4. bab i-vi + daftar pustaka

66
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) Clinical Guideline on Feverish Illness in Children (2007), demam sangat sering terjadi pada anak, biasanya gejala ini mengindikasikan adanya suatu bentuk infeksi yang terjadi di tubuh. Selain itu, demam dapat juga disebabkan oleh penyakit autoimun, tumor, kelainan metabolik, medikasi, peradangan kronik, dan lain-lain (Doley et al., 2007). Dua puluh persen dari pasien anak yang datang berobat ke dokter adalah karena alasan demam (El-Radhi et al., 2009). Berdasarkan penelitian kohort terhadap anak yang mengunjungi dokter karena alasan demam, Hay et al. (2005) menemukan bahwa 20% anak ketika berusia dibawah 6 bulan dibawa ke dokter dengan alasan demam dan 32% ketika anak telah berusia antara 6 bulan hingga 5 tahun. Menurut Hasil Survei Kesehatan Nasional (Suskernas) pada tahun 2004 diketahui bahwa dari 9.084 rumah tangga yang disurvei, didapati 29% anak mengalami demam dalam kurun waktu 2 minggu sebelum survei. Selain itu, didapati hasil bahwa demam di desa sangat tinggi dibandingkan dengan di kota (41% banding 28%) dan di luar pulau Jawa-Bali prevalensi demam sedikit lebih tinggi dibandingkan di pulau Jawa-Bali.

Upload: karmila-sari

Post on 14-Apr-2016

224 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

fafgfagfahf

TRANSCRIPT

Page 1: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE)

Clinical Guideline on Feverish Illness in Children (2007), demam sangat sering

terjadi pada anak, biasanya gejala ini mengindikasikan adanya suatu bentuk

infeksi yang terjadi di tubuh. Selain itu, demam dapat juga disebabkan oleh

penyakit autoimun, tumor, kelainan metabolik, medikasi, peradangan kronik, dan

lain-lain (Doley et al., 2007).

Dua puluh persen dari pasien anak yang datang berobat ke dokter adalah

karena alasan demam (El-Radhi et al., 2009). Berdasarkan penelitian kohort

terhadap anak yang mengunjungi dokter karena alasan demam, Hay et al. (2005)

menemukan bahwa 20% anak ketika berusia dibawah 6 bulan dibawa ke dokter

dengan alasan demam dan 32% ketika anak telah berusia antara 6 bulan hingga 5

tahun. Menurut Hasil Survei Kesehatan Nasional (Suskernas) pada tahun 2004

diketahui bahwa dari 9.084 rumah tangga yang disurvei, didapati 29% anak

mengalami demam dalam kurun waktu 2 minggu sebelum survei. Selain itu,

didapati hasil bahwa demam di desa sangat tinggi dibandingkan dengan di kota

(41% banding 28%) dan di luar pulau Jawa-Bali prevalensi demam sedikit lebih

tinggi dibandingkan di pulau Jawa-Bali.

Data kunjungan pasien rawat jalan ke Puskesmas Manyak Payed

periode Januari-September 2014 menunjukkan bahwa dua diagnosis

terbanyak adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan Common

Cold, yang memiliki gejala demam sebagai salah satu gejala klinisnya. Dari

data kunjungan poliklinik anak di Puskesmas Manyak Payed dijumpai kasus

dengan gejala demam (ISPA, Common Cold, Tonsilitis, Bronkopneumonia,

Bronkitis, dan ISK) sebanyak 2976 kasus selama Januari – September 2014

atau sebanyak 19% dari seluruh kunjungan rawat jalan di Puskesmas

Manyak Payed

Sebagian besar (95,7%) ibu merasa khawatir bila anaknya demam (Purwoko

dkk, 2002). Kekhawatiran ibu tersebut disebabkan oleh beberapa alasan antara

Page 2: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

2

lain anak menjadi rewel (64%), anak tidak mau makan (20,5%), takut anak

menjadi kejang (26,5%), dan menurut survei tersebut sebagian besar (64%)

khawatir karena cemas demam tersebut merupakan akibat dari penyakit yang

berat. Disamping itu, kecemasan pada ibu dapat diakibatkan oleh kurangnya

informasi yang disampaikan oleh dokter kepada orangtua mengenai manajemen

demam yang benar ketika anaknya sakit (Crocetti et al., 2001).

Di masyarakat masih banyak terdapat konsep yang salah mengenai demam

pada anak, hal ini tampak berdasarkan indikator penggunaan antipiretik dengan

dosis yang tidak tepat dan pelaksanaan teknik kompres yang tidak sesuai (Crocetti

et al., 2001). Disamping itu, masih banyak ibu yang beranggapan bahwa demam

disebabkan oleh kelelahan, masuk angin, atau tumbuh gigi (Purwoko dkk, 2002).

Selain itu, dalam mengatasi demam pada anak masih banyak ibu yang melakukan

kompres dengan air dingin dan beranggapan bahwa antipiretik dapat membunuh

kuman.

Berdasarkan gambaran permasalahan tentang kekeliruan konsep dalam

penanganan demam yang dimiliki oleh ibu dari penelitian-penelitian tersebut,

maka peneliti ingin menggali informasi yang lebih dalam tentang tingkat

pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu

di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.

1.2. Pernyataan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :

Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang

penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui tingkat

pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu.

Page 3: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

3

1.3.2. Tujuan Khusus,

Penelitian ini memiliki sejumlah tujuan khusus, antara lain:

1. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak

pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.

2. Mengetahui tingkat sikap tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.

3. Mengetahui tingkat tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di Poli Balita Puskesmas Muara Bungo I.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk bidang-

bidang sebagai berikut :

1. Bidang akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan

demam anak oleh ibu.

2. Bidang pelayanan masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk mengetahui hal-hal

yang selama ini keliru mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu

tentang penatalaksanaan demam pada anak, sehingga dapat dilakukan

edukasi yang lebih efektif mengenai demam, terutama dalam hal

penatalaksanaannya.

3. Bidang pengembangan penelitian

Penelitian ini dapat menjadi suatu pendahuluan dan bahan rujukan bila

topik yang serupa ingin diteliti oleh peneliti-peneliti lainnya.

Page 4: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengaturan Suhu Tubuh

Suhu dari organ-organ dalam tubuh atau yang disebut suhu inti tubuh,

sangat konstan dari waktu ke waktu (Guyton & Hall, 2006). Suhu inti adalah

pencerminan kandungan panas total tubuh. Untuk mempertahankan kandungan

panas total yang konstan sehingga suhu inti stabil maka pemasukan dan

pengeluaran panas harus seimbang. Pemasukan panas terjadi melalui penambahan

panas dari lingkungan eksternal dan produksi panas internal. Sedangkan

pengeluaran panas terjadi melalui pengurangan panas dari permukaan tubuh yang

terpajan ke lingkungan eksternal (Sherwood, 2001).

Regulasi suhu tubuh secara umum dikendalikan oleh mekanisme umpan

balik antar saraf yang hampir keseluruhannya berada di pusat pengaturan suhu

yang terletak di hipotalamus. Untuk dapat mendeteksi kenaikan ataupun

penurunan suhu tubuh, maka tersebarlah reseptor-reseptor suhu yang terletak di

area preoptik hipotalamus anterior, di jaringan dalam tubuh dan juga kulit. Sinyal-

sinyal tersebut nantinya akan diintegrasikan secara keseluruhan di area preoptik

hipotalamus posterior (Guyton & Hall, 2006).

Apabila temperature hipotalamus terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka

hipotalamus akan melakukan prosedur penurunan suhu tubuh ataupun kenaikan

suhu tubuh. Mekanisme penurunan suhu tubuh bila suhu tubuh terlalu tinggi

adalah dengan cara vasodilatasi pembuluh darah di kulit, berkeringat, dan dengan

menurunkan produksi panas. Sedangkan mekanisme tubuh untuk menaikan suhu

tubuh bila suhu tubuh terlalu rendah adalah dengan cara vasokonstriksi pembuluh

darah di kulit, piloereksi, dan meningkatkan produksi panas (Guyton & Hall,

2006).

