84083080 case report epilepsi lobus frontal
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
STATUS NEUROLOGIS
SMF NEUROLOGI (SARAF)
RSUD DR. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
Nama : Cherrya Annurunnisa Adnan
Nim : 0718011049
Universitas : Lampung
Pemeriksa : dr. Fitriyani, M.Kes, Sp.S
Tgl. Pemeriksaan : 12-11-2011
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 41 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tulang Bawang
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Suku Bangsa : Lampung
Tgl. Masuk : 10-11-2011
Dirawat yang ke : 1
II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS
Keluhan utama : Kejang tubuh sebelah kiri
Keluhan tambahan : Sakit kepala, penglihatan terasa kabur, lengan dan tungkai kiri
terasa lemah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSAM dengan keluhan kejang pada tubuh bagian kiri sejak ± 1 minggu yang
lalu. Setiap terjadi kejang, pasien mengaku sadar dan masih dapat mendengar lingkungannya
tetapi tidak dapat bicara. Kejang dirasakan selama ± 10 menit lalu berhenti. Kejang paling sering
terjadi pada malam hari. Setelah kejang berhenti pasien merasa tubuh sebelah kiri terasa lemas
dan berkeringat banyak. Selain itu pasien juga mengeluh sakit kepala sehingga tidak dapat
berubah posisi dari tidur menjadi posisi duduk.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah terjatuh dan kepala terbentur lantai ± 10 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat
diabetes mellitus sejak ± 5 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi
II. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
◘ Keadaan umum : Tampak sakit sedang Tampak sakit sedang
◘ Kesadaran : Compos mentis Compos mentis
◘ GCS : 15 (E4V5M6)
◘ Vital sign
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C
◘ Gizi : Cukup
Status Generalis
◘ Kepala
Rambut : Hitam lurus, tidah mudah tercabut
Mata : Bulat simetris
Telinga : Liang lapang, tidak ada deformitas, tidak ada serumen
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak deviasi, konka tidak hiperemis
Mulut : Tidak kering, tidak hiperemis, oral hygiene baik.
◘ Leher
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran
Pembesaran tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak ada peningkatan
Trachea : Tidak ada deviasi
◘ Toraks
Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : Dalam batas normal
Batas kiri : Dalam batas normal
Batas Atas : Dalam batas normal
Auskultasi : Murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan hemithoraks kanan dan kiri simetris
Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rh (-/-)
◘ Abdomen
Inspeksi : Datar simetris
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU +
◘ Extremitas
Superior : Edema (-/-), parese (-/+)
Inferior : Edema (-/-), parese (-/+)
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf Cranialis (Kanan/kiri)
N.Olfactorius ( N.I )
Daya penciuman hidung : Normosmia
N.Opticus ( N.II )
Tajam penglihatan : > 3/60 bed side
Lapang penglihatan : Normal
Tes warna : Normal
Fundus oculi : Tidak dilakukan
N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)
Kelopak Mata
Ptosis : Tidak
Endophtalmus : Tidak
Exopthalmus : Tidak
Pupil
- Diameter : 4 mm
- Bentuk : Bulat
- Isokor / anisokor : Isokor
- Posisi : Sentral
- Refleks cahaya langsung : +/+
- Refleks cahaya tidak langsung : +/+
Gerakan Bola Mata
- Medial : Normal
- Lateral : Normal
- Superior : Normal
- Inferior : Normal
- Obliqus, superior : Normal
- Obliqus, inferior : Normal
- Refleks pupil akomodasi : Normal
- Refleks pupil konvergensi : Normal
N. Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : Normal
- Ramus maksilaris : Normal
- Ramus mandibularis : Normal
Motorik
- M. masseter : Normal
- M. temporalis : Normal
- M. pterygoideus : Normal
Refleks
- Refleks kornea : Normal
- Refleks bersin : Normal
N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : Simetris
- Tertawa : Simetris
- Meringis : Simetris
- Bersiul : Simetris
- Menutup mata : Simetris
Pasien Disuruh Untuk
- Mengerutkan dahi : Simetris
- Menutup mata kuat-kuat : Simetris
- Mengembungkan pipi : Simetris
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : Normal
N. Vestibulo-coclearis (N.VIII)
N. Cochlearis
Ketajaman pendengaran : Normal
Tinitus : -/-
N. Vestibularis
Test vertigo : -/-
Nistagmus : -/-
N. Glossopharingeus dan N. Vagus (N.IX dan N.X)
Suara bindeng / nasal :Tidak ada (-)
Posisi uvula : Di tengah
Palatum mole : Istirahat: Simetris
Diam : Simetris
Arcus palatoglossus : Istirahat: Simetris
Diam : Simetris
Arcus pharingeus : Istirahat: Simetris
Diam : Simetris
Refleks batuk : Simetris (+)
Refleks muntah : Simetris (+)
Peristaltik usus : BU (+)
Bradikardi : (-) (-)
Takikardi : (-) (-)
N. Accesorius (N. XI)
- M. Sternocleidomastoideus : Normal (Normal / Normal)
- M. Trapezius : Normal (Normal / Normal)
N. Hipoglossus (N. XII)
Atropi : Tidak (-)
Fasikulasi : Tidak (-)
Deviasi : Tidak (-)
Tanda Perangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : - (-)
Kernig test : -/- (-)
Lasseque test : -/- (-)
Brudzinsky I : -/- (-)
Brudzinsky II : -/- (-)
Status Motorik Superior ka / ki Inferior ka / ki
Gerak +/+ +/+
Kekuatan otot 5/ 5 5/1
Tonus Normal / Normal -/-
Klonus -/- -/-
Atrophi -/- -/-
Reflek fisiologis Biceps (+ / +)
Triceps(+ / +)
Pattela (+ / +)
Achilles (+ / +)
Reflek patologi Hoffman Trommer (- / -) Babinsky (- / -)
Chaddock (- / -)
Oppenheim (- /-)
Schaefer (- / -)
Gordon (- / -)
Sensibilitas
◘ Eksteroseptif / Rasa Permukaan (Superior / Inferior)
Rasa raba : +/+
Rasa nyeri : +/+ Baik / Baik
Rasa suhu panas : +/+ Baik / Baik
Rasa suhu dingin : +/+ Baik / Baik
◘ Proprioseptif / Rasa Dalam
Rasa sikap : +/+ Baik / Baik
Rasa getar : +/+ Baik / Baik
Rasa nyeri dalam : +/+ Baik / Baik
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Astereognosis : Normal ( +/ + )
Agnosa taktil : Normal ( + / + )
Koordinasi
Tes tunjuk hidung : Tidak bisa dilakukan (Normal/Normal)
Tes pronasi supinasi : Tidak bisa dilakukan (Normal/Normal)
Susunan Saraf Otonom
Miksi : Normal (+)
Defekasi : Normal (+)
Salivasi : Normal (+)
Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : Normal Baik
Fungsi orientasi : Normal Baik
Fungsi memori : Normal Baik
Fungsi emosi : Normal Baik
Algoritma Gajah Mada
Penurunan kesadaran : Tidak
Nyeri kepala : Tidak
Refleks babinsky : -/-
RESUME
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
Kekuatan otot : 5 2
5 1
DIAGNOSIS
Klinis : Kejang, hemiparese sinistra.
Topis : Hemisfer serebri frontal dekstra.
Etiologi : Epilepsial dan suspect SOL lobus frontal dekstra
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
1. Umum
2. Dietetik
3. Medikamentosa
1. IVFD RL
2. Phenytoin
4. Rehabilitasi
1. Fisioterapi
2. Psikoterapi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EEG
2. CT-scan
3. CT-scan kontras
PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
EPILEPSI LOBUS FRONTAL
PENDAHULUAN
Dari studi epidemiologi yang dilakukan Hauser dkk, dikatakan sekitar 2 juta individu di Amerika
Serikat menderita epilepsi dan diperkirakan sekitar 44 kasus baru per 100.000 populasi terjadi
tiap tahun. Studi ini juga memperkirakan sekitar 1% penduduk AS akan menderita epilepsi
sebelum usia 20 tahun, di mana pada periode umur ini epilepsi menunjukkan bentuk paling
beragam. Lebih dari 2 per 3 dari seluruh bangkitan epilepsi dimulai pada masa anak-anak
(sebagian besar pada tahun pertama kehidupan). Insidens ini kembali meningkat setelah usia 60
tahun. Di bidang neurologi pediatrik, epilepsi merupakan salah satu kelainan tersering. J. Engels
mengemukakan bahwa meskipun jenis terapi telah banyak tersedia, 80-90% penderita epilepsi di
negara berkembang tidak pernah memperoleh pengobatan.
