abses hepar
DESCRIPTION
Laporan Kasus dan Penjelasan tentang Abses HeparTRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar. Insiden dan jenis penyakit
yang disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Maupun nekrosis steril yang
bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel –
sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hepar, dan sangat bervariasi dari
satu negara ke negara lainnya.
Abses hepar secara umum terbagi 2, yaitu abses hepar amebik (AHA) dan
abses hepar piogenik (AHP). Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah
terjadi banyak perubahan dalam hal epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara
diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hepar. Sesuai dengan
perkembangan zaman, Abses hepar amoebik merupakan salah satu komplikasi
amebiasis ekstra intestinal yang paling sering di jumpai di daerah
tropik/subtropik, dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang, termasuk
Indonesia. di negara-negara yang sudah maju abses hepar amebik yang pada awal
abad ke-20 mendominasi abses hepar, sekarang sudah jarang ditemukan
sedangkan abses hepar piogenik lebih banyak ditemukan. Pertama ditemukan oleh
Hippocrates (400 SM), dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun
1936.
Secara epidemiologi, didapatkan 8–15 per 100.000 kasus abses hepar
piogenik yang memerlukan perawatan RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29–1,47% sedangkan prevalensi
di RS antara 0,008 – 0,016%, abses hepar piogenik lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan
insidensi puncak pada dekade ke–6. Saat ini, terdapat peningkatan insidensi abses
hepar piogenik akibat komplikasi dari sistim biliaris, yaitu langsung dari kandung
empedu atau melalui saluran–saluran empedu sepertikolangitis dan kolesistisis.
Peningkatan insidensi abses hepar piogenik akibat komplikasi dari sistim biliaris
disebabkan karena semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin banyak orang
2
lanjut usia yang dikenai penyakit sistem biliaris ini. Juga abses hepar piogenik
disebabkan akibat trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik (Wenas. 2007)
3
BAB 2. STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. HP
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Rejo Agung RT 02/01 Semboro, Jember
Agama : Kristen
Suku : Jawa
Status : Menikah
Pendidikan : STM
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk RS : 28 Mei 2012
Tanggal keluar RS : 7 Juni 2012
No. RM : 38.78.16
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Ruang Alamanda RSD dr. Soebandi pada tanggal
28 Mei 2012 hingga 7 Juni 2012.
Tanggal 28 Mei 2012
1. Keluhan Utama:
Nyeri perut.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan adanya nyeri di daerah ulu hati sampai ke
perut kanan menjalar ke belakang sejak ± 10 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan sangat parah hingga pasien kesulitan saat berubah posisi. Pasien
terkadang sesak karena nyeri di perutnya. Pasien merasa demam, demam
dirasakan naik turun, demam meningkat terutama saat sore menjelang
4
malam hingga disertai menggigil. Pasien merasa mual namun tidak
sampai muntah. Pasien mengaku nafsu makan menurun, hanya makan 2 –
4 sendok makan tiap harinya. Pasien mengaku pusing dan lemas. BAK
pasien berwarna kuning kecokelatan seperti teh. BAB normal, tidak ada
keluhan.
± 7 hari SMRS, pasien merasa keluhannya bertambah parah, perut
juga terasa panas dan sakit saat pasien tertawa dan batuk, tidur pun
terganggu karena rasa nyeri tersebut. Pasien mengatakan sangat kesakitan
jika tidur miring ke kanan atau kiri sehingga pasien cenderung tidur
terlentang. Pasien kemudian dibawa ke RSI Surabaya dan MRS selama 6
hari. Disana pasien didiagnosis abses hepar.
± 2 hari SMRS, pasien pulang paksa dari RSI Surabaya karena
merasa tidak ada perkembangan terhadap kesembuhan penyakitnya.
Sesampainya di rumah, pasien mengeluh nyeri di perutnya, oleh keluarga,
pasien dibawa ke poli penyakit dalam RSD dr. Soebandi Jember dan
akhirnya pasien MRS.
Saat MRS perut masih terasa sakit dan terasa panas. Pasien sudah
dapat tidur miring, pasien sudah tidak demam, mual mulai berkurang,
BAK masih kuning pekat seperti teh. BAB normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya, sakit kuning di sangkal, kencing manis di sangkal,
hipertensi disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit
seperti pasien, riwayat sakit kuning pada keluarga disangkal.
5
5. Riwayat Pengobatan :
Selama MRS di RSI Surabaya pasien mendapatkan obat injeksi,
pasien tidak tahu nama obatnya.
6. Riwayat Alergi :
Disangkal.
7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan :
Pendidikan terakhir pasien adalah STM, sehari-hari pasien bekerja
sebagai Outsourcing PLN di Surabaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga pasien mengandalkan pendapatannya. Pendapatan pasien berkisar
Rp 1.500.000,- setiap bulannya.
Di Surabaya, pasien tinggal di kos-kosan yang berukuran 4x4
meter. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya yang kedua. Kos-kosan
tersebut dikatankan cukup bersih. Terdapat kamar mandi dan WC, sumber
air menggunakan PDAM.
