50 bab iii bentuk hubungan hukum para pihak dalam
TRANSCRIPT
50
BAB III
BENTUK HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIANBUY BACK GUARANTIE DALAM PRAKTEK PERBANKAN
A. Para Pihak Yang Terkait Dalam Perjanjian Buy Back Guarantie
Berbicara mengenai buy back guarantie (jaminan membeli kembali) yang
diberikan developer terhadap perumahan yang masih dalam tahap pembangunan,
maka terkait dengan 3 (tiga) pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu developer selaku
penjual unit perumahan, bank selaku kreditor Kredit Pemilikan Rumah (selanjutnya
disebut ”KPR”) dan pembeli perumahan atau konsumen/debitor KPR. Buy back
guarantie merupakan jaminan yang diperlukan bank dari developer karena adanya
fasilitas KPR yang diberikan bank kepada konsumen/debitor KPR untuk melunasi
pembelian perumahan. Mengapa diperlukan buy back guarantie karena kedudukan
bank yang ”tidak aman” akibat belum dapat mengikat hak jaminan kebendaan yang
ditunjuk oleh Undang-undang untuk itu, yaitu Hak Tanggungan atas unit rumah yang
dibiayai dengan fasilitas KPR. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedudukan bank
yang ”tidak aman” tersebut, bank menjalin kerja sama dengan developer untuk
memberikan buy back guarantie, dimana buy back guarantie tersebut akan diklaim
oleh bank apabila konsumen/debitor KPR wanprestasi kepada bank.65
B. Standar Baku Perjanjian Kerjasama Penjaminan Buy Back Guarantie
Buy back guarantie mempunyai ciri yang membedakan dengan bentuk
jaminan pada umumnya. Ciri khusus yang dapat ditemui dalam praktik pemberian
buy back guarantie oleh developer kepada bank adalah aspek hukum (materil) yang
65 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 06 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
51
terkandung di dalamnya dan bentuk/format (formil) perjanjian buy back guarantie
yang ditemui dalam praktik.
Perjanjian dari aspek namanya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan Perjanjian tidak bernama (innominaat).66
Perjanjian bernama/nominaat merupakan perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata
yaitu sebagaimana diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII, seperti jual beli,
tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam
pakai, pinjam peminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perjanjian untung
untungan dan perdamaian, ditambah titel VII A dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang tentang Persetujuan Persetujuan asuransi dan pengangkutan.67 Perjanjian
tidak bernama/innominaat merupakan perjanjian diluar pengaturan Buku III
KUHPerdata yang timbul, tumbuh dan berkembang di dalam praktik.
Timbulnya kontrak ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana
yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Tidak selalu dengan pasti
dapat dikatakan apakah suatu perjanjian itu merupakan perjanjian bernama atau tidak
bernama. Karena ada perjanjian yang mengandung berbagai unsur dari berbagai
persetujuan yang sulit dikualifikasikan sebagai perjanjian bernama atau tidak
bernama (perjanjian campuran). Hanya ada satu hal undang-undang memberikan
pemecahannya yaitu yang tersebut dalam Pasal 1601 c KUHPerdata.68
66 HS. Salim, Perkembangan Hukum Kontak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: SinarGrafika, 2003), hal.1.
67 R. Setiawan, Pokok Pokok Hukum Perdata, cet.6, (Bandung: Putra Abardin, 1999), hal.51.68 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
52
Buy back guarantie tidak terbentuk dalam satu perjanjian tersendiri. Buyback
guarantie timbul dalam rangka kerja sama penyaluran KPR oleh bank kepada
konsumen yang membeli rumah dari developer. Buy back guarantie terdapat dalam
perjanjian kerja sama yang dibuat oleh dan antara developer dan Bank. Unsur utama
dalam perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR adalah ketentuan mengenai
prosedur pemberian KPR oleh bank kepada konsumen dan ketentuan mengenai
jaminan (buy back guarantie). Kedua unsur tersebut diatur dan disesuaikan dengan
kesepakatan antara developer dan bank. Bila dilihat dari aspek namanya, perjanjian
tersebut dapat digolongkan dalam perjanjian tidak bernama karena perjanjian tersebut
tidak dapat dimasukkan dalam perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata yaitu
sebagaimana diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
Mengingat buy back guarantie adalah perjanjian penjaminan yang lahir dari
sistem terbuka hukum perjanjian yang dianut Buku III KUHPerdata, maka tidak ada
ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengaturnya, yang artinya kembali kepada
para pihak yang terlibat bebas untuk mengatur sesuai dengan kehendak mereka.
Lazim terjadi di dalam praktik, buy back guarantie ada di dalam Perjanjian Kerja
Sama Pembiayaan KPR (selanjutnya disebut “PKS”) antara bank dan developer.
Namun dalam praktek di PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan, buy back guarantie
ini dibuat dalam perjanjian terpisah dari PKS, perjanjian buy back guarantie ini
Universitas Sumatera Utara
53
dibuat secara mandiri terlepas dari perjanjian kredit kepemilikan rumah maupun
PKS.69
Apabila ditinjau dari segi hukum jaminan, penanggungan utang (borgtocht)
termasuk hak jaminan khusus yaitu hak yang memberikan kedudukan lebih tinggi
dari kreditor-kreditor lainnya70 dalam arti memberikan kepada kreditor kedudukan
lebih baik dari kreditor konkuren dalam hal penagihan.71 Kedudukan lebih tinggi
tersebut diperoleh berdasarkan perjanjian yang dibuat antara kreditor dan
penanggung.
Penanggungan merupakan hak jaminan khusus yang bersifat perorangan yang
artinya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan (badan hukum) tertentu
terhadap harta kekayaan penanggung seumumnya.72 Tujuan dan isi dari
penanggungan itu ialah memberikan jaminan untuk dipenuhinya perutangan dalam
perjanjian pokok. Adanya penanggungan itu dikaitkan dengan perjanjian pokok,
mengabdi pada perjanjian pokok. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian
penanggungan itu bersifat accesoir.73
Kesan bahwa buy back guarantie merupakan penanggungan utang dapat
terlihat dari pernyataan buy back guarantie developer di dalam PKS dituangkan
dengan redaksional sebagai berikut:
69 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal tanggal 10 Januari 2014
70 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002),hal. 3.
71 Ibid., hal.9.72 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty), hal.47.73 Ibid., hal.81.
Universitas Sumatera Utara
54
”Selama Sertipikat Hak Atas Satuan Rumah Susun belum dipecah, Akta JualBeli antara Developer dengan Pembeli belum ditandatangani dan AktaPemberian Hak Tanggungan belum ditandatangani serta asli atau copy legalisirSurat Izin Mendirikan Bangunan belum diserahkan kepada Bank olehDeveloper, maka Pihak Pertama (developer) dengan ini bertanggung jawabsepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin atas pembayaran seluruh jumlahuang yang terhutang oleh Pembeli kepada bank baik merupakan hutang pokok,bunga provisi, bunga denda dan/atau biaya-biaya lainnya berdasarkan fasilitasKPR yang diterima pembeli dari bank.”
”Selama Akta Jual Beli dan APHT atas unit satuan rumah susun belumditandatangani oleh pembeli, Pihak Pertama (developer) dengan ini wajibbertanggung jawab sepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin ataspembayaran seluruh jumlah uang yang terutang oleh Debitor kepada PihakKedua (bank) baik merupakan utang pokok, bunga, provisi, bunga dendadan/atau biaya-biaya lainnya berdasarkan fasilitas KPR yang diterimanya, baikdalam mata uang Rupiah ataupun ditentukan sendiri oleh Pihak Kedua (bank).”
Kemudian, terdapat pula penggunaan ketentuan-ketentuan penanggungan,
terutama yang mengesampingkan hak-hak utama atau hak-hak istimewa penjamin
sebagai berikut: ”Jaminan ini diberikan oleh developer kepada bank dengan
melepaskan hak hak utama, hak hak istimewa serta exceptie-exceptie yang oleh
Undang undang diberikan kepada seorang penjamin yaitu antara lain yang termaksud
dalam pasal 1430, 1830, 1831, 1833, 1837, 1847, 1848 dan 1849 KUHPerdata.”
Padahal apabila dibandingkan dengan jaminan pada umumnya, buy back
guarantie memiliki ciri kekhususan antara lain sebagai berikut:
1. Buy back guarantie oleh developer tidak hanya untuk kepentingan debitor saja
tetapi juga untuk kepentingan developer sendiri karena developer mempunyai
kepentingan pula pada pencairan kredit bank kepada debitor karena dana tersebut
Universitas Sumatera Utara
55
akan digunakan sebagai pelunasan harga rumah yang dibeli oleh debitor dari
developer sehingga dana tersebut akan masuk ke dalam rekening developer.
2. Buy back guarantie oleh developer merupakan jaminan sementara, karena
pernyataan buy back guarantie ini hanya berlaku mengikat developer selama
sertipikat hak atas satuan rumah susun belum dipecah dan akta jual beli antara
developer dengan pembeli belum ditandatangani dan akta pemberian hak
tanggungan belum ditandatangani.
3. Bentuk pernyataan buy back guarantie oleh developer tertuang dalam bentuk
perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR dan tidak dibuat dalam bentuk
perjanjian penjaminan tersendiri.
4. Perjanjian kerjasama antara developer dan bank yang memuat pernyataan buy
back guarantie bukan merupakan pengikatan jaminan sebagai perjanjian
accessoir74 karena perjanjian tersebut bersifat mandiri dan berdiri sendiri bahkan
dapat terjadi sebelum perjanjian kredit yang dijamin oleh buy back guarantie.
Menurut pertimbangan developer, buy back guarantie tidak selalu harus
diberikan oleh developer kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas KPR. Hal ini
dengan pertimbangan bahwa buy back guarantie merupakan suatu penjaminan atas
pembelian kembali unit rumah yang dibeli oleh konsumen, yang di dalam praktiknya
(karena adanya hubungan hukum utang-piutang antara bank dan debitor KPR, bentuk
pengembangannya dijabarkan sebagai jaminan atas pelunasan KPR yang diberikan
74 Suatu perjanjian accessoir adalah mengikuti perjanjian pokoknya, Suharnoko dan EndahHartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005),hal.15.
Universitas Sumatera Utara
56
oleh bank kepada debitor. Apabila terjadi klaim, pembayaran kepada bank dianggap
oleh developer sebagai pembelian kembali unit rumah milik konsumen dan oleh bank
dianggap sebagai pelunasan utang debitor KPR. Sehingga dengan adanya buy back
guarantie bank memperoleh kepastian atas pelunasan KPR.
C. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Klausula Buy Back Guarantie PadaPT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan
Klausula-klausula perjanjian buy back guarantie yang dibuat antara developer
dengan PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Medan secara garis besar merupakan suatu
pernyataan jaminan dari pihak developer/penjual untuk membeli kembali objek
perjanjian berupa tanah dan bangunan apabila pihak pembeli/debitor wanprestasi,
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penjamin berjanji dan menyatakan sanggup baik baik sekarang maupun nanti
pada waktunya untuk membeli tanah dan bangunan dari pembeli dan/atau bank
dengan harga yang wajar sesuai dengan harga pasar yang berlaku pada saat itu
yaitu dalam hal bank mengambil/menarik Akta Pemberian Hak Tanggungan
sebagai akibat debitor lalai/ wanprestasi terhadap hutangnya pada bank, satu sama
lain dengan ketentuan bahwa sisa kredit pemilikan rumah (KPR) ditambah 3
(tiga) bulan tunggakan biaya, dalam hal kejadian demikian bank wajib
memberitahukan kepada penjamin atas tunggakan dan/atau kewajiban
pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR), sampai dengan bulan pertama, bulan
kedua dan bulan ketiga apabila sampai bula ketiga debitor belum juga membayar
Universitas Sumatera Utara
57
cicilan kredit pemilikan rumah (KPR) ditambah lagi dengan bunga dan biaya-
biaya lainnya atas keterlambatan pembayaran tersebut.
2. Dalam hal pengalihan atas tanah dan bangunan tersebut dari debitor kepada
penjamin termasuk biaya-biaya yang berkaitan dengan pengalihan hak tersebut
merupakan tanggung jawab pihak penjamin sepenuhnya dan bank dilepaskan dari
segala beban dan/atau ganti rugi serta tuntutan berupa apapun atas pengalihan hak
tersebut.
3. Apabila menurut pertimbangan bank ternyata debitor/penjamin tidak memenuhi
salah satu atau lebih syarat-syarat yang tercantum dalam akta perjanjian kredit
dengan memakai jaminan dan pengakuan hutang tersebut, maka bank diberi kuasa
oleh debitor/penjamin untuk menjual/mengalihkan dan/atau dengan cara apapun
tanah dan bangunan kepada pihak manapun yang dikehendaki oleh pihak bank
dengan harga dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank termasuk untuk
menerima uang hasil penjualan atau pengalihan tanah dan bangunan tersebut.
4. Dalam hal bank melaksanakan hak-hak untuk menarik tanah dan bangunan
tersebut dari debitor, penjamin bersedia membantu bank sampai bank
mendapat/menguasai tanah dan bangunan bila dipandang perlu dapat meminta
bantuan dari pihak kepolisian dalam hal ini segala biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan penagihan dan tindakan lain yang diperlukan tersebut
ditanggung/dibayar oleh debitor.
5. Selanjutnya jika bank dan/atau debitor telah menjual tanah dan bangunan tersebut
kepada penjamin, maka uang hasil penjualan akan digunakan untuk membayar
Universitas Sumatera Utara
58
hutang debitor kepada bank, baik hutang pokok, bunga, maupun biaya-biaya
lainnya.
6. Dalam pemberian jaminan ini debitor dengan ini melepaskan untuk keperluan
bank semua hak-hak istimewanya dan oleh undang-undang diberikan kepada
penjamin antara lain hak-hak penjamin yang diatur dalam pasal-pasal 143, 1831,
1838, 1843, 1848, 1848, 1849, dan 1850 dari Kitab Udang-undang Hukum
Perdata Indonesia.
7. Jaminan ini berlaku terus menerus dan berlangsung sampai hutang debitor kepada
bank telah dibayar lunas.
8. Jaminan ini tidak dapat dicabut atau dibatalkan oleh penjamin tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari bank dan bank berwenang untuk mengubah menambah dan
memperbaharui perjanjian kredit dengan memakai jaminan dan pengakuan
hutang. Selanjutnya untuk mengikat diri sebagai penjamin untuk membeli
kembali (buy back guarantie) penjamin juga berjanji dan mengikat diri bertindak
sebagai avalist (penanggung hutang) dalam hal debitor ternyata menunggak
anggsuran kreditnya tersebut, maka bank harus memberitahukan kemacetan
kreditnya tersebut secara tertulis kepada penjamin mengenai hal itu dan
berdasarkan pemberitahuan tersebut, maka penjamin melakukan penagihan
dan/atau tindakan-tindakan lain yang diperlukan dan jika setelah pemberitahuan
tersebut Penjamin belum juga berhasil melakukan penagihan, maka Bank berhak
mendebet rekening Penjamin yang ada di bank sesuai dengan daftar tunggakan.
9. Apabila setelah dilakukan pendebetan rekening Penjamin oleh Bank ternyata
Debitor membayar tunggakannya tersebut, maka Bank wajib memindahkan
kembali ke rekening Penjamin.
Universitas Sumatera Utara
59
Dari klausul-kalusul perjanjian buy back guarantie yang biasa dilakukan
dalam praktek perjanjian kredit kepemilikan rumah di PT. Bank Bukopin Tbk Cabang
Medan tampak bahwa perjanjian buy back guarantie tersebut berlangsung terus
sampai dengan kredit kepemilikan rumah dilunasi debitor. Tidak seperti perjanjian
buy back guarantie yang lazim dipraktekkan di perbankan selama ini, bahwa
perjanjian buy back guarantie biasanya berlaku sampai dengan dapat
dilaksanakannya pengikatan terhadap obyek jaminan kredit yang bersangkutan.
Sebagaimana tujuan dibuatnya perjanjian buy back guarantie sebagai
perlindungan bagi pihak bank karena kedudukannya yang ”tidak aman” akibat belum
dapat mengikat hak jaminan kebendaan yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk itu,
yaitu Hak Tanggungan atas unit rumah yang dibiayai dengan fasilitas KPR. Oleh
karena itu, untuk mengatasi kedudukan bank yang ”tidak aman” tersebut, bank
menjalin kerja sama dengan developer untuk memberikan buy back guarantie,
dimana buy back guarantie tersebut akan diklaim oleh bank apabila
konsumen/debitor KPR wanprestasi kepada bank dalam waktu sebelum dilakukannya
pengikatan obyek jaminan tersebut.75
D. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Pemenuhan Kewajiban PenjaminanBuy Back Guarantie
Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan isi kontrak yang telah
disepakatinya, namun banyak persoalan yang muncul dalam praktiknya.76 Selain
adanya perbedaan penafsiran atas suatu ketentuan tertentu, persoalan timbul pula dari
75 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
76 HS. Salim, Op.Cit., hal.2.
Universitas Sumatera Utara
60
adanya perkembangan atau variasi dalam pelaksanaan perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya.
Pemberian buyback guarantie oleh developer kepada bank merupakan
kemudahan yang diberikan oleh developer kepada konsumen yang hendak
mendapatkan dana dari bank. Tidak sedikit kemudahan ini dimanfaatkan oleh
konsumen menyimpang dari tujuan developer dan bank.
Beberapa bentuk variasi yang ditemui dalam praktik pemberian fasilitas KPR
adalah sebagai berikut:
1. Fasilitas kredit yang diberikan oleh bank kepada konsumen bukan dalam bentuk
KPR.
Beberapa kasus ditemukan dalam praktik dimana konsumen mengajukan fasilitas
kredit bank berupa Kredit Modal Kerja/KMK atau Kredit Investasi atau jenis
kredit lainnya dengan jaminan unit rumah yang dibelinya dari developer. Namun
oleh karena pengikatan jaminan tersebut belum dapat dilaksanakan, kemudian
bank meminta developer memberikan buyback guarantie.
2. Fasilitas kredit yang diberikan oleh bank kepada konsumen KPR tidak murni.
Pemberian fasilitas KPR oleh bank kepada konsumen tidak berarti dana tersebut
digunakan untuk pelunasan harga rumah. Perkembangan fasilitas KPR yang
ditawarkan oleh bank dalam menjawab kebutuhan konsumen jasa perbankan,
telah menimbulkan beberapa variasi jenis KPR diantaranya KPR refinancing
(pembiayaan kembali), KPR renovasi atau KPR penambahan/pengembangan
bangunan. Dana pencairan fasilitas kredit tersebut seluruhnya atau sebagian tidak
Universitas Sumatera Utara
61
digunakan untuk pelunasan harga rumah kepada developer. Hal ini dapat terjadi
dimana harga pembelian unit properti sudah dilunasi lebih dulu oleh konsumen
sendiri, namun kemudian konsumen mengajukan kredit KPR.
Selain itu ada pula terjadi konsumen adalah pembeli kedua yang membeli unit
rumah dari pembeli pertama dimana pembeli pertama telah melunasi harga pembelian
rumah kepada developer. Dalam hal ini konsumen kedua benar mendapat fasilitas
KPR dan pencairan dana KPR-nya untuk melunasi harga unit rumah, akan tetapi dana
tersebut untuk dibayarkan kepada konsumen pertama dan bukan untuk kepentingan
developer. Variasi-variasi pemberian KPR ini biasa didefinisikan sebagai KPR tidak
murni.
Menanggapi variasi tersebut di atas dan dengan berpedoman pada perjanjian
kerja sama pemberian fasilitas KPR antara bank dan developer, maka sudah
sepatutnya developer menolak atau tidak memberikan buy back guarantie terhadap
fasilitas kredit yang tidak memenuhi syarat sebagaimana digariskan dalam pemberian
buy back guarantie. Namun penolakan tersebut menimbulkan masalah hukum,
mengingat pemberian buy back guarantie berdasarkan PKS berlaku secara umum dan
tidak menegaskan syarat pemberian buy back guarantie77 sehingga bagaimana
membedakan konsumen yang mendapat buy back guarantie dari developer dan mana
konsumen yang tidak mendapat buy back guarantie dari developer.
77 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
62
Setiap pengajuan permohonan fasilitas KPR, bank akan meminta dukungan
dari developer berupa surat-surat atau dokumen yang diperlukan termasuk tetapi tidak
terbatas pada PPJB antara konsumen dan developer. Termasuk di antara surat-surat
atau dokumen tersebut adalah surat pernyataan dari developer yang menyatakan
bahwa unit perumahan masih dalam tahap pembangunan.78
Developer mempunyai kesempatan untuk menilai apakah fasilitas KPR yang
akan diterima oleh konsumen adalah termasuk yang akan diberikan jaminan buy back
guarantie atau tidak. Khusus bagi konsumen yang tidak masuk dalam kriteria yang
memenuhi syarat pemberian jaminan buy back guarantie, developer dapat
mencantumkan dalam surat pernyataan yang isinya menegaskan bahwa konsumen
yang bersangkutan dikecualikan dalam jaminan buy back guarantie. Dengan adanya
pernyataan penegasan tersebut maka developer membebaskan diri dari kewajiban
sebagai penjamin atas KPR yang akan diberikan bank kepada konsumen yang
bersangkutan.
Hubungan antara Bank dan konsumen yang melakukan pembelian unit rumah
dengan fasilitas KPR dari Bank diatur dalam perjanjian kredit dan/atau perjanjian
pengakuan hutang dengan jaminan dan/atau perjanjian jaminan. Sudah menjadi
ketentuan baku/standar79 dalam perjanjian pemberian kredit oleh bank berisi
ketentuan bahwa Bila debitor tidak menepati janjinya/wanprestasi, maka hutang
78 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
79 Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang Bagi ParaPihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta:Institut Bankir Indonesia), hal.13.,perjanjian baku adalah perjanjian yang hamper seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan olehpemakainya.
Universitas Sumatera Utara
63
menjadi jatuh waktu sehingga hutang wajib dibayar sekaligus lunas oleh debitor
kepada Bank. Oleh karenanya kemudian bank dapat melakukan hak-haknya yang
diatur dalam perjanjian tersebut.
Namun dalam pemberian fasilitas KPR tersebut, bank juga telah membuat dan
menandatangani PKS dengan developer dimana diatur bahwa developer bertanggung
jawab sepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin atas pembayaran seluruh
jumlah uang yang terutang oleh konsumen/debitor kepada bank bila konsumen/
debitor telah melalaikan kewajiban kepada bank salah satu diantaranya kewajiban
untuk membayar angsuran fasilitas KPR sebanyak 3 (tiga) kali angsuran berturut-
turut.80
Suatu persoalan dalam Hukum Perjanjian ialah apakah jika si berutang
(debitor) tidak menepati janjinya, si berpiutang (kreditor) dapat mewujudkan sendiri
prestasi yang dijanjikan itu.81 Dalam pemberian fasilitas KPR, bila konsumen/debitor
lalai/wanprestasi, bank mempunyai 2 pilihan untuk memulihkan/mengembalikan
haknya yaitu:
1. melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan debitor
atau;
2. melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan developer.
Bank akan menghadapi beberapa formalitas dalam melaksanakan alternatif
pertama. Bank harus melakukan eksekusi lelang terhadap barang jaminan yang
80 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
81 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet.12, (Jakarta: Intermasa, 1990), hal.71.
Universitas Sumatera Utara
64
diberikan oleh debitor. Dalam pelaksanaan tersebut tidak hanya membutuhkan tenaga
tetapi juga biaya yang tidak sedikit dan waktu yang tidak singkat. Lain halnya bila
bank memilih untuk melaksankan alternatif kedua. Begitu debitor lalai/wanprestasi,
Bank cukup membuat surat pemberitahuan mengenai kelalaian debitor dan dapat
segera memperoleh jaminan atas pelunasan seluruh hutang debitor dari developer
dengan waktu yang lebih singkat, dan biaya serta tenaga yang tidak berlebihan.
Berdasarkan PKS, developer tidak dapat menolak untuk melakukan
pembayaran atas seluruh hutang debitor dari bank yang menjadi konsumennya.
Namun untuk melaksanakan kewajiban buy back guarantie tersebut, harus memenuhi
syarat-syarat yang telah diatur dalam PKS, yaitu:82
1. pemberian fasilitas kredit sesuai dengan syarat diberikannya buy back guarantie
oleh developer, yaitu fasilitas KPR murni yang pencairan dananya hanya untuk
pelunasan harga rumah kepada developer;
2. masa buy back guarantie masih berlaku, yaitu selama sertipikat hak atas sarusun
(rumah) belum dipecah, Akta Jual Beli antara developer dengan konsumen belum
ditandatangani dan Akta Pemberian Hak Tanggungan belum ditandatangani;
3. konsumen/debitor telah melalaikan kewajibannya selama 3(tiga) bulan atau 3
(tiga) kali angsuran berturut-turut.
Pembayaran seluruh hutang debitor/konsumen oleh developer kepada bank
menimbulkan subrogasi atau pergantian hak-hak si berpiutang (bank) oleh seorang
82 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
65
ketiga (developer) yang membayar kepada si berpiutang (bank) tersebut.83 Setelah
utang itu dibayar, developer muncul sebagai seorang kreditor/berpiutang baru yang
menggantikan kedudukan bank. Jadi, utang konsumen/debitor kepada bank hapus
karena pembayaran oleh developer,84 tetapi pada detik itu juga terbit atau hidup lagi
dengan developer sebagai pengganti dari bank.
Dari pengaturan subrogasi dalam KUHPerdata,85 dapat disimpulkan bahwa
subrogasi yang terjadi dalam hubungan antara bank-debitor/konsumen-developer
adalah subrogasi berdasarkan perjanjian yang inisiatifnya datang dari kreditor/bank.
Pembayaran hutang debitor/konsumen dilakukan oleh developer setelah bank
meminta pelaksanaan buy back guarantie kepada developer berdasarkan PKS.
Pelaksanaan buy back guarantie yang menimbulkan subrogasi dituangkan akta
subrogasi yang dibuat dan ditandatangani oleh bank dan developer.
Akta subrogasi tersebut berisi pernyataan pembayaran dan penerimaan
pembayaran jumlah hutang debitor/konsumen oleh developer kepada bank. Dengan
diterimanya pelunasan hutang tersebut, bank menyatakan tidak mempunyai tagihan
apapun lagi terhadap debitor berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat antara bank
dan debitor. Selanjutnya bersamaan dengan pembayaran tersebut bank dengan tegas
mensubrogir developer serta menempatkan developer dalam semua hak, hak
83 Subekti, Op.Cit., hal.67.84 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 201485 J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie dan Pencampuran Hutang, (Bandung:
Alumni, 1999), hal.61.
Universitas Sumatera Utara
66
gugatnya, hak utama dan hak-hak lainnya yang ada pada dan yang dapat dilakukan
oleh bank terhadap debitor berdasarkan perjanjian kredit.
Bersamaan dengan pelunasan tersebut, bank menyerahkan seluruh surat-surat
dan/atau akta-akta yang berkenaan dengan perjanjian kredit antara bank dan debitor.
Subrogasi memang harus dinyatakan dengan tegas karena subrogasi berbeda dengan
pembebasan utang.86 Tujuan developer melakukan pembayaran kepada bank adalah
untuk menggantikan kedudukan bank dan bukan untuk membebaskan konsumen/
debitor dari kewajiban membayar angsuran/cicilan harga rumah (hutang) kepada
kreditor. Selanjutnya developer sebagai kreditor baru berhak melakukan penagihan
utang tersebut terhadap debitor dan jika debitor wanprestasi, maka developer
mempunyai hak untuk melakukan eksekusi atas benda-benda debitor yang dibebani
dengan jaminan.
Dari sudut pandang posisi bank, pembayaran atau pelunasan hutang
debitor/konsumen oleh developer telah menghapuskan hubungan hukum antara bank
dengan debitor/konsumen. Bersamaan itu pula untuk sebagian telah mengurangi
kewajiban buyback guarantie developer kepada bank. Sehingga untuk lingkup
debitor/konsumen yang telah lalai/wanprestasi, bank telah keluar dari hubungan
hokum yang sebelumnya bersifat segitiga (bank-debitor/konsumen-developer).
Kedudukan bank berdasarkan perjanjian kredit (dengan debitor) telah disubrogasikan
kepada developer.
86 Suharnoko dan Endah Hartati, Op.Cit., hal.9.
Universitas Sumatera Utara
67
Kedudukan bank berdasarkan perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR
dengan jaminan (dengan developer) khusus untuk debitor/konsumen yang telah
lalai/wanprestasi tersebut telah dilaksanakan oleh developer. Sehingga tidak ada lagi
kepentingan hukum dari bank terhadap debitor/konsumen dan developer. Dengan
demikian hubungan yang bersifat segitiga tersebut telah hapus/putus dan menyisakan
hubungan hukum antara debitor/konsumen dan developer saja.
Dari sudut pandang posisi developer, setelah adanya subrogasi, hubungan
hukum antara developer dan konsumen menjadi 2 (dua) macam yaitu:
1. hubungan hukum yang timbul berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB); dan
2. hubungan hukum yang timbul berdasarkan akta subrogasi yang dibuat dan
ditandatangani oleh bank dan developer.
Kedua hubungan hukum tersebut mempunyai akibat hukum yang berbeda
dalam pelaksanaannya. Dalam hubungan hukum yang timbul berdasarkan PPJB, bila
konsumen wanprestasi maka developer berhak membatalkan PPJB secara sepihak dan
berlaku sanksi pembatalan dalam PPJB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 5
PPJB yang berbunyi:
“Apabila pembayaran dilakukan melalui bank dengan fasilitas kredit (KPR) dankemudian hari Pihak Kedua wanprestasi dan/atau lalai dalam melaksanakankewajibannya terhadap bank yang berakibat timbulnya kewajiban bagi PihakPertama untuk melakukan pembayaran sisa hutang Pihak Kedua kepada bank,maka Pihak Pertama berhak membatalkan Perjanjian ini secara sepihak danberlaku sanksi pembatalan, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 Syarat-Syarat dan Ketentuan-Ketentuan Perjanjian.”
Universitas Sumatera Utara
68
Sedangkan dalam hubungan hukum yang timbul berdasarkan akta subrogasi,
bila konsumen wanprestasi maka developer berhak untuk melakukan eksekusi atas
benda-benda debitor yang dibebani dengan jaminan. Ketentuan eksekusi atas benda-
benda debitor tercantum dalam Pasal 3 Akta Subrogasi yang berbunyi:
“Atas dasar dan bersamaan dengan pembayaran jumlah uang tersebut, Bankdengan tegas mensubrogir Developer serta menempatkan Developer dalamsemua hak, hak gugatannya, hak utama dan hak-hak lainnya yang ada pada danyang dapat dilakukan oleh Bank terhadap Debitor berdasarkan Perjanjian Kredit,di antaranya hak-hak untuk menagih dan menerima semua jumlah hutangDebitor kepada Bank termasuk hak untuk mengadakan eksekusi (PenjualanBangunan) apabila Debitor telah melalaikan kewajibannya berdasarkanPerjanjian Kredit. Developer menerangkan dengan ini menerima subrogasitersebut.”
Pelaksanaan pembatalan PPJB lebih sederhana dari pada pelaksanaan
eksekusi berdasarkan subrogasi. Dalam PPJB diatur bahwa mengenai pembatalan
perjanjian akibat adanya wanprestasi konsumen, kedua belah pihak setuju untuk
melepaskan (mengesampingkan) ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1266 dan
Pasal 1267 KUHPerdata. Akibat hukumnya jika terjadi wanprestasi, maka perjanjian
tersebut tidak perlu dimintakan pembatalan kepada hakim tetapi dengan sendirinya
sudah batal demi hukum. Dalam hal ini wanprestasi merupakan syarat batal.87
Sedangkan pelaksanaan eksekusi berdasarkan akta subrogasi yang mengacu
pada hak-hak yang timbul dari perjanjian kredit antara bank dan debitor memerlukan
banyak formalitas yang harus dilaksanakan. Hal tersebut membutuhkan tenaga dan
waktu yang tidak sebentar serta biaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya sama halnya
dengan pertimbangan bank di atas, developer lebih memilih menggunakan hak-
87 Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
69
haknya yang timbul dalam PPJB daripada hak-haknya yang timbul berdasarkan akta
subrogasi.
Meskipun konsumen telah wanprestasi namun tidak berarti konsumen tidak
berhak mendapat perlindungan hukum. Konsumen tidak mengetahui adanya
Perjanjian Kerja Sama pemberian fasilitas KPR dengan jaminan yang dibuat oleh
bank dan developer. Konsumen hanya mengetahui bahwa dirinya menandatangani
PPJB dengan developer dan atas fasilitas yang diterimanya dari bank, konsumen
menandatangani perjanjian dengan bank, yaitu perjanjian kredit dan/atau pengakuan
hutang dengan jaminan dan/atau perjanjian jaminan. Dengan demikian, bila terjadi
wanprestasi maka konsumen juga mempunyai 2 akibat hukum yang berbeda yaitu:
1. akibat hukum berdasarkan PPJB; dan
2. akibat hukum berdasarkan perjanjian kredit.
Dalam PPJB diatur bahwa bila terjadi wanprestasi oleh konsumen maka
developer berhak untuk membatalkan PPJB dan berlaku sanksi pembatalan
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) PPJB. Berkaitan dengan pembatalan
tersebut, kedua belah pihak setuju untuk melepaskan (mengesampingkan) ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata. Sedangkan dalam
perjanjian kredit, wanprestasi oleh konsumen akan mengakibatkan seluruh hutangnya
menjadi jatuh waktu sehinga wajib dibayar sekaligus lunas. Bank berhak untuk
melakukan eksekusi jaminan yang diberikan oleh debitor untuk pelunasannya.
Suatu prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan adalah kreditor tidak dapat
meminta suatu janji agar memiliki benda yang dijaminkan bagi pelunasan utang
Universitas Sumatera Utara
70
debitor kepada kreditor.88 Rasio dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya
ketidakadilan yang dapat terjadi jika kreditor memiliki benda jaminan yang nilainya
lebih besar dari jumlah utang debitor kepada kreditor. Karena itu benda jaminan
tersebut harus dijual dan kreditor berhak mengambil uang hasil penjualan tersebut
sebagai pelunasan utangnya.
Apabila masih ada kelebihan, maka sisa hasil penjualan tersebut harus
dikembalikan kepada debitor. Adanya prinsip inilah yang dihindari bank dan
developer sebagaimana telah diuraikan di atas. Namun prinsip ini memberikan
(sedikit) perlindungan bagi debitor/konsumen.89 Karena meskipun belum tentu ada
sisa hasil penjualan dari benda jaminan yang menjadi haknya dengan prinsip ini
debitor memberi jaminan bahwa yang dibayar oleh debitor adalah sebesar jumlah
hutangnya atau dengan kata lain debitor tidak akan membayar lebih dari jumlah
hutangnya. Kendala debitor dalam mendapatkan haknya dengan meminta bank
melakukan eksekusi atas benda jaminan adalah benda jaminan atas pencairan dana
KPR adalah rumah yang secara hukum hak kepemilikannya belum berpindah dari
developer. Pemberian rumah sebagai benda jaminan KPR kepada bank hanya
berdasarkan PPJB. Oleh karenanya debitor tidak dapat atau sangat sulit untuk
meminta haknya berdasarkan perjanjian kredit (eksekusi benda jaminan) baik hal itu
dilaksanakan oleh bank apalagi dilakukan oleh developer berdasarkan akta subrogasi.
88 Ibid., hal.2389 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
71
BAB IV
REALISASI JAMINAN BUY BACK GUARANTIE OLEH DEVELOPERKEPADA BANK APABILA TERJADI WANPRESTASI DEBITOR KPR
A. Kredit Macet Pada Bank Bukopin Tbk Cabang Medan
Pada prinsipnya setiap bank dalam melakukan pemberian fasilitas pinjaman/
kredit (lending) kepada debitor tidak menghendaki terjadinya suatu pinjaman menjadi
bermasalah atau macet, oleh karena hal tersebut sangat mempengaruhi tingkat
kesehatan bank jika suatu bank memiliki non performing loan (NPL) yang tinggi.
Dalam melakukan kegiatan usahanya, perbankan senantiasa berusaha untuk
mencegah terjadinya NPL atau memperkecil risiko dengan berpedoman pada prinsip
prudential banking, dengan cara melakukan analisa dan penilaian tingkat kelayakan
(established) seorang debitor dalam mengelola dan mengembalikan pinjaman secara
tepat waktu, termasuk kelayakan jaminan/ agunan.
Menurut Hermansyah, bahwa untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di
kemudian hari, selain berpedoman pada formula 5C penilaian suatu bank untuk
memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan juga dengan
berpedoman kepada formula 4P. Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut:90
a. Personality,
Dalam hal ini, pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian
si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam
90 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal.62.
Universitas Sumatera Utara
72
berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk
menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.
b. Purpose
Selain mengenal kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga
harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of
business kredit bank yang bersangkutan.
c. Prospect
Dalam hal ini, bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam
tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit, misalnya apakah
usaha yang akan dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek di kemudian
hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
d. Payment
Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas
mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam
jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.
Sedangkan formula 5C, dapat diuraikan sebagai berikut :91
a. Character
Bahwa calon nasabah debitor mempunyai watak, moral, dan sifat-sifat pribadi
yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitor untuk memenuhi dan
91 Ibid., hal.63-64
Universitas Sumatera Utara
73
menjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat
hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha-usaha yang sejenis.
b. Capacity
Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitor untuk
mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospek masa depan, sehingga
usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang
menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka
waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian
terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari
beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai
tingkat solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta tingkat risikonya. Pada
umumnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannnya di
dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitor, serta
kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan
pesaing lainnya.
c. Capital
Dalam hal ini, bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap
modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata
didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada
Universitas Sumatera Utara
74
bagaimana disribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala
sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.
d. Collateral
Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang
merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas
wanprestasinya nasabah debitor dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet.
Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit, baik utang pokok maupun
bunganya.
e. Condition of Economy
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan
kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk
memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi
tersebut.
1. Pengertian Kredit Macet
Kredit bermasalah seringkali dipersamakan dengan kredit macet, padahal
keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Kredit bermasalah adalah kredit dengan
kolektibilitas macet ditambah dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas
diragukan yang mempunyai potensi untuk menjadi macet.92
Selanjutnya mengenai kriteria kolektibilitas kredit lancar apabila kredit tidak
terdapat tunggakan, baik angsuran pokok maupun bunga, atau terdapat tunggakan
92 H.R. Daeng Naja, Op.cit., hal.329.
Universitas Sumatera Utara
75
angsuran pokok ataupun tunggakan bunga tetapi belum melampaui 1 bulan bagi
kredit yang masa angsurannya 1 bulan, atau belum melampaui 3 bulan bagi kredit
yang masa angsurannya 2 bulan sampai 3 bulan, atau belum melampaui 6 bulan bagi
kredit yang masa angsurannya 4 bulanan atau lebih.93
Kriteria kolektibilitas kredit kurang lancar apabila terdapat tunggakan
angsuran pokok yang melampaui 1 bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi kredit
dengan masa angsuran kurang dari 1 bulan, atau melampaui 3 bulan dan belum
melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 2 bulanan atau 3 bulanan, atau
melampaui 6 bulan dan belum melampaui 12 bulan bagi kredit yang masa
angsurannya 6 bulanan atau lebih, terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 bulan
bagi kredit yang masa angsurannya kurang dari 1 bulan, atau melampaui 3 bulan dan
belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya lebih dari 1 bulan.94
Kriteria kolektibilitas kredit diragukan apabila kredit tidak tidak memenuhi
kriteria kredit lancar dan kurang lancar, yang berdasarkan penilaian dapat
disimpulkan bahwa kredit masih bisa diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-
kurangnya 75 % dari utang peminjam termasuk bunganya, atau kredit tidak dapat
diselamatkan, tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100 % dari utang
peminjam.95
Sedangkan kriteria kolektibilitas kredit macet, apabila tidak memenuhi
kriteria kredit lancar, kurang lancar, dan diragukan, atau memenuhi kriteria diragukan
93 Ibid., hal.304.94 Ibid., hal.304-305.95 Ibid., hal.305.
Universitas Sumatera Utara
76
tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan sebagai kredit diragukan
belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit.96
Ekonomi suatu negara seharusnya merupakan suatu paduan yang efisien dan
saling mendukung diantara kegiatan-kegiatan sektor riil. Saat ini dapat dikatakan
bahwa penyediaan berbagai jasa keuangan (perbankan) merupakan sektor yang
strictly well regulated. Hal ini terjadi karena perbankan menyangkut kepentingan
jumlah orang banyak. Situasi di Indonesia adalah suatu hal yang cukup memberi
gambaran bahwa perbankan merupakan sektor yang sangat diatur. Meskipun
perbankan merupakan sektor yang strictly well regulated, tetapi kredit macet masih
dapat terjadi diantaranya disebabkan karena :97
a. Kesalahan appraisal;
b. Membiayai proyek dari pemilik/ terafiliasi;
c. Membiayai proyek yang direkomendasi oleh kekuatan tertentu;
d. Dampak makro ekonomi/ unforecasted variable;
e. Kenakalan nasabah.
Sedangkan Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat
timbul selain karena sebab-sebab dari pihak kreditor, sebagian besar kredit
bermasalah timbul karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitor, antara lain :98
96 Ibid.97 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), hal.121.98 Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank, (Jakarta: Damar Mulia Pustaka,
2007), hal.171-172.
Universitas Sumatera Utara
77
a. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya
kondisi ekonomi umum dan/ atau bidang usaha dimana mereka beroperasi.
b. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena
kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.
c. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,
atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga
debitor.
d. Kegagalan debitor pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain.
e. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius.
f. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitor, misalnya perang dan bencana
alam.
g. Watak buruk debitor (yang dari semula memang telah merencanakan untuk tidak
akan mengembalikan kredit).
Sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini
disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses,
yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang
menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh
sebelum kasus itu sendiri timbul di permukaan. Bilamana gejala tersebut dapat
dideteksi dengan tepat dan ditangani secara professional sedini mungkin, ada harapan
kredit yang bersangkutan dapat dicegah. Sebaliknya bilamana api yang membara
dalam sekam itu tidak dideteksi atau dibiarkan saja, transaksi kredit akan berakhir
Universitas Sumatera Utara
78
dengan bencana, terutama bagi pihak kreditor. Gejala-gejala yang muncul sebagai
tanda akan terjadinya kredit bermasalah adalah :99
a. Penyimpangan dari berbagai ketentuan dalam perjanjian kredit;
b. Penurunan kondisi keuangan perusahaan;
c. Frekuensi pergantian pimpinan dan tenaga inti;
d. Penyajian bahan masukan secara tidak benar;
e. Menurunnya sikap kooperatif debitor;
f. Penurunan nilai jaminan yang disediakan;
g. Problem keuangan atau pribadi.
2. Penyelesaian Kredit Macet
Dalam praktek perbankan di PT. Bank Bukopin Tbk, terhadap debitor yang
dipandang masih mempunyai prospek usaha dan itikad baik dalam menyelesaikan
kewajibannya, penyelamatan kredit dapat dilakukan dengan cara :100
a. Rescheduling (penjadwalan kembali);
Adalah upaya penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan syarat-
syarat kredit berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali atau jangka waktu
pelunasan termasuk jumlah setoran pelunasan dan/atau pembayaran bunga kredit.
Dasar pertimbangan bagi pihak PT. Bank Bukopin Tbk melakukan
rescheduling adalah masih adanya keyakinan dari pihak PT. Bank Bukopin Tbk
99 Ibid., hal.173.100 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 03 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
79
bahwa debitor hanya mengalami kesulitan likuiditas sementara, debitor masih
kooperatif serta masih beritikad baik dan masih memiliki prospek usaha.
Bentuk rescheduling yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada
debitor adalah perpanjangan jangka waktu pelunasan hutang. Rescheduling ini
dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor selama jangka waktu 12 (dua
belas) bulan. Apabila rescheduling ini belum memberikan hasil, maka PT. Bank
Bukopin Tbk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu reconditioning.
b. Reconditioning (persyaratan kembali)
Adalah tindakan penyelamatan kredit dengan cara melakukan perubahan atas
sebagian atau seluruh syarat yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran
angsuran dan/atau jangka waktu kredit saja, namun perubahan tersebut tanpa
memberikan tambahan kredit atau perubahan maksimum saldo kredit.
Tindakan reconditioning ini diberikan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada
debitor yang dianggap masih mempunyai itikad baik untuk melunasi kewajibannya.
Tindakan ini dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk karena debitor mengalami
kekurangan modal kerja dan jaminan yang dikuasai PT. Bank Bukopin Tbk cukup
untuk mengcover utang kreditnya. Pada saat pelaksanaan reconditioning ini,
kolektibilitas kredit menjadi diragukan dan mengarah pada kolektibilitas macet. Oleh
karena itu bentuk reconditioning yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada
debitor adalah memberikan keringanan tunggakan bunga kepada debitor dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
80
yang menurut pertimbangan dan perhitungan pihak PT. Bank Bukopin Tbk
merupakan yang paling menguntungkan baginya.
Reconditioning ini dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor
selama jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Rescheduling dan Reconditioning atas
suatu kredit merupakan tindakan yang dilakukan PT. Bank Bukopin Tbk dalam upaya
memperbaiki posisi kredit dan keadaan keuangan debitor yang menuju ke arah macet
dengan jalan mendudukkan kembali kredit tersebut dengan persyaratan-persyaratan
baru yang lebih disesuaikan dengan kondisi debitor tanpa mengurangi keamanan
posisi PT. Bank Bukopin Tbk. Tujuan yang ingin dicapai dengan pelaksanaan
rescheduling dan reconditioning ini adalah :
1) Memperbaiki keadaan kredit debitor yang menuju ke arah macet sehingga aktifkembali dan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya, tanpa harus mengeksekusiobyek jaminan untuk penyelesaian kreditnya.
2) Perbaikan pinjaman, yang berarti mencari upaya yang dapat menyehatkankeuangan debitor sehingga memungkinkan terdapatnya sumber-sumber baru bagipengembalian kredit disamping memberikan kesempatan kepada debitor untukkembali berusaha secara aktif.
3) Membina debitor dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan kedua belah pihak.4) Apabila reconditioning ini belum memberikan hasil juga, maka PT. Bank
Bukopin Tbk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu restructuring.
c. Restructuring (penataan kembali);
Adalah tindakan penyelamatan dengan melakukan perubahan persyaratan-
persyaratan perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit atau melakukan
perubahan atas sebagian atau seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru.
Ketentuan Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia No: 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian
Kualitas Aktiva menyebutkan bahwa restrukturisasi kredit merupakan upaya
Universitas Sumatera Utara
81
perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang
mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain
melalui:
a. penurunan suku bunga;
b. perpanjangan jangka waktu kredit;
c. pengurangan tunggakan bunga kredit;
d. pengurangan tunggakan pokok kredit;
e. penambahan fasilitas kredit;
f. konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara
Ketentuan dalam Pasal 51 Peraturan Bank Indonesia No: 7/2/PBI/2005
Tentang Penilaian Kualitas Aktiva menyatakan bahwa restrukturisasi kredit hanya
dapat dilakukan terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit;
b. debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban
setelah kredit direstrukturisasi.
Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia No: 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian
Kualitas Aktiva menjelaskan bahwa bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit
dengan tujuan hanya untuk menghindari:
a. penurunan penggolongan kualitas kredit;
b. peningkatan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA);
c. penghentian pengakuan pendapatan bunga secara aktual.
Universitas Sumatera Utara
82
Dasar pertimbangan bagi pihak PT. Bank Bukopin Tbk melakukan
restructuring adalah masih adanya keyakinan dari pihak PT. Bank Bukopin Tbk
bahwa debitor masih mempunyai itikad baik, prospek usaha debitor masih bisa
berjalan baik, debitor mengalami kesulitan keuangan dan beban bunga yang diberikan
terlalu berat.
Bentuk restructuring yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada
debitor adalah perubahan tingkat suku bunga dan perhitungannya. Faktor-faktor yang
mendukung untuk dapat dilaksanakannya restructuring adalah dalam hal usaha
debitor masih baik, sarana produksi masih baik, pengelolaan usaha ada pada tingkat
professional dan hal ini merupakan faktor penentu debitor bahwa dapat meningkatkan
kemampuan debitor untuk membayar kembali kredit yang diterimanya.
Tindakan restructuring ditempuh karena pembiayaan terhadap obyek kredit
melebihi kemampuan debitor (over financing) dan obyek jaminan hak tanggungan
yang dikuasai PT. Bank Bukopin Tbk masih dapat mengcover hal tersebut.
Restructuring ini dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk kepada debitor selama
jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk
tersebut dilakukan pihak bank pada kredit-kredit konsumtif dan kredit modal kerja,
sedang terhadap kredit kepemilikan rumah (KPR) di mana pihak bank telah
melakukan kerjasama dengan pihak developer dalam bentuk buy back guarantie,
maka apabila terjadi kredit macet, pihak bank akan merealisasikan jaminan buy back
Universitas Sumatera Utara
83
guarantie dari developer. Realisasi buy back guarantie tersebut dilaksanakan apabila
debitor tidak beritikad baik menyelesaian kewajiban utangnya dan kredit tersebut
sudah tidak dapat diselamatkan.101
B. Realisasi Jaminan Buy Back Guarantie Dengan Adanya Wanprestasi DebitorKredit Pemilikan Rumah
Sebagaimana layaknya keberadaan suatu perjanjian penjaminan, yang
seharusnya memberikan kontribusi dan implikasi bagi bank/kreditor bagi
penyelesaian kredit bermasalah atau macet, maka dalam pemberian fasilitas KPR,
jika debitor wanprestasi, maka bank/kreditor mempunyai 2 (dua) alternatif pilihan
untuk menyelesaikan dan mengembalikan haknya, yaitu:
1. Melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan debitor,
yaitu perjanjian kredit (KPR), atau:
2. Melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan developer,
yaitu perjanjian kerja sama yang di ikuti dengan perjanjian buy back guarantie.
Pada alternatif pertama, bank akan menghadapi beberapa formalitas dalam
melaksanakan haknya berdasarkan perjanjian kredit yaitu bank harus melakukan
permohonan lelang terhadap barang jaminan yang diberikan oleh debitor. Di dalam
Pasal 6 UUHT diatur bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
101 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
84
tersebut. Pelelangan umum akan dilakukan setelah adanya permohonan oleh
bank/kreditor kepada KP2LN, yang tentu saja dengan prosedur ini akan
membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang besar.
Pelaksanaan hak-hak bank/kreditor berdasarkan Pasal 6 UUHT tersebut di
atas, sejalan dengan ketentuan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata yang mengatur
bahwa: Namun, kreditor hipotik pertama, pada waktu penyerahan hipotek boleh
mempersyaratkan dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana
mestinya, atau bila bunga yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa
secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya
dilunasi, baik jumlah utang pokoknya maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu
harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan tersebut harus
diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam Pasal 1211 KUHPerdata.
Sedangkan pada alternatif kedua, ketika debitor wanprestasi maka bank akan
membuat surat pemberitahuan mengenai kelalaian debitor dan dapat segera
memperoleh jaminan atas pelunasan seluruh utang debitor dari developer dalam
waktu sesegera mungkin. Surat pemberitahuan tersebut berisi permintaan kepada
developer untuk melaksanakan akta buy back guarantie, sesuai dengan waktu yang
ditentukan di dalam akta.
Untuk memudahkan pelaksanaan buy back oleh developer,102 bahwa
meskipun di dalam perjanjian kredit telah dicantumkan klausula tentang penyelesaian
102 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
85
utang debitor melalui instrumen buy back guarantie namun debitor harus tetap
dibuatkan pernyataan bahwa apabila debitor macet maka ia setuju untuk diambil alih
oleh developer dan dilakukan perhitungan-perhitungan. Notaris harus membantu
dalam melaksanakan buy back guarantie. Pada saat pengalihan harus memberi
penjelasan dan menyarankan untuk menyelesaikan perhitungan-perhitungan tersebut
sebelum barang/benda jaminan itu beralih kepada pihak ketiga. Selain pernyataan
juga ada kuasa untuk menjual kepada bank untuk menjual objek jaminan tersebut
baik dengan buy back guarantie maupun dengan instrumen lain.
Menurut Ariadin Nadjamuddin, menurut peneliti beberapa hal yang harus
diperhatikan untuk efektifitas pelaksanaan akta buy back guarantie agar dapat
berimplikasi pada penyelesaian kredit bermasalah atau macet, yakni:103
1. Masa berlakunya akta buy back guarantie; Masa berlaku sebaiknya hanya bila
kewajiban developer belum selesai seperti: bangunan belum selesai, sertifikat
belum selesai/belum terbit, sertifikat belum dipecahkan, sertifikat belum di
pasang hak tanggungan, belum dialihkan/dibuat AJB ke atas nama debitor.
Namun bila kewajiban telah selesai maka akta buy back guarantie otomatis harus
berakhir.
2. Penyempurnaan klausula akta; dimana pada bagian akhir akta harus disebutkan
bahwa debitor dalam hal ini turut menyetujui atas pemberian dan
penandatanganan akta buy back guarantie dan turut pula menandatangani akta
tersebut (namun dalam hal ini debitor tidak sebagai pihak di dalam akta).
103 Ariadin Nadjamuddin, Op.cit., hal.426-427
Universitas Sumatera Utara
86
3. Harus ada pernyataan tidak keberatan dari debitor, dan akan menyerahkan secara
sukarela berikut akan menandatangani akte pengalihan untuk dan atas nama
developer atau pihak ketiga apabila debitor wanprestasi, maka debitor
menyatakan tidak keberatan jika bank/kreditor akan menjual kembali ba-
rang/benda jaminan debitor.
4. Pelaksanaan buy back guarantie oleh developer dilakukan dengan cara
mengambil alih utang debitor (mengangsur setiap bulan), membeli kembali
barang/benda jaminan dan melunasi utang debitor, membeli kembali barang/
benda jaminan kemudian menjual lagi kepada user yang baru, atau mencari pihak
ketiga (user baru) selaku pembeli sehingga utang debitor lunas dan kemudian
dibuat lagi perjanjian kredit yang baru.
5. Harus ada dana yang ditahan (retensi) oleh bank pada escrow account (rekening
penampungan) atas nama developer sebagai jaminan pelaksanaan buy back
guarantie jika developer melakukan wanprestasi.
6. Penyempurnaan klausula perjanjian kredit tentang syarat wanprestasi dan sanksi
apabila debitor wanprestasi, serta tindakan-tindakan bank dalam melakukan
penyelesaian kredit bermasalah atau macet, termasuk dengan menggunakan
instrumen akta buy back guarantie.
7. Pencantuman klausula buy back guarantie dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) untuk penyelesaian utang debitor. Sehingga, baik perjanjian kredit
Universitas Sumatera Utara
87
maupun PPJB mempunyai kaitan satu sama lain untuk memperkuat kedudukan
dan keberadaan akta buy back guarantie.
Hubungan antara Bank dan konsumen yang melakukan pembelian unit rumah
dengan fasilitas KPR dari Bank diatur dalam perjanjian kredit dan/atau perjanjian
pengakuan hutang dengan jaminan dan/atau perjanjian jaminan. Sudah menjadi
ketentuan baku/standar104 dalam perjanjian pemberian kredit oleh bank berisi
ketentuan bahwa bila debitor tidak menepati janjinya/wanprestasi, maka hutang
menjadi jatuh waktu sehingga hutang wajib dibayar sekaligus lunas oleh debitor
kepada Bank. Oleh karenanya kemudian bank dapat melakukan hak-haknya yang
diatur dalam perjanjian tersebut.
Namun dalam pemberian fasilitas KPR tersebut, bank juga telah membuat dan
menandatangani PKS dengan developer dimana diatur bahwa developer bertanggung
jawab sepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin atas pembayaran seluruh
jumlah uang yang terutang oleh konsumen/debitor kepada bank bila
konsumen/debitor telah melalaikan kewajiban kepada bank salah satu diantaranya
kewajiban untuk membayar angsuran fasilitas KPR sebanyak 3 (tiga) kali angsuran
berturut-turut.105
104 Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang Bagi ParaPihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta:Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.13,perjanjian baku adalah perjanjian yang hamper seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan olehpemakainya.
105 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
88
Suatu persoalan dalam Hukum Perjanjian ialah apakah jika si berutang
(debitor) tidak menepati janjinya, si berpiutang (kreditor) dapat mewujudkan sendiri
prestasi yang dijanjikan itu.106 Dalam pemberian fasilitas KPR, bila
konsumen/debitor lalai/wanprestasi, bank mempunyai 2 pilihan untuk memulihkan/
mengembalikan haknya yaitu:107
1. melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan debitor
atau;
2. melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan developer.
Bank akan menghadapi beberapa formalitas dalam melaksanakan alternatif
pertama. Bank harus melakukan eksekusi lelang terhadap barang jaminan yang
diberikan oleh debitor. Dalam pelaksanaan tersebut tidak hanya membutuhkan tenaga
tetapi juga biaya yang tidak sedikit dan waktu yang tidak singkat. Lain halnya bila
bank memilih untuk melaksankan alternatif kedua. Begitu debitor lalai/wanprestasi,
Bank cukup membuat surat pemberitahuan mengenai kelalaian debitor dan dapat
segera memperoleh jaminan atas pelunasan seluruh hutang debitor dari developer
dengan waktu yang lebih singkat, dan biaya serta tenaga yang tidak berlebihan.108
Berdasarkan PKS, developer tidak dapat menolak untuk melakukan
pembayaran atas seluruh hutang debitor dari bank yang menjadi konsumennya.
Namun untuk melaksanakan kewajiban buy back guarantie tersebut, harus memenuhi
106 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet.12, (Jakarta: Intermasa, 1990), hal.71.107 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 17 Januari 2014108 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk
Cabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
89
syarat-syarat yang telah diatur dalam PKS, yaitu:109
1. Pemberian fasilitas kredit sesuai dengan syarat diberikannya buy back guarantieoleh developer, yaitu fasilitas KPR murni yang pencairan dananya hanya untukpelunasan harga rumah kepada developer;
2. Masa buy back guarantie masih berlaku, yaitu selama sertipikat hak atas sarusun(rumah) belum dipecah, Akta Jual Beli antara developer dengan konsumen belumditandatangani dan Akta Pemberian Hak Tanggungan belum ditandatangani, ataukredit kepemilikan rumah belum selesai/dilunasi debitor;
3. Konsumen/debitor telah melalaikan kewajibannya selama 3(tiga) bulan atau 3(tiga) kali angsuran berturut-turut.
Pembayaran seluruh hutang debitor/konsumen oleh developer kepada bank
menimbulkan subrogasi atau pergantian hak-hak si berpiutang (bank) oleh seorang
ketiga (developer) yang membayar kepada si berpiutang (bank) tersebut.110 Setelah
utang itu dibayar, developer muncul sebagai seorang kreditor/berpiutang baru yang
menggantikan kedudukan bank. Jadi, utang konsumen/debitor kepada bank hapus
karena pembayaran oleh developer,111 tetapi pada detik itu juga terbit atau hidup lagi
dengan developer sebagai pengganti dari bank.
Dari pengaturan subrogasi dalam KUHPerdata,112 dapat disimpulkan bahwa
subrogasi yang terjadi dalam hubungan antara bank-debitor/konsumen-developer
adalah subrogasi berdasarkan perjanjian yang inisiatifnya datang dari kreditor/bank.
109 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
110 Subekti, Op.cit., hal.67.111 Salah satu dari sepuluh cara hapusnya suatu perikatan berdasarkan Pasal 1381
KUHPerdata adalah pembayaran112 Berdasarkan KUHPerdata Pasal 1400, 1401 dan 1402, dapat disimpulkan bahwa subrogasi
ada dua macam yaitu subrogasi berdasarkan perjanjian dan berdasarkan undang-undang. Selanjutnyasubrogasi
berdasarkan perjanjian dibedakan lagi antara yang inisiatifnya dari kreditor dan yang datangdari debitur. J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie dan Pencampuran Hutang, (Bandung:Alumni, 1999), hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
90
Pembayaran hutang debitor/konsumen dilakukan oleh developer setelah bank
meminta pelaksanaan buy back guarantie kepada developer berdasarkan PKS.
Pelaksanaan buy back guarantie yang menimbulkan subrogasi dituangkan akta
subrogasi yang dibuat dan ditandatangani oleh bank dan developer.
Akta subrogasi tersebut berisi pernyataan pembayaran dan penerimaan
pembayaran jumlah hutang debitor/konsumen oleh developer kepada bank. Dengan
diterimanya pelunasan hutang tersebut, bank menyatakan tidak mempunyai tagihan
apapun lagi terhadap debitor berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat antara bank
dan debitor. Selanjutnya bersamaan dengan pembayaran tersebut bank dengan tegas
mensubrogir developer serta menempatkan developer dalam semua hak, hak
gugatnya, hak utama dan hak-hak lainnya yang ada pada dan yang dapat dilakukan
oleh bank terhadap debitor berdasarkan perjanjian kredit.
Bersamaan dengan pelunasan tersebut, bank menyerahkan seluruh surat-surat
dan/atau akta-akta yang berkenaan dengan perjanjian kredit antara bank dan debitor.
Subrogasi memang harus dinyatakan dengan tegas karena subrogasi berbeda dengan
pembebasan utang.113 Tujuan developer melakukan pembayaran kepada bank adalah
untuk menggantikan kedudukan bank dan bukan untuk membebaskan
konsumen/debitor dari kewajiban membayar angsuran/cicilan harga rumah (hutang)
kepada kreditor. Selanjutnya developer sebagai kreditor baru berhak melakukan
penagihan utang tersebut terhadap debitor dan jika debitor wanprestasi, maka
113 Suharnoko dan Endah Hartati. Doktrin Subrogasi, Novasi Dan Cessie (Dalam KitabUndang-Undang Hukum Perdata, Nieuw Nederlands Burgelijk Wetboek, Code Civil Perancis danCommon Law), (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), hal.9.
Universitas Sumatera Utara
91
developer mempunyai hak untuk melakukan eksekusi atas benda-benda debitor yang
dibebani dengan jaminan.
Dari sudut pandang posisi bank, pembayaran atau pelunasan hutang
debitor/konsumen oleh developer telah menghapuskan hubungan hukum antara bank
dengan debitor/konsumen. Bersamaan itu pula untuk sebagian telah mengurangi
kewajiban buy back guarantie developer kepada bank. Sehingga untuk lingkup
debitor/konsumen yang telah lalai/wanprestasi, bank telah keluar dari hubungan
hukum yang sebelumnya bersifat segitiga (bank-debitor/konsumen-developer).
Kedudukan bank berdasarkan perjanjian kredit (dengan debitor) telah
disubrogir kepada developer. Kedudukan bank berdasarkan perjanjian kerja sama
pemberian fasilitas KPR dengan jaminan (dengan developer) khusus untuk
debitor/konsumen yang telah lalai/wanprestasi tersebut telah dilaksanakan oleh
developer. Sehingga tidak ada lagi kepentingan hukum dari bank terhadap
debitor/konsumen dan developer. Dengan demikian hubungan yang bersifat segitiga
tersebut telah hapus/putus dan menyisakan hubungan hukum antara
debitor/konsumen dan developer saja.
Dari sudut pandang posisi developer, setelah adanya subrogasi, hubungan
hukum antara developer dan konsumen menjadi 2 (dua) macam yaitu:
1. hubungan hukum yang timbul berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB); dan
Universitas Sumatera Utara
92
2. hubungan hukum yang timbul berdasarkan akta subrogasi yang dibuat dan
ditandatangani oleh bank dan developer.
Kedua hubungan hukum tersebut mempunyai akibat hukum yang berbeda
dalam pelaksanaannya. Dalam hubungan hukum yang timbul berdasarkan PPJB, bila
konsumen wanprestasi maka developer berhak membatalkan PPJB secara sepihak
dan berlaku sanksi pembatalan dalam PPJB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 5
PPJB yang berbunyi:
“Apabila pembayaran dilakukan melalui bank dengan fasilitas kredit (KPR) dankemudian hari Pihak Kedua wanprestasi dan/atau lalai dalam melaksanakankewajibannya terhadap bank yang berakibat timbulnya kewajiban bagi PihakPertama untuk melakukan pembayaran sisa hutang Pihak Kedua kepada bank,maka Pihak Pertama berhak membatalkan Perjanjian ini secara sepihak danberlaku sanksi pembatalan, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 Syarat-Syarat dan Ketentuan-Ketentuan Perjanjian.”
Sedangkan dalam hubungan hukum yang timbul berdasarkan akta subrogasi,
bila konsumen wanprestasi maka developer berhak untuk melakukan eksekusi atas
benda-benda debitor yang dibebani dengan jaminan. Ketentuan eksekusi atas benda-
benda debitor tercantum dalam Pasal 3 Akta Subrogasi yang berbunyi:
“Atas dasar dan bersamaan dengan pembayaran jumlah uang tersebut, Bankdengan tegas mensubrogir Developer serta menempatkan Developer dalamsemua hak, hak gugatannya, hak utama dan hak-hak lainnya yang ada pada danyang dapat dilakukan oleh Bank terhadap Debitur berdasarkan Perjanjian Kredit,di antaranya hak-hak untuk menagih dan menerima semua jumlah hutangDebitur kepada Bank termasuk hak untuk mengadakan eksekusi (PenjualanBangunan) apabila Debitur telah melalaikan kewajibannya berdasarkanPerjanjian Kredit. Developer menerangkan dengan ini menerima subrogasitersebut.”
Universitas Sumatera Utara
93
Pelaksanaan pembatalan PPJB lebih sederhana dari pada pelaksanaan
eksekusi berdasarkan subrogasi. Dalam PPJB diatur bahwa mengenai pembatalan
perjanjian akibat adanya wanprestasi konsumen, kedua belah pihak setuju untuk
melepaskan (mengesampingkan) ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1266
KUHPerdata dan Pasal 1267 KUHPerdata. Akibat hukumnya jika terjadi wanprestasi,
maka perjanjian tersebut tidak perlu dimintakan pembatalan kepada hakim tetapi
dengan sendirinya sudah batal demi hukum. Dalam hal ini wanprestasi merupakan
syarat batal.114
Sedangkan pelaksanaan eksekusi berdasarkan akta subrogasi yang mengacu
pada hak-hak yang timbul dari perjanjian kredit antara bank dan debitor memerlukan
banyak formalitas yang harus dilaksanakan. Hal tersebut membutuhkan tenaga dan
waktu yang tidak sebentar serta biaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya sama halnya
dengan pertimbangan bank di atas, developer lebih memilih menggunakan hak-
haknya yang timbul dalam PPJB daripada hak-haknya yang timbul berdasarkan akta
subrogasi.
Mengenai perlindungan bagi konsumen, meskipun konsumen telah
wanprestasi namun tidak berarti konsumen tidak berhak mendapat perlindungan
hukum. Konsumen tidak mengetahui adanya Perjanjian Kerja Sama pemberian
fasilitas KPR dengan jaminan yang dibuat oleh bank dan developer. Konsumen hanya
mengetahui bahwa dirinya menandatangani PPJB dengan developer dan atas fasilitas
yang diterimanya dari bank, konsumen menandatangani perjanjian dengan bank,
114 Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana, 2004), hal.61.
Universitas Sumatera Utara
94
yaitu perjanjian kredit dan/atau pengakuan hutang dengan jaminan dan/atau
perjanjian jaminan. Dengan demikian, bila terjadi wanprestasi maka konsumen juga
mempunyai 2 (dua) akibat hukum yang berbeda yaitu:115
1. akibat hukum berdasarkan PPJB; dan
2. akibat hukum berdasarkan perjanjian kredit.
Dalam PPJB diatur bahwa bila terjadi wanprestasi oleh konsumen maka
developer berhak untuk membatalkan PPJB dan berlaku sanksi pembatalan
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 PPJB. Berkaitan dengan pembatalan
tersebut, kedua belah pihak setuju untuk melepaskan (mengesampingkan) ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 1266 KUHPerdata dan Pasal 1267 KUHPerdata.
Sedangkan dalam perjanjian kredit, wanprestasi oleh konsumen akan mengakibatkan
seluruh hutangnya menjadi jatuh waktu sehinga wajib dibayar sekaligus lunas. Bank
berhak untuk melakukan eksekusi jaminan yang diberikan oleh debitor untuk
pelunasannya.
Suatu prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan adalah kreditor tidak dapat
meminta suatu janji agar memiliki benda yang dijaminkan bagi pelunasan utang
debitor kepada kreditor.116 Rasio dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya
ketidakadilan yang dapat terjadi jika kreditor memiliki benda jaminan yang nilainya
lebih besar dari jumlah utang debitor kepada kreditor. Karena itu benda jaminan
115 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
116 Suharnoko, Op.cit., hal.23.
Universitas Sumatera Utara
95
tersebut harus dijual dan kreditor berhak mengambil uang hasil penjualan tersebut
sebagai pelunasan utangnya.
Apabila masih ada kelebihan, maka sisa hasil penjualan tersebut harus
dikembalikan kepada debitor. Adanya prinsip inilah yang dihindari bank dan
developer sebagaimana telah diuraikan di atas. Namun prinsip ini memberikan
(sedikit) perlindungan bagi debitor/konsumen. Karena meskipun belum tentu ada sisa
hasil penjualan dari benda jaminan yang menjadi haknya dengan prinsip ini debitor
memberi jaminan bahwa yang dibayar oleh debitor adalah sebesar jumlah hutangnya
atau dengan kata lain debitor tidak akan membayar lebih dari jumlah hutangnya.
Kendala debitor dalam mendapatkan haknya dengan meminta bank
melakukan eksekusi atas benda jaminan adalah benda jaminan atas pencairan dana
KPR adalah rumah yang secara hukum hak kepemilikannya belum berpindah dari
developer. Pemberian rumah sebagai benda jaminan KPR kepada bank hanya
berdasarkan PPJB. Oleh karenanya debitor tidak dapat atau sangat sulit untuk
meminta haknya berdasarkan perjanjian kredit (eksekusi benda jaminan) baik hal itu
dilaksanakan oleh bank apalagi dilakukan oleh developer berdasarkan akta subrogasi.
