abses hepar

60
BAB 1. PENDAHULUAN Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar. Insiden dan jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel – sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hepar, dan sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Abses hepar secara umum terbagi 2, yaitu abses hepar amebik (AHA) dan abses hepar piogenik (AHP). Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah terjadi banyak perubahan dalam hal epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hepar. Sesuai dengan perkembangan zaman, Abses hepar amoebik merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstra intestinal yang paling sering di jumpai di daerah tropik/subtropik, dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang, termasuk Indonesia. di negara-negara yang sudah maju abses hepar amebik yang pada awal abad ke-20 mendominasi abses hepar, sekarang sudah jarang ditemukan sedangkan abses hepar piogenik lebih banyak ditemukan. Pertama

Upload: shareef-al-shaf

Post on 06-Aug-2015

131 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus dan Penjelasan tentang Abses Hepar

TRANSCRIPT

Page 1: Abses Hepar

BAB 1. PENDAHULUAN

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar. Insiden dan jenis penyakit

yang disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Maupun nekrosis steril yang

bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses

supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel –

sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hepar, dan sangat bervariasi dari

satu negara ke negara lainnya.

Abses hepar secara umum terbagi 2, yaitu abses hepar amebik (AHA) dan

abses hepar piogenik (AHP). Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah

terjadi banyak perubahan dalam hal epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara

diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses hepar. Sesuai dengan

perkembangan zaman, Abses hepar amoebik merupakan salah satu komplikasi

amebiasis ekstra intestinal yang paling sering di jumpai di daerah

tropik/subtropik, dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang, termasuk

Indonesia. di negara-negara yang sudah maju abses hepar amebik yang pada awal

abad ke-20 mendominasi abses hepar, sekarang sudah jarang ditemukan

sedangkan abses hepar piogenik lebih banyak ditemukan. Pertama ditemukan oleh

Hippocrates (400 SM), dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun

1936.

Secara epidemiologi, didapatkan 8–15 per 100.000 kasus abses hepar

piogenik yang memerlukan perawatan RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,

didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29–1,47% sedangkan prevalensi

di RS antara 0,008 – 0,016%, abses hepar piogenik lebih sering terjadi pada pria

dibandingkan wanita dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan

insidensi puncak pada dekade ke–6. Saat ini, terdapat peningkatan insidensi abses

hepar piogenik akibat komplikasi dari sistim biliaris, yaitu langsung dari kandung

empedu atau melalui saluran–saluran empedu sepertikolangitis dan kolesistisis.

Peningkatan insidensi abses hepar piogenik akibat komplikasi dari sistim biliaris

disebabkan karena semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin banyak orang

Page 2: Abses Hepar

2

lanjut usia yang dikenai penyakit sistem biliaris ini. Juga abses hepar piogenik

disebabkan akibat trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik (Wenas. 2007)

Page 3: Abses Hepar

3

BAB 2. STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. HP

Umur : 37 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Rejo Agung RT 02/01 Semboro, Jember

Agama : Kristen

Suku : Jawa

Status : Menikah

Pendidikan : STM

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk RS : 28 Mei 2012

Tanggal keluar RS : 7 Juni 2012

No. RM : 38.78.16

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan di Ruang Alamanda RSD dr. Soebandi pada tanggal

28 Mei 2012 hingga 7 Juni 2012.

Tanggal 28 Mei 2012

1. Keluhan Utama:

Nyeri perut.

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan adanya nyeri di daerah ulu hati sampai ke

perut kanan menjalar ke belakang sejak ± 10 hari yang lalu. Nyeri

dirasakan sangat parah hingga pasien kesulitan saat berubah posisi. Pasien

terkadang sesak karena nyeri di perutnya. Pasien merasa demam, demam

dirasakan naik turun, demam meningkat terutama saat sore menjelang

Page 4: Abses Hepar

4

malam hingga disertai menggigil. Pasien merasa mual namun tidak

sampai muntah. Pasien mengaku nafsu makan menurun, hanya makan 2 –

4 sendok makan tiap harinya. Pasien mengaku pusing dan lemas. BAK

pasien berwarna kuning kecokelatan seperti teh. BAB normal, tidak ada

keluhan.

± 7 hari SMRS, pasien merasa keluhannya bertambah parah, perut

juga terasa panas dan sakit saat pasien tertawa dan batuk, tidur pun

terganggu karena rasa nyeri tersebut. Pasien mengatakan sangat kesakitan

jika tidur miring ke kanan atau kiri sehingga pasien cenderung tidur

terlentang. Pasien kemudian dibawa ke RSI Surabaya dan MRS selama 6

hari. Disana pasien didiagnosis abses hepar.

± 2 hari SMRS, pasien pulang paksa dari RSI Surabaya karena

merasa tidak ada perkembangan terhadap kesembuhan penyakitnya.

Sesampainya di rumah, pasien mengeluh nyeri di perutnya, oleh keluarga,

pasien dibawa ke poli penyakit dalam RSD dr. Soebandi Jember dan

akhirnya pasien MRS.

Saat MRS perut masih terasa sakit dan terasa panas. Pasien sudah

dapat tidur miring, pasien sudah tidak demam, mual mulai berkurang,

BAK masih kuning pekat seperti teh. BAB normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal pernah menderita penyakit seperti ini

sebelumnya, sakit kuning di sangkal, kencing manis di sangkal,

hipertensi disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit

seperti pasien, riwayat sakit kuning pada keluarga disangkal.

Page 5: Abses Hepar

5

5. Riwayat Pengobatan :

Selama MRS di RSI Surabaya pasien mendapatkan obat injeksi,

pasien tidak tahu nama obatnya.

6. Riwayat Alergi :

Disangkal.

7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan :

Pendidikan terakhir pasien adalah STM, sehari-hari pasien bekerja

sebagai Outsourcing PLN di Surabaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarga pasien mengandalkan pendapatannya. Pendapatan pasien berkisar

Rp 1.500.000,- setiap bulannya.

Di Surabaya, pasien tinggal di kos-kosan yang berukuran 4x4

meter. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya yang kedua. Kos-kosan

tersebut dikatankan cukup bersih. Terdapat kamar mandi dan WC, sumber

air menggunakan PDAM.

Di Semboro, rumah pasien berukuran kira-kira 16 x 20 meter,

terdiri dari 4 kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Anak

pertama pasien tinggal di Semboro, tidak ikut ke Surabaya, dan diasuh

oleh kedua orang tua pasien. Sumber air dari sumur milik sendiri.

Kesan : keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan cukup baik.

8. Riwayat Gizi :

Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi

berupa nasi, lauk pauk dan sayur. Selama sakit, nafsu makan menurun.

Kesan : kebutuhan gizi kurang.

Page 6: Abses Hepar

6

ANAMNESIS SISTEM

a. Sistem Serebrospinal : tidak ada keluhan

b. Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan

c. Sistem Pernafasan : kadang sesak dikarenakan nyeri di perut pasien.

d. Sistem Gastrointestinal : nyeri di ulu hati sampai ke perut kanan atas. Mual

(+), muntah (-).

e. Sistem Urogenital : kencing lancar, warna kuning seperti teh, sehari 2-

3x, nyeri BAK ( - ).

f. Sistem Integumentum : tidak ada keluhan

g. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan

Kesan : Pada anamnesis sistem ditemukan nyeri di ulu hati sampai ke

perut kanan atas, mual (+), BAK berwarna seperti teh.

2.3 Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum :

1. Keadaan umum : Lemah

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tanda – tanda vital :

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Temperatur : 37,4ºC

- Respiration Rate : 20 x/menit

4. Gizi : Baik

BB = 55 kg; TB = 166 cm => 55 x 100% = 19,9%

IMT = 19,9% (1,66)2

5. Kulit : kulit kuning, tidak ada purpura, tidak ada oedem,

turgor kulit normal, tidak ada ptekie, tidak ada

nodul.

6. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran limfe colli, aksila, dan

Page 7: Abses Hepar

7

Inguinal

7. Otot : Tidak terdapat atrofi otot

8. Tulang : Tidak ada deformitas

Kesan : Pemeriksaan fisik umum d alam batas normal .

b. Pemeriksaan Khusus

1. Kepala

Bentuk : lonjong, simetris

Rambut : hitam, agak bergelombang, pendek, tidak mudah

dicabut

Mata

- Konjungtiva : anemis +/+

- Sklera : ikterik +/+

- Refleks pupil : normal, pupil isokor Ө 3mm/3 mm, refleks cahaya

+/+

- Sekret : (-)

Telinga : sekret (-), perdarahan (-)

Hidung : sekret (-), perdarahan (-), napas cuping hidung -/-,

septum deviasi (-)

Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),

mukosa basah (+)

Kesan: tidak di dapatkan kelainan pada kepala

2. Leher

Inspeksi : tidak tampak pembesaran KGB leher

Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher

Kesan: tidak didapatkan kelainan pada leher

3. Dada

- Jantung

Page 8: Abses Hepar

8

Inspeksi : Ictus Cordis tak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V MCL S

Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV PSL D

Batas kiri : redup pada ICS V MCL S

Auskultasi : S1S2 tunggal; e/g/m: -/-/-

Kesan: tidak didapatkan kelainan pada jantung

- Paru

Ventral Dorsal

Inspeksi Simetris, ketinggalan gerak

(-), retraksi (-)

Simetris, ketinggalan gerak

(-), retraksi (-)

Palpasi Fremitus raba

N N

N N

N N

Fremitus raba

N N

N N

N N N N

Perkusi S S

S S

S R

S S R S

S S

S S

S S

R S

S R S S

S R S S

Auskultasi SD Rh

BV BV - -

V V - -

V V - -

V V V V - - - -

V V - -

Wh - -

- -

SD Rh

BV BV - -

V V - -

V V - -

V V V V - - - -

V V V V - - - -

Wh - -

- -

Page 9: Abses Hepar

9

- -

- - - -

- -

- -

- - - -

- - - -

Kesan: tidak didapatkan kelainan pada paru.

4. Abdomen:

Inspeksi : flat, tidak terlihat massa.

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, menjalar sampai

ke hipokondrium dextra, hepatomegali tidak

ditemukan.

Perkusi : tympani, nyeri ketok (+) pada regio epigastrium

menjalar sampai regio hipokondrium dextra.

Kesan: nyeri tekan abdomen di Regio epigastrium hingga

hipokondriaka dekstra, hepatomegali (-).

5. Anogenital : Anus (+), genital (+) normal.

Kesan : tidak didapatkan kelainan pada anogenital.

6. Extremitas :

Atas : Akral Hangat : + / +

Oedem : - / -

Bawah : Akral Hangat : + / +

Oedem : - / -

Kesan: tidak ada kelainan pada ekstremitas

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Page 10: Abses Hepar

10

Hasil laboratorium (28 Mei 2012)

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11,8 13,4-17,7 gr/dL

Leukosit 21,5 4,3-10,3 x 109/L

Hematokrit 34,6 38-42 %

Trombosit 286 150-450 x 109/L

FAAL HATI

Bilirubin Direk 2,19 0,2-0,4 mg/dL

Bilirubin Total 2,87 <1,2 mg/dL

SGOT 61 10-35 U/L

SGPT 49 9-43 U/L

Alkali Phosphat 585 53 – 128 U/L

Total Protein 5,2 6,6 – 8,7 gr/dL

Albumin 2,7 3,4 – 4,8 gr/dL

Globulin 2,5 2,3 – 3,5 gr/dL

FAAL GINJAL

Kreatinin serum 0,8 0,6-1,3 mg/dL

BUN 13 6-20 mg/dL

Urea 28 10-50 mg/dL

Asam urat 2,4 3,4-7 mg/dL

LEMAK

Kolesterol Total 148 < 220 mg/dL

KADAR GULA DARAH

Sewaktu 81 < 200 mg/dL

Page 11: Abses Hepar

11

2.5 Diagnosa

Abses Hepar

2.6 Penatalaksanaan

Infus RL : D5 = 2 : 1 / 24 jam

Inj. Antrain 3 x 1 amp

Inj. Ondancetron 3 x 1 amp

Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr

2.7 Follow-up

PEMERIKSAAN HARI KE - 2 ( Selasa, 29 Mei 2012 )

S Nyeri perut kanan atas.

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

110/70 mmHg

80 x/menit

20 x/menit

37,4 0C

Kepala leher : a/i/c/d = +/+/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

Page 12: Abses Hepar

12

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan R. epigastrium dan hipokondriaka

dekstra (+)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 1 / 24 jam

Inj. Antrain 3 x 1 amp

Inj. Ondancetron 3 x 1 amp

Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr

Periksa AFP, CEA, Seramoba

PEMERIKSAAN HARI KE- 3 ( Rabu, 30 Mei 2012 )

S Nafsu makan menurun.

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

140/80 mmHg

88 x/menit

20 x/menit

36,6 0C

Kepala leher : a/i/c/d = +/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Page 13: Abses Hepar

13

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan R. hipokondriaka dekstra (+)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 1 / 24 jam

Inj. Antrain 3 x 1 amp

Inj. Ondancetron 3 x 1 amp

Inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr

Hasil Laboratorium (29 Mei 2012)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

1. AFP 2,23 <= 5,8 IU/ml

2. CEA 0,732 < 4,7 ng/ml

3. SERAMOBA menyusul negatif

PEMERIKSAAN HARI KE- 4 ( Kamis, 31 Mei 2012 )

S Nyeri di perut bagian kanan atas.

O VS: tek. darah: 130/80 mmHg

Page 14: Abses Hepar

14

Nadi :

RR :

Suhu :

84 x/menit

20 x/menit

36,7 0C

Kepala leher : a/i/c/d = +/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan di R. hipokondriaka dekstra (+).

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 3 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

periksa lab. Feses lengkap

Page 15: Abses Hepar

15

PEMERIKSAAN HARI KE- 5 ( Jumat, 1 Juni 2012 )

S Tidak ada keluhan

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

120/80 mmHg

80 x/menit

20 x/menit

36,1 0C

Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

Page 16: Abses Hepar

16

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 3 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

Hasil Laboratorium (31 Mei 2012)

Jenis Periksa Hasil Pemeriksaan Normal

MIKROBIOLOGI - FESES

Warna Kecoklatan -

Konsistensi Lembek -

Darah Negatip Negatip

Lendir Positip Negatip

Eritrosit 0-2 0-2

Lekosit 0-2 0-2

Amuba Negatip Negatip

Telur cacing Negatip Negatip

Sisa makanan Positip -

Bakteri Positip -

PEMERIKSAAN HARI KE- 6 ( Sabtu, 2 Juni 2012 )

S Nyeri pinggang kanan.

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

120/70 mmHg

80 x/menit

20 x/menit

36,1 0C

Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorax : I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

Page 17: Abses Hepar

17

Cor

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 4 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

Hasil Laboratorium (29 Mei 2012)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

1. SERAMOBA positip negatif

Page 18: Abses Hepar

18

PEMERIKSAAN HARI KE- 7 ( Minggu, 3 Juni 2012 )

S Tidak ada keluhan.

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

110/70 mmHg

80 x/menit

24 x/menit

36,2 0C

Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

Page 19: Abses Hepar

19

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 4 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

Hasil Laboratorium (2 Juni 2012)

Jenis Periksa Hasil Pemeriksaan Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11,8 13,4-17,7 gr/dL

Laju Endap Darah 92/159 0-15 mm/jam

Lekosit 20,2 4,3-10,3 x 109/L

Hitung Jenis 2/-/-/80/13/5

0-4/0-1/3-5/54/62/25-33/3-5

Eos/Bas/Stab/Seg/Lim/

Mono

Hematokrit 35,5 38-42%

Trombosit 692 150-450 x 109/L

FAAL HATI

Bilirubin Direk 0,98 0,2-0,4 mg/dL

Bilirubin Total 1,54 <1,2 mg/dL

SGOT 24 10-35

SGPT 26 9-43

Albumin 3,1 3,4-4,8 gr/dL

PEMERIKSAAN HARI KE- 8 ( Senin, 4 Juni 2012)

S Perut kanan terasa mengganjal.

O VS: tek. darah: 110/70 mmHg

Page 20: Abses Hepar

20

Nadi :

RR :

Suhu :

80 x/menit

20 x/menit

36,2 0C

Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 4 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

Page 21: Abses Hepar

21

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

USG abdomen ulang

PEMERIKSAAN HARI KE- 9 ( Selasa, 5 Juni 2012)

S Terasa mengganjal di perut kanan.

