45 t triwul t 215 1 · desain artistik/tata letak : basuki rahmat fotografer : taufik arsaf, dian...
TRANSCRIPT
NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 1
2 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 3
DEWAN PEMBINA : Moch. Jasin
DEWAN REDAKSI : Hilmi Muhammadiyah, Abdullah, Maman Saepulloh,
Mukhlis, Rojikin
PENANGGUNG JAWAB : Mohammad Fahri
REDAKTUR : Nurul Badruttamam, Ali Machzumi, Fajar Harnanto
PENYUNTING : Muh. Mumtahin Balya Hulaimy, Zulfa Hanum
DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat
FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady
SEKRETARIAT :Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah
Azis Muslim, M. Agus Choliq
ALAMAT REDAKSI : Gedung Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI,
Subbag Ortala Lantai II, Ruang Dapur Reformasi Birokrasi, Jalan RS. Fatmawati No. 33-A Cipete
PO BOX 3867 Jakarta Selatan
TELEPON : (021)75916038, 7591853, 7691849 FAX : 021-7692112
PONSEL : 081932499551, 081398894955 WEBSITE : www.itjen.kemenag.go.id
EMAIL: fokuspengawasan. [email protected]
TIM ITJEN KEMENAG dalam setiap peliputan selalu dilengkapi kartu identitas.
REDAKSI Dari Redaksi
Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 merumuskan 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi, yang dikelompokkan sebagai kerugian keuangan Negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pe-merasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Di Indonesia dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang merupakan ren-cana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang di-setujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Anggaran APBN ibarat “kue” yang siap dibagikan kepada K/L/D/I. Hal ini tentunya menjadi hal riskan yang perlu ekstra pengawasan dalam pelaksanaannya. Sebab “kue” ini bukan nominal yang kecil. Secara definitif dari lingkup keuangan negara dijelaskan dalam Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 APBN berasal dari pungutan pa-jak, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; kekayaan pihak lain yang di-peroleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. K/L/D/I berhak atas pembagian dana ini atas nama pembangunan.
Dalam lingkup kementerian, mendapat porsi cukup besar. Hal ini tentu harus diserap dan dikelola den-gan baik. Sebab, kementerian adalah sebuah organisasi yang menyokong pembangunan yang bersinggungan langsung dengan pemerintah. Oleh
sebab itu, dana yang sudah digelontor-kan untuk masing-masing kementerian harus segera diberdayakan dan dike-lola dengan baik. Pemberdayaan dan pengelolaan itu lazim dikenal dengan nama “serapan anggaran”. Dana yang sudah diparsialkan ke masing-masing kementerian harus segera diserap dan dikelola dengan, jika penyerapan lam-bat maka kementerian akan menjadi sulit bergerak dan tidak bisa men-jalankan tugas fungsinya. Akibatnya, akan menghambat hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, penyerapan anggaran harus dioptimalkan, dengan catatan harus diawasi dengan ketat dan komprehensif.
Kementerian wajib mempercepat penyerapan anggaran agar tidak ada lagi alasan keterlambatan agenda pembangunan yang diakibatkan ter-
lambatnya penyerapan. Bahkan lebih buruknya, di akhir tahun anggaran penyerapan dilakukan namun tidak op-timal. Hasilnya, penyerapan anggaran menjadi tidak tepat guna bahkan ber-indikasi disimpangkan (dikorupsi). Hal ini tentunya menjadi hal yang dilema-tis, namun dalam prinsipnya bukan menjadi penghambat bila semua ele-men menjalankan prinsip serapan ang-garan yang transparan, tepat guna dan akuntabel. Hal inilah yang ingin dijadi-kan sorotan dari redaksi, bahwasannya perihal serapan anggaran khususnya di kementerian harus berjalan lancar, cepat, dan efiseien, namun tetap harus mengutamakan akuntabilitas. Posisi APIP dan lembaga pengawasan lainnya harus cekatan dan cermat mengawal proses serapan anggaran tersebut. Selamat membaca.
Kementerian wajib mempercepat
penyerapan anggaran agar tidak ada lagi
alasan keterlambatan agenda pembangunan
yang diakibatkan terlambatnya penyerapan.
PETAKAPENYUSUPAN
ANGGARAN
Kementerian Agama Mendukung Penuh
Gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)
Sebagai Usaha Mewujudkan Revolusi Mental Menuju
Indonesia Bebas Dari Korupsi
4 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 5
DAFTAR ISIDAFTAR ISI
COVER STORY
PENYUSUPAN ANGGARAN & LEMAHNYA PENGAWASAN
HADI RAHMAN : SOSOK BERSAHAJA NAN BERINTEGRITAS
IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA
MENGUAK TABIR ANGGARAN
BEKERJA ITU WAJIBSEHAT ITU HARUS
HAB DAN REFLEKSI PROFESIONALITAS KINERJA PEGAWAI
Pertanggungjawaban keuangan negara sesuai amanat UU yang terejawantahkan dalam APBN/
APBD harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efek-tif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Salah satu problematika penyusupan anggaran yang sulit terditeksi ialah melakukan tindak korupsi atas nama efisiensi. Landasan hukum, penyu-sunan anggaran didasari oleh Pasal 23 UUD 1945 Amandemen Ke empat, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Un-dang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD
Korupsi atas nama efisiensi adalah suatu perbuatan yang dapat merugi-kan masyarakat, demi kepen tingan pribadi kemudian mengatasnamakan kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini seperti diungka-pkan oleh Dani Krisnawati sebagai berikut : “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”
APBN merupakan keuangan ne gara, maka sesuai dengan asas akun tabilitas yang berorientasi pada hasil dalam pengelolaan keuangan negara, setiap K/L wajib menyusun laporan per-tanggungjawaban realisasi anggaran belanja masing-masing.
Di antara etika kerja menurut Islam yang apabila diterapkan maka akan menghasilkan kinerja yang baik, yakni Kerja adalah Ibadah. orang yang mampu menjaga kehormatannya dalam bekerja terutama secara moral dan profesional,
Kesehatan merupakan salah satu nikmat yang luar biasa yang dikaruniakan Tuhan kepada kita. Dengan sehat kita bisa melakukan semua aktifitas, termasuk tentunya bekerja. Aktivitas karyawan, tentunya harus diimbangi dengan pola hidup yang lebih sehat, agar kondisi tubuh selalu prima.
Dahulu memang ada anggapan bahwa staf khusus adalah “proyek balas budi”. Namun Hadi berpendapat, dirinya bersedia ditunjuk di jabatan ini tak lain hanya untuk mengabdikan dirinya pada negeri.
Persoalan muncul, manakala birokrasi tidak mampu menjadi mesin penyejahtera dan pengatur keselarasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Atau birokrasi tidak menjalani peran pelayanan, melainkan justru menjadi beban bagi masyarakat.
Hal 6 - 20
Hal 18-20
Hal 12-13
54-57
62-63 75-78
25-29
NALAR RELIGIUSANTIKORUPSIKitabkitab suci banyak dikaji. Tafsirtafsir klasik dan kontemporer dibukukan sehingga tersebar ajaran kebajikan yang dituahkan agama. Dari segala hal yang terkait ajaran agama tersebut, tidak satu pun yang memerintahkan umatnya untuk mengambil hak milik orang lain secara zalim.
68-69
ROMO EDY : TAK ADA SATUPUN AGAMA YANG MENDUKUNG KORUPSI
Santo Paulus menyatakan dengan sangat jelas bahwa akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari Iman dan menyiksa dirinya dengan berbagaibagai duka.
58-61
SURAT PEMBACARedaksi menerima surat anda berupa saran, kritik dan karya pembaca semua untuk di muat di Majalah FOKUS Pengawasan ini. layangkan surat anda ke Redaksi melalui email ke : [email protected] Mohon sertakan identitas lengkap dan alamat anda.
Melaporkan Gratifikasi
Redaksi yang terhormat, Apa yang harus saya lakukan bila tidak dapat menolak gratifikasi sehingga harus menerimanya. Apa saja yang harus saya siapkan untuk melaporkan gratifikasi tersebut? Terima kasih.
Jafar, Jakarta
Jawaban: Langkah terbaik jika anda dapat mengidentifikasi motif pemberian yang merupakan gratifi-kasi adalah menolak gratifikasi terse-but secara santun, sehingga sedapat mungkin tidak menyinggung per-asaan pemberi. Namun, jika keadaan memaksa menerima gratifikasi terse-but, maka sebaiknya gratifikasi yang diterima segera dilaporkan ke KPK melalui Unit Pengendali Gratifikasi
Cara Mendapatkan Password LHKASN
Redaksi yang terhormat, sesuai dengan Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 1 Tahun 2015 seluruh ASN memiliki kewajiban menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) kepada pimpinan instansi masing-masing melalui aplikasi online di siharka.menpan.go.id. Untuk bisa masuk ke sistem ini diminta username dan password. Bagaimana cara mendapatkan username dan password tersebut?
(UPG) Kementerian Agama dengan alamat JL. RS Fatmawati No. 33A Jakarta Selatan. Telp. 021 75916038, 7697853, 7691849. Fax. 021 7692112.
Laporan Gratifikasi menurut PMA No 24 Tahun 2015 paling sedikit memuat:
• Identitas pelapor terdiri atas nama lengkap, Nomor Induk Pegawai, jabatan, unit kerja, email, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
• Bentuk dan jenis praktik gratifi-kasi yang telah dilakukan, yaitu penolakan, penerimaan, pembe-rian dan/atau atas permintaan;
• Bentuk dan jenis gratifikasi, yaitu spesifikasi wujud dari benda gratifikasi , misalnya uang dan
barang lainnya;
• Waktu dan/atau rentang waktu dan likasi dilakukannya praktek gratifikasi;
• Nama pihak/lembaga pemberi, penerima atau peminta gratifi-kasi;
• Nilai/perkiraan nilai materiil dari gratifikasi;
• Dokumen kelengkapan pendu-kung lainnya.
Penerima gratifikasi wajib melapor-kan kepada UPG dalam waktu pal-ing lama 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima gratifikasi.
Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat.
Rina, Wonosobo
Jawaban: Username menggunakan NIP masing-masing pegawai. Se-dangkan password bisa didapatkan dengan cara mengajukan usulan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Pengajuan ini dikoordinir oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama. Data yang harus dilengkapi untuk pengajuan password adalah sebagai berikut:
• NIP baru dengan 18 digit angka• Nama Lengkap pegawai• Gelar depan (tidak wajib)• Gelar belakang (tidak wajib)• Golongan Eselon yang hanya
dapat diisi dengan daftar Eselo-nisasi: I/a, I/b, II/a, II/b, III/a, III/b, IV/a, IV/b, V/a, V/b, STAF/FUNGSIONAL UMUM, STAF/FUNGSIONAL TERTENTU AHLI, STAF/FUNGSIONAL TERTENTU TERAMPIL
• Jabatan
• Unit kerja yang diisi dengan Kankemenag kota/kabupaten
• Email ASN yang masih aktif
Pengajuan yang disampaikan oleh Kanwilkemenag ke Inspektorat Jen-deral akan diteruskan ke Kementerian PAN dan RB untuk memperoleh pass-word. Password dari Kementerian PAN dan RB dikirim ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama kemu-dian diteruskan ke Kanwilkemenag untuk dibagikan ke setiap pegawai. Dengan password tersebut, pegawai dapat membuka aplikasi dan mengisi laporan harta kekayaan ASN. Untuk lebih jelas, bisa mengirim email ke [email protected] atau menghubungi hot line/call center LHKASN di nomor: 081318227762, 085780121394, 087876038332.
F KUS UTAMA
MENDEKAT Mengenal Lebih Dekat
Sekitar Kita REFLEKSI
6 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 7
F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran
Tantangan utama pengelo
laan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara adalah
terbatasnya ruang ge rak kapasitas
fiskal akibat dari terbatasnya sumber
pendanaan, sehingga menambah
kompleksitas pemilihan prioritas
pembangunan nasional. Untuk men
jawab tantangan tersebut, diterapkan
kebijakan penganggaran dengan
meningkatkan kualitas belanja (Qual-
ity of Spending) melalui pemantapan
penerapan sistem penganggaran baru
sebagaimana diamanatkan dalam
UndangUndang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keua ngan Negara.
Dalam memperkuat penganggaran
berbasis Kinerja harus disertai dengan
penerapan penganggaran terpadu,
serta kerangka pengeluaran jangka
menengah.
Dinamika yang terus berkembang
dalam proses penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara berbasis Kinerja, menuntut
dilakukannya penyempurnaan terha
dap mekanisme dan landasan hukum
penyusunan RKAK/L, khususnya agar
dapat menampung tata cara penyusu
nan rencana kerja dan anggaran dari
Bagian Anggaran Bendahara Umum
Negara yang anggarannya lebih besar
daripada Bagian Anggaran Kementeri
an/Lembaga. Sehubungan dengan hal
tersebut perlu mengganti Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004
tentang Penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/
Lembaga. Halhal baru atau peruba
han mendasar dalam ketentuan pe
nyusunan RKAK/L yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. Penambahan ketentuan yang
mengatur tentang Bagian Ang
garan, baik Bagian Anggaran
Kementerian/Lembaga mau
pun Bagian Anggaran Benda
hara Umum Negara;
b. Penambahan ketentuan yang
mengatur tentang konsep
PROBLEMATIKASERAPAN
ANGGARAN BERBASIS KINERJA
OLEH : WAWAN SAEPUL BAHRIAUDITOR PADA INSPEKTORAT INVESTIGASI
Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja,
metode penganggaran yang digunakan adalah
metode tradisional atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini
tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih
dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja
atau pengeluaran
foto : Shutterstock.com
8 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 9
F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran
anggaran bergulir yang diter
jemahkan ke dalam dua jenis
atau kelompok kebijakan yang
meliputi kebijakan berjalan dan
Inisiatif baru;
c. Penyempurnaan proses sejak
awal penyusunan RKAK/L
sampai dengan disahkannya
dokumen pelaksanaan ang
garan;
d. Penambahan ketentuan yang
mengatur tentang perubahan
RKAK/L dalam pelaksanaan
APBN; dan
e. Penambahan ketentuan men
genai pengukuran dan evaluasi
Kinerja anggaran serta pen
yelenggaraan sistem informasi
yang terintegrasi.
Sebelum berlakunya sistem
Anggaran Berbasis Kinerja, metode
penganggaran yang digunakan adalah
metode tradisional atau item line
budget. Cara penyusunan anggaran ini
tidak didasarkan pada analisa rang
kaian kegiatan yang harus dihubung
kan dengan tujuan yang telah diten
tukan, namun lebih dititikberatkan
pada kebutuhan untuk belanja atau
pengeluaran, dan sistem pertang
gung jawabannya tidak diperiksa dan
diteliti apakah dana tersebut telah
digunakan secara efektif dan efisien.
Tolok ukur keberhasilan hanya ditun
jukkan dengan adanya keseimbangan
anggaran antara pendapatan dan
belanja, namun jika anggaran tersebut
defisit atau surplus berarti pelaksa
naan anggaran tersebut gagal. Dalam
perkembangannya, muncul sistema
tika anggaran kinerja yang diartikan
sebagai suatu bentuk anggaran yang
sumbernya dihubungkan dengan hasil
dari pelayanan.
Aspek utama budgeting reform
adalah perubahan dari pendekatan
anggaran tradisional ke pendekatan
baru yang dikenal dengan anggaran
kinerja. Anggaran tradisional didomi
nasi dengan penyusunan anggaran
yang bersifat line-item dan incre-
mentism yaitu proses penyusunan
anggaran yang hanya mendasarkan
pada besarnya realisasi anggaran ta
hun sebelumnya, akibatnya tidak ada
perubahan mendasar atas anggaran
baru. Anggaran kinerja merupakan
sistem penyusunan dan pengelolaan
anggaran yang berorientasi pada
pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja
tersebut mencerminkan efisiensi dan
efektivitas pelayanan kepada publik
yang berorientasi kepada kepentin
gan publik.
Menurut Mardiasmo (2002)
“Performance budget pada dasarnya
adalah sistem penyusunan dan pen
golahan anggaran yang berorientasi
pada pencapaian hasil kerja atau kin
erja. Kinerja tersebut mencerminkan
efisiensi dan efektifitas pelayanan
publik, yang berarti berorientasi pada
kepentingan publik”. Selanjutnya Mar
diasmo (2002) menyatakan “Penger
tian efisiensi berhubungan erat
de ngan konsep produktifitas. Pen
gukuran efisiensi dilakukan dengan
menggunakan perbandingan antara
output yang dihasilkan terhadap in
put yang digunakan (cost of output)”.
Proses kegiatan operasional dapat di
katakan efisien apabila suatu produk
atau hasil kerja tertentu dapat dicapai
dengan penggunaan Sumber Daya
dan Dana yang serendahrendahnya
(spending well).
Siklus anggaran adalah masa atau
jangka waktu mulai saat anggaran
disusun sampai dengan saat perhi
tungan anggaran disahkan dengan
undangundang. Siklus anggaran ber
beda dengan tahun anggaran. Tahun
anggaran adalah masa satu tahun
untuk mempertanggungjawabkan
pelaksanaan anggaran atau waktu di
mana anggaran tersebut dipertang
gungjawabkan. Jelaslah, bahwa siklus
anggaran bisa mencakup tahun ang
garan atau melebihi tahun anggaran
karena pada dasarnya, berakhirnya
suatu siklus anggaran diakhiri dengan
perhitungan anggaran yang disahkan
oleh undangundang. Siklus anggaran
terdiri dari lima tahap:
1. Tahap penyusunan anggaran;
2. Tahap pengesahan anggaran;
3. Tahap pelaksanaan angga
ran;
4. Tahap pegawasan pelaksa
naan anggaran;
5. Tahap pengesahan perhitun
gan anggaran.
Untuk dapat menyusun Anggaran
Berbasis Kinerja (ABK) terlebih dahulu
harus disusun perencanaan strategik
(Renstra). Penyusunan Renstra dilaku
kan secara obyektif dan melibatkan
seluruh komponen yang ada di dalam
pemerintahan dan masyarakat. Agar
sistem dapat berjalan dengan baik
perlu ditetapkan beberapa hal yang
sangat menentukan yaitu standar
harga, tolok ukur kinerja dan Standar
Pelayanan Minimal yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang
undangan. Pengukuran kinerja (tolok
ukur) digunakan untuk menilai keber
hasilan atau kegagalan pelaksanaan
kegiatan/program/kebijakan sesuai
dengan sasaran dan tugas yang telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan
visi dan misi pemerintah pusat mau
pun daerah. Untuk melakukan suatu
pengukuran kinerja perlu ditetapkan
indikatorindikator terlebih dahulu
antara lain indikator masukan (input)
berupa dana, sumber daya manusia
dan metode kerja. Agar input dapat
diinformasikan dengan akurat dalam
Anggaran kinerja merupakan sistem
penyusunan dan pengelolaan anggaran
yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja
tersebut mencerminkan efisiensi dan efektivitas
pelayanan kepada publik yang berorientasi kepada
kepentingan publik.
““
“
“
Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) terlebih dahulu harus
disusun perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara
obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan
masyarakat.
foto : Shutterstock.com
Foto : Istockphoto.com | Olah foto : Basuki Rahmat
10 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 11
suatu anggaran, maka perlu dilakukan
penilaian terhadap kewajarannya.
Dalam menilai kewajaran input den
gan output yang dihasilkan, peran
Analisa Standar Biaya (ASB) sangat
diperlukan. ASB adalah penilaian ke
wajaran atas beban kerja dan biaya
yang digunakan untuk melaksanakan
suatu kegiatan.
Penganggaran merupakan ren
cana keuangan yang secara siste
matis menunjukan alokasi sumber
daya manusia, material, dan sumber
daya lainnya. Berbagai variasi dalam
sistem penganggaran pemerintah
dikembangkan untuk melayani ber
bagai tujuan termasuk pengendaalian
keuangan, rencana manajemen, pri
oritas dan penggunaan dana, serta
pertanggungjawaban kepada publik.
Penganggaran berbasis kinerja di
antaranya menjadi jawaban untuk
digunakan sebagai alat pengukuran
dan pertanggungjawaban kinerja
pemerintah.
Anggaran dengan pendekatan
kinerja merupakan suatu sistem ang
garan yang mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja atau output
dari perencanaan alokasi biaya atau
input yang ditetapkan. Anggaran
kinerja yang efektif lebih dari sebuah
objek anggaran program atau or
ganisasi dengan outcome yang telah
diantisipasi. Hal ini akan menjelaskan
hubungan biaya dengan hasil (result).
Ini merupakan kunci dalam penan
ganan program secara efektif. Seb
agai variasi antara perencanaan dan
kejadian sebenarnya, manajer dapat
menentukan input-input resource dan
bagaimana inputinput tersebut
berhubungan dengan outcome untuk
menentukan efektivitas dan efisiensi
program.
Menurut Mardiasmo (2002)
pendekatan anggaran berbasis kinerja
disusun untuk mengatasi berbagai
kelemahan yang terdapat dalam
anggaran tradisional, khususnya
kelemahan yang disebabakan oleh
F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran
tidak adanya tolak ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja
dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan publik. Anggaran dengan
pendekatan kinerja sangat menekank
an konsep value for money dan pen
gawasan atas kinerja output.
Pendekatan ini juga menguta
makan mekanisme penentuan dan
pembuatan prioritas tujuan serta
pendekatan yang sistimatis dan ra
sional dalam proses pengambilan
keputusan. Anggaran berbasis kinerja
didasarkan pada tujuan dan sasaran
kinerja. Oleh karena itu anggaran di
gunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Penilaian anggaran berbasis
kinerja didasarkan pada pelaksanaan
value for money dan efektifitas ang
garan. Pendekatan ini cenderung
menolak pandangan tradisional yang
me nganggap bahwa tanpa adanya
arahan dan campur tangan, pemerin
tah akan menyalagunakan kedudukan
mereka dan cenderung boros (over
spending).
Menurut pendekatan anggaran
berbasis kinerja, dominasi pemerin
tah akan dapat diawasi dan diken
dalikan melalui penerapan internal
cost awareness, audit keuangan dan
audit kinerja, serta evaluasi kinerja
eksternal. Selain didorong untuk
menggunakan dana secara ekonomis,
pemerintah juga dituntut untuk mam
pu mencapai tujuan yang ditetapkan.
Oleh karena itu, agar dapat mencapai
tujuan tersebut maka diperlukan
adanya program dan tolak ukur se
bagai standar kinerja.
Sistem anggaran berbasis kinerja
pada dasarnya merupakan sistem
yang mencakup kegiatan penyusu
nan program dan tolak ukur kinerja
sebagai instrumen untuk mencapai
tujuan dan sasaran program.
Kegagalan target penyerapan
anggaran memang akan berakibat
hilangnya manfaat belanja. Karena
dana yang telah dialokasikan ternyata
tidak semuanya dapat dimanfaatkan
yang berarti terjadi iddle money.
Padahal apabila pengalokasian ang
garan efisien, maka keterbatasan
sumber dana yang dimiliki negara
dapat dioptimalkan untuk men
danai kegiatan strategis. Dalam
konsep dasar ilmu ekonomi, basic
problem yang dihadapi oleh manusia
adalah keterbatasan sumber dana
sebagai alat pemenuhan kebutuhan
yang dihadapkan pada kebutuhan
yang jumlahnya tak terbatas. Basic
problem ini juga dihadapi oleh suatu
negara termasuk Indonesia. Sumber
sumber penerimaan negara yang
terbatas, dihadapkan pada kebutuhan
masyarakat yang tidak terbatas,
mengharuskan Pemerintah menyusun
prioritas kegiatan dan pengalokasian
anggaran yang efektif dan efisien.
Oleh sebab itu, ketika penyerapan
anggaran gagal memenuhi target,
berarti telah terjadi infesiensi
dan inefektivitas pengalokasian
anggaran. Namun, dalam kerangka
penganggaran berbasis kinerja
atau Performance Based Budget,
pencapaian target penyerapan ang
garan bukan merupakan indikator
kinerja (performance indicator).
Pemerintah menetapkan lang
kah kebijakan untuk percepatan pe
nyerapan anggaran yaitu memberikan
fleksibilitas atau kewenangan yang
lebih luas kepada kuasa pengguna
anggaran (KPA) dalam melakukan
revisi anggaran. Juga meningkatkan
so sialisasi agar tidak terjadi pem
blokiran, menyusun Pedoman dalam
Pe ngajuan Ijin Kontrak Tahun Jamak
oleh Menteri Keuangan kepada ke
menterian/lembaga, dan melakukan
revisi/penyempurnaan terhadap Per
aturan yang berpotensi menghambat
pencairan anggaran.
Anggaran Pendapatan dan Be
lanja Negara, atau disingkat APBN,
adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. Secara sederhana, struktur
APBN dapat ditunjukkan sebagai
Penerimaan Dalam Negeri. Anggaran
Berbasis Kinerja (ABK) ini diharapkan
penggunaan anggaran negara akan
Penganggaran merupakan rencana
keuangan yang secara sistematis menunjukan
alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya.
Berbagai variasi dalam sistem penganggaran
pemerintah dikembangkan untuk
melayani ber bagai tujuan termasuk
pengendaalian keuangan, rencana
manajemen, prioritas dan penggunaan
dana, serta pertanggungjawaban
kepada publik.
“
“
“
“
lebih terarah, terukur, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga
fungsi pemerintahan dalam memberi
kan pelayanan kepada publik dapat
me ngacu prinsipprinsip Good Gover-
nance.
Apabila pengalokasian
anggaran efisien, maka keterbatasan sumber dana yang
dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan
strategis.
foto : Shutterstock.com
12 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 13
Ketersediaan anggaran sebuah
negara mutlak dibutuhkan
dalam menentukan perumu
san/perencanaan kebijakan pemerin
tahan dalam periode tahun berjalan,
atau kata lain, Anggaran juga mempu
nyai pengertian sebagai pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang hen
dak dicapai selama periode waktu ter
tentu yang dinyatakan dalam ukuran
financial. Di Indonesia dikenal dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), yang merupakan ren
cana keuangan tahunan pemerintahan
negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
yang merupakan rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Oleh sebab itu, semua
penerimaan yang menjadi hak dan
pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan
Disparitas Anggaran antar Kementerian/Lembaga (K/L)
OLEH : NICO ANDRIONOAUDITOR PADA INSPEKTORAT INVESTIGASI
MENGUAK TABIR ANGGARAN
dalam APBN dan juga semua peneri
maan yang menjadi hak dan pengelu
aran yang menjadi kewajiban daerah
dalam tahun anggaran dimasukkan
dalam APBD.
