3a.nur handout 1 kebudayaan 2012

7
Hand-out “Antropologi Nurcahyo Tri Arianto 2012, 2011, 2012 Kebudayaan Konsep Kebudayaan. Dalam kepustakaan antropologi, pemahaman mengenai konsep kebudayaan nampak beraneka ragam. Keanekaragaman konsep kebudayaan di kalangan ahli antropologi itu seolah-olah menunjukkan tidak adanya kesamaan pemahaman atau pemikiran dasar yang menjadi pegangan bersama. Anggapan itu nampaknya tidak sepenuhnya benar, mengingat permasalahan kebudayaan memang sangat kompleks,dan usaha menetapkan kesamaan pemahaman atau pemikiran hanyalah merupakan salah satu permasalahan itu. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa kebudayaan memang bersifat fenomenal, karena kebudayaan tampak sebagai suatu mosaik yang beraneka warna, sesuai dengan keanekaragaman masyarakat manusia sebagai pendukung kebudayaan. Apabila kebudayaan dipelajari secara ilmiah, maka akan nampak sifat kebudayaan yang fenomenal berkaitan dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Hasil- hasil penelitian lapangan ahli-ahli antropologi mengenai kebudayaan telah melahirkan berbagai pandangan dan kesimpulan yang memperkaya perkembangan teori kebudayaan. Oleh karena itu, adanya perbedaan pandangan mengenai makna kebudayaan dalam kehidupan masyarakat yang dinamis, yang telah menimbulkan pertentangan ilmiah di kalangan ahli-ahli antropologi, tidak akan pernah hilang. Ward Goodenough (dalam Suparlan, 1983:193) mengemukakan bahwa dalam antropologi terdapat dua perspektif yang berbeda dalam melihat konsep kebudayaan. Pertama , kebudayaan dilihat sebagai pola-pola bagi kelakuan (pattern for behavior), yaitu kebudayaan dilihat sebagai ide-ide, konsep-konsep, dan pengetahuan yang diwujudkan dalam dan memberi corak dan arah pada kelakuan. Kedua , kebudayaan dilihat sebagai pola-pola dari kelakuan (pattern of behavior), yaitu kelakuan dilihat 1

Upload: satriama

Post on 31-Jul-2015

94 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3A.nur Handout 1 Kebudayaan 2012

Hand-out “Antropologi “Nurcahyo Tri Arianto

2012, 2011, 2012

Kebudayaan

Konsep Kebudayaan.

Dalam kepustakaan antropologi, pemahaman mengenai konsep kebudayaan nampak beraneka ragam. Keanekaragaman konsep kebudayaan di kalangan ahli antropologi itu seolah-olah menunjukkan tidak adanya kesamaan pemahaman atau pemikiran dasar yang menjadi pegangan bersama. Anggapan itu nampaknya tidak sepenuhnya benar, mengingat permasalahan kebudayaan memang sangat kompleks,dan usaha menetapkan kesamaan pemahaman atau pemikiran hanyalah merupakan salah satu permasalahan itu. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa kebudayaan memang bersifat fenomenal, karena kebudayaan tampak sebagai suatu mosaik yang beraneka warna, sesuai dengan keanekaragaman masyarakat manusia sebagai pendukung kebudayaan. Apabila kebudayaan dipelajari secara ilmiah, maka akan nampak sifat kebudayaan yang fenomenal berkaitan dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Hasil-hasil penelitian lapangan ahli-ahli antropologi mengenai kebudayaan telah melahirkan berbagai pandangan dan kesimpulan yang memperkaya perkembangan teori kebudayaan. Oleh karena itu, adanya perbedaan pandangan mengenai makna kebudayaan dalam kehidupan masyarakat yang dinamis, yang telah menimbulkan pertentangan ilmiah di kalangan ahli-ahli antropologi, tidak akan pernah hilang.

Ward Goodenough (dalam Suparlan, 1983:193) mengemukakan bahwa dalam antropologi terdapat dua perspektif yang berbeda dalam melihat konsep kebudayaan. Pertama, kebudayaan dilihat sebagai pola-pola bagi kelakuan (pattern for behavior), yaitu kebudayaan dilihat sebagai ide-ide, konsep-konsep, dan pengetahuan yang diwujudkan dalam dan memberi corak dan arah pada kelakuan. Kedua, kebudayaan dilihat sebagai pola-pola dari kelakuan (pattern of behavior), yaitu kelakuan dilihat sebagai kebudayaan (lihat Gambar 1). Perbedaan perspektif tersebut menyebabkan perbedaan masalah teoritis dan metodologis.

Salah satu golongan atau aliran teori kebudayaan yang sangat besar pengaruhnya dalam teori antropologi adalah idealisme, dengan beberapa cabang alirannya, antara lain kognitif dan simbolik. Ward Goodenough, sebagai tokoh antropologi pengemuka aliran kognitif, melihat kebudayaan sebagai suatu sistem yang terdiri atas pengetahuan, kepercayaan, dan nilai-nilai, yang ada dalam pikiran

1

Page 2: 3A.nur Handout 1 Kebudayaan 2012

Hand-out “Antropologi”, 2010/2011/2012F. Psikologi, Nurcahyo Tri Arianto

individu-individu dalam suatu masyarakat. Konsep kebudayaan semacam ini dapat dijabarkan dalam beberapa pengertian. Pertama, kebudayaan

Gambar 1.

