3.afrinoldi.pdf
TRANSCRIPT
-
1
Peranan Syekh Ismail Dalam Mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah di
Desa Surau Gading Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu
(1897-1948)
Disusun oleh
Afrinoldi
Drs.H. Ridwan Melay,M.Hum
Drs.H. Marwoto Saiman,M.Pd
Pendidikan Sejarah, FKIP-Universitas Riau
Jl. Bina Widya KM 12,5 Pekanbaru
This study aimed to obtain information about the role of Sheikh Ismail in
developing Tharekat Naqsyabandiyah in the Surau Gadings Village Rambah
Samo Districk Rokan Hulu regency in 1897-1948. This research was conducted
using the historical method. Data were collected through a Librarianship method,
literature method and data analysis method.
The results showed that Sheikh Ismail has a very important role in
developing Tharekat Naqsyabandiyah in Surau Gadings Village in Rambah Samo
District Rokan Hulu regency in 1897-1948. Sheikh Ismail role is to open Surau
Gadings Village, promote of Islamic education and regulation of Islamic faith.
Shaykh Ismail is a successful leader in the spread over of Tharekat
Naqsyabandiyah in Surau Gadings Village Rambah Samo District Rokan Hulu.
In fact many of the disciple from different regions in Rokan Hulu make a
pilgrimage to his tomb.
Keyword : The role of Sheikh Ismail in developing Tharekat Naqsyabandiyah in
the Surau Gadings
PENDAHULUAN
Penyebaran Islam berkembang secara besar-besaran di negara-negara Asia
Tenggara berkat peranan dan kontribusi tokoh-tokoh Tasawwuf adalah kenyataan
yang diakui oleh hampir mayoritas sejarawan dan peneliti. Hal itu di sebabkan
oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih penuh kasih sayang. Tasawuf
memang memiliki kecenderungan manusia yang terbuka.
Tentang proses pertama masuknya Islam di Indonesia, ada beberapa teori
tentang para pelopor dakwah Islam pertama di Indonesia (India, Persia, dan Arab)
serta pengaruhnya terhadap dunia tasawuf di tanah air. Berdasarkan fakta sejarah
yang akurat, Dr. Alwi memaparkan bahwa para pelopor dakwah Islam pertama di
Indonesia adalah Imm Ahmad ibn Is al-Muhjir al-Alaw (cucu Imm Jafar
ash-Shdiq) berasal dari Arab.
Kesimpulan ini membantah pandangan yang sudah jamak diketahui bahwa
penyebar awal Islam di tanah air adalah pedagang gujarat. India hanya sebagai
-
2
tempat pemberangkatan orang-orang Arab yang kemudian melanjutkan ke kota
Timur Jauh. Terbukti, dari nama kota itu malibar sebagai alihan dari kata Arab,
mabar.(Alwi syihab:2002 : 12)
Islam di Asia Tenggara (Kamboja, Laos, Thailand, Vietnam, Philipina,
Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura dan Indonesia) mengalami tiga tahap :
Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan
Persia disekitar pelabuhan (Terbatas). Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di
Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad
XIX M; Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama
Belanda di Indonesia.(Azyumardi Azra :1989 : XIV)
Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia dan dua samudera
Pasifik dan Hindia, yang memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang
sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar tidak dapat dihindari.
Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang
dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya :
Lahirnya tharekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tharekat yang disatukan oleh
Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba
memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu
berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis
di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama
lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan
Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para
sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran
baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.(Mansur Ahmad Suryanegara : 1998
:157)
Masuk islam ke Riau dibatasi kepada beberapa daerah, yaitu: Kuntu-
Kampar, Rokan, Kuantan, Indragiri, dan Tapung. Menurut Sejarah Riau, Kuntu-
Kampar adalah daerah pertama-tama di Riau daratan yang berhubungan dengan
orang-orang Islam (pedagang). Hal inidimungkinkan karena sejak zaman bahari
daerah ini telah berhubungan denganpedagang-pedagang asing dari negeri Cina,
India, dan Arab-Persia. Hubungantersebut didasarkan oleh kepentingan
perdagangan, karena daerah lembah sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri
merupakan daerah penghasil lada terpenting di dunia dalam periode 500-140 M.
Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-Kamparyang mula-mula
dimasuki agama Islam.
Meskipun islam telah masuk pada abad ke 7 atau 8 Masehi di Riau, namun
penganut angama ini masih terbatas di lingkungan para pedagang dan penduduk
kota di pesisir pantai tersebut. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh agama
Budha yang merupakan agama Negara dalam kerajaan Sriwijaya waktu itu.
Dari Kuntu, Islam diperkirakan menyebar ke Rokan dalam tahun 738/
1349. saat mereka datang ke daerah ini, Rokan sudah memiliki kehidupan
bermasyarakat yang teratur, dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Said.
Masuknya pelarian-pelarian Muslim dari Kuntu berhasil membawa pengikut-
pengikut Raja Said memeluk Islam, bahkan Raja Said sendiri akhirnya menjadi
pengaut islam yang baik.
-
3
Di sampaing di atas, terdapat pula pendapat-pendapat lainnya, ada yang
menyatakan Islam di Rokan berasal dari Lima Koto (Bangkinang,Kuok, Salo,
Rumbio dan Air Tiris) yang terletak di tepi Sungai Kampar Kanan.
