3.afrinoldi.pdf

14
1 Peranan Syekh Ismail Dalam Mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah di Desa Surau Gading Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu (1897-1948) Disusun oleh Afrinoldi Drs.H. Ridwan Melay,M.Hum Drs.H. Marwoto Saiman,M.Pd Pendidikan Sejarah, FKIP-Universitas Riau Jl. Bina Widya KM 12,5 Pekanbaru ([email protected]) This study aimed to obtain information about the role of Sheikh Ismail in developing Tharekat Naqsyabandiyah in the Surau Gading‟s Village Rambah Samo Districk Rokan Hulu regency in 1897-1948. This research was conducted using the historical method. Data were collected through a Librarianship method, literature method and data analysis method. The results showed that Sheikh Ismail has a very important role in developing Tharekat Naqsyabandiyah in Surau Gading‟s Village in Rambah Samo District Rokan Hulu regency in 1897-1948. Sheikh Ismail role is to open Surau Gading‟s Village, promote of Islamic education and regulation of Islamic faith. Shaykh Ismail is a successful leader in the spread over of Tharekat Naqsyabandiyah in Surau Gading‟s Village Rambah Samo District Rokan Hulu. In fact many of the disciple from different regions in Rokan Hulu make a pilgrimage to his tomb. Keyword : The role of Sheikh Ismail in developing Tharekat Naqsyabandiyah in the Surau Gading’s PENDAHULUAN Penyebaran Islam berkembang secara besar-besaran di negara-negara Asia Tenggara berkat peranan dan kontribusi tokoh-tokoh Tasawwuf adalah kenyataan yang diakui oleh hampir mayoritas sejarawan dan peneliti. Hal itu di sebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih penuh kasih sayang. Tasawuf memang memiliki kecenderungan manusia yang terbuka. Tentang proses pertama masuknya Islam di Indonesia, ada beberapa teori tentang para pelopor dakwah Islam pertama di Indonesia (India, Persia, dan Arab) serta pengaruhnya terhadap dunia tasawuf di tanah air. Berdasarkan fakta sejarah yang akurat, Dr. Alwi memaparkan bahwa para pelopor dakwah Islam pertama di Indonesia adalah Imâm Ahmad ibn „Isâ al-Muhâjir al-„Alawî (cucu Imâm Ja‟far ash-Shâdiq) berasal dari Arab. Kesimpulan ini membantah pandangan yang sudah jamak diketahui bahwa penyebar awal Islam di tanah air adalah pedagang gujarat. India hanya sebagai

Upload: muhammad-asyraf

Post on 04-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Peranan Syekh Ismail Dalam Mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah di

    Desa Surau Gading Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu

    (1897-1948)

    Disusun oleh

    Afrinoldi

    Drs.H. Ridwan Melay,M.Hum

    Drs.H. Marwoto Saiman,M.Pd

    Pendidikan Sejarah, FKIP-Universitas Riau

    Jl. Bina Widya KM 12,5 Pekanbaru

    ([email protected])

    This study aimed to obtain information about the role of Sheikh Ismail in

    developing Tharekat Naqsyabandiyah in the Surau Gadings Village Rambah

    Samo Districk Rokan Hulu regency in 1897-1948. This research was conducted

    using the historical method. Data were collected through a Librarianship method,

    literature method and data analysis method.

    The results showed that Sheikh Ismail has a very important role in

    developing Tharekat Naqsyabandiyah in Surau Gadings Village in Rambah Samo

    District Rokan Hulu regency in 1897-1948. Sheikh Ismail role is to open Surau

    Gadings Village, promote of Islamic education and regulation of Islamic faith.

    Shaykh Ismail is a successful leader in the spread over of Tharekat

    Naqsyabandiyah in Surau Gadings Village Rambah Samo District Rokan Hulu.

    In fact many of the disciple from different regions in Rokan Hulu make a

    pilgrimage to his tomb.

    Keyword : The role of Sheikh Ismail in developing Tharekat Naqsyabandiyah in

    the Surau Gadings

    PENDAHULUAN

    Penyebaran Islam berkembang secara besar-besaran di negara-negara Asia

    Tenggara berkat peranan dan kontribusi tokoh-tokoh Tasawwuf adalah kenyataan

    yang diakui oleh hampir mayoritas sejarawan dan peneliti. Hal itu di sebabkan

    oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih penuh kasih sayang. Tasawuf

    memang memiliki kecenderungan manusia yang terbuka.

    Tentang proses pertama masuknya Islam di Indonesia, ada beberapa teori

    tentang para pelopor dakwah Islam pertama di Indonesia (India, Persia, dan Arab)

    serta pengaruhnya terhadap dunia tasawuf di tanah air. Berdasarkan fakta sejarah

    yang akurat, Dr. Alwi memaparkan bahwa para pelopor dakwah Islam pertama di

    Indonesia adalah Imm Ahmad ibn Is al-Muhjir al-Alaw (cucu Imm Jafar

    ash-Shdiq) berasal dari Arab.

    Kesimpulan ini membantah pandangan yang sudah jamak diketahui bahwa

    penyebar awal Islam di tanah air adalah pedagang gujarat. India hanya sebagai

  • 2

    tempat pemberangkatan orang-orang Arab yang kemudian melanjutkan ke kota

    Timur Jauh. Terbukti, dari nama kota itu malibar sebagai alihan dari kata Arab,

    mabar.(Alwi syihab:2002 : 12)

    Islam di Asia Tenggara (Kamboja, Laos, Thailand, Vietnam, Philipina,

    Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura dan Indonesia) mengalami tiga tahap :

    Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan

    Persia disekitar pelabuhan (Terbatas). Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di

    Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad

    XIX M; Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama

    Belanda di Indonesia.(Azyumardi Azra :1989 : XIV)

    Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia dan dua samudera

    Pasifik dan Hindia, yang memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang

    sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar tidak dapat dihindari.

    Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang

    dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya :

    Lahirnya tharekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tharekat yang disatukan oleh

    Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba

    memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu

    berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis

    di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama

    lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan

    Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para

    sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran

    baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.(Mansur Ahmad Suryanegara : 1998

    :157)

    Masuk islam ke Riau dibatasi kepada beberapa daerah, yaitu: Kuntu-

    Kampar, Rokan, Kuantan, Indragiri, dan Tapung. Menurut Sejarah Riau, Kuntu-

    Kampar adalah daerah pertama-tama di Riau daratan yang berhubungan dengan

    orang-orang Islam (pedagang). Hal inidimungkinkan karena sejak zaman bahari

    daerah ini telah berhubungan denganpedagang-pedagang asing dari negeri Cina,

    India, dan Arab-Persia. Hubungantersebut didasarkan oleh kepentingan

    perdagangan, karena daerah lembah sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri

    merupakan daerah penghasil lada terpenting di dunia dalam periode 500-140 M.

    Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-Kamparyang mula-mula

    dimasuki agama Islam.

    Meskipun islam telah masuk pada abad ke 7 atau 8 Masehi di Riau, namun

    penganut angama ini masih terbatas di lingkungan para pedagang dan penduduk

    kota di pesisir pantai tersebut. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh agama

    Budha yang merupakan agama Negara dalam kerajaan Sriwijaya waktu itu.

    Dari Kuntu, Islam diperkirakan menyebar ke Rokan dalam tahun 738/

    1349. saat mereka datang ke daerah ini, Rokan sudah memiliki kehidupan

    bermasyarakat yang teratur, dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Said.

    Masuknya pelarian-pelarian Muslim dari Kuntu berhasil membawa pengikut-

    pengikut Raja Said memeluk Islam, bahkan Raja Said sendiri akhirnya menjadi

    pengaut islam yang baik.

  • 3

    Di sampaing di atas, terdapat pula pendapat-pendapat lainnya, ada yang

    menyatakan Islam di Rokan berasal dari Lima Koto (Bangkinang,Kuok, Salo,

    Rumbio dan Air Tiris) yang terletak di tepi Sungai Kampar Kanan.

    Adapula yang berpendapat bahwa islam yang masuk ke Rokan datang dari

    Aceh (Kerajaan Samudera Pasai) pada abad ke 14. kerajaan Pasai inilah yang

    kemudian menjadi pelopor berdirinya Kerajaan Rokan bernama Kerajaan

    Kuntodar al-Salam yang dalam perkembangannya sejajar dengan Kerajaan Aceh

    Darul-Salam. Akan tetapi, dalam abad ke 14 itu juga, Kunto Dar al-Salam

    diserang Majapahit. Baru pada abad ke 16, terutama melalui tokoh syekh

    Burhanuddin bukanhanya diintensifkan kembali. Syekh Burhanuddin bukan hanya

    sebagai mubalig,tetapi juga bertindak sebagai guru.

    Dari Kuntu-Kampar dan Kunto Dar al-Salam, Islam menyebar ke Kuantan

    dan Indragiri. Di antara ulama yang berjasa menyebarkan islam kedaerah ini

    adalah syekh Burhanudin al-Kamil. Islamisasi yang dilakukan Syekh ini sampai

    ke Kuantan, terus ke hilirnya Muara Sungai Indragiri, seperti Sapat dan Prigiraja.

    Sumber lain menyebutkan masuknya Islam ke Inderagiri melalui pantai barat

    sumatera, dibawa oleh seorang ulama bernama Sayed Ali al-Idrus. Jalur-Jalur

    yang dilaluinya adalah: dari Samudra Pasei, dan sampai dipantai barat Sumatera,

    tepatnya kota Air Bangis. Di daerah ini ia tinggal berapa lama dalam tugas

    mengembangkan agama Islam. Kemudian menujutimur dan sampai ke Kerajaan

    Siak, terus ke Pelalawan.(Makalah Masuknya Islam ke Riau oleh Ahmad Safii

    2001 : 6)

    Sebelum Tharekat Naqsyabandiyah berkembang di Rokan Hulu, agama

    islam telah lama masuk dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Rokan Hulu.

    Agama Islam masuk ke Rokan Hulu telah berlangsung yang berasal dari Kuntu-

    Kampar dan Samudera Pasai sekitar abad ke- 14 dan berasal dari malaka pada

    abad ke-15.

    Masuknya agama Islam dari Malaka di bawa oleh Sultan Harimau dan

    rombongannya. Mereka dating ke Rokan atas utusan Sulatamn Mansyur Syah I

    dari Malaka. Dia mendapat tugas untuk mengembangkan agama Islam (Muchtar

    Lutfi, 1977: 169). Sultan Harimau aktif menyampaikan ajaran Islam kepada

    masyarakat Rokan Hulu , Bahkan Sultan Harimau pun pergi ke Kota lama Untuk

    Menyebarkan agama Islam disana.

    Masuknya Tharekat Naqsyabandiyah ke Indonesia berasal dari Arab , dan pertama

    kali disebarkan di Indonesia oleh Syekh Yusuf Al-Makassari pada tahun 11644 M

    dan diteruskan oleh Tuanku Isamail Simabur.

    Salah satu tokoh yang berjasa dalam penyebaran Tharekat Naqsyabandiyah

    di Rokan Hulu adalah Syekh Ismail.

    Syekh Ismail adalah seorang pemimpin yang sukses dalam menyebarkan

    agama islam di Rokan Hulu. Ini terbukti banyak para pengikutnya dari berbagai

    daerah di Rokan Hulu melakukan ziarah ke makamnya yang terletak didalam

    surau. Ziarah ke kuburan Syekh Ismail sudah menjadi tradisi pengikutnya.(Pemda

    Rohul 2008:27 )

    Ziarah dipimpin oleh seorang disebut khalifah yang biasanya duduk paling

    dekat dengan lokasi makam tersebut.Diawali dengan bacaan doa ziarah kubur

  • 4

    oleh masing-masing jemaah, kemudian khalifa yang memimpin al-Fatihah.Khalifa

    sebutan untuk orang yang mendalami ilmu agama dan di hormati ditengah-tengah

    masyarakat. Bacaan al-Fatihah pertama niatnya di tujukan kepada Syekh Ismail.