Kewajiban negara untuk me
nyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar
tagihan pihak ketiga, penerimaan
negara, pengeluaran negara, peneri
maan daerah, pengeluaran daerah,
kekayaan negara/kekayaan daerah
yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piu
tang, barang, serta hakhak lain yang
dapat dinilai dengan uang. Termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada peru
sahaan negara/ perusahaan daerah;
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh
pemerintah dalam rangka penyeleng
garaan tugas pemerintahan dan/atau
kepentingan umum.
Pertanggung jawaban keuangan
negara sesuai amanat UU yang tere
jawantahkan dalam APBN/APBD harus
dikelola secara tertib, taat pada per
aturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memper
hatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Dalam konteks Kementerian/Lembaga
(K/L), kekuasaan pengelola keuangan
negara dikuasakan kepada Menteri/
Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kement
erian negara/lembaga yang dipimpin
nya. pada hakekatnya adalah sebagai
Chief Operational Officer (COO) untuk
suatu bidang tertentu pemerintahan.
Adapun konteks pemerintahan
daerah, kekuasaan keuangan negara
dikuasakan/ diserahkan kepada
gubernur/bupati/walikota selaku
kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Hal itu sesuai dengan asas
desentralisasi dalam penyelengga
raan pemerintahan negara sebagian
kekuasaan Presiden tersebut juga
diserahkan kepada Gubernur/Bupati/
Walikota selaku pengelola keuangan
daerah.
APBN merupakan keuangan ne
gara, maka sesuai dengan asas akun
tabilitas yang berorientasi pada hasil
dalam pengelolaan keuangan negara,
setiap K/L wajib menyusun laporan
pertanggungjawaban realisasi ang
garan belanja masingmasing. Tujuan
pertanggungjawaban realisasi ang
garan belanja ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi akuntabel dan
transparan sesuai Sistem Akuntansi
Keuangan (SAK) merupakan bagian
dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
yang digunakan oleh Kementerian
Negara/Lembaga untuk memproses
transaksi anggaran dan realisasinya,
sehingga menghasilkan Laporan
Keuangan. Pedoman teknis atas per
tanggungjawaban keuangan negara
ini tertuang pada PMK Nomor. 171/
PMK 05/2007 tentang Sistem Akun
tansi dan Pelaporan Keuangan Pemer
intah Pusat dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008
tentang Tata Cara Penatausahaan
dan Penyusunan Laporan Pertang
gungjawaban Bendahara Kementerian
Negara/ Lembaga/ Kantor/ Satuan
Kerja dan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER47/
PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksa
naan Penatausahaan dan Penyusunan
Laporan Pertanggungjawaban Benda
hara Kementerian Negara/ Lembaga/
Kantor/ Satuan Kerja).
Laporan pertanggungjawaban
atas realisasi anggaran yang berse
mber pada keuangan negara juga
berguna dalam memprediksi sumber
daya ekonomi yang akan diterima
untuk mendanai kegiatan pemerintah
dalam periode mendatang dengan
cara menyajikan informasi kepada
para pengguna laporan tentang indi
kasi perolehan dan penggunaan sum
ber daya ekonomi.
Pagu alokasi anggaran tersebut
seolah terjadi disparitas antar K/L
dengan besaran berbedabeda. Kare
na adanya beberapa program yang
membutuhkan pagu anggaran besar
untuk segera direalisasikan di tahun
2016. Seperti pada Kementerian Pe
kerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
yang memperoleh alokasi anggaran
terbesar pada RAPBN 2016 (Rp103,81
triliun) adalah dengan melaksanakan
Pertanggungjawaban keuangan negara
sesuai amanat UU yang terejawantahkan dalam
APBN/APBD harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran
“
“Foto : Istockphoto.com | Olah foto : Basuki Rahmat
14 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 15
F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran
programprogram antara lain: (1) Pro
gram Penyelenggaraan Jalan; (2) Pro
gram Pengelolaan Sumber Daya Air;
(3) Program Pembinaan dan Pengem
bangan Infrastruktur Permukiman; (4)
Program Pengembangan Perumahan.
Begitu juga pada Kementerian
Pertahanan dengan pagu anggaran
RAPBN 2016 sebesar Rp95,91 triliun
untuk melaksanakan berbagai pro
gram, antara lain: (1) Program Mo
dernisasi Alutsista dan NonAlutsista
Matra Darat; (2) Program Modernisasi
Alutsista dan NonAlutsista serta
Pengembangan Fasilitas dan Sarpras
Pertahanan Negara Matra Laut; (3)
Program Modernisasi Alutsista dan
NonAlutsista serta Pengembangan
Fasilitas dan Sarpras Pertahanan
Negara Matra Udara; (4) Program
Modernisasi Alutsista/NonAlutsista/
Sarpras Integratif.
Disparitas pagu anggaran antar
K/L tersebut dikarenakan adanya
program kerja Kementerian/Lembaga
yang berbeda satu sama lainnya ses
uai komitmen dan kebijakan pemerin
tah untuk merealisasikannya di tahun
2016 dengan indikator kinerja output
dan outcome yang telah ditentukan
dan terukur. Hal ini akan lebih men
dorong pemerataan pembangunan
masyarakat dan bangsa di bidang
ekonomi, politik, sosial, budaya dan
pertahanan sesuai prinsip nawa cita
era pemerintahan sekarang. Oleh
karena itu, semua Kementerian/Lem
baga diwajibkan untuk menyusun per
encanaan program pembangunan dan
anggaran secara lebih efektif dengan
berbasis kinerja. Selain itu, untuk
mendorong percepatan pertumbuhan
ekonomi masyarakat dengan cara
mempercepat pembangunan infra
struktur dan juga peningkatan konek
tivitas nasional serta realokasi belanja
ke sektorsektor produktif. Hal ini
diharapkan mampu menggerakkan
perekonomian nasional, menjaga daya
beli masyarakat, dan mengendalikan
laju inflasi.
ITJEN Kembangkan Perpustakaan Digital
Perpustakaan adalah salah satu penyedia dan pen-
yalur informasi yang fungsi dan peranannya sangat dibutuhkan oleh seluruh pegawai Itjen, lebih khusus untuk para auditor guna mengembangkan kompetensinya melalui membaca. Oleh sebab itu Perpustakaan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama yang berada di bawah Sub Bagian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan harus melakukan inovasi dalam memenuhi kebutuhan penyediaan buku yg memadai. Untuk itu Itjen melalui Sub Bagian Hukum dan Peraturan Perundang- undangan mencoba untuk membuat sebuah perpustakaan online, agar mem-permudah akses seluruh karyawan untuk memperoleh bacaan.
Hal ini diungkapkan oleh Ka-subbag Hukum dan Peraturan Perundang-undangan, Mardani Rifianto pada laporan pelaksanaan rapat Peningkatan Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web secara online pada hari Kamis s.d. Jum’at, 4 s.d. 5 Februari 2016 Hadir dalam
rapat tersebut para pejabat eselon IV serta pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama.
Mardani menyampaikan bahwa Per-pustakaan online ini dapat digunakan oleh semua pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama yang ingin mencari informasi buku yang terdapat di Perpustakaan Itjen. Perpustakaan online ini akan menye-diakan informasi tentang judul buku beserta resume dan ketersediaan buku di perpustakaan. Di samping itu, seluruh pegawai dapat mengakses ini kapan pun dan di mana pun melalui alamat website http://portalitjen.kemenag.go.id/sim-pus/”. Ke depan, perpustakaan Inspe-ktorat Jenderal Kementerian Agama juga akan menyediakan buku dalam bentuk digital (e-Book), ungkap Kasubbag Kum-dang itu melanjutkan.
Hilmi Muhammadiyah, selaku Sekretaris Itjen, dalam arahannya menyampaikan dukungan dan apresiasi atas terobosan ini. Harapan beliau, dengan meningkat-nya minat baca akan berpengaruh signifi-kan terhadap kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, ujarnya.
sumber: itjen.kemenag.go.id
“SIAPA TAKUT !”OLEH : LUDFI ANJAYANIAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV
AWAL TAHUN SERAPAN TINGGI
Lemahnya perencanaan akan berakibat pada sulitnya realisasi pengadaan barang atau jasa sedangkan waktu
serapan sudah semakin sempit. Pada akhirnya,
pengadaan yang tereksekusi malah jauh dari kebutuhan
terkesan asal-asalan.
Kilas
16 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 17
Rendahnya serapan anggaran
belanja, tidak hanya menjadi
permasalahan di tingkat na
sional, tetapi juga melanda berbagai
instansi yang ada di daerah. Ada ber
macam penyebab yang menimbulkan
seretnya serapan anggaran di daerah,
mulai dari “ketakutan” aparat pe
ngelola anggaran di tingkat instansi,
lambatnya proses tender, lambatnya
pengesahan dokumen pelaksanaan
anggaran, kurangnya SDM yang ber
sertifikat, lemahnya perencanaan
awal, kelemahan dalam sistem pen
gendalian intern di bidang pengadaan
barang dan jasa, serta lambatnya
penerbitan juklak dan juknis pelaksa
naan kegiatan yang didanai DAK (Swa-
mandiri.wordpress.com).
Sebagai contoh, menurut
Laporan Kinerja Program/Kegiatan
Organisasi Perangkat Daerah Tahun
Anggaran 2010 Triwulan III, realisasi
serapan APBD Tingkat I pada Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat
sampai dengan akhir September
2010 baru mencapai 13,51%. Se
buah angka yang tergolong rendah.
APBD Tingkat I tahun 2010 yang
dialokasikan untuk Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat adalah sebesar
Rp541.598.573.220,00. Dari jumlah
tersebut, per 30 September 2010
baru terserap Rp73.189.817.114,00
atau 13,51% (Swamandiri.wordpress.
com). Jika dibandingkan dengan in
stansi lain di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendi
dikan menempati urutan terbawah
dalam hal serapan APBD Provinsi
per akhir September 2010. Menurut
Prof. Wahyudin Zarkasyi menyatakan,
penyebab utama lemahnya serapan
anggaran di awal tahun ialah masih
adanya rasa khawatir dari para peng
guna anggaran di instansinya. Aturan
pencairan dana APBD yang dianggap
nya berbelit dan melalui proses pan
jang, juga turut menyumbang “seret
nya” serapan anggaran (Swamandiri.
wordpress.com).
Untuk menyalurkan dana
biaya operasional sekolah, prosesnya
harus terlebih dahulu menyusun pe
raturan gubernur (Pergub) untuk se
tiap kegiatan, hal ini dinilai terlalu ru
mit sehingga kebutuhan yang sifatnya
urgent akan sulit untuk dipenuhi. Bila
terus seperti ini maka akan berdam
pak pada sulit berkembangnya suatu
capaian kinerja. Untuk mengatasi ken
dala tersebut, diharapkan adanya ke
seragaman dari semua pihak, teruta
ma dari aparat penegak hukum, dalam
menyikapi permasalahan yang ada
dalam setiap pelaksanaan kegiatan di
lingkungan Dinas Pendidikan. Untuk
menyamakan persepsi, sebaiknya,
sebelum suatu kegiatan dilaksanakan
perlu dilakukan pertemuan antara
pihak pelaksana kegiatan dengan
aparat penegak hukum dan aparat
pengawasan, seperti Kepolisian, Ke
jaksaan, BPK dan BPKP.
Sebagai contoh, di Provinsi
Jawa Barat, agar serapan anggaran
belanja meningkat, Pemprov Jawa
Barat melakukan evaluasi bulanan
khususnya yang terkait serapan ang
garan di seluruh unit kerja. Hasil
evaluasi dibuat ranking dan setiap
bulan disebarkan ke seluruh unit kerja
perangkat daerah (UPD). Jadi apabila
SPJ belum dibuat pada tanggal 10
bulan berikutnya, maka kinerja Kepala
UPD beserta jajarannya dievaluasi dan
dicatat. Ini merupakan salah satu cara
untuk mendisiplinkan seluruh UPD
dalam membuat dan menyerahkan
SPJ secara teratur (Swamandiri.word-
press.com).
Salah satu yang yang turut me
nyumbang “macetnya” serapan ang
garan, khususnya di awal tahun adalah
lemahnya perencanaan. Lemahnya
perencanaan akan berakibat pada
sulitnya realisasi pengadaan barang
atau jasa sedangkan waktu serapan
sudah semakin sempit. Pada akhirnya,
pengadaan yang tereksekusi malah
jauh dari kebutuhan terkesan asal
asalan.
Selain faktor di atas, adanya
faktor berikut juga menjadikan pe
nyerapan anggaran khususnya di awal
tahun menjadi terhambat:
1. Proses tender yang lambat,
2. Terlambatnya pengesahan
Dokumen Pelaksanaan Ang
garan (DPA) SKPD
3. Kualitas SDM yang kurang,
4. Kurangnya pembinaan dari
pemerintah pusat.
5. Sulitnya mencari pegawai
yang bersedia ditunjuk seb
agai Pejabat Pembuat Komit
men (PPK);
6. Tidak banyak pegawai yang
mempunyai sertifikat pelati
han pengadaan barang dan
jasa;
7. Lambatnya pengesahan DPA,
terutama petunjuk pelaksa
naan (juklak) dan petunjuk
teknis (juknis) dari pusat.
Soal ketakutan penyerapan ang
garan karena bisa bermasalah secara
hukum dapat diatasi dengan Perpres
soal Percepatan Anggaran yaitu
perpres nomor 4 tahun 2015. Lewat
aturan ini, akan kendalakendala tek
nis yang berkaitan dengan pengadaan
akan lebih dijelaskan secara spesifik.
Hal ini akan berakibat eksekusi pe
ngadaan barang dan jasa bisa lebih
mudah, cepat, dan efisien. Selain dari
pada itu, dalam perpres ini dipisahkan
antara tindak pidana dan kesalahan
administrasi. Jadi tidak ada alasan
lagi penyerapan anggaran berjalan
lambat karena takut ada persoalan
hukum di kemudian hari. Kemudian ti
dak adanya lagi “pembintangan” pada
proses penurunan anggaran di DPR,
maka hal ini tentunya bisa memper
lancar turunnya anggaran, dan semua
K/L/D/I seharusnya bisa mempercepat
penyerapan mulai di awal tahun, de
ngan tetap memperhatikan regulasi
yang berlaku.
Dengan demikian dapat di
katakan pemerintah pada dasarnya
telah mendorong percepatan serapan
anggaran sedemikian rupa. Namun,
yang menjadi kendala adalah keti
dakpahaman penguna anggaran akan
regulasi, dan ketakutan berlebih ke
tika akan menggunakan anggaran itu.
Hal ini jika tidak disadari dan diatasi
akan mengakibatkan pembangunan
menjadi terhambat. Oleh sebab itu,
serapan anggaran tinggi di awal tahun
harusnya menjadi kebiasaan baik, jika
terselenggara dengan baik pula.
Realisasi penyerapan anggaran Kementerian Agama Tahun anggaran 2015, sebagaimana dilansir portal kemenag.go.id, menempati posisi ketiga dari 10 kementerian/lembaga dengan anggaran terbesar. Penyerapan anggaran Kemenag Tahun 2015, mencapai 86,34 %. Hal ini di atas nilai rata-rata nasional, yaitu 86,23 %. Menag berharap, nilai B di atas tidak hanya dipertahankan, namun juga ditingkatkan. Menurutnya, prestasi yang telah dicapai harus menjadi vitamin dan spirit untuk terus menjadi lebih baik dan mampu mendorong layanan publik yang memuaskan, cepat, dan bebas korupsi.
F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran
foto:kemenag.go.id
PerlunyaRUU Perlindungan Umat Beragama
Kementerian Agama sedang menyusun Rancangan
Undang-Undang (RUU) Perlindun-gan Umat Beragama (PUB). Kepala Badan Litbang dan Diklat Abd. Rah-man Mas’ud menegaskan bahwa RUU PUB diperlukan karena PBM dan SKB dipandang perlu pengua-tan status.
“Alasan konstitusional perlunya RUU PUB adalah dalam Preambule UUD 1945 untuk melindungi sege-nap bangsa Indonesia dan Pasal 29 (2) jaminan kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Selain itu untuk men-jawab kondisi factual kasus-kasus pendirian rumah ibadat yang masih terjadi,” tegas Mas’ud pada Bahtsul Masail tentang Legislasi Perlindu-ngan Umat Beragama” yang dise-lenggarakan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama di Kantor PBNU Lt. 5, Jakarta, Senin (29/02). Hal yang sama sebelumnya juga ditegaskan oleh Rois Syuriah PBNU KH. Ma’ruf Amin yang juga menjadi narasumber dalam bahtsul
masail tersebut.
Menurut Mas’ud, Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler, tapi “negara agamis”. Agama dan negara mempunyai relasi sim-biotik yang saling membutuhkan. Pengaturan negara atas ihwal agama semata dalam forum eksternuum dalam kerangka bagaimana negara hadir mengelola keberbagaian agama dan permasalahan sekitarnya.
Kabalitbang Diklat menambahkan, beberapa isu krusial yang menge-muka dalam RUU PUB yakni definisi “agama”, penodaan agama – otori-tas yang memutuskan, dan majelis agama. Mas’ud mengapresiasi PBNU melalui LBM yang secara khusus membahas PUB dan berharap Bahtsul Masail ini membahas dan dapat mem-berikan rekomendasi terkait ketiga isu pokok tersebut.
“Draft RUU PUB dan Naskah Akademik masih dalam proses perumusan dan perbaikan. Masukan banyak pihak seperti Bahtsul Masail ini akan sangat bermanfaat dalam proses legislasi UU ini,” terangnya.
Paradigma mengatur dan mengontrol lebih dominan
dalam perbincangan RUU PUB yang diproyeksikan sebagai alat mengintegrasi dan perekayasa sosial. Dengan demikian, RUU
PUB memang diproyeksikan untuk mengintegrasikan, mengontrol, dan merekayasa masyarakat.
Hal itu tak bisa dilepaskan dari kepentingan orang atau kelompok
yang memegang kekuasaan.
sumber: kemenag.go.id
foto:kemenag.go.id
Kilas
18 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 19
F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran
Salah satu problematika penyu
supan anggaran yang sulit terdi
teksi ialah melakukan tindak
korupsi atas nama efisiensi. Landasan
hukum, penyusunan anggaran didasa
ri oleh Pasal 23 UUD 1945 Amande
men Ke empat, Undangundang No
mor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undangundang Nomor 17
Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD,
dan DPD, di antaranya berbunyi seb
agai berikut:
1. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sebagai
wujud dari pengelolaan keuan
gan Negara ditetapkan setiap
tahun dengan Undangundang
dan dilaksanakan secara ter
buka dan bertanggung jawab
untuk sebesarbesarnya ke
makmuran rakyat;
2. Rancangan Undangundang
(RUU) APBN diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersa
ma Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan De
wan Perwakilan Daerah;
3. APBN disusun dengan berpe
doman kepada :
a. Rencana Kerja Pemerintah
(RKP);
b. Kerangka Ekonomi Makro
dan Pokokpokok kebi
jakan fiskal;
Penyusunan anggaran kita harus
memperhatikan 2 (dua) unsur pen
ting, yaitu yang berkaitan dengan
biaya variabel (variable cost) serta
yang berkaitan dengan biaya tetap
(fixed costs). Biaya variabel adalah
biaya yang digunakan untuk melak
sanakan suatu proyek atau aktivitas,
sedangkan biaya tetap merupakan
biaya rutin, yaitu biaya yang selalu
dikeluarkan setiap bulan. Kemudian
dalam penyusunan anggaran perlu
merujuk ke beberapa faktor yang
menjadi dasar penyusunan anggaran,
yaitu : Pertama, berdasarkan total
income or founds available to the
enterprise (keuntungan keseluruhan
atau dana yang tersedia bagi peru
PENYUSUPAN ANGGARAN
& LEMAHNYA PENGAWASAN
OLEH : KELIK NUGROHOAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH I
sahaan). Kedua, competitve necessity
(kebutuhan persaingan). Ketiga, over-
all task or goal set for the organization
(tugas atau tujuan yang ditetapkan
perusahaan). Keempat, profit or suplus
over expense (sisa anggaran setelah
dikurangi pengeluaran).
Siswo Sujanto, pakar dalam bi
dang keuangan Negara, berpendapat
bahwa perkembangan usaha para pa
kar dalam menyusun Undangundang
tentang pengelolaan keuangan Nega
ra di Republik Indonesia, perdebatan
tentang cakupan/lingkup keuangan
Negara di Indonesia telah berlang
sung sangat lama, yaitu beberapa saat
setelah Indonesia Indonesia merdeka
dengan dibentuknya Panitia Achmad
Natanegara pada tahun 1945 yang
bertugas menyusun RUU Keuangan
Republik Indonesia (UKRI). Bahkan,
ada suatu masa, diskusi para pakar hu
kum dan administrasi keuangan pada
saat itu justru menghasilkan suatu
kesepakatan untuk tidak saling ber
sepakat terhadap lingkup keuangan
Negara.
Saling ketidaksepakatan para pa
kar dalam masalah lingkup keuangan
Negara dimaksud, di samping menun
jukkan bukti betapa luasnya dimensi
keuangan Negara, juga beragamnya
aspek pendekatan keuangan Negara
sebagai suatu cabang keilmuan. Hal
ini sebenarnya sudah sangat lama dis
adari oleh para ahli di Negara Eropa
tempat lahirnya keuangan Negara se
bagai suatu ilmu. Para ahli keuangan
Negara Prancis bahkan mengatakan
bahwa Finance Publique est unce sci-
ence de carefour, artinya suatu ilmu
yang berada di persimpangan jalan.
Persimpangan antara lain ilmuilmu
politik, hukum, administrasi, eko
nomi, aritmatik, statistik, dan lain
se bagainya. Oleh sebab itu, tidak
mengeherankan bila ketidakluasan
wawasan dalam memandang keuan
gan Negara sebagai suatu ilmu akan
menyebabkan debat berkepanjangan
yang tidak menghasilkan suatu ke
sepahaman.”
Makna harfiah dari korupsi,
yaitu kebusukan, keburukan, kebe
jatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian (The Lexicon Webster Diction-
ary). Menurut perpspektif hukum,
definisi korupsi dijelaskan dalam Un
dangundang Nomor 31 Tahun 1999
jo Undangundang Nomor 20 Tahun
Aspirasi masyarakat diharapkan dapat
mengawasi ke mana anggaran
itu digunakan. Pada “fitrahnya”
penggunaan anggaran harus
bertitik berat pada kemaslahatan
masyarakat.
ilustrasi : gettyimages.com
Ilustrasi : Istimewa
20 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 21
F KUS UTAMA Petaka Penyusupan Anggaran
2001 merumuskan 30 bentuk/jenis
tindak pidana korupsi, yang dikelom
pokkan sebagai kerugian keuangan
Negara, suapmenyuap, penggelapan
dalam jabatan, pemerasan, perbuatan
curang, benturan kepentingan dalam
pengadaan, dan garatifikasi. Sedang
kan efisiensi menurut Rahardjo Adis
asmita adalah komponenkomponen
input yang digunakan seperti waktu,
tenaga dan biaya dapat dihitung
penggunaanya dan tidak berdampak
pada pemborosan atau pengelu
aran yang tidak berarti (Pengelolaan
Pendapatan dan Anggaran Daerah).
Korupsi atas nama efisiensi
adalah suatu perbuatan yang dapat
merugikan masyarakat, demi kepen
tingan pribadi kemudian mengatasna
makan kemaslahatan dan kesejahter
aan masyarakat. Hal ini seperti diung
kapkan oleh Dani Krisnawati sebagai
berikut : “Power tends to corrupt, and
absolute power corrupts absolutely.”
Kekuasaan cenderung untuk korupsi
dan kekuasaan yang absolut sudah
pasti korupsi. Korupsi di Indonesia
sudah merupakan “virus” yang dapat
menyebar cepat. “Didukung” oleh
sistem check and balances yang lemah,
maka tindak korupsi hampir sulit di
hapuskan. Mengingat hal tersebut,
penyusunan anggaran seharusnya kini
lebih melibatkan peranan masyara
kat. Aspirasi masyarakat diharapkan
dapat mengawasi ke mana anggaran
itu digunakan. Pada “fitrahnya” peng
gunaan anggaran harus bertitik berat
pada kemaslahatan masyarakat. Hal
ini sejalan dengan Peraturan Peme
rintah Nomor 1 Tahun 2001 tentang
Pedoman Penyusunan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
yang sudah beberapa kali mengalami
beberapa kali perubahan menjadi Pe
raturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyusunan
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Tentang Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Peranan
masyarakat termaktub pada Pasal 25
(e) PP 1/2001 “DPRD mempunyai ke
wajiban: memperhatikan dan menya
lurkan aspirasi, menerima keluhan dan
pengaduan masyarakat, serta men
fasilitasi tindak lanjut penyelesaian.
Pada prinsipnya tugas anggota legisla
tif terkait dengan aspirasi masyarakat
sangat berkaitan dengan pengawasan
di bidang anggaran. Hal ini dilakukan
agar tidak terjadi pe n yalahgunaan
penggunaan anggaran yang merugi
kan masyarakat.
Power tends to corrupt,
and absolute power corrupts
absolutely.
foto: eddymesakh.com
PRESTASI KERJAPEGAWAI NEGERI SIPIL
PENILAIANSebagai Suatu Kebijakan Manajemen Aparatur Sipil Negara
OLEH : MARDANI RIFIANTOKASUBBAG HUKUM& PERUNDANG-UNDANGAN““
Ilustrasi : Istimewa
22 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 23
Sejak era reformasi bergulir,
agenda reformasi birokrasi
menjadi program inti yang tidak
pernah berhenti dikumandangkan
dalam setiap penyusunan rencana
kerja pemerintah. Namun untuk
melakukan reformasi birokrasi, harus
dianalisa persoalanpersoalan dasar
yang menjadi permasalahan pada
birokrasi pemerintahan. Mengutip
hasil penelitian Miftah Thoha, ma
salah yang berada di dalam birokrasi
pemerintah itu dibagi atas bagian:
1. Masalahmasalah kelembagaan
birokrasi yang menyangkut
organisasi lembaga birokrasi
pemerintah
2. Sistem yang digunakan untuk
menjalankan birokrasi pemerin
tahan ini
3. Penataan manajemen sumber
daya manusia pelaku sistem dan
lembaga tersebut.
