4 pengaruh puasa terhadap kadar glukosa darah dan kandungan glikogen hati tikus
TRANSCRIPT
Laporan Praktikum Ke-4 Tanggal Mulai : 26 Maret 2013 MK. Metabolisme Zat Gizi Tanggal Selesai : 16 April 2013
PENGARUH PUASA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN KANDUNGAN GLIKOGEN HATI TIKUS
Oleh:
Kelompok 1 P03
Rica Monica I14110040 Fadel Ahmad I14110052 Hanifah Al Khairiyah I14110097 Rika Mustika I14110104 Rido Akbar I14110125
Asisten Praktikum :
Daniel Pratama Defika
Koordinator Mata Kuliah :
Dr. Rimbawan
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karbohidrat merupakan senyawa organik terdiri atas unsur karbon, hidrogen, dan oksigen dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom H, 1 atom O. Dua bentuk karbohidrat yang digunakan tubuh sebagai energi adalah glukosa darah dan glikogen otot. Glikogen merupakan simpanan karbohidrat dalam bentuk glukosa di dalam tubuh yang berfungsi sebagai salah satu sumber energi tidak hanya bagi kerja otot namun juga merupakan sumber energi bagi sistem pusat syaraf dan otak. Di dalam tubuh, jaringan otot dan hati merupakan dua komponen utama yang digunakan oleh tubuh untuk menyimpan glikogen. Sintesis dan pemecahan glikogen berlangsung lewat jalan yang berbeda. Tergantung pada proses yang memengaruhinya. Molekul glikogen menjadi lebih kecil atau lebih besar namun hal ini jarang terjadi. Apabila ada, molekul tersebut dipecah sempurna, meski pada hewan kelaparan simpanan glikogen tidak pernah kosong sama sekali. Sekitar 85% D-glukosa yang dihasilkan dari pemecahan glikogen terdapat dalam bentuk 1-fosfatnya, sedang 15% dalam bentuk glukosa bebas (Montgomery 1983).
Glikogen sewaktu-waktu diubah jadi glukosa sebagai sumber energi. Ketika puasa lemak tubuh dirombak menjadi asam lemak dan gliserol, lalu diubah menjadi glukosa, untuk menjamin agar kadar gula darah tetap dan sumber energi bagi metabolisme dan gerakan tubuh selalu cukup. Puasa merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Kebutuhan utama pada saat kelaparan adalah senyawa penghasil energi. Jawaban fisiologis pertama terhadap kekurangan pangan adalah mempertahankan kadar glukosa darah. Glikogen hati hanya dapat menyediakan glukosa selama beberapa jam, dan setelah itu terjadi proses glukoneogenesis dalam hati yang membutuhkan substrat dari jaringan lain. Substrat ini berasal dari asam amino glikogenik dan lemak (Montgomery1983).
Di dalam tubuh, jaringan otot dan hati merupakan dua kompartemen utama yang digunakan oleh tubuh untuk menyimpan glikogen. Pada jaringan otot, glikogen akan memberikan kontribusi sekitar 1% dari total massa otot sedangkan di dalam hati glikogen akan memberikan kontribusi sekitar 8-10% dari total massa hati. Walaupun memiliki persentase yang lebih kecil namun secara total jaringan otot memiliki jumlah glikogen 2 kali lebih besar dibandingkan dengan glikogen hati (Anna Poedjiadi 1994).
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah atau tingkat glukosa serum, diatur di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya kadar glukosa darah 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Kadar glukosa meningkat setelah makan dan biasanya kadar glukosa terendah pada pagi hari yaitu sebelum orang makan dan kadar glukosa pada saat berpuasa (Anna Poedjiadi 1994). Oleh karena itu, praktikan melakukan percobaan kali ini untuk mengetahui pengaruh kadar glukosa darah dan kandungan glikogen hati.
Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk membuktikan bahwa dalam keadaan puasa atau kelaparan kadar glikogen hati akan berkurang karena dipecah untuk mempertahankan kadar glukosa darah.
