abses gingiva
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksin kedalam tubuh manusia
serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi lokal dari
tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk. Penyakit itu
sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah dirubah
oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau perlawanan
yang disebut peradangan atau inflamasi. 3
Peradangan adalah reaksi vaskular yang merupakan zat-zat terlarut dan sel-
sel darah dari darah yang bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah
yang cedera atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera
dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan
adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan) dan
fungsio laesa (perubahan fungsi). Secara harfiah abses merupakan kumpulan pus
pada rongga yang cenderung meluas ke jaringan. 3
1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Gingiva
Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang menutupi processus
alveolar dan mengelilingi leher gigi. Gingiva meluas mulai dari daerah batas
servikal gigi, sampai ke daerah batas mucobuccal fold. Gingiva merupakan bagian
dari apparatus pendukung gigi dan jaringan periodonsium, yang berfungsi
melindungi jaringan dibawahnya terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut.2,6
Pada permukaan vestibulum di kedua rahang, gingiva secara jelas dibatasi
mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh garis yang bergelombang disebut
perlekatan mukogingiva. Garis yang sama juga ditemukan pada aspek lingual
mandibular antara gingiva dan mukosa mulut. Pada palatum, gingiva menyatu
dengan palatum dan tidak ada perlekatan mukogingiva yang nyata. 2,6
Gambar 2.1. Anatomi Jaringan Gingiva
Gingiva dibagi menjadi tiga menurut daerahnya yaitu marginal gingiva,
attached gingiva, dan gingiva interdental. Marginal gingiva adalah bagian
2
gingiva yang terletak pada daerah korona dan tidak melekat pada gingiva. Dekat
tepi gingiva terdapat suatu alur dangkal yang disebut sulkus gingiva yang
mengelilingi setiap gigi. 2,6
Pada gigi yang sehat kedalaman sulkus gingiva bervariasi sekitar 0,5 – 2
cm. Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Jaringan padat
ini terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar di bawahnya. Permukaan luar
dari attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang lebih kendur dan
dapat digerakkan, bagian tersebut disebut mucogingiva juntion. Interdental
gingiva mewakili gingiva embrasure, dimana terdapat ruang interproksimal
dibawah tempat berkontaknya gigi. Interdental gingiva dapat berbentuk piramidal
atau berbentuk seperti lembah. 2,6
Suplai darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu2,6 :
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva
pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu
arteri infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental, dan lingual.
b. Pada daerah interdental percabangan arteri intrasepatal.
c. Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah
gingiva. Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama dengan
distribusi suplai darah.
Gambaran Klinis Gingiva Sehat6
1. Warna Gingiva
Dalam keadaan normal, akibat permukaan pada epitelium lebih tipis dan
vaskularisasi yang lebih banyak dibanding orang dewasa, gingiva pada anak
berwarna merah tua. Warna gingiva normal pada anak sangat dipengaruhi oleh
vaskularisasi pada pembuluh darah dan jaringan pendukung. Mukosa alveolar
berwarna merah, halus dan lebih terang.
Warna gingiva sangat bervariasi pada setiap orang dan berhubungan
dengan pigmentasi kulit. Warna gingiva lebih terang pada orang kulit putih
dibandingkan pada orang kulit hitam. Melanin berperan pada pigmentasi normal
kulit, gingiva, dan membaran mukosa mulut, dimana melanin ini lebih banyak
terdapat pada orang kulit hitam. Distribusi pigmen pada orang kulit hitam yaitu
3
gingiva 60 %, palatum 61 %, membran mukosa 22 %, dan lidah 15%.
2. Kontur Gingiva
Kontur gingiva sangat bervariasi dan bergantung pada bentuk maupun
kesejajarannya dalam lengkung gigi, lokasi, dan bentuk daerah kontak proksimal,
serta luas embrasure gingiva sebelah facial dan lingual. Marginal gingiva
mengelilingi gigi berbentuk menyerupai kerah baju. Selama masa erupsi gigi
permanen, marginal gingiva lebih tebal dan memiliki protuberantia atau tonjolan.