Adapula yang berpendapat bahwa islam yang masuk ke Rokan datang dari
Aceh (Kerajaan Samudera Pasai) pada abad ke 14. kerajaan Pasai inilah yang
kemudian menjadi pelopor berdirinya Kerajaan Rokan bernama Kerajaan
Kuntodar al-Salam yang dalam perkembangannya sejajar dengan Kerajaan Aceh
Darul-Salam. Akan tetapi, dalam abad ke 14 itu juga, Kunto Dar al-Salam
diserang Majapahit. Baru pada abad ke 16, terutama melalui tokoh syekh
Burhanuddin bukanhanya diintensifkan kembali. Syekh Burhanuddin bukan hanya
sebagai mubalig,tetapi juga bertindak sebagai guru.
Dari Kuntu-Kampar dan Kunto Dar al-Salam, Islam menyebar ke Kuantan
dan Indragiri. Di antara ulama yang berjasa menyebarkan islam kedaerah ini
adalah syekh Burhanudin al-Kamil. Islamisasi yang dilakukan Syekh ini sampai
ke Kuantan, terus ke hilirnya Muara Sungai Indragiri, seperti Sapat dan Prigiraja.
Sumber lain menyebutkan masuknya Islam ke Inderagiri melalui pantai barat
sumatera, dibawa oleh seorang ulama bernama Sayed Ali al-Idrus. Jalur-Jalur
yang dilaluinya adalah: dari Samudra Pasei, dan sampai dipantai barat Sumatera,
tepatnya kota Air Bangis. Di daerah ini ia tinggal berapa lama dalam tugas
mengembangkan agama Islam. Kemudian menujutimur dan sampai ke Kerajaan
Siak, terus ke Pelalawan.(Makalah Masuknya Islam ke Riau oleh Ahmad Safii
2001 : 6)
Sebelum Tharekat Naqsyabandiyah berkembang di Rokan Hulu, agama
islam telah lama masuk dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Rokan Hulu.
Agama Islam masuk ke Rokan Hulu telah berlangsung yang berasal dari Kuntu-
Kampar dan Samudera Pasai sekitar abad ke- 14 dan berasal dari malaka pada
abad ke-15.
Masuknya agama Islam dari Malaka di bawa oleh Sultan Harimau dan
rombongannya. Mereka dating ke Rokan atas utusan Sulatamn Mansyur Syah I
dari Malaka. Dia mendapat tugas untuk mengembangkan agama Islam (Muchtar
Lutfi, 1977: 169). Sultan Harimau aktif menyampaikan ajaran Islam kepada
masyarakat Rokan Hulu , Bahkan Sultan Harimau pun pergi ke Kota lama Untuk
Menyebarkan agama Islam disana.
Masuknya Tharekat Naqsyabandiyah ke Indonesia berasal dari Arab , dan pertama
kali disebarkan di Indonesia oleh Syekh Yusuf Al-Makassari pada tahun 11644 M
dan diteruskan oleh Tuanku Isamail Simabur.
Salah satu tokoh yang berjasa dalam penyebaran Tharekat Naqsyabandiyah
di Rokan Hulu adalah Syekh Ismail.
Syekh Ismail adalah seorang pemimpin yang sukses dalam menyebarkan
agama islam di Rokan Hulu. Ini terbukti banyak para pengikutnya dari berbagai
daerah di Rokan Hulu melakukan ziarah ke makamnya yang terletak didalam
surau. Ziarah ke kuburan Syekh Ismail sudah menjadi tradisi pengikutnya.(Pemda
Rohul 2008:27 )
Ziarah dipimpin oleh seorang disebut khalifah yang biasanya duduk paling
dekat dengan lokasi makam tersebut.Diawali dengan bacaan doa ziarah kubur
-
4
oleh masing-masing jemaah, kemudian khalifa yang memimpin al-Fatihah.Khalifa
sebutan untuk orang yang mendalami ilmu agama dan di hormati ditengah-tengah
masyarakat. Bacaan al-Fatihah pertama niatnya di tujukan kepada Syekh Ismail.
Bacaan kedua niatnya dihadiahkan bagi semua orang yang berkubur di tempat
tersebut dan arwah kaum muslimin yang lainnya.
Surau ini selalu di padati oleh pengunjung dari berbagai daerah di
kabupaten Rokan Hulu.Mereka datang untuk mendalami peraturan agama Islam
yang mereka terima, sehingga masyarakat yang datang tidak tertampung di Surau
Syekh Ismail. Maka didirikanlah surau di masing-masing daerah tempat tinggal
pengikutnya sebanyak 91 buah Surau (Pemda Rohul 2008:27 ) perkembangan
islamtelah menjadikan masyarakat RokanHulu sebagai masyarakat yang taat
beragama, juga tidak berlabihan daerah ini diberi julukan dengan negeri seribu
suluk.
Surau induk sampai saat sekarang tidak terjaga keasliannya, karna bahan
yang di gunakan untuk pembutan surau menggunakan papan.Pemda Rohul
berinisitif menjadikan surau yang permanen.
Surau ini di sebut dengan Surau Suluk Ismailiyah. Penamaan surau ini
dikaitkan dengan nama Syekhyang mendiami surau itu.
Setelah wafatnya Syekh Ismail lembaga pendidikan ini di pimpin oleh
anak cucu keturunan Syekh Ismail yang dipercaya untuk memimpin dan
meneruskan perjuangannya.
Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan di atas, maka penulis tertarik
untuk mengetahui lebih banyak tentang Peranan Syekh Ismail Dalam
Mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah di Desa Surau Gading Kecamatan
Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu (1897-1948 )
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitain ini dilakukan di Desa Surau Gading Kecamatan Rambah Samo
Kabupataen Rokan Hulu. Dalam Penelitian ini penulis menggunakan metode
historis atau sejarah. Metode historis adalah sekumpulan prinsip dan aturan yang
sistematis yang digunakan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha
mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian
menyajikan suatu sintese daripada hasil-hasilnya. (Nugroho Notosusanto,
1984:10).
Proses metode sejarah dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:(1)Heuristik adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber.
Setelah sumber-sumber ditemukan, maka sumber-sumber itu diuji dengan kritik.
(2)Kritik yang digunakan ada 2 macam, kritik ekstern dan kritik intern. Kritik
ekstern ini menyangkut dokumen-dokumennya. Kalau ada dokumen, misalnya,
kita teliti apakah dokumen itu memang apa yang kita kehendaki atau tidak,
apakah palsu atau sejati, apakah utuh ataukah sudah diubah sebagian-sebagian.
-
5
Kalau kita sudah puas mengenai suatu dokumen, artinya kita sudah yakin memang
dokumen itulah yang kita kehendaki, baru kita menilai isinya, dan menilai isinya
ini dilakukan dengan kritik interen Tujuan kritik seluruhnya ialah untuk
menyeleksi data menjadi fakta.(3)Interpretasi denagn cara memperoleh sejumlah
fakta yang cukup, maka kita melakukan usaha-usaha merangkaikan fakta-fakta itu
menjadi suatu keseluruhan yang masuk akal.(4)Historiografistoriografi yaitu
penulisan sejarah (berasal dari graphein dalam bahasa Yunani). Tujuan kegiatan
disini ialah untuk merangkaikan fakta-fakta menjadi kisah sejarah. Sebab
bagaimanapun juga sejarah itu merupakan suatu kisah yang kita baca. Sehingga
bahan-bahan mentah itu belum merupakan sejarah, belum merupakan suatu kisah
sejarah. (Nugroho Notosusanto, 1984:11-12).
Berdasarkan pendapat diatas bagi seorang penulis sejarah sangat diperlukan
suatu metode sebagai pedoman dalam penulisan. Hal ini sesuai dengan tujuan
metode sejarah yang digunakan untuk merekontruksi, meneliti, mengevaluasi, dan
menjelaskan bukti-bukti sehingga menjadi fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah dengan
langkah-langkah sebagai berikut:(1)Studi Literatul Yaitu teknik pengumpulan
data dengan cara mengumpulkan berupa tulisan-tulisan , gambar-gambar serta
bukti-bukti lainya yang di anggap dapat membantu dalam dalam penulisan
skripsi(2)Wawancara bertujuan untuk memeperoleh data secara langsung dengan
cara melakukan tatap muka dengan memberikan beberapa pertanyaan yang di
anggap penting dalam penulisan skripsi(3)Observasi adalah Teknik pengumpulan
data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap semua yang
berkaitan dengan objek penelitian terutama keturunan Syekh Ismail maupun tokoh
masyarakat.
Dalam pengolahan data menggunakakan analisis dalam bentuk deskrptif
kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka-angka tetapi berbentuk uraian yang
didukung oleh fakta-fakta dan pendapat serta hasil penelitian.
Maka penulis menganalisis data dengan cara mengkritisi temuan penelitian
sesuia dengan hasil wawancara , kemudian dituangkan dalam penulisan tentang
peranan Syekh Ismail dalam mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah di Desa
Surau Gading Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.
Setelah penulis melibatkan sumber-sumber dengan berlandaskan langkah-
langkah diatas maka sumber-sumber tersebut akan diuji secara kritis, yaitu
kritik intern dan ekstern. Kritik Ekstern adalah yang dilakukan untuk dapat
mengetahui lebih dalam tentang asli atau palsu sumber tersebut.Kritik intern
adalah kritik tentang isi sumber apakah dapat dipercaya atau tidak
kebenarannya. Dalam hal ini diperlukan proses mencari dan menemukan
sumber, diuji, dan dianalisa secara internal maupun eksternal, data dan fakta
dirangkaikan, kemudian diintrepetasikan di ruangan dalam penulisan sejarah.
(Nugroho Notosusanto, 1984:11). Setelah penulis melibatkan sumber-sumber
dengan berlandaskan langkah-langkah diatas maka sumber-sumber tersebut
akan diuji secara kritis, yaitu kritik intern dan ekstern. Kritik Ekstern adalah
yang dilakukan untuk dapat mengetahui lebih dalam tentang asli atau palsu
-
6
sumber tersebut.Kritik intern adalah kritik tentang isi sumber apakah dapat
dipercaya atau tidak kebenarannya. Dalam hal ini diperlukan proses mencari
dan menemukan sumber, diuji, dan dianalisa secara internal maupun eksternal,
data dan fakta dirangkaikan, kemudian diintrepetasikan di ruangan dalam
penulisan sejarah. (Nugroho Notosusanto, 1984:11).