Melihat sumber daya manusia
sebagai pelaku dalam birokrasi,
maka program reformasi birokrasi
dibidang Aparatur Sipil Negara, me
lalui kebijakan manajemen Aparatur
Sipil Negara merupakan agenda yang
harus dilakukan. “Dengan demikian
UndangUndang Aparatur Sipil Negara
merupakan langkah terobosan menu
ju reformasi birokrasi”.
Kebijakan Manajemen Aparatur
Sipil Negara (ASN) yang dilakukan
Badan Kepegawaian Negara didasar
kan pada rencana transformasi penge
lolaan ASN. Transformasi pengelolan
ASN dimulai pada Tahun 2000 melalui
pembentukan Birokrasi yang berlan
daskan pada peraturan perundang
undangan (Rule Based Bureaucracy),
dengan melakukan administrasi
kepegawaian secara baik. Kebijakan
ini berlanjut dengan pengelolaan ASN
melalui birokrasi yang berdasarkan
kinerja (Performance Base Bureau
cracy), dengan melakukan pengem
bangan manajemen Sumber Daya
Manusia (SDM). Target kebijakan ini
diharapkan dapat dicapai pada Tahun
2025 melalui terbentuknya pemerin
tahan yang dinamis (Dynamic Gover-
nance), dengan melakukan pengem
bangan potensi (human capital).
Salah satu kebijakan manajemen
ASN adalah mewujudkan sistem merit
dan manajemen ASN dengan ciriciri
adanya seleksi dan promosi secara
adil dan kompetitif, menerapkan
prinsip fairness dalam semua urusan
manajemen kepegawaian, melakukan
penggajian, reward and punishment
berbasis kinerja, standard integritas
dan perilaku untuk kepentingan pub
lic, manajemen SDM secara efektif
dan efisien, melindungi pegawai
dari intervensi politik dan tindakan
semenamena, serta adanya lembaga
independen yang menjaga pelaksa
naan sistem merit.
Implementasi dari sistem merit
adalah memberikan penghargaan dan
mengenakan sanksi berdasarkan pada
kinerja. Skema manajemen penilaian
kinerja pegawai mendasarkan pada
penilaian yang obyektif, terukur, akun
tabel, partisipasi, dan transparan.
Skema Manajemen Penilaian Kin
erja Pegawai menurut Yulina Setiawa
ti (Deputi Bidang Pembinaan Manaje
men Kepegawaian KEMENPAN & RB)
Penilaian prestasi kerja diciptakan
Unsur-Unsur SKP Pelaksanaan Penilaian Keberatan
• Kegiatan tugas jabatan• Angka kredit• Target• Tugas tambahan• Kreatifitas
• Pejabat penilai wajib melakukan penilaian prestasi kerja
• PPK sebagai Pejabat Penilai atau Atasan Pejabat Penilaitertinggi
• PejabatPenilaiwajibmempertimbangkanmasukandaripejabatpenilaiyangsetingkat
• PenilaiandilakukanpadasetiapakhirbulanDesember
• Hasil penilaian disampaikan pada PNS yang bersangkutan
• PNS wajib menandatangani dan mengembalikan pada Pejabat Penilai paling lambat 14 hari kalender
• ApabilaPNSyangdinilaitidakmaumenandatangani maka hasil penilaian tersebut tetap dianggap sah
• Pejabat penilai menyampaikan pada atasan pejabat penilai paling lambat 14 hari kalender
• Hasil penilaian berlaku setelah mendapat pengesahan dari Atasan Pejabat penilai
• Keberatan atas hasil penilaian diajukan kepada Atasan Pejabat Penilai paling lambat 14 hari kalender
• Atasan Pejabat Penilai meminta penjelasan pada Pejabat penilai dan PNS yang keberatan
• Atasan Pejabat Penilai memutuskan dan menetapkan hasilpenilaiandanbersifatfinal
untuk mewujudkan pembinaan ASN
berdasarkan sistem prestasi kerja dan
sistem karir, apalagi penilaian pelaksa
naan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) sebagaimana diatur dalam Per
aturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan PNS dirasa sudah tidak se
suai lagi dengan semangat reformasi
birokrasi dan kebijakan manajemen
ASN. Berdasarkan pemahaman terse
but, prestasi kerja dapat dijabarkan
sebagai suatu hasil kerja yang dicapai
oleh setiap pegawai sesuai dengan
sasaran kerja dan perilaku kerjanya,
dimana sasaran kerja merupakan
rencana kerja dan target yang akan
dicapai oleh seorang pegawai.
Dalam praktek dilapangan, proses
penilaian pelaksanaan pekerjaan
PNS yang lebih dikenal sebagai DP3,
tidak lagi dirasa optimal, dan menjadi
terkesan bersifat formalitas saja.
Penilaian DP3 PNS lebih berorientasi
pada penilaian kepribadian (personal-
ity) dan perilaku (behavior) terfokus
pada pembentukan karakter individu
dengan menggunakan kriteria behav-
ioural, belum terfokus pada kinerja,
peningkatan hasil, produktivitas (end
result) dan pengembangan peman
faatan potensi.
Belajar dari kekurangan pada
proses penilaian pelaksanaan peker
jaan PNS, metode Penilaian Prestasi
Kerja PNS menggabungkan anatar
penilaian Sasaran Kerja Pegawai dan
Perilaku Kerja. Terkait penilaian
sasaran kerja bagi setiap pegawai,
maka harus dibuat suatu rencana
kinerja (performance planning) oleh
setiap pegawai. Performance planning
should involve setting targets to each
employee. Melalui rencana kinerja,
pegawai yang bersangkutan diberi
keleluasaan untuk menyusun rencana
kerja dan target yang akan dicapainya.
That using individual targets is better
way to assess performance. Jika ia
mampu bekerja lebih optimal, maka
hasilnya juga lebih baik dan pencapa
Penilaian DP3 PNS lebih berorientasi pada penilaian kepribadian
(personality) dan perilaku (behavior)
terfokus pada pembentukan karakter
individu dengan menggunakan kriteria
behavioural, belum terfokus pada kinerja,
peningkatan hasil, produktivitas (end result)
dan pengembangan pemanfaatan potensi.
ian angka kreditnya akan menjadi
lebih besar dibanding dengan PNS lain
yang memasang rencana kerja dan
target seadanya. Dari sini dapatlah
terlihat sisi penilaian yang memang
didasarkan pada penilaian berbasis
kinerja. SKP, sebagai pengganti PAK
dan Perilaku Kerja, sebagai pengganti
DP3 dihitung dengan prosentase 60%
banding 40%.
Terkait penilaian perilaku kerja,
apabila format DP3 hanya mengenai
8 (delapan) komponen penilaian,
maka dalam Penilaian Perilaku Kerja
meliputi 6 (enam) aspek, yaitu orien
tasi pelayanan, integritas, komitmen,
disiplin, kerjasama, dan kepemimpi
nan yang dinlai melalui pengamatan
oleh atasan pejabat PNS yang dinilai.
Ini berarti jika Sasaran Kerja lebih
bersifat kuantitatif, maka Penilaian
“
“
24 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 25
Perilaku Kerja lebih bersifat kualitatif.
Dengan kata lain, penilaian prestasi
kerja seorang PNS memang semes
tinya bersumber dari kewajiban
kewajiban yang diembannya sesuai
peraturan yang berlaku. Rencana
kerja tahunan merupakan rencana
yang memuat kegiatan tahunan dan
target yang akan dicapai sebagai
penjabaran dari sasaran dan program
yang telah ditetapkan oleh instansi.
Salah satu penataan sistem dalam
rangka reformasi birokrasi adalah
menerapkan sistem penilaian kinerja.
Implementasi dari penataan sistem
reformasi birokrasi dibidang kepega
waian adalah mewujudkan profe
sionalisme PNS, yang salah satunya
adalah melakukan pengukuran kinerja
individu. Skemanya adalah sebagai
berikut :
Penilaian prestasi kerja pegawai
dilakukan dengan mengacu pada
prinsipprinsip dasar yang jelas.
Prinsip objektif, berarti penilaian
harus esuai dengan keadaan yang
sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh
penilaian subjektif penilai. Prinsip
terukur, berarti penilaian dapat diukur
secara kualitatif dan kuantitatif.
Prinsip akuntabel, berarti seluruh
hasil penilaian harus dapat diper
tanggungjawabkan kepada pejabat
yang berwenang. Prinsip partisipasi,
berarti seluruh proses penilaian meli
batkan penilai dan yang dinilai. Se
lanjutnya prinsip transparan, berarti
proses dan hasil penilaian bersifat
terbuka. Berdasarkan prinsipprinsip
yang mendasarinya, penilaian prestasi
kerja pegawai merupakan implemen
tasi manajemen kinerja (performance
“
“Salah satu penataan sistem dalam rangka reformasi
birokrasi adalah menerapkan sistem penilaian kinerja.
Implementasi dari penataan sistem reformasi birokrasi
dibidang kepegawaian adalah mewujudkan profesionalisme PNS
management). Pada akhirnya refor
masi bidang kepegawain, yang salah
satu impelemtasinya adalah Penilaian
Prestasi Kerja Pegawai, dimaksudkan
untuk membentuk ASN yang profe
ssional dan berkinerja, sehingga dapat
mewujudkan birokrasi yang bersih,
kompeten, sejahtera, dan melayani.
IMPLEMENTASI
DI INDONESIA
REFORMASIBIROKRASI
OLEH : AGUS SUSANTOAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV
Persoalan muncul, manakala birokrasi tidak mampu menjadi mesin penyejahtera dan pengatur keselarasan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Atau birokrasi tidak menjalani peran pelayanan, melainkan justru
menjadi beban bagi masyarakat.
26 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 27
Penelusuran jejak birokrasi di
Indonesia dapat memberikan
arah orientasi birokrasi dalam
pelayanan publik. Perjalanan sejarah
dapat dimulai dari jaman kerajaan,
masa kolonoial dan kemudian masa
kemerdekaan. Menyimak situasi dan
kondisi birokrasi di Indonesia masa
kini, untuk membuat proyeksi ke
masa depan, kita dapat melakukankan
secara tepat kalau kita mengenali
sejarahnya. Potret yang menelusuri je
jakjejak sejarah tersebut akan dapat
memberikan gambaran mengapa
struktur, postur dan kultur birokrasi
menjadi seperti sekarang ini.
Kondisi Birokrasi Negara Kesatu
an Republik Indonesia (NKRI) memiliki
akarakar sejarah yang merentang
jauh ke masa lalu, pada jaman kera
jaankerajaan di Nusantara. Tentu saja
pada saat itu belum dikenal birokrasi
pemerintahan sebagaimana yang ada
setelah NKRI menginjak abad ke21.
Selaras dengan jamannya, birokrasi
kerajaan masih relatif “sederhana”
dibandingkan birokrasi kontemporer
masa kini. Karenanya penglihatan ter
hadap masa lampau harus ditempat
kan pada konteks jamannya.
Apa yang disebut Nusantara
lebih luas dari penamaan wilayah yang
sekarang berada di wilayah hukum
pemerintahan Republik Indonesia.
Periode Nusantara adalah kehidupan
seluruh masyarakat di kawasan yang
sekarang disebut Asia Tenggara. Ber
bagai studi akademik menunjukkan,
karakterkarakter masyarakat lama di
Asia Tenggara mirip satu sama lain,
sehingga karakter umum birokrasi
yang dibahas berikut ini didapati di
semua masyarakat yang berdomisili di
Asia Tenggara.
Mesin pemerintahan kerajaan
kerajaan Nusantara berjalan sesuai
dengan karakter utama tata negara
(statecrft) pada masa itu. Prinsip
kedaulatan kerajaan adalah lebih
berdasarkan pada jumlah penduduk
(cacah jiwa) dan bukan sematamata penguasaan
tertitorial, sebagaimana ditegaskan oleh per
janjian Westphalia 1648 yang menjadi dasar dan
tonggak negaranegara modern. Karenanya stati
tik kependudukan di kerajaan Nusantara banyak
yang dicatat secara cermat, tetapi batasbatas
kekuasaan tertitorial suatu kerajaan pada umum
nya kurang jelas.
Birokrasi kerajaankerajaan Nusantara diba
ngun sepenuhnya atas prinsipprinsip kekera
batan yang bersifat patron klien (patron client).
Raja menjadi “Bapak Negeri” dengan kewenangan
politik dan administrasi yang didelegasikan ke
struktur hirarkhi pemerintahan. Dalam kontek
hubungan ini, Raja menjadi patron dan birokrat
menjadi klien. Tetapi infrastruktur birokrasi pada
gilirannya adalah patron bagi klien mereka, yaitu
masyarakat umum.
Birokrasi merupakan representasi negara.
Karena itu kekuasaan dan kekuatannya besar
sekali, menyentuh hampir setiap sudut kehidu
pan seharihari warganegaranya. Kebijakan yang
dibuat oleh Birokrat sangat mempengaruhi sendi
sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, bahkan merasuk hingga ke atas tem
pat tidur warganegaranya. Misalnya, aturan me
ngenai keluarga berencana (KB) identik dengan
mengatur hubungan suami isteri di tempat tidur,
atau di tempat lain.
Warga yang hidup di suatu negara harus
mau menerima kebijakan yang telah dibuat oleh
birokrasi, baik karena terpaksa maupun sukarela.
Dengan kekuasaan dan kekuatan seperti itu, bi
rokrasi menjadi mesin pemerintah yang berada di
garis terdepan dalam hubungannya antara negara
dan rakyatnya. Karena negara seharusnya ber
tujuan menyejahterakan rakyat, maka birokrasi
pun seharusnya juga menjadi mesin peningkatan
kesejahteraan rakyat. Peran ini dilakukan melalui
tugastugas pelayanan publik.
Persoalan pertama muncul, manakala bi
rokrasi tidak mampu menjadi mesin penyejahtera
dan pengatur keselarasan kehidupan bermasyara
kat, berbangsa dan bernegara. Atau birokrasi
tidak menjalani peran pelayanan, melainkan
justru menjadi beban bagi masyarakat. Birokrasi
tidak mampu melayani, tetapi minta dilayani oleh
warganegara.
Yang lebih buruk lagi, manakala birokrasi
menjadi mesin politik dan alat dari suatu rejim
politik atau ekonomi, sehingga menjadi represif.
Persoalan ini jauh sebelumnya diungkap oleh
Mosca dan Burnham, bahwa kebanyakan ma
syarakat birokratik lebih sebagai masyarakat yang
diperintah oleh birokrasi, ketimbang sebagai ma
syarakat yang telah berubah menjadi birokrasi itu
sendiri.
Birokrasi sebagai suatu organisasi yang
tidak dapat memperbaiki tingkah lakunya den
gan cara belajar dari kesalahannya, terbukti dari
bagaimana peraturanperaturan organisasi dapat
digunakan oleh para individu di dalamnya demi
kepentingannya mereka sendiri, sehingga ber
bagai interest yang berbedabeda itu berusaha
mempertahankan posisinya. Akibatnya muncul
kekakuan dan kejumudan dalam organisasi.
ilustrasi : Helder Oliviera
Kebanyakan masyarakat birokratik lebih sebagai
masyarakat yang diperintah oleh birokrasi,
ketimbang sebagai masyarakat yang telah
berubah menjadi birokrasi itu sendiri.
“
“
ilust
rasi
: Hel
der O
livie
ra
28 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 29
Birokrasi melambangkan ba
nyaknya ketidak sempurnaan dalam
struktur dan pemfungsian organisasi
organisasi besar. Gejalagejala bi
rokrasi meliputi antara lain, terlalu
percaya pada presiden, inisiatif yang
kurang, penundaan(lamban dalam
segala urusan), formulir berserakan
(terlalu banyak formalitas), duplikasi
usaha dan departementalisme.
Seharusnya, di dalam praktek
dan secara lebih spesifik, peran bi
rokrasi sebagai pengatur keselarasan
dapat diwujudkan dalam pembangu
nan kesepakatan (consensus building),
yaitu pemufakatan antara negara,
sektor swasta dan masyarakat. Ke
tiga pihak ini merupakan pemangku
kepentingan (stakeholders) utama
dalam proses kemajuan suatu bangsa.
Keseimbangan peran ketiganya meru
pakan pendorong gerak masyarakat
ke depan.
Peran tersebut harus dijalankan
oleh birokrasi karena fungsinya
sebagai agent perubahan dan pem
baharuan, serta sebagai fasilitator
pembangunan. Sebagai agent pe
rubahan, birokrasi tidak boleh ber
henti mengambil inisiatif perubahan
melalui pengambilan keputusan atau
kebijakan berdasarkan kewenangan
negara yang dimilikinya. Disinilah
muncul persoalan kedua, yaitu jika
birokrasi lamban, mampet dan tidak
inovatif.
Sebagai fasilitator, bi
rokrasi harus dapat memfasilitasi
kepentingankepentingan yang mun
cul dari masyarakat, sektor swasta,
maupun kepentingan negara. Dalam
paradigma lama mengenai kenegara
an (statecraft), birokrasi adalah satu
satunya aktor negara, sehingga semua
peran dijalaninya. Tetapi kompleksitas
akibat perkembangan negara modern
semakin mendorong diberikannya
peranperan di luar birokrasi, misalnya
sektor swasta.
Dalam rangka optimalisasi
peran birokrasi yang demikian, maka
kebijakan birokratisasi, regulasi, dan
sentralisasi, serta sebaliknya, yaitu
debirokratisasi, deregulasi dan de
sentralisasi harus selalu dilakukan
dan pelaksanaannya dikawal oleh
publik, mengingat bahwa peningkatan
pelayanan kepada masyarakat juga
harus terusmenerus ditingkatkan dan
diusahakan.
Untuk melihat prosesproses itu,
telaah atas birokrasi kontemporer,
khususnya di Indonesia, dan perkem
bangannya pada masa depan secara
sederhana dapat dipilih berdasarkan
tiga wilayah (domain), yaitu postur,
struktur dan kultur. Di atas lanskap
permasalahan birokrasi inilah harus
dipetakan petunjuk arah supaya dapat
dicari alternatifalternatif solusi bagi
berbagai persoalan masa kini maupun
masa mendatang. Ketiganya dapat di
kaji dengan, pertamatama, pemetaan
masalah yang diruntut melalui sejarah
birokrasi di Indonesia. Sejarah mem
berikan latar demensi waktu (longi-
tudinal), sehingga dapat dipe roleh
perspektif perubahanperubahan
yang telah berlangsung. Sejarah juga
memberi penjelasan kausalitas menu
ruti alur peristiwa dan waktu.
Reformasi Birokrasi dapat diren
canakan dan diancangkan ke depan.
Paradigma yang dianut artikikel ini
adalah bahwa reformasi birokrasi
seperti itu merupakan suatu kenisca
yaan. Sesuatu yang tidak dapat, dan
tidak boleh ditolak, karena hakekat
penyelenggaraan pemerintahan yang
baik (good governance) terletak pada
fungsi pelayanan publik yang diemban
oleh birokrasi.
Dalam satu perspektif, kete
ladanan kepemimpinan di dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi,
merupakan salah satu variabel
penting. Keberadaan keteladanan
kepemimpinan menjadi faktor yang
menentukan di dalam proses refor
masi birokrasi. Tanpa keteladanan
kepemimpinan, tidak akan mungkin
reformasi birokrasi akan dapat dica
pai. Kepemimpinan merupakan aspek
yang sangat mendasar, jika diruntut
setiap organisasi mesti didalamnya
ada kegiatan menejerial yang dipasti
kan di dalamnya terdapat kepemimpi
nan dan setiap kepemimpinan pasti
terdapat human relations.
Ujung dari proses Reformasi Bi
rokrasi adalah mesin pelayanan publik
yang efisien, efektif, dan akuntabel.
Rejimrejim politik dan ekonomi
boleh bahkan harus bergantiganti
sesuai dengan perkembangan dan pe
rubahan jaman, tetapi mesin birokrasi
pemerintahan harus tetap bekerja
menurut prinsipprinsip pelayanan
publik sebagaimana seharusnya. Bi
rokrasi Indonesia masa depan adalah
birokrasi yang melayani publik, bukan
melayani orang perorang atau seke
lompok orang, dan bukan birokrasi
yang dilayani oleh publik. Bahkan
birokrasi tidak boleh melayani suatu
rejim politik. Dalam konteks yang
lebih luas, birokrasi adalah represen
tasi pemerintahan , dan pemerintahan
adalah representasi dari birokrasi.
Oleh karenanya, reformasi birokrasi
tidak berhenti pada suatu titik dimana
birokrasi dapat menjadi publik service
yang handal. Pada tahap lebih lanjut,
birokrasi harus dikembalikan kepada
status dan fungsi utamanya sebagai
representasi tersebut. Artinya suatu
negara yang memilih filosofi etatisme
dan negara kesejahteraan (welfare
state) harus mengarahkan birokrasi
nya supaya menjadi instrumen
pemerintahan yang bertujuan
mengendalikan seluruh kehidu
pan negara, berbangsa, dan
bermasyarakat.
Pilihan idieologi se
perti mengandaikan serta
mensyaratkan peran proaktif
birokrasi dalam seluruh sektor
kehidupan, termasuk sektor
sektor swasta. Dulu negara
negara komunis dan sosialis
menganut jalan ini, sehingga
nuansa atau bobot kedikta
toran suatu rejim kepemimpinan nasi
onal ditolerir, sejauh negara (pemerin
tah dan birokrasinya) mampu mening
katkan kesejahteraan warganya.
Selain itu, terdapat “varian” pili
han alternatif idielogis dan filosofis,
sebagaimana diajukan dalam teori
teori dan konsepkonsep “reinventing
the government”, “state incorporated”
dan lain sebaginya. Secara umum,
konsep alternatif ini bertujuan un
tuk menjadikan pemerintahan dan
birokrasinya seolaholah sebagai pe
rusahaan swasta, khusnya dalam ber
hadapan dengan dunia luar. Salah satu
landasan pemikirannya adalah, negara
seharusnya bukan hanya bertindak
sebagai fasalitator saja, melainkan se
baiknya sebagai ekselerator kemajuan
ekonomi dan kesejahteraan.
Akhirnya, pilihan apapun atas
filosofi kenegaraan, Reformasi Bi
rokrasi hanya akan menjadi angan
angan belaka kalau elite politik
tidak secara serius mendukung dan
mengimplementasikan gagasan
gagasan pe nyempurnaan ke dalam
program operasional. Reformasi
Birokrasi hanya dapat dilakukan me
lalui keputusan politik dan kehendak
politik (political will). Tanpa political
will, Indonesia hanya akan menelusuri
khayalan, anganangan, sebagaimana
ditulis oleh John Lennon dalam lirik
lagu Imagine.
birokrasi adalah representasi
pemerintahan, dan pemerintahan adalah
representasi dari birokrasi. Oleh karenanya, reformasi
birokrasi tidak berhenti pada suatu titik dimana birokrasi dapat menjadi
public service yang handal.
“
“
30 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 31
Pelaksanaan pemilihan kepala
daerah (Pilkda) serentak ses
uai Undangundang Nomor
1 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undangundang Nomor 1 2014 ten
tang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi Undangundang
yang mengamanatkan penyeleng
garaan pemungutan suara serentak
dalam pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota.
Beberapa waktu yang lalu, bangsa
Indonesia merayakan hajat demokrasi
yang sangat bersejarah, dikatakan
bersejarah karena pemiilihan pilkada
dilaksanakan secara serentak yang
baru pertama kali dilaksanakan sejak
Indonesia merdeka tepatnya pada
usia bangsa Indonesia berusia 70
tahun. Usia yang memang seharus
nya sudah matang dalam berpikir,
berkata, berbuat dan bertingkah laku
terutama dalam menetapkan pilihan
terhadap pimpinan daerah tempat
tinggalnya, dengan harapan pimpinan
yang dipilihnya akan membawa warga
menuju kehidupan yang lebih baik,
lebih makmur dan lebih sejahtera lahir
dan batin.
Pilkada serentak sebenarnya
mengandung problem baru, paling
tidak untuk tiga perkara. Pertama,
Pilkada serentak akan menimbulkan
konsekuensi tata pemerintahan yang
rumit, sehubungan dengan ber
akhirnya masa jabatan Gubernur di
beberapa provinsi. Jikalau Pilkada
tidak serentak, maka Gubernur ber
akhir masa jabatannya barangkali ha
nya beberapa orang saja, dan pejabat
pelaksana tugas dengan cukup mudah
dipilih dari pejabat eselon satu yang
ada di Kementerian Dalam Negeri.
Tetapi dengan adanya kebijakan Pilka
da serentak, maka mencari pejabat
pelaksana tugas menjadi tidak mudah.
Walaupun hanya hitungan bulan,
tetapi pejabat pelaksana tugas itu ter
paksa rangkap jabatan. Apakah “rang
kap jabatan” itu tidak mengganggu
ilustrasi : Helder Oliviera
NETRALITAS
APARATUR SIPIL NEGARAPOLITIK
OLEH : BETTY SETYAWATIAUDITOR MUDA PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV
tugas utama oknum pejabat yang
bersangkutan? Kalau dia jujur dan ber
integritas, rangkap jabatan itu tentu
menyebabkan salah satu jabatan akan
terbengkalai. Kedua, jikalau terjadi
sengketa Pilkada di berbagai tempat,
betapa repotnya Mahkamah Konstitu
si untuk menangani perkara, padahal
Mahkamah Konstitusi dibatasi waktu
untuk menyidangkannya. Ketiga, jika
lau Pilkada dilaksanakan hanya satu
hari untuk seluruh Indonesia, dan apa
lagi kalau disamakan tanggal pelaksa
naannya dengan PemiluPemilu lain
nya, maka pertanyaannya, buat apa
diadakan lembaga KPUD dan Bawaslu
tingkat provinsi di seluruh Indonesia.
Apa yang harus mereka kerjakan un
tuk mengisi waktu sepanjang tahun?
Dalam kaitannya peran dan tang
gungjawab Aparatur Sipil Negara
(ASN) dalam mensukseskan hajat
tersebut di atas, diharapkan dapat
bersikap netral dalam arti tidak secara
terangterangan memihak salah satu
calon dalam pilkada meskipun secara
pasti dan tidak dipungkiri mempunyai
pilihan calon pimpinan daerahnya
yang sesuai hati nuraninya dan secara
manusiawi mengharapkan orang lain
pun dapat menentukan pilihan yang
sama dengan dirinya. ASN sebagai
abdi negara menyadari betul bahwa
netralitas menjadi sesuatu yang
mutlak dilaksanakan oleh aparatur
sipil negara (ASN) dalam pemilihan
kepala daerah (Pilkada). Sebagaimana
diamanatkan dalam Undangundang
Aparatur Sipil Negara yang secara te
gas menyatakan bahwa aparatur sipil
negara berperan sebagai perencana,
pelaksana dan penyelenggaran tugas
umum pemerintahan dalam peran na
sional melalui pelaksanaan kebijakan
dan pelayanan publik yang profes
sional, bebas dari intervensi politik
serta bersih dari praktek KKN. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan
ASN, yaitu sebagai berikut:
• Undangundang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil
Negara Pasal 87 ayat (4) huruf b
menyebutkan bahwa PNS diber
hentikan dengan tidak hormat
karena menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik;
• Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
Pasal 4 angka 15 menyebutkan
bahwa setiap PNS dilarang mem
berikan dukungan kepada calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Dae
rah, dengan cara:
a. Terlibat dalam kegiatan
kampanye untuk mendukung
calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala daerah;
b. Menggunakan fasilitas yang
terkait dengan jabatan dalam
kegiatan kampanye.
Kalau PNS dibiarkan tidak ne
tral maka dampak yang akan terjadi
adalah diskriminasi pelayanan, peng
kotak-kotakan PNS, benturan konflik
kepentingan dan PNS menjadi tidak
professional. “Di era revolusi men-
tal ini kita ingin memastikan bahwa
seluruh aparatur sipil bekerja secara
profesional, netral dan mampu melay-
ani seluruh kepentingan publik tanpa
membeda-bedakan latar belakang poli-
tiknya. Karena itu netralitas menjadi
sesuatu yang mutlak dilaksanakan oleh
ASN dalam rangka pelaksanaan pe-
milihan kepala daerah langsung” kata
Yuddy Chrisnandi Menteri Pember
dayaan Aparatur Negara Reformasi
dan Birokrasi.
Aparatur sipil negara berperan sebagai
perencana, pelaksana dan penyelenggaran tugas umum pemerintahan dalam peran nasional melalui pelaksanaan
kebijakan dan pelayanan publik yang professional,
bebas dari intervensi politik serta bersih dari
praktek KKN.
32 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 33
Tentunya kita sering mendengar
kata integritas, pada awalnya
kata integritas itu terdengar
asing namun seiring waktu berjalan
dan seringnya kata tersebut didengar
maka kita semakin terbiasa dengan
kata tersebut meskipun masih banyak
yang belum terlalu paham apa inte
gritas itu sendiri sebenarnya? Secara
sederhana integritas diartikan dengan
seberapa konsisten kita terhadap apa
yang telah kita ucapkan dan tercermin
dalam ucapan dan tingkah laku di ke
mudian hari. Ketika apa yang terucap
dan terjadi telah sesuai dengan apa
yang kita ucapkan sebelumnya maka
kita sudah dapat dikategorikan se
bagai individu yang berintegritas.
Kumpulan dari individuindi
vidu berintegritas apabila melakukan
sinergi yang selaras akan menghasil
kan sebuah kelompok yang berinteg
ZONAINTEGRITAS
ritas namun begitu juga sebaliknya.
Akan tetapi untuk dapat disatukan
dan disinergikan secara selaras dibu
tuhkan katalisator dan campur tangan
berupa aturan ataupun kebijakan
agar integritas yang dihasilkan dapat
berkesinambungan dan presistance
terhadap gangguan.
Dalam sebuah modul dise
butkan bahwa Zona Integrtas (ZI)
adalah sebutan atau predikat yang
diberikan kepada suatu K/L/Prov/Kab/
Kota yang pimpinannya dan jajaran
nya mempunyai niat (komitmen) un
tuk mewujudkan birokrasi yang bersih
dan melayani. Disebutkan juga bahwa
dengan pembangunan unit kerja Zona
Integritas (ZI) diharapkan dapat men
jadi model pencegahan korupsi yang
lebih efektif, karena pada Unit Kerja
ZI inilah dilakukan berbagai upaya
pencegahan korupsi secara konkrit
Foto : 6second.org | Olah foto : Basuki Rahmat
TANGGUNG JAWAB SIAPA ?
Kementerian Agama sebagai
Kementerian dengan jumlah satker
terbesar di Indonesia tentunya ti
dak mau tertinggal dengan momen
yang sangat penting bagi tonggak
perubahan menuju Good Governane.
Sebagai wujud konkritnya adalah
dengan terbitnya Instruksi Menteri
Agama Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Pembangunan Zona In
tegritas Menuju Wilayah Bebas dari
Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih
dan Melayani di Lingkungan Kemen
terian Agama yang juga merupakan
aplikasi dalam rangka melaksanakan
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberan
tasan Korupsi serta memperhatikan
Permenpan dan RB Nomor 60 Tahun
2012 tentang Pedoman Pembangu
nan Zona Integritas Menuju WBK dan
WBBM di Lingkungan Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Kementerian Agama, pusat maupun daerah, secara bertahap akan segera melaksanakan secara
konsisten lima nilai budaya kerja, program Wilayah Bebas Korupsi (WBK), dan Wilayah Birokrasi
yang Bersih dan Melayani (WBBM).
OLEH : M. FARID MA’RUFAUDITOR MADYA PADA INSPEKTORAT WILAYAH III
Mengapa Zona Integritas begitu penting? Hal ini dikarenakan dalam mewujudkan WBK perlu dilakukan pembangunan Zona Integritas (ZI)
terlebih dahulu dimana didahului de ngan pernyataan komitmen bersama untuk tidak
melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme melalui penandatanganan dokumen
pakta integritas.
dan terpadu.
Mengapa Zona Integritas
begitu penting? Hal ini dikarenakan
dalam mewujudkan WBK perlu dilaku
kan pembangunan Zona Integritas (ZI)
terlebih dahulu dimana didahului de
ngan pernyataan komitmen bersama
untuk tidak melakukan tindak pidana
korupsi, kolusi, dan nepotisme melalui
penandatanganan dokumen pakta
integritas.
34 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 35
Pada penghujung tahun 2013
dalam rangka memperingati Hari Anti
Korupsi Sedunia yang jatuh pada tang
gal 9 Desember, Inspektorat Jenderal
di bawah Pimpinan Moch. Jasin se
bagai penggerak pencanangan Zona
Integritas (ZI) di Kementerian Agama
menurunkan tim untuk melaksanakan
pencanangan Zona Integritas. Sebagai
awalan, pencanangan dilaksanakan
pada 4 (empat) Provinsi yang ada di
Pulau Jawa yaitu Provinsi Banten,
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur yang dikoordinir oleh masing
masing Inspektorat Wilayah yang
membawahinya.
Pencanangan Zona Integritas
(ZI) tidak hanya pada tataran Kantor
Wilayah saja akan tetapi menyelu
ruh sampai dengan tataran Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/
Kota. Hasilnya pun menggembirakan
dimana 90% lebih pegawai Kemen
terian Agama pada 4 (empat) Provinsi
tersebut telah menandatangani Pakta
Integritas dan melaporkan Laporan
Harta Kekayaan Penyelanggara Nega
ra (LHKPN) kepada Komisi Pemberan
tasan Korupsi (KPK).
Tidak cukup sampai disitu,
dalam sebuah kesempatan di awal
tahun 2015 ini Inspektur Jenderal
Kementerian Agama Moch. Jasin
menegaskan seluruh satuan kerja
(satker) Kementerian Agama, pusat
maupun daerah, secara bertahap
akan segera melaksanakan secara
konsisten lima nilai budaya kerja, pro
gram Wilayah Bebas Korupsi (WBK),
dan Wilayah Birokrasi yang Bersih dan
Melayani (WBBM). Dijelaskan juga
bahwa implementasi akan komitmen
tersebut adalah seluruh satker akan
melaksanakan secara riil 20 item zona
integritas (ZI) dimana setiap satker
juga harus siap untuk dievalusi dalam
setiap semester terkait pelaksanaan
20 item ZI tersebut.
Kedua puluh kegiatan
konkrit itu adalah: penandatangan
dokumen pakta integritas, pemenu
han kewajiban LHKPN, pemenuhan
akuntabilitas kinerja, pemenuhan ke
wajiban pelaporan keuangan, penera
pan disiplin PNS, penerapan kode
etik khusus, penerapan kebijakan
pelayanan publik, penerapan whistle
blower system tindak pidana korupsi,
pengendalian gratifikasi, penanga
nan benturan kepentingan, kegiatan
pendidikan/pembinaan dan promosi
anti korupsi, pelaksanaan saran per
baikan yang diberikan oleh BPK/KPK/
APIP, penerapan kebijakan pembinaan
purna tugas, penerapan kebijakan
pe laporan transaksi keuangan yang ti
dak sesuai dengan profile oleh PPATK,
rekrutmen secara terbuka, promosi
jabatan secara terbuka, mekanisme
pengaduan masyarakat, pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa secara
elektronik, pengukuran kinerja indi
vidu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan keterbukaan informasi
publik.
Sebagai pilot project awal
setiap Kantor Wilayah Kementerian
Agama diminta menunjuk 3 (tiga)
satker untuk melaksanakan 20 item
zona integritas yang nantinya akan
mendorong satkersatker lainnya un
tuk melakukan komitmen yang sama.
Rencananya akan dirancang sistem
reward and punishment sebagai hasil
evaluasi bagi satker.
Wilayah bebas dari korupsi
(WBK) adalah sebutan atau predikat
yang layak diberikan kepada suatu
unit kerja pada ZI yang memenuhi
syarat indikator mutlak dan mem
peroleh hasil penilaian indikator
operasional di antara 80 dan 90.
Wilayah Birokrasi Bersih, dan Melayani
(WBBM) adalah sebutan atau predi
kat yang diberikan kepada suatu unit
kerja pada ZI yang memenuhi syarat
indikator mutlak dan memperoleh ha
sil penilaian indikator operasional 90
atau lebih. Untuk mewujudkan WBK,
perlu lebih dahulu dilakukan pem
bangunan Zona Integritas (ZI), yang
didahului dengan pernyataan komit
men bersama untuk tidak melakukan
tindak pidana korupsi, kolusi, dan
nepotisme melalui penandatanganan
dokumen pakta integritas. Sedang
kan selama ini keberhasilan upaya
pencegahan korupsi selama ini dirasa
kurang optimal yang salah satu di an
taranya adalah Program Wilayah Be
bas dari Korupsi (WBK) sebagai bagian
dari Inpres Nomor 5 Tahun 2004.
Inspektorat Jenderal Kemen
terian Agama yang ditugasi untuk
memberikan dorongan dan dukungan
administratif dan teknis kepada unit
kerja dalam melaksanakan kegiatan
pencegahan korupsi. Akan tetapi
mungkinkah citacita mulia ini dica
pai oleh upaya Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama saja? Secara
matematis personil yang ada pada
Inspektorat Jenderal Kementerian
Agama tidak berimbang dengan jum
lah satker yang sangat besar, sudah
dapat tergambarkan betapa minimnya
daya cakupan yang dapat dilakukan
oleh Inspektorat Jenderal Kemen
terian Agama.
Oleh sebab itu, sejak awal
telah dibangun sebuah komitmen
bersama untuk turut mensukseskan
pencanangan Zona Integritas di ling
kungan masingmasing. Efek bola
salju yang diterapkan akan mampu
dan dapat diharapkan yang pada
akhirnya nanti seluruh satker dapat
berkomitmen pada Zona Integritas
(ZI). Memang pada awalnya hanya
3 (tiga) Kantor Kementerian Agama
Kab/Kota di setiap masingmasing
Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi. Apabila pilot project tersebut
telah berkomitmen, diharapkan dapat
“menularkan” budaya yang sudah
diterapkan pada satker lainnya, terus
begitu sampai dengan seluruh satker
terjangkau oleh pencanangan Zona
Integritas (ZI).
Intinya adalah sinergi dari
seluruh elemen Kementerian Agama
dalam rangka mewujudkan tercipta
Zona Integritas di Kementerian Aga
ma. Seberapa besar suksesnya pen
capaian pencanangan Zona Integritas
(ZI) dan seberapa cepat waktu tem
puh yang dibutuhkan sangat tergan
tung pada seberapa besar komitmen
seluruh elemen Kementerian Agama
dalam mewujudkan Zona Integritas
(ZI) minimal di lingkungan kerja ma
singmasing.
Menag Lukman Hakim Saifuddin memperhatikan sejumlah pejabat yang dilantik menandatangani Pakta Integritas disaksikan Sekjen Kemenag Nur Syam dan Irjen Kemenag M. Jasin,
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil bersama Irjen Kemenag M Jasin menyaksikan penandatangan Pakta Integritas oleh Pejabat Eselon II, III, dan IV Ditjen PHU sebagai komitmen Pembangunan Zona Integritas
foto : Kemenag.go.id
foto : Kemenag.go.id
90% lebih pegawai Kemen terian Agama di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur telah menandatangani
Pakta Integritas dan melaporkan Laporan
Harta Kekayaan Penyelanggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
36 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 37
Kabar gembira datang dari ge
laran penganugerahan Hasil
Laporan Kinerja yang diseleng
garaakan Kementerian Pendayagu
naan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan dan RB) baruba
ru ini di bulan Desember. Apa Sebab?
Dari 86 Kementerian / Lembaga yang
telah dinilai, Kementerian Agama (Ke
menag) tidak berada dalam 10 besar
diurutan terbawah yang seolaholah
menjadi “langganan” posisi ditahun
tahun sebelumnya. Ini merupakan
hasil yang boleh di katakan kemajuan
yang signifikan dan harus diapresiasi
OLEH : ERMA AGUSTINIAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH III
sebagai bentuk semangat untuk terus
memperbaiki laporan kinerja yang
telah sampaikan. Syukursyukur dapat
masuk ke area sepuluh besar K/L
ditahuntahun berikutnya, itu meru
pakan target yang harus diraih untuk
periode tahuntahun mendatang.
Kemenag telah mendapatkan
predikat B dengan nilai 62,01 (lihat
Tabel 1) dan berada di peringkat 56
didalam laporan perkembangan Nilai
Akuntabilitas Kinerja kementerian/
lembaga. Tentunya perolehan pre
dikat B ini tidak serta merta mudah
ANTARA LAPORAN KINERJA & HASIL KINERJA
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari
pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan
kepada setiap instansi pemerintah atas
penggunaan anggaran. Hal terpenting yang
diperlukan dalam penyusunan laporan
kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta
pengungkapan (disclosure) secara
memadai hasil analisis terhadap pengukuran
kinerja.
“
“Foto : Shutterstock.com
38 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 39
mendapatkannya. Karena ada banyak
usaha yang dilakukan oleh Kemenag
dalam menyajikan hasilhasil kiner
janya kedalam format laporan yang
disarankan oleh Kemenpan dan RB.
Persoalannya adalah, apakah
penilaian tersebut berdasar laporan
dalam arti penyajian ke dalam “Rapor”
atau Akuntabilitas Kinerja sesungguh
nya yang di lakukan oleh Kemenag.
Adakah Gap antara laporan yang disu
sun dengan Kinerja yang sesungguh
nya dicapai. Bisa saja ada kemungki
nankemungkinan yang dapat terjadi.
Mari kita introspeksi!
Kemungkinan pertama,
Laporan Kinerja telah menyajikan
lebih tinggi dari Kinerja sesunggunya.
Kemungkinan kedua, Laporan Kinerja
telah menyajikan lebih rendah dari
kinerja sesungguhnya. Kemungkinan
ketiga Laporan kinerja menyajikan
kinerja sesungguhnya. Kemungkinan
keempat yang paling parah Laporan
Kinerja tidak menyajikan kinerja ses
ungguhnya.
Melihat pada Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Dan Reformasi Birokrasi Re
publik Indonesia Nomor 53 Tahun
2014 Tentang Petunjuk Teknis Per
janjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan
Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja
sudah jelas bahwa Laporan kinerja
merupakan bentuk akuntabilitas dari
pelaksanaan tugas dan fungsi yang
dipercayakan kepada setiap instansi
pemerintah atas penggunaan ang
garan. Hal terpenting yang diperlukan
dalam penyusunan laporan kinerja
adalah pengukuran kinerja dan evalu
asi serta pengungkapan (disclosure)
secara memadai hasil analisis terha
dap pengukuran kinerja.
Ada hal penting yang harus
diperhatikan terkait dengan pengu
kuran, evaluasi serta pengungkapan
ke dalam laporan Kinerja. Persoalan
berikutnya apakah alat ukur yang
digunakan telah sesuai? Dan evaluasi
telah dilakukan telah menyeluruh?
Pengungkapan sangat tergantung
pada “ kepiawaian”Tim yang menyu
sun Laporan Kinerja tersebut.
Seharusnya memang se
luruh satuan kerja yang berada di
Kemen terian Agama selalu merujuk
pada peraturan Kemenpan nomor 53
tersebut yang menyarankan penya
jian laporan kinerja secara berjenjang
mulai dari satuan kerja yang ada di
daerah sampai ke pusat. Sungguh
ini bukan pekerjaan mudah untuk
mengintegrasikan ke satu bentuk
laporan jika masingmasing satuan
kerja memiliki gayanya sendirisendiri
dan tidak teratur waktu penyampaian
nya.
Empat bab yang ada dalam
Laporan kinerja, yang paling krusial
terletak di bab 3, yakni terkait ten
tang akuntabilitas kinerja. Dalam
bab ini merupakan inti dari capaian
laporan kinerja. Pada bab ini disaji
kan capaian kinerja organisasi untuk
setiap pernyataan kinerja sasaran
strategis organisasi sesuai dengan
hasil pengukuran kinerjanya. Untuk
setiap pernyataan kinerja dilakukan
analisis capaian kinerja sebagai beri
kut: 1. Membandingkan antara target
dan realisasi kinerja tahun ini; 2. Mem
bandingkan antara realisasi kinerja
serta capaian kinerja tahun ini den
gan tahun lalu dan beberapa tahun
terakhir; 3. Membandingkan realisasi
kinerja sampai dengan tahun ini den
gan target jangka menengah yang ter
dapat dalam dokumen perencanaan
strategis organisasi; 4. Membanding
kan realisasi kinerja tahun ini dengan
standar nasional (jika ada); 5. Analisis
penyebab keberhasilan/kegagalan
atau peningkatan/penurunan kinerja
serta alternative solusi yang telah
dilakukan; 6. Analisis atas efisiensi
penggunaan sumber daya; 7. Analisis
program/kegiatan yang menunjang
keberhasilan ataupun kegagalan pen
capaian pernyataan kinerja.
Pada poin Realisasi Ang
garan dijelaskan bahwa realisasi
anggaran yang digunakan dan yang
telah digunakan untuk mewujudkan
kinerja organisasi sesuai dengan
dokumen Perjanjian Kinerja. Dalam
proses membandingkan antara tar
get dan realisasi kinerja tahunan,
kinerja beberapa tahun terakhir,
memban dingkan rea lisasi dengan
target jangka menengah sudah sesuai
kondisi yang sebenarnya. Ataukah ada
upaya “penampakan” agar terlihat
ada perkembangan dan “penyembu
nyian” tidak tercapainya targettarget
yang sesungguhnya dengan penyajian
isu lain yang dianggap menarik. Ini
memang hal yang wajar jika ada ung
kapan “tampilkan yang baikbaik saja”
karena secara organisasi akan menjadi
nilai positif organisasi tersebut. Akan
tetapi de ngan tidak menampilkan dari
sisi yang buruk alan menjadi bume
rang jika hal tersebut akan menjadi
masalah yang akut jika tidak dapat
diatasi secara internal. Halhal lain
kemungkinan penyajian laporan ki
nerja lebih dari kinerja sesungguhnya
adalah motivasi mendapatkan nilai
lebih baik dari tahuntahun sebelum
nya.
Tidak salah, organisasi me
miliki motivasi untuk mendapatkan
nilai yang lebih baik dari tahuntahun
sebelumnya namun seyogyanya di
lakukan dengan caracara yang baik
dengan penyajian yang jujur tidak
mengkamuflase hasil yang sesung
guhnya. Motivasi itu lahir disebabkan
adanya manfaat dari pelaporan jika
mendapatkan nilai yang baik. Jadi,
Satuan kerja harus melakukan penyusunan
selengkap mungkin mengenai target
dan realisasi yang telah dicapai dan
dilaksanakan. Agar tidak terburu-buru dalam
penyusunannya.
“
“
Sebagai salah satu bentuk transparansi
dan akuntabilitas serta untuk memudahkan pengelolaan kinerja,
maka data kinerja harus dikumpulkan dan
dirangkum. Pengumpulan dan perangkuman harus memperhatikan indikator kinerja yang digunakan, frekuensi pengumpulan data, penanggungjawab, mekanisme perhitungan
dan media yang digunakan.
“
“
Foto : Shutterstock.com
40 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 41
jelaslah bahwasannya “rapor” laporan
Kinerja secara umum dinilai sebagai
bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan
tugas dan fungsi yang dipercayakan
kepada setiap instansi pemerintah
atas penggunaan anggaran.
Kemungkinan berikutnya
adalah laporan kinerja disajikan lebih
rendah dari yang sengguhnya. Kalau
ini terjadi, bisa saja disebabkan karena
banyak yang seharusnya diungkap
kan akan tetapi tidak mampu me
nyajikan sesuai dengan format yang
diberikan Kemenpan dan RB. Hal ini
terjadi karena pada saat penyusunan
pelaporan tidak dilakukan analisis se
cara menyeluruh karena terbatasnya
waktu dalam proses penyusunannya.
Pelajaran yang diambil dalam hal ini
adalah, satuan kerja harus melakukan
penyusunan selengkap mungkin me
ngenai target dan realisasi yang telah
dicapai dan dilaksanakan. Agar tidak
terburuburu dalam penyusunannya,
seharusnya tim penyusun melakukan
pengumpulan datadata sepanjang
tahun, tidak tertumpuk pada akhir
akhir periode penyusunan Laporan
Kinerja. Kinerja yang sesungguhnya
merupakan realisasi dari target yang
telah diprogramkan sebelumnya. Jika
dilihat dari masingmasing target,
tentu terdapat realisasi yang tercapai
maupun yang tidak tercapai, atau bah
kan melebihi target. Melebihi target
bisa saja terjadi karena target yang
dibuat terlalu kecil atau tidak “berani”
membuat target besar karen belum
bisa melihat potensi sesungguhnya.
Atau sudah melihat potensi sesung
guhnya akan tetapi tidak mau “ngoyo”
dalam usaha mencapainya sehingga
target dibuat biasabiasa saja. Atau
sengaja target dibuat kecil, agar saat
pencapaian “sedangsedang saja”, hal
tersebut dianggap berhasil.
Kemungkinan berikutnya
adalah laporan Kinerja telah menun
jukkan dan mengungkapkan Kinerja
sesungguhnya. Artinya bukan saja
hanya di rapor Laporan Kinerja, na
mun kenyataan di lapangan, organ
isasi telah berhasil sesuai apa yang di
laporkan. Ini adalah harapan ideal, ar
tinya kinerja yang sesungguhnya telah
dihasilkan mampu disajikan kedalam
format yang disarankan dan nilai yang
didapatkan merupakan penggam
baran dari kerja sesungguhnya yang
telah dilakukan organisasi. Berkaitan
dengan nilai yang di peroleh 62,01
(dengan predikat B) yang berada pada
posisi tengah, idealnya Kemenag telah
memperlihatkan kinerja yang (sudah)
Baik. Hal ini diharapkan adalah pe
nilaian yang riil dan “sahih” yang tak
perlu lagi dibuktikan oleh khalayak.
Kemungkinan yang terakhir
adalah Laporan Kinerja tidak meng
gambarkan kinerja sesungguhnya .
Sebenarnya kemungkinan ini terjadi
karena bisa lebih tinggi atau lebih
rendah, seperti kemungkinan per
tama dan kemungkinan kedua. Namun
maksud penulis adalah, laporan ki
nerja disajikan ala kadarnya sekedar
memnuhi format yang diberikan oleh
Kemenpan tanpa ada analisis men
dalam terkait substansi yang seha
rusnya dilaporkan. Ini bisa saja terjadi
jika organisasi hanya untuk sekedar
memenuhi kewajiban tanpa melihat
esensi dari kewajiban tersebut. Hal ini
bisa saja terjadi karena mungkin indi
vidu beranggapan ‘yang penting kerja,
kerja, kerja. Sehingga tidak ada waktu
membuat atau menyusun laporan
kinerja secara benar sesuai dengan
format yang telah diberikan. Atau
kemungkinan fokus dari organisasi ti
dak pada kerja sesuai tugas fungsinya
melainkan hanya pada bagaimana
melakukan penyerapan anggaran
setingitinginya.
Pertanyaan yang muncul ke
mudian adalah, apa peran Inspektorat
Jenderal selaku pengawas internal
yang ditugasi sebagai pereviu dari
Laporan Kinerja Kementerian Agama?
Jawabannya adalah, peran Itjen harus
lah sebagai garda terdepan yang me
ngawal capaian kinerja Kementerian
Agama menjadi (harus) riil dan sesuai
target yang telah dibuat. Itjen, dalam
melakukan reviu terhadap Laporan
kinerja harus berdasarkan pada pe
tunjuk teknis yang telah diberikan
oleh Peraturan Menpan dan RB
nomor 53 tahun 2014. Reviu adalah
penelaahan atas laporan kinerja untuk
memastikan bahwa laporan kinerja
telah menyajikan informasi kinerja
yang andal, akurat dan berkualitas.
Mekanisme yang telah diberi
kan dalam Permenpan dan RB nomor
53 tahun 2014 sudah jelas bagaimana
format dan langkahlangkah yang ha
rus dilakukan Itjen selaku APIP di Ke
menag. Setidaknya alat reviu tersebut
jika dijalankan dengan benar oleh TIM
Itjen maka akan mampu memberikan
evaluasi terhadap Laporan Kinerja
yang telah disusun. Ini tentunya ha
rus dikerjakan dengan waktu yang
tersedia dan dalam proses yang tidak
sebentar. Tendensi utamanya adalah,
kita sebagai ASN Kemenag harus
terus meningkatkan kinerja, sebagai
upaya perwujudan tanggung jawab
pelaksanaan anggaran yang dilak
sanakan secara akuntabel.