TINJAUAN PUSTAKA
Glikogen
Glikogen adalah suatu glukosan. Makromolekul ini merupakan karbohidrat cadangan pada hewan sehingga disebut zat pati hewan (animal starch). Zat pati ini terutama terdapat di dalam hati dan otot. Glikogen juga terdapat pada tumbuh-tumbuhan tingkat rendah yang tidak berklorofil (terutama kapang). Struktur kimia glikogen identik dengan struktur kimia amilopektin, namun cabang-cabang glikogen lebih banyak dan lebih pendek. Jadi, glikogen merupakan polimer α-D-glukopiranosa. Ikatan glikosida pada rantai yang tidak bercabang terjadi antara atom C1 dan atom C4, sedangkan ikatan glikosida pada cabang terjadi antara atom C1 dan atom C6 (Sumardjo 2006). Di dalam sel tubuh, glukosa dapat diubah menjadi glikogen dan sebaliknya glikogen dapat diubah menjadi glukosa melalui reaksi biokimiawi yang bertahap. Perubahan glukosa menjadi glikogen disebut glikogenesis, sedangkan perubahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenolisis. Struktur glikogen hati sama dengan struktur glikogen otot, namun fungsi keduanya berbeda. Glikogen otot berperan sebagai sumber energi, sedangkan glikogen hati berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah (Sumardjo 2006).
Glukosa Darah
Jaringan di dalam tubuh seperti otak dan sel darah merah bergantung pada glukosa untuk memperoleh energi. Sebagian besar jaringan juga memerlukan glukosa untuk fungsi lain dalam jangka panjang, misalnya membentuk gugus ribosa pada nukleotida atau bagian karbohidrat pada glikoprotein. Oleh karena itu, agar dapat bertahan hidup, manusia harus memiliki mekanisme untuk memelihara kadar gula darah. Setelah memakan makanan yang mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat. Sebagian glukosa dalam makanan disimpan dalam hati sebagai glikogen. Setelah 2 atau 3 jam berpuasa, glikogen ini mulai diuraikan oleh proses glikogenolisis dan glukosa yang terbentuk dibebaskan ke dalam darah. Gula (glukosa) darah merupakan kadar gula yang terdapat dalam darah baik itu berasal dari proses metabolisme makanan yang mengandung karbohidrat maupun hasil rombakan dari zat lain seperti glikogen (Marks 2012). Kadar glukosa darah dipertahankan tidak saja selama puasa tetapi juga sewaktu berolahraga saat sel otot menyerap glukosa dari darah dan mengoksidasinya untuk memperoleh energi. Selama berolahraga, hati memasok glukosa ke dalam darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Kadar glukosa darah senantiasa dipertahankan karena glukosa darah memiliki fungsi penting bagi tubuh salah satunya untuk menghasilkan energi untuk melakukan aktivitas (Marks 2012).
Kadar glukosa darah normal adalah sebesar 80-110 mg/dl. Kadar glukosa tersebut bisa bertambah tinggi pada keadaan setelah makan, yaitu 180 mg/dl dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam (Dalimartha 1997). Kadar glukosa darah puasa pada keadaan normal berkisar antara 70-120 mg/dl (Badan POM 2005, Marthur & Shiel 2003).
Metode Pengukuran Glikogen dan Glukosa Darah
Macam Metode
Kadar glikogen dan glukosa darah dapat diukur menggunakan metode tertentu, salah satu di antaranya untuk mengukur kadar glikogen menggunakan metode Wedemeyer dan Yasutake (Groff dan Gropper 2000). Kadar glukosa darah dapat diukur menggunakan beberapa metode, salah satu di antaranya metode O-Toluidin.
Prinsip Metode
Prinsip metode Wedemeyer dan Yasutake yaitu jaringan otot atau hati dipanaskan dalam KOH, ditambahkan Na2SO4 dan etanol kemudian dipanaskan, selanjutnya didinginkan dan disentrifuse, supernatan yang terbentuk dibuang. Glikogen dilarutkan dalam akuades kemudian kembali diendapkan. Supernatan hasil pengendapan dibuang, glikogen diendapkan dalam HCl. Hidrolisat didinginkan dan ditambahkan NaOH. Penambahan NaOH bertujuan untuk menetralisasi. Kemudian diencerkan dengan akuades. Penambahan reagent anthrone akan membantu perhitungan kadar glikogen melalui penghitungan absorbansi (Groff dan Gropper 2000). Prinsip metode O-Toluidin, O-Toluidin berkondensasi dengan gugus aldehida glukosa membentuk glikosilamin dan basa Schiff. Penataulangan dan reaksi lebih lanjut menghasilkan senyawa berwarna hijau kebiruan dengan puncak serapan pada panjang gelombang 630 nm (Burtis dan Ashwood 1994). Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh alat maka semakin tinggi pula kandungan glukosa yang terdapat di dalam serum tersebut. Penentuan glukosa dengan O-Toluidin dapat digunakan untuk bahan sampel yang dideproteinisasi maupun yang tidak dideproteinisasi.