    Bacaan kedua niatnya dihadiahkan bagi semua orang yang berkubur di tempat

    tersebut dan arwah kaum muslimin yang lainnya.

    Surau ini selalu di padati oleh pengunjung dari berbagai daerah di

    kabupaten Rokan Hulu.Mereka datang untuk mendalami peraturan agama Islam

    yang mereka terima, sehingga masyarakat yang datang tidak tertampung di Surau

    Syekh Ismail. Maka didirikanlah surau di masing-masing daerah tempat tinggal

    pengikutnya sebanyak 91 buah Surau (Pemda Rohul 2008:27 ) perkembangan

    islamtelah menjadikan masyarakat RokanHulu sebagai masyarakat yang taat

    beragama, juga tidak berlabihan daerah ini diberi julukan dengan negeri seribu

    suluk.

    Surau induk sampai saat sekarang tidak terjaga keasliannya, karna bahan

    yang di gunakan untuk pembutan surau menggunakan papan.Pemda Rohul

    berinisitif menjadikan surau yang permanen.

    Surau ini di sebut dengan Surau Suluk Ismailiyah. Penamaan surau ini

    dikaitkan dengan nama Syekhyang mendiami surau itu.

    Setelah wafatnya Syekh Ismail lembaga pendidikan ini di pimpin oleh

    anak cucu keturunan Syekh Ismail yang dipercaya untuk memimpin dan

    meneruskan perjuangannya.

    Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik

    untuk mengetahui lebih banyak tentang Peranan Syekh Ismail Dalam

    Mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah di Desa Surau Gading Kecamatan

    Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu (1897-1948 )

    METODOLOGI PENELITIAN

    Penelitain ini dilakukan di Desa Surau Gading Kecamatan Rambah Samo

    Kabupataen Rokan Hulu. Dalam Penelitian ini penulis menggunakan metode

    historis atau sejarah. Metode historis adalah sekumpulan prinsip dan aturan yang

    sistematis yang digunakan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha

    mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian

    menyajikan suatu sintese daripada hasil-hasilnya. (Nugroho Notosusanto,

    1984:10).

    Proses metode sejarah dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

    berikut:(1)Heuristik adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber.

    Setelah sumber-sumber ditemukan, maka sumber-sumber itu diuji dengan kritik.

    (2)Kritik yang digunakan ada 2 macam, kritik ekstern dan kritik intern. Kritik

    ekstern ini menyangkut dokumen-dokumennya. Kalau ada dokumen, misalnya,

    kita teliti apakah dokumen itu memang apa yang kita kehendaki atau tidak,

    apakah palsu atau sejati, apakah utuh ataukah sudah diubah sebagian-sebagian.

  • 5

    Kalau kita sudah puas mengenai suatu dokumen, artinya kita sudah yakin memang

    dokumen itulah yang kita kehendaki, baru kita menilai isinya, dan menilai isinya

    ini dilakukan dengan kritik interen Tujuan kritik seluruhnya ialah untuk

    menyeleksi data menjadi fakta.(3)Interpretasi denagn cara memperoleh sejumlah

    fakta yang cukup, maka kita melakukan usaha-usaha merangkaikan fakta-fakta itu

    menjadi suatu keseluruhan yang masuk akal.(4)Historiografistoriografi yaitu

    penulisan sejarah (berasal dari graphein dalam bahasa Yunani). Tujuan kegiatan

    disini ialah untuk merangkaikan fakta-fakta menjadi kisah sejarah. Sebab

    bagaimanapun juga sejarah itu merupakan suatu kisah yang kita baca. Sehingga

    bahan-bahan mentah itu belum merupakan sejarah, belum merupakan suatu kisah

    sejarah. (Nugroho Notosusanto, 1984:11-12).

    Berdasarkan pendapat diatas bagi seorang penulis sejarah sangat diperlukan

    suatu metode sebagai pedoman dalam penulisan. Hal ini sesuai dengan tujuan

    metode sejarah yang digunakan untuk merekontruksi, meneliti, mengevaluasi, dan

    menjelaskan bukti-bukti sehingga menjadi fakta yang dapat

    dipertanggungjawabkan.

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah dengan

    langkah-langkah sebagai berikut:(1)Studi Literatul Yaitu teknik pengumpulan

    data dengan cara mengumpulkan berupa tulisan-tulisan , gambar-gambar serta

    bukti-bukti lainya yang di anggap dapat membantu dalam dalam penulisan

    skripsi(2)Wawancara bertujuan untuk memeperoleh data secara langsung dengan

    cara melakukan tatap muka dengan memberikan beberapa pertanyaan yang di

    anggap penting dalam penulisan skripsi(3)Observasi adalah Teknik pengumpulan

    data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap semua yang

    berkaitan dengan objek penelitian terutama keturunan Syekh Ismail maupun tokoh

    masyarakat.

    Dalam pengolahan data menggunakakan analisis dalam bentuk deskrptif

    kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka-angka tetapi berbentuk uraian yang

    didukung oleh fakta-fakta dan pendapat serta hasil penelitian.

    Maka penulis menganalisis data dengan cara mengkritisi temuan penelitian

    sesuia dengan hasil wawancara , kemudian dituangkan dalam penulisan tentang

    peranan Syekh Ismail dalam mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah di Desa

    Surau Gading Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

    Setelah penulis melibatkan sumber-sumber dengan berlandaskan langkah-

    langkah diatas maka sumber-sumber tersebut akan diuji secara kritis, yaitu

    kritik intern dan ekstern. Kritik Ekstern adalah yang dilakukan untuk dapat

    mengetahui lebih dalam tentang asli atau palsu sumber tersebut.Kritik intern

    adalah kritik tentang isi sumber apakah dapat dipercaya atau tidak

    kebenarannya. Dalam hal ini diperlukan proses mencari dan menemukan

    sumber, diuji, dan dianalisa secara internal maupun eksternal, data dan fakta

    dirangkaikan, kemudian diintrepetasikan di ruangan dalam penulisan sejarah.