Salah satu fondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran
kinerja dalam rangka menjamin adanya
peningkatan dalam pelayanan publik
dan meningkatkan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi output dan outcome
yang akan dan seharusnya dicapai
untuk memudahkan terwujudnya organisasi
akuntabel.
Indikator kinerja instansi pemerintah harus selaras
antar tingkatan unit organisasi. Indikator
kinerja yang digunakan harus memenuhi kriteria
spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan,
dan sesuai dengan kurun waktu tertentu.
“
““
“
42 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 43
Pedoman penyusunan RKAKL
selalu diperbaiki hampir se
tiap tahunnya. Sejak tahun
2013 Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah (APIP) Kementerian
Negara/ Lembaga telah diberikan
tugas baru dalam pengawasan, yaitu
reviu RKAKL. Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) kement
erian/ lembaga dalam siklus peren
canaan dan penganggaran berperan
sebagai reviewer sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Men
teri Keuangan (PMK) Nomor 136/
PMK.02/2014 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan RKAKL.
Dibutuhkan banyak pengembangan
teknik reviu guna peningkatan kuali
tas RKAKL. Semakin tertib dan ketat
penyusunannya, RKAKL harus sesuai
pedoman dan berdasarkan prinsip
efektif dan efisien serta sesuai den
gan kebutuhan riil kantor/ satker.
Menurut Firmansyah selaku Auditor
Kementerian Keuangan mengatakan
bahwa Perencanaan dan pengang
garan yang baik diharapkan dapat
membantu penyerapan belanja
secara efektif. Hal ini karena data
penyerapan pemerintah pusat
menunjukkan bahwa hanya 87, 50
% 92, 37% dari tahun 2008 – 2013
dengan kecenderungan penyerapan
pada NovemberDesember. Dijelas
kan pula bahwa rendahnya realisasi
penyerapan dan menumpuknya
penyerapan di akhir tahun mencer
minkan proses perencanaan yang
kurang baik.
Presiden Joko Widodo
dalam sidang paripurna kabinet,
menginstruksikan kepada seluruh
jajaran pemerintahannya untuk
memastikan penyerapan anggaran
Tahun 2015 di setiap kementerian/
lembaga agar segera direalisasikan.
Para menteri dan kepala lembaga
harus menaikan daya serap angga
ran dan menjadikan prioritas. Tim
komunikasi presiden, Teten Masduki
dalam keterangan Persnya men
gatakan bahwa serapan anggaran
REVIU RKA KL:SISIR KEMUBAZIRAN ANGGARAN
K/L baru mencapai 33%. Joko Wido
do menegaskan harus ada strategi
jangka pendek untuk mempercepat
serapan anggaran, belanja peme
rintah, baik pusat maupun daerah
harus digelontorkan agar mesin
ekonomi bergerak. Sementara itu
K/L harus berkoordinasi guna men
sinergikan anggaran, utamanya bagi
programprogram yang tersebar di
beberapa K/L seperti bantuan sosial
(bansos) yang rawan penyelewen
gan.
Tuntutan agar pemerintah
pusat/daerah menghabiskan angga
ran yang sudah direncanakan untuk
tahun bersangkutan selalu memicu
pengeluaran negara yang terkesan
ngasal, yang penting anggaran habis
namun tidak peduli terhadap efien
si, efektivitas, optimal tidaknya ser
ta manfaat yang sebesarbesarnya
bagi masyarakat. Maka tidak aneh,
diakhir tahun anggaran terutama di
bulan Desember makin banyak pe
kerjaan fisik yang dilaksanakan, ma
kin banyak kegiatan semacam sem
inarseminar hingga menjamurnya
iklaniklan di televisi. Apakah penge
luran tersebut membawa dampak
yang positif bagi masyarakat? Selain
itu dampak yang ditimbulkan dari
rendahnya penyerapan anggaran
belanja modal tersebut di atas
adalah jeleknya infrastruktur yang
sudah ada dan tidak ada penamba
han yang signifikan dari sisi jumlah
proyek infrastruktur baru, belum
terbangunnya infrastruktur dasar
seperti jalan, pelabuhan, pembang
kit listrik, dan pengolahan air bersih
menyebabkan para investor swasta
baik swasta nasional maupun asing
enggan berinvestasi di daerah yang
berpotensi ekonomi tinggi di luar
Jawa, ujungujungnya perekonomi
an daerah tersebut selamanya akan
tergantung dari APBN dan APBD se
bagai penggerak utama perekono
mian, sebagian besar akibat belanja
rutin pemerintah.
Penting kiranya memaksi
OLEH : M. RANCAH DEWAAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV
Foto : Shutterstock.com
Tuntutan agar pemerintah pusat/daerah menghabiskan anggaran yang sudah direncanakan untuk tahun bersangkutan
selalu memicu pengeluaran negara yang terkesan ngasal, yang penting
anggaran habis namun tidak peduli terhadap
efiensi, efektivitas, optimal tidaknya serta manfaat yang sebesar-besarnya
bagi masyarakat.
44 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 45
malkan fungsi reviu dari proses pe
nyusunan RKAKL agar tidak terulang
“kemubazirankemubaziran” yang
pernah terjadi di masa lalu dengan
pedoman reviu serta memanfaatkan
hasil dari audit yang dilakukan pada
tahun sebelumnya. Apakah penetapan
anggaran setiap satker sudah benar
benar berdasarkan kinerja atau hanya
membesarkan anggaran saja. Merujuk
pada track record dari satker tersebut
tentunya APIP dapat membentengi
kemubaziran anggaran.
Peraturan Menteri Keuan
gan Republik Indonesia Nomor 136/
PMK.02/2014 menyebutkan bahwa
RKAKL disusun dengan mengacu pada
pedoman umum RKAKL yang meliputi
pendekatan sistem penganggaran
(penganggaran terpadu, berbasis ki
nerja, dan kerangka pengeluaran jang
ka menengah) yang berbasis reviu.
Reviu yang dimaksud adalah
penelaahan atas penyusunan doku
men rencana keuangan yang bersifat
tahunan berupa RKAKL oleh auditor
APIP KL yang kompeten, untuk mem
berikan keyakinan terbatas (limited
assurance) bahwa RKA KL telah disu
sun berdasarkan pagu anggaran K/L
dan atau Alokasi anggaran K/L yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
Renja K/L RKP hasil kesepakatan
pemerintah dengan DPR dalam pem
bicaraan pendahuluan rancangan
APBN, standar biaya, dan kebijakan
pemerintah lainnya serta memenuhi
kaidah perencanaan penganggaran,
dalam upaya membantu menteri/
pimpinan lembaga untuk menghasil
kan RKAKL yang berkualitas.
Secara material APIP ha
rus menguasai referensi peraturan
pelaksanaan reviu RKAKL sebanyak
21 peraturan perundangundangan.
Selain itu teori mengenai efisiensi,
efektivitas dan ekonomis juga harus
dikuasai. Sebagimana dijelaskan pada
Surat Edaran Kementerian Keuangan
Republik Indonesia Direktorat Jen
deral Perbendaharaan Nomor SE2/
PB/2015 Tentang Penyusunan Spend
ing Review Tahun 2015. Pada keten
tuan umum dijelaskan bahwa dalam
rangka meningkatkan kualitas belanja
dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dari segi value
for money, diperlukan pengukuran
belanja pemerintah yang dilaksanakan
melalui reviu belanja pemerintah
(Spending Review). Spending Review
menekankan pada efektivitas, efisien
si dan ekonomis atas penggunaan
belanja pemerintah, meliputi:
1. Mengidentifikasi potensi ruang
fiskal yang dapat digunakan
sebagai bahan perbaikan kebi
jakan penganggaran.
2. Mengukur kinerja belanja
pemerintah baik dari aspek
ekonomis dan/atau efisiensi
dan/atau efektivitas.
3. Mengidentifikasi program/
kegiatan yang hanya perlu di
lakukan satu kali sebagai early
warning agar tidak diulang/ di
lanjutkan pada tahun anggaran
berikutnya.
4. Memberi masukan/ reko
mendasi untuk perumusan
kebijakan penganggaran (pada
umumnya) dan kebijakan pelak
sanaan anggaran (pada khusus
nya) dalam rangka peningkatan
kualitas belanja pemerintah.
5. Memberikan bahan masukan
bagi penyusunan rencana kerja
Kementerian/ Lembaga (K/L)
pada pertemuan tiga pihak (Tri-
lateral Meeting) antara Kemen
terian Keuangan.
Foto : Shutterstock.com Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id
APBNPERMASALAHAN
OLEH : HARNOKOAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH III
46 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 47
Anggaran negara adalah urat
nadi dalam menjalankan
suatu pemerintahan. Di Indo
nesia anggaran negara disusun setiap
tahun dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pe
nyusunan APBN bertujuan sebagai pe
doman pengeluaran dan penerimaan
negara sehingga memberikan keseim
bangan yang dinamis dalam rangka
melaksanakan kegiatankegiatan
kenegaraan demi tercapainya pening
katan produksi, peningkatan kesem
patan kerja, pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi serta pada akhirnya
ditujukan untuk tercapainya masyara
kat adil dan makmur berdasarkan Pan
casila dan UUD 1945.
Landasan hukum serta tata
cara penyusunan APBN terdapat di
dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1,
2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD
1945 disebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) sebagai wujud dari penge
lolaan keuangan Negara ditetapkan
setiap tahun dengan undangundang
dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar
besanya kemakmuran rakyat. Pada
pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa
Rancangan undangundang angga
ran pendapatan dan belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Dae
rah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan
apabila DPR tidak menyetujui RAPBN
yang diusulkan Presiden, pemerintah
menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan
dengan UndangUndang, pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan
Peraturan Presiden. Berdasarkan
perkembangan, di tengahtengah
berjalannya tahun anggaran, APBN
dapat mengalami revisi/peruba
han. Untuk melakukan revisi APBN,
Pemerintah harus mengajukan RUU
Perubahan APBN untuk mendapatkan
persetujuan DPR. Dalam keadaan
PROSES PENYUSUNAN APBN 2016
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat RI telah membahas dan menyepakatiAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah RI
Januari-Maret 2015
20 Mei 2015
7 Juli 2015
Agustus-Oktober
November 2015
Desember 2015
15 April 2015
28 Mei-6 Juli 2015
14 Agustus 2015
30 Oktober
November 2015
Penyusunan Kapasitas Fiskal
Penyampaian KEM PPKF ke DPR
Keputusan Menteri Keuangan tentangPagu Anggaran K/L
Pembahasan dengan DPR
SB Pagu Indikatif Menteri Keuangandan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas
Pembicaraan PendahuluanRAPBN TA 2016
Pidato Presiden PenyampaianNota Keuangan & RAPBN 2016
Sidang Paripurna PenetapanRUU APBN Tahun 2016
UU Nomor 14 tahun 2015tentang APBN 2016
Penyerahan DIPA
Januari-Desember 2016Pelaksanaan APBN
Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2015tentang Rincian APBN tahun 2016
darurat (misalnya terjadi bencana
alam), pemerintah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia
anggarannya. Selambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir,
Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan.
Pada prakteknya penyusu
nan APBN tidak berjalan seperti yang
diharapkan. Masih terdapat beberapa
celah korupsi dalam penyusunan
APBN. Banyaknya kasus korupsi
yang melibatkan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi
penilaian negatif pada dewan terhor
mat tersebut dalam pemberantasan
korupsi di negeri ini. Saat ini tercatat
sekurangnya 46 anggota DPR yang
telah diciduk KPK, ada yang sedang
disidik, disidang, bahkan sudah masuk
penjara. Pertanyaan mendasar yang
ada di benak kita, apa kewenangan
DPR dalam penganggaran yang me
mungkinkan anggotanya berkesem
patan atau menciptakan kesempatan
korupsi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
Masih sering terjadi anggota
DPR memunculkan pospos belanja di
luar rencana dan usulan Pemerintah,
terutama pada saat pembahasan di
Badan Anggaran. Badan Anggaran
dengan kewenangannya dapat meng
utakatik angka postur APBN. Dengan
demikian akan ada ruang belanja baru
dan ini harus disebar ke kementerian/
lembaga sebagai belanja. Kondisi ini
juga membuka peluang adanya per
caloan anggaran dan korupsi. Bagi
Pemerintah, hal ini juga mempersulit
perencanaan. Kementerian/lembaga
tentunya belum mengetahui tam
bahan target kinerja apa yang harus
dicapai dengan tambahan anggaran
tersebut. Belum lagi pada saat pelak
sanaanya, tambahan anggaran men
jadi sorotan para penegak hukum.
Ujungujungnya, pengelola anggaran
kementerian/lembaga tidak berani
i10 KEMENTERIAN/LEMBAGA DENGANANGGARAN TERBESAR
APBNP 2015 -- Rp 795 T
TRILIUN RUPIAH
APBN 2016 -- Rp 784 T
KEMENPUPR118,5
104,1
102,399,5
57,173,0
51,363,5
60,357,1
53,349,2
65,048,5
43,640,6
25,739,3
32,831,5
185,7177,9
KEMENHAN
POLRI
KEMENKES
KEMENAG
KEMENDIKBUD
KEMENRISTEK&DIKTI
KEMENKEU
KEMENTAN
K/L LAINNYA
KEMENHUB
melaksanakan tambahan anggaran
tersebut dan anggaran tidak terserap.
Ini kesalahan yang cukup fatal, DPR
berperan sebagai eksekutif, membagi
bagi anggaran. Bagi Menteri Keuan
gan, kondisi ini juga membuat kalang
kabut dengan mengutakatik lagi pos
tur APBN, menyesuaikan dengan per
mintaan DPR. Masalah lain yang juga
membuat proses penetapan APBN
tidak mulus ialah ketidakharmonisan
antara hasil pembahasan komisi (DPR
dan kementerian/lembaga sebagai
wakil Pemerintah) dengan Banggar
yang sering menimbulkan ketegangan
internal. Pada akhirnya APBN menjadi sumber : anggaran.depkeu.go.id
48 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 49
korban. Contoh sederhana, hasil ke
sepakatan pembahasan berupa jum
lah anggaran per program antara DPR
dengan komisi kadang kala berbeda.
Ujungujungnya kementerian/negara
mengalami kesulitan memproses
anggaran menjadi dokumen pengang
garan, DIPA.
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menemukan enam
celah korupsi penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), khususnya dana alokasi.
Temuan itu berdasarkan kajian KPK
terhadap regulasi dan pelaksanaan
penganggaran nasional dari sisi ekse
kutif. Celah korupsi pertama, penga
lokasian dana optimalisasi tak sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan. 15
kementerian/lembaga yang menerima
tambahan belanja tak mengalokasi
kan dananya pada kegiatan yang se
belumnya ditetapkan.
Celah kedua, regulasi yang
mengontrol defisit tidak digubris.
Sebagai contoh pada APBN 2014,
terjadi peningkatan defisit sebanyak
Rp 21,15 triliun. Pada RAPBN 2014
jumlahnya masih Rp 154,2 triliun, tapi
ketika disahkan menjadi Rp 175,35
triliun. Padahal perubahan RUU APBN
dapat diusulkan Dewan Perwakilan
Rakyat sepanjang tidak mengakibat
kan peningkatan defisit. Celah korupsi
ketiga ada pada rencana kerja peme-
rintah yang terus berubah dan tak
terevaluasi dengan benar. Rencana
kerja yang sudah dibahas dengan DPR
tidak ditetapkan kembali. Ini mem
berikan hasil yang bias untuk perenca
naan tahuntahun berikutnya. Proses
penelahaan dana optimalisasi belum
maksimal dalam menyaring program
yang tak sesuai dengan rencana kerja
kementerian. Akibatnya, banyak pro
gram ditetapkan padahal tak sesuai.
Celah korupsi kelima adalah
mekanisme dan kriteria pembagian
alokasi besaran dana optimalisasi
pada masingmasing kementerian/
lembaga yang tidak transparan. Pem
BELANJA PEMERINTAH PUSATMENURUT FUNGSI
BELANJA PEMERINTAH PUSATMENURUT JENIS
Pelayanan Umum
Ketertibandan Keamanan
Ekonomi
LingkunganHidup
Perumahandan Fasilitas Umum
Kesehatan
Pariwisatadan Ekonomi Kreatif
Agama
Pendidikan
PerlindunganSosial
Pertahanan
Rp158,1 T
Rp316,5 T
Rp99,6 T
Rp109,8 T
Rp360,2 T
Rp12,1 T
Rp34,6 T
Rp67,2 T
Rp7,4 T
Rp9,8T
Rp150,1 T
24%
8%
8%
27%
3%
1%
1%
1%
5%
11%
12%
BELANJA NEGARA
Belanja Pegawa i Pembayaran Bunga UtangBelanja Barang
Subsidi Belanja Lain Lain
Belanja Modal
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial
Rp347,5 T Rp325,4 T Rp201,6 T Rp184,9 T
Rp182,6 T Rp4,0 T Rp54,9 T Rp24,7 T
26%
4%
14%25% 15%
0,3%14% 2%
Rp1.325,6 TRp34,7 T
***
** termasuk belanja barang berkarakteristik belanja modal sekitar Rp60 T* termasuk kewajiban Pemerintah untuk pensiunan dan kontribusi jaminan kesehatan PNS
bagian alokasi tersebut diserahkan
ke Badan Anggaran dan Komisi di
DPR yang ditetapkan dalam rapat
internal dan tidak melibatkan pemer
intah. Dampaknya, kementerian/
lembaga tidak mengetahui alasan
mendapatkan besaran tertentu dalam
alokasi tambahan belanja dan tidak
siap dalam menjalankan program
atau kegiatan. Celah korupsi keenam,
tak ada peraturan tentang kriteria
pemanfaatan dana optimalisasi. Ini
dapat membuka peluang bagi oknum
untuk menambah, mengubah, sekal
igus menghi langkan poinpoin kriteria
agar mengakomodasi kepentingan
pihak tertentu serta membuat ke
menterian/lembaga dan komisikomisi
tidak mematuhi kriteria yang telah di
sepakati. Pe nyempurnaan mekanisme
pembahasan anggaran kementerian/
lembaga dengan DPR mutlak diper
lukan.
KPK juga menyarankan
penguatan regulasi terkait kriteria
pengalokasian dan penggunaan dana
optimalisasi dan memformalkan pe
rubahan rencana kerja pemerintah
agar tidak berubahubah. Kemudian,
besaran defisit atas usulan perubahan
APBN oleh DPR harus sudah dikontrol
ketika masih proses pembahasan.
Dalam penyusunan APBN
yang perlu perhatian lebih adalah
masalah dasar terkait minimnya per
hatian pemerintah dalam hal ekonomi
bangsa yang mencakup stabilitas har
ga kebutuhan masyarakat, kehidupan
yang layak atau kemiskinan, pekerjaan
yang layak atau pengangguran, kesen
jangan ekonomi baik di antara rakyat
maupun wilayah, birokrasi bersih
dan melayani, dinamika persaingan
regional dan global serta utang. Hal
tersebut sangat penting dilakukan
mengingat selama ini masih minim in
formasi yang sampai kepada masyara
kat perihal proses penyusunan APBN.
Publikasi ini berfungsi sebagai penga
wasan yang dilakukan seluruh rakyat
sehingga penyelewangan dalam pe
nyusunan APBN dapat diminimalisasi.
sumber : anggaran.depkeu.go.id
KPK menyarankan penguatan regulasi
terkait kriteria pengalokasian dan penggunaan dana optimalisasi dan memformalkan
perubahan rencana kerja pemerintah
agar tidak berubah-ubah. Kemudian,
besaran defisit atas usulan perubahan
APBN oleh DPR harus sudah dikontrol
ketika masih proses pembahasan.
Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id
50 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 51
Dalam kegiatan publik khusus
nya pemerintahan maupun
privat (swasta), pengadaan
barang/jasa menjadi sebuah keharu
san guna keperluan operasional yang
bersifat rutin seperti bahan baku, ba
han penolong (supplies), suku cadang,
barang jadi, dan barang modal
(kapital) seperti bangunan, mesin dan
peralatan lainnya.
Kebutuhan akan barang/
jasa tidak dapat dihindarkan guna
menjaga kelancaran operasional dan
untuk menjamin pertumbuhan usaha
atau suatu kegiatan. Sementara itu,
prosesuntuk sampai ke tangan tidak
dapat diperoleh secara instan dan
membutuhkan beberapa tahapan.
Tahapan tersebut dimulai dari proses
pemesanan, proses produksi, packing,
pengiriman barang, sampai dengan
proses barang di gudang hingga siap
digunakan oleh pemakainya. Oleh
sebab itu, sistem pengadaan publik
yang transparan, non diskriminasi,
berkeadilan, efektif dan efisien sa-
ngat penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good gover-
nance).
Salah satu isu dan permasala
han pokok dalam penyelenggaraan
pengadaan publik yang diakui oleh
berbagai kalangan ialah prilaku dis
kriminatif, kecurangan, dan korupsi.
Pengadaan adalah kegiatan untuk
mendapatkan barang, atau jasa secara
transparan, efektif, dan efisien sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan
penggunanya. Yang dimaksud barang
disini meliputi peralatan dan juga ba
ngunan baik untuk kepentingan pub
lik maupun privat.
Barang/jasa publik adalah ba
rang yang pengunaannya terkait den
gankepentingan masyarakat ba nyak
baik secara berkelompok maupun
secara umum, sedangkan barang/jasa
privat merupakan barang yang hanya
digunakan secara individual atau ke
lompok tertentu.
Terdapat beragam pemahaman
MODUS RASUAH DALAM PROCUREMENT
terkait dengan public procurement,
tergantung dari cara pandangnya.
Mengacu pada pengertian umum
mengenai pengadaan,public procure-
ment dapat dipahami dari sudut pan
dang obyek pengadaan, pelaksana
pengadaan, dan sumber dana pen
gadaan.
“Pengadaan Barang dan Jasa”
atau dalam istilah asing disebut se
bagai procurement muncul karena
adanya kebutuhan organisasi atau
suatu kelompok akan suatu barang
atau jasa, mulai dari pensil, seprei,
aspirin untuk kebutuhan rumah sakit,
bahan bakar kendaraan milik peme
rintah, peremajaan mobil dan armada
truk, peralatan sekolah dan rumah
sakit, alutista untuk instansi militer,
perangkat ringan atau berat untuk
perumahan, pembangunan, untuk
jasa konsultasi serta kebutuhan jasa
lainnya (seperti pembangunan stasiun
pembangkit listrik atau jalan tol hing
ga menyewa jasa konsultan bidang
teknik, keuangan, hukum atau fungsi
konsultasi lainnya).
Semua pengadaan yang sum
ber dananya dari pemerintah baik me
Semua pengadaan yang sumber dananya dari pemerintah baik melalui APBN, APBD, maupun perolehan dana masyarakat yang dikelola oleh
institusi pemerintah dikategorikan sebagai public procurement. Sesuai dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 serta perubahannya
Perpres Nomor 70 Tahun 2012 pasal 5 tentang pengadaan barang/jasa.
lalui APBN, APBD, maupun perolehan
dana masyarakat yang dikelola oleh
institusi pemerintah dikategorikan se
bagai public procurement. Sesuai den
gan Perpres Nomor 54 Tahun 2010
serta perubahannya Perpres Nomor
70 Tahun 2012 pasal 5 tentang pen
gadaan barang/jasa menerapkan prin
sip-prinsip pengadaan yaitu: efisien,
efektif, transparan, terbuka, bersaing,
adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
Oleh sebab itu, seluruh kegiatan dan
proses pengadaannya harus mengacu
dan mengikuti Perpres Nomor 54 ta
hun 2010 serta perubahannya Perpres
Nomor 70 tahun 2012.
Transparansi adalah prinsip
yang menjamin akses atau kebebasan
bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan
pemerintah, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasilhasil yang
dicapai.Sehingga transparansi itu
sendiri dapat disimpulkan memiliki
artian sebagai penjamin kebebasan
dan hak masyarakat untuk mengak
ses informasi yang bebas didapat,
siap tersedia dan akurat. Apabila
Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id
Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id
OLEH : ROFI SARI DEWIAUDITOR MUDA PADA INSPEKTORAT INVESTIGASI
52 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 53
transparansi tidak dilakukan akan
berakibat kepada tindakan yang tidak
diinginkan atau bisa juga disebut de
ngan korupsi pada pengadaan barang
dan jasa.
Transparency International (TI)
mendefinisikan korupsi sebagai suatu
tindakan penyalahgunaan kekuasaan
yang bertujuan menghasilkan keun
tungan pribadi. Pengertian “keuntun
gan pribadi” ini harus ditafsirkan se
cara luas, termasuk juga di dalamnya
keuntungan pribadi yang diberikan
oleh para pelaku ekonomi kepada ke
rabat dan keluarganya, partai politik
atau dalam beberapa kasus ditemu
kan bahwa keuntungan tersebut disa
lurkan ke organisasi independen atau
institusi amal dimana pelaku politik
tersebut memiliki peran serta, baik
dari sisi keuangan atau sosial. Sejauh
ini, jarang sekali ditemukan penjela
san terperinci dalam hukum kriminal
tentang definisi korupsi. Umumnya,
hukum kriminal masih mencampur
adukan tindak kejahatan korupsi
dengan tindak kejahatan lainnya, yang
kemudian juga disebut sebagai tindak
pidana korupsi misalnya, penyuapan
(baik pemberi maupun penerima)
oleh para pejabat pemerintah baik
lokal maupun asing dan perusa
haanperusahaan pribadi, pem
berian uang pelicin, penipuan,
penipuan data dalam ten
der, penggelapan, pencu
rian, tender arisan (kolusi
antar sesama peserta tender), suap di
lembaga legislatif, dan lainlain.
Bentuk Korupsi dalam Proses Pen-gadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang dan jasa
di pemerintah merupakan salah
satu ladang bagi seseorang berbuat
korupsi. Bentuk yang paling sering
dilakukan dan terangterangan adalah
penyuapan dan pemberian uang peli
cin (uang rokok, uang bensin dan se
bagainya) hingga bentuk lainnya yang
lebih halus dalam bentuk korupsi
politik.
