abses abdomrn

Upload: tari-apriani

Post on 04-Apr-2018

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    1/32

    MAKALAH DIAGNOSTIK KLINIK

    ABSES DAN PERITONITIS

    Disusun oleh:

    Caroline 030505011Furqoni C 030505028Y

    Muthia Rachma 0305050396

    Oloan 0304057087

    Rizki Reza M 0606070945

    Wulan Yuliastuti 0606061046

    Universitas Indonesia

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Departemen Farmasi

    2009

    KATA PENGANTAR

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    2/32

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

    atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat

    waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bu Atiek selaku Dosen

    Diagnostik Klinik yang telah membimbing penulis dalam menyusun makalah ini.

    Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi

    terselesaikannya makalah ini.

    Melalui makalah ini, penulis bertujuan membahas mengenai abses,

    peritonitis dan hubungan keduanya.

    Penulis sadar makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang

    membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat.

    Depok, Mei 2009

    Penulis

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    3/32

    BAB I

    ABSES

    I.1 Abses

    Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu

    infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan

    terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi

    jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan

    pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan

    setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati

    inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.

    Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.

    Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas

    abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi

    lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di

    dalam tubuh maupun di bawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.

    Penyebab

    Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:

    bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang

    tidak steril,

    bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain,

    bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak

    menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

    Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:

    terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi,

    daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang,

    terdapat gangguan sistem kekebalan.

    Gejala

    Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    4/32

    fungsi suatu organ atau saraf. Gejalanya bisa berupa nyeri, nyeri tekan, teraba

    hangat, pembengkakan, kemerahan, dan demam.

    Suatu abses yang terbentuk tepat di bawah kulit biasanya tampak sebagai

    suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih

    putih karena kulit diatasnya menipis. Sedangkan, suatu abses di dalam tubuh,

    sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih dahulu tumbuh menjadi lebih

    besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.

    Diagnosis

    Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses

    dalam seringkali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan

    darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan

    ukuran dan lokasi abses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT

    scan atau MRI.

    Pengobatan

    Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan

    sendirinya dan mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan

    karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi.

    Abses tidak pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.

    Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses

    bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah,

    sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia. Antibiotik bisa diberikan setelah

    suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.

    Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya

    Abses bisa terbentuk di seluruh bagian tubuh, termasuk otak, paru-paru,

    payudara, serta organ-organ di abdomen khususnya hati. Berikut ini akan

    diuraikan lebih jauh mengenai abses pada organ-organ tersebut.

    I.2 Abses Otak

    Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul

    dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses

    otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    5/32

    pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insiden

    terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan

    kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima

    transplantasi organ).

    Penyebab

    Infeksi otak awalnya berasal dari penyebaran langsung bibit penyakit dari

    sumber infeksi di daerah lain yang berdekatan dengan otak (seperti infeksi pada

    telinga tengah, infeksi sinus, abses pada gigi) atau melalui peredaran darah yang

    berasal dari sumber infeksi di seluruh tubuh. Masuknya kuman penyakit ke dalam

    jaringan otak dapat terjadi secara langsung akibat trauma lesakkan (misalnya

    peluru yang menembus otak) sehingga terjadi pembentukkan abses. Abses otak

    juga dapat disebabkan karena tindakan pembedahan pada otak dan trauma di

    daerah wajah.

    Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu bakteri,

    jamur dan parasit. Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,

    Streptococcus anaerob, Streptococcusbeta hemolyticus, Streptococcus alpha

    hemolyticus, E. coli dan Bacteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya

    berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal

    dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob,

    Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan

    Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita

    jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. Jamur penyebab

    abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies

    Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit

    amuba usus dapat menimbulkan abses secara hematogen. Kira-kira 62% abses

    otak disebabkan oleh flora campuran, kurang lebih 25% abses otak adalah

    kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).

    Gejala

    Gejala yang timbul bervariasi dari seorang dengan yang lain, tergantung

    pada ukuran dan lokasi abses pada otak. Lebih dari 75% penderita mengeluh sakit

    kepala dan merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan. Sakit kepala

    yang dirasakan terpusat pada daerah abses dan rasa sakit semakin hebat dan parah.

    Aspirin atau obat lainnya tidak akan menolong menyembuhkan sakit kepala

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    6/32

    tersebut. Kuranglebih separuh dari penderita mengalami demam tetapi tidak

    tinggi. Gejala-gejala lainnya adalah mual dan mintah, kaku kuduk, kejang,

    gangguan kepribadian dan kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh.

    Diagnosis

    Gejala awal abses otak tidak jelas karena tidak spesifik. Pada beberapa

    kasus, penderita yang berobat dalam keadaan distress, terus menerus sakit kepala

    dan semakin parah, kejang atau defisit neurologik (misalnya otot pada salah satu

    sisi bagian tubuh melemah).

    Dokter harus mengumpulkan riwayat medis dan perjalanan penyakit

    penderita serta keluhan-keluhan yang diderita oleh pasien. Harus diketahui kapan

    keluhan pertama kali timbul, perjalanan penyakit dan apakah baru-baru ini pernah

    mengalami infeksi.

    Untuk mendiagnosis abses otak dilakukan pemeriksaan CT scan

    (computed tomography) atau MRI scan (magnetic resonance imaging) yang

    secara mendetil memperlihatkan gambaran potongan tiap inci jaringan otak.

    Abses terlihat sebagai bercak/ noktah pada jaringan otak. Kultur darah dan cairan

    tubuh lainnya akan menemukan sumber infeksi tersebut. Jika diagnosis masih

    belum dapat ditegakkan, maka sampel dari bercak/noktah tersebut diambil dengan

    jarum halus yang dilakukan oleh ahli bedah saraf.

    Abses otak akan memburuk dengan cepat, dan jelas terlihat sekitar dua

    minggu. Jika diagnosis telah ditegakkan, maka dokter segera mengobatinya.

    Terapi yang cepat dan tepat merupakan kunci utama dalam mengatasi dan

    mengobati gejala dengan cepat. Pengobatan dan tindakan lanjut dilakukan selama

    dua atau beberapa bulan.