    (Nugroho Notosusanto, 1984:11). Setelah penulis melibatkan sumber-sumber

    dengan berlandaskan langkah-langkah diatas maka sumber-sumber tersebut

    akan diuji secara kritis, yaitu kritik intern dan ekstern. Kritik Ekstern adalah

    yang dilakukan untuk dapat mengetahui lebih dalam tentang asli atau palsu

  • 6

    sumber tersebut.Kritik intern adalah kritik tentang isi sumber apakah dapat

    dipercaya atau tidak kebenarannya. Dalam hal ini diperlukan proses mencari

    dan menemukan sumber, diuji, dan dianalisa secara internal maupun eksternal,

    data dan fakta dirangkaikan, kemudian diintrepetasikan di ruangan dalam

    penulisan sejarah. (Nugroho Notosusanto, 1984:11).

    HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

    Menurut pandangan Shaikh Muhammad Amain al- Kurdi al-Irbili al- SyafiI

    al-Naqshabandi dalam kitab al-Qulub adalah bermal dengan syarat mengambil

    atau memilih yang azimah(berat) dari pada rukhah (ringan); menjauhkan diri dari

    mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya

    dipermudah ; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan bathi;

    melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua

    larangan-Nya baik yang haram , makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan

    semua ibadah fardhu dan sunah ; yang semuanya ini dibawah arahan, naungan dan

    bimbingan seorang guru atau shaik yang arif.(Dr.H.Dahlan Tamrin,M.Ag 2010 :

    47).

    hakikat Tharekat Naqyabandiyah sudah timbul semenjak manusia pertama

    dijadikan, yaitu seketika Nabi Adam as terlanggar memakan buah kayu terlarang

    dalam Surga. Waktu beliau menyelidiki dan merasakan mengapa Beliau

    melanggar larangan itu? Beliau mengetahui bahwa dari hati sanubarinya timbul

    iradat atau maksud sesuatu kehendak yang menariknya buat melanggar larangan

    Allah itu. Setelah hal itu Beliau ketahui maka Beliau bermaksud mensucikan dan

    menghentikan cita-citanya yang buruk itu.

    Cita-cita Nabi Adam as itu sama dengan cita-cita ahli Tharekat

    Naqyabandiyah, yakni ahli Tharekat Naqsyabandiyah mengerjakan Zikrullah

    berkekalan dan berkepanjangan, untuk mensucikan hatinya dari keinginan yang

    buruk. Kemudian setelah Nabi Adam as wafat, maka hakikat Taharekat

    Naqsyabandiayah diamalkan pula oleh Nabi Nuh as kemudian kepada Nabi Isa

    as. Pada waktu itu bukanlah bernama Tharekat Naqsyabandiyah, tetapi

    pergantungan Nabi Terhadap Allah, berkepanjangan memperhambakan diri lahir

    bathin.(Prof.Dr. Syekh H.Djalaluddin, 2005:171-173)

    Tharekat Naqsyabandiyah masuk ke Indonesia berasal dari Arab, dan pertama

    kali disebarkan oleh Syekh Yusuf Makasari pada tahun 1644 M dan diteruskan

    oleh Syekh Ismail Simambur, Syekh Ismail Simambur adalah tokoh yang paling

    berjasa dalam penyebaran Tharekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Untuk wilayah

    Riau sendiri di sebarkan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan.

    Timbulnya Tharekat Naqsyabandiyah di Desa Surau Gading tidak terlepas

    dari peranan Syekh Ismail. Beliau adalah orang yang pertama kali

    memeperkenalkan Tharekat Naqsyabandiyah pada tahun 1897. Nama negeri ini

    menjadi perhatian setelah beliau mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah.

    Syekh Ismail lahir di Kampung Gading pada tahun 1809 Kecamatan

    Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Beliau

    adalah seorang putra Mandailing yang mempunyai nama kecil Tamiin bin

    Abdullah Ayahnya beranama Abdullah yang bersuku Hasibuan sedangkan

    Ibunya bernama Siti Aminah yang bersuku Daulay.

    Syekh Ismail berasal dari keluarga sederhana, untuk memenuhi kebutuhan

    pokok keluarganya, ayah Syekh Ismail mengolah hutan untuk dijadikan lahan

  • 7

    pertanian. Ayahnya sangat dihormati masyarakat , karena sifat

    kedermawanannya,apabila hasil pertaniannya panen, beliau selalu membagi-

    bagikan sebagian hasil panennya kepada masyarakat. Syekh Ismail memiliki dua

    orang saudara, terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan

    sedangkan Syekh Ismail anak tertua, sehingga beliau mempunyai tanggung jawab

    yang untuk menjaga adik-adiknya apabila orang tuanya bermalam di lading

    Syekh Ismail sangat sederhana dalam kehidupan sehari hari namun sangat

    kukuh dalam pendirian terutama mengenai hal aqidah dan hukum hukum islam.

    Beliau tidak pernah absen dalam menjalankan ibadah zikir dan tahajud, menjauhi

    hal hal yang bersifat bidah dan menghindari hal hal fitnah termasuk kepada orang

    orang yang berseberangan dengan beliau dalam melaksanakan ibadah. Sabar

    dalam menghadapi segala cobaan dan rintangan, berani karena beliau selalu

    menegakkan yang benar, sangat teliti dalam segala hal, walaupun soal kecil,

    pekerja ulet dan mau bekerja keras seperti berladang.

    Syekh Ismail tidak pernah mengikuti sekolah formal yang diadakan oleh

    bangsa belanda, karena beliau menganggap orang kafir tidak boleh dijadikan

    panutan, maka beliau lebih memilih untuk belajar agama dengan orang tuanya.

    Selain itu beliau juga belajar ngaji di surau.

    Untuk mendalami ilmu agama, pada tahun 1827M waktu itu Syekh Ismail

    berumur 18 tahun, Syekh Ismail di kirim oleh orang tuanya ke kampung Bonjol

    yang terletak di Sumatera Barat, disanalah beliau mengenal Tharekat

    Naqyabandiyah dengan gurunya bernama Syekh Ibrahim Al-Qholidi. Syekh

    Ibrahim yang lebih popular dipanggil Inyiak Balinduang. Pada Inyiak Balinduang

    inilah beliau benar benar dapat mendalami ilmu agama, ilmu Tareqat, ilmu

    Haqeqat, ilmu Maqrifat dan Tasawuf.

    Setelah 10 tahun menuntut ilmu di Bonjol, barulah Syekh Ismail diangkat

    oleh gurunya sebagai seorang Syekh dengan gelar Syekh Ismail Al-Qholidi Al

    Minangkabauwi.

    Pada tahun 1837M Syekh Ibrahim menyuruh beliau pergi ke Makkah Al

    Mukarramah untuk melanjutkan pendidikan ilmu agama, tasawuf dan

    memperdalam ilmu thareqat. Beliau dibekali oleh Syekh Ibrahim pergi ke

    Mekkah, hanya dengan 3 suku uang logam Belanda dan uang tersebut disimpan di

    lipatan baju agar tidak hilang. Bahkan sampai kembali dari Mekkah uang tersebut

    masih utuh.

    Sewaktu berangkat, beliau dilepas oleh Syekh Ibrahim , rekan rekan beliau,

    Khalifah Khalifah dan jamaah Surau Batu dan dikumandangkan adzan oleh

    H.Syuki salah satu Khalifah inyiak Surau Batu. Pertama berangkat dari kampung

    beliau melalui jalan darat menuju Pekanbaru dan sempat bertemu sultan Siak saat

    itu. Sultan Siak menyuruh beliau menetap di mesjid Sultan untuk mengajar

    agama. Namun karena kepatuhan beliau kepada guru beliau Syekh Ibrahim, beliau

    menolak ajakan Sultan dengan halus sehingga beliau melanjutkan perjalanan

    melalui sungai Siak dan terus ke Malaysia. Dari Malaysia beliau melanjutkan

    perjalanan menuju Siam (Thailand) Burma dan Bangladesh. Semua perjalanan

    tersebut ditempuh melalui jalan darat, dan dari India beliau naik kapal menuju

    Jedah. Tidak mengherankan kalau beliau juga pandai bahasa Siam dan India.

    Menurut beliau, pedati adalah sarana yang sering beliau tumpangi. Beliau selalu

    mencari mesjid tempat menginap dan jamaah mesjid memberikan bantuan untuk

    beliau melanjutkan perjalanan.

  • 8

    Ada peristiwa yang menyedihkan disaat beliau mau mendarat di Jedah saat

    itu. Karena beliau tidak punya surat keterangan seperti Pasport saat ini, yang dia

    miliki hanya uang tiga suku dan surat pengantar dari Syekh Ibrahim kepada Syekh

    Ahmad Khatib, sehingga kelasi kapal saat itu memasukan beliau kedalam peti

    barang agar lolos dari pemeriksaan. Berkat lindungan Allah SWT dan juga doa

    guru beliau, sampailah beliau di tanah suci Mekkah al Mukarramah. Setelah

    Sampai di Mekkah, beliau menunaikan haji terlebih dahulu. Di Mekkah beliau

    sempat belajar kepada Syekh H. Ahmad Khatib, imam dan khatib Masjidil Haram

    dan ulama terkemuka saat itu yang juga berasal dari Sumatera Barat dan kepada

    Syekh Abu Leman Yamani untuk mendalami ilmu syalawat. Selanjutnya beliau

    belajar Tareqat di Jabal Qubais dimana Syekh Ibrahim juga belajar Thariqat

    disana. Selama 4 tahun beliau tinggal di Mekkah, mendalami ilmu Tareqat,

    haqekat dan ilmu Marifat, beliau kembali ke kampung halaman di Bonjol pada

    tahun 1843 M. ( Di Usia 33 tahun)

    Setelah 4 tahun di Mekkah ahirnya pada tahun 1842M Syekh Ismail kembali

    ke Bonjol. Setahun sudah kepulangannya ahirnya Syek Ismail di utus oleh

    gurunya untuk mengembangkan agama di daerah Rambah Samo khususnya Riau

    pada umumnya.(wawancara dengan H.Irfan Syah, 4 Januari 2013)

    Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari H.Irfansyah, Surau Gading

    adalah daerah yang luas, sewaktu Syekh Ismail mula-mula membuka daerah itu

    tahun 1897 sekembalinya beliau dari Mekkah menunailkan ibadah Haji.

    Wilayah Surau Gading pada tempo dulu berbatas sebelah utara jembatan km.

    16 ditas bersebrangan dengan kebun durian Paduko arah Langkitin, sebelah

    Selatan berbatas dengan jembatan negeri Lintam Ujung Batu, sebelah barat

    berbatas dengan Sungai Duo Simpang Tiga arah Desa Pemandang Kecamatan

    Rokan, sebelah Timur berbatas dengan Koto Intan dan Serombo Rambah Hilir.

    Dari wilayah atau perbatasan yang dijelaskan diatas adalah tanah yang dibeli

    oleh Syekh Isamail kepada raja Rambah Patuan Sati dengan ketentuan 5 kilometer

    menuju arah Langkitin, 5 kilometer arah Ujung Batu, 5 kilometer arah Kubuh

    Pauh serta 5 kilometer arah ke Lubuk Ngarai dengan patokan tolak ukur Surau

    Syekh Ismail yang sekarang.