Masalah lainnya adalah penentuan siapa yang berkewajiban membayarkan
pajak atas adanya peralihan hak tersebut, biasanya dalam praktek perbankan,
perhitungan pajak penghasilan atas peralihan hak dan bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan telah diperhitungkan oleh pihak bank dan/atau Notaris pada saat awal
terjadinya transaksi peralihan hak atas tanah dan pembebanan jaminan atas tanah,
Universitas Sumatera Utara
96
sehingga biasanya pihak bank telah memblokir jumlah pencairan kreditnya sebagian
untuk keperluan pembayaran pajak tersebut. Dengan adanya realisasi jaminan buy
back guarantie, apabila ketika kredit KPR tersebut mengalami kemacetan belum
dilakukan pengalihan haknya, pembayaran pajak yang diblokir oleh pihak bank dapat
dikembalikan pada debitor, namun apabila ternyata telah dilakukan pengalihan hak
atas tanahnya, beban pembayaran pajaknya beralih pada developer dan calon debitor
baru.117
C. Tanggung Jawab Hukum Dalam Perjanjian Buy Back Guarantie
Dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa, “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”, hal ini berarti bahwa semua perjanjian yang dibuat menurut hukum
atau secara sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, adalah mengikat
sebagai undang-undang terhadap para pihak.118 Menurut ahli-ahli Hukum Perdata,
debitor yang tidak memenuhi kewajibannya dihukum untuk membayar ganti rugi,
biaya dan bunga kepada kreditor.119
Setiap debitor mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditor,
dalam bahasa asing kewajiban itu disebut Schuld. Di samping itu, seorang debitor
juga memiliki kewajiban lain yaitu guna pelunasan utang, debitor kewajiban untuk
117 Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin TbkCabang Medan, tanggal 17 Januari 2014
118 Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Dalam RangkaMenyambut Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 82
119 Ibid., hal. 13
Universitas Sumatera Utara
97
membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor, apabila
debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utang kepada kreditor.120
Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain. Kreditor
memiliki suatu hak hukum untuk menuntut bahwa debitor harus membayar sejumlah
uang, jika debitor diwajibkan secara hukum atau memiliki kewajiban hukum untuk
membayar sejumlah uang. Sebagaimana dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip
oleh Jimly Asshiddiqie bahwa :
“Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkinhanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untukmelakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebasmelakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secarahukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasanhukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum sayaselalu merupakan kewajiban hukum orang lain.”121
Perjanjian buy back guarantie yang dimaksud adalah suatu perjanjian yang
mewajibkan kepada penjamin (perorangan atau badan hukum) untuk membeli
kembali objek/benda jaminan yang sebelumnya telah diperjanjikan dalam perjanjian
pengikatan jaminan antara debitor dan kreditor, jika dikemudian hari debitor
melakukan cidera janji untuk melakukan pembayaran angsuran atau pelunasan utang
pada waktu yang telah ditentukan, maka penjamin wajib membeli kembali jaminan
tersebut dari kreditor, dengan tanpa syarat apapun juga.
Jika dilihat dari bentuk dan isinya, akta buy back guarantie ini menyerupai
bentuk perjanjian penanggungan (personal guarantee atau coorporate guarantee),
120 Ibid., hal. 8121 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
98
yang di dalam Pasal 1820 KUHPerdata dikenal sebagai borghtocht, hanya saja subjek
hukum dari buy back guarantee berbeda dengan borghtocht. Oleh karena di dalam
borghtocht yang menjadi penjamin adalah pihak ketiga (personal guarantee dan atau
corporate guarantee) yang awalnya tidak mempunyai hubungan hukum dengan
debitor, sedangkan pada buy back guarantie yang bertindak sebagai penjamin adalah
orang atau badan hukum yang sebelumnya telah mempunyai hubungan hukum
dengan debitor.
Ditinjau dari akibat hukum dalam hal terjadi wanprestasi debitor, maka hak
dan kewajiban yang timbul dari perjanjian buy back guarantie ini mirip dengan
subrogasi yang dikenal di dalam Pasal 1400 KUHPerdata karena baik di dalam buy
back guarantie maupun pada subrogasi terjadi penggantian hak-hak oleh seorang
pihak ketiga/ penjamin yang membayar kepada kreditor, bedanya adalah, buy back
guarantie hanya timbul berdasarkan perjanjian sedangkan pada subrogasi bisa juga
timbul karena undang-undang.
Dalam perjanjian buy back guarantie, developer bertanggung jawab untuk
membeli kembali unit rumah yang telah terjual kepada debitor, apabila pembelian
unit rumah tersebut dilakukan melalui pembiayaan perbankan, dan mengalami
kemacetan dalam angsuran pembayaran kreditnya.
Pasal 1840 KUHPerdata diatur bahwa penanggung yang telah membayar
lunas utangnya, demi hukum menggantikan kreditor dengan segala haknya terhadap
debitor semula. Sehingga, meskipun penjamin telah melaksanakan kewajiban sesuai
Universitas Sumatera Utara
99
ketentuan buy back guarantie namun tidak serta merta mengakibatkan atau
memberikan hak kepada penjamin untuk menggantikan posisi kreditor utama. Hal ini
sering dikenal dengan subrogasi sebagaimana diatur di dalam Pasal 1400
KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
100
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab di muka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kedudukan dan peranan penjaminan Buy Back Guarantie dalam transaksi jual
beli unit perumahan dengan fasilitas KPR adalah penjamin/developer akan
membeli tanah dan bangunan dari pembeli dan/atau bank dalam hal debitor lalai/
wanprestasi terhadap hutangnya pada bank, dalam hal bank melaksanakan hak-
hak untuk menarik tanah dan bangunan dari debitor maka penjamin bersedia
membantu bank sampai bank mendapat/menguasai tanah dan bangunan,
selanjutnya uang hasil penjualan akan digunakan untuk membayar hutang debitor
kepada bank, baik hutang pokok, bunga, maupun biaya-biaya lainnya, jaminan
yang dilakukan developer akan berlaku terus menerus dan berlangsung sampai
hutang debitor kepada bank telah dibayar lunas.
2. Bentuk hubungan hukum para pihak dalam pemenuhan kewajiban penjaminan
buy back guarantie adalah hubungan antara Bank dengan konsumen yang
melakukan pembelian unit rumah dengan fasilitas KPR dari Bank diatur dalam
perjanjian kredit dan/atau perjanjian pengakuan hutang dengan jaminan dan/atau
perjanjian jaminan, sedangkan hubungan hukum antara bank dengan developer
bank diatur dalam perjanjian buy back guarantie, di mana antara bank dan
developer telah membuat dan menandatangani PKS yang mengatur bahwa
developer bertanggung jawab sepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin
Universitas Sumatera Utara
101
atas pembayaran seluruh jumlah uang yang terutang oleh konsumen/debitor
kepada bank bila konsumen/ debitor telah melalaikan kewajiban kepada bank,
kemudian antara developer dengan konsumen/debitor hubungan hukum yang
timbul adalah melalui lembaga subrogasi, di mana pembayaran seluruh hutang
debitor/konsumen oleh developer kepada bank menimbulkan subrogasi atau
pergantian hak-hak si berpiutang (bank) oleh seorang ketiga (developer) yang
membayar kepada si berpiutang (bank) tersebut.
3. Realisasi jaminan buy back guarantie apabila terjadi wanprestasi oleh debitor
KPR adalah bank/kreditor mempunyai 2 (dua) alternatif pilihan untuk
menyelesaikan dan mengembalikan haknya, yaitu Bank melaksanakan hak-
haknya berdasarkan perjanjian yang dibuat dengan debitor, yaitu perjanjian kredit
kepemilikan rumah (KPR), atau melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian
yang dibuat dengan developer, yaitu perjanjian kerja sama yang di ikuti dengan
perjanjian buy back guarantie, dimana developer sebagai penjamin akan membeli
tanah dan bangunan dari pihak debitor apabila sebelum jangka waktu perjanjian
kredit kepemilikan rumah berakhir ternyata debitor melalaikan kewajibannya
kepada bank.
B. Saran
1. Developer hendaknya tidak ragu memberikan buyback guarantee (jaminan
membeli kembali) kepada bank atas unit-unit perumahan yang dibeli oleh
konsumen yang pembayarannya dibiayai oleh bank sebelum sertipikat atas unit-
unit rumah tersebut diterbitkan. Adanya buy back guarantee dari developer turut
membantu pemasaran unit-unit rumah, mengingat bahwa bank dalam
Universitas Sumatera Utara
102
memberikan KPR memerlukan jaminan. Namun demikian developer harus
bertanggung jawab terhadap buy back guarantee yang diberikan apabila terjadi
klaim buy back guarantee agar kredibilitas dan reputasinya terpercaya. Selain itu,
pihak developer juga harus bertanggung jawab atas proses penyelesaian
pembangunan rumah hingga penerbitan sertipikat hak milik atas unit rumah
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2. Bank dalam menyalurkan kredit konsumsi termasuk KPR, hendaknya tidak ragu
meskipun rumah yang akan dibiayai dengan fasilitas KPR masih dalam tahap
pembangunan, karena bank dapat menjalin kerja sama dengan developer dan
meminta buy back guarantee dari developer untuk menjamin kepastian pelunasan
hutang debitur KPR, tentunya kerja sama tersebut dengan mempertimbangkan
reputasi dan kredibilitas developer selama ini.
3. Bagi developer agar lebih seksama menentukan calon pembeli unit-unit
perumahan yang dipasarkannya, tidak hanya sekedar mengejar target
pemasaran/terjualnya unit-unit perumahan yang dibangunnya. Karena jika
developer hanya mengejar target pemasaran unit-unit perumahan saja akan
berakibat permasalahan apabila ternyata kredit kepemilikan rumah yang diberikan
bank kepada debitornya mengalami kemacetan. Hal tersebut juga akan
mempengaruhi kredibilitas dan reputasi developer.
Universitas Sumatera Utara