9 bab ii kajian pustaka, konsep, dan landasan teori 2.1
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Sebelum pembahasan mengenai pemahaman kosakata siswa di sekolah dasar dianggap
perlu untuk meninjau karya tulis yang terkait dengan penelitian ini. Kajian tentang
pemberdayaan pemahaman kosakata dalam pembelajaran di bidang pendidikan sesungguhnya
sudah ada yang melakukan secara mendalam terhadap pemahaman pada beberapa kosakata yang
belum diketahui oleh para siswa. Kajian pustaka dituangkan dalam bentuk buku atau berupa hasil
penelitian, di antaranya diuraikan sebagai berikut.
Buku dengan judul Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia oleh Soenjono (2003)
mengungkapkan temuan bahwa anak usia lima tahun sudah bisa menguasai nomina lebih banyak
daripada verba, setelah itu adjektiva, dan kata fungsi di urutan keempat. Pemahaman kosakata
pada anak tergantung pada lingkungan si anak beradaptasi, dan sesuai dengan tingkatan
umurnya. Terhadap pemahaman kosakata, bila sering diucapkan dan didengar si anak, akan
mudah dan cepat dipahami. Buku tersebut menambah wawasan dan dapat dipakai acuan untuk
mendapatkan konsep atau teori. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini teretak pada
variabel usia. Pada penelitian Soenjono, usia nara sumber 2,5 th – 5 th, sedangkan usia yang
digunakan dalam peneliti ini 11th. Sementara itu, persamaannya adalah pemahaman kosakata
tergantung dari tingkatan umur dan anak akan cepat menguasai kosakata bila sering diucapkan
dan didengar.
“Motivasi Integratif dan Instrumental: Sejauh mana Relevansinya dalam Pembelajaran
Bahasa Inggris” oleh Willy (2000) memuat pernyataan dalam kegiatan belajar mengajar siswa
10
di kelas akan berdampak praktis bila memaparkan konsep motivasi integratif dan instrumental
yang akan membuat siswa lebih termotivasi untuk berusaha lebih besar dan lebih konsisten
dalam menguasai bahasa Inggris. Motivasi tersebut ada empat, yaitu interest, relevance,
expectancy, dan outcome. Keempat motivasi tersebut merupakan ketertarikan siswa terhadap
materi sebagai bahan ajar yang relevan, misalnya sekolah kejuruan bahan ajarnya menekankan
penguasaan general English dengan teknik mengajar meaningless drills (tubian). Dalam
pembelajaran tugas juga ditekankan pemberian tugas yang banyak dan sulit dalam
pengerjaannya, yakni aktivitas yang menantang dan masih dalam kemampuan siswa. Setelah
pembelajaran dan tugas diterapkan maka guru memberi hadiah pada siswa yang pekerjaannya
memuaskan dan buku tersebut menambah wawasan peneliti. Perbedaannya, peneliti ingin
mengetahui kemampuan siswa menempatkan kosakata dalam kalimat bermakna sederhana pada
tingkat sekolah dasar, sedangkan penelitian Willy lebih menekankan pada pemberian latihan
dalam proses pengajaran. Persamaan kedua penelitian tersebut untuk mengungkap kemampuan
siswa pada pelajaran bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar.
Selain kajian pustaka tersebut di atas, peneliti juga menggunakan pustaka yang
menganalisis kosakata. Sukirlan (1997) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan
Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Teknik Pengayaan Kosakata” mengatakan bahwa
teknik pengayaan kosakata dapat meningkatkan kemampuan membaca. Peneliti memilih materi
yang menarik, otentik, dan alami sehingga menimbulkan minat siswa untuk mengikuti pelajaran
dan meningkatkan pemahaman kosakata pada siswa menggunakan teknik pengayaan kosakata.
Hasil penelitian tersebut dapat menambah acuan konsep, teori dan wawasan untuk
meningkatkan penguasaan kosakata, sehingga menimbulkan minat mengikuti pembelajaran. Hal
11
inilah yang merupakan kesamaan penelitian, sedangkan perbedaannya ialah dalam hal mengkaji
masalah kemampuan siswa membaca.
Peneliti yang berjudul “Alternatif Model Pembelajaran Kosakata di Sekolah Dasar” oleh
Winihasih(1997). mengungkapkan bahwa dalam GBPP (Garis Besar Program Pengajaran)
Kurikulum SD 1994 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, kosakata merupakan salah satu unsur
kebahasaan yang dibinakan kepada anak didik. Pembelajaran kosakata diajarkan secara terpadu
dengan kegiatan pembelajaran keterampilan berbahasa. Salah satu upaya mengembangkan
pembelajaran kosakata dengan pendekatan integratif dan komunikatif adalah pembelajaran
kosakata dengan model gugus.
Model gugus terdiri atas empat subgugus, yakni model pemantapan kerangka acuan
kosakata baru, penamaan konsep dengan kosakata baru, pengembangan kosakata berdasarkan
peta makna, dan pengembangan kosakata berdasarkan ciri-ciri semantisnya. Penelitian tersebut
di atas memiliki kesamaan dalam objek yang diteliti yaitu kosakata pada sekolah dasar. Namun,
perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti ialah menganalisis kemampuan
menempatkan kosakata pada kalimat sederhana dan kesalahan yang banyak dijumpai dalam
membuat kalimat sederhana .
Dalam hasil penelitian yang berjudul “Pola Asosiasi Kata dalam Pemerolehan Kalimat”
oleh Dawud (1997) ditemukan bahwa belajar kosakata pada hakikatnya adalah belajar
menggunakan kata dalam jaringan asosiatif. Jaringan asosiatif itu membentuk pola makna
tertentu. Pengetahuan tentang jaringan asosiasi kata-kata berguna untuk belajar makna suatu kata
dan belajar memahami, mereorganisasi, dan menggunakan kata secara tepat dalam kalimat.
Penelitian ini sebagai bahan acuan karena peneliti akan menganalisis kalimat sederhana dari
beberapa kosakata .
12
Dari “Laporan Penelitian Buku Pelajaran Bahasa Bali untuk Siswa Sekolah Dasar” oleh
Beratha (1999) diperoleh informasi bahwa kemampuan bahasa lisan lebih baik dari bahasa yang
ada di perkotaan, sedangkan kemampuan unda-usuk sulit karena belum tersedianya materi
pengajaran, masih kurangnya materi penulisan huruf Bali. Penelitian ini menggunakan teori
Chomsky yang menitikberatkan pada kompetensi dan performan. Kompetensi mengacu pada
pengetahuan penutur pada bahasa yang melekat di otak, sedangkan performasi merupakan
realisasi dari kompetensi. Pendekatan yang digunakan dalam pengajaran adalah pendekatan
komunikatif atau pragmatik, bahasa diajarkan melalui komunikasi dan tata bahasa melalui
pendekatan induktif. Hasil penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk penentuan teknik
sampling. Persamaan, kedua peneliti tersebut adalah sama – sama meneliti kemampuan kosakata
siswa SD melalui proses pembelajaran. Perbedaannya, peneliti tidak meneliti unda-usuk bahasa,
sedangkan Beratha mengkaji unda-usuk bahasa. Kajian tersebut di atas diharapkan bisa
menambah pengetahuan secara mendalam dan bermanfaat membantu langkah kerja dalam
menerapkan teori generatif transformasi.
2.2 Konsep
Ada beberapa konsep dasar yang digunakan dan yang perlu dijelaskan untuk
menyamakan persepsi terhadap istilah – istilah dalam penelitian ini. Dalam pemahaman kosakata
pada siswa sekolah dasar sangat kompleks dan tak terbatas sehingga perlu tataran yang luas
perihal konsep untuk memudahkan para pendidik mengenal pemahanan kosakata agar siswa
dapat mengerti pada saat interaksi dalam pembelajaran.
13
2.2.1 Kosakata
Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan kata yang diketahui oleh seseorang atau
entitas lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan
sebagai himpunan semua kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata yang
kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan
kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat
pendidikannya (Wikepedia bahasa Indonesia. 2008).
Menurut Dardjowidjojo (2008. 258), kosakata awal yang diketahui anak diperoleh dari
ujaran di lingkungannya. Macam kosakata yang ada adalah kata utama dan kata fungsi. Anak
menguasai kosakata utama terlebih dahulu karena terdiri atas nomina, verba, dan adjektiva. Dari
ketiga kosakata utama, anak lebih mudah menguasai nomina karena lebih konkret.
Kosakata dapat diidentifikasi sesuai dengan kategorinya. Setiap orang dapat
mengombinasikan kosakata tersebut menjadi bermakna. Sebagai bagian dari sistem bahasa,
kosakata merupakan satuan unit gramatikal untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam
menggunakan bahasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Droga Louise dan Sally Humprey (2003:
17) yang mengklasifikasikan kelas kata, sebagai berikut:
14
Klasifikasi Kelas Kata
Kelas Kata Penjabaran Contoh
Noun Kata yang digunakan untuk mengacu pada orang, benda, ide atau kualitas
Boat, telepone, sausage, disscussion, disaster
PronounKata yang digunakan untuk menggantikan kata
It, that, he/she/they, those, them, this.
Verb
Kata yang digunakan untuk menyampaikan orang atau benda, yang mengacu pada orang atau benda dan apa yang terjadi pada mereka
Eat, search, slice, drive, discus, talk, is, has, cause
AdverbKata yang mengacu pada kata kerja atau kata sifat yang berindikasi pada sesuatu sesuai dengan situasinya.
Slowly, carefully, quickly, soon, now, overhead, beautifully, occasionally
AdjectiveKata yang digunakan untuk menceritakan keadaan orang atau benda.
Green, dusty, enormous, old, smelly, tall, sharp
Articlea, an, or the yang ditempatkan sebelum kata benda untuk menunjukkan orang atau benda.
There are only three articles: a, an, and the
PrepossitionKata yang ada pada awal phrase dan mengacu pada tempat, waktu, maaner.
On, in, for, from, by, at, above, after, to, below.
ConjuctionKata yang digunakan sebagai link dua klusa, kelompok kata.
And, but, then, it, also, when, because.
Sumber: Droga Louise dan Sally Humprey (2003).
Dalam kaitannya dengan cakupan kosakata, Tarigan (1983: 9) yang mengutarakan bahwa
kosakata dasar dapat dipilih sebagai berikut.
a) Istilah kekerabatan; misalnya: ayah, ibu, adik, kakak, nenek, kakek. Dalam bahasa
Inggris pada pelajaran sekolah dasar dikenal dengan tema family;
b) Nama-nama bagian tubuh ( part of body); misalnya: nose, eye, ear, cheek, head.
c) Kata ganti (pronoun), misalnya: I, you, they, we, she, he, it, that, this;
d) Kata bilangan pokok (numeral); misalnya: one, two, three, four, ten, one hundred;
e) Kata kerja pokok (verb); misalnya: drinking, eating, wearing, hearing, sleeping,
watching, running, catching;
15
f) Kata keadaan pokok (adjective); misalnya: rich, poor, clever, stupid, dirty, hungry,
slowly, fast, diligent, lazy;
g) Benda-benda universal; misalnya: land, water, fire, month, star, plant.
Menurut Lado (1979: 121-126), ada beberapa langkah yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran kosakata, yaitu (1) mendengarkan kata, (2) mengucapkan kata, (3) memahami
makna, (4) membuat ilustrasi dalam bentuk kalimat, (5) melakukan 10 latihan dalam
pengekspresian makna, (6) mengucapkan kata tersebut dengan suara keras, dan (7) menulis
kata-kata tersebut. Sitorus (1993: 3) menyatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam
kelompok, golongan-golongan, dan perangkat selalu lebih mudah untuk dipelajari. Lebih lanjut,
Sitorus (1993: 4) mengungkapkan ada dua cara mempelajari kosakata dalam pengelompokan,
yaitu kelompok kata yang mempunyai satu dasar umum dan kelompok kata yang mempunyai
hubungan dalam pengertian.
Piaget (dalam Hoskisson & Tompkins, 1987: 11) menyatakan bahwa siswa sekolah dasar
adalah concrete thinkers (pemikir kongkret). Mereka belajar dengan baik melalui keterlibatan
secara aktif. Keterlibatan dalam penggunaan bahasa secara aktif dapat dibuat lebih bermakna
apabila dikaitkan dengan pengalaman dan hal-hal nyata dalam kehidupan anak. Asri Budiningsih
(2005: 39) menyatakan bahwa untuk menghindari keterbatasan berpikir, anak perlu diberi
gambaran konkret sehingga ia mampu menelaah persoalan. Anak usia 7 sampai 12 tahun masih
memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.
16
2.2.2 Kalimat Sederhana
Kalimat sederhana adalah rangkaian kata yang saling berhubungan dalam satu klausa
dan dapat berdiri sendiri. Sebagai contoh: Decorate the cake with strawberry. The boy knew
the answer (Droga Louise dan Sally Humprey. 2003: 25).
Menurut Adjat Sakri (1995: 7 – 8), kalimat dalam tulisan terdiri atas deret kata yang
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca dan terdiri atas deret kata yang
tersusun menurut urutan tertentu menjadi bermakna dan mengungkap pikiran yang lengkap.
Setiap kata di dalamnya tidak dapat dipertukarkan tempatnya dengan sembarangan tanpa
mengubah makna kalimat itu, seperti: The nose is sharp dan Her hair is blondy.
Komponen tata bahasa terdiri atas komponen yang memiliki kategori dan saling
berhubungan sehingga membentuk sebuah kalimat. Komponen tersebut termasuk leksikal sesuai
dengan kategorinya dalam pemarkah kontekstual. Pemarkah tersebut adalah sintaksis, semantis,
dan fonologi yang berindikasi sebagai transformasi dalam menyampaikan maksud dan pikiran.
Kalimat memiliki hubungan fungsional yang terdiri atas subjek, predikat, dan objek (Menyuk.
1972: 23).
Menurut Titone (1984: 10, 90), kalimat sederhana merupakan struktur bahasa secara
nyata dan diakui menyampaikan struktur atau berkomunikasi yang digunakan penutur dan
mempunyai makna. Di bawah ini adalah contoh kalimat sederhana bahasa kedua (L2), yaitu
bahasa Inggris, yang tidak mempunyai makna atau menyimpang.
(a) John go tomorrow
(b) Eats the boy the cake
(c) Tom drank the milk
17
Berbahasa mangacu pada pengetahuan bagaimana bahasa tersusun dan bagaimana bahasa
itu bisa menyampaikan makna dengan bentuk susunan sesuai dengan kompetensi linguistik.
Kompetensi dibedakan dalam dua kategori secara sadar (noetic) dan secara tidak sadar
(practical). Kemampuan siswa menggunakan bahasa pertama (L1) tanpa sadar bentuk susunan
meliputi kemampuan praktis bahasa yang telah dipelajari kemungkinan berasimilasi ( L2
terpengaruh L1). Kata-kata yang dipelajari L2 adalah susunan dari rangka L1. Hal ini dapat
membantu dalam mempelajari isomorphic structure ( transfer positif) tetapi bisa menjadi campur
tangan yang baik dalam susunan dari dua bahasa yang kontras (transfer negatif), maka hubungan
susunan L1 dan L2 mudah berasimilasi ke L2.
Karena adanya struktur asimilasi, strategi pembelajarannya menggunakan pendekatan
induktif atau deduktif. Pembelajaran induktif berhubungan dengan teori pembelajaran
behaviouristic dan pembelajaran deduktif berhubungan dengan pembelajaran kognitif dan
tradisional. Oleh karena itu, ilmu bahasa merupakan bagian dari kehidupan sosial dan sesuai
dengan situasi. Pembelajaran ilmu bahasa mempelajari tata bahasa yang rumit, leksikal baru dan
struktur materi. Kalimat merupakan dasar dari pembelajaran, dan pengajaran berfokus pada
kalimat sederhana. Siswa menyampaikan bentuk struktur dari bahasa yang telah dipelajari dan
belajar kaidah tata bahasa dari bahasa melalui proses induktif (Richard dan Theodore, 1986:
101).
2.2.3 Pembelajaran Kosakata
Pembelajaran kosakata mempunyai permasalahan yang cukup kompleks, ada banyak
faktor yang terlibat dan perlu dipertimbangkan. Masalah dalam pengajaran berkaitan dengan
18
peningkatan keberhasilan belajar siswa dalam bahasa yang dipelajari, bahasa target. Hal yang
perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa Inggris adalah sebagai berikut.
1) Performative. Pada tahap ini siswa mampu membaca dan menulis, dan berbicara
dengan simbol-simbol yang digunakan dan berkomunikasi dalam konteks terbatas.
2) Fungsional. Siswa diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, membaca manual.
3) Pada tingkat informasional siswa diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan
kemampuan bahasanya. Adanya kaitan antara penguasaan keterampilan siswa dengan
kemampuan apresiasi sastra (mempresentasikan karya sastra).
4) Pada tingkat episdemik siswa diharapkan dapat mentransformasi pengetahuan dalam
bahasa tertentu ( Chodidjah, 2007: 7).
Tingkat kemampuan dirasa cukup realistis mengingat kosakata sangat penting dalam
pelajaran bahasa Inggris tingkat sekolah dasar yang dimulai pada kelas empat dengan jam
pelajaran 2 X 35 menit per minggu. Diperkirakan jumlah pertemuan dalam satu tahun adalah 34
sampai dengan 38 minggu (pertemuan). Hal ini bukan jangka waktu yang lama untuk membuat
siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris, maka pengetahuan yang diberikan dibatasi
sehingga sebagian waktu digunakan untuk melatih kompetensi komunikatif dan berinteraksi
dalam konteks sekolah. Penekanan pendidikan dalam bahasa Inggris di SD adalah penguasaan
bahasa lisan yang digunakan untuk berinteraksi di dalam kelas (Chodidjah, 2007: 8).
Pemerintah secara khusus memberikan perhatian pada pembelajaran bahasa Inggris
tingkat SD sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional khususnya pasal 19 (1) tentang standar proses yang berbunyi, “Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
19
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Chodidjah, 2007: 3).
Sesuai dengan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) tingkat sekolah dasar, pembelajaran
bahasa dipengaruhi oleh kemampuan memahami (comprehension) dan mempergunakan
(production), yang memiliki sifat reseptif dan produktif. Kemampuan reseptif terdiri atas dua
macam kemampuan berbahasa, yaitu
a) Membaca nyaring dan memahami makna dalam intruksi, informasi, teks fungsional
pendek, teks diskriptif bergambar sangat sederhana yang disampaikan secara tertulis
dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar.
b) Mendengarkan, memahami instruksi, informasi, dan cerita sangat sederhana yang
disampaikan secara lisan yang berupa lambang bunyi dalam konteks kelas, sekolah, dan
lingkungan sekitar.
Sementara itu, kemampuan produktif terdiri atas dua macam kemampuan berbahasa yaitu
a) Kemampuan berbicara, kemampuan menghasilkan ide dan pikiran secara lisan dalam
wacana sangat sederhana dalam bentuk instruksi dan informasi dalam konteks kelas,
sekolah, dan lingkungan sekitar. Untuk berbicara harus menguasai secara aktif struktur
dan kosakata bahasa yang bersangkutan.
b) Kemampuan menulis, menuliskan kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek sangat
sederhana dengan ejaan dan tanda baca yang tepat dalam kegiatan menghasilkan bahasa
secara tertulis Dalam penulisan diperlukan pengetahuan tentang struktur dan kosakata
bahasa yang bersangkutan (Burhan, 2001: 45).
20
Bahasa Inggris adalah alat untuk berkomunikasi di jenjang internasional dan global, baik
secara lisan maupun tulisan. Departemen Pendidikan Nasional, yang sedang mempersiapkan
standar kompetensi dalam kurikulum, menetapkan bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh
siswa Indonesia adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa Inggris.
Dengan demikian, bahasa Inggris berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka
mengakses informasi selain sebagai alat untuk membina hubungan interpersonal, bertukar
informasi serta menikmati estetika bahasa dalam budaya Inggris. Oleh karena itu, mata pelajaran
Bahasa Inggris bertujuan sebagai berikut:
1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris, baik dalam bentuk
lisan maupun tulis, yang meliputi kemampuan mendengarkan (listening), berbicara
(speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).
2) Menumbuhkan kesadaran tentang hakikat bahasa dan pentingnya bahasa Inggris sebagai
salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar (Chodidjah, 2007: 5).
2.3 Landasan Teori
Teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang
berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana hubungannya. Dalam penulisan ini
digunakan teori pemerolehan pembelajaran bahasa kedua dengan pendekatan kebiasaan (natural
approach). Teori-teori tersebut diuraikan sebagai berikut.
21
2.3.1 Teori Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Menurut Krasen (dalam
Dardjowojdoyo, 2008: 253), Aquisition atau pemerolehan adalah penguasaan bahasa yang
dilakukan anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Dalam
prosesnya dilakukan melalui pembelajaran secara formal, yakni belajar di kelas dan diajarkan
oleh seorang guru dalam memperoleh bahasa keduanya, setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya.
Dalam konteks pemerolehan bahasa, Chaer (2003: 167) mengatakan bahwa ada dua
proses yang terjadi ketika anak memperoleh bahasa pertamanya yaitu, proses kompetensi dan
proses performansi. Proses kompetensi adalah penguasaan tata bahasa yang berlangsung tanpa
disadari. Proses performansi adalah pemahaman dalam mempersepsi kalimat yang didengar
yang melibatkan kemampuan menerbitkan atau mengeluarkan kalimat baru.
Komponen sintasis dalam pemerolehan bahasa menurut chaer (2003: 39) bahwa sistasis
merupakan urutan dan organisasi kata – kata (leksikon) yang membentuk frase atau kalimat
dalam suatu bahasa menurut aturan dan menentukan hubungan antara pola – pola bunyi bahasa
itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan.
Dalam proses pemerolehan fonologi anak – anak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar
dengan menerima dan mengamati bunyi yang mempunyai arti tanpa pola sistaksis. Pada
pemerolehan fonologi, sejauh mana anak – anak dihambat oleh pembatasan – pembatasan dalam
persepsi dan pengeluaran bunyi dari sudut artikulasi. Sebagai contoh, seorang anak
mengucapkan <plate> yang bunyinya [pleit] menjadi [beip], seorang anak tidak bisa
22
membedakan tempat artikulasi [p] dan [b], karena mereka tidak mampu menghadapi pada waktu
yang bersamaan setiap peringkatnya (Chaer, 2002: 211 – 212).
Pemerolehan semantik menurut Chaer (2009: 41) ialah bagian kalimat memiliki makna
yang tergantung pada makna leksikal kata, urutan kata dalam organisasi kalimat, konteks situasi
kalimat diucapkan, kalimat sebelum dan sesudah yang menyertai. Untuk bisa menghasilkan
kalimat yang gramatikal dan berterima secara semantik terdapat fitur – fitur semantik yang
membentuk keseluruhan makna kata. Sebagai contoh, kata Father memiliki fitur [+noun],
[+real], [+human], [+adult], [+married], dan [+baby bear]. Dari fitur – fitur tersebut bila
dibedakan pada kata father dan mother, father memiliki ftur [+man], mother memilki fitur
[+woman]. Oleh karena itu, kalimat (1) berterima, sedangkan kalimat (2) tidak berterima.
(1) my mother is brigned
(2) my father is brigned
Pemerolehan sintaksis, menurut Menyuk (1974: 29), yang ditentukan oleh sistem
linguistik generatif transformatif, telah menjadi bagian pengetahuan anak-anak. Tanpa konteks
ekstralingistik, ucapan anak akan menunjukkan hubungan urutan subjek dan verba (S + V).
sementara itu, komponen dasar merupakan tata bahasa yang berdasarkan pada kategori kata
yang menggambarkan kalimat dengan tata bahasanya dan saling berhubungan, baik dalam
sintaksis, semantik, maupun fonologi. Dalam kalimat terdapat struktur kalimat yang
mengandung subjek: menunjukkan noun phrase dalam kalimat; objek: menunjukkan noun
phrase dari verb phrase; dan predikat: menunjukkan verb phrase dari kalimat.
Untuk memahami kalimat dan menghasilkan kalimat siswa harus mengamati hubungan
fungsional kata dalam kalimat dan menggolongkan berdasarkan kategori kata kemudian
23
menyeleksi batasan kategori kata dalam kalimat (Menyuk, 1972: 24). Batasan komponen struktur
dapat dilihat di bawah ini.
Syntactic Classes
S
Element NP AUX VP
Det N Tense V NP
S = subjek, yang di dalamnya terdiri atas unsur-unsur kata, NP (Noun Phrase) + VP (Verb
Phrase) + element.
NP merupakan determiner + N
Tense adalah ‘to be’, yang menunjukkan kalimat tersebut menyatakan kejadian sesuai dengan
situasi dan waktu terjadinya (past, simple, perfect, etc).
V = Verb
VP = Verb Phrase
Diagram tersebut adalah X-bar, merupakan diagram pohon untuk menunjukkan struktur kalimat
sesuai dengan fungsi dan kaidah bahasa.
2.3.2 Teori Pemahaman Kosakata
Untuk meningkatkan pemahaman kosakata, menurut Edward dan Rebecca (1977: 150),
terutama kosakata baru, pengajar harus memberitahukan artinya, kemudian membuat kalimat
dengan kosakata yang sudah diberikan oleh pengajar. Ada tiga teknik dalam mengembangkan
kosakata sebagaimana diuraikan berikut ini.
24
1) Teknik menyampaikan kosakata baru melalui visual (gambar), katalog, gesture
(gerakan isyarat), kosakata yang sudah diketahui dicari persamaannya dan dari
penutur asli.
2) Teknik teaching series dan word sequence, yaitu flascard, clock face, chalkboard,
transparency.
3) Siswa mulai dimotivasi untuk mempresentasikan kosakata yang sudah dipelajari.
Pendapat Edward dan Rebecca digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama; kosakata
yang dikuasai siswa dalam pelajaran bahasa Inggris sesuai dengan kurikulum.
Ketiga pendapat di atas didukung pula oleh pendapat Caroline dan Michael (2003: 7),
bahwa kegiatan pembelajaran kosakata untuk siswa yang berusia 6 – 12 tahun menggunakan
sumber buku tambahan dalam bentuk lembar kerja (worksheet). Melalui kosakata siswa akan
diperoleh kemudahan untuk mengetahui arti dan mengenal masing – masing kata dalam struktur
kalimat sesuai fungsinya. Kosakata yang digunakan di sekolah dasar adalah golongan flying high
untuk siswa yang berumur 11 – 12 yang merupakan pengenalan dalam pembelajaran dan cakap
atau mampu dalam menggunakan kosa kata. Cara mempelajari kosakata dilakukan dengan tiga
aksi:
1) Vocabulary checklist:; mengecek kembali dengan cara memberikan tes pada siswa
terhadap kosakata yang telah dipelajari;
2) Word searchs: mencari atau menunjukkan kosakata berdasarkan kumpulan abjad
yang diletakkan secara acak;
3) Crosswords: memberikan latihan pada siswa untuk mengisi teka teki silang.
Untuk mempertajam analisis, Gattegno (dalam Richard 1986: 101) juga berpendapat
bahwa sentral dari mempelajari bahasa mulai dari kosakata dan memilih kosakata sangat penting.
25
Ia membedakan kosakata berdasarkan kelasnya, semi-luxury kosakata merupakan perkataan
dalam kehidupan sehari-hari ( makanan, pakaian, kehidupan keluarga, transportasi) yang
digunakan dalam berkomunikasi. Untuk keberhasilan pembelajaran, kosakata merupakan bagian
terpenting dengan fungsinya dan keserasian kata dari bahasa, banyak yang tidak mempunyai
persamaan dalam tuturannya. Demikian pula Krashen dan Terrell (dalam Richard, 1986: 130)
menyatakan bahwa pemerolehan bahasa biasanya dipengaruhi oleh struktur bahasa, secara alami
menekankan makna dari kosakata. Pada dasarnya kosakata merupakan kamus dan tata bahasa
yang tidak beraturan dalam menyampaikan pesan.
2.3.3 Teori Kalimat Sederhana
Kalimat yang dihasilkan oleh seorang anak tidak memiliki kaidah bahasa yang baik. Hal
ini disebabkan oleh anak yang kurang memahami struktur kaidah bahasa, tidak teliti dalam
mengerjakan kalimat yang berstruktur, dan terbatasnya pendekatan bentuk struktur kalimat.
Perkembangan tata bahasa dalam pemerolehan digunakan struktur transformatif dan pendekatan
bentuk struktur kalimat yang berterima. Menurut Menyuk (1974: 73), sebuah kalimat sederhana
adalah kalimat yang memiliki tata bahasa, mempunyai makna semantik sehingga mudah
berterima. Di bawah ini adalah rangkaian struktur berdasarkan auxiliary node.
S
( element) NP Aux VP
Aux 1 Aux2
26
Tense Modal (be+ing) (have+en)
(can)
(will)
(do)
Perbedaan bentuk kalimat dihasilkan berdasarkan rangkaian elemen kata, seperti bentuk kalimat
positif (declarative sentence), kalimat negatif (negative sentence), kalimat tanya (questions).
Berikut ini adalah tiga bentuk kalimat yang menggunakan struktur dan kaidah bahasa
berdasarkan auxiliary node.
(3) Declarative = He can + present go
Bentuk tense = He can go
(4) Negative = He can + present not go
Penambahan elemen antara modal dan kata kerja (verb) = He can not go
(5) Questions = Can He + present go
Perubahan letak modal di awal kalimat sebelum subyek = Can he go ?
2.3.4 Teori Kesalahan Berbahasa
Menurut Dulai (1982: 139), bagian dari pembelajaran bahasa kedua (bahasa Inggris)
siswa tidak luput dari kesalahan. Siswa sering melakukan kesalahan dalam proses pembelajaran
yang dipengaruhi oleh bahasa pertama dan pengajar, siswa ditarget untuk tuntas sesuai dengan
kurikulum yang sulit untuk dilakukan dan kesalahan siswa dalam berkomunikasi. Teori ini
digunakan untuk membahas masalah kedua tentang kesalahan membuat kalimat sederhana.
Kesalahan L2 sering terjadi pada tata bahasa yang dipengaruhi oleh L1, yaitu
27
1) Ommitting grammatical morphemes, tidak menunjukkan makna kalimat, misalnya He hit
car.
2) Double marking: dalam ciri-ciri semantik (past tense) pada salah satu tanda wajib,
misalnya she didn’t went back;
3) Regulazing: bentuk jamak atau menunjukan lebih dari satu, misalnya womens pada
women;
4) Menggunakan archifom: satu bentuk kelas kata dari karakteristik bahasa kedua, misalnya
memilih salah satu dari bahasa Inggris, demonstrative adjective: this, that, those, these.
Sebagai contoh: That dog . bisa juga pada kelas kata yang berfungsi sebagai personal
pronouns, sebagi contoh: Give me that ;
5) Menggunakan alternation form: bahasa yang wajib digunakan sesuai dengan situasi
seperti dalam penggunaan: she dan he pada orang sesuai dengan gender dan pada
irregular past;
6) Misordering: bentuk wajib pada kaidah kata yang telah diperoleh sebelumnya, seperti
What are you doing?, atau salah penempatan dalam satu kalimat, They are all the time
late.
2.3.5 Teori Pembelajaran Bahasa Inggris
Menurut Seifert (1983: 147), teori pembelajaran dibedakan menjadi dua kelompok,
behaviourist theories dan cognitive theories. Behaviourist theories adalah yang terkait dengan
rangsangan pembelajaran terdahulu yang dipengaruhi oleh lingkungan yang dikenal dengan
penguatan, sedangkan cognitive theories adalah yang berhubungan langsung melalui proses
pembelajaran, yaitu memory, attention, insight, organzation of ides, dan information processing.
28
Bahaviourist berfokus pada hubungan langsung antara pendidik dan siswa, bagaimana
mereka merespons, pada saat pembelajaran. Pendidik diharapkan bisa mengatasi dengan bersikap
subjektif bila siswa mengalami kegagalan dalam pembelajaran. Sebagai contoh, teguran pendidik
yang kurang hati-hati akan menyebabkan siswa berbicara tanpa batas atau tidak sopan, siswa
akan belajar lebih giat jika pendidik memberikan senyuman.
Cognitive berfokus pada pendidik, memberikan wawasan pada siswa untuk memahami
pembelajaran dan bisa belajar dari kesalahan terdahulu. Pemberian wawasan akan membuat
siswa berproses dalam berpikir dengan lebih terstruktur. Inti dari pembelajaran kognitif adalah
bentuk pemikiran secara alami dan berstruktur. Teori ini digunakan untuk menjawab masalah
ketiga: faktor kesulitan siswa dalam membuat kalimat sederhana.
Untuk membahas masalah tiga, teori penelitian ini juga didukung oleh Krashen dan
Terrel tentang pembelajaran bahasa melalui pendekatan natural yang merupakan dasar dari
pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua (L2). Prosedur dalam pendekatan natural adalah
sebagai berikut.
1) Aquisition/Learning Hypothesis , merupakan dua cara yang berbeda dalam kompetensi
L2 atau bahasa asing. Aquisition adalah pemerolehan dengan cara alami, proses
pembelajaran dipengaruhi oleh L1 melalui komunikasi. Learning adalah belajar kaidah
– kaidah, bahasa kemampuan verbal bahasa, yang sering ditemukan kesalahan dalam
proses pembelajaran.
2) Monitor hypotesis, pemerolehan ilmu bahasa dengan cara tuturan.
3) Natural order Hypothesis, proses pemerolehan tata bahasa.
4) Input hypothesis, menjelaskan hubungan antara pemerolehan dengan pembelajaran
29
5) Affetive filter Hypothesis, pengembangan pemerolehan L2 sesuai dengan sifat-sifat
pembelajaran yaitu motivasi, percaya diri, dan minat belajar.
Untuk mempertajam analisis, teori Seifert, teori Krasen dan Terrel, didukung oleh
Titone (1984: 110) yang mengatakan bahwa terjemahan tata bahasa merupakan dasar
pembelajaran dalam belajar kaidah tata bahasa dan kosakata serta aplikasi terjemahan dari teks.
Siswa belajar pertama kali dengan tata bahasa yang diperoleh dari kosakata yang sudah
diperoleh. Setelah mengingat kaidah dan daftar kosakata siswa di tes dengan menerjemahkan
teks dalam bahasa yang telah dipelajari. hasilnya berupa perbandingan antara ciri dalam proses
mengajar L1 dan instruksi yang diberikan dengan L1.
30
2.4. Model Penelitian
Proses Pembelajaran Bahasa Inggris
Landasan TeoriTeori Pemahaman KosakataTeori Kesalahan Berbahasa
MetodologiKualitatif dan kuantitatif
Hasil PenelitianPenguasaan kosakata siswa paling tinggi, kesalahan yang dilakukan siswa dalam pemerolehan bahasa dan kesalahan membuat kalimat sederhana, faktor yang mempengaruhi siswa
Guru
Lingkungan kelas dan luar kelasKemampuan pemahaman siswa
Kosakata dan Kesalahan Perakitan kalimat sederhana Inggris
Metode pembelajaranAlokasi waktuBahan ajar
Siswa
Rumusan masalah 4
Rumusan masalah 3
Rumusan masalah 2
Rumusan masalah 1
31
Model penelitian tersebut di atas merupakan kerangka pemikiran untuk memudahkan
peneliti dalam melakukan penelitian dalam kosakata dan kalimat sederhana siswa sekolah dasar
dalam pemerolehan bahasa. Guru mempunyai korelasi dengan siswa dalam proses pembelajaran
kosakata dan kalimat sederhana, sehingga ditemukan kategori kosakata yang dikuasai siswa serta
kesalahan siswa dalam membuat kalimat sederhana.
Guru sebagai pengajar memengaruhi siswa dalam proses pengajaran dengan memberikan
informasi dan juga dipengaruhi oleh cara guru mengajar dan fonetik atau ucapan yang dituturkan
oleh guru. Sebagai akibat dari kenyataan ini terdapat hubungan kausal yang dapat berpengaruh
pada siswa dalam menguasai kosakata dan kalimat sederhana.
Siswa dalam menerima pembelajaran juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
keluarga, keterbatasan pemahaman dalam bidang linguistik (fonetik, semantik, dan sintaksis)
sehingga juga berakibat pada siswa dalam menguasai kosakata dan membuat kalimat sederhana.
Dari korelasi dan hubungan kausal ini maka peneliti dapat merumuskan masalah kosakata dasar
yang dikuasai siswa sekolah dasar sesuai kurikulum, kesalahan siswa dalam pemerolehan
bahasa, kesalahan siswa dalam membuat kalimat sederhana, dan faktor yang memengaruhi siswa
mengalami kesulitan dalam menempatkan kosakata dalam kalimat sederhana.
Keempat permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan teori pemahaman
penguasaan bahasa, teori kesalahan berbahasa , dan didukung oleh teori pemerolehan bahasa,
teori pembelajaran bahasa Inggris dan teori kalimat sederhana.
Dari teori tersebut analisis yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan natural dan kognitif. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth study), tes, dan observasi.
32
Metode analisis dilakukan secara deskriptif kualititatif dan interpretatif dan ditunjang tabel
distribusi frekuensi.
Setelah melalui tahapan metodologi diharapkan terungkap penguasaan kosakata siswa,
kesalahan yang dilakukan siswa dalam pemerolehan bahasa dan kesalahan membuat kalimat
sederhana, faktor yang mempengaruhi siswa.