penelitian, perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data di lapangan.
Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus melalui pengamatan,
wawancara mendalam, dan dokumentasi sehingga data yang terkumpul
menjadi banyak. Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan analisis lagi
yang disebut dengan analisis taksonomi.
Analisis taksonomi adalah analisis terhadap keseluruhan data yang
terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan. Dalam analisis ini,
yang diurai adalah domain yang telah ditetapkan menjadi fokus. Melalui
analisis ini, setiap domain dicari elemen yang serupa atau serumpun. Ini
diperoleh melalui observasi dan wawancara serta dokumentasi yang
terfokus.
3. Analisis Komponensial
Pada analisis komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan
dalam domain bukanlah keserupaan dalam domain, tetapi yang memiliki
perbedaan atau yang kontras.
Data ini dicari melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi
yang terseleksi. Dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi
cii
tersebut, sejumlah dimensi yang spesifik dan berbeda pada setiap elemen
akan dapat ditemukan.
4. Analisis Tema Budaya
Analisis tema sebenarnya merupakan upaya mencari “benang
merah” yang mengintegrasikan lintas domain yang ada.
ciii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini pada dasarnya merupakan data yang diperoleh melalui
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pada bagian ini akan
dipaparkan tentang sejarah singkat berdirinya Klub Merby, latar belakang
berdirinya Taman Balita Klub Merby, gambaran umum Taman Balita
Klub Merby, struktur organisasi Taman Balita Klub Merby, ketenagaan,
identitas informan, dan hasil wawancara dengan informan.
1. Sejarah Singkat Berdirinya Klub Merby
Perjalanan dari tahun 1989 bukanlah waktu yang singkat. Di usia
yang menginjak 15 tahun ini, Klub Merby kini telah tumbuh menjadi
“remaja” yang dewasa.
Awal Kelahiran: Pelatihan Perdana (1989). Gagasan pertama
mulai dibukanya Klub Merby (yang pada awal kelahiran dikenal dengan
nama Pusat Pelatihan Merbabu) adalah dari pemikiran bagaimana dibentuk
wadah penampungan bagi anak-anak yang dunianya penuh dengan daya
imajinasi yang perlu diekspresikan melalui media coret-mencoret. Bakat
“coret-coret” ini tentu harus disalurkan secara tepat dan terarah sehingga
coretan menjadi bentuk lukisan yang tentu saja memiliki nilai seni
dibaliknya. Tantangan awal perintisan penyelenggaraan pelatihan ini
adalah mencari pelatih. Tidak mudah bagi perintis untuk dapat mencari
pelatih, karena dalam masa itu sama sekali belum ada “trend” untuk
mengadakan pelatihan lukis pemula bagi anak-anak. Walaupun semula
civ
juga ragu, akhirnya ditemukan seorang seniman Noehoni Harsono yang
bersedia menjadi pelatih pertama. Dengan murid 5 (lima) anak kecil yang
rata-rata duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Pelatihan perdana
dijalankan bertempat di lantai II Toko Buku dan Alat Tulis Merbabu
Semarang.
Perkembangan Awal. Diselenggarakan dengan sasaran belajar
dan jadwal yang teratur, pelatihan ini mampu menjanjikan sesuatu yang
berbeda dari yang sudah ada. Kerinduan anak-anak untuk selalu berlatih
dan berlatih, membawa pula anak-anak lain untuk bergabung. Kelas
berdurasi 1,5 jam sudah dipadati peserta sebanyak 15 anak sesuai kapasitas
maksimal. Kedatangan peserta baru yang semakin “antri” menyebabkan
kelas dikembangkan menjadi tiga shift mulai dari pukul 15.00 WIB sampai
dengan pukul 19.30 WIB.
Kampus I dan Pengesahan Pemerintah (1992). Setelah dirasakan
suasana toko kurang sesuai dengan usaha pengembangan kreativitas anak
untuk berseni, dibangunlah gedung baru tersendiri yang khusus untuk
pelatihan. Berlokasi di bagian belakang toko yang sama, bangunan baru
terdiri dari 6 ruangan dengan fasilitas yang memadai serta dilengkapi
dengan AC dan sound system. Ruang-ruang diberi nama dengan bunga
agar anak-anak mudah mengingat dan mendekatkan anak-anak pada alam.
Ruang Melati, Seruni, Mawar, Cempaka, Anggrek, dan Sakura menjadi
saksi bisu anak-anak menghasilkan karya seni yang polos dan lucu.
Masalah pengesahan muncul bukan karena prosedurnya, melainkan belum
cv
adanya bentuk pelatihan semacam ini. Pelatihan semacam ini adalah yang
pertama di Semarang, bahkan mungkin di Indonesia. Permasalahan dapat
dijernihkan dengan menyodorkan kurikulum yang teratur yang memang
telah dipersiapkan dengan baik. Akhirnya keluarlah surat ijin
penyelenggaraan dengan no. 493/103/H/92 tertanggal 14 Desember 1992.
Sekaligus dapat menyelenggarakan evaluasi semester di bawah
pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (waktu itu) guna
mengukur kemampuan dan perkembangan siswa. Bagi siswa juga yang
berhak memperoleh Sertifikat dan Laporan Hasil Evaluasi.
Perkembangan Mutakhir: Penambahan Kampus dan Bidang
Kepelatihan. September 2002, diresmikan Kampus II yang bertempat di
Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang. Kampus baru ini terutama digunakan
sebagai tempat Child Day Care yang merupakan sarana untuk membantu
mengasuh anak-anak bagi para orang tua yang bekerja. Dalam hal ini,
Klub Merby menyediakan saran taman penitipan anak: Taman Bermain
Balita (6 bulan-3 tahun) dan Daily Homework Supervision (DHS)
pendampingan belajar anak sepulang sekolah selama orang tua masih
bekerja. Guna memenuhi permintaan masyarakat Yogyakarta dan
sekitarnya, Klub Merby membuka Kampus III yang bertempat di Jl. Ring
Road Utara 199, Yogyakarta (7 Juli 2003).
Selain merentangkan sayapnya ke bidang Child Day Care, Klub
Merby juga membuka berbagai macam pelatihan baik itu bidangt seni
maupun ilmu umum. Tahun 2002, dibuka pelatihan musik: Biola dan
cvi
Gitar. Setelah itu muncul juga pelatihan Clay, English, Mandarin, Acting,
dan masih banyak pelatihan lainnya. Tidak hanya jumlah bidang
kepelatihan saja yang bertambah, tetapi juga peserta pelatihan juga
berkembang segmennya. Selain membuka pelatihan bagi kalangan dewasa
atau umum yang mempunyai hobi di bidang tertentu, dibuka pula pelatihan
untuk para lansia yang berminat di bidang lukis, vocal, dan clay.
Kampus Utama: Merby Centre (2004). Saat ini, diusianya yang
menginjak 15 tahun, Klub Merby telah merentangkan sayapnya sampai ke
semua jenis kesenian. Dengan dipandu oleh lebih dari 35 pelatih yang
bergelar S1/ S2, berkompeten dibidangnya, professional, dan
berpengalaman, Klub Merby beranggotakan tidak kurang dari 1250 siswa
dan telah menghasilkan lebih dari 6000 alumni dengan segudang prestasi
yang mengagumkan. Dengan menyelenggarakan lebih dari 70 jenis
kegiatan kelas yang tergabung dalam 11 subrumpun, 7 rumpun, dan 3
divisi, Klub Merby memindahkan sebagian besar kegiatannya ke kampus
baru yang lebih dikenal dengan nama Merby Centre. Bermodalkan
semboyan New Campus-New Spirit-New Management, Klub Merby
dengan lantang mengucapkan “Welcome to Merby Centre”.
Klasifikasi kegiatan Klub Merby, seperti tabel di bawah ini:
DIVISI RUMPUN
1. Divisi Pelatihan 1. Rumpun Seni Lukis, meliputi Pra Pemula (PG),
Pemula (TK), Dasar A (SD 1-2), Dasar B (SD 3-5),
Lanjutan (SLTP/SLTA), Pra Uni, Hobby, Intensif,
Lansia, dan Perhatian Khusus.
cvii
2. Rumpun Seni Umum, meliputi Vokal, Musik, Biola,
Gitar, Drum, Keyboard, Piano, Recorder, Tari,
Acting, dan Clay.
3. Rumpun Ilmu Umum, meliputi Aksara, Sempoa,
KEC, Tuition, Mandarin, Sports dan Art, serta
Psikologi.
2. Divisi Child Day Care
1. Taman Bermain Balita, meliputi Tiny Class (1-2
tahun), Little Class (2-3 tahun), Happy Class (3-4
tahun), dan Smart Class (Persiapan TK).
2. Daily Homework Supervision (DHS), meliputi 1-2
Class, 3-4 Class, dan 5-6 Class.
3. Divisi College
(segera dibuka)
1 Design, meliputi Interior dan Art.
2 Language (Inggris dan Mandarin), meliputi Tourism,
Business, dan Secretary.
Tabel 4.1: Klasifikasi Kegiatan Klub Merby (Buku Semarak Klub Merby,
2004:18-19)
2. Latar Belakang Berdirinya Taman Balita Klub Merby
Awal mula berdirinya Taman Balita Klub Merby yaitu pimpinan
Klub Merby yang bernama drg. Grace W. Susanto, M. M pernah
mempunyai pengalaman yang nyata dalam kehidupannya. Beliau memiliki
teman yang bekerja sebagai dokter. Teman beliau memiliki seorang anak
balita. Karena kesibukan orang tua, anak balita diasuh oleh seorang
pembantu. Suatu ketika pembantu tersebut sedang lalai (kurang
memperhatikan dan tidak teliti) terhadap anak asuhnya. Sehingga anak
balita tersedak ketika sedang makan. Pembantu pada saat itu tidak tahu apa
yang harus dilakukannya. Kemudian anak balita tersebut dipukul-pukul
pada bagian belakang pundaknya. Akhirnya anak balita itu meninggal
dunia. Hal tersebut yang membuat Ibu Grace tergugah hatinya. Beliau
menemukan ide yaitu bagaimana jika anak balita yang ditinggalkan orang
tua bekerja dititipkan pada taman penitipan anak yang dirancang agar anak
balita merasa seperti di rumah tetapi tetap mendapatkan pendidikan.