    Wilayah ini dipersiapkan oleh Syekh Ismail bagi masyarakat Surau Gading

    untuk mencari kehidupan dan bertempat tinggal bersama keluarga dikemudian

    harinya. Maka dapat dibayangkan luas wilayah Surau Gading waktu itu dan

    menjadi kenyataan saat ini.

    Syekh Ismail begitu besar peranannya dalam menyebarkan pendidikan islam

    di Surau Gading di samping ulama-ulama lain. Agama islam yang dibawanya

    tidak merusak adat istiadat yang telah ada dan bekembang. Ini dibuktikan dengan

    tidak adanya pertentangan dengan akidah islam.

    Penyebaran tharekat ke daerah Surau Gading berawal timbulnya tradisi

    surau sebagai tonggak pengenalan bagi pengenalan islam. Melalui pendidikan

    surau Syekh Ismail memperjuangkan penegakan islam melalui pendidikan

    persuasif.

    Bangunan pertama Surau suluk didirikan di Surau Gading tahun 1929 yang

    bernama Surau Godang.Surau ini didirikanoleh Syekh Ismail sendiri dan

    dibantu oleh masyarat.(wawancara dengan H. Irfansyah,4 Januari 2013).

    Walaupun sebelumnya Syekh Ismail pernah membangun Surau di kampung

  • 9

    Tinggi Langkitin dengan jarak tempuh 5 kilometer dari Surau Gading arah ke

    Pasir Pangaraian .

    Adapun Syekh Ismail berpindah dari Suro tinggi ke Surau Gading

    disebabkan beliau dalam mengembangkan ajaran islam, jamaahnya semakin hari

    semakin bertambah hingga mencapai ribuan orang, keaadaan ini tidak

    memungkinkan lagi untuk bertahan di tempat lama , apalagi jamaah atau

    pengikut beliau berdatangan dari daerah-daerah jauh dari sumatera utara, Tapanuli

    Selatan, Sei Rangau,Taluk kuantan, Sinama Nenek, Tapung, dan masih banyak

    daerah lainnya untuk bertharekat dan bersuluk.Hal inilah yang mendorong Syek

    Ismail untuk berpindah ke daerah baru di Surau Gading.

    Awal kedatangannya di sambut hangat oleh penduduk setempat, Syekh

    Ismail tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengajak masyarakat masuk

    kedalam ajaran yang di ajarkannya, karena sebagian kecil masyarakat sudah

    mengetahui bagaiman ajaran tharekat yang di bawa oleh Syekh Ismail, namun

    perlu sosialisasi supaya tidak terjadi kesalah fahaman tentang ajaran

    Naqsyabandiyah tersebut. Terbukti dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun

    beliau sudah berhasil membawa masyarakat Surau Gading untuk mengamalkan

    tharekat ini.

    Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas Thariqah. Delapan dari

    asas itu dirumuskan oleh Abd al-Khaliq Ghuzdawani, sedangkan sisanya adalah

    penambahan oleh Baha al-Din Naqsyaband. Masing-masing asas dikenal dengan

    namanya dalam bahasa Parsi (bahasa para Khwajagan dan kebanyakan penganut

    Naqsyabandiyah India).

    Asas-asasnya Abd al-Khaliq adalah(1)Hush dar dam: sadar sewaktu

    bernafas. Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap

    menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara

    keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan

    kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau

    kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah

    (al-Kurdi).(2)Nazar bar qadam: menjaga langkah. Sewaktu berjalan, sang murid

    haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke

    depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh

    segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.(3)Safar dar watan: melakukan

    perjalanan di tanah kelahirannya. Melakukan perjalanan batin, yakni

    meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju

    kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran

    lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang

    sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi

    perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi).(4)Khalwat dar anjuman: sepi di

    tengah keramaian. Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa

    dekat pada konsep innerweltliche Askese dalam sosiologi agama Max Weber.

    Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti

    perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai

    menyibukkan diri dengan terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan

    hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang; yang lain

    mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan

    bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada

  • 10

    Allah saja dan selalu wara. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara

    aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu

    kepada asas ini.(5)Yad kard: ingat, menyebut. Terus-menerus mengulangi

    nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir

    lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh

    sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir itu tidak dilakukan sebatas

    berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di

    dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.(6)Baz gasyt:

    kembali, memperbarui. Demi mengendalikan hati supaya tidak condong

    kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah

    dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta

    maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan

    keridlaan-Mulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari

    kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan

    perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.(7)Nigah dasyt: waspada. Yaitu

    menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid,

    untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang

    tetap akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai

    dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim):

    Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua

    puluh tahun.(8)Yad dasyt: mengingat kembali. Penglihatan yang diberkahi:

    secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-

    namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka

    ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya

    mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.

    Asas-asas Tambahan dari Baha al-Din Naqsyabandi(1)Wuquf-i zamani:

    memeriksa penggunaan waktu seseorang. Mengamati secara teratur bagaimana

    seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan

    setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan

    tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah

    berterimakasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau

    melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-

    Nya.(2)Wuquf-i adadi: memeriksa hitungan dzikir seseorang. Dengan hati-hati

    beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara

    ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah

    ditetapkan sebelumnya.(3)Wuquf-I qalbi: menjaga hati tetap terkontrol. Dengan

    membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan)

    berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah,

    dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir

    dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk membayangkan gambar hati

    dengan nama Allah terukir di atasnya.

    Pengaruh Tharekat Naqsyabandiyah di bidang agama sudah terlihat dari

    bagai mana tingkat kesadaran masyarakat dalam menjalankan kegiatan

    peribadatan kepada sang pencipta. Salah satu contoh pengaruh tharekat

    Naqsyabandiyah dalam bidang agama yaitu terdengar setiap selesai sholat subuh

    para jamaah melakukan zikirberkepanjangan sampai terbitnya fajar nanti, setelah

    fajar terbit para jemaah kembali kerumah masing-masing dan melanjutkan

    aktivitas masing-masing.

