81726660 afifi kepribadian muslim dan ciri cirinya afif pps iain tulungagung jatim
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial
kepribadian senantiasa mengalami warna warni kehidupan. Ada kalanya senang,
tentram dan gembira. Tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia
juga kadang kadang mengalami hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan
sebagainya, ini menunjukan bahwa manusia senantiasa mengalami dinamika
kehidupan.
Berbagai macam cara dilakukan agar manusia dapat menyalurkan rasa
senang, tenang dan gembira atau dengan kata lain agar manusia memperoleh
kebahagiaan dan terhindar dari hal-hal yang mengecewakan. Mampu tidaknya
seseorang dalam mencapai keinginannya tergantung dari vitalitas, temperamen,
watak serta kecerdasan seseorang. Vitalitas merupakan semangat hidup, pusat
tenaga seseorang, ia merupakan dasar kepribadian dan merupakan unsur penting
yang ikut menentukan kemampuan berprestasi, dan bersifat dinamis. Setiap orang
memiliki vitalitas yang berbeda ada yang kuat ada juga lemah.1
Kepribadian juga merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Ia akan ikut menentukan sukses tidaknya seseorang. Kepribadian
meskipun ia merupakan faktor yang penting dalam kejiwaan dan berada pada
tataran rohani namun wujudnya dapat terlihat pada tingkah laku dan sikap hidup
seseorang.
Beberapa ahli psikologi telah banyak mengemukakan teori tentang
kepribadian antara lain William James, ia berpendapat bahwa kepribadian
merupakan unsur kesatuan yang berlapis-lapis. Terdiri dari The Material Self atau
diri materi, The Social Self atau diri sosial, The Spiritual Self atau diri rohani
dan Pure Ege atau ego murni atau Self of Selves.
Sementara itu Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian itu terdiri
atas tiga system yaitu id, ego dan super ego. Id merupakan kepribadian yang
1 Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung, Pustaka Setia, 1999), 133
1
berhubungan dangan prnsip kesenangan atau pemuasan biologis,
sedang ego merupakan bagian kepribadian yang berhubungan dengan lingkungan
dasarnya adalah kenyataan dan super ego merupakan bagian kepribadian yang
berhubungan dengan norma sosial, moral dan rohani.2
Di kalangan intelektual Muslim masalah psikologi sudah banyak dibahas
oleh para ahli diantaranya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan Ash Shafa, Al-Ghazali,
Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al Jauzi.3
Psikologi Islam juga membahas tentang syakhsiyah atau personality atau
kepribadian. Dalam literature klasik seperti Al-Gazali telah membahas tentang
keajaiban hati4 dan Ibnu Maskawaih ditemukan pembahasan tentang akhlak yang
maksudnya mirip dengan syakhsiyah. Bedanya syakhsiyah dalam psikologi
berkaitan dengan tingkah laku yang didevaluasi sedangkan akhlak adalah tingkah
laku yang dievaluasi.5 Karena itu kepribadian muslim selain mendiskripsikan
tentang tingkah laku seseorang juga menilai baik buruknya.
Makalah ini akan membahas tentang struktur kepribadian muslim meliputi
substansi jasmani, substansi ruhani dan substansi nafsani, juga akan membahas
pergulatan psikologis dan ciri-ciri kepribadian muslim.
2 Ibid…, 1323 Muhammad Utsman Najali, Jiwa dalam Pandangan Para Filsafat Muslim, terj. Gari
Saloom, (Bandung, t.p, 2002), 164 Abu Hamid Muhammad Al-Gazali, Ihya Ulumu al Din, Beirut, (Saudi Arabia: Dar a
Fikr, 1980), t.h5 Mansur Ali Rajab, Ta’am Mulat Fi Falsafah al Akhlaq, (Mesir, Maktabah al Anjalu al
Mishroyah, 1961), 13
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kepribadian?
2. Bagaimana kepribadian muslim dalam perspektif psikologi pendidikan
Islam?
3. Apa struktur kepribadian muslim?
4. Bagaimana pergulatan psikologis manusia menurut perspektif Islam?
5. Apa pola dan ciri – ciri kepribadian muslim?
6. Bagaiman tipe-tipe kepribadian?
7. Bagaimana aplikasi kepribadian dalam proses religi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian kepribadian.
2. Untuk mengetahui kepribadian muslim dalam perspektif psikologi
pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui struktur kepribadian muslim.
4. Untuk mengetahui pergulatan psikologis manusia menurut
perspektif Islam.
5. Untuk mengetahui pola dan ciri – ciri kepribadian muslim.
6. Untuk mengetahui tipe-tipe kepribadian.
7. Untuk mengetahui aplikasi kepribadian dalam proses religi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
KEPRIBADIAN MUSLIM
A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian dalam bahasa Arab disebut as-syakhshiyyah, berasal dari kata
syakhshun, artinya, orang atau seseorang atau pribadi. Kepribadian bisa juga
diartikan identitas seseorang (haqiiqatus syakhsh). Kepribadian atau syakhshiyyah
seseorang dibentuk oleh cara berpikirnya (aqliyah) dan caranya berbuat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginannya (nafsiyah).6
Kepribadian berasal dari kata Personality (bahasa Latin) yang berarti
kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain
panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi
seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas, yang hanya
dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, ataupun
yang kurang baik. Secara filosofis dapat dikatakan bahwa pribadi adalah ”aku
yang sejati” dan kepribadian merupakan “penampakan sang aku” dalam bentuk
prilaku tertentu.
Disini muncul gagasan umum bahwa kepribadian adalah kesan yang
diberikan seseorang kepada orang lain yang diperoleh dari apa yang dipikir,
dirasakan, diperbuat yang terungkap mealui perilaku.
Selanjutnya berdasarkan pengertian kata-kata tersebut para ahli
mengemukakan definisinya sebagai berikut:
a. (Carl Gustav Jung ( 1875-1959) Kepribadian adalah suatu Totalitas segala
peristiwa psikis yang disadari ataupun yang tidak disadari.7
b. Woodworth: Kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang.
c. Morrison: Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu dengan
jalan menampilkan hasil- hasil kultural dari evolusi social.