Di Semboro, rumah pasien berukuran kira-kira 16 x 20 meter,
terdiri dari 4 kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Anak
pertama pasien tinggal di Semboro, tidak ikut ke Surabaya, dan diasuh
oleh kedua orang tua pasien. Sumber air dari sumur milik sendiri.
Kesan : keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan cukup baik.
8. Riwayat Gizi :
Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi
berupa nasi, lauk pauk dan sayur. Selama sakit, nafsu makan menurun.
Kesan : kebutuhan gizi kurang.
6
ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem Serebrospinal : tidak ada keluhan
b. Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
c. Sistem Pernafasan : kadang sesak dikarenakan nyeri di perut pasien.
d. Sistem Gastrointestinal : nyeri di ulu hati sampai ke perut kanan atas. Mual
(+), muntah (-).
e. Sistem Urogenital : kencing lancar, warna kuning seperti teh, sehari 2-
3x, nyeri BAK ( - ).
f. Sistem Integumentum : tidak ada keluhan
g. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Kesan : Pada anamnesis sistem ditemukan nyeri di ulu hati sampai ke
perut kanan atas, mual (+), BAK berwarna seperti teh.
2.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum :
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda – tanda vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Temperatur : 37,4ºC
- Respiration Rate : 20 x/menit
4. Gizi : Baik
BB = 55 kg; TB = 166 cm => 55 x 100% = 19,9%
IMT = 19,9% (1,66)2
5. Kulit : kulit kuning, tidak ada purpura, tidak ada oedem,
turgor kulit normal, tidak ada ptekie, tidak ada
nodul.
6. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran limfe colli, aksila, dan
7
Inguinal
7. Otot : Tidak terdapat atrofi otot
8. Tulang : Tidak ada deformitas
Kesan : Pemeriksaan fisik umum d alam batas normal .
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : lonjong, simetris
Rambut : hitam, agak bergelombang, pendek, tidak mudah
dicabut
Mata
- Konjungtiva : anemis +/+
- Sklera : ikterik +/+
- Refleks pupil : normal, pupil isokor Ө 3mm/3 mm, refleks cahaya
+/+
- Sekret : (-)
Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
Hidung : sekret (-), perdarahan (-), napas cuping hidung -/-,
septum deviasi (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
mukosa basah (+)
Kesan: tidak di dapatkan kelainan pada kepala
2. Leher
Inspeksi : tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher
Kesan: tidak didapatkan kelainan pada leher
3. Dada
- Jantung
8
Inspeksi : Ictus Cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V MCL S
Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV PSL D
Batas kiri : redup pada ICS V MCL S
Auskultasi : S1S2 tunggal; e/g/m: -/-/-
Kesan: tidak didapatkan kelainan pada jantung
- Paru
Ventral Dorsal
Inspeksi Simetris, ketinggalan gerak
(-), retraksi (-)
Simetris, ketinggalan gerak
(-), retraksi (-)
Palpasi Fremitus raba
N N
N N
N N
Fremitus raba
N N
N N
N N N N
Perkusi S S
S S
S R
S S R S
S S
S S
S S
R S
S R S S
S R S S
Auskultasi SD Rh
BV BV - -
V V - -
V V - -
V V V V - - - -
V V - -
Wh - -
- -
SD Rh
BV BV - -
V V - -
V V - -
V V V V - - - -
V V V V - - - -
Wh - -
- -
9
- -
- - - -
- -
- -
- - - -
- - - -
Kesan: tidak didapatkan kelainan pada paru.
4. Abdomen:
Inspeksi : flat, tidak terlihat massa.
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, menjalar sampai
ke hipokondrium dextra, hepatomegali tidak
ditemukan.
Perkusi : tympani, nyeri ketok (+) pada regio epigastrium
menjalar sampai regio hipokondrium dextra.
Kesan: nyeri tekan abdomen di Regio epigastrium hingga
hipokondriaka dekstra, hepatomegali (-).
5. Anogenital : Anus (+), genital (+) normal.
Kesan : tidak didapatkan kelainan pada anogenital.
6. Extremitas :
Atas : Akral Hangat : + / +
Oedem : - / -
Bawah : Akral Hangat : + / +
Oedem : - / -
Kesan: tidak ada kelainan pada ekstremitas
2.4 Pemeriksaan Penunjang
10
Hasil laboratorium (28 Mei 2012)
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,8 13,4-17,7 gr/dL
Leukosit 21,5 4,3-10,3 x 109/L
Hematokrit 34,6 38-42 %
Trombosit 286 150-450 x 109/L
FAAL HATI
Bilirubin Direk 2,19 0,2-0,4 mg/dL
Bilirubin Total 2,87 <1,2 mg/dL
SGOT 61 10-35 U/L
SGPT 49 9-43 U/L
Alkali Phosphat 585 53 – 128 U/L
Total Protein 5,2 6,6 – 8,7 gr/dL
Albumin 2,7 3,4 – 4,8 gr/dL
Globulin 2,5 2,3 – 3,5 gr/dL
FAAL GINJAL
Kreatinin serum 0,8 0,6-1,3 mg/dL
BUN 13 6-20 mg/dL
Urea 28 10-50 mg/dL
Asam urat 2,4 3,4-7 mg/dL
LEMAK
Kolesterol Total 148 < 220 mg/dL
KADAR GULA DARAH
Sewaktu 81 < 200 mg/dL
11
2.5 Diagnosa
Abses Hepar
2.6 Penatalaksanaan
Infus RL : D5 = 2 : 1 / 24 jam
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Inj. Ondancetron 3 x 1 amp
Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr
2.7 Follow-up
PEMERIKSAAN HARI KE - 2 ( Selasa, 29 Mei 2012 )
S Nyeri perut kanan atas.