Akhirnya didirikanlah Taman Balita Klub Merby.
cviii
Taman Balita Klub Merby termasuk dalam Divisi Child Day Care.
Bangunan seluas 469 m 2 ini diresmikan pada tanggal 12 september 2002.
Walaupun terletak di jantung kota Semarang, lokasi Kampus II berada di
daerah “nyelampit” sehingga menimbulkan suasana tentram dan asri.
Guna menunjang fungsinya sebagai taman balita, kampus ini
dilengkapi pula dengan fasilitas Mother’s Room. Selain itu, terdapat
beberapa kamar yang dilengkapi dengan tempat tidur mini untuk anak-
anak. Di bagian tengah, bangunan ini memiliki kebun dengan hamparan
hijau yang luas sebagai sarana playground.
3. Gambaran Umum Taman Balita Klub Merby
Taman Balita Klub Merby merupakan jenis taman penitipan anak
dengan model penyelenggaraan TPA Umum di perumahan. Luas
bangunan Taman Balita Klub Merby adalah 469 m 2 yang berlokasi di
Kelurahan Mugasari Kecamatan Semarang Selatan, dengan alamat Jl.
Pandanaran II/ 2D Semarang. Maskot Klub Merby adalah Katak (Frog)
yang merupakan Happy Animal. DAsar pemilihan katak sebagai mascot
adalah:
a. Dekat dengan air sebagai sumber kehidupan;
b. Mencintai lingkungan;
c. Mudah menyesuaikan diri dengan alam (air dan darat);
d. Senantiasa gembira, bernyanyi, dan menari.
Visi Taman Balita Klub Merby adalah ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa. Misi Taman Balita Klub Merby adalah memberikan
cix
pendidikan dan pengasuhan bagi balita untuk menjadi balita yang mandiri
melalui program bermain yang edukatif.
Motto Taman Balita Klub Merby adalah 8 C yang artinya sebagai
berikut:
a. Cerdas
Sempurna perkembangan akal budinya, dan sempurna pertumbuhan
tubuhnya (sehat).
b. Ceria
Gembira, berseri-seri, wajah cerah, bersih, dan murni.
c. Cerdik
Cepat mengerti situasi, pandai mencari pemecahan, dan panjang akal.
d. Cekatan
Cepat dan mahir, melakukan sesuatu, tangkas, dan selalu siap
menghadapi masalah.
e. Cermat
Penuh minat, seksama, teliti, hemat, dan berhati-hati.
f. Cendekia
Tajam pikiran, cepat mengerti situasi, pandai mencari jalan keluar, dan
terpelajar.
g. Cantas
Terampil dan tanggung jawab.
h. Cerah
Segar dan penuh harapan.
cx
Jumlah anak balita yang dititipkan di Taman Balita Klub Merby
berjumlah 30 anak balita, yaitu:
a. Little Class (2-3 tahun): 14 anak balita
Dari 14 anak balita tersebut, ada 5 anak balita yang dititipkan sampai
sore (full day). Sedangkan 9 anak balita lainnya hanya mengikuti
kegiatan pembelajarannya saja dan tidak dititipkan sampai sore (half
day).
b. Happy Class (3-4 tahun): 16 anak balita
Dari 16 anak balita tersebut, ada 5 anak balita yang dititipkan sampai
sore. Sedangkan 11 anak balita lainnya hanya mengikuti kegiatan
pembelajarannya saja dan tidak dititipkan sampai sore (half day).
Taman Balita Klub Merby memiliki beberapa tata tertib yang harus
dipatuhi oleh orang tua dan anak balita, antara lain:
a. Tata Tertib untuk Anak Balita
1) Anak balita yang dititipkan harus sudah dapat berjalan. Jika belum
dapat berjalan maka ada biaya pengasuhan tambahan.
2) Anak balita datang dalam keadaan telah mandi pagi dan sarapan
pagi. Jika belum, anak balita harus dating sebelum pukul 08.00 WIB.
3) Untuk makan siang anak balita, membawa makanan sendiri.
4) Anak balita memakai seragam pada hari:
a) Senin dan Kamis: Atasan putih, bawahan kotak-kotak
b) Selasa dan Jumat: Kaos Merby
c) Rabu: Bebas
cxi
b. Tata Tertib untuk Orang Tua Anak Balita
1) Penjemputan anak balita paling lambat pukul 17.15 WIB karena jam
kerja pendidik dan pengasuh sampai dengan 17.00 WIB.
2) Orang tua memenuhi persyaratan Taman Balita Klub Merby antara
lain: menulis identitas diri anak, foto copy akte kelahiran anak, foto
copy kartu keluarga, dan foto copy KTP kedua orang tua.
3) Orang tua membayar biaya-biaya penitipan anak dengan perincian
sebagai berikut:
a) Biaya administrasi per bulan : Rp. 300.000
b) Biaya SPP per bulan : Rp. 200.000
(untuk 5 kali pertemuan dalam satu minggu)
Rp. 150.000
(untuk 3 kali pertemuan dalam satu minggu)
c) Biaya pendaftaran : Rp. 100.000
d) Biaya pangkal (uang gedung) : Rp. 500.000
e) Biaya perlengkapan : Rp. 135.000
(mendapatkan seragam, kaos Merby, tas, media belajar: drawing
board, buku, crayon, gunting, lem, dan lain-lain).
Taman Balita Klub Merby memberikan fasilitas-fasilitas kepada
anak balita yang dititipkan dan orang tua anak balita tersebut, antara lain:
a. Gedung Sekolah
1) Lobby : 1 ruang
2) Ruang Administrasi : 1 ruang
cxii
3) Ruang Kelas : 2 ruang
(Ruang Matahari dan Teratai)
4) Ruang Tidur : 5 ruang
(Ruang Soka, Vanda, Bakung, Kana, Kantil)
5) Ruang Makan (Ruang Kemuning) : 1 ruang
6) Ruang Perpustakaan (Ruang Aster) : 1 ruang
7) Ruang Kesehatan (Ruang Tulip) : 1 ruang
8) Ruang Kamar mandi/ Toilet : 4 ruang
9) Ruang Gudang : 1 ruang
10) Ruang Dapur : 1 ruang
b. Mainan
1) Mainan Dalam
Anyaman busa, pola tani berdiri, alat musik berdiri, pola keluarga
berdiri, papan pasak, rumah ibadah, binatang peraga, boneka salju,
boneka tangan, tea set meidi ks, tea set meidi ts, peraga buah-buahan,
boneka PON XVI, my big play, magic fun, Xmas, Xmas box.
2) Mainan Education
Alat peraga bangun geometri, alat peraga bangun geometri bongkar
pasang, alat peraga kapal geometri bongkar pasang, puzzle angka,
puzzle alat transportasi, peraga mobil bongkar pasang, alat peraga
(putar), alat peraga balok lingkar, alat peraga masak-memasak, alat
peraga pohon, kubus huruf, kubus angka.
cxiii
3) Mainan Luar
Ayunan pasangan (see saw), ayunan single (swing single), mangkuk
putar (merry go round), tooter, playground small, papan titian,
permainan sepak bola (foot ball), kolam berpasir, golf.
c. Perpustakaan
Buku cerita legenda, buku pengetahuan, buku cerita agama, buku cerita
perilaku, buku cerita bahasa Inggris.
d. Fasilitas Umum
Terletak di pusat kota, ruangan ber-AC, bersih, nyaman, dan tenang,
arena bermain yang luas, pelatih profesional, di bawah pengawasan
Dokter dan Psikolog, bersertifikat, rekreasi bersama.
4. Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby
Adapun struktur organisasi Taman Balita Klub Merby yaitu seperti
gambar di bawah ini:
Gambar 4.1: Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby
5. Ketenagaan Taman Balita Klub Merby
Koordinator
Taman Balita Klub Merby
Koordinator Pelaksana
Taman Balita Klub Merby
Pendidik
Pengasuh
cxiv
Berikut ini adalah ketenagaan dalam Taman Balita Klub Merby,
yaitu:
NO. NAMA JABATAN MASUK
KERJA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dra. Frasnsiska Dyah Winarni
Sri Rahayu
Eridani Sukmawati, A. Md
Yulianti Astriningrum, S. Pd
Santy Sulistyowati
Is Rahayu
Koordinator Taman Balita
Klub Merby
Koordinator Pelaksana
Taman Balita Klub Merby
Pendidik
Pendidik
Pengasuh
Pengasuh
2002
2004
2003
2004
2002
2005
Tabel 4.2: Ketenagaan Taman Balita Klub Merby
6. Identitas Informan
Identitas informan yang terdiri dari Koordinator Pelaksana,
Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua anak balita, sebagai berikut:
NO. NAMA PEKERJAAN PEND.
TERAKHIR
ALAMAT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sri Rahayu
Eridani Sukmawati,
A. Md
Yulianti
Astriningrum, S. Pd
Santy Sulistyowati
Is Rahayu
MB. Indah Novianti
(Orang tua anak
balita)
Lili Umiati (Orang
tua anak balita)
Koordinator
Pelaksana Taman
Balita Klub Merby
Pendidik
Pendidik
Pengasuh
Pengasuh
Swasta
Swasta
SMU
D3
S1
SMU
SMU
Akademi
SMEA
Semarang
Semarang
Semarang
Semarang
Semarang
Semarang
Semarang
Tabel 4.3: Identitas Informan
7. Hasil Wawancara dengan Informan
cxv
Hasil penelitian mengenai “Pola Pembelajaran Taman Penitipan
Anak di Taman Balita Klub Merby (Studi Kasus Taman Balita Klub
Merby Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang)” dapat dipahami melalui
wawancara dari 7 orang informan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Informan 1
Beliau adalah salah seorang pendidik di Taman Balita Klub Merby yaitu
pendidik Happy Class (3-4 tahun). Namanya adalah Eridani Sukmawati,
A. Md. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Miss Dani. Alamat Miss
Dani adalah Tanggul Mas Tengah VI/ 88 Semarang.
a. Tujuan
Menurut pendapat Miss Dani mengenai tujuan institusional
(tujuan lembaga pendidikan) dalam hal ini tujuan Taman Balita Klub
Merby yaitu membantu para ibu dalam:
1) Membiasakan sopan santun dan budi pekerti;
2) Memantau tumbuh kembang dan kesehatan balita;
3) Memotivasi anak belajar bicara;
4) Memantau dan mengoptimalkan kecerdasan anak;
5) Memahami potensi anak;
6) Menemani belajar sambil bermain;
7) Membimbing balita agar mandiri.
