web viewkelebihan harta atas kebutuhan pokok harus didistribusikan dalam instrumen-instrumen...
TRANSCRIPT
Urgensi Investasi Dalam Islam
Oleh : Khamim
A. PENDAHULUAN
Pada saat kesadaran masyarakat untuk melakukan investasi demi pemerataan
dan kemakmuran mulai tumbuh, penduduk Indonesia yang mayoritas muslim
dibenturkan dengan keadaan yang tidak bisa menjadi pilihan yaitu adanya sistem
gambling atau spekulasi yang telah secara jelas hal tersebut tidak diperbolehkan
dalam Islam. Berangkat dari fenomena diatas maka diperlukanlah adanya kajian dan
pemahaman tentang investasi menurut kacamata syariah.
Dalam pandangan syariah Islam hukum asal ibadah adalah haram, kecuali
terdapat nash yang menghalalkannya. Hukum asal muamalah adalah boleh, kecuali
terdapat aturan Illahiah yang mengharamkannya. Investasi merupakan salah satu
bentuk aplikasi dari hukum muamalah sehingga memiliki hukum boleh.
Sejalan dengan kewajiban bekerja dalam Islam yang telah tertulis dalam Al-
Quran dan Hadits maka hukum investasi-pun menjadi halal dan syah, selama dalam
teknisnya tidak terkandung hal-hal yang menyalahi prinsip dasar dari transaksi yang
halal.
Penghalalan tersebut dapat kita lihat dari beberapa dalil yang ada di dalam al-
Qur’an dan hadits Rasulullah diantaranya adalah:
Q.S at Taubah ayat:34 yang berisikan larangan penimbunan modal (emas dan
perak).
Q.S al-Isra ayat 29 yang menyatakan bahwasanya Islam mendorong untuk
menabung karena menabung adalah langkah awal dalam investasi.
H.R Nasa’i dan Turmudzi yang isinya adalah memerintahkan kepada para pemilik
modal untuk menginvestasikan segala asset yang dimiliki pada pos-pos yang
dibenarkan oleh syariat guna mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan orang-
orang yang menjadi tanggungannya.
B. INVESTASI DALAM PANDANGAN ISLAM
Investasi memiliki dua pengertian yaitu secara ekonomi dan moneter. Secara
makna ekonomi investasi menurut P. Samuelson W. Nordhaus diartikan dengan
“Economic activity that forgoes consumtion today with an eye to increasing output in
future.” Investasi bisa berupa tangible capital ataupun intangible capital. Tangible
capital seperti alat-alat produksi sedangkan intangible capital yaitu pendidikan, riset,
dan kesehatan.1
Adapun investasi secara moneter adalah meminjamkan uang atau asset dengan
prinsip jaminan masa depan dengan tujuan beroleh income atau revenue.2
Investasi merupakan salah salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi
proses tadrij (ilmu pengetahuan yang memiliki gradasi) dan trichotomy (tiga jenis
pengetahuan, yaitu pengetahuan instrumental_herrschfswissen_, pengetahuan
intelektual_beldungswissen_, dan pengetahuan spiritual_erlosungswissen_)3. Hal
tersebut dapat dibuktikan bahwa konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga
bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat
dari sebuah ilmu dan amal.4
Dalam Al-Quran surat Lukman : 34 Allah secara tegas menyatakan bahwa
tiada seorang-pun yang dapat mengetahui apa yang akan diperbuat dan
diusahakannya, serta peristiwa yang akan terjadi pada esok hari. Sehingga dengan
ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkan melakukan investasi (invest sebagai
kata dasar dari investment memiliki arti menanam)5 sebagai bekal dunia dan akhirat.
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.6
dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman : 34)
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda,”Ketahuilah, Siapa yang
memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia
menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu idle, sehingga
harta itu terus berkurang lantaran zakat”
Selain itu kegiatan investasi atau perputaran harta dalam Islam tidak boleh hanya
dalam satu golongan saja. Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam Q.S Al-Hasyr ayat
7 yang artinya:” ....Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya diantara
kamu.”
Seperti yang kita ketahui bersama seringkali seorang investor (konvensional)
melakukan spekulasi dalam melakukan transaksi guna mendapatkan return yang besar. Hal
inilah yang didalam ajaran Islam salah satunya yang dilarang dalam hal muamalah (jual beli),
karena di dalamnya mengandung unsur merugikan orang lain. Selain itu dalam praktiknya
yang sering terjadi adalah sifat gambling (istilah gambling identik dengan maysir dalam
Islam).
Rambu-rambu pokok yang seyogyanya diikuti oleh setiap investor muslim :7
1. Terbebas dari unsur riba,
2. Terhindar dari unsur gharar (penipuan),
3. Terhindar dari unsur maysir (judi),
4. Terhindar dari unsur subhat (tercampur antara halal dan haram),
5. Terhindar dari unsur haram.
INSTRUMEN INVESTASI DALAM PERSPEKTIF SYARIAH
1. RETURN DAN RESIKO (Risk) DALAM PANDANGAN ISLAM
RETURN DALAM PANDANGAN ISLAM
Konsep pendapatan atau return di dalam Islam adalah Islam menganjurkan kepada
umatnya untuk mencari penghidupan sebanyak mungkin demi kesejahteraan hidupnya
didunia sebagaimana tertuang di dalam al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 10:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Selain itu juga diterangkan di dalam al-Qur’an surah al-Qashash ayat 77 sebagaimana
berikut:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”8
Selain itu mengenai return juga diterangkan dalam hadits Nabi yang berbunyi:
“Carilah kebahagiaan (mencari harta sebanyak-banyaknya) di dunia seakan-akan engkau
akan hidup selamanya. Dan beribadahlah kamu setiap saat seakan-akan engkau akan mati
esok hari.”
Merujuk dari surat At-Taubah : 34-35 :
3 šúïÏ%©!$#ur šcrã”É\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZム’Îû È@‹Î6y™ «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#x‹yèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ tPöqtƒ 4‘yJøtä†
$ygøŠn=tæ ’Îû Í‘$tR zO¨Zygy_ 2”uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâ‘qßgàßur ( #x‹»yd $tB öNè?÷”t\Ÿ2 ö/ä3Å¡àÿRL{
(#qè%rä‹sù $tB ÷LäêZä. šcrâ“ÏYõ3s? ÇÌÎÈ
”... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At-Taubah : 34-35)
Kata yang berarti menyimpan, menurut Abu Dzar diartikan bahwa
umat manusia hanya diperintahkan mencukupkan harta benda sebatas pada kebutuhan
pokoknya semata. Abu Dzar berpendapat bahwa haram hukumnya memiliki harta benda
melebihi kebutuhan manusia. Dan setiap kelebihan harus didistribusikan ke jalan-jalan Allah
melalui mekanisme zakat, infaq dan shadaqah. 9
Dari perumpamaan tersebut, dapat pula dikatakan menurut paham Abu Dzar, bekerja
dalam Islam diwajibkan, namun mengambil return atas investasi melebihi kebutuhan
pokoknya diharamkan. Kelebihan harta atas kebutuhan pokok harus didistribusikan dalam
instrumen-instrumen keuangan.
Namun bila ditinjau lebih jauh, tidak terdapat unsur kuantitas dalam ayat tersebut.
Artinya, hukuman Allah diperuntukkan hanya bagi
(harta untuk dirinya sendiri) tanpa mempertimbangkan kemaslahatan umat. Dalam hal ini
bisa dikatakan sebagai perilaku penimbunan (ikhtikar).
Secara kontekstual, hukuman Allah di atas tidak termasuk didalamnya bagi para
penabung (iddtikar) untuk persiapan hari esok. Kehidupan di dunia bersifat fluktuatif,
kebutuhan manusia-pun sifatnya labil. Bisa berarti kebutuhan tersier hari ini merupakan
kebutuhan pokok di masa mendatang. Untuk itulah menabung sangat perlu guna berjaga-jaga
(precantionary motive) di hari esok.
Menurut jumhur ulama dinyatakan bahwa tidak ada batasan maksimal kepemilikan
harta sejauh menjaga kaidah-kaidah dalam berusaha dan menggunakan harta benda sesuai
syariat. Manusia tidak bersalah dan tidak akan dihisab karena mengumpulkan harta benda
yang tidak terkira dan tidak terhitung tersebut.10
Kaidah-kaidah syariat erat hubungannya dengan hak orang lain yang ada di dalam diri
kita. Dalam melakukan investasi hendaklah kita juga memikirkan keuntungan untuk orang
lain disamping keuntungan yang kita dapatkan. Konsep ini disebut dengan keadilan. Dalam
mencari pendapatan atau penghidupan haruslah sesuai dengan kaidah syariah. Bagaimana
seseorang memperoleh return, serta digunakan untuk kegiatan apa return tersebut menjadi
polemik baru dalam berinvestasi.
RESIKO (Risk) DALAM PANDANGAN ISLAM
Dalam Islam Resiko disebut dengan istilah gharar yang berarti ketidakpastian.
Sementara Ibn Qayyim menjelaskan bahwa gharar adalah kemungkinan ada dan tidak ada.
Sebagaimana Ibn Taymiyah, dinyatakan juga bahwa jual belinya dilarang karena merupakan
bentuk masyrir atau perjudian.
Kalau resiko ini secara sederhana disamakan dengan ketidakpastian (uncertainty), dan
ketidakpastian ini dianggap gharar dan dilarang maka ini menjadi rumit.
Van Deer Heidjen cukup dianggap membantu dengan kategorisasi uncertainty yang
diidentifikasikannya. Menurutnya, hasil masa depan yang memiliki ketidakpastian dapat
digolongkan menjadi tiga: risk, structural uncertainty, dan unknowables. Yang pertama, risk,
memiliki preseden historis dan dapat dilakukan estimasi probabilita untuk tiap hasil yang
mungkin muncul. Structural uncertainty adalah kemungkinan terjadinya suatu hasil yang
bersifat unik, tidak memiliki preseden dimasa lalu, tetapi tetap terjadi dalam logika
kausalitas. Yang terakhir adalah, unknowables menunjuk kejadian yang secara ekstrem
kemunculannya tidak terbayang sebelumnya. Dengan demikian kasus gharar akan banyak
terjadi pada kasus terakhir, unknowables.
Al-Suwailem membedakan resiko menjadi dua tipe. Pertama, resiko pasif, seperti
game of chance, yang hanya mengandalkan keberuntungan. Kedua, resiko responsif yang
memungkinkan adanya distribusi probabilitas hasil keluaran dengan hubungan kausalitas
yang logis. Kalau yang pertama disamakan dengan game of chance, yang disebut belakangan
bisa disebut game of skill.
Kesediaan menanggung resiko merupakan hal yang tidak terhindarkan, tetapi resiko
yang boleh dihadapi adalah resiko yang melibatkan pengetahuan, sebagai game of skill
bukannya game of chance. Jika game of skill dibenarkan, konsekuensi logisnya adalah
keharusan penguasaan manajemen risiko.
Masing-masing investasi memiliki tingkat resiko yang terbagi dalam low risk low
return, moderat risk medium return dan high risk high return. Oleh karena itu Islam dalam
menanggapi masalah resiko dalam berinvestasi menganjurkan umatnya untuk menggunakan
prinsip kehati-hatian (prudent). Sikap wara’ (berhati-hati) adalah tidak menanamkan saham
di dalamnya dan menjauhinya karena sebagaimana disebutkan oleh si penanya bahwa yang
dominan, ia bertransaksi dengan riba. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda: دع ما يريبك إلى ما ال يريبك
“Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu kepada apa yang tidak membuatmu ragu.”
Demikian pula sabda beliau:
وعرضه لدينه استبرأ بهات الش قى ات من
“Barang siapa yang menjauhi hal-hal yang syubhat (samar-samar), berarti dia telah
membebaskan tanggungan dirinya untuk (kepentingan) agama dan kehormatannya.”
Akan tetapi, andai misalnya seseorang telah terlanjur menjalani dan menanamkan
sahamnya, maka wajib baginya untuk mengeluarkan keuntungan ribawi sesuai dengan
prosentasenya; jika kita perkirakan bahwa keuntungan dari riba tersebut sebesar 10%, maka
orang tersebut harus mengeluarkan keuntungan yang 10% tersebut, jika kita perkirakan
keuntungannya 20%, maka 20% nya yang dikeluarkan, demikian seterusnya.
Sedangkan bila seseorang tidak mengetahui berapa persentasenya, maka sebagai sikap
hati-hati (preventif), orang tersebut harus mengeluarkan separoh dari keuntungan tersebut.
2. OPTIONS (OPSI) DALAM PANDANGAN ISLAM
Options adalah suatu perjanjian kontrrak antara penjual opsi (seller atau writer)
dengan pembeli opsi (buyer) dimana penjual opsi menjamin adanya hak (bukan suatu
kewajiban) dari pembeli opsi untuk membeli atau menjual saham (option stock) tertentu pada
waktu (expiration date) dan harga yang telah ditetapkan (exercise price, contract price,
striking price).
Mengenai options Islam memiliki tiga pandangan tentang hukum options yaitu:
Sebagian jumhur ulama’ ada yang menolak options dan ada pula yang menerimanya.
Pendapat tersebut didasarkan pada ketiga penggolongan dibawah ini:
1. Menggolongkan options sebagai akad al-khiyarat
2. Menggolongkan options sebagai akad al-‘urbun
3. Menggolongkan options sebagai akad ba’i al manfaah
Ad.1
Khiyarat diartikan sebagai hak untuk membatalkan jual beli. Dalam Islam khiyar ada
dua yaitu:
1. Hak ini timbul karena sendirinya yaitu khiyar ‘aib (karena ada cacat pada barang).
Khiyar ar-ru’yah ( karena barang tidak sesuai dengan keinginan pembeli).
2. Hak ini timbul karena disepakati dalam kontrak. Yaitu: khiyar asy-syarat (ada syarat
yang harus dipenuhi), khiyar at-ta’in (hak untuk mengidentifikasi).
Menurut penggolongan ini options termasuk kepada khiyar jenis kedua karena options
terjadi karena adanya kesepakatan antara penjual opsi dengan pembeli options dalam suatu
kontrak.
Ad.2
Pendapat kedua menggolongkan options sebagai akad a’urbun yaitu uang muka yang
dibayar pembeli. Uang ini akan dieprhitungkan menjadi bagian dari harga bila jual beli itu
jadi dilaksanakan. Namun bila si pembeli membatalkan maka uang tersebut akan menjadi
pemilik penjual.
Dilihat dari tujuan akad analogi ‘urbun dengan options tampaknya tidak relevan. (Abu
Sulaiman, al-Ikhiyarat, 32)
Ad.3
Pendapat ketiga mengglongkan options sebgai akad jual beli manfaat. Sebagaimana kita
pahami jual beli haruslah ada barang sebagai bjek jual beli. Kemudian muncul permasalahan
dalam hal ini tentang pengertian barang. Barang yang dimaksud disini adalah barang
berwujud sebagaimana jumhur ulama. Dalam kerangka pendapat ini options ditolak karena
tidak ada kejelasan barang yang diperjuabelikan.
Options diperbolehkan asalkan tidak menuntut adanya kompensasi atas sejumlah uang
untuk hak yang diberikannya kepada penjual. (Abu Sulaiman ”al-ihktiyarat: Dirasah
Tahkiliyah Muqaranah”Majalla al-Buhuts al Fiqiyyah al-Mu’asarah.XV hlm. 6-38; al-Jundi,
Muamaat al-Busrah. Hlm 133).
Sebagian ulama yang memperbolehkan options merujuk kepada hadits yang
meriwayatkan bahwa “Rosulullah SAW membeli seekor unta dari Jabir, dengan menyetujui
syarat yang diminta oleh Jabir, yaitu diperbolehkan mengendarai unta tersebut sampai
Madinah.”
3. MEKANISME DAN EFISIENSI PASAR DALAM PANDANGAN SYARIAH
Adam Smith dalam teorinya yaitu the invisibe hand, menyatakan bahwa mekanisme
pasar terutama dalam hal penentuan harga ditentukan oleh tangan-tangan ghaib, biarlah pasar
yang menentukan harga sendiri, kalaupun terjadi distorsi pasar terhadap jumlah demand dan
supply maka pasar dengan sendirinya akan merespon perubahan tersebut menuju equilibrium
price.
Kemudian menurut Imam Abu Yusuf, mekanisme pasar yang sesuai dengan prinsip
Islam adalah tidak adanya campur tangan dalam proses penentuan harga oleh negara atau
individual, apalagi jika penenetuan harga ditempuh dengan cara merusak perdagangan yang
fair dengan kata lain penentu harga adalah Tuhan.
Dalam implementasinya, teori Imam Abu Yusuf_penawaran dan permintaan_ lebih
dikenal dengan prinsip atas dasar suka sama suka sebagaimana tercantum di dalam surat an-
Nisa: 29.
$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷�t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot�»pgÏB `tã <Ú#t�s? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/
$VJŠÏmu‘ ÇËÒÈ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.11 Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An- Nisa : 29)
Makna suka sama suka sendiri adalah saling menguntungkan tanpa ada salah satu
pihak yang termarginalkan serta saling memberi ganti rugi yang sepadan (tidak bathil) .
Meski secara tekstual kedua pendapat tersebut terlihat bertolak belakang, namun
secara kontekstual sama. Mekanisme pasar ditentukan oleh Tuhan melalui konsep Islam telah
direfleksikan dalam bentuk penawaran dan permintaan dalam konsep konvensional.
Kesamaan tujuan tersebut disebabkan karena teori yang diangkat oleh Adam Smith yang
telah menjadi acuan berpikir dan bertindak manusia dalam hal perdagangan dan investasi
hingga dewasa ini merupakan adopsi dari teori Imam Abu Yusuf.
Berbicara mengenai mekanisme pasar kita juga tidak terlepas dari informasi.
Informasi dalam pasar digunakan untuk mengidentifikasi keefisienan sebuah pasar.
Keakuratan dan kelancaran informasi semakin menentukan tingkat keefisienan pasar.
Prinsip investasi yang selama ini dilaksanakan oleh para investor adalah dengan
menggunakan insider trading, walaupun telah jelas secara legal formal UU Pasar Modal
melarang penggunaan insider trading dalam investasi terutama dalam pasar modal.. Namun
pembuktian pelaksanaan insider trading sangat sulit dilacak.
Insider trading merupakan memakai informasi orang dalam perusahaan untuk
memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang (perdagangan saham yang dilakukan
orang dalam perusahaan.12
Mengenai informasi yang ada di pasar, Islam melarang adanya insider trading karena
terdapat salah satu pihak yang tidak mengetahui informasi pasar secara lengkap sehingga
akan merugikan salah satu pihak yang ada jika terjadi sebuah transaksi. Sebagaimana
dilarangnya Talakki ruban dalam jual beli.
Dalam berinvestasi Al-quran mengajak kita berbicara dengan nilai bukan nominal
(angka). Khadijah berkata ”Tidak seorang pun yang menjual barang saya yang memperoleh
keuntungan yang sangat besar seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, karena
Rasulullah mencari nilai, dan orang mencari nominal”. Mencari nominal belum tentu dapat
nilai. Oleh karena itu jangan melihat dari sudut nominal tapi lihat dari sudut nilai.
4. SYARAT INVESTASI YANG SESUAI SYARIAH
Seseorang dilarang berinvestasi (mengelola harta) bendanya karena dua sebab pokok13 :
1. tidak ada keahlian atau kurang keahlian
Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ�¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uŠÏ%
”Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (QS An-Nisa’ :5)
Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat
mengatur harta bendanya. Namun penjelasan lain (Abdullah Lam bin Ibrahim; 2005 : 161) mendefinisikan
orang yang belum sempurna akalnya bukan dibatasi pada anak yatim, melainkan anak secara umum. Bahkan
dikatakan seorang anak sebelum balig telah memiliki kemampuan dan kematangan akal, maka dia dikatakan
kurang keahlian, kedudukannya dinisbatkan sebagaimana orang gila. Orang semacam ini belum boleh
mengelola harta.
2. Kebodohan
$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#y‰s? Aûøïy‰Î/ #’n<Î) 9@y_r& ‘wK|¡•B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3u‹ø9ur öNä3uZ÷�/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAô‰yèø9$$Î/ 4
”Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur”. (QS al-Baqarah : 282)14
Al-Quran menetapkan perwalian terhadap orang yang lemah akalnya sebagaimana menetapkan terhadap orang
yang lemah kondisinya. Kata dha’if (orang yang lemah kondisinya) berkonotasi kepada anak kecil, sedangkan
kata safiif (orang yang lemah akalnya) berkonotasi kepada orang tua dewasa.15
Bila dibuat perumpamaan ekonomi, maka jika kita tidak mampu mengelola harta maka
sebaiknya mempercayakannya kepada ahlinya yang jujur dan dapat dipercaya. Perkongsian
ini bisa dilakukan dengan prinsip mudlarabah ataupun musyarakah.
5. RINTANGAN BERINVESTASI DI INDONESIA
Ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim berinvestasi
di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial,
tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan
prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja
(termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya
yang diciptakan), masalah good governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian
dalam kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai
dari tanah sampai kontrak.16
Masalah serius yang saat ini di hadapi Indonesia adalah peningkatan biaya melakukan
bisnis yang timbul karena ekses pelaksanaan otonomi daerah yang terlihat dari aktivitas
birokrasi tidak efisien. Keterbatasan anggaran dan lemahnya prioritas kebijakan
menyebabkan timbulnya tekanan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah
tanpa memperhitungkan daya dukung perekonomian lokal dan nasional. Pengenaan pungutan
atas lalu lintas barang dan penumpang antar propinsi atau antar kabupaten hanya merupakan
satu contoh.17
Peningkatan hambatan birokrasi perijinan dan beban retribusi baru yang diundangkan
berbagai pemerintah daerah dengan alasan untuk meningkatkan penerimaan asli daerah
(PAD) menimbulkan peningkatan biaya bisnis, yang berarti juga memperbesar risiko
kerugian bagi investasi, dan merupakan lahan subur bagi praktek-praktek korupsi.18
Islam sendiri sebagai agama yang hanifiyah samhah, berdiri di atas prinsip-prinsip
kemudahan dan bukan kesulitan serta kesempitan. Rasulullah SAW bersabda :
”Gampangkanlah dan jangan kamu susahkan, berikan kabar gembira dan janganlah
membuat orang lain lari dan menghindar”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas).
Hadits lain menyebutkan Rasulullah SAW bersabda, ”sesungguhnya kalian diutus
untuk memberikan kemudahan, dan tidaklah kalian diutus untuk membuat kesulitan-
kesulitan”. (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).19
Terkait dengan berinvestasi, semestinya proses perizinan birokrasi di Indonesia
berjalan cepat, dan tidak rumit berbelit. Sehingga investor tidak enggan menanamkan
dananya di bumi zamrud khatulistiwa ini. Para penanam modal dana dalam negeri-pun tidak
melarikan dana (capital flight) ke luar negeri. Indonesia memiliki keunggulan kompetitif
dibanding negera lain.
Kemudahan perizinan dan berinvestasi di Indonesia mendorong kemajuan dalam
sektor riil dan finansial. Yang menjadi catatan adalah, kemudahan berinvestasi tersebut harus
disertai ketahanan ekonomi yang kuat dalam negeri. Sehingga tidak lantas mengakibatkan
lesunya produk domestik atas produk non domestik.
UU penanaman modal harus ditegakkan secara konsisten. Sehingga para investor
maupun calon investor tidak merasa dirugikan atas pergantian pemerintahan yang bermisi
peraturan investasi yang terus berubah-ubah. Inti pokok dari investasi Indonesia adalah
kesadaran. Sadar akan bangsa yang kaya, sadar akan bangsa yang berbudi, beretika dan
bermoral, sadar akan bangsa yang beragama serta bernurani.
KESIMPULAN
Investasi dalam Islam bisa dilihat dari tiga sudut; individu, masyarakat dan agama. Bagi
individu investasi merupakan kebutuhan fitrawi / mendasar dimana setiap individu selalu
berkeinginan untuk menikmati kekayaannya itu dalam waktu dan bidang seluas mungkin,
baik untuk kepentingan pribadinya maupun keturunannya. Sehingga investasi merupakan
sarana bagi individu dalam rangka memenuhi kebutuhan fitrah ini.
Sementara investasi bagi masyarakat merupakan kebutuhan sosial yang kompleks,
sehingga mengharuskan adanya investasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Daalm pandangan agama, investasi merupakan kewajiban syariat yang
konsekuensinya berupa pahala dan dosa.
Rambu-rambu investasi dalam Islam:
1. Larangan investasi dengan jalan riba atau yang diharamkan syariat.
2. Larangan investasi dengan melakukan ihtikar atau rekayasa pasar.
3. Larangan investasi dengan cara tawathu’ (kolusi).
4. Larangan investasi dengan produksi yang membahayakan dan merugikan kehidupan.
5. Larangan investasi yang mengandung unsur judi dan spekulasi.
6. Prinsip Transaksi Ekonomi Syariah jelas dan berkeadilan sejahtera
7. Diharamkan investasi pada segala hal yang bisa membahayakan / berakibat buruk
bagi agama, jiwa, generasi, akal dan harta.
1 Misbahul Munir, & A. Jalaluddin. 2006. Ekonomi Qur’ani: Doktrin Reformasi Ekonomi dalam Al-Qur’an. Malang: UIN Press, Hlm. 181-182
2 ibid., Hlm 182
3 Pendapat Scheller yang dituangkan oleh Rich dalam bukunya the knowledge cycle
4 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, 2007, Kencana Prenada Media Grup, Jakara, Hlm. 17-18
5 ibid., Hlm. 7
6 Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, Namun demikian mereka diwajibkan berusaha.
7 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, op cit., Hlm. 24-29
8 Misbahul Munir & A. Djalaluddin. 2006. Ekonomi Qur’ani: Doktrin Reformasi dalam Al-Qur’an. Malang: UIN Press. Hlm. 24
9 Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005), Hlm. 31
10 ibid., Hlm. 33
11 Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
12 Kilasan dosen tamu Bpk Misbahul Munir kuliah Manajemen Keuangan II
13 Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005), Hlm. 160
14 dinukilkan dari buku Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005), Hlm. 167
15 Dr. Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Indonesia, (Diterjemahkan Oleh KH. Didin Hafidhuddin, Dkk), (Jakarta : Robbani Press, 1997), Hlm 281
16 www.kadin-indonesia.or.id
17 ibid.
18 ibid.
19 dikutip dalam buku Dr. Yusuf al-Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Edisi Pilihan, 2002, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, Hlm. 276Diposkan oleh investasi dana Anda di 04:35