Model Hubungan Kebudayaan dan Kelakuan

KEBUDAYAAN

KOGNISI

( PENGETAHUAN,KEPERCAYAAN/KEYAKINAN

NILAI, NORMA/ATURAN )

MODEL S I M B O L MODEL

DARI BAGI

MASYARAKAT

KELAKUAN,TINDAKAN,AKTIVITAS

( INDIVIDU/KELOMPOK )

2

Page 3: 3A.nur Handout 1 Kebudayaan 2012

Hand-out “Antropologi”, 2010/2011/2012F. Psikologi, Nurcahyo Tri Arianto

berada dalam tatanan kenyataan atau realitas yang ideasional. Kedua, kebudayaan dipergunakan masyarakat sebagai pendukungnya dalam proses orientasi, transaksi, pertemuan, perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran kelakuan sosial yang nyata dalam masyarakat. Ketiga, kebudayaan merupakan pedoman dan pengarah bagi individu-individu anggota masyarakat dalam berkelakuan sosial yang pantas maupun sebagai penafsir bagi kelakuan individu lain. Oleh karena itu, kebudayaan di sini merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasi pengalaman dan lingkungannya (alam, sosial, dan budaya), serta menjadi pedoman bagi terwujudnya kelakuan. Kebudayaan merupakan mekanisme kontrol bagi kelakuan manusia.

Bagi Clifford Geertz, kebudayaan merupakan suatu sistem makna simbolik. Seperti halnya bahasa, kebudayaan merupakan suatu sistem semiotik yang memuat simbol-simbol, dan yang berfungsi mengkomunikasikan dan mengisyaratkan makna-makna dari pikiran antar individu. Oleh karena itu, bagi Geertz, kebudayaan merupakan obyek, tindakan, atau peristiwa dalam masyarakat yang fenomenal dan yang dapat diamati, dirasakan, serta dipahami. Dalam pandangan Keesing, perbedaan utama antara Geertz dan Goodenough mengenai kebudayaan, adalah: bagi Geertz, simbol dan makna kebudayaan berada di antara pikiran individu-individu, yang secara bersama-sama dimiliki oleh aktor-aktor sosial sebagai kenyataan publik; sedangkan bagi Goodenough, simbol dan makna kebudayaan berada dalam pikiran individu-individu, sebagai kenyataan pribadi.

Berkaitan dengan hal ini, Clifford Geertz (1994:3) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah: (1) suatu pola makna-makna yang diteruskan secara historis, yang terwujud dalam simbol-simbol, dan (2) suatu sistem konsep-konsep yang diwariskan, yang terungkap dalam bentuk simbolis, yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan. Bagi Colleta (1987:2), kebudayaan adalah kelakuan berpola yang ada dalam kelompok masyarakat tertentu, yang anggota-anggotanya memiliki makna yang sama serta simbol yang sama untuk mengkomunikasikan makna tersebut. Makna-makna yang dimiliki secara bersama ini secara fungsional terwujud melalui pranata-pranata atau struktur politik, ekonomi, agama, dan sosial.

Menurut Suparlan (1986:107), kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai manusia sebagai makhluk sosial, yang berisi perangkat model-model pengetahuan, yang secara selektif digunakan oleh para pendukung atau pelakunya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan (fisik/alam, sosial, dan budaya) yang dihadapi serta untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukannya. Perangkat model-model pengetahuan yang

3

Page 4: 3A.nur Handout 1 Kebudayaan 2012

Hand-out “Antropologi”, 2010/2011/2012F. Psikologi, Nurcahyo Tri Arianto

dimaksud meliputi: pengetahuan, kepercayaan/keyakinan, nilai, dan norma, yang kesemuanya ada pada pemikiran atau kognisi manusia. Ketiga definisi kebudayaan menurut Geertz, Colleta, dan Suparlan, sebagai penganut idealisme ini, dapat dikembangkan suatu model hubungan kebudayaan dan kelakuan seperti pada Gambar 1.

Konsep kebudayaan yang diuraikan di atas tidak beranggapan bahwa keseluruhan kelompok masyarakat memiliki kesatuan kebudayaan yang terintegrasi serta dipahami dan menjadi pegangan dalam berkelakuan. Sebaliknya, dalam setiap kelompok masyarakat sering dijumpai permasalahan desintegrasi, kontroversi, maupun ketidakcocokan budaya, yang kesemuanya itu merupakan kenyataan yang umum terjadi. Keadaan tersebut menunjukkan adanya permasalahan mengenai kesamaan ataupun perbedaan antar-budaya (hubungan dengan kebudayaan lain) dan intra-budaya (hubungan dalam kebudayaan sendiri).