Tujuan institusional ini dirumuskan oleh semua pihak yang terkait di
Taman Balita Klub Merby.
cxvi
Menurut pendapatnya mengenai tujuan kurikuler (tujuan bidang
studi/ mata pelajaran) adalah:
1) Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan
Tuhan dan mencintai sesama.
2) Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-
gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan
kasar, serta menerima rangsangan sensorik (pancaindera).
3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif
dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk
berfikir dan belajar.
4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan
masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan
masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta
mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar,
kontrol diri, dan rasa memiliki.
6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai
bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kretif.
Tujuan kurikuler ini dirumuskan oleh para pendidik di Taman Balita
Klub Merby.
Menurut pendapatnya mengenai tujuan instruksional (tujuan
proses belajar mengajar) adalah disesuaikan dengan tema. Misalnya
tema sekolah, tujuan instruksionalnya adalah anak balita dapat
cxvii
mengenal/ menyebutkan manfaat lingkungan sekolah dan alat-alat
sekolah. Tujuan instruksional ini dirumuskan oleh para pendidik di
Taman Balita Klub Merby.
b. Bahan Pembelajaran
Menurut pendapat Miss Dani mengenai bahan pembelajaran
yang digunakan yaitu dalam menentukan bahan pembelajaran
hendaknya memenuhi kriteria: aman, menarik, sesuai dengan tema, dan
dapat dikuasai oleh anak.
Menurut pendapatnya mengenai cara menentukan bahan
pembelajaran di Taman Balita Klub Merby yaitu disesuaikan dengan
Menu Pembelajaran dari Pendidikan Anak Usia Dini dan disesuaikan
pula dengan tingkat kemampuan anak.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Menurut Miss Dani mengenai kegiatan belajar mengajar yaitu
kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 09.00-11.00 WIB selama 5
hari dalam satu minggu.
Menurut pendapatnya mengenai dasar penentuan waktu
pelaksanaannya adalah menyesuaikan dengan kondisi anak balita yang
orang tuanya bekerja. Selain itu juga menyesuaikan kebiasaan anak
Waktu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh semua
pihak yang terkait di Taman Balita Klub Merby.
Menurut pendapatnya mengenai proses belajar mengajar di
Taman Balita Klub Merby yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan
cxviii
bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Sesuai dengan jadwal Taman
Balita Klub Merby, Senin adalah Day of Knowledge, Selasa adalah Day
of Skill, Rabu adalah Day of Health, Kamis adalah Day of Arts, dan
Jumat adalah Day of Sports.
d. Metode
Menurut Miss Dani mengenai metode pembelajaran yang
digunakan di Happy Class adalah metode bermain, bercerita, bernyanyi,
berdialog/ bercakap, dan bermain peran. Metode bermain dapat
dilakukan di dalam ruangan dan di luar ruangan.
Metode bercerita digunakan sebagai metode pembelajaran
karena mendengarkan cerita atau dongeng merupakan kegiatan yang
cukup mengasyikan bagi anak-anak.
Metode bernyanyi digunakan sebagai metode pembelajaran
karena dengan menyenyi akan membawa anak pada suasana emosional,
baik sedih atau gembira.
Metode berdialog/ bercakap digunakan untuk melatih anak-anak
berkomunikasi juga melihat berapa besar respon anak tentang tema
pembelajaran pada hari itu.
Metode bermain peran akan memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada anak untuk bermain peran dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam dongeng/ cerita guna mengembangkan imajinasinya.
cxix
e. Alat/ Media Belajar
Menurut Miss Dani mengenai alat/ media belajar yang
digunakan di Happy Class adalah jenis alat permainan dari lingkungan
(seperti air, pasir) dan jenis APE (seperti puzzle, balok, kubus, gelang
susun, papan pasak, dan lain-lain).
f. Sumber Belajar
Menurut Miss Dani mengenai sumber belajar yang digunakan di
Taman Balita Klub Merby adalah sumber belajar alamiah,
perpustakaan, media cetak dan elekrtonik, alat peraga, dan nara sumber
(bila ada).
g. Evaluasi
Menurut Miss Dani mengenai evaluasi pembelajaran adalah
evaluasi ini dilakukan secara harian dan setiap akhir bulan. Secara
harian dilakukan dengan cara pendidik menyampaikan perkembangan
anak hari itu kepada orang tua anak balita. Selain itu pendidik juga
memberitahu kepada orang tua anak balita tentang kegiatan-kegiatan
yang dilakukan pada hari itu.
Sedangkan evaluasi yang dilakukan setiap akhir bulan dilakukan
dengan cara pendidik memberikan buku evaluasi kepada orang tua anak
balita. Hal-hal yang dievaluasi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku anak balita. Selain itu pendidik menuliskan pesan di dalam
buku tersebut untuk orang tua anak balita. Kemudian orang tua anak
balita memberikan respon yaitu menuliskan catatan-catatan untuk pihak
cxx
Taman Balita Klub Merby sehingga terjadi komunikasi antara pihak
Taman Balita Klub Merby dengan orang tua anak balita. Tujuan
evaluasi ini adalah sebagai sarana untuk mendukung proses
perkembangan anak.
Informan 2
Beliau adalah salah seorang pendidik di Taman Balita Klub Merby yaitu
pendidik Little Class (2-3 tahun). Namanya adalah Yulianti Astriningrum,
S. Pd. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Miss Astri. Alamat Miss
Astri adalah Jl. Mugas Barat VII/ 20 Semarang.
a. Tujuan
Menurut pendapat Miss Astri mengenai tujuan institusional
(tujuan lembaga pendidikan) dalam hal ini tujuan Taman Balita Klub
Merby yaitu membantu para ibu dalam:
1) Membiasakan sopan santun dan budi pekerti;
2) Memantau tumbuh kembang dan kesehatan balita;
3) Memotivasi anak belajar bicara;
4) Memantau dan mengoptimalkan kecerdasan anak;
5) Memahami potensi anak;
6) Menemani belajar sambil bermain;
7) Membimbing balita agar mandiri.
Tujuan institusional ini dirumuskan oleh pimpinan Taman Balita Klub
Merby yaitu drg. Grace W. Susanto, M. M.
cxxi
Menurut pendapatnya mengenai tujuan kurikuler (tujuan bidang
studi/ mata pelajaran adalah:
1) Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan
Tuhan dan mencintai sesama.
2) Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-
gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan
kasar, serta menerima rangsangan sensorik (pancaindera).
3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif
dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk
berfikir dan belajar.
4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan
masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan
masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta
mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar,
kontrol diri, dan rasa memiliki.
6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai
bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kretif.
Tujuan kurikuler ini dirumuskan oleh para pendidik dan koordinator
pelaksana Taman Balita Klub Merby.
Menurut pendapatnya mengenai tujuan instruksional (tujuan
proses belajar mengajar) adalah disesuaikan dengan tema. Misalnya
tema sekolah, tujuan instruksionalnya adalah anak balita dapat
cxxii
mengenal/ menyebutkan manfaat lingkungan sekolah dan alat-alat
sekolah. Tujuan instruksional ini dirumuskan oleh para pendidik dan
Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub Merby.
b. Bahan Pembelajaran
Menurut pendapat Miss Astri mengenai bahan pembelajaran
yang digunakan yaitu dalam menentukan bahan pembelajaran
sebaiknya memenuhi kriteria: sesuai dengan tema, warna menarik, dan
aman.
Menurut pendapatnya mengenai cara menentukan bahan
pembelajaran di Taman Balita Klub Merby yaitu disesuaikan dengan
tema dan kemampuan anak.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Menurut Miss Astri mengenai kegiatan belajar mengajar yaitu
setiap hari Senin-Kamis pukul 09.00-11.00 WIB. Sedangkan Jumat
pukul 08.00-10.00 WIB.
Menurut pendapatnya mengenai dasar penentuan waktu
pelaksanaannya adalah 5 kali pertemuan dalam satu minggu. Tujuannya
agar dapat mengamati perkembangan anak. Waktu pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh semua pihak yang terkait di
Taman Balita Klub Merby seperti koordinator pelaksana, pendidik, dan
orang tua anak balita.
cxxiii
d. Metode
Menurut Miss Astri mengenai metode pembelajaran yang
digunakan di Little Class adalah metode bermain, bercerita, bernyanyi,
dan berdialog/ bercakap. Metode bermain dapat dilakukan di dalam
ruangan dan di luar ruangan. Jenis bermainnya ada bermain bebas,
dengan bimbingan, dan dengan pengarahan.
Metode bercerita digunakan sebagai metode pembelajaran
karena dapat mempengaruhi jalan pikiran dan daya imajinasi anak.
Untuk melengkapi metode ini maka digunakan alat peraga berupa
boneka-boneka, gambar-gambar, atau alat peraga lain yang masih ada
hubungannya dengan bahan yang sedang diceritakan. Pada akhir cerita,
pendidik memberi pertanyaan kepada anak, atau sebaliknya menjawab
pertanyaan/ komentar anak.
Metode bernyanyi digunakan sebagai metode pembelajaran
karena cocok untuk tujuan mengembangkan penghayatan anak terhadap
suatu peristiwa.
Metode berdialog/ bercakap dapat dilakukan bersamaan dengan
metode bermain, bercerita, dan bernyanyi. Metode ini bermanfaat untuk
menambah kosakata yang dimiliki anak agar dapat berkomunikasi
dengan baik.
e. Alat/ Media Belajar
Menurut Miss Astri mengenai alat/ media belajar yang
digunakan di Little Class adalah jenis alat permainan dari lingkungan
cxxiv
alam, lingkungan sekitar, alat permainan modern, dan jenis APE
(seperti puzzle, balok, kubus, bola, dan lain-lain).
f. Sumber Belajar
Menurut Miss Astri mengenai sumber belajar yang digunakan di
Taman Balita Klub Merby adalah buku, audio visual, perpustakaan, dan
alat peraga yang disesuaikan dengan tema.
g. Evaluasi
Menurut Miss Astri mengenai evaluasi pembelajaran adalah
evaluasi ini dilakukan dengan melibatkan koordinator pelaksana,
pendidik, pengasuh dan orang tua anak balita. Tujuan evaluasi ini
adalah memantau perkembangan anak balita.
Dari hasil evaluasi ini dapat dilihat kemampuan anak balita
sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran yaitu terdapat perubahan
terutama pada perilaku, sosialisasi, dan kemandirian (ke arah yang lebih
baik). Dilihat dari pertumbuhan anak balita yaitu motorik kasar dan
motorik halus anak balita menjadi lebih baik. Dilihat dari
perkembangan anak balita yaitu anak balita menjadi lebih percaya diri,
lebih mandiri, dan perbendaharaan kata semakin bertambah. Dilihat dari
hasil pekerjaan anak balita terhadap tugas-tugas yang diberikan yaitu
hasil tidak diutamakan, yang diutamakan adalah proses
pembelajarannya.
cxxv
Informan 3
Beliau adalah seorang koordinator pelaksana di Taman Balita Klub Merby.
Namanya adalah Sri Rahayu. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya
Ibu Yayuk. Alamat Ibu Yayuk adalah Jl. Syuhada Raya, Semarang.
a. Sistem Pengasuhan di Taman Balita Klub Merby
Menurut Ibu Yayuk mengenai sistem pengasuhan yaitu sistem
pengasuhan di Taman Balita Klub Merby ada dua jenis yaitu secara full
day dan half day. Untuk yang full day, anak balita yang dititipkan selain
mendapatkan pelayanan pembelajaran juga mendapatkan pelayanan
asuhan. Anak balita dengan sistem pengasuhan ini biasanya mereka
dijemput oleh orang tuanya pada sore hari yaitu pukul 17.00 WIB.
Sedangkan untuk yang half day, anak balita yang dititipkan hanya
mendapatkan pelayanan pembelajaran saja. Anak balita dengan sistem
pengasuhan ini biasanya mereka dijemput oleh orang tuanya pada siang
hari setelah pembelajaran selesai yaitu pukul 11.00 WIB.
Menurut pendapatnya, pelayanan yang diberikan oleh Taman
Balita Klub Merby tidak hanya untuk anak balita tetapi juga untuk
orang tua anak balita. Pelayanan yang diberikan kepada anak balita
antara lain pendidikan (tentang budi pekerti, sopan santun, kemandirian,
dan lain-lain), perawatan, asuhan, pemeriksaan kesehatan tubuh dan
gigi, serta penggunaan fasilitas-fasilitas yang ada di Taman Balita Klub
Merby.
cxxvi
Sedangkan pelayanan yang diberikan kepada orang tua anak
balita yaitu konsultasi kepada dokter dan psikolog yang ada di Taman
Balita Klub Merby. Orang tua anak balita dapat berkonsultasi tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Selain itu orang tua anak
balita dapat bertukar pikiran kepada koordinator pelaksana, pendidik,
dan pengasuh jika anak balita mereka sedang mengalami permasalahan.
Kemudian pihak Taman Balita Klub Merby akan membantu
memberikan solusi kepada orang tua anak balita.
Menurut pendapatnya, pengasuhan yang telah diterapkan di
Taman Balita Klub Merby (seperti kedisiplinan, sopan santun,
kemandirian, dan lain-lain) sebaiknya diterapkan pula di rumah. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan agar ada kesinambungan antara
pendidikan dan pengasuhan di Taman Balita Klub Merby dengan di
rumah.
Menurut pendapatnya, daya tampung di Taman Balita Klub
Merby untuk sistem pengasuhan secara full day ada 16 anak balita. Saat
ini anak balita yang mendapatkan system pengasuhan secara full day
ada 10 anak balita.
Menurut pendapatnya, para orang tua anak balita berasal dari
kota Semarang. Meraka ada yang bekerja sebagai dokter, pegawai bank,
wiraswasta, pegawai negeri, dan pegawai swasta pada perusahaan-
perusahaan besar di Semarang. Para orang tua anak balita belum
seluruhnya mentaati tata tertib Taman Balita Klub Merby. Biasanya
cxxvii
yang sering terjadi adalah tentang penjemputan anak balita lewat dari
yang telah ditantukan. Sebagian besar dari mereka pulang dari kantor
pukul 17.00 WIB, sedangkan perjalanan dari kantor ke Taman Balita
Klub Merby antara 15-30 menit. Sehingga para pengasuh memberikan
toleransi waktu sampai pukul 17.15 WIB. Tidak jarang para pengasuh
menunggu jemputan anak balita dating sampai pukul 17.30 WIB.
b. Sistem Evaluasi
Menurut pendapatnya mengenai evaluasi pengasuhan yaitu
evaluasi dilakukan setiap hari. koordinator pelaksana dan pengasuh
menyampaikan informasi kepada orang tua anak balita tentang
perkembangan anak balita dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak
balita pada hari itu. Jika orang tua anak balita tidak aktif menanyakan
terlebih dahulu, maka koordinator pelaksana dan pengasuh tetap
menyampaikan informasi tersebut.
Informan 4
Beliau adalah seorang pengasuh di Taman Balita Klub Merby. Namanya
adalah Santy Sulisyowati. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Ibu
Wati. Alamat Ibu Wati adalah Bongsari Rt 04/ I, Semarang.
a. Sistem Pengasuhan di Taman Balita Klub Merby
Menurut pendapat Ibu Wati mengenai sistem pengasuhan yaitu asuhan
dan perawatan dilakukan setelah proses pembelajaran selesai. Adapun
kegiatan-kegiatan anak balita setelah proses pembelajaran, antara lain:
cxxviii
1) Makan siang pada pukul 11.30-13.00 WIB
Pengasuh memberikan makanan dan minuman kepada anak balita.
Mereka diajarkan oleh pengasuh untuk makan sendiri. Tetapi bagi
anak balita yang belum dapat makan sendiri maka akan disuapi oleh
pengasuh. Makan siang dilakukan di ruang makan yaitu Ruang
Kemuning. Anak balita diajarkan pula untuk makan sambil duduk.
Sebagian besar anak balita senang jika makan sambil bermain-main
di halaman belakang karena di sana terdapat beberapa alat permainan
seperti jungkat-jungkit, ayunan, mangkuk putar, perosotan, dan lain-
lain.
2) Mandi siang pada pukul 13.00-13.30 WIB
Setelah makan siang selesai, pengasuh memandikan anak balita
secara bergantian. Karena setelah makan siang kondisi anak balita
(terutama pakaiannya) kotor. Jadi anak balita perlu dimandikan
sehingga mereka tidur dalam keadaan bersih.
3) Istirahat (tidur siang) pada pukul 13.30-15.30 WIB
Setelah anak balita balita mandi, mereka ganti pakaian kemudian
tidur siang. Para pengasuh pun ikut menemani sampai anak balita
tidur. Setelah anak balita tertidur, pengasuh bangun untuk
melakukan pekerjaan lainnya.
4) Mandi sore pada pukul 15.30-16.30 WIB
cxxix
Setelah anak balita tidur, mereka bangun kemudian minum susu.
Ada beberapa anak balita yang minum susu dengan menggunakan
botol dan ada pula yang disuapi oleh pengasuh. Setelah itu anak
balita dimandikan oleh pengasuh secara bergantian.
5) Penjemputan balita pada pukul 16.30-17.00 WIB
Anak balita yang sudah bersih dan rapi, menunggu orang tuanya
menjemput. Mereka menunggu orang tuanya sambil bermain di
halaman belakang. Batas penjemputan adalah pukul 17.00 WIB.
Tetapi pengasuh memberikan toleransi waktu sampai pukul 17.15
WIB.
b. Jenis Pengasuhan
Menurut pendapatnya mengenai jenis pengasuhan yang diberikan oleh
pengasuh kepada anak balita adalah selain diberikan pendidikan untuk
bekal mereka masuk Taman Kanak-kanak (TK), pengasuh juga
memberikan bimbingan, asuhan dan menanamkan rasa kasih sayang,
kebersamaan, kesetiakawanan, kepedulian terhadap lingkungan dan
sesama. Ada pula pelayanan pemeriksaan kesehatan seperti
pemeriksaan kuku, gigi, dan telinga setiap seminggu sekali. Sedangkan
penimbangan berat badan, konsultasi kesehatan umum dan gigi antara
orang tua anak balita dan dokter dilaksanakan setiap bulan sekali.
c. Kendala-kendala
Menurut pendapatnya mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam
proses pengasuhan adalah kadang-kadang anak balita muncul rasa
cxxx
egois, sensitif, manja, kurang percaya diri, dan sifat-sifat kekanak-
kanakan lainnya yang membuat pengasuh harus memberikan perhatian
lebih kepada anak balita tersebut tetapi tidak membuat iri hati kepada
anak balita lainnya.
Informan 5
Beliau adalah seorang pengasuh di Taman Balita Klub Merby. Namanya
adalah Is Rahayu. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Ibu Is.
Alamat Ibu Is adalah Jl. Mataram 653 Semarang atau di Merby Centre.
a. Sistem Pengasuhan di Taman Balita Klub Merby
Menurut pendapat Ibu Is mengenai sistem pengasuhan yaitu sistem
pengsuhan di Taman Balita Klub Merby ada dua macam yaitu:
1) Sistem Pengasuhan Half Day
Anak balita hanya mengikuti proses pembelajaran. Biasanya mereka
dijemput orang tuanya setelah proses pembelajaran selesai (siang
hari).
