5 nilai dan dampak ekonomi wisata alam taman … v... · kondisi kawasan dan karakteristik...

17
5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU Jumlah dan Asal Wisatawan Wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS umunya terbagi menjadi dua kelompok yaitu yang mengunjungi kawasan Pegununngan Tengger yang memiliki objek wisata berupa kawah Gunung Bromo dan Laut Pasir Tengger dan kawasan Pendakian Gunung Semeru dengan objek wisata utama berupa pendakian gunung Semeru serta Danau Ranukumbolo. Kawasan Gunung Tengger termasuk dalam kelompok wisata alam umum yang dapat dijangkau dengan relatif mudah dan tidak memerlukan keahlian khusus, sedangkan komplek wisata kawasan Pendakian Gunung Semeru merupakan daerah wisata minat khusus berupa pendakian gunung yang memerlukan kemampuan dan fisik yang kuat dan terlatih. Kegiatan wisata alam di kedua lokasi ini mendapat kunjungan yang lebih tinggi pada akhir minggu dan terutama pasa saat hari libur nacional dengan jumlah pengunjung harian mencapai 500 orang perhari di kawasan Pegunungan Tengger dan 41 orang perhari di kawsaan Pendakian Gunung Semeru. Bulan Juli sampai denngan September dan Desember sampai Januari merupakan bulan dengan jumlah pengunjung tertinggi. Jumlah pengunjung terendah terjadi pada bulan Februari dan Maret, bahkan di kawasan Pendakian Gunung Semeru terkadang tidak ada pengunjung sama sekali dikarenakan pendakian ditutup oleh pengelola TNBTS. Penutupan pendakian dilakukan tergantung dengan kondisi alam dan juga sesuai kebutuhan untuk regenerasi ekosistem kawasan terutama di daerah sekitar jalur pendakian. Wisatawan yang datang ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sebagian besar merupakan wisatawan nusantara. Pada tahun 2012 jumlah wisatawan yang datang berkunjung mancapai 273.124 orang yang terdiri dari 246.827 wisatawan nusantara (90,37%) dan 26.297 (9,63%) wisatawan mancanegara (Statistik TNBTS 2012). Sebagian besar wisatawan mancanegara yang datang berasal dari Negara-negara Eropa yaitu Belanda, Perancis, Jerman dan Belgia. Wisatawan nusantara berasal dari seluruh daerah di Indonesia yang sebagian besar adalah masyarakat dari daerah-daerah sekitar kawasan. Tabel 8 menunjukkan bahwa wisatawan di kedua lokasi wisata sebagian besar berasal dari daerah-daerah sekitar kawasan yang masih berada dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur yaitu 34,78 % di kawasan Gunung Tengger dan 49,18% di kawasan Pendakian Gunung Semeru. Tujuan utama wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS adalah untuk menikmati pemandangan alam dan udara pegunungan yang sejuk. Banyaknya wisatawan yang berasal dari daerah sekitar dikarenakan jarak yang relatif lebih dekat dengan akses transportasi yang mudah.

Upload: vunhi

Post on 07-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

48

5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM

TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU

Jumlah dan Asal Wisatawan

Wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS umunya terbagi menjadi dua

kelompok yaitu yang mengunjungi kawasan Pegununngan Tengger yang memiliki

objek wisata berupa kawah Gunung Bromo dan Laut Pasir Tengger dan kawasan

Pendakian Gunung Semeru dengan objek wisata utama berupa pendakian gunung

Semeru serta Danau Ranukumbolo. Kawasan Gunung Tengger termasuk dalam

kelompok wisata alam umum yang dapat dijangkau dengan relatif mudah dan

tidak memerlukan keahlian khusus, sedangkan komplek wisata kawasan

Pendakian Gunung Semeru merupakan daerah wisata minat khusus berupa

pendakian gunung yang memerlukan kemampuan dan fisik yang kuat dan terlatih.

Kegiatan wisata alam di kedua lokasi ini mendapat kunjungan yang lebih

tinggi pada akhir minggu dan terutama pasa saat hari libur nacional dengan

jumlah pengunjung harian mencapai 500 orang perhari di kawasan Pegunungan

Tengger dan 41 orang perhari di kawsaan Pendakian Gunung Semeru. Bulan Juli

sampai denngan September dan Desember sampai Januari merupakan bulan

dengan jumlah pengunjung tertinggi. Jumlah pengunjung terendah terjadi pada

bulan Februari dan Maret, bahkan di kawasan Pendakian Gunung Semeru

terkadang tidak ada pengunjung sama sekali dikarenakan pendakian ditutup oleh

pengelola TNBTS. Penutupan pendakian dilakukan tergantung dengan kondisi

alam dan juga sesuai kebutuhan untuk regenerasi ekosistem kawasan terutama di

daerah sekitar jalur pendakian.

Wisatawan yang datang ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru (TNBTS) sebagian besar merupakan wisatawan nusantara. Pada tahun

2012 jumlah wisatawan yang datang berkunjung mancapai 273.124 orang yang

terdiri dari 246.827 wisatawan nusantara (90,37%) dan 26.297 (9,63%) wisatawan

mancanegara (Statistik TNBTS 2012). Sebagian besar wisatawan mancanegara

yang datang berasal dari Negara-negara Eropa yaitu Belanda, Perancis, Jerman

dan Belgia. Wisatawan nusantara berasal dari seluruh daerah di Indonesia yang

sebagian besar adalah masyarakat dari daerah-daerah sekitar kawasan.

Tabel 8 menunjukkan bahwa wisatawan di kedua lokasi wisata sebagian

besar berasal dari daerah-daerah sekitar kawasan yang masih berada dalam

wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur yaitu 34,78 % di kawasan Gunung

Tengger dan 49,18% di kawasan Pendakian Gunung Semeru. Tujuan utama

wisatawan yang datang ke kawasan TNBTS adalah untuk menikmati

pemandangan alam dan udara pegunungan yang sejuk. Banyaknya wisatawan

yang berasal dari daerah sekitar dikarenakan jarak yang relatif lebih dekat dengan

akses transportasi yang mudah.

Page 2: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

49

Jika dilihat dari sebaran kelompok responden berdasarkan pekerjaan dan

pendapatan responden, wisatawan yang datang ke kedua lokasi wisata ini

memiliki karakteristik yang berbeda. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa

pengunjung yang datang ke kawasan Pegunungan Tengger sebagian besar adalah

karyawan swasta (35,87%), sedangkan yang datang ke kawasan Pegunungan

Semeru adalah mahasiswa (73,77%).

Relatif tidak terdapat perbedaan antara sifat dan frekuensi berwisata di

kedua kawasan. Sebagian besar wisatawan datang untuk pertama kalinya dan

merupakan tujuan utama dalam perjalanan wisatawan. Beberapa wisatawan

melakukan kunjungan ke kawasan TNBTS sebagai tujuan persinggahan yaitu

sebesar 39,13% untuk Komplek Pengunungan Tengger dan 11,48% untuk

Komplek Pendakian Gunung Semeru (Tabel 10). Beberapa lokasi yang menjadi

Tabel 8 Responden Wisatawan Komplek Pegunungan Tengger dan Komplek

Pendakian Semeru menurut Asal Wisatawan

Kelompok Asal Responden Rekreasi Bromo Pendakian

Semeru

Jumlah responden Jumlah responden

Orang Persen Orang Persen

Wisatawan Mancanegara 18

1

Asia 2 2,17 0 0,00

Amerika 3 3,26 0 0,00

Eropa 13 14,13 1 1,64

Wisatawan Nusantara 74

60

Provinsi Jawa Timur 32 34,78 30 49,18

Provinsi Jakarta dan sekitarnya 23 25,00 7 11,48

Pulau Jawa selain Jawa Timur dan

Jakarta 10 10,87 16 26,23

Pulau selain Pulau Jawa 9 9,78 7 11,48

Total 92 100,00 61 100,00

Tabel 9 Responden Wisatawan menurut Pekerjaan Responden (Orang)

No. Pekerjaan Responden

Komplek Peg.

Tengger

Kompleks Pendakian

Gunung Semeru

Jumlah responden Jumlah responden

Orang Persen Orang Persen

1 Dosen/Guru/PNS 16 17,39 1 1,64

2 Karyawan Swasta 33 35,87 6 9,84

3 Wiraswasta 8 8,70 5 8,20

4 Mahasiswa 17 18,48 45 73,77

5 Siswa/Pelajar 7 7,61 4 6,56

6 Lainnya 11 11,96 0 -

Jumlah 92 100 61 100

Page 3: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

50

tujuan lain dari para wisatawan adalah Yogyakarta, Bandung, Bali, Malang dan

Surabaya.

Sebagian besar wisatawan baik yang berasal dari luar Provinsi Jawa Timur

atau pun daerah yang berada dekat dengan kawasan melakukan kunjungan selama

1-2 hari atau lebih di lokasi wisata. Wisatawan yang berasal dari daerah yang

relatif dekat dengan kawasan mempunyai pilihan untuk bermalam atau tidak di

lokasi wisata. Wisatawan yang berasal dari luar daerah sebagian besar memilih

bermalam di lokasi. Secara lengkap pilihan lokasi menginap masing-masing

wisatawan berdasarkan asal wisatawan dapat dilihat pada Tabel 11.

Perbedaan lama kunjungan dan pilihan untuk bermalam atau tidak di

lokasi wisata berkaitan dengan program dan motif wisata yang akan dilakukan

Tabel 10 Responden Wisatawan menurut Jumlah Kunjungan

Kunjungan yang ke

Sifat Kunjungan

Persinggahan Utama Grand Total

Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

Kompleks Pegunungan Tengger

Pertama Kali 26 28,26 35 38,04 61 66,30

Kedua 3 3,26 9 9,78 12 13,04

Ketiga 1 1,09 3 3,26 4 4,35

Lebih dari 3 6 6,52 9 9,78 15 16,30

Jumlah 36 39,13 56 60,87 92 100,00

Kompleks Pendakian Gunung Semeru

Pertama Kali 4 6,56 24 39,34 28 45,90

Kedua 3 4,92 17 27,87 20 32,79

Ketiga 0 - 10 16,39 10 16,39

Lebih dari 3 0 - 3 4,92 3 4,92

Jumlah 7 11,48 54 88,52 61 100,00

Tabel 11 Responden berdasarkan Kelompok Asal Daerah dan Lokasi Menginap

Kelompok Daerah Asal Responden

Tempat Menginap

Total Kemah

Pengina

pan Hotel

Tidak

Mengin

ap

Rekreasi Peg. Tengger

Pulau Jawa (Selain Jatim dan

Jakarta) 2 1 1 6 10

Pulau selain Pulau Jawa 0 3 1 5 9

Provinsi Jakarta dan sekitarnya 0 9 9 5 23

Wisatawan Mancanegara 0 6 7 5 18

Provinsi Jawa Timur 0 12 5 15 32

Jumlah 2 31 23 36 92

Pendakian Gunung Semeru

Pulau Jawa (Selain Jawa Timur dan

Jakarta) 16 0 0 0 16

Pulau selain Pulau Jawa 7 0 0 0 7

Provinsi Jakarta dan sekitarnya 7 0 0 0 7

Wisatawan Mancanegara 1 0 0 0 1

Provinsi Jawa Timur 30 0 0 0 30

Jumlah 61 0 0 0 61

Page 4: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

51

oleh para wisatawan terutama terkait dengan keinginan para wisatawan untuk

menuntaskan menikmati objek wisata yang ada di suatu tempat. Wisatawan yang

bermalam mempunyai banyak pilihan untuk menentukan tempat bermalam.

Sebagian besar wisatawan bermalam di homestay/penginapan atau hotel yang

terdapat di sekitar kawasan pegunungan Tengger (Tabel 12).

Homestay/Penginapan dan Hotel ini terletak cukup dekat dengan lokasi wisata

dengan jarak yang bervariatif antara 1 – 3 Km, namun masih terletak dalam satu

kecamatan. Pemilihan hotel dan penginapan para wisatawan lebih berdasarkan

pada kondisi keuangan dan pertimbangan keterwakilan kondisi dan fasilitas hotel

atau penginapan yang tersedia.

Dalam melakukan pendakian Gunung Semeru sebagian besar wisatawan

memerlukan waktu 3-4 hari dan keseluruhan wisatawan yang melakukan

pendakian Gunung Semeru bermalam di alam terbuka atau berkemah. Hal ini

dikarenakan dalam melakukan pendakian Gunung Semeru memerlukan waktu

yang lebih lama dan menempuh jalur pendakian yang cukup menantang.

Nilai Ekonomi Wisata Alam Kawasan TNBTS

Nilai ekonomi wisata alam di kawasan TNBTS diperoleh dari pendugaan

besarnya biaya pengeluaran wisatawan. Dari pendekatan ini diperoleh nilai

ekonomi total penyelenggaraan kegiatan wisata alam di TNBTS tersebut sebesar

Rp. 341,227 Milyar/Tahun yaitu untuk kegiatan wisata di kawasan Pegunungan

Tengger sebesar Rp. 326,898 Milyar/Tahun (95,80%) dan pendakian Gunung

Semeru sebesar Rp. 14,329 Milyar/Tahun (4,20%).

Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran pengunjung di kawasan

Pegunungan Tengger jauh lebih besar dibandingkan rata-rata pengeluaran

pengunjung di kawasan Pendakian Semeru baik untuk masing-masing biaya

pengeluaran ataupun secara total. Sebagian besar biaya wisata dikeluarkan untuk

transportasi, terutama bagi wisatawan yang berasal dari luar daerah yang cukup

jauh. Biaya-biaya wisata berikutnya yang relatif besar adalah untuk penginapan,

membeli makanan dan minuman dan sebagian kecil untuk guide dan souvenir.

Tabel 12 Responden Wisatawan berdasarkan Lama Menginap dan Tempat

Menginap

Lama Kunjungan Berkemah Homestay

/Penginapan Hotel

Tidak

Menginap Total

Rekreasi Peg. Tengger

1-2 hari - 25 18 - 43

3-4 hari - 6 4 - 10

4-5 hari 2 - 1 - 3

Tidak Menginap - - - 36 36

Jumlah 2 31 23 36 92

Kompleks Pendakian Gunung Semeru

1-2 hari 9 - - - 9

3-4 hari 52 - - - 52

Jumlah 61 - - - 61

Page 5: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

52

Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung

berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan pun cenderung

berbeda. Di kawasan Pegunungan Tengger dengan wisata Kawah Gunung Bromo

dan laut pasir tersedia segala fasilitas dan akomodasi untuk memenuhi kebutuhan

wisatawan. Selain itu pengunjung di kawasan Pegunungan Tengger merupakan

karyawan atau lainnya yang sudah memiliki penghasilan sehingga mempunyai

kesempatan yang lebih besar dalam berbelanja untuk wisata. Para pendaki

Gunung Semeru sebagian besar adalah mahasiswa yang belum mempunyai

penghasilan tetap sehingga dalam melakukan perjalanan dan belanja wisata

berusaha semaksimal mungkin menghemat biaya pengeluaran.

Di samping itu biaya akomodasi dan penginapan yang ada di kawasan

Pegunungan Tengger relatif mahal sehingga memperbesar biaya pengeluaran

wisatawan yang datang. Namum hal ini tidak berlaku untuk para pendaki. Para

pendaki semuanya berkemah di alam bebas sehingga tidak memerlukan biaya

untuk akomodasi dan penginapan. Khusus dalam hal pembelian souvenir

dipengaruhi oleh penilaian wisatawan terhadap kualitas souvenir yang dijual di

dalam kawasan. Secara umum pengunjung berpendapat souvenir yang ada kurang

memadai dari keragamannya sehingga kurang menggugah minat untuk membeli.

Biaya yang dikeluarkan wisatawsan relatif berbeda dilihat dari tempat

dikeluarkannya, yaitu di dalam atau di luar kawasan. Dalam hal ini pengeluaran

wisatawan lebih banyak dilakukan di luar kawasan yaitu sekitar 81,56% dilakukan

di luar kawasan untuk wisata di pegunungan tengger dan 77,05% untuk wisatawan

di Gunung Semeru. Hal ini memperlihatkan masih terjadinya kebocoran ekonomi

yang cukup tinggi. Kebocoran merupakan bagian uang yang dibelanjakan

wisatawan yang tidak dibelanjakan kembali dan tidak memberi pengaruh pada

kegiatan ekonomi setempat (Yoeti 2008).

Secara umum wisatawan yang datang berkunjung ke TNBTS menyatakan

kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan selama berwisata dengan tingkat

Tabel 13 Nilai Ekonomi Penyelenggaraan Kegiatan Wisata Alam Kawasan TNBTS

berdasarkan Alokasi Pengeluaran Pengunjung (Rp/Orang)

Biaya Peruntukan Dalam Kawasan Luar Kawasan Total

Rp. % Rp. % Rp. %

Kompleks Kawasan Peg. Tengger

Biaya Transportasi 108.482 3,92 1.882.533 67,98 1.991.015 71,89

Akomodasi/Penginapan 204.946 7,40 153.913 5,56 358.859 12,96

Makan/Minum 120.978 4,37 218.641 7,90 339.620 12,26

Pemandu / Guide - - 3.533 0,13 3.533 0,13

Sewa Tenda - - - - - -

Souvenir 76.337 2,76 - - 76.337 2,76

Jumlah 510.743 18,44 2.258.620 81,56 2.769.363 100

Kompleks Pendakian Gunung Semeru

Biaya Transportasi 25.230 4,43 282.459 49,64 307.689 54,08

Akomodasi/Penginapan - - - - - -

Makan/Minum 54.344 9,55 155.984 27,41 210.328 36,96

Pemandu / Guide - - - - - -

Sewa Tenda - - - - - -

Souvenir 50.984 8,96 - - 50.984 8,96

Jumlah 130.557 22,95 438.443 77,05 569.000 100

Page 6: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

53

kepuasan yang dirasakan wisatawan. Hal ini disebabkan karena atraksi wisata dan

panorama alam yang ada di lokasi wisata baik di Pegunungan Tengger ataupun

pendakian Gunung Semeru sangat menarik. Terutama bagi para pendaki gunung

semeru yang menyakatan bahwa mendaki gunung semeru merupakan kebanggaan

dan tantangan tersendir karena semeru merupakan gunung tertinggi di Jawa Timur

dan gunung tertinggi ke empat di Indonesia.

Dalam melakukan kegiatan wisata alam, keseluruhan pengalaman rekreasi

alam dibagi kedalam lima fase yang penting dan saling berhubungan, yaitu fase

perencanaan, fase perjalanan dari rumah menuju tempat rekreasi, fase aktivitas

ditempat rekreasi, fase perjalanan pulang dari tempat rekreasi ke rumah dan fase

relokasi. Nilai ekonomi yang dihitung dalam penelitian ini hanya meliputi biaya

pengeluaran wisatawan dalam tiga fase, yaitu perjalanan dari rumah menuju lokasi

wisata, fase aktivitas sselama berwisata, dan fase perjalanan pulang dari lokasi

wisata ke rumah.

Biaya pengeluaran terbesar merupakan biaya yang dikeluarkan dalam fase

perjalanan, yaitu perjalanan pergi dan pulang kembali. Sebesar 76,74%

pengeluaran wisatawan di Kawasan Pegunungan Tengger adalah untuk biaya

transportasi dan 23,26% lainnya adalah pengeluaran wisatawan selama beradadan

beraktivitas di lokasi wisata. Biaya pengeluaran wisatawan di kawasan Pendakian

Gunung Semeru sebesar 62,29% adalah pengeluaran untuk fase perjalanan pergi

dan pulang serta 9,68% lainnya adalah biaya pengeluaran selama fase aktivitas di

lokasi wisata alam. Khusus untuk wisatawan Pendakian Gunung Semeru terdapat

28,03% biaya pengeluaran untuk pembelian konsumsi sebagai bekal dalam

melakukan pendakian. Pengeluaan wisatawan dalam fase aktivitas di lokasi wisata

berupa biaya untuk akomodasi dan penginapan, biaya konsumsi makan dan

minum, pembelian souvenir dan juga jasa pemandu atau tour guide.

Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Alam

Dukungan terhadap pembangunan pariwisata umumnya didasarakan pada

manfaat ekonomi yang diterima oleh masyarakat setempat. Banyak pihak

mengidentifikasikan manfaat ekonomi langsung (direct economic impact) dari

kegiatan pariwisata ini berkaitan erat dengan pengeluaran wisatawan.

Pembelanjaan sejumlah uang oleh wisatawan berarti bahwa wisatawan melakukan

permintaan terhadap produk dan jasa di lokasi objek wisata (tingkat lokal) yang

pad aakhirnya akan menghasilkan pendapatan (generate income) bagi masyarakat

sekitar. Demikian juga halnya dengan upaya pelengkapan sarana dan prasarana

wisata yang dilakukan oleh pemerintah, pada akhirnya juga bertujuan

menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan serta meningkatkan

penerimaan pajak pada suatu wilayah.

Dampak ekonomi dari wisata umunya diukur dari keseluruhan pengeluaran

wisatawan dalam akomodasi, transportasi, konsumsi, souvenir dan biaya lain yang

dikeluarkan selama melakukan perjalanan wisata. Pengukuran jumlah wisatawan

dan tingkat pengeluarannya semata dapat menjadi penilaian yang kurang tepat

dalam mengukur manfaat bersih ekonomi yang dihasilkan wisatawan pada suatu

wilayah. Dampak ekonomi kegiatan wisata dapat diukur melalui sejumlah

pengeluaran wisatwan yang diterima atau menjadi pendapatan bagi perekonomian

Page 7: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

54

lokal, tingkat kesempatan kerja yang dihasilkan dan keadilan pendistribusian

manfaat ekonomi. Selain permintaan yang berasal dari pengeluaran langsung

wisatawan di lokasi wisata, pendapatan dan kesempatan kerja yang diturnkan

dalam ektivitas perekonomian yang berasal dari siklus uang yang dikeluarkan

wisatawan, dan hal ini dikenal dengan efek pengganda (multiplier effect).

Kegiatan wisata di kawasan Pegunungan Tengger dan Gunung Semeru

menciptakan aliran uang yang berasal dari transaksi antara wisatawan yang datang

dengan unit usaha setempat. Wisatawan membutuhkan berbagai keperluan dalam

kegiatan wisatanya berupa transportasi lokal, akomodasi (homestay/penginapan

dan hotel), konsumsi, souvenir dan jasa pemandu (guide). Jika kebutuhan ini

dapat terpenuhi oleh penduduk lokal melalui unit usaha yang didirikan maka

terjadi transaksi ekonomi antara wisatawan dengan masyarakat sekitar. Artinya

terjadi aliran uang dari luar dan ke dalam lokasi wisata. Jika hal ini terjadi terus

menerus dan memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, maka tercipta

manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dari kegiatan wisata yang ada.

Tidak semua pengeluaran wisatawan dalam berwisata sampai ke lokasi

objek wisata. Sebagian besar transaksi terjadi diluar lokasi yang dalam konteks

ekonomi disebut kebocoran ekonomi (economics leakage) dari total pengeluaran

konsumen. Secara umum dilihat dari proporsi biaya rekreasinya, pengeluaran

wisatwan yang datang ke TNBTS mengalami economics leakage mencapai hingga

81,56% untuk wisata Pegunungan Tengger dan sebesar 77,05% untuk Pendakian

Gunung Semeru yang sebagian besar merupakan biaya transportasi.

Secara spesifik, proporsi biaya yang dikeluarkan masing-masing wisatawan

berbeda tergantung tujuan dan lokasi wisata. Jika dilihat lebih rinci, terdapat

perbedaan pada pola biaya rekreasi di antara wisatawan di masing-masing lokasi

wisata. Wisatawan yang berrekreasi di kawasan Pegunungan Tengger hanya

menghabiskan biaya transportasi di dalam kawasan sebesar 3,92 % sedangkan

wisata pendakian Gunung Semeru menghabiskan 4,43% biaya transportasi di

dalam kawasan. Biaya pengeluaran terbesar wisatawan yang dilakukan di lokasi

wisata yaitu biaya akomodasi dan penginapan untuk wisata Pegunungan Tengger

dan biaya konsumsi untuk Pendakian Gunung Semeru.

Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact)

Aktivitas wisata di kedua lokasi dalam kawasan TNBTS hanya ramai pada

akhir pekan dan hari libur nasional atau pada musim liburan. Unit usaha yang ada

di lokasi wisata sebagian besar hanya beroperasi pada hari-hari ramai tersebut

kecuali penginapan dan hotel serta beberapa warung makan. Berdasarkan

persantase pengeluaran wisatawan di lokasi wisata maka dapat diperkirakan besar

perputaran uang di lokasi wisata khususnya pada akhir pekan.

Jumlah pengunjung rata-rata harian di Kompleks Pegungan Tengger

mencapai 500 orang perhari. Dengan pengeluaran rata-rata pengunjung perorang

sebesar Rp. 2.769.363/orang/kunjungan, maka dapat diketahui besarnya aliran

uang yang terjadi di kawasan Pegunungan Tengger dalam sehari yaitu sebesar Rp.

1.384.681.418/hari. Namun tidak semua pengeluaran yang ada terjadi dalam

kawasan. Sebesar Rp. 1.129.309.781 atau 81,56% adalah kebocoran wilayah

berupa pengeluaran di luar kawasan terutama untuk biaya transportasi. Jumlah

pengunjung harian Kawasan Pendakian Gunung Semeru tidak sebanyak

Page 8: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

55

Pegunungan Tengger, namun cukup tinggi dan menciptakan transaksi ekonomi

yang cukup besar.

Tingginya perputaran uang yang terjadi di lokasi wisata memberikan

peluang usaha bagi penduduk lokal khususnya para pemilik modal setempat yang

berinisiatif untuk membuka unit usaha terkait dengan pemenuhan kebutuhan

wisata setempat. Sebagian besar unit usaha yang tercipta adalah usaha sektor

informal, berskala kecil hingga menengah dan hanya ramai pada saat akhir pekan

dan hari libur namun unit usaha yang terdapat di kawasan TNBTS cukup banyak

dan dapat memenuhi kebutuhan para wisatawan. Unit usaha yang tercipta di desa

sekitar kawasan TNBTS dan menunjang kegiatan wisata alam di TNBTS antara

lain adalah hotel, homestay/penginapan, warung makan, penjaja makanan, penjual

souvenir, sewa jeep, ojek dan angkutan kuda. Unit usaha yang terdapat di kawasan

Pegunungan Tengger lebih banyak dibandingkan dengan unit usaha yang ada di

Gunung Semeru karena jumlah wisatawan yang datang jauh kebih tinggi dan

wisata di kawasan pegunungan Tengger merupakan rekreasi yang memerlukan

lebih banyak fasilitas sarana dan prasarana wisata.

Unit usaha yang ada di kedua lokasi wisata merupakan pihak penerima

dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan. Hasil pengamatan di

lapangan menunjukkan bahwa secara umum unit usaha yang ada di kawsan

TNBTS memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu: (1) umumnya dimiliki oleh

warga asli, yaitu masyarakat suku tengger yang tinggal di sekitar lokasi wisata, (2)

telah berdiri selama satu hingga lebih dari lima tahun, (3) sebagian besar

merupakan mata pencaharian sampingan, (4) Hanya memiliki satu unit usaha

terkait kegiatan wisata alam (5) Investasi awal pada saat pertama kali didirikan

berkisar Rp. 1.000.000;- s.d RP. 10.000.000;- dan investasi terbesar dilakukan

oleh pemilik hotel. Pembangunan hotel atau penginapan biasanya bertahan

danmemakan waktu yang cukup lama dan (6) Memiliki pendapatan rata-rata per

bulan antara 1.000.000;- s.d RP. 10.000.000;- hingga mencapai Rp. 20.000.000

untuk hotel. Dari ciri-ciri yang ada dapat dikatakan bahwa unit usaha yang

terdapat di kedua lokasi wisata TNBTS merupakan Usaha Kecil dan Menengah

(UKM).

Pemilik usaha hotel merupakan unit usaha yang memiliki pegawai atau

tenaga kerja terbanyak yaitu lebih dari 20 orang. Homestay/penginapan, warung

makan dan toko souvenir sebagian besar masih dikerjakan sendiri dan memiliki 1-

3 orang pegawai. Oleh karena itu jika dilihat dari jumlah pegawai yang dimiliki,

unit usaha berupa hotel termasuk dalam usaha kelas menengah dan untuk

homestay/penginapan, warung makan dan toko souvenir lainnya merupakan usaha

mikro.

Pemilik hotel melakukan investasi terbesar karena untuk membangun hotel

yang memerlukan biaya yang cukup tinggi terkait dengan biaya bahan baku dan

trasnportasi. Investasi terbesar kedua dilakukan oleh para pemilik

homestay/penginapan. Namun sebagian besar unit usaha yang ada dibangun

secara bertahap dalam waktu tertetntu sehingga investasi yang dikeluarkan juga

dilakukan secara bertahap. Sebanding dengan investasi yang telah dilakukan,

pemilik hotel dan homestay/penginapan memiliki peluang menperoleh pendapatan

yang jauh lebih tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan.

Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan dengan sendirinya akan

meningkatkan aktivitas ekonomi yang dipicu oleh pengeluaran wisatawan. Aliran

Page 9: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

56

uang hasil transaksi yang terjadi pun semakin tinggi. Bagi pemilik unit usaha,

penerimaan (total revenue) yang diperoleh selanjutnya akan digunakan kembali

untuk menjalankan aktivitas unit usaha tersebut. Dalam melakukan produksinya,

unit usaha membutuhkan bahan baku (input), baik yang tersedia di dalam atau

sekitar lokasi wisata (lokal) maupun yang berasal dari luar lokasi wisata (non

lokal). Penggunaan input akan terkait dengan sejumlah biaya dalam rangka

penyediaan input tersebut. Komponen biaya produksi utama dalam sebuah unit

usaha terdiri dari pembelian input atau bahan baku, upah tenaga kerja, pembelian

dan pemeliharaan peralatan, biaya operasional harian (listrik dan air),

pengembalian kredit, biaya transportasi dan pajak atau retribusi yang harus disetor

ke pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan proporsi terbesar terhadap

penerimaan unit usaha adalah pembelian bahan baku (Kawasan Pegunungan

Tengger) dan pendapatan pemilik usaha (Kawasan Pendakian Gunung Semeru)

dan pajak retribusi merupakan bagian terkecil. Hampir seluruh unit usaha tidak

mengalokasikan penerimaan unit usaha untuk pengembalian kredit. Hal ini terkait

dari adat kebiasaan masyarakat sekitar lokasi wisata untuk tidak meminjam atau

menganbil kredit dalam bentuk apapun. Pengembangan usaha yang dilakukan

oleh pemilik unit usaha semata hanya mengandalkan dari keuntungan yang

diperoleh unit usaha. Adapun proporsi pendapatan bersih (income) pemilik unit

usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha

dapat dilihat pada Tabel 14.

Dampak ekonomi langsung dari pengeluaran wisatawan dirasakan langsung

oleh pemilik unit usaha. Dampak ekonomi ini berupa pendapatan bersih atau

income yang diperoleh pemilik unit usaha di masing-masing lokasi wisata. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar dari proporsi

pendapatan pemilik unit usaha di kedua lokasi wisata yang ada di kawasan

TNBTS. Perbedaan yang paling terlihat adalah pada komponen pendapatan

pemilik unit usaha dan pemeliharaan.

Pemilik unit usaha yang ada di kawasan Pendakian Gunung Semeru

memperoleh proporsi pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

pemilik unit usaha yang ada di kawasan pegunungan Tengger. Perbedaan

Tabel 14 Proporsi Pendapatan (Income) dan Biaya Produksi terhadap

Penerimaan Total Unit Usaha Wisata Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru

Komponen

Proporsi terhadap

Penerimaan Total (%) Keterangan

Pegunungan

Tengger

Pendakian

Semeru

Pendapatan Pemilik Unit Usaha 15,77 36,52 Lokal

Upah tenaga kerja 15,60 18,29 Lokal

Pembelian Input/bahan baku 37,89 33,33 Non Lokal

Pemeliharaan 20,58 3,16 Non Lokal

Biaya Operasional 2,25 0,62 Non Lokal

Pengembalian Kredit 0,57 - Non Lokal

Transportasi Lokal 6,95 7,63 Lokal

Retribusi pajak 0,39 0,46 Non Lokal

Page 10: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

57

besarnya pendapatan bersih yang diperoleh unit usaha di kedua lokasi dikarenakan

adanya perbedaaan karakter dan keragaman unit usaha di lokasi tersebut. Dilihat

dari jumlah dan keragaman unit usaha yang ada, kawasan rekreasi Bromo

memiliki unit usaha yang lebih banyak dan beragam dari pada unit usaha yang ada

di kawasan gunung Semeru. Unit usaha di kawasan pegunungan Tengger yang

sebagian besar berupa homestay/penginapan dan hotel yang mengutamakan

pelayanan dan service terhadap wisatawan sehingga memerlukan biaya

pemeliharaan yang cukup tinggi yaitu sebesar 20,58% dari total penerimaan unit

usaha. Unit usaha di kawasan pendakian Gunung Semeru sebagian besar

hanyalah warung/kedai makan sederhana yang tidak memerlukan biaya

pemeliharaan yang tinggi (3,16%). Oleh karena itu penerimaan unit usaha di

Pegunungan Tengger harus dikurangi komponen pemeliharaan sehingga

mengurangi pendapatan bersih pemilik unit usaha.

Perbandingan kisaran pendapatan rata-rata yang diterima oleh unit usaha

dapat dilihat pada Tabel 15. Secara umum jumlah pendapatan yang diterima di

kedua lokasi wisata hampir sama kecuali untuk unit usaha hotel dan

homestay/penginapan. Hal ini dikarenakan karena perbedaan kebutuhan dan sifat

wisata di masing-masing lokasi. Wisata pendakian gunung semeru merupakan

wisata di alam bebas sehingga penginapan ataupun homestay tidak terlalu

berkembang, berbeda dengan wisata rekreasi bromo di kawasan Pegunungan

Tengger. Namun dari unit usaha lainnya pendapatan unit usaha cenderung sama

yang memperllihatkan bahwa wisatawan di kedua lokasi memiliki pola

pengeluaran yang hampir sama dalam berwisata.

Unit usaha yang ada di lokasi wisata mempunyai tenaga kerja dalam

operasionalnya. Penerimaan yang diperoleh unit usaha dari pengeluaran

wisatawan salah satunya dikeluarkan untuk gaji atau pendapatan tenaga kerjanya.

Tidak semua unit usaha yang ada memiliki tenaga kerja karena sebagian besar

unit usaha masih dikelola sendiri ataupun tenaga kerja masih tergolong keluarga

atau saudara. Hanya hotel dan beberapa warung makan yang mempunyai tenaga

kerja tetap yang sebagian besar berasal dari masyarakat sekitar. Proporsi upah

tenaga kerja untuk unit usaha di kedua lokasi masing-masing sebesar 15,60% dan

18.29%. Secara umum, perbandingan besarnya pendapatan tenaga upah yang ada

di pegunungan tengger dan gunung semeru tidak jauh berbeda. Namum jenis atau

keragaman tenaga kerja di pegunungan tengger lebih beragam dibanding Gunung

Tabel 15 Perbandingan Pendapatan (Income) Rata-Rata Pemilik unit

Usaha Wisata di Kawasan Pegunungan Tengger dan Pendakian

Gunung Semeru TNBTS

Unit Usaha

Rata-rata Pendapatan Pemilik Unit Usaha

(Rp/Bulan)

Pegunungan Tengger

(n=17)

Pendakian

Semeru (n=8)

Hotel 20.750.000 -

Homestay/Penginapan 13.166.667 1.500.000

Warung Makan 3.200.000 3.760.000

Penyewaan Jeep 4.000.000 4.500.000

Toko Souvenir 3.250.000 2.800.000

Page 11: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

58

Semeru. Perbandingan besarnya upah tenaga kerja di kedua lokasi wisata dapat

dilihat pada Tabel 16.

Bagi para pemilik modal, tingginya jumlah kunjungan dan perputaran

uang yang terjadi merupakan peluang untuk membuka unit usaha di kedua lokasi

wisata. Hal ini terlihat dari banyaknya warga yang membangun homestay,

penginapan, rumah makan dan kios lainnya di daerah sekitar lokasi wisata.

Umumnya homestay/penginapan yang dibangun menyatu dengan tempat tinggal

pemilik atau berada dekat dengan tempat tinggal pemilik dengan fasilitas standar.

Masyarakat sekitar lokasi wisata yang merupakan masyarakat asli suku tengger

mempunyai kebijakan untuk tidak menjual asset atau tanah yang mereka miliki

kepada orang luar. Masyarakat mempertahankan adat tersebut sehingga tanah dan

asset yang mereka miliki tidak jatuh kepada investor asing. Meningkatnya jumlah

kunjungan wisatawan akan berdampak pada meningkatnya permintaan dalam

pemenuhan akan barang dan jasa dari para wisatawan dalam bentuk bertambahnya

unit usaha yang terkait kegiatan wisata. Pendirian unit usaha yang semakin

banyak diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat

sekitar.

Dampak Ekonomi Tak Langsung (Indirect Impact)

Adanya unit usaha di lokasi wisata membuka kesempatan kerja baru bagi

penduduk lokal yang ada di sekitar lokasi. Walaupun unit usaha yang ada di

TNBTS umumnya dikelola oleh pemiliknya secara langsung, namun pada waktu-

waktu tertentu terutama saat musim liburan dan jumlah kunjungan sangat tinggi

memmerlukan tenaga kerja tambahan. Tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung

pada jumlah wisatawan yang datang berkunjung. Umumnya setiap unit usaha

memerlukan dua hingga tiga orang tenaga kerja tambahan saat jumlah kunjungan

wisatawan tinggi. Unit usaha yang rutin memerlukan tenaga kerja tambahan

adalah rumah makan dan homestay/penginapan dan juga hotel yang mendapat

tenaga kerja tambahan melalui tenaga kerja harian. Supir jeep, ojek, pemandu

kuda, dan penjual jajanan mengelola sendiri usahanya.

Kesempatan kerja yang ada di lokasi wisata terutama di kawasan

pegunungan Tengger cukup terbuka bagi banyarakat sekitar. Unit usaha yang

paling banyak menyerap tenaga kerja adalah hotel yang rata-rata mempunyai

Tabel 16 Perbandingan Rata-Rata Pendapatan Tenaga Kerja Lokal pada Unit

Usaha Wisata di Pegunungan Tengger dan Pendakian Gunung Semeru

TNBTS

Pekerjaan

Rata-rata Pendapatan Tenaga

Kerja Wisata (Rp/Bulan)

Pegunungan

Tengger

(n=26)

Pendakian

Semeru

(n=5)

Supir Jeep 1.879.167 1.750.000

Pegawai Hotel 1.966.667 -

Pemandu Kuda/Ojek 1.666.667 -

Pegawai Warung Makan/ Penjual Makanan 1.244.000 1.295.833

Pemandu Wisata/Guide 4.375.000 -

Page 12: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

59

tenaga kerja 25-30 orang. Pekerjaan lain yang membuka banyak kesempatan kerja

bagi masyarakat adalah supir jeep. Sebagian besar jeep yang ada adalah milik

pribadi dan hanya sedikit yang mmerupakan tempat penyewaan jeep yang

memiliki lebih dari tiga buah jeep. Artinya unit usaha penyewaan jeep lebih

banyak dikelola secara perorangan oleh penduduk.

Sejauh ini kebutuhan sumberdaya manusia masih dapat dipenuhi oleh

penduduk sekitar lokasi wisata. Sebagian besar tenaga kerja adalah penduduk dari

desa-desa sekitar lokasi wisata, walaupun pada unit usaha hotel untuk pegawai

tertentu yang memegang peranan dan tanggung jawab besar masih banyak terisi

oleh pendatang. Tenaga kerja yang berasal dri penduduk setempat masih banyak

mengisi posisi rendah seperti house keeping, waitress ataupun petugas front office

dan recepcionist. Unit usaha lainnya tenaga kerja yang digunakan masih tergolong

keluarga atau saudara jauh dengan sistem penerimaan bebas, artinya tidak

memiliki standar dan persyaratan tertentu. Sebagian besar tenaga kerja adalah

laki-laki dengan pendidikan terakhir SMP. Hal ini umum terjadi bahwa sumber

daya manusia dengan kualifikasi tinggi dan menempati posisi strategis tidak

dipegang oleh masyarakat lokal, sama halnya dengan kondisi tenaga kerja terkait

wisata alam di Taman Nasional Komodo (Walpole and Goodwin 2000).

Tenaga kerja yang bekerja di unit usaha adalah penerima dampak tidak

langsung dari pengeluaran wisatawan yaitu berupa upah yang diterima dari unit

usaha tempat mereka bekerja. Jumlah kesempatan kerja bagi masyarkat di sekitar

kawasan Pegunungan Tengger lebih banyak dan beragam dibanding kesempatan

yang ada di kawsan Pendakian Gunung Semeru. Hal ini disebabkan karena

kawasan Pegunungan Tengger lebih menjadi tujuan utama wisatawan dalam

mengunjungi kawasan TNBTS.

Secara umum, tenaga kerja yang ada di kawasan wisata TNBTS merupakan

pekerjaan sampingan kecuali untuk tenaga kerja yang ada di hotel, memiliki jam

kerja yang relatif panjang dan tidak pasti yaitu antara 8-14 jam sehari dan beban

pekerjaan lebih besar pada akhir pekan dan musim liburan. Upah tenaga kerja

rata-rata per bulan mencapai Rp. 2.000.000;- .

Dampak ekonomi tidak langsung (indirect effect) kegiatan wisata di TNBTS

dapat dihitung dari berapa besar proporsi pengeluaran unit usaha utuk penyediaan

sumber daya (tenaga kerja dan bahan baku) dan juga termasuk biaya pemeliharaan

dan transportasi lokal terhadap penerimaan. Secara umum pengeluaran terbesar

dari unit usaha yang ada di kedua lokasi adalah untuk pembelian input atau bahan

baku yaitu 37,89% untuk kawasan pegunungan Tengger dan 33,33% untuk

kawasan Pendakian Gunung Semeru. Proporsi untuk pembelian bahan baku di

kawasan Pegunungan Tengger sedikit lebih tinggi dikarenakan adanya hotel yang

juga menyediakan restoran di kawasan tersebut sehingga pembelian input atau

bahan baku sedikit lebih beragam. Jika dilihat secara lebih spesifik, pembelian

input untuk hotel jauh lebih tinggi yaitu mencapai 41,30% dari penerimaan total

hotel.

Selain dilihat dari proporsi pembelian bahan baku, dampak ekonomi tidak

langsung dari kegiatan wisata juga dapat dilihat dari proporsi upah tenaga kerja

terhadap penerimaan total unit usaha serta biaya lainnya yang memberikan

penerimaan lanjutan bagi unit usaha penyedia barang/jasa yaitu proporsi dari

biaya pemeliharaan dan transportasi lokal. Pendapatan rata-rata tenaga kerja yang

diperoleh dari penerimaan total unit usaha cukup tinggi yaitu sekitar 15,60%

Page 13: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

60

untuk kawasan Pegunungan Tengger dan 18,29% untuk kawasan Pendakian

Gunung Semeru. Jika dilihat lebih lanjut, terdapat perbedaan cukup tinggi dari

perbandingan proporsi upah tenaga lokal dengan pendapatan pemilik di kedua

lokasi wisata. Di kawasan Pegunungan Tengger, proporsi upah tenaga kerja

hampir sama dengan proporsi pendapatan pribadi pemilik unit usaha, sedangkan

di kawasan Pendakian Gunung Semeru jauh lebih rendah (Tabel 14).

Hal ini disebabkan karena unit usaha yang ada di kawasan Pendakian

Gunung Semeru merupakan unit usaha skala kecil dan dikelola sendiri oleh

pemiliknya dan tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi dan juga tidak

memerlukan banyak tenaga kerja sehingga sebagian besar penerimaan unit usaha

menjadi pendapatan pribadi bagi pemilik unit usaha. Berdasarkan rata-rata

pendapatan per bulan dapat dikatakan kondisi ekonomi tenaga kerja sudah cukup

baik dan upah yang didapatkan sudah lebih dari pendapatan rumah tangga rata-

rata yaitu sebesar Rp. 1.182.625,- untuk Kabupaten Probolinggo dan sebesar Rp.

1.179.325 untuk Kabupaten Lumajang (Data Susenas 2011).

Dampak tidak langsung selanjutnya dilihat dari proporsi biaya

pemeliharaan dan transportasi yang dikeluarkan oleh unit usaha terhadap

penerimaan total. Unit usaha pada kawasan Pegunungan Tengger mempunyai

proporsi biaya pemeliharaan yang lebih tinggi yaitu berturut-turut 20,58% dan

6,95% dibandingkan dengan biaya pemeliharaan dan transportasi lokal pada unit

usaha di Kawasan Pendakian Gunung Semeru yaitu 3,16% dan 7,63%.

Berdasarkan komponen lokal dan non lokal maka direct spending

wisatawan yang benar-benar dirasakan penduduk lokal atau masyarakat sekitar

kawasan Pegunungan Tengger hanya sekitar 38,33%, tetapi cukup tinggi untuk

kawasan Pendakian Gunung Semeru yaitu 62,44%. Pendapatan yang benar-benar

dirasakan penduduk lokal ini berasal dari pendapatan bagi pemilik unit usaha,

upah tenaga kerja lokal, dan transportasi lokal, yaitu untuk kawasan Pegunungan

Tengger berturut-turut sebesar 15,77%, 15,60% dan 6,95%. Sedanngkan untuk

kawasan pendakian Gunung Semru bertutur-turut sebesar 36,52%, 18,29% dan

7,63% . Selebihnya merupakan biaya penyediaan sumberdaya untuk aktivitas unit

usaha yang tidak diterima oleh masyarakat lokal (leakage). Biaya ini terkait

dengan pembelian input dan peralatan, pemeriharaan dan perbaharuan peralatan

dari luar lokasi wisata (Probolinggo, Malang, Surabaya), pengembalian kredit

serta pembayaran retribusi dan pajak.

Dampak ekonomi tidak langsung yang diperlihatkan pada Tabel 14

menunjukkan bahwa dari keseluruhan aliran uang yang tercipta dari pengeluaran

wisatawan, manfaat yang dirasakan oleh penduduk lokal yang tidak memiliki

akses terhadap modal sudah cukup tinggi. Dengan demikian dari data tersebut

dapat dikatakan bahwa kegiatan wisata alam TNBTS mampu memberikan

manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan walaupun belum terdistribusi

secara merata. Selain itu nilai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat masih

bersifat fluktuatif dan sangat tergantung dengan jumlah kunjungan wisatawan.

oleh karena itu menjaga kelestarian dan kealamian kawasan untuk

mempertahankan kawasan TNBTS sebagai lokasi wisata yang tetap menarik

minat wisatawan menjadi sangat penting.

Page 14: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

61

Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact)

Kegiatan wisata alam di kawasan TNBTS tidak hanya memberikan

dampak ekonomi langsung dan tidak langsung, tetapi juga menghasilkan dampak

ikutan atau induced impact. Dampak lanjutan merupakan dampak lanjut dari

pendapatan yang diperoleh tenaga kerja lokal dari unit usaha tempat mereka

bekerja. Dampak ini berasal dari pendapatan yang menjadi pengeluaran sehari-

hari tenaga kerja dan dibelanjakan di unit usaha yang ada di sekitar kawasan

TNBTS. Jenis pengeluaran yang dikeluarkan tenaga kerja lokal antara lain

digunakan untuk biaya kebutuhan rumah tangga, biaya listrik, retribusi dan pajak,

serta biaya transportasi. Dampak lanjutan dari pengeluaran tenaga kerja ini akan

diterima oleh unit usaha dan sebagian pendapatan yang diterima unit usaha

digunakan untuk membeli bahan baku. Dampak lanjutan berupa pengeluaran

tenaga kerja lokal yang kembali berputar di tingkat ekonomi lokal. Sebagian besar

pendapatan yang mereka dapatkan, mereka belanjakan di unit-unit usaha di sekitar

kawasasn TNBTS seperti, kios warung dan warung makan guna memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan konsumsi. Secara tidak langsung unit usaha yang

berada di sekitar kawasan TNBTS selain menerima pendapatan dari pengeluaran

wisatawan yang datang, unit usaha inipun menerima pendapatan dari pengeluaran

tenaga kerja.

Rendahnya pendapatan yang diperoleh tenaga kerja lokal mengakibatkan

pendapatan tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari

dan tidak ada yang dapat ditabung atau sebagai simpanan. Dari pendapatan

tersebut yang menjadi dampak ikutan atau induced adalah sebesar 86,77% untuk

kawasan Pegunungan Tengger dan 99,59% untuk kawasan Pendakian Gunung

Semeru. Tabel 17 menunjukkan proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal

terhadap pendapatan tenaga kerja adalah untuk pemenuhan kebutuhan rumah

tangga sehari-hari dan biaya transportasi. Setelah untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari rumah tangga pendapatan yang diperoleh tenaga kerja lokal

didistribusikan untuk biaya retribusi dan lainnya.

Nilai Pengganda dari Pengeluaran Wisatawan

Nilai multiplier atau pengganda ekonomi merupakan nilai yang

menunjukan sejauh mana pengeluaran wisatawan akan menstimulasi pengeluaran

lebih lanjut, sehingga pada akhirnya meningkatkan aktivitas ekonomi di tingkat

Tabel 17 Proporsi Rata-Rata Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal terhadap

Pendapatan di Kawasan Pegunungan Tengger dan Pendakian Gunung

Semeru

Komponen

Proporsi Terhadap

Penerimaan (%)

Pegunungan

Tengger

Pendakian

Semeru

Kebutuhan Rumah Tangga 81,27 94,66

Pengembalian Kredit 10,04 -

Transportasi Lokal 5,50 4,93

Retribusi dan Pajak 0,60 0,41

Lainnya 2,60 -

Page 15: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

62

lokal. Untuk mengukur atau mengestimasi dampak pengganda (multiplier) dan

kebocoran dengan tingkat akurasi yang tinggi sangat sulit dilakukan. Tingkat

kesempurnaan dan kebakuan model multiplier masih dalam perdebatan.

Ketidaksempurnaan data terkadang menjadi alasan utama rendahnya kredibilitas

analisis multiplier. Terutama untuk mengetahui multiplier dalam skala yang kecil

atau lokal (Mathiesen dan Wall 1982).

Dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan yang terjadi di kawasan

TNBTS dapat diukur dengan menggunakan nilai efek pengganda atau multiplier

dari aliran uang yang terjadi. Berdasarkan META (2001) terdapat dua nilai

pengganda yang digunakan dalam mmengukur dampak ekonomi kegiatan

pariwisata di tingkat lokal, yaitu (1) Keynesian Local Income Multiplier yang

menunjukkan seberapa besar pengeluaran wisatawan berdampak pada

peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan (2) Ratio Income Multiplier yang

menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran

wisatawan pada keseluruhan ekonomi lokal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Keynesian Multiplier di

kawasan Pegunungan Tengger memiliki nilai lebih rendah dibandingkan nilai

pengganda di kawasan Pendakian Gunung Semeru. Hal ini dikarenakan kebocoran

ekonomi dari pengeluaran wisatawan yang terjadi di kawasan Pegununngan

Tengger lebih besar dari pada kebocoran yang terjadi di Kawasan Pendakian

Semeru. Kawasan Pegunungan Tengger mempunyai nilai Keynesian Local

Income Multiplier yaitu sebesar 0,11 yang artinya bahwa peningkatan pengeluaran

wisatawan sebesar 1 rupiah akan berdampak pada peningkatan pendapatan

masyarakat lokal sebesar 0,11 rupiah. Nilai Keynesian Local Income Multiplier di

kawasan Pendakian Gunung Semeru sebesar 0,48, artinya peningkatan

pengeluaran wisatawan di lokasi pendakian Gunung Semeru sebesar 1 rupiah

akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 0,48

rupiah. Besar nilai multiplier dari kegiatan wisata dapat dilihat pada Tabel 18.

Kawasan Pegunungan Tengger mempunyai nilai Ratio Income Multiplier

Tipe 1 sebesar 6,14. Artinya peningkatan pendapatan unit usaha sebesar 1 rupiah

akan meningkatan total pendapatan masyarakat yang meliputi dampak langsung

dan tak langsung (berupa pendapatan pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal)

sebesar 6,14 rupiah. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe 1 ini lebih besar

dibanding nilai Ratio Income Multiplier Tipe 1 kawasan Pendakian Gunung

Semeru. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe 2 memperlihatkan bahwa di kawasan

Pegunungan Tengger peningkatan pendapatan unit usaha sebesar 1 rupiah akan

mampu berakibat pada peningkatan sebesar 7,59 rupiah pada total pendapatan

Tabel 18 Nilai Pengganda/Multiplier dari Aliran Uang Kegiatan Wisata Alam

di Pegunungan Tengger dan Pendakian Gunung Semeru

Kriteria

Nilai Multiplier

Pegunungan

Tengger

Pendakian

Semeru

Keynesian Local Income Multiplier 0,11 0,48

Ratio Income Multiplier Tipe 1 6,14 2,71

Ratio Income Multiplier Tipe 2 7,59 4,06

Page 16: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

63

masyarakat yang meliputi dampak langsung, dampak tak langsung dan dampak

ikutan (berupa pendapatan pemilik unit usaha, pendapatan tenaga kerja lokal dan

pengeluarannya di tingkat lokal). Begitu pula dengan nilai Ratio Income

Multiplier Tipe 2 yang terjadi di kawasan Pendakian Gunung Semeru.

Multiplier Keynesian ini merupakan pengganda terbaik yang

menggambarkan dampak keseluruhan dari peningkatan pengeluaran wisatawan

pada perekonomian lokal (META 2001). Income multiplier secara umum

mengukur tamnbahan pendapatan (gaji, upah, sewa, bunga dan profit) dalam

perekonomian sebagai hasil dari peningkatan pengeluran wisatawan (Cooper et al.

1998).

Kecilnya nilai Keynesian Income Multiplier ini disebabkan karena tingginya

kebocoran ekonomi wilayah yang terjadi di lokasi wisata. Artinya pengeluaran

atau belanja wisatawan sebagian besar masih terjadi di luar lokasi wisata sehingga

belum memberikan dampak pada ekonomi lokal masyarakat setempat. Namun

jika dilihat lebih spesifik pada Nilai Income Multiplier Tipe I dan Income

Multiplier Tipe II, nilai yang dihasillkan relatif cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa

kegiatan wisata alam memberikan dampak (langsung, tidak langsung dan dampak

lanjutan) yang cukup tinggi. Aliran uang dari pengeluaran atau belanja wisatawan

dirasakan mampu menciptakan kegiatan ekonomi yang tinggi berupa penyediaan

dan penyerapan tenaga kerja dan aliran uang tidak hanya dirasakan oleh pemilik

unit usaha.

Secara keseluruhan nilai Keynesian Income Multiplier di kawasan

Pegunungan Tengger lebih rendah dibanding dengan nilai di Kawasan Pendakian

Gunung Semeru. Ini artinya kebocoran ekonomi yang terjadi di kawasan

Pegunungan Tengger lebih besar dibanding kebocoran ekonomi di kawsan

Pendakian Gunung Semeru. Namun untuk Nilai Income Multiplier Tipe I dan

Nilai Income Multiplier Tipe II, Kawasan Pegunungan Tengger mempunyai nilai

yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan kegiatan ekonomi di kawasan Pegunungan

Tengger lebih tinggi dengan fasilitas penyediaan jasa layanan untuk wisatawan

lebih banyak dan menyerap tenaga kerja yang lebih besar.

Secara umum kedua lokasi wisata mempunyai nilai pengganda yang

berbeda. Perbedaan nilai ini terjadi karena disebabkan beberapa hal, yaitu : (1)

jumlah kunjungan di Pegunungan tengger jauh lebih tinggi dengan rata-rata

pengeluaran wisatawan yang tinggi pula, dengan demikian Kawasan Pegunungan

Tengger mempunyai nilai ekonomi yang lebih besar (2) jumlah unit usaha yang

ada di Kawasan Pegunungan Tengger lebih banyak dan beragam sehingga

dampak yang dirasakan masyarakat berupa dampak langsung, tidak langsung dan

ikutan lebih besar serta (3) unit usaha yang ada di Pegunungan Tengger

mempekerjakan tenaga kerja lokal lebih banyak dan sebagai tenaga kerja tetap.

Nilai pengganda dengan nilai lebih dari nol dan kurang dari satu (0 < x > 1),

maka lokasi wisata tersebut masih memiliki dampak ekonomi yang rendah

(Vanhove 2005). Dengan demikian dapat dikatakan kegiatan wisata alam di

kawasan TNBTS telah memberikan dampak ekonomi walaupun masih cukup

rendah terhadap perekonomian masyarakat sekitarnya. Hal ini dikarenakan

wisatawan yang datang ke lokasi ini lebih cenderung mengeluarkan

pengeluarannya di luar obyek wisata. Dengan kata lain, proporsi leakagesnya

(kebocoran/pengeluaran di luar lokasi wisata) lebih besar daripada proporsi

pengeluarannya di lokasi wisata.

Page 17: 5 NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM TAMAN … V... · Kondisi kawasan dan karakteristik wisatawan di kedua lokasi cenderung berbeda, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan

64

Hal ini tidak jauh berbeda dengan beberapa kawasan wisata alam lainnya.

Kawasan Pulau Tidung Kepulauan Seribu memberi dampak ekonomi dengan nilai

Keynesian Income multiplier sebesar 0,28 (Dritasto dan Anggraeni 2013),

sedangkan dampak ekonomi kegiatan wisata bahari Kepulauan Seribu yang ada di

dua pulau yaitu Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka berturut-turut sebesar 1,85

dan 1,16 (Wijayanti 2009) begitu pula dengan dampak ekonomi pada kegiatan

wisata alam Grojokan Sewu sebesar 0,3 (Nurfiana 2013). Adanya nilai pengganda

yang terdapat di kedua lokasi wisata di kawasan TNBTS ini, walaupun masih

relatif rendah namun tidak dapat dipandang sebelah mata. Sebagai suatu kawasan

konservasi yang secara utama berfungsi untuk daerah perlindungan, kawasan

TNBTS telah mampu memberikan manfaat lain bagi masyarakat sekitar dari sisi

pemanfaatan kawasan untuk wisata alam. Oleh karena itu menjadi penting juga

untuk membuat suatu pola atau tata cara berwisata yang bijaksana dan

konservasionist sehingga sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata.