5 kondisi aktual ppi di pangandaran - repository.ipb.ac.id 5... · 48 5 kondisi aktual ppi di...
TRANSCRIPT
48
5 KONDISI AKTUAL PPI DI PANGANDARAN
5.1 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di Lokasi Lama
5.1.1 Latar belakang pemindahan PPI Pangandaran
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran dibangun oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat pada tahun 1973. Pangkalan Pendaratan Ikan ini berlokasi di
Pantai Timur Pangandaran yang juga merupakan lokasi wisata bahari dan
bersebelahan dengan Cagar Alam Pananjung. Fasilitas-fasilitas kepelabuhanan
perikanan yang telah ada di PPI tersebut adalah gedung tempat pelelangan ikan
(TPI), kantor pengelola PPI, kantor KUD, dan alat bantu navigasi. Fasilitas-
fasilitas tersebut berada dalam kondisi baik dan masih dapat difungsikan.
Fasilitas-fasilitas kepelabuhanan perikanan yang terdapat PPI Pangandaran
sangat terbatas yaitu tidak ada dermaga untuk tambat labuh perahu, kolam
pelabuhan dan breakwater. Hal ini menyebabkan nelayan Pangandaran
memanfaatkan Pantai Timur, Pantai Barat dan Perairan Cagar Alam Pananjung
sebagai tempat untuk menambatkan perahu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8,
dimana nelayan menambatkan perahunya di Pantai Timur. Menurut Pemerintah
Daerah Kabupaten Ciamis, tindakan nelayan tersebut dapat mengganggu aktivitas
wisata bahari dan konservasi di Cagar Alam Pananjung karena perairan dipenuhi
oleh perahu. Hal ini menyebabkan pengembangan wisata bahari dan konservasi
sulit dilakukan.
Gambar 8 Perahu nelayan yang ditambatkan di perairan Pantai Timur
tahun 2011
Penggunaan perairan yang sama untuk kepentingan yang berbeda
menyebabkan terjadinya benturan kepentingan antara pariwisata, perikanan
49
tangkap dan konservasi. Kegiatan pariwisata membutuhkan lahan dan perairan
yang tidak tercemar untuk dapat dikembangkan sebagai wisata bahari Panganda-
ran. Kegiatan perikanan tangkap membutuhkan satu pelabuhan perika-
nan/pangkalan pendaratan ikan sebagai tempat untuk menambatkan perahu, dan
mendaratkan dan memasarkan hasil tangkapan nelayan. Keberadaan perahu
nelayan di perairan Cagar Alam Pananjung dapat mengganggu kegiatan konser-
vasi terumbu karang.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, maka Pemerintah Daerah
Kabupaten Ciamis mengambil tindakan untuk memindahkan PPI Pangandaran ke
lokasi baru ke muara Sungai Cikidang Desa Babakan yang berjarak 3 km dari
lokasi PPI sebelumnya. Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dalam hal
ini Dinas Kelautan dan Perikanan, dengan berpindahnya semua aktivitas
perikanan tangkap ke Desa Babakan, diharapkan penataan Pantai Barat dan Pantai
Timur Pangandaran sebagai kawasan wisata bahari Pangandaran, dan kegiatan
konservasi di Cagar Alam Pananjung dapat berkembang dengan baik begitupun
sebaliknya dengan kegiatan perikanan tangkap.
Wacana pemindahan lokasi PPI Pangandaran telah ada sejak tahun 1997.
Hal ini diketahui berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (1997).
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa penempatan perahu nelayan di
kawasan wisata dianggap dapat menghambat pemerintah daerah dalam
mengembangkan kawasan wisata di Pangandaran. Dalam penelitian tersebut juga
dikemukakan penolakan nelayan untuk dipindahkan ke lokasi baru.
Penetapan Desa Babakan sebagai lokasi baru PPI Pangandaran disebabkan
oleh wilayah pesisir di Pangandaran seperti Pantai Pangandaran dan Perairan
Pananjung tidak memungkinkan untuk dibangun sebagai PPI karena telah
diperuntukan sebagai kawasan wisata dan konservasi. Menurut pemerintah
daerah, kegiatan wisata bahari dapat berjalan beriringan dengan kegiatan
konservasi terumbu karang sehingga lokasinya tetap dipertahankan di lokasi
semula, sedangkan kegiatan perikanan tangkap dipindahkan ke lokasi lain. Sinergi
antara wisata bahari dan konservasi terumbu karang dapat dijadikan daya tarik
wisata sehingga diharapkan banyak wisatawan yang berkunjung ke Pangandaran.
50
Hasil wawancara dengan nelayan dan pedagang ikan diketahui pemindahan
PPI Pangandaran ke lokasi baru dari awal pembangunan hingga saat ini masih
mendapat penolakan dari nelayan dan pedagang ikan. Menurut nelayan, lokasi
lama lebih aman karena terlindungi oleh teluk, sedangkan lokasi baru sangat
berisiko terkena hempasan gelombang karena tidak ada pelindung dan langsung
menghadap laut.
Lokasi fishing base nelayan di lokasi lama berada di Pantai Barat, Pantai
Timur dan Perairan Cagar Alam Pananjung (lihat Gambar 8). Saat terjadi musim
barat, nelayan yang mempunyai fishing base di Pantai Barat memindahkan
perahunya ke Pantai Timur untuk berlindung dari gelombang besar. Saat musim
barat berakhir, nelayan tersebut kembali lagi ke Pantai barat.
Jauh dan tidak strategisnya lokasi baru PPI juga menjadi kendala karena
nelayan akan mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil tangkapan, waktu
yang lebih lama menuju daerah penangkapan ikan, dan peningkatan biaya
operasional. Sama halnya seperti nelayan, pedagang ikan juga akan mengalami
kesulitan untuk memasarkan ikan kepada konsumen.
Walaupun mendapat penolakan dari nelayan dan pedagang ikan, Pemerintah
Daerah Kabupaten Ciamis tetap melakukan pemindahan PPI Pangandaran. Proses
pemindahan PPI Pangandaran dilakukan secara bertahap karena pembangunan
berbagai fasilitas belum selesai dilakukan.
Fasilitas yang lebih dahulu dibangun adalah gedung tempat pelelangan ikan
(TPI) dan kantor pengelola PPI. Aktivitas yang berhubungan dengan administrasi
di pelabuhan dapat dilakukan di PPI baru. Saat ini gedung TPI di PPI lama telah
ditutup, sedangkan gedung TPI di PPI baru belum dapat difungsikan karena belum
selesainya pembangunan fasilitas seperti kolam pelabuhan, breakwater, dermaga
dan alat bantu navigasi.
5.1.2 Pemindahan lokasi PPI Pangandaran
Menurut Triatmodjo (2007), pemilihan lokasi pelabuhan tergantung pada
beberapa faktor seperti kondisi tanah dan geologi, kedalaman dan luas daerah
perairan, perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus dan sedimentasi,
daerah daratan yang cukup luas untuk menampung barang yang akan dibongkar
muat, jalan-jalan untuk transportasi dan daerah industri lainya.
51
Penetapan Desa Babakan sebagai lokasi baru PPI Pangandaran berda-sarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 tahun 2002 tentang “ Peru-bahan
atas Peraturan Daerah Tingkat II Ciamis Nomor 6 tahun 1998 tentang Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Pangandaran sampai dengan tahun 2008”.