2) Sistem Pengasuhan Full Day
Anak balita selain mengikuti proses pembelajaran, mereka juga
mendapatkan asuhan dan perawatan setelah proses pembelajaran
selesai. Biasanya mereka dijemput orang tuanya pada sore hari.
b. Jenis Pengasuhan
Menurut pendapatnya mengenai jenis pengasuhan yang diberikan oleh
pengasuh kepada anak balita adalah pengasuh mengajarkan anak balita
cxxxi
untuk mandiri, bergaul dengan teman agar memiliki rasa kasih sayang
terhadap sesama. Anak balita mendapatkan pelayanan tersebut selama
mereka masih dititipkan di Taman Balita Klub Merby.
Menurut pendapatnya mengenai kegiatan-kegiatan anak balita
selama dalam proses pengasuhan setelah proses pembelajaran selesai,
antara lain:
1) Makan siang pada pukul 11.30-13.00 WIB
Pengasuh memberikan makanan dan minuman kepada anak balita.
Mereka diajarkan oleh pengasuh untuk makan sendiri. Tetapi bagi
anak balita yang belum dapat makan sendiri maka akan disuapi oleh
pengasuh. Makan siang dilakukan di ruang makan yaitu Ruang
Kemuning. Anak balita diajarkan pula untuk makan sambil duduk.
Sebagian besar anak balita senang jika makan sambil bermain-main
di halaman belakang karena di sana terdapat beberapa alat permainan
seperti jungkat-jungkit, ayunan, mangkuk putar, perosotan, dan lain-
lain.
2) Mandi siang pada pukul 13.00-13.30 WIB
Setelah makan siang selesai, pengasuh memandikan anak balita
secara bergantian. Karena setelah makan siang kondisi anak balita
(terutama pakaiannya) kotor. Jadi anak balita perlu dimandikan
sehingga mereka tidur dalam keadaan bersih.
3) Istirahat (tidur siang) pada pukul 13.30-15.30 WIB
cxxxii
Setelah anak balita balita mandi, mereka ganti pakaian kemudian
tidur siang. Para pengasuh pun ikut menemani sampai anak balita
tidur. Setelah anak balita tertidur, pengasuh bangun untuk
melakukan pekerjaan lainnya.
4) Mandi sore pada pukul 15.30-16.30 WIB
Setelah anak balita tidur, mereka bangun kemudian minum susu.
Ada beberapa anak balita yang minum susu dengan menggunakan
botol dan ada pula yang disuapi oleh pengasuh. Setelah itu anak
balita dimandikan oleh pengasuh secara bergantian.
5) Penjemputan balita pada pukul 16.30-17.00 WIB
Anak balita yang sudah bersih dan rapi, menunggu orang tuanya
menjemput. Mereka menunggu orang tuanya sambil bermain di
halaman belakang. Batas penjemputan adalah pukul 17.00 WIB.
Tetapi pengasuh memberikan toleransi waktu sampai pukul 17.15
WIB.
c. Kendala-kendala
Menurut pendapatnya mengenai kendala-kendala yang dihadapi
dalam proses pengasuhan adalah bila anak balita sedang sakit maka
mereka harus mendapatkan perawatan, asuhan, dan perhatian yang
lebih. Selain itu bila anak balita buang air besar/ buang air kecil ketika
sedang tidur, maka kotoran mereka akan meninggalkan noda pada kain
sprei (bed cover). Karena kain sprei berwarna putih maka harus
langsung dicuci apabila terkena kotoran anak balita.
cxxxiii
Informan 6
Beliau adalah orang tua dari Viera (3 tahun). Namanya adalah MB. Indah
Novianti. Ibu Indah bekerja sebagai pegawai swasta di salah satu
perusahaan besar di Semarang. Alamat Ibu Indah adalah Jl. Sambiroto
Baru No. 54 Kedungmundu Semarang.
a. Alasan Orang Tua Menitipkan Anak Balitanya di Taman Balita
Klub Merby
Menurut pendapatnya mengenai alasan Ibu Indah menitipkan
Viera di Taman Balita Klub Merby adalah karena beliau bekerja dari
pagi sampai sore. Beliau juga tidak tega bila meninggalkan Viera
dengan pembantu saja di rumah selama beliau bekerja. Selain itu lokasi
Taman Balita Klub Merby dekat dengan kantor beliau. Adapun tujuan
beliau menitipkan Viera di Taman Balita Klub Merby yaitu agar Viera
mendapatkan pendidikan sebagai persiapan masuk TK. Beliau
merasakan manfaat selama Viera dititipkan di Taman Balita Klub
Merby yaitu Viera dapat lebih mandiri dibandingkan teman-teman
lainnya (di rumah). Viera sekarang juga lebih kreatif.
b. Persyaratan Menitipkan Anak Balita di Taman Balita Klub Merby
Menurut pendapatnya mengenai persyaratan yang harus
dipenuhi untuk menitipkan Viera di Taman Balita Klub Merby yaitu:
cxxxiv
1) Orang tua memenuhi persyaratan Taman Balita Klub Merby antara
lain: menulis identitas diri anak, foto copy akte kelahiran anak, foto
copy kartu keluarga, dan foto copy KTP kedua orang tua.
2) Orang tua membayar biaya-biaya penitipan anak dengan perincian
sebagai berikut:
a) Biaya administrasi per bulan : Rp. 300.000
b) Biaya SPP per bulan : Rp. 200.000
(untuk 5 kali pertemuan dalam satu minggu)
Rp. 150.000
(untuk 3 kali pertemuan dalam satu minggu)
Pembayaran SPP dilakukan setiap bulan antara tanggal 1-10.
c) Biaya pendaftaran : Rp. 100.000
d) Biaya pangkal (uang gedung) : Rp. 500.000
e) Biaya perlengkapan : Rp. 135.000
(mendapatkan seragam, kaos Merby, tas, media belajar: drawing
board, buku, crayon, gunting, lem, dan lain-lain).
Viera dititipkan di Taman Balita Klub Merby sejak usianya 2
tahun. Sebelum dititipkan di Taman Balita Klub Merby, Viera sudah
pernah dititipkan di tempat penitipan anak lain pada usia 3 bulan. Jadi
Viera sudah terbiasa dengan suasana penitipan anak. Tetapi Viera perlu
beradaptasi lagi ketika Viera dipindahkan ke Taman Balita Klub Merby.
Kondisi Viera setelah dititipkan di Taman Balita Klub Merby menjadi
lebih mandiri, kreatif, mudah bersosialisasi dan beradaptasi dengan
cxxxv
lingkungan. Dengan demikian perkembangan Viera saat ini menjadi
lebih baik karena Taman Balita Klub Merby dilengkapi dengan sarana
dan prasarana yang memadai.
Jika Viera sedang mengalami permasalahan maka pihak Taman
Balita Klub Merby ikut membantu mencari solusi untuk permasalahan
yang dialami tersebut. Misalnya waktu awal Viera dititipkan di Taman
Balita Klub Merby, dia cenderung egois dan sulit bergaul dengan
teman-temannya. Tetapi saat ini dia sudah enjoy di Taman Balita Klub
Merby karena pihak Taman Balita Klub Merby melakukan pendekatan-
pendekatan kepada Viera.
c. Pelayanan-pelayanan yang Diberikan oleh Taman Balita Klub
Merby
Menurut pendapatnya mengenai pelayanan-pelayanan yang
diberikan oleh Taman Balita Klub Merby yaitu Viera mendapatkan
pelayanan pendidikan, perawatan, asuhan, pemeriksaan kesehatan, dan
lain-lain. Selain itu beliau juga mendapatkan kesempatan untuk
berkonsultasi kepada dokter dan psikolog tentang pertumbuhan dan
perkembangan Viera.
Menurut pendapatnya mengenai hasil evaluasi yaitu hal-hal
yang dievaluasi meliputi keterampilan, kemandirian, dan sosialisasi.
Hal-hal tersebut dilaporkan kepada beliau oleh pihak Taman Balita
Klub Merby setiap hari dan setiap bulan dengan cara langsung dan
menggunakan media perantara yaitu buku evaluasi bulanan anak balita.
cxxxvi
d. Keberadaan Taman Balita Klub Merby
Menurut pendapatnya mengenai keberadaan Taman Balita Klub
Merby yaitu sangat bermanfaat sekali terutama untuk beliau yang
bekerja di luar rumah. Beliau menyarankan kepada Taman Balita Klub
Merby untuk lebih meningkatkan pelayanan yang diberikan baik kepada
anak balita maupun orang tuanya agar para orang tua anak balita lebih
yakin untuk menitipkan anaknya selama orang tua bekerja.
Informan 7
Beliau adalah orang tua dari Adnan Harimurti K (3 tahun) atau Ade.
Namanya adalah Lili Umiati. Ibu Lili bekerja sebagai pegawai swasta di
salah satu perusahaan besar di Semarang. Alamat Ibu Lili adalah Beringin
Putih D2/ 14 Ngalian, Semarang.
a. Alasan Orang Tua Menitipkan Anak Balitanya di Taman Balita
Klub Merby
Menurut pendapatnya mengenai alasan Ibu Lili menitipkan Ade
di Taman Balita Klub Merby adalah karena beliau bekerja dari pagi
sampai sore. Beliau juga tidak tega bila meninggalkan Ade dengan
pembantu saja di rumah selama beliau bekerja. Selain itu lokasi Taman
Balita Klub Merby dekat dengan kantor beliau. Adapun tujuan beliau
menitipkan Ade di Taman Balita Klub Merby yaitu agar Ade lebih
mandiri dan dapat bersosialisasi dengan baik. Beliau merasakan
manfaat selama Ade dititipkan di Taman Balita Klub Merby yaitu Ade
cxxxvii
mengalami banyak perubahan seperti cara berbicaranya dan
bersosialisasinya menjadi lebih baik.
b. Persyaratan Menitipkan Anak Balita di Taman Balita Klub Merby
Menurut pendapatnya mengenai persyaratan yang harus
dipenuhi untuk menitipkan Ade di Taman Balita Klub Merby yaitu:
1) Orang tua memenuhi persyaratan Taman Balita Klub Merby antara
lain: menulis identitas diri anak, foto copy akte kelahiran anak, foto
copy kartu keluarga, dan foto copy KTP kedua orang tua.
