5 - penggunaan jaringan saraf tiruan metode backpropagation untuk memprediksi bibir sumbing -...

9
Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007 D 1 PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI BIBIR SUMBING Analia Puspita 1 , Eunike 2 Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Ngagel Jaya Tengah 73-77 Surabaya Telp : (031) 5027920, Fax : (031) 5041509 e-mail : [email protected] 1 , [email protected] 2 ABSTRAK Kelainan cacat fisik berupa bibir sumbing masih banyak dijumpai di Indonesia, khususnya didaerah Timor. Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan ada hubungan antara terjadinya bibir sumbing dengan dermatoglifi. Dari hasil penelitian, ternyata terdapat perbedaan antara dermatoglifi orang tua anak normal dengan orang tua anak sumbing. Perbedaan tersebut terletak pada lukisan sidik jari, ridge count, dan sudut a-t-d. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak bisa dibuat suatu model matematis atau suatu klasifikasi yang jelas, atau melibatkan pola dan angka tertentu. Untuk mengatasinya, dibuat suatu sistem kecerdasan buatan, dalam hal ini menggunakan Jaringan Saraf Tiruan metode Backpropagation, yang dapat mengelompokkan pola-pola dermatoglifi tersebut. Dengan data pelatihan yang cukup, diharapkan sistem dapat melakukan prediksi terhadap pola dermatoglifi orang tua, yaitu apakah dengan pola dermatoglifi tersebut (input sistem), mereka mempunyai kemungkinan memiliki anak dengan kelainan bibir sumbing (output sistem). Setelah melalui proses pelatihan, sistem dapat membedakan antara pola dermatoglifi orang tua anak normal dengan orang tua anak sumbing dengan tingkat akurasi sebesar sembilan puluh persen. Sehingga sistem bisa membantu untuk memprediksi kejadian bibir sumbing sedini mungkin, bahkan sebelum lahir, sehingga dapat dilakukan pencegahan dengan pengobatan lebih awal. Kata kunci : jaringan saraf tiruan, Backpropagation, bibir sumbing, dermatoglifi 1. PENDAHULUAN Kelainan cacat fisik berupa bibir sumbing masih banyak dijumpai di Indonesia, khususnya didaerah Timor. Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan ada hubungan antara terjadinya bibir sumbing dengan dermatoglifi orang tua. Hubungan yang dimaksud disini adalah terjadinya kelainan bibir yang juga disertai dengan terbentuknya pola dermatoglifi yang khas. Dermatoglifi berasal dari kata derma (= kulit) dan glyohe (= ukiran), yang artinya adalah mempelajari tentang pola alur garis kulit pada jari tangan, telapak tangan, jari kaki, dan telapak kaki. Namun pada penelitian ini, digunakan dermatoglifi yang berkaitan dengan daerah jari tangan dan telapak tangan saja. Dari sampel-sampel dermatoglifi yang kemudian diteliti lebih lanjut (oleh dr. Maria Vincentia Iriane, 2003), ternyata terdapat perbedaan antara dermatoglifi orang tua anak normal

Upload: tantii-susanti

Post on 26-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 1  

PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI BIBIR SUMBING

Analia Puspita1, Eunike2

Sekolah Tinggi Teknik Surabaya

Ngagel Jaya Tengah 73-77 Surabaya

Telp : (031) 5027920, Fax : (031) 5041509

e-mail : [email protected] 1, [email protected] 2

ABSTRAK

Kelainan cacat fisik berupa bibir sumbing masih banyak dijumpai di Indonesia, khususnya didaerah Timor. Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan ada hubungan antara terjadinya bibir sumbing dengan dermatoglifi. Dari hasil penelitian, ternyata terdapat perbedaan antara dermatoglifi orang tua anak normal dengan orang tua anak sumbing. Perbedaan tersebut terletak pada lukisan sidik jari, ridge count, dan sudut a-t-d. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak bisa dibuat suatu model matematis atau suatu klasifikasi yang jelas, atau melibatkan pola dan angka tertentu.

Untuk mengatasinya, dibuat suatu sistem kecerdasan buatan, dalam hal ini menggunakan Jaringan Saraf Tiruan metode Backpropagation, yang dapat mengelompokkan pola-pola dermatoglifi tersebut. Dengan data pelatihan yang cukup, diharapkan sistem dapat melakukan prediksi terhadap pola dermatoglifi orang tua, yaitu apakah dengan pola dermatoglifi tersebut (input sistem), mereka mempunyai kemungkinan memiliki anak dengan kelainan bibir sumbing (output sistem).

Setelah melalui proses pelatihan, sistem dapat membedakan antara pola dermatoglifi orang tua anak normal dengan orang tua anak sumbing dengan tingkat akurasi sebesar sembilan puluh persen. Sehingga sistem bisa membantu untuk memprediksi kejadian bibir sumbing sedini mungkin, bahkan sebelum lahir, sehingga dapat dilakukan pencegahan dengan pengobatan lebih awal.

Kata kunci : jaringan saraf tiruan, Backpropagation, bibir sumbing, dermatoglifi

1. PENDAHULUAN

Kelainan cacat fisik berupa bibir sumbing masih banyak dijumpai di Indonesia, khususnya didaerah Timor. Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan ada hubungan antara terjadinya bibir sumbing dengan dermatoglifi orang tua. Hubungan yang dimaksud disini adalah terjadinya kelainan bibir yang juga disertai dengan terbentuknya pola dermatoglifi yang khas.

Dermatoglifi berasal dari kata derma (= kulit) dan glyohe (= ukiran), yang artinya adalah mempelajari tentang pola alur garis kulit pada jari tangan, telapak tangan, jari kaki, dan telapak kaki. Namun pada penelitian ini, digunakan dermatoglifi yang berkaitan dengan daerah jari tangan dan telapak tangan saja.

Dari sampel-sampel dermatoglifi yang kemudian diteliti lebih lanjut (oleh dr. Maria Vincentia Iriane, 2003), ternyata terdapat perbedaan antara dermatoglifi orang tua anak normal

Page 2: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 2  

dengan dermatoglifi orang tua anak sumbing. Perbedaan tersebut terletak pada bentuk lukisan sidik jari, ridge count, dan sudut a-t-d.

Dengan adanya perbedaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dermatoglifi orang tua dapat dijadikan petunjuk untuk memprediksi apakah kemungkinan mereka akan memiliki anak dengan kelainan bibir. Namun dalam penelitian yang telah disebutkan di atas, tidak ada klasifikasi khusus yang dapat menerangkan seberapa jauh perbedaan tersebut. Tidak ada batasan-batasan khusus, interval, atau model matematis yang dapat menyatakan apakah dengan bentuk lukisan sidik jari tertentu, jumlah ridge count, dan besar sudut a-t-d tertentu, orang tersebut berpeluang memiliki anak dengan kelainan bibir. Oleh sebab itu hasil penelitiannya belum dapat digunakan secara praktis.

Untuk mengatasi kendala tersebut, digunakan suatu sistem kecerdasan buatan yang tidak memerlukan model matematis. Dalam hal ini, metode yang digunakan adalah metode Backpropagation. Menurut teori Backpropagation, metode ini secara efektif bisa menentukan pendekatan yang paling baik dari data-data yang dimasukkan. Dengan pelatihannya yang optimal, diharapkan sistem nantinya dapat belajar dan menentukan apakah suatu pola dermatoglifi termasuk pola yang menghasilkan keturunan normal atau dengan cacat bibir. Pada akhirnya sistem dapat digunakan untuk memprediksi pola dermatoglifi orang tua, yaitu apakah pola dermatoglifi tersebut (input sistem), mereka mempunyai kemungkinan memiliki anak dengan kelainan bibir (output sistem).

Dengan sistem ini, diharapkan kelainan fisik dapat dideteksi sedini mungkin, bahkan sebelum seorang anak lahir. Jika terdapat kemungkinan terjadi kelainan fisik, maka pencegahan melalui pengobatan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kelainan fisik tersebut.

2. LANDASAN TEORI

Dermatoglifi sangat khas pada setiap individu. Antara satu orang dengan yang lainnya tidak mungkin memiliki gambaran yang sama persis, bahkan pada saudara kembar sekalipun. Pada seseorang juga tidak mungkin ditemukan pola yang sama satu dengan yang lain di antara kesepuluhjarinya sendiri.

Di bidang kedokteran, dermatoglifi dapat dipakai untuk membantu menentukan diagnosa suatu penyakit. Kelainan-kelainan sejak lahir yang sangat erat hubungannya dengan perubahan-perubahan pada kromosom, umumnya disertai juga dengan kelainan dermatoglifi atau gambaran pola dermatoglifi yang khas.

Pada jari tangan, ada dua faktor dermatoglifi yang dapat diamati, yaitu bentuk lukisan sidik jari dan ridge count (bilangan garis). Pada telapak tangan juga ada dua faktor yang dapat diamati, yaitu palmar pattern (pola telapak tangan) dan sudut a-t-d. Namun dalam penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan dermatoglifi dengan bibir sumbing, ternyata tidak ada perbedaan antara palmar pattern orang tua normal dengan orang tua anak sumbing. Oleh karena itu di sini hanya akan dibahasa mengenai sudut a-t-d saja.

Bentuk lukisan sidik jari dibagi menjadi 4 kelompok utama, yaitu : Whorl (W), Ulnar Loop (UL), Radial Loop (RL), dan Arch (A).

Gambar 1 Whorl

Page 3: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 3  

Gambar 2 Loop

Pola sidik jari Whorl terdiri atas sulur-sulur yang membentuk putaran atau kelokan spiral seperti gelung serta memiliki satu titik pusat dan dua triradius (pertemuan tiga sulur).

Pola sidik jari Loop terdiri atas sulur-sulur yang membentuk kelokan atau lengkung tajam serta memiliki satu titik pusat dan satu triradius. Ada dua macam bentuk loop, yaitu Ulnar Loop dan Radial Loop. Cara menentukannya adalah dengan cara meletakkan telapak tangan menghadap ke bawah. Jika sulur-sulur dari mulut loop tersebut membuka ke tepi radial (ke arah ibu jari), maka disebut Radial Loop.

Pola sidik jari Arch terdiri atas sulur-sulur yang membentuk garis melengkung menyerupai busur serta tidak memiliki titik pusat maupun triradius

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 3 Arch

Gambar 4 a-t-d

Ridge (sulur) yang dihitung adalah sulur-sulur yang disentuh atau dilewati garis semu yang ditarik dari triradius ke titik pusat. Oleh karena itu, sebelumnya harus ditentukan terlebih dahulu triradius dan titik pusatnya. Dalam menentukan ridge count terdapat ketentuan bahwa garis dimana triradius dan titik pusat terletak, tidak turut dihitung.

Sudut a-t-d merupakan sudut yang dibentuk antara haris yang ditarik dari triradius a ke triradius t dengan garis yang ditarik dari triradius t ke triradius d. Apabila didapati ada lebih dari satu triradius t, maka yang digunakan adalah yang letaknya paling proksimal (dekat dengan kepala).

Pada embrio berumur 4-6 minggu, terbentuk daerah bibir atas. Mula-mula bibir dan gusi menjadi satu tetapi pada pertumbuhan selanjutnya terbentuk sulcus (cekungan) yang memisahkan bibir dan gusi. Selanjutnya barulah terbentuk daerah palatum (langit-langit). Apabila proses pembentukan bibir atau palatum tadi tidak sempurna, maka terjadi kegagalan penyatuan bibir dan palatum. Akibatnya timbul celah pada bibir atau palatum (sumbing). Selanjutnya, yang dimaksud bibir sumbing adalah celah pada bibir, palatum atau keduanya.

Pembentukan dermatoglifi dimulai pada awal bulan kedua perkembangan embrio dan telah terbentuk sempurna pada minggu ke-17. Sedangkan pembentukan bibir-palatum dimulai pada

Page 4: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 4  

embrio berumur 4-6 minggi dan telah terbentuk sempurna pada minggu ke-11. Karena pembentukan kulit (dermatoglifi) dan pembentukan bibir-palatum terjadi pada waktu yang relatif sama, mungkin keduanya dipengaruhi oleh faktor internal (genetik) dan eksternal (lingkungan) yang sama.

Bermula dari pemikiran di atas, dilakukan penelitian tentang hubungan bibir sumbing seorang anak dengan dermatoglifi orang tuanya. Sampel yang digunakan adalah dermatoglifi orang tua anak normal dan orang tua anak sumbing di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, yang terdiri dari 30 orang tua anak normal (15 ayah dan 15 ibu) dan 30 orang tua anak sumbing (15 ayah dan 15 ibu). Data dermatoglifi merupakan data sekunder dari Prof. Dr. dr. Retno M. Loekito, DAAK.

Dari hasil penelitian, ternyata terdapat perbedaan yang terletak pada :

1. Bentuk lukisan sidik jari : prosentase pola Whorl (W) lebih besar pada orang tua anak sumbing dan prosentase pola ulnar loop (UL) lebih besar pada orang tua anak normal.

2. Ridge Count : rata-rata ridge count pada ayah anak sumbing lebih besar dari ayah anak normal, sedangkan pada ibu tidak selalu demikian.

3. Analisa besar sudut a-t-d : sudut a-t-d pada ayah anak sumbing lebih tumpul daripada ayah anak normal.

3. JARINGAN SARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION

Backpropagation merupakan salah satu dari metode pelatihan pada jaringan saraf, dimana ciri dari metode ini adalah meminimalkan error pada output yang dihasilkan oleh jaringan.

Dalam metode Backpropagation biasanya digunakan jaringan multilayer. Sebagai contoh pada Gambar 4 digambarkan jaringan dengan sebuah hidden layer. Dalam jaringan, selain terdapat unit-unit input, unit-unit tersembunyi (hidden units) dan output, juga terdapat bias yang diberikan pada unit-unit tersembunyi dan output.

Gambar 5 Jaringan Saraf Backpropagation Dengan Satu Hidden Layer

Unit input akan dilambangkan dengan X, hidden unit dilambangkan dengan Z, dan unit output dilambangkan dengan Y. Sedangkan untuk bobot antara X dan Z dilambangkan dengan v

  Y1    Yk   Ym…. ….

 Z1  Zj Zp…. ….

 X1  Xi  Xn…. ….

   1 

   1 

W01 

W0k W0m

W11 W1k

W1m

Wj1

Wjk

Wjm 

Wp1 

WpkWpm 

V01 

V0j 

V0pV11

V1jV1p 

Vi1 

Vij 

Vip 

Vn1 

VnjVnp 

Page 5: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 5  

dan bobot antara Z dan Y dilambangkan dengan w. Untuk bias, biasanya dipakai indeks 0 seperti terlihat pada Gambar 4.

Prinsip kerja pelatihan Backpropagation dapat dijabarkan menjadi 3 langkah, yaitu :

1. Data dimasukkan ke input jaringan (feedforward)

a. Inisialisasi bobot dan bias. Baik bobot maupun bias dapat diset dengan sembarang angka (acak) dan biasanya angka disekitar 0 dan 1, atau –1(bias positif dan negatif).

b. Jika stopping condition masih belum terpenuhi jalankan step selanjutnya

c. Untuk setiap data training, lakukan step nomor 2 dan 3

d. Setiap unit input (Xi, i = 1, …,n) menerima sinyal input Xi dan menyebarkan sinyal tersebut pada seluruh unit dan pada hidden units. Perlu diketahui bahwa input Xi yang dipakai disini adalah input training data yang sudah diskalakan. Pertama, input yang mungkin dipakai dalam sistem dicari nilai terendah dan tertingginya. Kemudian, skala yang digunakan tergantung dari fungsi aktifasinya. Jika yang dipakai adalah fungsi sigmoid Biner yang mempunyai harga terendah 0 dan harga tertinggi 1, maka nilai input terendah juga dianggap 0 dan harga tertinggi dianggap 1. Nila-nilai diantaranya bervariasi antara 0 dan 1. Sedangkan bila yang digunakan adalah fungsi Sigmoid Bipolar, maka range nilainya juga bervariasi mulai –1 sampai dengan 1. (Penskalaan ini sama seperti pada Algoritma Delta Learning Rule)

e. Pada Setiap hidden units (Zj, j = 1, …, p), akan menjumlahkan sinyal-sinyal input yang sudah berbobot, termasuk biasnya,

dan memakai fungsi aktivasi yang telah ditentukan untuk menghitung sinyal output dari hidden unit yang bersangkutan. Zj = f(z_in j)

Lalu mengirim sinyal output ini ke seluruh unit pada unit output.

f. Setiap unit output (Yk, k=1,…,m), akan menjumlahkan sinyal-sinyal input yang sudah berbobot, termasuk biasnya,

Dan memakai fungsi aktivasi yang telah ditentukan untuk menghitung sinyal output dari unit output yang bersangkutan, Yk = f(y_in k),

Lalu mengirim sinyal output ini ke seluruh unit pada unit output.

2. Perhitungan dan propagasi balik dari error yang bersangkutan

a. Setiap unit output (Yk, k = 1,…,m) menerima suatu target pattern (desired output) yang sesuai dengan input training pattern untuk menghitung kesalahan (error) antara target dengan output yang dihasilkan jaringan, δk = (tk-yk) f’(y_in k)

Sebagaimana input training data, output training data tk juga telah diskalakan menurut fungsi aktivasi yang dipakai.

Faktor δk ini digunakan untuk menghitung koreksi error (ΔWjk) yang nantinya akan dipakai untuk memperbaharui Wjk, dimana : ΔWjk = α δk Zj

Selain itu juga dihitung koreksi bias ΔW0k yang nantinya akan dipakai untuk memperbaharui W0k, dimana : ΔW0k = α δk

Z_in j = V0j + ∑ Xi Vij i=1

n

Y_in k=W0k + ∑ Zj Wjk j=1

p

Page 6: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 6  

Faktor δk ini kemudian dikirimkan ke layer yang berada pada step berikutnya

b. Setiap hidden unit (Zj, j = 1,…,p) menjumlah input delta (yang dikirim dari step sebelumnya) yang sudah berbobot.

Kemudian hasilnya dikalikan dengan turunan dari fungsi aktivasi yang digunakan jaringan untuk menghasiklkan faktor koreksi error δj, dimana : δj = δ_in j f’(z_in j)

Faktor δj ini digunakan untuk menghitung koreksi error (ΔVij) yang nantinya akan dipakai untuk memperbaharui Vij, dimana : ΔVij = α δj Xi

Selain itu juga dihitung koreksi bias ΔV0j yang nantinya akan dipakai untuk memperbaharui V0j, dimana : ΔV0j = α δj

3. Pembaharuan (adjustment bobot dan bias)

a. Setiap unit output (Yk, k = 1,…,m) akan memperbaharui bias dan bobotnya dari setiap hidden unit (j = 0, … ,p), Wjk (baru) = Wjk (lama) + ΔWjk

Demikian pula untuk setiap hidden unit (Zj, j = 1,…,p) akan memperbaharui bias dan bobotnya dari setiap unit input (i = 0,…,n), Vij (baru) = Vij (lama) + ΔVij

Memeriksa Stopping Condition

Jika Stopping Condition telah terpenuhi, maka pelatihan jaringan saraf dapat dihentikan. Ada dua cara yang bisa dipakai untuk memeriksa Stopping Condition :

Pertama, dengan membatasi jumlah iterasi yang ingin dilakukan

Kedua, dengan membatasi error. Untuk metode Backpropagation dipakai metode mean Square Error untuk menghitung rata-rata error antara output yang dikehendaki pada training data dengan output yang dihasilkan dengan output yang dihasilkan oleh jaringan. Misalnya, jika error telah mencapai 0,01 (1%), pelatihan dihentikan.

Pada step nomor 1 (poin d sampai poin f), dimana inputnya diambil dari input training set jika ingin dihitung adalah training error dan atau input test set jika yang ingin dihitung adalah test set error. Langkah ini dilakukan untuk semua data training/test yang ada.

Kemudian dicari selisih antara target output (tk) dengan output jaringan (yk) dan diimplemantasikan pada persamaan Mean Square Error. Jika terdapat m training data, maka :

Mean Square Error = E = 0.5 * {(tk1 – yk1)2 + (tk2 – yk2)2 + … + (tkm – ykm)2 }

4. PENERAPAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI TERJADINYA BIBIR SUMBING BERDASARKAN POLA DERMATOGLIFI ORANG TUA

δ_in j= ∑ δk Wjk k=1 

Page 7: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 7  

Sebelum dipakai dalam pelatihan jaringan, dilakukan preprocessing terhadap data dermatoglifi, yang meliputi uji hipotesis dan pemodelan.

1.1. Uji Hipotesis

Data sampel dermatoglifi yang dipakai meliputi : Bentuk lukisan sidik jari pada kesepuluh jari tangan, Ridge Count pada kesepuluh jari tangan, Sudut a-t-d pada kedua telapak tangan.

Dengan demikian, terdapat 22 fitur untuk masing-masing individu. Jika fitur-fitur dari ayah dan ibu digabung, berarti terdapat 44 fitur untuk masing-masing orang tua. Jumlah fitur tersebut cukup banyak jika hendak dijadikan vektor input dalam pelatihan jaringan Backpropagation. Sehingga vektor-vektor input harus lebih dioptimalkan lagi. Caranya dengan menganalisa perbedaan dua kelompok data yang ada. Untuk itu akan dicari fitur-fitur mana saja yang memiliki perbedaan bermakna antara kelompok dermatoglifi orang tua anak normal dengan kelompok data dermatoglifi anak sumbing. Untukmencari perbedaan yang bermakna di antara dua kelompok data, digunakan uji hipotesis yang dipakai dalam statistik, yaitu chi-square untuk bentuk lukisan sidik jarinya, dan t-test untuk ridge count dan sudut a-t-d. Untuk bentuk lukisan sidik jari digunakan chi-square karena chi-square adalah uji hipotesis untuk data yang bersifat kualitatif, data biasanya berupa suatu distribusi frekuensi. Sedangkan untuk ridge count dan sudut a-t-d, data bersifat kuantitatif, sehingga dapat dicari mean dan standart deviasinya. Maka digunakanlah t-test sebagai uji hipotesis.

Dari hasil uji hipotesis, terdapat perbedaan bermakna pada 9 faktor, dengan perincian sebagai berikut :

1. Bentuk lukisan sidik jari, yaitu :

• Ayah, pada ibu jari kiri dan kanan serta jari tekunjuk kanan (3 jari)

• Ibu, pada ibu jari kiri (1 jari)

2. Ridge Count, yaitu :

• Ayah, pada ibu jari kanan dan jari telunjuk kanan (2 jari)

• Ibu, pada ibu jari kiri (1 jari)

3. Sudut a-t-d, yaitu :

• Ayah, baik pada tangan kiri maupun kanan (2 telapak tangan)

Dengan demikian, input yang akan dipakai untuk pelatihan jaringan Backpropagation dapat direduksi dari 44 input menjadi 9 input saja.

Vektor input pada jaringan Backpropagation harus berupa angka-angka, oleh sebab itu bentuk lukisan sidik jari yang berupa gambar harus diubah menjadi angka-angka yang representatif. Perwakilan angka untuk bentuk lukisan sidik jari direpresentasikan sebagai berikut : UL = -1, RL = -0.3, A = 0.3, W = 1. Range –1 sampai dengan 1 dibagi menjadi 3 bagian yang besarnya hampir sama, sehingga menghasilkan 4 titik pembatas. Kemudian dipilih angka-angka –1, -0.3, 0.3, dan 1, yang mana masing-masing mewakili satu jenis bentuk lukisan.

Untuk membuktikan bahwa angka-angka tersebut benar-benar representatif, dilakukan uji coba dengan pelatihan backpropagation sederhana sebanyak 10 iterasi, learning rate α = 0.5. Dengan arsitektur yang terdiri 9 input, 1 buah hidden layer, dan satu buah output, diharapkan dari input-input yang dimasukkan, sistem akan belajar sehingga bisa menentukan output yang benar.

Page 8: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 8  

1.2. Disain Sistem

Sebelum memulai pelatihan, terlebih dahulu ditentukan arsitektur dan parameter jaringan, serta menormalisasi input. Dalam uji hipotesis yang telah dilakukan, ada 9 perbedaan bermakna pada data dermatoglifi orang tua anak sumbing. Maka jaringan memiliki 9 neuron input. Sedangkan output yang diharapkan adalah prediksi orang tua tersebut menghasilkan anak normal atau anak sumbing, yang dilambangkan dengan satu output (jika nilai output lebih kecil dari 0, maka hasilnya adalah Sumbing, dan jika tidak, maka hasilnya adalah normal).