Epilepsi lobus frontal adalah seizure berulang yang berkembang dari lobus frontal. Bentuk
serangan dapat berupa simple partial seizure atau dapat juga berupa complex partial seizure,
sering juga disertai dengan generalisasi sekunder. Manifestasi klinis mencerminkan area spesifik
dari onset seizure dan bervariasi dari perubahan perilaku hingga perubahan motorik atau
tonik/postural. Status epileptikus lebih umum terjadi pada seizure lobus frontal dibandingkan
yang berkembang dari area lain. Insidensi epilepsi lobus frontal tidak diketahui secara tepat,
namun mencakup 20-30% dari prosedur operasi yang terkait dengan kasus epilepsy intractable.
Tidak ada perbedaan bermakna pada frekuensi berdasarkan gender. Epilepsi lobus frontal
simtomatik dapat mengenai semua usia.
DEFINISI
Seizure atau bangkitan adalah gangguan aktivitas mental, motorik, sensorik, atau otonom yang
relatif singkat dan mendadak, akibat aktivitas serebral paroksismal abnormal. Konvulsi
adalah seizure yang berupa kontraksi involunter otot-otot somatik yang bersifat kasar (violent).
Epilepsi didefinisikan secara klinis sebagai keadaan seizure berulang kronis; penyebabnya dapat
diketahui (‗epilepsi simtomatik‘) atau tidak diketahui (‗epilepsi idiopatik‘ atau epilepsi
kriptogenik‘). Status epileptikus adalah berulangnya episode seizure dengan interval yang terlalu
singkat, sehingga tidak sempat pulih ke kondisi pre-seizure. Epilepsi parsialis kontinua terdiri
dari manifestasi seizure repetitif, biasanya kedutan ritmis dari ekstremitas distal atau wajah
bagian bawah, menetap selama beberapa hari, minggu, atau tahun dan tidak membentuk episode
seizure tersendiri.
KLASIFIKASI
Bangkitan (seizure) diklasifikasikan dalam beberapa cara: berdasarkan etiologi, yaitu idiopatik
(primer) atau simtomatik (sekunder); lokasi asal; bentuk klinik (umum atau fokal); frekuensi
(tunggal, repetitif, atau status epileptikus); atau berdasarkan korelasi elektrofisiologinya.
Klasifikasi yang banyak dianut pertama kali diusulkan oleh Gastaut pada 1970 dan kemudian
direvisi berulang oleh Commission on Classification and Terminology of the International
League Against Epilepsy (ILAE) (1981). Klasifikasi ini, yang terutama didasarkan pada bentuk
klinik seizure dan gambaran elektroensefalografi (EEG), diadopsi secara luas dan dipandang
sebagai International Classification. Pada dasarnya, klasifikasi ini membagi seizure menjadi dua
– parsial, di mana tampak onset fokal atau terlokalisir, dan umum, di mana seizure dimulai
bilateral.
International classification of epileptic seizures
I. Generalized seizures (bilaterally symmetrical and without localonset)
A. Tonic, clonic, or tonic-clonic (grand mal)
B. Absence (petit mal)
1. With loss of consciousness only
2. Complex—with brief tonic, clonic, or automaticmovements
C. Lennox-Gastaut syndrome
D. Juvenile myoclonic epilepsy
E. Infantile spasms (West syndrome)
F. Atonic (astatic, akinetic) seizures (sometimes with myoclonic jerks)
II. Partial, or focal, seizures (seizures beginning locally)
A. Simple (without loss of consciousness or alteration in psychic function)
1. Motor–frontal lobe origin (tonic, clonic, tonic-clonic; Jacksonian; benign childhood
epilepsy; epilepsia partialis continua).