6 Syekh Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, jilid I, (t.p, t.t)7 Excess, Beberapa Pengertian Kepribadian Menurut Para Ahli, dalam http://www.g-
excess.com/12408/beberapa-pengertian-kepribadian-menurut-beberapa-ahli/ diakses pada 14 Feb 2012
4
d. Hartmann: Susunan yang terintegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang
individu sebagaimana yang dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang
diperhatikannya kepada orang lain.8
e. William James: kepribadian ialah unsur kesatuan yang berlapis lapis dari
diri materi, diri sosial, diri ruhani dan ego murni.
f. Sigmond Freud: kepribadian adalah terdiri atas tiga sistem yaitu id, ego
dan super ego.
g. Sementara itu John Hocke telah mengemukakan teori tabula, rasa atau
papan lilin yang siap untuk digambari, berbeda dengan Islam yang
menempatkan fitrah sebagai potensi dasar kejiwaan.9
h. Para intelektual Muslim: mendefinisikan kepribadian yakni merupakan
bentuk integrasi antara system kalbu, akal dan nafsu manusia yang
menimbulkan tingkah laku.10
B. Psikologi dan Kepribadian Muslim
Para psikolog memandang kepribadian sebagai struktur dan proses
psikologis yang tetap, yang menyusun pengalaman-pengalaman individu serta
membentuk berbagai tindakan dan respons individu terhadap lingkungan tempat
hidup.11 Dalam masa pertumbuhannya, kepribadian bersifat dinamis, berubah-
ubah dikarenakan pengaruh lingkungan, pengalaman hidup, ataupun pendidikan.
Kepribadian tidak terjadi secara serta merta, tetapi terbentuk melalui proses
kehidupan yang panjang. Dengan demikian, apakah kepribadian seseorang itu
baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab sepenuhnya ditentukan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perjalanan kehidupan seseorang
tersebut.12
Substansi nafsani memiliki tiga daya yaitu (1) kalbu atau fitrah ilahiyah,
akal atau fitrah insani dan nafsu atau firah hayawaniah. Kepribadian pada
8 Siti Maisyaroh, dalam pengertian kepribadian muslim, http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2191444-pengertian-kepribadian-muslim/ dikases pada: Kamis, 03 Nov 2011. Pkl. 21.13 WIB
9 Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 11610 Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2001), 5811 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam..., 35912 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 186
5
dasarnya merupakan perpaduan antara ketiga daya tersebut, hanya saja biasanya
ada salah satu diantaranya yang mendominasi yang lain.13
Al Kindi mendefinisikan jiwa adalah an-nafs nathiqah substansinya
bersifat ilahi rabbani yang berasal dari cahaya (nur) sang pencipta.14 Oleh karena
itu jiwa atau hati harus senantiasa dihidupkan dengan cahaya ilahi. Dalam Islam
hati yang hidup adalah sumber kebaikan dan kematian hati adalah sumber
keburukan. Akar semua kebaikan dan kebahagiaan seorang hamba adalah
kesempurnaan hidup dan cahayanya. Hati yang sehat dan hidup akan bisa
membedakan antara kebaikan dan keburukan.15
Kepribadian seorang Muslim berarti menuntut agar jiwanya selalu hidup
dengan nur ilahi. Inilah yang membedakan antara kepribadian menurut konsep
Islam. Kepribadian Islam merupakan ciri khas, watak maupun karakter umat
Islam. Kepribadian Muslim atau sering disebut akhlak Islami yaitu prilaku
seorang Muslim yang merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan
fitrah insani.
Kepribadian bagi seorang Muslim ialah yang senantiasa menjaga hatinya
untuk selalu taat kepada Allah dan berbahagia karena dekat kepada Allah
sehingga memperoleh sinarnya dengan senantiasa mengerjakan ibadah dan amal
saleh lainya.. sedangkan hati yang kotor dan ingkar kepada Allah yang muncul
dari anggota badanya adalah sifat keji adalah bekas hati yang kotor dan gelap
tanpa sinar.16
Dalam hal ini Hasan al Basri berkata : Kebagusan Akhlak ialah manis
mukanya, memberi kelebihan dan mencegah kesakitan. Sedang Al Washili
berkata akhlak yang baik ialah menyenangkan manusia pada waktu suka dan
duka. Dan Sahal al Tsauri berkata akhlak yang baik ialah sekurang-kurangnya
menanggung penderitaan orang lain, tidak membalas kezaliman orang lain,
memintakan ampunan kepada Allah terhadap orang yang berbuat zalim dan belas
kasih kepadanya.17
13 Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa Nuansa Psikologi Islam.., 5914 Al Kindi, Al Qaul fi an Nafs dalam Risail al Kindi al Falasifa, (t.p, t.t), 27415 Ibnu Qoyyim al Jauriah, Keajaiban Hati, (Jakarta, Pustaka Ahzam, 2000), 3516 Imam al Gazali, Ihya Ulumuddin,Bab Keajaiban Hati, terj. Ismail Yakub, (Jakarta,
Faisan, 1984), 517 Ibid.., 142
6
Jika dilihat dari definisi definisi tersebut maka menurut pendapat penulis
maka hal-hal seperti tersebut adalah buah dari akhlak karena akhlak itu sendiri
adalah system kerja rohani yang terdapat dalam jiwa manusia.
Kadang-kadang dalam kondisi tertentu terjadi perubahan tingkah laku. Hal
ini disebabkan karena salah satu substansi jiwa mendominasi yang lainnya. Jika
dalam interaksi seseorang didominasi oleh nafsu maka yang muncul ialah sifat
pendusta, egois, bakhil, suka mengancau dan amarah. Hal ini dalam psikologi
Islam dinamakan jiwa yang sedang sakit. Tetapi apabila yang mendominasi akal
dan kalbu maka yang muncul adalah sifat-sifat terpuji dan ma’rifat kepada Allah,
inilah yang akan mendatangkan kebahagiaan.18
Hasil kerja kalbu atau kepribadian yang didominasi dengan kalbu akan
menghasilkan kepribadian mutmainah wujudnya kepribadian atas dasar iman,
Islam, dan ikhsan. Sedangkan kepribadian yang didominasi dengan akal akan
menghasilkan kepribadian lawwamah, suatu kepribadian yang berdasarkan sosial
moral dan rasional. Dan kepribadian yang didominasi oleh nafsu menghasilkan
kepribadian amarah, ia bersifat produktif, kreatif dan konsumtif.19
Oleh karena itu kepribadian ada yang menarik dan ada yang tercela.
Kepribadian yang menarik ialah kepribadian yang memiliki sifat-sifat positif
seperti rajin, sabar, pemurah dan suka menolong. Sedangkan kepribadian yang
tercela yaitu kepribadian yang negatif seperti pemalas, pemarah, kikir, sombong
dan sebagainya.
C. Struktur Kepribadian Muslim
Wacana psikologi Islam tentang struktur dan kepribadian sangat erat
pembahasannya dengan substansi manusia. Substansi jiwa menurut para filosof
maupun psikolog Islam terdiri atas tiga bagian yaitu jasmani, rohani dan nafsani
atau nafsu. Substansi jasmani berupa organisme fisik manusia ia lebih sempurna
dibanding makhluk-makhluk yang lain bersifat lahiriyah yang memiliki unsur-
18 Abdul Mujib,dan Yusuf Mudzakir, Nuansa Nuansa Psikologi Islam…, 5719 Ibid.., 62
7
unsur tanah, udara, api, dan air20 ia akan hidup jika diberi daya hidup atau al
bayah21.
Substansi ruh adalah substansi yang merupakan kesempurnaan awal. Al
Gazali menyebutnya lathifah yang halus dan bersifat ruhani. Ruh sudah ada ketika
tubuh belum ada dan tetap ada meskipun jasadnya telah mati. Fathur Rahman
menyatakan bahwa ruh adalah amanah, karena itu ia memiliki keunikan dibanding
dengan makhluk yang lain. Dengan amanah inilah ia menjadi kalifah di muka
bumi22. Sebagaimana firman Allah SWT:
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah: 30)23
Substansi nafsani berarti jiwa, nyawa atau ruh, konotasinya ialah
kepribadian dan substansi psiko fisik manusia. Nafs ini merupakan gabungan dari
jasad dan ruh. Karena itu nafs adalah potensi jasadi dan rohani. Ia berupa potensi
aktualisasinya akan membentuk suatu kepribadian Muslim yaitu merupakan
perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan nafsani.
20 De Bali Tj, The History of The Philosophy in Islam, (New York, Dowh Publication Inc, 1967), 131
21 Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filasofi dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung, Tri Genda Karya, 1993), 11
22 Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam.., 41-4523 Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag R.I, 1987), 6
8
Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu,
akal, dan nafsani.
1. Al Qalb atau kalbu merupakan materi organik yang memiliki
system kognisi yang berdaya emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu
memiliki insting yang disebut nur ilahy dan bashirah al-bathinah (mata
batin)24. Kalbu dalam arti jasmani adalah jantung (heart) bukan hati
(lever). Kalbu dalam artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani
(conscience) dan ruh (soul)25. Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu,
pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini
berfungsi normal maka manusia menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya.
Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang dipancarkan dari Tuhan. Ia
tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga mampu
mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagamaan
Mengenai kalbu ini Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik
maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua
tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu”. 26
Menurut Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang
bersih, yaitu (1) hatinya orang beriman dan mendapat sinar (2) hati yang
tertutup yaitu hatinya orang kafir, hati yang buta dan tidak melihat
kebenaran (3) hati yang terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu
melihat kebenaran tetapi kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki
dua bekal yakni bekal iman dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari
mana yang paling dominan27. Orang yang kalbunya disinari Tuhan maka ia
akan memiliki kepribadian yang kuat, teguh dan tidak mudah putus asa.
Dan apabila ia memiliki nafsu muthmainah ia akan tenang dan optimis
karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan diberikan.
24 Victor Said Basil, Manhaj al Babs an al Ma’rifah inda al Gazali, (Beirut, Dar al Kutub, t.p, t.t), 155
25 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta , Pustaka Pelajar, 1997), 78
26 Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn Bardhahal al ya’fi al Bukhary, Imam, Shahih al Bukhary, (Semarang, Thaha Putra, TT, Juz I), 19
27 Ibnu Qoyyim al Jauriyah.., 22
9
Agar kalbu selalu mandapat sinar Ilahiyah menurut imam Al
Gazali maka harus berilmu dan iradah (kemauan). Dengan ilmu manusia
akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat, dan menurut al Gazali
kalbu berfungsi untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Secara psikologis
kalbu memiliki daya emosi (al infialy) dan kognisi.
Akal secara estimologi memiliki arti al-imsak (menahan) al-
Ribath (ikatan) al-Bajr (menahan) al-Naby (melarang)
dan manin (mencegah)28.
Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah
orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa
nafsunya terikat maka rasionalitinya mampu bereksistensi. Dengan akal
seseorang mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang
menguntungkan dan merugikan. Akal mampu memperoleh pengetahuan
dengan daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif.
Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda
keinginan tidak terburu-buru mengerjakannya sehingga menjadi jelas
olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau ditinggalkan.
Menurut al Hasan jika pekerjaan tersebut dimotivasi untuk
mengharap ridho Allah maka kerjakanlah, tetapi jika tidak karena Allah
lebih baik ditunda dahulu. Dan jika motivasinya untuk memperoleh ridha
Allah maka harus berfikir dahulu apakah dalam mengerjakan sesuatu itu ia
memperoleh pertolongan atau tidak, jika tidak sebaiknya ditunda terlebih
dahulu. Dan apabila sudah mendapat kepastian akan pertolongan Allah
maka kerjakanlah sehingga ia akan mendapat keberuntungan.
Muhasabah juga bisa dilakukan setelah selesai mengerjakan
sesuatu, yakni apakah yang dikerjakan sudah ikhlas karena Allah, sesuai
dengan ketentuan Allah. Apakah waktu mengerjakan lepas kendali atau
tidak, bagus akibatnya atau tidak. Dengan muhasabah orang akan selamat
dan bisa menjadi lebih baik perilkunya dan kepribadiannya.
28 Maan Zidadat, dkk, al Mansu’at al Falasafiyah al Arabiyah, (Saudi Arabia: Imam al Araby, 1986), 465-466
10
Sebagaimana Plato, Al Zukhaily berpendapat bahwa jiwa rasional
itu bertempat di kepala sehingga yang berfikir adalah akal bukan kalbu.
Antara akal dan kalbu sama sama memperoleh daya kognisi tetapi cara
dan hasilnya berbeda. Akal mampu mencapai pengetahuan rasional tetapi
tidak yang supra rasional, sehingga ia mampu mencapai kebenaran tetapi
tidak mampu merasakan hakekatnya29
Menurut Al Gazali agar manusia dapat senantiasa berdekatan dan
mendapat nur ilahy maka ia harus berilmu dan mempunyai iradah
(kemauan). Dengan ilmu seseorang akan mengetahui segala urusan dunia
dan akhirat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan akal. Dengan
kemauan dan akal seseorang akan mengetahui cara-cara untuk
memperbaiki serta mencari sebab sebab yang berhubungan dengan hal itu.
Al Gazali berpendapat bahwa orang yang sakit nafsunya selalu
menginginkan makanan yang enak30.
Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika orang tersebut
sehat maka secara akal berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan
toyyiban pasti akan terasa enak (lezat). Dengan demikian nafsu untuk
selalu menginginkan hal hal yang enak enak akan dapat dikurangi atau
dilawan dengan kondisi sehat.
Al Gazali juga berpendapat bahwa ilmu yang diperoleh dalam hati
akan memiliki kekuatan untuk melihat dan dapat membedakan aneka
bentuk. Pandangan batin dan pandangan lahir sesungguhnya sama sama
memiliki kebenaran, tetapi berbeda derajatnya. Hati laksana pengendara
sedang akal laksana kendaraan. Buruknya hati atau pengendara akan lebih
membahayakn dari pada buruknya kendaraan itu sendiri. Namun demikian
akal tetap diperlukan untuk menyelesaikan problem-problem kehidupan.
Akal yang sehat akan mempengaruhi tindakan dan emosi seseorang juga
kepribadiannya.
Akal terbagi menjadi dua yaitu akal dharuri dan akal muktasabah.
dharuri yaitu akal yang dapat mengetahui secara mudah. Akal muktasabah
29 Abdul Mujib, Nuansa Nuansa Psiokologi Islami..., 5530 Imam al Gazali, Ihya Ulumuddin,Bab Keajaiban Hati.., 20
11
ialah akal yang baru mengetahui dengan cara diusahakan, akal muktasabah
terbagi dua yaknu muktasabah duniawi ialah akal yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keduniawiyan. Akal
muktasabah ukhrawi yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat31.
Secara psikologis orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih dan
akal yang sempurna maka ia akan mampu mengaktualisasikan diri dalam
hidup dan kehidupan, yakni melihat realitas secara cermat, tepat apa
adanya dan lebih efisien32. Ia dapat menerima keadaan dirinya dan orang
lain secara professional, yakni mengakui segala kelebihan dan
keterbatasan masing-masing, dengan demikian ia akan bisa menerima
masukan-masukan dari orang lain secara alamiah tanpa paksaan.33
2. Nafsani, Nafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan
yaitu, al-Ghadhabiyah dan al-Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyah adalah suatu
daya yang berpotensi untuk menghindari segala hal yang
membahayakan. Ghadab dalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan,
pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untuk melindungi egonya
sendiri terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya
sendiri, sedang syahwat dalam psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau
keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah kenikmatan. Apabila
keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip kerjanya
adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka
menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual.
Nafsu merupakan struktur di bawah sadar dalam kepribadian
manusia, apabila manusia didominasi oleh nafsunya, maka ia tidak akan
dapat bereksistensi baik di dunia maupun diakhirat. Karena itu apabila
kepribadian seseorang didomonasi oleh nafsu maka prinsip kerjanya
adalah mengejar kenikmatan dunia, tetapi apabila nafsu tersebut dibimbing
31 Ibid.., 4232 Maslaw, Abraham, Motivasi dan Kepribadian, terj Nurul Iman, (Bandung, Pustaka
Binaan Pressindo, jilid I, 1993), 633 Asyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, Telaah atas Pemikiran
Psikologi Humanistik Abraham Maslaw, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 88
12
oleh kalbu cahaya ilahi maka ghadabnya akan berubah menjadi
kemampuan yang tinggi derajatnya34
Jika nafsu tersebut dikuasai oleh cahaya ilahi yang muncul adalah
sifat-sifat kebaikan, tetapi jika nafsu itu dikuasai oleh syaitan maka yang
muncul adala sifat-sifat syaitaniyah dan ini disebut hati yang sakit ,hati
yang sakit bisa sembu apabila ia kembali kepada cahaya ilahi tetapi akan
lebih sakit apabila ia dikuasai oleh nafsu syaitan.
Dalam ilmu jiwa orang yang terganggu mentalnya tidaklah mudah
diukur atau diperiksa dengan alat-alat kesehatan, untuk mengetahuinya
biasanya hanya bisa dilihat gejalanya seperti tindakannya, tingkah laku
dan pikirannya, seperti gelisah, iri hati, sedih yang tidak beralasan,
hilangnya rasa kepercayaan diri, pemarah, keras kepala, merosot
kecedasannya, suka memfitnah, mengganggu orang lain dan sebagainya.
Kesehatan mental juga berpengaruh terhadap kesehatan badan,
akhir-akhir ini dalam ilmu kedokteran ditemukan istilah psychomtic yaitu
penyakit yang disebabkan oleh mental, misalnya tekanan darah tinggi,
tekanan darh rendah, exceem, sesak nafas, dan sebagainya35
Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh
mental adalah berfungsinya system kerja yang harmonis antara kalbu,
akal, dan nafsu. Dan ini hanya bisa dilakukan melalui latihan-latihan
kejiwaan secara terus menerus.
Harmonisnya jiwa memungkinkan seseorang dapat berhubungan
secara harmonis ditengah masyarakat. Untuk itu diperlukan The Art of
Interction yaitu seni berhubungan yang baik menuju akhlak yang baik,
sebagai landasan utama kebahagian umat, akhlak yang baik juga
merupakan faktor utama dalam memperbaiki kepribadian seseorang36
Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih dan jiwa kotor termasuk
dalam nafsu. Dan mereka membagi nafsu menjadi 3 bagian :
34 Afifi, AE, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, judul: A Mystical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, (Jakarta, Media Pratama, 1995), 176-177
35 Zakiah Derajat Dr. Kesehatan Mental, (Jakarta, Gunung Agung , 1970), 2336 Sayyid Mujtaba Musafi Hari, Psikologi Islam, (Bandung, Pustaka Hidayah, 1990), 17
13
1. Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir
maupun maksiat bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah
maka wujud kepribadiannya ialah tamak, serakah, keras kepala,
angkuh, dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya
seperti free sexs, suka berkelahi dan sebagainya.
2. Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah
tetapi masih sering melakukan maksiat bathin kemudian bersegera
beristighfar dan berusaha memperbaikinya. Orang yang
berkepribadian lawamah maka senantiasa akan mengevaluasi diri
(self correction) untuk menjadi lebih baik.
3. Nafsu muthmainah, suatu kepribadian yang bersumber dari kalbu
manusia, di dalamnya selalu terhindar dari sifat-sifat yang tercela
dan tumbuh sifat-sifat yang terpuji dan selalu tenang.
Kecenderungannya ialah beribadah, mencintai sesama, bertambah
tawakal, dan mencari ridho Allah dan bersifat teosentris. Menurut
Ibnu Kholdum bahwa ruh kalbu itu disinggahi oleh ruh akal. Ruh
akal ini substansinya mampu mengetahui apa saja di alam amar. Ia
menjadi tidak mampu mencapai pengetahuan disebabkan adanya
hijab, apabila hijab itu hilang maka ia akan mampu menemukan
pengetahuan37. Bahkan sebagian ahli tasawuf yang lain membagi
nafsu menjadi 7 bagian, yaitu : nafsu amarah, nafsu lawamah,
nafsu malhamah, nafsu muthmainah, nafsu al rodhiyah, nafsu
mardhiyah, dan nafsu kamilah.
D. Pergulatan Psikologis Manusia
Dalam kepribadian manusia terkandung sifat-sifat hewan dan sifat-sifat
malaikat yang terkadang timbul pergulatan antara dua aspek kepribadian manusia
tersebut. Adakalanya, manusia tertarik oleh kebutuhan dan syahwat tubuhnya, dan
adakalanya ia tertarik oleh kebutuhan spiritualnya.
37 Abd Rahman Ibn Kholdum, Muqaddimah min Kitab al Ibar wa Diwan al Mubtada’ wa al Khabar fi Ayyam al Arab wa al Ajam wa al Bar bar, (Beirut, Dar al Fikr, t.t), 476
14
Al-Qur’an mengisyaratkan pergulatan psikologis yang dialami oleh
manusia, yakni antara kecenderungan pada kesenangan-kesenangan jasmani dan
kecenderungan pada godaan-godaan kehidupan duniawi. Jadi, sangat alamiah
bahwa pembawaan manusia tersebut terkandung adanya pergulatan antara
kebaikan dan keburukan, antara keutamaan dan kehinaan, dan lain sebagainya.
Untuk mengatasi pergulatan antara aspek material dan aspek spiritual pada
manusia tersebut dibutuhkan solusi yang baik, yakni dengan menciptakan
keselarasan di antara keduanya.
Disamping itu, Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa manusia berpotensi
positif dan negatif. Pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada
potensi negatifnya. Hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya
tarik kebaikan.38
Potensi positif dan negatif manusia ini banyak diungkap oleh Al-Qur’an,
di antaranya ada dua ayat yang menyebutkan potensi positif manusia, yaitu Surah
at-Tin [95] ayat 4:
4. Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.39
Dan Surah al-Isra’ [17] ayat 70:
70. Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.40
[862] Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.
Di samping itu, banyak juga ayat Al-Qur’an yang mencela manusia dan
memberikan cap negatif terhadap manusia. Di antaranya adalah manusia amat 38 M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an..., 37839 M. Ali Baidowan, Al-Qur’an Al-Karim, (Beirut: Dar al-Kutub al-alamiah), 59740 Ibid…, 289
15
aniaya serta mengingkari nikmat (Q.S. Ibrahim [14]: 34) manusia sangat banyak
membantah (Q.S. al-Kahfi [18]: 54), dan manusia bersifat keluh kesah lagi kikir
(Q.S. al-Ma’arij [70]: 19).41
Sebenarnya, dua potensi manusia yang saling bertolak belakang ini
diakibatkan oleh perseteruan di antara tiga macam nafsu, yaitu nafsu ammarah bi
as-suu’ (jiwa yang selalu menyuruh kepada keburukan), lihat Surah Yusuf [12]
ayat 53; nafsu lawwamah (jiwa yang amat mencela), lihat Surah al-Qiyamah [75]
ayat 1-2; dan nafsu muthma’innah (jiwa yang tenteram), lihat Surah al-Fajr [89]
ayat 27-30.42 Konsepsi dari ketiga nafsu tersebut merupakan beberapa kondisi
yang berbeda yang menjadi sifat suatu jiwa di tengah-tengah pergulatan
psikologis antara aspek material dan aspek spiritual.43
E. Pola dan Ciri – Ciri Kepribadian Muslim
Kepribadian merupakan “keniscayaan”, suatu bagian dalam (interior) dari
diri kita yang masih perlu digali dan ditemukan agar sampai kepada keyakinan
siapakah diri kita yang sesungguhnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT telah
menerangkan model kepribadian manusia yang memiliki keistimewaan dibanding
model kepribadian lainnya.
Di antaranya adalah Surah al-Baqarah [2] ayat 1-20. Rangkaian ayat ini
menggambarkan tiga model kepribadian manusia, yakni kepribadian orang
beriman, kepribadian orang kafir, dan kepribadian orang munafik.44
Berikut ini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari masing-masing tipe
kepribadian berdasarkan apa yang dijelaskan dalam rangkaian ayat tersebut,
adapun sesuai dengan tema pada kali ini, fokus pada ciri atau sifat kepribadian
muslim sesuai Al-Qur'an dan Sunnah, yang merupakan dua pusaka Rasulullah
Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan.
Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan
pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al- Qur'an
dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan
41 Ibid., 372.42 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an..., 373-37443 Ibid., 377.44 Ibid., 381-382
16
tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Ada sepuluh
profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim, yaitu:
1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada
setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki
ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak
akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan
kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya:
'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah
Tuhan semesta alam' (QS Al-An’am [6] :162).45
2. Shahihul ‘Ibadah
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul
Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: 'shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihat aku shalat.' Dari ungkapan ini maka dapat
disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk
kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
pengurangan.
3. Matinul Khuluq
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap
dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya
kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya.
4. Qowiyyul Jismi
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi
muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki
daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal
dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di
dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat,
apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
45 M. Ali Baidowan, Al-Qur’an Al-Karim..., 150
17
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang
muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan.
Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila
hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-
sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: 'Mu'min yang kuat lebih aku cintai
daripada mu'min yang lemah' (HR. Muslim).
5. Mutsaqaful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi
muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas)
dan Al-Qur'an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk
berpikir, dalam firman Allah SWT:
“Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: 'pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari
keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berpikir (Q.S. Al-Baqarah [2]: 219).46
6. Mujahadatun Linafsihi
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan
salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap
manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk.
Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk
amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala
seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
46 Ibid..., 34
18
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus
diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya
mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).
7. Haritsun 'ala Waqtihi
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor
penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian
yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di
dalam Al-Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha,
wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada
manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam.
Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak
sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang
menyatakan: 'Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu'. Waktu
merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memenej waktunya dengan
baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada
yang sia-sia.
Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah:
“Memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni
waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang
sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syu'unihi
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian
seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur'an maupun sunnah. Oleh karena
itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun
muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu
urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan
baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
9. Qodirun 'alal Kasbi
19
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri
(qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim.
Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan
berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang
memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi.
10. Naafi'un Lighoirihi
Bermanfaat bagi orang lain (nafi'un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan
kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik
sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya
karena bermanfaat besar. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat
dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa
mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
HR. Bukhari Muslim: "Khoirunnas Anfa 'uhum linnas", yang artinya: sebaik-
baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.47
Gambaran manusia mukmin dengan segenap ciri yang terdapat dalam Al-
Qur’an ini merupakan gambaran manusia paripurna (insan kamil) dalam
kehidupan ini, dalam batas yang mungkin dicapai oleh manusia. Allah
menghendaki kita untuk dapat berusaha mewujudkannya dalam diri kita,
Rasulullah saw telah membina generasi pertama kaum mukminin atas dasar ciri-
ciri tersebut. Beliau berhasil mengubah kepribadian mereka kaum jahilin secara
total serta membentuk mereka sebagai mukmin sejati yang mampu mengubah
wajah sejarah dengan kekuatan pribadi dan kemuliaan akhlak
mereka.48 Singkatnya, kepribadian orang beriman dapat menjadi teladan bagi
orang lain.
F. Tipe-Tipe Kepribadian
1. Sanguinis
47 Intan, Ciri – Ciri Pribadi Muslim, dalam http://kmmtp.lifeme.net/t45-ciri-ciri-pribadi-muslim diakses pada: Kamis 03 Nov 2011, Pkl. 22.54 wib
48 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an..., 384.
20
Kepribadian yang menarik, Suka bicara, Menghidupkan pesta, Rasa
humor yang hebat, Ingatan kuat untuk warna, Memukau pendengar,
Emosional dan demonstratif, Antusias dan ekspresif, Periang dan penuh
semangat, Penuh rasa ingin tahu, Baik di panggung, Lugu dan polos, Hidup di
masa sekarang, Mudah diubah, Tulus, Kekanak-kanakan.
Dari sumber lain menyebutkan bahwa sanguinis suka mencari
perhatian, sorotan, kasih sayang, dukungan, dan penerimaan orang-orang di
sekelilingnya. Orang bertipe sanguin suka memulai percakapan dan menjadi
sahabat bagi semua orang. Orang tipe ini biasanya optimis dan selalu
menyenangkan. Namun, ia tidak teratur, emosional, dan sangat sensitif
terhadap apa yang dikatakan orang terhadap dirinya. Dalam pergaulan, orang
sanguin sering dikenal sebagai “si tukang bicara”
2. Melankolis
Mendalam dan penuh pikiran, Analitis, Serius dan tekun, Cenderung
jenius, Berbakat dan kreatif, Artistik atau musikal, Filosofis dan puitis,
Menghargai keindahan, Perasa terhadap orang lain, Suka berkorban, Penuh
kesadaran, Idealis. Orang bertipe melankolis berorientasi pada tugas, sangat
berhati-hati, perfeksionis, dan suka keteraturan. Karenanya, orang melanklolis
sering kecewa dan depresi jika apa yang diharapkannya tidak sempurna.
Orang melankolis sering diidentifikasi sebagai “si perfeksionis” atau “si
pemikir”.