Metode yang Digunakan dalam Praktikum
Praktikum mengenai pengaruh puasa terhadap kadar glukosa darah dan kandungan glikogen hati tikus diawali dengan pengambilan hati tikus. Setelah itu dilakukan pelumatan hati tikus. Tahap berikutnya ekstraksi glikogen, dilanjutkan dengan pengukuran kadar glukosa darah tikus. Penetapan ini dengan cara Folin Wu, protein dipisahkan terlebih dahulu dengan metode Folin Wu. Prinsip metode ini adalah protein akan mengendap pada penambahan asam tungstat. Setelah dilakukan pemisahan protein dengan metode Folin Wu, dilanjutkan dengan pengukuran kadar glukosa jaringan hati melalui pengukuran absorbansi larutan pada panjang gelombang 420 nm.
Nilai Normal Glikogen Hati Puasa dan Tidak Puasa
Selama puasa, sewaktu kadar glukosa darah menurun, kadar insulin menurun dan kadar glukagon meningkat. Perubahan hormon-hormon ini menyebabkan hati menguraikan glikogen melalui proses glikogenolisis dan
membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis sehingga kadar glukosa darah dapat dipertahankan. Proses glikogenolisis menyebabkan penurunan kadar glikogen dalam hati maupun otot. Dengan demikian, kadar glikogen hati saat puasa lebih sedikit dibandingkan tidak puasa (Marks 2012).
Fungsi Pereaksi dan Perlakuan
Pada pembuatan ekstraksi glikogen, penambahan asam asetat berfungsi untuk mengendapkan protein. Pada pengukuran kadar glukosa jaringan hati, fungsi penambahan larutan HCl adalah untuk menghidrolisis glikogen sehingga membantu pada saat proses homogenisasi yang akhirnya kadar glikogen hati dapat ditentukan (Montgomery 1983). Sedangkan, penambahan NaOH berfungsi untuk menetralkan larutan.
Pada pembuatan filtrat darah bebas protein dengan metode Folin Wu, penambahan akuades bertujuan untuk mengencerkan darah agar darah tidak menggumpal. Sementara penambahan Na tungstat bertujuan mengendapkan protein yang terlarut dalam air, dan H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan protein oleh Na tungstat.
Pada pengukuran kadar glukosa, adanya penambahan tembaga alkalis, ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O (kuprooksida). Selanjutnya masing-masing larutan dipanaskan selama 8 menit dalam air 100 0C kemudian didinginkan dalam air es selama 3 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk menambah laju reaksi Cu2O, sementara pendinginan dimaksudkan untuk menghentikan laju reaksi dari Cu2O itu sendiri. Penambahan pereaksi fosfomolibdat akan melarutkan Cu2O dan warna larutan menjadi biru tua, karena ada oksida Mo. Dengan demikian, banyaknya Cu2O yang terbentuk berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah. Filtrat yang berwarna biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo dapat diukur kadar glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Poedjiadji 1994).