Page 5: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

5

2.2. Demam

2.2.1. Definisi

Menurut kamus kedokteran Stedman edisi 26 (1995) didalam Kayman

(2003), demam adalah suatu respon fisiologis yang kompleks terhadap penyakit

yang dimediasi oleh sitokin pirogenik dan ditandai dengan meningkatnya suhu

tubuh inti, serta memicu suatu reaksi akut dengan mengaktivasikan sistem imun.

2.2.2.Etiologi

Secara garis besar, terdapat dua kategori besar demam yang sering terjadi,

yaitu demam yang disebabkan infeksi dan demam yang disebabkan non-infeksi

(Widjaja, 2001). Hal yang sama disampaikan oleh El-Radhi et al. (2009), dimana

untuk demam infeksi biasanya diakibatkan oleh infeksi saluran pernafasan akut,

pneumonia, gastroenteritis, hepatitis akibat virus, infeksi saluran kemih, infeksi

HIV, infeksi sistem saraf pusat, osteomielitis, septik arthritis, eksanthema ,dan

penyakit tropis. Sedangkan demam non-infeksi biasanya diakibatkan oleh

penyakit hematologi, neoplasma, penyakit rematik, vaskulitis ,dan lain-lain.

2.2.3.Patogenesis

Patogenesis demam berawal dari adanya endotoksin ataupun pirogen

eksogen yang memicu monosit, makrofag, ataupun sel kupfer untuk memproduksi

sitokin yang nantinya akan berperan sebagai pirogen endogen. Sitokin-sitokin ini

diduga mempengaruhi organum vasculosum of lamina terminalis (OVLT) yang

selanjutnya akan mengaktivasi area preoptik hipotalamus dan pada akhirnya akan

mempengaruhi termoregulasi tubuh (Barret et al., 2010).

2.2.3.1.Pirogen Eksogen

Pirogen Eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah

terpapar. Umumnya pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag, atau

monosit, untuk meransang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang

mungkin berperan sebagai pirogen eksogen (misalnya endotoksin) bekerja

langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT,

Page 6: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

6

dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung

pada hipotalamus (Soedarmo dkk, 2010). Pirogen eksogen nantinya akan memicu

produksi pirogen endogen (Ng et al., 2002). Secara umum pirogen eksogen

terbagi atas :

a. Pirogen mikrobial

1. Bakteri gram-negatif

Pirogen bakteri gram-negatif berasal dari endotoksin yang dimilikinya.

Komponen aktif endotoksin berupa lipopolisakarida yang terdapat pada

permukaan luar bakteri (El Radhi et al., 2009).

2. Bakteri gram-positif

Pirogen utama bakteri gram-positif adalah peptidoglikan dinding sel.

Contoh dari produk bakteri gram-positif adalah enterotoksin yang

dihasilkan oleh Staphylococcus aureus (Fauci et al.,2008).

3. Virus

Virus menyebabkan demam dengan cara menginvasi langsung kedalam

makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen virus termasuk

pembentukkan antibodi, induksi oleh interferon, dan nekrosis sel akibat

virus (Soedarmo dkk, 2010).

4. Jamur

Jamur dapat menimbulkan demam dengan pirogen eksogen yang

dimilikinya, dan hal ini dapat terjadi baik bila jamur dalam keadaan hidup

maupun mati (Soedarmo dkk, 2010).

b. Pirogen non-mikrobial

1. Fagositosis

Fenomena ini sering terjadi pada saat proses transfusi darah dan anemia

hemolitik imun, dimana terjadi fagositosis terhadap antigen non-mirobial

(Soedarmo dkk, 2010).

2. Kompleks antigen-antibodi

Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik

sebagai akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang

Page 7: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

7

tersensititasi atau oleh antigen yang diaktivasi sel-T (Soedarmo dkk,

2010).

3. Steroid

Sebagian steroid bersifat sebagai antipiretik endogen namun ada juga

steroid yang dapat memicu demam dengan menginduksi dilepasnya IL-1,

sebagai contoh etiocholanolone (Soedarmo dkk, 2010).

4. Pirogen non-mikrobial lainnya

Terdapat beberapa hal lagi yang dapat memicu demam, seperti hormon,

obat-obatan, pendarahan intracranial, dll (El-Radhi et al., 2009).

2.2.3.2.Sistem monosit-makrofag

Pirogen-pirogen eksogen yang telah disebutkan sebelumnya memicu sel

monosit dan makrofag untuk melepaskan sitokin seperti IL-1, IL-6, dan juga TNF

(tumor necrosis factor) (El-Radhi et al., 2009).

2.2.3.3.Pirogen endogen

a. Interleukin-1 (IL-1)

Berbagai macam aktivator dapat dapat bereaksi terhadap fagosit mononuklear

serta sel lainnya serta menginduksi sel melepaskan interleukin-1. Interleukin-1

yang telah dilepaskan akan dibawa melalui aliran darah ke pusat pengatur

suhu di hipotalamus (Nairn, 2001).

b. TNF

Seperti IL-1, TNF juga dapat memicu demam dan selain itu TNF juga dapat

memicu produksi IL-1. Akantetapi, tidak seperti IL-1, TNF tidak memiliki

efek langsung terhadap aktivasi sel stem dan limfosit (El-Radhi et al., 2009).

c. Interleukin-6 (IL-6)

Sama seperti IL-1 dan TNF, IL-6 memicu demam, memberikan respon akut

dan dengan durasi yang serupa (El-Radhi et al., 2009).

Page 8: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

8

2.2.3.4.Peningkatan thermostatic set point hipotalamus

Sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF yang telah dilepaskan oleh monosit

ataupun makrofag akan masuk ke sirkulasi sistemik (Fauci et al.,2008). IL-1

selanjutnya akan memicu sintesis PGE2 (prostaglandin E2) di OVLT yang terletak

didaerah hipotalamus. Dengan meningkatnya PGE2 maka akan terjadi pula

peningkatan thermostatic set point yang akan memberi isyarat kepada saraf

eferen, terutama simpatis untuk memulai menahan panas (vasokonstriksi) dan

memproduksi panas (menggigil) (Soedarmo dkk, 2010).

2.2.4.Manifestasi Selama Demam

Biasanya pada anak tidak ada perasaan subjektif yang dirasakan pada saat

demam, melainkan hal tersebut biasanya disadari oleh orangtua. Manifestasi yang

didapati selama masa demam biasanya bervariasi, tergantung pada umur anak,

tingkat keakutan, tingginya demam dan etiologi dari demam itu sendiri. Simptom

yang dirasakan antara lain menggigil, mialgia, anorexia, nyeri kepala, tidur yang

berlebihan, fatigue, haus, delirium, dan oliguria. Sedangkan tanda-tanda yang

tampak pada anak yang demam berupa penurunan kesadaran, gelisah, takikardia,

takipnu, tekanan darah meningkat, wajah merah, proteinuria, penurunan GFR,

murmur, dll (El-Radhi et al., 2009).

2.2.5.Pemeriksaan dan Diagnosis

Pengukuran suhu tubuh merupakan cara paling sering yang digunakan untuk

menentukan ada tidaknya demam. Secara umum pelaksanaan pengukuran suhu

tubuh dapat dilakukan secara:

a. Taktil

Menurut Purwoko dkk (2002), perabaan demam yang dilakukan oleh ibu

bermanfaat sehingga teknik ini dapat dilakukan untuk penilaian awal ada atau

tidaknya demam pada anak. Akantetapi, menurut Soejatmiko (2005) dalam

Wati (2010) teknik perabaan dengan tangan tidak dapat mengetahui dengan

cepat jika suhu tubuh anak meningkat dengan cepat.