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
Menurut pandangan Shaikh Muhammad Amain al- Kurdi al-Irbili al- SyafiI
al-Naqshabandi dalam kitab al-Qulub adalah bermal dengan syarat mengambil
atau memilih yang azimah(berat) dari pada rukhah (ringan); menjauhkan diri dari
mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya
dipermudah ; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan bathi;
melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua
larangan-Nya baik yang haram , makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan
semua ibadah fardhu dan sunah ; yang semuanya ini dibawah arahan, naungan dan
bimbingan seorang guru atau shaik yang arif.(Dr.H.Dahlan Tamrin,M.Ag 2010 :
47).
hakikat Tharekat Naqyabandiyah sudah timbul semenjak manusia pertama
dijadikan, yaitu seketika Nabi Adam as terlanggar memakan buah kayu terlarang
dalam Surga. Waktu beliau menyelidiki dan merasakan mengapa Beliau
melanggar larangan itu? Beliau mengetahui bahwa dari hati sanubarinya timbul
iradat atau maksud sesuatu kehendak yang menariknya buat melanggar larangan
Allah itu. Setelah hal itu Beliau ketahui maka Beliau bermaksud mensucikan dan
menghentikan cita-citanya yang buruk itu.
Cita-cita Nabi Adam as itu sama dengan cita-cita ahli Tharekat
Naqyabandiyah, yakni ahli Tharekat Naqsyabandiyah mengerjakan Zikrullah
berkekalan dan berkepanjangan, untuk mensucikan hatinya dari keinginan yang
buruk. Kemudian setelah Nabi Adam as wafat, maka hakikat Taharekat
Naqsyabandiayah diamalkan pula oleh Nabi Nuh as kemudian kepada Nabi Isa
as. Pada waktu itu bukanlah bernama Tharekat Naqsyabandiyah, tetapi
pergantungan Nabi Terhadap Allah, berkepanjangan memperhambakan diri lahir
bathin.(Prof.Dr. Syekh H.Djalaluddin, 2005:171-173)
Tharekat Naqsyabandiyah masuk ke Indonesia berasal dari Arab, dan pertama
kali disebarkan oleh Syekh Yusuf Makasari pada tahun 1644 M dan diteruskan
oleh Syekh Ismail Simambur, Syekh Ismail Simambur adalah tokoh yang paling
berjasa dalam penyebaran Tharekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Untuk wilayah
Riau sendiri di sebarkan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan.
Timbulnya Tharekat Naqsyabandiyah di Desa Surau Gading tidak terlepas
dari peranan Syekh Ismail. Beliau adalah orang yang pertama kali
memeperkenalkan Tharekat Naqsyabandiyah pada tahun 1897. Nama negeri ini
menjadi perhatian setelah beliau mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah.
Syekh Ismail lahir di Kampung Gading pada tahun 1809 Kecamatan
Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Beliau
adalah seorang putra Mandailing yang mempunyai nama kecil Tamiin bin
Abdullah Ayahnya beranama Abdullah yang bersuku Hasibuan sedangkan
Ibunya bernama Siti Aminah yang bersuku Daulay.
Syekh Ismail berasal dari keluarga sederhana, untuk memenuhi kebutuhan
pokok keluarganya, ayah Syekh Ismail mengolah hutan untuk dijadikan lahan
-
7
pertanian. Ayahnya sangat dihormati masyarakat , karena sifat
kedermawanannya,apabila hasil pertaniannya panen, beliau selalu membagi-
bagikan sebagian hasil panennya kepada masyarakat. Syekh Ismail memiliki dua
orang saudara, terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan
sedangkan Syekh Ismail anak tertua, sehingga beliau mempunyai tanggung jawab
yang untuk menjaga adik-adiknya apabila orang tuanya bermalam di lading
Syekh Ismail sangat sederhana dalam kehidupan sehari hari namun sangat
kukuh dalam pendirian terutama mengenai hal aqidah dan hukum hukum islam.
Beliau tidak pernah absen dalam menjalankan ibadah zikir dan tahajud, menjauhi
hal hal yang bersifat bidah dan menghindari hal hal fitnah termasuk kepada orang
orang yang berseberangan dengan beliau dalam melaksanakan ibadah. Sabar
dalam menghadapi segala cobaan dan rintangan, berani karena beliau selalu
menegakkan yang benar, sangat teliti dalam segala hal, walaupun soal kecil,
pekerja ulet dan mau bekerja keras seperti berladang.
Syekh Ismail tidak pernah mengikuti sekolah formal yang diadakan oleh
bangsa belanda, karena beliau menganggap orang kafir tidak boleh dijadikan
panutan, maka beliau lebih memilih untuk belajar agama dengan orang tuanya.
Selain itu beliau juga belajar ngaji di surau.
Untuk mendalami ilmu agama, pada tahun 1827M waktu itu Syekh Ismail
berumur 18 tahun, Syekh Ismail di kirim oleh orang tuanya ke kampung Bonjol
yang terletak di Sumatera Barat, disanalah beliau mengenal Tharekat
Naqyabandiyah dengan gurunya bernama Syekh Ibrahim Al-Qholidi. Syekh
Ibrahim yang lebih popular dipanggil Inyiak Balinduang. Pada Inyiak Balinduang
inilah beliau benar benar dapat mendalami ilmu agama, ilmu Tareqat, ilmu
Haqeqat, ilmu Maqrifat dan Tasawuf.
Setelah 10 tahun menuntut ilmu di Bonjol, barulah Syekh Ismail diangkat
oleh gurunya sebagai seorang Syekh dengan gelar Syekh Ismail Al-Qholidi Al
Minangkabauwi.