Aplikasi Praktikum di Bidang Gizi
Pengetahuan tentang kadar glukosa dan glikogen di dalam hati sangat penting terutama dalam bidang gizi olahraga. Produksi adenosine triphosphate (ATP) selama kerja otot yang intensif tergantung dari ketersediaan glikogen otot dan glukosa darah. Glikogen merupakan polisakarida dari glukosa yang bertindak kurang lebih sebagai penyimpanan energi. Glikogen biasanya ditemukan di dalam otot, hati dan sampai batas tertentu ada di dalam darah. Jaringan otot merupakan simpanan glikogen yang utama (400 g; 6,7 MJ), kemudian hati (70 g; 1,2 MJ) dan glukosa darah (2,5 g; 342 kJ). Jumlah ini dapat bervariasi di antara individu, dan tergantung faktor seperti intake atau asupan makanan. Walaupun karbohidrat bukan satu-satunya sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot untuk aktifitas fisik yang tinggi. Ketika tubuh memerlukan energi maka glikogen akan diubah ke dalam bentuk glukosa yang merupakan
sumber energi baik untuk otot maupun otak. Aplikasi dalam bidang gizi tentang pengetahuan glikogen ini bisa digunakan untuk pemberian diet yang baik dan seimbang terutama dalam bidang gizi olahraga terutama untuk atlet agar memiliki kinerja otot dan otak yang baik serta memengaruhi daya tahan serta penampilan atlet (Direktorat Bina Gizi Masyarakat 1997).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum uji pengaruh puasa terhadap kadar glukosa darah dan kandungan glikogen hati tikus dilaksanakan dimulai pada hari Selasa, 26 Maret 2013 hingga Selasa, 16 April 2013 pukul 15.00-18.00 WIB. Praktikum ini bertempat di Laboratorium Metabolisme Zat Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain perangkat bedah tikus, pelumat jaringan (blender atau mortar), spektrofotometer, labu Erlenmeyer 125 ml, kertas whatman, corong, pipet Mohr, bulb, pipet tetes, tabung reaksi, dan penangas. Sedangkan bahan yang digunakan adalah hati tikus, larutan NaCl 0,9 g/dl, etanol absolute, HCl pekat, larutan NaOH, larutan asam asetat 10%, darah, akuades, larutan Na-tungstat 10%, larutan asam sulfat (H2SO4) 2/3 N, sel darah merah (SDM) bebas protein, larutan jaringan hati, standar glukosa, pereaksi tembaga alkalis, dan asam fosfomolibdat.
Prosedur Kerja
Praktikum untuk mengetahui pengaruh puasa terhadap kadar glukosa darah dan kandungan glikogen hati tikus ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut. 1. Pengambilan hati tikus
Sampel uji adalah tikus yang baru diambil. Berikut cara pengambilan hati tikus.
X
Disiapkan tikus dan dimatikan
Ditelentangkan di atas papan gabus
X
Gambar 1 Bagan proses pengambilan hati tikus
Direntangkan keempat kaki tikus
Difiksasi ke papan operasi menggunakan jarum pentul
Dibasahi permukaan perut dengan alkohol
Dinding perut dijepit di daerah median dengan pinset
Digunting dengan arah melintang
Digunting peritonium sejauh-jauhnya, pengguntingan ke arah tulang dada sampai diafragma
Digunting diafragma kearah belakang
Dilepaskan hati dan jaringan sekitarnya secara tumpul
Dilepaskan hati dari diafragma
Ditempatkan hati dalam NaCl 0.9 g/dl pada suhu 4oC
Ditetesi jantung dengan heparin, digunting bagian apeksnya
Darah diambil dari rongga dada dengan pipet pasteur
Ditampung dalam tabung reaksi
2. Pelumatan Hati Hati tikus yang telah diambil kemudian dilumatkan. Berikut adalah proses pelumatan hati tikus.
Gambar 2 Bagan proses pelumatan hati
3. Ekstraksi Glikogen Hati yang dilumatkan akan dibuat ekstrak glikogen. Berikut cara pembuatan ekstrak glikogen hati tikus.
X
Dikeluarkan tikus dari larutan NaCl 0.9 g/dl dingin
Dikeringkan di antara dua kertas saring
Dikumpulkan masing-masing kelompok
Ditimbang
Dilakukan pelumatan hati pada masing-masing kelompok
Ditimbang
Dilumatkan kembali
Ditambahkan 100 ml akuades
Dimasukkan lumatan hati dalam kaserol
Dipanaskan
Ditambahkan 5 ml asam asetat
Dididihkan sambil diaduk, disaring
X
Gambar 3 Bagan proses ekstraksi glikogen
4. Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus Pengukuran kadar glukosa darah itu ditetapkan dengan menggunakan metode Folin Wu. 5. Pengukuran Kadar Glukosa Jaringan Hati
Jaringan hati yang telah diambil dari tikus diukur kadar glukosanya. Berikut adalah cara pengukuran kadar glukosa jaringan hati tikus.