Sedangkan untuk parameter jaringan, dalam pelatihan akan dicoba dilakukan beberapa perubahan parameter untuk melihat parameter manakah yang dapat menghasilkan sistem jaringan yang terbaik. Parameter yang akan diubah adalah learning rate ( α ).

1.3. Hasil Pengujian dan Analisanya

Setelah melalui proses pelatihan, jaringan diujicobakan dengan menggunakan data-data yang telah disiapkan. Berikut adalah hasil pengujian jaringan selengkapnya.

1. α = 0.5

• Data yang menjadi input : Data Training dan dua puluh data baru

Keakuratan Program : 90%

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 25 iterasi

• Data yang menjadi input : Data Training dan sepuluh data baru

Keakuratan Program : 85%

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 24 iterasi

2. α = 0.1

• Data yang menjadi input : Data Training dan dua puluh data baru

Keakuratan Program : 90%

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 133 iterasi

• Data yang menjadi input : Data Training dan sepuluh data baru

Keakuratan Program : 85%

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 138 iterasi

3. α = 0.8

• Data yang menjadi input : Data Training dan dua puluh data baru

Keakuratan Program : 90%

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 11 iterasi

• Data yang menjadi input : Data Training dan sepuluh data baru

Keakuratan Program : 85%

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 10 iterasi

4. α = 1

• Data yang menjadi input : Data Training dan dua puluh data baru

Keakuratan Program : 90%

Page 9: 5 - Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Untuk Memprediksi Bibir Sumbing - Amikom14082009

Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007)    ISSN : 1978 – 9777 Yogyakarta, 24 November 2007  

D ‐ 9  

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 8 iterasi

• Data yang menjadi input : Data Training dan sepuluh data baru

Keakuratan Program : 85%

Jumlah Iterasi Sistem Jaringan : 7 iterasi

5. KESIMPULAN

Dari hasil pelatihan dan pengujian jaringan, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Jaringan saraf tiruan metode Backpropagation dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya bibir sumbing anak melalui dermatoglifi orang tuanya dengan keakuratan 90%.

2. Kesalahan prediksi dapat terjadi jika pola dermatoglifi yang menjadi input jaringan menyimpang dari pola untuk kategori yang seharusnya. Namun hal semacam ini sangat alamiah dalam dunia kedokteran yang tidak selalu eksak, dimana dapat terjadi penyimpangan gejala dan kondisi pada suatu penyakit atau kasus tertentu.

3. Perbedaan bermakna terletak pada : Bentuk lukisan sidik jari (Ayah-ibu jari kiri, Ayah-ibu jari kanan, Ayah-telunjuk kanan), Ridge Count (Ayah-ibu jari kanan, Ayah-telunjuk kanan, Ibu-ibu jari kiri), Sudut a-t-d (Ayah-telapak tangan kiri, Ayah-telapak tangan kanan)

6. DAFTAR PUSTAKA

Cummins, H. (1961). “Finger Prints, Palms and Soles : An Introduction to Dermatoglyrhic”. New York: Dover Publication Inc.

Iriane, Maria Vincentia. (2003). “Perbedaan Bentuk Lukisan Sidik Jari, Ridge Count, Palmar Pattern dan Sudut a-t-d Antara Orangtua Anak Sumbing Dengan Orangtua Anak Normal di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (tugas akhir)”.

Nazir, Moh. (1983). “Metode Penelitian”. Edisi ketiga. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Setiawan, Kuswara. (2003). “Paradigma Sistem Cerdas”. Edisi Pertama. Malang : Bayumedia Publishing,

Setyawan, Yustina. (2005). “Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan Metode Kohonen SOM Untuk Memprediksi Bibir Sumbing Di Daerah Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (tesis)”. Surabaya : STTS

Walpole, Ronald E. Myers, Raymond H. (1978). “Probability and Statistics for Engineers and Scientists”. 2 nd Ed. New York : Macmillan Publishing Co., Inc.

E x te rn a lb u s in e ss

e n v iro n m e n t

In te rn a lb u s in e ss

e n v iro n m e n t

Vi

M is

1

2

3