2. Somatosensory or special sensory (visual, auditory, olfactory, gustatory, vertiginous)
3. Autonomic
4. Pure psychic
B. Complex (with impaired consciousness)
1. Beginning as simple partial seizures and progressing to impairment of consciousness
2. With impairment of consciousness at onset
III. Special epileptic syndromes
A. Myoclonus and myoclonic seizures
B. Reflex epilepsy
C. Acquired aphasia with convulsive disorder
D. Febrile and other seizures of infancy and childhood
E. Hysterical seizures
Partial seizure atau bangkitan parsial adalah bentuk serangan di mana gejala klinis dan
perubahan elektrogafis awal mengindikasikan keterlibatan kelompok neuron yang terbatas pada
bagian dari satu hemisfer. Bila kesadaran tidak terganggu selama serangan, sebagaimana terbukti
dengan adanya amnesia selama serangan, maka seizure diklasifikasikan sebagai simple partial
seizure(bangkitan parsial sederhana). Bila kesadaran terganggu, maka seizure diklasifikasikan
sebagai complex partial seizure (bangkitan parsial kompleks). Pada perekaman rutin, bangkitan
parsial sederhana secara elektrografik seringkali hanya melibatkan satu hemisfer, sedangkan
bangkitan parsial kompleks sering melibatkan kedua hemisfer. Lokasi lesi berkaitan dengan
tipe seizure, dan hubungan ini sangat membantu dalam diagnosis sehingga harus dikenal dengan
baik oleh semua ahli neurologi.
Common seizure patterns
CLINICAL TYPE LOCALIZATION Somatic motor
Jacksonian (focal motor) Prerolandic gyrus
Masticatory, salivation, speech arrest Amygdaloid nuclei, opercular
Simple contraversive Frontal
Head and eye turning associated with arm
movement or athetoiddystonic postures Supplementary motor cortex
Somatic and special sensory (auras)
Somatosensory Contralateral postrolandic
Unformed images, lights, patterns Occipital
Auditory Heschl‘s gyri
Vertiginous Superior temporal
Olfactory Mesial temporal
Gustatory Insula
Visceral: autonomic Insular-orbital-frontal cortex
Complex partial seizures
Formed hallucinations Temporal neocortex or amygdaloid-
hippocampal complex
Illusions
Dyscognitive experiences
(de´ja` vu, dreamy states, depersonalization)
Affective states (fear, depression, or elation) Temporal
Automatism (ictal and postictal) Temporal and frontal
Absence Frontal cortex, amygdaloid-hippocampal
complex, reticular-cortical system
Bilateral epileptic myoclonus Reticulocortical, frontocentral
Simple partial seizure dapat berupa gejala motorik fokal, sensorik, otonom, campuran atau psikis
tanpa perubahan kesadaran. Gejala complex partial seizure secara primer terdiri dari perubahan
isi kesadaran sehingga menurunkan kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan sekitarnya;
hilangnya kesadaran secara total bukan merupakan gejala primer. Complex partial
seizure selanjutnya dapat dibedakan menjadi dua: (1) partial seizure dengan ‗hanya‘ gangguan
kesadaran, dimana terjadi penurunan kesadaran yang bermanifestasi sebagai konfusi; dan
(2) partial seizure dengan ‗automatism’, yang terdiri dari gerakan repetitif yang ‗sepertinya‘
bertujuan, dapat berupa gerakan sederhana (menggaruk, menepuk, mengunyah, menelan,
bergumam dan mengecap) ataupun gerakan terorganisir (ekspresi fasial, gestural dan verbal).
Klasifikasi saat ini telah mengenal bahwa bangkitan parsial sederhana dapat berkembang
menjadi bangkitan parsial kompleks atau menjadi bangkitan tonik-klonik umum, atau bisa juga
bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan tonik-klonik umum.
Generalized seizure atau bangkitan umum adalah bentuk serangan di mana gejala klinis dan
perubahan elektrogafik awal mengindikasikan keterlibatan inisial dari kedua hemisfer. Biasanya
disertai hilang kesadaran, aktivitas motorik bilateral, atau keduanya.
Epilepsi parsial kompleks
Diagnosis complex partial seizure (bangkitan parsial kompleks) sangat sulit. Serangan sangat
bervariasi dan seringkali menginduksi gangguan perilaku dan fungsi psikis – dan bukan interupsi
kesadaran yang jelas, sehingga dapat disalahartikan dengan temper tantrum (ledakan amarah),
histeria, perilaku sosiopatik, atau psikosis akut. Sangat penting untuk menganamnesis secara
hati-hati kepada saksi mata yang melihat serangan terjadi. Verbalisasi yang tak dapat diingat,
berjalan tanpa tujuan, atau aksi dan perilaku yang tak sesuai dapat menjadi petunjuk. Complex
partial seizure yang ringan dapat disalahartikan sebagai serangan absence, namun yang perlu
diingat adalah periode bingung sering mengikuti complex partial seizure, yang mana tidak terjadi
pada absence.
Sekitar 70-80% kasus epilepsi parsial kompleks memiliki lokasi onset di lobus temporal,
sedangkan pada 20-30% bangkitan berkembang dari lobus frontal. Etiologi tersering adalah
sklerosis temporal mesial, yang merupakan lesi perinatal akibat hipoksia. Epilepsi parsial
kompleks seringkali lebih sulit terkontrol secara adekuat dibandingkan epilepsi tipe lain, namun
penjelasannya belum jelas. Mayoritas pasien mengalami aura, sering diingat sebagai sensasi
perut yang naik atau turun, bau memuakkan, atau hentakan anggota gerak sebelum terjadinya
seizure. Seizure sering dimulai dengan terhentinya aktivitas verbal yang disertai tatapan kosong.
Pasien tidak merespon stimulus verbal atau visual. Automatisme dapat timbul
berupa gestural (memungut objek, gerakan mencuci tangan berulang-ulang) atau oral (mengecap
bibir), dan pasien bisa berjalan tanpa tujuan. Gerakan-gerakan ini cenderung khas untuk masing-
masing pasien. Gerakan bertujuan atau tindak kekerasan tidak lazim terjadi. Iktal berlangsung
sekitar 1 hingga 3 menit, diikuti periode postictal confusion yang biasanya berakhir dalam 5-20
menit. Pasien tidak ingat kejadian selama seizure.
EEG sering membantu memastikan diagnosis, terutama bila interictal spikes (gelombang paku
interiktal) dapat diidentifikasi berasal dari lobus temporal atau frontal. Karena lobus temporal
dan lobus frontal sisi bawah berada jauh dari elektrode EEG, pada beberapa pasien terkadang
sulit untuk menemukan spike.Penggunaan deprivasi tidur dan elektrode nasofaring dan sfenoid
khusus dapat meningkatkan cakupan diagnostik. Scan MRI sering dikerjakan dengan potongan
khusus pada hipokampus untuk memperlihatkan sklerosis temporal mesial. Pada 30% pasien
dapat ditemukan kausa dari epilepsi parsial kompleks.
Epilepsi lobus frontal
Pasien dengan epilepsi lobus frontal dapat datang dengan sindrom epilepsi yang jelas atau
dengan manifestasi perilaku/motorik yang tak wajar, yang bisa saja sepintas tidak dikenali
sebagai seizure. Gambaran yang dapat membedakan seizure lobus frontal dari peristiwa
nonepileptik antara lain adalah semiologi stereotipik, timbul saat tidur, durasi singkat (sering <30
detik), generalisasi sekunder yang cepat, manifestasi motorik yang menonjol, dan otomatisme
kompleks.
Seizure dapat berkembang dari area lobus frontal mana saja, termasuk orbitofrontal, frontopolar,
dorsolateral, opercular, area motorik suplementer, korteks motorik, atau girus cingulata.
Mayoritas seizure lobus frontal dianggap simtomatik, meskipun banyak pasien dengan epilepsi
lobus frontal tidak menunjukkan lesi yang jelas pada MRI. Faktor yang menjadi penyebab antara
lain kausa kongenital seperti disgenesis kortikal, gliosis, atau malformasi vaskular; neoplasma;
cedera kepala; infeksi; dan anoksia. Kemajuan signifikan dalam bidang genetik molekuler
berhasil mengidentifikasi defek genetik terkait familial pada epilepsi lobus frontal, yang disebut
sebagai autosomal dominant nocturnal frontal lobe epilepsies (ADNFLE).
