9 bab ii kajian pustaka, konsep, dan landasan teori 2.1

24
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sebelum pembahasan mengenai pemahaman kosakata siswa di sekolah dasar dianggap perlu untuk meninjau karya tulis yang terkait dengan penelitian ini. Kajian tentang pemberdayaan pemahaman kosakata dalam pembelajaran di bidang pendidikan sesungguhnya sudah ada yang melakukan secara mendalam terhadap pemahaman pada beberapa kosakata yang belum diketahui oleh para siswa. Kajian pustaka dituangkan dalam bentuk buku atau berupa hasil penelitian, di antaranya diuraikan sebagai berikut. Buku dengan judul Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia oleh Soenjono (2003) mengungkapkan temuan bahwa anak usia lima tahun sudah bisa menguasai nomina lebih banyak daripada verba, setelah itu adjektiva, dan kata fungsi di urutan keempat. Pemahaman kosakata pada anak tergantung pada lingkungan si anak beradaptasi, dan sesuai dengan tingkatan umurnya. Terhadap pemahaman kosakata, bila sering diucapkan dan didengar si anak, akan mudah dan cepat dipahami. Buku tersebut menambah wawasan dan dapat dipakai acuan untuk mendapatkan konsep atau teori. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini teretak pada variabel usia. Pada penelitian Soenjono, usia nara sumber 2,5 th – 5 th, sedangkan usia yang digunakan dalam peneliti ini 11th. Sementara itu, persamaannya adalah pemahaman kosakata tergantung dari tingkatan umur dan anak akan cepat menguasai kosakata bila sering diucapkan dan didengar. Motivasi Integratif dan Instrumental: Sejauh mana Relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Inggris” oleh Willy (2000) memuat pernyataan dalam kegiatan belajar mengajar siswa

Upload: trinhanh

Post on 09-Dec-2016

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Sebelum pembahasan mengenai pemahaman kosakata siswa di sekolah dasar dianggap

perlu untuk meninjau karya tulis yang terkait dengan penelitian ini. Kajian tentang

pemberdayaan pemahaman kosakata dalam pembelajaran di bidang pendidikan sesungguhnya

sudah ada yang melakukan secara mendalam terhadap pemahaman pada beberapa kosakata yang

belum diketahui oleh para siswa. Kajian pustaka dituangkan dalam bentuk buku atau berupa hasil

penelitian, di antaranya diuraikan sebagai berikut.

Buku dengan judul Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia oleh Soenjono (2003)

mengungkapkan temuan bahwa anak usia lima tahun sudah bisa menguasai nomina lebih banyak

daripada verba, setelah itu adjektiva, dan kata fungsi di urutan keempat. Pemahaman kosakata

pada anak tergantung pada lingkungan si anak beradaptasi, dan sesuai dengan tingkatan

umurnya. Terhadap pemahaman kosakata, bila sering diucapkan dan didengar si anak, akan

mudah dan cepat dipahami. Buku tersebut menambah wawasan dan dapat dipakai acuan untuk

mendapatkan konsep atau teori. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini teretak pada

variabel usia. Pada penelitian Soenjono, usia nara sumber 2,5 th – 5 th, sedangkan usia yang

digunakan dalam peneliti ini 11th. Sementara itu, persamaannya adalah pemahaman kosakata

tergantung dari tingkatan umur dan anak akan cepat menguasai kosakata bila sering diucapkan

dan didengar.

“Motivasi Integratif dan Instrumental: Sejauh mana Relevansinya dalam Pembelajaran

Bahasa Inggris” oleh Willy (2000) memuat pernyataan dalam kegiatan belajar mengajar siswa

10

di kelas akan berdampak praktis bila memaparkan konsep motivasi integratif dan instrumental

yang akan membuat siswa lebih termotivasi untuk berusaha lebih besar dan lebih konsisten

dalam menguasai bahasa Inggris. Motivasi tersebut ada empat, yaitu interest, relevance,

expectancy, dan outcome. Keempat motivasi tersebut merupakan ketertarikan siswa terhadap

materi sebagai bahan ajar yang relevan, misalnya sekolah kejuruan bahan ajarnya menekankan

penguasaan general English dengan teknik mengajar meaningless drills (tubian). Dalam

pembelajaran tugas juga ditekankan pemberian tugas yang banyak dan sulit dalam

pengerjaannya, yakni aktivitas yang menantang dan masih dalam kemampuan siswa. Setelah

pembelajaran dan tugas diterapkan maka guru memberi hadiah pada siswa yang pekerjaannya

memuaskan dan buku tersebut menambah wawasan peneliti. Perbedaannya, peneliti ingin

mengetahui kemampuan siswa menempatkan kosakata dalam kalimat bermakna sederhana pada

tingkat sekolah dasar, sedangkan penelitian Willy lebih menekankan pada pemberian latihan

dalam proses pengajaran. Persamaan kedua penelitian tersebut untuk mengungkap kemampuan

siswa pada pelajaran bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar.

Selain kajian pustaka tersebut di atas, peneliti juga menggunakan pustaka yang

menganalisis kosakata. Sukirlan (1997) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan

Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Teknik Pengayaan Kosakata” mengatakan bahwa

teknik pengayaan kosakata dapat meningkatkan kemampuan membaca. Peneliti memilih materi

yang menarik, otentik, dan alami sehingga menimbulkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran

dan meningkatkan pemahaman kosakata pada siswa menggunakan teknik pengayaan kosakata.

Hasil penelitian tersebut dapat menambah acuan konsep, teori dan wawasan untuk

meningkatkan penguasaan kosakata, sehingga menimbulkan minat mengikuti pembelajaran. Hal

11

inilah yang merupakan kesamaan penelitian, sedangkan perbedaannya ialah dalam hal mengkaji

masalah kemampuan siswa membaca.

Peneliti yang berjudul “Alternatif Model Pembelajaran Kosakata di Sekolah Dasar” oleh

Winihasih(1997). mengungkapkan bahwa dalam GBPP (Garis Besar Program Pengajaran)

Kurikulum SD 1994 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, kosakata merupakan salah satu unsur

kebahasaan yang dibinakan kepada anak didik. Pembelajaran kosakata diajarkan secara terpadu

dengan kegiatan pembelajaran keterampilan berbahasa. Salah satu upaya mengembangkan

pembelajaran kosakata dengan pendekatan integratif dan komunikatif adalah pembelajaran

kosakata dengan model gugus.

Model gugus terdiri atas empat subgugus, yakni model pemantapan kerangka acuan

kosakata baru, penamaan konsep dengan kosakata baru, pengembangan kosakata berdasarkan

peta makna, dan pengembangan kosakata berdasarkan ciri-ciri semantisnya. Penelitian tersebut

di atas memiliki kesamaan dalam objek yang diteliti yaitu kosakata pada sekolah dasar. Namun,

perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti ialah menganalisis kemampuan

menempatkan kosakata pada kalimat sederhana dan kesalahan yang banyak dijumpai dalam

membuat kalimat sederhana .

Dalam hasil penelitian yang berjudul “Pola Asosiasi Kata dalam Pemerolehan Kalimat”

oleh Dawud (1997) ditemukan bahwa belajar kosakata pada hakikatnya adalah belajar

menggunakan kata dalam jaringan asosiatif. Jaringan asosiatif itu membentuk pola makna

tertentu. Pengetahuan tentang jaringan asosiasi kata-kata berguna untuk belajar makna suatu kata

dan belajar memahami, mereorganisasi, dan menggunakan kata secara tepat dalam kalimat.

Penelitian ini sebagai bahan acuan karena peneliti akan menganalisis kalimat sederhana dari

beberapa kosakata .

12

Dari “Laporan Penelitian Buku Pelajaran Bahasa Bali untuk Siswa Sekolah Dasar” oleh

Beratha (1999) diperoleh informasi bahwa kemampuan bahasa lisan lebih baik dari bahasa yang

ada di perkotaan, sedangkan kemampuan unda-usuk sulit karena belum tersedianya materi

pengajaran, masih kurangnya materi penulisan huruf Bali. Penelitian ini menggunakan teori

Chomsky yang menitikberatkan pada kompetensi dan performan. Kompetensi mengacu pada

pengetahuan penutur pada bahasa yang melekat di otak, sedangkan performasi merupakan

realisasi dari kompetensi. Pendekatan yang digunakan dalam pengajaran adalah pendekatan

komunikatif atau pragmatik, bahasa diajarkan melalui komunikasi dan tata bahasa melalui

pendekatan induktif. Hasil penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk penentuan teknik

sampling. Persamaan, kedua peneliti tersebut adalah sama – sama meneliti kemampuan kosakata

siswa SD melalui proses pembelajaran. Perbedaannya, peneliti tidak meneliti unda-usuk bahasa,

sedangkan Beratha mengkaji unda-usuk bahasa. Kajian tersebut di atas diharapkan bisa

menambah pengetahuan secara mendalam dan bermanfaat membantu langkah kerja dalam

menerapkan teori generatif transformasi.

2.2 Konsep

Ada beberapa konsep dasar yang digunakan dan yang perlu dijelaskan untuk

menyamakan persepsi terhadap istilah – istilah dalam penelitian ini. Dalam pemahaman kosakata

pada siswa sekolah dasar sangat kompleks dan tak terbatas sehingga perlu tataran yang luas

perihal konsep untuk memudahkan para pendidik mengenal pemahanan kosakata agar siswa

dapat mengerti pada saat interaksi dalam pembelajaran.

13

2.2.1 Kosakata

Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan kata yang diketahui oleh seseorang atau

entitas lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan

sebagai himpunan semua kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata yang

kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan

kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat

pendidikannya (Wikepedia bahasa Indonesia. 2008).

Menurut Dardjowidjojo (2008. 258), kosakata awal yang diketahui anak diperoleh dari

ujaran di lingkungannya. Macam kosakata yang ada adalah kata utama dan kata fungsi. Anak

menguasai kosakata utama terlebih dahulu karena terdiri atas nomina, verba, dan adjektiva. Dari

ketiga kosakata utama, anak lebih mudah menguasai nomina karena lebih konkret.

Kosakata dapat diidentifikasi sesuai dengan kategorinya. Setiap orang dapat

mengombinasikan kosakata tersebut menjadi bermakna. Sebagai bagian dari sistem bahasa,

kosakata merupakan satuan unit gramatikal untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam

menggunakan bahasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Droga Louise dan Sally Humprey (2003:

17) yang mengklasifikasikan kelas kata, sebagai berikut:

14

Klasifikasi Kelas Kata

Kelas Kata Penjabaran Contoh

Noun Kata yang digunakan untuk mengacu pada orang, benda, ide atau kualitas

Boat, telepone, sausage, disscussion, disaster

PronounKata yang digunakan untuk menggantikan kata

It, that, he/she/they, those, them, this.

Verb

Kata yang digunakan untuk menyampaikan orang atau benda, yang mengacu pada orang atau benda dan apa yang terjadi pada mereka

Eat, search, slice, drive, discus, talk, is, has, cause

AdverbKata yang mengacu pada kata kerja atau kata sifat yang berindikasi pada sesuatu sesuai dengan situasinya.

Slowly, carefully, quickly, soon, now, overhead, beautifully, occasionally

AdjectiveKata yang digunakan untuk menceritakan keadaan orang atau benda.

Green, dusty, enormous, old, smelly, tall, sharp

Articlea, an, or the yang ditempatkan sebelum kata benda untuk menunjukkan orang atau benda.

There are only three articles: a, an, and the

PrepossitionKata yang ada pada awal phrase dan mengacu pada tempat, waktu, maaner.

On, in, for, from, by, at, above, after, to, below.

ConjuctionKata yang digunakan sebagai link dua klusa, kelompok kata.

And, but, then, it, also, when, because.

Sumber: Droga Louise dan Sally Humprey (2003).

Dalam kaitannya dengan cakupan kosakata, Tarigan (1983: 9) yang mengutarakan bahwa

kosakata dasar dapat dipilih sebagai berikut.

a) Istilah kekerabatan; misalnya: ayah, ibu, adik, kakak, nenek, kakek. Dalam bahasa

Inggris pada pelajaran sekolah dasar dikenal dengan tema family;

b) Nama-nama bagian tubuh ( part of body); misalnya: nose, eye, ear, cheek, head.

c) Kata ganti (pronoun), misalnya: I, you, they, we, she, he, it, that, this;

d) Kata bilangan pokok (numeral); misalnya: one, two, three, four, ten, one hundred;

e) Kata kerja pokok (verb); misalnya: drinking, eating, wearing, hearing, sleeping,

watching, running, catching;

15

f) Kata keadaan pokok (adjective); misalnya: rich, poor, clever, stupid, dirty, hungry,

slowly, fast, diligent, lazy;

g) Benda-benda universal; misalnya: land, water, fire, month, star, plant.

Menurut Lado (1979: 121-126), ada beberapa langkah yang dapat diterapkan dalam

pembelajaran kosakata, yaitu (1) mendengarkan kata, (2) mengucapkan kata, (3) memahami

makna, (4) membuat ilustrasi dalam bentuk kalimat, (5) melakukan 10 latihan dalam

pengekspresian makna, (6) mengucapkan kata tersebut dengan suara keras, dan (7) menulis

kata-kata tersebut. Sitorus (1993: 3) menyatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam

kelompok, golongan-golongan, dan perangkat selalu lebih mudah untuk dipelajari. Lebih lanjut,

Sitorus (1993: 4) mengungkapkan ada dua cara mempelajari kosakata dalam pengelompokan,

yaitu kelompok kata yang mempunyai satu dasar umum dan kelompok kata yang mempunyai

hubungan dalam pengertian.

Piaget (dalam Hoskisson & Tompkins, 1987: 11) menyatakan bahwa siswa sekolah dasar

adalah concrete thinkers (pemikir kongkret). Mereka belajar dengan baik melalui keterlibatan

secara aktif. Keterlibatan dalam penggunaan bahasa secara aktif dapat dibuat lebih bermakna

apabila dikaitkan dengan pengalaman dan hal-hal nyata dalam kehidupan anak. Asri Budiningsih

(2005: 39) menyatakan bahwa untuk menghindari keterbatasan berpikir, anak perlu diberi

gambaran konkret sehingga ia mampu menelaah persoalan. Anak usia 7 sampai 12 tahun masih

memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

16

2.2.2 Kalimat Sederhana

Kalimat sederhana adalah rangkaian kata yang saling berhubungan dalam satu klausa

dan dapat berdiri sendiri. Sebagai contoh: Decorate the cake with strawberry. The boy knew

the answer (Droga Louise dan Sally Humprey. 2003: 25).

Menurut Adjat Sakri (1995: 7 – 8), kalimat dalam tulisan terdiri atas deret kata yang

dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca dan terdiri atas deret kata yang

tersusun menurut urutan tertentu menjadi bermakna dan mengungkap pikiran yang lengkap.

Setiap kata di dalamnya tidak dapat dipertukarkan tempatnya dengan sembarangan tanpa

mengubah makna kalimat itu, seperti: The nose is sharp dan Her hair is blondy.

Komponen tata bahasa terdiri atas komponen yang memiliki kategori dan saling

berhubungan sehingga membentuk sebuah kalimat. Komponen tersebut termasuk leksikal sesuai

dengan kategorinya dalam pemarkah kontekstual. Pemarkah tersebut adalah sintaksis, semantis,

dan fonologi yang berindikasi sebagai transformasi dalam menyampaikan maksud dan pikiran.

Kalimat memiliki hubungan fungsional yang terdiri atas subjek, predikat, dan objek (Menyuk.

1972: 23).

Menurut Titone (1984: 10, 90), kalimat sederhana merupakan struktur bahasa secara

nyata dan diakui menyampaikan struktur atau berkomunikasi yang digunakan penutur dan

mempunyai makna. Di bawah ini adalah contoh kalimat sederhana bahasa kedua (L2), yaitu

bahasa Inggris, yang tidak mempunyai makna atau menyimpang.

(a) John go tomorrow

(b) Eats the boy the cake

(c) Tom drank the milk

17

Berbahasa mangacu pada pengetahuan bagaimana bahasa tersusun dan bagaimana bahasa

itu bisa menyampaikan makna dengan bentuk susunan sesuai dengan kompetensi linguistik.

Kompetensi dibedakan dalam dua kategori secara sadar (noetic) dan secara tidak sadar

(practical). Kemampuan siswa menggunakan bahasa pertama (L1) tanpa sadar bentuk susunan

meliputi kemampuan praktis bahasa yang telah dipelajari kemungkinan berasimilasi ( L2

terpengaruh L1). Kata-kata yang dipelajari L2 adalah susunan dari rangka L1. Hal ini dapat

membantu dalam mempelajari isomorphic structure ( transfer positif) tetapi bisa menjadi campur

tangan yang baik dalam susunan dari dua bahasa yang kontras (transfer negatif), maka hubungan

susunan L1 dan L2 mudah berasimilasi ke L2.

Karena adanya struktur asimilasi, strategi pembelajarannya menggunakan pendekatan

induktif atau deduktif. Pembelajaran induktif berhubungan dengan teori pembelajaran

behaviouristic dan pembelajaran deduktif berhubungan dengan pembelajaran kognitif dan

tradisional. Oleh karena itu, ilmu bahasa merupakan bagian dari kehidupan sosial dan sesuai

dengan situasi. Pembelajaran ilmu bahasa mempelajari tata bahasa yang rumit, leksikal baru dan

struktur materi. Kalimat merupakan dasar dari pembelajaran, dan pengajaran berfokus pada

kalimat sederhana. Siswa menyampaikan bentuk struktur dari bahasa yang telah dipelajari dan

belajar kaidah tata bahasa dari bahasa melalui proses induktif (Richard dan Theodore, 1986:

101).

2.2.3 Pembelajaran Kosakata

Pembelajaran kosakata mempunyai permasalahan yang cukup kompleks, ada banyak

faktor yang terlibat dan perlu dipertimbangkan. Masalah dalam pengajaran berkaitan dengan

18

peningkatan keberhasilan belajar siswa dalam bahasa yang dipelajari, bahasa target. Hal yang

perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa Inggris adalah sebagai berikut.

1) Performative. Pada tahap ini siswa mampu membaca dan menulis, dan berbicara

dengan simbol-simbol yang digunakan dan berkomunikasi dalam konteks terbatas.

2) Fungsional. Siswa diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, membaca manual.

3) Pada tingkat informasional siswa diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan

kemampuan bahasanya. Adanya kaitan antara penguasaan keterampilan siswa dengan

kemampuan apresiasi sastra (mempresentasikan karya sastra).

4) Pada tingkat episdemik siswa diharapkan dapat mentransformasi pengetahuan dalam

bahasa tertentu ( Chodidjah, 2007: 7).

Tingkat kemampuan dirasa cukup realistis mengingat kosakata sangat penting dalam

pelajaran bahasa Inggris tingkat sekolah dasar yang dimulai pada kelas empat dengan jam

pelajaran 2 X 35 menit per minggu. Diperkirakan jumlah pertemuan dalam satu tahun adalah 34

sampai dengan 38 minggu (pertemuan). Hal ini bukan jangka waktu yang lama untuk membuat

siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris, maka pengetahuan yang diberikan dibatasi

sehingga sebagian waktu digunakan untuk melatih kompetensi komunikatif dan berinteraksi

dalam konteks sekolah. Penekanan pendidikan dalam bahasa Inggris di SD adalah penguasaan

bahasa lisan yang digunakan untuk berinteraksi di dalam kelas (Chodidjah, 2007: 8).

Pemerintah secara khusus memberikan perhatian pada pembelajaran bahasa Inggris

tingkat SD sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Pendidikan Nasional khususnya pasal 19 (1) tentang standar proses yang berbunyi, “Proses

pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

19

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Chodidjah, 2007: 3).

Sesuai dengan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) tingkat sekolah dasar, pembelajaran

bahasa dipengaruhi oleh kemampuan memahami (comprehension) dan mempergunakan

(production), yang memiliki sifat reseptif dan produktif. Kemampuan reseptif terdiri atas dua

macam kemampuan berbahasa, yaitu

a) Membaca nyaring dan memahami makna dalam intruksi, informasi, teks fungsional

pendek, teks diskriptif bergambar sangat sederhana yang disampaikan secara tertulis

dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar.

b) Mendengarkan, memahami instruksi, informasi, dan cerita sangat sederhana yang

disampaikan secara lisan yang berupa lambang bunyi dalam konteks kelas, sekolah, dan

lingkungan sekitar.

Sementara itu, kemampuan produktif terdiri atas dua macam kemampuan berbahasa yaitu

a) Kemampuan berbicara, kemampuan menghasilkan ide dan pikiran secara lisan dalam

wacana sangat sederhana dalam bentuk instruksi dan informasi dalam konteks kelas,

sekolah, dan lingkungan sekitar. Untuk berbicara harus menguasai secara aktif struktur

dan kosakata bahasa yang bersangkutan.

b) Kemampuan menulis, menuliskan kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek sangat

sederhana dengan ejaan dan tanda baca yang tepat dalam kegiatan menghasilkan bahasa

secara tertulis Dalam penulisan diperlukan pengetahuan tentang struktur dan kosakata

bahasa yang bersangkutan (Burhan, 2001: 45).

20

Bahasa Inggris adalah alat untuk berkomunikasi di jenjang internasional dan global, baik

secara lisan maupun tulisan. Departemen Pendidikan Nasional, yang sedang mempersiapkan

standar kompetensi dalam kurikulum, menetapkan bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh

siswa Indonesia adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, serta

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa Inggris.

Dengan demikian, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka

mengakses informasi selain sebagai alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar

informasi serta menikmati estetika bahasa dalam budaya Inggris. Oleh karena itu, mata pelajaran

Bahasa Inggris bertujuan sebagai berikut:

1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris, baik dalam bentuk

lisan maupun tulis, yang meliputi kemampuan mendengarkan (listening), berbicara

(speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).

2) Menumbuhkan kesadaran tentang hakikat bahasa dan pentingnya bahasa Inggris sebagai

salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar (Chodidjah, 2007: 5).

2.3 Landasan Teori

Teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang

berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana hubungannya. Dalam penulisan ini

digunakan teori pemerolehan pembelajaran bahasa kedua dengan pendekatan kebiasaan (natural

approach). Teori-teori tersebut diuraikan sebagai berikut.

21

2.3.1 Teori Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak

ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Menurut Krasen (dalam

Dardjowojdoyo, 2008: 253), Aquisition atau pemerolehan adalah penguasaan bahasa yang

dilakukan anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Dalam

prosesnya dilakukan melalui pembelajaran secara formal, yakni belajar di kelas dan diajarkan

oleh seorang guru dalam memperoleh bahasa keduanya, setelah dia memperoleh bahasa

pertamanya.

Dalam konteks pemerolehan bahasa, Chaer (2003: 167) mengatakan bahwa ada dua

proses yang terjadi ketika anak memperoleh bahasa pertamanya yaitu, proses kompetensi dan

proses performansi. Proses kompetensi adalah penguasaan tata bahasa yang berlangsung tanpa

disadari. Proses performansi adalah pemahaman dalam mempersepsi kalimat yang didengar

yang melibatkan kemampuan menerbitkan atau mengeluarkan kalimat baru.

Komponen sintasis dalam pemerolehan bahasa menurut chaer (2003: 39) bahwa sistasis

merupakan urutan dan organisasi kata – kata (leksikon) yang membentuk frase atau kalimat

dalam suatu bahasa menurut aturan dan menentukan hubungan antara pola – pola bunyi bahasa

itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan.

Dalam proses pemerolehan fonologi anak – anak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar

dengan menerima dan mengamati bunyi yang mempunyai arti tanpa pola sistaksis. Pada

pemerolehan fonologi, sejauh mana anak – anak dihambat oleh pembatasan – pembatasan dalam

persepsi dan pengeluaran bunyi dari sudut artikulasi. Sebagai contoh, seorang anak

mengucapkan <plate> yang bunyinya [pleit] menjadi [beip], seorang anak tidak bisa

22

membedakan tempat artikulasi [p] dan [b], karena mereka tidak mampu menghadapi pada waktu

yang bersamaan setiap peringkatnya (Chaer, 2002: 211 – 212).

Pemerolehan semantik menurut Chaer (2009: 41) ialah bagian kalimat memiliki makna

yang tergantung pada makna leksikal kata, urutan kata dalam organisasi kalimat, konteks situasi

kalimat diucapkan, kalimat sebelum dan sesudah yang menyertai. Untuk bisa menghasilkan

kalimat yang gramatikal dan berterima secara semantik terdapat fitur – fitur semantik yang

membentuk keseluruhan makna kata. Sebagai contoh, kata Father memiliki fitur [+noun],

[+real], [+human], [+adult], [+married], dan [+baby bear]. Dari fitur – fitur tersebut bila

dibedakan pada kata father dan mother, father memiliki ftur [+man], mother memilki fitur

[+woman]. Oleh karena itu, kalimat (1) berterima, sedangkan kalimat (2) tidak berterima.

(1) my mother is brigned

(2) my father is brigned

Pemerolehan sintaksis, menurut Menyuk (1974: 29), yang ditentukan oleh sistem

linguistik generatif transformatif, telah menjadi bagian pengetahuan anak-anak. Tanpa konteks

ekstralingistik, ucapan anak akan menunjukkan hubungan urutan subjek dan verba (S + V).

sementara itu, komponen dasar merupakan tata bahasa yang berdasarkan pada kategori kata

yang menggambarkan kalimat dengan tata bahasanya dan saling berhubungan, baik dalam

sintaksis, semantik, maupun fonologi. Dalam kalimat terdapat struktur kalimat yang

mengandung subjek: menunjukkan noun phrase dalam kalimat; objek: menunjukkan noun

phrase dari verb phrase; dan predikat: menunjukkan verb phrase dari kalimat.

Untuk memahami kalimat dan menghasilkan kalimat siswa harus mengamati hubungan

fungsional kata dalam kalimat dan menggolongkan berdasarkan kategori kata kemudian

23

menyeleksi batasan kategori kata dalam kalimat (Menyuk, 1972: 24). Batasan komponen struktur

dapat dilihat di bawah ini.

Syntactic Classes

S

Element NP AUX VP

Det N Tense V NP

S = subjek, yang di dalamnya terdiri atas unsur-unsur kata, NP (Noun Phrase) + VP (Verb

Phrase) + element.

NP merupakan determiner + N

Tense adalah ‘to be’, yang menunjukkan kalimat tersebut menyatakan kejadian sesuai dengan

situasi dan waktu terjadinya (past, simple, perfect, etc).

V = Verb

VP = Verb Phrase

Diagram tersebut adalah X-bar, merupakan diagram pohon untuk menunjukkan struktur kalimat

sesuai dengan fungsi dan kaidah bahasa.

2.3.2 Teori Pemahaman Kosakata

Untuk meningkatkan pemahaman kosakata, menurut Edward dan Rebecca (1977: 150),

terutama kosakata baru, pengajar harus memberitahukan artinya, kemudian membuat kalimat

dengan kosakata yang sudah diberikan oleh pengajar. Ada tiga teknik dalam mengembangkan

kosakata sebagaimana diuraikan berikut ini.

24

1) Teknik menyampaikan kosakata baru melalui visual (gambar), katalog, gesture

(gerakan isyarat), kosakata yang sudah diketahui dicari persamaannya dan dari

penutur asli.

2) Teknik teaching series dan word sequence, yaitu flascard, clock face, chalkboard,

transparency.

3) Siswa mulai dimotivasi untuk mempresentasikan kosakata yang sudah dipelajari.

Pendapat Edward dan Rebecca digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama; kosakata

yang dikuasai siswa dalam pelajaran bahasa Inggris sesuai dengan kurikulum.

Ketiga pendapat di atas didukung pula oleh pendapat Caroline dan Michael (2003: 7),

bahwa kegiatan pembelajaran kosakata untuk siswa yang berusia 6 – 12 tahun menggunakan

sumber buku tambahan dalam bentuk lembar kerja (worksheet). Melalui kosakata siswa akan

diperoleh kemudahan untuk mengetahui arti dan mengenal masing – masing kata dalam struktur

kalimat sesuai fungsinya. Kosakata yang digunakan di sekolah dasar adalah golongan flying high

untuk siswa yang berumur 11 – 12 yang merupakan pengenalan dalam pembelajaran dan cakap

atau mampu dalam menggunakan kosa kata. Cara mempelajari kosakata dilakukan dengan tiga

aksi:

1) Vocabulary checklist:; mengecek kembali dengan cara memberikan tes pada siswa

terhadap kosakata yang telah dipelajari;

2) Word searchs: mencari atau menunjukkan kosakata berdasarkan kumpulan abjad

yang diletakkan secara acak;

3) Crosswords: memberikan latihan pada siswa untuk mengisi teka teki silang.

Untuk mempertajam analisis, Gattegno (dalam Richard 1986: 101) juga berpendapat

bahwa sentral dari mempelajari bahasa mulai dari kosakata dan memilih kosakata sangat penting.

25

Ia membedakan kosakata berdasarkan kelasnya, semi-luxury kosakata merupakan perkataan

dalam kehidupan sehari-hari ( makanan, pakaian, kehidupan keluarga, transportasi) yang

digunakan dalam berkomunikasi. Untuk keberhasilan pembelajaran, kosakata merupakan bagian

terpenting dengan fungsinya dan keserasian kata dari bahasa, banyak yang tidak mempunyai

persamaan dalam tuturannya. Demikian pula Krashen dan Terrell (dalam Richard, 1986: 130)

menyatakan bahwa pemerolehan bahasa biasanya dipengaruhi oleh struktur bahasa, secara alami

menekankan makna dari kosakata. Pada dasarnya kosakata merupakan kamus dan tata bahasa

yang tidak beraturan dalam menyampaikan pesan.

2.3.3 Teori Kalimat Sederhana

Kalimat yang dihasilkan oleh seorang anak tidak memiliki kaidah bahasa yang baik. Hal

ini disebabkan oleh anak yang kurang memahami struktur kaidah bahasa, tidak teliti dalam

mengerjakan kalimat yang berstruktur, dan terbatasnya pendekatan bentuk struktur kalimat.

Perkembangan tata bahasa dalam pemerolehan digunakan struktur transformatif dan pendekatan

bentuk struktur kalimat yang berterima. Menurut Menyuk (1974: 73), sebuah kalimat sederhana

adalah kalimat yang memiliki tata bahasa, mempunyai makna semantik sehingga mudah

berterima. Di bawah ini adalah rangkaian struktur berdasarkan auxiliary node.

S

( element) NP Aux VP

Aux 1 Aux2

26

Tense Modal (be+ing) (have+en)

(can)

(will)

(do)

Perbedaan bentuk kalimat dihasilkan berdasarkan rangkaian elemen kata, seperti bentuk kalimat

positif (declarative sentence), kalimat negatif (negative sentence), kalimat tanya (questions).

Berikut ini adalah tiga bentuk kalimat yang menggunakan struktur dan kaidah bahasa

berdasarkan auxiliary node.

(3) Declarative = He can + present go

Bentuk tense = He can go

(4) Negative = He can + present not go

Penambahan elemen antara modal dan kata kerja (verb) = He can not go

(5) Questions = Can He + present go

Perubahan letak modal di awal kalimat sebelum subyek = Can he go ?

2.3.4 Teori Kesalahan Berbahasa

Menurut Dulai (1982: 139), bagian dari pembelajaran bahasa kedua (bahasa Inggris)

siswa tidak luput dari kesalahan. Siswa sering melakukan kesalahan dalam proses pembelajaran

yang dipengaruhi oleh bahasa pertama dan pengajar, siswa ditarget untuk tuntas sesuai dengan

kurikulum yang sulit untuk dilakukan dan kesalahan siswa dalam berkomunikasi. Teori ini

digunakan untuk membahas masalah kedua tentang kesalahan membuat kalimat sederhana.

Kesalahan L2 sering terjadi pada tata bahasa yang dipengaruhi oleh L1, yaitu

27

1) Ommitting grammatical morphemes, tidak menunjukkan makna kalimat, misalnya He hit

car.

2) Double marking: dalam ciri-ciri semantik (past tense) pada salah satu tanda wajib,

misalnya she didn’t went back;

3) Regulazing: bentuk jamak atau menunjukan lebih dari satu, misalnya womens pada

women;

4) Menggunakan archifom: satu bentuk kelas kata dari karakteristik bahasa kedua, misalnya

memilih salah satu dari bahasa Inggris, demonstrative adjective: this, that, those, these.

Sebagai contoh: That dog . bisa juga pada kelas kata yang berfungsi sebagai personal

pronouns, sebagi contoh: Give me that ;

5) Menggunakan alternation form: bahasa yang wajib digunakan sesuai dengan situasi

seperti dalam penggunaan: she dan he pada orang sesuai dengan gender dan pada

irregular past;

6) Misordering: bentuk wajib pada kaidah kata yang telah diperoleh sebelumnya, seperti

What are you doing?, atau salah penempatan dalam satu kalimat, They are all the time

late.

2.3.5 Teori Pembelajaran Bahasa Inggris

Menurut Seifert (1983: 147), teori pembelajaran dibedakan menjadi dua kelompok,

behaviourist theories dan cognitive theories. Behaviourist theories adalah yang terkait dengan

rangsangan pembelajaran terdahulu yang dipengaruhi oleh lingkungan yang dikenal dengan

penguatan, sedangkan cognitive theories adalah yang berhubungan langsung melalui proses

pembelajaran, yaitu memory, attention, insight, organzation of ides, dan information processing.

28

Bahaviourist berfokus pada hubungan langsung antara pendidik dan siswa, bagaimana

mereka merespons, pada saat pembelajaran. Pendidik diharapkan bisa mengatasi dengan bersikap

subjektif bila siswa mengalami kegagalan dalam pembelajaran. Sebagai contoh, teguran pendidik

yang kurang hati-hati akan menyebabkan siswa berbicara tanpa batas atau tidak sopan, siswa

akan belajar lebih giat jika pendidik memberikan senyuman.

Cognitive berfokus pada pendidik, memberikan wawasan pada siswa untuk memahami

pembelajaran dan bisa belajar dari kesalahan terdahulu. Pemberian wawasan akan membuat

siswa berproses dalam berpikir dengan lebih terstruktur. Inti dari pembelajaran kognitif adalah

bentuk pemikiran secara alami dan berstruktur. Teori ini digunakan untuk menjawab masalah

ketiga: faktor kesulitan siswa dalam membuat kalimat sederhana.

Untuk membahas masalah tiga, teori penelitian ini juga didukung oleh Krashen dan

Terrel tentang pembelajaran bahasa melalui pendekatan natural yang merupakan dasar dari

pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua (L2). Prosedur dalam pendekatan natural adalah

sebagai berikut.

1) Aquisition/Learning Hypothesis , merupakan dua cara yang berbeda dalam kompetensi

L2 atau bahasa asing. Aquisition adalah pemerolehan dengan cara alami, proses

pembelajaran dipengaruhi oleh L1 melalui komunikasi. Learning adalah belajar kaidah

– kaidah, bahasa kemampuan verbal bahasa, yang sering ditemukan kesalahan dalam

proses pembelajaran.

2) Monitor hypotesis, pemerolehan ilmu bahasa dengan cara tuturan.

3) Natural order Hypothesis, proses pemerolehan tata bahasa.

4) Input hypothesis, menjelaskan hubungan antara pemerolehan dengan pembelajaran

29

5) Affetive filter Hypothesis, pengembangan pemerolehan L2 sesuai dengan sifat-sifat

pembelajaran yaitu motivasi, percaya diri, dan minat belajar.

Untuk mempertajam analisis, teori Seifert, teori Krasen dan Terrel, didukung oleh

Titone (1984: 110) yang mengatakan bahwa terjemahan tata bahasa merupakan dasar

pembelajaran dalam belajar kaidah tata bahasa dan kosakata serta aplikasi terjemahan dari teks.

Siswa belajar pertama kali dengan tata bahasa yang diperoleh dari kosakata yang sudah

diperoleh. Setelah mengingat kaidah dan daftar kosakata siswa di tes dengan menerjemahkan

teks dalam bahasa yang telah dipelajari. hasilnya berupa perbandingan antara ciri dalam proses

mengajar L1 dan instruksi yang diberikan dengan L1.

30

2.4. Model Penelitian

Proses Pembelajaran Bahasa Inggris

Landasan TeoriTeori Pemahaman KosakataTeori Kesalahan Berbahasa

MetodologiKualitatif dan kuantitatif

Hasil PenelitianPenguasaan kosakata siswa paling tinggi, kesalahan yang dilakukan siswa dalam pemerolehan bahasa dan kesalahan membuat kalimat sederhana, faktor yang mempengaruhi siswa

Guru

Lingkungan kelas dan luar kelasKemampuan pemahaman siswa

Kosakata dan Kesalahan Perakitan kalimat sederhana Inggris

Metode pembelajaranAlokasi waktuBahan ajar

Siswa

Rumusan masalah 4

Rumusan masalah 3

Rumusan masalah 2

Rumusan masalah 1

31

Model penelitian tersebut di atas merupakan kerangka pemikiran untuk memudahkan

peneliti dalam melakukan penelitian dalam kosakata dan kalimat sederhana siswa sekolah dasar

dalam pemerolehan bahasa. Guru mempunyai korelasi dengan siswa dalam proses pembelajaran

kosakata dan kalimat sederhana, sehingga ditemukan kategori kosakata yang dikuasai siswa serta

kesalahan siswa dalam membuat kalimat sederhana.

Guru sebagai pengajar memengaruhi siswa dalam proses pengajaran dengan memberikan

informasi dan juga dipengaruhi oleh cara guru mengajar dan fonetik atau ucapan yang dituturkan

oleh guru. Sebagai akibat dari kenyataan ini terdapat hubungan kausal yang dapat berpengaruh

pada siswa dalam menguasai kosakata dan kalimat sederhana.

Siswa dalam menerima pembelajaran juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan

keluarga, keterbatasan pemahaman dalam bidang linguistik (fonetik, semantik, dan sintaksis)

sehingga juga berakibat pada siswa dalam menguasai kosakata dan membuat kalimat sederhana.

Dari korelasi dan hubungan kausal ini maka peneliti dapat merumuskan masalah kosakata dasar

yang dikuasai siswa sekolah dasar sesuai kurikulum, kesalahan siswa dalam pemerolehan

bahasa, kesalahan siswa dalam membuat kalimat sederhana, dan faktor yang memengaruhi siswa

mengalami kesulitan dalam menempatkan kosakata dalam kalimat sederhana.

Keempat permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan teori pemahaman

penguasaan bahasa, teori kesalahan berbahasa , dan didukung oleh teori pemerolehan bahasa,

teori pembelajaran bahasa Inggris dan teori kalimat sederhana.

Dari teori tersebut analisis yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dan

kuantitatif. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan natural dan kognitif. Metode

pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth study), tes, dan observasi.

32

Metode analisis dilakukan secara deskriptif kualititatif dan interpretatif dan ditunjang tabel

distribusi frekuensi.

Setelah melalui tahapan metodologi diharapkan terungkap penguasaan kosakata siswa,

kesalahan yang dilakukan siswa dalam pemerolehan bahasa dan kesalahan membuat kalimat

sederhana, faktor yang mempengaruhi siswa.