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

110/70 mmHg

80 x/menit

20 x/menit

36,2 0C

Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

Page 22: Abses Hepar

22

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 4 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

PEMERIKSAAN HARI KE- 10 ( Rabu, 6 Juni 2012 )

S Tidak ada keluhan

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

120/80 mmHg

84 x/menit

24 x/menit

36,0 0C

Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

Page 23: Abses Hepar

23

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 4 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

konsul TS Sp. Bedah

Jawaban konsulan dari dr. Sp. Bedah:

Abses tidak jelas

USG tidak jelas

Terapi dari bidang bedah: konservatif

Hasil USG Abdomen (5 Juni 2012)

Page 24: Abses Hepar

24

Page 25: Abses Hepar

25

Kesan:

Terdapat massa hepar dengan diameter ± 8 cm

DD: abses hepar, massa tumor

PEMERIKSAAN HARI KE- 11 ( Kamis 7 Juni 2012 )

S Tidak ada keluhan

O VS: tek. darah:

Nadi :

RR :

Suhu :

100/70 mmHg

80 x/menit

20 x/menit

36,2 0C

Kepala leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thorax :

Cor

I IC tidak tampak

P IC teraba di ICS V MCL Sinistra

P Redup, batas jantung tidak melebar:

Batas atas kanan jantung: Redup di ICS III PSL

dextra

Batas bawah kanan jantung: Redup di ICS IV PSL

dextra

Batas atas kiri jantung: Redup di ICS III PSL

Page 26: Abses Hepar

26

sinistra

Batas bawah kiri jantung: Redup di ICS V

midclavicula sinistra

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi (-), KG (-)

P Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+

A Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen I Flat

A BU (+) normal

P Tympani

P Soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-

A Abses hepar

P Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

Infus Metronidazole 4 x 500 mg

Inj. Vebac 2 x 1 amp

Inj. Prosogan 3 x 1 amp

p/o Vometras 3 x 1 tab

p/o Cloroquin 2 x 1 tab

p/o Ciprofloxacin 2 x 1 tab

Pasien diperbolehkan pulang

2.8 Resume

- Pasien laki-laki, usia 37 tahun datang dengan keluhan utama nyeri daerah

epigastrium dan hipokondriaka dekstra, pada saat tidur miring kiri maupun

kanan, juga pada saat batuk dan membaik bila berbaring terlentang,

demam tinggi sampai menggigil, terutama sore menjelang malam, naik

turun, terdapat mual, namun tidak sampai muntah, nafsu makan menurun,

badan terasa lemas, terdapat pusing, kadang sesak, tidak terdapat batuk,

Page 27: Abses Hepar

27

BAK berwarna kuning seperti teh, tidak didapatkan nyeri pada saat BAK,

BAB normal.

- Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi, DM, Sakit kuning Disangkal

- Riwayat pengobatan : Obat injeksi dari RSI Surabaya

- Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan: cukup baik

- Riwayat gizi : baik

- Pada anamnesis sistem ditemukan nyeri tekan abdomen di bagian

epigastrium dan hipokondriaka dekstra, nafsu makan turun, BAK lancar,

warna kuning seperti teh, nyeri BAK (-), tidak ada bengkak pada kedua

kaki.

- Pada pemeriksaan khusus didapatkan nyeri tekan (+) pada regio

epigastrium menjalar sampai regio hipokondrium dextra,

- Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb menurun, leukositosis, faal hati

abnormal (peningkatan SGOT, SGPT, Bilirubin direk & total, Alkali

phosphat disertai penurunan albumin).

- Hasil USG abdomen : Abses hepar dengan ukuran ± 8 cm.

- Diagnosis: Abses hepar

- Penatalaksanaan:

o Infus RL : D5 = 2 : 2 / 24 jam

o Infus Metronidazole 4 x 500 mg

o Inj. Vebac 2 x 1 amp

o Inj. Prosogan 3 x 1 amp

o p/o Vometras 3 x 1 tab

o p/o Cloroquin 2 x 1 tab

o p/o Ciprofloxacin 2 x 1 tab

- Prognosis: Dubia ad bonam

Page 28: Abses Hepar

28

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Abses Hati Amebik

3.1.1 Epidemiologi

Insiden abses hati amebik yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap

peneliti berbeda oleh karena tergantung populasi yang diambil dan cara penelitian.

Penelitian secara autopsi menghasilkan angka yang lebih tinggi daripada secara

klinis yaitu antara 7,6%-84,4% (rata-rata 36,6%) sedangkan secara klinis 1-25%

(rata-rata 8,1%).

Pria lebih sering menderita abses hati amebik dibanding wanita.

Pravalensi terbanyak ditemukan pada umur antara 30-50 tahun sedangkan di RS

Hasan Sadikin Bandung kejadian terbanyak pada dekade ke-5 dan ke-6.

Kejadian penyakit ini lebih tinggi bila didapatkan pada daerah atau

masyarakat dengan sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah dan penduduk yang

padat.

3.1.2 Etiologi

Entamoba histolytica masih tetap merupakan salah satu parasit protozoa

yang paling penting bagi manusia. Amebiasis ditemukan secara endemi di banyak

negara tropik seperti Afrika, Amerika Latin dan Amerika Utara bagian selatan.

Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling

sering terjadi sesudah infeksi E.histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 8,1%)

penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. E.histolytica di dalam feses di

dalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk vegetatif atau trofozoit

dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia.

Kista dewasa berukuran 10-20 mikron resisten terhadap suasana kering

dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada yang berukuran kecil (yatiu 10-20

mikron) dan berukuran besar (20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati

dalam suasana kering atau asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu

Page 29: Abses Hepar

29

memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan

mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

3.1.3 Patogenesis

Cara penularan pada umumnya fekaloral baik melalui makanan atau

minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan higiene

perorangan yang buruk. Pada kelompok homoseksual disebutkan insidens lebih

tinggi dikaitkan dengan masalah hubungan oro-anal atau oro-genital yang

dilanjutkan dengan genito-oral. Sesudah masuk per-oral hanya bentuk kista yang

bisa sampai ke dalam intestin tanpa dirusak oleh asam lambung. Kemudian kista

pecah, keluar trofozoit. Didalam usus trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus

pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran

darah portal masuk ke hepar. Ameba kemudian tersangkut menyumbat venul

porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim proteolitik tadi

mencerna sel parenkim hati sehingga kemudian terbentuk abses. Di daerah

sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan “anchovy sauce”

yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi. Amebanya dapat

ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan didalam cairan di

sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amebik mengalami infeksi sekunder

sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa ada periode laten yaitu jarak

waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang sampai bertahun-tahun diantara

kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati . disamping itu hanya

kurang lebih kurang 10% penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista

E.histolytica dalam tinjanya pada waktu bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33%.

Faktor yang berperan dalam keaktifan invasi ameba ini belum diketahui dengan

pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit, flora bakteri

usus dan daya tahan tubuh seseorang baik humoral maupun seluler.

Page 30: Abses Hepar

30

3.1.4 Patologi

Abses hati amebik biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya

abses bervariasi dari beberapa sentimeter sampai abses besar sekali yang

mengandung beberapa liter pus. Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda

(multipel). Walaupun ameba berasal dari usus, kebanyakan kasus abses hati

amebik tidak menunjukkan adanya amebias usus pada saat yang bersamaan, jadi

ada infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati.

Istilah hepatitis amebik tidak tepat untuk terus dipertahankan atau dipakai

karena secara histologik jaringan hati sekitar abses tetap normal. Sejak awal

penyakit, lesi ameba di dalam hepar tidak pernah difus melainkan merupakan

proses lokal. Proses hepatolitik tetap asimtomatik dan gejala-gejala akan muncul

jika daerah ini meluas membentuk suatu abses yang lebih besar. Lesi kecil akan

sembuh dengan pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding abses besar

akan ditemukan fibrosis. Jarang terjadi klasifikasi dan amebiasis tidak pernah

menjadi sirosis hati.

3.1.5 Gambaran Klinik

Riwayat penyakit.

Cara timbulnya abses hati amebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu

terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh

kasus yaitu pada 92-96,8%. Terdapat rasa sakit diperut atas pada 97,75-96% yang

sifat sakit berupa perasaan ditekan atau seperti ditusuk. Rasa sakit akan bertambah

bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila

berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi

sakit bahu bila abses diafragma dan sakit epigastrum bila abses di lobus kiri.

Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat

badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan.

Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma seperti cegukan (“hiccup”) bisa

ditemukan walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Diare dengan

tanpa terbukti kolitis amebik, terjadi pada kurang dari 20%. Kegagalan faal

fulminan sekunder terhadap abses, merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi.

Page 31: Abses Hepar

31

Pemeriksaan fisik

Demam bisa tidak begitu tinggi, kurva suhu bisa intremitten atau remiten.

Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan

membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau

ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi

biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Abses yang

besar tampak sebagai masa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Pada

kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang teraba nyeri di epigastrum.

Ikterus jarang terjadi, kalau ada bisanya ringan. Bila ikterus hebat

biasanya abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada

pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi

pleura atau “friction rub” dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.

Gambar klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan

sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan

penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat.

Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik.

Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri

perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang

nyeri. Gambar klasik didapatkan pada 54-70% kasus.

Pada gambar klinik tidak klasik ditemukan pada penderita ini gambaran klinik

klasik seperti diatas tidak ada. Ini disebabkan letak abses pada bagian hati

yang tertentu memberikan manifestasi klinik yang menutupi gambaran yang

klasik.

Gambaran klinik yang tidak klasik dapat berupa:

1. Benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema

kandung empedu atau tumor pankreas.

2. gejala renal

Page 32: Abses Hepar

32

Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga

ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses di bagian posteroinferior lobus

kanan hati.

3. Ikterus obstruktif.

Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak didekat porta hepatis.

4. Kolitis akut

Manifestasi klinik kolitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik

absesnya sendiri.

5. Gejala kardiak

Ruptur abses ke rongga perikardium memberikan gambaran klinik efusi

perikardial.

6. Gejala Pleuropulmonal

Penyulit yang berupa empiema toraks atau abses paru menutupi gambaran

klasik abses hatinya.

7. Abdomen akut.

Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum,

terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.

8. Gambaran abses yang tersembunyi.

Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%.

9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.

Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria.

Biasanya ditemukan pada abses yang terletak disentral dan yang dalam hati.

Ditemukan pada 3,6% kasus.

3.1.6 Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai peran

yang besar dalam diganostik dan tidak ada satupun pemeriksaan tersebut yang

patognomonik untuk abses hati amebik.

Ditemukan leukositosis, biasanya antara 13000 sampai 16000, bila disertai

infeksi sekunder biasanya diatas 20000 permm. Sebagian besar penderita

Page 33: Abses Hepar

33

menunjukkan peninggian LED. Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada

sering tidak mencolok dan akan kembali normal dengan penyembuhan abses.