3. Koleris
Berbakat memimpin, Dinamis dan aktif, Sangat memerlukan
perubahan, Harus memperbaiki kesalahan, Berkemauan kuat dan tegas, Tidak
emosional bertindak, Tidak mudah patah semangat, Bebas dan mandiri,
Memancarkan keyakinan, Bisa menjalankan apa saja. Orang bertipe koleris
menuntut loyalitas dan penghargaan dari sesama, berusaha mengendalikan dan
mengharapkan pengakuan atas prestasinya, serta suka ditantang dan mau
menerima tugas-tugas sulit. Tapi mereka juga suka merasa benar sendiri, suka
kecanduan jika melakukan sesuatu, keras kepala, dan tidak peka terhadap
perasaan orang lain. Orang koleris seperti ini sering diidentifikasi sebagai “si
pelaksana”
21
4. Phlegmatis
Kepribadian rendah hati, Mudah bergaul dan santai, Diam, tenang dan
mampu, Sabar, baik keseimbangannya, Hidup konsisten, Tenang tetapi cerdas,
Simpatik dan baik hati, Menyembunyikan emosi, Bahagia menerima
kehidupan, Serba guna. Orang bertipe ini kurang disiplin dan motivasi
sehingga suka menunda-nunda sesuatu. Kadang, ia dipandang orang lain
sebagai lamban. Bukannya karena ia kurang cerdas, tapi justru karena ia lebih
cerdas dari yang lain. Orang phlegmatis tak suka keramaian ataupun banyak
bicara. Namun, ia banyak akal dan bisa mengucapkan kata yang tepat di saat
yang tepat, sehingga cocok menjadi negosiator. Orang phlegmatis kadang
diidentifikasi sebagai “si pengamat” atau “si manis”49
G. Aplikasi Kepribadian dalam Proses Religi
Proses Religi (Agama) mempunyai peranan yang sangat penting dalam
hidup dan kehidupan manusia, karena tidak hanya mengatur kehidupan manusia
dalam akhirat saja tetapi juga mengatur bagaimana seharusnya manusia hidup di
dunia. Agama mengajarkan nilai-nilai moral sebagai hasil pemikiran, tanpa
dikendalikan oleh cahaya kebenaran agama akan mudah menjurus kepada
kesesatan. Hal ini justru akan membahayakan manusia. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT.
257. Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya
(iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya
49 Didik Tri Susanto, Tipe Kepribadian, dalam http://teknomuslim.com/tag/tipe-kepribadian/, diakses pada Selasa 14 Feb 2012
22
ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah: 257)50
Dalam usaha menjadikan ajaran agama sebagai referensi dari setiap gerak
langkah seseorang, maka pelajaran agama harus diberikan sedini mungkin,
bahkan sejak dari buaian sampai ke liang lahat sebagai aplikasi untuk membentuk
kepribadian muslim dalam proses religi. Mulai dari bersifat pembiasaan di rumah
tangga, sampai kepada pendidikan formal pada lembaga-lembaga pendidikan.
Kebiasaan hidup beragama dalam lingkungan rumah tangga sehari-hari, sudah
merupakan pendidikan, walaupun ini sifatnya informal. Namun karena di sini
penanaman pertama benih jiwa keagamaan, maka maknanya sangatlah penting.
Sehubungan dengan hal di atas, Al-Ghazali seorang pemimpin keagamaan
dan seorang sufi mengatakan bahwa “pendidikan agama harus dimulai sejak dini.
Sebab usia dini anak siap menerima akidah-akidah keagamaan hanya dengan
mempercayai tanpa minta argumentasi. Ia begitu senang menerima dan
mempercayainya” Menanamkan agama dengan cara ini memang belum sempurna
dan harus diikuti dengan tindak lanjut secara gradual sesuai dengan
perkembangan intelektualnya.
Khususnya pendidikan agama di sekolah merupakan lanjutan dari
pendidikan informal, yakni pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan keluarga.
Dalam hal ini, pendidikan agama di sekolah mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu :
Membina secara formal pendidikan agama yang telah dimulai di
rumah tangga, yaitu memupuk jiwa keagamaan yang telah dimiliki.
Mendorong terbentuknya kebiasaan dan sikap hidup menurut
ketentuan agama Islam.
Menunjang tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional itu sendiri.51
50 M. Ali Baidowan, Al-Qur’an Al-Karim..., 4351 Afiful Ikhwan, Makalah dan Artikel, dalam http://afifulikhwan.blogspot.com/, diakses
pada 14 Feb 2012
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian dalam bahasa Arab disebut as-syakhshiyyah, berasal dari kata
syakhshun, artinya, orang atau seseorang atau pribadi. Kepribadian bisa juga
diartikan identitas seseorang (haqiiqatus syakhsh). Kepribadian atau syakhshiyyah
seseorang dibentuk oleh cara berpikirnya (aqliyah) dan caranya berbuat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginannya (nafsiyah).
Kepribadian atau watak, ciri khas atau karakter seseorang yang secara
eksis dan terus menerus dipertahankan, meskipun demikian kepribadian bisa
berubah ubah sesuai dengan faktor yang mempengaruhi.
Dalam Islam kepribadian Muslim identik dengan akhlak Islam, ia
merupakan perpaduan harmonis antara system kalbu, akal dan nafsu yang
menimbulkan tingkah laku dan merupakan ciri khas umat Islam. Karena itu ciri
khas kepribadian Muslim ialah yang selalu menjaga hatinya untuk taat kepada
Allah sehingga senantiasa mendapat sinarnya dan menjauhi segala larangannya
yang merupakan kotoran-kotoran manusia.
Struktur kepribadian Muslim meliputi tiga substansi, yaitu jasad atau
jasmani, ruh atau ruhani dan nafsani atau jiwa, jiwa itu sendiri terdiri dari kalbu,
akal dan nafsu. Sedangkan nafsu terdiri dari nafsu amarah, lawamah dan
muthmainah. Semuanya ini merupakan struktur kepribadian Islam, yang jika
system kerjanya bagus semua akan membentuk kepribadian kamil atau manusia
paripurna yang tenang, selalu berbuat kebaikan, tawakal dan terhindar dari sifat
sifat tercela.