Pada tahun 1837M Syekh Ibrahim menyuruh beliau pergi ke Makkah Al
Mukarramah untuk melanjutkan pendidikan ilmu agama, tasawuf dan
memperdalam ilmu thareqat. Beliau dibekali oleh Syekh Ibrahim pergi ke
Mekkah, hanya dengan 3 suku uang logam Belanda dan uang tersebut disimpan di
lipatan baju agar tidak hilang. Bahkan sampai kembali dari Mekkah uang tersebut
masih utuh.
Sewaktu berangkat, beliau dilepas oleh Syekh Ibrahim , rekan rekan beliau,
Khalifah Khalifah dan jamaah Surau Batu dan dikumandangkan adzan oleh
H.Syuki salah satu Khalifah inyiak Surau Batu. Pertama berangkat dari kampung
beliau melalui jalan darat menuju Pekanbaru dan sempat bertemu sultan Siak saat
itu. Sultan Siak menyuruh beliau menetap di mesjid Sultan untuk mengajar
agama. Namun karena kepatuhan beliau kepada guru beliau Syekh Ibrahim, beliau
menolak ajakan Sultan dengan halus sehingga beliau melanjutkan perjalanan
melalui sungai Siak dan terus ke Malaysia. Dari Malaysia beliau melanjutkan
perjalanan menuju Siam (Thailand) Burma dan Bangladesh. Semua perjalanan
tersebut ditempuh melalui jalan darat, dan dari India beliau naik kapal menuju
Jedah. Tidak mengherankan kalau beliau juga pandai bahasa Siam dan India.
Menurut beliau, pedati adalah sarana yang sering beliau tumpangi. Beliau selalu
mencari mesjid tempat menginap dan jamaah mesjid memberikan bantuan untuk
beliau melanjutkan perjalanan.
-
8
Ada peristiwa yang menyedihkan disaat beliau mau mendarat di Jedah saat
itu. Karena beliau tidak punya surat keterangan seperti Pasport saat ini, yang dia
miliki hanya uang tiga suku dan surat pengantar dari Syekh Ibrahim kepada Syekh
Ahmad Khatib, sehingga kelasi kapal saat itu memasukan beliau kedalam peti
barang agar lolos dari pemeriksaan. Berkat lindungan Allah SWT dan juga doa
guru beliau, sampailah beliau di tanah suci Mekkah al Mukarramah. Setelah
Sampai di Mekkah, beliau menunaikan haji terlebih dahulu. Di Mekkah beliau
sempat belajar kepada Syekh H. Ahmad Khatib, imam dan khatib Masjidil Haram
dan ulama terkemuka saat itu yang juga berasal dari Sumatera Barat dan kepada
Syekh Abu Leman Yamani untuk mendalami ilmu syalawat. Selanjutnya beliau
belajar Tareqat di Jabal Qubais dimana Syekh Ibrahim juga belajar Thariqat
disana. Selama 4 tahun beliau tinggal di Mekkah, mendalami ilmu Tareqat,
haqekat dan ilmu Marifat, beliau kembali ke kampung halaman di Bonjol pada
tahun 1843 M. ( Di Usia 33 tahun)
Setelah 4 tahun di Mekkah ahirnya pada tahun 1842M Syekh Ismail kembali
ke Bonjol. Setahun sudah kepulangannya ahirnya Syek Ismail di utus oleh
gurunya untuk mengembangkan agama di daerah Rambah Samo khususnya Riau
pada umumnya.(wawancara dengan H.Irfan Syah, 4 Januari 2013)
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari H.Irfansyah, Surau Gading
adalah daerah yang luas, sewaktu Syekh Ismail mula-mula membuka daerah itu
tahun 1897 sekembalinya beliau dari Mekkah menunailkan ibadah Haji.
Wilayah Surau Gading pada tempo dulu berbatas sebelah utara jembatan km.
16 ditas bersebrangan dengan kebun durian Paduko arah Langkitin, sebelah
Selatan berbatas dengan jembatan negeri Lintam Ujung Batu, sebelah barat
berbatas dengan Sungai Duo Simpang Tiga arah Desa Pemandang Kecamatan
Rokan, sebelah Timur berbatas dengan Koto Intan dan Serombo Rambah Hilir.
Dari wilayah atau perbatasan yang dijelaskan diatas adalah tanah yang dibeli
oleh Syekh Isamail kepada raja Rambah Patuan Sati dengan ketentuan 5 kilometer
menuju arah Langkitin, 5 kilometer arah Ujung Batu, 5 kilometer arah Kubuh
Pauh serta 5 kilometer arah ke Lubuk Ngarai dengan patokan tolak ukur Surau
Syekh Ismail yang sekarang.
Wilayah ini dipersiapkan oleh Syekh Ismail bagi masyarakat Surau Gading
untuk mencari kehidupan dan bertempat tinggal bersama keluarga dikemudian
harinya. Maka dapat dibayangkan luas wilayah Surau Gading waktu itu dan
menjadi kenyataan saat ini.
Syekh Ismail begitu besar peranannya dalam menyebarkan pendidikan islam
di Surau Gading di samping ulama-ulama lain. Agama islam yang dibawanya
tidak merusak adat istiadat yang telah ada dan bekembang. Ini dibuktikan dengan
tidak adanya pertentangan dengan akidah islam.
Penyebaran tharekat ke daerah Surau Gading berawal timbulnya tradisi
surau sebagai tonggak pengenalan bagi pengenalan islam. Melalui pendidikan
surau Syekh Ismail memperjuangkan penegakan islam melalui pendidikan
persuasif.
Bangunan pertama Surau suluk didirikan di Surau Gading tahun 1929 yang
bernama Surau Godang.Surau ini didirikanoleh Syekh Ismail sendiri dan
dibantu oleh masyarat.(wawancara dengan H. Irfansyah,4 Januari 2013).
Walaupun sebelumnya Syekh Ismail pernah membangun Surau di kampung
-
9
Tinggi Langkitin dengan jarak tempuh 5 kilometer dari Surau Gading arah ke
Pasir Pangaraian .
Adapun Syekh Ismail berpindah dari Suro tinggi ke Surau Gading
disebabkan beliau dalam mengembangkan ajaran islam, jamaahnya semakin hari
semakin bertambah hingga mencapai ribuan orang, keaadaan ini tidak
memungkinkan lagi untuk bertahan di tempat lama , apalagi jamaah atau
pengikut beliau berdatangan dari daerah-daerah jauh dari sumatera utara, Tapanuli
Selatan, Sei Rangau,Taluk kuantan, Sinama Nenek, Tapung, dan masih banyak
daerah lainnya untuk bertharekat dan bersuluk.Hal inilah yang mendorong Syek
Ismail untuk berpindah ke daerah baru di Surau Gading.
Awal kedatangannya di sambut hangat oleh penduduk setempat, Syekh
Ismail tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengajak masyarakat masuk
kedalam ajaran yang di ajarkannya, karena sebagian kecil masyarakat sudah
mengetahui bagaiman ajaran tharekat yang di bawa oleh Syekh Ismail, namun
perlu sosialisasi supaya tidak terjadi kesalah fahaman tentang ajaran
Naqsyabandiyah tersebut. Terbukti dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun
beliau sudah berhasil membawa masyarakat Surau Gading untuk mengamalkan
tharekat ini.
Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas Thariqah. Delapan dari
asas itu dirumuskan oleh Abd al-Khaliq Ghuzdawani, sedangkan sisanya adalah
penambahan oleh Baha al-Din Naqsyaband. Masing-masing asas dikenal dengan
namanya dalam bahasa Parsi (bahasa para Khwajagan dan kebanyakan penganut
Naqsyabandiyah India).
Asas-asasnya Abd al-Khaliq adalah(1)Hush dar dam: sadar sewaktu
bernafas. Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap
menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara
keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan
kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau
kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah
(al-Kurdi).(2)Nazar bar qadam: menjaga langkah. Sewaktu berjalan, sang murid
haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke
depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh
segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.(3)Safar dar watan: melakukan
perjalanan di tanah kelahirannya. Melakukan perjalanan batin, yakni
meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju
kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran
lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang
sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi
perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi).(4)Khalwat dar anjuman: sepi di
tengah keramaian. Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa
dekat pada konsep innerweltliche Askese dalam sosiologi agama Max Weber.
Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti
perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai
menyibukkan diri dengan terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan
hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang; yang lain
mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan
bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada
-
10
Allah saja dan selalu wara. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara
aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu
kepada asas ini.(5)Yad kard: ingat, menyebut. Terus-menerus mengulangi
nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir
lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh
sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir itu tidak dilakukan sebatas
berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di
dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.(6)Baz gasyt:
kembali, memperbarui. Demi mengendalikan hati supaya tidak condong
kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah
dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta
maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan
keridlaan-Mulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari
kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan
perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.(7)Nigah dasyt: waspada. Yaitu
menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid,
untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang
tetap akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai
dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim):
Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua
puluh tahun.(8)Yad dasyt: mengingat kembali. Penglihatan yang diberkahi:
secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-
namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka
ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya
mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.
Asas-asas Tambahan dari Baha al-Din Naqsyabandi(1)Wuquf-i zamani:
memeriksa penggunaan waktu seseorang. Mengamati secara teratur bagaimana
seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan
setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan
tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah
berterimakasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau
melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-
Nya.(2)Wuquf-i adadi: memeriksa hitungan dzikir seseorang. Dengan hati-hati
beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara
ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah
ditetapkan sebelumnya.(3)Wuquf-I qalbi: menjaga hati tetap terkontrol. Dengan
membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan)
berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah,
dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir
dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk membayangkan gambar hati
dengan nama Allah terukir di atasnya.
Pengaruh Tharekat Naqsyabandiyah di bidang agama sudah terlihat dari
bagai mana tingkat kesadaran masyarakat dalam menjalankan kegiatan
peribadatan kepada sang pencipta. Salah satu contoh pengaruh tharekat
Naqsyabandiyah dalam bidang agama yaitu terdengar setiap selesai sholat subuh
para jamaah melakukan zikirberkepanjangan sampai terbitnya fajar nanti, setelah
fajar terbit para jemaah kembali kerumah masing-masing dan melanjutkan
aktivitas masing-masing.
-
11
Pengaruh laennya dapat dilihat pada waktu pelaksanaan sholat jumat(
seperti yang di ungkapkan olehbapak Pirdo Mangatur Siagian Msi pada
tanggal 5 januari 2013), ketika azan pertama berkumandang para jamaah
melakukan shalat tahyatul masjid bersama masyarakat yang non tharekat
naqsyabandiyah, untuk membedakan yang mana masyarakat yang menganut
paham tharekat naqsyabandiyah terlihat pada azan kedua berkumandang, di situ
terlihat bahawa masyarakat yang beraliran Tharekat Naqsyabandiyah akan berdiri
lagi untuk melakukan sholat sunat untuk 2 rakaat, adapun menjadi ciri khas
Tharekat Naqsyabandiyah dalam pelaksanaan sholat jumat laennya, terlihat dari
Khatib yang akan menyampaikan ceramahnya selalu memegang tongkat kayu.
