7 president indonesia
DESCRIPTION
kjknkTRANSCRIPT
Tujuh President Indonesia
Hizkya Randan Kirihio
VIIc
SMP Katolik Sang Timur
Presiden pertama Republik Indonesia,
Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di
Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di
Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman
Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan
dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati
mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati,
Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai
Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari
Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko
Nemoto mempunyai anak Kartika..
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup
bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga
tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah
Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di
HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau
sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4
Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin,
Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul
Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah
bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau
kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke
Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18
Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha
menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas
pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus
memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma
Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah
menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi"
Presiden Kedua, Soeharto (1966-1998)
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia.
Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921.
Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai
pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya
bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi
sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD)
Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan
suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya
ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo,
seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun
1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan
Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkimpoian Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu
usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti,
Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami
Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di
kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan
resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah
Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah
menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain
dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno.
Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya,
mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967,
menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto
memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang
oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87
tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina
(RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di
Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang
wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi
organ.
Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman
di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah
kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan
kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan
yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa
jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).
Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah
menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan
jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan
belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
Presiden Ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie (1998-1999)
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf
Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.
Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan
Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo.
Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12
Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan
Thareq Kemal.
Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare,
Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah
ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya
kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950
karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk
menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya,
terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB).
Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan
gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak.
Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula
yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu
kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB
Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat
Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum
memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan
BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah
Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada
Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum
Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali
menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.
Sebagian Karya beliau dalam menghitung dan mendesain beberapa proyek pembuatan pesawat terbang :
* VTOL ( Vertical Take Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
* Pesawat Angkut Militer TRANSALL C-130.
* Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif ).
* Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang )
* CN - 235
* N-250
* dan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
• Helikopter BO-105.
• Multi Role Combat Aircraft (MRCA).
• Beberapa proyek rudal dan satelit.
Sebagian Tanda Jasa/Kehormatannya :
* 1976 - 1998 Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara/ IPTN.
* 1978 - 1998 Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
* Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
* 1978 - 1998 Direktur Utama PT. PAL Indonesia (Persero).
* 1978 - 1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam/ Opdip Batam.
* 1980 - 1998 Ketua Tim Pengembangan Industri Pertahanan Keamanan (Keppres No. 40, 1980)
* 1983 - 1998 Direktur Utama, PT Pindad (Persero).
* 1988 - 1998 Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis.
* 1989 - 1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis/ BPIS.
* 1990 - 1998 Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-lndonesia/lCMI.
* 1993 Koordinator Presidium Harian, Dewan Pembina Golkar.
* 10 Maret - 20 Mei 1998 Wakil Presiden Republik Indonesia
* 21 Mei 1998 - Oktober 1999 Presiden Republik Indonesia
Presiden Keempat, Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Abdurrahman Wahid "Gus Dur" adalah putra pertama dari
enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa
Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur
adalah keturunan “darah biru”. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim
adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul
Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar di Indonesia-dan
pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj.
Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang,
K.H. Bisri Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga
merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah
K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur
merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh
bangsa Indonesia.
Pada tahun 1949, ketika clash dengan pemerintahan Belanda telah berakhir, ayahnya diangkat sebagai Menteri
Agama pertama, sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian suasana baru telah
dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai bidang profesi-yang sebelumnya telah
dijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri agama. Hal ini memberikan
pengalaman tersendiri bagi seorang anak bernama Abdurrahman Wahid. Secara tidak langsung, Gus Dur juga
mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega ayahnya yang sering mangkal di rumahnya.
Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah ditandai berbagai isyarat bahwa Gus Dur akan mengalami garis hidup
yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap NU. Pada bulan April 1953, Gus
Dur pergi bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Di
suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Gus Dur
bisa diselamatkan, akan tetapi ayahnya meninggal. Kematian ayahnya membawa pengaruh tersendiri dalam
kehidupannya.
Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan
pribadi ayahnya. Selain itu ia juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun
Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku yang agak serius. Karya-
karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat dan fiksi, akan tetapi wacana
tentang filsafat dan dokumen-dokumen manca negara tidak luput dari perhatianya. Di samping membaca,
tokoh satu ini senang pula bermain bola, catur dan musik. Dengan demikian, tidak heran jika Gus Dur pernah
diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi
hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia
film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film
Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah
pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di
pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir,
pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur.
Perkimpoiannya dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.
Pengalaman Pendidikan
Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang kakek, K.H. Hasyim Asy’ari. Saat serumah dengan
kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca al-Qur’an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-
Qur’an. Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga
mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk
Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl
selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gu
Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.
Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953
ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak.
Sekolah ini meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan tetapi sepenuhnya menggunakan kurikulum
sekuler. Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup
dalam dunia pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan
lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP. Kegiatan rutinnya, setelah shalat subuh mengaji
pada K.H. Ma’shum Krapyak, siang hari sekolah di SMEP, dan pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama
dengan Haji Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya.
Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren
ini diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok kyai yang humanis, saleh dan guru dicintai. Kyai Chudhari inilah yang
memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek ritual mistik. Di bawah
bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa.
Pada saat masuk ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang membuat santri-
santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah mampu menunjukkan kemampuannya dalam
berhumor dan berbicara. Dalam kaitan dengan yang terakhir ini ada sebuah kisah menarik yang patut diungkap
dalam paparan ini adalah pada acara imtihan-pesta akbar yang diselenggarakan sebelum puasa pada saat
perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar-dengan menyediakan makanan dan minuman dan
mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti: Gamelan, tarian tradisional, kuda lumping, jathilan, dan
sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti tersebut di atas sangat tabu bagi dunia pesantren pada umumnya.
Akan tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo.
Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah kembali ke Jombang, dan tinggal di
Pesantren Tambak Beras. Saat itu usianya mendekati 20 tahun, sehingga di pesantren milik pamannya, K.H.
Abdul Fatah, ia menjadi seorang ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat
ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di
Universitas al-Azhar. Pertama kali sampai di Mesir, ia merasa kecewa karena tidak dapat langsung masuk
dalam Universitas al-Azhar, akan tetapi harus masuk Aliyah (semacam sekolah persiapan). Di sekolah ia
merasa bosan, karena harus mengulang mata pelajaran yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk
menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika
(USIS) dan toko-toko buku dimana ia dapat memperoleh buku-buku yang dikehendaki.
Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut. Buktinya pada tahun 1979 Gus Dur ditawari untuk
belajar ke sebuah universitas di Australia guna mendapatkkan gelar doktor. Akan tetapi maksud yang baik itu
tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa Gus Dur tidak
membutuhkan gelar tersebut.
Perjalanan Karir
Sepulang dari pegembaraanya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada
tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun
kemudian ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi
penulis. Ia kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan
pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak. Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada
masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna semua pemikiran yang dibacanya,
kemudian diserap menjadi pemikirannya tersendiri.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng
Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara
sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal
tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan
perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama,
suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan
kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya
sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia
(FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H.
As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo.
Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan
muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur
menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah menjadi presiden, ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan
semakin diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu, khususnya
kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang seluruh bangsa Indonesia ikut
memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid.
Presiden Kelima, Megawati Soekarno Putri (2001-2004)
Presiden Republik Indonesia ke-
5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23
Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau
adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah
pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah
putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga
proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada
awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang
TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki
bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki
Pratama.
Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya
hilang dalam tugas. Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita itu tidak
berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal Ogan
Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri Puan
Maharani. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati
sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi
menari dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga
SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972).
Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega -- panggilan akrab para pendukungnya -- tidak
terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan
politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987.
Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah
pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak
terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam
kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan
beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI
Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa
beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol
mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar
gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung,
telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua
Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa
menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas,
dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul
dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih
sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah
Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya,
pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas
dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali
Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui
Kongres Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di
Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega
tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu.
Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut
kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin
memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu,
menundang empati dan simpati dari masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi.
Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum
PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang,
PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut
putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP
itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Tetapi
ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega
pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001
anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH
Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya,
Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun,
beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya
menjadi Presiden RI ke-6.
Presiden Keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-
6. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan
presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam
proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan
terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di
Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama
Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal
(Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal
dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit
menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu.
Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri
Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan
menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi
Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian
menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas
lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang,
Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan,
terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya
yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan
masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968.
Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi
mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di
Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri.
Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di
Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto.
Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat
lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976),
Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate,
Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus
Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff
College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS.
Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad
(Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun
1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang
I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon
Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri
Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas
udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika
Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan
Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977.
Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977).
Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan
Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di
Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga
1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek
kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle
Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus
Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-
1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam
IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di
Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-
1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah
pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke
Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara
(Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian
menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak
lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau
menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force)
yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS
antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala
Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua
Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf
Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih
dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan
Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai
Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden
Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11
Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini
membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak
kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004,
SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan
suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi Presiden RI ke-6.
Berikut ini data lengkap tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama : Islam
Jabatan : Presiden Republik Indonesia ke-6
Istri : Kristiani Herawati, putri ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah : Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu : Sitti Habibah
Pendidikan :
* Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier :
* Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November
1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
Joko widodo presiden RI ke tujuh 2014-2019
Presiden ke tujuh, Ir. H. Joko Widodo yang akrab disapa
Jokowi , lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961. Presiden
Indonesia ke-7 yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia terpilih
bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dalam Pemilu
Presiden 2014. Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta
sejak 15 Oktober 2012 hingga 16 Oktober 2014 didampingi Basuki
Tjahaja Purnama sebagai wakil gubernur dan Wali Kota Surakarta
(Solo) sejak 28 Juli 2005 sampai 1 Oktober 2012 didampingi F.X. Hadi
Rudyatmo sebagai wakil wali kota. Dua tahun sementara menjalani
periode keduanya di Solo, Jokowi ditunjuk oleh partainya, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memasuki pemilihan
Gubernur DKI Jakarta bersama dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo dan merupakan anak sulung
dan putra satu-satunya dari empat bersaudara. Ia memiliki tiga orang adik perempuan bernama Iit
Sriyantini, Ida Yati dan Titik Relawati[16] Sebelum berganti nama, Joko Widodo memiliki nama kecil
Mulyono. Ayahnya berasal dari Karanganyar, sementara kakek dan neneknya berasal dari sebuah desa di
Boyolali. Pendidikannya diawali dengan masuk SD Negeri 111 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah
untuk kalangan menengah ke bawah. Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 1 Surakarta. Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta, namun
gagal sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 SurakartaDengan kesulitan hidup yang dialami,
ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah
dan uang jajan sehari-hari. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan
kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai bekerja sebagai penggergaji di umur 12
tahun. Jokowi kecil telah mengalami penggusuran rumah sebanyak tiga kali. Penggusuran yang
dialaminya sebanyak tiga kali di masa kecil memengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak
setelah menjadi Wali Kota Surakarta saat harus menertibkan permukiman warga. Walaupun rumahnya
pernah digusur sebanyak tiga kali saat masa kecil, ia mampu diterima di Fakultas Kehutanan Universitas
Gajah Mada dan setelah lulus berhasil menjadi pengusaha mebel. Jokowi menikah dengan Iriana di Solo,
tanggal 24 Desember 1986, dan memiliki 3 orang anak, yaitu Gibran Rakabuming Raka (1988), Kahiyang
Ayu (1991), dan Kaesang Pangarep (1995).
Setelah itu, karier politiknya dimulai dengan menjadi Wali Kota Surakarta pada tahun 2005. Namanya
mulai dikenal setelah dianggap berhasil mengubah wajah kota Surakarta menjadi kota pariwisata, budaya,
dan batik. Pada tanggal 20 September 2012, Jokowi berhasil memenangkan Pilkada Jakarta 2012, dan
kemenangannya dianggap mencerminkan dukungan populer untuk seorang pemimpin yang "baru" dan
"bersih", meskipun umurnya sudah lebih dari lima puluh tahun.
Pada pilkada kota Solo pada tahun 2005, Jokowi diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk maju sebagai calon wali kota Surakarta. Ia berhasil
memenangkan pemilihan tersebut dengan persentase suara sebesar 36,62%. Setelah terpilih, dengan
berbagai pengalaman di masa muda, ia mengembangkan Solo yang sebelumnya buruk penataannya dan
menghadapi berbagai penolakan masyarakat untuk ditertibkan. Di bawah kepemimpinannya, Solo
mengalami perubahan dan menjadi kajian di universitas luar negeri. Berkat pencapaiannya ini Jokowi
terpilih kembali sebagai Wali Kota Surakarta pada tahun 2010 dengan persentase suara sebesar 90,09%.
Di bawah kepemimpinannya, bus Batik Solo Trans diperkenalkan, berbagai kawasan seperti Jalan Slamet
Riyadi dan Ngarsopuro diremajakan, dan Solo menjadi tuan rumah berbagai acara internasional. Selain
itu, Jokowi juga dikenal akan pendekatannya dalam merelokasi pedagang kaki lima yang "memanusiakan
manusia". Berkat pencapaiannya ini, pada tahun 2010 ia terpilih lagi dengan suara melebihi 90%.
Kemudian, pada tahun 2012, ia dicalonkan oleh PDI-P sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Setelah terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, popularitas Jokowi melejit berkat rekam jejaknya yang
baik dan pendekatannya yang membumi dan pragmatis, seperti yang ditunjukkan melalui program
"blusukan" untuk memeriksa keadaan di lapangan secara langsung. Akibatnya, Jokowi merajai survei-
survei calon presiden dan menyingkirkan kandidat lainnya, sehingga muncul wacana untuk
menjadikannya calon presiden. Namun, selama berbulan-bulan wacana tersebut menjadi tidak pasti
karena pencalonan Jokowi di PDIP harus disetujui oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan
ia menegaskan baru akan menentukan calon setelah pemilihan umum legislatif pada bulan April.
Namun, pada tanggal 14 Maret 2014, Megawati akhirnya menulis langsung surat mandat kepada Jokowi
untuk menjadi calon presiden, dan Jokowi mengumumkan bahwa ia bersedia dan siap melaksanakan
mandat tersebut untuk maju sebagai calon presiden Republik Indonesia dalam pemilihan umum presiden
Indonesia 2014. Ia juga mengungkapkan kesiapannya sembari mengucap "bismillah" dan mencium
bendera merah putih di rumah Si Pitung. Selepas pengumuman ini, indeks IHSG melesat 152,47 poin
menjadi 4.878,64, sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menguat hingga angka
11,386. Pencalonan Jokowi juga diperkirakan dapat mendongkrak suara PDIP hingga 30% dalam pemilu
legislatif. Namun, hasil hitung cepat menunjukkan bahwa suara PDIP gagal mencapai 20%.
Lima hari setelah deklarasinya, pada tanggal 19 Maret 2014 Joko Widodo digugat oleh Tim Advokasi
Jakarta Baru di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dinilai melanggar hukum perdata karena
meninggalkan jabatannya sebagai gubernur sebelum merealisasikan janji-janjinya untuk melaksanakan
program kerakyatan. Namun, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengkonfirmasi bahwa
pencapresan Jokowi tidaklah melanggar hukum. Ia berhak maju dan akan dengan mudah mendapat izin
dari Presiden tanpa harus mengundurkan diri karena sudah diatur dalam Undang Undang No 47 Tahun
2008 mengenai Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Seorang kepala daerah yang hendak maju dalam
Pemilihan Presiden harus mengajukan surat permintaan izin kepada Presiden dan Gamawan Fauzi tidak
merasa memiliki alasan untuk menghalanginya.
Pada tanggal 19 Mei 2014, Jokowi mengumumkan bahwa Jusuf Kalla akan menjadi calon wakil
presidennya. Pengumuman sekaligus deklarasi tersebut berlangsung di Gedung Joeang 45 di Menteng,
Jakarta. Pencalonan tersebut didukung oleh koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai
NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura. Pada hari yang sama, Jokowi dan Jusuf Kalla
secara resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum.
Menjelang pemilihan umum presiden, terdapat berbagai macam kampanye hitam yang dialamatkan
kepada Jokowi, seperti isu capres boneka, keislaman Jokowi yang diragukan, tuduhan bahwa Jokowi
adalah orang Tionghoa yang merupakan putra dari Oei Hong Leong, hingga klaim bahwa ia adalah antek
asing dan bahkan zionis.
Penghargaan
Atas prestasinya, oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh
2008
penghargaan internasional dari Kemitraan Pemerintahan Lokal Demokratis Asia Tenggara
(Delgosea) ini atas keberhasilan Solo melakukan relokasi yang manusiawi dan pemberdayaan
pedagang kaki lima.
Pada tanggal 12 Agustus 2011, ia juga mendapat penghargaan Bintang Jasa Utama untuk
prestasinya sebagai kepala daerah mengabdikan diri kepada rakyat. Bintang Jasa Utama ini
adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara sipil
Pada Januari 2013, Joko Widodo dinobatkan sebagai wali kota terbaik ke 3 di dunia atas
keberhasilannya dalam memimpin Surakarta sebagai kota seni dan budaya, kota paling bersih dari
korupsi, serta kota yang paling baik penataannya.
Oleh KPK, dia diberi penghargaan atas keberaniannya melaporkan berbagai barang gratifikasi
yang diterima.
Atas kemampuannya mensosialisasikan program-progam pemerintah sehingga mendapat
dukungan masyarakat banyak, ia diganjar sebagai Marketer of The Year 2012 oleh Markplus
Conference 2013, Marketing: Into Innovation and Technology.
Jokowi dikenal akan gaya kepemimpinannya yang pragmatis dan membumi. Ia seringkali melakukan
"blusukan" atau turun langsung ke lapangan untuk melihat langsung permasalahan yang ada dan mencari
solusi yang tepat. "Blusukan" juga dilakukan untuk menemui langsung warga dan mendengar keluh kesah
mereka. Gaya yang unik ini dijuluki The New York Times sebagai "demokrasi jalanan". Jokowi juga
dianggap unik dari pemimpin lainnya karena tidak sungkan untuk bertanya langsung kepada warga dan
mendekati mereka bila akan melancarkan suatu program. Namun, gaya ini juga menuai kritik. Misalnya,
ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman menyatakan bahwa "blusukan" hanya menghabiskan
waktu dan energi, sementara yang dibutuhkan adalah kebijakan langsung dan bukan sekadar interaksi.
Anies Baswedan juga menilai "blusukan" merupakan pencitraan belaka tanpa memberikan solusi. Selain
"blusukan", kepemimpinan Jokowi juga dikenal akan transparansinya. Misalnya, Jokowi dan Basuki
Tjahaja Purnama sama-sama mengumumkan jumlah gaji bulanan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kepada umum. Ia juga memulai sejumlah program yang terkait dengan transparansi seperti online
tax, e-budgeting, e-purchasing, dan cash management system. Selain itu, semua rapat dan kegiatan yang
dihadiri oleh Jokowi dan Basuki direkam dan diunggah ke akun "Pemprov DKI" di YouTube.