Manifestasi klinis
Epilepsi lobus frontal, berbeda dengan epilepsi lobus temporal, memiliki manifestasi motorik
yang menonjol dan dramatik. Sering bersifat nokturnal, timbul saat tidur, dan biasanya
berlangsung singkat (14-45 detik). Saksi mata dapat mendeskripsikan vokalisasi keras, kelojotan
anggota gerak, kepala menoleh ke satu sisi, atau gerakan bersepeda.
Serangan pada epilepsi parsial kompleks lobus frontal berulang dengan frekuensi cukup sering,
berlangsung singkat (kurang dari 30 detik), dimulai dan berakhir secara mendadak, terjadi
nokturnal, dan sering menunjukkan gejala yang hebat. Pada tengah malam, pasien dapat tiba-tiba
berteriak keras, menggeliat di ranjang, meniru gerakan bersepeda, otomatisme berulang, dapat
menari-nari atau berlari-lari dan kemudian tersadar dengan gejala postiktal minimal. Analisa
pasien dapat membingungkan bila terjadi kedua epileptogenesis temporal dan frontal, biasanya
orbitofrontal, secara bersamaan. Seizure semacam itu dapat menyebar ke area motorik
suplementer, menimbulkan seizure jenis postural. Secondary generalization (generalisasi
sekunder) timbul lebih sering pada serangan lobus frontal dibandingkan dengan lobus temporal.
Jacksonian march seizure merupakan progresi dari aktivitas elektrik abnormal sepanjang korteks
motorik primer. Secara klinis, pasien dapat mendeskripsikan hentakan ritmis involunter dari ibu
jari, yang diikuti penyebaran ke tangan dan pergelangan, lalu ke lengan dan wajah, semuanya
pada satu sisi tubuh yang sama.
Bila seizure melibatkan korteks motorik suplementer pada sisi medial lobus frontal, pasien dapat
menunjukkan postur distonik asimetrik (dikenal sebagai fencer position), dengan kepala menoleh
ke satu sisi, satu lengan ekstensi, dan lengan lainnya tertekuk dengan pinggul abduksi dan
tungkai fleksi. Pada epilepsi lobus frontal, pasien dapat menunjukkan manifestasi motorik
bilateral, namun tetap sadarkan diri. EEG interiktal dapat normal atau menunjukkan perlambatan
fokal parasagital. Seringkali, EEG iktal tertutup oleh artifak otot, tetapi EEG postiktal dapat
memperlihatkan atenuasi fokal dari aktivitas serebral atau perlambatan serta atenuasi difus.
Setelah serangan konvulsi dengan gejala motorik yang menonjol, dapat terjadi paralisis
sementara dari anggota gerak yang terkena. ―Todd’s paralysis” ini bertahan beberapa menit atau
terkadang beberapa jam setelah seizure, biasanya berkaitan dengan durasi konvulsi. Paralisis
fokal yang berlanjut lebih dari beberapa jam biasanya mengindikasikan adanya lesi otak fokal
sebagai penyebab yang mendasari seizure. Fenomena serupa juga ditemukan pada kasus epilepsi
fokal yang melibatkan area bahasa, somestetik, atau visual; di mana defisit persisten terkait
dengan regio otak yang terkena.
Gejala klinis seizure lobus frontal bervariasi dan terkombinasi dalam berbagai cara (Geier, dkk).
Tidak ada satu manifestasi yang spesifik. Aspek klinis dari serangan epilepsi lobus frontal lebih
kepada motorik dan kurang kepada psikis. Hal ini merupakan karakteristik yang
membedakannya dengan epilepsi lobus temporal.
Serangan dapat berupa deviasi kepala dan mata. Deviasi ini umumnya tampak jelas, tidak
terlampau cepat, dan jarang menyentak, sehingga terkadang menyerupai gerakan alamiah.
Deviasi ini terkadang ipsilateral dan terkadang kontralateral. Cetusan kortikal terlokasi pada
permukaan mesial sebelah anterior dari area motorik suplementer atau pada permukaan lateral
bagian tengah dari girus superior dan midfrontal. Deviasi ipsilateral berhubungan dengan cetusan
anterior sedangkan deviasi kontralateral dengan cetusan posterior.