Hal ini diberlakukan dikarnakan sewaktu nabi Ibrahim As menyampaikan
ceramah menggunakan tongkat kayu.(wawancara dengan bapak Batawi
Nasution 2013).
Selain itu masyarakat mulaimembangunan surau yang berukuran 3x3 meter
yang sengaja di teletakan di tepian sungai, surau ini bertujuan memudahkan
menunaikan ibadah sholat setelah selesai mandi.
Dari uraian di atas dapat di petik kesimpulan bahwa aliran Tharekat
Naqsyabandiyah terealisasi dengan baik, terbukti dengan adanya perobahan-
perobahan dalam tata cara beribadah.
Tharekat Naqsyabandiyah sangat berpengaruh terhadap hubungan sosial
dimasyarakat desa Surau Gading, sebelum masuknya Tharekat ini hubungan
antara masayarakat tidaklah harmonis, disebabkan adanya perbedaan suku dalam
masyarakat, setelah mereka masuk dalam Tharekat Naqsyabandiyah perbedaan itu
dapat hapus, dikarnakan didalam Tharekat Naqyabandiyah tidak terdapat
perbedaan-perbedaan dalam kehidupan masyarakat.
Dengan demikian Tharekat Naqsyanadiyah dapat diartikan menjadi motor
penggerak yang mempersatukan masyarakat Surau Gading.
Masuknya Tharekat Naqsyabandiyah cukup memberi dampak terhadap
perkembangan budaya, terutama dibidang kesenian. Kesenian yang dimaksud
Seperti halnya dalam penggunaan alat musik pukul yang dikenal dengan rebana,
seperti yang di ungkapkan H.Damri Hsb salah seorang pengurus surau suluk
syekh Ismail desa Surau Gading , bahwa setiap acara adat seperti lamaran,
perkawinan dan sunatan selalu dibuka dengan penampilan rebana, adapun sair-sair
yang di nyanyikan terdiri dari doa-doa, pujian-pujian terhadap Allah dan
sholawatan.
Dari urain di atas dapat di simpulkan bahwa didalam Tharekat tidak ada
pelarangan terhadap musik, selama musik tersebut dalam lingkup nuansa islami.
Masuknya Tharekat Naqsyabandiyah sangat berpengaruh terhadap
perekonomian masyarakat setempat. Setiap bulan Ramadhan jemaah Tharekat
Naqsyabandiyah datang dari berbagai daerah ke desa Surau Gading untuk
melaksanakan suluk, mereka akan tinggal di surau selama bulan Ramadhan.
Hal inilah yang dimanfaatkan masyarakat untuk merauk keuntungan dengan
cara menjual hasil panen padi kepada pengurus surau untuk kebutuhan para
jemaah.(wawancara dengan pak slamet)
Berdasarkan uraian diatas bahwa Tharekat Naqsyabadiyah memberi
pengaruh terhadap perekonomian masyarakat, selain merubah ahlak masyarakat
sekaligus menjadi sumber rejeki bagi masyarakat.
-
12
KESIMPULAN
Syekh Ismail lahir di Kampung Gading pada tahun 1809 Kecamatan Barumun
Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Beliau adalah
seorang putra Mandailing yang mempunyai nama kecil Tamiin bin Abdullah
Ayahnya Abdullah yang bersuku Hasibuan sedangkan Ibunya bernama Siti
Aminah yang bersuku Daulay. Syekh Ismail adalah seorang pemimpin yang
sukses dalam menyebarkan alihan Tharekat Naqsyabandiyah di Rokan Hulu. Ini
terbukti banyak para pengikutnya dari berbagai daerah di Rokan Hulu melakukan
ziarah ke makamnya.
Hakikat Tharekat Naqyabandiyah sudah timbul semenjak manusia pertama
dijadikan, yaitu seketika Nabi Adam as terlanggar memakan buah kayu terlarang
dalam Surga. Waktu beliau menyelidiki dan merasakan mengapa Beliau
melanggar larangan itu? Beliau mengetahui bahwa dari hati sanubarinya timbul
iradat atau maksud sesuatu kehendak yang menariknya buat melanggar larangan
Allah itu. Setelah hal itu Beliau ketahui maka Beliau bermaksud mensucikan dan
menghentikan cita-citanya yang buruk itu. Cita-cita Nabi Adam as itu sama
dengan cita-cita ahli Tharekat Naqyabandiyah, yakni ahli Tharekat
Naqsyabandiyah mengerjakan Zikrullah berkekalan dan berkepanjangan, untuk
mensucikan hatinya dari keinginan yang buruk. Kemudian setelah Nabi Adam as
wafat, maka hakikat Taharekat Naqsyabandiayah diamalkan pula oleh Nabi Nuh
as kemudian kepada Nabi Isa as. Pada waktu itu bukanlah bernama Tharekat
Naqsyabandiyah, tetapi pergantungan Nabi Terhadap Allah, berkepanjangan
memperhambakan diri lahir bathin.
