99064975 tugas ii dampak krisis ekonomi
TRANSCRIPT
Dampak Krisis Ekonomi Amerika dan
Eropa Terhadap Indonesia
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Makro Ekonomi
DI SUSUN OLEH :
PUTRI ASTITI 11408144016
PROGRAM STUDI MANAJEMENFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTAYOGYAKARTA
2011
BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi global terjadi kembali. Krisis ekonomi global kali ini berbeda dengan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Pada saat itu krisis ekonomi
yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh ketidakmampuan Indonesia menyediakan
alat pembayaran luar negeri, dan tidak kokohnya struktur perekonomian Indonesia. Krisis
kali ini disebabkan oleh krisis yang terjadi dari luar negeri.
Kondisi ekonomi Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kondisi Global yang masih
diwarnai krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Kawasan Eropa. Belum
pulihnya perekonomian serta penurunan peringkat utang Amerika Serikat telah memicu
gejolak finansial Global antara lain dengan turunnya indeks bursa saham di banyak
negara. Sementara di Eropa, krisis utang pemerintah Yunani menyeret gejolak finansial di
kawasan. Beberapa negara bahkan mengalami krisis serupa sebagaimana dialami oleh
Irlandia, Portugal, Spanyol dan itali. Dampak krisis Eropa maupun AS terhadap ekonomi
Indonesia ini secara keseluruhan relatif terkendali hingga saat ini.
Dampak ke sektor keuangan cukup terasa namun lebih banyak dipengaruhi oleh
adanya sentimen negatif Global meskipun fundamental ekonomi sebenarnya relatif baik.
Sedangkan pada sektor rill, krisis keuangan Eropa dan AS belum memberi dampak yang
signifikan. Indonesia tetap harus bersiap siaga menghadapi kondisi ekonomi Global ke
depan yang masih tidak menentu. Dampak krisis Eropa ke ekonomi Indonesia secara
keseluruhan masih minimal dan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan negaranegara
lain namun tetap berpotensi memburuk. Krisis AS dan kawasan Eropa perlu dicermati
dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
Pengaruh krisis terhadap sektor finansial dan sektor riil baik yang langsung maupun
tidak langsung perlu dicermati bagaimana transmisinya dan apa langkah-langkah
mengatasinya. Pengaruh krisis juga perlu dipetakan menurut dampak jangka pendek
maupun dampak menengah panjang. Agar langkahlangkah ataupun kebijakan yang
diambil dapat secara efektif mengantisipasi krisis yang terjadi maka perlu
diidentifikasikan secara tepat indikator-indikator apa saja yang perlu dicermati dan
instrumen kebijakan apa yang diperlukan untuk mengatasinya agar tingkat kesejahteraan
rakyat dapat dijaga. Laporan kuartalan ini akan melihat secara sistematis mengenai
kondisi perekonomian di Eropa dan seberapa besar kedalaman krisis tersebut, serta
bagaimana kemungkinan dampak krisis Eropa terhadap perekonomian Indonesia baik
pada saat ini maupun pada saat krisis semakin dalam.
BAB IIPEMBAHASAN2.1 Krisis Ekonomi Global
Krisis ekonomi Global merupakan peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar
dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Krisis
yang kali ini terjadi bukan berasal dari dalam negeri melainkan dari luar negeri.
2.2 Penyebab Krisis Ekonomi Amerika dan Eropa
A. Krisis Ekonomi Amerika
Pada tahun 2001-2005, pertumbuhan perumahan di Amerika Serikat meng-
gelembung seiring rendahnya suku bunga perbankan akibat kolapsnya industri
dotcom. Sejak 1995, industri dotcom (saham-saham teknologi) di AS lebih dulu
booming, namun kolaps dan menyebabkan banyak perusahaan jenis ini tak mampu
membayar pinjaman ke bank.
Untuk menyelamatkan mereka, The Fed menurunkan suku bunga, sehingga
suku bunga menjadi rendah. Suku bunga yang rendah dimanfaatkan pengembang dan
perusahaan pembiayaan perumahan untuk membangun perumahan murah dan
menjualnya melalui skema subprime mortgage. Gelembung perumahan ini terjadi di
banyak negara bagian, seperti California, Florida, New York, dan banyak negara
bagian di barat daya.