Perubahan RUTR ini bertujuan untuk mengembangkan kawasan kegiatan
perikanan di Kecamatan Pangandaran. Penetapan Desa Babakan sebagai lokasi
PPI yang baru sesuai hasil studi dan detail design yang dilakukan oleh PT Bernala
Nirwana RDC (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2009).
Hasil studi dan detail design oleh PT Bernala Nirwana diperoleh
berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan yang meliputi topo-
grafi, batimetri, hidrooseanografi, dan mekanika tanah. Topografi lahan daratan di
Desa Babakan adalah mendatar, baik sebagai lokasi daratan pelabuhan. Kon-disi
batimetri perairan di depan lahan daratan adalah cukup curam sampai ke-dalaman
6 meter (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002). Kondisi kedalam-an ini
akan membatasi ukuran armada yang akan mendaratkan hasil tangkapan di
pelabuhan; terkecuali dilakukan pendalaman dasar perairan.
Selanjutnya Departemen Kelautan dan Perikanan tersebut di atas menyata-
kan bahwa parameter hidrooseanografi yang diukur di lokasi baru PPI Pangan-
daran adalah pasang surut, gelombang, sedimen dan arus. Pengukuran pasang
surut dilakukan selama lebih kurang 15 hari. Rata-rata tinggi gelombang men-
capai 2 meter saat pasang, dan 1 meter saat surut. Sedimen di Sungai Cikidang
adalah pasir laut, dijumpai dari muara Sungai Cikidang sampai sejauh 800 meter
ke arah hulu sungai Cikidang. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengaruh arus
laut terhadap sungai pada musim kemarau adalah sangat besar
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, pelaksanaan
pembangunan PPI Pangandaran di Desa Babakan dimulai pada tahun 2002 Tujuan
pembangunan PPI ini adalah sebagai berikut :
1) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya laut untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas hasil perikanan tangkap guna memenuhi kebutuhan bahan baku
industri pengolahan dan konsumsi ikan masyarakat serta peningkatan ekspor
komoditas perikanan.
2) Memperluas dan meningkatkan lapangan kerja serta kesempatan berusaha.
52
3) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan devisa bagi negara.
4) Meningkatkan kehidupan sosial ekonomi nelayan dan memberikan
kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan.
5) Memfasilitasi kegiatan penangkapan ikan serta menumbuhkembangkan
kegiatan ekonomi penunjang dalam rangka meningkatkan pendapatan nelayan
dan masyarakat pesisir.
Pembangunan PPI ini keseluruhannya membutuhkan dana yang besar yaitu
mencapai Rp.176.180.304.000,- dengan rincian Rp.25.679.617.000,- untuk
pembiayaan pembangunan fasilitas di darat dan Rp.150.500.687.000 untuk
pembiayaan pembangunan fasilitas di laut. Pembangunan PPI Pangandaran baru
menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Ciamis, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten
Ciamis. Jumlah dana yang telah terserap sampai tahun 2009 untuk pembangunan
fasilitas-fasiltas PPI Pangandaran (subbab 5.2) adalah Rp.60.157.587.000,- (Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2009).
Besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembangunan PPI baru
menyebabkan pembangunan dilakukan secara bertahap. Pembangunan PPI sempat
terhenti pada tahun 2010 karena terkendala masalah pendanaan. Menurut Kepala
UPTD PPI Pangandaran Atang Kuncara, pembangunan ini direncanakan akan
dilanjutkan lagi pada tahun 2011, namun masih menunggu kucuran dana dari
APBD provinsi.
5.2 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di Lokasi Baru
Menurut Kepala UPTD PPI Pangandaran, pembangunan fasilitas kepe-
labuhanan perikanan PPI Pangandaran di lokasi baru akan dilanjutkan dan
pengerjaannya diperkirakan akan selesai pada tahun 2014. Hasil pengamatan
penulis di lapangan diketahui bahwa perkembangan pembangunan PPI
Pangandaran baru sebatas bangunan di darat yaitu kantor pengelola PPI gedung
TPI, mushola, WC umum dan gudang.
Kegiatan pembangunan fasilitas-fasilitas kepelabuhanan perikanan di lokasi
baru PPI Pangandaran mulai dilakukan pada tahun 2002. Fasilitas-fasilitas yang
lebih dahulu dibangun adalah fasilitas yang berada di darat seperti gedung TPI,
53
kantor pengelola dan pembangunan turap dermaga. Beberapa fasilitas
kepelabuhanan perikanan di PPI baru dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Fasilitas yang telah dibangun dan direncanakan akan dibangun di PPI
Pangandaran tahun 2011
Nama Fasilitas Luas Tahun pembangunan
1. Fasilitas yang telah dibangun
Gedung TPI 425 m2
2003
Gudang TPI 40,5 m2
2003
WC umum 24 m2
2007
Mushola 1 unit 2007
Kantor Pengelola 260 m2
2007
Telepon dan Listrik 1 paket 2009
2. Fasilitas yang masih dalam proses pembangunan
Breakwater Timur 50 m2
2005
Breakwater Barat 120 m2
2005
Turap dermaga 78 m2
2005
Sistem PAB 128,7 m2
2007
Revetment sisi dalam 215 m2
2008
Revetment sisi luar 335 m2
2008
Kolam pelabuhan 300.000 m3
2011
Balai penyuluhan nelayan 445 m2
2010
3. Fasilitas yang belum dibangun
Groin 95 m2
2010
Dermaga 1.050 m2
2010
Alat navigasi nelayan 2 unit 2011
Landscaping/fasilitas jalan 17.638 m2
2012
Rumah dinas 246 m2
2011
Lahan pengeringan 1.440 m2
2012
Pom bensin/SPBN 9 m2
2012
Bengkel 140 m2
2012
Docking 845 m2
2011
Pabrik es dan ruang
pengepakan 350 m2
2012
Pos jaga 95 m2
2012
Gardu listrik 30 m2
2012
Pasar ikan 742 m2
2012
Pertokoan/kantin 415 m2
2012 Sumber : Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat 2009
54
Pembangunan fasilitas pokok di PPI baru seperti breakwater, revetment,
kolam pelabuhan dan alat bantu navigasi belum selesai dikerjakan (Tabel 19;
Gambar 9). Fasilitas-fasilitas tersebut seharusnya menjadi prioritas utama untuk
dibangun karena merupakan mempunyai peran yang sangat besar bagi
keselamatan dan keberlangsungan aktivitas di lokasi baru. Pembangunan fasilitas
ini diperkirakan akan dilakukan pada tahun 2011, namun pada saat penelitian ini
dilakukan, belum ada tanda-tanda pembangunan fasilitas tersebut akan
dilanjutkan. Belum selesainya pembangunan ini berdampak kepada kurang
berminatnya pelaku-pelaku yang akan beraktivitas di PPI.
1) Fasilitas Pokok
Pembangunan fasilitas pokok PPI Pangandaran di lokasi baru seperti
dermaga, breakwater, kolam pelabuhan dan alat bantu navigasi belum tersedia.
Belum tersedianya berbagai fasilitas pokok tersebut menyebabkan PPI
Pangandaran baru belum dapat dioperasikan karena dapat membahayakan bagi
perahu nelayan.