    Pencegahan dan Pengobatan

    Kebanyakkan abses otak berhubungan dengan higiene mulut yang buruk,

    infeksi sinus yang kompleks atau gangguan sistem kekebalan tubuh. Oleh karena

    itu, pencegahan yang terbaik adalah menjaga dan membersihkan rongga mulut

    dan gigi dengan baik serta secara teratur mengunjungi dokter gigi. Infeksi sinus

    diobati dengan dekongestan dan antibiotika yang tepat. Infeksi HIV dicegah

    dengan tidak melakukan hubungan seks yang tidak aman.

    Ada 2 pendekatan yang dilakukan dalam terapi abses otak, yaitu:

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    7/32

    Antibiotika untuk mengobati infeksi jika diketahui infeksi yang terjadi disebabkan

    oleh bakteri yang spesifik, maka diberikan antibiotika yang sensitif terhadap

    bakteri tersebut, paling tidak antibiotika berspektrum luas untuk membunuh

    lebih banyak kuman penyakit. Paling sedikit antibiotika yang diberikan selama

    6 hingga 8 minggu untuk menyakinkan bahwa infeksi telah terkontrol.

    Aspirasi atau pembedahan untuk mengangkat jaringan abses. Jaringan abses

    diangkat atau cairan nanah dialirkan keluar tergantung pada ukuran dan lokasi

    abses tersebut. Jika lokasi abses mudah dicapai dan kerusakkan saraf yang

    ditimbulkan tidak terlalu membahayakan maka abses diangkat dengan

    tindakan pembedahan. Pada kasus lainnya, abses dialirkan keluar baik dengan

    insisi (irisan) langsung atau dengan pembedahan yaitu memasukkan jarum ke

    lokasi abses dan cairan nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum ditempatkan

    pada daerah abses oleh ahli bedah saraf dengan bantuan neurografi

    stereotaktik, yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk melihat jarum yang

    disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan

    pengobatan dilakukan dengan menggunakan MRI sken atau CT sken untuk

    menilai keadaan otak dan abses tersebut. Antikonvulsan diberikan untuk

    mengatasi kejang dan penggunaanya dapat diteruskan hingga abses telah

    berhasil diobati.

    Tanpa pengobatan yang adekuat, abses otak berakibatkan fatal. Saat ini,

    dengan pemeriksaan diagnostik dan antibiotika yang canggih, banyak penderita

    abses otak terobati dengan sangat baik. Sayangnya, masalah-masalah neurologis

    jangka lama sering terjadi setelah abses diangkat dan infeksi telah diobati.

    Misalnya, gejala-gejala sisa yang menyangkut fungsi tubuh, perubahan

    kepribadian atau kejang akibat jaringan parut atau kerusakan lain yang terbentuk

    pada jaringan otak.

    I.3 Abses Paru

    Abses paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan

    pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri.

    Penyebab

    Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    8/32

    aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki

    masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari

    celah gusi sampai ke saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh

    memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya

    terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan

    pada:

    seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena

    pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol,

    penderita penyakit sistem saraf.

    Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan

    tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian

    berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan), yang berakhir dengan

    pembentukan abses.

    Mekanisme pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia atau

    endokarditis katup trikuspidalis, akibat emboli septik pada paru-paru. Pada 89%

    kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling sering adalah

    Peptostreptococcus, Bacteroides, Fusobacterium dan Microaerophilic

    streptococcus.

    Organisme lainnya yang tidak terlalu sering menyebabkan abses paru

    adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus

    pneumonia, Klebsiella pneumonia, Haemophilus influenza, spesies Actinomyces

    dan Nocardia, serta Basil gram negatif.

    Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru, diantaranya:

    Parasit (Paragonimus, Entamoeba)

    Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides)

    Mycobacteria

    Gejala

    Gejala awalnya menyerupai pneumonia yaitu kelelahan, hilang nafsu

    makan, berat badan menurun, berkeringat, demam, dan batuk berdahak. Dahaknya

    bisa mengandung darah. Dahak seringkali berbau busuk karena bakteri dari mulut

    atau tenggorokan cenderung menghasilkan bau busuk. Ketika bernafas, penderita

    juga bisa merasakan nyeri dada, terutama jika telah terjadi peradangan pada

    pleura.

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    9/32

    Diagnosis

    Diagnosis abses paru tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan gejalanya

    yang menyerupai pneumonia maupun hasil pemeriksaan fisik saja. Diduga suatu

    abses paru jika gejala yang menyerupai pneumonia terjadi pada keadaan-keadaan

    berikut:

    kelainan sistem saraf,

    penyalahgunaan alkohol atau obat lainnya,

    penurunan kesadaran karena berbagai sebab.

    Rontgen dada seringkali bisa menunjukkan adanya abses paru. Abses paru

    tampak sebagai rongga dengan bentuk yang tidak beraturan dan di dalamnya

    tampak perbatasan udara dan cairan. Abses paru akibat aspirasi paling sering

    menyerang segmen posterior paru lobus atas atau segmen superior paru lobus

    bawah. Ketebalan dinding abses paru bervariasi, bisa tipis ataupun tebal, batasnya

    bisa jelas maupun samar-samar. Dindingnya mungkin licin atau kasar. Gambaran

    yang lebih jelas bisa terlihat pada CT scan.

    Biakan dahak dari paru-paru bisa membantu menentukan organisme

    penyebab terjadinya abses.

    Pengobatan

    Untuk penyembuhan sempurna diperlukan antibiotik, baik intravena

    (melalui pembuluh darah) maupun per-oral (melalui mulut).

    Pengobatan ini dilanjutkan sampai gejalanya hilang dan rontgen dada

    menunjukkan bahwa abses telah sembuh. Untuk mencapai perbaikan seperti ini,

    biasanya antibiotik diberikan selama 4-6 minggu. Pada rongga yang berukuran

    besar (diameter lebih dari 6 cm), biasanya perlu dilakukan terapi jangka panjang.

    Perbaikan klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya terjadi dalam

    waktu 3-4 hari setelah pemberian antibiotik. Jika dalam waktu 7-10 hari setelah

    pemberian antibiotik demam tidak juga turun, berarti telah terjadi kegagalan terapi

    dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk menentukan

    penyebab dari kegagalan tersebut.

    Hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada penderita yang memberikan

    respon yang buruk terhadap pemberian antibiotik adalah penyumbatan bronkial

    oleh benda asing atau tumor; atau infeksi oleh bakteri, mikobakteri maupun jamur

    yang resisten.

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    10/32

    Pada abses paru tanpa komplikasi sangat jarang dilakukan pembedahan.

    Indikasi pembedahan biasanya adalah kegagalan terhadap terapi medis,

    kecurigaan adanya tumor atau kelainan bentuk paru-paru bawaan. Prosedur yang

    dilakukan adalah lobektomi atau pneumonektomi.

    Angka kematian karena abses paru mencapai 5%. Angka ini lebih tinggi

    jika penderita memiliki gangguan sistem kekebalan, kanker paru-paru atau abses

    yang sangat besar.

    I.4 Infeksi dan Abses Payudara

    Infeksi payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.

    Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara

    (penimbunan nanah di dalam payudara).

    Penyebab

    Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan

    pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari

    mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di

    kulit (biasanya pada puting susu).

    Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering

    terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui

    mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.

    Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan

    peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.

    Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran

    air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan

    payudara lebih mudah mengalami infeksi.

    Gejala

    Gejalanya berupa:

    nyeri payudara,

    benjolan pada payudara,

    pembengkakan salah satu payudara,

    jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan teraba hangat,

    nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah),

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    11/32

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    12/32

    bisa terbentuk di dalam atau di sekitar organ perut, misalnya ginjal, limpa,

    pankreas atau hati, atau di dalam kelenjar prostat.

    Penyebab

    Abses abdomen seringkali terjadi akibat cedera, infeksi atau perforasi

    usus, dan infeksi organ perut lainnya.

    Gejala

    Abses di bawah diafragma terjadi jika cairan yang terinfeksi (misalnya

    karena pecahnya usus buntu) naik ke atas akibat tekanan perut atau organ perut

    dan akibat tarikan ketika diafragma bergerak selama proses pernafasan. Gejalanya

    berupa batuk, nyeri yang timbul ketika menghirup nafas, dan nyeri di bahu

    (referred pain, karena diafragma dan bahu memiliki saraf yang sama dan otak

    salah mengartikan sumber nyerinya).

    Abses di pertengahan perut bisa terjadi akibat:

    pecahnya usus buntu,

    perforasi usus besar,

    penyakit peradangan usus,

    penyakit divertikulum.

    Biasanya timbul nyeri di daerah terbentuknya abses.

    Penyebab terjadinya abses panggul sama dengan penyebab terjadinya

    abses di pertengahan perut ditambah dengan infeksi ginekologis (kandungan).

    Gejalanya berupa nyeri perut, diare akibat iritasi usus, dan desakan berkemih atau

    sering berkemih akibat iritasi kandung kemih.

    Abses retroperitoneal (abses di belakang rongga perut) terletak di belakang

    peritoneum (selaput tipis yang melapisi rongga dan organ perut). Penyebab

    terjadinya abses retroperitoneal adalah perdangan usus buntu (apendisitis) dan

    peradangan pankreas (pankreatitis). Nyeri biasanya dirasakan di punggung

    sebelah bawah dan semakin memburuk jika penderita menggerakkan tungkainya

    ke arah pinggul.

    Abses ginjal bisa disebabkan oleh bakteri yang berasal dari suatu infeksi

    yang terbawa ke ginjal melalui aliran darah atau akibat suatu infeksi saluran

    kemih yang terbawa ke ginjal dan menyebar ke dalam jaringan ginjal. Abses di

    permukaan ginjal (abses perinefrik) hampir selalu disebabkan oleh pecahnya suatu

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    13/32

    abses di dalam ginjal, yang menyebarkan infeksi ke permukaan dan jaringan di

    sekitarnya. Gejala dari abses ginjal adalah:

    demam, menggigil,

    nyeri di punggung sebelah bawah,

    nyeri ketika berkemih,

    air kemih mengandung darah (kadang-kadang).

    Abses limpa bisa disebabkan oleh suatu infeksi yang terbawa oleh aliran

    darah ke limpa, cedera pada limpa, dan penyebaran infeksi dari abses di dekat

    limpa (misalnya abses dibawah diafragma). Nyeri bisa dirasakan di perut sebelah

    kiri, di punggung atau di bahu sebelah kiri.

    Abses di dalam pankreas biasanya terbentuk setelah suatu serangan

    pankreatitis akut. Gejalanya berupa demam, nyeri perut, mual dan muntah, yang

    seringkali timbul 1 minggu atau lebih setelah penderita sembuh dari pankreatitis.

    Abses hati bisa disebabkan oleh bakteri atau amuba (parasit bersel

    tunggal). Amuba dari suatu infeksi usus sampai ke hati melalui pembuluh getah

    bening. Abses hati nanti akan dibahas lagi lebih jauh.

    Abses prostat biasanya terjadi akibat suatu infeksi saluran pencernaan

    yang menyebabkan prostatitis (infeksi kelenjar prostat). Abses prostat paling

    sering terjadi pada usia 40-60 tahun. Penderita merasakan nyeri ketika berkemih,

    sering berkemih atau sulit untuk berkemih. Kadang penderita merasakan nyeri

    dalam di pangkal penis dan air kemihnya mengandung darah atau nanah.

    Diagnosis

    Diagnosis abses abdomen ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk

    menentukan lokasi yang pasti, dilakukan pemeriksaan CT scan atau USG.

    Pengobatan

    Pada hampir semua kasus abses abdomen, nanah harus dibuang, baik

    melalui pembedahan maupun dengan bantuan sebuah jarum yang dimasukkan

    melalui kulit.

    Dilakukan analisa nanah di laboratorium guna menentukan organisme

    penyebab infeksi, sehingga bisa diberikan antibiotik yang paling efektif untuk

    organisme yang bersangkutan.

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    14/32

    I.6 Abses Hati

    Abses hepar adalah jenis abses abdomen berupa infeksi pada hati akibat

    bakteri, parasit (amuba), jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

    gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

    pembentukan pus (nanah) didalam parenkim hati. Selain bakteri dan parasit jenis

    amuba, cacing pita Echinococcus merupakan penyebab utama abses hepar.

    Amuba merupakan parasit bersel tunggal.

    Berdasarkan penyebabnya diatas, abses hepar terbagi atas abses hepar

    amuba, abses hepar piogenik dan abses hepar fungal. Tulisan ini hanya akan

    membahas abses hepar amuba dan abses hepar piogenik.

    Abses Hepar Amuba

    Abses hepar amuba adalah infeksi hati akibatEntamoeba hystolitica atau

    akibat komplikasi ekstraintestinal Entamoeba hystolitica yang menghasilkan

    bentuk pus. Entamoeba hystolitica merupakan parasit usus atau protozoa saluran

    cerna yang juga menyebabkan amebiasis atau disentri amuba. Nama lain abses

    hepar amuba antara lain hepatic amebiasis, extraintestinal amebiasis,

    abscessamebic liver.

    Etiologi dan Faktor Resiko

    Abses hepar amuba disebabkan infeksi Entamoeba histolytica. Abses ini

    jarang berasal dari komplikasi amubiasis gastrointestinal. Tropozoid Amuba

    dengan Pseudopodia. Lebar prevalensi infeksi abses hepar amuba sangat

    bervariasi. Biasanya paling sering terjadi pada daerah yang beriklim tropis, sub

    tropis dan negara berkembang. Wilayah yang penduduknya padat dan memiliki

    sanitasi yang buruk, status sosial ekonomi yang rendah dan status gizi yang

    kurang baik serta tempat dimana strain virulen E. hystolitica yang masih tinggi

    merupakan faktor predisposisi utama atau prevalensi tertinggi.

    Faktor resiko lainnya antara lain malnutrisi, usia tua, kehamilan,

    penggunaan steroid, kanker, immunosupresi, alkoholisme, riwayat mengunjungi

    wilayah beriklim tropis dan homoseksual. Juga termasuk adanya riwayat

    menderita infeksi amuba, kadar kolesterol tinggi dan pascatrauma hepar.

    Gejala dan Diagnosis

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    15/32

    Diagnosa abses hepar amuba ditegakkan berdasarkan gejala klinik, uji

    serologik dan gambaran radiologi. Sherlock mengajukan kriteria diagnostik abses

    hati amuba antara lain:

    1. Tinggal / pernah bepergian di daerah endemik.

    2. Hepatomegali yang nyeri tekan.

    3. Respon baik terhadap metronidasol.

    4. Lekositosis dengan atau tanpa anemia.

    5. Peninggian diafragma kanan pada foto dada.

    6. Pemeriksaan ultra sonografi sesuai dengan abses.

    7. Tes hemaglutinasi amuba positip.

    Gejala abses hepar amuba yang dapat ditemukan antara lain:

    1. Demam intermitten

    2. Nyeri perut kanan atas

    3. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan

    4. Keringat malam

    5. Menggigil

    6. Mual & muntah

    7. Batuk

    8. Dispnue

    9. Diare

    10. Gelisah

    11. Malaise

    12. Jaundice

    13. Penurunan nafsu makan

    14. Penurunan berat badan

    Keluhan pasien abses hepar amuba terutama demam, sakit di

    hipokondrium kanan, dan pernah buang air besar lendir darah. Pemeriksaan fisik

    terutama hepatomegali, demam, nyeri tekan di hati, fluktuasi tekan di hati, dan

    ikterus. Pemeriksaan laboratorium terutama anemia (Hb kurang 10 gr %),

    leukositosis dan pada tinja dapat ditemukan amuba baik kista maupun tropozoid.

    Kadang gejalanya tidak khas, timbul pelan-pelan atau asimptomatis. Demam

    intermitten merupakan keluhan paling awal dari penderita abses hepar menahun.

    Prosentase demam sekitar 74%-97%.

    Penderita dengan abses hepar amuba biasanya juga menderita dysentri

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    16/32

    amoeba atau ada riwayat pernah menderita dysentri amoeba, tetapi mungkin juga

    tak ada riwayat pernah menderita dysentri amoeba. Sebanyak 35,71%, pasien

    pernah berak lendir/darah. Umumnya, pasien merupakan penduduk di daerah

    endemik atau pernah mengunjungi tempat tersebut meskipun tanpa riwayat diare.

    Kista dan tropozoit pada kotoran hanya teridentifikasi pada 15% - 50% penderita

    karena infeksi usus besar seringkali telah mereda saat penderita mengalami abses

    hepar.

    Complement fixation test lebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare,

    pemeriksaan kotoran, dan proktoskopi. Cairan abses hasil aspirasi berwarna coklat

    kemerahan (achovy paste atau chocolate syrup) sebagai akibat jaringan nekrotik

    hepar serta sel darah merah yang dicerna atau mencair. Cairan tersebut tidak

    berbau dan di dalamnya dapat ditemukan bentuk trofozoit E.Histolytica pada 40-

    50 % kasus, juga ada sarjana yang mengatakan kuman penyebab dapat ditemukan

    pada bahan kerokan dinding abses. Hasilnya akan lebih tinggi jika yang diperiksa

    bahan kerokan dari dinding abses. Selain pemeriksaan kuman yang terdapat dalam

    cairan abses, pada abses hati amuba dapat dilakukan pemeriksaan serologi

    (seramuba), hasil uji serologi positip dijumpai pada 85-98 % kasus abses hati

    amuba, dan hal ini memberi nilai diagnostik. Dilain pihak bila hasilnya negatif

    abses hati amuba dapat disingkirkan.

    Beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk diagnosis abses hepar

    amuba yaitu:

    1. Foto rontgen dada

    2. USG abdomen

    3. CT scan abdomen

    4. MRI abdomen

    5. Hitung darah lengkap

    6. Biopsi hati

    7. Tes fungsi hati

    8. Uji serologi amuba

    Pengobatan

    Pengobatan terhadap penderita abses hepar terdiri dari:

    Kemoterapi menggunakan antiamuba yang kemudian dilanjutkan oleh pemberianMetronidazole, Chloroquin, dan Dehydroemetine (DHE) dengan dosis yang

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    17/32

    sesuai.

    Aspirasi, tindakan ini dianjurkan bila pengobatan kemoterapi tidak berhasil dalam

    3-5 hari, terdapat kontraindikasi pada penggunaan metronidazol seperti

    kehamilan, atau abses yang beresiko mengalami ruptur.

    Drainase perkutan, merupakan prosedur yang dilakukan oleh dokter untuk

    mengangkat atau mengeluarkan kumpulan cairan infeksi (abses) dari bagian

    tubuh seperti dada, abdomen, atau panggul. Drainase juga berguna untuk

    mengurangi nyeri abdomen. Selama prosedur, jarum halus dimasukkan ke

    dalam cairan abses dibawah panduan radiologis seperti CT-Scan.

    Drainase bedah dilakukan pada kasus komplikasi termasuk ruptur abses.

    Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasilmembaik dengan pengobatan. Juga diindikasikan untuk perdarahan yang

    mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa ruptur abses.

    Abses Hepar Piogenik

    Nama lain abses hepar piogenik yaitu hepatic abscess, bacterial hepatic

    abscess, bacterial liver abscess, atau bacterial abscess of the liver.

    Etiologi dan Faktor Resiko

    Kebanyakan pasien abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi

    polimikroba gram negatif aerobik dan anaerobik. Kebanyakan sumbernya berasal

    dari feses dengan infeksi Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Bacteroides,

    Enterococcus, Anaerobic streptococci, dan Microaerophilic streptococci.

    Staphylococcus, Haemolytic streptococci, dan Streptococcus milleri sebagai

    sumber infeksi primer dari endokarditis bakterial atau sepsis dental.

    Penyebab lainnya adalah Enterobacteriaceae, Fusobacterium,

    Staphylococcus aureus, Staphylococcus milleri, Candida albicans, Aspergillus,

    Actinomyses, Eikenella corrodens, Yersinia enterolitica, Salmonella typhi,

    Brucella melitensis dan fungal.

    E. coli, Klebsiella pneumoniae dan Streptococcus faecalis merupakan

    bakteri usus sebagai kuman piogenik, penyebab abses hepar. Staphylococcus

    merupakan coccus gram negatif. Bacteroides dan Clostridium merupakan bakteri

    anaerob.

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    18/32

    Pada era pre-antibotik, abses hepar piogenik terjadi akibat komplikasi

    appendisitis bersamaan dengan pylephlebitis. Setelah kemajuan cara diagnosa dan

    penanganan tercapai, frekuensi timbulnya abses hepar menurun hingga mencapai

    10%. Sekarang, abses hepar piogenik paling banyak berasal dari gangguan saluran

    empedu.

    Kebanyakan abses hepar piogenik merupakan infeksi sekunder yang

    berasal dari infeksi abdomen pada apendiks, kandung empedu, atau usus. Abses

    ini dapat juga berhubungan dengan trauma atau komplikasi prosedur bedah.

    Kolangitis yang berhubungan dengan batu atau striktur adalah penyebab

    terbanyak, diikuti oleh infeksi abdomen yang berhubungan dengan divertikulitis

    atau apendisitis. Sekitar 15% kasus abses hepar tidak dapat ditemukan

    penyebabnya (abses kriptogenik).

    Diagnosis

    Penegakan diagnosis abses hepar piogenik dapat ditegakkan melalui

    anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

    radiologi.

    Anamnesis

    Dicurigai adanya abses hepar piogenik apabila ditemukan sindrom klinis

    klasik berupa nyeri spontan pada daerah perut kanan atas, yang di tandai oleh

    pasien berjalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atas

    daerah tersebut. Selain keluhan nyeri pada kuadran kanan atas abdomen dan

    disertai syok, demam / panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama.

    Apabila abses hepar piogenik letaknya dekat diafragma, maka akan terjadi

    iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk

    ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan,

    terjadi penurunan berat badan. Gejala klasik abses hepar piogenik berupa

    nyeri abdomen, demam & keringat malam hari, muntah, anoreksia, malaise

    dan kehilangan berat badan. Infeksi primer (seperti divertikulitis atau

    apendisitis) dapat berkembang menjadi abses hepar. Abses tunggal cenderung

    mengawali penyakit secara berangsur-angsur dan seringkali bersifat

    kriptogenik. Abses multipel dihubungkan dengan ciri-ciri sistemik akut dan

    lebih mudah teridentifikasi.

    Pemeriksaan Fisik

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    19/32

    Hepatomegali terdapat pada semua penderita, yang teraba sebesar tiga jari

    sampai enam jari

    Pemeriksaan Laboratorium

    Pada pemeriksaan laboratorium yang di periksa adalah darah rutin termasuk

    kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, laju endap darah dan percobaan fungsi

    hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan

    globulim dalam darah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis

    yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,

    peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum

    bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang

    memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang

    disebabkan AHP. Peningkatan jumlah sel darah putih dan sedimen eritrosit

    dengan anemia ringan. Dua pertiga pasien mengalami leukositosis, seringkali

    diikuti oleh anemia akibat infeksi kronik dan peningkatan rata-rata sedimen

    eritrosit. Peningkatan aktivitas alkali phosphatase, hipoalbuminemia, dan

    aktivitas transaminase serum dapat abnormal. Cairan abses hasil aspirasi

    berbau busuk, warnanya tidak terlalu khas, dan didalamnya dapat ditemukan

    kuman penyebabnya pada 30-50 % kasus.

    Pemeriksaan Radiologi

    Hemidiafragma kanan terangkat pada radiografi dada. USG merupakan alat

    pemeriksaan penunjang utama pada 92,9% pasien. USG memperlihatkan

    abses hati pada 95,2% pasien. Sensitifitas USG lebih besar dari 89,4%. Pada

    pemeriksaan USG, abses hati piogenik tampak sebagai lesi hipoekoik multipel

    atau soliter, tepi tidak rata, bulat atau oval, dan kadang bersepta. Tampak

    bayangan cairan dan udara dengan akustik shadow.

    Pengobatan

    Abses hepar piogenik dapat diatasi dengan terapi antibiotik atau kombinasi

    antara antibiotik dengan drainase berupa drainase bedah terbuka (open surgical

    drainage), drainase kateter perkutaneus dan aspirasi perkutaneus (percutaneous

    aspiration).

    Kira-kira 39,3% kasus menggunakan terapi non bedah (drainase aspirasi

    perkutaneus dan antibiotik) dan 54,1% kasus menggunakan terapi drainase bedah.

    Kira-kira 69,2% kasus menggunakan terapi konservatif yaitu antibiotik dan 30,7%

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    20/32

    kasus menggunakan terapi kombinasi antara antibiotik dan drainase kateter

    perkutaneus.

    BAB II

    PERITONITIS

    Peritonitis merupakan peradangan membran serosa rongga abdomen dan

    organ-organ yang terkandung di dalamnya. Peritonitis bisa terjadi karena proses

    infeksi atau proses steril dalam abdomen melalui perforasi dinding perut,

    misalnya pada ruptur apendiks atau divertikulum colon. Penyakit ini bisa juga

    terjadi karena adanya iritasi bahan kimia, misalnya asam lambung dari perforasi

    ulkus gastrikum atau kandung empedu dari kantong yang pecah atau hepar yang

    mengalami laserasi. Pada wanita, peritonitis juga terjadi terutama karena terdapat

    infeksi tuba falopii atau ruptur kista ovarium.

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    21/32

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    22/32

    tersering terjadinya peritonitis.

    II.2 Patofisiologi Peritonitis

    Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen

    (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin

    dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin

    merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini

    akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.

    Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan

    mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman

    itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah

    kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan

    berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-

    kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah

    besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi

    bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak

    keadaan abdomen.

    Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga

    abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi

    hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.

    Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain

    atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan

    bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis

    menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan

    menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health evaluation)

    diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis

    juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga

    mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple

    organ failure (MOF).

    II.3 Tanda dan Gejala Klinis

    Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya

    nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas

    lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    23/32

    (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya

    perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus,

    nyeri abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.

    Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni

    demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,

    dehidrasi, hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya

    memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding

    perut akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara

    tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga memang

    tegang karena iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat

    apendisitis yang biasanya di bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan

    nyeri akibat abses yang terlokalisasi dengan baik. Pada penderita wanita

    diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic

    inflammatory disease, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan

    peritonitis yang akut.

    Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa saja jadi positif palsu pada

    penderita dalam keadaan imunosupresi, (misalnya diabetes berat, penggunaan

    steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran

    (misalnya trauma kranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan

    analgesik), penderita dengan paraplegia, dan penderita geriatri. Penderita tersebut

    sering merasakan nyeri yang hebat di perut meskipun tidak terdapat infeksi di

    perutnya.

    II.4 Epidemiologi

    Sindrom dari peritonitis bakterial spontan umumnya terjadi pada

    peritonitis akut pada pasien dengan dasar sirosis. Sirosis mempengaruhi 3,6 dari

    1000 orang dewasa di Amerika Serikat dan bertanggungjawab terhadap 26000

    kematian per tahun. Perdarahan variseal akut dan peritonitis bakterial spontan

    merupakan beberapa komplikasi dari sirosis yang mengancam jiwa. Kondisi yang

    berkaitan yang menyebabkan abnormalitas yang signifikan mencakup ascites dan

    enselofati hepatik. Sekitar 50% pasien dengan sirosis yang menimbulkan ascites

    meninggal dalam 2 tahun setelah diagnosis.

    II.5 Etiologi Peritonitis

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    24/32

    Peritonitis diklasifkasian menjadi primer (spontan), sekunder

    (berhubungan dengan proses patologis di organ dalam), tersier (infeksi yang

    persisten atau berulang setelah terapi yang cukup). Peritonitis terjadi karena

    adanya infeksi intra-abdominal yang nyata dan dan hampir kebanyakan terjadi

    dengan pembentukan ascites dari penyakit kronik hati. Kontaminasi dari rongga

    perut merupakan hasil dari translokasi bakteri melewati dinding usus atau limpa

    mesenteric dan frekuensi yang lebih kecil terjadi melalui bibit hematogen denan

    adanya bakteremia.

    Lebih dari 90% kasus peritonitis disebabkan oleh infeksi monomikroba,

    terutama bakteri gram-negatif (seperti Escherichia coli [40%], Klebsiella

    pneumoniae [7%], spesies Pseudomonas, spesies Proteus, dan spesies gram-

    negatif lainnya [20%]) dan organisme gram-positif (seperti Streptococcus

    pneumoniae [15%], spesies Streptococcus lainnya [15%], spesies Staphylococcus

    [3%]) (lihat tabel 1). Mikroorganisme anaerob ditemukan kurang dari 5% kasus.

    Tabel: Mikrobiologi dari peritonitis primer, sekunder, dan tersier.

    Peritonitis

    (Tipe)Bakteri

    Terapi Antibiotik (yang

    disarankan)

    Kelas Tipe Organisme

    Primer Gram-negatif

    E coli (40%)

    K pneumoniae (7%)

    spesiesPseudomonas(5%)

    spesiesProteus (5%)

    spesies Streptococcus(15%)

    spesiesStaphylococcus(3%)

    spesies Anaerob (

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    25/32

    metronidazol

    Gram-positifspesies Streptococcus

    spesiesEnterococcus

    Anaerob

    Bacteroides fragilis

    spesiesBacteroides lainnya

    spesiesEubacterium

    spesies Clostridium

    spesies anaerob Streptococcus

    Tersier Gram-negatif

    spesiesEnterobacter

    spesiesPseudomonas

    spesiesEnterococcus

    Cephalosporin generasi ke-2

    Cephalosporin generasi ke-3

    Penisilin dengan aktvitas

    anaerob

    Quinolon dengan aktifitas

    anaerob

    Quinolon dan metronidazol

    Aminoglikosia dan metronidazol

    Carbapenem

    Triazol atau amfoterisin

    (berdasarkan etiologi fungi)

    (Perubahan terapi berdasarkan

    pada hasil pembiakan)

    Gram-positif Spesies Staphylococcus

    Fungi spesies Candida

    Peritonitis sekunder sejauh ini adalah bentuk terbanyak peritonitis yang

    ditemua di klinik. Ini disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural)

    dari organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.

    Spektrum patogen tergantung dari dimana penyakit tersebut berasal.

    Organisme gram-positif menonjol di saluran gastrointestinal bagian atas; dimana

    peritonitis yang disebabkan oleh bakteri gram-negatif dicatat banyak terjadi pada

    terapi yang lama dari penekanan asam lambung.

    Kontaminasi dari lengkus distal atau kolon awalnya merupakan hasil dari

    pelepasan beberapa spesies bakteri (dan jamur); dimana host mengeliminasi

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    26/32

    dengan cepat kebanyakan organisme tersebut sebagai mekanisme pertahanan

    tubuh. Peritonitis hampir selalu disebabkan oleh polimikroba, yang terdiri dari

    campuran bakteri aerob dan anaeron dengan organisme gram-negatif yang

    menonjol.

    Sebanyak 15% pasien yang memiliki sirosis dan ascites diduga awalnya

    memiliki peritoitis sekunder. Pada pasien tersebut, gejala klinik tidak cukup

    sensitif atau spesifik untuk membedakan kedanya. Dibutuhkan evalusasi cairan

    peritoneal dan uji diagnostik untuk menentukan diagnosis dan penanganan yang

    tepat pada pasien tersebut.

    Abses peritoneal menunjukkan pembentukan cairan infeksi melalui

    eksudat fibrinous, omentum, dan atau organ dalam yang berdekatan. Mayoritas

    yang paling besar dan abses terjadi setelah peritonitis sekunder. Hampir setengah

    dari pesien peritonitis sekunder berkembang menjadi abses yang masih sederhana

    tanpa loculation. Selain itu, setengah pasien yang lain berkembang menjadi abses

    sekunder yang kompleks. Pembentukan abses terjadi lebih sering di daerah

    subhepatik, pelvis, dan usus parakolik, tetapi ini juga terjadi di daerah perisplenic,

    dan di usus besar.

    Pada umumnya, kejadian pembentuk abses setelah operasi andominal

    kurang dari 1-2%, bahkan ketika operasi ditujukan untuk proses inflamasi akut.

    Kejadian ini meningkat dengan pembedahan hollow viscus, kontaminasi feses

    yang signifikan, ischema, diagnosis dan terapi awal peritonitis yang terlambat,

    kebutuhan untuk reoperasi, dan pengaturan imunosupresan. Misalnya, resiko

    pembentukan abses sekitar 10-30%. Semua dari kasus tersebut, pembentukan

    abses sudah pasti menyebabkan infeksi yang persisten (terus menerus) dan

    berkembang menjadi peritonitis tersier.

    Peritonitis tersier menggambarkan keadaan persisten dari infeksi

    peritoneal dimana terapi yang cukup untuk SBP dan SP sering tidak disertai

    dengan patologi organ dalam. Pasien dengan peritonitis terseir biasanya terjadi

    dengan abses atau dahak, dengan atau tanpa fistulization. Peritonitis berkembang

    lebih sering pada pasien dengan adanya kondisi comorbid yang signifikan dan

    terjadi juga pada pasien immunocompromised. Meskipun jarang terjadi pada

    infeksi peritoneal tanpa komplikasi, kejadian peritonitis tersier pada pasien yang

    membutuhkan perawatan ACU untuk beberapa infeksi sekunder mungkin sekitar

    50-74%.

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    27/32

    Pasien yang berkembang menjadi peritonitis tersier secara signifikan

    membutuhkan perawatan ICU, banyak organ yang mengalami disfungsi, dan laju

    kematian sekitar 50-70%. Organisme yang resisten dan luar biasa (seperti spesies

    Enterococcus, Candida, Staphylococcus, Enterobacter, and Pseudomonas)

    ditemukan pada peritonitis tersier. Kebanyakn pasien dengan peritonitis terseier

    berkembang menjadi abses yang kompleks. Terapi antibitotik kurang efektif

    diberikan pada peritonitis tersier dibandingkan dengan bentuk peritonitis yang

    lain.

    Selain tiga bentuk di atas, terdapat pula bentuk peritonitis lain, yakni

    peritonitis steril atau kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-

    bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau

    proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (mis. Penyakit Crohn) tanpa

    adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen. Tanda dan gejala klinis serta metode

    diagnostik dan pendekatan ke pasien peritonitis steril tidak berbeda dengan

    peritonitis infektif lainnya.

    BAB III

    HUBUNGAN PERITONITIS DAN ABSES

    Tanda-tanda dan gejala yang mengikuti tumpahan isi usus yang akut ke

    dalam abdomen cenderung mengalami 2 fase. Fase pertama adalah stadium

    peritonitis, dengan nyeri akut yang berkaitan dengan infeksi E coli dan bakteri

    anaerob fakultatif lainnya; ini terjadi selama 1-2 hari pertama dan jika tidak

    diobati mengakibatkan angka kematian yang tinggi. Tahap kedua adalah

    pembentukan abses yang disebabkan oleh B fragilis dan bakteri anaerob obligat

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    28/32

    lainnya. Jadi abses merupakan tahapan selanjutnya dari peritonitis.

    III.1 Pengobatan Peritonitis dan Abses

    Tiga cara utama yang dilakukan untuk perawatan dari infeksi/peradangan

    intra-abdominal adalah promp drainage, mendukung fungsi-fungsi penting, dan

    pemilihan anti mikroba yang sesuai untuk infeksi/peradangan tidak yang hilang

    oleh perawatan.

    Terapi Peritoniotis dan Abses Nonfarmakologi

    Peritonitis sekunder membutuhkan operasi correction of the underlying pathology.

    Drainase material yang purulent baik secara operasi maupun disedot melalui

    subkutan, merupakan element yang paling penting dalam penanganan abses

    intra-abdominal.

    Manajemen dan Aggressive fluid repletion dibutuhkan untuk mempartahankan

    dan mengotrol volume intravascular, output urin yang adekuat dan

    menghentikan asidosis.

    Pada beberapa jam di awal terapi, perlu ditambahkan sejumlah besar infuse

    sebesar 1 L/jam selama beberapa jam untuk mengembalikan volume

    intramuskular dan kesesimbangan cairan.

    Pada pasien yang kehilangan darah cukup banyak (hematokrit > 25%), perlu

    ditransfusikan darah yang berisi sel darah merah

    Terapi Farmakologi Peritonitis dan Abses Farmakologi

    Tujuan terapi antimikroba adalah untuk mengontrol jumlah bakteri dan mencegah

    perkembangan infeksi, mengurangi komplikasi akibat kontaminasi bakteri

    serta mencegah penyebaran infeksi.

    Satu antimikroba harus dipilih ketika dicurigai adanya infeksi/peradangan intra-

    abdominal yang mungkin disebabkan oleh mikroba patogen-patogen yang

    beragam.

    Untuk peritonitis primer atau spontaneous bacterial peritonitis (SBP), bisa

    dimulai dengan pemberian sefalosporin generasi ketiga. Setelah itu, pemberian

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    29/32

    antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur. Untuk pasien dengan penyakit hati

    kronis, penggunaan aminoglikosida sebaiknya dihindari karena berisiko

    nefrotoksisitas. Pada SBP, durasi terapi yang optimal belum diketahui, tapi

    biasanya direkomendasikan sekitar 10 hari. Meski demikian, sebuah studi

    terbaru menunjukkan, pemberian antibiotik selama 5 hari sudah mencukupi

    untuk sebagian besar kasus, tapi dengan catatan penurunan peritoneal fluid

    WBChingga m250 cells/L

    Sementara untuk peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik

    merupakan terapi utama kedua. Pemberian terapi antibiotik sistemik awal

    (praoperatif) bisa menurunkan secara signifikan konsentrasi dan tingkat

    pertumbuhan bakteri patogen dalam cairan peritoneal. Namun beberapa studi

    menunjukkan, pemberian antibiotik tidak begitu efektif lagi, bila diberikan

    pada infeksi tahap akhir. Oleh karena itu, antibiotik harus diberikan sesegera

    mungkin saat diagnosis mengarah pada infeksi peritonitis. Terapi awal untuk

    peritonitis sekunder terutama adalah antibiotik yang melawan organisme gram

    negatif (seperti E coli dan spesies Enterobacteriaceae) dan bakteri anaerob

    (sepertiB fragilis).

    Pada infeksi yang didapat dari komunitas, pemberian sefalosporin generasi dua

    atau tiga atau kuinolon. Dengan atau tanpa metronidazole bisa mengatasi

    infeksi secara adekuat. Golongan penisilin yang berspektrum luas dengan

    aktivitas anaerob (ampicillin/sulbactam) atau kuinolon yang lebih baru

    (trovafloxacin, clinafloxacin) juga menunjukkan efek yang baik. Sedangkan

    untuk kasus infeksi intra-abdominal parah dan didapat dari rumah sakit

    (nosokomial), pemberian imipenem, piperacillin/tazobactam, dan kombinasi

    dari aminoglikosida dan metromidazole seringkali efektif mengatasi infeksi

    peritonitis.

    Untuk kasus-kasus infeksi persisten (peritonitis tersier) dan sakit kritis yang lama

    terkadang dibutuhkan tindakan lain untuk eradikasi kuman. Salah satunya

    adalah dengan pengambilan cairan peritoneal dan atau abscess cultures.

    Langkah ini sangat penting dilakukan dan cukup membantu untuk mengatasi

    organisme yang tidak biasa seperti jamur dan organisme yang resisten (

    Enterococcus, Staphylococcus, Pseudomonas, resistant Bacteroides, dan

    spesies Candida). Kehadiran organisme tak biasa ini diduga karena kondisi

    sebelum peritonitis, imunokompetensi, terapi penekanan asam lambung, dan

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    30/32

    penggunaan antibiotik yang belum begitu lama, yang akhirnya bisa

    mempengaruhi spektrum mikroorganisme.

    Pemberian antibiotik pada peritonitis bisa dilakukan secara tunggal maupun

    kombinasi. Menurut hasil sebagian besar studi, terapi antibiotik tunggal sama

    efektif dengan terapi kombinasi pada infeksi abdominal sedang sampai berat

    Individualiasasi Lama Terapi

    Agar memperoleh hasil terapi yang optimal, maka lama pemberian

    antibiotik yang optimal harus diindividualisasikan dan tergantung pada patologi

    yang mendasari,keparahan infeksi, kecepatan dan keefektifan kontrol sumber

    infeksi, dan respon pasien terhadap terapi. Pada uncomplicated peritonitis dengan

    kontrol awal sumber infeksi yang adekuat, pemberian 5-7 hari sudah cukup untuk

    sebagian besar kasus. Sedangkan pada kasus ringan semisal early appendicitis,

    cholecystitis, pemberian terapi lebih dari 24-72 jam pasca operasi.

    Terapi antibiotik harus diberikan untuk jangka panjang pada pasien infeksi

    peritonitis persisten yang kompleks. Pada kasus ini, lama seseorang mendapat

    terapi bervariasi dan sering dikaitkan dengan tanda proses inflamasi (panas badan

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    31/32

    berkurang selama 24-48 jam, nilai WBC kembali pada range normal). Satu hal

    penting yang harus dilakukan adalah, upaya untuk terus mencari dan mengobati

    dengan agresif semua sumber ekstraperitoneal baru dan sumber intra abdominal

    menetap.

    Pencegahan

    Cara mencegah utamanya adalah menghindari semua penyebabnya,baik

    penyebab utama maupun penyebab sekundernya.

    Mengurangi minum alkohol dan obat yang dapat menyebabkan sirosis. Karena

    sirosis dapat menimbulkan PBS (Peritonial Bakteri Spontan)

    Menghindari appendicitis dan diverticulitis dengan memakan banyak serat dan

    makan-makanan yang bersih

    Menghindari salpingitis dengan cara berhubungan badan yang sehat sehingga

    terhindar dari penyakit-penyakit kelamin yang akan menimbulkan salpingitis.

    Jangan menahan-nahan untuk buang air, karena padatnya feses dapat

    menyebabkan appendicitis dan diverticulitis.

    Menghindari peritonitis dan abses yang disebabkan pasca operasi dengan

    memakai alat-alat operasi yang bersih dan aseptis, tidak meninggalkan sisa

    pada operasi, dll.

  • 7/29/2019 abses abdomrn

    32/32

    DAFTAR PUSTAKA

    Boyd, Robert F. dan J. Joseph Marr. 1980. Medical Microbiology, first edition.

    Boston, USA: Little, Brown and Company (Inc.).

    DiPiro, Joseph T., Robert L.Talbert, Gary C. Yee, et al. 2005. Pharmacotherapy:

    A PAthophysiologic Approach, sixth edition. New York, USA: McGraw-

    Hill Medical Publishing Division.

    Peralta, Ruben. Peritonitis and Abdominal Sepsis, Agustus 2006. 30 April 2009

    15:40: http://emedicine.medscape.com/article/192329-overview

    Rhodes, George K. dan John Fernald. 1934. Peritonitis and Drainage A

    Pathological and Clinical Study. California.

    Wells, Barbara G, dkk. 2006. Pharmacotherapy Handbook Sixth Edition. USA:

    McGraw-Hill

    http://ilmukedokteran.net

    http://medicastore.com

    http://tbmcalcaneus.org

    http://www.conectique.com

    http://www.kalbe.co.id

    http://www.majalah-farmacia.com

    http://www.mamashealth.com

    www.klinikindonesia.com

    www.warmasif.co.id

    http://www.conectique.com/http://www.mamashealth.com/http://www.klinikindonesia.com/http://www.mamashealth.com/http://www.klinikindonesia.com/http://www.conectique.com/