Saat bisnis perumahan mulai booming pada tahun 2001 ini, banyak warga AS
berkantong tipis yang membeli rumah murah melalui skema subprime mortgage (KPR
murah). Pada tahun 2006, ketika koreksi pasar mulai menyentuh gelembung bisnis
perumahan di AS, ekonom Universitas Yale, Robert Shiller memperingatkan bahwa
harga rumah akan naik melebihi aslinya.
Koreksi pasar ini, menurutnya, bisa berlangsung tahunan dan menyebabkan
penurunan nilai rumah-rumah tersebut hingga miliaran dolar AS. Peringatan itu mulai
terbukti ketika pada akhir 2006, sebanyak 2,5 juta warga AS yang membeli rumah
melalui skema tadi tak mampu membayar cicilan. Harga rumah yang mereka kredit
melambung tinggi, bahkan ada yang sampai 100% dari nilai awalnya. Akibatnya,
menurut laporan perusahaan penyedia data penyitaan rumah di AS, RealtyTrac,
sebanyak itu pula, rumah yang akan disita dari penduduk AS.
RealtyTrac mencatat pengumuman lelang sebanyak 179.599 yang mencakup
2,5 juta rumah yang dinyatakan disita karena gagal bayar. Ini adalah jumlah penyitaan
terbanyak selama 37 tahun. Penyitaan besar-besaran ini jelas dapat menimbulkan
banyak warga AS menjadi tuna wisma mendadak, dan bisa menjadi masalah sosial
baru.
Tidak semua warga negara AS memiliki uang uang cukup untuk membeli
rumah atau memiliki sejarah kredit yang baik. Kebanyakan dari mereka adalah
pengangguran, pekerja-pekerja seperti office boy, pedagang kecil, dan pembersih
rumah atau kantor.
Sebenarnya, mereka dianggap tidak layak mendapatkan pinjaman untuk
memiliki rumah murah, karena sejarah kreditnya kurang baik dan tidak memiliki
pendapatan yang cukup untuk mencicil. Untuk itulah diadakan subprime mortgage.
Pembiayaan jenis ini sebenarnya berisiko, baik bagi kreditor maupun debitor,
karena bunganya yang tinggi, sejarah kredit peminjam yang buruk, dan kemampuan
keuangan peminjam yang rendah. Subprime Lenders adalah lembaga pembiayaan
perumahan, mengumpulkan berbagai utang dan menjualnya ke bank komersial. Oleh
bank komersial, sebagian portofolio tersebut dijual lagi ke bank investasi. Oleh bank
investasi, kumpulan utang tersebut dijual kepada investor di seluruh dunia seperti bank
komersial, perusahaan asuransi, maupun investor perorangan.
Menjelang 2007, pembeli rumah dengan skema ini tak sanggup mencicil kredit
rumah murah tersebut lantaran semakin sulitnya perekonomian AS. Ketika ini terjadi,
satu-satunya jaminan bagi MBS (Mortgage Backed Securities, bentuk utang yang
dijamin) adalah rumah-rumah itu sendiri. Namun, karena penawaran perumahan
ternyata melebihi permintaan seiring gelembung industri perumahan dalam 2001-
2005, nilai rumah-rumah itupun turun, tidak sesuai lagi dengan nilai yang dijaminkan
dalam MBS. Sementara bank investasi dan HF (Hedge Fund) harus tetap member
pendapatan berupa bunga kepada para investornya.
B. Krisis Ekonomi Eropa
Krisis utang Eropa berasal dari Yunani, yang kemudian merembet ke Irlandia
dan Portugal. Ketiga negara tersebut memiliki utang yang lebih besar dari GDP-nya,
dan juga sempat mengalami defisit (pengeluaran negara lebih besar dari GDP). Krisis
mulai terasa pada akhir tahun 2009, dan semakin seru dibicarakan pada pertengahan
tahun 2010. Pada tanggal 2 Mei 2010, IMF akhirnya menyetujui paket bail out
(pinjaman) sebesar €110 milyar untuk Yunani, €85 milyar untuk Irlandia, dan €78
milyar untuk Portugal. Kemudian kekhawatiran akan terjadinya krisis pun berhenti
sejenak. Efek dari krisis Eropa ini cukup berdampak kepada IHSG yang ketika itu
anjlok besar-besaran dari posisi 2,971 ke posisi 2,514.