Pembangunan fasilitas-fasilitas tesebut di atas seharusnya menjadi prioritas
utama karena mempunyai peran yang sangat besar bagi keselamatan dan
keberlangsungan aktivitas di lokasi baru. Pembangunan fasilitas ini direncanakan
pada tahun 2011, namun pada saat penelitian ini dilakukan, belum ada
pembangunan fasilitas tersebut. Pembangunan fasilitas yang tertunda berdampak
kepada berkurangnya minat pelaku-pelaku yang akan beraktivitas di lokasi baru.
Gambar 9 Kolam pelabuhan PPI Pangandaran di lokasi baru tahun 2011
Kolam pelabuhan harus tenang, mempunyai luas, dan kedalaman yang
cukup, sehingga memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memudahkan
bongkar muat barang (Triatmodjo, 2007). Kolam pelabuhan PPI Pangandaran di
55
lokasi baru tidak dapat digunakan untuk aktivitas tambat labuh perahu karena
sangat dangkal. Kedalaman kolam ini kurang dari 1 meter, hal ini tidak memenuhi
kriteria teknis PPI yang mensyaratkan kedalaman kolam pelabuhan lebih dari 2
meter (PER.16/MEN/2006). Kondisi ini akan mengharuskan pihak pengelola PPI
melakukan pengerukan terhadap dasar kolam pelabuhan. Pengerukan akan
memperdalam kolam pelabuhan sehingga kapal berukuran yang diharapkan dapat
masuk ke kolam pelabuhan. Selain itu, menurut Kramadibrata (2002), pengerukan
dilakukan untuk memelihara kedalaman suatu kolam atau alur pelayaran atau alur
sungai (maintenance dredging), dikarenakan adanya proses pergerakan dan
pengendapan lumpur.
2) Fasilitas Fungsional
Fasilitas fungsional yang tersedia di lokasi baru PPI Pangandaran adalah
gedung tempat pelelangan ikan(TPI; Gambar 9), instalasi listrik dan instalasi air.
Luas gedung TPI 425 m2
dibangun pada tahun 2003. Pembangunan gedung TPI
menghabiskan dana sebesar Rp.467.999.000 yang berasal dari APBD Provinsi
Jawa Barat. Gedung TPI kondisinya tidak terawat. Hal ini dapat terlihat dari
dinding-dindingnya yang mengalami pengelupasan dan penuh dengan coretan.
Demikian juga kondisi fasilitas instalasi listrik dan air tidak dapat digunakan
dengan baik.
Gambar 10 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPI Pangandaran
di lokasi baru tahun 2011
Gedung TPI yang baik harus memiliki persedian air bersih, wadah, dan alat
angkut hasil tangkapan, serta lantai TPI harus miring pada kedua sisinya agar
tidak ada air yang menggenang di TPI setelah terjadinya prose pelelangan. TPI
juga harus memiliki saluran air untuk menampung air ataupun kotoran yang
56
dihasilkan dari proses pelelangan (Lubis 2006 vide Aulia 2011). Gedung TPI di
lokasi baru PPI Pangandaran belum bisa difungsikan karena tidak adanya aktivitas
pendaratan ikan. Tidak adanya aktivitas juga menyebabkan gedung menjadi tidak
terawat dan menjadi korban pencoretan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.
Gambar 11 Instalasi listrik dan air bersih PPI Pangandaran di lokasi baru
tahun 2011
Instalasi listrik dan air bersih (Gambar 11) yang terdapat di lokasi baru PPI
Pangandaran, belum dimanfaatkan baik oleh nelayan maupun oleh pelaku
perikanan lainnya, sebagai akibat belum adanya aktivitas pendaratan hasil
tangkapan di lokasi baru PPI ini.
Instalasi listrik yang terdapat di lokasi baru PPI Pangandaran telah
menghabiskan dana sebesar Rp.79.000.000-. yang berasal dari APBD Kabupaten
Ciamis tahun 2009. Sebagian dari fasilitas instalasi listrik di lokasi baru telah
dapat digunakan, tetapi karena tidak adanya aktivitas pendaratan ikan fasilitas
tersebut hanya digunakan untuk aktivitas perkantoran pengelola.
Pembangunan fasilitas instalasi air bersih di lokasi baru PPI Pangandaran
telah dimulai sejak tahun 2007. Fasilitas ini belum dapat digunakan karena
pembangunannya belum selesai dilaksanakan. Pihak pengelola PPI menyatakan
bahwa belum selesainya pembangunan instalasi tersebut karena terkendala
pendanaan. Menurut Aulia (2011), fasilitas dan pelayanan air bersih yang terdapat
di pelabuhan perikanan harus mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan air
bersih demi tetap lancarnya kegiatan operasional yang terdapat di pelabuhan
perikanan.
57
3) Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang terdiri atas :
(1) Fasilitas administrasi yaitu kantor syahbandar, kantor pengelola, kantor
bea cukai, kantor operator
(2) Fasilitas kesejahteraan yaitu MCK, Poliklinik, Mushola, kantin dan
mess.
Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Pangandaran adalah kantor
pengelola, mushola, dan MCK/WC umum (Gambar 12 dan 13). Fasilitas-fasilitas
tersebut dalam kondisi baik.
Gambar 12 Kantor pengelola PPI Pangandaran di lokasi baru tampak depan
tahun 2011
Gambar 13 Kondisi dinding bagian samping kantor pengelola PPI Pangandaran
di lokasi baru tahun 2011
Kantor pengelola PPI Pangandaran di lokasi baru berada di atas lahan
dengan luas 260 m2. Pembangunan kantor pengelola ini menghabiskan dana
sebesar Rp. 396.683.000 yang berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2007
(Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2009).
Kantor pengola PPI merupakan salah satu fasilitas yang dimanfaatkan di
lokasi baru. Kantor pengelola tersebut telah dimanfaatkan untuk kegiatan
58
pendataan. Pendataan meliputi pendataan jumlah nelayan, armada, alat tangkap
dan perizinan dari nelayan yang masih beraktivitas di lokasi lama PPI.
Hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa kondisi kantor pengelola
PPI tidak terawat. Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa sebagian cat
dinding bangunan telah terkelupas, dinding dipenuhi coretan dan selokannya
dipenuhi sampah. Kondisi ini tentunya sangat disayangkan mengingat jumlah
dana yang dikeluarkan untuk pembangunan gedung ini sangat besar.
Gambar 14 Mushola PPI Pangandaran di lokasi baru tahun 2011
Gambar 15 Fasilitas MCK/WC umum PPI Pangandaran di lokasi baru
tahun 2011
Fasilitas mushola (Gambar 14) dan MCK/WC umum (Gambar 15) berada di
atas lahan seluas 124 m2
dan 24 m2. Pembangunan fasilitas mushola dan WC
umum menghabiskan dana sebesar Rp. 421.848.000 dan Rp. 83.300.000 berasal
dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2007. Dana pembangunan kedua fasilitas
tersebut diatas sangat besar, tetapi kondisi bangunannya sangat sederhana.
Bangunan tidak besar dan hanya dilengkapi seperti sumber air yang berasal dari
sumur. Kondisi kedua fasilitas tersebut tidak terawat, pintu MCK sudah terlepas
dan kotor.
