98042-hanny fitriana-fitk.pdf

78
PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA disusun oleh: HANNY FITRIANA NIM. 105017000460 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Upload: doanque

Post on 31-Dec-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA SISWA

disusun oleh:

HANNY FITRIANA NIM. 105017000460

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”

disusun oleh Hanny Fitriana, Nomor Induk Mahasiswa 105017000460 Jurusan

Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya

ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang

ditetapkan fakultas.

Jakarta, 5 Juni 2010

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Otong Suhyanto M.Si Firdausi S.Si. M.Pd.

NIP. 19681104 199903 1 001 NIP. 19690629 200501 1 003

Page 3: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Hanny Fitriana

NIM : 105017000460

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan Tahun : 2005

Alamat : Jl. Giri Kencana 41 Rt.004/02 Cilangkap Cipayung Jakarta

Timur 13870

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik

terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa adalah benar

hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Otong Suhyanto M.Si

NIP : 19681104 199903 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Firdausi S.Si. M.Pd

NIP : 19690629 200501 1 003

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya

sendiri.

Jakarta, Juli 2010

Yang Menyatakan

Hanny Fitriana

Page 4: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

Skripsi berjudul ”Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqosah

pada tanggal 30 Juli 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak

memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Agustus 2010

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan) Maifalinda Fatra, M.Pd ............................. .................................... NIP. 19700528 199603 2 002 Sekretaris Jurusan Otong Suhyanto, M.Si ............................. .................................... NIP. 19681104 199903 1 001 Penguji I Dra. Afidah Mas’ud ............................. .................................... NIP. 19610926 198603 2 004 Penguji II Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd ............................. .................................... NIP. 19480323 198203 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003

Page 5: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

ABSTRAK

Hanny Fitriana (105017000460), ”Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”. Skripsi, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan

pendidikan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian dilaksanakan di SMPN 160 Jakarta Timur. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian the post-test only.

Sampel penelitian yang pertama berjumlah 30 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik. Sampel yang kedua berjumlah 30 siswa untuk kelas kontrol dengan pendekatan konvensional. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian yang diberikan berupa tes dengan tipe uraian sebanyak 5 soal.

Analisis data menggunakan uji-t dari kedua kelompok diperoleh nilai thitung sebesar 4,47, sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan (dk) = 47,09 yaitu sebesar 1,68, maka dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

i

Page 6: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

ABSTRACT

HANNY FITRIANA (105017000460), “The Influence of Realistic Mathematics Education Approach Through Students Mathematic Problem Solving Ability”. Thesis, Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this research is to know the influence of realistic mathematics education approach through students mathematic problem solving ability. Research conducted at SMPN 160 East Jakarta. The method was used quasi experiment with research design the post-test only. The first sample class experiment is 30 students which are use realistic mathematics education approach. The second sample class control is 30 students which are use conventional approach. Sampling was done using cluster random sampling technique. The instrument test which is given in this research consisted of 5 questions of essay typed.

Data analysis using t-tests of both groups obtained ttest of 4,47, while ttable at 5% significance level with degrees of freedom (dk) = 47,09 is equal to 1,68, we can conclude that ttest > ttable. This shows that realistic mathematics education approach has significant effect to the students mathematics problem solving ability.

ii

Page 7: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika

pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat

terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak

sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan

pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penulisan skripsi ini.

4. Bapak Firdausi S.Si, M.Pd, pembimbing II yang selalu memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Afidah Mas’ud M.Pd sebagai penasihat Akademik.

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Bapak Drs. Sumardijanto, kepala SMP Negeri 160 Jakarta Timur yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk penelitian di sana.

8. Ibu Neneng Sutiah, guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian

banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

9. Ibu Hj. Endang K, M.Pd, guru BP yang telah memberikan izin untuk

menggunakan kelasnya.

10. Bapak dan mama ku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan motivasi

dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

iii

Page 8: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

11. Adikku tercinta yang senantiasa memberikan bantuan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

12. Siswa dan siswi kelas VII SMP Negeri 160 Jakarta Timur, khususnya kelas

VII-A dan VII-B yang telah bersikap baik, tenang, dan bersahabat selama

penulis mengadakan penelitian.

13. Sahabat ku tercinta, yaitu Nisa, Nina, Iam, Nilma, Yeti, Bilgis, dan Irna yang

senantiasa selalu mendoakan, memotivasi, membantu, dan mendukung penulis

selama penelitian.

14. Teman-teman ku tercinta yaitu Eva, Riesky, Ida, dan mahasiswa jurusan

pendidikan matematika angkatan 2005 kelas B, semoga kebersamaan selama

pembelajaran akan selalu menjadi cerita indah di masa yang akan datang dan

ikatan persaudaraan kita akan selalu terjaga hingga akhir hayat.

15. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi

serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik

yang diberikan kepada penulis.

Jakarta, Juli 2010

Penulis

Hanny Fitriana

iv

Page 9: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

ABSTRACT ..................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah.................................................................... 6

C. Pembatasan Masalah ................................................................... 6

D. Perumusan Masalah .................................................................... 7

E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7

F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................... 9

A. Deskripsi Teoritik ....................................................................... 9

1. Pembelajaran Matematika..................................................... 9

a. Pengertian Pembelajaran................................................. 9

b. Pengertian Matematika.................................................... 14

c. Alasan Belajar Matematika.............................................. 16

d. Tujuan Pelajaran Matematika ......................................... 16

e. Kegunaan Matematika .................................................... 17

2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).......... 18

a. Pengertian dan Sejarah PMR .......................................... 18

b. Komponen Matematisasi dalam PMR ............................ 21

c. Prinsip Utama PMR ........................................................ 22

d. Karakteristik PMR .......................................................... 23

v

Page 10: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

e. Langkah-langkah PMR ................................................... 25

f. Kekuatan Pembelajaran Matematika dengan PMR......... 27

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .................... 28

a. Pengertian Masalah Matematika ..................................... 28

b. Jenis-jenis Masalah Matematika ..................................... 29

c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika.................. 30

d. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematika....... 32

e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika...................................................................... 34

f. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika...................................................................... 35

4. Pendekatan Konvensional ..................................................... 35

5. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................. 36

B. Kerangka Berpikir....................................................................... 37

C. Hipotesis Penelitian..................................................................... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 40

A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 40

B. Metode dan Desain Penelitian..................................................... 40

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ................................. 41

1. Populasi ................................................................................. 41

2. Sampel................................................................................... 41

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ........................................... 42

1. Variabel yang Diteliti............................................................ 42

2. Sumber Data.......................................................................... 42

3. Instrumen Penelitian ............................................................. 42

4. Uji Instrumen Tes Penelitian................................................. 44

E. Pengujian Prasyarat Analisis....................................................... 45

1. Uji Normalitas....................................................................... 45

2. Uji Homogenitas ................................................................... 46

F. Pengujian Hipotesis..................................................................... 47

vi

Page 11: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 49

A. Deskripsi Data............................................................................. 49

1. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelompok Eksperimen.......................................................... 49

2. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelompok Kontrol ................................................................ 51

B. Pengujian Persyaratan Analisis ................................................... 54

1. Uji Normalitas....................................................................... 54

a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen........................... 54

b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol.................................. 55

2. Uji Homogenitas ................................................................... 55

C. Pengujian Hipotesis..................................................................... 56

D. Pembahasan................................................................................. 57

E. Keterbatasan Penelitian............................................................... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 60

A. Kesimpulan ................................................................................. 60

B. Saran............................................................................................ 60

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 65

vii

Page 12: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rancangan Penelitian ........................................................................ 41

Tabel 2. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ................... 43

Tabel 3. Kisi-kisi Instrument Tes.................................................................... 44

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kelas Eksperimen............................................... 50

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kelas Kontrol...................................................... 52

Tabel 6. Perbandingan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ............................................... 54

Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ..................................................... 55

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ................................................. 56

Tabel 9. Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t........................................ 57

viii

Page 13: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Matematisasi Konseptual ............................................................... 20

Gambar 2. Proses Matematisasi Pada PMR..................................................... 21

Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Kelompok Eksperimen............................................... 51

Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Kelompok Kontrol ..................................................... 53

ix

Page 14: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara Pra Penelitian............................................... 65

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen .......... 68

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol................. 80

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa (LKS)...................................................... 88

Lampiran 5. Latihan Soal ............................................................................. 100

Lampiran 6. Kisi-Kisi Uji Instrumen Tes ..................................................... 106

Lampiran 7. Penilaian Validitas Isi Instrumen Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa ..................................................... 107

Lampiran 8. Instrumen Tes........................................................................... 113

Lampiran 9. Kunci Jawaban Instrumen Tes ................................................. 116

Lampiran 10. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...................................... 125

Lampiran 11. Perhitungan Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen .... 126

Lampiran 12. Perhitungan Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol........... 129

Lampiran 13. Perhitungan Uji Normalitas...................................................... 132

Lampiran 14. Perhitungan Uji Homogenitas................................................... 135

Lampiran 15. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik .......................................... 136

Lampiran 16. Bukti Penilaian Validitas Isi..................................................... 138

Lampiran 17. Daftar Luas Kurva di Bawah Normal ...................................... 139

Lampiran 18. Daftar Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ......... 140

Lampiran 19. Daftar Nilai Kritis Distribusi F ................................................ 142

Lampiran 20. Daftar Nilai Kritis Distribusi t ................................................. 144

Page 15: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor utama dalam meningkatkan kualitas

sumber daya manusia dan kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi) dalam menghadapi era globalisasi saat ini, karena dengan

pendidikan pola pikir dan pengetahuan manusia menjadi berkembang

sehingga IPTEK semakin maju. Hal ini dibuktikan dengan adanya wahyu

pertama kepada Nabi Muhammad Saw, yaitu surat Al-A’laq ayat 1-5 yang

berbunyi:

Inti dari arti ayat tersebut yaitu memerintahkan kita agar selalu membaca.

Andai saja seluruh umat Islam dapat menjalankan setiap anjuran dengan

benar, maka mereka tidak akan tertinggal jauh dan selalu akan menjadi umat

terdepan.

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Pemerintah telah

mencanangkan pendidikan sebagai instrumen untuk membangun bangsa dan

negara Indonesia menjadi lebih baik. Sebagaimana tercantum dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang

menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

1

Page 16: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

2

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.1

Oleh karena itu, maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreatifitas

pendidikan bangsa itu sendiri dan kompleknya masalah kehidupan menuntut

sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetensi. Selain itu,

pendidikan merupakan wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai

pencetak sumber daya manusia yang bermutu tinggi.

Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang memiliki

peranan penting dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia. Mutu

pendidikan matematika harus terus ditingkatkan sebagai upaya pembentukan

sumber daya manusia yang bermutu tinggi, yakni manusia yang mampu

berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan berinisiatif dalam

menanggapi masalah yang terjadi.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menghadapi banyak

permasalahan. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya

merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan

yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Ini berarti

bahwa matematika sangat diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan

sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Cornelius (dalam Mulyono Abdurrahman) yang

mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika

merupakan:

1. sarana berpikir yang jelas dan logis, 2. sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-

hari, 3. sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi

pengalaman, 4. sarana untuk mengembangkan kreativitas, 5. sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap

perkembangan budaya.2

1 Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang

SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006), hlm. 53.

Page 17: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

3

Namun pada kenyataannya, kebanyakan masyarakat berpendapat

bahwa matematika itu tidak berguna dalam kehidupan, hal ini disebabkan

selama menempuh pelajaran matematika di bangku sekolah, guru jarang

memberikan informasi mengenai penerapannya dalam kehidupan nyata.

Pelajaran matematika tidak hanya membuat siswa terampil dalam menghitung

dan kemampuan menyelesaikan soal, sikap dan kemampuan menerapkan

matematika merupakan hal terpenting untuk membentuk kemampuan peserta

didik dalam pemecahkan masalah sehari-hari yang dihadapinya kelak.

Pelajaran matematika masih sering dianggap sebagai pelajaran yang

paling sulit dipahami bagi siswa. Meskipun matematika mendapatkan waktu

yang lebih banyak dibandingkan pelajaran lain dalam penyampaiannya,

namun siswa kurang memberi perhatian pada pelajaran ini karena siswa

menganggap metematika itu pelajaran yang menakutkan serta mempunyai

soal-soal yang sulit dipecahkan.

Dari hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII,

menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai

rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. Nilai

tersebut masih jauh dari standar minimal nilai rata-rata kemampuan

matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Skala matematika TIMSS-

Benchmark Internasional menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia berada

pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura pada

peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk

kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia 123 jam dan Singapura 124 jam.3

Data TIMSS menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran metematika di

Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills),

namun sedikit atau sama sekali tidak menekankan untuk penerapan

matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari.

2 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2003), Cet.II, hlm. 252. 3 Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, (dari

http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009) hlm.195.

Page 18: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

4

Rendahnya kemampuan matematika siswa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu materi pelajaran yang dirasakan oleh siswa masih bersifat abstrak dan kurang menarik dikarenakan kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan dunia mereka, metode pengajaran matematika yang terpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif sehingga tidak mempunyai kesempatan berfikir tentang matematika, serta pembelajaran matematika masih menggunakan pendekatan latihan dengan mengembangkan kemampuan pikiran melalui latihan berulang keterampilan berhitung dan meminta peserta didik menghafal langkah atau rumus-rumus.4

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga

terjadi di SMP Negeri 160 Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru

bidang studi, hal ini dikarenakan konsep dasar matematika siswa sewaktu di

SD masih rendah sehingga pada saat pembelajaran guru harus mengulang

sedikit konsep dasarnya. Dengan demikian guru jarang memberikan soal

kontekstual dalam proses pembelajaran karena waktu yang digunakan hanya

cukup untuk memberikan soal-soal sederhana yang berhubungan dengan

pemahaman konsep dasar matematika.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan

dasar matematika yang perlu dimiliki oleh siswa. Lemahnya penguasaan

konsep dan prinsip oleh siswa, dapat mengakibatkan kemampuan siswa dalam

pemecahan masalah akan lemah pula. Padahal, kemampuan pemecahan

masalah sangat penting dalam pembelajaran matematika karena kemampuan

pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu pengajaran matematika pada

umumnya dapat ditransfer untuk digunakan dalam memecahkan masalah lain

dalam kehidupan sehari-hari.

Dari situasi tersebut, pembelajaran matematika yang diterapkan kurang

bermakna sehingga peserta didik menjadi bosan dan tidak menyenangi

matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang

mudah dipahami, bermakna, dapat diterima oleh peserta didik dan

berhubungan erat dengan lingkungan sekitar.

4 Zulkardi dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran

dan Taman Belajar di Internet, dalam Seminar Sehari RME, (UPI: Bandung 4 April 2001) hlm. 1

Page 19: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

5

Pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman

anak dengan konsep-konsep matematika adalah Pendidikan Matematika

Realistik (PMR). Dalam pengalaman sering dijumpai bahwa soal-soal

kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi dijumpai pada bagian akhir

dari kegiatan belajar mengajar di kelas, bahkan seringkali hanya dipandang

sebagai pengayaan dari materi yang telah dipelajari. Dalam kegiatan PMR soal

kontekstual ditempatkan di awal pembelajaran serta berperan sebagai pemicu

terjadinya penemuan kembali oleh murid.

Realistic mathematics education (RME) merupakan suatu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-konsep melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reorganisasi matematika melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).5

Pendekatan Matematika Realistik adalah sebuah pembelajaran

matematika yang menekankan pada penyelesaian masalah secara informal

sebelum menggunakan cara formal. Dengan kata lain, Pendidikan Matematika

Realistik dimulai dari masalah yang kemudian diarahkan menuju pemecahan

secara formal.

Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan matematika dan

aspek penting dalam pengajaran matematika. Kecakapan ini dapat dilatih dan

dikembangkan melalui pembelajaran yang didekatkan dengan masalah-

masalah realistis dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan masalah-masalah

tersebut nantinya peserta didik akan menemukan pengetahuan Matematika

formal.

Pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika

sangat berkaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Hal ini sejalan

dengan teori Pendidikan Matematika Realistik di atas, dengan demikian

pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMR dapat

5 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), hlm. 61.

Page 20: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

6

dikaitkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Untuk

mengetahui seberapa besar kaitan atau pengaruh pendekatan RME terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, diperlukan penelitian

lebih lanjut. Untuk itulah penulis memilih judul skripsi yaitu “Pengaruh

Pendekatan Matematika Realistik terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut: 1. Sebagian besar siswa masih menganggap bahwa matematika merupakan

pelajaran yang sulit dipahami. 2. Aktivitas guru dalam pembelajaran masih sangat dominan, dibandingkan

dengan aktivitas siswa. 3. Pembelajaran matematika masih bersifat abstrak dan kurang menarik. 4. Soal-soal kontekstual yang umumnya dibatasi pada aplikasi hanya

dijumpai pada akhir pembelajaran atau bahkan hanya sebagai pengayaan. 5. Guru jarang memberikan informasi mengenai penerapannya dalam

kehidupan nyata 6. Siswa cenderung kurang mampu menggunakan rumus/konsep yang

diperlukan dalam pemecahan masalah.

C. Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup

luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada: 1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah tentang bangun datar

segiempat.

2. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik yang dimaksud

adalah berdasarkan pada ide bahwa matematika merupakan aktivitas

manusia dan matematika harus di hubungkan secara nyata terhadap

konteks kehidupan sehari-hari.

Page 21: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

7

3. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah kemampuan

yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam soal bangun

datar, yang memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan

tahapan: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan, (3)

menyelesaikan masalah, (4) melakukan pengecekan kembali.

D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

diajarkan dengan pendekatan konvensional dan bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan PMR?

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas yang diajarkan dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional?

E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan pendekatan konvensional.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik.

3. Pengaruh pendekatan matematika realistik dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut: 1. Bagi siswa

a. Mengetahui penerapan matematika dalam kehidupan nyata

Page 22: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

8

b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam pembelajaran matematika.

c. Menumbuhkan semangat belajar peserta didik. 2. Bagi guru

a. Meningkatkan pengetahuan guru tentang kemampuan pemecahan

masalah peserta didik.

b. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tenaga pengajar tentang

pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah peserta didik.

3. Bagi sekolah

a. Secara tidak langsung akan membantu memperlancar proses belajar

mengajar.

b. Dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu

pendidikan sekolah khususnya dalam belajar matematika

4. Bagi penulis

a. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan

sumbangan kepada pembelajaran matematika terutama peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematika melalui pembelajaran

dengan pendekatan matematika realistik.

Page 23: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritik

1. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Pembelajaran

Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, manusia

selalu dalam kondisi belajar. Hal ini disebabkan karena sifat manusia

yang selalu ingin tahu dan berkeinginan untuk mengembangkan

kemampuan yang dimilikinya. Belajar merupakan proses dasar dari

perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan

perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya

berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia adalah hasil

dari belajar. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif

dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu

tujuan.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa

“belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan

berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh

pengalaman”.1 Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan

merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karenanya,

pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,

bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik

khususnya para guru. Berikut dipaparkan beberapa definisi belajar

yang diungkapkan oleh para ahli.

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), Cet. II. hlm. 17

9

Page 24: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

10

Para pakar pendidikan banyak yang mendefinisikan kata

belajar. Ws. Winkel menegaskan bahwa belajar adalah “aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.2 Skinner mengartikan “belajar

sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang

berlangsung secara progresif”.3 Good dan Brophy dalam bukunya

Educational Psychology, mengemukakan arti belajar yaitu “bukan

tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang

terjadi secara internal di dalam diri individu dalam usahanya

memperoleh hubungan-hubungan baru”.4 Sedangkan Morgan, dalam

bukunya Introduction to Psychology mengemukakan: “belajar adalah

setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”.5 Dengan demikian,

pengertian belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana

perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat

menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal

kognitif, afektif, dan psikomotor.6

Hakim dalam bukunya yang berjudul Belajar Secara Efektif

menyimpulkan definisi belajar dari beberapa ahli adalah

suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.7

2 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, hlm. 39. 3 Pupuh Faturrohman dan Sobary Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna

Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika aditama, 2007), Cet.I, hlm. 5.

4 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), Cet XIX. hlm 85

5 Ngalim Purwanto, Psikologi ….hlm. 84 6 Asep Herry Hernawan dkk., Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press,

2007), Cet.1, h. 2. 7 Tursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Puspa Swara, 2008), Cet. VI, hlm. 1

Page 25: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

11

Berdasarkan pendapat para pakar pendidikan di atas dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau proses yang

mana hal tersebut akan menghasilkan perubahan karena dengan belajar

seseorang yang tidak tahu apa-apa bisa menjadi tahu, dengan belajar

manusia banyak mendapatkan hal-hal yang baik dan positif yang

berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

Diantara ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seorang telah

melakukan kegiatan belajar dapat ditandai dengan adanya:8

1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.

Aktual berarti perubahan tingkah laku yang terjadi

sebagai hasil belajar itu nyata atau dapat dilihat seperti: hasil

belajar keterampilan motorik (psikomotorik), misalnya siswa dapat

menulis, membaca dan lain sebagainya, dan juga hasil belajar

kognitif seperti pengetahuan fakta atau ingatan, pemahaman dan

aplikasi.

Sedangkan perubahan potensial berarti perubahan tingkah

laku sebagai hasil belajar yang tidak dapat dilihat perubahannya

secara nyata, perubahannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang

belajar saja, seperti hasil belajar afektif (penghargaan, keyakinan

dan lain sebagainya), juga hasil belajar kognitif: tinggi

pengetahuan atau kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi.

2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar di atas bagi individu

merupakan kemampaun baru dalam berbagai bidang kognitif,

afektif atau psikomotorik, yaitu sebagai kemampuan yang betul-

betul baru diperoleh sebagai kemampuan dari hasil perbaikan atau

peningkatan dari kemampuan sebelumnya. Dan kemampuan hasil

belajar itu sifatnya relatif menetap atau tidak segera lenyap.

3) Adanya usaha atau aktivitas yang sengaja dilakukan oleh orang

yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati,

8 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), Cet. III hlm.

56

Page 26: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

12

memikirkan, merasakan, menghayati dan lain sebagainya) atau

dengan latihan (melatih dan menirukan).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pembelajaran adalah

“proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup

belajar”.9 Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen, pembelajaran

adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar”.10 Secara umum pembelajaran

merupakan “proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh

pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta

didik atau murid”.11

Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah “prosedur dan

metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan

bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran”.12

Konsep pembelajaran menurut Corey adalah “suatu proses

dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam

kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi

tertentu.”13 Pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran

merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi

indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

merupakan upaya penataan atau pengelolaan lingkungan yang

memberi nuansa agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara

optimal.

9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar.... hlm. 17. 10 Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang

SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006) hlm. 52

11 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. VI, hlm. 61.

12 Asep Herry Hernawan dkk, Belajar….., (Bandung: UPI Press, 2007), Cet. I, hlm. 3 13 Syaiful Sagala, Konsep ....hlm. 61.

Page 27: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

13

Terdapat dua proses dalam suatu pembelajaran, yaitu proses

belajar dan proses mengajar. Proses belajar dimana pelajar

mempelajari sesuatu sedangkan didalam proses mengajar, pengajar

mengerjakan sesuatu. Pembelajaran akan efektif apabila terdapat

keserasian atau keselarasan antara proses belajar yang dilakukan oleh

pelajar dan proses mengajar yang dilakukan pengajar.

Salah satu unsur utama dari proses belajar adalah tujuan

belajar. Sebenarnya tujuan-tujuan belajar sangat banyak dan bervariasi

sesuai indikator yang ingin dicapai. Menurut Sardiman dalam bukunya

Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar terdapat tiga jenis tujuan

belajar secara umum yaitu “(1) untuk mendapatkan pengetahuan, (2)

penanaman konsep dan keterampilan, dan (3) pembentukan sikap”14.

1) Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir.

Pengetahuan dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan.

Dengan kata lain seseorang tidak dapat mengembangkan

kemampuan berpikirnya tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya

kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.

2) Penanaman konsep dan keterampilan Penanaman konsep memerlukan suatu keterampilan, baik

yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmani adalah

keterampilan yang dapat dilihat, sedangkan keterampilan rohani

adalah keterampilan tidak dapat terlihat (abstrak).

3) Pembentukan sikap Pembentukan sikap baik mental ataupun perilaku siswa

tidak akan terlepas dari penanaman nilai-nilai. Dengan dilandasi

nilai-nilai, akan tumbuh kesadaran dan kemauan siswa untuk

mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya.

14 Sardiman A.M, Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rajawali Press,

2009), Ed. I, hlm. 26

Page 28: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

14

b. Pengertian Matematika

Matematika merupakan pengetahuan yang eksak, benar dan

menuju sasaran, oleh karenanya dapat menyebabkan timbulnya disiplin

dalam pemikiran. Konsep dalam matematika tidak cukup hanya

dihafalkan tetapi harus dipahami melalui suatu proses berpikir dan

aktivitas pemecahan masalah. Matematika memiliki fungsi dan peran

yang penting sebagai sarana untuk memecahkan masalah, baik pada

matematika itu sendiri maupun pada bidang lain dalam

mengkomunikasikan gagasan secara praktis dan efisien.

Mengkaji matematika bukanlah hal baru yang kita temui

sekarang. Telah banyak yang mengkaji sampai menjadi ahli dalam

matematika. Bertanya tentang “apakah matematika itu?” dapat dijawab

secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab,

di mana dijawab, siapa yang menjawab, dan apa sajakah yang

dipandang termasuk dalam matematika. Dengan demikian untuk

menjawab pertanyaan “apakah matematika itu?” tidak dapat dijawab

dengan mudah dijawab dengan satu atau dua kalimat bagitu saja, oleh

karena itu kita harus berhati-hati.

Istilah matematika diambil dari bahasa Yunani mathematike

yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata

mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Berdasarkan kutipan

Erman Suherman, menurut Elea Tinggih, perkataan matematika

berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.

Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang

berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.15

Menurut Johnson dan Myklebust yang dikutip dari Mulyono

Abdurrahman, matematika adalah ”bahasa simbolis yang fungsi

praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan

keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan

15 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung :

JICA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003),hlm. 18

Page 29: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

15

berpikir.” Sedangkan Kline, matematika merupakan ”bahasa simbolis

dan cirri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi

juga tidak melupakan cara bernalar induktif.”16

Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-

beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing.

Selanjutnya, Paling mengemukakan bahwa,

matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.17

Reys, dkk mengatakan bahwa matematika adalah tentang pola

hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan

suatu alat.18 Sejalan dengan pendapat tersebut, Johnson dan Rising

dalam bukunya mengatakan matematika adalah pola berpikir, pola

mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah

bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,

jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih

berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.19

Dari beberapa pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa

matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang didalamnya

terdapat pola-pola keteraturan yang terorganisasikan dengan baik,

konsisten dan membentuk suatu sistem yang dapat digunakan pada

disiplin ilmu lainnya.

16 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2003).Cet.II, hlm.252 17 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak.....hlm. 252 18 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran,…h. 19 19 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: Upi Press,

2006) hlm. 4

Page 30: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

16

c. Alasan Belajar Matematika

Dalam pembelajaran matematika ada beberapa alasan penting

mengapa matematika harus diajarkan. Cornelius mengemukakan lima

alasan perlunya belajar matematika, antara lain:

1) Sarana berfikir yang jelas dan logis 2) Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-

hari 3) Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi

pengalaman 4) Sarana untuk mengembangkan kreativitas 5) Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap

perkembangan budaya. 20 Sedangkan Cockroft mengemukakan bahwa matematika

perlu diajarkan kepada siswa karena:

1) Selalu digunakan dalam segi kehidupan 2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan

matematika yang sesuai; 3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan

jelas 4) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian,

dan kesadaran keruangan 5) Memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan

masalah yang menantang. Berbagai alasan perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa pada hakikatnya dapat diringkas karena masalah kehidupan sehari-hari. 21

d. Tujuan Pelajaran matematika

Pada standar isi (SI) pelajaran matematika untuk semua

jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan

pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu: 22

1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

20 Mulyono Abdurrahman, Pendidkan Bagi Anak….. hlm. 253 21 Mulyono Abdurrahman, Pendidkan Bagi Anak …..hlm. 253. 22 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk

Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: PPPTKM, 2008) hlm. 2.

Page 31: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

17

2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri

dalam pemecahan masalah.

e. Kegunaan Matematika

Dalam kehidupan sehari-hari matematika memiliki beberapa

kegunaan yaitu ”(1) matematika sebagai ilmu pelayan yang lain, (2)

matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam

kehidupan sehari-hari.” 23

1) Matematika sebagai ilmu pelayan yang lain

Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembanganya

bergantung dari matematika.

Contoh:

a) Penemuan dan pengembangan teori mandel dalam biologi

melalui konsep probabilitas.

b) Perhitungan dengan bilangan imajiner digunakan untuk

memecahkan masalah tentang kelistrikan.

c) Dalam ilmu kependudukan matematika digunakan untuk

memprediksi jumlah penduduk.

23 Erna Suwangsih dan Tuirlina, Model Pembelajaran......., hlm. 9

Page 32: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

18

d) Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori

belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan

matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian.

e) Dalam seni musik barisan bilangan digunakan untuk

merancang alat musik.

f) Banyak teori-teori dari fisika dan kimia (modern) yang

ditemukan dan dikembangkan melalui konsep kalkulus.

g) Dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat

digunakan untuk menaksir jumlah energi yang diperoleh dari

ledakan atom.

h) Dalam seni grafis, konsep transformasi geometrik digunakan

untuk melukis mozaik.

i) Teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran

dikembangkan melalui konsep fungsi kalkulus tentang

diferensial dan integral.

2) Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya

dalam kehidupan sehari-hari

Contoh:

a) Memecahkan persoalan dunia nyata.

b) Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan

proses perhitungan matematika yang berkaitan dengan

bilangan dan operasi hitungnya.

c) Menghitung jarak yang dietmpuh dari satu tempat ketempat

yang lain.

d) Menghitung laju kecepatan kendaraan.

e) Menghitung luas daerah.

2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

a. Pengertian dan Sejarah PMR

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai

pendidikan matematika realistik, adalah sebuah pendekatan belajar

Page 33: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

19

matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok

ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di

Negeri Belanda.24 Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans

Freudenthal (1905–1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia

yang bermula dari pemecahan masalah. Karena itu, siswa tidak

dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan

untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah

bimbingan guru.

Zulkardi, mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik

sebagai berikut:

Pendekatan pendidikan matematika realistik adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok.25

Soedjadi dalam Turmuzi mengemukakan bahwa pembelajaran

matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah

pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk

memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik

daripada masa yang lalu.26 Realita yang dimaksud yaitu hal-hal nyata

atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat

membayangkan, sedangkan lingkungan yang dimaksud yaitu

lingkungan yang berada dalam kehidupan sehari-hari siswa.

24 Yusuf Hartono, Pendekatan Matematika Realistik. Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD

(Pengembangan Pembelajaran Matematika SD), hlm. 3 25 Zulkardi dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran

dan Taman Belajar di Internet, dalam Seminar Sehari Realistic Mathematics Education, (Bandung, 4 April 2001), hlm. 2

26 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pokok Bahasan Perbandingan Di Kelas II SLTP, dalam Jurnal Kependidikan. No. 2 Volume 3. November, h. 184.

Page 34: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

20

Dunia nyata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada

di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar,

bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata.

Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika.

Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam

pendekatan PMR digunakan istilah matematisasi, yaitu proses

mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange

sebagai lingkaran yang tak berujung.

Dunia Nyata

Matematisasi dan aplikasi

Abstraksi dan formalisasi

Matematisasi dan refleksi

Gambar 1

Matematisasi Konseptual

Filosofi PMR mengacu pada pandangan Freudenthal tentang

matematika. Dua pandangan penting beliau adalah matematika harus

dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas

manusia. Pertama, matematika harus dihubungkan dengan realitas,

artinya materi yang diberikan berdasarkan konteks atau hal-hal yang

real (nyata atau pernah dialami/diketahui siswa) dan dikaitkan dengan

situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas

manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar

melakukan aktivitas matematisasi dan beraktivitas dalam pembelajaran

(siswa berdiskusi dalam mencari strategi/langkah penyelesaian soal).

Page 35: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

21

b. Komponen Matematisasi dalam PMR

Menurut Trefers, ”pendekatan matematika realistik

menggunakan dua komponen matematisasi dalam proses pembelajaran

matematika yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.”27

1) Matematisasi Horizontal Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-

soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal,

siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara

mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka

sendiri.28

2) Matematisasi Vertikal Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep

matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun

prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal

sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks.29

Dua tipe matematisasi pada PMR tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:30

Gambar 2 Proses matematisasi pada PMR

27 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran... hlm. 184. 28 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 29 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 4. 30 Hongki Julie, Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik dan Beberapa

Contoh Pembelajarannya, dalam Widya Dharma, No. 1 Tahun XIII (Vol. 13), Oktober 2002, hlm. 30.

Model matematika Matematisasi horizontal

Masalah nyata

Matematisasi vertikal

Matematisasi vertikal

Matematisasi horizontal Jawab masalah Jawab model

Page 36: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

22

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa matematisasi

horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol,

sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol

itu sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model

matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi

horizontal, sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model

matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal.

c. Prinsip Utama PMR

Gravemeijer dalam Yuwono, merumuskan tiga prinsip pokok

dalam PMR, yaitu:

1) Penemuan Kembali Terbimbing dan Matematisasi Progresif

(Guided Reinvention dan progressive mathematization)

Ini mengandung arti bahwa belajar dengan PMR

membimbing siswa dalam belajar untuk menemukan sendiri

strategi/cara penyelesaian permasalahan sesuai dengan tingkat

kognitifnya, karena dengan menemukan sendiri lebih dipahami dan

lebih lama diingat oleh siswa. Peranan guru hanyalah sebagai

pendamping yang akan meluruskan arah pikiran siswa, sekiranya

jalan berpikir siswa melenceng jauh dari pokok bahasan yang

sedang dipelajari.

2) Fenomenologi Didaktis (Didactial phenomenology)

Fenomenologi didaktis mengandung arti bahwa dalam

mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain

dalam matematika, para peserta didik perlu bertolak dari

masalahmasalah (fenomena-fenomena) realistik, yaitu masalah-

masalah yang berasal dari dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari

masalahmasalah yang dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah

yang nyata. Masalah yang dipilih untuk dipecahkan juga harus

disesuaikan degan tingkat berpikir peserta didik.

Page 37: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

23

3) Mengembangkan Model-model Sendiri (Self developed models)

Self-developed models mengandung arti bahwa dalam

mempelajari konsep-konsep dan materi-materi matematika yang

lain, dengan melalui masalah-masalah yang realistik peserta didik

mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara

menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan berbekal

pengetahuan penunjang yang telah dimiliki.

d. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik

Menurut Suryanto dalam Hartono, beberapa karakteristik

pendidikan matematika realistik adalah sebagai berikut: 31

1) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems)

digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika

kepada siswa.

2) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model

matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik

dengan bantuan guru atau temannya.

3) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap

masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda,

baik cara menemukannya maupun hasilnya).

4) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah

dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri

maupun hasil diskusi.

5) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika

yang memang ada hubungannya.

6) Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan

hasilhasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip

matematika yang lebih rumit.

7) Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi

atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai

31 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 7

Page 38: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

24

kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar

dengan mengerjakan).

Pendidikan matematika realistik mempunyai lima karakteristik

utama sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika.

Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:32

1) Menggunakan masalah kontekstual

Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual

yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai

titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat

langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman

mereka.

2) Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal

Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model.

Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari

siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam

kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-

bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula

berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di

sekitar siswa.

3) Menggunakan kontribusi murid

Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol

mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka.

Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil

kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan

oleh guru.

4) Interaktivitas

Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara

guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan

elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Di sini

siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain,

32 Yusuf Hartono, Pendekatan…hlm. 18.

Page 39: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

25

bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi

pekerjaan mereka.

5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya

Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika,

dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata

diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam

penyelesaian masalah.

Pendekatan matematika realistik secara prinsip merupakan

gabungan pendekatan konstruktivisme dan kontekstual dalam arti

memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk

(mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep

matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual).33

e. Langkah-langkah PMR Zulkardi dalam Hartono menjelaskan secara umum “langkah-

langkah pembelajaran matematika realistik adalah (1) persiapan, (2)

pembukaan, (3) proses pembelajaran, dan (4) penutup.”34

1) Persiapan

Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-

benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi

yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

2) Pembukaan

Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi

pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari

dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah

tersebut dengan cara mereka sendiri.

3) Proses pembelajaran

Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan

masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara

perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau

33 Yusuf Hartono, Pendekatan…..hlm. 8 34 Yusuf Hartono, Pendekatan….hlm.20

Page 40: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

26

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau

kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan

terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati

jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil

mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta

menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

4) Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik

melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari

pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus

mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal. 35

Sedangkan Turmuzi menjelaskan secara rinci ”langkah-langkah dalam

kegiatan inti proses pembelajaran matematika realistik adalah (1)

memahami masalah /soal kontekstual, (2) menjelaskan masalah

kontekstual, (3) menyelesaikan masalah kontekstual, (4)

membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (5)

menyimpulkan.”36

1) Memahami masalah/soal kontekstual.

Guru memberikan masalah/soal kontekstual dan meminta

siswa untuk memahami masalah tersebut. Langkah ini merupakan

karakteristik PMR yang pertama.

2) Menjelaskan masalah kontekstual.

Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan

memberikan petunjuk/saran seperlunya terhadap bagian tertentu

yang belum dipahami siswa, penjelasan hanya sampai siswa

mengerti maksud soal. Langkah ini merupakan karakteristik PMR

yang ke empat.

35 Yusuf Hartono, Pendekatan…., hlm.7-20 36 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran... hlm.188

Page 41: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

27

3) Menyelesaikan masalah kontekstual.

Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan soal.

Guru memotivasi siswa dengan memberikan arahan berupa

pertanyaan-pertanyaan. Langkah ini merupakan karakteristik PMR

yang ke dua.

4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara

kelompok, untuk selanjutnya secara diskusi di kelas. Langkah ini

merupakan karakteristik PMR yang ke tiga.

5) Menyimpulkan.

Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan suatu konsep atau prosedur, selanjutnya guru

meringkas atau menjelaskan konsep yang termuat dalam soal itu.

f. Kekuatan Pembelajaran Matematika dengan Pendidikan

Matematika Realistik (PMR)

Beberapa kekuatan pembelajaran dengan pendidikan

matematika realistik, antara lain:37

1) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas

dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara

matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan

matematika pada umumnya bagi manusia.

2) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas

dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu

bidang kajian yang dapat dikonstruksikan/dikembangkan sendiri

oleh siswa dan oleh setiap orang ”biasa” yang lain, tidak hanya

oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

37 Muhammad Turmuzi, Pembelajaran..... hlm. 186.

Page 42: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

28

3) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas

dan operasional kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal

atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara

orang yang satu dengan yang lain.

4) Pendidikan matematika realistik memberikan pengertian yang jelas

dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari

matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama,

dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri

proses itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep

dan materi-materi matematika yang lain, dengan bantuan pihak lain

yang sudah lebih tahu (misalnya guru).

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

a. Pengertian Masalah Matematika

Masalah adalah “sesuatu yang timbul akibat adanya rantai yang

terputus antara keinginan dan cara mencapainya. Keinginan atau tujuan

yang ingin dicapai sudah jelas, tetapi cara untuk mencapai tujuan itu

belum jelas. Biasanya tersedia berbagai alternatif yang bisa ditempuh

untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu.”38

Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar

manusia. Sebagian besar kehidupan kita berhadapan dengan masalah-

masalah. Bila kita gagal dengan suatu cara untuk menyelesaikan suatu

masalah kita harus mencoba menyelesaikannya dengan cara yang lain.

Masalah bersifat relatif. Artinya, masalah bagi seseorang pada

suatu saat belum tentu merupakan masalah bagi orang lain pada saat itu

atau bahkan bagi orang itu sendiri beberapa saat kemudian.39 Apabila

orang tersebut telah mengetahui cara atau proses mendapatkan

penyelesaian masalah tersebut.

38 Nyimas Aisyah, Pendekatan Pemecahan Masalah. (Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD)

hlm. 3 39 Nyimas Aisyah, Pendekatan…. hlm. 3

Page 43: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

29

Para ahli Pendidikan Matematika sebagaian besar menyatakan

bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau

direspon. Mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan

otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi

masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu

tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang

sudah diketahui si pelaku.40

Krulik dan Rudnik mendefinisikan masalah secara formal

sebagai berikut: “A problem is a situation, quantitatif or otherwise,

that confront an individual or group of individual, that requires

resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvios

means or path to obtaining a solution.”41 Definisi tersebut

menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang dihadapi oleh

seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi

individu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung

dapat menentukan solusinya.

Masalah dalam matematika adalah sesuatu persoalan yang ia

sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau

algoritma yang rutin.42 Jadi dapat disimpulkan masalah matematika

merupakan suatu masalah apabila persoalan itu belum dikenalnya dan

belum memiliki prosedur tertentu untuk menyelesaikannya.

b. Jenis-Jenis Masalah Matematika

Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan

dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran

fenomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah

tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung

40 Al. Krismanto dan Widyaiswara, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam

Pembelajaran Matematika. (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2003), hlm. 5 41 Stephen Krulik dan Jesse A.Rudnik, Problem Solving, (Massachusetts: Allyn and

Bacon, 1992), h. 3. 42 Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual

Siswa, (Jakarta: Gaung Persada, 2009) Cet. II, hlm. 81.

Page 44: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

30

konsep matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika yaitu

masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan ,masalah

teka-teki.”43

1). Masalah Translasi

Merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk

menyelesaikannya perlu adanya translasi (perpindahan) dari

bentuk verbal ke bentuk matematika.

2). Masalah Aplikasi

Memberikan kesempatan pada siswa untuk

menyelesaikan masalah dengan menggunakan bermacam-macam

ketrampilan dan prosedur matematik.

3). Masalah Proses

Biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan

pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah

semacam ini memberikan kesempatan siswa sehingga dalam diri

siswa terbentuk ketrampilan menyelesaikan masalah sehingga

dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah

dalam berbagai situasi.

4). Masalah Teka-Teki

Dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta

sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif

dalam pengajaran matematika. Dalam hal ini berarti pula

masalah situasi tersebut (masalah) dapat ditemukan solusinya

dengan menggunakan pemecahan masalah.

c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting,

bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini juga

disampaikan Suherman dkk, bahwa pemecahan masalah merupakan

43 Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika. (Bandung: UPI

PRESS, 2006) hlm. 7

Page 45: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

31

bagian kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam

proses pembelajarannya maupun penyelesaiannya, siswa

dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan

serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkannya pada

pemecahan masalah atau soal yang bersifat tidak rutin.44

Pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses kognitif

tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari

keterampilan-keterampilan rutin atau dasar. Proses ini terjadi jika suatu

organisme atau sistem kecerdasan buatan tidak mengetahui bagaimana

untuk bergerak dari suatu kondisi awal menuju kondisi yang dituju.

Menurut Hudojo, pemecahan masalah pada dasarnya adalah

proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah

yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah

baginya.45 Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses berpikir

bahkan sering dianggap merupakan proses paling kompleks diantara

semua fungsi kecerdasan.

Krulik dan Rudnik juga mendefinisikan pemecahan masalah

sebagai suatu proses berpikir seperti berikut ini: “It (problem solving)

is the mean by wich an individual uses previously acquired knowledge,

skill, and understanding to satisfy the demand of an unfamiliar

situation”46

Dari definisi tersebut pemecahan masalah adalah suatu usaha individu

menggunakan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahamannya untuk

menemukan solusi dari suatu masalah.

Hudoyo mengemukakan bahwa penyelesaian masalah dapat

diartikan sebagai penggunaan matematika baik untuk matematika itu

sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan

ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan

44 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran..... hlm. 83. 45 Nyimas Aisyah, Pendekatan…. hlm. 5-3 46 Stephen Krulik dan Jesse A. Rudnick. Problem … hlm. 5

Page 46: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

32

masalah-masalah yang belum kita ketahui penyelesaiannya ataupun

masalah-masalah yang belum kita kenal.47

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa pemecahan masalah adalah suatu kegiatan untuk mengatasi

kesulitan yang ditemui dengan menggabungkan konsep-konsep dan

aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, sehingga diperoleh

jalan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Melalui

penggunaan masalah-masalah yang tidak rutin, siswa tidak hanya

terfokus pada bagaimana menyelesaikan masalah dengan berbagai

strategi yang ada, tetapi juga menyadari kekuatan dan kegunaan

matematika di dunia sekitar mereka dan berlatih melakukan

penyelidikan dan penerapan berbagai konsep matematika yang telah

mereka pelajari.

d. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika

Menurut Polya, solusi soal pemecahan masalah memuat empat

langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan

penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan

pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.48.

Proses yang harus dilakukan para siswa dari keempat tahapan

tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:49

1). Memahami Masalah

Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan

untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada

permasalahan dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan

perlu dimunculkan kepada siswa untuk membantunya dalam

memahami masalah ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara

lain:

47 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran …..hlm. 126. 48 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran.... hlm. 84. 49 Nyimas Aisyah, Pendekatan….hlm. 20.

Page 47: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

33

a). Apakah yang diketahui dari soal?

b). Apakah yang ditanyakan soal?

c). Apakah saja informasi yang diperlukan?

d). Bagaimana akan menyelesaikan soal?

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, diharapkan

siswa dapat lebih mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui

dan yang ditanyakan soal.

2). Merencanakan Penyelesaian

Pendekatan pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa

perencanaan yang baik. Dalam perencanaan pemecahan masalah,

siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi

pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.

Dalam mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah ini,

hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah apakah strategi

tersebut berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan .

3). Menyelesaikan Masalah

Jika siswa telah memahami permasalahan dengan baik

dan sudah menentukan strategi pemecahannya, langkah

selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai

dengan yang telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami

substansi materi dan keterampilan siswa melakukan perhitungan

matematika akan sangat membantu siswa untuk melaksanakan

tahap ini.

4). Melakukan Pengecekan kembali

Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh

merupakan langkah terakhir dari pendekatan pemecahan masalah

matematika. Langkah ini penting dilakukan untuk mengecek

apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan

tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya.

Page 48: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

34

e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi

siswa dan masa depannya. Menurut Suharsono, para ahli pembelajaran

sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas

tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang

diajarkan.50

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal

dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup, bisa, dapat) melakukan

sesuatu. Dengan imbuhan ke-an kata mampu menjadi kemampuan

yang berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan melakukan sesuatu.51

Kemampuan dalam pemecahan masalah termasuk suatu

ketrampilan, karena dalam pemecahan masalah melibatkan segala

aspek pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,

dan evaluasi) dan sikap mau menerima tantangan.52 Oleh karena itu,

pemecahan masalah merupakan proses penerimaan tantangan dan kerja

keras untuk menyelesaikan masalah. Di dalam menyelesaikan masalah

siswa harus bekerja keras menerima tantangan untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapinya. Berbagai kemampuan berpikir yang

dimiliki siswa seperti: ingatan, pemahaman, dan penerapan berbagai

teorema, aturan, rumus, dalil, dan hukum akan sangat membantu dalam

penyelesaian suatu masalah matematika yang dihadapi oleh siswa.

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan kemampuan

pemecahan masalah adalah pengetahuan tingkat tinggi yang

memerlukan suatu ketrampilan khusus dalam mencari solusi atas

masalah yang dihadapi dengan menggabungkan konsep-konsep dan

aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, agar diperoleh jalan

untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

50 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara,

2009) hlm.53 51 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar...hlm. 707. 52 Nahrowi Adjie dan R. Deti Rostika, Konsep Dasar Metematika, (Bandung: UPI

PRESS, 2006), Cet I, hlm. 262.

Page 49: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

35

f. Karakteristik Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Suydam yang dikutip oleh Klurik dan Reys merangkum

karakteristik kemampuan seorang problem solver yang baik sebagai

berikut:53

1). Mampu memahami konsep dan istilah matematika.

2). Mampu mengetahui keserupaan, perbedaan, dan analogy.

3). Mampu mengidentifikasikan unsur yang kritis dan memilih

prosedur dan data yang benar.

4). Mampu mengetahui data yang tidak relevan.

5). Mampu mengestimasi dan menganalisi.

6). Mampu menggambarkan dan menginterpretasikan fakta

kuantitatif dan hubungan.

7). Mampu menggeneralisasikan berdasarkan beberapa contoh.

8). Mampu menukar, mengganti metode/cara dengan tepat.

9). Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang kuat disertai

hubungan baik dengan sesama siswa.

10). Memiliki rasa cemas yang rendah

4. Pendekatan Konvensional

Konvensional adalah sebuah pendekatan secara klasikal yang biasa

digunakan oleh setiap pendidik dalam mendidik siswanya. Pendekatan

pembelajaran ini menempatkan guru sebagai inti dalam keberlangsungan

proses belajar mengajar. Guru memiliki peran penting dalam menjaga

keberlangsungna proses belajar mengajar karena guru harus menjelaskan

materi secara panjang lebar untuk menjamin materi tersebut dapat

dipahami oleh semua peserta didik. Dengan demikian proses pembelajaran

lebih terpusat pada guru.

Pembelajaran konvensional jarang melibatkan pengaktifan

pengetahuan awal dan jarang memotivasi siswa untuk proses

pengetahuannya. Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi

53 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran… hal. 128.

Page 50: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

36

bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari piiran guru ke

pikiran siswa.

Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran konvensional, cenderung

pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat

konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta

penilaian masih bersifat tradisional dengan paper da pensil test yang hanya

menuntut pada satu jawaban benar.

Beberapa ciri-ciri pada pembelajaran konvensional, yaitu:

a. siswa dalah penerima informasi secara pasif

b. belajar secara individual

c. pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

d. perilaku dibangun atas kebiasaan

e. kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final

f. guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

g. perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik

Dalam pembelajaran konvensional, peran siswa adalah sebagai

penerima informasi yang pasif, yaitu siswa lebih banyak belajar sendiri

secara individual. Siswa tidak diberi kesempatan banyak untuk

mengemukakan pendapat dan berinteraksi dengan siswa lain. Siswa hanya

dijadikan obyek didik dan pembelajarannya pun terfokus pada tiga

kegiatan, yaitu dengar, catat dan hafal. Keadaan seperti ini membuat

proses belajar menjadi tidak efektif, karena waktu para siswa hanya

dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pangajar dan

menyelesaikan latihan-latihan.

5. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian

sebelumnya. Penelitian Frida Mayferani (2007) yang berjudul

”Keefektifan Implementasi Model Pembelajaran RME pada Pokok

Bahasan Segi Empat bagi Peserta Didik Kelas VII semestre 2 SMP Negeri

4 Kudus Tahun Peserta Didikan 2008/2007”, menunjukkan bahwa

Page 51: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

37

kemampuan pemecahan masalah Matematika peserta didik yang diajar

menggunakan model pembelajaran RME lebih baik dibandingkan dengan

model pembelajaran menggunakan media LKS dalam metode discovery

maupun dengan model pembelajaran ekspositori.

Penelitian Diyah (2007) yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran

Matemática Realistik (PMR) pada Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kelas VII SMP”, menunjukkan bahwa peningkatan

rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran matematika realistik lebih tinggi daripada

rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran

konvensional.

B. Kerangka Berpikir Dalam pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus

dicapai, diantaranya adalah mengembangkan kemampuan memecahkan

masalah. Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu bentuk

kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi karena dalam kegiatan

pemecahan masalah terangkum kemampuan matematika lainnya seperti

penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola,

penggeneralisasian, pemahaman konsep, dan komunikasi matematika.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika

yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun

penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan

pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada

pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Kemampuan dalam pemecahan

masalah termasuk suatu ketrampilan, karena melibatkan segala aspek

pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi)

dan sikap mau menerima tantangan. Dengan demikian kemampuan

memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang

dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka

Page 52: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

38

yang akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam

kehidupan sehari-hari.

Melihat hal tersebut dapat dipahami bahwa seorang guru

bertanggungjawab untuk menciptakan kondisi belajar yang dapat membuka

wawasan berfikir yang beragam dari siswa, sehingga siswa dapat menyerap

konsep matematika secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,

diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat dan menarik, salah satu

cara mengembangkan pembelajaran Matematika adalah dengan

menggabungkan konsep dan keterampilan dasar Matematika dengan situasi

sosial, pendekatan pembelajaran matematika tersebut yaitu dengan pendekatan

matematika realistik.

Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik merupakan

proses pembelajaran matematika yang diawali dengan masalah-masalah nyata

(kontekstual) yang memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sehari-

hari mereka untuk membangun konsep matematika melalui abstraksi dan

formalisasi, dalam hal ini pembelajaran tidak dimulai dari sistem formal.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik

diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, hal ini bertujuan agar

siswa dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman

mereka. Sehingga mereka mampu mengidentifikasi unsur yang kritis dan

memilih prosedur yang benar terkait dengan masalah yang dialami.

Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal dapat

berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita

lokal, bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa atau dapat pula

berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar

siswa. Dengan demikian siswa mampu mengetahui keserupaan, perbedaan,

dan analogy sehingga diperoleh pengetahuan matematika formal.

Menggunakan kontribusi murid pada proses belajar mengajar

diharapkan siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan atau

mengembangkan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang

Page 53: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

39

diberikan oleh guru. Sehingga siswa mampu memahami atau menemukan

kembali konsep dan istilah matematika.

Interaktifitas antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa

merupakan elemen yang penting dalam proses belajar mengajar secara

konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk

mencapai yang formal.

Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya menunjukkan bahwa

dalam penyelesaian suatu masalah, bagian-bagian dalam matematika memiliki

hubungan dengan disiplin ilmu lain yang saling kait mengait dengan masalah

dari dunia nyata. Dengan demikian siswa mampu menggambarkan dan

menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungan.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik

tersebut di atas dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa

untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya mengenai suatu pemecahan

masalah matematika. Dengan demikian, proses pembelajaran tidak monoton

dengan mendengarkan ceramah guru dan latihan saja, akan tetapi menjadi

lebih kreatif dan menyenangkan sehingga aktivitas belajar siswa di kelas

berjalan dengan optimal.

Dari uraian tersebut diatas terlihat ada keterkaitan antara pembelajaran

matematika realistik yang dilihat dari karakteristiknya terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa dengan demikian dapat diduga bahwa

pembelajaran matematika realistik mempengaruhi kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa.

C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka teoritik dan kerangka berpikir, maka hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan matematika

realistik lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika yang diajarkan dengan pendekatan konvensional.

Page 54: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 160 Jakarta yang beralamat di

JL. SMP 160 TMII, Ceger Cipayung Jakarta Timur 13820.

2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 pada

bulan April sampai dengan bulan Juni.

B. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuasi

eksperimen. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 Penelitian kuasi eksperimen yaitu

penelitian yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin

mengadakan kontrol/memanipulasi semua variabel yang relevan, harus ada

kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan

batasan-batasan yang ada.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian posttest only. Dalam

design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random

(R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak.

Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok

yang lain disebut kelompok kontrol. Pengaruh adanya perlakuan adalah

1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta,

2008), Cet. V, hlm. 77.

Page 55: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

41

( ). Secara sederhana desain penelitian dapat ditunjukkan pada tabel

dibawah ini:

21 O:O2

Tabel 1

Rancangan Penelitian

Kelompok Perlakuan Postest

(R) E → X 1O

(R) K → - 2O

Keterangan:

R = Pemilihan subyek secara acak

E = Kelas eksperimen

K = Kelas kontrol

X = Perlakuan peneliti dengan menggunakan pendekatan matematika

realistik

21 O:O = Tes akhir

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.3

Populasi target dalam penelitian adalah seluruh siswa SMP Negeri

160 pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 sedangkan populasi

terjangkau adalah siswa kelas VII semester genap tahun ajaran 2009/2010.

2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut4. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster

random sampling. Setelah dilakukan sampling terhadap lima kelas yang

2 Sugiyono, Metode Penelitian… hlm. 76 3 Sugiyono, Metode Penelitian… hlm. 80. 4 Sugiyono, Metode Penelitian…., hlm. 81.

Page 56: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

42

ada diperoleh sample adalah kelas VII-A sebagai kelas eksperimen dan

kelas VII-B sebagai kelas kontrol.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan

pemberian tes pemecahan masalah yang sama, yang dilakukan pada akhir

pokok bahasan materi yang telah dipelajari dan disusun berdasarkan silabus.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Variabel yang diteliti

Variabel bebas : pendekatan matematika realistik Variabel terikat : kemampuan pemecahan masalah matematika

2. Sumber Data

Sumber data sampel yang terdiri dari kelas kontrol dan kelas eksperimen.

3. Instrumen Penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

berupa tes dengan tipe uraian dan terdiri dari 5 soal. Tes ini dilakukan

setelah perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol

dengan tujuan mendapatkan data terakhir.

Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat instrument

kemampuan pemecahan masalah matematika dengan terlebih dahulu

membuat;

a). Definisi Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika adalah

kecakapan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh

sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Kemampuan

dalam pemecahan masalah termasuk suatu ketrampilan, karena dalam

pemecahan masalah melibatkan segala aspek pengetahuan (ingatan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) dan sikap mau

menerima tantangan.

Page 57: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

43

b). Definisi Operasional Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Skor yang diperoleh siswa terhadap butir-butir instrument

menggambarkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang

mencakup memahami masalah, merencanakan penyelesaian,

menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan

kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

c). Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

Untuk mengukur kemampuan siswa dalam penyelesaian

masalah digunakan aturan penskoran yang dikemukakan oleh Utari-

Sumarmo dalam R. Bambang Aryan S, seperti pada tabel di bawah

ini:5

Tabel 2

Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

Skor Memahami Masalah

Merencanakan strategi

penyelesaian

Melaksanakan Strategi Penyelesaian

Memeriksa kembali hasil

0

Salah menginterpretasikan/ salah sama sekali

Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan

Tidak melakukan perhitungan.

Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada ketrampilan lain.

1

Salah menginterpretasikan sebagian soal/mengabaikan kondisi soal

Membuat rencana pemecahan yang tidak dapat dilaksanakan,.

Melaksanakan prosedur yang benar, mungkin menghasilkan jawaban yang benar, tetapi salah perhitungan

Ada pemerikasaan tetapi tidak tuntas.

2

Memahami masalah soal selengkapnya.

Membuat rencana yang benar, tetapi salah dalam hasil/ tidak ada hasil.

Melakukan prosedur yg benar dan mendapatkan hasil yang benar

Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses.

3 - Membuat rencana yang benar, tetapi belum lengkap.

- -

4 -

Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar.

- -

5 Bambang Aryan, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Strategi

Heuristik, (Tesis, 2002), hlm. 41.

Page 58: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

44

d). Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Dengan kisi-kisi instrumen, maka pengujian instrumen dapat

dilakukan dengan mudah dan sistematis. Kisi-kisi instrumen dibuat

berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3

Kisi-Kisi Instrumen Tes

Indikator Soal Bentuk Tes No. Soal

• Menerapkan konsep bangun datar untuk

menentukan panjang sisi dan panjang

diagonal dari bangun segi empat.

Uraian

2

• Menerapkan rumus keliling bangun

datar untuk menentukan keliling dari

bangun segiempat.

1

• Menerapkan rumus luas bangun datar

untuk menetukan luas dari bangun

segiempat.

5

• Menyelesaikan masalah dari bangun

segi empat yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari

3, 4

4. Uji Instrumen Tes Penelitian Tes hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian terlebih dahulu

dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas soal.

Validitas adalah derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi

atau arti sebenarnya yang diukur. Uji validitas yang digunakan yaitu

validitas tes secara rasional yang terdiri dari validitas kontruksi dan

validitas isi. Validitas kontruksi adalah uji validitas dengan meminta

pendapat para ahli tentang instrumen yang telah disusun, mungkin para

ahli akan memberi keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa

Page 59: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

45

perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total.6 Validitas isi

adalah uji validitas dengan membandingkan antara isi instrumen dengan

materi pelajaran yang telah diajarkan.7

Diawal pembuatan instrumen penulis membuat 10 butir soal untuk

meminta penilaian validitas kepada dosen yang ahli dibidangnya. Hasil

penilaian dan koreksi validitas isi dari tiga dosen menyatakan bahwa

instrumen dapat digunakan dengan perbaikan pada indikator dan soal.

Setelah melakukan validitas isi, kemudian penulis meminta pendapat

kepada dosen pembimbing untuk memilih 5 butir soal yang paling tepat

dari tiap indikator, hal ini dikarenakan jika posttes diberikan sebanyak 10

butir soal waktu yang tersedia tidak mencukupi sehingga menjadi tidak

maksimal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa.

E. Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel

yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang

digunakan yaitu uji khi kuadrat (chi square). Adapun prosedur pengujian

adalah sebagai berikut:8

a. Menentukan hipotesis

H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

b. Menentukan rata-rata.

c. Menentukan standar deviasi.

d. Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi.

1) Rumus banyak kelas:

K = 1 + 3,3 log (n), dengan n adalah banyaknya subjek.

6 Sugiyono, Metode.....hlm. 125. 7 Sugiyono, Metode.....hlm. 129 8 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia,

2005), Cet. II, hlm. 150.

Page 60: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

46

2) Rentang (R) = skor terbesar – skor terkecil

3) Panjang kelas (P) = KR

4) Cari hitung2χ dengan menggunakan rumus:

( )∑ −=

i

iihitung

EEO 2

e. Cari tabel2χ dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (K) – 3 dan

taraf kepercayaan 95 % atau taraf signifikansi (α) = 5%.

f. Kriteria pengujian:

Jika ≤ , maka H0 diterima hitung2χ tabel

Jika > , maka H0 ditolak dan H1 diterima. hitung2χ tabel

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas yaitu untuk mengetahui apakah kedua kelompok

sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau tidak. Uji

homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher (F), dengan langkah-

langkah sebagai berikut:9

a. Tentukan hipotesis statistik 22

21: σσ =oH

22

211 : σσ ≠H

b. Hitung statistik uji:

2

2

k

bhit S

SF =

Keterangan: = varian terbesar 2bS

= varian terkecil 2kS

c. Tetapkan taraf signifikan α = 0.05

9 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), Cet. III, h. 249.

Page 61: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

47

d. Hitung tabelF dengan rumus:

Ftabel = Fα/2 (dk varians terbesar – 1, dk varians terkecil – 1)

e. Tentukan kriteria pengujian H0 yaitu:

Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima

Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H0 : Varian kedua populasi sama atau homogen

H1 : Varians kedua populasi tidak sama atau heterogen.

F. Pengujian Hipotesis Setelah pengujian prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji

homogenitas terpenuhi, maka selanjutnya melakukan pengujian hipotesis.

Pengujian hipotesisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus “t tes”. Adapun langkah-langkah untuk pengujian

hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Tentukan hipotesis statistik

H0 : 21 μμ =

H1 : 21 μμ >

Keterangan:

1μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada

kelas eksperimen

2μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada

kelas kontrol

2. Hitung statistik uji

a. Uji t untuk sampel yang homogen10

21

21

11nn

S

XXt

gab +

−= db = (n1 + n2) – 2

10 Sudjana, Metoda …. h. 239

Page 62: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

48

dengan1

11

nXX ∑

= dan2

22

nXX ∑

=

sedangkan ( ) ( )

211

21

222

211

−+−+−

=nn

snsnsgab

b. Uji t untuk sampel yang tak homogen (heterogen)11

2

22

1

21

21

nS

nS

XXt

+

−=

11 2

2

2

22

2

1

21

2

2

22

1

21

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

+−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

=

n

nS

n

nS

nS

nS

db

Keterangan:

t = harga uji statistik

1X = rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok

eksperimen

2X = rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok

kontrol

gabS = standar deviasi gabungan

21S = varian data pada kelompok eksperimen

22S = varian data pada kelompok kontrol

1n = jumlah sampel kelas eksperimen

2n = jumlah sampel kelas kontrol

3. Statistik tabel

a. menentukan α = 0.05

b. mencari db

4. Tentukan kriteria pengujian

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima.

Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima

5. Buat kesimpulan

11 M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar….. hlm. 165

Page 63: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Kegiatan pembelajaran ini dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan. Pada

proses pembelajaran kedua kelas memperoleh perlakuan yang berbeda. Kelas

eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan Pendekatan Matematika

Realistik, sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran dengan

pendekatan konvensional. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi pada tiap

kelas setelah perlakuan disebabkan oleh perbedaan perlakuan dalam proses

pembelajaran tersebut.

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data terhadap

data (1) skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas

eksperimen, dan (2) skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

kelas kontrol dengan menggunakan statistik deskriptif untuk mengetahui hasil

tertinggi dan terendah kemampuan pemecahan masalah, distribusi frekuensi,

rata-rata, median, modus, simpangan baku, varians, kemiringan, dan kurtosis

dari masing-masing kelas. Adapun penjelasan dari masing-masing data

tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas

Eksperimen

Dari nilai tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang

dalam pembelajarannya menggunakan Pendekatan Matematika Realistik

diperoleh nilai terendah adalah 12 dan nilai tertinggi adalah 52. Untuk

lebih jelasnya, data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

berikut:

49

Page 64: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

50

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kelas Eksperimen

Frekeunsi

Nilai Titik

Tengah Absolut Relatif

(%) Kumulatif

12 – 20 16 8 26,67 8

21 – 29 25 6 20,00 14

30 – 38 34 7 23,33 21

39 – 47 43 6 20,00 27

48 – 56 52 3 10,00 30

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak kelas interval adalah

5 kelas dengan panjang tiap interval kelas adalah 9. Berdasarkan hasil

perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 31,00 median sebesar 30,79,

modus sebesar 18,70 simpangan baku sebesar 12,13 varians sebesar

147,10 kemiringan sebesar 1,01(kurva model positif atau kurva menceng

ke kanan), dan ketajaman sebesar 1,73 (distribusi platikurtik atau bentuk

kurvanya mendatar). Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 11. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 50,57%

sedangkan siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 49,43%.

Siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya

rendah, yaitu sebanyak 8 orang siswa yang berada pada interval 12 – 20

sedangkan siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya

tinggi, yaitu sebanyak 3 orang siswa yang berada pada interval 48 – 56.

Distribusi frekuensi kemampuan pemecahan masalah matematika kelas

eksperimen tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram dan poligon

berikut:

Page 65: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

51

Frekuensi

Gambar 3

Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen

2. Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelompok Kontrol

Dari nilai tes yang diberikan kepada kelompok kontrol yang dalam

pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional, diperoleh nilai

terendah adalah 10 dan nilai tertinggi adalah 36. Untuk lebih jelasnya, data

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:

3

6

7

8

11,5 20,5 29,5 38,5 47,5 56,5 Nilai

Page 66: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

52

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelas Kontrol

Frekeunsi

Nilai Titik

Tengah Absolut Relatif

(%) Kumulatif

8 – 13 10,5 7 23,33 7

14 – 19 16,5 9 26,67 16

20 – 25 22,5 8 30,00 24

26 – 31 28,5 4 13,33 28

32 – 37 34,5 2 6,67 30

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa banyak kelas interval adalah

5 kelas dengan panjang tiap interval kelas adalah 6. Berdasarkan hasil

perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 19,50, median sebesar 18,83,

modus sebesar 17,50, simpangan baku sebesar 7,18, varians sebesar 51,52,

kemiringan sebesar 0,04 (kurva model positif atau kurva menceng ke

kanan), dan ketajaman sebesar 1,97 (distribusi platikurtik atau bentuk

kurvanya mendatar). Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 12. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 50%

sedangkan siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 50%.

Siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya

rendah, yaitu sebanyak 9 orang siswa yang berada pada interval 14 – 19

sedangkan siswa yang kemampuan pemecahan masalah matematikanya

tinggi, yaitu sebanyak 2 orang siswa yang berada pada interval 32 – 37.

Distribusi frekuensi kemampuan pemecahan masalah matematika kelas

kontrol tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram dan poligon

berikut:

Page 67: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

53

2

8

7

9

4

7,5 13,5 19,5 25,5 31,5 37,5

Frekuensi

Nilai

Gambar 4

Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol

Berdasarkan uraian mengenai hasil kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas eksperimen dan hasil kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas kontrol di atas, terlihat adanya perbedaan. Untuk lebih

memperjelas perbedaan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika

antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dapat dilihat pada

tabel berikut:

Page 68: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

54

Tabel 6

Perbandingan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Nilai Terendah 12 10

Nilai Tertinggi 52 36

Mean 31,00 19,50

Median 30,79 18,83

Modus 18,70 17,50

Varians 147,10 51,52

Simpangan Baku 12,13 7,18

Kemiringan 1,01 0,28

Ketajaman/Kurtosis 1,73 2,20

B. Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji khi

kuadrat (chi square). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah

data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dengan

ketentuan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika

memenuhi kriteria χ2hitung ≤ χ2

tabel diukur pada taraf signifikansi dan

tingkat kepercayaan tertentu.

a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen

Dari hasil perhitungan uji normalitas diperoleh χ2hitung = 2,87,

Dengan jumlah sampel 30, taraf signifikansi α = 5% dan derajat

kebebasan (dk) = 2 maka diperoleh χ2tabel = 5,99, dengan demikian

χ2hitung χ2

tabel (2,87 ≤ 5,99), ini berarti nilai kemampuan pemecahan

masalah matematika kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.

Page 69: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

55

b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol

Dari hasil perhitungan uji normalitas diperoleh χ2hitung = 2,38

Dengan jumlah sampel 30, taraf signifikansi α = 5% dan derajat

kebebasan (dk) = 2 maka diperoleh χ2tabel = 5,99, dengan demikian

χ2hitung χ2

tabel (2,38 ≤ 5,99), ini berarti nilai kemampuan pemecahan

masalah matematika kelompok kontrol berdistribusi normal.

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.

Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji normalitas antara

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 7

Hasil Perhitungan Uji Formalitas

Kelompok n χ2hitung

χ2tabel

(α = 5%)Kesimpulan

Eksperimen 30 2,87 5,99

Kontrol 30 2,38 5,99

Data berasal dari populasi

yang berdistribusi normal

2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah

kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau

berbeda (heterogen). Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang

digunakan adalah uji Fisher. Kriteria pengujian yang digunakan yaitu,

kedua kelompok dikatakan homogen apabila Fhitung ≤ Ftabel diukur pada

taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.

Hasil perhitungan untuk kelompok eksperimen diperoleh varians =

147,10 dan untuk kelompok kontrol diperoleh varians = 51,52 sehingga

diperoleh nilai Fhitung = 2,86. Dari tabel distribusi F dengan taraf

signifikasi α = 5% dan dk pembilang = dk penyebut = 29, diperoleh Ftabel =

2,10. Karena Fhitung > Ftabel (2,86 > 2,10), maka H0 ditolak dan H1 diterima

Page 70: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

56

atau dengan kata lain varians kedua populasi tidak sama atau heterogen.

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14.

Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji homogenitas dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8

Hasil Perhitungan Uji Homogenitas

Kelompok n Fhitung Ftabel Kesimpulan

Eksperimen 30

Kontrol 30 2,86 2,10

Varian kedua populasi tidak

sama atau heterogen

C. Pengujian Hipotesis Dari hasil perhitungan uji prasyarat menunjukkan bahwa data

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol berdistribusi normal dan heterogen. Untuk menguji

perbedaan dua rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

digunakan uji t satu pihak yaitu uji pihak kanan. Hipotesis yang diuji adalah

sebagai berikut:

H0 : 21 μμ =

H1 : 21 μμ >

Keterangan:

1μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada

kelas eksperimen

2μ : rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada

kelas kontrol

Kriteria pengujian yaitu, jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan.

Sedangkan, jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dari hasil

perhitungan uji t diperoleh thitung = 4,47 dan ttabel = 1,68, dengan taraf

signifikan α = 5 % dan derajat kebebasan (dk) = 47,09. Karena

thitung ≥ ttabel (4,47 1,68), maka H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata ≥

Page 71: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

57

lain rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas

eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa pada kelas kontrol. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 15. Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9

Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t

thitung ttabel Kesimpulan

4,47 1,68 Tolak H0 dan Terima H1

D. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan uji “t tes” untuk sample

yang heterogen diperolah thitung = 4,47 dan ttabel = 1,68, dengan taraf signifikan

α = 5 % dan derajat kebebasan (dk) = 47,09. Karena thitung ≥ ttabel (4,47

1,68), maka H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain rata-rata

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok

eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa pada kelompok kontrol.

Berdasarkan pengamatan pada saat meneliti kelas eksperimen yaitu

kelas VII-A, proses tersebut dapat dilihat bahwa siswa dituntut untuk mampu

menyelesaikan masalah kontekstual dari kehidupan sehari-hari siswa. Pada

proses ini siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari kehidupan sehari-hari

dengan cara mereka sendiri sesuai dengan tingkat kognitifnya karena dengan

menyelesaikan/menemukan sendiri hasilnya akan lebih dipahami dan lebih

lama diingat oleh siswa. Selain itu siswa juga dituntut untuk menggunakan

bahasa atau simbol mereka sendiri dengan berbekal pengetahuan yang telah

dimiliknya karena hal ini akan membuat siswa dapat berdiskusi dan

bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menenggapi pertanyaan, serta

mengevaluasi pekerjaan siswa yang lain sehingga interaktifitas antara guru

dan siswa maupun siswa dengan siswa dapat berjalan dengan baik. Setelah itu

Page 72: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

58

guru memberikan kesimpulan dari hasil pekerjaan siswa secara formal.

Pembelajaran dengan pendekatan PMR membuat siswa mengerti tentang

Matematika tanpa harus menghafal sehingga siswa lebih mampu memecahkan

masalah-masalah Matematika khususnya yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari. Dalam pembelajaran PMR, siswa tidak hanya bertindak sebga

pendengar tetapi juga aktif dalam menyampaikan gagasan dan memberikan

tanggapan terhadap gagasan tersebut.

Pada kelas kontrol yaitu kelas VII-B, pembelajaran dilakukan dengan

pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan adalah ceramah, tanya

jawab, dan pemberian tugas. Dalam pembelajaran konvensional guru

menjelaskan materi secara urut kemudian siswa diberi kesempatan untuk

mencatat. Selanjutnya guru memberikan beberapa contoh soal latihan.

Kemudian guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di buku

latihan. Setelah selesai mengerjakan soal, beberapa siswa diminta untuk

mengerjakan soal tersebut di papan tulis. Guru memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa mengenai hal-hal yang belum dipahami. Pembelajaran

dengan pendekatan konvensional membuat siswa hanya duduk diam

mendengarkan penjelasan guru sehingga siswa menjadi tidak aktif.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan

PMR lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Dalam hal

ini karena pembalajaran dengan pendekatan PMR menjadikan pemahaman

siswa lebih berkembang karena pada proses pembelajaran guru tidak

memberikan penjelasan materi terlebih dahulu akan tetapi pembelajaran

dimulai dari masalah-masalah real bagi siswa, menekankan ketrampilan

’process of doing mathematics’, berdiskusi, dan beragumentasi dengan teman

sekelas sehingga siswa dapat menemukan sendiri cara penyelesaian

permasalahan sehingga membuat proses pembelajaran menjadi lebih

bermakna bagi siswa.

Page 73: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

59

E. Keterbatasan Penelitian Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya

telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang

optimal. Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan

sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan

diantaranya.:

1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan segiempat, sehingga

belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.

2. Kondisi siswa yang terbiasa dengan pembelajaran konvensional membuat

siswa tidak bersemangat untuk memecahkan masalah yang diberikan.

3. Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan

kelompok yang baik.

4. Kemampuan berhitung siswa, seperti penjumlahan, pengurangan,

perkalian, dan pembagian masih rendah serta rumus dasar yang pernah

mereka terima sewaktu SD hanya sebagian yang ingat sehingga cukup

menghambat jalannya proses pembelajaran selama penelitian.

5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel

pendekatan matematika realistik, dan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa.

Page 74: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang diperoleh dari

penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 160 Jakarta dengan

menerapkan pendekatan matematika realistik, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan

pendekatan konvensional yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 19,50,

median sebesar 18,83, modus sebesar 17,50, simpangan baku sebesar 7,18,

dan varians sebesar 51,52. Siswa yang mendapat nilain diatas rata-rata

yaitu sebesar 50% dan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata yaitu

sebesar 50%. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang diajarkan dengan pendekatan PMR yaitu diperoleh nilai rata-

rata sebesar 31,00, median sebesar 30,79, modus sebesar 18,70, simpangan

baku sebesar 12,13, dan varians sebesar 147,10. Siswa yang mendapat

nilain diatas rata-rata yaitu sebesar 50,57% dan siswa yang mendapat nilai

dibawah rata-rata yaitu sebesar 49,43%.

2. Rata-rata kemampun pemecahan masalah matematika siswa kelas

eksperimen adalah 31,00 sedangkan rata-rata kemampun pemecahan

masalah matematika siswa kelas kontrol adalah 19,50. Hasil pengujian

hipotesis dengan uji “t tes” untuk sample yang heterogen diperolah thitung =

4,47 dan ttabel = 1,68, dengan taraf signifikan α = 5 % dan derajat

kebebasan (dk) = 47,09. Data ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1

diterima atau dengan kata lain kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok

kontrol.

60

Page 75: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

61

B. Saran Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi

ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Guru hendaknya menanamkan pada siswa bahwa pembelajaran

matematika bermakna dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa sendiri

akan mencari dan menyukai pelajaran matematika.

2. Guru dalam memberikan soal mengenai masalah matematika diawal

pembelajaran hendaknya lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa

atau lebih nyata (konkret).

3. Siswa sebaiknya lebih banyak diberi kesempatan untuk mengonstruksi

sendiri dalam memecahkan masalah matematika dan presentasi hasil

masalahnya.

4. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik perlu terus

diterapkan dan dikembangkan pada materi lain agar siswa lebih

memahami materi yang dipelajari, yaitu yang berhubungan dan berguna

bagi kehidupan sehari-hari.

Page 76: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

DAFTAR PUSTAKA

A.M, Sardiman, Interaksi&Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rajawali

Press, 2009.

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Cet. II . Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.

Adjie, Nahrowi dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.

Adjie, Nahrowi dan R. Deti Rostika , Konsep Dasar Metematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.

Aisyah, Nyimas. Pendekatan Pemecahan Masalah, Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD) dari http://pjjpgsd.seamolec.org/system/files, 17 November 2009. 21.14 WIB.

Aryan, Bambang, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Strategi Heuristik, Universitas Pendidikan Indonesia: Tesis 2002.

Faturrohman, Pupuh dan M. Sobary Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, Bandung: PT. Refika aditama, 2007.

Hakim, Tursan, Belajar Secara Efektif, Jakarta: Puspa Swara, 2008.

Hartono, Yusuf, Pendekatan Matematika Realistik, Dikti, Bahan Ajar PJJ S1 PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD) dari http://pjjpgsd.seamolec.org/system/files, 29 Januari 2010, 21.12 WIB.

Hernawan, Asep Herry dkk, Belajar dan Pembelajaran SD. Bandung: UPI Press, 2007.

Julie, Hongki, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik dan Beberapa Contoh Pembelajarannya, Dalam Widya Dharma. No.1 Th. XIII (Vol.13). Oktober, 2002.

Krismanto, Al dan Widyaiswara, Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika, 2003.

62

Page 77: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

63

Krulik, Stephen dan Jesse A.Rudnick, Problem Solving. Massachusetts: Allyn and Bacon, 1992.

Mullis, Ina V.S., dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 17 Oktober 2009, 5:37 WIB.

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Cet. XXIII Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, Cet. III, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007.

Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, Cet. VI, Bandung: Alfabeta, 2008.

Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Cet.II, Jakarta: Pustaka Setia, 2005.

Sudjana, Metoda Statistika, Cet. III, Bandung: Tarsito, 2005.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Cet. V, Bandung: Alfabeta, 2008.

Suherman, Erman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003.

Suwangsih, Erna, dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI PRESS, 2006.

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Turmuzi, Muhammad, Pembelajaran Maatematika Realistik Pada Pokok Bahasan Perbandingan di Kelas II SLTP, Dalam Jurnal Kependidikan, No. 2 Volume 3. November 2004.

Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005 & Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) UU RI No.20 Th. 2003, Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2006.

Page 78: 98042-HANNY FITRIANA-FITK.pdf

64

Wardhani, Sri, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPTKM, 2008.

Wena, Made, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, Jakarta: Gaung Persada, 2009.

Zulkardi, dkk, Realistic Mathematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, Dalam Seminar Sehari Realistic Mathematics Educatin. Bandung, 4 April 2001.