Yunani kemungkinan merupakan buah dari kesalahan kebijakan
pemerintahnya di masa lalu. Pada tahun 1974, Yunani memasuki babak baru
pemerintahan, dari junta militer menjadi sosialis. Pemerintah baru ini kemudian
mengambil banyak utang untuk membiayai subsidi, dana pensiun, gaji PNS, dan lain-
lain. Utang tersebut terus saja menumpuk hingga pada tahun 1993, posisi utang
Yunani sudah diatas GDP-nya, dimana banyak analisis yang memperkirakan bahwa
data yang sesungguhnya kemungkinan lebih besar dari itu.
Hingga awal tahun 2000-an, tidak ada seorang pun yang memperhatikan fakta
bahwa utang Yunani sudah terlalu besar. Malah dari tahun 2000 hingga 2007, Yunani
mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 4,2% per tahun, yang merupakan angka
tertinggi di zona Eropa, hasil dari membanjirnya modal asing ke negara tersebut.
Keadaan berbalik ketika pasca krisis global 2008 dimana negara-negara lain mulai
bangkit dari resesi, dua dari sektor ekonomi utama Yunani yaitu sektor pariwisata dan
perkapalan, justru mencatat penurunan pendapatan hingga 15%. Orang-orang pun
mulai sadar bahwa mungkin ada yang salah dengan perekonomian Yunani.
Keadaan semakin memburuk ketika pada awal tahun 2010, diketahui bahwa
Pemerintah Yunani telah membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi
lainnya, untuk mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya
dari jumlah utang pemerintah. Pemerintah Yunani juga diketahui telah mengutak-atik
data-data statistic ekonomi makro, sehingga kondisi perekonomian mereka tampak
baik-baik saja, padahal tidak. Pada Mei 2010, Yunani sekali lagi ketahuan telah
mengalami defisit hingga 13,6%. Salah satu penyebab utama dari defisit tersebut
adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara
hingga US$ 20 milyar per tahun.
Kekhawatiran bahwa Yunani bisa saja mengalami default pun merebak. Ketika
IMF memberikan pinjaman, IMF mengajukan beberapa syarat penghematan anggaran
kepada Pemerintah Yunani. Diantaranya pemotongan tunjangan bagi PNS dan
pensiunan, peningkatan pajak PPN hingga 23% peningkatan cukai pada barang-barang
mewah, bensin, rokok, dan minuman beralkohol, hingga perusahaan BUMN harus
dikurangi dari 6,000 menjadi 2,000 perusahaan saja. Kebijakan yang sangat sulit untuk
diterapkan.
Kekhawatiran atas kemungkinan default Yunani segera merembet ke negara
Eropa lainnya, dan yang menjadi sasaran tembak pertama adalah Irlandia. Sejak awal
tahun 2000-an, enam bank terbesar di Irlandia telah menyalurkan kredit besar-besaran
ke sektor properti, hingga menyebabkan bubble. Ketika terjadi krisis mortgage di AS
pada tahun 2008, seketika itu pula bubble tersebut meledak. Pada tanggal 29
September 2008, Pemerintah Irlandia menerbitkan obligasi dengan jangka waktu 1
tahun untuk menalangi kredit macet di enam bank di atas. Setahun kemudian, obligasi
tersebut diperpanjang, bersamaan dengan peluncuran ‘National Asset Management
Agency’.
Pada Mei 2010, IMF akhirnya turun tangan, dan Moody’s (lembaga
pemeringkat utang) menurunkan rating utang bank-bank di Irlandia menjadi junk
status. Seperti kepada Yunani, IMF juga meminta syarat kebijakan penghematan
anggaran kepada Pemerintah Irlandia. Pada September 2010, Pemerintah Irlandia
masih belum mampu membayar obligasi tersebut, dan kembali memperpanjang waktu
jatuh temponya. Hingga kini, belum ada kepastian mengenai kapan obligasi tersebut
akan dilunasi.