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
110/70 mmHg
80 x/menit
20 x/menit
37,4 0C
Kepala leher : a/i/c/d = +/+/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
12
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan R. epigastrium dan hipokondriaka
dekstra (+)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 1 / 24 jam
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Inj. Ondancetron 3 x 1 amp
Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr
Periksa AFP, CEA, Seramoba
PEMERIKSAAN HARI KE- 3 ( Rabu, 30 Mei 2012 )
S Nafsu makan menurun.
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
140/80 mmHg
88 x/menit
20 x/menit
36,6 0C
Kepala leher : a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
13
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan R. hipokondriaka dekstra (+)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 1 / 24 jam
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Inj. Ondancetron 3 x 1 amp
Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr
Hasil Laboratorium (29 Mei 2012)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. AFP 2,23 <= 5,8 IU/ml
2. CEA 0,732 < 4,7 ng/ml
3. SERAMOBA menyusul negatif
PEMERIKSAAN HARI KE- 4 ( Kamis, 31 Mei 2012 )
S Nyeri di perut bagian kanan atas.
O VS: tek. darah: 130/80 mmHg
14
Nadi :
RR :
Suhu :
84 x/menit
20 x/menit
36,7 0C
Kepala leher : a/i/c/d = +/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan di R. hipokondriaka dekstra (+).
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 3 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
periksa lab. Feses lengkap
15
PEMERIKSAAN HARI KE- 5 ( Jumat, 1 Juni 2012 )
S Tidak ada keluhan
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
120/80 mmHg
80 x/menit
20 x/menit
36,1 0C
Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
16
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 3 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
Hasil Laboratorium (31 Mei 2012)
Jenis Periksa Hasil Pemeriksaan Normal
MIKROBIOLOGI - FESES
Warna Kecoklatan -
Konsistensi Lembek -
Darah Negatip Negatip
Lendir Positip Negatip
Eritrosit 0-2 0-2
Lekosit 0-2 0-2
Amuba Negatip Negatip
Telur cacing Negatip Negatip
Sisa makanan Positip -
Bakteri Positip -
PEMERIKSAAN HARI KE- 6 ( Sabtu, 2 Juni 2012 )
S Nyeri pinggang kanan.
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
120/70 mmHg
80 x/menit
20 x/menit
36,1 0C
Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
17
Cor
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 4 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
Hasil Laboratorium (29 Mei 2012)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. SERAMOBA positip negatif
18
PEMERIKSAAN HARI KE- 7 ( Minggu, 3 Juni 2012 )
S Tidak ada keluhan.
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
110/70 mmHg
80 x/menit
24 x/menit
36,2 0C
Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
19
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 4 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
Hasil Laboratorium (2 Juni 2012)
Jenis Periksa Hasil Pemeriksaan Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,8 13,4-17,7 gr/dL
Laju Endap Darah 92/159 0-15 mm/jam
Lekosit 20,2 4,3-10,3 x 109/L
Hitung Jenis 2/-/-/80/13/5
0-4/0-1/3-5/54/62/25-33/3-5
Eos/Bas/Stab/Seg/Lim/
Mono
Hematokrit 35,5 38-42%
Trombosit 692 150-450 x 109/L
FAAL HATI
Bilirubin Direk 0,98 0,2-0,4 mg/dL
Bilirubin Total 1,54 <1,2 mg/dL
SGOT 24 10-35
SGPT 26 9-43
Albumin 3,1 3,4-4,8 gr/dL
PEMERIKSAAN HARI KE- 8 ( Senin, 4 Juni 2012)
S Perut kanan terasa mengganjal.
O VS: tek. darah: 110/70 mmHg
20
Nadi :
RR :
Suhu :
80 x/menit
20 x/menit
36,2 0C
Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 4 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
21
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
USG abdomen ulang
PEMERIKSAAN HARI KE- 9 ( Selasa, 5 Juni 2012)
S Terasa mengganjal di perut kanan.