Gambar 4 Bagan proses pengukuran kadar glukosa jaringan hati
Ditampung dalam gelas ukur
Ditambahkan filtrate alkohol 95%, setelah dingin
Disimpan sampai praktikum berikutnya
Endapan glikogen dipisahkan (disaring)
Dipindahkan ke dalam gelas kimia 50 ml
Ditambahkan 10 ml akuades dan 10 tetes HCl pekat
Dicampurkan
Dinetralkan dengan menggunakan NaOH
Dipindahkan ke labu ukur 10 ml lalu ditera
Ditetapkan kadar glukosa dengan Folin Wu
6. Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein Pembuatan filtrat darah bebas protein ini digunakan dengan menggunakan metode Folin Wu. Berikut adalah cara pembuatan filtrat darah bebas protein.
Gambar 5 Bagan proses pembuatan filtrat darah bebas protein
7. Pengukuran Kadar Glukosa Pengukuran kadar glukosa ini digunakan untuk mengetahui nilai kadar
glukosa yang terkandung dalam sampel. Pada praktikum ini digunakan penentuan kadar glukosa dengan metode Folin Wu. Berikut adalah cara pengukuran kadar glukosa.
Dipipetkan 7 ml akuades ke dalam Erlenmeyer
Ditambahkan 1 ml darah
Ditambahkan 1 ml larutan Na-tungstat 10%
Labu digoyangkan perlahan
Dicampurkan
Ditetesi 1 ml larutan H2SO4 2/3 N setetes demi setetes
Ditutup Labu Erlenmeyer
Digoyangkan labu
Didiamkan selama 10 menit
Disaring larutan dengan menggunakan kertas saring
Diperiksa kadar glukosa
X
Larutan 1 (Hati puasa)
2 (Hati tidak
puasa)
3 (SDM puasa)
4 (SDM tidak
puasa) 5 (Blanko) 6
(Standar)
Larutan hati puasa 2 ml - - - - -
Larutan hati tidak puasa - 2 ml - - - -
SDM puasa - - 2 ml - - -
SDM tidak puasa
- - - 2 ml - -
Standar glukosa - - - - - 2 ml
Akuades - - - - 2 ml -
Pereaksi tembaga alkalis 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml
Larutan 1 (Hati puasa)
2 ( Hati tidak
puasa)
3 (SDM puasa)
4 (SDM tidak
puasa) 5 (Blanko) 6
(Standar)
Asam fosfomolibdat 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml
Disediakan 6 tabung
Dipipetkan
Dicampurkan dengan baik
Dimasukkan ke dalam penangas selama 8 menit
Didinginkan dalam es selama 3 menit
X
Gambar 6 Bagan proses pengukuran kadar glukosa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jaringan di dalam tubuh seperti otak dan sel darah merah bergantung pada glukosa untuk memperoleh energi. Sebagian besar jaringan juga memerlukan glukosa untuk fungsi lain dalam jangka panjang, misalnya membentuk gugus ribosa pada nukleotida atau bagian karbohidrat pada glikoprotein. Oleh karena itu, agar dapat bertahan hidup, manusia harus memiliki mekanisme untuk memelihara kadar gula darah. Setelah memakan makanan yang mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat. Sebagian glukosa dalam makanan disimpan dalam hati sebagai glikogen. Setelah 2 atau 3 jam berpuasa, glikogen ini mulai diuraikan oleh proses glikogenolisis dan glukosa yang terbentuk dibebaskan ke dalam darah. Gula (glukosa) darah merupakan kadar gula yang terdapat dalam darah baik itu berasal dari proses metabolisme makanan yang mengandung karbohidrat maupun hasil rombakan dari zat lain seperti glikogen (Marks 2012). Kadar glukosa darah dipertahankan tidak saja selama puasa tetapi juga sewaktu berolahraga saat sel otot menyerap glukosa dari darah dan mengoksidasinya untuk memperoleh energi. Selama berolahraga, hati memasok glukosa ke dalam darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Kadar glukosa darah senantiasa dipertahankan karena glukosa darah memiliki fungsi penting bagi tubuh salah satunya untuk menghasilkan energi untuk melakukan aktivitas (Marks 2012). Praktikum yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh puasa terhadap kadar glukosa darah dan kandungan glikogen hati pada tikus, dalam keadaan puasa, kadar glikogen hati akan berkurang karena mengalami
Dicampurkan dengan baik
Didiamkan 3 menit
Dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml
Ditera hingga 25 ml
Dibaca absorbansi pada panjang gelombang 420 nm
pemecahan (glikogenolisis) untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Kandungan glikogen hati diukur secara tidak langsung dengan menetapkan kadar glukosa yang berasal dari hasil hidrolisis glikogen hati.