Bentuk interdental gingiva ditentukan oleh kontur permukaan proksimal gigi,
lokasi, bentuk daerah kontak, dan luas embrassure gingiva.
3. Konsistensi
Konsistensi gingiva padat, keras, kenyal, dan melekat erat pada tulang
alveolar. Kepadatan attached gingiva didukung oleh susunan lamina propria
secara alami dan hubungannya dengan mucoperiosteum tulang alveolar,
sedangkan kepadatan marginal gingiva di dukung oleh serat-serat gingiva.
4. Tekstur Permukaan
Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti kulit jeruk yang lembut dan
tampak tidak beraturan, yang disebut stippling. Stippling adalah gambaran gingiva
sehat, dimana berkurang atau menghilangnya stippling umumnya dihubungkan
dengan adanya penyakit gingiva. Stippling tampak terlihat pada anak usia 3 dan
10 tahun, sedangkan gambaran ini tidak terlihat pada bayi. Pada awal masa erupsi
gigi permanen, stippling menunjukkan gambaran yang beregerombol dan lebih
lebar 1/8 inchi, meluas dari daerah marginal gingiva sampai ke daerah attached
gingiva.
Gambar 2.2. Gingiva Sehat 4
5. Keratinisasi
Epitel yang menutupi permukaan luar marginal dan attached gingiva
mengalami keratinisasi maupun parakeratinisasi. Keratinisasi dianggap sebagai
suatu bentuk perlindungan terhadap penyesuaian fungsi gingiva dari rangsangan
atau iritasi. Lapisan pada permukaan dilepaskan dalam bentuk helaian tipis dan
diganti dengan sel dari lapisan granular dibawahnya. Keratinisasi mukosa mulut
bervariasi pada daerah yang berbeda. Daerah yang paling banyak mengalami
keratinisasi adalah palatum, gingiva, lidah, dan pipi.
6. Posisi
Posisi gingiva menunjukkan tingkatan dimana marginal gingiva
menyentuh gigi. Ketika masa erupsi gigi, marginal, dan sulkus gingiva berada di
puncak mahkota. Selama proses erupsi berlangsung, marginal dan sulkus gingiva
terlihat lebih dekat ke arah apikal.
7. Ukuran
Ukuran gingiva menunjukkan jumlah total elemen seluler dan interseluler,
serta vaskularisasinya. Penyakit gingiva biasanya ditandai oleh terjadinya
perubahan ukiiran dari komponen mikroskopik.
2.2 Definisi Abses Gingiva
Gingiva abses merupakan abses yang terbentuk di dalam jaringan
periapikal atau periodontal karena infeksi gigi atau perluasan dari gangren pulpa.
Abses yang terbentuk merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang
terus menembus kulit pipi, dan membentuk fistula. 4,5
Gusi merupakan bagian mukosa mulut yang menutupi prosesus alveolar
rahang dan mengelilingi leher gigi. Gingiva adalah bahasa yang digunakan secara
umum dalam bidang kedokteran gigi. Sedangkan gusi adalah bahasa umum yang
digunakan masyarakat secara luas. 4,5
5
Gambar 2.3. Abses Gingival
Abses gingiva merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingiva).
Abses gingiva terjadi karena faktor karies gigi, iritasi, seperti plak, kalkulus,
invasi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan. Terkadang pula akibat gigi
yang akan tumbuh. 4,5
2.3 Etiopatogenesis Abses Gingiva
Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh
manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi
lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk.
Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah
dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau
perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi. 3
Peradangan adalah reaksi vaskular dari zat-zat terlarut, dan sel-sel darah
dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan interstitial pada daerah yang cedera
atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh
terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor
(rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dan
fungsiolaesa (perubahan fungsi). 3
Abses merupakan rongga yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi
bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini
yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus
6
dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya
untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim
utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase,
streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat
merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti enzim ini berperan
layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.3
Bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3
macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase,
enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat
(hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah
enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting
adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga
sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam
jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang
tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.3
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim
dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal. 3,6
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses
abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal sering kali disebut sebagai mixed
bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host
dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang
terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses
disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi
penanganan. 3,6
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya
menaundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut,
namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup
tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi
abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. 6
7
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi mampu merusak
jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim
koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk
membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering
kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui
ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat
adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen
foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan
S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika. 6
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses
saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (piogenik), salah satunya juga adalah
S.aureus. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,
tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit
yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan
bakteri dalam jumlah besar.6
Secara alamiah, sebenarnya pus yang berada dalam rongga tersebut akan
terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya sering kali
merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu
seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga
patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara
alami. 6
Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah
periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh,
maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak,
lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi
perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses. 6
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri,
ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu
menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan
sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak,
sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus. 6
8
Penyebaran abses selanjutnya adalah3,6 :
1. Periostitis
Perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya,
dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian
tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks
tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh
lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar,
yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka
respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan
melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel
plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan
menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut.
Peristiwa ini cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang
terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous
periostitis. Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi
eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih
70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada
keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3
hari, tergantung keadaan host.
2. Abses Gingiva
Port d'entry MikroOrganisme (MO) dapat melalui karies yang ada pada gigi.
Kemudian MO ini berkembang-biak, mutiplikasi, mengeluarkan produk-
produknya, dan menjalar hingga pulpa. Kemudian terjadilah pulpitis. Bila
tetap tidak mendapat perawatan, MO ini akan terus berkembang biak dan
menjalar hingga saluran akar yang akhirnya dapat membuntu saluran ini
(ditambah dengan adanya produk-produk radang) sehingga pembuluh darah
pun tidak bisa memberikan nutrisinya dan terjadilah kematian pulpa oleh
karena nekrosis. Dari nekrosis ini, terjadilah spread of infection sehingga
timbul abses periapikal. Kemudian, terus multiplikasi bakteri dan produk-
produk radang tadi terus terjadi dan menjalar hingga tulang dan terjadilah
osteomyelitis (bila mengenai sumsum tulang, dan komponen tulang alveolar
lainnya). Tulang yang terkena infeksi ini juga akan kekurangan nutrisi dari
9
pembuluh darah dan akibatnya terjadi penurunan densitas tulang. Bila tidak
cepat ditangani, maka infeksi terus menjalar hingg periosteum dan terjadilah
periostitis. Periostitis ini dapat menyebabkan trismus karena bakteri dapat
menyebar ke otot melalui periosteum. Bila port d'entry melalui margin atau
sulkus gingival, maka keradangan terjadi di daerah ligamen periodontal dan
menyebabkan lebarnya periodontal space. Kemudian penjalaran infeksi
sampai pada bagian gingiva sehingga menimbulkan gingival abses.
3. Abses subperiosteal
Abses subperiosteal terjadi di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan
periosteum, bedanya adalah di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus,
alias pus sudah berhasil menembus korteks dan memasuki rongga
subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal,
berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum
adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah
tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda
dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.
4. Fascial abscess
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi,
maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space
terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah
meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial
spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan
jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :
Fascial spaces primer
1. Maksila
a. Canine spaces
b. Buccal spaces
c. Infratemporal spaces
2. Mandibula
a. Submental spaces
b. Buccal spaces
c. Sublingual spaces
10
d. Submandibular spaces
Fascial spaces sekunder
Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi
oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini
berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang
termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space,
retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan
body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder
berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang
paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik
terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri
pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus
tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial
spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan
menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.
Canine spaces
Berisi muskulus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi
daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila.
Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya
lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat
menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus.
Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar
parotis dan n. fascialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar
yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada
maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada
mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan.
Infratemporal spaces
Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus
inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space.
Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasal dari gigi molar III
11
maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan
kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar.
Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi
berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.
Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah
medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula
dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa
pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.
Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma.
Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah
m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa
pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar
sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.
Masticator space
Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m.
temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala
infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat
menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi
nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.
Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)
Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga
infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi
berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, dan trismus.
Retropharyngeal space (posterior visceral space)
Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran
pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala
infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato
voice, dan stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena
infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih
12
dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n. cranial bawah,
Horner syndrome).
Abses gingiva terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga
mulut atau dalam gigi, penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal
dalam mulut. Bakteri itu adalah kokus aerob gram positif, dan kokus anaerob
gram seperti fusobakteria, Streptococcus sp, dan bakteri lainnya. Bakteri terdapat
dalam plak yang berisi sisa makanan dan kombinasi dengan air liur. Bakteri-
bakteri tersebut dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis, dan periodontitis.
Jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket
periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen. 4,5
Abses gingiva ini terjadi akibat adanya faktor iritasi seperti plak, kalkulus,
karies dentis, invasi bakteri (Staphylococcus aureus, Streptococcus, dan
Haemophilis influenzae), inpaksi makanan atau trauma jaringan. Keadaan ini
dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar sehingga terjadi gigi goyang. 4,5
Abses gingiva terjadi saat bakteri menginfeksi gusi sehingga menyebabkan
penyakit gusi (yang dikenal sebagai periodontitis). Periodontitis menyebabkan
radang di dalam gusi yang dapat membuat jaringan yang mengelilingi akar gigi
(periodontal ligamen) terpisah dari dasar tulang gigi. Perpisahan ini menimbulkan
suatu celah kecil yang dikenal sebagai suatu periodontal pocket, yang sulit untuk
dibersihkan sehingga menyebabkan bakteri masuk dan menyebar.
2.4 Manifestasi Klinis Abses Gingiva
Gejala utama abses gingival adalah nyeri pada gigi yang terinfeksi, yang
dapat berdenyut dan keras. Pada umumnya nyeri dengan tiba-tiba, dan secara
berangsur-angsur bertambah buruk dalam beberapa jam dan beberapa hari. Dapat
juga ditemukan nyeri menjalar sampai ke telinga, turun ke rahang dan leher pada
sisi gigi yang sakit. 6
Gejala-gejala umum dari abses gingiva adalah :
Gigi terasa sensitif kepada air sejuk atau panas.
Rasa pahit di dalam mulut.
Nafas berbau busuk.
Kelenjar leher bengkak
13
Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil.
Denyut nadi cepat atau takikardi.
Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise).
Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut.
2.5 Diagnosis Abses Gingiva
Secara klinis, diagnosis dari abses gingiva dapat ditegakkan dengan
melihat gejala klinisnya yaitu adanya inflamasi dan infeksi akut. Apabila belum
terjadi kerusakan tulang maka pemeriksaan radiologis tidak memperlihatkan
terjadi kelainan. 6
2.6 Penatalaksanaan Abses Gingiva
Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gingival adalah mengikuti
perawatan gigi. Dokter gigi akan mengobati abses dengan menggunakan prosedur
perawatan abses gigi dalam beberapa kasus, pembedahan, atau kedua-duanya. 1,3
A. Farmakoterapi
1. Analgesik1,3
Abses gingiva sangat nyeri, tetapi dapat digunakan obat penghilang sakit
(analgesik), yang tersedia di apotek, untuk mengurangi nyeri ketika menunggu
perawatan dari dokter gigi. Perlu diketahui bahwa obat penghilang sakit tidak
bisa menyembuhkan abses gingiva. Analgesik ini biasanya digunakan untuk
meredakan nyeri.
2. Antibiotik1,3
Antibiotik untuk abses gingiva digunakan untuk mencegah penyebaran
infeksi, dan dapat dipakai bersama anaigesik (painkiller). Antibiotik seperti
amoxisillin atau metronidazol dapat digunakan jika :
Wajah bengkak, ini menunjukkan infeksi atau peradangan menyebar ke
area sekelilingnya.
Terlihat tanda-tanda dari infeksi berat, seperti demam atau pembengkakan
kelenjar.
14
Daya tahan tubuh menurun, seperti orang yang telah di kemoterapi, atau
seperti infeksi HIV positif,
Peningkatan faktor resiko seperti diabetes mellitus, dan resiko
endokarditis.
Antibiotik tidak harus digunakan untuk penundaan perawatan gigi. Harus
mengunjungi dokter gigi jika terjadi abses gingiva.
B. Dental prosedur1,3
Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gingiva
adalah drainage berupa insisi (dibuka) absesnya, atau membuka atap pulpa gigi
penyebab. Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah di anestesi lokal
terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa. Pada abses gingiva,
dokter gigi akan mengeluarkan nanah (pus), dan secara menyeluruh
membersihkan periodontal pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi
dengan scaling dan garis gusi untuk membantu penyembuhan dan mencegah
infeksi atau peradangan lebih lanjut.
2.7 Prognosis Abses Gingiva
Prognosis dari abses gingiva adalah baik terutama apabila di terapi dengan
segera menggunakan antibiotik yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik, akan
lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk. 6
15
BAB IIISTATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. G
Alamat : Blitar
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Status : -
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Tanggal Periksa : 25-9-2013
1.2 Anamnesis
Hetero Ananmnesa (Ibu Pasien)
Keluhan Utama
Bengkak gusi kiri bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Gigi dan Mulut RSD Mardi Waluyo Blitar dengan keluhan
bengkak di gusi sebelah kiri bawah sejak 1 minggu yang lalu. Badan kadang agak
panas dan dirasa nyeri terkadang saat makan makanan yang keras.
Riwayat Perawatan
Gigi : Tidak ada riwayat.
Jaringan lunak rongga mulut dan sekitarnya : Tidak ada riwayat.
Riwayat Kesehatan
Kelainan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan
16
Kelainan endokrin : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Kelainan jantung : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Gangguan nutrisi : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Kelainan kulit/kelamin : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Gangguan pencernaan : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Kelainan imunologi : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Gangguan respiratori : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Gangguan TMJ : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Tekanan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Diabetes Melitus : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Obat-obatan yang Telah/Sedang Dijalani
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Keadaan Sosial/Kebiasaan
Pasien termasuk dalam kondisi sosial menengah ke bawah. Ibu Pasien
mengaku menggosok gigi 3x sehari.
Riwayat Keluarga
Kelainan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Kelainan endokrin : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Diabetes Melitus : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Kelainan jantung : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Kelainan syaraf : Pasien mengaku tidak ada kelainan
Alergi : Pasien mengaku tidak ada kelainan
1.3 Pemeriksaan Fisik
Ekstra Oral
- Muka : simetris
- Pipi kiri : dalam batas normal
- Pipi kanan : dalam batas normal
- Bibir atas : dalam batas normal
- Bibir bawah : dalam batas normal
- Sudut mulut : dalam batas normal
- Kelenjar submandibularis kiri : dalam batas normal
17
- Kelenjar submandibularis kanan : dalam batas normal
- Kelenjar submental : dalam batas normal
- Kelenjar leher : dalam batas normal
- Kelenjar sublingualis : dalam batas normal
- Kelenjar parotis kanan : dalam batas normal
- Kelenjar parotis kiri : dalam batas normal
Intra Oral
- Mukosa labial atas : dalam batas normal
- Mukosa labial bawah : dalam batas normal
- Mukosa pipi kiri : dalam batas normal
- Mukosa pipi kanan : dalam batas normal
- Bukal fold atas : dalam batas normal
- Bukal fold bawah : dalam batas normal
- Labial fold atas : dalam batas normal
- Labial fold bawah : dalam batas normal
- Gingival rahang atas : dalam batas normal
- Gingival rahang bawah : 74, 75 Nodul
- Lidah : dalam batas normal
- Dasar mulut : dalam batas normal
- Palatum : dalam batas normal
- Tonsil : dalam batas normal
- Pharynx : dalam batas normal
Sondasi : (-)
18
1 2 3 4 5 6 7 8
5
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8
I II III IV V
I II III IV V
8 7 6 5 4 3 2 1
8 7 6 5 4 3 2 1
V IV III II I
V IV III II I
Perkusi : (-)
Keterangan :
Abses gingiva oleh karena gigi 74, 75 gangren pulpa
1.4 Diagnosa
Abses Gingiva et Causa 74, 75 gangren pulpa
1.5 Rencana Perawatan
o Drainage
o Perawatan Saluran Akar (PSA)
o Antibiotik
o Analgesik
o Pro insisi abses apabila drainage dari saluran akar kurang adekuat
Pengobatan
R/ Amoxcicilin Tab 250 mg No. XV
S 3 dd tab I
R/ Paracetamol Tab 250 mg No. XV
S prn 2-3 dd tab I pc
Pro : An G / 7 thn
Pemeriksaan Penunjang
Lab. Rontgenologi Mulut/Radiologi : (-)
Lab. Patologi Anatomi : (-)
Sitologi : (-)
Biopsi : (-)
Lab. Mikrobiologi : (-)
Bakteriologi : (-)
Jamur : (-)
Lab. Patologi Klinik : (-)
Rujukan
Poli Penyakit Dalam : (-)
19
Poli THT : (-)
Poli Kulit dan Kelamin : (-)
Poli Saraf : (-)
1.6 Lembar Perawatan
Tanggal Pemeriksaan Diagnosa Terapi KIE
15-9-2013
25-9-2013
74, 75 GP
dengan
gingiva
tampak
hiperemi (+)
dan edema
(+)
74, 75 GP
dengan
gingiva
tampak
hiperemi (+)
dan edema
(+) sudah
berkurang
74,75 Abses
Gingiva et
Causa GP
74,75 Abses
Gingiva et
Causa GP
Farmakoterapi
R/ Amoxcicilin tab 250 mg No. XV
S 3 dd tab I
R/ Paracetamol tab 250 mg No. XV
S prn 2-3 dd tab I
Tindakan
- Drainage
- Perawatan Saluran Akar
(PSA)
- Pro insisi abses apabila
drainage dari saluran
akar kurang adekuat
Farmakoterapi
R/ Amoxcicilin tab 250 mg No. XV
S 3 dd tab I
R/ Paracetamol tab 250 mg No. XV
S prn 2-3 dd tab I
Tindakan
- Drainage
- Perawatan Saluran Akar
(PSA)
- Pro insisi abses apabila
drainage dari saluran
akar kurang adekuat
Makan makanan
lunak.
Sikat gigi teratur
sebelum tidur dan
sesudah makan.
Hindari makanan dan
minuman yang terlalu
dingin atau terlalu
panas.
Makan dengan
menggunakan sisi
yang berlawanan dari
abses.
Penggunaan sikat gigi
yang lembut dan serat
halus di sekitar gigi
yang sakit .
Periksa gigi ke
dokter gigi teratur 6
bulan sekali.
Kontrol setelah obat
habis untuk
dilakukan evaluasi
selanjutnya.
20
BAB IVPEMBAHASAN
Pasien An.G (7 tahun) dengan keluhan bengkak di gusi sebelah kiri bawah
sejak 1 minggu yang lalu. Badan kadang agak panas dan dirasa nyeri terkadang
saat makan makanan yang keras. Pasien didiagnosa Abses gingiva et causa
gangren pulpa gigi 74, 75. Berdasarkan teori dikemukakan bahwa gingiva abses
merupakan abses yang terbentuk di dalam jaringan periapikal atau periodontal
karena infeksi gigi atau perluasan dari gangren pulpa. Abses yang terbentuk
merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit
pipi, dan membentuk fistula. Abses gingival merupakan suatu nanah yang terjadi
pada gusi (gingiva). Abses gingiva terjadi karena faktor iritasi seperti plak,
kalkulus, invasi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan. Terkadang pula
akibat gigi yang akan tumbuh. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan
abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. 3
Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan didapatkan 74, 75 gangren pulpa
dengan gingiva tampak hiperemi +) dan edema (+). Hal ini dikarenakan oleh
MikroOrganisme (MO) dapat melalui karies yang ada pada gigi. Kemudian MO
ini berkembang-biak, mutiplikasi, mengeluarkan produk-produknya, dan menjalar
hingga pulpa. Bila tetap tidak mendapat perawatan, MO ini akan terus
berkembang biak dan menjalar hingga saluran akar yang akhirnya dapat
membuntu saluran ini (ditambah dengan adanya produk-produk radang) sehingga
pembuluh darah pun tidak bisa memberikan nutrisinya. Bila port d'entry melalui
margin atau sulkus gingiva, maka keradangan terjadi di daerah ligamen
periodontal dan menyebabkan lebarnya periodontal space. Kemudian penjalaran
infeksi sampai pada bagian gingiva sehingga menimbulkan gingiva abses. 6
Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksinnya ke dalam tubuh
manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi
21
lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk.
Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah
dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau
perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi. Peradangan adalah reaksi
vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel
darah dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan interstitial pada daerah yang
cedera atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari
tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah
dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dan
fungsiolaesa (perubahan fungsi). 3,6
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya
mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut,
namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup
tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi
abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. Pola
penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan
jaringan, dan perlekatan otot. Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung
dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun
pada perjalanannya sering kali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala
yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. 6
Pada pasien ini terapi yang di berikan adalah Amoxcicilin 250 mg sebagai
obat antibiotiknya dan paracetamol 250 mg sebagai obat nyerinya. Tindakan yang
dilakukan pada pasien ini adalah Drainage, Perawatan Saluran Akar (PSA) dan
Pro insisi abses apabila drainage dari saluran akar kurang adekuat. Dan yang perlu
diperhatikan pada pasien ini adalah
- Makan makanan lunak.
- Sikat gigi teratur sebelum tidur dan sesudah makan.
- Hindari makanan dan minuman yang terlalu dingin atau terlalu panas.
- Makan dengan menggunakan sisi yang berlawanan dari abses.
- Penggunaan sikat gigi yang lembut dan serat halus di sekitar gigi yang sakit .
- Periksa gigi ke dokter gigi teratur 6 bulan sekali.
- Kontrol setelah obat habis untuk dilakukan ekstraksi gigi.
22
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Abses gingiva merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingiva).
Abses gingiva terjadi karena factor karies gigi, iritasi seperti plak, kalkulus, invasi
bakteri, impaksi makanan, trauma jaringan dan penyebaran infeksi periapikal.
Terkadang pula akibat gigi yang akan tumbuh.
Abses gingiva sebenarnya adalah komplikasi dari karies gigi. Bisa juga
disebabkan oleh trauma gigi (misalnya apabila gigi patah atau hancur).
Email yang terbuka menyebabkan masuknya bakteri yang akan
menginfeksi bagian tengah (pulpa) gigi. Infeksi ini menjalar hingga ke akar gigi
dan tulang yang menyokong gigi.
Infeksi menyebabkan terjadinya pengumpulan nanah (terdiri dari jaringan
tubuh yang mati, bakteri yang telah mati atau masih hidup dan sel darah putih),
dan pembengkakan jaringan dalam gigi. Ini menyebabkan sakit gigi. Jika struktur
akar gigi mati, sakit gigi mungkin hilang, tetapi infeksi ini akan meluas terus
menerus sehingga menjalar ke jaringan yang lain.
5.2 Saran
Perlunya menjaga kebersihan pada rongga mulut agar tidak mudah
terinfeksi penyakit dan pentingnya kesadaran memeriksakan kesehatan gigi dan
mulut secara rutin ke dokter gigi sebagai bentuk cara untuk mendeteksi dini dan
mencegah timbulnya abses gingival oleh karena gigi berlubang.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Carranza FA, Jr. Treatment of acute gingival disease, in: Carranza FA Jr & Newman MG (eds), Clinical Periodontology, 8th edition, Philadelphia, WB Saunders Co., 1996, p: 476-82.
2. Chaker, F.M. : Dent. Clin. North Am., 18:393, 1974 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
3. Gilangrasuna. 2010. Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen. Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at http//www. Abses periapikal. Com.
4. Mazur, B., & Massler, M. : Oral Surg., 17 : 592. 1964 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
5. Oliet, S. & Pollock,S. : Bull. Phila. Dent. Soc., 34:12, 1968 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia :Lea & Febiger.
6. Zainul, TI, 2005, Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut, Lab. Gigi dan Mulut FK Unsyiah/RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh, Hlm 34-7.
24