Di Portugal, ceritanya lain lagi. Sejak tahun 1974, Pemerintah Portugal
mencatat pengeluaran besar-besaran untuk keperluan sebenarnya tidak perlu
(pemborosan APBN), seperti biaya untuk membayar pihak-pihak tertentu yang
menjadi makelar atau konsultan pada proyek-proyek pemerintah yang dikerjakan
bersama dengan pihak swasta. Selama hampir 40 tahun, Pemerintah terus saja
merekrut PNS hingga mencapai jumlah yang tidak efektif, dan membayar gaji dan
tunjangan yang terlalu besar bagi pejabat tinggi negara, belum termasuk gaji besar
untuk para eksekutif di BUMN. Tidak ada tindakan dari Pemerintah Portugal untuk
mencegah krisis, sehingga negara menghadapi kemungkinan terjadinya kebangkrutan
pada awal tahun 2011.
Ketika Portugal menerima paket bail out dari IMF, Portugal juga diharuskan
untuk menghemat anggaran, salah satunya dengan menghapus pembagian deviden
pada Portugal Telecom. Seperti Irlandia, Moody’s juga menurunkan rating utang
Portugal menjadi junk status. Moody’s bahkan memperkirakan bahwa Portugal bisa
saja membutuhkan bail out kedua, agar negara tersebut terhindar dari default.
2.3 Dampak Krisis Ekonomi Amerika dan Eropa terhadap Indonesia
Krisis ekonomi Amerika dan Eropa sudah meluas efeknya ke seluruh dunia menjadi
krisis keuangan global. Negara-negara Asia termasuk Indonesia pun merasakan dampak
dari krisis tersebut. Krisis di Eropa berdampak relative kecil terhadap perekonomian
Indonesia. Krisis keuangan Amerika lebih berdampak negatif terhadap ekonomi Indonesia
karena Amerika merupakan negara raksasa yang menguasai ekonomi dunia. Peran
ekonomi Eropa di Indonesia hanya sedikit maka jika terjadi dampak negatif yang paling
terpengaruh adalah sektor pasar saham karena sewaktu-waktu para investor bisa menarik
kembali modal mereka.
Pada dasarnya dampak krisis global ke perekonomian Indonesia melalui dua jalur,
yaitu jalur finansial (financial channel) dan jalur perdagangan (trade channel) atau jalur
makroekonomi.
a. Jalur Finansial
1) Bursa Saham
Pada saat krisis Amerika dan Eropa seperti ini, daya tarik Indonesia sebagai
tujuan Penanaman Modal Asing (PMA) masih bertahan tetapi berlanjutnya kelemahan
kondisi perusahaan di negara-negara asal kemungkinan dapat mempengaruhi aliran
modal masuk. Meski begitu pasar keuangan Indonesia juga tidak kebal terhadap
gejolak saat ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak labil ditengah krisis.
Pada tahun 2008 atau pada saat krisis ekonomi Amerika terjadi, volume
perdagangan saham dan IHSG mengalami tekanan kuat hingga memaksa otoritas BEI
menghentikan perdagangan (blackout) pada Oktober 2008. IHSG menurun drastis,
dari sebesar 2.830 pada awal tahun menurun menjadi 1.335 pada akhir 2008.
Gambar 1. Pergerakan IHSG Tahun 2006-2011
Sumber:
http://finance.yahoo.com
Sejak bulan Agustus, pasar keuangan di Indonesia dan negara-negara lain se-
kawasan, mengalami dampak buruk dari peningkatan ketidakpastian prospek dari zona
Euro dan AS. Pada awal bulan Agustus, pemicunya adalah penurunan peringkat
hutang negara AS oleh Standard and Poor’s. Dari awal bulan September terjadi
penurunan bertahap yang lebih jauh di pasar saham domestic, beberapa peningkatan
yield obligasi dan melemahnya kurs mata uang. Indeks harga saham kemudian jatuh
dengan tajam, sebesar 8,9% pada tanggal 22 September 2011.