Pengukuran kadar glukosa darah pada sampel akan dilakukan dengan cara folin wu. Prinsip metode ini adalah protein akan mengendap pada penambahan asam tungstat. Pada awalnya, darah diambil dari tubuh sampel yang telah dimatikan kemudian dilakukan pemisahan protein. Pemisahan protein darah sampel ini dilakukan dengan cara menambahkan akuades ke dalam darah sampel di dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan larutan Na tungstat 10%. Penambahan Na tungstat bertujuan mengendapkan protein yang terlarut dalam air (Poedjiadji 1994). Selanjutnya, larutan ditambahkan dengan larutan H2SO4 2/3 N secara perlahan – lahan tetes demi tetes. Penambahan H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pengendapan protein oleh Na tungstat. Selanjutnya, labu Erlenmeyer digoyang dan didiamkan selama 10 menit. Larutan disaring hingga menghasilkan filtrat jernih.
Filtrat jernih yang dihasilkan ditambahkan pereaksi tembaga alkalis (Cu2O) sebanyak dan dicampurkan dengan menggoyang-goyangkan tabung. Ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O (kuprooksida). Selanjutnya masing-masing larutan dipanaskan selama 8 menit dalam air 1000C kemudian didinginkan dalam air es selama 3 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk menambah laju reaksi Cu2O, sementara pendinginan dimaksudkan untuk menghentikan laju reaksi dari Cu2O itu sendiri (Poedjiadji 1994). Selanjutnya dilakukan penambahan pereaksi fosfomolibdat. Pereaksi ini akan melarutkan Cu2O dan warna larutan menjadi biru tua, karena ada oksida Mo. Dengan demikian, banyaknya Cu2O yang terbentuk berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah. Filtrat yang berwarna biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo dapat diukur kadar glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Poedjiadji 1994).
Nilai absorbansi yang didapatkan, selanjutnya dikonversi dengan secara matematis untuk mendapatkan nilai kadar glukosa darah dari tiap sampel pada tiap perlakuan. Cara perhitungan dapat dilihat pada bagian lampiran dari laporan ini. Hasil perhitungan dari kadar glukosa darah pada tikus yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Hasil perhitungan kadar glukosa darah Perlakuan Kadar glukosa darah
Puasa (sampel 1) 59,72 Puasa (sampel 2) 90,28 Tidak puasa (sampel 1) 67,21 Tidak puasa (sampel 2) 56,38
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa kadar glukosa darah pada tikus 1
yang sedang berpuasa adalah sebear 59,72 mg/dl. Sedangkan pada tikus 2 yang sedang berpuasa nilai kadar glukosa darah adalah sebesar 90,28 mg/dl. Selanjutnya pada tikus 1 yang tidak berpuasa, kadar glukosa darah yang diperoleh adalah sebesar 67,21 mg/dl dan pada tikus 2 yang tidak berpuasa adalah sebesar 56,38 mg/dl. Pada sampel 1, hasil praktikum yang diperoleh telah sesuai dengan
literatur (Murray RK et al. 2003) di mana pada saat berpuasa, glukosa yang diperoleh dari asupan makanan tidak memenuhi kebutuhan tubuh sedangkan pada keadaan tidak berpuasa kebutuhan glukosa dapat diperoleh dari asupan makanan sehingga nilai glukosa darah pada saat berpuasa akan lebih kecil jika dibandingkan pada saat tidak berpuasa. Pada keadaan berpuasa, kekurangan glukosa dapat diminimalisasi dengan cara perombakan glikogen atau cadangan glukosa dalam hati menjadi glukosa yang dinamakan proses glikogenolisis. Namun, lama-kelamaan cadangan karbohidrat di hati akan menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang cukup (hipoglikemia). Namun hasil yang tidak sesuai terdapat pada tikus 2, di mana nilai glukosa darah pada saat berpuasa jauh melebihi kadar glukosa pada saat tidak berpuasa. Diduga telah terjadi kesalahan pada saat pengerjaan prosedur praktikum ini yang disebabkan karena kurangnya ketelitian yang dilakukan oleh praktikan, sehingga hasil yang diperoleh berbeda dan tidak sesuai dengan yang tercantum pada literatur.