  • 11

    Pengaruh laennya dapat dilihat pada waktu pelaksanaan sholat jumat(

    seperti yang di ungkapkan olehbapak Pirdo Mangatur Siagian Msi pada

    tanggal 5 januari 2013), ketika azan pertama berkumandang para jamaah

    melakukan shalat tahyatul masjid bersama masyarakat yang non tharekat

    naqsyabandiyah, untuk membedakan yang mana masyarakat yang menganut

    paham tharekat naqsyabandiyah terlihat pada azan kedua berkumandang, di situ

    terlihat bahawa masyarakat yang beraliran Tharekat Naqsyabandiyah akan berdiri

    lagi untuk melakukan sholat sunat untuk 2 rakaat, adapun menjadi ciri khas

    Tharekat Naqsyabandiyah dalam pelaksanaan sholat jumat laennya, terlihat dari

    Khatib yang akan menyampaikan ceramahnya selalu memegang tongkat kayu.

    Hal ini diberlakukan dikarnakan sewaktu nabi Ibrahim As menyampaikan

    ceramah menggunakan tongkat kayu.(wawancara dengan bapak Batawi

    Nasution 2013).

    Selain itu masyarakat mulaimembangunan surau yang berukuran 3x3 meter

    yang sengaja di teletakan di tepian sungai, surau ini bertujuan memudahkan

    menunaikan ibadah sholat setelah selesai mandi.

    Dari uraian di atas dapat di petik kesimpulan bahwa aliran Tharekat

    Naqsyabandiyah terealisasi dengan baik, terbukti dengan adanya perobahan-

    perobahan dalam tata cara beribadah.

    Tharekat Naqsyabandiyah sangat berpengaruh terhadap hubungan sosial

    dimasyarakat desa Surau Gading, sebelum masuknya Tharekat ini hubungan

    antara masayarakat tidaklah harmonis, disebabkan adanya perbedaan suku dalam

    masyarakat, setelah mereka masuk dalam Tharekat Naqsyabandiyah perbedaan itu

    dapat hapus, dikarnakan didalam Tharekat Naqyabandiyah tidak terdapat

    perbedaan-perbedaan dalam kehidupan masyarakat.

    Dengan demikian Tharekat Naqsyanadiyah dapat diartikan menjadi motor

    penggerak yang mempersatukan masyarakat Surau Gading.

    Masuknya Tharekat Naqsyabandiyah cukup memberi dampak terhadap

    perkembangan budaya, terutama dibidang kesenian. Kesenian yang dimaksud

    Seperti halnya dalam penggunaan alat musik pukul yang dikenal dengan rebana,

    seperti yang di ungkapkan H.Damri Hsb salah seorang pengurus surau suluk

    syekh Ismail desa Surau Gading , bahwa setiap acara adat seperti lamaran,

    perkawinan dan sunatan selalu dibuka dengan penampilan rebana, adapun sair-sair

    yang di nyanyikan terdiri dari doa-doa, pujian-pujian terhadap Allah dan

    sholawatan.

    Dari urain di atas dapat di simpulkan bahwa didalam Tharekat tidak ada

    pelarangan terhadap musik, selama musik tersebut dalam lingkup nuansa islami.

    Masuknya Tharekat Naqsyabandiyah sangat berpengaruh terhadap

    perekonomian masyarakat setempat. Setiap bulan Ramadhan jemaah Tharekat

    Naqsyabandiyah datang dari berbagai daerah ke desa Surau Gading untuk

    melaksanakan suluk, mereka akan tinggal di surau selama bulan Ramadhan.

    Hal inilah yang dimanfaatkan masyarakat untuk merauk keuntungan dengan

    cara menjual hasil panen padi kepada pengurus surau untuk kebutuhan para

    jemaah.(wawancara dengan pak slamet)

    Berdasarkan uraian diatas bahwa Tharekat Naqsyabadiyah memberi

    pengaruh terhadap perekonomian masyarakat, selain merubah ahlak masyarakat

    sekaligus menjadi sumber rejeki bagi masyarakat.

  • 12

    KESIMPULAN

    Syekh Ismail lahir di Kampung Gading pada tahun 1809 Kecamatan Barumun

    Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Beliau adalah

    seorang putra Mandailing yang mempunyai nama kecil Tamiin bin Abdullah

    Ayahnya Abdullah yang bersuku Hasibuan sedangkan Ibunya bernama Siti

    Aminah yang bersuku Daulay. Syekh Ismail adalah seorang pemimpin yang

    sukses dalam menyebarkan alihan Tharekat Naqsyabandiyah di Rokan Hulu. Ini

    terbukti banyak para pengikutnya dari berbagai daerah di Rokan Hulu melakukan

    ziarah ke makamnya.

    Hakikat Tharekat Naqyabandiyah sudah timbul semenjak manusia pertama

    dijadikan, yaitu seketika Nabi Adam as terlanggar memakan buah kayu terlarang

    dalam Surga. Waktu beliau menyelidiki dan merasakan mengapa Beliau

    melanggar larangan itu? Beliau mengetahui bahwa dari hati sanubarinya timbul

    iradat atau maksud sesuatu kehendak yang menariknya buat melanggar larangan

    Allah itu. Setelah hal itu Beliau ketahui maka Beliau bermaksud mensucikan dan

    menghentikan cita-citanya yang buruk itu. Cita-cita Nabi Adam as itu sama

    dengan cita-cita ahli Tharekat Naqyabandiyah, yakni ahli Tharekat

    Naqsyabandiyah mengerjakan Zikrullah berkekalan dan berkepanjangan, untuk

    mensucikan hatinya dari keinginan yang buruk. Kemudian setelah Nabi Adam as

    wafat, maka hakikat Taharekat Naqsyabandiayah diamalkan pula oleh Nabi Nuh

    as kemudian kepada Nabi Isa as. Pada waktu itu bukanlah bernama Tharekat

    Naqsyabandiyah, tetapi pergantungan Nabi Terhadap Allah, berkepanjangan

    memperhambakan diri lahir bathin.