Page 9: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

9

b. Instrumental

Berdasarkan Concise Oxford Dictionary 10th, termometer merupakan suatu

instrument yang berfungsi mengukur suhu. Menurut Ng et al. dalam

Childhood Fever Revisted (2002), termometer terbagi atas termometer

mercuri, termometer elektronik, termometer dengan indiktor kristal cair dan

termometer radiometer. Pemeriksaan suhu juga bervariasi berdasarkan letak

anatomis (Avner, 2009). Disebutkan juga bahwa suhu tubuh inti paling akurat

diukur di arteri pulmonalis. Akantetapi, Avner (2009) juga menyebutkan,

bahwasanya lokasi tersebut sulit diakses, sehingga lokasi perifer seperti aksila,

oral, rektal, dan membran timpani lebih sering. Masing-masing lokasi

memiliki rentang nilai normal tersendiri, dimana oral normalnya 36,4oC-

37,4oC, rektal normalnya 37oC-37,8oC, aksila normalnya 35,8oC-36,6oC, dan

membran timpani normalnya 36,9oC-37,5oC (Price & Gwin, 2008).

Berdasarkan protocol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call

Center (A&AAC) dalam Kayman (2003) tentang manajemen demam pada

anak, anak dapat dikatakan demam bila memiliki suhu rectal diatas 38oC, suhu

axilla diatas 37,5oC, atau suhu timpani diatas 38,2oC. Hal ini juga diperkuat

didalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2008), disebutkan bahwa seorang anak mempunyai gejala

demam bila suhu aksilanya diatas 37,5oC.

2.2.6.Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan pada balita demam adalah sebagai berikut :

2.2.6.1.Antipiretik

Penurunan demam dengan cara menurunkan set point hipotalamus yang

meningkat dapat dilakukan langsung melalui menurunkan produksi PGE2 pada

pusat termoregulasi. Sintesis dari PGE2 bergantung pada aktivitas dari enzim

siklooksigenase. Substrat dari siklooksigenase sendiri adalah asam arakhidonat

yang dilepaskan dari membran sel. Oleh karena itu, inhibitor dari siklooksigenase

adalah antipiretik yang potent (Fauci et al, 2008). Penurunan pusat suhu akan

Page 10: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

10

diikuti respon fisiologi termasuk penurunan produksi panas, peningkatan aliran

darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi,

konveksi, dan penguapan (Soedarmo dkk, 2010).

Antipiretik tidak menurunkan demam ke tingkat normal, tidak mengurangi

durasi episode febril, dan tidak mempengaruhi suhu tubuh ketika normal.

Keefektifan dari antipiretik ini tergantung dari tingkatan demamnya, kecepatan

absorpsi, dan dosis yang diberikan (El-Radhi et al., 2009). Antipiretik sebaiknya

diberikan bila suhu tubuh anak 38,5oC ke atas (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2008).

Adapun klasifikasi antipiretik adalah sebagai berikut :

a. Asetaminofen (Parasetamol)

Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang

sama dan telah digunakan sejak 1893 (Wilmana & Gunawan , 2007). Dosis 10-

15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam (Arvin, 1999).

b. Asam proprionat (Ibuprofen)

Ibuprofen adalah derivat sederhana dari asam propionat, obat ini sering

digunakan karena dapat dengan mudah didapatkan (Katzung, 2006). Ibuprofen

bereaksi dengan memblok sintesis PGE2 melalui penghambatan

siklooksigenase. Dosis 5-10 mg/kgBB direkomendasikan setiap 6-8 jam

(Arvin, 1999).

c. Salisilat (Aspirin)

Aspirin saat ini telah jarang dipergunakan dikarenakan telah lebih banyak obat

yang memiliki efektifitas lebih baik dan range aman yang lebih tinggi. Aspirin

bekerja sebagai antipiretik dengan cara menjadi inhibitor non-selektif kedua

bentuk siklooksigenase ataupun menginhibisi IL-1 (Katzung, 2006). Dosis 10-

15 mg/kgBB memberikan efek antipiretik , dapat diberikan 4-5 kali/hari

(Soedarmo dkk, 2010).

Asetaminofen dan ibuprofen umumnya dianggap sebagai obat yang aman

dan efektif apabila digunakan dengan dosis yang tepat. Terapi kombinasi antara

asetaminophen dan ibuprofen dapat menyebabkan balita dan anak dalam keadaan

faktor resiko yang lebih besar terhadap efek samping (Sullivan et al., 2011).

Page 11: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

11

2.2.6.2.Kompres (Tepid Sponging)

Kompres dilakukan dengan kain basah yang hangat (30oC) dan nyaman

pada seluruh bagian tubuh. Penurunan suhu tubuh terjadi ketika air mengalami

evaporasi dari permukaan kulit. Kompres jarang digunakan karena tidak seefektif

antipiretik dalam menurunkan demam (Ward, 2010). Akantetapi berdasarkan

penelitian yang dilaksanakan oleh Thomas, et al. (2008) dikatakan bahwa

pemberian antipiretik yang diikuti oleh kompres hangat dapat menurunkan suhu

tubuh lebih cepat dibandingkan dengan hanya memberikan antipiretik saja namun

ini hanya berlaku untuk 15-30 menit pertama. Setelah 2 jam penatalaksanaan,

derajat penurunan suhu panas yang terjadi sama dan anak yang dikompres bahkan

merasa lebih kurang nyaman.

2.2.6.3.Pemberian Cairan

Dengan adanya demam yang dialami anak maka kemungkinan akan

terjadinya dehidrasi semakin meningkat. Untuk mengurangi kemungkinan hal ini

terjadi maka orangtua harus lebih giat lagi menyuruh anak untuk minum. Anak

dapat diberikan susu sapi, ASI, susu formula dan air putih (Ward, 2010). Semua

keadaan demam harus ditatalaksana dengan pemberian cairan tambahan, oleh

karena selama demam anak banyak berkeringat dan cairan juga membantu

pelepasan panas lewat kulit (Schmitt, 2004).

2.2.6.4.Pakaian

Pakaian yang digunakan anak sebaiknya minimal saja, karena pelepasan

panas sebagian besar terjadi melalui kulit. Pakaian yang digunakan anak

sebaiknya hanya selapis dan ringan. Selain itu, anak dibiarkan tidur dengan

selimut selapis yang tipis dan ringan. Penggunaan pakaian dan selimut secara

berlebihan harus dihindari, oleh karena dapat menyebabkan demam yang semakin

tinggi (Schmitt, 2004).

Page 12: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

12

2.2.6.5.Tirah Baring

Banyak dokter spesialis anak yang melihat bahwa anak yang tidak

beristirahat sama cepat sembuhnya dengan anak yang istirahat di tempat tidur.

Oleh karena itu metode tersebut telah dianggap tidak efektif lagi (Soedarmo dkk,

2010).

2.2.6.6.Rujuk ke Dokter

Menurut Widjaja (2001), untuk mengetahui perlu atau tidaknya

penanganan dokter jika anak balita mengalami demam dapat dilihat dari tanda-

tanda yang muncul, antara lain sebagai berikut:

a. Jika anak yang mengalami demam berusia dibawah enam bulan.

b. Jika anak mengalami gangguan pernafasan.

c. Jika anak secara berulang kali buang air besar atau diare, apalagi bila disertai

muntah-muntah.

d. Jika balita berusia antara 6-12 bulan menolak memakan makanan padat maka

kemungkinan besar ia mengalami peradangan pada tenggorokan. Anak diberi

susu sebagai pengganti makanan padat dan anak diberi antipiretik. Bila dalam

dua hari tindakan ini tidak menyembuhkan maka konsul ke dokter.

e. Jika anak balita sering bersin-bersin dan keluar cairan ingus dari hidungnya

maka kemungkinan anak mengalami radang tenggorokan. Bila demam dalam

dua hari tidak sembuh maka konsul ke dokter.

f. Jika anak mengeluhkan telinganya sakit atau pada anak yang belum mampu

berbicara terlihat menangis sambil menarik-narik daun telinganya maka

kemungkinan terdapat peradangan pada bagian tengah telinga. Hal ini

memerlukan penanganan dokter, terlebih bila dijumpainya sekret dari telinga si

anak

g. Jika terdapat bercak berwarna merah muda setelah mengalami demam selama

beberapa hari maka kemungkinan besar terinfeksi Roseola infentum.

h. Jika mengalami demam dengan diikuti munculnya bercak-bercak maka besar

kemungkinan anak terinfeksi .

Page 13: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

13

2.2.7.Komplikasi

Komplikasi yang langsung disebabkan demam jarang terjadi. Mobiditas dan

mortalitas pasien lebih berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit bukan

tingkat dari demamnya (El-Radhi et al., 2009). Komplikasi demam yang dapat

dijumpai antara lain :

a. Dehidrasi

Dehidrasi dapat terjadi akibat peningkatan suhu tubuh, dimana setiap kenaikan

suhu 1oC dapat meningkatkan 10% kehilangan cairan insensible. Selain itu,

dehidrasi dapat terjadi akibat penggunaan obat antipiretik yang memicu

terjadinya keringat berlebihan (El-Radhi et al., 2009).

b. Kejang demam

Kejang yang terjadi pada kejang demam terkait dengan peningkatan suhu

tubuh diatas 39oC atau lebih (Haslam ,1999).

c. Delirium

Delirium dapat dijumpai ada sebagian anak apabila terjadi peningkatan suhu

tubuh (El-Radhi et al., 2009).

d. Hiperpireksia

Komplikasi lain adalah hiperpireksia dimana suhu tubuh mencapai lebih dari

41oC. Hal ini tidak lazim terjadi dan biasanya tidak berhubungan dengan

infeksi serius. Bayi dan anak pada suhu ini harus dievaluasi secara teliti

namun penanganan sama seperti anak dengan tingkat demam dibawah 39oC

(Avner, 1999).

e. Herpes labialis

Telah dijumapi hubungan antara keadaan demam febril pada anak dengan

aktivasi infeksi herpes simpleks yang laten (El-Radhi et al., 2009).

2.3. Pengetahuan

2.3.1.Definisi Pengetahuan

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2002), disebutkan bahwa istilah

pengetahuan berasal dari kata dasar “tahu” yaitu paham, maklum, mengerti.

Selanjutnya Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil

Page 14: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

14

tahu dari manusia yang hanya menjawab “apa”misalnya apa itu air, apa itu

manusia dan sebagainya. Tafsir (2008), mengatakan bahwa pengetahuan adalah

semua yang diketahui. Dari segi motif pengetahuan dapat diperoleh melalui dua

cara: Pertama, pengetahuan diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa

keingintahuan, dan tanpa usaha. Kedua, pengetahuan diperoleh karena

diusahakan, biasanya karena belajar.

2.3.2.Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Notoatmodjo, 2003), yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan

tingkatan pengetahuan terendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara

benar. Pada tingkatan ini orang telah dapat menjelaskan, menyimpulkan,

memberikan contoh, dll.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek

kedalam komponen-komponen,tetapi masih didalam suatu struktur organisasi

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Page 15: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

15

f. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

g. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat

pendidikannya lebih rendah.

c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruh pengetahuan

seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

Page 16: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

16

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu

untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.4. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek yang tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu. Seorang ahli psikologi sosial Newcomb menyatakan

bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksanaan dari motif tertentu.

Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:

1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap yang berarti orang (subjek) menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuiting), indikasinya adalah adanya ajakan kepada orang

lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap

suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling

tinggi.

Notoadmodjo (2003) menemukan sikap dalam bersifat positif dan dapat

bersifat negatif. Pada sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif terdapat

sikap menjauhi, menghindari, membenci tidak menyukai objek tertentu.

Page 17: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

17

Sikap tersebut mempunyai 3 komponen yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek,

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek,

3. Kecendrungan untuk bertindak.

2.5. Tindakan

Suatu sikap secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan tetapi

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti

fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan antara lain:

1. Persepsi (Perception), yakni mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (Guided Respon), yakni melakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mecanism), yakni apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi

kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaption), yakni suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya

sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut (Notoadmodjo,

2003).

Page 18: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

18

BAB 3

METODE

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep

penelitian sebagai berikut :

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasianal dari penelitian ini perlu dijelaskan dengan tujuan

supaya tidak terdapat perbedaan persepsi dalam menginteprestasikan masing-

masing variabel. Dibawah ini akan dijelaskankan definisi operasional dari

penelitian ini :

a. Ibu

Ibu adalah seorang wanita, yang telah menikah dan memiliki anak yang

tinggal bersama-sama dalam satu keluarga.

b. Anak

Anak adalah seorang anak lelaki atau perempuan yang berusia dibawah 5

tahun pada saat penelitian.

c. Desa Tinggal

Desa tinggal adalah desa tempat tinggal ibu dan anak saat penelitian.

d. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah

diselesaikan responden (ibu) saat dilakukan wawancara. Tingkat pendidikan

pada penelitian ini dikategorikan dalam skala ordinal menjadi :

Karakteristik Ibu :

Desa Tinggal Usia Ibu Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Status Ekonomi

Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan tentang

Penatalaksanaan Demam Anak pada Ibu

Page 19: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

19

1. Pendidikan rendah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga

SD/sederajat.

2. Pendidikan menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga

SMP/sederajat.

3. Pendidikan tinggi, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat

atau perguruan tinggi.

e. Usia Ibu

Usia adalah lamanya waktu hidup responden (ibu) yang dihitung sejak lahir

hingga ulang tahun terakhir saat dilakukan wawancara. Pada penelitian ini,

usia dikategorikan dengan skala ordinal, yaitu:

1. < 20 tahun

2. 20-35 tahun

3. 36 - 50 tahun

f. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan sehari-sehari oleh ibu.

Pada penelitian ini, pekerjaan dikategorikan dengan skala nominal, yaitu:

1. Pegawai negeri sipil

2. Ibu Rumah Tangga

3. Wiraswasta

4. Petani

5. Lain-lain

g. Status Ekonomi

Status ekonomi, dilihat dari jumlah penghasilan tertinggi yang diperoleh

keluarga dalam satu bulan. Pada penelitian ini, status ekonomi dikategorikan

dengan skala ordinal, yaitu :

1. Status ekonomi menengah ke bawah, yaitu dengan jumlah penghasilan

dibawah Rp. 1.000.000 per bulan.

2. Status ekonomi menengah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah

Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp. 2.500.000 per bulan.

3. Status ekonomi menengah ke atas, yaitu dengan jumlah penghasilan

diatas Rp. 2.500.000 per bulan.

Page 20: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

20

h. Penatalaksanaan Demam Anak

Penatalaksanaan demam adalah adalah cara-cara yang dilakukan oleh ibu

dengan tujuan untuk menurunkan demam pada anak. Penatalaksanaan yang

dimaksud antara lain adalah :

1. Penyebab demam

2. Pengukuran suhu anak

3. Pengomperesan

4. Pemberian cairan

5. Pemberian obat penurun panas pada anak

6. Aktivitas atau tirah baring

7. Membawa ke dokter

i. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui (hasil tahu) oleh

ibu tentang demam dan cara –cara penatalaksanaan demam pada balita.

Pengukuran tingkat pengetahuan ibu dilakukan dengan cara

wawancara dan menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri

dari 15 pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1

dan bila jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang

dapat diperoleh adalah 15 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat

diperoleh adalah 0.

Pada penelitain ini, tingkat pengetahuan dikategorikan dengan skala

ordinal sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :

1. Pengetahuan baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara

76%-100% (total skor : 11-15)

2. Pengetahuan sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara

40%-75% (total skor :6-10)

3. Pengetahuan kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor

: 0-5)

j. Sikap

Sikap adalah sejauh mana ibu setuju untuk menerapkan pengetahuan

yang dimilikinya mengenai penatalaksanaan demam pada anak.