Penyuapan vs Uang Pelicin.
Biasanya, kasus penyuapan dalam
jumlah yang besar diberikan kapada
pejabat senior pemerintah (pembuat
keputusan) untuk menghasilkan kepu
tusan menguntungkan si penyuap.
Sedangkan Uang Pelicin, biasanya
berupa pemberian uang dalam
jumlah yang lebih kecil, yang
pada umumnya diberikan
kepada pegawai rendahan
dengan maksud untuk
mempercepat atau mempermudah
masalah terutama yang terkait per
soalan hukum (misalnya dalam peme
riksaan bagasi oleh pihak bea cukai)
atau uang pelicin untuk memperlan
car proses pembayaran akibat ket
erlambatan pembayaran, sebut saja
misalnya pembayaran pajak. Kedua
bentuk kejahatan tersebut termasuk
tindak pidana korupsi yang dilarang di
hampir seluruh negara.
Supply vs Demand.
Biasanya, praktik penyuapan
dapat dilakukan apabila ada perte
muan antara si pemberi suap dengan
si penerima suap; kasus terakhir (juga
disebut sebagai pemerasan) seringkali
diartikan sebagai “korupsi pasif”, akan
tetapi arti istilah ini menjadi salah
pengertian karena pelaku pemerasan
akan mampu melakukan apa saja ke
cuali bersikap “pasif”.
Kartel atau Kolusi. Kartel biasanya sering ter
bentuk oleh para peserta tender
dengan tujuan untuk memanipulasi
pemenang tender, yang menguntung
kan salah satu anggota kartel terse
but. Praktik yang juga digolongkan se
bagai korupsi ini dapat dilakukan den
gan atau tanpa adanya keterlibatan
pejabat negara didalamnya. Semen
tara, kolusi biasanya merupakan ben
tuk kesepakatan dari peserta tender
untuk menetapkan giliran pemenang
tender atau kesepakatan pembayaran
kompensasi kepada pihak yang kalah
dalam tender karena memasukan
penawaran yang lebih tinggi.
Struktur vs Situasional. Korupsi dalam konteks bis
nis sering berbentuk “struktural”,
yang berarti telah direncanakan dan
dipersiapkan secara matang serta
dijalankan secara sistematik. Sering
kalinya untuk korupsi “situasional”
adalah tanpa direncanakan, misalnya
ketika seseorang mengemudi kenda
raan dibawah pengaruh minuman
keras dan kemudian tertangkap oleh
petugas polisi, orang tersebut akan
menawarkan uang suap kepada petu
gas tersebut dengan tujuan membu
juknya agar tidak memberikan surat
tilang.
Manifestasi dan risiko korupsi
dalam pengadaan barang dan jasa
dapat berbeda di setiap tahapnya.
Diperlukan strategi yang tepat untuk
mencegah atau meminimalisir potensi
korupsi sehingga dapat dideteksi se
jak awal. Selain itu, diperlukan adanya
upaya pencegahan dan pengawasan
(atau due deligence) untuk menanggu
langi munculnya “tandatanda baha
ya” yang diperkirakan akan berpotensi
korupsi.
Aspek penting yang harus di
pertimbangkan dalam menganalisis
risiko korupsi adalah menemukenali
dan membedakan masalah yang me
nyebabkan korupsi, apakah disebab
kan sistem yang tidak efisiensi atau
justru pelaksanaan sistemnya yang
keliru. Apabila keputusan yang di
hasilkan kurang memuaskan, maka
pendekatan analisis berikutnya harus
ditinjau dari sisi alasan penyebab ke
jadiannya, terutama jika diduga ada
aksi kejahatan. Tak semua masalah
efisiensi dapat dikaitkan dengan
korupsi, demikian pula sebaliknya.
Disisi lain, hal yang terkadang terli
hat sebagai tindakan korupsi dapat
disebabkan oleh sebuah kesalahan
kecil atau adanya kelemahan kapa
sitas pelaksananya. Meski upaya
untuk pencegahan korupsi masih
lemah, namun mungkin kelak akan
diperlukan dalam sebuah reformasi
sistem. Sebagai contoh, jika reformasi
bertujuan mengefisiensikan proses
pengadaan barang dan jasa, tetapi
mengacuhkan aspek transparansi dan
penyebarluasan informasi, dikhawatir
kan rekomendasi yang dihasilkan akan
menjadi bumerang ketika dilakukan
evaluasi. Demikian pula sebaliknya.
Proses pengadaan barang dan jasa
yang transparan tetapi tidak efisien
juga akan berdampak pada hasil dan
target yang diharapkan karena proses
yang terlalu lama.
Meskipun Indonesia telah
menerapkan aturan pengadaan ba
rang dan jasa secara ketat, korupsi
dalam pengadaan terus terjadi.Banyak
pejabat yang mengurusi pengadaan
barang/jasa di instansi pemerintah
terjerat perkara korupsi. Pada ke
nyataannya, tak semua pejabat yang
terseret risiko korupsi berniat melaku
kan penyimpangan. Ada kemungkinan
karena ketidakpahaman dan ketida
ktahuan aturan tentang prosedur
pengadaan barang/jasa. Padahal,
pengadaan barang/jasa mengandung
risiko pidana jika tak dijalankan se
bagaimana mestinya.
Selain itu, perlu juga ditentu
kan siapa pejabat berwenang yang
bertanggung jawab atas pengadaan
barang/jasa, karena Pelaksana Pe
ngadaan pada prinsipnya adalah
orang yang membantu Pejabat
Berwenang. Pejabat Berwenang
bertanggung ja wab baik dari segi
administrasi, keuangan dan manfaat
pengadaan barang/jasa sesuai keten
tuan dan prosedur yang berlaku. Oleh
sebab itu, pejabat berwenang perlu
memiliki integritas moral, disiplin,
dan rasa tanggung jawab yang tinggi
serta kualifikasi teknis dan manaje
rial.Untuk menciptakan transparansi,
akuntabilitas, serta kompetisi yang
sehat dalam pengadaan barang/jasa
perlu diadakan Sosialisasi Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah agar
pelaksana pengadaan tidak melaku
kan kesalahan dalam pengadaan ba
rang dan jasa.
Dalam menganalisis risiko korupsi adalah
menemukenali dan membedakan masalah
yang menyebabkan korupsi, apakah
disebabkan sistem yang tidak efisiensi atau justru
pelaksanaan sistemnya yang keliru.
Praktik penyuapan dapat dilakukan apabila
ada pertemuan antara si pemberi suap dengan si penerima suap; kasus terakhir (juga disebut
sebagai pemerasan) seringkali diartikan
sebagai “korupsi pasif”
54 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 55
Hadi RahmanSosok Bersahaja Nan Berintegritas
OLEH : FAJAR HARNANTO
Dahulu memang ada anggapan
bahwa staf khusus adalah “proyek
balas budi”. Namun Hadi berpendapat,
dirinya bersedia ditunjuk di
jabatan ini tak lain hanya untuk
mengabdikan dirinya pada negeri.
foto: dok.itjen kemenag
Pernah seketika makan di kantin, ditanya pegawai lain, loh bapak kan eselon satu kok makan di sini?
Saya jawab sambil bercanda saja, lah memang mampunya di sini. Saya nggak malu kalau orang
lihat saya makan di kantin, atau pulang pergi naik kereta, karena menurut saya saya mau apa
adanya saja.
““MENDEKATMengenal Lebih Dekat
MENDEKATMengenal Lebih Dekat
Staf Khusus menteri dinilai
penting keberadaannya di
sebuah kementerian. Mer
eka adalah orang yang bekerja di balik
layar seorang menteri. Itu sebabnya,
Menteri Agama Lukman Hakim Saifud
din mengangkat staf khusus untuk
membantu tugasnya.
Salah satunya adalah Hadi Rah
man. Berlatar belakang praktisi di
bidang komunikasi dan media, pria
yang usianya terbilang muda ini di
percaya membantu Menteri Agama
menangani komunikasi publik dan hal
strategis lainnya. Hadi, begitu biasa
disapa, akhirnya dapat ditemui Tim
Majalah Fokus Pengawasan di sela
waktu sibuknya.
Ketika pertama kali diminta men
jadi staf khusus, Hadi mulanya ragu.
Maklum, saat itu ia sedang konsen
membangun bisnis barunya. Namun,
ia akhirnya menyanggupi tugas itu
karena cocok dengan pemikiran dan
arah kebijakan Menteri Agama Luk
man Hakim Saifuddin. Hanya saja,
untuk banting setir dari swasta ke
pemerintahan, ia mengaku perlu ber
adaptasi terlebih dulu.
“Di awalawal, saya coba membagi
waktu karena gaji di sini amat minim.
Pagi sampai sore men gabdi di Ke
menterian Agama, malamnya pindah
tempat untuk mencari penghasilan.
Tapi, lamalama capek dan semakin
sulit dijalani sehingga saya terpaksa
me ngabdi sepenuhnya. Adapun soal
rejeki, biarlah jadi urusan Tuhan,” ka
tanya sambil meneguk minuman kesu
kaannya, kopi hitam.
Menurut Hadi, ketulusannya
me ngabdi di Kementerian Agama
dipe ngaruhi opini publik yang
berkembang saat itu bahwa instansi
ini amat korup dan layak dibubarkan.
Hadi ingin mengubah opini buruk itu
menjadi positif karena sesungguhnya
kementerian ini pantas dimuliakan jika
dikelola de ngan baik.
“Kementerian Agama lahir se
bagai konsekuensi negara Indonesia
yang masyarakatnya relijius. Konsti
tusi kita juga banyak dipengaruhi un
sur agama. Jika Kementerian Agama
dibubarkan, maka ruh negara ini akan
hilang,” jelas pria yang sudah malang
melintang bekerja sejak masa kuliah
ini.
Meskipun masih banyak hal yang
mesti dibenahi, saat ini upaya mem
perbaiki citra itu sudah on the track.
Beberapa survei menempatkan ke
menterian ini di posisi atas. Keberhasi
lan ini tak lepas dari strategi komuni
kasi yang diterapkan Menteri Agama
berdasarkan masukan staf khusus.
Ya, staf khusus biasanya memberikan
pertimbangan objektif bagi menteri
agar dapat mengambil keputusan dan
mengkomunikasikannya secara tepat.
“Dalam memberikan masukan ke
pada Menteri Agama, kita harus siap
kapan saja saat dibutuhkan. Seringkali
kita juga harus turun ke lapangan
untuk memetakan persoalan secara
lengkap dan mendalam. Kalau perlu,
kita juga yang menyelesaikan perso
alannya supaya tidak menumpuk di
Pak Menteri,” ungkapnya mengenai
cara kerja staf khusus.
Inilah salah satu hal yang mem
bedakan antara staf khusus Menteri
Agama sekarang dengan sebelumnya.
Hadi menepis anggapan bahwa staf
khusus adalah “proyek balas budi
politik”. Sebaliknya, Hadi mengatakan,
menjadi staf khusus berarti mengabdi
kepada negeri. Makanya, ia bukan
hanya berusaha menerjemahkan visi
misi Menteri, tapi juga menyumbang
kan pemikiran sendiri yang relevan
dengan pembenahan Kementerian
Agama.
Ketika ditanya, apakah ada keun
tungan tersendiri ketika menduduki
posisi ini? Hadi menjawab dengan
tegas, dirinya tak berniat dan bermi
nat menjadikan posisinya sebagai aji
mumpung. Ia sekali lagi menegaskan
bahwa kehadirannya adalah dalam
rangka “mewakafkan diri” untuk men
gabdi pada negeri melalui Kement
erian Agama.
“Mungkin posisi ini sangat strat
egis untuk bermain proyek. Tapi saya
memilih menghindari hal seperti itu
karena akan mengganggu fokus kerja,
menimbulkan konflik kepentingan,
dan mencederai integritas,” tegasnya.
Selain murah senyum, Hadi amat
bersahaja. Humble, begitu kata orang.
Ia seringkali terlihat sedang makan di
kantin belakang, berdiri berdesakan
di kereta listrik, dan mengendarai
sepeda motor ke kantor. Kendaraan
dinasnya lebih sering diparkir di kan
tor Kemenag di Lapangan Banteng.
Pernah suatu kali ia ditanya seorang
pegawai, “Bapak kan pejabat eselon
satu, kok makannya di kantin sih?”
Dengan santai Hadi menjawab, “Ya,
gajinya hanya cukup buat makan di
sini. Yang penting, nikmati saja.” Na
mun, sesekali ia juga datang ke kantor
dengan mobil pribadinya yang CBU
(Completely Built In) dan limited edi-
tion.
“Saya itu apa adanya saja. Bahwa
saya sering menempatkan diri sebagai
orang kelas bawah, itu sebenarnya
untuk menjaga kewarasan. Menyerap
keluhan orang bawah sehingga selalu
bisa bersyukur. Kalau kita waras, kita
akan merasa cukup dan enggan ko
rupsi,” jelasnya.
“Penghasilan kita itu kan insyaal-
lah pasti cukup untuk menutup biaya
hidup, tapi tak akan pernah cukup un
tuk membiayai gaya hidup. Makanya,
tidak usah banyak gaya, kita cari
berkah saja,” tambahnya berfilosofi.
Dalam kesempatan berbincang
kali ini, ia mengemukakan pendapat
nya tentang Inspektorat Jenderal
Kementerian Agama. Menurutnya,
Itjen sudah menjalankan tugasnya
dengan baik dan berkontribusi besar
bagi peningkatan performa Kemen
terian Agama. Namun, ia berharap
proses pencegahan lebih diutamakan
ketimbang penindakan. Ia juga meng
ingatkan bahwa Itjen dan satuan kerja
lain di Kementerian Agama adalah
satu tubuh yang harus saling meno
pang dan saling bersinergi untuk ke
majuan bersama.
“Tugas Itjen itu meliputi tiga
unsur. Selain pengawasan dan penin
dakan, ada unsur pencegahan. Kalau
selama ini Itjen dianggap keras dalam
penindakan, saya harap sekarang
memperkuat sistem pencegahan. Bu
kankah lebih baik mencegah daripada
mengobati? Janganlah Itjen itu bertin
dak seolah KPK Cabang Kementerian
Agama, hahaha,” katanya sambil ter
tawa mencairkan suasana.
56 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 57
MENDEKAT MENDEKATMengenal Lebih Dekat Mengenal Lebih Dekat
foto: dok.itjen kemenag
HADI RAHMANTempat, Tanggal LahirGresik, 2 Juli 1979
AlamatKompleks Wisma Tajur B II No.
4 Ciledug Tangerang 15152
P: 628121967000
REKAM JEJAK• Gelar Jurnalistik dari Fakultas
Komunikasi Mercu Buana, Jakarta
• Lulusan Pesantren Ilmu AlQuran
(PIQ), Singosari Malang
• 10 tahun menangani pekerjaan konsultan
untuk lembaga donor dan korporasi
• Konsultan untuk Swisscontact pada program:
UKM Mengakses Media, Promosi Bisnis Kecil,
dan Strategi Ekonomi Mikro
• Konsultan komunikasi publik untuk Bappenas
RIChemonics pada program LPSE
• Konsultan komunikasi untuk GTZ pada
program pengembangan ekonomi regional:
strategi marketing dan pencitraan daerah;
kerjasama antardaerah; dan mengkondisikan
ekosistem bisnis yang sehat lewat analisis
dampak kebijakan, layanan satu pintu, dan
survei iklim bisnis
• Konsultan kampanye sosial untuk
Kementerian Lingkungan Hidup pada
program Udara Bersih
• Trainer komunikasi untuk IRI pada program
peningkatan kapasitas legislator
• Konsultan komunikasi untuk Chemonics pada
program reformasi birokrasi di Mahkamah
Agung
• Konsultan marketing sosial untuk AIPD
AUSAID pada program peningkatan kapasitas
pertanian jagung di Nusa Tenggara Timur
• Konsultan pengelolaan media internal PT
Artajasa
• Trainer pengelolaan media internal
Pertamina PHE ONWJ
• Konsultan strategi media untuk PGN
(Persero)
• Konsultan strategi komunikasi bisnis untuk
Sucofindo
Pen
gal
aman
Lai
n
Akt
ivit
asP
eng
alam
an K
erja
Pen
did
ikan
Dat
a D
iri
Aktivitas UtamaStaf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia
Tugas :
Membantu Menteri Agama untuk
membuat kebijakan, mengatasi hambatan
dan mempercepat peningkatan kinerja,
mengawasi implementasi reformasi
birokrasi, mendorong inovasi layanan publik,
mengelola isu strategis, dan merancang
strategi komunikasi.
Aktivitas Organisasi• Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Jakarta – sebagai Koordinator
Hubungan Eksternal
• Dewan Pers – sebagai Penguji Sertifikasi
Kompetensi Jurnalis
• Koperasi Jurnalis Independen – sebagai
Direktur Eksekutif
• CORE (Center of Reform on Economic)
Indonesia, an economic think tank
and research organization & business
advisory – sebagai salah satu pendiri
• 15 tahun sebagai praktisi media
dan komunikasi.
• Meliput ekonomi, hukum, dan
politik
• Mentor untuk redaksi Delta radio,
Mersi FM, and Koran Poskota .
• Pendiri/pengelola portal berita
politik Jurnalparlemen.com &
portsl bisnis Varia.id
Penghargaan• Juara 1 Anugerah Jurnalistik PGN (2011)
• Juara 1 Lomba Karya Tulis Energi PLN (2004)
• Juara 2 Lomba Bahasa Arab Siswa SMA seJawa Timur (1996)
• Peserta terbaik di Pelatihan Jurnalistik, IAIN Sunan Ampel
Jawa Pos (1996)
Publikasi1. Masaail fi At-Tarawih (1998) – sebagai
penulis
2. Autobigrafi Marsekal Sri Mulyono
Herlambang (2001) – sebagai editor
3. 100 Advokat Terkemuka Indonesia
(2003) – sebagai pembantu editor
4. Seri Panduan Manajer HRD: Aplikasi
Rumusan Upah Sundulan DS (2003) –
editor
5. Perkembangan Panasbumi di
Indonesia (2003) – sebagai penulis
6. Majalah biografi Megawati
Soekarnoputri: Mega, The President
(2004) –co. editor
7. Panduan Hukum Jurnalis (2005) –
penulis
8. Koloni Hukum (2006) – penulis
9. Fikih Jurnalistik (2007) — sebagai
pentashih
10. Handbook for Radio News Director
in Disaster Area (2007) – penulis
perwakilan Indonesia
11. Biografi KH Basori Alwi, Sang Guru
Quran (2007) – editor
12. Biografi Menteri Agama KH
Muhammad Ilyas (2007)– co.editor
13. Mewartakan Usaha Kecil: Panduan
untuk Jurnalis (2008) — editor,
penerbit
14. Perjalanan INDRA – Indonesian Debt
Restructuring Agency (2008) – penulis
15. 10 Tahun Reformasi (2008) – penulis
bidang ekonomi dan hukum
16. Aparat Hukum Melek Pers (2009) –
editor
17. Indonesia for Sale (2009) – editor
18. Biografi & film dokumenter Koes Plus
(2010) – produser eksekutif
19. Biografi Said Budairy ‘Wartawan NU
Itu..’ (2010) – editor
20. Panduan Meliput Terorisme (2010) –
penulis
21. Buku profil Yap Thiam Hien Award
(2012) – pentashih
22. Buku Ekonomi Konstitusi (2013) –
editor
23. Buku ‘PR Ekonomi Presiden Baru’
(2014) – editor
24. Buku ‘Napi Craft – Pemberdayaan
Ekonomi dari Balik Jeruji’ (2014) –
penulis
58 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 59
Romo Edy: Tidak Ada
Satupun Agama yang Mendukung
Korupsi
foto: dok.itjen kemenag
Majalah Fokus Pengawasan pada ke-sempatan kali ini menghadirkan wa-wancara khusus dengan tokoh Agama Katolik dan juga penggiat anti korupsi yaitu Romo Edy Purwanto Pr, Sekre-taris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Berikut ini wawan-cara lengkap dengan Romo Edy, Kamis (12/3/2015) di Kantor KWI Jakarta.
Bagaimana pandangan Romo Edy terkait dengan kondisi korupsi di Indonesia sekarang ini?
Saat ini kondisi korupsi di In-donesia boleh dikatakan sangat parah. Mengapa demikian, karena praktek atau perilaku koruptif itu sudah mera-suk mulai dari tingkat pusat sampai dengan akar rumput. Saya tidak hanya menyebut hanya sampai di daerah tetapi sudah sampai ke akar rumput. Karena sebut saja ditingkat RT atau RW praktek korupsi itu sudah ada. Walaupun memang jumlahnya tidak spektakuler seperti di tingkat pusat. Memang saya mengatakan kondisinya sudah sangat parah. Bahkan kalau perlu harus dikatakan bahwa di Indo-nesia itu sudah darurat korupsi.
Terkait upaya pencegahan korupsi bagaimana?
Pencegahan yang dilakukan oleh lembaga negara atau lembaga swasta dan oleh masyarakat sendiri boleh dikatakan sudah lumayan. Ada upaya konkret yang dilakukan untuk mendidik warga, masyarakat, para pejabat publik, para aparatur untuk benar-benar menjalankan tugasnya dengan amanah. Dan mereka bertang-gungjawab terhadap apa yang disebut kesejahteraan umum. Sementara ka-lau dilihat dari sisi penindakan saya masih melihat belum cukup merata,
Reporter : ALI MACHZUMIWENDI WIJARWADIABDURRAHMAN SAPUTRA
belum cukup menggembirakan dalam arti saya masih memiliki kesan tebang pilih. Tetapi saya sendiri tidak memi-liki bukti dalam arti data riil bagaima-na kata tebang pilih itu diberi makna atau diberi arti yang sesungguhnya. Tetapi kondisi itu masih secara prib-adi saya rasakan dan mungkin juga dirasakan oleh para pengamat yang kurang lebih tentu juga sama perasaa-nnya dengan saya.
Untuk meminimalisir perilaku koruptif tersebut, peran apa yang bisa dilakukan oleh para pemuka Agama khususnya terkait dengan nilai dan moral Agama Katolik?
Di Gereja Katolik itu se-cara hirarki nilai, pertama dan yang utama adalah sabda Tuhan yang ada di dalam Kitab Suci. Kemudian yang kedua adalah ajaran Gereja yang se-cara resmi disampaikan kepada umat. Dan yang ketiga, tentu saja nilai-nilai umum yang sebenarnya menjadi nilai pribadi-pribadi yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Kalau saya di-minta setidak-tidaknya mengambil
dua saja ayat dari kitab suci yang bisa digunakan untuk selalu mengingatkan umat khususnya umat Katolik apabila dia menjalankan peran publik untuk menjadi pelaksana tugas atau pelak-sana kepemimpinan publik. Saya akan mengambil pertama dari Injil Lukas ketika Yohanes pembaptis itu ditanya oleh cukup banyak orang setelah dia mewartakan pentingnya pertobatan. Lalu dia ditanya oleh para prajurit pada waktu itu yang menyatakan be-gini. “Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya dan kami apakah yang harus kami perbuat. Jawab Yohanes kepada mereka ja ngan merampas, jan-gan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu”. Coba kalimat ini kalau direnungkan sekaligus dinternalisa-sikan didalam diri. Kalau disini tadi disebut prajurit, tetapi itu bisa ber-laku umum untuk aparat pemerintah, penegak hukum dan lain sebagainya. Yaitu jangan me rampas, memeras dan cukupkanlah dirimu dengan ga-jimu. Nah, sekarang ini aparat-aparat pemerintah sudah mendapatkan gaji dan dari waktu ke waktu sudah di-
foto: dok.itjen kemenag
Romo Edy bersama tim peliput dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. dari kiri ke kanan: Abdurrahman Saputra, Wendy Wijarwadi, Romo Edy, dan Ali Machzumi.
60 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 61
upayakan untuk disesuaikan dengan harapan bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk melakukan korupsi. Sedangkan dari Surat Rasul Paulus, saya mengambil dari satu Timotius Bab VI ayat 10 dimana dalam surat itu Paulus mencoba melihat penyakit bersilat lidah dan menge-nai cinta uang. Santo Paulus menyatakan dengan sangat jelas bahwa akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab karena memburu uanglah beberapa orang telah me-nyimpang dari Iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Nah, karena orang itu cinta akan uang bahkan mengejar-ngejar uang itu seolah-olah uang itu menjadi segala-galanya dan dia rela menyimpang dari Imannya dan bahkan dia menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Coba kalau sudah menyimpang. Korupsi dan segala macamnya sehingga akhirnya dia ketahuan. Maka mau tidak mau dia akan dihukum sekian puluh tahun kemudian istilahnya dimiskinkan. Hartanya dirampas dan dikembalikan kepada negara. Hal yang demikian itu sama saja dengan menyiksa diri. Walaupun mungkin spirit dan semangat koruptor itu me ngatakan mereka melaku-kan korupsi itu berharap jangan sampai ketahuan. Tetapi itulah sikap dan semangat yang sama sekali tidak sesuai dengan iman yang ditekuni atau agama yang dipeluk dan diikutinya. Sebab semua Agama tidak ada satupun yang mendukung korupsi. Semua agama pasti mengatakan hiduplah jujur, hiduplah bertanggungjawab dan bekerjalah dengan sebaik-baiknya untuk pengorbanan bagi kepentingan banyak orang.
penegakan zona zero corruption di Ke-menterian Agama. Harus tegas, jujur, bersih dan memang tidak pilih kasih. Jangan like dan dislike dalam penanga-nan atas indikasi korupsi atau apapun di Kementeriannya.
Inspektorat Jenderal memiliki Program Pengawasan dengan Pendekatan Agama, yang menjadi-kan nilai dan moral agama sebagai basis pencegahan perilaku korup-tif dan menyimpang, bagaimana pendapat Romo terkait itu?
