repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab ii tinjauan pustaka 2.1....
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nanopartikel
Nanopartikel adalah partikel dalam ukuran nanometer yaitu sekitar 1-100
nm (Hosokawa et al. 2007). Nanopartikel merupakan ilmu dan rekayasa dalam
menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala
nanometer.Ditinjau dari jumlah dimensi yang terletak dalam rentang nanometer,
material nano diklasifikasikan menjadi beberapa kategori(Gambar 2.1.), yaitu:
material nano berdimensi nol (nanoparticle) seperti oksida logam, semikonduktor
,dan fullerenes; material nano berdimensi satu (nanowire, nanotubes, nanorods);
material nano berdimensi dua (thin films); dan material nano berdimensi tiga
seperti Nanokomposit, nanograined, mikroporous, mesoporous, interkalasi,
organik-anorganik hybrids. (Pokropivny,V. et al, 2007).
Gambar 2.1. Skematik Klasifikasi nano material : (a) struktur tiga dimensi
(3-D); (b) struktur dua dimensi (2-D); (c) struktur satu dimensi; dan (d) struktur
zerodimensi (0-D),(Pokropivny,V. et al, 2007).
8
Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena material yang
berada dalam ukuran nano biasanya memiliki partikel dengan sifat kimia atau
fisika yang lebih unggul dari material yang berukuran besar (bulk).(C. R. Vestal et
al. 2004; Cao, Guozhong, 2004). Dua hal utama yang membuat nanopartikel
berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar (bulk) yaitu:
1. Karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan
antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan
dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel
bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di
permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung
dengan material lain;
2. Ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang
berlaku lebih didominasi oleh hukum- hukum fisika kuantum.(Abdullah
M., et al, 2008)
Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan
fenomena-fenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai
akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam
partikel. Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan
warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik,
dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati
permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan
titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut
diharapkan dapat menjadi keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel
9
sejenis dalam keadaan bulk. Para peneliti juga percaya bahwa kita dapat
mengontrol perubahan-perubahan tersebut ke arah yang diinginkan. (Abdullah
M.,et al, 2008)
Selain nanopartikel juga dikembangkan material nanostruktur, yaitu
material yang tersusun oleh beberapa material nanopartikel. Untuk menghasilkan
material nanostruktur maka partikel-partikel penyusunnya harus diproteksi
sehingga apabila partikel-partikel tersebut digabung menjadi material yang
berukuran besar maka sifat individualnya dipertahankan. Sifat material
nanostruktur sangat bergantung pada (a) ukuran maupun distribusi ukuran, (b)
komponen kimiawi unsur-unsur penyusun material tersebut, (c) keberadaan
interface (grain boundary), dan (d) interaksi antar grain penyusun material
nanostruktur.
Quantum dot adalah material berukuran kurang dari 100 nanometer yang
mengurung elektron secara 3-dimensi, baik arah x, y dan z. Hal ini dimungkinkan
karena diameter dari quantum dot tersebut sebanding dengan panjang gelombang
dari elektron. Bahkan, disebut bahwa quantum dot ini merupakan atom buatan
(artificial atom). Nanowire adalah material berukuran nanometer yang dapat
mengurung elektron secara 2-dimensi dan bebas bergerak di dimensi yang ketiga,
yaitu ke depan atau ke belakang. (Astuti, 2007)
2.1.1. Keunggulan Sifat Material Berorde Nano
Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika
yang lebih unggul dari material berukuran besar (bulk). Disamping itu material
10
berukuran nanometer memiliki sifat yang kaya karena menghasilkan sifat yang
tidak dimiliki oleh material ukuran besar. Sejumlah sifat tersebut dapat diubah-
ubah dengan melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi
kimiawi, modifikasi permukaan dan pengontrolan interaksi antar partikel.
Material nanopartikel adalah material-material buatan manusia yang berskala
nano, yaitu lebih kecil dari 100nm, termasuk didalamnya nanodot, quantum dot,
nanowire dan carbon nanotube (Abdullah M., et al, 2008). Berikut merupakan
beberapa keunggulan sifat material berorde nano secara umum :
1. Sifat elektrik
Pengaruh size reduction pada sifat elektrik nanopartikel dapat
meningkatkan konduktivitas nanometals, membangkitkan konduktivitas
nanodielektrik, dan meningkatkan induktansi dielektrik untuk ferroelectrics.
Nanomaterial dapat mempunyai energi lebih besar dari pada material
ukuran biasa karena memiliki surface area yang besar. Energy band secara
bertahap berubah terhadap orbital molekul.Umumnya Resistivitas elektrik
mengalami kenaikan dengan berkurangnya ukuran partikel.Contoh aplikasi :
energi densitas yang tinggi dari baterai, nanokristalin merupakan material yang
bagus untuk lapisan pemisah pada baterai karena dia dapat menyimpan energi
yang lebih banyak. Baterai logam nikel-hidrida terbuat dari nanokristalin nikel
dan logam hidrida yang membutuhkan sedikit recharging dan memiliki masa
hidup yang lama.(Pokropivny,V. et al. 2007)
11
2. Sifat optik
Sistem nanokristalin memiliki sifat optikal yang menarik, yang mana
berbeda dengan sifat kristal konvensional. Pengaruh size reduction pada sifat
optik nanopartikel dapat meningkatkan penyerapan (absorbansi) dalam range
ultraviolet (blue shift), Osilasi penyerapan optik, dan meningkatkan nilai band
gap. Kunci peyumbang faktor masuknya quantum tertutup dari pembawa
elektrikal pada nanopartikel, energi yang efisien dan memungkinkan terjadinya
pertukaran karena jaraknya dalam skala nano serta memiliki sistem dengan
interface yang tinggi. Dengan perkembangan teknologi dari material mendukung
perkembangan sifat nanofotonik. Dengan sifat optik linear dan non linear material
nano dapat dibuat dengan mengontrol dimensi kristal dan surface kimia, teknologi
pembuatan menjadi faktor kunci untuk mengaplikasikan.Contoh aplikasi : pada
optoelektronik., electrochromik untuk liquid crystal display
(LCD).(Pokropivny,V. et al. 2007)
3. Sifat magnetik
Kekuatan magnetik adalah ukuran tingkat kemagnetan. Pengaruh
penurunan ukuran butiran patikel (Size reduction) dan kenaikan spesifik surface
area per satuan volume partikel pada sifat magnetik ini dapat meningkatkan atau
menurunkan koersivitas magnet, menurunkan temperatur Curie, memiliki sifat
paramagnetik atau feromagnetik, membangkitkan temperatur maksimal
magnetoresistance, dan meningkatkan permeability magnetik pada sifat
ferromagnetik. Contoh aplikasi : magnet nanokristalin yttrium-samarium-cobalt
memiliki sifat magnet yang luar biasa dengan luas permukaan yang besar.
12
Aplikasinya pada mesin kapal, instrumen ultra sensitiv dan magnetic resonance
imaging (MRI) pada alat diagnostik.(Pokropivny,V. et al. 2007)
4. Sifat mekanik
Pengaruh penurunan ukuran butiran patikel (Size reduction) dari partikel
pada sifat mekanik dapatmeningkatkan kekerasan (hardness), kekuatan (strength),
daktilitas (fracture ductility), dan ketahanan aus (wear resistance). Nanomaterial
memiliki kekerasan dan tahan gores yang lebih besar bila dibandingkan dengan
material dengan ukuran biasa.Contoh aplikasi : automobil dengan efisiensi greater
fuel. Nanomaterial diterapkan pada automobil sejak diketahui sifat kuat, keras dan
sangat tahan terhadap erosi, diharapkan dapat diterapkan pada
busi.(Pokropivny,V. et al. 2007)
2.1.2. Perkembangan Nanopartikel
Di Indonesia, perkembangan nano teknologimasih dalam tahap rintisan
karena keterbatasan dana dan fasilitaseksperimen. Dengan kendala yang demikian
membuat kita harusbekerja keras memanfaatkan potensi yang ada di tanah air.
Dalam periode tahun 2010 sampai 2020 akan tejadi percepatan luar biasa dalam
penerapan nanoteknologi di dunia industri dan menandakan bahwa sekarang ini
dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi. Negara-negara seperti
Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta
beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya
mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut
nanoteknologi.
13
Nanoteknologi akan mempengaruhi industri baja, pelapisan dekorasi,
industri polimer, industri kemasan, peralatan olahraga, tekstil, keramik, industri
farmasi dan kedokteran, transportasi, industri air, elektronika dan kecantikan.
Penguasaan nanoteknologi akan memungkinkan berbagai penemuan baru yang
bukan sekadar memberikan nilai tambah terhadap suatu produk, bahkan
menciptakan nilai bagi suatu produk. Salah satu nanomaterial yang sangat
menarik untuk dikembangkan saat ini adalah nanopartikel magnetik.
Nanopartikel saat ini banyak digunakan pada beragam produk komersial
mulai dari katalis, media cat dan cairan magnetik, hingga kosmetik dan tabir
surya. Suatu review terbaru dari peneliti di Swedia dan Spanyol mendeskripsikan
hasil kerja terkini untuk optimasi sintesis, dispersi, dan fungsionalisasi permukaan
titania (titanium dioksida), seng oksida, dan seria (serium oksida) — tiga
nanopartikel utama yang digunakan pada fotokatalis, penghalau sinar UV
(ultraviolet), dan tabir surya. Review mereka dipublikasikan pada 26 April 2013 di
jurnal Science and Technology of Advanced Materials. (Gifhari, A.S. 2013).
Penemuan baru dalam bidang nanoteknologi muncul hampir dalam tiap
minggu untuk aplikasi-aplikasi baru dalam berbagai bidang, seperti bidang
elektronik (pengembangan piranti (device) ukuran nanometer), energi (pembuatan
sel surya yang lebih efisien), kimia(pengembangan katalis yang lebih efisien,
baterai yang kualitasnya lebih baik), kedokteran (pengembangan peralatan baru
pendeksi sel-sel kanker berdasarkan pada interaksi antarsel kanker dengan
partikel berukuran nanometer), kesehatan (pengembangan obat-obat dengan
ukuran bulir (grain) beberapa nanometer sehingga dapat melarut dalam cepat
14
dalam tubuh dan bereaksi lebih cepat, serta pengembangan obat pintar (smart)
yang bisa mencari sel-sel tumor dalam tubuh dan langsung mematikan sel tersebut
tanpa mengganggu sel-sel normal), lingkungan (penggunaan partikel skala
nanometer untuk menghancurkan polutan organik di air dan udara), dan
sebagainya.(Nanoworldindonesia, 2013)
2.2. Metode Sintesis Nanopartikel
Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui proses sintesis
oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna pembuatan nanopartikel dengan
ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau
fungsinya.Dalam sintesis nanopartikel terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhinya yaitu konsentrasi reaktan, molekul pelapis (capping agent),
temperatur dan pengadukan.
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas.
Proses sintesis pun dapat berlangsung secara fisika atau kimia. Proses sintesis
secara fisika tidak melibatkan reaksi kimia. Yang terjadi hanya pemecahan
material besar menjadi material berukuran nanometer, atau penggabungan
material berukuran sangat kecil, seperti kluster, menjadi partikel berukuran
nanometer tanpa mengubah sifat bahan. Proses sintesis secara kimia melibatkan
reaksi kimia dari sejumlah material awal sehingga dihasilkan material lain yang
berukuran nanometer (Abdullahet al. 2008).
Secara umum, sintesis nanopartikel akan masuk dalam dua kelompok
besar. Cara pertama adalah memecah partikel berukuran besar menjadi partikel
15
berukuran nanometer. Pendekatan ini kadang disebut pendekatan top-down.
Pendekatan kedua adalah memulai dari atom-atom atau molekul-molekul yang
membentuk partikel berukuran nanometer yang dikehendaki. Pendekatan ini
disebut bottom-up. (Abdullah, M. 2008). Kedua kelompok besar dalam mensintesis
nanopartikel telihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Sintesis nanopartikel top-down dan bottom-up
Pembentukan nanopartikel dengan keteraturan yang tinggi dapat
menghasilkan pola yang lebih seragam dan ukuran yang yang seragam
pula.Kebanyakan penelitian telah mampu menghasilkan nanopartikel yang lebih
bagus dengan menggunakan metoda-metoda yang umum digunakan, seperti:
kopresipitasi, sol-gel, mikroemulsi, hidrotermal/solvoterma, menggunakan
Nanopartikel
Buttom up
(digabung)
Top down
(dipecah)
16
cetakan (templated synthesis), sintesis biomimetik, metoda cairan superkritis, dan
sintesis cairan ionik.
2.3. Metode Kopresipitasi
Kopresipitasi merupakan proses kimia dalam mensintesis senyawa
anorganik yang didasarkan pada pengendapan lebih dari satu substansi secara
bersama–sama ketika melewati titik jenuh.Proses diawali denganadanya zat
terlarut yang mengendap sehingga menghasilkan endapanyang diinginkan.
Pengendapan terjadi sebagai akibat pembentukan kristal campuran. Selain itu
endapan ini dapat pula terbentuk karena adanya absorbsi (penyerapan) ion-ion
selama proses pengendapan (Nugroho, 2010; Pokropivny,V. et al. 2007).
Adsorbsi permukaan merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida,
cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (adsorben) dan
akhirnya membentuk suatu adsorbat pada permukaannya, umumnya akan paling
besar pada endapan yang mirip gelatin dan paling sedikit pada endapan dengan
sifat makro-kristalin yang menonjol. Pada saat endapan terbentuk, langkah
selanjutnya dalam proses ini adalah meningkatkan kemurnian dari endapan
dengan cara menyaringendapan, melarutkannya lagi dan mengendapkan lagi
secara berulang-ulang.Hal ini dilakukan agar terjadi dekomposisi ion-ion yang
terikat oleh larutan pengikat (larutan basa) sedangkan ion-ion yang tidak terikat
oleh larutan pengikat akan bereaksi membentuk produk/hasil reaksi. Kopresipitasi
memiliki reaksi fisik dan kimia yang dapat dilihat pada tabel 2.5(Sholihah, 2010
dan Fernandez, 2011).
17
. Tabel 2.1.Reaksi fisik dan kimia dari metode kopresipitasi
Sifat Fisik Sifat Kimia
Suhu reaksi yang diperlukan , 100o C Proses Kopresipitasi akan
meninggakatkan pH
Pada Kopresipitasi dilakukan
pengadukan secara terus menerus agar
larutan homogen
Kopresipitasi dilakukan pada larutan
encer agar memudahkan proses
penyaringan
Memiliki ukuran partikel hasil sintetis
lebih kecil daripada metode sol state
dan lebih besar daripada metode sol gel
Meningkatkan homogenitas dengan
penambahan larutan pengendap.
Produk dari metode ini diharapkan memiliki ukuran partikel yang lebih
kecil dan lebih homogen daripada metoda solid state dan ukuran partikel yang
lebih besar dari pada metoda sol-gel. Bila suatu endapan memisah dari dalam
suatu larutan, endapan itu tidak selalu sempurna murninya, kemungkinan
mengandung berbagai jumlah zat pengotor, bergantung pada sifat endapan dan
kondisi pengendapan. Kontaminasi endapan oleh zat-zat yang secara normal larut
dalam cairan induk dinamakan kopresipitasi. Kita harus membedakan dua jenis
kopresipitasi yang penting. Yang pertama adalah yang berkaitan dengan adsorpsi
pada permukaan partikel yang terkena larutan, dan yang kedua adalah yang
sehubungan dengan oklusi zat asing sewaktu proses pertumbuhan kristal dari
partikel-partikel primer.
18
2.3.1. Kemurnian endapan
Setelah proses pengendapan masalah berikut adalah bagaimana cara mendapatkan
endapan semurni mungkin untuk mendapatkan hasil analisis seteliti mungkin. Ikut
sertanya pengotor pada endapan dapat dibedakan menjadi:
1.Pengendapan bersama (ko-presipitasi)
Pada proses pengotoran ini, zat pengotor mengendap bersama-sama endapan
yang diinginkan.Bentuk atau macam pengendapan bersama ini dapat
dibedakan:
a. Adsorpsi permukaan; zat pengotor teradsorpsi atau terserap pada permukaan
endapan, peristiwa ini dapatterjadi pada endapan berbentuk jel, karena
mempunyai luas permukaan cukup besar. Contoh ikut mengendapnya NaCl
pada endapan AgCl.
b. Inklusi isomorf; zat pengotor masuk kedalam kisi hablur endapan, dan
membentuk hablur campuran
c. Inklusi tak isomorf; zat pengotor larut dalam endapan dan membentuk
lapisan endapan. Contoh :pengotoran barium sulfat oleh barium nitrat.
d. Oklusi; zat pengotor terkurung dalam hablur endapan
2.Pengendapan susulan (post presipitasi)
Proses ini berupa pengendapan zat pengotor setelah selesainya
pengendapan zat yang diinginkan atau terjadinya endapan kedua pada permukaan
endapan pertama. Berbeda dengan pengendapan bersama , dimana endapan dan
19
pengotor mengendap bersama-sama. Pada proses ini senyawa yang diinginkan
mengendap dulu, baru zat pengotor menyusul mengendap. Makin lama endapan
dibiarkan dalam induk larutannya, makin meningkat jumlah zat pengotor
menyusul mengendap.
2.4. Bahan Nanopartikel
2.4.1. Tembaga (Cu)
Tembagamerupakan suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa Latin
Cuprum.Bahan ini merupakan konduktor panas dan listrik yang baik.Disamping
itu tembaga merupakan salah satu logam non-ferrous yang paling penting dan
banyak dipakai mulai dari industri sederhana sampai industri berteknologi tinggi.
Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan
dari senyawa tembaga(I) oksida (Cu2O), mengandung ion tembaga(I), Cu2+.
Senyawa tembaga(I) mudah dioksidasikan menjadi senyawa tembaga(II
), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO.
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun
hanya tembaga(II) yang stabil dan mendominasi dalam larutan air. Dalam larutan
air, hampir semua garam tembaga(II) berwarna biru, yang karakteristik dari warna
ion kompleks koordinasi 6, [𝐶𝐶𝐶𝐶(𝐻𝐻2𝑂𝑂)6]2+. Kekecualian yang terkenal yaitu
tembaga(II) klorida yang berwarna kehijauan oleh karena ion kompleks
[𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶4]2−yang mempunyai bangun geometri dasar tetrahedral atau bujursangkar
bergantung pada kation pasangannya.
20
Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk
hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Warna ini benar-benar khas hanya untuk
ion tetraakuokuprat(II) saja. Garam-garam tembaga(II) anhidrat, seperti
tembaga(II) sulfat anhidrat Cu2SO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam
larutan air selalu terdapat ion kompleks tetrakuo (Vogel, 1990).
Gambar 2.3.Tembaga
2.4.2. Sifat Kimia Tembaga
Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan
terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh suatau
lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa,
Cu(OH)2CO3.
Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen. Berekasi
dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan tembaga(II) sulfida dan untuk
reaksi dengan halogen membentuk tembaga(I) klorida , khusus klor yang
menghasilkan tembaga(II) klorida.
Pada umumnya lapisan tembaga adalah lapisan dasar yang harus dilapisi
lagi dengan nikel atau khrom. Pada prinsipnya merupakan proses pengendapan
logam secara elektrokimia, digunakan listrik arus searah (DC). Jenis elektrolit
yang digunakan adalah tipe alkali dan tipe asam.
21
Tabel 2.2.Data Sifat Kimia Tembaga
Data sifat kimia Keterangan Nama, lambang, nomor atom Tembaga, Cu, 29 Deret kimia Logam transisi Golongan, periode, blok 1B, 4, d Massa atom (g/mol) 63,546 Konfigurasi elektron [𝐴𝐴𝐴𝐴]3𝑑𝑑104𝑠𝑠1 Jumlah elektron tiap kulit 2, 8, 18, 1 Bilangan oksida(oksida amfoter) 2, 1 Elektronegatifitas (skala pauling) 1,90 ionisasi (kJ/mol) pertama: 745,5
kedua : 1957,9 ketiga : 3555
Jari-jari atom (pm) 135 Jari-jari kovalen (pm) 138 Struktul kristal Face centered cubic
Tabel 2.3 Beberapa senyawaan yang dibentuk oleh tembaga
Tembaga(II) Nama
CuO
Cu(OH)2
CuCl2
CuF2
CuS
CuSO4.5H2O
Cu(NO3)2.3H2O
tembaga(II) oksida
tembaga(II) hidroksida
tembaga(II) klorida
tembaga(II) fluorida
tembaga(II) sulfida
tembaga(II) sulfat pentahidrat atau vitriol biru
tembaga(II) nitrat trihidrat
2.4.3. Sifat Fisika Tembaga
Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning kemerahan seperti
emas kuning dank eras bila tidak murni. Mudah ditempa(liat) dan bersifat mulur
22
sehingga mudah dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat. Konduktor
panas dan listrik yang baik, setelah perak.
Tabel 2.4.Data Sifat Fisika Tembaga
Data sifat fisika Keterangan
Bentuk Padat
Warna Logam merah jambu
Massa jenis (g/m3) 8,96
Titik lebur (K) 1357,77
Titik didih (K) 2835
Kalor peleburan (kJ/mol) 13,26 Kalor penguapan (kJ/mol) 300,4 Kapasitas kalor (J/mol K) (250C) 24,440
2.4.4. Senyawa Cu2O
Copper(I) oxide atau tembaga oksida adalah senyawa anorganik dengan
rumus kimia Cu2O. Senyawa tersebut dapat berwarna merah, coklat bahkan
kehitaman, tergantung pada ukuran partikel. Dalam sejarah semikonduktor, Cu2O
merupakan salah satu bahan yang paling banyak dipelajari dan aplikasi
semikonduktor telah dibuktikan terlebih dahulu dalam material
semikonduktor.Bahan aditif seperti air dan asam mempengaruhi laju proses ini
serta oksida lebih lanjut untuk tembaga(III) oksida. Hal ini juga diproduksi secara
komersil dengan mereduksitembaga(II) solusidengansulfur dioksida.
Larutankloridatembagabereaksi dengandasaruntuk memberikanbahan yang sama.
Dalam semua kasus, warnasangatsensitif terhadapdetailprosedural. Pembentukan
tembaga(I) oksida adalah dasar dari uji Fehling dan uji Benedict untuk
23
mengurangi gula. Gula-gula ini mengurangi larutan alkali dari tembaga(II) garam,
memberikan endapan merah cerah dari Cu2O.
Tabel 2.5.Karakteristik Cu2O
Data sifat fisika Keterangan
Bentuk Padat
Warna Coklat Kehitaman,Merah
Massa jenis (g/m3) 6,0
Titik lebur (K) 1505
Titik didih (K) 2073
Cuprous Oxide (Cu2O) sebagai material semikonduktor merupakan bahan
dengan konduktivitas yang berada diantara isolator (penghantar listrik yang
buruk) dan konduktor (penghantar listrik yang baik).Material semikonduktor
bersifat sebagai isolator pada temperatur yang sangat rendah namun pada
temperature ruangan bersifat sebagai konduktor. Semikonduktor sangat berguna
karena sifat konduktifitasnya dapat dirubah dan dikontrol dengan memberi materi
lain ataumenambahkan ketidakmurnian (doping).Doping merupakan pengotor
bahan semikonduktor.
Dalam semikonduktor terdapat band gap(pita energi) dimana range energi
dalam suatu zat padat dimana tidak ada elektron yang berada padakeadaan stabil.
Struktur pita elektron dari padatan umumnya pita energy terdapat perbedaan
energi dalam elektron volt diantara pita valensi dan pita konduksi dimana
ditemukan isolator dan semikonduktor.
24
Dalam sejarah semikonduktor, Cu2O adalah salah satu bahan yang paling
banyak dipelajari, dan banyak pengamatan eksperimental dan aplikasi
semikonduktor telah dibuktikan terlebih dahulu dalam materi semikondukor,
semikonduktor dioda. Oksida tembaga umumnya digunakan sebagai pigmen,
fungisida dan agent antifrouling untuk cat laut. Rectifier dioda berdasarkan bahan
yang telah digunakan industry sejak awal tahun 1924, jauh sebelum silicon
menjadi standar.
Gambar 2.4.Cuprous Oxide (Cu2O)
2.5. Semikonduktor
Semikonduktor merupakan bahan padat yang mempunyai pita valensi
yang berenergi rendah dan pita konduksi yang berenergi lebih tinggi. Pada suhu
nol mutlak, pita valensi terisi penuh oleh elektron dan pita konduksi tidak terisi
dengan electron (kosong), sehingga pada suhu nol mutlak material ini menjadi
isolator sempurna. Terjadinya perpindahan elektron dari pita valensi ke pita
konduksi diakibatkan oleh pengaruh suhu dan penyinaran. Tetapi secara alami
pada suhu di atas nol mutlak, sebagian elektron telah berada di pita konduksi.
Elektron dapat berpindah bila energinya lebih besar atau sama dengan celah
energi yang ada di atasnya.
25
Elektron yang berpindah ke pita konduksi akan menjadi elektron bebas
dan akan meninggalkan sejumlah kekosongan di pita valensi yang disebut sebagai
lubang (hole) yang nantinya akan berekombinasi kembali dengan elektron.
Elektron dan hole inilah yang menjadi penghantar arus listrik pada material
semikonduktor. Berdasarkan asal muatan pembawa, semikonduktor dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu semikonduktor instrinsik dan semikonduktor
ekstrinsik. Semikonduktor instrinsik hanya terdiri dari sebuah unsur atau senyawa,
electron ataupun hole berasal dari atom itu sendiri.
Pada semikonduktor ekstrinsik, electron maupun hole-nya tidak hanya dari
bahan utamanya saja melainkan juga berasal dari atom-atom pengotornya.
Pemberian pengotor pada bahan semikonduktor disebut sebagai doping. Dengan
adanya doping, bahan semikonduktor mengalami perubahan jumlah pembawa
muatan, konduktivitasnya bertambah dan resistansinya menurun. Berdasarkan
mayoritas pembawa muatannya semikonduktor digolongkan menjadi
semikonduktor tipe-p dan semikonduktor tipe-n. Pada semikonduktor tipe-n atom
pengotornya kelebihan electron (atom donor) sehingga semikonduktor ini
bermuatan negatif, sedangkan pada semikonduktor tipe-p atom pengotornya
kekurangan elektron (atom akseptor) sehingga semikonduktor ini bermuatan
positif dengan pembawa mayoritas adalah hole. Jika disinari, bahan
semikonduktor akan mengalami efek fotovoltaik, yaitu penyerapan cahaya
sehingga menaikkan energi elektron sehingga tereksitasi ke level energi yang
lebih tinggi dan menghasilkan arus listrik.(Saputra, D.,2006).
26
2.5.1 Semikonduktor Cu2O (Cuprous dioxide)
Semikonduktor Cu2O merupakan semikonduktor tipe-p yang memiliki
celah pita enegi yang berkisar antara 2.0-2.1 eV, (He Ping, et al, 2004; Kuo CH,et
al, 2007; Lin X.F., et al., 2010; Sekhar, H, et al, 2012;) celah pita energy yang
dimiliki semikonduktor Cu2O ini merupakan rentang yang bisa diterima untuk
konversi energy surya, karena material semikonduktor dengan celah pita energy
antara 1 eV, sampai 2 eV merupakan material dengan cocok digunakan dalam
aplikasi sel surya.Penentuan nilai band gap merupakan salah satu parameter utama
dalam menentukan aplikasi yang sesuai untuk suatu material semikonduktor.
Struktur Kristal semikonduktor Cu2O adalah kubik. Nilai parameter kisi a
= 4.27 �̇�𝐴, memiliki massajenis 0.609 g/cm3 dan tidak larut dalam air. Senyawa
Cu2O atau cuprous oxide memiliki nama lain copper (I) oxide, cuprite (mineral),
atau Read Copper Oxide. (Lestari.,V, 2009)
Gambar 2.5. Struktur kristal Cu2O
27
2.6. Karakterisasi Nanopartikel
2.6.1. X-Ray Diffractometry(XRD)
Difraksi sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu
padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas
puncak difraksi dengan data standar. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung
dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara
atom dalam kristal.
Gambar 2.6. Difraksi Bidang Atom
Gambar 2.6. menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ,
jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang
dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang
yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas
dihamburkan dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuh jarak
sesuaidengan perbedan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Sebagai
contoh, berkas kedua yang ditunjukkan gambar 2.7. harus menempuh jarak lebih
jauh dari berkas pertama sebanyak PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling
menguatkan dinyatakan oleh :
nλ = PO + OQ = 2ON sinθ = 2d sinθ (1.1)
28
Persamaan (1.1) disebut dengan hukum Bragg dan harga sudut kritis θ
untukmemenuhi hukum tersebut dikenal dengan sudut Bragg.
Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai
permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar
tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan
berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif
(menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi
inilah yang digunakan untuk analisis.
Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat
akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat
dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut
tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.
Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut
bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan
sinar–X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut Indeks Miller.
Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga
jika disinari dengan sinar-X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram
yang khas pula.
Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak
grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut
dengan database ICDD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD dengan
menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program RIETAN.
Melalui refinement tersebut, fase beserta sruktur, space group, dan parameter kisi
29
yang ada pada sampel yang diketahui. Melalui grafik XRD, grain size dari sampel
juga dapat diperkirakan. Grain size dihitung dengan menggunakan persamaan
Scherrer, yaitu :
𝑆𝑆 = 0,9 . 𝜆𝜆𝐵𝐵 cos 𝜃𝜃
(2.1)
dengan :
S = grain size
λ = panjang gelombang berkas sinar X
B = FWHM (full width half maximum).
𝜃𝜃 = besar sudut dari puncak dengan intensitas tinggi.
Gambar 2.7. Instrumentasi XRD (X-Ray Difraction)
30
2.6.2. SEM (Scanning Electron Microscope) -EDX
SEM (Scaning Electron Microscope) merupakan mikroskop elektron yang
didesain untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis
menggunakan berkas electron. Adapun fungsi utama dari SEM antara lain dapat
digunakan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai topografi (ciri-ciri
permukaan), Morfologi (bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek ), dan
Informasi kristalografi objek.Pada intrument SEM terintegrasi sebuah detektor
Energy Dispersive X-ray (EDX) yang memungkinkan dilakukannya mikroanalisis
secara kualitatif dan semi kuantitatif untuk menentukan komposisi unsur-unsur
dari suatu objek material.
Prinsip kerja SEM yaitu bermula dari electron beam yang dihasilkan oleh
sebuah filamen pada electron gun. Pada umumnya electron gun yang digunakan
adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi
sebagai katoda. Tegangan diberikan kepada lilitan yang mengakibatkan terjadinya
pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron
melaju menuju ke anoda. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi
molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi
jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron
terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih
yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada
dalam sampel dianalisis. Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan oleh
tumbukan dengan elektron yang dihamburkan oleh sampel(Gambar 2.8). (Zhou
W., et al, 2006; )
31
Gambar 2.8.Prinsip Kerja SEM (Scanning Electron Microscopy)-EDX
Untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom
para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive
Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini,
namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X
karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita
ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan
maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang
terkandung. Dengan EDS dapatjuga dilakukan elemental mapping (pemetaan
elemen) dengan memberikan warna berbeda – beda dari masing – masing elemen
di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif
dari persentase masing – masing elemen.
32
Gambar 2.9.Instrumentasi Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)-EDX
2.6.3. Konduktivitas Listrik
Konduktivitas listrik σ (S/cm) berhubungan dengan resistivitas ρ (Ω cm)
sesuai dalam persamaan 2.2:
σ = 1ρ (2.2)
Peningkatan konduktivitas listrik disebabkan oleh eksitasi dari
penambahan pengisian bebas yang diangkut oleh cahaya energi tinggi pada
semikonduktor dan isolator. Material alami maupun buatan yang terdapat di alam
dapat diklasifisikan menjadi tiga yaitu konduktor, isolator dan semikonduktor.
Nilai dari konduktivitas listrik ketiga material tersebut berbeda. Material
semikonduktor mempunyai nilai konduktivitas antara selang dari (10-8
– 103)
S/cm.(Sze, S.M., 2007.)
33
Gambar2.10. Spektrum Konduktivitas Listrik dan Resistivitas
Resistansi suatu material bergantung pada panjang, luas penampang
lintang, tipe material dan temperature. Pada material ohmik resistansinya tidak
bergantung pada arus dan hubungan empiris ini disebut dengan hukum Ohm yang
dinyatakan sesuai dalam persamaan 2.3 :
V = IR; R = konstan (2.3)
Untuk material nonohmik, arus tidak sebanding dengan tegangan. Resistansinya
bergantung pada arus, didefinisikan sesuai dalam persamaan 2.4:
𝑅𝑅 = 𝑉𝑉𝐼𝐼 (2.4)
Kurva hubungan arus dan tegangan pada material Ohmik adalah linear
sedangkan material nonohmik kurva hubungannya tidak linear. Resistansi suatu
kawat penghantar sebanding dengan panjang kawat dan berbanding terbalik
dengan luas penampang lintang sesuai dalam persamaan 2.4 :
𝑅𝑅 = ρ 𝐿𝐿𝐴𝐴 (2.5)
34
Dimana ρ disebut resistivitas material penghantar. Satuan resistivitasadalah ohm
meter (Ωm). Kebalikan dari resistivitas disebut konduktivitas (σ).Adapun nilai
konduktivitas suatu material bergantung dari sifat material tersebut. Konduktivitas
listrik adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik.
Persamaan berikut merupakan hubungan konduktivitas listrik dan resistansi sesuai
dalam persamaan 2.6 dan 2.7 :
𝑅𝑅 = 𝐿𝐿σ𝐴𝐴
(2.6)
σ = 𝐿𝐿𝑅𝑅𝐴𝐴
(2.7)
Nilai konduktivitas pada suatu material dapat diukur dengan mengunakan
probe empat titik (four point probe), yaitu suatu jajaran empat probe diletakkan
di atas material yang diukur konduktivitasnya. Kemudian sumber tegangan
dipasang pada dua probe terluar untuk menghasilkan arus diantara probe dalam,
dengan demikian pada probe bagian dalam akan timbul tegangan. (Keithley,
2005). Hasil yang telah didapat dianalisa berdasarkan hukum ohm.
Gambar 2.11. Penentuan Konduktivitas Metode four point Collinear probe
35
2.6.4. Spektofotometer Ultra Violet-Visible (UV-Vis)
Karakterisasi dengan Spektofotometer Ultra Violet-Visible (UV-Vis)
dilakukan untuk membantu penentuan sifat optik seperti besarnya energi
gap.Spektroskopi adalah teknik yang digunakan untuk mengeksitasi elektron
valensi dalam atom seperti celah pita (band) dari atom atau molekul. (M.M.
Grady, 2006) Spektofotometer ini merupakan gabungan antara spektrofotometri
UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya
UV dan sumber cahaya Visible. Spektrofotometer UV-Vis mempunyai rentang
pengukuran pada panjang gelombang 200-800 nm (Gambar).Gugusan atom yang
mengabsorpsi radiasi UV-Vis adalah gugus kromofor. Ketika suatu molekul
sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik, molekul tersebut akan
mengabsorbsi radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Pada molekul terjadi
transisi elektronik dan absorbsi tersebut menghasilkan garis spektrum (Gambar
2.12).
Gambar 2.12. Spektrum Gelombang Elektromagnetik
36
Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) digunakan untuk
menentukan lebar celah pita energi dalam semikonduktor.Lebar celah pita energi
semikonduktor menentukan sejumlah sifat fisis semikonduktor tersebut.Beberapa
besaran yang bergantung pada lebar celah pita energi adalah mobilitas pembawa
muatan dalam semikonduktor, kerapatan pembawa muatan, spektrum absorpsi,
dan spektrum luminisensi. Ketika digunakan untuk membuat divais
mikroelektronik, lebar celah pita energi menentukan tegangan cut off
persambungan semikonduktor, arus yang mengalir dalam devais,
kebergantunganarus pada suhu, dan sebagainya.
Gambar 2.13. Prinsip Kerja UV Vis Spectroscopy
Dasar pemikiran metode penggunaan UV-Vis sederhana. Jika material
disinari dengan gelombang elektromagnetik maka foton akan diserap oleh
elektron dalam material. Setelah menyerap foton, elektron akan berusaha
meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jika elektron yang menyerap foton
mula-mula berada pada puncak pita valensi maka tingkat energi terdekat yang
37
dapat diloncati electron adalah dasar pita konduksi. Jarak ke dua tingkat energi
tersebut sama dengan lebar celah pita energi.
Gambar 2.14.Eksitasi elektron saat di sinari dengan gelombang.
Jika energi foton yang diberikan kurang dari lebar celah pita energi maka
elektron tidak sanggup meloncat ke pita valensi.Elektron tetap berada pada pita
valensi.Dalam keadaan ini dikatakan elektron tidak menyerap foton.Radiasi yang
diberikan pada material diteruskan melewati material (transmisi). Elektron baru
akan meloncat ke pita konduksi hanya jika energi foton yang diberikan lebih besar
daripada lebar celah pita energi. Elektron menyerap energi foton tersebut.Dalam
hal ini dikatakan terjadi absorpsi gelombang oleh material.Ketika kita
mengubahubah frekuensi gelombang elektromagnetik yang dijatuhkan ke material
maka energi gelombang dimana mulai terjadi penyerapan oleh material
bersesuaian dengan lebar celah pita energi material.Lebar celah pita energi
semikonduktor umumnya lebih dari 1 eV.Energi sebesar ini bersesuaian dengan
panjang gelombang dari cahaya tampak ke ultraviolet. (Abdullah M.,et al, 2008).
38
Gambar 2.15.Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis
Pengukuran dengan UV-Vis spektrofotometer dilakukan pada
nilaiabsorbansi.Absorbansi dengan simbol A dari larutan merupakan logaritma
dari (1/T atau logaritma lo/l).Absorbsi meliputi transisi dari tingkat dasar ke
tingkat yang lebih tinggi, yakni tingkat tereksitasi. Dengan menelaah frekuensi
bahan yang tereksitasi maka dapatdiidentifikasi dan dianalisis karakteristik dari
sebuah bahan.
Pada bahan semikonduktor, kemampuan dalam menyerap radiasiatau
energi disebut sebagai absorbansi dimana masing-masing bahan semikonduktor
memilki nilai absorbansi dengan rentang panjang gelombang yang berbeda-
beda.Absorbansi yang diukur instrument Uv-Vis sesuai dengan hukum Lambert-
Berr :
𝐴𝐴 = 𝜀𝜀. 𝑏𝑏.𝐶𝐶 (2.8)
Dengan : A = Absorbansi (unit absorbansi / a.u.)
𝜀𝜀 = Absorpivitas molar (M-1cm-1)
39
b = tebal larutan (cm)
C = konsentrasilarutan (M)
𝛼𝛼 = − 1𝑏𝑏𝐶𝐶𝑙𝑙 𝐼𝐼
𝐼𝐼0 (2.9)
Dimana : α = koefisien absorbsi
b = tebal sampel (cm)
I0 = intensitas cahaya yang menuju sampel (W/m2)
I = intensitas cahaya yang keluar dari sampel (W/m2)
Transmitansi didefinisikan sebagai rasio antara intensitas cahaya yang
ditransmisikan dengan intensitas cahaya yang menuju sampel.
𝑇𝑇 = 𝐼𝐼𝐼𝐼0
(2.10)
hubungan antara absorbansi dan transmitansi sebagai berikut :
A = −logT (2.11)
Penentuan nilai energi gap (celah energi) semikonduktor dapat dilakukan
dengan membuat ekstrapolasi pada daerah linier dari grafik hubungan antara
(αhυ)2sebagai absis (sumbu y)terhadap hυsebagai ordinat (sumbu x)berdasarkan
persamaan :
αhυ = C(hυ – Eg)n/2 (2.12)
dengan : C = konstanta
n = bilangan yang bergantung sifat transisi
α = koefisien absorbansi
hυ = energi Foton (eV)
40
Kemudian dalam penentuan nilai energi foton semikonduktor dihitung berdasarkan persamaan :
𝐸𝐸𝑔𝑔 = ℎ𝑐𝑐 λ
(2.13)
dengan :
h = tetapan Planck (6,63 x 10-34 J.s atau 4.14 ×10–15eV)
c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
λ = panjang gelombang (m)
Dengan melakukan ekstrapolasi bagian linier kurva (αhυ)2terhadap hυ
memotong absis, diperoleh nilai energi yang dinamakan celah energi (Eg).
Ekstrapolasi dilakukan pada daerah kurva yang meningkat tajam, dimana daerah
tersebut menyatakan terjadinya transisi langsung. (Sze, S.M., 2007.)
2.6.5. FTIR(Fourier Transform Infra Red)
FTIR (Fourier Transform Infra Red)merupakanmetode analisis material
dengan menggunakan spektroskopi sinar infra merah.FTIR ini adalah teknik yang
digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi dan
transmitansi dari sampel padat, cair maupun gas. Karakterisasi dengan
menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi antar atom.
FTIR juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik serta
analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorpsi
senyawa pada panjang gelombang tertentu. (Thermo Nicolet Corp, 2001)
41
Sinar infra merah memiliki rentang panjang gelombang dari 2.5 μm
sampai 25 μm. Adapun frekuensi sinar infra red memiliki rentang dari 400 cm-
1sampai 4000 cm-1. FTIR merupakan salah satu pengujian tidak merusak.Dalam
spektroskopi sinar infra merah, radiasi sinar infra merah ditembakkan ke arah
sebuah molekul.Sebagian radiasi sinar infra merah tersebut diserap (diadsorpsi)
oleh molekul dansebagian lagi diteruskan (ditransmisikan) melalui molekul
tersebut yangmenghasilkan sebuah spektrum.Hasil spektrum tersebut mewakili
nilai adsorpsidan transmisi dari molekul. Seperti sidik jari manusia, tidak ada
molekul yangmemiliki nilai spektrum atau vibrasi yang sama. Hal itu
menyebabkanspektroskopi infra merah sangat bermanfaat untuk menganalisis dari
molekul.Instrumen FTIR memiliki 5 komponen, yaitu Sumber sinar infra merah,
Interferometer, Sampel, Detektor, dan komputer.Alat uji FTIR ditunjukkan seperti
pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Instrumentasi Uji FTIR (Fourier Transform Infra Red)
42
Pengujian FTIR memiliki 3 fungsi, yaitu (i) untuk
mengidentifikasimaterial yang belum diketahui, (ii) untuk menentukan kualitas
atau konsistensisampel, dan (iii) untuk menentukan intensitas suatu komponen
dalam sebuahcampuran. FTIR merupakan pengujian kuantitatif untuk sebuah
sampel.Ukuranpuncak (peak) data FTIR menggambarkan jumlah atau intensitas
senyawa yangterdapat didalam sampel.FTIR menghasilkan data berupa grafik
intensitas danfrekuensi.Intensitas menunjukkan tingkatan jumlah senyawa
sedangkan frekuensimenunjukkan jenis senyawa yang terdapat dalam sebuah
sampel. Gambar 2.18menunjukkan hasil proses pengujian instrumental FTIR.
(Thermo Nicolet Corp, 2001)
Gambar 2.17.Proses Pengujian instrumental FTIR