Ciri pokok Tarekat Naqsyabandiyah sangat menekankan pada pesan yang
terkandung dalam Al- Quranul Karim surat Al-Araf Ayat 205, bagaimana kita
bisa mengisi qalbu dengan berdzikir. Dzikir itu dizahirkan (diucapkan) dan qalbu
ikut mengucapkan dan dirasakan. Jadi ajaran utama Tarekat Naqsyabandiyah
adalah dzikir qalbu. Hal ini bertujuan untuk memupuk rasa rindu dan cinta kepada
Allah.
Tharekat Naqsyabandiyah masuk ke Indonesia berasal dari Arab, dan pertama
kali disebarkan oleh Syekh Yusuf Makasari pada tahun 1644 M dan diteruskan
oleh Syekh Ismail Simambur, Syekh Ismail Simambur adalah tokoh yang paling
berjasa dalam penyebaran Tharekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Untuk wilayah
Riau sendiri di sebarkan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan.
Peranan Syekh Ismail selain membuka daerah Surau Gading juga memajukan
pendidikan islam dengan mengajarkan ilmu agama dengan cara mengumpulkan
jemaah untuk diberikan pendidikan. Mereka diajarkan diajarkan tentang Al-
Quran, cara beribadah, fiqih, akidah , tassauf dan ilmu tharikat.
Selama kedatangan Syekh Ismail di Surau Gading kecamatan Rambah Samo
Kabupaten Rokan Hulu sangat memberi pengaruh terhadap kehidupan penduduk
masyarakat setempat. Terbukti meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
agama setiap Ramadhan mereka melakukan suluk selama bulan Ramadhan.
SARAN 1. Untuk masyarakat Desa Surau gading Kecamatan Rambah Samo
Kabupaten Rokan Hulu jangan pernah melupakan jasa-jasa Syekh Ismail
-
13
dalam mengembangkan Tharekat Naqsyabandiyah sekaligus pendiri Desa
Surau Gading Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.
2. Untuk keturunan Syekh Ismail dan Khalifah-Khalifah yang mengetahui bagaimana seluk beluk tentang bagaimana peranan Syekh Ismail sudi
kiranya memberikan Informasi kepada peneliti sejarah yang ingin
memperoleh data tentang peranan Syek Isamail dalam mengembangkan
Tharekat Naqsyabandiyah dengan benar serta dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya.
3. Kepada ketua pengurus Surau Suluk Syekh Ismailiyah segera membukukan sejarah perjuangan Syekh Ismail dalam mengembangkan Tharekat
Naqsyabandiyah di Desa Surau Gading Kecamtan Ranbah Samo
Kabupaten Rokan, agar generasi berikutnya dapat mengetahui bagaimana
perjuangan Syekh Syekh Ismail dalam mengembangkan Tharekat
Naqsyabandiyah.
4. Untuk pengurus Surau Syekh Ismailiyah supaya dapat menjaga kebersihan Surau selalu.
5. Untuk jemaah Tharekat Naqsyabandiyah Supaya mendalami ajaran Tharekat Naqsyabandiyah dan mengamalkannya didalam kehidupan sehari-
hari sesuai dengan apa yang telah didapatkan dari Syekh Ismail.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitiansuatu Pendekatan Praktik.
Rinekacipta: Jakarta.
Artikel. 2010. Dewan redaksi ensiklopedia islam. org
Artikel, 1982. Rajawali Press. com, Jakarta.
Artikel. 200. DrAsep Usman Ismail(http//www.tharekat Naqsyabandyah,
`blogspot. com)
Azyumardi, Azra. 1989. Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam
Azyumardi Azra. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Bruinessen, van, Martin. 1996. Thaekat Naqsyabadiyah Di Indonesia. Mizan:
Bandung.
Dahan, Salmah. 1997. Tasauf Pengantar I. Suska Press: Pekanbaru.
Hamid, Abu, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat. 1990. Suatu Kajian Antropologi
Agama. Disertasi Ph.D Universitas Hasanuddin: Ujung Pandang.
H.A Fuad, Said. 1996. Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah, Al-Husna Zikra:
Jakarta.
-
14
H. M. Laili, Mansur. 1996. Ajarandan Teladan Para Sufi, Srigunting: Jakarta.
H.Djalaludin. 2005. Pembelaan Thareqat Shufiah Naqsyabandiyah, Terbit
Terang: Surabaya.
Kartanegara, Mulyadhi. 2006. Menyelami Lubuk Tasauf. Spiritual Islam: Jakarta
K. Permadi. 2004. Pengantar Ilmu Tasauf.Rineka Cipta: Jakarta
Lutfi Muchtar, el. al. 1997. Sejarah Riau. Percetakan Riau, Pekanbaru.
Mulyati, Sri. 2006. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di
Indonesia, Kencana: Jakarta.
Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Kontemporer, Inti Idayu Press :
Jakarta.
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Soekamto, Soejono.1985. Konsep Struktur Sosial Masyarakat. PN. Balai Pustaka:
Jakarta.
Suryanegara, Ahmad, Mansyur.1998. Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan
Islam di Indonesia, Cet; IV Mizan: Bandung.
Syihab, Alwi. 2002. Islam Pertamadan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia,
Cet; II, Mizan Media Utama: Bandung.
Tamrin, Dahlan. 2010. Tasauf Irfani atau Tutup Nasut Buka Lahut, UIN-Maliki
Press. Malang.
Thohir, Ajid. 2002. Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan
Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau
Jawa. Pustaka Hidayah, Cet: I: Bandung.