Saya sangat setuju. Walaupun sebenarnya kalau saya susun secara hirarkis, nilai-nilai agama dan budaya itu ada pada urutan kedua. Yang per-tama, tindakan preventif pencegahan
terhadap korupsi itu mesti harus di-lakukan berbasis keluarga. Dan untuk nilainya, memang keluarga juga harus menegakkan nilai-nilai agama dan budaya sebagai sarana untuk mendi-dik seluruh warga pada keluarganya itu. Kemudian yang kedua, lembaga budaya. Lembaga budaya di sini yang saya maksudkan adalah masyarakat. Setelah berbasis keluarga kemudian berbasis budaya masyarakat. Yang ketiga, berbasis pendidikan formal. Selama ini kekeliruan keluarga-keluarga itu terlalu mengandaikan bahwa lembaga pendidikan formal itu akan mampu mengatasi segalanya termasuk dalam internalisasi nilai ke-pada anak-anak. Padahal keluarga itu memegang kunci utama. Baru yang ke-empat, lembaga hukum. Yang memang harus secara tegas melakukan penin-dakan. Walaupun mereka juga mem-punyai peran melakukan tindakan-tindakan preventif melalui pendidikan kepada masyarakat. Pendidikan ke-sadaran hukum dan sebagainya. Jadi ingat, bagaimanapun juga lembaga agama termasuk Kementerian Agama secara khusus Inspektorat Jenderal Kementerian Agama harus memper-hatikan keluarga-keluarga sebagai ba-sis utama untuk pendidikan nilai anti korupsi. Dan dari pendidikan nilai tersebut diharapkan anak-anak atau anggota keluarga memiliki kesadaran untuk tidak melakukan korupsi. Itu yang ingin saya usulkan.
foto: dok.itjen kemenag
Harapan Romo ke depan terkait dengan peran Kementerian Agama dalam mem-bimbing umat seperti apa?
Saya melihat ada tiga Kementerian yang bertanggungjawab di dalam pendidikan nilai. Satu, Kementerian Agama. Kedua, Kementerian Pendi-dikan dan Kebudayaan. Dan Ketiga, Kemen terian Hukum dan HAM. Sela-ma ini justru kerap kali disindir-sindir, baik itu pada Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan yang seharusnya menjadi moral gate kiper atau penjaga gerbang moral itu, pada waktu yang lalu disebut-sebut sebagai Kementerian yang korup. Akhir-akhir ini sepertinya sudah tidak terdengar lagi seperti itu. Mungkin sudah ada upaya-upaya riil di Kementerian Aga-
ma maupun di Kementerian Pendidi-kan untuk benar-benar berusaha me-niadakan korupsi itu. Hal itu saya kira merupakan sesuatu yang bagus. Nah, peran seperti apa yang harus dihadir-kan khususnya oleh Kementerian Aga-ma? Saya mau mengatakan Kemen-terian Agama secara internal memang harus benar-benar menjadi wilayah atau menjadi zona zero korupsi. Kalau tadi saya menyatakan bahwa Kementerian Agama harus menjadi moral gate kiper atau penjaga ger-bang moral itu memang benar-benar harus diperhatikan. Supaya harapan masyarakat bahwa di Kemenag zero korupsi itu bisa terwujud. Tentu pem-binaan-pembinaan yang dilakukan internal untuk rekan-rekan di kantor
itu semakin menjadi penting. Dan ru-panya Inspektorat Jenderal itu sudah menjalankan peran ini. Maka kalau saya boleh mengusulkan Inspektorat Jenderal itu harus menjadi lembaga atau bagian yang tegas di dalam struk-tur Kementerian. Memang selama ini Inspektorat Jenderal itu dibawahnya Menteri. Walaupun nantinya akan menjadi kesulitan kalau Menterinya yang melakukan korupsi. Kemudian bagaimana Inspektorat Jenderal atau Inspektur Jenderalnya mengawasi atasannya hal tersebut. Saya rasa sekarang ini tidak ada alasan bahwa bawahan tidak boleh mengoreksi atasannya, bahkan hal itu harus juga dilakukan. Maka tolong Inspektorat Jenderal jadilah garda depan dalam
Tindakan preventif pencegahan terhadap
korupsi itu mesti harus dilakukan berbasis
keluarga. Dan untuk nilainya, memang
keluarga juga harus menegakkan nilai-nilai
agama dan budaya.
62 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 63
Sekitar Kita Sekitar Kita
OLEH : RUDI KURNIAWANJFU PADA SUBBAG KEUANGAN
64 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 65
OPINI OPINI
Tujuh puluh tahun silam, tepat-nya pada tanggal 3 Januari 1946, terobosan terbaru dilakukan
negara ini yang saat itu baru sekitar 5 (lima) bulan merasakan kemerdekaan. Pemerintah saat itu dengan resmi mendeklarasikan lahirnya Departe-men Agama (Sekarang Kementerian Agama). Perjalanan awal itu dilanjut-kan dengan dipilihnya H.M. Rasjidi sebagai Menteri Agama pertama di Republik Indonesia. Dalam perjalan-nya, tantangan demi tantangan telah diterima Kementerian Agama. Namun, semua tantangan itu berhasil dilalui dengan sangat baik bahkan menjadi-kan peran Kementerian Agama sema-kin sentral di tengah masyarakat.
Kini, zaman mengantarkan kita ke era teknologi, era global, era keterbu-kaan berbagai informasi. Semua yang tidak siap menerima era tersebut, seo-lah akan terseret lalu ditinggal begitu saja dan habis ditelan masa. Tentu, hal tersebut membuat siapa saja yang hendak berdiri tegak harus dapat mengikuti kemajuan zaman ini.
Salah satu kemajuan yang terjadi saat ini adalah hadirnya Masyarakat Ekonomi Asean atau dikenal dengan nama MEA. MEA adalah kawasan ter-integrasi antara Indonesia dengan negara-negara di wilayah Asia Teng-gara. MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Namun, sebelum MEA dideklara-sikan, perdagangan di antara sesama negara ASEAN sudah bebas dan nyaris tanpa hambatan. Hal tersebut diung-kapkan ekonom negara kita, Faisal Basri dalam opininya yang berjudul Tak Perlu Gentar Menyongsong MEA. Lebih lanjut, beliau mengemukakan bahwa tak sebatas perdagangan, mo-bilitas manusia antar negara ASEAN juga tanpa hambatan berarti. Jutaan tenaga kerja Indonesia bekerja di Ma-laysia dan Singapura. Maskapai pen-erbangan ASEAN sudah lama leluasa mendarat di berbagai kota di Indo-
RELEVANSI5 NILAI
BUDAYAKERJA
KEMENAGDI ERA MEA
OLEH : ROIKHATUL AZIZAHAUDITOR PADAINSPEKTORAT WILAYAH I
““
Masuknya era Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) menjadi satu momen peningkatan
pelayanan dan kualitas birokrat
Indonesia.
Ilust
rasi
: MAN
NY F
RANC
ISCO
/str
aits
times
.com
nesia. Bank-bank milik Malaysia dan Singapura dengan mudah kita jumpai di berbagai kota. Tenaga professional seperti akuntan, penasihat keuangan, dan manajer pabrik dari negara luar dengan mudah kita temui di berbagai perusahaan nasional maupun multina-sional.1
Berbagai persiapan terus dilaku-kan negara kita untuk memastikan kerjasama yang terjalin ini akan mem-beri dampak positif/menguntungkan bagi Indonesia, bukan sebaliknya. Salah satu yang sedang mempersiap-kan diri adalah aparatur pemerintah-an. Paradigma lama yang menyebut bahwa aparatur pemerintahan adalah
sebuah profesi yang aman dan nyaman tanpa adanya persaingan dan terke-san minim kreatifitas sudah haruslah dihapus. Kini, yang harus ditanamkan adalah aparatur pemerintahan adalah sosok manusia-manusia yang siap ber-saing dan memiliki berbagai sifat baik dan mampu dijadikan teladan bagi ma-syarakat.
Dalam sebuah kesempatan yang berhasil diliput oleh Liputan6.com, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi mengatakan bahwa mulai masuknya era Masyara-kat Ekonomi Asean (MEA) menjadi satu momen peningkatan pelayanan
Aparatur negara dituntut untuk dapat bersaing secara kompetitif menghadapi perkembangan
yang dinamis serta tidak lagi bermalas-malasan. Aparatur negara juga dituntut untuk menjadi
pribadi yang tangguh dan memiliki kompetensi untuk berkompetisi agar tidak tertinggal dengan
negara di ASEAN.
66 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 67
OPINIOPINI
dan kualitas birokrat Indonesia. Menu-rutnya, sangat penting untuk me-ningkatkan kapasitas dan kapabilitas aparatur negara agar siap menghadapi ketatnya persaingan MEA, dimana aparatur negara dituntut untuk dapat bersaing secara kompetitif meng-hadapi perkembangan yang dinamis serta tidak lagi bermalas-malasan. Aparatur negara juga dituntut untuk menjadi pribadi yang tangguh dan me-miliki kompetensi untuk berkompetisi agar tidak tertinggal dengan negara di ASEAN. Serta sebagai upaya untuk membangun penyelenggaraan negara yang lebih efektif, efisien dan inova-tif, diperlukan peningkatan kualitas dari para aparatur negara, khususnya dalam perkembangan dunia yang telah masuk pada era birokrasi yang kom-petitif.
Maka, menarik untuk mempredik-si efektifitas 5 (lima) nilai budaya kerja Kementerian Agama yang dicanangkan oleh Lukman Hakim Saifuddin. Dima-na kelima budaya tersebut merupakan nilai yang diyakini mampu menghada-pi perkembangan zaman guna mewu-judkan birokrat harapan masyarakat.
IntegritasIntegritas adalah keselarasan an-
tara hati, perkataan dan perbuatan. Keselarasan tersebutlah yang mem-buat manusia menjadi lebih bernilai dimata semuanya. Integritas tak akan lekang oleh waktu, tak akan habis di-gerus masa. Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa aktualisasi nilai integritas Kemen-terian Agama telah tercapai, apabila seluruh aparaturnya telah bertekad dan berkemauan keras untuk berbuat yang baik dan benar, berpikiran posi-tif, arif, dan bijaksana dalam melak-sanakan tugas dan fungsi, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menolak tindakan yang berdimensi korupsi, suap dan gratifi-kasi. MEA memang lebih konsen dalam hal perekonomian, namun, birokrasi yang berintegritas, sangat dibutuhkan di era ini, agar kita sebagai bangsa bisa menjaga martabat dan dan selalu men-junjung tinggi nilai-nilai luhur sebagai bangsa yang jujur, bebas korupsi.
ProfesionalitasIndonesia dan negara-negara
ASEAN yang tergabung dalam MEA otomatis akan dipenuhi dengan para pekerja-pekerja professional yang me-miliki keahlian spesifik di bidangnya masing-masing. Setiap individu akan
berlomba-lomba menunjukkan per-forma terbaiknya dan menampilkan setiap kemampuan yang dimilikinya. Setiap individu akan mendapat tempat sesuai dengan kemampuannya. Maka, suatu keharusan jika ingin masuk un-tuk bersaing di era ekonomi global ini, setiap individu harus memiliki skill yang mumpuni.
InovatifAda sebuah ungkapan yang men-
gatakan, “Perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan satu-satunya yang ti-dak mengalami perubahan adalah pe-rubahan itu sendiri”. Ungkapan terse-but mengingatkan kita akan kenisca-yaan sebuah perubahan, dan meminta agar kita siap tuk menghadapi peruba-han. Perkembangan zaman akan se-lalu diiringi oleh perkembangan yang lainnya, teknologi salah satunya. Ino-vasi dalam bidang teknologi seakan menjadi pioneer dalam berbagai sendi kehidupan di era modern. Sebagai con-toh, sebagai salah satu pemanfaatan teknologi adalah Sistem Komputeri-sasi Haji Terpadu (Siskohat). Portal Kementerian Agama (www.kemenag.go.id) yang telah berjalan lebih dari 10 tahun dan saat ini telah menginte-grasikan 146 sub domain dari seluruh
“
“
Aparatur negara dituntut untuk dapat
bersaing secara kompetitif menghadapi
perkembangan yang dinamis serta tidak
lagi bermalas-malasan. Aparatur negara juga
dituntut untuk menjadi pribadi yang tangguh
dan memiliki kompetensi untuk berkompetisi agar tidak tertinggal dengan
negara di ASEAN.
Aktualisasi nilai integritas Kemen-
terian Agama telah tercapai, apabila
seluruh aparaturnya telah bertekad dan
berkemauan keras untuk berbuat yang baik dan
benar, berpikiran positif, arif, dan bijaksana dalam melaksanakan tugas dan
fungsi
satker. Selain itu, terdapat juga sistem informasi yang telah terintegrasi, an-tara lain: Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (EMIS), Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH), Sistem Informasi Masjid (SIMAS), Sistem Informasi Wakaf (SIWAK), Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Sistem Informasi Manajemen Kepega-waian (SIMPEG), elektronik Audit (e-Audit), elektronik Kinerja (e-Kinerja) dan masih banyak lagi. Jumlah terse-but akan terus bertambah seiring per-tambahan waktu dan kemunculan ber-bagai ide inovatif lainnya.
Tanggung JawabKualitas pekerjaan yang baik
hanya akan dihasilkan oleh orang-orang yang memiliki komitmen tinggi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sekarang sudah bukan saatnya lagi mengerjakan suatu pekerjaan dengan setengah hati. Saat ini pun sudah saat-nya paradigma lama yang mengatakan bahwa pekerjaan sebagai aparatur pemerintah adalah profesi aman dan terjamin, sehingga apapun hasil ker-janya tidak dijadikan masalah.
MEA membuat aktivitas antar negara-negara ASEAN seolah tak ada batas. Masing-masing warga negara
yang tergabung dalam MEA bebas mencari pekerjaan dan bersaing ber-sama. Kompleksitas serta spesifikasi yang semakin tajam menghasilkan para pekerja-pekerja dengan kemam-puan yang di atas rata-rata. Hal inilah yang harusnya menjadi konsen peme-rintah sebagai penanggung jawab ter-besar bagi masyarakat di negaranya. Pemerintah harus hadir di tengah ma-syarakat untuk meredakan dan mem-berikan solusi atas kegundahgulanaan sebagian orang yang terlanjut pesimis akan kehidupannya akibat keberadaan MEA. Maka, komitmen tinggi aparatur pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya membuat peme-rintah akan terasa kehadirannya, khu-susnya dalam mengisi MEA. Para inves-tor tentu berharap adanya dukungan positif dari pemerintah sehingga tak akan ada lagi istilah birokrasi rumit. Yang ada adalah birokrasi efektif dan efisien yang dihasilkan dari aparat-aparat yang memiliki tanggung jawab atau komitmen tinggi.
KeteladananAl-Quran menyiratkan bagaimana
keteladanan yang dibangun haruslah dari diri sendiri, sebelum meminta orang lain untuk melaksanakan-nya. Aparatur pemerintah yang ber-jiwa keteladanan adalah mereka yang senantiasa mengerjakan kebaikan dan mencoba memberikan kebaikan itu untuk sesama. Keteladanan juga be-rarti bahwa aparat tersebut mampu memimpin dan mengayomi masyara-kat. kehadiran aparatur pemerintah di tengah-tengah masyarakat adalah se-bagai pelayan, bukan sebagai tuannya.
Dalam kehidupan bermasyara-kat, sikap maupun perilaku aparatur pemerintah haruslah menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. Integri-tas, semangat yang tinggi, optimisme, inovatif dan tingginya komitmen men-jadi sifat dasar yang terbungkus dalam bingkai keteladanan, hingga akhirnya akan hadir sosok aparatur pemerin-tah yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat.
“
“
68 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 69
OPINI OPINI
NALAR ““
RELIGIUSANTIKORUPSI
OLEH : M. MUMTAHIN BALYA HULAIMY JFU PADA SUBBAG ORTALA
Realitas korupsi di Indonesia sungguh memprihatinkan. Bukan rahasia lagi bahwa
korupsi merupakan penyakit yang sampai kini belum ditemukan obatnya. Dilihat dari perspektif tindak korupsi, bangsa ini seolah menjadi bangsa yang sakit tetapi enggan untuk menyembuhkan diri.
Grafik korupsi tidak kunjung turun dari waktu ke waktu. Bah-kan, korupsi menjadi fenomena tersendiri yang adanya menjadi maklum dan wajar di Indonesia ini lantaran korupsi selalu ada di setiap lini kepemerintahan. Leb-ih parahnya lagi, korupsi ibarat jamur di musim penghujan yang rebakannya tak terbendung. Say-angnya lagi, di luar musim itu pun korupsi sudah terlanjur menguat.
Tidak mengherankan jika berita korupsi dan kasus tentang koruptor menjadi berita utama dari sejumlah media massa, baik cetak maupun elektronik. Publik pun kini bisa hafal bahwa setiap ada kasus korupsi yang menimpa seorang oknum atau partai ter-tentu, pasti akan ada permainan politik. Ujung-ujungnya, ada berita lain yang digunakan sebagai senja-ta (baca: pengalihan isu) sehingga kasus korupsi bisa sejenak atau bahkan selamanya “dilupakan”.
Sementara itu, negara Indone-sia adalah negara dengan seluruh penduduknya memeluk agama. Agama menjadi hal yang begitu sensitif jika diungkap di ruang publik. Hal itu berarti bahwa ma-syarakat Indonesia benar-benar mempertahankan keberadaan agama sehingga agama menjadi patokan dalam berbagai tindakan.
Lebih dari itu, para pejabat dan oknum-oknum yang menempati posisi strategis dalam kepemer-intahan pun mempunyai agama dan meyakini keberadaan Tuhan sesuai dengan agama atau keya-
kinannya. Akan tetapi, posisi stra-tegis tersebut seolah menjadi tabir antara dirinya dengan Tuhannya. Oleh karenanya, Tuhan berusaha “dibuang” dalam hati dan pikirannya untuk sekadar meraup keuntungan melalui korupsi. Agama diibaratkan adalah urat nadi masyarakat di Indo-nesia. Kitab-kitab suci banyak dikaji. Tafsir-tafsir klasik dan kontemporer dibukukan sehingga tersebar ajaran kebajikan yang dituahkan agama. Dari segala hal yang terkait aja-ran agama tersebut, tidak satu pun yang memerintahkan umatnya un-tuk mengambil hak milik orang lain secara zalim. Dan, tindak korupsi merupakan penyimpangan terhadap ajaran agama.
Penting kiranya bahwa agama hendaknya diperankan sebagai kri-tik antikorupsi. Agama bukan seka-dar identitas seseorang, melainkan penerapan ajaran-ajaran kebajikan-nya dalam setiap sendi dan lini ke-hidupan. Adhitya Mulya (2013) me-ngatakan bahwa di dalam Alquran, Injil, Alkitab, Weda, dan Bhagavad Gita tidak ditemukan ajaran un-tuk korupsi. Malah kitab-kitab suci tersebut mengharamkan korupsi. Lantas, di mana letak kesalahannya, ketika seluruh penduduk Indonesia yang beragama ini membuat Indo-nesia menjadi negara korup kelas kakap?
Hal yang menggelitik adalah hasil dari sebuah penelitian yang menyatakan bahwa di Swedia, 23% penduduknya tidak percaya akan ad-anya Tuhan alias ateis. Artinya, aga-ma tidak menjadi persoalan penting di sana. Namun demikian, Swedia justru menjadi negara dengan pe-ringkat tiga dunia yang paling ber-sih dari korupsi. Hal itu merupakan kontradiksi dengan realitas yang ada di Indonesia, yang seluruh pen-duduknya adalah umat beragama tetapi justru menduduki peringkat atas dengan status negara terkorup di dunia. Menggelitik bukan?
hasil dari sebuah penelitian yang
menyatakan bahwa
di Swedia, 23% penduduknya tidak percaya akan adanya
Tuhan alias ateis.
Artinya, agama tidak menjadi persoalan penting di sana.
Namun demikian, Swedia justru menjadi
negara dengan peringkat tiga dunia yang paling bersih
dari korupsi.
Hal itu merupakan kontradiksi
dengan realitas yang ada di Indonesia,
yang seluruh penduduknya adalah umat beragama tetapi
justru menduduki peringkat atas dengan status negara terkorup
di dunia.
70 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 71
OPINI OPINI
Karl Marx pernah mengatakan bahwa agama itu candu. Sepertinya, pendapat tersebut benar-benar terjadi di Indonesia. Maksudnya, agama dipa-hami hanya sebatas identitas dan dife-rensiasi sosial. Parahnya lagi, agama malah justru ditunjukkan ke publik se-bagai pembenar aksi-aksi kebrutalan semisal terorisme, radikalisme, dan fanatisme buta. Padahal, agama adalah seperangkat aturan yang mengikat manusia agar menjadi pribadi-pribadi yang saleh dan mengamalkan kebaji-kan. Para nabi dan para pencerah budi yang mewariskan agama-agama sung-guh telah mencontohkan kesantunan, membawa pada pencerahan moral-spiritual, dan mengamalkan ajaran ka-sih sayang.
Pada dasarnya, hakikat dari aga-ma adalah membawa kebahagiaan umat manusia, mengajarkan kebaji-kan, dan menghidupkan cahaya spiri-tual umat manusia. Namun demikian, pada realitasnya agama justru menjadi candu yang tidak dihayati dalam ke-hidupan. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan politik yang penuh dengan intrik-intriknya, bisa jadi partai poli-tik yang berasaskan agama tertentu justru para personilnya malah bertin-dak korup. Kenyataan tersebut men-gisyaratkan bahwa agama tidak dipa-hami sebagai pemaknaan keberadaan Tuhan. Agama itu sendiri sebenarnya representasi dari keberadaan Tuhan, bukan berupa doktrinal atau dogma semata yang mengikat secara kaku. Tuhan “bersemayam” di dalam agama. Dengan begitu, berkeyakinan terhadap suatu agama berarti mengimani ke-beradaan Tuhan. Sementara itu, Tuhan selalu memberikan bimbingan kepada umat manusia ke jalan yang benar, bu-kan menyuruh untuk menindas dan merampas hak orang lain secara tidak benar kayaknya perbuatan korup.
Sudah seharunya bahwa imple-mentasi agama itu dilakukan. Hal itu begitu mendesak mengingat feno mena korupsi yang semakin marak dan se-lalu saja ada kasus-kasus yang mere-
sahkan masyarakat Indonesia. Sudah seharusnya bahwa Tuhan kembali “di-hidupkan” dalam hati dan otak umat manusia sehingga mereka mampu me-lihat Tuhan dan mengamalkan ajaran-Nya (baca: agama).
Oleh karenanya, agama juga harus difungsikan sebagai kontrol individual dan sosial. Nilai-nilai dan ajaran-aja-ran agama yang merupakan represen-tasi keberadaan Tuhan harus diimple-mentasikan dalam setiap sendi dan lini kehidupan. Sikap religiusitas sung-guh mendesak dilakukan bukan seka-dar pencitraan atau topeng, melain-kan dalam bentuk hakikatnya. Agama adalah pelajaran moral yang sakral. Dengan begitu, keberadaannya henda-knya tidak hanya pada ranah ubudiyah semata, tetapi juga dalam ranah sos-ial. Bukankah agama itu seperangkat aturan demi tegaknya nilai-nilai keba-jikan?
agama harus mampu menjadi kritik. Bahkan
menjadi musuh atas fenomena korupsi yang
sangat marak di Indonesia.
Dr. Zuly Qodir pernah berkata bahwa agama harus mampu menjadi kritik. Bahkan menjadi musuh atas fenomena korupsi yang sangat marak di Indonesia. Jika agama mampu di-hadirkan dan dihidupkan di tengah godaan dunia, maka ada kemungkinan agama mendapatkan tempat yang se-padan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang terpuruk karena ren-dahnya moral dengan perilaku korupsi yang semakin memprihatinkan.
agama dipahami hanya sebatas identitas
dan diferensiasi sosial. Parahnya lagi, agama malah justru
ditunjukkan ke publik sebagai pembenar aksi-aksi kebrutalan semisal terorisme, radikalisme,
dan fanatisme buta.
“
“ foto: tempo.co
infografis: beritagar.id
72 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 73
OPINI OPINI
MANAJEMENAUTOPILOT OLEH : FARID MA’RUF
AUDITOR PERTAMA PADA INSPEKTORAT WILAYAH III
Ketika mendengar kata autopilot maka yang terlintas di dalam pikiran kita adalah pesawat
terbang, karena istilah autopilot biasa digunakan dalam dunia penerbangan. Secara umum dapat diartikan bahwa autopilot dalam dunia penerbangan yaitu ketika pesawat terbang berada dalam kondisi terbang secara man-diri tanpa campur tangan dari sang pilot, dimana pesawat terbang mengi-kuti perintah yang telah diprogram sebelumnya oleh sang pilot. Namun bukan berarti pilot lepas tangan be-gitu saja akan tetapi tetap memantau
dan memastikan pesawat terbang se-suai dengan yang telah diprogramkan. Yang menjadi catatan adalah kondisi ini tidak berlaku pada saat pesawat akan take off maupun akan landing, pada kedua kondisi tersebut tetap di-perlukan keterampilan dan kemahiran pilot itu sendiri. Semakin banyak jam terbang pilot maka biasanya akan se-makin menentukan seberapa smooth proses take off dan landing pesawat.
Lantas, pada kondisi bagaimanakah dan sejak kapan istilah autopilot disandingkan dengan istilah manajemen? Kira-kira sekitar tahun
2012 masyarakat mulai mendengar is-tilah negara autopilot, birokrasi auto-pilot, manajemen autopilot. Sayangnya, idiom-idiom tersebut digunakan serta diidentikan dengan suatu kondisi dan keadaan yang kurang baik. Pa salnya ketika itu negara ditengarai berjalan tanpa arah yang jelas, kurang terli-hatnya kehadiran dan campur tangan pimpinan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sehingga autopilot di-identikan dengan berjalan semaunya tanpa output yang jelas juga. Padahal kondisi autopilot seharusnya dapat menjadi tanda bahwa segala sesuatu telah berjalan sebagaimana mestinya. Semua sumber daya telah menggu-nakan dan digunakan sesuai dengan seharusnya, sehingga manajemen dapat lebih fokus pada fungsi kontrol dalam hal pencegahan dan melakukan perbaikan segera apabila diketemukan sesuatu yang kurang sesuai.
Dalam dunia bisnis terdapat istilah pengusaha dan wiraswasta, memang sepintas tidak terdapat per-bedaan terhadap keduanya. Namun dalam sebuah diskusi kewirausahaan dijelaskan bahwa perbedaan kedua istilah tersebut terdapat pada segi “kehadiran” pemilik bisnis itu send-iri. Seorang pebisnis dapat disebut sebagai pengusaha ketika bisnisnya tetap dapat berjalan meskipun tanpa kehadiran dirinya dimana digantikan oleh sistem bisnis yang telah dibangun sebelumnya olehnya. Sedangkan pebi-snis disebut wiraswasta ketika bisnis hanya dapat berjalan ketika dirinya hadir dan mengendalikan langsung bisnis tersebut, ketika pebisnis terse-but berhalangan hadir maka bisnis ti-dak dapat berjalan.