Dalam hal manifestasi tonik atau klonik, atau keduanya, kebanyakan kasus menunjukkan bentuk
parsial, yaitu hanya mengenai bagian tertentu dari tubuh. Kebanyakan berupa klonik. Manifestasi
ini hampir selalu melibatkan wajah, sebuah lengan, satu sisi tubuh, atau kedua lengan. Cetusan
tampaknya bertempat di regio frontal intermediet pada permukaan lateral untuk kasus wajah, dan
pada permukaan mesial untuk kasus lengan atau satu sisi tubuh. Kejadian jatuh biasanya
berkaitan dengan gejala lain dan timbul saat onset seizure. Sejumlah mekanisme yang
menyebabkan jatuh dapat dikelompokkan menjadi 3: (1) akibat hilangnya tonus otot, (2) akibat
rotasi kepala dan mata, dan (3) akibat hentakan klonik atau gerakan tonik. Lokasi cetusan
biasanya intermediet antara frontal dan sentral. Istilah ―gangguan kontak‖ lebih cocok ketimbang
―gangguan kesadaran.‖ Gangguan kontak bervariasi antar pasien, pada satu pasien, maupun dari
satu serangan ke berikutnya: (1) pada beberapa kasus, pasien mampu mempertahankan kontak
umum selama seizure dengan sangat baik. (2) terkadang, kontak terputus parsial. Pasien
mendengar namun tidak mengerti, atau mengerti namun tidak dapat menjawab, atau melihat dan
mendengar juga. (3) pada satu waktu, semua pasien akan mengalami terputusnya kontak secara
komplit. (4) terputusnya kontak kadang bersifat paradoksikal, yaitu pasien menunjukkan kontak
yang baik dengan materi sekitar sementara putus kontak dengan manusia sekitar. Dari segi lokasi
anatominya, cetusan yang terbatas pada area bicara atau pada kutub (pole) akan menyebabkan
terputusnya kontak. Cetusan frontal bilateral menyebabkan terputusnya kontak secara komplit,
sementara bila unilateral tidak.
Sehingga terputusnya kontak berhubungan dengan lokasi dan luasnya cetusan. Gangguan bicara
biasanya berupa terhentinya ucapan, jarang yang berupa kesulitan pengucapan. Cetusan selalu
berlokasi di hemisfer dominan. Vokalisasi berlangsung singkat, atau berulang, terdengar seperti
tangisan, raungan, atau teriakan. Manifestasi ini timbul bersamaan dengan cetusan ekstensif di
girus frontal inferior dan girus midfrontal sisi anterior, sering pada hemisfer dominan namun
terkadang pada hemisfer non-dominan.
Gangguan memori bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori: (1) amnesia total,
merupakan bentuk yang tersering. (2) amnesia parsial, di mana pasien dapat mengingat sebagian
gejala atau peristiwa yang terjadi di sekitar. (3) tanpa gangguan memori, di mana pasien ingat
seluruh kejadian di sekitarnya dan yang ia lakukan selama seizure. Ketiadaan gangguan memori
ini juga sering tanpa disertai gangguan kontak, sehingga pasien menyangkal telah
mengalami seizure. Hanya berdasarkan manifestasi klinik yang stereotipik dan rekaman EEG
bisa didapatkan bukti seizure yang otentik. (4) gangguan memori tertunda, di mana
selama seizure memori pasien berfungsi baik. Namun ketika serangan berhenti, pasien kesulitan
mengingat pertanyaan yang tadi diajukan padanya.
Otomatisme motorik sederhana terutama mengenai lengan dan jarang pada tungkai. Pada saat
serangan, pasien dapat melakukan gerakan mengusap dengan satu tangan, atau gerakan yang
lebih kompleks, seperti menekan objek atau menyentuh tungkai pemeriksa. Otomatisme
kompleks sering disertai mengeluyur (wandering) dan terkadang bahkan agitasi.
Pada pasien ilustrasi kasus dapat disaksikan adanya gerakan otomatisme saat dilakukan
pemeriksaan EEG, berupa kedua kelopak mata membuka disertai gerakan menelan dan tangan
kiri mengusap mata.
Dua jenis sensasi subjektif dapat dialami pasien: (1) tipe parestesia, (2) persepsi sensorik atas
manifestasi klonik/tonik dan rotasi mata/kepala.