Pemeriksaan serologik sangat membantu dalam menegakkan diagnosis

dengan sensitivitas 91-93% dan spesifitas 94-99%. Pemeriksaan serologik positif

berarti sedang atau pernah terjadi amebiasis invasif. Di daerah endemik amebiasis,

seseorang tanpa sedang menderita amebiasis invasif sering memberikan reaksi

serologik positif akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Oleh

karena itu pemeriksaan kwantitatif lebih bernilai dalam diagnostik. Titer diatas

1/512 (psoitif kuat) secara IHA menyokong adanya abses amebik. Sebaliknya

abses stadium awal bisa memberikan serologik negatif.

Cara pemeriksaan yang cukup sensitif ialah dengan IHA dan yang

paling sensitif ialah cara ELIZA

Pemeriksaan parasit E.histolytica dilakukan pada isi abses atau cairan

aspirasi lainnya, biopsi abses, tinja atau biopsi kolonoskopi/sigmoidoskopi dengan

hasil positif ditemukan pada kurang dari 1/3 penderita.

Pemeriksaan radiologi

Pada sinar tembus toraks tampak diafragma kanan meninggi dengan

gerakan terbatas dan mungkin ada efusi pleural. Pada foto toraks bisa didapatkan

pula kelainan lain seperti corakan bronkovakuler paru kanan bawah bertambah,

infiltrat, atelektasis, garis adesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses

paling sering dibagian superanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian

anteromedial diafragma kanan.

Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan

sabit di daerah curvatura minor pada foto memakai bubur barium. Secara

angiografik abses tampak sebagai daerah avaskuler dengan pembuluh

disekelilingnya yang berdistorsi dan hipervaskularisasi.

Page 34: Abses Hepar

34

Pemeriksaan ultrasonografi

Cara pemeriksaan ini non invasif, murah mudah dengan sensitivitas kira-

kira 90%. Cara ini digunakan rutin untuk diagnostik, penuntun aspirasi dan

pemanatuan hasil terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik, dan

dapat dievaluasi sifat cairan abses. Hal ini merupakan kelebihan USG

dibandingkan dengan sidik hati memakai radioisotop. Hasil positif palsu kira-kira

5% misalnya pada kista, tumor dengan nekrosis sentral, hematom atau abses

piogen. Abses ameba dengan infeksi sekunder bisa memberikan hasil negatif

palsu. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebik ialah:

a. Lesi hipoekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada “gain”

tinggi jelas tampak eko halus homogen tersebar rata.

b. Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak berdinding,

terletak dekat permukaan hati.

c. Terdapat peninggian eko pada bagian distal abses.

Gambaran USG yang khas dan lengkap seperti kriteria diatas hanya ditemukan

yaitu pada 37,8% kasus.

Pemeriksaan sidik hati

Dengan cara ini sifat struktur lesi tidak dapat dibedakan, karena itu

dianjurkan kombinasi sidik hati dan USG untuk meningkatkan sensitivitas dan

spesifisitas dalam diagnostik abses amebik. Lesi abses hati akan tampak kosong

(“filling detect”) pada sidik hati memakai radiokoloid113m, indium99m, Technetium

atau 198mAu dan bila dilanjutkan dengan sidik hati memakai “blood pool isotope”

misalnya 113m Indium transferin, akan menunjukkan lesi yang tetap kosong dan

sekitar lesi ada gambaran “halo” akibat sifat hipervaskularisasi. Keuntungan sidik

hati ialah mampu mendeteksi abses pada stadium dini dimana aktivitas sel Kupfer

sudah terganggu dan sudah terjadi gangguan isotop.

Pemeriksaan tomografi dengan komputer

Merupakan cara terbaik untuk melihat gambaran abses terutama untuk

abses yang multipel atau letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98% dan dapat

Page 35: Abses Hepar

35

mendeteksi lesi berukuran 5mm. Dibanding USG, pemeriksaan dengan cara ini

biayanya mahal.

Kriteria Diagnosis

1. Hati yang membesar dan nyeri

2. Leukositosis tanpa anemia pada penderita abses amebik yang akut, atau

lekositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik.

3. Adanya “pus amebik” yang mungkin mengandung trofozoit E. histolytica.

4. Pemeriksaan serologik terhadap E. histolytica.

5. Gambaran radiologi yang mencurigakan, terutama pada foto toraks

posteroanterior dan lateral kanan.

6. Adanya “filling detect” pada sidik hati.

7. Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazol.

3.1.7 Komplikasi

1. Infeksi Sumber

Merupakan komplikasi paling sering, terjadi 10-20% kasus

2. Ruptur atau penjalaran langsung

Rongga atau oragan yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya abses

di lobus kiri mudah pecah ke perikardium dan intraperitonium. Perforasi

paling sering ke pleuropulmonal (10-20%), kemudian ke rongga

intraperitoneum (6-9%) selanjutnya perikardium (0,01%) dan organ-organ lain

seperti kulit dan ginjal.

3. Komplikasi vaskuler

Ruptur ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinalis

jarang terjadi.

4. Parasitemia, amebiasis serebral

E.histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain

misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intra

kranial.

Page 36: Abses Hepar

36

3.1.8 Pengobatan dan Tindakan

1. Medikamentosa

Pada prinsipnya pengobatan medikamentosa terdiri dari pemberian

amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul amebisid

intestinal untuk pemberantasan parasit E.histolytica di dalam usus sehingga

dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian amebisid yang

adekwat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit.