    Ciri pokok Tarekat Naqsyabandiyah sangat menekankan pada pesan yang

    terkandung dalam Al- Quranul Karim surat Al-Araf Ayat 205, bagaimana kita

    bisa mengisi qalbu dengan berdzikir. Dzikir itu dizahirkan (diucapkan) dan qalbu

    ikut mengucapkan dan dirasakan. Jadi ajaran utama Tarekat Naqsyabandiyah

    adalah dzikir qalbu. Hal ini bertujuan untuk memupuk rasa rindu dan cinta kepada

    Allah.

    Tharekat Naqsyabandiyah masuk ke Indonesia berasal dari Arab, dan pertama

    kali disebarkan oleh Syekh Yusuf Makasari pada tahun 1644 M dan diteruskan

    oleh Syekh Ismail Simambur, Syekh Ismail Simambur adalah tokoh yang paling

    berjasa dalam penyebaran Tharekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Untuk wilayah

    Riau sendiri di sebarkan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan.

    Peranan Syekh Ismail selain membuka daerah Surau Gading juga memajukan

    pendidikan islam dengan mengajarkan ilmu agama dengan cara mengumpulkan

    jemaah untuk diberikan pendidikan. Mereka diajarkan diajarkan tentang Al-

    Quran, cara beribadah, fiqih, akidah , tassauf dan ilmu tharikat.

    Selama kedatangan Syekh Ismail di Surau Gading kecamatan Rambah Samo

    Kabupaten Rokan Hulu sangat memberi pengaruh terhadap kehidupan penduduk

    masyarakat setempat. Terbukti meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap

    agama setiap Ramadhan mereka melakukan suluk selama bulan Ramadhan.

    SARAN 1. Untuk masyarakat Desa Surau gading Kecamatan Rambah Samo

    Kabupaten Rokan Hulu jangan pernah melupakan jasa-jasa Syekh Ismail

  • 13

    dalam mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah sekaligus pendiri Desa

    Surau Gading Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

    2. Untuk keturunan Syekh Ismail dan Khalifah-Khalifah yang mengetahui bagaimana seluk beluk tentang bagaimana peranan Syekh Ismail sudi

    kiranya memberikan Informasi kepada peneliti sejarah yang ingin

    memperoleh data tentang peranan Syek Isamail dalam mengembangkan

    Tharekat Naqsyabandiyah dengan benar serta dapat dipertanggung

    jawabkan kebenarannya.

    3. Kepada ketua pengurus Surau Suluk Syekh Ismailiyah segera membukukan sejarah perjuangan Syekh Ismail dalam mengembangkan Tharekat

    Naqsyabandiyah di Desa Surau Gading Kecamtan Ranbah Samo

    Kabupaten Rokan, agar generasi berikutnya dapat mengetahui bagaimana

    perjuangan Syekh Syekh Ismail dalam mengembangkan Tharekat

    Naqsyabandiyah.

    4. Untuk pengurus Surau Syekh Ismailiyah supaya dapat menjaga kebersihan Surau selalu.

    5. Untuk jemaah Tharekat Naqsyabandiyah Supaya mendalami ajaran Tharekat Naqsyabandiyah dan mengamalkannya didalam kehidupan sehari-

    hari sesuai dengan apa yang telah didapatkan dari Syekh Ismail.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitiansuatu Pendekatan Praktik.

    Rinekacipta: Jakarta.

    Artikel. 2010. Dewan redaksi ensiklopedia islam. org

    Artikel, 1982. Rajawali Press. com, Jakarta.

    Artikel. 200. DrAsep Usman Ismail(http//www.tharekat Naqsyabandyah,

    `blogspot. com)

    Azyumardi, Azra. 1989. Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam

    Azyumardi Azra. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

    Bruinessen, van, Martin. 1996. Thaekat Naqsyabadiyah Di Indonesia. Mizan:

    Bandung.

    Dahan, Salmah. 1997. Tasauf Pengantar I. Suska Press: Pekanbaru.

    Hamid, Abu, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat. 1990. Suatu Kajian Antropologi

    Agama. Disertasi Ph.D Universitas Hasanuddin: Ujung Pandang.

    H.A Fuad, Said. 1996. Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah, Al-Husna Zikra:

    Jakarta.

  • 14

    H. M. Laili, Mansur. 1996. Ajarandan Teladan Para Sufi, Srigunting: Jakarta.

    H.Djalaludin. 2005. Pembelaan Thareqat Shufiah Naqsyabandiyah, Terbit

    Terang: Surabaya.

    Kartanegara, Mulyadhi. 2006. Menyelami Lubuk Tasauf. Spiritual Islam: Jakarta

    K. Permadi. 2004. Pengantar Ilmu Tasauf.Rineka Cipta: Jakarta

    Lutfi Muchtar, el. al. 1997. Sejarah Riau. Percetakan Riau, Pekanbaru.

    Mulyati, Sri. 2006. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di

    Indonesia, Kencana: Jakarta.

    Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Kontemporer, Inti Idayu Press :

    Jakarta.

    Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada:

    Jakarta.

    Soekamto, Soejono.1985. Konsep Struktur Sosial Masyarakat. PN. Balai Pustaka:

    Jakarta.

    Suryanegara, Ahmad, Mansyur.1998. Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan

    Islam di Indonesia, Cet; IV Mizan: Bandung.

    Syihab, Alwi. 2002. Islam Pertamadan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia,

    Cet; II, Mizan Media Utama: Bandung.

    Tamrin, Dahlan. 2010. Tasauf Irfani atau Tutup Nasut Buka Lahut, UIN-Maliki

    Press. Malang.

    Thohir, Ajid. 2002. Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan

    Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau

    Jawa. Pustaka Hidayah, Cet: I: Bandung.