2) Orang tua membayar biaya-biaya penitipan anak dengan perincian
sebagai berikut:
a) Biaya administrasi per bulan : Rp. 300.000
b) Biaya SPP per bulan : Rp. 200.000
(untuk 5 kali pertemuan dalam satu minggu)
Rp. 150.000
(untuk 3 kali pertemuan dalam satu minggu)
Pembayaran SPP dilakukan setiap bulan antara tanggal 1-10.
c) Biaya pendaftaran : Rp. 100.000
d) Biaya pangkal (uang gedung) : Rp. 500.000
e) Biaya perlengkapan : Rp. 135.000
(mendapatkan seragam, kaos Merby, tas, media belajar: drawing
board, buku, crayon, gunting, lem, dan lain-lain).
Ade dititipkan di Taman Balita Klub Merby sejak usianya 17
bulan. Sebelum dititipkan di Taman Balita Klub Merby, Ade belum
cxxxviii
dapat berjalan dengan baik dan sudah dapat berbicara tetapi belum
lancer. Saat ini Ade mengalami banyak perubahan seperti dapat berjalan
dengan baik, lebih pintar berbicara, dan lebih sopan kepada orang lain.
Dengan demikian perkembangan Ade saat ini menjadi lebih baik karena
Taman Balita Klub Merby dilengkapi dengan sarana dan prasarana
yang memadai.
Jika Ade sedang mengalami permasalahan, misalnya rewel di
rumah maka pihak Taman Balita Klub Merby ikut membantu mencari
solusi terhadap permasalahan Ade tersebut melalui sharing dengan
pendidik dan pengasuh.
c. Pelayanan-pelayanan yang Diberikan oleh Taman Balita Klub
Merby
Menurut pendapatnya mengenai pelayanan-pelayanan yang
diberikan oleh Taman Balita Klub Merby yaitu Ade mendapatkan
pelayanan pendidikan, perawatan, asuhan, pemeriksaan kesehatan, dan
lain-lain. Selain itu beliau juga mendapatkan kesempatan untuk
berkonsultasi kepada dokter dan psikolog tentang pertumbuhan dan
perkembangan Ade.
Menurut pendapatnya mengenai hasil evaluasi yaitu hal-hal
yang dievaluasi meliputi keterampilan, kemandirian, dan sosialisasi.
Hal-hal tersebut dilaporkan kepada beliau oleh pihak Taman Balita
Klub Merby setiap hari dan setiap bulan dengan cara langsung dan
menggunakan media perantara yaitu buku evaluasi bulanan anak balita.
cxxxix
d. Keberadaan Taman Balita Klub Merby
Menurut pendapatnya mengenai keberadaan Taman Balita Klub
Merby yaitu sangat bermanfaat sekali terutama untuk beliau yang
bekerja di luar rumah. Beliau menyarankan kepada Taman Balita Klub
Merby untuk lebih meningkatkan sarana dan prasarana termasuk
fasilitas-fasilitas yang ada.
Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian seperti telah dipaparkan
dimuka yang meliputi: pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman
Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan
pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar,
sumber belajar, dan evaluasi, serta faktor pendukung dan faktor
penghambat dari pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita
Klub Merby.
1. Tujuan
Tujuan institusional dalam hal ini tujuan Taman Balita Klub Merby
adalah membantu para ibu dalam:
a. Membiasakan sopan santun dan budi pekerti;
b. Memantau tumbuh kembang dan kesehatan balita;
c. Memotivasi anak belajar bicara;
d. Memantau dan mengoptimalkan kecerdasan anak;
e. Memahami potensi anak;
cxl
f. Menemani belajar sambil bermain;
g. Membimbing balita agar mandiri.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:48), tujuan adalah
suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tujuan
institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh lembaga atau
jenis tingkatan sekolah. Tujuan institusional ini dirumuskan oleh semua
pihak yang terkait di Taman Balita Klub Merby.
Tujuan kurikuler adalah penjabaran tujuan ininstitusional yang
berisi program-program pendidikan. Program Little Class dan Happy Class
di Taman Balita Klub Merby memiliki tujuan kurikuler, antara lain:
a. Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan
Tuhan dan mencintai sesama.
b. Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan
yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar, serta
menerima rangsangan sensorik (pancaindera).
c. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan
dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan
belajar.
d. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan
masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
e. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan
masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta
mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar,
kontrol diri, dan rasa memiliki.
cxli
f. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai bunyi,
bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kretif.
Tujuan kurikuler ini dirumuskan oleh para pendidik di Taman Balita Klub
Merby.
Tujuan instruksional menyangkut tujuan yang hendak kita capai
dalam kegiatan pendidikan kita sehari-hari. Tujuan instruksional (tujuan
proses belajar mengajar) pada Little Class dan Happy Class adalah
disesuaikan dengan tema. Misalnya tema sekolah, tujuan instruksionalnya
adalah anak balita dapat mengenal/ menyebutkan manfaat lingkungan
sekolah dan alat-alat sekolah. Tujuan instruksional ini dirumuskan oleh
para pendidik di Taman Balita Klub Merby.
2. Bahan Pembelajaran
Taman Balita Klub Merby memiliki bahan pembelajaran yang
ingin disampaikan dalam proses belajar mengajar. Taman Balita Klub
Merby memiliki beberapa kriteria dalam menentukan bahan pembelajaran
yaitu: relevan dengan kondisi anak, berwarna dan atraktif, sederhana dan
konkrit, eksploratif dan mengandung rasa ingin tahu, berkaitan dengan
aktivitas keseharian anak, aman dan tidak membahayakan, serta
bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:50), bahan
pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses
belajar mengajar. Menurut Hibana S. Rahman (2002:77), dalam
menentukan bahan pembelajaran untuk anak balita ada beberapa kriteria
yang harus dipenuhi.
3. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar di Taman Balita Klub Merby adalah inti
kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang diprogramkan akan
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.
cxlii
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:51),
kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala
sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar
mengajar.
Kegiatan belajar mengajar Taman Balita Klub Merby dilakukan
sesuai dengan jadwal yaitu:
07.30-08.30 WIB: Balita datang
Para orang tua mengantarkan anak balitanya ke Taman Balita Klub Merby.
Balita datang dalam keadaan sudah mandi dan makan pagi.
09.00-10.30 WIB: Pelatihan balita mandiri
Pelaksanaan pembelajaran dibagi menjadi tiga kelas yaitu:
a. Tiny Class, untuk anak balita berusia 1-2 tahun.
b. Little Class, untuk anak balita berusia 2-3 tahun.
c. Happy Class, untuk anak balita berusia 3-4 tahun.
Proses pembelajaran tersebut menggunakan bahasa pengantar yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris.
09.00-11.00 WIB: Pelatihan balita mandiri
Pelaksanaan pembelajaran hanya ada satu kelas yaitu Smart Class untuk
anak balita berusia 4-5 tahun sebagai persiapan anak balita memasuki TK.
Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara bermain edukatif
dengan tema yang berbeda-beda setiap harinya.
a. Senin: Day of Knowledge
Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang
menekankan tentang pengetahuan.
b. Selasa: Day of Skill
Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang
menekankan tentang keterampilan.
c. Rabu: Day of Health
cxliii
Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang
menekankan tentang kesehatan.
d. Kamis: Day of Arts
Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang
menekankan tentang seni.
e. Jumat: Day of Sports
Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang
menekankan tentang olah raga.
4. Metode
Metode pembelajaran di Taman Balita Klub Merby bersifat
menantang, menyenangkan, melibatkan unsur bermain, bergerak,
bernyanyi, dan belajar.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slamet Suyanto (2003:162)
yaitu metode pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang,
menyenangkan, melibatkan unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan
belajar.
Metode pembelajaran yang digunakan di Taman Balita Klub Merby
antara lain: bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap/ berdialog, dan
bermain peran. Kegiatan bermain dilakukan di dalam dan di luar ruangan
dengan bimbingan dan arahan, tetapi ada pula bermain bebas.
Metode bercerita dilakukan dengan berbagai bentuk seperti
bercerita tanpa alat peraga, dengan menggunakan alat peraga, dan dengan
menggunakan buku cerita (story reading).
Metode bernyanyi dilakukan dengan bernyanyi aktif yaitu anak
balita melakukan secara langsung kegiatan bernyanyi, baik dilakukan
sendiri, mengikuti atau bersama-sama dengan menggerak-gerakan tubuh
mereka atau bertepuk tangan.
cxliv
Metode bercakap/ berdialog dilakukan bersamaan dengan metode
bermain, bercerita, dan bernyanyi. Metode ini bermanfaat untuk
menambah kosakata yang dimiliki anak balita agar dapat berkomunikasi
dengan baik.
Metode bermain peran akan memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada anak balita untuk bermain peran dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam dongeng/ cerita guna mengembangkan imajinasinya.
5. Alat/ Media Belajar
Alat permainan yang digunakan di Taman Balita Klub Merby yaitu
alat permainan dari lingkungan dan Alat Permainan Edukatif (APE). Alat
permainan dari lingkungan misalnya dari lingkungan alam (air, pasir),
lingkungan sekitar, alat permainan modern. Sedangkan APE misalnya
puzzle, balok, kubus, gelang susun, papan pasak, bola, dan lain-lain.
Menurut Slamet Suyanto (2003:161), media belajar anak usia dini
pada umumnya adalah alat permainan. Anak akan aktif mengadakan
eksplorasi dengan menggunakan alat permainan, walaupun tidak menutup
kemungkinan mereka akan meggunakannya untuk bermain. Alat
permainan ada dua jenis yaitu dari lingkungan dan Alat Permainan
Edukatif (APE).
6. Sumber Belajar
Sumber belajar yang digunakan di Taman Balita Klub Merby yaitu
sumber belajar alamiah, perpustakaan, media cetak dan elektronik, alat
peraga, dan nara sumber (bila ada).