Secara keseluruhan, sejak Triwulan edisi Juni 2011 (yaitu sejak 15 Juni hingga
27 September) saham-saham Indonesia telah turun sebesar 8,4%.
2) Nilai Tukar Rupiah
Prospek pertumbuhan global telah melemah dan krisis hutang pemerintah di zona
Eropa telah meningkat. gejolak pasar dan penghindaran risiko di dunia internasional
juga telah meningkat, walaupun masih berada jauh di bawah kondisi pada akhir tahun
2008. Pasar-pasar saham berjatuhan dan negara ekonomi berkembang utama
(emerging markets) mengalami aliran keluar modal, memberikan tekanan terhadap
nilai tukar mata uang. Dengan terjadinya krisis ekonomi global ini membuat nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah dan sempat menembus level
diatas Rp 9.200 per dolar AS.
Gambar 2 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD
Gambar 3 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD Tahun 2006-2010
b. Jalur Perdagangan
1) Ekspor
Krisis keuangan global tahun 2008-2009 menunjukkan paparan (exposure)
perekonomian Indonesia terhadap goncangan permintaan eksternal relative rendah.
Namun demikian, perlambatan pertumbuhan di AS dan zona Eropa akan
mempengaruhi Indonesia melalui lebih rendahnya perdagangan dengan pasar-
pasar tersebut dan juga secara tidak langsung melalui pasar sekunder (seperti
Cina). Dampak perdagangan langsung terhadap Indonesia tampaknya akan
terbatas, dengan ekspor ke AS dan Uni Eropa masing-masing hanya 9% dari
keseluruhan jumlah ekspor Indonesia pada tahun 2010. Permintaan dunia yang
melemah juga akan menurunkan permintaan ekspor dari mitra dagang Indonesia
lainnya, karena posisi barang Indonesia merupakan bahan baku atau barang
setengah jadi dari barang jadi yang akan dikirimkan ke pasar AS dan Uni Eropa,
dan juga secara umum jika pertumbuhan mitra-mitra dagang itu melemah.
Tabel 1 Total Ekspor Indonesia tahun 2010 (persen)
CHN UE IND JPN KOR MYS SGP AS
IND 9,9 8,6 6,3 16,3 8,0 5,9 8,7 9,1
Ket: CHN = Cina JPN = Jepang
UE = Uni Eropa KOR = Korea
IND = India MYS = Malaysia
SGP = Singapura AS = Amerika Serikat
Sumber: Bank Indonesia
Ekspor manufaktur Indonesia tampaknya akan menerima pengaruh yang paling
berat dari perlambatan yang terjadi di AS dan Uni Eropa, karena keduanya
merupakan pasar utama bagi ekspor tekstil, pakaian, alas kaki dan peralatan
transportasi. Ekspor manufaktur juga dapat terpengaruh secara tidak langsung,
karena barang-barang yang dikirimkan ke pasar ketiga (seperti Singapura) juga
pada akhirnya dikonsumsi negara maju.
Tabel 2 Jumlah ekspor mitra perdagangan utama, 12 bulan hingga bulan Mei 2011
(persen)
Total Migas Non-
migas
Tani &
Hut.
Tambang
& Min.
Manu.
CHN 10,0 1,0 9,0 2,4 3,8 1,9
UE 7,5 0,0 7,5 2,8 0,8 3,8
IND 6,5 0,0 6,5 3,4 2,4 0,7
JPN 16,8 7,0 9,8 2,2 4,8 2,9
KOR 7,8 3,8 4,0 0,7 2,2 1,2
SGP 7,9 2,2 5,8 1,1 1,1 3,5
AS 8,8 0,5 8,3 2,7 0,2 5,5
Sumber: Bank Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, kinerja ekspor Indonesia pada
September 2011 melemah dibanding bulan sebelumnya. Ekspor September 2011
hanya mencapai USD 17,82 miliar. Angka itu turun 4,45% dibanding ekspor
Agustus 2011 sebesar USD 18 miliar. Penurunan terjadi pada barang-barang
nonmigas yang melemah 6,24 % dibandingkan Agustus 2011. Sebaliknya, ekspor
migas naik 1,95% dari USD 4,09 miliar pada Agustus 2011 menjadi USD 4,17
miliar. Data BPS menyebut, ekspor Indonesia ke Uni Eropa menurun USD 543
juta dari USD 1,94 miliar pada Agustus menjadi USD 1,39 miliar pada September.