Sebagai amebisid mentronidazol saat ini merupakan pilihan pertama

dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilihan kedua adalah

kombinasi emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan klorokuin. Baik

emetin maupun dihidroemetin merupakan amebisid jaringan yang sangat kuat,

didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung dan organ lain. Obat ini tidak

bisa sebagai amebisid intestinal, kurang sering dipakai oleh karena efek

sampingnya, biasanya baru digunakan pada keadaan yang berat. Obat ini

toksik terhadap otot jantung dan uterus karena itu tidak boleh diberikan pada

penderita penyakit jantung (kecuali perikarditis amebik) dan wanita hamil.

Dosis yang diberikan 1 mg emetin/KgBB selama 7-10 hari atau 1,5 mg

dehidroemetin/Kg.BB selama 10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang

toksik dibanding dengan emetin.

Amebisid jaringan yag lain ialah klorokuin yang mempunyai nilai

kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama.

Kadar yang tinggi didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping sesudah

pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang diberikan 600mg klorokuinbasa,

lalu 6 jam kemudian 300 mg dan selanjutnya 2x150 mg/hari selama 28 hari,

ada pula yang memberikan klorokuin 1 gram/hari selama 2 hari, diteruskan

500 mg/hari sampai 21 hari.

Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid folat 3x500

mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroksikuin 3x600 mg/hari selama 21 hari

atau klefamid 3x500 mg/hari selama 10 hari.

2. Tindakan aspirasi terapeutik.

Page 37: Abses Hepar

37

Indikasi:

1. Abses yang dikhawatirkan kan pecah.

2. respon terhadap terapi medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.

3. abses di lobus kiri karena rongga abses disini mudah pecah ke rongga

perikardium atau peritonium.

Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Bila

sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara membuta pada

daerah hati atau toraks bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling

menonjol atau daerah yang paling nyeri pada palpasi.

3. Tindakan pembedahan

Pembedahan dilakukan bila:

1. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.

2. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal

3. bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil

4. ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/perikardial.

Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau

tindakan reseksi misalnya lobektomi.

3.1.9 Prognosis

Faktor yang mempengaruhi prognosis

a. Virulensi parasit.

b. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita.

c. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua.

d. Cara timbulnya prognosis lebih buruk.

e. Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau

multipel

f. Stadia penyakit.

g. Komplikasi

Bila terapi adekwat, resolusi abses akan sempurna tetapi imunitas tidak

permanen dan dapat terjadi lagi re-infeksi

Page 38: Abses Hepar

38

3.2 Abses Hati Piogenik

3.2.1 Riwayat

Riwayat abses hati piogenik dengan prognosisnya yang buruk telah lama

dikenal yaitu sejak zaman Hippocrates (460SM-370SM) dimana abses hati yang

letal sudah dapat dibedakan dari penyakit hati kistik yang jarang menimbulkan

kelainan klinik. Diketahui bahwa bila terjadi ikterus pada kasus infeksi hati maka

prognosisnya buruk. Proses supurasi dengan pembentukan abses pertama kali

didokumentasikan pada tahun 1836 dimana kemudian terbukti adanya hubungan

antara abses piogenik tromboflebitis mesenterik yang berawal dari daerah

apendiks.

Sampai tahun 1983, para peneliti di negara Barat mendapatkan abses hati

amebik pada 75% kasus abses hati dan sebagian kecil saja abses piogenik. Dalam

50 tahun terakhir ini mereka menemukan perubahan-perubahan dimana terdapat

penurunan tajam pada insidens abses amebik, kemudian abses hati piogenik akibat

komplikasi apendiksitis hampir tidak ada lagi berkat pemakaian antibiotik, tetapi

lalu terdapat peningkatan insidens abses piogenik akibat komplikasi sistem

biliaris.

3.2.2 Prevalensi

Sebelum adanya alat-alat diagnosis canggih seperti saat sekarang ini

(USG, tomografi komputer, resonansi magnetik nuklir), maka prevalensi abses

piogenik tidak diketahui karena tanpa autopsi sukar sekali untuk menegakkan

diagnosisnya. Dari kepustakaan Barat didapatkan prevalensi pada autopsi

bervariasi di rumah antara 0,29-1,47% sedangkan prevalensi di rumah sakit antara

0,008-0,016%.

3.2.3 Etiologi dan Patogenesis

Infeksi yang terjadi di hati dapat berasal dari ;

1. Sistem billaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran

empedu.

Page 39: Abses Hepar

39

2. Visera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau pieloflebitis

atau embolisasi. Biasanya berasal dari apendiksitis, divertikulitis atau

penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses hati.

3. Arteri hati pada bakteriemia/septikemia akibat infeksi ditempat lain.

4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster, duodenum,

ginjal, rongga subdiafragma atau pankreas.

5. Trauma tusuk atau tumpul.

6. Kriptegenik.

Di negara-negara Barat, penyakit sistem biliaris merupakan penyebab

abses hati yang paling sering, ini disebabkan karena semakin tinggi umur harapan

hidup dan semakin banyak orang lanjut usia ini yang dikenai penyakit kandung

empedu.

3.2.4 Patologi

Abses hati piogenik biasanya mengenai kedua lobus hepar yaitu pada

53,2% kasus. Pada lobus kanan saja ditemukan 41,8% sedangkan abses di lobus

kiri saja lebih jarang yaitu 4,8%. Abses biasanya multipel. Secara histopatologik

tidak berbeda dengan abses ditempat lain yaitu terdapat nekrosis sentral dengan

debris seluler dikelilingi infiltrasi leukosist dan limfosit yang masif. Di bagian

luarnya ada daerah proliferasi fibroblastik membentuk dinding jaringan ikat

mengelilingi abses.