Page 21: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

21

Pengukuran tingkat sikap ibu dilakukan dengan cara wawancara dan

menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri dari 8

pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila

jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang dapat

diperoleh adalah 8 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat diperoleh

adalah 0.

Pada penelitain ini, tingkat sikap dikategorikan dengan skala ordinal

sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :

1. Sikap baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100%

(total skor : 7-8)

2. Sikap sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-

75% (total skor :4-6)

3. Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor : 0-3)

k. Tindakan

Tindakan adalah sejauh mana ibu menerapkan penatalaksanaan demam

pada anak.

Pengukuran tingkat tindakan ibu dilakukan dengan cara wawancara

dan menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner terdiri dari 10

pertanyaan. Ketentuan nilai adalah bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila

jawaban salah diberi skor 0 sehingga jumlah skor maksimal yang dapat

diperoleh adalah 10 sedangkan jumlah skor minimal yang dapat diperoleh

adalah 0.

Pada penelitain ini, tingkat tindakan dikategorikan dengan skala

ordinal sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu :

1. Tindakan baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-

100% (total skor : 8-10)

2. Tindakan sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara

40%-75% (total skor : 4-7)

3. Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu < 40% (total skor : 0-3)

Page 22: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

22

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-

sectional, yang akan dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan

tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu.

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sampaimah, Desa Sapta Marga,

Desa Alue Sentang, dan Desa Gampong Mesjid. Pengumpulan data

dilakukan mulai dari tanggal 3 November 2014 hingga tanggal 14 November

2014. Alasan dipilihnya keempat desa tersebut sebagai lokasi penelitian

adalah keempat desa tersebut merupakan desa dengan kunjungan rawat

jalan anak dengan gejala demam (ISPA, Common Cold, Bronkitis,

Bronkopneumonia, dan Tonsilitis) terbanyak di Puskesmas Manyak Payed

selama tahun 2014.

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1.Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak dibawah umur 5

tahun dan tinggal di Desa Sampaimah, Desa Sapta Marga, Desa Alue Sentang

dan Desa Gampong Mesjid.

3.5.2.Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Besar

sampel yang dihitung dengan rumus perhitungan besar sample untuk data proporsi

dengan populasi finit (Wahyuni, 2008) :

Z21-/2 P (1-P)

n = --------------------

d2

di mana n = besar sampel minimum

Page 23: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

23

Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada

tertentu = 1,96

P = harga proporsi di populasi = 0,5

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir = 0,1

Maka didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 96 responden.

Kriteria inklusi :

1. Terdaftar sebagai warga di wilayah kecamatan Manyak Payed

2. Ibu berumur dibawah 50 tahun

3. Memiliki anak dibawah 5 tahun

4. Datang ke Posyandu di desa tinggalnya pada saat dilakukan

penelitian

Kriteria eksklusi :

1. Ibu tidak bersedia menjadi responden penelitian

3.6. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada ibu dengan

bantuan kueisioner.

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu editing untuk

memeriksa hasil kueisioner responden, selanjutnya melakukan coding untuk

mengklasifikasikan data menurut kategori masing-masing serta untuk

memudahkan menganalisis data. Kemudian pemberian skor yang diikuti

memasukkan data ke dalam komputer (entry). Dan terakhir data di analisis

menggunakan program SPSS.

Page 24: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

24

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskemas Manyak Payed

4.1.1.1. Data Geografis dan Demografis Wilayah Kerja Puskesmas Manyak

Payed

Puskesmas Manyak Payed terletak di Desa Tualang Baru Kecamatan

Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang. Puskesmas Manyak Payed mempunyai

36 desa, dengan luas wilayah 267,11 Km2. Jarak dari Ibukota Kabupaten ± 17 Km

yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua ataupun kendaraan roda empat

dalam waktu 30 menit.

Adapun jumlah kampung dalam Wilayah Kerja Puskesmas Manyak Payed

adalah sebanyak 36 kampung yang berbatasan wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bendahara

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Langsa Timur

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Karang Baru

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Manyak Payed akhir tahun

2013 sebanyak 32.499 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 7.791 KK. Dan

diketahui rata-rata kepadatan penduduk adalah 121.67 Jiwa/Km2.

Distribusi penduduk tahun 2013, berdasarkan usia, 19.377 jiwa

merupakan kelompok usia produktif (61.22 %) sedangkan 12.602 Jiwa non

produktif (38.78 %). Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari bidan

desa, perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan pada awal

tahun 2013 adalah Perempuan / Laki-laki : 16.037 jiwa / 15.942 jiwa. Sex ratio

sebesar 99.4 % ini menggambarkan bahwa dalam 100 orang wanita di wilayah

kerja Puskesmas Manyak Payed terdapat 99 orang pria.

Page 25: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

25

Pada tahun 2013 anggota keluarga miskin di wilayah kerja Puskesmas

Manyak Payed sebanyak 21.189 jiwa. Dari data diatas dapat di tarik kesimpulan

bahwa 65.1 % dari jumlah penduduk adalah keluarga miskin.

Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Manyak Payed berjumlah 7.791 KK

dengan rata-rata dalam satu rumah tangga dihuni oleh 4 orang anggota keluarga.

Kecamatan Manyak Payed memiliki 35 sarana pendidikan, terdiri dari 20

Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidayah, 6 Sekolah Menengah Pertama / Madrasah

Tsanawiyah, 2 Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah, 1 Pesantren dan 6

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

4.1.1.2. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Puskesmas Manyak Payed

Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Puskesmas Manyak Payed antara

lain:

1. Bangunan Puskesmas 1 (satu) unit, meliputi ruang kepala puskesmas,

ruang administrasi, ruang program, ruang rawat inap, ruang poliklinik

umum, anak dan lansia, ruang apotik, ruang kesehatan keluarga, ruang

bersalin, dan aula.

2. Puskesmas Pembantu (Pustu) 3 unit, yaitu Puskesmas Pembantu Kampung

Mesjid, Puskesmas Pembantu Pandan Sari dan Puskemas Pembantu Raja

Tuha.

3. Pondok Bersalin Desa (Polindes) sebanyak 14 unit

4. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) sebanyak 16 unit

5. Posyandu Plus sebanyak 1 unit

6. Rumah dinas sebanyak 6 unit

7. Kendaraan dinas sebanyak 2 unit mobil ambulans dan 4 unit sepeda motor

4.1.1.3. Jumlah Ketenagakerjaan Puskesmas Manyak Payed

Jumlah tenaga kerja Puskesmas Manyak Payed adalah 119 orang, dengan

62 orang (52,10%) merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), 19 orang (16%)

Pegawai Tidak Tetap (PTT), 21 orang (18%) staf kontrak, 16 orang (13,45%) staf

bakti, dan 1 orang (0,84%) staf titipan.

Page 26: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

26

Berdasarkan pendidikan, tenaga kerja Puskesmas Manyak Payed terdiri

dari 3 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 6 orang S-1 Kesehatan

Masyarakat, 41 orang D-III Keperawatan, 27 orang D-III Kebidanan, 2 orang D-

III Lingkungan, 2 orang Analis, 21 orang Bidan, 5 orang SPK, 1 orang D-III PRG,

1 orang SPRG, 2 orang AMF, dan 8 orang SMA. Selain itu terdapat 145 orang

kader dari elemen masyarakat Manyak Payed.

4.1.2. Gambaran Kunjungan Pasien di Puskesmas Manyak Payed

Selama Januari – September 2014 jumlah kunjungan pasien rawat jalan di

Puskesmas Manyak Payed sebesar 15.638 kunjungan, dengan tiga diagnosis

terbanyak adalah common cold (2.240 kasus), Infeksi Saluran Pernafasan Atas

(ISPA) (2.031 kasus) dan penyait pada sistem jaringan otot (1.852 kasus). Daftar

20 Diagnosis kunjungan rawat jalan di Puskesmas Manyak Payed dapat dilihat

pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Daftar 20 Diagnosis Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas Manyak

Payed Januari – September 2014

NO Nama Penyakit Jumlah Kasus

1 Common Cold 2,240

2 ISPA 2,031

3 Penyakit Pada Sistem Jaringan Otot 1,852

4 Pelayanan KB 1,188

5 Penyakit Kulit Alergi 1,061

6 Dispepsia 1,100

7 Diare 869

8 Hipertensi 858

9 Sefalgia 603

10 Diabetes Melitus 526

11 Gastroenteritis 525

Page 27: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

27

12 Penyakit Lain Saluran Pernafasan

Bagian Atas

514

13 Abses 431

14 Asma Bronkial 420

15 Penyakit Pulpa dan Jaringan

Periapikal

403

16 Lain-lain 380

17 ISK 248

18 Skizofrenia dan gangguan psikotik

kronik lainnya

106

19 Konjungtivitis 146

20 Malaria Tanpa Pemeriksaan Lab

(Malaria Klinis)

137

Total 15,638

Sedangkan untuk kunjungan rawat inap di Puskesmas Manyak Payed

selama Januari – September 2014 sebanyak 893 kasus dengan tiga diagnosis

terbanyak adalah dispepsia (477 kasus), Gastroenteritis (195 kasus) dan Observasi

Febris (95 kasus).

Tabel 4.2 Daftar Diagnosis Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas Manyak

Payed Januari – September 2014

No Nama Penyakit Jumlah Kasus

1 Dispepsia 477

2 Gastroenteritis 195

3 Obs. Febris 95

4 Hipertensi 62

5 Colic Abdomen 43

6 Asma Bronkial 42

Page 28: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

28

7 Demam Tifoid 34

8 PPOK 30

9 Diabetes Melitus 23

10 Kejang Demam 21

11 CHF 16

12 TB Paru 15

13 KLL / Trauma 14

14 ISK 12

15 Appendisitis 10

16 Haemoptoe 10

Total 893

4.1.3. Deskripsi Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan pada 100 orang responden yang merupakan ibu

yang memiliki anak balita di wilayah kerja Puskesmas Manyak Payed.

Karakteristik yang diamati terhadap responden adalah desa tinggal, tingkat

pendidikan, usia, pekerjaan, dan status sosial ekonomi.

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden ditentukan berdasarkan pendidikan terakhir

yang pernah diselesaikan responden. Kategori tingkat pendidikan terbagi atas:

1. Pendidikan rendah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga

SD/sederajat.

2. Pendidikan menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga

SMP/sederajat.

3. Pendidikan tinggi, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat

atau perguruan tinggi.

Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden

berpendidikan menengah (48%), sedangkan yang berpendidikan tinggi

sebesar 27% dan yang berpendidikan rendah sebesar 25% (Tabel 4.4).

Page 29: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

29

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No

.

Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Rendah 25 25

2. Menengah 48 48

3. Tinggi 27 27

Total 100 100

b. Usia

Umur responden dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu dibawah 20 tahun,

20- 35 tahun, dan 36-50 tahun. Responden mayoritas berasal dari kelompok

umur 20-35 tahun, yaitu sebesar 67 % dan diikuti oleh kelompok umur 36-50

tahun sebesar 20% (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No

.

Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

1. < 20 13 13

2. 20-35 67 67

3. 36-50 20 20

Total 100 100

c. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan yang dilakukan oleh responden pada penelitian dibagi atas pegawai

negeri sipil, ibu rumah tangga, wiraswasta, petani, dan lain-lain. Mayoritas

Page 30: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

30

responden adalah ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 55 orang (55%) (Tabel

4.6). Adapun responden yang menjawab pekerjaan lain-lain adalah buruh

pabrik (2 orang).

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Pegawai negeri sipil 9 9

2. Ibu Rumah Tangga 55 55

3. Wiraswasta 13 13

4. Petani 21 21

5. Lain-lain 2 2

Total 100 100

d. Status Ekonomi

Status ekonomi responden dinilai dari penghasilan tertinggi keluarga dalam

satu bulan. Status ekonomi dikategori menjadi :

1. Status ekonomi menengah ke bawah, yaitu dengan jumlah penghasilan

dibawah Rp. 1.000.000,00 per bulan.

2. Status ekonomi menengah, yaitu dengan jumlah penghasilan dibawah

Rp. 1.000.000,00 sampai dengan Rp. 2.500.000,00 per bulan.

3. Status ekonomi menengah ke atas, yaitu dengan jumlah penghasilan

diatas Rp. 2.500.000,- per bulan

Sebagian besar responden berada pada status ekonomi menengah ke bawah

(45%) dan menengah (44%) (Tabel 4.7).

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Status Ekonomi

No. Jumlah Penghasilan (Rp/bulan) Frekuensi (n) Persentase (%)

1. < 1.000.000 45 45

2. 1.000.000-2.500.000 44 44

3. > 2.500.000 11 11

Total 88 100

Page 31: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

31

4.2. Hasil Utama Penelitian

Data lengkap distribusi frekuensi dan persentase jawaban responden untuk

setiap pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang demam

anak terdapat pada tabel berikut.

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan tentang

Penatalaksanaan Demam Anak

No. Pertanyaan Pengetahuan

Benar

(skor 1)

Salah

(Skor 0)

Total

N % n % %

1. Demam merupakan reaksi tubuh 29 29 71 71 100

2. Tempat pengukuran suhu tubuh 28 28 72 72 100

3. Suhu tubuh normal 30 30 70 70 100

4. Suhu tubuh yang dikatakan demam 42 42 58 58 100

5. Virus penyebab demam anak

tersering

49 49 51 51 100

6. Pengaruh dehidrasi terhadap demam 54 54 46 46 100

7. Pengukuran suhu dengan tangan

tidak efektif

55 55 45 45 100

8. Komplikasi demam 54 54 46 46 100

9. Demam dapat menyebabkan

kematian

58 58 42 42 100

10. Indikasi pemberian antipiretik 64 64 36 36 100

11. Suhu kompres 61 61 39 39 100

12. Cara mengompres anak 51 51 49 49 100

13. Cairan kompres 42 42 58 58 100

14. Kapan membawa anak ke tenaga

kesehatan

38 38 62 62 100

15. Efek samping obat antipiretik 38 38 62 62 100

Page 32: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

32

Pertanyaan yang paling banyak dijawab benar oleh responden adalah pertanyaan

nomor 10 (64%), pertanyaan nomor 11 (61%) dan pertanyaan nomor 9 (58%).

Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah responden adalah

pertanyaan nomor 2 (28%), pertanyaan nomor 1 (29%), dan pertanyaan nomor 3

(30%) (Tabel 4.8).

Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden Tentang Sikap tentang

Penatalaksanaan Demam Anak

No. Pertanyaan Sikap

Benar

(skor 1)

Salah

(Skor 0)

Total

N % N % %

1. Saya setuju bahwa demam adalah

keadaan yang berbahaya dan

harus segera diturunkan

43 43 57 57 100

2. Saya setuju bahwa demam dapat

menyebabkan kejang

51 51 49 49 100

3. Saya setuju bahwa semua anak

demam harus diberikan obat

penurun panas

55 55 45 45 100

4. Saya setuju bahwa anak demam

tinggi terus menerus harus segera

dibawa ke tenaga kesehatan

56 56 44 44 100

5. Saya setuju bahwa obat penurun

panas memiliki efek samping

53 53 47 47 100

6. Saya setuju bahwa anak harus

dikompres saat demam

54 54 46 46 100

7. Saya setuju bahwa jika anak

rewel, gelisah atau lemas saat

demam harus segera dibawa ke

tenaga kesehatan

55 55 45 45 100

8. Saya setuju bahwa anak tidak 54 54 46 46 100

Page 33: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

33

boleh dikompres dengan alkohol

Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden Tentang Tindakan

Penatalaksanaan Demam Anak

No. Pertanyaan Pengetahuan

Benar

(skor 1)

Salah

(Skor 0)

Total

N % n % %

1. Demam harus segera diturunkan 43 43 57 57 100

2. Demam tidak akan turun bila tidak

ditangani

42 42 58 58 100

3. Saya mengukur suhu dengan

termometer

29 29 71 71 100

4. Saya menggunakan obat penurun

panas

54 54 46 46 100

5. Saya membaca cara penggunaan

obat penurun panas

55 55 45 45 100

6. Saya membawa anak ke tenaga

kesehatan jika demamnya tidak

turun

54 54 46 46 100

7. Saya mengompres anak dengan air

hangat

58 58 42 42 100

8. Saya memberi anak minum lebih

banyak saat demam

64 64 36 36 100

9. Saya membawa anak ke tenaga

kesehatan jika mengalami kejang

saat demam

61 61 39 39 100

10. Saya bertanya kepada tenaga

kesehatan cara menangani anak yang

demam

51 51 49 49 100

Page 34: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

34

Tabel 4.11 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang

Penatalaksanaan Demam Anak

No. Gambaran Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Kurang 40 40

2. Sedang 45 45

3. Baik 15 15

Total 100 100

Mayoritas responden (45%) memiliki tingkat pengetahuan tentang

penatalaksanaan demam anak dalam kategori sedang, sedangkan hanya 15

responden (15%) yang memiliki tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan

demam anak yang baik (Tabel 4.11).

Tabel 4.12 Distribusi Tingkat Sikap Responden Tentang Penatalaksanaan

Demam Anak

No. Gambaran Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Kurang 42 42

2. Sedang 38 38

3. Baik 20 20

Total 100 100

Sebanyak 42 responden (42%) memiliki gambaran sikap yang kurang terhadap

penatalaksanaan demam anak, sedangkan 38 (38%) responden memiliki tingkatan

sikap sedang, dan 20 (20%) responden memiliki tingkatan sikap yang baik (Tabel

4.12)

Page 35: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

35

Tabel 4.13 Distribusi Tingkat Tindakan Responden Tentang

Penatalaksanaan Demam Anak

No. Gambaran Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Kurang 37 37

2. Sedang 38 38

3. Baik 25 25

Total 100 100

Sebanyak 37 responden (37%) memiliki tingkatan tindakan yang kurang terhadap

penatalaksanaan demam anak, sedangkan 38 (38%) responden memiliki tingkatan

tindakan sedang, dan 25 (25%) responden memiliki tingkatan tindakan yang baik

(Tabel 4.13)

BAB 5

DISKUSI

Page 36: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

36

Pada penelitian ini didapatkan hasil utama berupa tingkat

pengetahuan, sikap dan tindakan tentang penatalaksanaan demam anak

pada ibu di empat desa di Kecamatan Manyak Payed, dimana untuk tingkat

pengetahuan dijumpai 40% responden memiliki tingkat pengetahuan

kurang, 45% sedang, dan 15% baik. Hasil serupa juga dijumpai untuk

tingkat sikap dimana 42% responden memiliki sikap kurang, 38% sikap

sedang, dan 20% baik. Sedangkan untuk tindakan dijumpai persentase

responden yang memiliki tingkat tindakan yang baik, sebanyak 20%. Namun

secara keseluruhan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden

berada dalam kategori sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian Wati (2010)

dimana dijumpai tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden

banyak pada kategori sedang. Namun perlu diperhatikan bahwa persentase

tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan kurang cukup besar (40%, 42%,

dan 37%). Hal ini mungkin disebabkan akses masyarakat yang relatif sedikit

terhadap fasilitas kesehatan dikarenakan jarak yang jauh serta media

promosi kesehatan yang belum memadai.

Berdasarkan distribusi menurut desa, dijumpai secara umum hampir

setiap desa memiliki mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan,

sikap, dan tindakan yang berada dalam kategori sedang. Namun terdapat

beberapa perkecualian, seperti Desa Gampong Mesjid yang memiliki

mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang

berada dalam kategori kurang.Hal ini mungkin disebabkan jarak desa

Gampong Mesjid dengan Puskesmas Manyak Payed yang relatif jauh dan

keterbatasan tenaga kesehatan di daerah tersebut.

Pada penelitian ini didapati sebagian besar responden dari masing-

masing kategori tingkat pendidikan memiliki tingkat pengetahuan, sikap,

dan tindakan yang berbeda, dimana dijumpai responden dengan tingkat

pendidikan yang rendah memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

yang rendah, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan tinggi

memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang lebih baik. Menurut

Notoatmodjo (2003), secara umum seseorang yang berpendidikan lebih

Page 37: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

37

tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan

seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Hasil penelitian ini

sejalan dengan teori yang dikemukan oleh Notoatmodjo.

Pada distribusi jawaban responden tentang pengetahuan tentang

penatalaksanaan demam anak dijumpai pertanyaan yang paling banyak

dijawab salah adalah pertanyaan nomor 2,1 dan 3, yaitu tentang demam

adalah reaksi tubuh terhadap keadaan luar, dan cara pengukuran suhu

tubuh dan nilai suhu tubuh normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena

penggunaan termometer yang masih relatif jarang di masyarakat dan hanya

tersedia di fasilitas kesehatan, dan stigma masyarakat bahwa demam selalu

menunjukkan adanya infeksi dan tidak mungkin disebabkan oleh faktor lain

seperti dehidrasi. Sedangkan 61% responden sudah mengetahui bahwa

mengompres anak dengan air hangat, namun masih terdapat masyarakat

yang memilih mengompres dengan air dingin maupun alkohol. Hal ini tidak

sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Wati

(2010), dimana diketahui pengetahuan ibu mengenai metode kompres yang

benar masih rendah, yaitu hanya 33,8% yang menjawab menggunakan air

hangat sedangkan 36,3% menjawab dengan menggunakan air dingin.

Kekeliruan mengenai pengetahuan ini mungkin disebabkan oleh karena

menurut Soedarmo dkk (2010) penggunaan air dingin memang telah dikenal

sejak abad ke 4 sebelum Masehi namun merupakan suatu kontraindikasi

untuk penanganan demam sekarang. Hal yang serupa didapati mengenai

metode kompres dengan alkohol, dimana menurut Axelrod (2000) sebelum

tahun 1950 penggunaan alkohol memang kerap dilakukan namun setelah itu

diketahui bahwa metode tersebut dapat menyebabkan anak mengalami

hipoglikemia dan koma.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 38: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

38

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam

penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di empat

desa di wilayah kecamatan Manyak Payed yaiu tingkat pengetahuan kurang

sebanyak 40%, tingkat pengetahuan sedang sebanyak 45%, dan tingkat

pengetahuan baik sebanyak 15%.

2. Tingkat sikap tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di empat desa di

wilayah kecamatan Manyak Payed yaiu tingkat sikap kurang sebanyak 42%,

tingkat sikap sedang sebanyak 38%, dan tingkat sikap baik sebanyak 20%.

3. Tingkat tindakan tentang penatalaksanaan demam anak pada ibu di empat desa

di wilayah kecamatan Manyak Payed yaiu tingkat tindakan kurang sebanyak

37%, tingkat tindakan sedang sebanyak 38%, dan tingkat tindakan baik

sebanyak 25%..

6.2. Saran

Beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

berperan dalam penelitian ini adalah:

1. Diharapkan ini dapat menjadi masukan bagi instansi pemerintah, terutama

dalam bidang kesehatan, dalam membuat kebijakan mengenai penyuluhan

tentang demam dan penatalaksanaan demam yang tepat, terutama mengenai

penggunaan termometer dalam deteksi dan penanganan demam, indikasi

pemberian antipiretik berdasarkan suhu tubuh dan metode kompres pada anak

yang demam.

2. Diharapkan adanya sosialisasi kepada tenaga kesehatan betapa pentingnya

penyuluhan tentang penatalaksananaan demam pada anak kepada ibu yang

memadai dan merata ke setiap desa.

3. Diharapkan kepada para ibu agar bisa memanfaatkan hasil penelitian ini dan

menambah wawasan mengenai pengetahuan tentang demam dan

penatalaksanaan demam yang tepat.

Page 39: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

39

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, A.M., 1999. Demam. Dalam: Wahab, S.A., ed. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson Vol.2 Edisi 15. Jakarta EGC, 854-855.

Page 40: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

40

Avner, J.R., 2009. Acute Fever. New York: Albert Einstein College of Medicine.

Available from: http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/30/1/5.

pdf . [Accessed: 10 April 2011].

Axelrod, Peter, 2000. External Cooling in the Management of Fever.

Philadelphia: Temple University School of Medicine. Available from:

http://cid.oxfordjournals.org/content/31/Supplement_5/S224.full.pdf+html

[Accessed: 15 November 2011]

Barret, K.M., Barman, S.M., Boitano, S., Brooks, H.L.,2010. Ganong's Review of

Medical Physiology 23rd ed. USA: McGraw-Hill.

Concise Oxford English Dictionary 10thed on CD-ROM Version 1.1. UK: Oxford

University Press.

Crocetti, M., Moghbeli, N., Serwint, J., 2001. Fever Phobia Revisited: Have

Parental Misconception About Fever Changed in 20 Years?. Baltimore :

Johns Hopkins Bayview Medical Center. Available from: http://pediatrics.

aappublications.org/ crg/reprint/107/6/1241.pdf. [Accessed: 10 April 2011].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Manajemen Terpadu Balita

Sakit. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat PP dan

PL.

Doley, M.F., O’Leory,S.T., Simoes, E.A., Nyquist, A.C., 2007. Immunization. In:

Hay, W.W., Levin, M.J., Sondheimer, J.M., Deterding, R.R., ed. Current

Pediatric Diagnosis and Treatment 18th ed. USA: McGraw-Hill, 242.

El-Radhi, S.A., Carrol, J., Klein, N., 2009. Clinical Manual of Fever in Children.

Berlin: Springer.

Page 41: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

41

Fauci, S.A., et al., 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th ed. USA:

McGraw-Hill.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology 11thed.

Pennsylvania: Elsevier Saunders, 889-895.

Haslam, R.H., 1999. Kejang-Kejang pada Masa Anak. Dalam: Wahab, S.A., ed.

Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.3 Edisi 15. Jakarta EGC, 2059-2060.

Hay, A.D., Heron, J., Ness, A., 2005. The prevalence of symptoms and

consultations in pre-school children in the Avon Longitudinal Study of

Parents and Children (ALSPAC): a prospective cohort study. UK: Oxford

University Press. Available from: http://fampra.oxfordjournals.org/content/

22/4/367.full. [Accessed: 26 April 2011].

Katzung, B.G., 2006. Basic and Clinical Pharmacology 10th ed.USA: McGraw-

Hill, 1062-1068.

Kayman, H., 2003. Management of Fever: Making Evidence-Based Decisions.

South Carolina: South Carolina Departemen of Health and Enviromental

Control. Available from: http://cpj.sagepub.com/content/42/5/383. [Accessed:

10 April 2011].

Kramer, M.S., Shapiro, E.D., 1997. Management of the Young Febrile Child: A

Commentary on Recent Practice Guidelines. Available from: http://peditrics.

aappublications .org/cgi/reprint/100/1/128.pdf. [Accessed: 17 April 2011].

Lau, A.S., Uba, A., Lehman, D., 2002. Infectious Disease. In: Rudolf, A.M.,

Kamei, R.K., Oberby, K.J., ed. Rudolph’s Fundamentals of Pediatrics 3rd ed.

USA: McGraw-Hill, 313.

Page 42: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

42

Nairn, R., 2005. Imunologi. Dalam: Mudihardi, E.M., Kuntaman, Wasito, E.B.,

Mertaniasih, N.M., Harsono, S., Alimsardjono, L., ed. Jawetz, Melnick, &

Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran Buku 1. Jakarta: Salemba Medika, 167-

176.

National Institute of Health and Clinical Excellence, 2007. Feverish Illness in

Children: Assessment and initial management in children younger than 5

years. London: RCOG Press. Available from: www.nice.org.uk. [Accessed:

15 April 2011].

Ng,D.K., Lam, J.C., Chow, K.W., 2002. Childhood Fever Revisited. Hongkong:

Kwong Wah Hospital. Available from: http://www.hkmj.org/articlepdfs/ hkm

0202p39.pdf [Accessed: 10 April 2011].

Notoadmodjo, S., 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Penerbit Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Price, D.L., Gwin, J.F., 2008. Pediatric Nursing: An Introductory Text 10thed.

Missouri: Saunders Elsevier, 34.

Pratomo, H., 1990. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Purwoko, Djauhar I., dan Soetaryo, 2003. Demam pada Anak: Perabaan Kulit,

Pemahaman dan Tindakan Ibu. Diunduh dari: http://asic.lib.unair.

ac.id/journals/abstrak/Berkala%20Ilmu

%20Kedokteran 2035%202%202003%20%3B%20Purwoko%20%3B

%20Demam%202.pdf. [Diakses: 10 April 2011].

Page 43: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

43

Schmitt, B.D., 2004. Pediatric Telephone Advice 3rded. Philadelphia: Lippincott

Wlliams & Wilkins, 315-326.

Sherwood, L., 2001. Keseimbangan Energi dan Pengaturan Suhu. Dalam:

Santoso, B.I., Editor. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi Keempat.

Jakarta: EGC, 596-598.

Sholihah, Siti, 2011. Gambaran Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang

Tindakan Pertama Demam Demam Pada Balita Di Puskesmas Sembayat

Gresik. Diunduh dari: http://share.stikesyarsis.ac.id/ elib/main/dok/00580/

GAMBARAN-TINGKAT-PENGETAHUAN-ORANG-TUA-TENTANG--

TINDAKAN-PERTAMA-DEMAM-DEMAM-PADA-BALITA--DI-

PUSKESMAS-SEMBAYAT-GRESIK. [Diakses: 15 November 2011].

Soedarmo, S.P., Garna, H., Hadinegoro, S.R., Satari, H.I., 2010. Buku Ajar Infeksi

& Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 21-46.

Sullivan, J.E., Farrar, H.C., 2011. Clinical Report-Fever and Antipyretic Use in

Children. American Academy of Pediatrics. Available from:

http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/peds.2010-3852v1.pdf.

[Accessed : 10 April 2011].

Survei Kesehatan Nasional, 2004. Status Kesehatan Masyarakat di Indonesia.

Diunduh dari: http://www.litbang.depkes.go.id/~surkesnas2/index.php?option

= comcontent & task=view&id=74&Itemid=35 . [Diakses: 31 Maret 2011].

Tafsir, A., 2006. Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Roesdakarya.

Thomas, S., Vijaykumar, C., Moses, P.D., Antonisamy B., 2008. Comparative

Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug Versus Only

Antipyretic Drug in the Management of Fever Among Children: A

Page 44: 4. Bab I-VI + Daftar Pustaka

44

Randomized Controlled Trial. Available from: http://medind.nic.in/ibv/

t09/i2/ibvt09i2p133.pdf. [Accessed: 26 April 2011].

Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bambodoe Communication.

Ward, M.A., 2010. Patient Information: Fever in Children. Available from:

http://www.uptodate.com/contents/patient-information-fever-in-children.

[Accessed: 26 April 2011].

Wati, C., 2010. Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Penatalaksanaan Demam

pada Anak Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pasar Merah

Timur Medan Tahun 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Widjaja, M.C., 2001. Mencegah dan Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta:

Kawan Pustaka.

Wilmana, P.F., Gunawan, S.G., 2007. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-

Inflamasi Nonsteroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gunawan,

S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth, ed. Farmakologi dan Terapi.

Jakarta : Gaya Baru, 234-238.