59
5.3 Aktivitas Nelayan Pangandaran
Nelayan Pangandaran masih melaksanakan aktivitas kepelabuhanan
perikanan di lokasi lama. Aktivitas tersebut meliputi aktivitas penangkapan ikan,
pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan dan perbaikan alat tangkap.
1) Aktivitas penangkapan ikan dan pendaratan hasil tangkapan
Nelayan Pangandaran adalah nelayan skala kecil yang melakukan aktivitas
penangkapan ikan one day fishing yaitu penangkapan ikan hanya dalam satu hari.
Ikan-ikan yang didaratkan dalam kondisi segar dan ditempatkan di wadah plastik.
Gambar 16 memperlihatkan ikan bawal hasil tangkapan nelayan dalam kondisi
segar. Nelayan tidak membawa es pada saat melakukan aktivitas penangkapan
ikan.
Gambar 16 Ikan bawal dan kakap merah hasil tangkapan nelayan yang
diletakkan pada wadah plastik tanpa diberi es di Pangandaran
tahun 2011
Aktivitas menangkap ikan biasanya mulai dilakukan pada pagi hari pukul
05.00 WIB dengan daerah penangkapan ikan berada di sekitar perairan
Pangandaran, Parigi, Karapyak, perairan Nusakambangan dan Cilacap. Untuk
mencapai derah penangkapan ikan memerlukan waktu sekitar 40-60 menit dari
fishing base/ lokasi lama PPI Pangandaran.
Jumlah nelayan yang terlibat dalam satu trip penangkapan, berkisar 2-3
orang kecuali alat tangkap Jaring arad 6-18 nelayan. Lama trip penangkapan
untuk masing-masing alat tangkap relatif sama yaitu berkisar antara 4-6 jam.
Aktivitas pendaratan hasil tangkapan dilakukan pada pagi hari pukul 08.00
WIB sampai menjelang siang pukul 11.00 WIB di pinggir Pantai Barat atau Pantai
60
Timur. Ikan-ikan hasil tangkapan disortir/diseleksi berdasarkan ukuran relatif dan
jenis ikan. Proses seleksi ukuran secara relatif tersebut, bukan berdasarkan ukuran
sebenarnya. Menurut Pane (2008a), setelah hasil tangkapan diseleksi, hendaknya
dimasukkan kedalam basket hasil tangkapan dan diberi es. Penggunaan basket
hasil tangkapan dan es lebih menjamin keterjagaan mutu ikan dibandingkan hanya
menggunakan wadah baskom atau ember.
Ikan yang telah diseleksi tersebut di atas kemudian dimasukkan ke dalam
wadah-wadah plastik dan tidak diberi es. Ikan-ikan tersebut umumnya tidak dicuci
dan selanjutnya dijual kepada bakul-bakul tanpa melalui proses lelang. Proses
penjualan ikan dilaksanakan oleh nelayan di atas perahu.
Perahu yang digunakan nelayan Pangandaran masih sederhana, terbuat dari
fibreglass dengan mesin outboard (perahu motor tempel) dan alat tangkap yang
digunakan adalah Gillnet, Pancing rawai, Dogol, Jaring arad, trammel net dan
Bagan. Alat tangkap Bagan sudah jarang digunakan oleh nelayan. Operasi
penangkapan ikan, nelayan tidak menggunakan alat bantu seperti Global
Positioning System (GPS) atau fish finder.
2) Pemasaran hasil tangkapan
Pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan dikategorikan menjadi dua yaitu
penjualan ikan kepada bakul atau tengkulak. Nelayan yang menjual ikannya
kepada bakul adalah nelayan pemilik yang tidak mempunyai keterikatan dengan
tengkulak dalam urusan permodalan. Harga ikan ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara nelayan dan bakul. Setelah ada kesepakatan harga, lalu ikan
ditimbang. Bakul kemudian membayarkan uang kepada nelayan sesuai dengan
harga ikan yang telah disepakati. Penjualan ikan kepada tengkulak tidak
berdasarkan kesepakatan atau tawar-menawar harga antara nelayan dan tengkulak.
Proses ini lebih tepat disebut sebagai penyerahan hasil tangkapan daripada
penjualan hasil tangkapan. Tengkulak memiliki modal untuk biaya operasional
melaut nelayan, sehingga mempunyai hak untuk menetapkan harga ikan tanpa
adanya kesepakatan dengan nelayan. Harga ikan yang ditetapkan lebih murah
dibandingkan harga di pasaran. Penetapan harga ikan ada yang dilakukan per satu
kilogram ataupun per 60 kilogram ikan, tergantung pada keinginan tengkulak.
Setelah ditetapkan harganya, lalu ikan ditimbang. Setelah ikan ditimbang.
61
Nelayan tidak langsung menerima uang hasil penjualan ikannya, tetapi tergantung
keinginan tengkulak. Pembayaran hasil tangkapan nelayan biasanya dilakukan
tengkulak setelah semua ikan habis terjual.
Nelayan sangat tergantung kepada tengkulak karena memiliki hutang.
Nelayan yang tidak mempunyai modal melaut, meminjam uang kepada tengkulak
dengan proses yang mudah. Tidak hanya modal perbekalan melaut, tengkulak
juga memberikan pinjaman untuk keperluan sehari-hari dengan bunga yang besar.
Adanya ikatan hutang dengan tengkulak menyebabkan nelayan mau menjual hasil
tangkapannya walaupun dengan harga yang murah.
Sebenarnya terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara nelayan
dan tengkulak. Tengkulak membutuhkan nelayan sebagai pemasok ikan. Nelayan
membutuhkan jasa tangkulak untuk memperoleh permodalan sehingga ikan yang
telah ditangkap harus dijual ke tengkulak. Keharusan ini terjadi karena jika
nelayan yang tidak mau menjual ikannya kepada tengkulak, harus mengembalikan
pinjaman yang telah diterima beserta bunganya yang sudah menggunung. Nelayan
yang tidak mampu mengembalikannya, menjadi terikat kepada tengkulak. Selain
karena keharusan untuk mengembalikan semua pinjaman beserta seluruh
bunganya, terdapat kekhawatiran bagi nelayan jika mereka tidak mempunyai
modal untuk melaut ataupun untuk kebutuhan sehari-hari, prosesnya akan
dipersulit oleh tengkulak.
Menurut Lubis et al (2011), kelembagaan tengkulak menjadi “pro-
blematika” tak berkesudahan bagi nelayan. Disatu sisi, tengkulak menyediakan
segala kemudahan bagi nelayan untuk memperoleh pinjaman tanpa kolateral
(agunan) kepada para nelayan kapanpun mereka butuhkan. Tentu, dengan harapan
agar mereka tetap terikat dan tidak lari kepada tengkulak lain. Tapi disisi lain,
tanpa nelayan sadari, mereka sulit terlepas dari keterikatan mengenai pemsaran
ikan, karena setiap kali mendapatkan pinjaman maka ikan hasil tangkapannya
harus dijual kepada tengkulak dengan harga yang telah ditetapkan tengkulak.
Ikan yang dipasarkan di PPI Pangandaran adalah ikan segar dan ikan
olahan. Ikan segar umumnya dipasarkan ke daerah di sekitar Ciamis dan keluar
kota yaitu Tasikmalaya dan Bandung. Ada juga ikan-ikan segar dengan kualitas
baik diekspor ke Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Perusahaan PT Asi
62
Pujiastuti adalah salah satu eksportir hasil perikanan laut di Kabupaten Ciamis.
Kegiatan ekspor produk perikanan ini terhenti tahun 2008, karena kesulitan
mendapatkan bahan baku. Pemasaran ikan olahan hanya ada dilakukan di sekitar
Pangandaran. Hanya sebagian kecil yang dipasarkan keluar wilayah Panganda-
ran. Skema rantai pemasaran hasil perikanan di Pangandaran disajikan pada
Gambar 17.
.
Gambar 17 Skema rantai pemasaran hasil tangkapan di PPI Pangandaran
tahun 2011
Rantai pemasaran hasil tangkapan di Pangandaran dimulai dari nelayan
selanjutnya diteruskan ke bakul pantai, pengolah dan pedagang besar (Gambar
17). Pelaku pemasaran yang paling utama adalah bakul pantai karena dapat
terhubung langsung dengan nelayan, pengolah dan pedagang besar.
3) Perbaikan alat tangkap
Aktivitas lain nelayan Pangandaran adalah perbaikan alat tangkap. Tidak
ada waktu khusus nelayan memperbaiki alat tangkapnya. Perbaikan alat tangkap
dilakukan jika kondisi alat tangkap sudah sangat buruk seperti jaring yang telah
rusak, tali pengikat pelampung dan pemberat yang telah longgar dan dilakukan
pada saat tidak melakukan operasi penangkapan ikan atau pada musim paceklik.
Gambar 18 memperlihatkan nelayan yang sedang memperbaiki alat tangkap.
Perbaikan alat tangkap ini dilakukan diatas perahu. Hal ini terjadi karena tidak
adanya tempat khusus yang disediakan sebagai tempat perbaikan alat tangkap
yang rusak.
Nelayan
Pengolah Bakul Pantai Agen (pedagang besar)
Pengecer
Konsumen
Eksportir
63
Gambar 18 Nelayan yang sedang memperbaiki alat tangkap di Pantai
Pangandaran tahun 2011
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru ditanggapi secara berbeda oleh
nelayan, namun mayoritas nelayan menyatakan penolakan. Ada nelayan yang
bersedia dipindahkan dan ada yang tidak bersedia dipindahkan. Delapan dari
sepuluh responden nelayan yang diwanwancarai menyatakan tidak bersedia untuk
dipindahkan. Hanya dua responden nelayan yang bersedia dipindahkan dengan
syarat pemerintah daerah memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan dan
perahu jika beraktivitas di lokasi baru PPI.
5.4 Aktivitas Pedagang dan Pengolah Ikan
Menurut UPTD PPI Pangandaran, jumlah pedagang ikan atau bakul di
Pangandaran adalah 126 orang pada tahun 2010. Keberadaan pedagang ikan
dirasakan sangat penting karena merupakan pelaku pemasaran hasil tangkapan.
Pedagang ikan atau bakul di Pangandaran digolongkan terdiri atas:
1) Pedagang besar (bakul besar) adalah pedagang yang membeli ikan kepada
nelayan atau bakul pantai dalam jumlah besar. Bakul besar terdaftar di TPI
jumlahnya 126 orang.
2) Pedagang pengumpul (bakul pantai) adalah pedagang yang membeli ikan
langsung kepada nelayan dan biasanya dalam jumlah sedikit. Ikan yang telah
dibeli dari beberapa nelayan selanjutnya dijual kepada bakul besar. Bakul
pantai tidak terdaftar di TPI, tidak ada data yang mencatat berapa jumlahnya
di Pangandaran.
3) Pengecer (congkel) adalah pedagang ikan yang membeli ikan kepada nelayan
untuk selanjutnya dijual eceran atau diolah sendiri. Congkel tidak terdaftar di
64
TPI dan tidak termasuk anggota KUD. Seperti halnya bakul pantai, tidak
terdapat data yang menyatakan jumlah pengecer di Pangandaran.
Produksi ikan di PPI Pangandaran sangat bervariasi tergantung musim ikan
atau musim penangkapan dan atau musim pendaratan hasil tangkapan. Menurut
Pane (2008b), musim ikan merupakan banyaknya jumlah ikan yang tertangkap di
suatu perairan tertentu, pada waktu tertentu yang lebih banyak dibandingkan
waktu-waktu lainnya. Musim pendaratan hasil tangkapan di suatu pelabuhan
perikanan merupakan banyaknya jumlah hasil tangkapan didaratkan di suatu
pelabuhan perikanan di waktu tertentu yang lebih banyak dibandingkan waktu-
waktu pendaratan lainnya. Waktu musim pendaratan hasil tangkapan di suatu
pelabuhan perikanan dikatakan sama dengan waktu musim ikan di pelabuhan
perikanan tersebut bila hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari fishing
groung atau daerah penangkapan ikan yang sama.
Saat musim ikan jumlah ikan yang dapat dibeli oleh pedagang ikan
mencapai 18,4 kg sampai 243,7 kg per nelayan, tetapi pada musim paceklik
jumlah ikan yang dibeli sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Harga ikan
yang dibeli sangat bervariasi tergantung jenis ikan. Penelitian ini dilakukan pada
saat musim ikan layur. Harga ikan Layur adalah Rp.10.000/kg. Ikan-ikan yang
telah dibeli dari nelayan selanjutnya dijual kepada pedagang pengolah ikan
(jongko) yang berada di sekitar Pantai Timur Pangandaran.
Gambar 19 Pedagang ikan sedang melakukan transaksi jual beli ikan dengan
pedagang pengolah di Pantai Timur Pangandaran tahun 2011
Bentuk transaksi jual beli antara pedagang ikan dengan pedagang pengolah
(jongko) diperlihatkan pada Gambar 19. Transaksi ini biasanya dilakukan pada
pagi hari. Pedagang ikan membeli ikan dari nelayan, untuk selanjutnya dijual lagi
65
pedagang pengolah yang berada di sekitar Pantai Barat dan Pantai Timur
Pangandaran.
Menurut UPTD PPI Pangandaran (2011), pada tahun 2010 terdapat 53 orang
pengolah ikan atau jongko di Pangandaran. Pengolahan ikan yang dilakukan
masih bersifat tradisional. Bentuk ikan olahannya adalah ikan asin seperti jambal
roti, pindang dan digoreng kering. Ikan-ikan olahan tersebut mempunyai kualitas
yang baik dan dikemas dalam kantong-kantong plastik transparan. Salah satu
kendala yang dihadapi pedagang pengolah bentuk kemasan yang kurang menarik
sehingga pemasaran produk olahan ikan baru bisa dilakukan di sekitar wilayah
Pangandaran.
Pemindahan lokasi PPI Pangandaran menimbulkankan kekhawatiran bagi
para pedagang ikan (bakul) dan para pengolah ikan (jongko). Lokasi baru PPI
yang cukup jauh dari lokasi wisata dikhawatirkan dapat menyulitkan baik
aktivitas pemasaran ikan hasil tangkapan maupun produk olahan perikanan
kepada konsumen. Penjualan produk olahan perikanan oleh jongko-jongko sangat
bergantung pada kondisi wisata bahari Pangandaran karena mayoritas
konsumennya merupakan para wisatawan.
