web viewkemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan ... apa saja prinsip dasar dan konsep...
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI KONSELING KONSELING CLIEN CENTRED/PERSON CENTRED
OLEH :
KETUA : ASIS (11301001)PEMATERI : WA ODE NURWIDA (113010082)ANGGOTA : LA JUNA HARA (113010059)
NASRI (113010060)LA HAEMI (1130100 )MAIL (113010021)MUHAMMAD NAIM (1130100 )ANI LA IBU (1130100 )
SEMESTER : IVKELAS : A
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU2015
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “KONSELING CLIENT
CENTERED/PERSON CENTERED”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Baubau, Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya, telah mendorong
terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan
membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang
lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus
berfikir, meningkatkan kernampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya
pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi tersebut adalah (1) keresahan
hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik,
stress, kecemasan, dan frustasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin,
kolusi, dan korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat serta benar-salah
secara. lugas; (3) adanya ambisi kelompok yang dapatmenimbulkan konflik, tidak
saja konflik psikis, tetapi juga konflik fisik; dan (4) pelarian darimasalah melalui
jalan pintas yang bersifat sementara juga adiktif, seperi penggunaan obat-obat
terlarang.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa
yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada
hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik
yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan
fenomenalnya. Terapis berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi
kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupan
kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client-centered
manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan
terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dan klien
merupakan katalisator bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang unik
sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran dan untuk menernukan sumber-sumber
terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip dasar dan konsep dasar therapis client centered ?
2. Bagaimana tujuan pendekatan psikoterapi client centered ?
3. Bagaimana hubungan therapis dengan klien dalam client centered ?
4. Bagaimana proses konseling dan teknik-teknik dalam pendekatan clien centered?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan therapis client centered ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Dasar
a. Pandangan Tentang Sifat Manusia
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa
manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk
berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa
perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini
berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung
jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client
diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk
menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep
pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri
(self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut Roger
konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep
menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik
alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu
menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu
bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesifik. Beberapa teori dan praktek
pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini.
b. Latar Belakang Historis Terapi Client Centered
Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap
apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasari dari
psikoanalisis.
Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari
terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut
dunia subjektif dan fenomenalnya.
c. Beberapa Asumsi Dasar Terapi Client Centered
Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan
mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang
mendukung
Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya
yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan.
Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa
sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia
rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan.
d. Prinsip-Prinsip dalam Terapi Client Centered
Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan dengan
hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-benar memahami
bagaimana ia mempersepsikannya.
Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan untuk
mengaktualisasikan diri. Secara otomatis individu akan mengembangkan
potensinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung. Kondisi-kondisi ini dapat
diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu, terapis harus bersikap nondirektif.
Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan penerimaan. Dalam terapi, hal
ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada hubungan (antara
terapis dan klien-red) dan pengkomunikasian empati, sikap menghargai, dan
ketulusan dari terapis.
Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang ia
terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia mengalami
penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam terapi.
B. Karakteristik konseling berpusat pada klien
a. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan
terpecahnya masalah.
b. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
c. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
d. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
e. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan
keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya.
f. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang
berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
C. Konsep Dasar
a. Pandangan Menurut Rogers
Client Centered (Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi
dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang
dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling
person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap
konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian
diubah menjadi client-centered.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa
yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis
berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan
membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan
masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar
pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya
sendiri.
b. Ciri-Ciri Pendekatan Client Centered
Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :
1. Client dapat bertanggung jawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan
masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.
2. Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman terhadap
client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi client
terhadap dunia.
3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis
manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat
konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor
dan client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan sendirian (client).
4. Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan,
penerimaan nonposesif dan empati yang akurat.
5. Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi
berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi,
terapis dan client memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam
pengalaman pertumbunhan.
D. Tujuan Pendekatan Psikoterapi
Menurut Rogers (1961), pertanyan “Siapa Saya?” mengantarkan kebanyakan orang
kepada psikoterapi. Mereka tampaknya bertanya: Bagaimana saya bisa menemukan
diri nyata saya? Bagaimana saya bisa menjadi apa yang sangat saya inginkan?
Bagaimana saya bisa memahami apa yang ada dibalik dinding saya dan menjadi diri
sendiri?.
Tujuan dasar terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi
usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai
terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal
yang ada dibalik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan
dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh
klien menghambatnya untuk tampil utuh dihadapan orang lain dan, dalam usahanya
menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.
Apabila dinding itu runtuh selama proses terapeutik, orang macam apa yang muncul
dari balik kepura-puraan itu? Rogers menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak
kearah menjadi bertambah teraktualkan: keterbukaan kepada pengalaman,
kepercayaan terhadap organismenya sendiri, tempat evaluasi internal, dan kesediaan
untuk menjadi suatu proses. Terdapat beberapa tujuan pendekatan terapi Client
Centered yaitu sebagai berikut :
1. Keterbukaan pada Pengalaman
Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan
menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar
dirinya.
2. Kepercayaan pada Organisme Sendiri
Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya
terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-
pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.
3. Tempat Evaluasi Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada
mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan
universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan
standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat
putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
4. Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri
sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis
formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi
sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien
dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-
kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan
beberapa revisi.
Adapun Tujuan Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai
berikut:
• Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri
sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya .
• Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang
lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan
meningkatkan spontanitas hidupnya.
• Menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling
sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk
self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
• Konseling cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri
lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg,
dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran
eksternal untuk apa ia perlu menjadi.
E. Peran dan fungsi konselor
Kemampuan konselor membangun hubungan interpersonal dalam proses konseling
merupakan elemen kunci keberhasilan konseling, disini konselor berperan
mempertahankan 3 konsdisi inti (core condition) yang menghadirkan iklim kondusif
untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli,
meliputi :
• Sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness).
Konselor menampilkan diri yang sebenarnya, asli, terintegrasi dan otentik.
Konselor juga selaras menampilkan antara perasaan dan pikiran yang ada didalam
dirinya dengan perasaan, pandangan dan tingkah laku yang diekspresikan.
• Penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance).
Unconditional positive adalah Konselor dapat berkomunikasi dengan konseli
secara mendalam dan jujur sebagai pribadi, konselor tidak melakukan penilaian dan
penghakiman terhadap perasaan, pikiran dan tingkah laku berdasarkan standar norma
tertentu.
Acceptance adalah penghargaan spontan terhadap konseli, dan menerimanya
sebagai individu yang berbeda dengan konselor, dimana perbedaan tersebut dapat
terjadi pada nilai-nilai, persepsi diri, maupun pengalaman-pengalaman hidupnya.
• Pemahaman yang empatik dan akurat (accurate empathic undertanding)
Kemampuan konselor untuk memahami permasalah konseli, melihat sudut pandangan
konseli, peka terhadap perasaan-perasaan konseli, sehingga konselor mengetahui
bagaimana konseli merasakan perasaanya.
F. Hubungan Terapis Dengan Klien
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh
pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka
orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan
hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan pribadi pun
akan terjadi. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan
kepribadian :
1. Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
2. Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
3. Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam
berhubungan.
4. Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
5. Terapis merasakan pengertian yang empatik terhadap kerangka acuan internal
client dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepada terapis.
6. Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari
terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai.
Ada tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan teraputik :
1. Keselarasana/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah
bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terinytgrasi
selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan terbuka
menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun
negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi
perasaan-perasaan secara impulsive terhadap client. Hal ini dapat menghambat
proses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi bahwa jika
terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan client
maka proses teraputic bisa berlangsung.
2. Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri
oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku
client sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap
“Saya mau menerima asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”.
Perhatian tak bersyarat itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan,
perhatian dan penerimaan hangat terhadap client, maka semakin besar pula
peluang untuk menunjung perubahan pada client.
3. Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat
krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan
inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman
subjektif dari client. Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-
perasaan client yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit
adalah memahami perasaan client yang samar dan memberikan makna yang
makin jelas. Tugas terapis adalah membantu kesadaran client terhadap
perasaan-perasaan yang dialami. Regers percaya bahwa apabila terapis mampu
menjangkau dunia pribadi client sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan
dirasakan oleh client, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari
client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.
G. Proses Konseling
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client
Centered adalah sebagai berikut :
1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2. Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan
serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan
potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk
memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada
pertumbuhan.
3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan,
mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep
diri.
4. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan
menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan
timbal balik.
H. Teknik-Teknik dalam Pendekatan Client-Centered
Rumusan-rumusan yang lebih dini dari pandangan Rogers tentang psikoterapi
memberi penekanan yang lebih besar pada tekhnik-tekhnik. Perkembangan
pendekatan Client-Centered disetai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik
terapeutik kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-
sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Hubungan terapeutik, yang selanjutnya
menjadi variabel yang sangat penting, tidak identik dengan apa yang dikatakan atau
yang dilakukan oleh terapis. Dalam kerangka Client-Centered, tekhnik-tekniknya
adalah pengungkapan dan pengomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian,
serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal
dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi. Menurut pandangan
pendekatan Client-Centered, penggunaan teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan
mendepersonalisasikan hubungan terapis klien.
Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak
bisa digunakan secara sadar diri, sebab dengan demikian terapis tidak akan menjadi
sejati. Konkritnya, menurut Corey wawancara merupakan tekhnik utama dalam
konseling. Bahkan penyembuhan diri konseling sendiri dilakukan melalui akibat tidak
langsung dari proses diskusi antara konselor dan konseling.
I. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Client-Centered
Pendekatan Client-Centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam
pendidikan konselor, beberapa alasannya adalah:
1) Terapi Client-Centered memiliki sifat keamanan.
2) Terapi Client-Centered menitikberatkan mendengar aktif, memberikan respek
kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan internal klien, dan menjalin
kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien
dengan penafsiran-penafsiran.
3) Para terapis Client-Centered secara khas mereflesikan isi dan perasaan-perasaan,
menjelaskan pesan-pesan, membantu para klient untuk memeriksa sumber-
sumbernya sendiri, dan mendorong klien untuk menemukan cara-cara
pemecahannya sendiri.
Jadi, terapi Client-Centered jauh lebih aman dibanding dengan model-model terapi
lain yang menempatkan terapis pada posisi direktif, membuat penafsiran-penafsiran,
membentuk diagnosis, menggali ketaksadaran, menganalisis mimpi-mimpi, dan
bekerja ke arah pengubahan kepribadian secara radikal.
Pendekatan Client-Centered dengan berbagai cara memberikan sumbangan-
sumbangan kepada situasi-situasi konseling individual maupun kelompok atau
dengan kata lain memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1) Memberikan landasan humanistik bagi usaha memahami dunia subyektif klien,
memberikan peluang yang jarang kepada klien untuk sungguh-sungguh
didengar dan mendengar.
2) Mereka bisa menjadi diri sendiri, sebab mereka tahu bahwa mereka tidak akan
di evaluasi dan dihakimi.
3) Mereka akan merasa bebas untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
4) Mereka dapat diharapkan memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri, dan
merekalah yang memasang langkah dalam konseling.
5) Mereka yang menetapkan bidang-bidang apa yang mereka ingin
mengeksplorasinya di atas landasan tujuan-tujuan bagi perubahan.
6) Pendekatan Client-Centered menyajikan kepada klien umpan balik langsung
dan khas dari apa yang baru dikomunikasikannya.
7) Terapis bertindak sebagai cermin, mereflesikan perasaan-perasaan kliennya
yang lebih dalam.
Jadi kesimpulanya, bahwa klien memiliki kemungkinan untuk mencapai fokus yang
lebih tajam dan makna yang lebih dalam bagi aspek-aspek dari struktur dirinya yang
sebelumnya hanya diketahui sebagian oleh klien. Perhatian klien difokuskan pada
banyak hal yang sebelunya tidak diperhatikannya. Klien oleh karenanya bisa
meningkatkan sendiri keseluruhan tindakan mengalaminya.
Adapun kelemahan pendekatan Client-Centered terletak pada beberapa hal berikut
ini:
1) Cara sejumlah pemratek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap
sentral dari posisi Client-Centered.
2) Tidak semua konselor bisa mempraktekan terapi Client-Centered, sebab banyak
konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya.
3) Membatasi lingkup tanggapan dan gaya konseling mereka sendiri pada refleksi-
refleksi dan mendengar secara empatik.
4) Adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pemraktek menjadi terlalu terpusat
pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.
Melihat beberapa kelemahan dari pendekatan Client-Centered di atas perlu adanya
rekomendasi. Memang secara paradoks terapis dibenarkan berfokus pada klien
sampai batas tertentu, sehingga menghilangkan nilai kekuatannya sendiri sebagai
pribadi, dan oleh karena itu kepribadiannya kehilangan pengaruh. Terapis perlu
menggarisbawahi kebutuhan-kebutuhan dan maksud-maksud klien, dan pada saat
yang sama ia bebas membawa kepribadiannya sendiri ke dalam pertemuan terapi.
Jadi, orang bisa memiliki kesan bahwa terapi Client-Centered tidak lebih dari pada
tekhnik mendengar dan merefleksikan. Tetapi Client-Centered berlandaskan
sekumpulan sikap yang dibawa oleh terapis kedalam pertemuan denga kliennya, dan
lebih dari kualitas lain yang mana pun, kesejatian terapis menentukan kekuatan
hubungan terapeutik. Apabila terapis menyembunyikan identitas dan gayanya yang
unik dengan suatu cara yang pasif dan nondirektif, ia bisa jadi tidak akan merugikan
klien, tetapi bisa jadi juga tidak akan sungguh-sungguh mampu mempengaruhi klien
dengan suatu cara yang positif. Keotentikan dan keselarasan terapis demikian vital
sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka Client-Centered harus wajar dalam
bertindak dan harus menemukan suatu cara mengungkapkan reaksi-reaksinya kepada
klien. Jika tidak demikian, maka kemungkinan yang nyata adalah: terapi Client-
Centered akan dikecilkan menjadi suatu corak kerja yang ramah dan aman, tetapi
tidak membuahkan hasil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi client-centered berlandaskan suatu filsafat tentang manusia yang menekankan
bahwa kita memiliki dorongan bawaan kepada aktualisasi diri. Selain itu, Rogers
memandang manusia secara fenomenologis, yakni ia baranggapan bahwa manusia
menyusun dirinya sendiri menurut persepsinya-persepsinya tentang kenyataan. Orang
termotivasi untuk mengaktualkan diri dalam kenyataan yang dipersepsinya.
Teori Rogers berlandaskan dalil bahwa klien memiliki kesanggupan untuk memahami
faktor-faktor yang ada dalam hidupnya yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan.
Klien juga memiliki kesanggupan untuk mengarahka diri dan melakukan perubahan
pribadi yang konstruktif. Perubahan pribadi akan timbul jika terapis yang selaras bisa
membangun hubungan dengan kliennya, suatu hubungan yang ditandai oleh
kehangatan, penerimaan, dan pengertian empatik yang akurat. Konseling terapeutik
barlandaskan hubungan Aku-Kamu, atau hubungan pribadi-ke-pribadi dalam
keamanan dan penerimaaan yang mendorong klien untuk menanggalkan perthanan-
pertahanannya yang kaku serta menerima dan mengintegrasikan aspek-aspek dari
sistem dirinya yang sebelumnya diingkari atau didistorsi.
Terapi client-centered menempatkan tanggung jawab utama terhadap arah terapi pada
klien. Tujuan-tujuan umumnya ialah: menjadi lebih terbuka kapada pengalaman,
mempercayai organismenya sendiri, mengembangkan evaluasi ineternal, kesediaan
untuk menjadi suatu proses, dan dengan cara-cara lain bergerak menuju taraf-taraf
yang lebih tinggi dari aktualisasi diri. Terapis tidak mengajukan tujuan-tujuan dan
nilai-nilai yang spesifik kepada klien; klien sendirilan yang menetapkan tujuan-tujuan
dan nilai-nilainya hidupnya yang spesifik.
Terapi client-centered menitikberatkan hubungan pribadi antara klien dan terapis.
Sikap-sikap terapis lebih penting dari pada teknik-teknik, pengetahuanm atau teori.
Jika terapis menunjukkan dan mengomunikasikan kepada kliennya bahwa terapis
adalah pribadi yang selaras, secara hangat dan tak bersyarat menerima perasaan-
perasaan dan kepribadian klien, dan mampu mempersepsi secara peka dan tepat
dunian internal klien sebagaimana klien mempersepsi dunia internalnya itu, maka
klien bisa menggunakan hubungan terapeutik untuk memperlancar pertumbuhan dan
menjadi pribadi yang dipilihnya.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
PT Refika Aditama
Http://eko13.wordpress.com/2011/04/14/Pendekatan Konseling Client-Centered
Http://jyowono.blogspot.com/2009/11
Http:dhiey.wordpress.com/2011/05/04
http://atfahmi.depsos.org/2010/07/13/terapi-berpusat-klienclient-centered-theraphy/
http://translate.google.co.id/dsounseling-client-centered-tereaphy.html
tea-alfa.blogspot.com/…/client-centered-therapy-cct.ht.