Setiap kebudayaan merupakan suatu pedoman, patokan maupun disain menyeluruh bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kebudayaan cenderung bersifat tradisional, dalam arti cenderung menjadi tradisi-tradisi yang tidak mudah berubah. Kalau kebudayaan setiap saat berubah, maka pedoman kehidupan masyarakat juga berubah, dan akibatnya kehidupan masyarakat akan kacau. Namun demikian, kebudayaan juga cenderung selalu berubah dan menjadi dinamik mengikuti perubahan yang terjadi dalam unsur-unsur lingkungan hidup masyarakatnya, yaitu lingkungan alam/fisik, sosial, dan budaya.

Penerapan konsep kebudayaan menurut aliran idealisme itu tidak hanya mengacu pada tipe masyarakat suku bangsa (misalnya kebudayaan Jawa atau Madura) dan komunitas alamiah (pedesaan maupun perkotaan), melainkan juga pada sistem organisasi formal, seperti institusi-institusi pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu, maupun organisasi bisnis swasta dengan kebudayaan korporatnya. Penggunaan konsep kebudayaan terhadap pranata sosial dan organisasi formal itu terutama adalah untuk membicarakan pengaruh kebudayaan birokratisme dan profesionalisme dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program-program kesehatan, perawatan kesehatan, maupun peningkatan pelayanan kesehatan.

Kebudayaan dan Kelakuan.

Hubungan antara kebudayaan dan kelakuan merupakan permasalahan dalam analisis teori-teori kebudayaan yang perlu mendapat perhatian. Teori-teori kebudayaan yang mendasarkan pada aliran idealisme menekankan bahwa konsep utama adalah kebudayaan, dan bukan kelakuan. Kelakuan hanyalah merupakan konsekuensi logis, yang manunggal dan tak terpisahkan dari kebudayaan, yang disebut sebagai sistem sosio-budaya. Namun demikian, ketunggalan ini dapat dan perlu dipisah, sehingga dapat dipakai untuk menganalisis sistem budaya tertentu bersama kelakuan aktor-aktor dalam sistem sosial

4

Page 5: 3A.nur Handout 1 Kebudayaan 2012

Hand-out “Antropologi”, 2010/2011/2012F. Psikologi, Nurcahyo Tri Arianto

(masyarakat) yang menjalankan kegiatan/aktivitas tertentu pada lokasi atau lingkungan yang tertentu pula.

Oleh karena bersifat ketunggalan, maka penggunaan konsep kelakuan erat berhubungan dengan konsep kebudayaan. Kelakuan kesehatan seseorang akan banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya, berkaitan dengan etiologi, terapi, maupun pencegahan penyakit (fisik, psikis, maupun sosial). Berkaitan dengan penyakit, misalnya, seseorang dapat saja memperlihatkan kelakuan psikologis maupun kelakuan budaya. Perwujudan dari kelakuan kesehatan ini adalah kegiatan perawatan kesehatan, yang dilakukan dalam banyak sistem sosial atau sistem medis (tradisional, rumah tangga, ataupun formal) dalam pelayanan kesehatan.

Salah satu ciri kebudayaan adalah bahwa setiap kebudayaan akan selalu mengalami perubahan atau berada dalam proses perubahan secara lambat ataupun cepat. Makin intensif terjadi kontak kebudayaan (misalnya komunikasi gagasan baru dari kebudayaan lain), makin cepatlah berlangsungnya proses perubahan kebudayaan. Negara-negara industri maju, yang merupakan pusat perkembangan yang pesat dari pranata-pranata ilmu pengetahuan dan teknologi telah

menghasilkan berbagai penemuan baru secara terus-menerus. Penemuan-penemuan yang terjadi secara bersamaan dengan pranata-pranata non-ilmu pengetahuan dan non-teknologi itu menghasilkan pengaruh-pengaruh akibat proses umpan balik bersamaan dengan konsekuensi perubahan gagasan-gagasan budaya dan pola-pola kelakuan di negara-negara berkembang melalui teknologi komunikasi.

Bacaan

Colleta, Nat J.1987 “Pendahuluan”. Dalam Nat J. Colleta dan Umar Khayam, eds.

Kebudayaan dan Pembangunan: Sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 1-31.

Kalangi, Nico S.1994 Kebudayaan dan Kesehatan: Pengembangan

Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosio-Budaya. Jakarta: Kesaint Blanc.

Suparlan, Parsudi1983 “Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya: Perspektif

Antropologi Budaya”. Dalam Mohamad Soerjani dan Bahrin Samad, eds. Manusia Dalam Keserasian Lingkungan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi-UI, hal. 66-76.

1986 “Kebudayaan dan Pembangunan”. Media IKA, 14(2):106-135.

5

Page 6: 3A.nur Handout 1 Kebudayaan 2012

Hand-out “Antropologi”, 2010/2011/2012F. Psikologi, Nurcahyo Tri Arianto

--- @ ---

290810100911

6