Menurut Udin Saripuddin Winataputra dan Rustana Ardiwinata
(1991:165) dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:55),
sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal
untuk belajar seseorang.
cxlv
7. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran yang dilakukan di Taman Balita Klub
Merby melibatkan koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh dan orang
tua anak balita. Tujuan evaluasi ini adalah untuk memantau perkembangan
anak balita.
Menurut Slamet Suyanto (2003:224), penilaian pada anak usia dini
hendaknya lebih didasarkan atas kemajuan belajar atau pengembangan
individual. Karena itu bentuk penilaian di mana anak dibandingkan dengan
anak yang lain menjadi kurang bermakna. Pendidik harus mau
menganggap bahwa semua anak, apapun kondisinya, adalah siswanya
yang harus dikembangkan secara optimal sesuai dengan kapasitas masing-
masing.
Evaluasi pembelajaran ini dilakukan secara harian dan setiap akhir
bulan. Secara harian dilakukan dengan cara pendidik menyampaikan
perkembangan anak hari itu kepada orang tua anak balita. Selain itu
pendidik juga memberitahu kepada orang tua anak balita tentang kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pada hari itu.
Sedangkan evaluasi yang dilakukan setiap akhir bulan dilakukan
dengan cara pendidik memberikan buku evaluasi kepada orang tua anak
balita. Hal-hal yang dievaluasi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku anak balita. Selain itu pendidik menuliskan pesan di dalam buku
tersebut untuk orang tua anak balita. Kemudian orang tua anak balita
memberikan respon yaitu menuliskan catatan-catatan untuk pihak Taman
Balita Klub Merby sehingga terjadi komunikasi antara pihak Taman Balita
Klub Merby dengan orang tua anak balita.
cxlvi
Dari hasil evaluasi ini dapat dilihat kemampuan anak balita
sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran yaitu terdapat perubahan
terutama pada perilaku, sosialisasi, dan kemandirian (ke arah yang lebih
baik). Dilihat dari pertumbuhan anak balita yaitu motorik kasar dan
motorik halus anak balita menjadi lebih baik. Dilihat dari perkembangan
anak balita yaitu anak balita menjadi lebih percaya diri, lebih mandiri, dan
perbendaharaan kata semakin bertambah. Dilihat dari hasil pekerjaan anak
balita terhadap tugas-tugas yang diberikan yaitu hasil tidak diutamakan,
yang diutamakan adalah proses pembelajarannya.
8. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Anak Usia Dini pada Taman
Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby
a. Kebutuhan Pokok Anak
Pelayanan untuk makanan pokok anak di Taman Balita Klub
Merby yaitu pemberian makanan/ minuman yang membutuhkan sarana
seperti: piring, sendok, gelas, dacin, KMS, dan register. Untuk
sementara, orang tua menyiapkan makanan/ minuman anak balita
sendiri. Setiap hari Jumat Taman Balita Klub Merby memberikan
makanan/ minuman tambahan kepada anak balita.
Selain itu ada pula pelayanan untuk istirahat yaitu tidur yang
membutuhkan sarana perlengkapan tidur.
cxlvii
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak (2001:17), standar pelayanan kebutuhan pokok anak
sebagai berikut:
No. Komponen Standar Pelayanan Sarana
1. Makanan
Pokok
e. Pemberian makanan/
minuman;
f. Pemberian Paket
Pertolongan Gizi;
g. PMT Penyuluhan; dan
h. PMT Pemulihan.
Piring, sendok,
gelas, dacin, KMS,
register.
Vitamin A, Sirup Fe,
Kapsul Yodium.
Buku Pedoman
Pembuatan Makanan
Lokal.
Home Economi Sets,
Paket PMT, Blended
Food.
2. Gizi d. Penyuluhan Gizi;
e. ASI Eksklusif; dan
f. Penyuluhan Gizi Seimbang.
Modul Simulasi
Posyandu.
Buku Pedoman
Kader Posyandu.
Poster, leaflet,
lembar balik.
3. Istirahat Tidur. Perlengkapan tidur.
b. Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak
Pelayanan perawatan kesehatan anak Taman Balita Klub
Merby dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
6) Promotif: Cara merawat bayi di rumah
Standar pelayanannya antara lain: menjaga anak balita tetap hangat,
mencegah infeksi, mengenali tanda bahaya pada anak balita,
memelihara kebersihan diri, dan memelihara kebersihan lingkungan
anak balita.
7) Promotif: Deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak
Standar pelayanannya antara lain: mengenali secara dini
penyimpangan perkembangan serta mengenali cara stimulasi dan
intervensi.
cxlviii
8) Penanggulangan Kecelakaan
Standar pelayanannya antara lain: pencegahan serta penanggulangan
kecelakaan dan cidera.
9) Preventif
Standar pelayanannya antara lain: imunisasi pada anak, pemeriksaan
gigi dan mulut, dan pemeriksaan tubuh.
10) Kuratif
Standar pelayanannya antara lain: Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan (P3K) dan Pertolongan Pertama pada Penyakit (P3P).
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak (2001:18-19), standar pelayanan perawatan kesehatan
anak sebagai berikut:
No. Komponen Standar Pelayanan Sarana
1. Promotif: Cara
merawat bayi
di rumah
g. Menjaga bayi tetap
hangat;
h. Memberikan ASI dini
dan Eksklusif;
i. Mencegah infeksi;
j. Mengenali tanda bahaya
pada bayi;
k. Memelihara kebersihan
diri;
l. Memelihara kebersihan
lingkungan anak.
Buku KIA (Kesejahteraan
Ibu dan Anak); Modul TN
BBLR (Pegangan bagi
Tenaga Kesehatan); Buku
pegangan Kader Kesehatan;
dan Materi penyuluhan
tentang pencegahan dan
penenganan hipotermi bayi,
ASI Eksklusif, cara
pemberian makanan pada
bayi.
2. Promotif:
Deteksi dini
pertumbuhan
dan
perkembangan
anak
c. Mengenali secara dini
penyimpangan
perkembangan;
d. Mengenali cara stimulasi
dan intervensi.
Buku Pedoman Pemantauan
Perkembangan Anak di
tingkat keluarga; dan
Lembar balik poster dan
leaflet Tahapan
Perkembangan Anak.
3. Penanggulang
an Kecelakaan
Pencegahan serta
penanggulangan
Buku Pedoman
Penanggulangan Kecelakaan
cxlix
kecelakaan dan cidera. dan Cidera pada Usia Balita
di rumah tangga.
4. Preventif g. Imunisasi lengkap pada
bayi dan anak;
h. Imunisasi TT pada ibu
hamil;
i. Pemberian obat cacing;
j. Pemeriksaan gigi dan
mulut;
k. Pemeriksaan tubuh;
l. Pemberian vitamin A, B
Komplek, C
Jadwal: Lihat tabel 2.2a.
Obat cacing 6 bulan sekali
dengan petunjuk dokter.
3 s.d 6 bulan sekali.
1 minggu s.d 1 bulan sekali.
1 minggu sekali secara
bergantian.
5. Kuratif c. Pertolongan Pertama
pada Kecelakaan
meliputi: luka lecet dan
luka bakar;
d. Pertolongan Pertama
pada Penyakit (P3P),
meliputi: panas/ demam,
batuk pilek, diare,
sariawan, infeksi kulit
(koreng, bisul, kadas,
kudis), dan mata merah.
Obat-obat P3K, Kotak Obat,
Tensoplast, Gunting, Obat
merah, Kapas, Providon
Iqdine, Verban.
Obat-obatan P3P seperti:
Obat turun panas, Obat
batuk putih, Oralit, Gentian
Violet, Salep hitam (Iontiol),
Salep 2-4/ salep 88, Tetes
mata
c. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Taman Balita Klub Merby memberikan pelayanan
Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada orang tua
anak balita.
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak (2001:20), standar pelayanan Pendidikan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yaitu:
Standar Pelayanan Sarana
Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
Buku Pedoman/ Modul tentang PHBS
d. Pendidikan Anak Usia Dini
Pelayanan pendidikan anak usia dini di Taman Balita Klub
Merby antara lain:
cl
3) Pembentukan perilaku: moral, agama, displin, perasaan/ emosi, dan
kemampuan bermasyarakat.
4) Pengembangan kemampuan dasar: berbahasa, daya pikir, daya cipta,
keterampilan, dan jasmani.
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak (2001:20), standar pelayanan pendidikan anak usia dini
sebagai berikut:
Komponen Standar Pelayanan Sarana
Pendidikan Anak
Usia Dini
c. Pembentukan Perilaku:
Moral, agama, displin,
perasaan/ emosi, dan
kemampuan bermasyarakat.
d. Pengembangan Kemampuan
Dasar: Berbahasa, daya pikir,
daya cipta, keterampilan, dan
jasmani.
Buku cerita, alat musik,
radio, tape, TV, boneka,
alat masakan, alat olah
raga, sikat gigi, alat
pertukangan, gelas minum,
balok bangunan, puzzle,
alat geometri, binatang
mainan, kubus, kendaraan
mainan, plastisin, alat-alat
menggambar, batu-batuan,
alat meronce, gambar seri,
biji-bijian, alat untuk
menganyam.
e. Layanan Bimbingan Sosial
Pelayanan bimbingan sosial di Taman Balita Klub Merby
diberikan kepada orang tua. Pelayanan ini akan membantu orang tua
cli
dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.
Pelayanan yang diberikan dapat berupa penyuluhan tentang:
7) Pertumbuhan dan perkembangan anak umum (3 bulan - 6 tahun).
8) Peranan orang tua dalam membina pertumbuhan dan perkembangan
anak.
9) Media interaksi (bermain, bercerita, menyanyi, menari).
10) Cara merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.
11) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak.