Ekspor ke Amerika Serikat turun USD 200 juta dari USD 1,38 miliar pada
Agustus menjadi USD 1,18 miliar pada September 2011.
Gambar 4 Kinerja ekspor Indonesia Tahun 2011
Sumber: BPS
2) Harga komoditas
Seiring dengan terjadinya krisis Amerika dan Eropa, harga-harga komoditas
turut berjatuhan. Pada bulan Agustus indeks harga komoditas non-migas dalam
dolar Amerika dari Bank Dunia turun sebesar 1,6% sementara harga-harga energi
menurun sebesar 6,3%. Untuk beberapa komoditas pilihan, penurunan harga
komoditas metal cenderung turun lebih besar dari pada komoditas lainnya di bulan
Juni ke September yang mencerminkan jatuhnya optimisme untuk outlook
manufaktur dan investasi. Satu pengecualian adalah peningkatan dalam harga
emas karena para investor mencari aset yang “aman”.
Krisis keuangan global juga mempengaruhi sektor riil di Indonesia dan, sudah terasa sampai
rakyat bawah Indonesia. Misalnya :
1. Ekspor barang-barang kerajinan di Yogyakarta ke Amerika berkurang kapasitasnya,
dampaknya para buruh pekerja di Industri kerajinan berkurang atau kehilangan
lapangan pekerjaannya.
2. Harga barang-barang bekas / rosokan juga menurun tajam, sehingga pendapatan
pengepul dan pemulung barang bekas juga merosot tajam.
3. Ekspor gaplek/singkong kering dari GunungKidul ke Amerika merosot,
mempengaruhi nasib petani di GunungKidul dan lain lain
4. Bagi pelaku affiliate marketing mungkin omzet penjualan barang-barang tertentu
untuk konsumen Amerika menurun, tetapi ada berita yang mengatakan konsumsi
barang elektronik di Amerika naik, karena orang Amerika yang lagi krisis lebih
memilih di rumah nonton TV atau mendengarkan musik.
5. Bagi publisher Google Adsense di Indonesia mungkin tidak terlalu terpengaruh jika
mengandalkan visitor Indonesia bukan Amerika.
BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Krisis ekonomi Global merupakan peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar
dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia.
2. Di Indonesia, sektor yang terkena dampak krisis global ini adalah bursa saham
(tingkat IHSG), nilai tukar rupiah, tingkat ekspor, dan harga komoditas.
3.2 Saran
Kepada masyarakat untuk tetap bersabar terhadap situasi permasalahan kita ini dan
mempercayakan segala sesuatu kepada pemerintah. Dan dimulai dari pribadi dan diri
sendiri, untuk mengikuti saran yang telah dituliskan di atas. Dan bagi para mahasiswa
untuk menjadi lebih kritis. Semoga makalah ini menjadi kajian yang baik meskipun masih
terdapat kekurangan. Atas perhatian dari seluruh pihak, kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Curry, E. Jeffrey, MBA, Ph.D. 2001. Memahami Ekonomi Internasional : Memahami Dinamika Pasar Global. Jakarta : Penerbit PPM.
Tambunan, Tulus. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kabar Bisnis, 2009, Grafik nilai ekspor Agustus meningkat Diakses dari http://www.kabarbisnis.com/read/286066
Kampekique, 2011, Kerjasama Antara Indonesia dan Uni Eropa, diakses dari http://kampekique.wordpress.com/2011/01/18/kerjasama-antara-indonesia-dan-uni-eropa/
Dampak Krisis Ekonomi Eropa Terhadap Indonesia, diakses dari http://www.bappenas.go.id/node/77/3444/krisis-keuangan-eropa--dampak-terhadap-perekonomian-indonesia/