Percobaan selanjutnya adalah melakukan pengukuran kadar glikogen pada hati tikus yang mendapat perlakuan puasa dan tidak berpuasa. Hati memiliki peranan penting dalam penyimpanan cadangan glukosa. Sebagian glukosa yang diserap dari usus akan disimpan di dalam hati (liver). Pada saat tubuh tidak mendapatkan makanan (puasa), hati akan melepaskan kembali cadangan glukosa yang tersimpan (Pudjiadi 1994). Pengukuran kadar glukosa hati dilakukan dengan membandingkan glukosa hati pada tikus yang dilakukan perlakuan puasa dengan tidak puasa. Praktikum pengukuran kadar glikogen pada hati tikus ini dilakukan selama 2 minggu. Tahap awal dari percobaan ini sama dengan percobaan pengukuran kadar glukosa darah pada tikus.
Hati tikus diambil kemudian dimasukkan pada tabung yang berisi larutan NaCl 0,9 g/dl. Setelah itu, hati dikeluarkan kembali untuk selanjutnya dilumatkan dengan cara hati dikeluarkan dari larutan NaCl, kemudian dikeringkan di antara kertas saring, lalu ditimbang. Setelah mengetahui berapa berat dari hati, kemudian hati dilumatkan kemudian ditambahkan akuades 100 ml. Penambahan akuades ini bertujuan untuk melarutkan/mengencerkan hati tikus sehingga bisa dilakukan ekstraksi. Pada proses pengekstraksian ini, larutan ini dimasukkan ke dalam kaserol. Selanjutnya dipanaskan dan ditambahkan asam asetat. Setelah itu dididihkan kembali sambil diaduk. Setelah mendidih, larutan disaring kemudian dilarutkan dengan alkohol 95%. Setelah itu, ekstraksi larutan ini disimpan selama lebih kurang 1 minggu. Setelah satu minggu, ekstraksi disaring. Kemudian ditambahkan 10 ml akuades dan 10 tetes HCl pekat. Penambahan larutan HCl adalah untuk menghidrolisis glikogen sehingga membantu pada saat proses homogenisasi (Montgomery 1983). Selanjutnya didihkan selama 10 menit dan didinginkan. Setelah itu, dinetralkan kembali dengan NaOH. Untuk mengetahui, apakah larutan/filtrat sudah netral atau belum, digunakan pH meter. Setelah netral, larutan ditera dengan akuades.
Filtrat selanjutnya ditambahkan pereaksi tembaga alkalis (Cu2O) sebanyak dan dicampurkan dengan menggoyang-goyangkan tabung. Ion kupri akan direduksi oleh gula menjadi kupro dan mengendap sebagai Cu2O (kuprooksida). Selanjutnya, sama seperti pada percobaan pengukuran kadar glukosa darah pada tikus, masing-masing larutan dipanaskan selama 8 menit dalam air 1000C kemudian didinginkan dalam air es selama 3 menit. Pemanasan
ini berfungsi untuk menambah laju reaksi Cu2O, sementara pendinginan dimaksudkan untuk menghentikan laju reaksi dari Cu2O itu sendiri (Poedjiadji 1994). Selanjutnya dilakukan penambahan pereaksi fosfomolibdat. Peraeksi ini akan melarutkan Cu2O dan warna larutan menjadi biru tua, karena ada oksida Mo. Dengan demikian, banyaknya Cu2O yang terbentuk berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah. Filtrat yang berwarna biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo dapat diukur kadar glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Poedjiadji 1994).