12) Rujukan kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak (2001:21), standar layanan bimbingan sosial sebagai
berikut:
Komponen Standar Pelayanan Sarana
Pelayanan
bimbingan sosial
membantu
pertumbuhan dan
perkembangan
Penyuluhan:
g. Pertumbuhan dan perkembangan
anak umum (3 bulan - 6 tahun);
h. Peranan orang tua dalam
membina pertumbuhan dan
perkembangan anak;
i. Media interaksi (bermain,
bercerita, menyanyi, menari);
j. Cara merangsang pertumbuhan
dan perkembangan anak;
k. Pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan anak;
l. Rujukan kelainan pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Model penyuluhan,
buku pedoman, buku
cara penggunaan APE,
kartu tumbuh kembang
anak, booklet, leaflet,
poster, dan APE.
Berdasarkan pembahasan tentang tujuan, bahan pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan
evaluasi di atas maka pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman
clii
Balita Klub Merby sudah sesuai dengan pembelajaran anak usia dini.
Alasannya adalah Taman Balita Klub Merby memiliki komponen
pembelajaran yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan
evaluasi yang telah disesuaikan dengan pedoman penyelenggaraan
pendidikan pada taman penitipan anak. Berdasarkan data empirik di lapangan
maka terdapat beberapa faktor pendukung, antara lain:
1. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran dirancang sesuai dengan tema dan
kondisi anak balita.
2. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran ditentukan dengan
beberapa kriteria yaitu relevan dengan kondisi anak, berwarna dan atraktif,
sederhana dan konkrit, eksploratif dan mengandung rasa ingin tahu,
berkaitan dengan aktivitas keseharian anak, aman dan tidak
membahayakan, serta bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan.
3. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, waktu pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dilakukan dengan dua sistem yaitu 3 kali pertemuan dalam satu
minggu dan 5 kali pertemuan dalam satu minggu. Satu kali pertemuan
adalah 120 menit setiap harinya.
4. Dilihat dari metode, metode pembelajaran digunakan secara bergantian
yaitu metode bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap/ berdialog, dan
bermain peran. Tujuannya yaitu agar anak tidak cepat bosan.
5. Dilihat dari alat/ media belajar, alat permainan yang digunakan ada dua
jenis yaitu dari lingkungan dan APE.
6. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar yang digunakan adalah sumber
belajar alamiah, perpustakaan, media cetak dan elektronik, dan alat peraga.
cliii
7. Dilihat dari evaluasi, evaluasi dilakukan secara harian dan bulanan.
Selain itu komponen pembelajaran di Taman Balita Klub Merby juga
memiliki kekurangan-kekurangan yang akan menjadi faktor penghambat.
Berdasarkan data empirik di lapangan maka terdapat beberapa faktor
penghambat, antara lain:
1. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran tidak seluruhnya tercapai sesuai
dengan perencanaan.
2. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran kurang memadai.
3. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, dalam kegiatan belajar mengajar
terkadang anak balita tidak mandiri, malu-malu, serta tidak dapat
mengendalikan emosi secara wajar. Jumlah anak balita terlalu banyak dan
sebagian besar belum dapat berkomunikasi dengan baik sehingga kegiatan
belajar menagajar kurang lancar.
4. Dilihat dari metode, anak balita cepat bosan terhadap pembelajaran
sehingga metode pembelajaran harus bervariasi.
5. Dilihat dari alat/ media belajar, jumlah APE tidak sebanding dengan
jumlah anak balita.
6. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar seperti alat peraga kurang
lengkap.
7. Dilihat dari evaluasi, ada beberapa orang tua yang tidak kooperatif bila
anak balitanya jarang masuk sehingga menghambat proses evaluasi.
cliv
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data seperti terurai di atas, maka peneliti
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Suatu pola pembelajaran tidak dapat dipaksakan kepada anak balita karena
mereka memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Rasa keingintahuan anak balita cukup besar sehingga para
pendidik dan orang tua harus memberikan bimbingan kepada mereka. Pola
pembelajaran taman penitipan anak yang meliputi aspek-aspek tujuan,
bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media
belajar, sumber belajar, dan evaluasi yang diterapkan di Taman Balita
Klub Merby adalah:
a. Tujuan
Tujuan pembelajaran ditentukan oleh Pimpinan dan Pendidik. Dalam
hal ini tujuan harus disesuaikan dengan pendidikan anak usia dini dan
kondisi anak balita termasuk tugas-tugas perkembangan anak balita.
b. Bahan Pembelajaran
Dalam menentukan bahan pembelajaran harus disesuaikan dengan
Menu Pembelajaran dari Pendidikan Anak Usia Dini dan disesuaikan
pula dengan tingkat kemampuan anak.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
143
clv
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan sesuai jadwal yang telah dibuat
dengan persetujuan Pimpinan.
d. Metode
Metode yang digunakan adalah metode bermain, bercerita, bernyanyi,
berdialog/ bercakap, dan bermain peran.
e. Alat/ Media Belajar
Alat/ media belajar yang digunakan adalah alat permainan dari
lingkungan dan APE.
f. Sumber Belajar
Sumber belajar yang digunakan adalah sumber belajar alamiah,
perpustakaan, media cetak dan elektronik, alat peraga, dan nara sumber
(bila ada).
g. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara harian dan bulanan. Pendidik dapat
menyampaikan hasil evaluasi secara langsung dan melalui buku hasil
evaluasi bulanan.
2. Faktor pendukung Taman Balita Klub Merby antara lain:
a. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran dirancang sesuai dengan tema
dan kondisi anak balita.
b. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran ditentukan
dengan beberapa kriteria yaitu relevan dengan kondisi anak, berwarna
dan atraktif, sederhana dan konkrit, eksploratif dan mengandung rasa
ingin tahu, berkaitan dengan aktivitas keseharian anak, aman dan tidak
membahayakan, serta bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan.
c. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, waktu pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar dilakukan dengan dua sistem yaitu 3 kali pertemuan
clvi
dalam satu minggu dan 5 kali pertemuan dalam satu minggu. Satu kali
pertemuan adalah 120 menit setiap harinya.
d. Dilihat dari metode, metode pembelajaran digunakan secara bergantian
yaitu metode bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap/ berdialog, dan
bermain peran. Tujuannya yaitu agar anak tidak cepat bosan.
e. Dilihat dari alat/ media belajar, alat permainan yang digunakan ada dua
jenis yaitu dari lingkungan dan APE.
f. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar yang digunakan adalah
sumber belajar alamiah, perpustakaan, media cetak dan elektronik, dan
alat peraga.
g. Dilihat dari evaluasi, evaluasi dilakukan secara harian dan bulanan.
3. Faktor penghambat Taman Balita Klub Merby antara lain:
a. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran tidak seluruhnya tercapai
sesuai dengan perencanaan.
b. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran kurang memadai.
c. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, dalam kegiatan belajar mengajar
terkadang anak balita tidak mandiri, malu-malu, serta tidak dapat
mengendalikan emosi secara wajar. Jumlah anak balita terlalu banyak
dan sebagian besar belum dapat berkomunikasi dengan baik sehingga
kegiatan belajar menagajar kurang lancar.
d. Dilihat dari metode, anak balita cepat bosan terhadap pembelajaran
sehingga metode pembelajaran harus bervariasi.
clvii
e. Dilihat dari alat/ media belajar, jumlah APE tidak sebanding dengan
jumlah anak balita.
f. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar seperti alat peraga kurang
lengkap.
g. Dilihat dari evaluasi, ada beberapa orang tua yang tidak kooperatif bila
anak balitanya jarang masuk sehingga menghambat proses evaluasi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diajukan adalah:
1. Berkaitan dengan pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman
Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek tujuan, bahan pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan
evaluasi maka diharapkan semua pihak yang terkait di Taman Balita Klub
Merby untuk selalu menjalin kerjasama dengan pihak luar seperti orang
tua anak balita dan instansi-instansi yang berhubungan dengan pendidikan
anak usia dini. Dengan demikian pelaksanaan pola pembelajaran di Taman
Balita Klub Merby akan berjalan dengan baik.
2. Berkaitan dengan faktor-faktor pendukung yang terdapat di Taman Balita
Klub Merby, alangkah baiknya untuk selalu dipertahankan yaitu dengan
cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Taman Balita Klub
Merby.
3. Berkaitan dengan faktor-faktor penghambat yang terdapat di Taman Balita
Klub Merby, ada baiknya untuk diminimalkan yaitu dengan cara
meningkatkan sarana dan prasarana seperti pengadaan alat permainan
clviii
terutama APE dan pengadaan alat peraga serta meningkatkan fasilitas-
fasilitas yang ada di Taman Balita Klub Merby.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya
Agus Toto W. 2003. Tempat Bermain itu Bernama Penitipan Anak (1). Anak-anak
Malah Rajin Membuat PR, (Online), (http: // www. suaramerdeka.com/
harian/ 0303/ 13/ nas 8. Htm, diakses 20 Maret 2003)
Anggani Sudono. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan
Anak Usia Dini). Jakarta: PT. Grasindo
Buletin PADU Vol 2 No. 02 Agustus 2003 halaman 34
clix
Catur Sri Sapanta. 2003. Pelayanan Sosial Taman Penitipan Anak. Studi Kasus di
Panti Sosial “Kasih Mesra” Demak. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang:
FIS UNNES
Departemen Pendididkan Nasional. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
pada Taman Penitipan Anak. Jakarta: Departemen Pendididkan Nasional
Djudju Sudjana. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production
Elizabeth G. Hainstock. 2002. Montessori untuk Pra-sekolah. Terjemahan oleh
Hermes. 2002. Jakarta: Delapratasa Publishing
Hibana S. Rahman. 2002. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
PGTKI Press
Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Max Darsono dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP
Semarang Press
Mayke S. Tedjasaputra. 2003. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT.
Grasindo
Nana Sudjana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar
Baru Algensindo
Robert K. Yin. 2003. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Seto. 2004. Bermain dan Kreativitas. Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak
Melalui program Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti
Slamet Suyanto. 2003. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas
Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan
Soemiarti Patmonodewo. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
clx
Sutrisno. 2004. Profil Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini. (PAUD). Studi
Kasus Kelompok Bermain di BP-PLSP JawaTengah. Skripsi tidak
diterbitkan. Semarang: FIP UNNES
Syaiful Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
W. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo