8. pemecahan dormansi biji asam jawa
DESCRIPTION
merupakan salah satu laporan praktikum fisiologi tumbuhan berbiji kerasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biji merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang pada setiap
musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi masalah karena produksi
biji bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan pengguna/petani. Biji dari segi
teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau
dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi.
Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari biji dalam
mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik
musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Dormansi pada biji dapat
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung
pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Dormansi pada biji dapat disebabkan oleh
keadaan fisik dari kulit biji serta keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua
keadaan tersebut.
Pertumbuhan tidak akan terjadi selama biji belum melalui masa dormansinya, atau
sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap biji tersebut. Pada beberapa jenis
varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh biji menjadi dorman sewaktu dipanen,
sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai biji adalah bagaimana
cara mengatasi dormansi tersebut. Dormansi sendiri mempunyai pengertian adalah suatu
keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk
terjadinya perkecambahan. Biji yang mengalami dormansi ditandai oleh rendahnya/tidak
adanya proses imbibisi air, proses respirasi tertekan/terhambat, rendahnya proses
mobilisasi cadangan makanan, rendahnya proses metabolisme cadangan makanan. Secara
umum, dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu:
1) Dormansi Fisik, disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap
perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 1
2) Dormansi Fisiologis, pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh,
baik yang berupa penghambat maupun perangsang tumbuh.
Cara-cara untuk memecahkan dormansi antara lain dengan perlakuan mekanis,
perlakuan kimia, perlakuan perendaman air, perlakuan pemberian temperatur tertentu dan
perlakuan dengan cahaya. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan tersebut pada
pemecahan dormansi biji asam jawa sebagai salah satu biji berkulit keras, maka
dilakukanlah praktikum berjudul “Pemecahan Dormansi pada Biji Asam Jawa”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh berbagai perlakuan terhadap pemecahan dormansi pada
biji asam jawa sebagai salah satu biji berkulit keras?
1.3 Tujuan
Tujuan diadakannya kegiatan praktikum ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi
pada biji asam jawa sebagai salah satu biji berkulit keras.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Asam Jawa
Asam jawa yang bernama ilmiah Tamarindus indica L. adalah sebuah tanaman
daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Memiliki berbagai jenis nama di
beberapa daerah, antara lain: Bak mee (Aceh), Acam lagi (Gayo), Asam jawa (Melayu),
Cumalagi (Minangkabau),Tangkal asem (Sunda), Wiiasem (Jawa,) Acem(Madura), Celagi
(Bali), Bage (Sasak), Mangga (Bima), Kanefo kiu (Timor), Tobi (Solor), Asam jawa
(Dayak), Asang jawi (Gorontalo), Tamalagi (Buol), Saamba lagi (Barros), Comba
(Makasar), Sablaki (Tanirnbar), Asam jawa ka (Buru), Asam jawa (Ternate), Tabelaka
(Seram).
Batang pohon asam yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar, tegak, berkayu,
bulat, permukaan banyak lentisel, percabangan simpodial, coklat muda dan daunnya
rindang. Pohon asam bertangkai panjang, sekitar ± 25 cm dan bersirip genap, dan
bunganya berwarna kuning kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dan
tentu saja berasa khas asam. Biasanya didalam buah polong buah juga terdapat biji berkisar
2-5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Wikipedia, 2011). Asam
jawa termasuk tumbuhan tropis. Asal-usulnya diperkirakan dari savana benua Afrika timur
di mana jenis liarnya ditemukan, salah satunya di Sudan. Semenjak ribuan tahun, tanaman
ini telah tersebar sampai ke benua Asia tropis, dan kemudian juga tersebar ke Karibia dan
Amerika Latin. Di banyak tempat yang iklim dan tanah yang sesuai akan tumbuh subur,
termasuk di Indonesia, tanaman ini banyak tumbuh liar seperti di hutan-hutan luruh daun
dan savana. Pohon asam dapat tumbuh baik hingga ketinggian sekitar 1.000 m dpl dengan
curah hujan > 4000 mm. Ini disebabkan pada curah hujan >400 mm, pohon asam tidak
mampu berbunga, dan diperlukan kondisi basah pada tahap akhir perkembangan buahnya.
Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan pada tanah berpasir atau tanah liat, khususnya
di wilayah yang musim keringnya jelas dan cukup panjang.
Sejak dulu tanaman asam, khususnya asam jawa, dikenal sebagai obat tradisional,
bumbu dapur, kayu bangunan, dan merupakan salah satu komoditas ekspor potensial.
Tanaman asam berpotensi untuk dikembangkan secara intensif dan berpola komersial
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 3
karena nilai sosial dan ekonominya cukup tinggi. Tanaman asam dapat berfungsi untuk
memperindah dan melindungi pekarangan rumah, jalan-jalan didalam kota, dan jalan raya.
Disamping itu pohon asam juga berfungsi sebagai bahan penghijauan dan penahan angin
serta banyak digunakan untuk memperbaiki lingkungan yang gersang dan tandus
(Rukmana, 2005).
Menurut artikel yang dilansir dari Nature Indonesia (2007) Asam dapat diperbanyak
dengan biji, pencangkokan, penyambungan, dan penempelan. Anakannya yang berumur
satu tahun atau kurang sudah cukup besar untuk .ditanam di lapangan, tetapi mungkin
sifatnya berbeda dengan induknya. Pohon induk yang baik biasanya diperbanyak secara
vegetatif. Penempelan perisai (shield budding) dan penempelan tambalan (patch budding)
serta sambung-celah (cleft grafting) merupakan metode yang cepat dan dapat dipercaya,
dan kini digunakan dalam perbanyakan skala besar di Filipina, waktunya yang tepat adalah
pada bulan sejuk dan kering, yaitu November sampai Januari. Pohon hasil perbanyakan
secara penempelan atau penyambungan ditanam di kebun pada awal musim hujan (di
Filipina jatuh pada bulan Mei sampai Juni), dengan jarak tanam 8-10 m.
2.2 Dormansi
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas
tanaman tertentu, sebagian atau seluruh biji menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga
masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai biji adalah bagaimana cara
mengatasi dormansi tersebut. sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995) dormansi
merupakan peristiwa gagalnya perkecambahan pada suatu biji karena faktor dalam, namun
pada faktor luar, seperti suhu, kelembaban dan atmsofer dikatakan sudah sesuai. Umumnya
biji yang mengalami dormansi disebabkan oleh:
a. Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur biji
(kulit biji) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam biji.
b. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit biji yang
terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam biji menjadi terhambat dan
menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan
dalam biji.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 4
c. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang
cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan,
dormansi sering dijumpai pada biji padi, sedangkan pada sayuran dormani sering
dijumpai pada biji timun putih, pare dan semangka non biji.
Biji yang dorman dapat menguntungkan atau merugikan dalam penanganan biji.
Keuntungan dari biji yang dorman adalah dapat mencegah agar tidak berkecambah selama
penyimpanan. Pada biji-biji yang tidak dorman seperti biji rekalsitran sagat sulit untuk
ditangani, karena perkecambahan dapat terjadi selama pengangkutan atau penyimpanan
sementara. Di suatu sisi, apabila dormansi sangat kompleks dan biji membutuhkan
perlakuan awal yang khusus, kegagalan untuk mengatasai masalah ini dapat bersifat
kegagalan perkecambahan.
2.2.1 Tipe Dormansi
Menurut Ayu (2010) Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan
dormansi Fisiologis.
a. Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas structural terhadap
perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis
tanaman. Yang termasuk dormansi fisik antara lain:
Impermeabilitas kulit biji terhadap air, Biji-biji yang menunjukkan
tipe dormansi ini disebut biji keras contohnya seperti pada famili
Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang
mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang
berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian
dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu
tinggi dan rendah dapat menyebabkan biji retak akibat
pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan
cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi biji.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 5
Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, Pada
tipe dormansi ini, beberapa jenis biji tetap berada dalam keadaan
dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi
pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan
tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai
pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia,
Eucalyptus, dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati
tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi
perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit
biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat
diatasi dengan dua cara mengekstrasi biji dari pericarp atau kulit biji.
Adanya zat penghambat, Sejumlah jenis mengandung zat-zat
penghambat dalam buah atau biji yang mencegah perkecambahan.
Zat penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan dalam
daging buah. Untuk itu biji tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk
menghilangkan zat-zat penghambat.
b. Dormansi Fisiologis
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau
belum matang. Biji-biji demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar
dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini
berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun
tergantung jenis biji. Biji-biji ini biasanya ditempatkan pada kondisi
temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai
embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt, 2002).
2.2.2 Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi biji berhubungan dengan usaha biji untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 6
melangsungkan proses tersebut. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-
macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif
karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan.
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan
atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi pada biji
Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya
disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi: (1) mekanis :
embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik; (2) fisik:
penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel; (3)
kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan
dalam proses fisiologis yang terbagi menjadi: (1) photodormancy:
proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya; (2)
immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
kondisi embrio yang tidak/belum matang; (3) thermodormancy:
proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu.
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air / O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus,
pericarp, endocarp. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi
bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada
membran. Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh
genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat
dilakukan dengan skarifikasi mekanik. Bagian biji yang mengatur
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 7
masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum,
strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam
kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui
kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi
dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Embrio yang belum masak dapat disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu: (1) ketika terjadi absisi (gugurnya buah dari tangkainya),
embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal:
Gnetum gnemon (melinjo); (2) embrio belum terdiferensiasi; (3)
embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh
waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna. Dormansi
karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan
pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi
karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperature tinggi dan pengupasan kulit.
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan
Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji
dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan
baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena
kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan
imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah: (1) jika kulit
dikupas, embrio tumbuh; (2) embrio mengalami dormansi yang
hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah; (3) embrio tidak
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 8
dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih
membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi; (4) perkecambahan
terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil;
(5) akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada
musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin).
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu
dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang
gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kualitas Cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah
dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red;
730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di
spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali
bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi
kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan.
Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible
(dapat berada dalam 2 kondisi alternatif): (1) P650 : mengabsorbir di
daerah merah; (2) P730 : mengabsorbir di daerah infra merah. Jika
biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah
menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi
yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730
dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah
kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperioditas
Respon dari biji photoblastik dipengaruhi oleh temperatur: (1)
pemberian temperatur 10-20oC : biji berkecambah dalam gelap: (2)
pemberian temperatur 20-30oC : biji menghendaki cahaya untuk
berkecambah: (3) Pemberian temperatur >35oC: perkecambahan biji
dihambat dalam gelap atau terang. Kebutuhan akan cahaya untuk
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 9
perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah.
Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat
digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks
proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung
tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses
akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses
perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah
berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun
lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya
berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat
dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging
buah.
2.3 Pemecahan Dormansi
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik
dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit
biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Skarifikasi
merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada biji, yang ditujukan
untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang
seragam (Schmidt, 2000). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis,
mekanis, maupun chemis.
2.3.1 Perlakuan Mekanis (Skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan
pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik. Karena setiap biji ditangani secara manual, dapat
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 10
diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua
biji dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikula
tidak rusak (Schmidt, 2002). Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik
penyerapan air. Pada biji legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan
proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam
beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif
pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphyl dimana terdapat
radikula, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak biji, sedangkan
kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
2.3.2 Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada Leguminceae melalui tegangan
yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila
benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk
mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang
diteruskan ke dalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi
dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap
jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran
terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
2.3.3 Perlakuan secara Kimiawi
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak
sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah
asam sulfat pekat (H2SO4). Asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan
dapat diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1980). Tetapi
metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena
asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 11
2 hal, yaitu: (1) kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan
imbibisi; (2) larutan asam tidak mengenai embrio.
Hartman (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode
yang dibutuhkan untuk mematahkannya.
Tabel 1. Klasifikasi dormansi atas dasar penyebab dan metode yang
dibutuhkan untuk mematahkannya
Tipe dormansi KarakteristikContoh spesies
Metode pemecahan dormansiAlami Buatan
ImmatureEmbryo
Biji secara fisiologisbelum mampuberkecambah, karenaembrio belum masakwalaupun biji sudahmasak
Fraxinusexcelcior,Ginkgo biloba,Gnetum gnemon
Pematangansecara alamisetelah bijidisebarkan
Melanjutkan prosesfisiologis pemasakanembrio setelah biji mencapai masa lewat masak (afterripening)
Dormansi mekanis Perkembangan embrio secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras
Pterocarpus,Terminalia spp,Melia volkensii
Dekomposisibertahap padastruktur yangkeras
Peretakan mekanis
Dormansi fisis Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisankulit biji/buah yangimpermeabel
BeberapaLegum &Myrtaceae
Fluktuasi suhu
Skarifikasi mekanis,pemberian air panasatau bahan kimia
Dormansi khemis Buah atau bijimengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat perkecambahan
Buah fleshy(berdaging)
Pencucian(leaching) olehair, dekomposisibertahap padajaringan buah
Menghilangkanjaringan buah danmencuci bijinyadengan air
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 12
Fotodormansi Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhioleh mekanisme biokimia fitokrom
Sebagian besarspesiestemperate,tumbuhanpioneer tropikahumida sepertieucalyptusdan Eucalyptus
Pencahayaan Pencahayaan
Termodormansi Perkecambahan rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu
Sebagian besarspesiestemperate,tumbuhanpioneer daerahtropis-subtropiskering, tumbuhanpioneer tropikahumida
Penempatan padasuhu rendah di musim dingin. PembakaranPemberian suhu yang berfluktuasi
Stratifikasi ataupemberian perlakuansuhu rendahPemberian suhu tinggiPemberian suhu berfluktuasi
Sumber : Hartman (1997)
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena yang diselidiki
adalah antar dua variabel, yaitu pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji asam jawa.
3.2 Variabel Penelitian
a. Variabel kontrol : jenis biji berkulit keras (asam jawa), jumlah biji berkulit
keras, penanaman, volume air penyiraman, volume media
tanam, jenis media tanam, komposisi media tanam
(tanah:pasir = 1:1), intensitas cahaya.
b. Variabel Manipulasi : jenis perlakuan dalam pemecahan dormansi.
c. Variabel Respon : kecepatan perkecambahan biji asam jawa.
3.3 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Gelas kimia 50 ml 1 buah
2. Pot dengan ukuran yang sama 3 buah
B. Bahan
1. Biji berkulit keras, yaitu asam jawa 30 biji
2. Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) secukupnya
3. Kertas amplas secukupnya
4. Media tanam berupa tanah dan pasir perbandingan 1:1 3 media tanam
5. Air secukupnya
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 14
3.4 Langkah Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan praktikum.
2. Menyediakan 30 biji berkulit keras, yaitu asam jawa dan membagi tiga kelompok
dengan ketentuan perlakuan sebagai berikut:
a. Merendam 10 biji dalam asam sulfat pekat (H2SO4) selama 5 menit kemudian
mencucinya dengan air.
b. Mengamplas bagian biji yang tidak ada lembaganya (hilus) sebanyak 10 biji
kemudian mencucinya dengan air.
c. Mencuci 10 biji yang lain dengan air.
3. Menanam ketiga kelompok biji tersebut pada pot yang bermedia tanam tanah dan
pasir denga perbandingan 1:1 dengan mengusahakan kondisi penanaman biji dalam
keadaan sama untuk ketiga pot.
4. Mengamati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap hari selama 14 hari.
5. Melakukan penyiraman dengan volume air yang sama untuk ketiga pot jika terjadi
kekeringan pada media tanam.
6. Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan untuk merekam hasil
pengamatan.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 15
3.5 Desain Praktikum
BAB IV
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 16
Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
Menyediakan 30 biji berkulit keras, yaitu asam jawa dan membagi tiga kelompok perlakuan dengan
ketentuan:
Merendam 10 biji di H2SO4
pekat selama 5 menit, kemudian mencuci dengan air.
Mengamplas 10 biji pada bagian yang tidak ada lembaganya,
kemudian mencuci dengan air.
Mencuci 10 biji dengan menggunakan air
Menanam ketiga kelompok biji pada media tanam berupa
tanah : pasir = 1:1
Mengamati perkecambahan ketiga pot selama 14 hari dan melakukan penyiraman jika terjadi kekeringan
pada media tanam.
Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan untuk merekam hasi pengamatan
Data
Menanam ketiga kelompok biji pada media tanam berupa
tanah : pasir = 1:1
Menanam ketiga kelompok biji pada media tanam berupa
tanah : pasir = 1:1
Mengamati perkecambahan ketiga pot selama 14 hari dan melakukan penyiraman jika terjadi kekeringan
pada media tanam.
Mengamati perkecambahan ketiga pot selama 14 hari dan melakukan penyiraman jika terjadi kekeringan
pada media tanam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Hasil pengamatan kecepatan perkecambahan pada biji asam jawa pada masing-
masing berbagai perlakuan dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2. Pengaruh berbagai Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa
(Tamarindus indica)
Hari ke-
Jumlah biji yang berkecambah pada tiap perlakuan
Rendaman H2SO4 dan
dicuci dengan air
Di amplas dan dicuci
dengan airHanya dicuci dengan air
1 - - -
2 - - -
3 - 6 -
4 - 3 -
5 2 1 -
6 1 - -
7 1 - -
8 1 - -
9 1 - -
∑ biji 7 10 0
Prosentase perkecambahan =Jumlahbiji yangberkecambah
Jumlahbijikeseluruhanx 100 %
Perlakuan H2SO4 dan dicuci dengan air = 7
10x100 %
= 70 %
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 17
Perlakuan di amplas dan dicuci dengan air = 1010
x100 %
= 100 %
Perlakuan hanya dicuci dengan air = 0
10x100 %
= 0 %
4.2 Histogram
Histogram 1. Pengaruh berbagai Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 18
rendaman asam sulfat pekat dan dicuci dengan
air
di amplas dan dicuci dengan
air
hanya dicuci dengan air
0
2
4
6
8
10
12
7
10
0
Jenis Perlakuan
Jum
lah
Biji
yang
Ber
keca
mba
h
4.3 Analisis Data
Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, 30 biji asam jawa diberikan 3 perlakuan
dengan ketentuan: (1) 10 biji asam jawa direndam dalam larutan H2SO4 selama 5 menit
kemudian dicuci dengan air; (2) 10 biji asam jawa diamplas pada bagian yang tidak ada
lembaganya dan dicuci dengan air; (3) 10 biji asam jawa yang lain hanya dicuci dengan air
sebagai perlakuan kontrol. Berdasarkan perlakuan yang diberikan, menunjukkan perbedaan
kuantitas biji yang berkecambah serta prosentase perkecambahan.
Pada perlakuan pertama, 10 biji asam jawa direndam dengan larutan H2SO4 selama 5
menit kemudian dicuci dengan air, mulai berkecambah pada hari ke-5 sebanyak 2 biji,
kemudian pada hari ke-6 sampai dengan hari ke-9 biji bertambah masing-masing sebanyak
1 biji. Sehingga pada perlakuan pertama didapatkan jumlah keseluruhan biji yang
berkecambah sebanyak 7 buah dengan prosentase biji yang berkecambah sebesar 70%.
Pada perlakuan ke-2, 10 biji diamplas hingga kulit kerasnya terkelupas (kecuali
bagian hilus) kemudian dicuci dengan air, mulai berkecambah lebih cepat jika
dibandingkan dengan perlakuan pertama. Biji asam jawa mulai berkecambah pada hari ke-
3 sebanyak 6 biji, pada hari ke-4 biji bertambah sebanyak 3 biji dan pada hari ke-5 biji
hanya bertambah saat berkecambah sebanyak 1 biji. Sehingga pada perlakuan kedua
didapatkan jumlah keseluruhan biji yang berkecambah sebanyak 10 biji dengan prosentase
biji yang berkecambah sebesar 100%.
Kemudian pada perlakuan ke-3, 10 biji hanya dicuci dengan air, tidak mengalami
perkecambahan pada hari pertama sampai dengan hari terakhir, sehingga diperoleh
prosentase perkecambahan sebesar 0%. Berdasarkan analisis histogram, pengaruh
perlakuan biji yang diamplas hingga kulit kerasnya terkelupas (kecuali bagian hilus)
kemudian dicuci dengan air menunjukkan hasil yang lebih cepat dalam pemecahan
dormansinya yang menghasilkan biji yang berkecambah sebanyak 10 biji dengan
prosentase perkecambahan sebesar 100%. Secara umum, dapat ditarik suatu generalisasi
bahwa pengaruh berbagai perlakuan sangat mempengaruhi pemecahan dormansi.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 19
4.4 Pembahasan
Dormansi merupakan suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun
kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Biji asam termasuk
dalam tipe pemecahan dormansi fisik karena terdapat pembatas struktural terhadap
perkecambahan berupa kulit biji yang keras, berlapis lilin, dan kedap sehingga air dan
oksigen tidak dapat masuk ke dalam biji. Apabila tidak ada pengaruh penghambat lain dari
lingkungan, maka biji asam jawa ini dapat digolongkan sebaga biji yang dorman karena
keadaan atau kondisi dalam organ biji itu sendiri atau innate dormancy. Dormansi yang
dilakukan oleh biji asam jawa ini berikaitan dengan usaha biji untuk menunda
perkecambahannya hingga waktu dan kondisi yang memungkinkan.
Untuk memecahkan dormansi yang dialami biji asam jawa tersebut, praktikan
melakukan tiga perlakuan pemecahan dormansi, meliputi: 1) perlakuan secara kimiawi,
yang diwakili oleh perlakuan pertama, yaitu perendaman dalam larutan asam sulfat pekat
yang kemudian dicuci dengan air, dan 2) perlakuan secara mekanik atau skarifikasi, yang
diwakili dengan pengamplasan yang kemudian dicuci dengan air. Kedua perlakuan ini
dibandingkan kondisi alamiah pada lingkungan asam jawa sebenarnya, yang hanya terkena
air, yang diwakili oleh perlakuan ke-tiga (pencucian dengan air). Dalam hal ini, pemecahan
dormansi yang berhasil ditandai dengan terjadinya perkecambahan atau munculnya
radikula (calon akar) dan koleoptil (calon daun).
Pada perlakuan atau treatment pertama, biji asam jawa yang direndam dalam H2SO4
pekat selama 5 menit dan dicuci dengan air (dengan tujuan untuk membilas asam sulfat
pekat tersebut), mengalami pemecahan dormansi sebanyak 7 biji pada hari ke-9 dengan
prosentase perkecambahan sebesar 70%. Perendaman dalam zat asam yang kuat
menjadikan kulit biji asam jawa yang keras dan berlilin menjadi lunak sehingga mudah
dimasuki oleh air pada proses imbibisi. Jumlah biji yang berkecambah beserta prosentase
perkecambahannya yang terkecil mengindikasikan bahwa perlakuan secara kimiawi tidak
efektif dalam memecahkan dormansi biji asam jawa yang berkulit keras.
Pada perlakuan atau treatment kedua, biji asam jawa yang diamplas kecuali bagian
hilusnya, mengalami pemecahan dormansi sebanyak 10 biji pada hari ke-9 dengan
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 20
prosentase perkecambahan sebesar 100%. Perusakan kulit biji dengan jalan mekanik,
seperti mengamplas, disebut skarifikasi. Dengan mengamplas seluruh permukaan kulit biji,
kecuali daerah mikropil dimana terdapat radikula (calon akar), seluruh permukaan kulit biji
dapat menyerap air dan oksigen dalam proses imbibisi. Daerah penyerapan air yang luas
ini tentunya meningkatkan frekuensi biji asam jawa untuk mengalami perkecambahan.
Hasil data yang didapat sesuai dengan teori, karena perlakuan mekanis adalah usaha
pemecahan dormansi yang paling efektif untuk mengatasi tipe dormansi fisik yang dialami
biji asam jawa (Schmidt, 2002). Dengan perlakuan mekanik yang diberikan secara manual
sesuai ketebalan biji, biji berkulit keras dibuat permeabel dengan resiko kerusakan kecil.
Kemudian pada perlakuan ketiga, yang dapat dikatakan merupakan perlakuan
kontrol, dimana biji asam jawa hanya dicuci dengan air sebelum penanaman seperti halnya
apa yang terjadi secara alami di lingkungan, tidak mengindikasikan adanya perkecambahan
sama sekali. Praktikan memprediksi bahwa biji asam jawa tetap menunda
perkecambahannya (dengan kata lain, mempertahankan masa dormansinya), karena
keadaan lingkungan yang masih belum memungkinkan terjadinya perkecambahan.
Pemberian media tanam pasir dan tanah liat dengan komposisi perbandingan 1:1
sangat sesuai bagi pertumbuhan asam jawa. Mengingat tanaman ini dapat tumbuh subur
pada ketinggian 1000 dpl dengan curah hujan tidak lebih dari 4000 mm. Selain faktor
habitat, perlu dipertimbangkan viabilitas dan vigoritas tiap biji asam jawa yang dapat
mempengaruhi kecepatannya dalam berkecambah. Diperkirakan bahwa kondisi lembaga
dan cadangan makanan tiap biji asam jawa tidak sama sehingga dari total 10 biji yang
ditanam pada tiap treatment, terdapat 3 biji yang tidak berkecambah terkecuali pada
perlakuan dengan menggunakan teknik skarifikasi dimana biji berkecambah semua.
Selama proses perkecambahan akibat berbagai perlakuan pemecahan dormansi ini,
biji asam jawa mengalami 4 tahap (Salisbury dan Ross, 1995) meliputi: 1) hidrasi atau
imbibisi, yang mana pada proses ini air mulai membasahi embrio dan protein serta koloid
lain dengan merusak lapisan kulit biji yang keras baik denga menggunakan teknik kimiawi
mayupun mekanik; 2) pembentukan atau pengaktifan enzim, yang menyebabkan
peningkatan aktivitas metabolik berupa giberelin yang kemudian menstimulasi sekresi
enzim hidrolitik ke endosperma (Salisbury dan Ross, 1995); 3) pemanjangan sel pada
radikula, yang mana bahwa proses ini juga dipermudah dengan perlakuan mekanik maupun
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 21
kimiawi yang merusak atau melunakkan kulit biji asam jawa yang keras; dan 4)
pertumbuhan kecambah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
perlakuan dengan menggunakan teknik skarifikasi (secara mekanis) yaitu dengan
mengamplas bagian kulit luar biji yang keras tanpa merusak bagian hilus dapat
mempercepat pemecahan dormansi jika dibandingkan dengan perlakuan secara kimiawi
yang direndam dengan larutan H2SO4 dan perlakuan kontrol.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 22
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Ayu Candra, dkk. 2010. Teknologi Benih: Dormansi Benih. Surakarta: Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret.
Coppeland, 1980. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publ. co. Minneapolis,
Minnesota.
Doran, J. C., Turnbull, J.W., Bolland, J. D. 1983. Handbook on seed of dry-zone: A guide for
collecting, extracting, cleaning, and stering the seed and for treatment to promote
germination of dry-zone acacias. FAO Rome.
Salisbury, Frank B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Edisi Keempat (Dyah R.
Lukman dan Sumarsono). Bandung: ITB.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis
(terjemahan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung
Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Laboratorium
Fistum Jurusan Biologi FMIPA UNESA.
Wikipedia. 2011. Asam Jawa (diakses secara online dari http://id.wikipedia.org/wiki/ Asam_jawa
pada tanggal 16 Nopember 2012 pukul 19.28
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 23
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum Pengaruh berbagai Macam Perlakuan terhadap
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 24
Gambar 1: biji asam jawa yang siap digunakan dalam praktikum.
Gambar 2: 10 biji asam jawa yang direndam dalam larutan H2SO4 selama 5 menit.
Gambar 3: 10 biji asam jawa yang diamplas (hilus tidak diamplas).
Gambar 4: 10 biji asam jawa yang hanya dicuci dengan air.
Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) 25
Gambar 5: menanam biji asam jawa yang telah diberi perlakuan pada media tanam pasir:tanah liat = 1:1.
Gambar 6: melakuakan penyiraman terhadap tiga perlakuan dengan air jika media tanam kekeringan.
Gambar 7: hasil perkecambahan pada perlakuan rendaman larutan H2SO4+ dicuci dengan air.
Gambar 8: hasil perkecambahan pada perlakuan diamplas (hilus tidak diamplas) + dicuci dengan air.
Gambar 9: hasil perkecambahan pada perlakuan hanya dicuci dengan air (perlakuan kontrol)