Pemeriksaan penunjang
Modalitas pencitraan pilihan untuk pasien seizure lobus frontal adalah MRI. MRI keluaran
terakhir dapat meningkatkan identifikasi lesi yang mendasari, yang mana dilaporkan terdapat
pada 50% pasien epilepsi lobus frontal. Position emission tomography semakin sering dikerjakan
untuk evaluasi prabedah pasien dengan epilepsi ekstratemporal. Hipometabolisme interiktal,
yang mencerminkan disfungsi fokal, dapat terlihat pada area yang tampak normal pada MRI.
Semua pasien harus menjalani evaluasi EEG. Pada pasien epilepsi intractable(refrakter), atau di
mana diagnosis masih meragukan, perlu dilakukan monitoring video-EEG berkepanjangan. Bila
serangan lebih bersifat nokturnal, dapat dipertimbangkan polisomnografi. Pasien yang dicurigai
menderita epilepsi lobus frontal sering membutuhkan monitoring EEG invasif. EEG intrakranial
dilakukan untuk melokalisir regio epileptogenik dan untuk pemetaan fungsional sebelum
dilakukan reseksi (pembedahan).
Terapi
Seizure yang terjadi pertama kali tidak perlu diterapi, namun terapi antikonvulsan perlu dimulai
begitu diagnosis epilepsi ditegakkan. Manajemen ditujukan untuk mengendalikan serangan dan
menghilangkan etiologi. Obat lini pertama adalah carbamazepine, oxcarbazepine, dan phenitoin.
Episode nokturnal dengan manifestasi motorik prominen berespon sangat baik dengan
carbamazepin. Sebisa mungkin diusahakan pemberian monoterapi, namun pada sebagian pasien
diperlukan politerapi untuk mengendalikan serangan secara adekuat. Pilihan terapi dipengaruhi
faktor seperti toleransi efek samping dan interaksi dengan obat lain.
Pasien dengan epilepsi intractable perlu dipertimbangkan untuk pembedahan reseksi. Reseksi
kortikal frontal adalah reseksi kortikal ekstratemporal yang paling umum dikerjakan untuk
epilepsi intractable. Meskipun angka keberhasilan kurang dari pada pembedahan lobus temporal,
kemajuan evaluasi prabedah semakin menunjukkan peningkatan keluaran reseksi frontal. Bila
reseksi tidak memungkinkan terdapat pilihan pembedahan lain, antara lain: corpus
callosotomy,multiple subpial transections, atau vagal nerve stimulator. Ketika pasien
dengan seizure parsial gagal diterapi dengan antiepilepsi konvensional, intervensi bedah
menawarkan peluang untuk bebas serangan. Namun, intervensi bedah pada onset lobus frontal
memiliki berbagai kendala, termasuk area yang lebih besar, reseksi lebih besar, dan area rawan
yang harus dihindari. Sejumlah peneliti melaporkan angka keberhasilan tinggi pada pasien yang
refrakter menjadi bebas serangan dengan menggunakan kombinasi divalproex dan lamotrigine,
terutama pada kasus nonlesional. Hal ini mungkin karena keduanya merupakan obat anti epilepsi
spektrum luas.
Prognosis
Sekitar 65-75% pasien dengan seizure lobus frontal berespon terhadap antikonvulsan yang sesuai
dan menjadi bebas serangan. Angka ini lebih banyak dibandingkan dengan kasus primary
generalized seizure. Proporsi pasien epilepsi lobus frontal yang menjadi bebas serangan, melalui
penambahan obat atau pembedahan, lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien epilepsi lobus
temporal. Angka bebas serangan menyusul lobektomi temporal berkisar 50% hingga 70%,
sementara angka bebas serangan pada reseksi lobus frontal hanya antara 10% dan 25% (McCabe,
dkk. 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Haut S. Frontal lobe epilepsy. [serial online] January 2007 [cited 2008 May 5th
]. Available
from: URL: hyperlink http://www.emedicine.com
Suranggayudha, T. Epilepsi Lobus Frontal. [serial online] May 2008 [cited 2011 September
29th
]. Available from: URL: hyperlink http://www.residenneurofkui.wordpress.com