3.2.5 Gambaran Klinik

Manifestasi sistematik biasanya lebih berat daripada abses hati amebik.

Demam merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten, infermiten atau

febris kontinu disertasi dengan menggigil. Keluhan lain ialah nyeri di abdomen

(68%), berkeringat banyak (43%), mual dan muntah (39%), badan lesu (39%) dan

berat badan menurun (46%). Kadang-kadang batuk-batuk, sesak. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan keadaan penderita yang septik, nyeri perut kanan

atas dan hepatomegali. Adanya ikterus pada 24-52% kasus biasanya menunjukkan

Page 40: Abses Hepar

40

adanya penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang

buruk.

3.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada

60-87% kasus. Anemia ditemukan pada 50%, sedangkan peninggian fosfatase

alkali (90%), kadar albumin serum dibawah 3 gr% (33-74%) dan waktu

protombin memanjang (34-54%) menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini

disebabkan abses didalam hati.

Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini ialah

E.coli, S.aures dan S.hemolyticus; tetapi semenjak ditemukannya dan

digunakannya antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri yang resisten antibiotik

terutama bakteri aerob gram-negatif seperti P.vulgaris, A.aerogenes, S.faecalis

dan P.aeruginosa secara tersendiri atau bersama-sama dapat ditemukan pada

kultur dari pus abses hati. Selain itu kuman anaerob (Bacteriodes, Fusobacterium,

Clostridium dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau busuk.

Pemeriksaan radiologik

Pada foto toraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan

meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Kelainan-

kelainan ini ditemukan pada 20-82% kasus. Pada foto toraks PA sudut kardio-

frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kosto-frenikus anterior tertutup.

Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau “air fluid level”. Abses

di lobus kiri mendesak kurvatura minor seperti tampak pada foto dengan bubur

barium. Secara angiografik abses merupakan daerah avaskuler.

Pemeriksaan sidik hati/USG/tomografi komputer

Pemeriksaan canggih ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan

kemampuan menegakkan diagnosis abses hati, mempercepat diagnosis ditegakkan

Page 41: Abses Hepar

41

drainase abses lebih terarah dan sempurna. Pemeriksaan sidik hati dan USG saling

menunjnag sehingga nilai diagnosisnya semakin tinggi.

3.2.7 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi:

1. Saat diagnosis ditegakkan menggambarkan keadaan penyakit yang berat yaitu.

a. Septikimia/bakteriemia yang didapatkan pada 45% kasus dengan

mortalitas 86%.

b. Ruptur abses disertai peritonitis generalisata (6-7%)

c. Kelainan pleuropulmonal (15%)

d. Lain-lain: gegalan hati, perdarahan kedalam rongga abses, hemobilia,

empiema, fistuta hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau

retroperitoneum.

2. sesudah mendapat terapi sering terjadi pada kasus-kasus dengan masalah

kompleks seperti diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan

sekunder, gagal hati dan sebagainya. Diagnosis abses piogenik yang

ditegakkan lebih dini diikuti dengan drainase abses yang lebih cepat pula,

menyebebkan mortalitas menurun tetapi disertai dengan peningkatan

komplikasi septik dikemudian hari, termasuk diantaranya ialah rekuensi atau

reaktivasi absesnya.

3.2.8 Pengobatan dan tindakan

Pencegahan

Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati

piogenik yaitu dengan cara:

a. Segera dekompresi pada keadaan obstruksi biliair baik akibar batu empedu

maupun maupun proses keganasan.

b. Setiap ligasi arteri hati harus disertai pemberian antibiotik.

c. Sepsis intra-abdominal harus segera diatasi.

Terapi definitif

Page 42: Abses Hepar

42

Sekali diagnosis ditegakkan, keberhasilan terapi tergantung dari

bagaimana terapinya. Terapi yang tidak tepat, dibayang-bayangi mortalitas 100%.

Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekwat, dan eradikasi faktor

penyebab abses.

Antibiotik ini terdiri dari :

a. Penisilin atau sefalosporin untuk kokus gram positif dan beberapa jenis bakteri

gram negatif yang senditif.

b. Metronidazo/klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob terutama

B.fragilis.

c. Aminoglikosid untuk bakteri gram negatif yang resisten.

Drainase abses

Pada abses piogenik soliter aspirasi abses perkutan dengan tuntutan USG

atau tomografi komputer untuk menentukan adanya abses, lokalisasi dan aspirasi

abses. Cara yang paling sering dipakai dan berhasil baik ialah drainase terbukti

secara bedah.

Kadang-kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.

3.3.9 Prognosis

Beberapa faktor mempunyai peranan dalam prognosis yaitu :

1. Usia. Makin tua prognosis akan makin buruk.

2. Lokalisasi abses, mudah/sukar dicapai untuk drainase.

3. Abses soliter prognosis lebih baik. Abses ganda multipel akibat kolangitis

pada penyakit bilier obstruktif yang secara klinis disertai ikterus, prognosisnya

buruk.

4. Adanya komplikasi septikemia, abses sub-frenik, ruptur ke organ lain.

5. Penyakit dasarnya ialah keganasan.

6. Drainase yang adekwat disertai prognosis yang baik.

7. Bakteriemia poli-mikroba.

8. gangguan faal hati.

Page 43: Abses Hepar

43

Mortalitas paling tinggi ialah pada orang lanjut usia dengan proses

keganasan sebagai penyakit dasarnya yang kemudian terjadi penyakit dasarnya

yang kemudian terjadi penyakit bilier obstruktif kemudian kolangitis dan

menimbulkan abses hati piogenik multipel.