Hasil perhitungan kadar glikogen hati tikus yang mendapat perlakukan puasa maupun tidak puasa dapat dilihat pada tabel berikut ini,
Tabel 2 Hasil perhitungan kadar glikogen hati tikus Perlakuan Kadar glikogen hati Puasa (sampel 1) 0,009 Puasa (sampel 2) 0,018 Tidak puasa (sampel1) 0,012 Tidak puasa (sampel 2) 0,015
Berdasarkan tabel hasil perhitungan terhadap kadar glikogen hati
memberikan hasil di mana nilai kadar glikogen hati pada tikus yang mendapat perlakukan puasa masing-masing sampel adalah sebesar 0,009 (mg/dl)/gr hati dan 0,018 (mg/dl)/gr hati sedangkan pada tikus yang mendapat perlakukan tidak puasa, hasil perhitungan kadar glikogen hati oleh tikus 1 dan tikus 2 masing masing sebesar 0,012 (mg/dl)/gr hati dan 0,015 (mg/dl)/gr hati. Hasil ini menunjukkan bahwa pada tikus 1 kadar glikogen pada hati tikus yang tidak puasa lebih besar dibanding kadar tikus yang mendapat perlakuan puasa. Selanjutnya pada tikus 2, kadar glikogen hati tikus yang mendapat perlakuan tidak puasa lebih kecil dibandingkan dengan kadar tikus yang puasa.
Menurut Prijanti (2008), kadar glukosa di dalam hati pada saat puasa akan lebih sedikit dibandingkan saat tidak puasa Cadangan glikogen dalam hati akan digunakan ketika keadaan lapar, hal ini dikarenakan dalam keadaan puasa glikogen di hati dipecah melalui proses glikogenolisis menjadi glukosa yang langsung ditransfer ke darah. Glikogen yang dipecah akan menyebabkan glukosa di hati menjadi lebih sedikit (Prijanti 2008). Kesalahan hasil perhitungan kadar glukosa diduga disebabkan kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan prosedur kerja sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang didapat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tubuh akan berusaha mempertahankan jumlah/kadar glukosa yang terkandung di dalam darah. Keadaan puasa, di mana intik glukosa berkurang/tidak ada, tubuh akan memecah glikogen dalam hati untuk diubah menjadi glukosa. Sehingga pada keadaan puasa, kadar glikogen dalam hati akan lebih rendah, dibandingkan pada saat tidak berpuasa. Begitu juga pada glukosa darah. Pada saat berpuasa, kadar glukosa darah akan menurun, sehingga nilainya akan lebih kecil dibandingkan dengan kadar glukosa pada saat tidak berpuasa.
Saran
Saran yang praktikan berikan pada praktikum kali ini adalah agar masing -masing praktikan dapat melakukan setiap prosedur percobaan secara mandiri. Sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai praktikum ini
DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit UI-Press
Badan POM. 2005. Berita aktual: Mengenal beberapa tanaman yang digunakan sebagai antidiabetika. http://www.pom.go.id/public/berita_aktual/ detail.asp?id=74&qs_menuid=2 (19 April 2013).
Burtis CA dan Ashwood. 1994. Tietz Textboook of Clinical Chemistry 2nd Edn., Saunders, Philadelphia, pp: 1002-1093.
Dalimartha S. 1997. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat.1997. Gizi Olahraga untuk Prestasi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI
Groff JL dan Gropper. 2000. Advanced Nutrition and Human Metabolism 3 Ed. USA: Wadsworth-Thomson Learning.
Marks DB, Allan DM dan Collen MS. 2012. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.
Mathur R & Shiel WC. 2003. Diabetes mellitus. http://www.medicinenet.com/ diabetes mellitus/article.htm (19 April 2013).
Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1983. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus-Kasus Jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Gajah Mada University Press
Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1983. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus-Kasus Jilid 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Poedjiadji A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
LAMPIRAN
Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1 Hasil pengukuran kadar glukosa darah Perlakuan Nilai Absorbansi
Blanko 0.612 Standar 1.106
Tidak Puasa 1 1.276 Tidak Puasa 2 1.169
Puasa 1 1.202 Puasa 2 1.504
Tabel 2 Hasil pengukuran kadar glikogen hati
Perlakuan Nilai Absorbansi Tidak Puasa 1 1.202 Tidak Puasa 2 1.341
Puasa 1 0.890 Puasa 2 1.192
Contoh Perhitungan
1. Kadar Darah
Kadar darah =
Sampel: Tidak Puasa 1
Kadar darah = = 67.21 mg/dl
2. Kadar Hati