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
110/70 mmHg
80 x/menit
20 x/menit
36,2 0C
Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
22
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 4 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
PEMERIKSAAN HARI KE- 10 ( Rabu, 6 Juni 2012 )
S Tidak ada keluhan
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
120/80 mmHg
84 x/menit
24 x/menit
36,0 0C
Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
23
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 4 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
konsul TS Sp. Bedah
Jawaban konsulan dari dr. Sp. Bedah:
Abses tidak jelas
USG tidak jelas
Terapi dari bidang bedah: konservatif
Hasil USG Abdomen (5 Juni 2012)
24
25
Kesan:
Terdapat massa hepar dengan diameter ± 8 cm
DD: abses hepar, massa tumor
PEMERIKSAAN HARI KE- 11 ( Kamis 7 Juni 2012 )
S Tidak ada keluhan
O VS: tek. darah:
Nadi :
RR :
Suhu :
100/70 mmHg
80 x/menit
20 x/menit
36,2 0C
Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax :
Cor
I IC tidak tampak
P IC teraba di ICS V MCL Sinistra
P Redup, batas jantung tidak melebar:
Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL
dextra
Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL
dextra
Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL
26
sinistra
Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V
midclavicula sinistra
A S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)
P Fremitus raba +/+ normal
P Sonor +/+
A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abdomen I Flat
A BU (+) normal
P Tympani
P Soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-
A Abses hepar
P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
Infus Metronidazole 4 x 500 mg
Inj. Vebac 2 x 1 amp
Inj. Prosogan 3 x 1 amp
p/o Vometras 3 x 1 tab
p/o Cloroquin 2 x 1 tab
p/o Ciprofloxacin 2 x 1 tab
Pasien diperbolehkan pulang
2.8 Resume
- Pasien laki-laki, usia 37 tahun datang dengan keluhan utama nyeri daerah
epigastrium dan hipokondriaka dekstra, pada saat tidur miring kiri maupun
kanan, juga pada saat batuk dan membaik bila berbaring terlentang,
demam tinggi sampai menggigil, terutama sore menjelang malam, naik
turun, terdapat mual, namun tidak sampai muntah, nafsu makan menurun,
badan terasa lemas, terdapat pusing, kadang sesak, tidak terdapat batuk,
27
BAK berwarna kuning seperti teh, tidak didapatkan nyeri pada saat BAK,
BAB normal.
- Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi, DM, Sakit kuning Disangkal
- Riwayat pengobatan : Obat injeksi dari RSI Surabaya
- Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan: cukup baik
- Riwayat gizi : baik
- Pada anamnesis sistem ditemukan nyeri tekan abdomen di bagian
epigastrium dan hipokondriaka dekstra, nafsu makan turun, BAK lancar,
warna kuning seperti teh, nyeri BAK (-), tidak ada bengkak pada kedua
kaki.
- Pada pemeriksaan khusus didapatkan nyeri tekan (+) pada regio
epigastrium menjalar sampai regio hipokondrium dextra,
- Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb menurun, leukositosis, faal hati
abnormal (peningkatan SGOT, SGPT, Bilirubin direk & total, Alkali
phosphat disertai penurunan albumin).
- Hasil USG abdomen : Abses hepar dengan ukuran ± 8 cm.
- Diagnosis: Abses hepar
- Penatalaksanaan:
o Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam
o Infus Metronidazole 4 x 500 mg
o Inj. Vebac 2 x 1 amp
o Inj. Prosogan 3 x 1 amp
o p/o Vometras 3 x 1 tab
o p/o Cloroquin 2 x 1 tab
o p/o Ciprofloxacin 2 x 1 tab
- Prognosis: Dubia ad bonam
28
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Abses Hati Amebik
3.1.1 Epidemiologi
Insiden abses hati amebik yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap
peneliti berbeda oleh karena tergantung populasi yang diambil dan cara penelitian.
Penelitian secara autopsi menghasilkan angka yang lebih tinggi daripada secara
klinis yaitu antara 7,6%-84,4% (rata-rata 36,6%) sedangkan secara klinis 1-25%
(rata-rata 8,1%).
Pria lebih sering menderita abses hati amebik dibanding wanita.
Pravalensi terbanyak ditemukan pada umur antara 30-50 tahun sedangkan di RS
Hasan Sadikin Bandung kejadian terbanyak pada dekade ke-5 dan ke-6.
Kejadian penyakit ini lebih tinggi bila didapatkan pada daerah atau
masyarakat dengan sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah dan penduduk yang
padat.
3.1.2 Etiologi
Entamoba histolytica masih tetap merupakan salah satu parasit protozoa
yang paling penting bagi manusia. Amebiasis ditemukan secara endemi di banyak
negara tropik seperti Afrika, Amerika Latin dan Amerika Utara bagian selatan.
Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling
sering terjadi sesudah infeksi E.histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 8,1%)
penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. E.histolytica di dalam feses di
dalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk vegetatif atau trofozoit
dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia.
Kista dewasa berukuran 10-20 mikron resisten terhadap suasana kering
dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (yatiu 10-20
mikron) dan berukuran besar (20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati
dalam suasana kering atau asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu
29
memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
3.1.3 Patogenesis
Cara penularan pada umumnya fekaloral baik melalui makanan atau
minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene
perorangan yang buruk. Pada kelompok homoseksual disebutkan insidens lebih
tinggi dikaitkan dengan masalah hubungan oro-anal atau oro-genital yang
dilanjutkan dengan genito-oral. Sesudah masuk per-oral hanya bentuk kista yang
bisa sampai ke dalam intestin tanpa dirusak oleh asam lambung. Kemudian kista
pecah, keluar trofozoit. Didalam usus trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus
pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran
darah portal masuk ke hepar. Ameba kemudian tersangkut menyumbat venul
porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi
mencerna sel parenkim hati sehingga kemudian terbentuk abses. Di daerah
sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan “anchovy sauce”
yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi. Amebanya dapat
ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan didalam cairan di
sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amebik mengalami infeksi sekunder
sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.
Sampai sekarang masih belum jelas mengapa ada periode laten yaitu jarak
waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang sampai bertahun-tahun diantara
kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati . disamping itu hanya
kurang lebih kurang 10% penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista
E.histolytica dalam tinjanya pada waktu bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33%.
Faktor yang berperan dalam keaktifan invasi ameba ini belum diketahui dengan
pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit, flora bakteri
usus dan daya tahan tubuh seseorang baik humoral maupun seluler.
30
3.1.4 Patologi
Abses hati amebik biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya
abses bervariasi dari beberapa sentimeter sampai abses besar sekali yang
mengandung beberapa liter pus. Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda
(multipel). Walaupun ameba berasal dari usus, kebanyakan kasus abses hati
amebik tidak menunjukkan adanya amebias usus pada saat yang bersamaan, jadi
ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati.
Istilah hepatitis amebik tidak tepat untuk terus dipertahankan atau dipakai
karena secara histologik jaringan hati sekitar abses tetap normal. Sejak awal
penyakit, lesi ameba di dalam hepar tidak pernah difus melainkan merupakan
proses lokal. Proses hepatolitik tetap asimtomatik dan gejala-gejala akan muncul
jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih besar. Lesi kecil akan
sembuh dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding abses besar
akan ditemukan fibrosis. Jarang terjadi klasifikasi dan amebiasis tidak pernah
menjadi sirosis hati.
3.1.5 Gambaran Klinik
Riwayat penyakit.
Cara timbulnya abses hati amebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu
terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh
kasus yaitu pada 92-96,8%. Terdapat rasa sakit diperut atas pada 97,75-96% yang
sifat sakit berupa perasaan ditekan atau seperti ditusuk. Rasa sakit akan bertambah
bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila
berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi
sakit bahu bila abses diafragma dan sakit epigastrum bila abses di lobus kiri.
Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat
badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan.
Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma seperti cegukan (“hiccup”) bisa
ditemukan walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Diare dengan
tanpa terbukti kolitis amebik, terjadi pada kurang dari 20%. Kegagalan faal
fulminan sekunder terhadap abses, merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi.
31
Pemeriksaan fisik
Demam bisa tidak begitu tinggi, kurva suhu bisa intremitten atau remiten.
Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan
membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau
ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi
biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Abses yang
besar tampak sebagai masa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Pada
kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang teraba nyeri di epigastrum.
Ikterus jarang terjadi, kalau ada bisanya ringan. Bila ikterus hebat
biasanya abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada
pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi
pleura atau “friction rub” dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.
Gambar klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan
sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan
penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat.
Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik.
Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri
perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang
nyeri. Gambar klasik didapatkan pada 54-70% kasus.
Pada gambar klinik tidak klasik ditemukan pada penderita ini gambaran klinik
klasik seperti diatas tidak ada. Ini disebabkan letak abses pada bagian hati
yang tertentu memberikan manifestasi klinik yang menutupi gambaran yang
klasik.
Gambaran klinik yang tidak klasik dapat berupa:
1. Benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema
kandung empedu atau tumor pankreas.
2. gejala renal
32
Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga
ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses di bagian posteroinferior lobus
kanan hati.
3. Ikterus obstruktif.
Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak didekat porta hepatis.
4. Kolitis akut
Manifestasi klinik kolitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik
absesnya sendiri.
5. Gejala kardiak
Ruptur abses ke rongga perikardium memberikan gambaran klinik efusi
perikardial.
6. Gejala Pleuropulmonal
Penyulit yang berupa empiema toraks atau abses paru menutupi gambaran
klasik abses hatinya.
7. Abdomen akut.
Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum,
terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.
8. Gambaran abses yang tersembunyi.
Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%.
9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.
Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria.
Biasanya ditemukan pada abses yang terletak disentral dan yang dalam hati.
Ditemukan pada 3,6% kasus.
3.1.6 Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai peran
yang besar dalam diganostik dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut yang
patognomonik untuk abses hati amebik.
Ditemukan leukositosis, biasanya antara 13000 sampai 16000, bila disertai
infeksi sekunder biasanya diatas 20000 permm. Sebagian besar penderita
33
menunjukkan peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada
sering tidak mencolok dan akan kembali normal dengan penyembuhan abses.
Pemeriksaan serologik sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
dengan sensitivitas 91-93% dan spesifitas 94-99%. Pemeriksaan serologik positif
berarti sedang atau pernah terjadi amebiasis invasif. Di daerah endemik amebiasis,
seseorang tanpa sedang menderita amebiasis invasif sering memberikan reaksi
serologik positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Oleh
karena itu pemeriksaan kwantitatif lebih bernilai dalam diagnostik. Titer diatas
1/512 (psoitif kuat) secara IHA menyokong adanya abses amebik. Sebaliknya
abses stadium awal bisa memberikan serologik negatif.
Cara pemeriksaan yang cukup sensitif ialah dengan IHA dan yang
paling sensitif ialah cara ELIZA
Pemeriksaan parasit E.histolytica dilakukan pada isi abses atau cairan
aspirasi lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan
hasil positif ditemukan pada kurang dari 1/3 penderita.
Pemeriksaan radiologi
Pada sinar tembus toraks tampak diafragma kanan meninggi dengan
gerakan terbatas dan mungkin ada efusi pleural. Pada foto toraks bisa didapatkan
pula kelainan lain seperti corakan bronkovakuler paru kanan bawah bertambah,
infiltrat, atelektasis, garis adesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses
paling sering dibagian superanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian
anteromedial diafragma kanan.
Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan
sabit di daerah curvatura minor pada foto memakai bubur barium. Secara
angiografik abses tampak sebagai daerah avaskuler dengan pembuluh
disekelilingnya yang berdistorsi dan hipervaskularisasi.
34
Pemeriksaan ultrasonografi
Cara pemeriksaan ini non invasif, murah mudah dengan sensitivitas kira-
kira 90%. Cara ini digunakan rutin untuk diagnostik, penuntun aspirasi dan
pemanatuan hasil terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik, dan
dapat dievaluasi sifat cairan abses. Hal ini merupakan kelebihan USG
dibandingkan dengan sidik hati memakai radioisotop. Hasil positif palsu kira-kira
5% misalnya pada kista, tumor dengan nekrosis sentral, hematom atau abses
piogen. Abses ameba dengan infeksi sekunder bisa memberikan hasil negatif
palsu. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebik ialah:
a. Lesi hipoekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada “gain”
tinggi jelas tampak eko halus homogen tersebar rata.
b. Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,
terletak dekat permukaan hati.
c. Terdapat peninggian eko pada bagian distal abses.
Gambaran USG yang khas dan lengkap seperti kriteria diatas hanya ditemukan
yaitu pada 37,8% kasus.
Pemeriksaan sidik hati
Dengan cara ini sifat struktur lesi tidak dapat dibedakan, karena itu
dianjurkan kombinasi sidik hati dan USG untuk meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas dalam diagnostik abses amebik. Lesi abses hati akan tampak kosong
(“filling detect”) pada sidik hati memakai radiokoloid113m, indium99m, Technetium
atau 198mAu dan bila dilanjutkan dengan sidik hati memakai “blood pool isotope”
misalnya 113m Indium transferin, akan menunjukkan lesi yang tetap kosong dan
sekitar lesi ada gambaran “halo” akibat sifat hipervaskularisasi. Keuntungan sidik
hati ialah mampu mendeteksi abses pada stadium dini dimana aktivitas sel Kupfer
sudah terganggu dan sudah terjadi gangguan isotop.
Pemeriksaan tomografi dengan komputer
Merupakan cara terbaik untuk melihat gambaran abses terutama untuk
abses yang multipel atau letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98% dan dapat
35
mendeteksi lesi berukuran 5mm. Dibanding USG, pemeriksaan dengan cara ini
biayanya mahal.
Kriteria Diagnosis
1. Hati yang membesar dan nyeri
2. Leukositosis tanpa anemia pada penderita abses amebik yang akut, atau
lekositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik.
3. Adanya “pus amebik” yang mungkin mengandung trofozoit E. histolytica.
4. Pemeriksaan serologik terhadap E. histolytica.
5. Gambaran radiologi yang mencurigakan, terutama pada foto toraks
posteroanterior dan lateral kanan.
6. Adanya “filling detect” pada sidik hati.
7. Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazol.
3.1.7 Komplikasi
1. Infeksi Sumber
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi 10-20% kasus
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau oragan yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses
di lobus kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitonium. Perforasi
paling sering ke pleuropulmonal (10-20%), kemudian ke rongga
intraperitoneum (6-9%) selanjutnya perikardium (0,01%) dan organ-organ lain
seperti kulit dan ginjal.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis
jarang terjadi.
4. Parasitemia, amebiasis serebral
E.histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intra
kranial.
36
3.1.8 Pengobatan dan Tindakan
1. Medikamentosa
Pada prinsipnya pengobatan medikamentosa terdiri dari pemberian
amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid
intestinal untuk pemberantasan parasit E.histolytica di dalam usus sehingga
dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang
adekwat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit.
Sebagai amebisid mentronidazol saat ini merupakan pilihan pertama
dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah
kombinasi emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik
emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat,
didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak
bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek
sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini
toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada
penderita penyakit jantung (kecuali perikarditis amebik) dan wanita hamil.
Dosis yang diberikan 1 mg emetin/KgBB selama 7-10 hari atau 1,5 mg
dehidroemetin/Kg.BB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang
toksik dibanding dengan emetin.
Amebisid jaringan yag lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai
kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama.
Kadar yang tinggi didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah
pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang diberikan 600mg klorokuinbasa,
lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2x150 mg/hari selama 28 hari,
ada pula yang memberikan klorokuin 1 gram/hari selama 2 hari, diteruskan
500 mg/hari sampai 21 hari.
Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid folat 3x500
mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroksikuin 3x600 mg/hari selama 21 hari
atau klefamid 3x500 mg/hari selama 10 hari.
2. Tindakan aspirasi terapeutik.
37
Indikasi:
1. Abses yang dikhawatirkan kan pecah.
2. respon terhadap terapi medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
3. abses di lobus kiri karena rongga abses disini mudah pecah ke rongga
perikardium atau peritonium.
Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila
sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada
daerah hati atau toraks bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling
menonjol atau daerah yang paling nyeri pada palpasi.
3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
1. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal
3. bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
4. ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/perikardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau
tindakan reseksi misalnya lobektomi.
3.1.9 Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis
a. Virulensi parasit.
b. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita.
c. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua.
d. Cara timbulnya prognosis lebih buruk.
e. Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau
multipel
f. Stadia penyakit.
g. Komplikasi
Bila terapi adekwat, resolusi abses akan sempurna tetapi imunitas tidak
permanen dan dapat terjadi lagi re-infeksi
38
3.2 Abses Hati Piogenik
3.2.1 Riwayat
Riwayat abses hati piogenik dengan prognosisnya yang buruk telah lama
dikenal yaitu sejak zaman Hippocrates (460SM-370SM) dimana abses hati yang
letal sudah dapat dibedakan dari penyakit hati kistik yang jarang menimbulkan
kelainan klinik. Diketahui bahwa bila terjadi ikterus pada kasus infeksi hati maka
prognosisnya buruk. Proses supurasi dengan pembentukan abses pertama kali
didokumentasikan pada tahun 1836 dimana kemudian terbukti adanya hubungan
antara abses piogenik tromboflebitis mesenterik yang berawal dari daerah
apendiks.
Sampai tahun 1983, para peneliti di negara Barat mendapatkan abses hati
amebik pada 75% kasus abses hati dan sebagian kecil saja abses piogenik. Dalam
50 tahun terakhir ini mereka menemukan perubahan-perubahan dimana terdapat
penurunan tajam pada insidens abses amebik, kemudian abses hati piogenik akibat
komplikasi apendiksitis hampir tidak ada lagi berkat pemakaian antibiotik, tetapi
lalu terdapat peningkatan insidens abses piogenik akibat komplikasi sistem
biliaris.
3.2.2 Prevalensi
Sebelum adanya alat-alat diagnosis canggih seperti saat sekarang ini
(USG, tomografi komputer, resonansi magnetik nuklir), maka prevalensi abses
piogenik tidak diketahui karena tanpa autopsi sukar sekali untuk menegakkan
diagnosisnya. Dari kepustakaan Barat didapatkan prevalensi pada autopsi
bervariasi di rumah antara 0,29-1,47% sedangkan prevalensi di rumah sakit antara
0,008-0,016%.
3.2.3 Etiologi dan Patogenesis
Infeksi yang terjadi di hati dapat berasal dari ;
1. Sistem billaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran
empedu.
39
2. Visera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pieloflebitis
atau embolisasi. Biasanya berasal dari apendiksitis, divertikulitis atau
penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses hati.
3. Arteri hati pada bakteriemia/septikemia akibat infeksi ditempat lain.
4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum,
ginjal, rongga subdiafragma atau pankreas.
5. Trauma tusuk atau tumpul.
6. Kriptegenik.
Di negara-negara Barat, penyakit sistem biliaris merupakan penyebab
abses hati yang paling sering, ini disebabkan karena semakin tinggi umur harapan
hidup dan semakin banyak orang lanjut usia ini yang dikenai penyakit kandung
empedu.
3.2.4 Patologi
Abses hati piogenik biasanya mengenai kedua lobus hepar yaitu pada
53,2% kasus. Pada lobus kanan saja ditemukan 41,8% sedangkan abses di lobus
kiri saja lebih jarang yaitu 4,8%. Abses biasanya multipel. Secara histopatologik
tidak berbeda dengan abses ditempat lain yaitu terdapat nekrosis sentral dengan
debris seluler dikelilingi infiltrasi leukosist dan limfosit yang masif. Di bagian
luarnya ada daerah proliferasi fibroblastik membentuk dinding jaringan ikat
mengelilingi abses.
3.2.5 Gambaran Klinik
Manifestasi sistematik biasanya lebih berat daripada abses hati amebik.
Demam merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten, infermiten atau
febris kontinu disertasi dengan menggigil. Keluhan lain ialah nyeri di abdomen
(68%), berkeringat banyak (43%), mual dan muntah (39%), badan lesu (39%) dan
berat badan menurun (46%). Kadang-kadang batuk-batuk, sesak. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan penderita yang septik, nyeri perut kanan
atas dan hepatomegali. Adanya ikterus pada 24-52% kasus biasanya menunjukkan
40
adanya penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang
buruk.
3.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada
60-87% kasus. Anemia ditemukan pada 50%, sedangkan peninggian fosfatase
alkali (90%), kadar albumin serum dibawah 3 gr% (33-74%) dan waktu
protombin memanjang (34-54%) menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini
disebabkan abses didalam hati.
Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini ialah
E.coli, S.aures dan S.hemolyticus; tetapi semenjak ditemukannya dan
digunakannya antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri yang resisten antibiotik
terutama bakteri aerob gram-negatif seperti P.vulgaris, A.aerogenes, S.faecalis
dan P.aeruginosa secara tersendiri atau bersama-sama dapat ditemukan pada
kultur dari pus abses hati. Selain itu kuman anaerob (Bacteriodes, Fusobacterium,
Clostridium dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau busuk.
Pemeriksaan radiologik
Pada foto toraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan
meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Kelainan-
kelainan ini ditemukan pada 20-82% kasus. Pada foto toraks PA sudut kardio-
frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kosto-frenikus anterior tertutup.
Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau “air fluid level”. Abses
di lobus kiri mendesak kurvatura minor seperti tampak pada foto dengan bubur
barium. Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler.
Pemeriksaan sidik hati/USG/tomografi komputer
Pemeriksaan canggih ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan
kemampuan menegakkan diagnosis abses hati, mempercepat diagnosis ditegakkan
41
drainase abses lebih terarah dan sempurna. Pemeriksaan sidik hati dan USG saling
menunjnag sehingga nilai diagnosisnya semakin tinggi.
3.2.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi:
1. Saat diagnosis ditegakkan menggambarkan keadaan penyakit yang berat yaitu.
a. Septikimia/bakteriemia yang didapatkan pada 45% kasus dengan
mortalitas 86%.
b. Ruptur abses disertai peritonitis generalisata (6-7%)
c. Kelainan pleuropulmonal (15%)
d. Lain-lain: gegalan hati, perdarahan kedalam rongga abses, hemobilia,
empiema, fistuta hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitoneum.
2. sesudah mendapat terapi sering terjadi pada kasus-kasus dengan masalah
kompleks seperti diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan
sekunder, gagal hati dan sebagainya. Diagnosis abses piogenik yang
ditegakkan lebih dini diikuti dengan drainase abses yang lebih cepat pula,
menyebebkan mortalitas menurun tetapi disertai dengan peningkatan
komplikasi septik dikemudian hari, termasuk diantaranya ialah rekuensi atau
reaktivasi absesnya.
3.2.8 Pengobatan dan tindakan
Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati
piogenik yaitu dengan cara:
a. Segera dekompresi pada keadaan obstruksi biliair baik akibar batu empedu
maupun maupun proses keganasan.
b. Setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotik.
c. Sepsis intra-abdominal harus segera diatasi.
Terapi definitif
42
Sekali diagnosis ditegakkan, keberhasilan terapi tergantung dari
bagaimana terapinya. Terapi yang tidak tepat, dibayang-bayangi mortalitas 100%.
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekwat, dan eradikasi faktor
penyebab abses.
Antibiotik ini terdiri dari :
a. Penisilin atau sefalosporin untuk kokus gram positif dan beberapa jenis bakteri
gram negatif yang senditif.
b. Metronidazo/klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob terutama
B.fragilis.
c. Aminoglikosid untuk bakteri gram negatif yang resisten.
Drainase abses
Pada abses piogenik soliter aspirasi abses perkutan dengan tuntutan USG
atau tomografi komputer untuk menentukan adanya abses, lokalisasi dan aspirasi
abses. Cara yang paling sering dipakai dan berhasil baik ialah drainase terbukti
secara bedah.
Kadang-kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.
3.3.9 Prognosis
Beberapa faktor mempunyai peranan dalam prognosis yaitu :
1. Usia. Makin tua prognosis akan makin buruk.
2. Lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase.
3. Abses soliter prognosis lebih baik. Abses ganda multipel akibat kolangitis
pada penyakit bilier obstruktif yang secara klinis disertai ikterus, prognosisnya
buruk.
4. Adanya komplikasi septikemia, abses sub-frenik, ruptur ke organ lain.
5. Penyakit dasarnya ialah keganasan.
6. Drainase yang adekwat disertai prognosis yang baik.
7. Bakteriemia poli-mikroba.
8. gangguan faal hati.
43
Mortalitas paling tinggi ialah pada orang lanjut usia dengan proses
keganasan sebagai penyakit dasarnya yang kemudian terjadi penyakit dasarnya
yang kemudian terjadi penyakit bilier obstruktif kemudian kolangitis dan
menimbulkan abses hati piogenik multipel.