5.5 Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Pangandaran
Produksi hasil tangkapan adalah sejumlah ikan hasil tangkapan nelayan
yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Hasil tangkapan tersebut dapat berasal
langsung dari nelayan yang berfishing base di suatu pelabuhan perikanan atau
juga berasal dari dari pelabuhan perikanan lain yang selanjutnya dibawa ke
pelabuhan tersebut melalui transportasi darat (Lubis, 2012).
Ikan yang dominan tertangkap di Perairan Pangandaran adalah jenis udang,
ikan layang (Trichiurus sp), layur (Decapterus sp), pepetek (Leiognatus sp),
manyung (Arius sp), ekor kuning (Caesio sp), selar (Caranx leptolepis), kuwe
(Caranx sp), tetengkek (Megalaspis sp), kembung (Rastrelliger sp), cucut
(Squalus sp) dan pari (Dasyatis sp). Perkembangan produksi hasil tangkapan PPI
Pangandaran tahun 2001-2010 disajikan pada Tabel 20.
66
Tabel 20 Perkembangan produksi dan nilai produksi PPI Pangandaran
tahun 2001-2010
Tahun Produksi
(ton)
Pertumbuhan
produksi
(%)
Nilai produksi
(Rpx106)
Pertumbuhan
nilai produksi
(%)
2001 1.209 - 9.533 -
2002 1.125 -6,9 9.248 -3,0
2003 1.608 42,9 11.324 22,4
2004 577 -64,1 5.175 -54,3
2005 577 0,0 5.175 0,0
2006 420 -27,1 5.325 2,9
2007 511 21,5 7.488 40,6
2008 628 23,0 9.745 30,1
2009 216 -65,7 4.831 -50,4
2010 43 -80,2 934 -1,3
Rata-rata pertumbuhan (%) -15,6 - -1.3
Kisaran pertumbuhan (%) -80,2 - 42,9 - -50,4 - 40,6 Sumber : UPTD PPI Pangandaran 2011
Produksi ikan di PPI Pangandaran mengalami penurunan sebesar -15,66%
per tahun selama periode 2001-2010 dengan kisaran pertumbuhan yang besar
yaitu antara -80,22% sampai 42,95%. Besarnya nilai kisaran memperlihatkan
bahwa pertumbuhan produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran tidak stabil.
Hal ini ditandai dengan adanya pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada tahun
2003 yang mencapai 42,95% dan terendah terjadi pada tahun 2010 yang mencapai
-80,22%..
Rata-rata pertumbuhan nilai produksi PPI Pangandaran mengalami
penurunan sebesar -1,3% per tahun dengan kisaran pertumbuhan yang besar yaitu
antara -50,4% sampai 22,4% selama periode tahun 2001-2010. Nilai pro-duksi
tertinggi terjadi pada tahun 2003 produksi terendah terjadi pada tahun 2010.
Seperti hal nya kisaran pertumbuhan produksi, kisaran niali produksi juga
mempunyai nilai yang besar. Hal ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan nilai
produksi di PPI Pangandaran juga tidak stabil. Perkembangan produksi dan nilai
produksi PPI Pangandaran tahun 2001-2010 disajikan pada Gambar 20 dan 21.
67
Gambar 20 Kurva perkembangan produksi hasil tangkapan PPI Pangandaran
tahun 2001-2010
Produksi hasil tangkapan di PPI Pangandaran mengalami penurunan yang
tajam tahun 2001-2010. Perkembangan produksi hasil tangkapan di Pangandaran
terbalik dengan berbanding perkembangan nelayan, alat tangkap dan armada
penangkapan ikan yang cenderung mengalami peningkatan. Jika ketiga unit
penangkapan tersebut dioptimalkan dalam operasi penangkapan ikan, maka
diduga akan terjadi peningkatan produksi hasil tangkapan.
Kenyataan yang terjadi di Pangandaran adalah terjadi penurunan produksi
hasil tangkapan, walaupun perkembangan nelayan, alat tangkap dan armada
penangkapan rata-rata mengalami peningkatan. Penurunan produksi ini diindi-
kasikan tidak berhubungan dengan perkembangan nelayan, alat tangkap dan
armada penangkapan ikan, namun diduga lebih kepada terjadinya ketidakakuratan
data produksi hasil tangkapan. Hal ini dapat diketahui pada subbab 5.3 aktivitas
nelayan di Pangandaran. Di dalam subbab tersebut menjelaskan bahwa hasil
tangkapan nelayan dijual di atas perahu dan tidak mengalami proses lelang.
Penjualan hasil tangkapan di atas perahu tersebut tidak terdata oleh petugas TPI.
Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap data produksi hasil tangkapan yang
menjadi tidak akurat.
Menurunnya produksi hasil tangkapan menurut Lubis (2012) berakibat
fasilitas yang baik akan menjadi rusak. Kalaupun fasilitas tersebut dioperasikan,
y = 2,6738x2 - 10859x + 1E+07 R² = 0,7145
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jum
lah
(to
n)
Tahun
68
secara ekonomis tidak menguntungkan karena biaya operasional dengan
pendapatannya tidak seimbang.
Selanjutnya Lubis tersebut di atas menyatakan bahwa produksi perikanan
yang didaratkan di suatu pelabuhan menurun, antara lain disebabkan oleh potensi
sumberdaya ikan di perairan fishing ground-nya sudah menurun; harga ikan di
pelabuhan perikanan (PP) atau PPI tersebut tidak layak atau lebih rendah
dibandingkan harga ikan di PP atau PPI lainya; serta lokasi PP atau PPI berjauhan
dengan lokasi perumahan nelayan yang mengoperasikan perikanan skala kecil.
Menurunnya produksi di PP atau PPI juga disebabkan oleh jauhnya daerah
konsumen dan prasarana jalan tidak mendukung sehingga para pedagang enggan
untuk membeli ikan di pelabuhan. Faktor-faktor lain yang juga menyebabkan
menurunnya produksi ikan di pelabuhan adalah tidak terdapatnya suatu fasilitas
yang memang diperlukan oleh pengguna atau beberapa fasilitas yang ada sudah
rusak. Selain itu juga tidak terdapatnya pengorganisasian aktivitas yang baik di
PP/PPI
Tidak akuratnya data yang terkumpul di TPI sebagaimana telah dijelaskan
sebelumyna di atas, berpengaruh terhadap pelaporan produksi hasil tangkapan.
Penurunan produksi selanjutnya berdampak pada penurunan jumlah nilai produksi
PPI Pangandaran. Gambar 21 menunjukan perkembangan nilai PPI Pangandaran
tahun 2001-2010.
Gambar 21 Kurva perkembangan nilai produksi PPI Pangandaran
tahun 2001-2010
y = -38,25x2 + 152759x - 2E+08 R² = 0,4152
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nila
i Pro
du
ksi (
Rp
1.0
00
.00
0)
Tahun
69
Perkembangan nilai produksi di PPI Pangandaran mengalami penurunan
selama periode tahun 2001-2010. Penurunan nilai produksi yang sangat signifikan
terjadi pada tahun 2010. Hal ini merupakan dampak dari penurunan produksi pada
tahun tersebut.
5.6 Unit Penangkapan Ikan
Unit penangkapan ikan yang beroperasi di Pangandaran bersifat sederhana.
Nelayan belum memanfaatkan teknologi GPS atau fish finder yang dapat
membantu dalam operasi penangkapan ikan. Alat tangkap dan armada
penangkapan yang digunakan sangat sederhana. Hal ini disebabkan oleh tingkat
pendidikan nelayan Pangandaran relatif sama dengan penduduk di Kabupaten
Ciamis yaitu tamat SD/sederajat, sehingga kemampuan dalam penguasaan
teknologi relatif terbatas.
1) Nelayan
Jumlah nelayan di Pangandaran mencapai 1.935 orang tahun 2010, tersebar
di tiga desa yaitu Babakan, Pangandaran dan Pananjung. Jumlah nelayan di
Babakan adalah 383 orang (20%), Pangandaran 518 orang (27%) dan Pananjung
1.034 orang (53%). Jumlah dan perkembangan nelayan Pangandaran disajikan
pada Tabel 21.
Tabel 21 Jumlah dan perkembangan nelayan Pangandaran tahun 2001-2010
Tahun Jumlah Nelayan Pertumbuhan (%)
2001 1.167 -
2002 1.038 -11,05
2003 1.937 86,61
2004 2.016 4,08
2005 2.298 13,99
2006 2.538 10,44
2007 2.518 -0,79
2008 2.380 -5,48
2009 2.380 0
2010 1.935 -18,70
Rata-rata pertumbuhan (%) 7,91
Kisaran pertumbuhan (%) -18,70 - 86,61 Sumber : UPTD PPI Pangandaran 2011
70
Nelayan di Pangandaran tidak hanya berasal dari penduduk asli setempat,
tetapi ada juga yang berasal dari beberapa derah seperti Banjar, Tasikmalaya,
Pameungpeuk, Cilacap (UPTD PPI Pangandaran, 2011). Tidak ada data yang
menunjukkan berapa jumlah nelayan asli Pangandaran ataupun yang berasal dari
daerah lain. Pertumbuhan nelayan Pangandaran mengalami peningkatan 7,91%
selama periode tahun 2001-2010. Kisaran pertumbuhan antara -18,70% tahun
2010 dan 86,61% tahun 2003. Perkembangan jumlah nelayan di Pangandaran
disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22 Kurva perkembangan jumlah nelayan Pangandaran tahun 2001-2010
Perkembangan jumlah nelayan di Pangandaran cenderung mengalami
peningkatan selama periode 2001-2010. Peningkatan jumlah nelayan terjadi
karena tidaka da persyaratan khusus menjadi nelayan. Peningkatan jumlah
nelayan terjadi tahun 2001-2006, tetapi kemudian mengalami penurunan pada
periode 2007-2010.
2) Alat tangkap
Jumlah alat tangkap di Pangandaran adalah 1.797 unit atau 75% dari jumlah
alat tangkap di Kabupaten Ciamis. Alat tangkap ini terdiri atas enam jenis yaitu
Jaring arad 15 unit (0,8%), Gillnet 1.221 unit (68%), Pancing rawai 201 unit
(11,2%), Dogol 193 unit(10,7%), Bagan 20 unit (1,1%) dan Trammel net 147 unit
(8,2%) (UPTD PPI Pangandaran, 2011). Perkembangan alat tangkap di
Pangandaran selama tahun 2001-2010 disajikan pada Tabel 22.
y = -44,754x2 + 179630x - 2E+08 R² = 0,8997
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
71
Tabel 22 Jumlah dan perkembangan alat tangkap di Pangandaran
tahun 2001- 2010
Tahun
Jenis Alat Tangkap Jumlah
(unit)
Pertumbuhan
(%) Jaring
arad
Gillnet Pancing
Rawai
Dogol Bagan Tramell
net
2001 18 747 213 187 0 433 1.598 -
2002 18 747 213 187 13 433 1.611 0,8
2003 37 843 84 141 36 83 1.224 -24,0
2004 12 737 85 158 36 94 1.122 -8,3
2005 12 737 85 158 0 94 1.086 -3,2
2006 12 475 50 97 16 52 702 -35,3
2007 14 1.648 85 97 20 52 1.916 172,9
2008 15 1.221 201 193 20 147 1.797 -6,2
2009 15 1.221 201 193 20 147 1.797 0,0
2010 15 1.221 201 193 20 147 1.797 0,0
Rata –rata pertumbuhan (%) 9,7
Kisaran pertumbuhan (%) -35,3- 172,9 Sumber : UPTD PPI Pangandaran 2011
Pertumbuhan alat tangkap di Kecamatan Pangandaran mengalami
peningkatan sebesar 9,7% per tahun selama periode tahun 2001-2010. Kisaran
pertumbuhan antara -35,3% sampai 172,9%. Besarnya nilai kisaran meperlihatkan
bahwa pertumbuhan alt tangkap selama periode tersebut tidak stabil, waupun
secara rata-rata mengalami peningkatan. Perkembangan alat tangkap di
Pangandaran tahun 2001-2010 disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23 Kurva perkembangan alat tangkap di Pangandaran tahun 2001-2010
Perkembangan alat tangkap di Kecamatan Pangandaran cenderung
mengalami peningkatan selama periode 2001-2010. Peningkatan jumlah alat
y = 29,92x2 - 119963x + 1E+08 R² = 0,4506
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jum
lah
Ala
t ta
ngk
ap (
un
it)
Tahun
72
tangkap yang signifikan terjadi tahun 2007. Peningkatan ini disebabkan
pemberian bantuan alat tangkap Gillnet oleh pemerintah daerah kepada nelayan
sebagai pengganti alat tangkap nelayan yang hilang dan rusak akibat tsunami di
Pangandaran (Subbab 4.2.1).
Menurut Fauzy (2009) pemberian bantuan alat tangkap Gillnet oleh
pemerintah daerah dimaksudkan untuk menjaga stabilitas perikanan tangkap di
Pangandaran akibat bencana tsunami. Berdasarkan data yang diperoleh dari
UPTD PPI Pangandaran diketahui bahwa jumlah alat tangkap bantuan lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah alat tangkap sebelum terjadinya tsunami.
3) Armada penangkapan
Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan Pangandaran
pada tahun 2010 adalah 1.089 unit. Armada ini terdiri atas kapal motor, perahu
motor tempel dan perahu tanpa motor. Kapal motor berjumlah satu unit (0,09%),
perahu motor tempel 1.066 unit (97,8%) dan perahu tanpa motor 22 unit (2,1%)
(UPTD PPI Pangandaran, 2011). Jenis dan jumlah armada penangkapan ikan di
Pangandaran disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Jenis dan jumlah armada penangkapan ikan di Pangandaran
tahun 2001-2010
Tahun
Jenis Armada Pertumbuhan
(%) Kapal
Motor
Perahu
motor
tempel
Perahu
tanpa
motor
Jumlah
(unit)
2001 4 589 23 616 -
2002 4 639 23 666 8,1
2003 4 948 0 952 42,9
2004 4 946 0 950 -0,2
2005 4 946 0 950 0,0
2006 4 531 0 535 -43,6
2007 4 1.260 0 1.264 136,2
2008 4 1.066 22 1.092 -13,6
2009 4 1.066 22 1.092 0,0
2010 1 1.066 22 1.089 -0,2
Rata-rata pertumbuhan (%) 12,9
Kisaran pertumbuhan (%) -43,6 - 136,2 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2010
73
Perahu motor tempel merupakan jenis armada yang paling banyak diguna-
kan oleh nelayan Pangandaran. Perahu ini terbuat dari bahan fibreglass dengan
ukuran panjang (LOA) 7,0-11,5 meter, lebar (B) 0,8-1,2 meter dan dalam (D)
0,75-1,5 meter dengan kapasitas daya motor rata-rata 7 PK (Pärk de Krächt).
Pertumbuhan armada penangkapan ikan di Kecamatan Pangandaran
mengalami peningkatan sebesar 12,9% selama periode 2001-2010. Kisaran
pertumbuhan antara -43,6% sampai 136,2%. Besarnya nilai kisaran memperli-
hatkan bahwa pertumbuhan armada penangkpan ikan selama periode tersebut
tidak stabil, walaupun secara rata-rata mengalami peningkatan.
Pertumbuhan armada tertinggi terjadi tahun 2007, sedangkan pertumbuhan
terendah terjadi tahun 2006. Pertumbuhan armada penangkapan ikan yang tinggi
di tahun 2007 terjadi karena adanya pemberian bantuan armada penangkapan ikan
kepada nelayan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis. Perkembangan
armada penangkapan ikan di Pangandaran tahun 2001-2010 disajikan pada
Gambar 24.
Gambar 24 Kurva perkembangan armada penangkapan ikan di Pangandaran
tahun 2001-2010
Perkembangan armada penangkapan ikan di Kecamatan Pangandaran
cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah armada terjadi tahun
2001-2003, kemudian terjadi penurunan yang sangat signifikan tahun 2006.
Penurunan jumlah armada ini terjadi akibat bencana tsunami yang melanda
y = -3,3333x2 + 13421x - 1E+07 R² = 0,4339
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jum
lah
Arm
ada
(un
it)
Tahun
74
wilayah Pangandaran. Peningkatan jumlah armada kembali terjadi tahun 2007
kemudian mengalami stagnan hingga tahun 2010.
Gambar 25 Perahu yang digunakan nelayan Pangandaran tahun 2011
5.7 Pengelolaan PPI Pangandaran di lokasi Baru
5.7.1 Aktivitas pengelola PPI Pangandaran di lokasi baru
Aktivitas pengelola di PPI Pangandaran di lokasi baru adalah aktivitas di
kantor pengelola yaitu pengurusan perizinan, dan pendataan unit penangkapan
ikan di Pangandaran. Hal ini terjadi karena tidak adanya aktivitas pendaratan ikan
di tempat tersebut. Tidak adanya aktivitas pendaratan dan pemasaran disebabkan
nelayan tidak mau mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi baru. Pihak
pengelola PPI Pangandaran dan pemerintah daerah belum berhasil memindahkan
nelayan dan pedagang ikan agar mau beraktivitas di PPI Pangandaran.
Menurut penulis, diduga terjadi kesalahan dalam perencanaan pembangu-
nan PPI Pangandaran di lokasi baru. Aspirasi nelayan dan pedagang ikan tidak
menjadi pertimbangan dalam pemindahan lokasi baru PPI. Pangkalan Pendaratan
Ikan Pangandaran sebaiknya tetapi di lokasi lama karena lebih terlindung.
Pangkalan Pendaratan Ikan di lokasi lama tetap dapat difungsikan kembali untuk
menghindari kerugian jika terjadi bencana. Lokasi lama PPI relatif ideal karena
terlindung oleh Teluk Pananjung, dekat dengan pemukiman nelayan dan dekat
dengan daerah pemasaran, tetapi belum ada penataan kegiatan perikanan tangkap
dan wisata bahari. Kegiatan perikanan tangkap dapat mendukung kegiatan wisata
bahari.
75
5.7.2 Pengelola PPI Pangandaran di lokasi baru
Tugas pengelolaan PPI Pangandaran di lokasi baru sesuai dengan Keputu-
san Bupati Ciamis Nomor 294 tahun 2004 yaitu; melaksanakan sebagian tugas
dinas di bidang pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan dan tugas lainnya. Tugas
Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Organisasi UPTD PPI Pangandaran yaitu (SK
Bupati Ciamis vide Hermawan, 2009):
1) Mengelola Pangkalan Pendaratan Ikan, yang terdiri atas:
(1) Administrasi umum, kepegawaiann, keuangan dan retribusi,
(2) Tempat Pelelangan Ikan,
(3) Sarana dan prasarana Pangkalan Pendaratan Ikan,
(4) Perbengkelan.
2) Program pembinaan, pada :
(1) Nelayan yang tersebar di beberapa wilayah Rukun nelayan,
(2) Pengolah ikan yang tersebar di sentra pengolahan ikan,
(3) Bakul ikan yang terdapat di setiap Pangkalan Pendaratan Ikan,
(4) Melaksanakan program pelatihan sesuai dengan kelompok binaan.
3) Program Pengawasan, yaitu :
(1) Produksi ikan hasil laut yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat
Pengawas (Pokmaswas) di setiap wilayah Pangakalan Pendaratan Ikan
Hasil pengamatan penulis memperlihatkan bahwa Kelompok Masyarakat
Pengawas (Pokmaswas) belum terdapat di Kecamatan Pangandaran.
(2) Perizinan, yang terdiri atas : Surat Izin Penangkapan Ikan, Surat Izin
Pengolahan Ikan, Surat Izin Budidaya Ikan, dan Izin bakul
(3) Pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya oleh Pokmaswas,
Instansi terkait serta semua pemangku kepentingan.
Pengoperasian pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan harus
memperhatikan pengorganisasian dan pengelolaan dengan baik agar dapat
berjalan sesuai dengan fungsinya. Keberhasilan pengelolaan pelabuhan perika-
nan/pangkalan pendaratan ikan bergantung kepada kualitas sumberdaya manusia
(SDM) yaitu pengelola pelabuhan, nelayan, pedagang ikan, pedagang dan
pengolah ikan yang melaksanakan aktivitas di tempat tersebut. Pengelola PPI
Pangandaran baru hanya ada tiga orang yaitu Kepala UPTD (Kepala PPI), dan
76
dibantu oleh dua orang pelaksana. Struktur organisasi pengelola PPI Pangandaran
disajikan pada Gambar 26.
Sumber : UPTD PPI Pangandaran
Gambar 26 Struktur Organisasi UPTD PPI Pangandaran
Struktur organisasi pengelola PPI Pangandaran kurang mendukung tugas
UPTD sesuai dengan Keputusan Bupati Ciamis No 294 tahun 2004. Sumber daya
manusia pengelola PPI Pangandaran belum cukup memadai karena hanya lulusan
SMA dengan pengalaman yang terbatas. Terbatasnya SDM dan tingkat
pendidikan akan mempengaruhi pelaksanaan tugas UPTD PPI Pangandaran.
Kepala (UPTD) PPI Pangandaran
Atang Kuncara
NIP 196050607 198603 1 007
Pelaksana
Nono Pitrono
NIP 19580615 198503 1 007
Pelaksana
Subur
NIP 19650402 199703 1 0003