abses gingiva

37
BAB I PENDAHULUAN Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksin kedalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk. Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi. 3 Peradangan adalah reaksi vaskular yang merupakan zat-zat terlarut dan sel-sel darah dari darah yang bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah yang cedera atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan) dan fungsio laesa (perubahan fungsi). Secara harfiah abses merupakan kumpulan pus pada rongga yang cenderung meluas ke jaringan. 3 1

Upload: lalu-bayu-kusuma

Post on 25-Oct-2015

125 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksin kedalam tubuh manusia

serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi lokal dari

tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk. Penyakit itu

sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah dirubah

oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau perlawanan

yang disebut peradangan atau inflamasi. 3

Peradangan adalah reaksi vaskular yang merupakan zat-zat terlarut dan sel-

sel darah dari darah yang bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah

yang cedera atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera

dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan

adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan) dan

fungsio laesa (perubahan fungsi). Secara harfiah abses merupakan kumpulan pus

pada rongga yang cenderung meluas ke jaringan. 3

1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Gingiva

Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang menutupi processus

alveolar dan mengelilingi leher gigi. Gingiva meluas mulai dari daerah batas

servikal gigi, sampai ke daerah batas mucobuccal fold. Gingiva merupakan bagian

dari apparatus pendukung gigi dan jaringan periodonsium, yang berfungsi

melindungi jaringan dibawahnya terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut.2,6

Pada permukaan vestibulum di kedua rahang, gingiva secara jelas dibatasi

mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh garis yang bergelombang disebut

perlekatan mukogingiva. Garis yang sama juga ditemukan pada aspek lingual

mandibular antara gingiva dan mukosa mulut. Pada palatum, gingiva menyatu

dengan palatum dan tidak ada perlekatan mukogingiva yang nyata. 2,6

Gambar 2.1. Anatomi Jaringan Gingiva

Gingiva dibagi menjadi tiga menurut daerahnya yaitu marginal gingiva,

attached gingiva, dan gingiva interdental. Marginal gingiva adalah bagian

2

gingiva yang terletak pada daerah korona dan tidak melekat pada gingiva. Dekat

tepi gingiva terdapat suatu alur dangkal yang disebut sulkus gingiva yang

mengelilingi setiap gigi. 2,6

Pada gigi yang sehat kedalaman sulkus gingiva bervariasi sekitar 0,5 – 2

cm. Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Jaringan padat

ini terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar di bawahnya. Permukaan luar

dari attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang lebih kendur dan

dapat digerakkan, bagian tersebut disebut mucogingiva juntion. Interdental

gingiva mewakili gingiva embrasure, dimana terdapat ruang interproksimal

dibawah tempat berkontaknya gigi. Interdental gingiva dapat berbentuk piramidal

atau berbentuk seperti lembah. 2,6

Suplai darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu2,6 :

a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva

pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu

arteri infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental, dan lingual.

b. Pada daerah interdental percabangan arteri intrasepatal.

c. Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah

gingiva. Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama dengan

distribusi suplai darah.

Gambaran Klinis Gingiva Sehat6

1. Warna Gingiva

Dalam keadaan normal, akibat permukaan pada epitelium lebih tipis dan

vaskularisasi yang lebih banyak dibanding orang dewasa, gingiva pada anak

berwarna merah tua. Warna gingiva normal pada anak sangat dipengaruhi oleh

vaskularisasi pada pembuluh darah dan jaringan pendukung. Mukosa alveolar

berwarna merah, halus dan lebih terang.

Warna gingiva sangat bervariasi pada setiap orang dan berhubungan

dengan pigmentasi kulit. Warna gingiva lebih terang pada orang kulit putih

dibandingkan pada orang kulit hitam. Melanin berperan pada pigmentasi normal

kulit, gingiva, dan membaran mukosa mulut, dimana melanin ini lebih banyak

terdapat pada orang kulit hitam. Distribusi pigmen pada orang kulit hitam yaitu

3

gingiva 60 %, palatum 61 %, membran mukosa 22 %, dan lidah 15%.

2. Kontur Gingiva

Kontur gingiva sangat bervariasi dan bergantung pada bentuk maupun

kesejajarannya dalam lengkung gigi, lokasi, dan bentuk daerah kontak proksimal,

serta luas embrasure gingiva sebelah facial dan lingual. Marginal gingiva

mengelilingi gigi berbentuk menyerupai kerah baju. Selama masa erupsi gigi

permanen, marginal gingiva lebih tebal dan memiliki protuberantia atau tonjolan.

Bentuk interdental gingiva ditentukan oleh kontur permukaan proksimal gigi,

lokasi, bentuk daerah kontak, dan luas embrassure gingiva.

3. Konsistensi

Konsistensi gingiva padat, keras, kenyal, dan melekat erat pada tulang

alveolar. Kepadatan attached gingiva didukung oleh susunan lamina propria

secara alami dan hubungannya dengan mucoperiosteum tulang alveolar,

sedangkan kepadatan marginal gingiva di dukung oleh serat-serat gingiva.

4. Tekstur Permukaan

Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti kulit jeruk yang lembut dan

tampak tidak beraturan, yang disebut stippling. Stippling adalah gambaran gingiva

sehat, dimana berkurang atau menghilangnya stippling umumnya dihubungkan

dengan adanya penyakit gingiva. Stippling tampak terlihat pada anak usia 3 dan

10 tahun, sedangkan gambaran ini tidak terlihat pada bayi. Pada awal masa erupsi

gigi permanen, stippling menunjukkan gambaran yang beregerombol dan lebih

lebar 1/8 inchi, meluas dari daerah marginal gingiva sampai ke daerah attached

gingiva.

Gambar 2.2. Gingiva Sehat 4

5. Keratinisasi

Epitel yang menutupi permukaan luar marginal dan attached gingiva

mengalami keratinisasi maupun parakeratinisasi. Keratinisasi dianggap sebagai

suatu bentuk perlindungan terhadap penyesuaian fungsi gingiva dari rangsangan

atau iritasi. Lapisan pada permukaan dilepaskan dalam bentuk helaian tipis dan

diganti dengan sel dari lapisan granular dibawahnya. Keratinisasi mukosa mulut

bervariasi pada daerah yang berbeda. Daerah yang paling banyak mengalami

keratinisasi adalah palatum, gingiva, lidah, dan pipi.

6. Posisi

Posisi gingiva menunjukkan tingkatan dimana marginal gingiva

menyentuh gigi. Ketika masa erupsi gigi, marginal, dan sulkus gingiva berada di

puncak mahkota. Selama proses erupsi berlangsung, marginal dan sulkus gingiva

terlihat lebih dekat ke arah apikal.

7. Ukuran

Ukuran gingiva menunjukkan jumlah total elemen seluler dan interseluler,

serta vaskularisasinya. Penyakit gingiva biasanya ditandai oleh terjadinya

perubahan ukiiran dari komponen mikroskopik.

2.2 Definisi Abses Gingiva

Gingiva abses merupakan abses yang terbentuk di dalam jaringan

periapikal atau periodontal karena infeksi gigi atau perluasan dari gangren pulpa.

Abses yang terbentuk merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang

terus menembus kulit pipi, dan membentuk fistula. 4,5

Gusi merupakan bagian mukosa mulut yang menutupi prosesus alveolar

rahang dan mengelilingi leher gigi. Gingiva adalah bahasa yang digunakan secara

umum dalam bidang kedokteran gigi. Sedangkan gusi adalah bahasa umum yang

digunakan masyarakat secara luas. 4,5

5

Gambar 2.3. Abses Gingival

Abses gingiva merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingiva).

Abses gingiva terjadi karena faktor karies gigi, iritasi, seperti plak, kalkulus,

invasi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan. Terkadang pula akibat gigi

yang akan tumbuh. 4,5

2.3 Etiopatogenesis Abses Gingiva

Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh

manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi

lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk.

Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah

dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau

perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi. 3

Peradangan adalah reaksi vaskular dari zat-zat terlarut, dan sel-sel darah

dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan interstitial pada daerah yang cedera

atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh

terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor

(rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dan

fungsiolaesa (perubahan fungsi). 3

Abses merupakan rongga yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi

bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini

yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus

6

dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya

untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim

utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase,

streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat

merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti enzim ini berperan

layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.3

Bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3

macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase,

enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat

(hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah

enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting

adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga

sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam

jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang

tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.3

Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim

dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media

perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu

merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal. 3,6

Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses

abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal sering kali disebut sebagai mixed

bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host

dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang

terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses

disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi

penanganan. 3,6

Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya

menaundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut,

namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup

tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi

abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. 6

7

S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi mampu merusak

jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim

koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk

membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering

kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui

ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat

adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen

foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan

S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika. 6

Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses

saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada

pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (piogenik), salah satunya juga adalah

S.aureus. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,

tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit

yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan

bakteri dalam jumlah besar.6

Secara alamiah, sebenarnya pus yang berada dalam rongga tersebut akan

terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya sering kali

merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu

seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga

patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara

alami. 6

Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah

periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh,

maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak,

lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi

perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses. 6

Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri,

ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu

menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan

sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak,

sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus. 6

8

Penyebaran abses selanjutnya adalah3,6 :

1. Periostitis

Perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya,

dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian

tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks

tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh

lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar,

yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka

respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan

melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel

plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan

menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut.

Peristiwa ini cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang

terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous

periostitis. Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi

eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih

70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada

keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3

hari, tergantung keadaan host.

2. Abses Gingiva

Port d'entry MikroOrganisme (MO) dapat melalui karies yang ada pada gigi.

Kemudian MO ini berkembang-biak, mutiplikasi, mengeluarkan produk-

produknya, dan menjalar hingga pulpa. Kemudian terjadilah pulpitis. Bila

tetap tidak mendapat perawatan, MO ini akan terus berkembang biak dan

menjalar hingga saluran akar yang akhirnya dapat membuntu saluran ini

(ditambah dengan adanya produk-produk radang) sehingga pembuluh darah

pun tidak bisa memberikan nutrisinya dan terjadilah kematian pulpa oleh

karena nekrosis. Dari nekrosis ini, terjadilah spread of infection sehingga

timbul abses periapikal. Kemudian, terus multiplikasi bakteri dan produk-

produk radang tadi terus terjadi dan menjalar hingga tulang dan terjadilah

osteomyelitis (bila mengenai sumsum tulang, dan komponen tulang alveolar

lainnya). Tulang yang terkena infeksi ini juga akan kekurangan nutrisi dari

9

pembuluh darah dan akibatnya terjadi penurunan densitas tulang. Bila tidak

cepat ditangani, maka infeksi terus menjalar hingg periosteum dan terjadilah

periostitis. Periostitis ini dapat menyebabkan trismus karena bakteri dapat

menyebar ke otot melalui periosteum. Bila port d'entry melalui margin atau

sulkus gingival, maka keradangan terjadi di daerah ligamen periodontal dan

menyebabkan lebarnya periodontal space. Kemudian penjalaran infeksi

sampai pada bagian gingiva sehingga menimbulkan gingival abses.

3. Abses subperiosteal

Abses subperiosteal terjadi di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan

periosteum, bedanya adalah di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus,

alias pus sudah berhasil menembus korteks dan memasuki rongga

subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal,

berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum

adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah

tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda

dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.

4. Fascial abscess

Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi,

maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space

terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah

meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial

spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan

jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :

Fascial spaces primer

1. Maksila

a. Canine spaces

b. Buccal spaces

c. Infratemporal spaces

2. Mandibula

a. Submental spaces

b. Buccal spaces

c. Sublingual spaces

10

d. Submandibular spaces

Fascial spaces sekunder

Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi

oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini

berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang

termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space,

retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan

body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder

berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.

Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang

paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik

terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri

pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus

tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial

spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan

menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.

Canine spaces

Berisi muskulus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi

daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila.

Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya

lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat

menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus.

Buccal spaces

Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar

parotis dan n. fascialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar

yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada

maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada

mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan.

Infratemporal spaces

Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus

inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space.

Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasal dari gigi molar III

11

maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan

kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar.

Submental space

Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi

berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

Sublingual space

Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah

medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula

dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa

pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

Submandibular space

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma.

Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah

m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa

pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar

sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.

Masticator space

Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m.

temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala

infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat

menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi

nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.

Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)

Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga

infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi

berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, dan trismus.

Retropharyngeal space (posterior visceral space)

Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran

pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala

infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato

voice, dan stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena

infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih

12

dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n. cranial bawah,

Horner syndrome).

Abses gingiva terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga

mulut atau dalam gigi, penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal

dalam mulut. Bakteri itu adalah kokus aerob gram positif, dan kokus anaerob

gram seperti fusobakteria, Streptococcus sp, dan bakteri lainnya. Bakteri terdapat

dalam plak yang berisi sisa makanan dan kombinasi dengan air liur. Bakteri-

bakteri tersebut dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis, dan periodontitis.

Jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket

periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen. 4,5

Abses gingiva ini terjadi akibat adanya faktor iritasi seperti plak, kalkulus,

karies dentis, invasi bakteri (Staphylococcus aureus, Streptococcus, dan

Haemophilis influenzae), inpaksi makanan atau trauma jaringan. Keadaan ini

dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar sehingga terjadi gigi goyang. 4,5

Abses gingiva terjadi saat bakteri menginfeksi gusi sehingga menyebabkan

penyakit gusi (yang dikenal sebagai periodontitis). Periodontitis menyebabkan

radang di dalam gusi yang dapat membuat jaringan yang mengelilingi akar gigi

(periodontal ligamen) terpisah dari dasar tulang gigi. Perpisahan ini menimbulkan

suatu celah kecil yang dikenal sebagai suatu periodontal pocket, yang sulit untuk

dibersihkan sehingga menyebabkan bakteri masuk dan menyebar.

2.4 Manifestasi Klinis Abses Gingiva

Gejala utama abses gingival adalah nyeri pada gigi yang terinfeksi, yang

dapat berdenyut dan keras. Pada umumnya nyeri dengan tiba-tiba, dan secara

berangsur-angsur bertambah buruk dalam beberapa jam dan beberapa hari. Dapat

juga ditemukan nyeri menjalar sampai ke telinga, turun ke rahang dan leher pada

sisi gigi yang sakit. 6

Gejala-gejala umum dari abses gingiva adalah :

Gigi terasa sensitif kepada air sejuk atau panas.

Rasa pahit di dalam mulut.

Nafas berbau busuk.

Kelenjar leher bengkak

13

Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil.

Denyut nadi cepat atau takikardi.

Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise).

Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut.

2.5 Diagnosis Abses Gingiva

Secara klinis, diagnosis dari abses gingiva dapat ditegakkan dengan

melihat gejala klinisnya yaitu adanya inflamasi dan infeksi akut. Apabila belum

terjadi kerusakan tulang maka pemeriksaan radiologis tidak memperlihatkan

terjadi kelainan. 6

2.6 Penatalaksanaan Abses Gingiva

Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gingival adalah mengikuti

perawatan gigi. Dokter gigi akan mengobati abses dengan menggunakan prosedur

perawatan abses gigi dalam beberapa kasus, pembedahan, atau kedua-duanya. 1,3

A. Farmakoterapi

1. Analgesik1,3

Abses gingiva sangat nyeri, tetapi dapat digunakan obat penghilang sakit

(analgesik), yang tersedia di apotek, untuk mengurangi nyeri ketika menunggu

perawatan dari dokter gigi. Perlu diketahui bahwa obat penghilang sakit tidak

bisa menyembuhkan abses gingiva. Analgesik ini biasanya digunakan untuk

meredakan nyeri.

2. Antibiotik1,3

Antibiotik untuk abses gingiva digunakan untuk mencegah penyebaran

infeksi, dan dapat dipakai bersama anaigesik (painkiller).  Antibiotik seperti

amoxisillin atau metronidazol dapat digunakan jika :

Wajah bengkak, ini menunjukkan infeksi atau peradangan menyebar ke

area sekelilingnya.

Terlihat tanda-tanda dari infeksi berat, seperti demam atau pembengkakan

kelenjar.

14

Daya tahan tubuh menurun, seperti orang yang telah di kemoterapi, atau

seperti infeksi HIV positif,

Peningkatan faktor resiko seperti diabetes mellitus, dan resiko

endokarditis.

Antibiotik tidak harus digunakan untuk penundaan perawatan gigi. Harus

mengunjungi dokter gigi jika terjadi abses gingiva.

B. Dental prosedur1,3

Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gingiva

adalah drainage berupa insisi (dibuka) absesnya, atau membuka atap pulpa gigi

penyebab. Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah di anestesi lokal

terlebih dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa.  Pada abses gingiva,

dokter gigi akan mengeluarkan nanah (pus), dan secara menyeluruh

membersihkan periodontal pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi

dengan scaling dan garis gusi untuk membantu penyembuhan dan mencegah

infeksi atau peradangan lebih lanjut.

2.7 Prognosis Abses Gingiva

Prognosis dari abses gingiva adalah baik terutama apabila di terapi dengan

segera menggunakan antibiotik yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik, akan

lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk. 6

15

BAB IIISTATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien

Nama : An. G

Alamat : Blitar

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Pekerjaan : -

Status : -

Suku Bangsa : Jawa, Indonesia

Tanggal Periksa : 25-9-2013

1.2 Anamnesis

Hetero Ananmnesa (Ibu Pasien)

Keluhan Utama

Bengkak gusi kiri bawah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Gigi dan Mulut RSD Mardi Waluyo Blitar dengan keluhan

bengkak di gusi sebelah kiri bawah sejak 1 minggu yang lalu. Badan kadang agak

panas dan dirasa nyeri terkadang saat makan makanan yang keras.

Riwayat Perawatan

Gigi : Tidak ada riwayat.

Jaringan lunak rongga mulut dan sekitarnya : Tidak ada riwayat.

Riwayat Kesehatan

Kelainan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan

16

Kelainan endokrin : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Kelainan jantung : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Gangguan nutrisi : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Kelainan kulit/kelamin : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Gangguan pencernaan : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Kelainan imunologi : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Gangguan respiratori : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Gangguan TMJ : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Tekanan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Diabetes Melitus : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Obat-obatan yang Telah/Sedang Dijalani

Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

Keadaan Sosial/Kebiasaan

Pasien termasuk dalam kondisi sosial menengah ke bawah. Ibu Pasien

mengaku menggosok gigi 3x sehari.

Riwayat Keluarga

Kelainan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Kelainan endokrin : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Diabetes Melitus : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Kelainan jantung : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Kelainan syaraf : Pasien mengaku tidak ada kelainan

Alergi : Pasien mengaku tidak ada kelainan

1.3 Pemeriksaan Fisik

Ekstra Oral

- Muka : simetris

- Pipi kiri : dalam batas normal

- Pipi kanan : dalam batas normal

- Bibir atas : dalam batas normal

- Bibir bawah : dalam batas normal

- Sudut mulut : dalam batas normal

- Kelenjar submandibularis kiri : dalam batas normal

17

- Kelenjar submandibularis kanan : dalam batas normal

- Kelenjar submental : dalam batas normal

- Kelenjar leher : dalam batas normal

- Kelenjar sublingualis : dalam batas normal

- Kelenjar parotis kanan : dalam batas normal

- Kelenjar parotis kiri : dalam batas normal

Intra Oral

- Mukosa labial atas : dalam batas normal

- Mukosa labial bawah : dalam batas normal

- Mukosa pipi kiri : dalam batas normal

- Mukosa pipi kanan : dalam batas normal

- Bukal fold atas : dalam batas normal

- Bukal fold bawah : dalam batas normal

- Labial fold atas : dalam batas normal

- Labial fold bawah : dalam batas normal

- Gingival rahang atas : dalam batas normal

- Gingival rahang bawah : 74, 75 Nodul

- Lidah : dalam batas normal

- Dasar mulut : dalam batas normal

- Palatum : dalam batas normal

- Tonsil : dalam batas normal

- Pharynx : dalam batas normal

Sondasi : (-)

18

1 2 3 4 5 6 7 8

5

1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7 8

I II III IV V

I II III IV V

8 7 6 5 4 3 2 1

8 7 6 5 4 3 2 1

V IV III II I

V IV III II I

Perkusi : (-)

Keterangan :

Abses gingiva oleh karena gigi 74, 75 gangren pulpa

1.4 Diagnosa

Abses Gingiva et Causa 74, 75 gangren pulpa

1.5 Rencana Perawatan

o Drainage

o Perawatan Saluran Akar (PSA)

o Antibiotik

o Analgesik

o Pro insisi abses apabila drainage dari saluran akar kurang adekuat

Pengobatan

R/ Amoxcicilin Tab 250 mg No. XV

S 3 dd tab I

R/ Paracetamol Tab 250 mg No. XV

S prn 2-3 dd tab I pc

Pro : An G / 7 thn

Pemeriksaan Penunjang

Lab. Rontgenologi Mulut/Radiologi : (-)

Lab. Patologi Anatomi : (-)

Sitologi : (-)

Biopsi : (-)

Lab. Mikrobiologi : (-)

Bakteriologi : (-)

Jamur : (-)

Lab. Patologi Klinik : (-)

Rujukan

Poli Penyakit Dalam : (-)

19

Poli THT : (-)

Poli Kulit dan Kelamin : (-)

Poli Saraf : (-)

1.6 Lembar Perawatan

Tanggal Pemeriksaan Diagnosa Terapi KIE

15-9-2013

25-9-2013

74, 75 GP

dengan

gingiva

tampak

hiperemi (+)

dan edema

(+)

74, 75 GP

dengan

gingiva

tampak

hiperemi (+)

dan edema

(+) sudah

berkurang

74,75 Abses

Gingiva et

Causa GP

74,75 Abses

Gingiva et

Causa GP

Farmakoterapi

R/ Amoxcicilin tab 250 mg No. XV

S 3 dd tab I

R/ Paracetamol tab 250 mg No. XV

S prn 2-3 dd tab I

Tindakan

- Drainage

- Perawatan Saluran Akar

(PSA)

- Pro insisi abses apabila

drainage dari saluran

akar kurang adekuat

Farmakoterapi

R/ Amoxcicilin tab 250 mg No. XV

S 3 dd tab I

R/ Paracetamol tab 250 mg No. XV

S prn 2-3 dd tab I

Tindakan

- Drainage

- Perawatan Saluran Akar

(PSA)

- Pro insisi abses apabila

drainage dari saluran

akar kurang adekuat

Makan makanan

lunak.

Sikat gigi teratur

sebelum tidur dan

sesudah makan.

Hindari makanan dan

minuman yang terlalu

dingin atau terlalu

panas.

Makan dengan

menggunakan sisi

yang berlawanan dari

abses.

Penggunaan sikat gigi

yang lembut dan serat

halus di sekitar gigi

yang sakit .

Periksa gigi ke

dokter gigi teratur 6

bulan sekali.

Kontrol setelah obat

habis untuk

dilakukan evaluasi

selanjutnya.

20

BAB IVPEMBAHASAN

Pasien An.G (7 tahun) dengan keluhan bengkak di gusi sebelah kiri bawah

sejak 1 minggu yang lalu. Badan kadang agak panas dan dirasa nyeri terkadang

saat makan makanan yang keras. Pasien didiagnosa Abses gingiva et causa

gangren pulpa gigi 74, 75. Berdasarkan teori dikemukakan bahwa gingiva abses

merupakan abses yang terbentuk di dalam jaringan periapikal atau periodontal

karena infeksi gigi atau perluasan dari gangren pulpa. Abses yang terbentuk

merusak jaringan periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit

pipi, dan membentuk fistula. Abses gingival merupakan suatu nanah yang terjadi

pada gusi (gingiva). Abses gingiva terjadi karena faktor iritasi seperti plak,

kalkulus, invasi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan. Terkadang pula

akibat gigi yang akan tumbuh. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan

abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. 3

Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan didapatkan 74, 75 gangren pulpa

dengan gingiva tampak hiperemi +) dan edema (+). Hal ini dikarenakan oleh

MikroOrganisme (MO) dapat melalui karies yang ada pada gigi. Kemudian MO

ini berkembang-biak, mutiplikasi, mengeluarkan produk-produknya, dan menjalar

hingga pulpa. Bila tetap tidak mendapat perawatan, MO ini akan terus

berkembang biak dan menjalar hingga saluran akar yang akhirnya dapat

membuntu saluran ini (ditambah dengan adanya produk-produk radang) sehingga

pembuluh darah pun tidak bisa memberikan nutrisinya. Bila port d'entry melalui

margin atau sulkus gingiva, maka keradangan terjadi di daerah ligamen

periodontal dan menyebabkan lebarnya periodontal space. Kemudian penjalaran

infeksi sampai pada bagian gingiva sehingga menimbulkan gingiva abses. 6

Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksinnya ke dalam tubuh

manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi

21

lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk.

Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah

dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau

perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi. Peradangan adalah reaksi

vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel

darah dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan interstitial pada daerah yang

cedera atau yang mengalami nekrotik. Peradangan akut adalah reaksi segera dari

tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah

dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dan

fungsiolaesa (perubahan fungsi). 3,6

Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya

mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut,

namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup

tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi

abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. Pola

penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan

jaringan, dan perlekatan otot. Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung

dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun

pada perjalanannya sering kali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala

yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. 6

Pada pasien ini terapi yang di berikan adalah Amoxcicilin 250 mg sebagai

obat antibiotiknya dan paracetamol 250 mg sebagai obat nyerinya. Tindakan yang

dilakukan pada pasien ini adalah Drainage, Perawatan Saluran Akar (PSA) dan

Pro insisi abses apabila drainage dari saluran akar kurang adekuat. Dan yang perlu

diperhatikan pada pasien ini adalah

- Makan makanan lunak.

- Sikat gigi teratur sebelum tidur dan sesudah makan.

- Hindari makanan dan minuman yang terlalu dingin atau terlalu panas.

- Makan dengan menggunakan sisi yang berlawanan dari abses.

- Penggunaan sikat gigi yang lembut dan serat halus di sekitar gigi yang sakit .

- Periksa gigi ke dokter gigi teratur 6 bulan sekali.

- Kontrol setelah obat habis untuk dilakukan ekstraksi gigi.

22

BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan

Abses gingiva merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingiva).

Abses gingiva terjadi karena factor karies gigi, iritasi seperti plak, kalkulus, invasi

bakteri, impaksi makanan, trauma jaringan dan penyebaran infeksi periapikal.

Terkadang pula akibat gigi yang akan tumbuh.

Abses gingiva sebenarnya adalah komplikasi dari karies gigi. Bisa juga

disebabkan oleh trauma gigi (misalnya apabila gigi patah atau hancur).

Email yang terbuka menyebabkan masuknya bakteri yang akan

menginfeksi bagian tengah (pulpa) gigi. Infeksi ini menjalar hingga ke akar gigi

dan tulang yang menyokong gigi.

Infeksi menyebabkan terjadinya pengumpulan nanah (terdiri dari jaringan

tubuh yang mati, bakteri yang telah mati atau masih hidup dan sel darah putih),

dan pembengkakan jaringan dalam gigi. Ini menyebabkan sakit gigi. Jika struktur

akar gigi mati, sakit gigi mungkin hilang, tetapi infeksi ini akan meluas terus

menerus sehingga menjalar ke jaringan yang lain.

5.2 Saran

Perlunya menjaga kebersihan pada rongga mulut agar tidak mudah

terinfeksi penyakit dan pentingnya kesadaran memeriksakan kesehatan gigi dan

mulut secara rutin ke dokter gigi sebagai bentuk cara untuk mendeteksi dini dan

mencegah timbulnya abses gingival oleh karena gigi berlubang.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Carranza FA, Jr. Treatment of acute gingival disease, in: Carranza FA Jr & Newman MG (eds), Clinical Periodontology, 8th edition, Philadelphia, WB Saunders Co., 1996, p: 476-82.

2. Chaker, F.M. : Dent. Clin. North Am., 18:393, 1974 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.

3. Gilangrasuna. 2010. Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen. Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at http//www. Abses periapikal. Com.

4. Mazur, B., & Massler, M. : Oral Surg., 17 : 592. 1964 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger.

5. Oliet, S. & Pollock,S. : Bull. Phila. Dent. Soc., 34:12, 1968 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia :Lea & Febiger.

6. Zainul, TI, 2005, Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut,  Lab. Gigi dan Mulut FK Unsyiah/RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh, Hlm 34-7.

24