Dalam kepribadian manusia terkandung sifat-sifat hewan dan sifat-sifat
malaikat yang terkadang timbul pergulatan antara dua aspek kepribadian manusia
tersebut. Adakalanya, manusia tertarik oleh kebutuhan dan syahwat tubuhnya, dan
adakalanya ia tertarik oleh kebutuhan spiritualnya. Potensi positif dan negatif
manusia ini banyak diungkap oleh Al-Qur’an sendiri, di antaranya ada dua ayat
24
yang menyebutkan potensi positif manusia, yaitu Surah at-Tin [95] ayat 4 dan
Surah al-Isra’ [17] ayat 70. Di samping itu, banyak juga ayat Al-Qur’an yang
mencela manusia dan memberikan cap negatif terhadap manusia. Di antaranya
adalah manusia amat aniaya serta mengingkari nikmat (Q.S. Ibrahim [14]: 34)
manusia sangat banyak membantah (Q.S. al-Kahfi [18]: 54), dan manusia
bersifat keluh kesah lagi kikir (Q.S. al-Ma’arij [70]: 19).
Ciri – ciri kepribadian muslim: Aqidah yang bersih, Ibadah yang benar,
Akhlak yang kokoh, Kekuatan jasmani, Intelek dalam berpikir, Berjuang melawan
hawa nafsu, Pandai menjaga waktu, Teratur dalam suatu urusan, Memiliki
kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri dan Bermanfaat
bagi orang lain. Tetapi kenyataanya sering ada gangguan-gangguan kejiwaan yang
dapat menurunkan derajat kepribadianya atau kesehatan mentalnya. Untuk
menyembuhkannya harus melalui latihan latihan mental secara terus menerus
seperti sabar ,taubat , tawakal, ridha dan sebagainya.
Tipe-Tipe Kepribadian, Sanguinis; Kepribadian yang menarik, Suka
bicara, Menghidupkan pesta, Rasa humor yang hebat, Ingatan kuat untuk warna,
Melankolis; Mendalam dan penuh pikiran, Analitis, Serius dan tekun, Koleris;
Berbakat memimpin, Dinamis dan aktif, Sangat memerlukan perubahan,
Phlegmatis; Kepribadian rendah hati.
Aplikasi kepribadian dalam proses religi, memupuk jiwa keagamaan yang
telah dimiliki, mendorong terbentuknya kebiasaan dan sikap hidup menurut
ketentuan agama Islam, menunjang tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional itu
sendiri.
B. Saran
Agar kepribadian muslim senantiasa terlaksana dan bertahan bahkan selalu
meningkat dalam kehidupan sehari-hari, harus memotivasi, merangsang dan
sedikit pemaksaan dari diri sendiri agar selalu sadar akan pentingnya beragama
dan aplikasi dari ajaran agama tersebut terhadap berkepribadian muslim dalam
beraktifitas dimanapun dan kapanpun.
25
DAFTAR RUJUKAN
Afifi, AE, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, judul: A Mystical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, Jakarta, Media Pratama, 1995
Al Jauriah, Ibnu Qoyyim, Keajaiban Hati, Jakarta, Pustaka Ahzam, 2000
Al Gazali, Imam, Ihya Ulumuddin, Bab Keajaiban Hati, terj. H. Ismail Yakub, Jakarta, Faisan, 1984
Al Gazali, Muhammad, Abu Hamid, Ihya Ulumu al Din, Beirut, Dar a Fikr, 1980
Al Kindi, Al Qaul fi an Nafs dalam Risail al Kindi al Falasifat, TP, TT
Ali Rajab, Mansur, Ta’am Mulat Fi Falsafah al Akhlaq, Mesir, Maktabah al Anjalu al Ibn Kholdum, Abd Rahman, Muqaddimah min Kitab al Ibar wa Diwan al Mubtada’ wa al Khabar fi Ayyam al Arab wa al Ajam wa al Bar bar, Beirut, Dar al Fikr, Mishroyah, 1961
An Nabhani, Syekh Taqiyuddin, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, jilid I, TT
Asyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslaw, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002
Bastaman, Djumhana, Hanna, Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami, Yogyakarta , Pustaka Pelajar, 1997
Bukhary, Imam, Shahih al Bukhary Juz I, Semarang, Thaha Putra, TT
De Bali Tj, The History of The Philosophy in Islam, New York, Dowh Publication Inc, 1967
Fauzi, Ahmad, Drs, H, Psikologi Umum, Bandung, Pustaka Setia, 1999
Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn Bardhahal al ya’fi al
Intan, Ciri – Ciri Pribadi Muslim, dalam http://kmmtp.lifeme.net/t45-ciri-ciri-pribadi-muslim diakses pada: Kamis 03 Nov 2011, Pkl. 22.54 wib
Maisyaroh, Siti, Dalam pengertian kepribadian muslim, http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2191444-pengertian-kepribadian-muslim/ dikases pada: Kamis, 03 Nov 2011. Pkl. 21.13 WIB
Maslaw, Abraham, Motivasi dan Kepribadian, terj Nurul Iman jilid I, Bandung, Pustaka Binaan Pressindo, 1993
Mujib, Abdul, M.Ag, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filasofik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung, Tri Genda Karya, 1993
Mujib, Abdul, M.Ag dan Yusuf Mudzakir, M.Si, Nuansa Nuansa Psikologi Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001
26
Najali, Utsman, Muhammad Dr., Jiwa dalam Pandangan Para Filsafat Muslim, terj. Gari Saloom, S.Psi, Bandung, 2002
Said Basil, Victor, Manhaj al Babs an al Ma’rifah inda al Gazali, Beirut, Dar al Kutub, TT
Sayyid Mujtaba Musafi Hari, Psikologi Islam, Bandung, Pustaka Hidayah, 1990
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004
Zakiah Derajat Dr. Kesehatan Mental, Jakarta, Gunung Agung , 1970
Zidadat, Maan, dkk, al Mansu’at al Falasafiyah al Arabiyah, Arab, Imam al Araby, 1986
27