59120928 tellogen effluvium
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rambut mempunyai berbagai fungsi biologis dan kosmetik, termasuk proteksi dari
elemen luar dan pengeluaran produk kelenjar keringat. Rambut juga mempunyai peran penting
dalam lingkungan sosial, dan pasien dengan kerontokan rambut atau pertumbuhan rambut
berlebih mendapat penilaian berbeda dari lingkungannya (Paus dan Cotsarelis, 1999).
Kerontokan rambut bisa mengenai pria maupun wanita berbagai usia tergantung dari
penyebab yang mendasarinya. Prevalensi dan insidensi kerontokan rambut tidak diketahui
dengan pasti, namun setiap orang dewasa pernah mengalami kerontokan rambut paling tidak satu
kali dalam hidupnya (Harrison dan Bergfeld, 2009).
Kerontokan rambut seringkali dapat diatasi dan mengalami perbaikan sendiri (self-
limited), namun kerontokan juga bisa terjadi secara permanen. Kerontokan rambut bisa
menyebabkan kebotakan (alopesia). Alopesia dibagi menjadi dua macam, yaitu alopesia
nonsikatrik yang bersifat reversibel dan alopesia sikatrik yang berdifat nonreversibel. Salah satu
jenis alopesia nonsikatrik adalah telogen effluvium (Mulinari-Brenner dan Bergfeld, 2003).
Telogen effluvium atau kerontokan rambut telogen merupakan jenis kerontokan
terbanyak yang bisa terjadi di daerah vertex maupun temporal namun kerontokan juga bisa
tersebar sehingga tidak terlihat. Kerontokan rambut dapat menyebabkan stres pada beberapa
orang khususnya wanita, sehingga penanganan serta edukasi tentang telogen effluvium ini
penting untuk dilakukan (Harrison dan Bergfeld, 2009).
B. TUJUAN
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme terjadinya telogen effluvium
sehingga diagnosis dapat ditegakkan lebih dini serta mendapat penanganan yang adekuat, tepat,
dan cepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TELOGEN EFFLUVIUM
A. DEFINISI
Telogen effluvium (TE) adalah kerontokan rambut berlebih yang disebabkan karena
peningkatan proporsi folikel rambut fase telogen (Paus dan Cotsarelis, 1999). Menurut Hughes
pada tahun 2010, telogen effluvium adalah bentuk alopesia nonsikatrik yang berkarakteristik
dengan adanya kerontokan rambut telogen. Telogen effluvium adalah self-limiting, reversibel,
nonsikatrik, kerontokan rambut luas pada kulit kepala yang sering berlangsung selama tiga
hingga enam bulan atau lebih, yang diikuti dengan penyakit berat atau faktor pemicu yang lain
(Sinclair, 2000). Telogen gravidarum adalah nama yang diberikan untuk telogen effluvium yang
terjadi pasca persalinan. Berdasarkan waktu kejadiannya, telogen dibedakan menjadi dua
macam, yaitu telogen effluvium akut (ATE/Acute Telogen Effluvium); yang berlangsung kurang
dari enam bulan, dan telogen effluvium kronis (CTE/Chronic Telogen Effluvium); yang
berlangsung selama lebih dari enam bulan (Sinclair, 2000).
B. EPIDEMIOLOGI
Penderita telogen effluvium cukup banyak namun prevalensinya tidak didapatkan dengan
pasti. Telogen effluvium dialami orang dewasa paling tidak satu kali pada masa hidupnya.
Angka mortalitas tidak pernah dilaporkan sedangkan angka morbiditas terbatas pada aspek
kosmetik. Telogen effluvium dapat mengenai pria maupun wanita. Perubahan hormon saat
periode pasca persalinan juga merupakan penyebab telogen effluvium sehingga wanita mungkin
mempunyai kecenderungan paling banyak mengalami kejadian ini (Hughes, 2010).
C. ETIOLOGI
1. Stres fisiologis
Stres fisiologis seperti trauma bedah, demam tinggi, penyakit sistemik kronis, dan
perdarahan telah dikenal sebagai penyebab telogen effluvium. Kerontokan rambut
telogen juga dapat dijumpai pada ibu 2-4 bulan pasca persalinan, yang dikenal sebagai
telogen gravidarum (Harrison dan Bergfeld, 2009).
2
2. Stres emosional
Hubungan antara stres emosional dengan telogen effluvium masih sulit untuk dijelaskan,
sedangkan di satu sisi, kerontokan rambut tersebut menyebabkan stress emosional bagi
pasien. Pernah dilaporkan adanya kerontokan rambut reversibel yang disertai dengan
stres berat. Walaupun demikian, hubungan antara kerontokan rambut luas dengan stres
psikologis masih kontroversial. Bukti yang menggambarkan hubungan ini masih lemah.
(Harrison dan Bergfeld, 2009).
3. Penyakit penyerta sistemik
Hipertiroidisme dan hipotiroidisme dapat menyebabkan kerontokan rambut luas yang
masih reversibel jika status eutiroid dikembalikan. Gangguan sistemik kronis seperti
amiloidosis sistemik, gangguan hepar, gagal jantung kronis, IBS (inflammatory bowel
disease), dan gangguan proliferasi limfosit dapat menyebabkan telogen effluvium.
Kerontokan rambut telogen juga dilaporkan terjadi pada penyakit autoimun seperti SLE
(systemic lupus erytematosus), infeksi kronis seperti HIV tipe 1 dan sifilis sekunder.
Gangguan peradangan seperti psoriasis, dermatitis seboroik, dan dermatitis kontak alergi
juga dapat menyebabkan telogen effluvium (Harrison dan Bergfeld, 2009).
4. Faktor nutrisi
Penyebab nutrisi yang dapat menimbulkan telogen effluvium adalah defisiensi zinc dan
defisiensi besi. Defisiensi protein, asam lemak, dan restriksi kalori dengan kelaparan
kronis, serta diet yang gagal juga dapat menginduksi terjadinya kerontokan rambut luas.
Sindrom malabsorbsi dan penyakit pankreas dapat mempresipitasi telogen effluvium.
Defisiensi asam lemak esensial juga bisa berhubungan dengan telogen effluvium sekitar
dua sampai empat bulan kemudian setelah asupan yang tidak adekuat. Vitamin D adalah
vitamin yang dibutuhkan pada pertumbuhan sel dan defisiensi vitamin D mungkin
berhubungan dengan kerontokan rambut luas. Defisiensi biotin bisa menyebabkan
alopesia namun hal ini sangat jarang terjadi (Harrison and Bergfeld, 2009).
5. Obat yang menimbulkan kerontokan
Obat-obatan dapat menimbulkan kerontokan, dimulai 12 minggu setelah mengkonsumsi
obat dan kerontokan berlanjut jika pemakaian obat diteruskan. Perubahan dosis obat dapat
mempengaruhi kerontokan rambut. Obat-obatan yang dikenal menyebabkan telogen
effluvium antara lain kontrasepsi oral, androgen, retinoid, β-blocker, penghambat enzim
3
pengubah angiotensin (ACE-inhibitor), antikonvulsan, antidepresan, dan antikoagulan
(heparin dan warfarin). Kontrasepsi oral yang mengandung progenstin androgenik
maupun terapi sulih hormon (hormone replacement therapy) dengan progesteron dosis
tinggi dapat menyebabkan telogen effluvium dengan atau tanpa alopesia (Harrison and
Bergfeld, 2009).
D. PATOFISIOLOGI
Rambut kepala tumbuh berdasarkan siklus. Setiap folikel mempunyai siklus pertumbuhan
rambut 10-30 kali selama hidupnya (Harrison dan Bergfeld, 2009). Ukuran dan bentuk folikel
rambut bervariasi tergantung dari lokasi pertumbuhannya, namun pada dasarnya struktur folikel
rambut adalah sama. Pertumbuhan dan siklus folikel rambut tergantung dari interaksi antara
epithelium folikular dan mesenkim papilla dermis. Papilla dermis yang terdiri dari fibroblast
spesifik terletak di dasar folikel rambut, berfungsi untuk mengontrol jumlah sel matriks dan
ukuran rambut. Sel matriks proliferatif yang terletak di kantung rambut (hair bulb) memproduksi
batang rambut, sedangkan korteks rambut terdiri dari filamen intermediat spesifik dan protein.
Pigmen rambut diproduksi oleh melanosit yang terletak berselang-seling dengan sel matriks. Saat
sel matriks berdiferensiasi dan bergerak ke atas, terjadi kompresi dan penyaluran ke bentuk akhir
yang dimediasi oleh akar rambut, dimana dimensi serta kelengkungannya sangat menentukan
bentuk rambut (Paus dan Cotsarelis, 1999).
Gambar 1. Penampang rambut secara sagital
4
Siklus pertumbuhan rambut dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase anagen (fase
pertumbuhan), fase katagen (fase involusi), dan fase telogen (fase istirahat) (Harrison and
Bergfeld, 2009). Fase anagen berlangsung selama 2-8 tahun, fase katagen selama 4-6 minggu,
dan fase telogen selama 2-3 bulan (Paus dan Cotsarelis, 1999). Secara normal, setiap folikel
rambut mengalami siklus independen, sehingga ketika beberapa rambut sedang dalam fase
telogen akhir dan siap untuk rontok, rambut lain dalam fase pertumbuhan. Karena itu densitas
kulit kepala dan jumlah rambut kepala selalu stabil. Manusia mempunyai kurang lebih 100.000
rambut kepala, dengan 80-90% berada dalam fase anagen, 1-3% berada dalam fase katagen, dan
10-15% berada dalam fase telogen (Harrison and Bergfeld, 2009).
5
Substansi yang berperan dalam siklus folikel rambut manusia terbagi menjadi dua
macam, yaitu modulator endogen dan modulator eksogen (Paus dan Cotsarelis, 1999).
Tabel 1. Modulator siklus folikel rambut manusia
Modulator endogen
Androgen
Estrogen
Hormon pertumbuhan
Prolaktin
Tiroksin
Menginduksi miniaturisasi folikel dan memperpendek fase anagen di
area kulit kepala yang sensitif androgen, serta memperbesar folikel
pada area yang bergantung androgen (contoh : jenggot pada pria).
Memperpanjang fase anagen.
Bekerja sinergis dengan androgen.
Dapat menginduksi hirsutisme.
level menyebabkan telogen effluvium, level kemungkinan juga
memberikan efek yang sama.
Modulator eksogen
Steroid anabolik
Antagonis β-adrenergis
Siklosporin
Estrogen
Finasterid
Minoxidil
Kontrasepsi oral
Fenitoin
retinoid
Mempunyai aksi yang sama dengan androgen.
Dapat menyebabkan telogen effluvium.
Menyebabkan hipertrikosis.
Memperpanjang fase anagen.
Memperpanjang fase anagen pada folikel kulit kepala yang bergantung
androgen.
Menginduksi dan memperpanjang fase anagen.
Penghentian mungkin menyebabkan telogen effluvium.
Menyebabkan hipertrikosis.
Mempercepat terjadinya fase katagen dan telogen, menyebabkan
telogen effluvium.
Pada kebanyakan orang, jumlah rambut rontok yang normal sekitar 50-150 perhari (Paus
dan Cotsarelis, 1999). Kerontokan rambut luas disebabkan karena terganggunya salah satu fase
dalam siklus pertumbuhan rambut. Tipe kerontokan rambut terbanyak adalah kerontokan rambut
telogen (telogen effluvium), dimana rambut yang berada pada fase anagen berubah secara
6
prematur menjadi fase telogen sehingga terjadi peningkatan jumlah rambut telogen yang rontok
sekitar dua sampai tiga bulan kemudian (Harrison and Bergfeld, 2009).
Telogen gravidarum adalah telogen effluvium yang terjadi pasca persalinan. Selama
kehamilan, estrogen plasenta yang bersirkulasi jumlahnya tinggi sehingga memperpanjang fase
anagen dan rambut ibu hamil menjadi banyak serta penuh di kulit kepala. Saat persalinan,
hormon estrogen turun drastis sehingga rambut fase anagen berubah ke fase katagen secara
simultan, lalu diikuti dengan kerontokan rambut telogen beberapa bulan kemudian (Hughes,
2010).
Gambar 3. Siklus Rambut pada Telogen Effluvium
7
E. MANIFESTASI KLINIS
Periode kerontokan rambut dramatis terjadi sekitar dua sampai tiga bulan setelah terpapar
faktor pencetus. Telogen effluvium bisa terjadi pada semua rambut yang terdapat di tubuh,
namun umumnya hanya kerontokan rambut kulit kepala yang simtomatik (Hughes, 2010).
Kerontokan rambut meluas pada kulit kepala dan terus berlangsung dari beberapa minggu hingga
beberapa bulan serta menyebabkan penipisan kulit kepala. Pasien sering tidak menyadari
kerontokan mungkin berhubungan dengan penyakit yang saat ini sedang mereka derita, dan terus
terkonsentrasi pada rasa takut akan mengalami kebotakan (Sinclair, 2000).
Gejala pada telogen effluvium akut maupun kronis adalah peningkatan kerontokan
rambut. Pasien sering melapor rambut mereka rontok lebih banyak dari biasanya (Hughes, 2010).
Kerontokan rambut luas dapat memicu stress. Pada kebanyakan kasus, pasien melaporkan
banyaknya rambut yang jatuh di bantal ketika mereka tidur, ketika menyisir rambut, atau ketika
mandi. Untuk menentukan faktor pencetus utama terjadinya kerontokan rambut, hubungan antara
kerontokan rambut dan faktor pemicunya harus jelas, dengan melihat apakah terdapat perbaikan
bila faktor pencetus atau pemicunya dihilangkan, dan memburuk bila terkena paparan faktor
pemicu ulangan (Harrison dan Bergfeld, 2010).
Pada telogen effluvium akut, riwayat pasien dan alur waktu harus digali dengan seksama.
Beberapa kasus dilaporkan tidak terdapat faktor pencetus yang bisa diidentifikasi. Pertumbuhan
rambut berikutnya tidak terlihat selama empat sampai enam bulan kemudian. Jika faktor pencetus
telah teridentifikasi dan dihilangkan, rambut akan tumbuh kembali dengan sempurna.
Pada telogen effluvium kronis, beberapa faktor pencetus dapat menyebabkan kerontokan
rambut. Hal ini juga bisa terjadi secara idiopatik, dimana penyebab telogen effluvium tidak
diketahui dengan pasti. Kerontokan rambut ini bisa terjadi secara sekunder dan lama bila terdapat
faktor pemicu berulang seperti defisiensi nutrisi maupun gangguan sistemik lain yang
mendasarinya. Pasien dengan telogen effluvium kronis bisa datang dengan kondisi kulit kepala
penuh rambut seperti tidak ada gangguan, atau terjadi kerontokan bitemporal (Harrison dan
Bergfeld, 2009). Kondisi lain yang mungkin ditemui pada pasien dengan telogen effluvium
adalah adanya garis Beau (beau’s line) di kuku. Namun pada sebagian besar pasien garis Beau
tidak dijumpai (Sinclair, 2000).
8
Gambar 4. Beau’s Line
F. DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan klinis merupakan hal paling penting dan bisa memberikan
kompleksitas diagnosis jenis kerontokan rambut. Kulit kepala harus diperiksa derajat keparahan
dan bentuk kerontokan rambutnya, serta diperiksa apakah terdapat inflamasi, eritem, maupun
pembengkakan. Batang rambut juga bisa menjadi parameter adanya defisiensi nutrisi. Leher
rambut harus diperiksa panjangnya, diameter, serta kerusakannya (Harrison dan Bergfeld, 2009).
Rambut pasien yang telah mengalami kerontokan selama berbulan-bulan akan terlihat lebih tipis
bila dibandingkan dengan sebelumnya (Hughes, 2010).
Bergantung pada durasi kerontokan rambut, pemeriksaan panjang rambut pendek di kulit
kepala bisa membantu melihat berapa lama kerontokan telah terjadi. Rambut bertambah panjang
kurang lebih sekitar satu sentimeter per bulan. Durasi kerontokan rambut bisa diketahui dengan
menentukan pajang rambut pendek (Hughes, 2010).
Gambar 5. Telogen Effluvium
9
Tes tarik rambut (hair-pull test) harus dilakukan pada semua pasien dengan kerontokan
rambut. Tes traksi ini dilakukan dengan cara menarik 25-50 rambut dalam satu genggaman.
Normalnya hanya satu atau dua rambut yang lepas dari folikelnya. Pada telogen effluvium,
sekitar 10-15 rambut tercabut dari folikelnya. Mikroskop cahaya membantu melihat apakah
rambut yang rontok tersebut adalah rambut telogen atau rambut anagen. Kerontokan rambut
anagen (anagen effluvium) biasanya disebabkan oleh terapi radiasi atau kemoterapi (Harrison
dan Bergfeld, 2009).
Jumlah rambut rontok yang dihitung perhari juga berguna. Rambut yang rontok
dikumpulkan per hari pada satu waktu yang ditentukan, biasanya pada pagi hari. Pasien diminta
mengumpulkan rambut selama satu hari penuh (24 jam), satu kali seminggu dengan total 3-4
kali. Pada hari saat mengumpulkan rambut tersebut, pasien tidak boleh keramas (Hughes, 2010).
Rambut yang rontok tersebut lalu dimasukkan ke dalam kertas amplop yang telah diberi tanggal.
Jumlah rambut yang dikumpulkan lebih dari 100 helai perhari menunjukkan adanya effluvium
(kerontokan). Rambut yang dikumpulkan tersebut kemudian bisa diperiksa apakah termasuk
rambut telogen atau rambut anagen (Harrison dan Bergfeld, 2009).
Pemeriksaan laboratoris juga dapat menentukan kemungkinan faktor pencetus atau
penyebab telogen effluvium. Pemeriksaan laboratoris tersebut meliputi :
- Pemeriksaan darah lengkap (CBC/complete blood count), dan serum ferritin untuk
mengidentifikasi adanya anemia dan defisiensi besi (Kantor et.al., 2003)
- Pemeriksaan level TSH dan T3-bebas untuk mendeteksi adanya gangguan tiroid.
- Level zinc pada serum untuk melihat adanya defisiensi zinc.
- Pemeriksaan metabolik meliputi bilirubin, albumin, dan elektroforesis protein untuk
mengetahui gangguan hati maupun ginjal.
- Jika riwayat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah pada penyakit lupus
eritematosis sistemik (SLE) atau sifilis, pemeriksaan serologis diperlukan.
- Biopsy kulit kepala membantu pada banyak kasus kerontokan rambut. Kurangnya faktor
pencetus yang dapat diidentifikasi, kerontokan rambut kronis, batang rambut yang mengecil,
dan gagalnya mengekslusi alopesia androgenetik merupakan indikasi dilakukannya biopsi
kulit kepala. Pemeriksaan dengan trichogram menunjukkan rambut telogen yang
diidentifikasi dengan adanya akar rambut berwarna putih dan kurangnya gelatin pada batang
10
rambut (Hughes, 2010). Bila jumlah rambut telogen ≥ 25%, maka diagnosis telogen
effluvium dapat ditegakkan (Sinclair, 2000).
Gambar 6. Rambut Telogen
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk telogen effluvium adalah alopesia androgenetik (AA). Alopesia
androgenetik merupakan bentuk alopesia nonsikatrik yang disebabkan oleh berlebihnya hormon
androgen, bisa mengenai pria, disebut dengan Male Pattern Hair Loss (MPHL), maupun wanita,
disebut dengan Female Pattern Hair Loss (FPHL). Alopesia androgenetik awal ditandai dengan
adanya kerontokan rambut telogen secara episodik sebelum penampakan utama berupa
kebotakan terlihat dengan jelas (Harrison dan Bergfeld, 2009). Rambut ‘tanda seru’ (exclamation
mark hairs) dijumpai pada AA namun tidak pada telogen effluvium (Sinclair, 2000).
Gambar 7. Exclamation mark hair dan Alopesia Androgenetik
11
Gambar 8. Regio Kulit Kepala
Pasien dengan alopesia androgenetik mengalami kerontokan rambut yang sering terlihat
di kulit kepala bagian frontal dan parietal, sedangkan telogen effluvium di vertex dan temporal.
Miniaturisasi folikel rambut terjadi pada AA namun tidak pada telogen effluvium. Perbandingan
jumlah rambut terminal dengan rambut yang mengalami miniaturisasi pada AA dinyatakan
dengan rasio 2:1, pada telogen effluvium 9:1, sedangkan pada kulit kepala normal 7:1 (Price,
2003).
H. TERAPI
Pada telogen effluvium akut, kerontokan merupakan proses reaktif yang seringkali
membaik secara spontan sehingga tidak diperlukan terapi (Harrison dan Bergfeld, 2009).
Beberapa penyebab timbulnya kerontokan seperti defisiensi nutrisi, defisiensi besi, gangguan
tiroid, atau penggunaan obat tertentu harus dikoreksi. Kerontokan rambut yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan nutrisi bisa dikoreksi melalui konsultasi dengan ahli gizi. Pada telogen
effluvium kronis, perbaikan tidak terjadi dengan spontan dan membutuhkan waktu yang lama
sehingga edukasi pasien harus ditekankan, bahwa kerontokan rambut tidak akan menimbulkan
kebotakan. Pengubahan gaya rambut sementara juga bisa dilakukan untuk menutupi area
kerontokan (Hughes, 2010).
Farmakoterapi yang bisa diberikan pada pasien dengan telogen effluvium adalah
minoxidil, yang bekerja dengan cara merelaksasikan otot polos dan menyebabkan dilatasi
12
pembuluh darah. Efek pertumbuhan rambut merupakan dampak dari vasodilatasi. Dosis dewasa
untuk minoxidil topikal dengan sediaan solusio 2% dan 5% adalah 1 ml dua kali sehari,
sedangkan minoxidil oral bisa diberikan 10-40 mg dengan dosis terbagi untuk dua atau empat
kali sehari. Pemberian minoxidil oral tidak boleh lebih dari 100 mg/hari. Minoxidil tidak
diperbolehkan penggunaannya untuk anak-anak (Hughes, 2010).
I. PROGNOSIS
Prognosis untuk telogen effluvium adalah baik jika penyebab utamanya diketahui dan
terapi yang diberikan adekuat. Pasien harus diberi pengertian jika faktor pencetus telah
ditemukan dan dihilangkan, kerontokan dapat diatasi, namun masih berlangsung selama
beberapa waktu kemudian. Pertumbuhan rambut anagen bisa dijumpai pada tiga sampai enam
bulan setelah faktor pencetus dihilangkan, namun secara kosmetik, pertumbuhan rambut
signifikan dapat dilihat setelah 12-18 bulan kemudian.
13
BAB III
KESIMPULAN
Telogen effluvium merupakan kerontokan rambut yang paling banyak dijumpai, dimana
rambut fase anagen berubah secara prematur menjadi fase katagen dan telogen, kemudian
mengalami kerontokan. Telogen effluvium bisa disebabkan karena stres fisiologis, stres
psikologis, gangguan metabolik endokrin, defisiensi nutrisi, maupun obat-obatan. Telogen
effluvium bersifat reversibel, dan terapi didasarkan pada penyebabnya. Farmakoterapi yang bisa
diberikan untuk membantu pertumbuhan rambut adalah minoxidil. Menemukan faktor penyebab
disertai riwayat pasien serta pemeriksaan fisik laboratoris yang tepat dapat membantu praktisi
mengambil keputusan terapi yang terbaik bagi pasien. Edukasi pasien juga merupakan salah satu
kunci utama penatalaksanaan telogen effluvium.
14
DAFTAR PUSTAKA
Harrison, S., Bergfeld, W. 2009. Diffuse Hair Loss : Its Tiggers and Management.
Cleveland Clinic Journal of Medicine, Vol. 76 number 6, page 361-367.
Hughes, E.C.W. 2010. Tellogen Effluvium. Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 dari
www.emedicine.com
Kantor, J., Keasler, L.J., Brooks, D.G., Cotsarelis, G. 2003. Decreased Serum Ferritin is
Associated with Alopecia in Women. The Society for Investigative Dermatology University of
California San Fransisco page 985-988.
Mulinari-Brenner, F., Bergfeld, W. 2003. Hair Loss : Diagnosis and Management.
Cleveland Clinic Journal of Medicine, vol. 70 number 8, page 705.
Paus R., Cotsarelis, G. 1999. The Biology of Hair Folicle. The New England Journal of
Medicine volume 341 number 7 page 491-497.
Price, V.H. 2003. Androgenetic Alopecia in Women. The Society for Investigative
Dermatology University of California San Fransisco page 24-27.
Sinclair, R.D. 2000. Telogen Effluvium. Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 dari
www.pubmed.gov
15