Bila dapat dianalogikan de-ngan hal tersebut, maka perbedaan antara pemimpin dan pimpinan salah satu pembedanya adalah pada “ke-hadiran” dan sistem yang dibangun. Organisasi dapat berjalan dengan baik ketika pimpinan hadir dan mengenda-likan langsung alur kerja organisasi. Sebaliknya, organisasi tetap dapat ber-
jalan dengan baik meskipun tanpa ke-hadiran dari pemimpin. Dimana sum-ber daya manusia telah memiliki tang-gungjawab yang besar dalam menge-lola sumber daya yang ada dan meng-hasilkaan output yang sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi.
Nampak mudah memang, akan tetapi pada prakteknya belum tentu karena tidaklah mudah untuk menjadi seorang pemimpin yang baik bagi organisasi. Dibutuhkan komitmen besar dalam memimpin organisasi, ke-inginan mendengar, kemampuan me-nyampaikan harapan, sampai de ngan membangun sistem yang baik dan mu-dah diaplikasikan oleh seluruh elemen organisasi. Di dalam memimpin or-ganisasi pun kiranya sama dimana orang-orang yang dipimpin akan lebih cenderung mengikuti atau mencontoh orang yang memimpin. Idealnya pe-minpin harus dapat menjadi teladan bagi yang dipimpinnya atas segala per-buatan dan ucapannya, dengan kata lain pemimpin harus dapat menjadi role model.
Ketika seorang pemimpin telah menjadi role model maka akan lebih mudah baginya untuk memba-ngun sistem pada organisasi yang dip-impinnya. Ketika itu juga bersamaan akan tumbuh rasa hormat dan rasa segan dari orang-orang yang dipim-pinnya, bukan rasa sebaliknya yaitu rasa takut kepada pimpinan. Pada kondisi ideal seperti inilah akan se-makin nampak perbedaan pemimpin dan pimpinan, pemimpin cenderung menggunakan “tangan terbuka” dalam mendelegasikan sebuah instruksi ke-pada bawahan dengan kata lain lebih mengedepankan sisi persuasif atau ajakan serta menimbulkan kesan hangat. Bandingkan cara sebaliknya yang sayangnya paling banyak diterap-kan di masyarakat kita dimana pimpi-nan lebih nyaman menggunakan “jari telunjuk” dalam meminta sesuatu ke-pada bawahan, penerimaan yang dira-sakan bawahan pun akan berbeda.
Sikap “tangan terbuka” dan “jari telunjuk” dapat dimaknai secara harafiah. Secara harafiah sikap “tangan terbuka” merupakan posisi kelima jari terbuka seperti gerakan mengajak un-tuk melakukan sesuatu dan sikap “jari telunjuk” merupakan posisi menunjuk kepada sesuatu hal. Kasat mata terli-hat lebih hangat dan lebih menghar-gai sikap “tangan terbuka” jika diban-dingkan dengan sikap “jari telunjuk”. Secara ma’nawiah adalah kedua sikap tersebut dapat mencerminkan upaya menghargai dan menghormati orang lain ketika meminta orang lain untuk melakukan sesuatu untuk kita.
Sikap seperti apa yang akan kita pilih secara tidak langsung akan mempengaruhi cara kita berkata-kata, menebar senyuman, gerak tubuh. Hal ini juga yang akan mempengaruhi si-kap timbal balik dari orang yang ber-interaksi dengan kita, apabila suatu maksud baik disampaikan dengan baik maka akan maksud tersebut juga akan diterima dengan baik pula. Pada proses pendelegasian tugas dan pem-berian instruksi perintah dalam ber-organisasi juga sama, pemilihan cara dalam memberikan perintah akan mempengaruhi ketulusan bawahan
Organisasi dapat berjalan dengan baik ketika pimpinan hadir dan
mengendalikan langsung alur kerja organisasi.
Sebaliknya, organisasi tetap dapat berjalan
dengan baik meskipun tanpa kehadiran dari
pemimpin.
Pemilihan cara dalam memberikan perintah akan mempengaruhi ketulusan bawahan
dalam melaksanakan tugas atau instruksi yang
diminta bahkan secara tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas hasil yang diminta.
74 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 75
OPINI OPINI
dalam melaksanakan tugas atau in-struksi yang diminta bahkan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hasil yang diminta.
Setiap organisasi pastinya memiliki budaya kerja masing-ma-sing dimana ditentukan oleh sistem dan sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Demikian juga dengan kementerian agama yang merupakan salah satu institusi publik akan me-miliki budaya kerja yang berbeda de-ngan institusi publik lainnya, demikian juga jika dibandingkan dengan insti-tusi non publik. Perbedaan budaya kerja ini akan berpengaruh terhadap metode dalam membangun sistem kerja yang efektif dan efisien sehingga dapat berjalan secara simultan yang pada akhirnya akan menentukan wak-tu pencapaian bagi institusi tersebut untuk dapat mencapai suatu kondisi autopilot.
Kementerian Agama dapat di-katakan sebagai institusi dengan Satu-an Kerja (satker) terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Sehingga sebenarnya kita cukup berbicara di lingkup Ke-menterian Agama saja sudah sangat luar biasa sekali keanekaragaman bu-daya kerja individu yang bersifat khu-sus yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh geografi, demografi, karak-ter daerah, serta adat istiadat. Meski-pun secara umum Kementerian Agama telah memiliki budaya kerja sendiri yang lebih dikenal dengan 5 (lima ) budaya kerja Kementerian Agama, yai-tu : Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung Jawab, dan Keteladanan. Ti-dak dapat dipungkiri bahwa budaya kerja yang khusus tadi terkadang lebih dominan dalam menentukan budaya kerja organisasi dibandingkan dengan budaya kerja Kementerian Agama se-cara umum yang telah disepakati ber-sama. Pada hakikatnya tidak menjadi masalah selama budaya kerja individu yang bersifat khusus tadi tidak berten-tangan dengan budaya kerja Kemen-terian Agama secara umum.
Lantas apa hubungan antara budaya kerja individu dengan mana-jemen autopilot? Seperti disampaikan sebelumnya bahwa kondisi autopilot sangat tergantung dengan seberapa baik manajemen merancang sistem kerja dan mempersiapkan sumber daya manusia-nya. Ketika berbicara sumber daya manusia, maka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat “kemanusiawian” dimana cenderung dipengaruhi letak geografi, demografi, karakter daerah, serta adat istiadat. Karena itulah, manajemen harus bersifat fleksibel menyesuaikan dengan kondisi sumber daya manusia yang ada selama tidak menyimpang dari standar yang telah berlaku secara umum.
Kementerian Agama ha-dir diseluruh penjuru nusantara dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat kecamatan baik dalam bentuk kantor
kementerian, madrasah maupun Kan-tor Urusan Agama (KUA). Ini menjadi sebuah tantangan besar untuk mem-buat satker-satker dapat membangun sistem kerja yang baik dan membentuk sumber daya manusia yang baik. Ten-tunya bukan tantangan yang mudah bagi pemimpin satker untuk mewu-judkannya, dibutuhkan keseriusan dan komitmen besar, sebaliknya, tidak ada hal yang sulit selama kita mau serius dan komitmen melakukannya.
Secara garis besar kondisi au-topilot dapat dicapai ketika sistem dan sumber daya manusia yang ada telah dapat memenuhi fungsi-fungsi mana-jamen, Plan-Do-Action-Controling. Pemimpin yang baik harus mempun-yai peran langsung dan memiliki ke-mampuan memperbaiki ketika terjadi hal-hal berpotensi menggangu proses manajemen. Repetition (pengulangan) yang dilakukan memegang peranan
penting sebagai kunci utama bagi per-cepatan terwujudnya kondisi auto-pilot. Dengan pengulangan ini dapat meminimalkan penumpukan masalah dibelakang hari karena setiap proses manajemen dan pengulangannya se-cara kontinyu dilakukan koreksi. Se-cara otomatis akan meminimalkan wasting time dan wasting money yang sebenarnya dapat ditiadakan dan se-cara otomatis akan “memaksa” sum-ber daya manusia yang terlibat men-jadi terbiasa dengan irama kerja yang dirancang manajemen.
Sesekali waktu pemimpin harus melakukan test case untuk melihat se-berapa jauh dan seberapa baik progess dari manajemen autopilot yang diben-tuk. Test case dapat dilakukan sesuai dengan gaya dan kemampuan mas-ing-masing pemimpin menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-masing satker. Contoh sederhana yang
Kondisi autopilot sangat tergantung dengan
seberapa baik manajemen merancang sistem kerja dan
mempersiapkan sumber daya manusia-nya.
Secara garis besar kondisi autopilot dapat dicapai
ketika sistem dan sumber daya manusia yang ada telah
dapat memenuhi fungsi-fungsi manajamen,
Plan-Do-Action-Controling.
dapat dilakukan antara lain yaitu:
• Waktu yang dibutuhkan untukmenyelesaikan satu pekerjaan. Pastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan atas suatu peker-jaan, baik pekerjaan yang bersifat pelayanan terhadap masyarakat maupun pekerjaan yang bersifat operasional atau administratif.
• Kualitas pekerjaan yang di-hasilkan. Setiap pegawai memi-liki kapabilitas dan keterampilan masing-masing, bahkan memliki etos kerja yang berbeda-beda tergantung motivasi kerja yang melandasinya. Faktor internal ini akan mempengaruhi kualiatas pe-kerjaan yang diminta, belum lagi faktor eksternal yang dapat mem-pengaruhi suasana kerja masing-masing pegawai.
• Jumlah sumber daya manusia
yang dibutuhkan untukmenye-lesaikansatupekerjaan. Berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu peker-jaan dapat dijadikan tolak ukur baik tidaknya sistem kerja yang telah terbangun.
Setidaknya 3 (tiga) hal tersebut dapat menjadi alat uji sederhana un-tuk menggambarkan seberapa baik sistem kerja yang telah berjalan. Meski pada aplikasi tergantung kreatifitas dari masing-masing pemimpin satker disesuaikan dengan kondisi sistem yang telah dibangunnya. Intinya adalah gambaran yang diperoleh dijadikan bahan untuk melakukan evaluasi dan bahan untuk melakukan perbaikan sistem yang memang membutuhkan perbaikan. Seperti disampaikan se-belumnya, kunci untuk menciptakan manajemen autopilot yang baik yaitu controlling atas plan, do, dan action serta repetation dari semua unsur manajemen. Waktu pencapaian yang dibutukan dan kualitas dari manaje-men autopilot yang buat juga ditentu-kan bagaimana seorang memposisikan diri, apakah sebagai pimpinan ataukah sebagai peminpin?
“
“
Kementerian Agama hadir diseluruh penjuru nusantara dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat kecamatan baik
dalam bentuk kantor kementerian, madrasah
maupun Kantor Urusan Agama (KUA).
Ini menjadi sebuah tantangan besar untuk membuat satker-satker
dapat membangun sistem kerja yang baik
dan membentuk sumber daya manusia yang baik.
76 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 77
OLEH : HERI MUCHTAROMJFU PADA SUBBAG INTERNAL
HAB DAN REFLEKSI PROFESIONALITAS KINERJA PEGAWAI
Kementerian Agama baru saja memperingati Hari Amal Bhak-ti( HAB) yang ke 70. Tema yang
diambil di tahun ini adalah “Menegak-kan Revolusi Mental untuk Kemen-terian Agama yang bersih Melayani”, dalam sambutan menteri agama Luk-man Hakim Saifudin pada peringatan HAB Kemenag yang ke 70 diharap-kan memperkuat komitmen apara-tur Kementerian Agama terhadap Integritas,Etos Kerja dan Gotong Roy-ong diera revolusi mental sekarang ini.
Mengutip dari tema tersebut, di usia yang cukup matang diharap-kan semua civitas kementerian agama harus menjadi, garda depan dalam mereformasi semua bentuk penyim-pangan dan kejahatan di negeri ini, serta memberikan pondasi yang kuat untuk membangun integritas moral yang kokoh bagi seluruh jajaran di lingkungan Kementerian agama dan juga memberikan pelayanan yang sa-
ngat memuaskan kepada masyarakat tanpa adanya
Seperti yang telah kita keta-hui bahwa lima budaya kerja yang me-liputi, integritas, profesionalitas, ino-vatif, tanggung jawab dan ketela da nan harus selalu menjadi pedoman utama dalam mengemban tu gas di Kemenag, dan terbukti Keme nag telah melaku-kan per cepatan reformasi birokrasi yang berjaya meningkatkan kinerja aparatur. Perjalanan membangun Ke-menterian Agama yang profesional, penuh integritas dan sarat dengan ni-lai-nilai kemuliaan adalah sebuah pe-kerjaan yang tidak semudah memba-likkan tangan, tetapi perlu perjua ngan lari secara marathon, bukan sprint. Dari situ dibutuhkan ketekunan, ke-gigihan dan sikap istiqamah untuk terus menggedor nurani diri dengan kesadaran bahwa “hidup ini hanyalah merupakan pengabdian tanpa henti pada Yang Menciptakan Hidup”. Dibu-
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya”
(Q.S Al Isra’ 36).
REFLEKSIProfesionalitas Kinerja Pegawai
olah gambar : Basuki Rahmat
78 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 79
REFLEKSI Profesionalitas Kinerja Pegawai
tuhkan sejenis ketegaran yang terus melengking: menyuarakan kesadaran untuk terus menancapkan etos “Ikhlas Beramal” dalam dunia kerja sehari-hari.
Peringatan HAB bukan meru-pakan rutinitas yang didilaksanakan setiap tahunnya saja, yang dalam rang-kaiannya tidak hanya sebatas melak-sanakan kegiatan semacam upacara, perlombaan yang menyita waktu pada jam kerja, tasyakuran dan perhelatan pentas seni pada puncak acara yang menghabiskan dana tidak sedikit, akan tetapi dalam peringatan Hari Amal Bakti (HAB). Rangkaian kegiatan HAB diharapkan menjadi cambuk dan media intropeksi diri bagi lembaga ini untuk menjadi pelopor bagi kemente-rian atau lembaga lain yang mengede-pankan semangat ikhlas beramal dan profesionalitas dalam bekerja mela-yani masyarakat dan ikut andil dalam membangun Negara tercinta ini, serta menjadi momentum untuk terus me-ningkatkan kinerja dengan prinsip-prinsip profesionalitas dan integritas.
Keprofesionalitasan ini se suai dengan Firman Allah SWT dan juga Ha-dits Nabi SAW, dalam surat Al Isra’ ayat 36 yang artinya “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mem-punyai pengetahuan tentangnya. Se-sungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S Al Isra’ 36). dan Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mencintai jika seorang dari kalian bekerja, maka ia itqân (profesional) dalam pekerjaan-nya” (HR Baihaqi). Seorang dikatakan profesional jika ia mahir dalam bidang pekerjaannya dimana ia mendapatkan penghasilan dari sana. Seorang peker-ja yang ikhlas dan profesional adalah ciri insan yang cerdas dan ahli dalam melakukan sesuatu dan ahli dalam pe-kerjaannya, mampu menunaikan tugas yang diberikan kepadanya secara pro-fessional dan sempurna, dan diiringi adanya perasaan selalu diawasi oleh Allah dalam setiap pekerjaannya, se-
mangat yang penuh dalam meraih keridhaan Allah di balik pekerjaannya. Model pegawai atau buruh seperti tidak membutuhkan adanya penga-wasan dari manusia; berbeda den-gan orang yang melakukan pekerjaan karena takut manusia, sehingga akan menghilangkan berbagai sarana yang ada, melakukan penipuan terhadap apa yang dapat dilakukan.
Islam tidak hanya melahirkan manusia yang sukses dari sudut pe-ngamalan agama saja tetapi Juga Ingin melahirkan kesuksesan dalam kehidu-pan di dunia dan akhirat. Di antara eti-ka kerja menurut Islam yang apabila diterapkan maka akan menghasilkan kinerja yang baik, yakni Kerja adalah Ibadah. orang yang mampu menjaga kehormatannya dalam bekerja teru-tama secara moral dan profesional, akan diberi kehormatan lebih tinggi lagi dalam bcntuk jabatan dan pangkat yang lebih tinggi, disegani dan status-nya dalam masyarakat sangat dihor-mati.
Masalah profesionalisme ini juga sangat terkait dengan hak-hak pegawai dalam Islam. Jika Allah telah mewajibkan kepada pegawai untuk bekerja dengan cara yang itqon (profesional) dan cakap di dalamnya; maka baginya memiliki hak, sehingga menjadikan dirinya memiliki kehidu-pan yang mulia, kokoh dan kuat. Dan diantara hak-haknya adalah: Tidak membebani pegawai dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukan dan ti-dak memposisikannya pada pekerjaan yang berat yang tidak mampu dilak-sanakan; dan jika kita ingin memberi-kan pekerjaan yang berat maka hen-daknya kita membantunya dengan diri kita atau mencarikan orang lain untuk dapat membantunya; Rasulullah SAW bersabda: “Dan janganlah kalian mem-bebani mereka dengan apa yang me-reka tidak sanggup, namun jika kalian terpaksa membeba ninya maka bantu-lah mereka” (HR. Bukhari).
Di antara etika kerja menurut Islam yang
apabila diterapkan maka akan menghasilkan
kinerja yang baik, yakni Kerja adalah Ibadah.
orang yang mampu menjaga kehormatannya dalam bekerja terutama
secara moral dan profesional,
ww
w.ke
men
ag.g
o.id
Semarak perayaan HAB ke-70 di lingkungan kementerian agama. Menag menggarisbawahi bahwa lima nilai budaya kerja Kementerian Agama yakni, Integritas, Profesionalitas, Inovatif, Tanggung Jawab dan Keteladanan tidak hanya mampu diteriakkan sebagai slogan semata tapi beberapa nilai tersebut mampu terinternalisasi dan termanifestasikan dalam diri dan aktivitas kerja aparatur Kemenag melalui kegiatan HAB. Berbagai pihak mengapresiasi bahwa kegiatan Malam Tasyakuran HAB beberapa waktu lalu banyak mengandung sisi inovatif dan kreativitas berbeda dengan penyelenggaraan Tasyakuran HAB tahun-tahun sebelumnya.
infografis: Basuki Rahmat
80 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 81
OLEH : MASYHUDJFU PADA SUBBAG TU INSPEKTORAT WILAYAH I
HIKMAH Standardisasi Akuntabilitas & Kesederhanaan
STANDARDISASI AKUNTABILITAS & KESEDERHANAANMENURUT AJARAN NABI MUHAMMAD SAW
Keteladanan sifat-sifat utama yang harus kita teladani adalah empat sifat Nabi Muhammad
SAW yang sangat mulia, yang harus ditiru dalam berkepemimpinan baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain, yaitu Siddiq (Jujur), Ama-nah (Dipercaya), Tabligh (Komuni-katif) dan Fathanah (Cerdas). Sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun. Beliau selalu memperlaku kan lawannya de-ngan tingkah laku yang terbaik. Berb-agai cara yang dilakukan oleh musuh-musuh beliau untuk menghentikan perjuangannya, tidak pernah berhasil. Beliau tetap tabah, sabar, dan sung-guh-sungguh. Rasulullah SAW dikenal sangat kuat berpegang pada keputu-sannya yang telah disepakati. Menge-tahui kekuatan dan kelemahan, teguh memegang prinsip, dan belajar dari pengalaman, bagaimana belajar dari/dan bekerja dengan orang lain. Beliau menjadi panutan dalam melaksanakan nasihat dan saran-sarannya, sehingga menjadi pribadi yang mulia. Beliau adalah orang yang sangat dermawan kepada siapa pun yang datang dan me-minta pertolongan.
Di antara sifat-sifat yang wajib diteladani dalam kaitannya dengan akuntabilitas yaitu sebagai berikut:
Siddiq (Jujur)
Nabi Muhammad SAW selalu memper-lakukan orang dengan adil dan jujur. Beliau tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tapi juga dengan perbuatan dan keteladanan. Kata-kata beliau se-lalu konsisten. Tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan. Siddiq be-rarti jujur dalam perkataan dan per-buatan, amanah berarti dapat diper-caya dalam menjaga tanggung jawab, Dalam hal kejujuran pastinya ada kabar yang menjelaskan tentang seru-an Rasululloh SAW kepada ummatnya untuk berlaku jujur disetiap keadaan, dimanapun dan kapanpun itu. Ubaid-illah Ibnush shamit RA. menuturkan bahwa, Rasulullah SAW bersabda, “Ja-min untukku enam perkara dari ka-lian, aku menjamin untuk kalian surga, enam perkara ini adalah bila berbicara jujurlah; tepatilah janji apabila kalian berjanji; apabila kalian dipercayai, tu-naikanlah amanah; jagalah kemaluan kalian (dari kemaksiatan); palinglah pandangan kalian (dari segala yang di-
“
“Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Ahzab: 21: “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT
dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah SWT”.
82 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 83
haramkan melihatnya); dan tahanlah tangan kalian (dari mengambil yang haram)”, HR. Imam Ahmad. Berlan-daskan hadits diatas, maka jika ses-eorang sudah menjabat, maka ia mesti melakukan upaya-upaya Good Gover-nance, seperti transparansi, akuntabil-itas, dan responsibilitas atas aktifitas operasional institusi yang dipimpin-nya. Pemerintah yang baik adalah si-kap dimana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan negara yang berkaitan den-gan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam prak-tiknya, pemerintah yang bersih (clean government) adalah model pemer-intahan yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga menekankan kepada ummatnya untuk senantiasa berada dalam keju-juran dan menjauhi kedustaan dalam bercakap. Abdullah bin Mas’ud RA. menuturkan, Rasulullah SAW bers-abda, ”hendaklah kalian bersikap jujur. Kejujuran mengantarkan kepada ke-baikan, dan kebaikan mengantarkan-nya kepada surga. Dan senantiasa se-seorang bersikap jujur dan terus beru-paya menjaga kejujurannya sampai dengan dicatat disisi Allah SWT bahwa ia adalah seorang yang jujur. Jangan-lah sekali-kali kalian berdusta. Sebab, berdusta akan me ngantarkan kepa-da perbuatan maksiat, dan perilaku maksiat akan mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya, seseorang yang berlaku dusta, dan terus ingin berlaku dusta sehingga disisi Allah SWT ia di-catat seorang pendusta”. HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Jujur menjauhkan orang dari sak wasangka, jauh dari kecurigaan, tanpa adanya beban diawal maupun di kemudian hari. Rumusnya sederhana, “Jujur akan mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan men-gantarkannya kepada surga”. Dengan kejujuran yang dilandasi sikap istiqa-mah, seseorang akan mampu melewati badai yang selalu menghadang gerak dan langkahnya. Sehingga, menolak kebenaran dan meremehkan orang lain adalah bentuk dari kesombongan
nyatakan kebenaran meskipun konse-kwensinya berat. Beliau sangat tegas pada orang yang melanggar hukum Allah SWT, namun sangat lembut dan memaafkan bila ada kesalahan yang menyangkut dirinya sendiri. Dalam istilah Arab dikenal ungkapan, “kul al-haq walau kaana murran”, katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meski-pun pahit rasanya.
Kesederhanaan
Jika kita membaca sejarah Nabi Muhammad S.A.W, salah satu teladan yang seharusnya diikuti oleh para pe-jabat dan penguasa serta politisi kita yaitu kesederhanaan Rasululloh SAW. Dalam catatan sejarah terbukti men-jadi pedagang yang sukses kala itu, terlebih saat menikah dengan Sayidah Khadijah, seorang pengusaha yang kaya raya, saat itu menjadikan Rasu-lulloh SAW menjadi pengusaha yang kaya raya. Tetapi kekayaanya yang begitu besar hampir semuanya di-belanjakan untuk bangsa dan nega-ranya serta untuk agama dan umatnya. Sedangkan Beliau sendiri dalam ti-durnya hanya menggunakan anyaman pelepah daun kurma. Tidak hanya soal papan tidurnya, dalam makanan, Be-liau juga sangat sederhana. Beliau juga berkali-kali menekankan kepada umatnya khususnya yang menjadi pe-mimpin dan khalifah supaya menguta-makan rakyatnya. Jangan sampai dis-aat masih ada rakyat yang kelaparan tapi pemimpinya justru hidup berge-limang harta. Semua itu sangat di-tekankan karena seorang pemimpin, di akhirat nanti pastinya akan dimintai pertanggungjawabannya selama men-jadi pemimpin. Apa yang diajarkan Ra-sululloh SAW tersebut juga diikuti oleh keempat Sahabat terbaik beliau yang selalu hidup sederhana. Mereka itu adalah Abu Bakar RA, Umar bin Khat-tab RA, Usman bin Affan RA, dan Ali bin Abi Thalib RA. Keempat penerus Khalifah tersebut mewarisi gaya hidup kesederhanaan Rasululloh SAW. Bu-kan karena mereka miskin, para khali-fah tersebut juga terkenal sebagai pen-gusaha yang sukses tapi mereka tetap hidup sederhana.
HIKMAH Standardisasi Akuntabilitas & Kesederhanaan
yang tampak di permukaan.
Tabligh (Komunikatif)
Tabligh merupakan sifat Nabi Mu-hammad SAW yang ketiga. Cara dan metodenya agar ditiru sasaran per-tama adalah keluarga kemudian ber-dakwah ke segenap penjuru. Sebelum mengajarkan sesuatu, beliau melaku-kannya lebih dahulu. Sifat ini adalah sebuah sifat Rasul untuk tidak me-nyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan agama. Beliau tidak pernah sekalipun menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri. Beliau sering memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan yang akan diraih oleh pengikutnya di ke-mudian hari. Akuntabilitas berkaitan dengan sikap keterbukaan (transpar-ansi) dalam kaitannya dengan cara kita mempertanggungjawabkan ses-uatu di hadapan orang lain. Salah satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya me-
“
““Jujur akan mengantarkan
kepada kebaikan, dan kebaikan akan
mengantarkannya kepada surga”. Dengan kejujuran
yang dilandasi sikap istiqamah, seseorang akan
mampu melewati badai yang selalu menghadang gerak dan langkahnya.
84 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015